ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS
Transcript of ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS
ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS
Oleh; Hendrikus EndareS()~_dar, 55., M.Hum.
Tulisan ini dibuat sebagai sebuah kajian pustaka/penelitian pribadi yang tidak dipublikasikan.
Pusat Kajian Humaniora, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan
Bandung
Mengetahui:
Prof. Dr. Ign. Bambang Sugiharto Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Filsafat UNPAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Yang lIahi karena berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian pribadi yang berjudul
ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS. Penelitian pribadi ini berangkat
dari ketertarikan penulis atas perkembangan pemahaman dan persoalan
persoalan filosofis tentang tubuh.
Persoalan tentang apa itu tubuh bukanlah persoalan yang baru.
Persoalan ini sudah menJadi salah salah satu persoalan l11endasar
filasafat yang sudah mulai dibicarakan sejak abad ke empat sebelum
masehi. Sampai sekarang pertanyaan tentang apa itu tubuh masih
menjadi pertanyaan mendasar yang senantiasa relevan untuk dig ali. Oi
katakan masih relevan karena eksistensi manusia salah satunya terkait
dengan pemahaman dan pengalaman bertubuh.
Oengan menelusuri perkembangan pemahaman tentang tubuh,
penulis mencoba menggali apa yang menjadi esensi tubuh itu. Oi sinilah
ditemukan berbabagai problem-problem filosofis pemahaman tentang
tubuh. Penelurusan ini pada gilirannya menawarkan cara pandang, yang
bisa jadi berbeda dengan yang selama ini kita pahami tentang tubuh.
Semoga penelitian ini bisa memperkaya khasanah pemahaman dan
pengalaman bertubuh.
jjj
Bandung, Juni 2005
Penulis
DAFTAR 151
KAT A PENGANT AR ............................................................................... .
DAFTAR 151......... ............... .
Bab I: PENDAHULUAN .............. .................... '" ................................... .
A. Perumusan Masalah ................... .
B. Alasan dan Tujuan Penulisan ........................................................ .
Him.
iii
iv
1
1
2
C. Metode Pembahasan dan Sumber Data .... .............................. ........ 3
D. Sistematika Pembahasan ....................... .................. .................. ..... 4
Bab II Problem Tubuh dan Jiwa...... ............ ............ ....................... .......... 6
A. Teori-Teori Monisme .................................................................. . 8
9 1. Materialisme Eksrtrem ............................................................... .
2. Teori Identitas ................. .... ....... ........ ..... ....... .................. ........ 12
3. Idea lis me ....... ' '" .......... .
4. Teori Dobel Aspek
5. Monisme Netral ...................... .
13
15
17
B. Teori-teori Dualistik ... ... ... ...... ........ ..... ......................................... 18
1. Interaksionisme ......... .
2. Okasionalisme ........................... .
3. Pararelisme Psikofisk ... ".
4. Epifenomenalisme ........ .
C. Teori Duo Monisme .......... '" .............................................. .
D. Catatan Kritis .................. '" .............................................. .
iv
19
21
. .... 22
23
24
26
Bab III Lebih Jauh tentang Tubuh..... ...... ..... ............ .... ....... ... ..... ...... ...... 29
A. Apa itu Tubuh................................. ......... ................................... 29
1. Pandangan Plato .... ....... ... ... ... ...... ... .......... ............. .... ... ..... .... 29
2. Pandangan Aristoteles... ......................................................... 31
3. Pandangan Thomas Aquinas ...... ... ... ... ... ......... ... ... ......... 32
4. Tubuh Sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes)................. 33
5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri Sendiri" dan "Tubuh-
untuk-Yang Lain" (Sartre)... ... ... ... ... ... ... ... ... .... . ... ... ... ..... 34
a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri . ..... ....... .... ....... ... 35
b. Tubuh sebagai Berada-untuk-Yang Lain ........... ..... ............ 36
6. Pandangan Deepak Chopra... ... ... ..... ................ .................. 37
a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat. 38
b. Tubuh itu sendiri dari energi dan informasi ... ... ... .... 39
c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran ... ... ..... 40
d. Impuls-impuls kecerdasan terus menerus menciptakan
tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya ........ ..... 41
e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan ... 43
B. Catatan Kritis ... ...................... .................. ..... ................... 44
Bab IV Memahami Kembali Tubuh Kita ... ... ................................ . 48
A. Tubuh sebagai Materi ...................... .
1. Karakteristik Tubuh ........................ .
2. Kekhasan Karakteristik Tubuh ....... .
v
........... ............... ...... 49
49
50
B. Tubuh yang Hidup.............................................................. ......... 52
1. Menembus dunia materi....... ........... .... ..... ........ ...... ...... ......... 53
2. Tarian Penciptaan......... ......................................................... 54
3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan............... .............. 56
Bab V Kesimpulan ........................... ..... .......... ............ ........ .......... ..... 59
Daftar Pustaka .......... . ......................................................... 62
vi
A. Perumusan Masalah
BABI
PENDAHULUAN
Tubuh adalah bagian dari eksistensi manusia karena tubuhlah yang
menjadikan manusia berada di dunia ini. Dengan tubuh manusia menjadi
mahluk spasio temporal. la menempati ruang dan waktu. Sebagai mahluk
spasio temporal ia memiliki bentuk material tertentu, berkeluasaan dan dapat
dicerap dengan panca indera. Bersama jiwa ia membentuk satu kesatuan
substansi yang disebut dengan manusia.
Dalam perkembangan sejarah filsafat, tubuh ternyata menjadi salah
satu tema sentral. Usaha untuk memberikan oemahaman tentang tubuh
selalu beriring dengan perkembangan pemahaman tentang jiwa, suatu
realitas yang dibedakan dari tubuh dengan karakteristik yang berlawanan
dengannya.
Sejak abad ke empat sebelum masehi problema tubuh dan jiwa sudah
mulai dibicarakan. Plato lah (427-347 SM) orang pertama yang
mempersoalkan tubuh dan jiwa dengan membuat pembedan di antara
L
keduanya. Pemahaman tentang tubuh ini tidak berhenti di sini. Para pemikir
setelahnya mencoba mengembangkan dan menawarkan pandangan
pandangannya. Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descartes, Jean Paul
Satre, dan Deepak Chopra adalah beberapa di antaranya (yang
ddikemukakan dalam tulisan ini).
Monisme, dualisme, dan duo monisme adalah teori-teori yang sempat
muncul dan berkembang yang mencoba memberikan gambaran tentang apa
iatu tubuh dan bagaimana hubungan di antara keduanya. Setiap pemikiran
yang muncul pasti mendapat tanggapan, baik yang sifatnya menentang,
mendukung, atau mengembangkan. Sekarang ini tubuh dan jiwa dilihat
sebagai satu kesatuan yang membentuk manusia.
B. Alasan dan Tujuan Penulisan.
Pandangan-pandangan tentang jiwa dan khususnya tubuh (tema
sentral penulisan yang dikemukakan para pemikir pada dasarnya merupakan
suatu tawaran, bagaimana memahami tubuh itu.
Pandangan-pandangan itu di satu sisi memang membrikan berbagai
gambaran tentang tubuh yang mungkin semakin memperluas pandangan dan
wawasan kita, di sisi lain pandangan-pandangan terse but mendorong kita
J
untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kita sendiri yang bisa
jadi berbeda dengan yang diyakini selama ini.
Oleh karena itu dengan menjadikan pandangan-pandangan tentang
tubuh yang dikemukakan para pemikir sebagai bahan dasar penulis merasa
terdorong untuk mencoba merumuskan kembali apa itu tubuh. Jadi tujuan
pembahasan masalah ini adalah merumuskan kembali pmahaman tentang
tubuh dengan tetap bertolak dri pemikiran-pemikiran yang sudah ada dan
yang penulis anggap positif.
C. Metode Pembahasan dan Sumber Data
Dalam rangka merumuskan kembali pemahaman tentang tubuh,
penulis mencoba menggali literature-literature yang secara khusus berkaitan
dengan pembahasan tentang tubuh. Berdasarkan data-data yang ada penulis
menggunakan metode deskripsi ekspositoris untuk membahas permasalahan
ini.
Penulis mengangkat pemahaman-pemahaman tentang tubuh dari para
pemikir, memberinya catatan-catatan kritis, membandingkannya satu dengan
yang lainnya, dan mengangkat hal-hal yan penulis anggap sangat penting
dan relevan dengan sisi-sisi ketubuhan. Bahan-bahan ini tentunya menjadi
masukan yang sangat berarti dalam merumuskan kembali pemahaman
tentang tubuh. Dengan ini penulis menampilkan kembali sisi-sisi ketubuhan
yang menu rut penulis sangat pentingdalam menghayati ketubuhan kita
sebagai manusia yang karenanya kita mempunyai eksistensi.
Untuk itu, saya menggunakan literature-literature yang secara khusus
membahas tentang sisi-sisi ketubuhan. Selain itu penulis juga menggunakan
ensiklopedi, buku sejarah filsafat, dan kamus filsafat untuk melihat
perkembangan pemikiran tentang tubuh. Bahan-bahan ini menjadi sumber
yang berarti dalam usaha memahami kembali sisi-sisi ketubuhan.
D. Sistematika Pembahasan
Diawali dengan mengemukakan latar belakang pembahasan tentang
tubuh yang dikemukakan dalam bab I, tahap demi tahap penulis mencoba
menggali dan merumuskan kembali pemahaman tentang ketubuhan.
Berbicara tentang tubuh tampaknya tidak terlepas dari pemicaraan
tentang jiwa, realitas yang dibedakan dan dilawankan dengan tubuh.
Pemikiran tentang tubuh dan jiwa berkembang seiring dalam perjalanan
sejarah filsafat. Oleh karena itu, pada bab II penulis menyoroti problema
tubuh dan jiwa yang tam pi I dalam teori monisme, duolisme dan duomonisme.
Dalam bab III, berdasarkan gambaran di atas, penulis secara khusus,
membahas tentang tubuh itu sendiri. Ini dilakukan dengan menampilkan
beberapa pemikir yang konsern tentang itu. Pemikiran-pemikiran ini menjadi
starting point sekaligus menjadi inspirasi dan dorongan untuk memahami
kembali apa tubuh itu dan sisi-sisi ketubuhan apa yang penting. Ini penulis
sajikan dalam bab IV.
Akhirnya, dalam kesimpulan penulis menegaskan kembali beberapa
hal yang penting berkaitan dengan sisi-sisi ketubuhan yang telah disajikan
dalam bab-bab sebelumnya.
BAB II PROBLEMA TUBUH DAN JIWA
"oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Pepatah ini
mengingatkan kita pada pentingnya pemeliharaan kesehatan tubuh karena,
berdasarkan ungkapan ini, tubuh yang sehat menjadi prasyarat jiwa yang
kuat. Pada kesempatan lain, dalam upacara pemberkatan jenazah, kerap
terungkap perkataan, "Semoga jiwanya bersitirahat dengan damal" atau
ungkapan-ungkapan lain yang senada dengan itu. Perkataan ini diungkapkan
di depan sesosok jenazah yang tergolek tak berdaya dalam peti mati. la
yang tadinya disebut manusia, sekarang disebut sebagai jenazah.
Kedua pernyataan, "oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuaf'
dan "Semoga jiwanya beristirahat da/am damal" mengandaikan suatu
anggapan bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa; dua istilah yang
dibedakan satu sama lain. Umumnya orang tidak akan menolak anggapan
ini. Munculnya pembedaan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani juga
didasarkan pada anggapan ini.
Namun, yang menjadi pertanyaan bagi kita sekarang adalah: Apakah
tubuh dan jiwa itu? Apakah benar bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan
7
jiwa? Jika benar, apakah pembedaan di antara tubuh dan jiwa itu
sahih? Apakah ada pernyataan-pernyataan yang hanya berlaku bagi
tubuh atau jiwa saja? Apa dan bagaimana hubungan di antara keduanya?
Manal,ala orang Illengatakan, "Saya lapar", apakah ini hanya berkaitan
dengan kebutuhan tubuh (jasmani) saja tanpa adanya hubungan sama sekali
dengan jiwa orang tersebut? Sebaliknya, Illanakala orang mengatakan,
"Saya mencintai dia", apakah ungkapan ini hanya berkaitan dengan keadaan
Jlwa orang tersebut dan sama sekail IIdak berhubungan dengan dlmensi
kejasmanian? Dengan kata lain, apakah ada keglatan, pengaiarnan, atau
pemyataan lis,;,a; (jasrnaniah) murnl'l 8egltu Juga halnya dengan keglatan,
pengalaman, atau pernyataan mentalilas (k'''l,waan) seseo!ang
Pertanyaan-penanyaan cii alas mengantar klta pad a persoalan tubuh
dan jiwa yang peiik. Namun klta Jangan heran Pertanyaan-pp.rtanyaan kntls
ui atas bukanlah hal yang bam SeJak jaman dulu para filsuf sudah
j Istilah fisikal dan mcntalistik mcrupakan tcrjcmahan dari pli)-,'sicalistic sfalemcnls dan mentolislic: .,,'Iafemenfs. "1/ is gen('ra/~v agreed fhal we can (/iSfll1glflSh two sort (~/ statements marie about people. There are those s/afcllIen(s \1'/l1ch describe (1 person's /JO(ZV, his !Jodi!V s{ales and (h.~7)()SlflOlI, and ('ven!s thol occur m and 10 his h()(~v. il IS charaClt!rJsflc (~lsllch statements tho! Ihey can be made 0/ any physical ol~jecl whatsoever. Then! arc, hmrel-'cr, ,)~tmelll('n!s that are madc excillsive~v abou! people. These .';tafemenfs descnlw !hough! and ./(?eil!1g, hope and fear, memories and expeclalion, mood and humors, features and pers()nn"~v and characlers, act (?/ deliberalinp" judging, and chosing. motlves ami in/ell/IOns, alld so on. illS to such fIlings as these that Ihe }1'Ord "mind" and '-'mental" llS/la/~v reler" Kcdua istiiah illl digunakan lllltuk i11cmlxdakan pcristiwa, pcngaiamall. :Hau pcrnyataan yang bcrkaitan clcngan aspck jasmaniah scscorang dan pcrisliwa, rx:ngalaman, atau ~myataan yang ocrkaitan dcngan kcandaan mental. pikiran, atau kejiwaan scscorang. 13dk,Paul Edward (Editor ill ChicO, file i:Jlcyciol'edia u/ /Jhyiosophy. Volumc Sand 6, Macmillan and Free Pres, New York. 1972, him 336,
8
berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang pelik lersebu!. Lanlas
bagaimana pertanyaan-pertanyaan di atas itu bisa dijawab? Tampaknya
belum ada jawaban yang bisa memberi gambaran yang tuntas alas problema
tersebut. Paling tidak setiap teori yang muncul itu tidak terlepas dari
pertanyaan-pertanyaan kritis yang belum bisa dijawab dengan lunlas.
Namun demikian, secara umum ada tiga jenis leori melafisik yang mencoba
memberikan jawaban atas persoalan lersebut yakni, leori monisme yang
menolak adanya hubungan antara lubuh dan jiwa, teori dualisme' yang
mengakui adanya hubungan antara lubuh dan jiwa, dan duo monisme yang
mencoba bersikap adil lerhadap keberadaan tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa
dilihat sebagai satu kesatuan .
A. Teori-teori Monisme
Kala monisme berasal dari bahasa Yunani, monos yang berarti
tungga/ atau sendiri. Dari sini monisme dimengerti sebagai ajaran atau teori
yang mempertahankan bahwa dasar seluruh eksistensi adalah salu sumber.
Realitas adalah satu dan yang lain adalah ilusi 3
Berkaitan dengan problema lubuh dan jiwa, teori monisme menolak
adanya hubungan antara tubuh dan jiwa dan cenderung menekankan secara
::> Pembagian teod l110nismc dan dualismc diambil dari 71u! Encyclopedia 0/ Philosophy, ihid., him. 338 .
. 1 Lih. Lorclls Bagus. 1-.:011111.1" J'liSO{ill. (Jmlllcdia Pustaka Utama. Jakarta. 19% .. hIm. 669-671.
9
berat sebelah kesatuan eksistensi manusia. Yang termasuk ke dalam teori ini
adalah Maleria/isme Ekslrem, Teori /denlilas, /dealisme, Teori Dobe/ Aspek,
dan Monisme Neira/.
1. Materialisme Ekstrem
Materialisme adalah ajaran yang menempatkan materi sebagai dasar
realitas (dunia) dan melihat yang spiritual sebagai hal yang sekunder. la
menekankan keunggulan-keunggulan material atas yang spiritual. Ajaran
materialisme itu sendiri bermacam-macam namun pada umumnya selalu
menempatkan materi sebagai realitas yang fundamental dan realitas yang
lain tergantung padanya'
Beberapa karakteristik atau pengertian berikut ini menunjuk pada
paham materialisme. Materi dan semesta sam a sekali tidak memiliki
karakteristik-karakteristik pikiran seperti, maksud, kesadaran, tujuan-tujuan,
-1 Ada ocbcrapa macam aliran dalam matcriaiismc. Mcnurut matcrialismc rasionalis, selumh kcnyataan <lapat dimcngcrti sclurulmya bcrdasarkan ukuran dan bilangan Uumlah). Malcrialimc mitis atau hiologis mcnyatakan bahwa dalam rx;osliw3-peristiw3 nmtcrial tcrdapat misteri yang mcngungguli kita. Misteri itu tidak iX!rhubungan dcngan sliatu prinsip imateriaL Matcrialismc parsiai dianjurkan olch orang-orang yang dalam bidang :'lpapun mcrcduksi unsur imaterial atau formal. Matcriahsmc antroJX,)logis (iniiah yang dibicarakan dalum bagian ini) muncul dalam dua bcntuk. Pcrtama. matcrialislllc yang mcmbantah adan)'a jiwa. JiW3 disamakan dcngan mp.tcri dan dengan pembahanpcrubahan fisik-kimiawi mated. Kcdua, malcrialisl11c yang menyangk1l1 adanya kctidaktcrgantungan cksistcnsi jiwa pada materi. Matcrialisme dia1cktis mcmadukan pandangan bahwa yang nyata ad1lah materi semata-lllata di satu pihak dcngan lIdialeklika Hegel!!, di pihak lain. Pcncrapan matcrialisl11c dialcktis pada kehidupan sosial mcnimbulkan matcrialismc historis. Mcnurut matcrialismc historis, hakikat scjarah tcrjadi karcna proses-proses ckonomis. Materialislllc dialcktis dan matcrialismc historis mcnyatakan bahwa pcristiwa-}Xristiwa yang rerkcnaan dengan scjarah rohani dan pcrkcmbangan manusia hanya I11crupakan akibat-akibat dan rcflcksi-rcflcksi kcgiatan ekollol11is manusia. Ibid., him. 597-598.
10
arti, arah, intelegensi, kehendak, dan dorongan; Tidak ada entitas-entitas
nonmaterial seperti, roh, hantu, setan, malaekat. Pelaku-pelaku imaterial itu
tidak ada; Tidak ada Allah atau dunia adikodrati. Realitas satu-satunya
adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dan aktivitas
materi; Setiap perubahan (peristiwa, aktivitas) mempunyai sebab material
dan pejelasan material tentang gejala-gejala merupakan satu-satunya
penjelasan yang tepat. Segal a sesuatu dalam alam semesta dapat dijelaskan
dalam kerangka kondisi-kondisi material (fisik)5.
Pada tingkat ekstrem, materialisme merupakan keyakinan yang
menegaskan bahwa dunia yang real itu adalah dunia yang terdiri dari benda-
benda material. Tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak.
Pikiran (roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak.
Pada kutub ekstrem lainnya, materialisme merupakan keyakinan bahwa
pikiran itu disebabkan oleh perubahan-perubahan material dan sama sekali
tergantung pada materi.
Menurut Thomas Hobbes, alam semesta adalah sebuah tubuh. Tidak
ada bag ian dari alam ini yang bukan tubuh dan tidak ada bag ian dari
alam ini yang berisi bukan tubuh. Semua perubahan, peristiwa dalam
--_ .... _ .......•... _--.-
S Ibid, hJm. 594.
11
alam ini, merupakan gerakan-gerakan tubuh dan tidak ada sesuatu yang
bisa membuat gerakan tanpa berhubungan dengan tubuh yang bergerak
lainnya6
Sementara itu, Julien Offray de la Mettrie pernah mengungkapkan
bahwa manusia adalah sebuah mesin atau "mekanisme tak berjiwa". la
mencoba memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi organisme manusia dapat
dijelaskan dalam kerangka prinsip-prinsip mekanis. Paul Heinrich Dietrich
d'Holbach meyakini adanya pikiran dan perasaan, tetapi bersifat fisikal.
Bahkah Pier€! Cabanis, seorang dokter Prancis mengakui bahwa pikiran itu
merupakan produk dari otak. Otak itu mengeluarkan pikiran seperti hati
mengeluarkan empedu' Senada dengan ini, Karl Marx mengungkapkan,
gambaran atau pikiran manusia itu masih tam pi I atau muncul sebagai
emanasi lang sung dari perilaku material merekaB
Berangkat dari pemikiran materialisme ekstrem, manusia itu tidak lain
adalah realitas material atau fisikal belaka. Yang namanya perasaan atau
pikiran itu hanyalah produk gerakan tubuh manusia. Dengan demikian
dimensi kejiwaan atau spiritual manusia itu tidak ada. Semua ditentukan oleh
gerakan fungsi-fungsi organisme manusia.
6 Bdle Paul Edward (Editor in Chief), 71Je Encyclopedia of Phy/osophy, Volume 5 and 6, 7/,e le"cyc/opedia 0/ Philosophy. op.cil .• him. lSI.
1 Ibiil .. him. 339. 8 Ibid
12
2. Teori Identitas
Teori Identitas merupakan versi dari materialisme yang populer
menjelang akhir abad ke-19 (Materialisme Kontemporer). J.J.C. Smarth, H.
Feighl, dan G. Th. Fechner adalah beberapa tokoh materia lis kontemporer
yang mengajukan dan mempertahankan teori ini. T eori Identitas memandang
jiwa dan tubuh sebagai dua aspek atau bentuk yang kelihatan dari suatu
realitas yang unik yang tidak dapat dikenal dalam dirinya9 Peristiwa-peristiwa
diandaikan secara logis saling serasi dalam suatu pola paralel yang ketal.
Para penganut teori identitas menggunakan pembedaan filosofis
antara arti signifikasi dan referensi, atau konotasi dan denotasi untuk
menyatakan bahwa ekspresi-ekspresi mentalistik dan fisikal berbeda dalam
arti signifikasi atau konotasinya tapi akan muncul sebagai sebuah fakta
empiris yang mengacu atau menunjuk pada hal yang satu dan sama yaitu
fenomena fisikal. lO Salah satu contoh sederhana yang bisa menjelaskan
identitas ini adalah air dan H20 Air dan H20 menunjuk pada benda yang
sama. Dalam konteks ini penemuan Identitas bukanlah penemuan filosofis
semata tapi sebagian merupakan penemuan empiris. Sebagai teori empiris,
<) I jll. Lorens Bagus, op.eil .• him. 1127. lfl 13dk. Paul Edward (Editor in Chief) 711(> FIIGJ'clopedia (~( Philosoph}}, Volume .5 and 6. op. cif. , hIm.
339.
13
teori identitas membuat hipotesis bahwa setiap kegiatan mental
partikular itu terjadi jika dan hanya jika beberapa gerakan partikular terjadi.
Bedasarkan pandangan ini, setiap perilaku manusia tidak bisa
dikategorikan secara tegas sebagai perilaku material atau perilaku kejiwaan
semata tetapi mengandaikan adanya kesejajaran di antara keduanya.
Teori Identitas tidak terlepas dari keberatan-keberatan serta
pertanyaan-pertanyaan kritis. Bagaimana tubuh dan jiwa tampil sebagai dua
bentuk atau dua aspek dari suatu realitas tidak dijelaskan dengan gamblang.
Sulit untuk memahami yang materi tampil sebagai yang roh dan yang roh
tampil sebagai yang materi. Berdasarkan teori identitas, pengalaman-
pengalaman rohani memiliki kesejajaran yang ketat dengan peristiwa-
peristiwa material. Padahal, pada kenyataannya, kehidupan mental itu
berlangsung terus tanpa bekerjasama secara internal dengan yang materi.
Begitu pula, dunia yang tidak sadar bekerja tanpa kesadaran akan yang
materi. "
3. Idealisme
Istilah idealisme pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz
pada awal abad ke- 18. Istilah ini ditujukan pad a pemikiran Plato yang
dilawankan dengan materialisme Epikuros. Di sini idealisme menunjuk pada
II Lih. Lorcns Bagus, op.eil., him. 1127.
14
filsafat-filsafat yang memandang bahwa hakekat realitas adalah yang mental
atau ideasional itu. 12
Idealisme memandang alam semesta sebagai penjelmaan pikiran.
Seluruh realitas bersifat mental, spiritual, dan psikis Materi itu tidak ada.
Realitas ini dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti, pikiran-
pikiran, diri, roh, ide-ide mutlak dan bukan berkenaan dengan materi.
Idealisme sendiri tampil dalam beberapa tipe. Scheling memberi nama
idealisme subjeklif pada filsafat Fichte. Alasannya, menurut Fichte dunia
merupakan postulat subjek yang memutuskan. Scheling sendiri menamakan
filsafatnya pada pertengahan idealisme objektif. Menurutnya, alam itu tiada
lain adalah intelegensi yang kelihatan. Berkeley juga termasuk dalam
bilangan ini. Menurut Kant pengalaman langsung tidak dianggap sebagai
benda dalam dirinya sendiri. Ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita
sendiri. la menyebut pandangannya Idealisme transendental. Ruang dan
waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. Ada idealisme epistemologis yang
berpandangan bahwa kita membuat kontak hanya dengan ide-ide atau pada
peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis Descartes dan Lock
digolongkan dalam idealisme tipe ini13
Descartes menemukan bahwa realitas yang sejati adalah eksistensi
pikiran manusia Senada dengan itu Berkeley menegaskan bahwa pikiran-
~~---~---
" Ihid. him. 300. !1 Ihid.. him. 301.
15
pikiran dan persepsi atas pikiran-pikiran ini hanyalah hal yang muncul
sebagai yang dipersepsi atau yang mempersepsi. Oleh karena itu, objek-
objek fisik hanya ada dalam pikiran sebagai kumpulan-kumpulan persepsi14.
Salah satu konsekuensi logis dari paham ini adalah bahwa setiap
dimensi ketubuhan (kejasmanian) manusia itu bukanlah realitas yang asli.
Mereka tidak lain merupakan penjelmaan pikiran. Dengan demikian, paham
ini hanya mengakui dimensi kejiwaan manusia saja.
4. TeoriDobelAspek
Berbeda dengan tiga teori di atas, adCl flClfCl filsuf yang memandang
bahwa yang mental (yang rohani/batiniah) dan yang fisikal secara sederhana
merupakan aspek-aspek dari suatu benda dimana benda itu sendiri bukan
yang mental maupun yang fisikal. Pandangan ini disebut teori dobel aspek.
Salah satu filsuf terkenal yang menganut faham ini adalClh Benedict de
Spinoza la menyatakan bahwa manusia dapat dipahami sebagai suatu
benda yang berkeluasan, jasmaniah, dan sama baiknya, sebagai benda yang
berpikir meskipun kedua karakteristik ini secara bersama-sama tidak bisa
diterapkan Kedua karakteristik yang berbeda ini tidak dimaksudkan sebagai
milik atau sifat yang berbeda dari manusia tetapi lebih pada gambaran yang
penuh dalam kategori-kategori yang berbeda.15
l·1 Belk. Paul Edward (Editor in Chief). Jlle Filcyclopedin q( PhyJosoph.'~/, Volume .5 and 6, 'Jhe Encyclopedia (?rphilo.\,'()p/~v, op.cit., hIm. 319.
" Ihid., hint 340.
16
Bagi Spinoza substansi itu merupakan substansi yang ada dalam
dirinya sendiri dan dipahami melalui diri sendiri. Substansi ini bisa dipahami
secara bebas dalam konsep apapun. Substansi itu bisa dipahami bukan
dalam arti bisa diimajinasikan karena imajinasi itu sangat rendah dan tak
dapat dipercaya dalam kualitas pengalaman dan pengetahuan. la bisa
dipahami dalam arti mampu dipikirkan tanpa kontradiksi karena bagi Sinoza,
apa yang dapat ada dalam dirinya sendiri dan apa yang dapat dipahami
melalui dirinya sendiri adalah yang satu dan sama Oleh karena itu,
mengetahui apa yang dapat dan harus dipikirkan berarti mengetahui juga apa
yang dapat dan harus ada '6
Berdasarkan teari dabel aspek, setiap perilaku manusia itu bisa
dipahami sebagai perilaku yang fisikal atau yang rahani namun tidak bisa
dipahami secara bersamaan. Dengan demikian manusia itu bukan realitas
yang sekaligus fisikal dan rohaniah. Manusia tidak bisa dikatakan terdiri dari
tubuh dan jiwa
Ada kekaburan yang muncul dalam teori ini. Teori ini tidak memberikan
gambaran yang jelas tentang apa yang mendasari kesatuan yang mengakui
adanya berbagai aspek dari kesatuan itu. Selain itu apa sebenarnya aspek-
aspek itu, tidak gamblang juga.
1(, Sdk. Paul Edward (Editor in Chief). 'lhe Jol1n-dopedia a/Philosophy, Volume 7 and 8. New York. 1972. him. 534.
17
5. Monisme Netral
Secara umum teori monisme netral melihat keadaan proses mental
dan material sebagai akibat hubungan timbal balik di antara entitas-entitas
yang ada secara netral, tidak bersifat mental maupun material.'7 Pikiran dan
kejasmanian dipahami sebagai buntelan/kumpulan yang kompleks yang
menyusun benda yang sama. Perbedaan antara pikiran dan tubuh dilihat
tidak terletak dalam sifat dari unsur pokok atomik tetapi merupakan jenis-jenis
yang berbeda dari suatu buntelan/kumpulan dari benda yang sama'"'
Dengan Bundles Teory-nya (teori buntelan), David Hume membela
monisme netral. Menurut Hume, pikiran-pikiran dan tubuh merupakan
buntelan/kumpulan persepsi-persepsi. la menganggap tubuh itu sebagai
suatu buntelan atau kumpulan persepsi dimana persepsi-persepsi tersebut
memiliki konsistensi dan koherensi yang kita sebut sebagai tampilan-tampilan
dari benda yang satu. Senada dengan pandangan ini Wiliam James
menyebut bahan yang netral itu sebagai pengalaman yang murni. Ernst Mach
menyebut entitas-entitas netralnya sebagai sensasi-sensasi. A.J. Ayer
membela monisme netral ini dengan menyatakan bahwa pernyataan-
pernyataan yang berkaitan dengan mental dan kejasmanian dapat
17 Bdle Lorens Bagus, op.cit.. hllll 672. 18 Bdk. Paul Edward (Editor in Chief). ille i:llcvc/opcdw o/Philosophy Volume 5 and 6, op.ciL him.
340.
18
diterjemahkan ke dalam pernyataan-pemyataan bermuatan perasaan. '9
Berangkat dari teori ini, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa itu
merupakan kumpulan atau buntelan yang menyusun manusia. Tubuh dan
jiwa, berdasarkan pandangan Hume di atas, tidak lain adalah tampilan
tampilan dari suatu benda yang satu dan netral; dalam hal ini bisa disebut
manusia.
Teori monisme netral mencoba memberikan gambaran relasi tubuh
dan jiwa secara beda dari teori-teori sebelumnya. Teori monisme mengakui
keberadaan tubuh dan jiwa pada manusia. Namun, tubuh dan jiwa itu bukan
realitas yang asli. Tubuh dan jiwa hanyalah merupakan tampilan dari benda
yang dan satu sama. Teori ini membawa persoalan atau keberatan
tersendiri. Ketidakjelasan pemahaman entias-entitas yang netral adalah salah
satunya. Berdasarkan teori ini entitas-entitas netral itu harus mampu menjadi
elemen-elemen dari pikiran dan objek-objek diluar pikiran pada saat yang
sama. Bagaimana setiap benda bisa menjadi netral?
B. Teori-Teori Dua!istik
Teori-teori dualistik umumnya merupakan pandangan-pandangan
yang menegaskan eksistensi dari dua bidang yang terpisah; tidak dapat
19 Ibid.
19
direduksi, misalnya, tubuh dan jiwa, yang adikodrati dan yang kodrati, yang
kelihatan dan yang tidak kelihatan ZO
Dalam konteks problema tubuh dan jiwa, teori-teori dualistik mau
menegaskan bahwa ekspresi-ekspresi mental dan fisikal itu dibedakan tidak
hanya dalam pengertiannya tapi juga dalam acuannya. Ada yang
mengatakan bahwa yang mental dan yang fisik itu merupakan dua substansi
yang berbeda.Ada yang mengatakannya sebagai jenis-jenis kegiatan yang
berbeda. Ini semua dapat kita lihat dalam interaksionisme, okasionalisme,
paralelisme, dan ephifenomenalisme yang akan kita bicarakan lebih lanjut.
1. Interaksionisme
Interaksionisme adalah suatu pandangan yang mengatakan bahwa
kegiatan-kegiatan mental kadang-kadang menyebabkan kegiatan-kegiatan
jasmaniah; begitu juga sebaliknya. Kaum interaksionisme, misalnya, akan
mengatakan bahwa perasaan itu bisa menyebabkan orang menggerenyit,
perasaan membuat orang gemetar, kilatan cahaya menimbulkan imaji
tertentu, lagu menyebabkan seseorang mempunyai perasaan atau kenangan
tertentu, atau rangsangan otak elektris menyebabkan memiliki pikiran-pikiran
tertentu. Dengan kat a lain, ada interaksi antara yang mental dan yang
fisikaL
20 Lill. Lorcns Bagu~ hIm. 174.
20
Descartes, dengan dualismenya, menunjukkan interaksionisme dalam
formulasi yang klasik. 21 Menurut Descartes dunia ini terdiri dari dua jenis
substansi, res cogitans dan res extensa (substansi mental dan badaniah).
Esensi dari substansi mental adalah sesuatu yang berpikir sedangkan
substansi badaniah adalah keluasan.
Berdasarkan pandangan ini, manusia itu tersusun atas dua substansi
terse but. Dua substansi yang dibedakan satu dengan yang lainnya secara
intim mengkombinasikan kegiatan mental dan kegiatan jasmaniah
sedemikian rupa sehingga yang satu mempengaruhi yang lain. Jadi, di dalam
manusia itu ada "dua sUbstansi yang membentuk sistem tunggal dari
komponen-komponen yang berinteraksi secara mutual""
Pandangan ini menimbulkan dua keberatan besar yang muncul
sebagai konsekuensi pembedaan yang tajam antara yang mental dan
yang fisikal. Pertama, interaksionisme memaksa kita untuk menolak
prinsip fisikal dari konversi materi dan energi karen a energi fisikal akan
hilang manakala kegiatan fisikal menghasilkan pengaruh-pengaruh
mental dan akan mendapatkannya manakala kegiatan mental menghasilkan
peru bah an fisikal. Kedua, yang mental dan yang jasmani itu tampak
terlalu berbeda dihubungkan secara sebab akibat. Karena yang mental dan
21 Bdk. Paul Edward (Editor in Chic!), '!he 1','l1cycll1pedia of Philosoph}'. Volume 5 and 6, op.cit.. him. 341.
22 Ibid.
21
yang fisikal mempunyai essensi yang sangat berbeda, sulit untuk memahami
bahwa perubahan yang satu berasal dari yang lain.
2. Okasionalisme
Okasionalisme dicanangkan oleh kelompok idealis pada abad ke-17
yang hendak menjelaskan interaksi yang tidak dapat disingkapkan antara
tubuh dan jiwa yang muncul akibat dualisme.23 J. Clauberg, A. Geullincx, dan
Malebrance adalah beberapa tokohnya.
Okasionalisme memandang kegiatan timbal-balik yang tampak dari
pikiran dan tubuh itu disebabkan oleh suatu campur tangan Allah. Ketika
terjadi perubahan daiam yang satu (pikiran atau tubuh) Allah menghasilkan
perubahan yang sepadan pada bag ian yang lain. Menurut Malebrance, setiap
kali jiwa menyetujui tindakan tertentu, Allah menggerakkan tubuh. Allah
memberikan kesadaran modifikasi fisik kepada jiwa manusia.24
Dalam okasionalisme pikiran dan tubuh dilihat sebagai dua realitas
yang terpisah dan terpilah-pilah yang begitu berbeda dalam jenisnya
sehingga keduanya tidak dapat bereaksi secara sebab akibat. Masing-
masing berfungsi menurut hukum-hukumnya sendiri. Oi sini Allah membuat
kegiatan-kegiatannya saling berkait secara bersamaan. Sebagai contohnya,
""'1 . . ". Llh. Lorens Bagus. op.cII., hl111. 735. " Ibid, him. 736. .
22
ketika orang hendak mengambil sesuatu, Allah menyebabkan orang itu
menggerakkan tangannya sepadan dengan terjadinya kehendak, atau
sebaliknya, ketika seseorang berpikir tentang sesuatu, Allah telah
menghasilkan pikiran itu pada saat terjadinya gerakan fisikal yang sepadan.
Berdasarkan pandangan ini, Allah menjadi perantara sekaligus
penggerak setiap kegiatan manusia baik mental maupun fisiko Kegiatan
Mental maupun fisik berjalan masing-masing tanpa adanya hubungan sebab
akibat. Munculnya pihak ketiga (Allah) yang menjadi "perantara"
kesepadanan perilaku mental dan fisikal membuat teori ini tidak logis.
Keberadaan Allah patut dipertanyakan.
3. Pararelisme Psikofisik
Pararelisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa kejadian-kejadian
mental dan fisikal dikorelasikan dalam sebuah cara yang teratur tanpa
adanya hubungan sebab akibat baik secara langsung maupun tidak. Motif
utama teori ini adalah menentang ketidakjelasan hubungan kausalitas antara
kejadian mental dan fisikal
Teori ini menawarkan suatu pemecahan atas problema psikofisik yang
timbul tak terelakan lagi berkenaan dengan mekanistis jiwa yang bukan
jasmani dengan tubuh yang fisikal Bagaimana dua kejadian yang sangat
23
berbeda (yang mental dan yang fisikal) saling mempengaruhi? Bagaimana
hubungan yang non kausal ini bisa dipahami?
Leibniz, salah satu penganut teori ini, menawarkan sebuah model
dengan mengangkat teori okasionalisme tapi dengan membuat mekanisme
yang sempurna yang disepadankan atau diserempakkan oleh Allah pada
sumbernya sehingga dengan pra-keserasian yang ditentukan ini, kejadian
mental dan fisikal tetap berjalan secara harmonis tanpa intervensi lebih jauh
dari Allah. Inilah yang dimaksud Leibniz dengan mekanisme sempurna tanpa
adanya hubungan sebab akibat25
Berpegang pada pandangan ini maka setiap tindakan manusia itu
(baik mental maupun fisik) diatur oleh mekanisme yang sangat serasi yang
telah ditetapkan Allah sebelumnya. Tidak ada relasi di antara perilaku mental
dan fisikal karena masing-masing berjalan sendiri menurut mekanisme itu.
4. Epifenomenalisme
Berbeda dengan pararelisme, epifenomenalisme memandang kesa-
daran sebagai efek insidental proses-proses saraf dan bukan suatu sebab26
Kesadaran (pikiran) merupakan epifenomen (hasil ikutan,akibat) yang
" B(U" Paul Edward (Edilor in Chief), '/1'l? ["l1cye/opedia ,,(Philosophy, Volume 5 and 6, op.cit., him. 342.
:26 lhid, h1m. 343.
24
disebabkan oleh proses serebral (otak) tertentu. Kesadaran ini tidak
mempengaruhi tubuh tetapi berada dalam keadaan netral pasif dan
kesadaran yang satu tidak mempengaruhui keadaan sadar yang lainnya.
Analogi berikut ini bisa memberikan gambaran epifenomenalisme.
Bayangan yang ditimbulkan oleh tubuh tidak mempunyai pengaruh kausal
atas tubuh atau atas bayangan lain. Begitu juga dengan kesadaran.
Kesadaran ditimbulkan oleh otak namun tidak mempengaruhi otak. Dengan
demikian hubungan kausal hanya berlangsung satu arah: dari tubuh ke
pikiran sehingga kejadian mental hanyalah efek dari proses otak tertentu.
Epifenomenologis tiada lain adalah dualisme yang menegaskan
kejadian mental secara khusus tapi membuat kejadian ini tergantung penuh
pada kejadian-kejadian fisikal. Jadi, kejadian-kejadian fisik merupakan
fenomena yang utama sedangkan yang mental hanyalah efek dari fenomena
utama ini.
c. Teori Duo Monisme
Di antara teori-teori yang sudah dibicarakan tampaknya teori duo
monismelah yang melihat relasi antara tubuh dan jiwa dengan lebih adil.
Teori duo monlsme merupakan teori hi/omorfisme yang berasal dari
Aristoteles. Teori ini memandang tubuh dan jiwa sebagai dua "substansi
yang tidak lengkap" dilihat dari titik pandang eksistensial keduanya. Jiwa dan
tubuh tidak hanya saling mempengaruhi kegiatan-kegitan aksidental tapi
bergabung bersama dalam eksistensi substansialnya untuk membentuk
totalitas yang satu, yang hid up, serta lengkap2?
Dari kesatuan substansial jiwa dan tubuh kita sampai pada
pemahaman metafisik tentang fakta-fakta yang dikenal secara empiris yaitu di
satu sisi bahkan kegiatan rohani manusia pun dikondisikan oleh eksistensi
material dan di sisi lain pengalaman rohani secarah naluriah mengungkapkan
dirinya dalam tubuh.
Bagi Aritoteles jiwa adalah prinsip penentu, prinsip pembentuk. Jiwa
mengangkat sUbstansi parsial, prinsip material untuk mengambil bagian
dalam eskistensi dari suatu kesatuan yang hidup. "Menurut pandangan yang
lebih moderat mengenai hilemorfisme, prinsip material ini mempertahankan
diri dengan determinasi-determinasi fisik-kimiawi, dan jiwa yang mampu
memberi bentuk hanya memberikan eksistensi yang hidup spesifik2B
Bagi Thomas Aquinas dan para penganut hilemorfisme yang lebih
ketat, dan barangkali menurut Aritoteles, selain bentuk Uiwa/forma) hanya
ada suatu prinsip pasif belaka (materi pertama), yang tidak memiliki seluruh
determinisme dan seluruh eksistensi. Prinsip pasif ini muncul hanya melalui
" '1 .. LIt Lorens Bagus, op.cit., hllll. 1128. " Ibid, him. 1129.
26
bentuk demi partisipasi dalam eksistensi dan dalam ada yang hidup. Kedua
pandangan skolastik ini bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan
metafisik dan empiris29. Keutuhan eksistensi manusia yang belakangan ini
digarisbawahi oleh antropologi modern, empiris menemukan dasarnya dalam
duo monisme.
D. Catatan Kritis
Usaha-usaha untuk memahami dimensi kejiwaan dan kejasmanian
manusia yang tampil dalam berbagai teori di atas menunjukkan betapa
rumitnya persoalan itu. Melalui teori-teori yang tampil ke permukaan orang
bersikeras untuk memahami dan menggambarkan pribadi manusia yang
diyakini memiJiki dimensi kejiwaan dan kejasmanian. Ternyata usaha-usaha
tersebut meninggalkan daftar pertanyaan yang belum bisa terjawab dengan
tuntas Tidak heran jika Louis Leahy melihat manusia sebagai sebuah
misteri. fa menyimpulkan, pribadi manusia adalah mahkluk yang paradoksal.
Salah satu paradok yang dikemukakan ialah kesatuan roh dan badan itu
sendiri.3J
Tampaknya pembedaan dimensi kejiwaan dan ketubuhan manusia
begitu lama dan kuat tertanam dalam pikiran kita sehingga sufit untuk
29 Ibid.
30 Bdk. Louis Leahy, SJ., A1anu,via, sebuah /viisleri, .Sinlesa Filo,w?/is ten lang Afahkluk Paradoksa/, PT Gramcdia Puslaka Ularna, Jakarta, 1993, hIm. 266-267.
27
melihatnya sebagai satu kesatuan (teori duo monisme). Kata
"kesatuan" itu sendiri tampaknya masih membingungkan. Bagaimana bisa
memahami dimensi kejiwaan dan ketubuhan (dua prinsip yang sangat
berbeda) sebagai satu kesatuan? Pertanyaan ini mungkin menunjukkan
betapa kuatnya konsep dual is me ala Cartesian. Menurut W.J.S.
Poerwadarminta, "kesatuan" berarti keesaanlketunggalan atau
keseutuhan31. Tampaknya teori duo monisme lebih melihat tubuh dan jiwa
sebagai keseutuhan.
Memang sudah saatnya melihat tubuh dan jiwa itu sebagai satu
kesatuan. Badan bukanlah wadah atau bahkan menjadi penjara bagi jiwa
seperti yang diyakini Plato dan jiwa bukanlah suatu substansi yag terpisah
dari badan ala dualisme Cartesian.
Munculnya pembedaan antara "tubuh" dan "jiwa" bukan berarti
membuat pemisahan Hubungan tubuh dan jiwa hendaknya dilihat menurut
tipe susunan bukan penjajaran. Inilah yang dianjurkan oleh Louis Leahy.
"Dalam manusia materi dan jiwa tersusun menurut skema umum dari apa yang ditentukan dan apa yang meneniukan. Semua un sur badaniah/organis diorganisasikan dan dientukan secara spesifik dan bersatu berkat suatu "bentuk", suatu "ide" yang mereka jelmakan dan mereka perlihatkan yaitu gagasan manusia,,32
3l Lilt W.1.S. Pocrwadanninta. Kamlls {/ll//llJI Bahasa Illdocnsio. PN Balai Pustaka. Jakarta. 1982, hIm. 876.
32 Lill Louis Leahy, ST. ,\liSleri Kcmation. PT Gramcdia Pustaka Utama, Jakarta, J996, hIm. 63.
28 .
Problema tubuh dan jiwa, seperti yang dipaparkan di atas, lebih
menunjukkan persoalan-persoalan serta pola-pola hubungan antara tubuh
dan jiwa. Paparan ini mengantarkan kita pada pertanyaan lebih lanjut yakni,
apakah tubuh dan jiwa itu? Persoalan inilah yang akan dibicarakan dalam
bab berikutnya.
BAB III LEBIH JAUH TENT ANG TUBUH
A. Apa itu Tubuh ?
Paparan tentang problema tubuh dan jiwa, secara tidak langsung,
telah memberikan gambaran sekilas tentang apa itu tubuh dan jiwa Tubuh
itu dilihat sebagai materi dengan sifat kejasmaniannya yang bisa dicerap
dengan panca indra. Sementara itu jiwa dilihat sebagai suatu kesatuan
substansial yang sifat-sifatnya bisa dijelaskan dengan memperlawankannya
dengan yang materi yakni, tidak berkeluasan, dan tidak dapat dicerap
dengan panca indera, Aktivitas kejiwaan kerap digambarkan sebagai
kegiatan mental.
Bagian ini secara khusus akan memaparkan tubuh itu sendiri. Apa
itu tubuh? Bagaimana karakteristiknya? Pemaparan ini didasarkan pada
pandangan para pemikir besar,
1. Pandangan Plato
Adalah Plato yang pertama kali membedakan tubuh dari jiwa
Pandangan ini tampaknya berkaitan dengan pandangannya tentang realitas,
Menurut Plato, realitas itu terdiri dari dua dunia: dunia jasmani atau indrawi
30
dan dunia idea33.
Plato tidak melihat manusia sebagai satu-kesatuan tubuh dan jiwa.
Dalam Alcibiades I, dialog antara Socrates dan Alcibiades, terungkap bahwa
tubuh itu dibedakan dari jiwa. Dalam dialog itu Socrates menegaskan bahwa
tubuh dan jiwa itu berbeda. la menganalogikan perbedaan tubuh dan jiwa
dengan seseorang yang menggunakan at au memakai suatu benda.
Dikatakan bahwa perbedaan tubuh dan jiwa itu seperti halnya orang
yang memakai suatu benda atau alat yang dibedakan dengan benda itu
sendiri34 Dalam hal ini jiwalah yang menggunakan dan mengatur tubuh.
Tubuh itu sendiri tidak dapat mengatur dirinya sendiri.
Dalam Phaedo, Plato menunjukkan bahwa jiwa bukanlah sebuah
epifenomena belaka dari tubuh. Jiwa bukanlah sebuah harmoni tapi
merupakan substansi. Dalam dialog itu Simmias menganggap bahwa jiwa itu
hanyalah harmoni dari tubuh dan akan binasa jika tubuh itu binasa tapi
Socrates menegaskan bahwa jiwa itu dapat mengatur tubuh dan hasrat-
hasratnya. Oleh karena itu, akan menjadi absurd jika mengaggap jiwa yang
dilihat sebagai sebuah harmoni belaka dapat mengatur tubuh.35
Plato rupanya memandang tubuh begitu negatif. Tubuh dilihatnya
sebagai wadah atau penJara bagi jiwa "Jiwa merupakan suatu substansi
:B Bdk . Dr. Kees Bertens. Sejarah l-ilsaJili )'ullalli, Kanisius, 1975, hlml07 3·1 Bdk. Antoni Flew, /Jodv. Milld. alld lJeath, Macmillan Publishing CO. me. USA. him. 35-37. " Bdk. Federick Copleston, S.1., ;I His!OIY of Philosophy, Book I, Image Books, New York, 1985.
him. 207.
31
yang untuk sementara waktu tertutup di dalam badan seperti di dalam
sebuah penjara dan yang dapat menjadi dirinya secara sempurna hanya
setelah dia keluar dari badan itu,,36 Oi sini kematian dilihat sebagai proses
pembebasan jiwa dari tubuh3l
2. Pandangan Aristoteles
Oualisme Plato ternyata ditolak oleh muridnya sendiri, Aristoteles.
Aristoteles tidak menyangkal bahwa tubuh dan jiwa adalah dua realitas yang
berbeda. Namun ia melihat bahwa manusia itu merupakan sesuatu yang
satu (substansi).
Bagi Aristoteles tubuh itu memiliki vitalitas. Tubuh dikatakan memiliki
vitalitas dalam arti bahwa tubuh itu bisa memelihara dirinya, tumbuhl
berkembang, dan mengalami kehancuran36. Karena tubuh itu memiliki
vitalitas, jiwa bukanlah tubuh itu sendiri. Tubuh bukanlah salah satu faktor
yang ada dalam sebuah subyek. Tubuh itu sendiri merupakan sebuah
subyek dan mater(~) la menjadi "subyek" dari jiwa.
Jiwa dikatakan sebagai sebuah substansi dalam arti sebagai suatu
prinsip khusus dari sebuah tubuh fisik yang hidup. Oengan kata lain, jiwa
36 Lih, L ... ouis Leahy, AIanusia, ')'ebllah ,\Ii.-;leri. op.cif.,hlm.55. 37 [Jd1, Antoni Flcw, op.cil., hlm.45. "Ibid, hlm.77. 39 Ibid
32
merupakan "aktus" pertama dan utama dari sebuah tubuh fisiko Louis
Leahy melihat jiwa (yang diyakini Aristoteles) sebagai prinsip konstitutif yang
esensial dari mahluk hidup. Jiwa "menstrukturkan" tubuh menjadi sesuatu
yang hidup, dinamismenya yang primordial yang mampu melaksanakan
kegiatan-kegiatan hidup.40
Dengan demikian, seperti yang diyakini Aristoteles, tubuh dan jiwa itu
secara esensial berhubungan. Jiwa bukanlah bagian dari tubuh atau sama
dengan tubuh karena jiwa bukanlah tubuh. Namun demikian jiwa itu
membutuhkan tubuh meskipun secara esensial berbeda dengan tubuh. Jiwa
bukanlah tubuh karena jiwa itu bukan materi tetapi secara esensial
melibatkan tubuh karena jiwa merupakan aktualitasnya41
3. Pandangan Thomas Aquinas
Pandangan Aristoteles didukung dan dikembangkan oleh Thomas
Aquinas. 8agi Thomas Aquinas, seperti halnya ditegaskan oleh Aristoteles,
jiwa bukanlah sebuah tubuh tapi sebuah substansi 42 Jiwa merupakan prinsip
pertama dari kehidupan dalam setiap benda-benda yang hidup43.
Thomas Aquinas menegaskan bahwa tidak setiap prinsip tindakan
vital itu merupakan sebuah jiwa karena kalau demikian mata pun bisa
.11) Lilt L·ouis Leahy, Xfal1l1sia, S'ebuah "\fisreri, ap.cit., h1m. 54 .
. " Bdk. Antoni Flew, op.cit., hlm79 .
. " Ihid., him 101-102. 43 Thomas Aquinas mcnycbut ocnda-bcnda hidup itu animate. <.tm bcnda-bcnda yang tidak mcmiliki
kehidupan. inanimate Ibid., him. 101.
33
menjadi sebuah jiwa; jiwa sebagai sebuah prinsip penglihatan. Yang disebut
dengan jiwa adalah prinsip pertama dari kehidupan. Jiwa bukanlah tubuh
melainkan sebuah tindakan tubuh. Jiwa dilihatnya sebagai sebuah prinsip
yang bukan badaniah (incorperea0 dan memiliki eksistensi (subsistent). 44
4. Tubuh sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes)
Pandangan Aristoteteles yang di kemudian hari didukung dan
dikembangkan oleh Thomas Aquinas tampaknya mendominasi pemikiran
tentang tubuh dan jiwa sampai munculnya Descartes yang terkenal dengan
dualismenya. Menurut Descartes manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa , dua
substansi yang dibedakan satu sama lain.
Dengan ini Descartes mengembangkan sebuah teori yang
sistematik tentang sifat dan hubungan tubuh dan jiwa. Jiwa dilihatnya
sebagai suatu substansi yang berpikir (res cogitans) dan tubuh sebagai
suatu substansi yang berkeluasan (res extensa) dan dapat dicerap oleh
panca indera.
Lebih jauh lagi, menurutnya, tubuh itu merupakan bagian dari alam
yang mekanis. Tubuh adalah sebuah sistem mekanis. Ada banyak tindakan
yang diatur oleh mesin tubuh tanpa adanya intervensi dari jiwa. Tindakan itu
dilihatnya sebagai sistem mekanis yang murni45.
,'H ibid, hJm, 102, ·'15 Bdle Paul Edward (Editor in Chicf). The EI1(.yc/ope(/i(] (?lPhy/osophy. Volullle 1 and 2. Macmillan
and Free Pres. New York. 1972. hIm. 353-354.
34
Ketika kita secara reflcks mcnggcrakkan tangan (dengan posisi siap
menahan tubuh) agar tidak terjatuh, tubuh kita bertindak sebagai mesin
yang reaktif atau ketika kita bereaksi karena munculnya perasaan tertentu,
stimulus perseptual menghasilkan perubahan gerak tubuh melalui
mekanisme otak dan sistem syaraf. Pendek kata cara kerja tubuh manusia
itu dilihat sebagai pinsip-prinsip mekanis.
Pengaruh pemikiran Descartes ternyata kuat sekali. Sejak Descartes,
pemikiran Barat diwarnai oleh dualismenya. Menusia itu terdiri dari
tubuh dan jiwa seperti dua realitas yang dijajarkan satu-sama lain. Inilah
yang ditolak oleh pemikiran kontemporer yang hendak mempertahankan
kesatuan kepribadian manusia. Pemikiran kontemporer hendak meng-
angkat dan menegaskan kembali bahwa tubuh itu bukanlah realitas yang
sekunder seperti yang terungkap dalam konsep dualisme ala Cartesian.
Tubuh itu sendiri termasuk kodrat manusia 46
5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri SedirP' dan "Tubuh-untuk-Yang Lain" (Sartre)
Berbeda dari Descartes, Sartre menempatkan pemahaman tentang
tubuh dalam wilayah ontologis. Masuk dalam wilayah ontoklgi Sartre
·16 Lih. Louis Leahy, A.fis'teri Kemo!ian, op.cif., hIm. 48.
35
berarti masuk dalam struktur "mengada". Pendek kata, ontologi tubuh
dipahami dalam cara "mengada". Dimensi ontologis tubuh yang akan
dibicarakan adalah: Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan Tubuh-
untuk-Yang Lain.
a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri.
Sartre mengemukakan dua cara mengada yakni, Berada-da/am- Oiri
Sendiri (I'{Yre-en-sot) dan Berada-untuk-Oiri Sendiri (/'are-pour-soi)
Berada-da/am-Oiri Sendiri merupakan dasar eksistensi. la tidak memiliki
kategori "di dalam" maupun "di luar" dan tidak memiliki "yang lain". la
memiliki karakteristik berada ada/ah ada, berada ada/ah da/am dirinya,
dan berada ada/ah apa yang sesungguhnya ada47
Berada untuk Oiri Sendiri tiada lain adalah 1't'1re-en-soi ( Berada
da/am-Oiri Sendiri) yang menolak dirinya sendiri. la membuatJ menciptakan
sebuah dunia yang bukan dirinya sendiri. la adalah sebuah hubungan
kepada dunia tersebut. Dunia ini secara esensial merupakan sebuah relasi
univokal pad a kesadaran.48
Kontingensi /'dre-pour-soi menghasilkan hubungan dengan tubuh.
,. Dikutip oleh Richard M. Zaner dari /, 'tlre el Ie A'eonl. Bdk. 7he Problem or lclnholbmenl.
Maninus Nijhoff. The Hague. 1971. him. 69. " Ibid, him. 83-84.
36
Kontingensi ini merupakan lapisan (stratum) fundamental dari Tubuh-
untuk-Oiri Sendiri49
Oi sini, tubuh dapat diartikan "sebagai benluk kontingen yang dilerima
o/eh keharusan kontingensi saya"=<) Oengan kata lain, Tubuh-untuk- Yang-
Lain merupakan dunia yang diungkapkan oleh penempatan dan
keterlibatannya yang khusus. Oleh karenanya tubuh tidak dibedakan dengan
situasi unluk-Oiri Sendiri karena baginya berada atau dikondisikan adalah
satu dan sama.
Tubuh tersebut dikenali dengan keseluruhan dunia karena dunia
tersebut merupakan kondisi total dari unluk-Oi,-i sendiri dan ukuran
eksistensinya 51
b. Tubuh sebagai Berada-untuk-Yang Lain
Oimensi ontologis tubuh yang kedua diungkapkan dengan kenyataan
bahwa lubuh saya itu dikenali dan dipergunakan oleh Yang Lain. Yang
dimaksud dengan Yang Lain adalah tubuh-untuk-Yang Lain atau "tubuh-bagi-
saya"-nya Yang Lain.52
4' Ibid '" I3dk. Jean Paul Sartre, the Bod", dalam bunga rampai 711e Philosophy of Bodv, op. ci/. ,
him. 219. 51 Ihl(/., h1m. 223. " I3dk. Richard M. Liller. op.cil. h1m. lO3.
37
Berada-untuk-Yang-Lain merupakan cara yang dilakukan /'etre-pour-
soi untuk bertransendensi dari diri sendiri. Disini "Being" berada bukan untuk
dirinya sendiri dan bukan dalam dirinya sendiri, tapi berada untuk yang lain
dari dirinya sendiri. Dalam kondisi ini, ia terisolir dari dirinya sendiri karena ia
disadari karena ada Yang Lain. Berada-untuk-Yang Lain itu muncul
dalam bentuk tubuh yang bisa dilihat orang lain.
Kesadaran Berada-untuk-Yang Lain terjadi karena adanya
pengalaman dilihat. Ketika saya dilihat oleh Yang Lain saya mengalami
pernyataan keberadaan saya-untuk-Yang Lain tetapi saya tidak
mengetahuinya. Saya menjadi objek bagi Yang Lain. Rasa kaget (karena
dilihat Yang Lain) merupakan sebuah pernyataan (revelasi) dalam
kekosongan eksistensi tubuh saya53
6. Pandangan Deepak Chopra
Belakangan ini muncul sebuah buku berjudul Ageless Body, Timeless
Mind karangan Deepak Chopra.M.D. yang diterjemahkan oleh T. Hermaya
Dalam buku itu Deepak Chopra menawarkan pemahaman tentang tubuh
dan pikiran yang didasarkan pada penemuan-penemuan fisika kuantum
yang terjadi hampir 100 tahun yang lalu.
" Ibid.
38
la menawarkan 10 paradigma baru, di antaranya: (a) Tidak ada
dunia objektif yang terlepas dari pengamat, (b) Tubuh kita itu terdiri dari
energi dan informasi, (c) Biokimiawi tubuh merupakan suatu produk
kesadaran, (d) Dorongan intelek menciptakan tubuh menjadi bentuk-bentuk
baru setiap detiknya, dan (e) Pikiran dan tubuh itu satu, tak dapat
dipisahkan54 Pandangan-pandangan inilah yang akan dibicarakan lebih
lanjut.
a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat
Deepak Chopra menyakini bahwa tidak ada sifat-sifat yang mutlak
dalam dunia materi'Xi. Itu tergantung bagaimana orang mempersepsinya. la
mencontohkan bagaimana pelukisan sebuah kursi lipat itu dapat sama
sekali diubah sekedar mengubah persepsi kita. Kursi itu tampak diam tapi
apabila kita mengamatinya dari luar angkasa, kursi itu beredar melewati kita
bersama benda-benda lainnya yang ada di bumi. Kursi terasa keras tapi
sebutir neutrino akan menembusnya tanpa diperlambat karena bagi sebuah
partikel subatomik, atom-atom kursi itu jaraknya sangat jauh sekali.
Apabila kursi itu beratnya 2,5 kg, kita dapat membuatnya berbobot 1 kg
dengan meletakkannya di bulan.
54 Lilt Dccpak Chopra. M.D. Ageless Body, Timeless Mind (ditc,jcmahkan oleh 1'. Hcnnaya), P1' Gramcdia Pustaka UL1ma, Jakarta, 1996, hIm. S-{).
55 Ibid., hIm. 12.
39
8agi Deepak Chopra, dunia, termasuk tubuh, merupakan sebuah
cerminan panca indera yang merekamnya. Dunia ini dapat kita ubah
sekedar mengubah persepsi kita.56
b. Tubuh itu terdiri dari energi dan informasi
Tubuh fisik yang tampak padat itu dapat diuraikan menjadi molekul-
molekul, atom-atom, partikel-partikel, dan energi. Fisika kuantum.
menegaskan bahwa setiap atom itu lebih dari 99,9999% adalah ruang
kosong dan partikel-partikel subatomis yang bergerak dengan kecepatan
cahaya menembus ruangan ini sesungguhnya merupakan kantong-kantong
energi yang bergetar membawa informasi. Setiap kantong getaran-getaran
itu diberi kode sebagai sebuah atom hidrogen, yang lain sebagai oksigen G7
Kekosongan dalam setiap atom itu berdeyut dengan kecerdasan lak
tampak. Para ahli menempatkannya dalam DNA (dioxyribonucleid acid).
DNA memberikan kecerdasannya kepada RNA (Rioxyribonucleid acid) yang
keluar dalam darah dan menyampaikannya kepada ribuan enzim yang
digunakan untuk menyusun protein.56 Energi primer manusia didapatkan
dari pembakaran gula. Hasilnya dialirkan ke sel-sel dalam bent uk glukosa
alau guia darah.
56 Ibid. ,., Ibid. 58 Ibid
40
Tampaklah bahwa dalam tubuh manusia itu tengah terjadi proses
mencipta yang tiada hentinya. Ribuan aktifivitas yang tidak kita sadari terjadi
di sana.
c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran
Deepak Chopra sangat meyakini adanya hubungan antara kesadaran
dan proses biokimiawi tubuh. 8aginya biokimiawi tubuh itu merupakan
prod uk kesadaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa
itu mempunyai hubungan yang erat.
Untuk menegaskan dan membuktikan keyakinan ini ia menunjukkan
bahwa angka kematian karena penyakit jantung ternyata lebih tinggi terjadi
di antara orang yang ada dalam keadaan jiwa murung dan lebih rendah
di antara orang yang memiliki keinginan yang kuat untuk sehat.Ee
Selain itu, ia juga mengetengahkan sebuah laporan hasil studi M.R.
Jensen (tahun 1987). M.R. Jensen menemukan bahwa penyebaran kanker
payu dara terbukti lebih cepat terjadi pada wanita yang ada dalam keadaan
tertekan, tak berpengharapan, dan tak sanggup mengungkapkan amarah60
Deepak Chopra melihat bahwa emosi-emosi bukanlah suatu peristiwa
yang terlepas dari ruang mental. Peristiwa ini merupakan ungkapan-
59 Ibid., hIm. 21. m ibid
41
ungkapan kesadaran, bahan dasar kehidupan. Oi sini (dengan kesadaran)
kita ikut serla dalam setiap reaksi yang berlansung dalam diri kita61
Oengan ini Oeepak Chopra mau menegaskan bahwa kesadaran
mempunyai pengaruh yang sang at besar pada tubuh. Bagi dia, tubuh itu
merupakan hasil fisik semua tafsiran atas pengalaman atau peristiwa-
peristiwa hidup yang dialami sejak lahir. Tubuh itu terbuat dari pengalaman-
pengalaman yang diubah menjadi ungkapan-ungkapan jasmani. Sel-sel
dirangsang oleh ingatan-ingatan.62
d. Impuls-Impuls kecerdasan terus-menerus menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya
Oeepak Chopra meyakini bahwa persepsi-persepsi baru yang masuk
ke otak akan ditanggapi dengan cara-cara baru oleh tubuh. Pengetahuan
baru, keterampilan-keterampilan baru, serla cara-cara memandang dunia
yang baru membuat tubuh dan pikiran tumbuh dan berkembang 63
Seperli yang telah diungkapkan di atas, tubuh itu merupakan hasil
fisik tafsiran pengalaman-pengalaman atau peristiwa-peristiwa hidup.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kondisi-kondisi tubuh itu dibentuk
oleh tafsiran kita atas semua pengalaman hidup. Oleh karena itu, Oeepak
(,' Ibid., hJm. 23. 62 Ibid, hIm. 24. ('3 Ibid., hIm. 26-27.
42
Chopra menegaskan bahwa kita itu hanya setua informasi64 yang berputar
melalui kita dan informasi-informasi itu ada dibawah kendali kita.65
Perlu digaris bawahi, bahwa tafsiran muncul dalam interaksi
seseorang dengan dirinya sendiri. Deepak Chopra menyebutnya dialog
batin66 Dialog batin itu tampil dalam bentuk gagasan-gagasan, penilaian-
penilaian, dan perasaan-perasaan yang tengah dialami seseorang
Deepak Chopra meyakini bahwa dialog batin itu bukanlah dialog
sembarangan. Dialog batin itu muncul dari tahap terdalam keyakinan-
keyakinan dan pengandaian-pengandaian seseorang67 Jika seseorang
tetap berpegang pada keyakinan dan pengandaiannya maka keyakinan dan
pengandaiannya itu akan mematok medan-medan informasi tubuh pada
parameter-parameter tertentu 63 Ini berarti, jika terjadi perubahan penafsiran
pada diri seseorang, terjadi pula perubahan dalam realitasnya
Deepak Chopra memberikan contoh untuk menegaskan keyakinan
ini69 la mengungkapkan, lingkungan yang penuh kasih sayang akan lebih
l;i1 Dcepak Chopm menyebutkan tiga jcnis usia: u,~ia kron%gis, IIsia bi/ogis, dan IIsia psik%gis. Usia kronologis adalah usia yang didasarkan pada ~Ilanggalan (pcrhitungan waktu). Usia biologis adalah usia tubuh dalam arti tanda-tanda hidup yang kritis scrta proses-proses scI. Usia psikologis ndalah usia yang didasarkan pada perasaan sescorang. Bagi Deepak chopra usia kronoiogis mcmpakan lIsia yang paling tidnk handal. Waktu tidak mcmp:ngaruhi secara mcrata. Sccara praktis seliap sci, jaringan, dan organ menua menurut jadwaI scndiri-sendiri. Usia bioiogis dan psikolgis Icbih kompleks dari pada usia kronologis. Kata tua mcngacu pada usia biologis dan psikologis. ibid., him. 74.
(\:. Ibid, him. 27. (,(, ibid.
('7 ibid., him. 27-28. IiR Ibid, hIm. 28. m Ibid
43
bermanfaai bagi anak-anak yang menderita kecebolan psikososial dari pada
suntikan hormon pertumbuhan. Kasih sayang yang dapat mengubah inti
keyakinan mereka (keyakinan bahwa mereka tidak disayang, tidak
dikehendaki, dan tidak pantas yang begitu kuatnya bahkan bila mereka
mendapat hormon pertumbuhan melalui suntikan) ternyata ditanggapi
dengan ledakan hormon pertumbuhan secara alami, yang terkadang
membuat mereka dapat meningkatkan tinggi badan, berat badan, dan
pertumbuhan yang wajar.
e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan
Pandangan-pandangan Deepak Chopra di atas membawa kita pada
suatu keyakinan, seperti yang diyakininya sendiri, bahwa pikiran dan tubuh
itu satu. la dengan tegas mengungkapkan bagaimana hubungan dan
kesatuan pikiran dan tubuh iiu. Menurutnya, kecerdasan dapat
mengungkapkan dirinya baik sebagai gagasan maupun sebagai molekul-
molekul. 70 Seperti rasa takut misalnya; rasa takut bisa dilukiskan sebagai
suatu perasaan abslrak atau sebagai molekul hormon adrenalin yang dapat
diraba. Dengan kat a lain, tidak akan ada hormon tanpa ada rasa takut dan
sebaliknya, tidak akan ada perasaan takut tanpa adanya hormon tersebul.
70 Ibid., him. 17.
44
Berkaitan dengan kesatuan pikiran dan tubuh, Oeepak Chopra
mengungkapkan terapi (baru) yang digunakan dalam ilmu kedoteran untuk
menyembuhkan rasa sa kit tertentu, yaitu dengan memberikan sebutir
p/asebo, atau pi! bohong-bohongan. Dengan memberinya pil plasebo, 30 %
pasien akan mengalami hi!angnya rasa sakit yang sama seolah-olah
mendapat obat penghi!ang rasa sakit yang sesungguhnya71. Oi sini
terungkap, bahwa tubuh itu mampu memberikan tanggapan biologis apa saja
setelah diberi saran atau sugesti yang sesuai. Oengan ini hendak ditegaskan
kembali adanya hubungan pikiran dan tubuh. Pikiran dan tubuh itu bukan
dua realitas yang berdiri sendiri.
B. Catatan Kritis
Kalau kita perhatikan pemahaman-pemahaman ten tang tubuh yang
dipaparkan secara sekilas di atas, tampaklah adanya suatu perkembangan
pemahaman tentang tubuh itu sendiri.
Tubuh yang dipahami secara negatif oleh Plato (dimana tubuh dilihat
sebagai wadah atau penjara bagi jiwa) dalam perjalanan mengalami
perkembangan. Aristoteles memberi pemahaman yang lebih positif dimana
tubuh itu bukanlah wadah bagi jiwa dan jiwa bukanlah pengguna tubuh
." Ibid., hIm. 19.
45
seakan-akan tubuh itu sebuah alat. Walaupun tubuh tetap dibedakan dari
jiwa, keduanya secara esensial berhubungan. Tubuh dan jiwa merupakan
dua unsur metaindera dan metafisik. Apa yang menjadi inderawl dan fisik
adalah mahkluk hidup itu sendiri.72 Pandangan Aristoteles didukung dan
dikembangkan oleh Thomas Aquinas dimana tubuh dan jiwa dipahami
sebagai satu kesatuan sUbstansial.
Sartre sendiri memberi kerangka ontologis dalam pemahaman tentang
tubuh. la memahami tubuh dalam kerangka struktur berada tubuh itu sendiri.
Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan tubuh sebagai Berada-untuk-
Yang Lain merupakan dimensi ontologis yang dikemukakan Sartre.
Tampaknya pemahaman tubuh dan jiwa yang dikemukakan oleh
Aristoteles dan yang didukung dan dikembangkan oleh Thomas Aquinas
mendominasi pemikiran tentang tubuh dan jiwa sampai munculnya
Descartes yang mencuatkan kembali dualisme Plato namun dengan
pengembangan yang lebih sistematik. Tubuh dan jiwa dilihat sebagai dua
substansi yang berbeda satu sama lain dengan penekanan pada jiwa yang
dianggapnya sebagai realitas yang sejati.
Dualisme ala Cartesian mengembalikan pemahaman yang negatif
terhadap tubuh seperti yang pernah dikemukakan oleh Plato. Tubuh dilihat
7'2 Lih. Louis Leahy, Almlllsia. ,\'ebuah Alisteri, op.eit., hlm.S4.
46
sebagai realitas yang sekunder dan hanya jiwalah yang dapat
mendefinisikan esensi manusia Pandangan ini jelas ditolak oleh pikiran
kontemporer yang ingin mempertahankan kesatuan kepribadian manusia.
Oengan tetap melihat tubuh dan jiwa (pikiran) sebagai satu kesatuan
Oeepak Chopra dengan dasar penemuan-penemuan fisika kuantum
menawarkan pemahaman yang agak lain. Baginya tubuh itu terdiri dari
energi dan informasi dimana setiap impuls-impuls kecerdasan terus
menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk yang baru. Pikiran mempunyai
peranan penting karena ia dapat mengendalikan perkembangan tubuh.
Pemikiran-pemikiran Oeepak Chopra yang didasarkan pada fisika
kuantum semakin memperkuat pemahaman tubuh dan jiwa sebagai satu
kesatuan substansial manusia.
Perlu digaris bawahi bahwa perkembangan pemahaman tentang
tubuh dan jiwa yang kemukakan oleh pemikir-pemikir di atas bukan hanya
menunjukkan perkembangan pemikiran tentang tubuh dan jiwa yang
semakin positif, tapi di sisi lain, mendorong dan mengajak kita untuk
memahami ulang kembali tubuh kita. Pemikiran-pemikiran yang
dikemukakan tiada lain sisi-sisi ketubuhan yang bisa ditampilkan yang
menambah wawasan dan cara pandang kita terhadap tubuh. Oi sini perlu
disadari, seperti apa yang diyakini Oeepak Chopra, bahwa setiap
47
pemahaman kita atas tubuh akan berpengaruh atas pertumbuhan dan
perkembangan tubuh itu sendiri. Oi sinilah pentingnY<l pemahaman tubuh.
Memahami kembali tubuh kita; inilah yang hendak dibicarakan pad a bab
berikutnya.
BAB IV MEMAHAMI KEMBALI TUBUH KIT A
Setiap persepsi dan pemahaman kita atas tubuh, seperti yang diyakini
Oeepak Chopra, mempunyai pengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tubuh itu sendiri. Oengan kata lain, bagaimana pertumbuhan
dan perkembangan tubuh tergantung pada persepsi dan pemahaman yang
kita yakini. Apa yang Anda yakini dan pahami tentang tubuh Anda sendiri,
akan mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk tubuh Anda. Oi sinilah
pentingnya menyadari dan memahami kembali tubuh kita.
Pemahaman-pemahaman tentang tubuh yang dikemukakan para
pemikir pada bab III menampilkan sisi-sisi ketubuhan manusia. Pemahaman
ini, di satu sisi memberikan wawasan dan cara pandang kepada kita yang
bisa jadi berbeda dengan apa yang kita yakini selama ini. Oi sini kita diajak
untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kit a sendiri sekaligus
mengantar kita pada medan pemahaman yang lebih luas.
Oi sisi lain pemahaman-pemahaman itu mendorong kita untuk
memahami kembali atau me-redefinisi tubuh kita sendiri. Oengan memahami
pandangan-pandangan, yang dalam bagian ini menjadi bahan dasarnya, kita
akan mencoba membangun pemahaman yang lebih positif dan mengarah
pada pemahaman manusia sebagai satu kesatuan substansial.
49
A. Tubuh sebagai Materi
1. Karakterisik Tubuh
Harus disadari bahwa tubuh manusia, seperti halnya tubuh binatang,
merupakan sesosok materi dengan bentuk tertentu. Kata materi mengacu
pada sesuatu yang bisa dilihat, dirasakan, disentuh, dan dilokalisasin
Pendek kata, sesuatu yang bisa dicerap dengan panca indera dan terikat
pada perubahan dan waktu.
Demikian juga halnya dengan tubuh man usia. Tubuh manusia, seperti
juga binatang, menduduki sebuah tempat di dunia. Tubuh manusia
memerlukan tempat atau ruang untuk keberadaannya. Dengan tubuhnya,
manusia menjadi mahkluk spasio temporal.
Tubuh manusia, seperti halnya binatang dan tumbuhan, mempunyai
bentuk material tertentu yang dapat dilihat, disentuh, dirasakan, dapat
diukur. Pendek kata dapat dicerap dengan panca indera.
Tubuh manusia dapat dilihat karena tubuh manusia bukanlah sesuatu
yang rohaniah. Tubuh manusia itu berwujud dengan bentuk tertentu. Tubuh
manusia dapat disentuh karena tubuh manusia mempunyai kepadatan yang
memungkinkan untuk disentuh, diraba, dan dirasakan. Tubuh manusia
dapat diukur karena tubuh manusia mempunyai bentuk, kepadatan, dan isi
yang memungkinkan pengukuran.
7:l Bdk. Louis Lenhy, Alister; Kemalirlll.op.cil. hIm. 51.
50
Seperti halnya tubuh hewani, tubuh manusia memiliki panca indera
(indera untuk melihat, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap).
Dengan panca indera ini, dia dimungkinkan untuk menyadari dirinya dan
ling kung an sekelilingnya serta bereaksi secara afektie4 Dalam sellap
aktivitas, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun dengan lingkungan
sekitarnya, panca indera ini mempunyai peranan penting.
Tubuh manusia juga dilengkapi dengan sistem penggerak yang
memungkinkan untuk berpindah dan bereaksi terhadap apa yang melawan
atau menariknya. 75 Sistem penggerak ini dimiliki juga oleh binatang-binatang
yang tergolong superior.
2. KeKha"an Karakieristik Tubuh.
Memperhatikan karakteristik-karakteristik tubuh manusia di atas, harus
diakui bahwa tubuh manusia memang mempunyai banyak kesamaan dengan
badan hewani. Karakteristik-karakteristik di atas terdapat juga pada badan
hewani. Namun, periu digaris bawahi bahwa tubuh manusia itu jauh lebih
sempurna.
Posisi tegak merupakan eiri khas tubuh manusia. Dengan posisi
tegak ini, manusia dimungkinkan untuk melihat benda-benda dari atas.
7·1 I3dk. Louis Leahy, AI/anusia, sebagai Idisferi, op. cit. , hIm. 62. 75 lhid
51
Louis Leahy menampilkan seorang ahli paleontologi dan biologi, E. Bone,
yang mengemukakan konsekuensi-konsekuensi fisik, psikologis, bahkan
spiritual dari posisi tubuh manusia yang tegak itu76 E. Bone menekankan
bahwa dimensi kevertikalan itu tidak hanya bersifat anatomis dan fungsional
tetapi secara lebih dalam memberikan penonjolan dan makna lengkap pada
"fenomen manusia". Dimensi inilah yang menjamin kemampuan, kesadaran,
serta penguasaan dunia secara lambat laun oleh manusia77
Wajah, mulut, !idah, dan bibir misalnya; semuanya sudah terstruktur
sedemikan rupa bagi perkataan atau mimik, serta ekspresi. Berkaitan dengan
wajah dan ekspresi, posisi tubuh yang vertikal memungkinkan bagi sentuhan
pandangan, usapan tangan, dan cahaya senyuman. Lihatlah ketika sang bayi
menete di pangkuan ibunya. Posisi tubuh yang vertikal menempatkan sang
bayi berada dibawah pandangan ibunya, mendekatkan pi pi mereka berdua
dan menyalakan kepribadian sang bayi l8 Posisi tubuh yang vertikal sengan
konsekuensi-konsekuensinya inilah yang membedakan perkembangan dan
pertumbuhan tubuh manusia dengan tubuh binatang.
Tubuh manusia juga dilengkapi dengan kedua tangan Dengan
kedua tangan tersebut, manusia dimampukan untuk menyesuaikan diri
.'" Louis Leahy, pada calalan kaki Bab 1II no.12 , mcnampilkan bcbcrapa kOllsckucllsi Icrscbui. lhid, him 303.
Ii Ihid. "' I bid.
52
dengan bentuk dari apa saja. Dengan tangan ia dapat mengukur,
menggunakan dan mengubah semua benda, mengatakan dan
mengisyaratkan semua hal79 Sistem syaraf dan sebuah otak yang jauh lebih
kompleks dari binatang memungkinkan dia mengetahui dan menentukan
jumlah korelasi yang tak terbatas80
Sistem-sistem yang menyusun badan manusia itu saling berhubungan
dan mempengaruhi satu sama lain. Perlu disadari bahwa sistem-sistem itu
berada pada satu kesatuan substansial yang sama dan menjamin
pemeliharaan subyek tersebut yang tiada lain adalah, keakuan saya sebagai
manusia81 Dengan demikian tubuh manusia bukanlah alat, anggota-anggota,
atau organ biasa karenanya itu semua berada padaku.
Dengan melihat kekhasan tubuh manusia tersebut, secara tegas dapat
dikatakan bahwa tubuh manusia berbeda dengan tubuh binatang. Inilah juga
yang menjadi salah satu faktor yang membuat manusia lebih unggul dari
pada binatang.
B. Tubuh yang Hidup
Tubuh yang tampaknya padat ternyata, bagi penganut fisika kuantum,
seperti halnya, Deepak Chopra, hanya ilusi dan tipuan panca indera belaka.
i9 [hid him. 63. 80lhid.
" [hid, him. 64.
53
Tubuh tiada lain adalah energi dan informasi. Pereayakah bahwa di sana
tengah terjadi proses peneiptaan yang luar biasa, penciptaan yang terjadi
terus menerus? Itulah realitas tubuh yang kita lihat sebagai materi padat. Di
sini, kita diajak untuk menembus dunia materi dan melihat suatu realitas yang
lain sama sekali.
1. Menembus dunia materi
Keterbatasan panea indera hanya mengantar kita pada pemahaman
tubuh yang indrawi: tubuh sebagai materi padat. Sekarang lihatlah apa yang
kemukakan oleh Deepak Chopra, penganut fisika kuantum.
"Gambarkanlah anda sedang memeriksanya melalui sebuah mikroskop berkekuatan tinggi yang lensanya dapai menembus tenunan terhalus materi dan energi. Pada kekuatan yang paling rendall, Anda tidak lagi melihat daging lembut, melainkan suatu tumpukan sel-sel yang ierpisahpisah yang seeara longgar dihubungkan oleh jaringanjaringan ikat. fv1asing-masing sel merupakan sebuah kantong berair berisi protein-protein yang nampak sebagai rantairantai panjang terdiri atas molekul-molekul yang lebih keeil dan dipersatukan bersama-sama oleh suatu ikatan yang tidak kelihatan. Seraya bergerak lebih dekat , Anda dapat menyaksikan atom-atom yang terpisah, yaitu hidrogen,
karbon, oksigen, dan selanjutnya, yang sama sekali baak mempunyai kepadatan. Partikel-partikel subatomis yang
membentuk masing-masing aiom itu-elektron yang berputarputar mengelilingi sebuah inti atom yang teridiri atas proton
proton dan neutron-neutron - bukanlah suatu titik-iiiik stau bintik-bintik materi. Pada tahap ini Anda melihat bahwa
segal a sesuatu yang dahulu Anda anggap padat ternyata adalah sejak-jejak energi be!aka"S2
54
Itulan relitas tubuh yang dengan panca indera hanya tampak sebagai
materi pedal. Ternyata ada suatu realitas yang bcgitu kompleks dan
mengagumkan yang tidak kasat mata dan kurang kita sadari. Sel, molekul,
atom, elektron, proton, dan neutron membentuk gerakanfaktivitas yang tak
pernah berhenti.
Realitas tubuh seperti ini membuka kesadaran bahwa tubuh yang
padat itu hanyalah suatu lapisan realitas yang paling dangkal. la rnenjadi
kedok alau tipuan panca indera yang menutupi realitas yang lebih dalam.
Secara iebih halus, itu menunjukkan keterbatasan panca indera yang hanya
bisa me!ihet tubuh sebagai materi padat.
Kita diajak untuk beranjak dari pemahalllan tubuh 3eo8gai materi
padat, yang Illungkin selallla ini diyakini, dan Illelihat tubuh dengan cara
pandang yang lain : suatu tarian kehidupan dan iarian itu adalah Anda
Sel-sel tubuh bukanlah "Illahkluk" yang pasi!. Seperti seorang pekerja
yang tioak kenai lelah, Illereka Illelllperbaiki bagian-bagian iubuh yang rusak
dan Illeciptakan bagian-bagian yang bam
82 Lill. Deep:!'" Chaprd M.D., op.cil., him. 48. 83 Ibid.
55
Sekarang marilah melihat apa yang tengah terjadi dalam tubuh kita.
Deepak Chopra mengemukakan, sekitar 6 triliun reaksi terjadi pad a setiap sel
dalam setiap detiknya. Tidak seperti kapur yang hanya menyimpan kalsium,
atom-atom kalsium yang terkandung dalam tulang-tulang terus beredar.
Atom-atom tersebut terus menerus memasuki tulang-tulang dan
meninggalkannya lagi untuk menjadi bagian, darah, kulit atau sel-sel lain
menurut tuntutan kebutuhan tubuhB4 Kulit yang tampak "diam-diam saja"
menggantikan sendiri sekali dalam sebulan. Tanpa kita rasakan, dinding
lambung berganti setiap lima hari sekali, dinding hati setiap enam minggu,
dan tulang-tulang setiap tiga bulan. Kurang lebih dalam jangka waktu satu
tahun sekitar 98% atom-atom di dalam tubuh itu telah diganti dengan atom-
atom baru85
Setiap sel mengetahui bagaimana mengalahkan entropi. Yang
dimaksud dengan entropi adalah kecenderungan universal setiap tatanan
untuk menjadi rusakJhancu~6 Kebanyakan waktu, sel-sel tubuh sibuk
dengan perbaikan. Diperkirakan 90% energi sebutir sel lazimnya digunakan
untuk membangun protein-protein baru dan dapat membuat DNA dan RNA
"Ihid., hIm. 9. "Ibid., hIm. 10 '6 Ibid., hIm. 125. " Ibid., hIm. 169.
56
Suatu pemandangan yang mengagumkan tampil di sini. Suatu
kesadaran ditatawarkan: tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa.
Apakah Anda menyadarinya? Oaya cipta itu tampak dalam revitalisasi
bagian-bagian tubuh yang rusak.
Berbagai aktivitas dan kegiatan penciptaan terjadi setiap saat dalam
tubuh yang tampak sebagai materi pad at ini. Gerak dan perubahan terjadi
setiap saat dalam tubuh. Tubuh bukanlah seonggok materi yang tidak
berdaya dan pasif. Tubuh adalah tarian penciJ)taan yang sangat dinamis dan
tak kenai henti.
3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan
Satu hal sangat penting dari pemikiran Oeepak Chopra adalah
peranan pikiran. Pikiran ternyata dapat mempengaruhi dan mengendalikan
tarian penciptaan dalam tubuh. Oi sini, Tubuh mampu menghasilkan reaksi
atau tanggapan biologis atas apa yang dipikirkan/dialami seseorang.
Seseorang yang merasa cemas, tegang biasanya diikuti dengan detak
jantung yang lebih cepat dan meningkatnya pengeluaran adrenal in. Begitu
juga dengan keyakinan bahwa manusia itu pada dasarnya mengalaman
penuaan, misalnya Bagi Oeepak Chopra, keyakinan bahwa seseorang pasti
akan menua akan mempercepat proses penuaan itu. Keyakinan-keyakinan
57
tersebut mematok proses tersebut. Ini juga berlaku untuk keyakinan-
keyakinan, seperti, semakin tua pasti semakin lemah, pikun, dan sebagainya.
Setiap persepsi, pemahaman, dan pemikiran yang dipegang dan diyakininya
akan mempengaruhi dan mengarahkan proses biokimiawi dalam tubuhnya.
Pendek kata, pola-pola mental yang merusak ini , akan mendorong
seseorang pada kondisi tersebut88 Oeepak Chopra menegaskan bahwa
sesungguh-nya, umur seseorang itu hanya setua informasi yang ia miliki.89
Oalam konteks ini, keyakinan-keyakinan atau pemahaman-pemahaman
seseorang tentang dirinya menjadi semacam kekuatan yang mempengaruhi
dan mengarahkan kondisi tubuhnya.
Menjadi masukan yang berg una bahwa pikiran bisa mempengaruhi
dan mengendalikan proses-proses penciptaan dalam tubuh. Kalau demikian,
seperti halnya pola-pola mental yang merusak itu terbentuk karena adanya
proses pembentukan keyakinan yang diterima dan diinternalisasi ke dalam
diri seseorang, untuk ke luar dari pola mental yang merusak tersebut,
seseorang harus menyingkirkan keyakinan-keyakinan tersebut Jadi, seperti
yang pernah diungkapkan sebelumnya, bila persepsi seseorang berubah,
berubah pula realitasnya.
88 Ibid. him. 57. W) INd. him. 27.
58
Berdasarkan paparan di atas, pernahkan kita menyadari bahwa tubuh
kita iiu, seperti yang yakini Deepak Chopra, merupakan hasil dari seiiap
pemahaman, keyakinan, dan interpretasi kita atas pengalaman-pengalaman
hidup?
Pernyataan ini mungkin terasa ganjil tapi itulah yang terjadi pada tubuh
kita. Tubuh kita terbuat dari pengalaman-pengalaman yang diubah menjadi
ungkapan-ungkapan jasmani. Tubuh adalah pengalaman-pengalaman yang
didagingkan."l
Deepak Chopra mengungkapkan suatu gambaran tentang sel-sel tua
yang tampil bintik-bintik coklat pada kulil. Kerusakan sel ini jika dilihat dengan
mikroskop kekuatan tinggi, tampak sebagai potongan-potongan serat
terhampar, timbunan-timbunan lemak, serat sisa-sisa metabolisme yang
membentuk pemandangan yang tidak menarik91. Bagi dia, sel-sel tua itu
tampak sebagai peta-peta pen gala man seseorang.
Satu hal yang harus disadari bahwa keberadaan kejiwaan seseorang
sangat mempengaruhi kondisi fisiknya. Pengalaman-pengalaman seseorang
terekam dalam gejala-gejala fisik yang bisa diamat!. Dengan kata lain, tubuh
merupakan hasil fisik interpretasi seseorang atas pengalaman-pengalaman
hidupnya.
-----._---_ .. _--90 Ibid., him 24. 91 Ibicl, hlm.13.
BAR V
KESiMPULAN
Pemahaman tentang tubuh bukanlah hal yang sama sekali baru.
Tubuh merupakan tema klasik namun tetap menjadi tema yang penting
karena ia adalah bagian dari eksistensi manusia. la adalah bagian dari
eksistensi manusia yang di dalamnya masih terkandung dimensi-dimensi
yang mengundang setiap orang untuk merefleksikan dan menyadarinya la
masih terbuka untuk dipahami atau diinterpretasi kembali.
Pandangan-pandangan yang dikemukakan para pemikir besar, selain
menawarkan cara pandang tertentu tapi juga mendorong orang untuk
memahami kembali dan menyadari dimensi-dimensi ketubuhannya
Tubuh, secara kasat mata, adalah sesosok material dengan bentuk
tertentu dan dapat dicerap dengan panca indera. Walaupun dalam konteks ini
ia memiliki banyak kesamaan dengan binatang, organ-organ, fungsi-fungsi,
serta sistem-sistem yang ada dalam tubuh manusia, berada dalam satu
sumber, yakni ke-aku-annya. Inilah yang membedakannya dengan binatang.
Tubuh bukanlah wadah atau penjara bagi jiwa seperti yang
digambarkan oleh Plato, bukan pula sebagai realitas sekunder seperti yang
60
diyakini Rene Descartes. Tubuh adalah bagian dari kesatuan substansial
manusia. la merupakan bagian dari eksistensi manusia. Karena tubuhlah
manusia bisa berada di dunia.
Jika kita menembus maieri pad a tubuh manusia, tampaklah suatu
struktur dinamis tubuh manusia. Sel, atom, proton, elektron, dan neutron
membentuk suatu tarian penciptaan yang luar biasa dan tak pernah berhenti.
Setiap sa at sel-sel memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan memciptakan
bagian-bagian yang bam Tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa.
Tubuh itu adalah tarian itu sendiri. Suatu ralitas yang mengagumkan bukan?,
suatu realitas yang mungkin kurang kita sadari.
Di balik tarian penciptaan itu ada sebuah daya yang
mengendalikannya. Kekuaian itu adalah pikiran kita sendiri. Pikiran itu dapat
mengendalikan dan mengatur tarian penciptaan itu. Namun, perlu disadari
bahwa pikiran itu seperti pedang bermata dua. la mempunyai daya pencipta
dan perusak.
Setiap pemahaman, pemikiran, atau penafsiran atas tubuh akan
mempengaruhi tubuh itu sendiri. Bila pemahaman kiia berubah, berubah
pula realitasnya. Keyakinan bahwa manusia pasti akan menua, lemah, dan
hancur, misalnya, akan mengarahkan tubuh Anda sendiri ke arah apa yang
Anda pikirkan.
61
Memperbaiki persepsi, keyakinan, atau pemahaman yang negatif
berarti memperbaiki juga realitas tubuh. Dengan kata lain, pikiran dan tubuh
itu adalah satu kesatuan.
62
DAFT AR PUST AKA
PUSTAKA UTAMA
Chopra, Deepak. M.D. Ageiess Body, Timeless Mind, (aiin bahasa: T.
Hemaya) PT Gramedia Pustaka Utama, jakarta, '19%.
Leahy, Louis S.J., Manus/a, sebuah Misteri, Sintesa Filosofis lentang
Mahkluk Paradoksal, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Flew, Antoni, Body Mind, and Death, Macmiilan Publishing CO. IBC,
USA
Zaner, Richard M. The Problem of Embodiment, fvlartinus Nijhoff, The
Hague, 1971.
Spieker, Stuart F (edilor) , The Philosophy of The Body, Quadrangle Books,
Chicago, 1970.
PUSTAKA PENDUKUNG
Bertens, Kees Dr., Sejarah Filsafal Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1975.
Copleston, Federick S.J., A History of Philosophy, Book I, Image Books, New
York, 1985.
Leahy, Louis S.J., Misteri Kematian, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1996.
63
KAMUS DAN ENSIKLOPEDI
Bagus, Lorens Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.
Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 1
and 2, Macmillan and Free Pres, New York, 1972.
Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 5
and 6, Macmillan and Free Pres, New York, 1972.
Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Philosophy, Volume 7
and 8, Macmillan and Free Pres, NevI York 1972.
Poerwad&rminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indoensia, PN Balai Pustaka,
Jakarta, 1982.