KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP...

47
KAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN 1. UMUM a. Bahwa lazimnya sebuah produk rancangan undang-undang, direncanakan penyusunannya berdasarkan ketentuan yang benar yaitu harus ada legal drafting/naskah akademik yang menjelaskan secara umum arti penting keberadaan dan urgensinya sebuah produk rencana undang- undang untuk diajukan menjadi produk undang-undang pada hakikatnya memuat tentang gambaran umum dari kebutuhan masyarakat dan organisasi, filosofi yang mendasari kelahiran undang-undang tersebut. Terutama dikaitkan dengan masalah-masalah yang mengemuka seperti nuansa demokratisasi, supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas, dan Hak Asasi Manusia sebagai kerangka mewujudkan supremasi sipil disamping mengacu kepada aspek sistem ketatanegaraan yang berlaku dan merujuk kepada legalitas formal perundang-undangan yang berlaku. b. Hal ini sangat penting agar nantinya dapat menjelaskan secara utuh, hakekat, tujuan dan manfaat sehingga terlihat alur/kerangka berpikir dari semangat penyusunan produk UU tersebut, mengingat selama ini sering terjadi kekeliruan dalam perumusan RUU yang sering berangkat dari pembahasan pasal per pasal bukan sebaliknya menjelaskan dan menguraikan naskah akademiknya. c. Dan salah satu produk RUU yang menjadi fenomena kontroversi dalam pembahasannya di lembaga legislatif sampai saat ini adalah produk RUU KAMNAS yang pada hakekatnya bertujuan untuk bagaimana penyelenggaraan fungsi keamanan nasional dalam melaksanakan fungsinya terlihat integral, sinergitas, koordinatif dan terpadu yang dapat memberikan kontribusi terhadap produktivitas dan 1

Transcript of KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP...

Page 1: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

KAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS

BAB I

PENDAHULUAN

1. UMUM

a. Bahwa lazimnya sebuah produk rancangan undang-undang, direncanakan

penyusunannya berdasarkan ketentuan yang benar yaitu harus ada legal drafting/naskah

akademik yang menjelaskan secara umum arti penting keberadaan dan urgensinya

sebuah produk rencana undang-undang untuk diajukan menjadi produk undang-undang

pada hakikatnya memuat tentang gambaran umum dari kebutuhan masyarakat dan

organisasi, filosofi yang mendasari kelahiran undang-undang tersebut. Terutama dikaitkan

dengan masalah-masalah yang mengemuka seperti nuansa demokratisasi, supremasi

hukum, transparansi, akuntabilitas, dan Hak Asasi Manusia sebagai kerangka

mewujudkan supremasi sipil disamping mengacu kepada aspek sistem ketatanegaraan

yang berlaku dan merujuk kepada legalitas formal perundang-undangan yang berlaku.

b. Hal ini sangat penting agar nantinya dapat menjelaskan secara utuh, hakekat, tujuan dan

manfaat sehingga terlihat alur/kerangka berpikir dari semangat penyusunan produk UU

tersebut, mengingat selama ini sering terjadi kekeliruan dalam perumusan RUU yang

sering berangkat dari pembahasan pasal per pasal bukan sebaliknya menjelaskan dan

menguraikan naskah akademiknya.

c. Dan salah satu produk RUU yang menjadi fenomena kontroversi dalam pembahasannya

di lembaga legislatif sampai saat ini adalah produk RUU KAMNAS yang pada hakekatnya

bertujuan untuk bagaimana penyelenggaraan fungsi keamanan nasional dalam

melaksanakan fungsinya terlihat integral, sinergitas, koordinatif dan terpadu yang dapat

memberikan kontribusi terhadap produktivitas dan kinerja, sehingga penyelenggaraan

fungsi tersebut dapat berjalan efektif, efisien dalam implementasinya serta berhasil dan

berdayaguna.

Artinya secara tegas dan jelas harus terlihat gambaran semangat yang berisikan maksud

dan tujuan, hakikat, adanya pembagian ranah, porsi dari fungsi-fungsi penyelenggara

keamanan nasional terutama dihadapkan pada degradasi/eskalasi gangguan keamanan

nasional baik pada lingkup tertib sipil, darurat sipil ,darurat militer dan perang bila hal

tersebut menjadi domain pengelompokan degradasi gangguan keamanan nasional

sebagaimana konsep RUU Kamnas tersebut.

1

Page 2: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

d. Namun fakta yang ada dalam konteks RUU KAMNAS tersebut saat ini belum

mencerminkan wujud keutuhan dari sebuah naskah akademik atau legal drafting yang

menjadi pijakan ilmiah dalam menguraikan apa yang menjadi semangat, tujuan dan

urgensi penyusunan RUU KAMNAS tersebut. Sehingga dalam konteks ini Polri sangat

berkepentingan melakukan analisis/kajian akademik dari sudut legal drafting terhadap

RUU KAMNAS tersebut untuk disampaikan kepada para stake holder yang

berkepentingan dengan proses legalisasi perundang-undangan dilembaga legislatif DPR

RI mengingat implikasinya sangat besar terhadap eksistensi dan kemandirian Polri saat

ini dan kedepan.

2. DASAR

a. UUD 1945;

b. Ketetapan MPR-RI No.VI dan VII tahun 2000 tentang pemisahan struktur TNI Polri dan

peran TNI Polri;

c. KUHAP No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

d. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

e. UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan;

f. UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI;

g. Konvensi Internasional tentang penyelenggaraan tugas Polri dan TNI;

h. Grand Strategi Polri;

i. Surat Kadivbinkum Polri No. B/4481/XII/2011/Divkum Kepada distribusi A B dan C

Mabes Polri, tanggal 14 Desember 2011 perihal penyampaian RUU KAMNAS;

j. Pemolisian Birokrasi, Anton Tabah;

k. Disposisi Kapuslitbang Polri untuk dipelajari.

3. MAKSUD DAN TUJUAN

a. Maksud pembuatan kajian akademik ini disusun sebagai bentuk pertanggung jawaban

terhadap tindak lanjut perintah Kapuslitbang untuk mempelajari guna memberikan

masukan, informasi kepada pimpinan Polri dalam menentukan kebijakan lebih lanjut.

b. Tujuan pembuatan kajian akademik ini disusun sebagai bentuk kritis dan kecintaan

terhadap institusi Polri dalam mencermati strategi pihak tertentu yang telah dan terus

berupaya melakukan pengalihan, mereduksi kewenangan tugas fungsi dan peran Polri

melalui sebuah ide dalam bentuk RUU KAMNAS sebagaimana isi surat Kadivbinkum

untuk dipahami dan dipelajari.

2

Page 3: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penyusunan kajian akademik terhadap RUU KAMNAS ini dibatasi pada fokus

pembahasan tentang standarisasi kelayakan sebuah produk RUU KAMNAS yang akan

dijadikan sebagai dasar hukum penyelenggaraan fungsi keamanan nasional ditinjau dari

berbagai sudut pandang antara lain :

a. Keberadaan kesempurnaan naskah akademik yang memuat rasionalisasi,

b. Tidak bertentangan dengan Sistem ketatanegaraan yang ada dan

c. Berdasar pada Sumber rujukan yang memiliki legalitas formal dan pertimbangan

perbandingan hukum internasional.

Dengan demikian apa yang menjadi semangat dan tujuan pentingnya penyusunan produk

RUU KAMNAS tersebut dapat memberikan manfaat yang positif terhadap produktifitas

dan kinerja serta tidak melanggar kaidah dan ketentuan hukum yang berlaku nasional.

5. SISTEMATIKA

Sistematika penyusunan analisis/kajian akademik RUU KAMNAS ini meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERMASALAHAN YANG MUNCUL DARI RUU KAMNAS TERHADAP

EKSISTENSI POLRI

BAB IV KAJIAN AKADEMIK TERHADAP RUU KAMNAS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP

3

Page 4: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori merupakan pijakan ilmiah dalam rangka mengkaji atau menganalisis suatu

permasalahan agar memiliki nilai yang didasarkan pada sebuah teori dan dasar hukum dalam melihat

dan mencermati suatu permasalahan yang menjadi fokus bahasan sehingga tidak keluar dari konteks

permasalahan.

Dianalogikan bahwa hukum di suatu negara bagaikan layar lebar ditempat terbuka, siapa saja

biasa melihat terang dan gamblang sehingga jelas hukum akan mudah di baca dan dilihat orang,

dimana kondisi seperti ini akan menimbulkan akibat sulit bagi suatu bangsa untuk menyembunyikan

kenyataan pahit dalam kehidupan hukumnya. Suatu bangsa akan di segani dan negara dihormati oleh bangsa dan Negara lain jika ada empat hal yang terhormat bisa terwujud secara baik yaitu :

kekompakan para elit politik, kepastian hukum yang tegas, ekonomi yang maju dan diplomasinya kuat

dan menang.

Bagaimana Indonesia dengan ke 4 (empat) hal tersebut di atas, maka tidak satupun bisa di

banggakan sehingga era reformasi Indonesia semakin dilecehkan bahkan oleh negara kecil seperti

Singapura dan Malaysia. Menyikapi kondisi tersebut di atas, strategi yang mesti di bangun adalah

satu persatu diatasi, kepastian hukum menjadi daya tarik investor asing untuk ikut membangun Indonesia, namun ketidakpastian hukum di Indonesia telah membuat investor asing lari karena

bukan hanya modal mereka yang terancam, tetap juga jiwa mereka.

Ketidakpastian hukum telah menjadikan ketidakamanan dan ketidaknyamanan bagi investor, apalagi rakyat Indonesia yang suka unjuk rasa,yang sering berubah anarkis termasuk

buruh.

Kemudian kalangan elit politik harus dapat menjadi tauladan dalam taat hukum dan kekompakannya, bukan malah menjadi contoh buruk, dalam ketidaktaatan hukum dan ketidak

rukunan, juga ketaatan dalam membuat RUU seperti RUU KAMNAS yang semestinya menghormati

Basic Law undang-undang di atasnya tidak boleh melanggar apalagi bertentangan.

Dalam konteks ini, para elit politik Indonesia jangan menganggap enteng dan sepele dengan

masalah seperti ini karena dampaknya sangat luas yaitu dapat merusak tatanan dan semakin tidak

adanya kepastian hukum, yang saat ini sedang kita bangun dengan susah payah. Namun pejabat

panyelenggara Indonesia yang menerjang larangan seakan mereka tak merasa bersalah tadi tersebut

adalah “iguanarantia yuris” pengabaian hukum ini juga sering dilakukan oleh lembaga legislatif

Indonesia,dalam menyusun sebuah RUU, dimana banyak RUU baru yang bertentangan dengan

basic law undang-undang, diluluskan, karena mereka tidak mentaati undang-undang No.10 tahun

2004 tentang prosedur dan mekanisme dalam membuat sebuah RUU.

4

Page 5: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Contoh yang dimaksudkan dalam konteks tersebut diatas antara lain produk undang –undang

perikanan, undang-undang intellijen, Undang-undang bea cukai, imigrasi, pajak, transportasi

(penerbangan, pelayaran, kereta api) dan KUHAP yang malah mau kembali ke HIR dan lain-lain,

begitu pula praktek CJS, di lapangan dimana banyak kasus penuntut umum langsung menerima

berkas dari penyidik pagawai negeri sipil (PPNS) padahal hukum acara mewajibkan koordinasi

dengan penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas PPNS. Kenapa Polri menjadi korwas PPNS

dan kenapa PPNS wajib berkoordinasi dengan Polri karena Polri diperintah oleh undang-undang

untuk menjadi Pusat Pendataan dan Informasi Criminal Nasional (PIKNAS).

Oleh karena itu, sangat relevan jika landasan dalam kajian ini kita mengangkat statement

pakar hukum Belanda yang beberapa waktu lalu berkunjung ke Indonesia yaitu Prof. PH. Kooijmans,

Dia menilai bahwa pembangunan hukum di Indonesia tidak taat azas dan tidak taat prosedur dan ini

merupakan sebuah kemunduran (sit back). Menurut pakar hukum dari Universitas Ledien Belanda itu

juga menyoroti mengenai mekanisme pembuatan RUU, dimana banyak terdapat undang–undang

baru saat ini yang bertentangan dengan produk undang – undang induk, yang semestinya di jadikan

sebagai acuan.

Kepentingan sektoral yang dominan bukan hanya merusak tatanan undang-undang tetapi

juga menimbulkan kerancuan dan tidak ada lagi adanya kepastian hukum di Indonesia saat ini.

Dampak “iguanarantia yuris” tersebut sangat mengerikan, padahal tatakrama dalam

membuat undang-undang sudah sangat tegas dan jelas RUU apa yang di buat, siapa dan bagaimana

(lihat undang-undang No.10 tahun 2004), contoh paling dekat kepada RUU KAMNAS yang dibuat

oleh DepHan padahal keamanan bukan domain bidang tugas mereka.

Dimana DepHan dengan sangat gigih membuat rancangan undang-undang keamanan

nasional (RUU KAMNAS), dan terus mereka siapkan sosialisasi dengan gelar opini argumentatif,

memunculkan sebuah teori K (besar) dimaknai sebagai Keamanan Nasional dan k (kecil) diartikan

sebagai keamanan masyarakat secara sempit (kamtibnas), ini dilakukan untuk merevisi reposisi dan

meredefenisi keberadaan TAP MPR No.VI dan VII tahun 2000, yang menurut mereka telah

memetakan fungsi keamanan dan pertahanan secara hitam putih sehingga terjadi pengaplingan

keamanan yang tidak mereka harapkan.

Dalam konteks ini maka ada berbagai pertanyaan dalam hal tersebut diatas yaitu :

1. Apakah RUU KAMNAS diperlukan mengingat banyak Negara yang juga tidak memerlukan

undang-undang seperti RUU KAMNAS tersebut, karena tanpa RUU KAMNAS banyak negara

dapat berjalan normal;

2. Jika perlu siapa yang membuat RUU KAMNAS tersebut, ini terkait dengan undang-undang

No.10 Tahun 2004 tentang prosedur dan bagaimana mekanisme dalam membuat RUU yang

benar sesuai dengan legal drafting;

5

Page 6: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

3. Jika memang perlu dibuat RUU KAMNAS maka tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang induk yang sudah ada apalagi melampaui batas kewenangan dan mengambil peran

fungsi lain serta memasuki otoritas sipil yang bukan wewenangnya.

Para pakar sependapat bahwa RUU KAMNAS yang sudah dibuat dan akan disyahkan saat ini

telah melampaui kewenangan, dan mereka bertanya kenapa RUU KAMNAS tersebut dibuat oleh

DEPHAN, bukankah kewenangan mereka adalah bidang pertahanan, kondisi ini bisa mendorong

para pakar dan DPR harus bicara jujur, bagaimana RUU KAMNAS jika akan disahkan. Dalam

mengkaji RUU KAMNAS yang telah disuguhkan isu sangat berbeda dengan Ruh Reformasi. Dari

Tap MPR No. VI dan VII tahun 2000 yang bertujuan agar bangsa Indonesia memiliki TNI dan Polri

yang benar-benar profesional tidak lagi terlibat politik praktis. Dan Tap MPR tersebut telah diperkuat

dengan undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri, UU No.3 tahun 2002 tentang pertahanan dan

UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Dalam UU TNI sangat jelas misalnya meniadakan fungsi pembinaan teritorial dan secara

bertahap akan meniadakan kodam, kodim dan koramil kecuali didaerah-daerah perbatasan

dengan negara lain, didaerah-daerah konflik dan di pulau-pulau terpencil dan terluar yang potensi

kerawanan dan kekayaan alamnya besar (media Indonesia 30 september 2004) namun implementasi

reformasi TNI (TNI-AD) terhadap substansi UU No 34 tahun 2004 tentang TNI tersebut justru tidak

dijadikan rujukan dalam RUU KAMNAS yang akan disahkan sehingga hal ini “kontraproduktif”. Dalam kaitan tersebut diatas maka ada 4 (empat) isu penting yang harus dijadikan landasan

mengapa ide penyusunan RUU KAMNAS tersebut menjadi prioritas bagi Dephan dan TNI.

4 (empat) ISU PENTING SEBAGAI DASAR DALAM MENGKRITISI PENYUSUNAN RUU KAMNAS

1. TNI (TNI-AD) akan segera menghidupkan kembali Koter sampai ke tingkat desa guna menangkal berbagai permasalahan bangsa dewasa ini, sehingga diharapkan semua pihak

menyetujui dihidupkannya kembali Koter karena merupakan kebutuhan bangsa yang

mendesak. UU Nomor 34/2004 yang mengamanatkan TNI selain bertugas operasi perang juga

bertugas operasi Non Perang. Berbagai kalangan menilai; ide tersebut sebuah langkah mundur

dengan melihat pengalaman buruk Koter yang telah banyak melanggar demokrasi, melanggar

hak-hak sipil dan HAM.

2. Dephan telah keliru mengartikan kalimat tugas TNI Non Perang diartikan bisa dengan serta merta terlibat dan masuk ke otoritas sipil yang bukan kewenangannya. Tugas

operasi non perang dalam berbagai konvensi internasional diartikan sebagai Military Operation

Other Than War (MOOTW) bertugas bukan untuk perang tetapi operasi kemanusiaan dalam

rangka peace keeping, menangani bencana alam dan tugas-tugas internasional dan lainnya

atas mandat PBB.

6

Page 7: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

3. RUU KAMNAS yang melibatkan kiprah militer ke berbagai otoritas sipil ditenggarai akan

berlaku permanen seperti era orde baru yang eksesif merugikan tatanan demokrasi dan civil

society. Kritik ini semakin keras di tengah fakta reformasi yang stagnan.

4. Dua hal mendasar RUU KAMNAS, TNI akan memasuki dan mereduksi kewenangan Polri. Merancang Polri di bawah Departemen tertentu bahkan di bawah Dephan hanya karena

nanti TNI akan di bawah Dephan maka Polri tidak boleh langsung di bawah Presiden.

Hal ini didasarkan pada analisis Rumusan Bandung awal tahun 1999 dimana ada lima

pemikiran polemistis yaitu TNI tak lagi selalu didepan, tidak lagi menduduki tetapi mempengaruhi,

memberikan sumbangan konseptual pada negara, bertindak berdasarkan bagi peran (role sharing)

dan ambil keputusan dalam hal-hal penting dibidang ke negaraan dan pemerintahan. Jika dicermati

paradigma baru TNI (baca TNI-AD) tersebut dicermati bukan saja polimistis tetapi juga ambivalen

keterlibatan TNI dalam perpolitikan negara justru sangat kental dalam penggal-penggal kalimat yang

multi tafsir, oleh karena itu tidak mengejutkan jika dinamika politik TNI akan terus mempengaruhi

jalannya proses demokratisasi di Indonesia yang dapat terlihat dari hal-hal sebagai berikut :

1. Repolitisasi kalangan perwira angkatan darat untuk menjadikan reformasi sebagai instrument proyeksi TNI sebagai kekuatan politik paling handal dan reformis karena politisi

sipil lemah.

2. Inkonsistensi dalam menyikapi tuntutan reformasi ketika TNI (TNI AD) berencana likuidasi

koter-koter dari kodam sampai koramil dilebur menjadi batalyon, brigade, dan resimen yang

saat itu dimotori oleh Letjen Agus Widjoyo (1999) dimana hasilnya Letjen Agus Widjoyo

tersebut malah dibuang ke legislatif kemudian gagasan melikuidasi koter itu padam bahkan

malah sebaliknya memekarkan koter dengan membentuk kodam-kodam dan korem baru.

3. Pertikaian politik antara politisi sipil telah menyebabkan lembaga DPR RI tak cukup waktu

memikirkan apalagi mengkritisi agenda-agenda reformasi TNI lebih substantif.

4. Bangkitnya konservatisan pembentukan koter dengan alasan bahwa Polri tak mampu menangani konflik-konflik dalam negeri sehingga ancaman diintegrasi dan separatisme

meningkat seperti terorisme, konflik-konflik komunel dan isu separatis menjadi argumentatif

bagi TNI yang dimotori oleh DEPHAN.

IDEALISASI STRUKTUR ORGANISASI TNI DAN POLRI DALAM SISTEM KETATA NEGARAAN DAN KONVENSI INTERNASIONAL.

Setengah abad Polri dan TNI “serumah” rupanya mempengaruhi persepsi bahwa TNI dan

Polri itu sama, padahal TNI dan Polri berbeda. Struktur organisasi TNI harus tunduk pada konvensi

internasional dibawah Dephan untuk kontrol supaya tidak mudah disalahgunakan. Karena tidak ada

satu aktor tunggal yang boleh menggerakkan tentara. Sekecil apapun untuk masuk ke otoritas sipil

harus dengan keputusan politik (DPR, Dephan dan Presiden).

7

Page 8: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Tidak demikian halnya dengan Kepolisian. Dipastikan bahwa struktur organisasi kepolisian di

tiap negara berbeda-beda ada yang dalam departemen tersendiri, ada yang di bawah departemen

tertentu ada yang dibawah Perdana Menteri (Parlementer) ada yang dibawah presiden (Presidensil).

Yang utama kepolisian adalah lembaga negara independen agar tidak diintervensi berbagai

kepentingan yang merusak proses penegakan hukum dan keadilan. Berbagai pengalaman

membuktikan setiap Polri di bawah departemen pasti Polri lemah tak berdaya, akibat intervensi

sangat tinggi. Karena itu harus kembali ke sejarah kejayaan dan keemasannya ketika Polri

independen di bawah Presiden.

Ditinjau dari perspektif sistem hukum tata negara harus dipahami bahwa negara

memposisikan Polri dibawah Presiden adalah dengan kajian teoritas dan empiris para pendiri negara

dengan cermat dan matang sebab itu bangsa yang cerdas tak akan mengulangi kesalahan ketika

memposisikan Polri di bawah institusi/departemen tertentu karena Polri telah menjadi lemah dan tak

berdaya, banyak intervensi dan menjadi rebutan berbagai kepentingan yang sulit dikontrol, dari sisi

sejarah hukum tata negara kita hanya ada satu pilihan jika ingin memiliki Polri yang kuat tak mudah

diintervensi yaitu Polri harus dibawah Presiden sebagai keputusan TAP MPR No. VI dan

VII/MPR/2000

Adapun penetapan posisi TNI di bawah DEPHAN tidak langsung di bawah Presiden karena

institusi militer di dunia manapun hanya menganut satu doktrin “Euis Ed Bellum” sehingga TNI harus

tunduk pada doktrin tersebut agar tidak mudah diperalat oleh suatu lembaga apapun karena tidak

boleh ada bahkan tidak boleh ada aktor tunggal yang boleh menggerakkan militer atau TNI tanpa

sebuah keputusan politik apalagi masuk ke otoritas sipil seperti RUU KAMNAS mengingat demokrasi

sangat melarang keras untuk itu sekecil apapun pelibatan tentara ke otoritas sipil setidaknya harus

melalui keputusan politik minimal tiga institusi (Presiden, DPR, dan DEPHAN) kecuali penanganan

bencana alam.

Hal ini sangat berbeda dengan institusi Polri yang memang tugas pokok, fungsi dan perannya

berada di otoritas sipil yang sangat luas terlebih lagi selaku pelayan publik. Hal ini mendasari pada 7

(tujuh) pedoman strategis yang harus selalu dijadikan pegangan :

1. Polri bukan aparat sipil murni seperti kejaksaan tetapi Polri berdiri antara sipil dan militer,

institusi besar, bersenjata, berperalatan teknologi tinggi bukan hanya menyidik masyarakat

umum yang melakukan tindak pidana tetapi juga menyidik oknum tentara yang melakukan

tindak pidana umum.

2. Jabatan Kapolri adalah jabatan karir bukan politis.

3. Struktur organisasi Polri hirarkis demi menciptakan disiplin ketat agar tidak rentan.

4. Polri bukan institusi yang bisa di otonomikan (UU No. 22 / 99 tentang Otonomi Daerah)

5. Jika Polri “diotdakan” di daerah akan dibawah struktur pemda dimana hal ini akan sangat

berbahaya, karena tidak cocok dengan kondisi Indonesia.

8

Page 9: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

6. Polri harus independen dengan begitu Polri dapat menampilkan jati dirinya secara total selaku

penyelidik, penyidik, penegak hukum, pengayom, pelindung dan pelayan yang professional,

berwibawa dan dipercaya masyarakat.

7. Kekuatan Polri jika tidak di intervensi karena itu jika Polri dibawah Presiden maka akan sulit di

intervensi. Jika ada intervensi kemungkinan itu hanya datang dari Presiden dan itu akan mudah

dikontrol.

Konteks tersebut di atas telah mengacu kepada teori “Let Police Be Police” sebagaimana

pernyataan Prof. Reckless yang menegaskan bahwa polisi lebih tahu bagaimana sebaiknya dirinya agar kinerjanya semakin efektif, bukan lembaga lain.

Ditinjau dari perspektif Politis, yaitu bahwa kepastian hukum untuk mewujudkan “Law Abiding citizen” (warga negara yang patuh hukum) menjadi sangat penting dalam demokrasi

dewasa ini karena hal tersebut dapat mempengaruhi peta politik dan kondisi keamanan bangsa

dimana Polri sebagai garda terdepan untuk memaksa agar Undang-undang dipatuhi, kekeliruan

dalam memahami demokrasi dan memposisikan Polri akan berpengaruh terhadap kondisi keamanan

nasional suatu bangsa, dimana hal ini akan membentuk opini bahwa Indonesia tidak aman dan

berpengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi. Dalam tataran ini maka seluruh bangsa

Indonesia harus satu tekat, satu misi dan satu visi mewujudkan masyarakat yang “Law Abiding citizen” and “Community Policing” karena inti dari masyarakat demokratis adalah pada tingkat

kepatuhannya terhadap hukum.

Dengan demikian untuk mewujudkan impian dan harapan tersebut maka negara harus

membangun dan memiliki Kepolisian yang kuat dan professional bukan sebaliknya melemahkan agar

tidak mandiri dan tidak berdaya sebagaimana keinginan terselubung dari ide RUU KAMNAS tersebut.

3 (tiga) HAL PENTING YANG DIJADIKAN RUJUKAN DALAM IMPLEMENTASI TATARAN PELIBATAN MILITER TERHADAP OTORITA SIPIL

1. Pertama, dunia sepakat jika tataran pelibatan tentara dibatasi hal-hal yang menyangkut

pertahanan negara. Negara menjadi aktor utama dalam mengatur pertahanan, melakukan

akumulasi kekuatan bersenjata, mendelegasikan hak tersebut pada aktor militer professional

untuk penggunaan kekuatan bersenjata, pelaksanaan pendelegasiannya diawasi secara

seksama oleh negara.

2. Kedua, supremasi hukum dan supremasi sipil (civil society) adalah system demokratis yang

tidak memungkinkan kalangan militer mengambil keputusan sendiri untuk terlibat dalam otoritas

sipil tanpa persetujuan institusi sipil. Hal ini diatur dalam doktrin “Euis Ed Bellum” (just war)

mengemas 5 prinsip dasar, yaitu uthority (persetujuan otoritas sipil). Proporsionary (prinsip-

prinsip proporsional dengan ancaman) Intentiorecta (penggunaan kekuatan militer hanya

9

Page 10: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

untuk pertahannan negara). Causaiusta (pulihkan kondisi damai) dan Last resort (pelibatan

militer ke otoritas sipil pilihan terakhir pada masalah dan batas waktu yang tegas).

3. Ketiga, prinsip akuntabilitas/transparansi pelibatan militer ke otoritas sipil dan penyimpangan

peran dapat dicegah secara dini.

TUGAS-TUGAS INTERNASIONAL :

Dalam UU TNI Nomor 34/Tahun 2004 memang secara jelas TNI melakukan Operasi Militer

Perang dan Operasi Militer Non Perang. Hal ini diilhami konsep universal MOOTW (Military Operation

Other Than War) yang lahir awal tahun 1990an. MOOTW dikenal dalam Military Science sebagai

tugas-tugas misi damai (peace mission) yang lazimnya bersama polisi karena polisi juga punya tugas

peace mission domestic, regional, bilateral maupun internasional dengan payung PBB lalu

melahirkan istilah Polisi Sipil (Civilian Police) karena itu jangan membuat disparitas penggunaan

istilah polisi sipil secara salah kaprah lalu menafsirkan polisi hanya menangani masyarakat sipil

apalagi mengasumsikan polisi sama dengan masyarakat sipil.

Memunculkan istilah grey area (wilayah abu-abu). Latar ini dianggap berhimpitan antara

aspek pertahanan dan aspek keamanan lalu memunculkan pula istilah K (besar) dan K (kecil). “K

besar” berarti keamanan nasional secara luas sedang “K kecil” adalah keamanan masyarakat. Pelibatan tugas antara polisi dan tentara memang sering tak bisa dihindarkan dalam suatu keadaan

yang menghendaki pelibatan antara keduanya. Di negara-negara maju hal ini tak menjadi masalah

karena sudah berjalan dengan baik dalam batas-batas tertentu, waktu tertentu, kewenangan tertentu,

tanggungjawab tertentu.

Tetapi di Indonesia dalam masa transisi ini memang tak mudah karena Negara/Pemerintah

belum dapat mendisain Tataran Kewenangan Pelibatan Tentara dalam otoritas sipil kemudian

memunculkan multi tafsir terhadap masalah keamanan nasional dan pelibatan kewenangannya masih

ditafsirkan secara sektoral oleh pihak DEPHAN dan TNI.

Mencermati isi materi bentuk konfigurasi permasalahan keamanan nasional tampak jelas TNI

ingin memasukkan kewenangannnya ke fungsi KAMNAS secara luas dan serta merta. Dalam isi

materi bentuk konfigurasi permasalahan keamanan nasional maupun literatur tak ada keterangan,

misalnya harus dengan keputusan politik. Padahal dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 sudah

tegas, pelibatan militer dalam MOOTW harus dengan keputusan politik. Dalam berbagai referensi

sudah sangat gamblang, bahwa pelibatan militer ke wilayah sipil yang serta merta akan merusak

demokrasi, melanggar hak-hak sipil bahkan HAM dan secara empiris sudah kita alami dan berpotensi

otoriter, diktator yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan social politik dan ekonomi bangsa.

Dalam berbagai literature secara tegas juga dikatakan tak ada bahkan tak boleh ada Aktor

tunggal yang bisa membuat keputusan politik terhadap pelibatan militer ke wilayah otoritas sipil.

Karena itulah dalam doktrin “Euis Ed Bellum” tegas menyatakan bahwa keputusan politik tersebut

10

Page 11: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

minimal melibatkan 3 lembaga negara yaitu Presiden, DPR dan Menhan. Jika kita perhatikan pada

konfigurasi permasalahan yang ada pada RUU KAMNAS versi DEPHAN/TNI di atas banyak mangkas

kewenangan Polri padahal dalam konsepsi universal Kepolisian harus menjadi motor pendukung

tegaknya demokrasi karena inti demokrasi adalah kepatuhan pada hukum. Sehingga RUU KAMNAS

yang akan disyahkan oleh DPR berpotensi duplikasi dan menimbulkan friksi-friksi terkait perbenturan kepentingan kelompok tertentu yang ingin mempertahankan status quo, yang tidak memahami nuansa supremasi sipil terutama perlibatan TNI pada otoritas sipil sebagaimana RUU KAMNAS (dimana hal ini mencederai semangat reformasi dan melanggar

konstitusi, kaedah dan norma konvensi-konvensi internasional yang ada).

POTRET HUKUM DI INDONESIA

Sejak presiden SOEHARTO “Lengser ke Prabon” Tanggal 21 Mei 1998 bangsa Indonesia

memasuki panggung sejarah baru yang dikenal dengan Era Reformasi. Reformasi adalah sebuah

tekad bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang demokratis dengan tiga substansi mendasar

yaitu mengedepankan supremasi penegakan hukum, mengutamakan keterbukaan dan akuntabilitas

sehingga reformasi ingin mengkoreksi kekurangan dan kesalahan bangsa di masa lalu setidaknya

tiga hal yang sangat esensial yaitu kekuasaan yang otoritarian, sentralistrik dan KKN.

Dengan demikian inti reformasi adalah memperbaiki hal-hal buruk dan yang dipandang baik

dipertahankan dan ditingkatkan, keburukan masa lalu intinya adalah tiga hal tersebut diatas.

Kekuasaan yang otoritarian telah mengabaikan bahkan mematikan demokrasi sedangkan kekuatan yang sentradistrik telah menghambat pemerataan kesejahteraan dan keadilan serta tidak adanya keterbukaan yang menghambat terwujudnya akuntabilitas sehingga tiga hal tersebut menimbulkan dan menyuburkan praktek KKN di Indonesia.

Selanjutnya untuk memudahkan pemahaman tentang reformasi, para pakar telah

mendefinisikan orde baru dengan bijak adalah perilaku kekuasaan yang otoritarian, sentralistik dan KKN, jadi siapapun penguasa yang punya tiga ciri atau salah satu dari tiga ciri tersebut pada

dasarnya dia adalah ORDE BARU meskipun ia terlahir dari rahim reformasi, konteks ini dimaksudkan

bukan orang per orang, bukan kelompok, bukan pula partai politik, tetapi perilaku penguasa atau

kekuasaan dengan tiga ciri diatas. Sangat salah bila kita mengartikan Orba adalah orangnya atau

kelompoknya karena kalau itu dipaksakan berarti kita telah melanggar HAM dan hukum yang justru

harus di tegakan di era reformasi ini dengan tatanan supremasi hukum.

Dari hal ini semestinya roda reformasi tersebut di gulirkan ke semua lini kehidupan dalam

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dimana yang harus di reformasi adalah perilaku

pemerintah, elit politik dan masyarakat agar senantiasa taat hukum, tatanan kenegaraan yang

menghormati dan menjunjung tinggi hukum dan berkehidupan dunia (global) yang mentaati koridor-

koridor hukum dari berbagai konvensi-konvensi internasional.

11

Page 12: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Disisi lain dalam rangka mengkaji masalah ini sangat perlu kiranya kita kaji pula

perkembangan tentang sistim Kepolisian sejak pradaban sampai era global saat ini karena

perkembangan ini akan sangat berpengaruh dalam strategi terhadap sistim penegakan hukum,

demikian pula jika kita jujur harus dapat melihat sejarah lahirnya Polri di Indonesia dan belajar dari

pengalaman nasional bangsa yang merupakan saksi sejarah yang paling jujur di tanah air.

Di era reformasi negara dan rakyat menata kembali peran dan fungsi TNI dan Polri secara

proporsional, dan inilah korelatif dalam tulisan ini yang kita coba sosialisasikan melalui pemolisian birokrasi yang merupakan sebuah landasan teori baru yang sedang dikembangkan saat

ini sebagai dasar pijakan dalam penyelenggaraan reformasi di Indonesia.

Kita sadar bahwa Reformasi Polri mencakup tiga hal mendasar yang meliputi struktural,

instrumental, dan kultural. Struktural secara bertahap telah selesai tahun 1999 dengan keluarnya

Polri dari TNI dan tahun 2000 keluar dari Dephan. Instrumental berhasil secara pasti awal 2002

dengan diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI. Semua ini

mempengaruhi kultural Polri bentangan reformasi kultural inilah yang dirasa tidak mudah. Karena

selama lebih 50 tahun Polri dilahirkan dan dibesarkan dari kawah candradimuka tentara sehingga

masyarakat selama era itu nyaris sulit membedakan antara TNI dan Polri.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato akhir tahun 31 Desember 2005,

mengatakan lemahnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan oleh kurangnya kemauan politik serta lemahnya sistem kelembagaan dari aparatur penegak hukum, kelemahan itu terutama

dirasakan dalam pemberantasan korupsi, pencucian uang, ilegal logging, ilegal fishing dan berbagai

penyelundupan. Dengan demikian pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah tegas untuk

mengatasi berbagai kelemahan tersebut, tandas Presiden.

Konteks ini mengisyaratkan bahwa perlunya pembangunan Polri yang kuat selaku garda

terdepan dalam rangka penegakan hukum, jika dikaitkan dengan konteks RUU KAMNAS saat ini

sangat kontra produktif dan mencederai semangat reformasi serta melanggar kaidah dan norma-

norma hukum yang ada.

Di Indonesia banyak hukum dibuat dan UU disahkan tetapi kepastian hukum tidak berjalan

sehingga ada stigma buruk dari orang-orang yang berada diluar Indonesia yang menyebut bahwa

Indonesia State Without Law bahkan ada beberapa produk UU yang tidak masuk akal/irrasional. Menurut teori Strobe Tallbout yang mengatakan bahwa jangan membangun demokrasi tergesa-gesa artinya negara menata terlebih dahulu sistem sosial, hukum dan politik baru kemudian

membangun demokrasi karena ruh demokrasi adalah ketaatan pada hukum dan kemampuan

pengendalian diri bermutu tinggi, bagi bangsa yang cerdas dan terdidik hal ini menjadi prioritas

terpahami teori politik pada bangsa terdidik dimana sistem sosial yang dibangun adalah partisipasi sedangkan pada bangsa yang belum cerdas dan terdidik maka sistem yang dibangun adalah

instruksional sebagaimana yang digunakan negara-negara berkembang karena hal ini menyangkut

masalah hukum, jika dikorelasikan dengan negara-negara maju apa yang mereka lakukan yaitu

12

Page 13: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

kepastian hukum dibangun dan ditentukan dari hal-hal kecil yang esensial yang sangat menyentuh

kehidupan sehari-hari sampai ke hal-hal yang besar seperti larangan merokok.

Bahwa negara dalam membangun demokrasinya tidak bisa dibangun dengan tergesa-gesa

setahun, 10 tahun apalagi sehari reformasi tetapi membutuhkan waktu panjang dan matang karena

demokrasi yang dibangun dengan tergesa-gesa karena bukan hanya merusak sendi-sendi sosial politik tetapi juga sistem penegakan hukum, dimana didalam kontek ini ada 2 asumsi terhadap era

reformasi dewasa ini :

1. Reformasi berjalan lamban bahkan mandeg terlihat jika ruh reformasi adalah penegakan

supremasi hukum yang belum berjalan secara baik kepastian dan kesamaan hukum nyaris

belum berubah dari era sebelumnya.

2. Kalangan akademik menilai bahwa reformasi yang paling cepat di Indonesia justru pada

lembaga Polri ketimbang lembaga-lembaga lain seperti TNI dan BIN. Terutama dalam tatanan

struktural dan instrumental. Reformasi di bidang kultur masih perlu waktu karena cakupannya

sangat kompleks meski sudah diawali dengan perubahan paradigma Polri dan peningkatan

profesionalisme dengan cara mengedepankan scientific crime investigation untuk mengungkap

berbagai kasus-kasus besar dan terorisme di Indonesia yang telah mengharumkan nama

bangsa Indonesia di panggung dunia dan Polri mendapat hadiah berbagai bantuan dari luar

negeri dan PBB dan menjadi kiblat pendidikan terorisme dunia dan selaku ketua TNCC dan DVI

yang ditunjuk oleh PBB.

SEMANGAT REFORMASI

Di era reformasi segala penyimpangan harus diluruskan secara proporsional karena dalam

berdemokrasi tidak bisa lepas dari tata krama global dimana harus mentaati hukum serta konvensi-

konvensi dunia dan dampak peradaban global. Perkembangan peradaban juga mempengaruhi tata

cara berdemokrasi dan dalam pergaulan dunia yang humanis. Selanjutnya jika kita cermati ruh

reformasi amanat Tap MPR III, V, VI dan VII tahun 2000 maka ada empat hal prioritas :

1. Civil Society;

2. Pemisahan fungsi pertahanan yang diemban dan menjadi tanggung jawab TNI dan fungsi keamanan yang diemban dan menjadi tanggung jawab Polri.

3. Pemisahan struktur TNI dan Polri

4. TNI dan Polri tunduk pada peradilan umum.

Reformasi TNI dan Polri dimulai tanggal 1 April 1999 pemisahan struktural pembubaran ABRI

(angkatan Bersenjata Republik Indonesia) menjadi TNI dan Polri. Struktural tak serumah, namun Polri

masih di bawah Dephan. Baru tahun 2000 Polri pisah dari Dephan menjadi lembaga independen dan

bertanggung jawab pada Presiden. Tap MPR Nomor VI dan VII / 2000 memisahkan fungsi

13

Page 14: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

pertahanan dan fungsi keamanan. Fungsi pertahanan tanggung jawab TNI. Fungsi keamanan

tanggung jawab Polri. Tap MPR juga mengamanatkan tuntutan rakyat agar TNI dan Polri tak

berpolitik praktis, tidak berbisnis dan menaati UUD 1945 secara konsekuen TNI dan Polri harus

tunduk pada KUHP umum dan peradilan umum seperti filosofis hukum, “equality before the law”. Selain itu TNI dituntut tidak membuat struktur organisasinya seperti era orba karena TNI termasuk

TNI-AD bukan pelayanan publik.

Polri telah mereform 3 hal : reformasi struktural (struktur organisasi modern), reformasi

instrumental sudah punya UU nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, reformasi kultural mengubah

paradigma Polri profesional independen, santun dan beradab (civilized).

Reformasi struktural Polri, harus mengacu pada era kejayaannya (1946-1960) dimana struktur Polri langsung dibawah Presiden setelah mencoba di bawah Departemen Dalam Negeri, Kejaksaan dan DepHankam malah membuat Polri tidak berdaya. Terlebih lagi budaya masyarakat Indonesia, intervensif melemahkan Polri selaku penegak hukum yang mestinya independen. Polri mulai lemah menjelang akhir rezim Bung Karno, Polri serumah dengan TNI menjadi ABRI. Polri pada titik nadir era orba rezim pak Harto yang telah mendesain Polri hanya sub kecil dari sistem Hankam dan TNI-AD sangat berkuasa di semua sektor termasuk pekerjaan Polri diambil alih TNI-AD. Inilah ruh reformasi, TNI-AD harus sesuai dengan Tap MPR VI dan VII tahun 2000 mau merubah struktur organisasinya tidak seperti era orba dan tunduk pada peradilan umum. Ruh atau semangat reformasi ini harus dijadikan tonggak awal pembaruan di tubuh TNI khusunya TNI-AD.

CAUSING FACTORS

Merujuk kepada konvensi-konvensi dunia yang telah menetapkan Kepolisian adalah pelayan publik. Dimana struktur organisasinya disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan spektrum

ancaman setiap negara. Dengan demikian tak ada struktur organisasi Kepolisian yang sama

diberbagai negara. Yang pasti kini banyak negara telah merubah sistem Kepolisiannya menjadi Kepolisian nasional dari pusat sampai tingkat terbawah (Kecamatan atau Desa) sesuai peta

migrasi. Polri di tahun-tahun awal kemerdekaan sampai akhir abad XX menjadikan Polsek (Struktur

Polri tingkat Kecamatan) sebagai Basic Deteksi Dini (BDD) terhadap kerawanan sosial maka dengan

peta migrasi yang sangat cepat bisa jadi daerah-daerah tertentu tak relevan lagi Polsek sebagai BBD

tetapi desa atau Pos Pol sebagai BBD.

Dari alur pemahaman ini kita sadar kenapa TNI di era reformasi dituntut tidak membuat struktur organisasinya seperti Polri. Karena TNI bukan pelayan publik. Struktur organisasi TNI-

AL dan TNI-AU sudah sesuai dengan tuntutan reformasi bahkan sejak dulu tak pernah menjarah

otoritas sipil. Mereka sadar bukan pelayan publik (sumber doktrin “Euis Ed Bellum”, konvensi internasional, MOOTW, Protokol I dan II). Oleh karena itu sekecil apapun pelibatan TNI ke otoritas publik harus dengan keputusan politik kecuali dalam menangani bencana alam.

14

Page 15: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Jika struktur organisasi TNI-AD mengikuti struktur Polri selain tak lazim juga membuat titik singgung dengan Polri tak terelakkan. Semestinya struktur organisasi TNI-AD berbentuk Batalyon,

Brigade, Resimen dan sebagainya, bukan seperti Polri yang pelayan publik. Selama TNI-AD

strukturnya seperti Polri maka perselisihan dengan Polri akan terus terjadi. Inilah “causing factor” timbulnya friksi antara oknum TNI-AD dan Polri, bukan karena tingkat kesejahteraannya minim.

Karena struktur organisasi TNI-AL dan TNI-AU tidak seperti TNI-AD tetapi berbentuk Batalyon,

Skadron, Brigade, Armada dengan demikian tak pernah bersinggungan dengan ladang tugas Polri.

Karena Polisi pelayan publik maka tiap hari kantor polisi dari tingkat Polsek sampai Mabes

selalu banyak tamu masyarakat mengurus berbagai kepentingan, sedang kantor-kantor TNI-AD sepi

tamu karena memang tak ada hubungan dengan masyarakat. Bagi anggota TNI-AD yang tak sadar

peran ini bisa iri lalu melakukan tindakan yang bisa menimbulkan friksi-friksi. Karena itu jika TNI-AD

tetap bersikukuh membuat struktur organisasi sama dengan Polri, harus legowo melihat kantor polisi

selalu banyak tamu sedang kantor TNI-AD sepi dari tamu karena TNI bukan pelayan publik. Jadi

masalahnya bukan pada kesejahteraan prajurit. Jika jujur pegawai negeri manakah di Indonesia yang

sejahtera hidupnya? Tidak ada.

Karena negara memang belum dapat mensejahterakan mereka. Jika ada pegawai negeri baik

PNS, TNI maupun Polri yang kaya raya harus diusut kekayaannya karena boleh jadi hasil dari korupsi

atau berbisnis dengan memanfaatkan pengaruh jabatan/kewenangan.

TEORI MONTESQUE

Bahwa tugas Polri selain bertugas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat juga

sebagai pengawas dan sebagai penegak hukum. Berangkat dari tataran empiris yang panjang ketika

pakar hukum tata negara Van Vollen Hopen yang merevisi teori Montesque “Trias Politica” tentang

tiga kekuatan negara yaitu

1. legislatif (pembuat Undang-undang);

2. eksekutif (penyelenggaraan Undang-undang) dan

3. yudikatif (peradilan dari Undang-undang)

Dalam konteks tersebut selanjutnya Van Vollen Hopen bertanya kepada Montesque jika

rumusan dalam teori tersebut seperti itu, lalu siapa berperan sebagai pengawas sekaligus juga pemaksa agar Undang-undang dapat dipatuhi, jawabnya adalah Polisi. Oleh karena itu

ditempatkan Kepolisian sebagai kekuatan keempat dari sistem penyelenggaraan negara, jika

konteks tersebut diatas dikaitkan dengan kontek RUU KAMNAS maka sangat tidak jelas dan

bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada dan doktrin militer dunia karena tidak ada korelasi

mengingat keberadaan fungsi TNI dan BIN ditempatkan diluar dari sistem ketatanegaraan di

Indonesia agar bersikap netral dalam mengontrol dan menjadi benteng terhadap sistem ketata

negaraan terlebih lagi kedua institusi tersebut bukan sebagai aparat penegak hukum (kontradiktif).

15

Page 16: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Bertitik tolak dari uraian landasan teori tersebut diatas maka sadar atau tidak sadar bahwa semua yang muncul saat ini dan kondisi bangsa carut marut seperti ini adalah juga residu dari sebuah sistem dimasa lalu dimana jika boleh bangsa Indonesia ini jujur bahwa TNI telah menjadi contributing factor dan causing factor

Dengan demikian para pendiri bangsa ini haruslah bersikap cerdas dalam menyikapi berbagai

permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara arif, bijaksana dan

berhati-hati serta proporsional dan komprehensip dalam mencermati merumuskan dan akan

mensyahkan sebuah produk seperti RUU KAMNAS yang jelas-jelas bertentangan dengan kaidah dan

norma-norma hukum yang ada terlebih lagi dalam nuansa supremasi sipil.

Hal ini sangat penting untuk menjadi catatan serius dan diperhatikan oleh para penyelenggara

negara bahwa jika RUU KAMNAS tersebut disyahkan tanpa dilakukan upaya kritisasi secara

komprehensip dengan melibatkan para pakar hukum tata negara dan pidana serta melibatkan badan

pengkajian hukum perguruan tinggi untuk memberikan masukan, koreksi terhadap substansi yang

ada dalam RUU KAMNAS tersebut. Karena memiliki dampak yang sangat luas terhadap tatanan demokrasi dan sistem penegakkan hukum ketika dalam implementasinya operasionalnya

bertentangan dengan semangat reformasi bangsa dan tidak mengindahkan norma aturan hukum

internasional maupun konvensi-konvensi internasional yang menjadi acuan universal

penyelenggaraan tugas TNI di wilayah otoritas sipil yang sangat syarat dengan nuansa supremasi

sipil yang menuntut sebagai berikut :

1. terwujud dan tegaknya demokrasi;

2. terbangunnya kesadaran dan kepatuhan warga negara terhadap undang-undang;

3. terjamin dan tegaknya kepastian hukum dan kesamaan hukum secara konsekwen;

4. terselenggaranya akuntabilitas kinerja penyelenggaraan negara;

5. terwujudnya transparansi selaras dengan era keterbukaan;

6. dihormati dan terlindungnya hak asasi manusia;

7. semakin kuatnya kelembagaan aparatur penegak hukum;

8. terwujudnya keterbukaan informasi publik;

9. adanya pertanggungjawaban aparatur penyelenggara negara terhadap penyelenggaraan tugas

dan perannya yang berjalan efektif dan efesien.

10. Terwujudnya harmonisasi Undang-undang dalam implementasi secara sinergis yang saling

melengkapi.

16

Page 17: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

BAB III

PERMASALAHAN YANG MUNCUL DARI RUU KAMNAS TERHADAP

EKSISTENSI POLRI

Bahwa penyelenggaraan tugas pokok fungsi dan peran Polri secara legalitas formal telah

diatur dan ditegaskan dalam UUD 1945 yang kemudian secara jelas, tegas dan rinci diatur tersendiri

dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang didasarkan pada

beberapa aspek pertimbangan meliputi aspek filosofis, sosial, yuridis, dan pertimbangan

perbandingan hukum internasional yang diakomodir sejalan dengan landasan formal bagi reformasi

Polri sebagaimana tertuang dalam TAP MPR No. VI / MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun keluarnya ketetapan MPR tersebut dilatarbelakangi oleh apresiasi masyarakat dan

antisipasi bangsa dan negara dalam mengikuti perkembangan baik ketatanegaraan maupun laju

pesatnya perkembangan dunia dan manusia dimana kehidupan masyarakat lebih mengerti akan hak

dan kewajibannya di era supremasi sipil yang sarat dengan nuansa demokratisasi supremasi hukum,

transparansi, akuntabilitas, dan hak asasi manusia. Kondisi tersebut diatas perlu diimbangi dengan

peraturan perundang-undangan yang mampu mengantisipasi perkembangan jaman.

Dimana dalam UU kepolisian tersebut mencakup pokok-pokok konsepsi kepolisian yang

meliputi sebagai berikut :

1. tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2. landasan idiil filosofis Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. kedudukan dan susunan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia;

5. tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

6. asas-asas pelaksanaan tugas;

7. wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

8. tanggung jawab anggota Polri;

9. administrasi dan pembinaan personil;

10. Pembinaan profesi dan sumber daya;

11. Hubungan dan kerja sama.

17

Page 18: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Konteks permasalahan muncul ketika Polri dan TNI mengalami pemisahan setelah 40 tahun

bergabung dalam ABRI, yang diawali dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No. 2 tahun 1999

tentang langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dan ABRI yang menjadi landasan

formal bagi reformasi Polri, kemudian diperkuat dengan keluarnya keputusan Presiden No. 89 tahun

2000 tentang kedudukan Polri, strukturnya dinyatakan bahwa Polri berkedudukan langsung dibawah

Presiden dan berikutnya dipertegas lagi dengan keluarnya TAP MPR No. VI/MPR/2000 tentang

pemisahan TNI dan Polri maupun TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Polri.

Kondisi tersebut diatas menjadi embrio awal munculnya multitafsir/interpretasi tentang definisi

keamanan nasional antara Polri dan TNI yang salah satunya terwujud kedalam lahirnya RUU

KAMNAS yang pada hakikat konsep awalnya terlihat bertujuan untuk membangun semangat

kebersamaan dengan paradigma baru serta mensinergikan penyelenggaraan tugas keamanan,

namun dalam konsep tataran implementasinya sangat bertentangan dan tidak memenuhi

rasionalisasi dari sebuah legal drafting yang didalamnya menguraikan beberapa pertimbangan antara

lain pertimbangan filosofis, sosiologis, yuridis, dan perbandingan hukum / konvensi internasional

dalam nuansa supremasi sipil.

Disamping itu munculnya permasalahan ini dilatarbelakangi oleh begitu kuatnya upaya untuk

memaksakan faktor kepentingan sesaat oleh pihak-pihak tertentu yang berupaya mempertahankan

status quo dengan melakukan upaya strategis untuk mengalihkan dan mereduksi kewenangan

peran strategis Polri kendati secara de facto dan de jure bertentangan dengan peraturan

perundangan yang sudah ada serta mencederai semangat reformasi yang sudah dibangun untuk

menggiring agar institusi Polri semakin kehilangan jati diri sebagai lembaga yang mandiri dalam

menjaga keamanan dan penegakan hukum yang secara perlahan-lahan untuk diposisikan berada

dibawah departemen agar Polri semakin tidak independen.

Kendati setelah pemisahan TNI dan Polri telah berjalan dengan landasan yuridis masing-

masing namun tidak berarti kondisi ketidakberdayaan dan belum optimalnya penyelenggaraan

tugas pokok, fungsi dan peran Polri dimasa transisi lalu dikhianati dengan upaya yang muncul melalui

pengalihan, mereduksi dan memangkas peran strategis Polri dengan munculnya, ide penyusunan

RUU KAMNAS yang notabene sebuah produk RUU yang cacat hukum karena tidak memenuhi

rasionalisasi dari berbagai aspek sebagaimana diuraikan tersebut diatas.

Hal ini terlihat baik dalam skala besar maupun skala kecil dimana upaya mereduksi dan

memangkas kewenangan peran strategis Polri tersebut, telah dan terus dilakukan oleh pihak-pihak

tertentu (DEPHAN dan TNI khususnya TNI-AD) yang tidak legowo dan bersikap arif dengan

keputusan para pendiri negara ketika Polri diposisikan strukturnya dibawah langsung Presiden,

dengan munculnya institusi penegakan hukum baru seperti KPK, BNN, dan membatasi kewenangan

strategis Polri kedalam Undang-undang yang mengarah kepada lex spesialis derogat lex generalis seperti Undang-undang perikanan, Undang-undang bea cukai, Undang-undang perpajakan, Undang-

undang transportasi, dll. Dalam sekala besar diperparah dengan upaya strategis dalam bentuk ide

18

Page 19: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

penyusunan RUU KAMNAS yang menginginkan terbentuknya dewan keamanan nasional, telah

menimbulkan permasalahan yang berlatar belakang kepentingan sektoral yang dapat memunculkan

duplikasi/perbenturan kepentingan bahkan menghambat kemandirian Polri. Secara garis besar

permasalahan utama terhadap konteks dan isi RUU KAMNAS sebagai berikut :

1. Bahwa RUU KAMNAS ide penyusunannya hanya melihat persoalan keamanan nasional dari 3

sudut pandang/variabel padahal permasalahan keamanan nasional tidak cukup itu namun

setidaknya dilihat dari 4 variabel.

2. Bahwa RUU KMNAS disusun dengan kurang cermat tanpa melihat kaidah pokok yang

terkandung dalam UU Polri, TNI dan pertahanan yang sudah ada dan berjalan serta tidak

menimbulkan permasalahan dalam implementasi operasionalnya sehingga tidak perlu

dimunculkan dan dipaksakan RUU KAMNAS.

3. Bahwa RUU KANAS nampaknya lebih bernuansa politis untuk mengalihkan, mereduksi dan

memangkas kewenangan peran strategis Polri selaku leading sektor pelaksana dan

penanggungjawab KAMDAGRI, secara perlahan agar kemandirian Polri terhambat bahkan

tidak terwujud kendati baru berusia 10 tahun dimasa transisi.

19

Page 20: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

BAB IV

KAJIAN AKADEMIK TERHADAP RUU KAMNAS

I. DISKRIPSI UMUM

Analisis kajian akademik terhadap draft RUU Keamanan Nasional (KAMNAS) yang akan

disyahkan merupakan upaya strategis Polri dalam mencermati, mengkritisi sebuah produk

RUU, apakah sudah memenuhi persyaratan formal untuk disahkan menjadi produk UU atau

masih perlu pembahasan secara mendalam. Sebab RUU KAMNAS pada akhirnya akan

menjadi sebuah rujukan/sumber referensi hukum bagi penyelenggaraan fungsi pemerintahan di

bidang penyelenggaraan keamanan nasional. Terutama tugas fungsi dan peran Polri dalam

RUU KAMNAS tersebut, dimana harus mencerminkan sebuah semangat perubahan dan

kebersamaan yang menitik beratkan kepada upaya integrasi, sinergitas, koordinatif, yang

dilakukan secara terpadu dan komprehensif.

Dengan demikian dapat memberikan kontribusi terhadap produktifitas dan kinerja Polri

dalam menjawab kebutuhan masyarakat terkait dengan fenomena permasalahan yang

berkembang di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks ini analisis kajian terhadap RUU KAMNAS ini sangat dibutuhkan bagi Polri

agar dapat melihat sejauh mana sebuah produk RUU KAMNAS tersebut telah memenuhi

standarisasi persyaratan sebagai sebuah produk UU dan juga tidak bertentangan/menimbulkan

duplikasi dengan Undang-undang lain sehingga dalam implementasinya tidak menimbulkan

persoalan dengan UU yang sudah ada. Adapun standarisasi perumusan RUU antara lain :

1. Memenuhi dari persyaratan legal drafting/naskah akademik dari sebuah ide produk

Undang-undang.

2. Memberikan gambaran utuh secara jelas tentang kerangka berpikir dari sebuah ide

produk Undang-undang.

3. Nuansa kebatihan dari sebuah ide produk Undang-undang.

4. Memenuhi persyaratan dari sudut pandang sistem dan format ketatanegaraan yang

berlaku di Indonesia baik meliputi aspek eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

5. Memenuhi nilai filosofi/nuansa kebatinan yang mengemuka dan menjadi acuan/dasar

pentingnya penyusunan RUU tersebut.

6. Memenuhi legalitas formal/dasar hukum mengenai ide penyusunan sebuah produk RUU

KAMNAS dalam artian yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang

sudah ada.

20

Page 21: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

II. HASIL ANALISIS

Dari uraian tersebut diatas, telah dilakukan analisis kajian akademik terhadap RUU KAMNAS

ditinjau dari sudut pandang legal drafting, maka dapat disampaikan beberapa hasil analisis

sebagai berikut :

1. Dalam RUU KAMNAS tersebut belum terlihat jelas gambaran utuh tentang konsep

rasionalisasi dalam bentuk legal drafting/naskah akademik tentang penyelenggaraan

fungsi keamanan nasional dikaitkan dengan nuansa kebatinan yang menjadi filosofi

kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan oganisasi di era supremasi sipil yang

mengutamakan dan menegaskan bahwa setiap penyelenggaraan fungsi pemerintahan di

negara yang menganut paham supremasi sipil dimana setiap penyelenggaraan tugasnya

harus senantiasa berlandaskan kepada asas demokratisasi, supremasi hukum,

transparansi, akuntabilitas dan hak asasi manusia, bukan sebaliknya merumuskan

sebuah produk RUU seperti KAMNAS dengan memprioritaskan kepada pembahasan

pasal per pasal.

2. Dari segi latar belakang ide/konsep penyusunan RUU KAMNAS pada hakikatnya

bertujuan baik dan bernilai strategis terhadap kepentingan negara, namun dalam isi

materi RUU KAMNAS tidak terlihat utuh mengalir sebagai sebuah kerangka berpikir ilmiah

baik dari isi materi, pembahasan awal maupun pembahasan isi pasal per pasal, dalam

RUU KAMNAS terlihat masih lebih menekankan pada proses penanganan masalah

keamanan nasional dari sudut pandang ASPEK ANCAMAN sisi konsep pertahanan.

Namun sebaliknya RUU KAMNAS haruslah mengacu pada konsep keamanan, yang

melihat dari sudut pandang dan lebih menekankan kepada bagaimana penanganan dan

pengelolaan terhadap aspek gangguan keamanan, seperti masalah kejahatan trans

nasional, ketidaktertiban dan ketidakteraturan sosial, maupun konflik yang timbul dari

sistem ketatanegaraan dan implikasi dari aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara

yang memerlukan peran serta TNI dalam mewujudkan keamanan Nasional (KAMDAGRI).

3. Dari sudut pengertian/redaksional, bentuk dan jenis ancaman dalam RUU KAMNAS ini

lebih merupakan gambaran ancaman dari domain fungsi pertahanan TNI sehingga dalam

isi materi RUU KAMNAS ini lebih banyak mengupas tentang aspek peran dan fungsi TNI

dan BIN, sementara gambaran tersebut kurang relevan bila ditangani oleh TNI dikaitkan

dengan konteks supremasi sipil yang berlandaskan asas demokratisasi dan supremasi

sipil dalam setiap penyelenggaraan keamanan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan

kepentingan Pemilu Tahun 2014 yang notabene ingin mengamankan sebuah kepentingan

kelompok tertentu, hal ini terlihat dari isi materi dan bentuk implementasi operasional

dalam pasal per pasal yang ada dalam konsep RUU KAMNAS tersebut.

21

Page 22: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

4. Pada materi ruang lingkup RUU KAMNAS tersebut, tidak semestinya mengklasifikasikan

bentuk keamanan nasional kedalam bentuk seperti yang sudah ada didalam materi RUU

KAMNAS tersebut dengan merujuk kepada istilah yang ada dalam Undang-undang 1945, seperti

a. keamanan insani,

b. keamanan publik,

c. keamanan kedalam, dan

d. keamanan keluar,

Ruang lingkup keamanan nasional sebagaimana yang tercantum dalam RUU KAMNAS

kurang lazim digunakan dalam konvensi dunia dan terkesan dipaksakan, bahkan

cenderung bertentangan dengan konsep dan pengertian keamanan yang sudah berlaku

umum baik ditingkat nasional dan konvensi internasional. Seperti pengertian keamanan

insani dan keamanan publik pada hakekatnya sama dan overlapping, sebab subyek dan

obyek keamanan adalah publik dan keamanan insani sama yakni masyarakat baik

sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat (warga negara). Ruang lingkup RUU

KAMNAS yang mencantumkan keamanan insani lebih mengarah pada kepentingan

tertentu agar masalah penanganan keamanan dalam negeri dan atau nasional dapat

dilaksanakan oleh aktor lain selain Polri.

Pengertian dan ruang lingkup keamanan ditenggarai syarat dengan kepentingan

karena diguga akan muncul aktor lain dalam pemeliharaan keamanan dalam negeri

disamping institusi Polri. Apabila RUU KAMNAS telah disyahkan menjadi UU maka tidak

menutup kemungkinan akan terjadi benturan kepentingan pada tingkat operasional

karena ada lebih dari satu institusi yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab dalam

memelihara keamanan dalam negeri, setidaknya akan terjadi overlapping dan duplikasi

sesuai dengan UU No.2 Tahun 2002.

5. Prioritas utama dalam RUU KAMNAS seharusnya mengklasifikasikan bentuk keamanan

nasional tersebut kedalam bentuk degradasi gangguan keamanan nasional kedalam 4

jenis gangguan keamanan meliputi kejahatan konvensional, trans nasional crime,

kejahatan terhadap kekayaan negara dan kejahatan yang berimplikasi kontijensi/SARA,

agar tidak kontraproduktif dengan definisi keamanan.

6. Dilihat dari contens analysis (analisa isi materi) RUU KAMNAS tersebut masih lebih

menekankan pada peranan TNI dan BIN dalam keamanan nasional. Peran dan

keterlibatan TNI dalam mengatasi segala bentuk ancaman terlihat jelas, batasan

keterlibatan TNI belum jelas pada setiap bentuk gangguan keamanan sehingga akan

menimbulkan konflik kepentingan, pada hal di dalam UU TNI sudah jelas peran dan tugas

TNI tersebut. RUU KAMNAS tersebut seharusnya lebih membahas kepada bentuk

22

Page 23: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

ancaman yang mengarah pada aspek keamanan nasional tetapi bukan dari konteks

pertahanan.

7. Dari segi definisi operasional, pengertian Keamanan Nasional dalam RUU KAMNAS

tersebut cenderung bias karena bukan merupakan redaksional yang baku dan sudah

dijadikan rujukan atau referensi kesepakatan umum. RUU yang baku biasanya melihat

dari berbagai sudut pandang meliputi aspek filosofis, yuridis, sosiologis dan pertimbangan

perbandingan hukum internasional.

8. Dari sudut kerangka berpikir RUU KAMNAS, masih belum jelas dan tidak runtut/tidak

mengalir sebagai sebuah kerangka berpikir yang ilmiah akademik dan bernilai strategis.

Pengertian Keamanan Nasional walaupun kelihatan luas namun hakekatnya terlalu

sempit karena hanya melihat diimensi keamanan dari persepektif ancaman, seharusnya

melihat keamanan dari persepektif yang lebih luas, baik ancaman, tantangan, hambatan,

maupun ganggunan (ATHG).

9. Dalam pasal 1 tentang ketentuan umum RUU KAMNAS, hampir semua definisi yang

menyangkut keamanan nasional bukan merupakan redaksional yang berlaku umum,

disamping itu ada yang janggal dan tidak ada korelasinya dalam BAB pengertian dengan

memasukan definisi DPR RI dan DPRD dalam RUU KAMNAS (apa maksudnya)?

10. Dalam Pasal 2 RUU KAMNAS tentang hakikat KAMNAS, belum terlihat jelas definisi

operasional tentang keamanan nasional itu apa dan darimana sumber rujukannya, tidak

jelas siapa yang bertugas kedalam dan keluar (dalam konteks ini siapa yang menjadi

leading sektor untuk kedua definisi tersebut).

11. Pada pasal 3 RUU KAMNAS tujuannya masih sempit, belum dapat menjawab persolan

atau hakekat keamanan yang sebenarnya karena hanya berujung pada bebas dari

ancaman saja bukan dari ATHG. Pada hal yang dibutuhkan oleh individu, masyarakat,

bangsa dan negara serta proses pembangunan nasional bebas dari ATHG bukan hanya

ancaman. Implikasi tujuan semacam itu maka muncullah pasal 4 huruf c, yang secara

jelas merupakan tugas dan fungsi intelegen negara (BIN), fungsi penyelenggara

keamanan nasional lebih mengedepankan pada tugas-tugas intelegen atau operasi

intelegen sebagaimana termaktub/tersirat dalam huruf c tersebut.

12. Rumusan mengenai pengertian “keamanan ke dalam”, yang dijelaskan pada pasal 8 RUU

KAMNAS relative sempurna, namun apabila dikaji lebih dalam menjadi rancu dan overlapping dengan UU Kepolisian yang sudah ada karena didalamnya terdapat redaksi

menjaga tetap tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI”. Pasal inilah yang nanti

pada tingkat operasional akan berbenturan kepentingan antara TNI, Polri, dan Dewan

Keamanan Nasional. Duplikasi pasal dan UU pasti akan terjadi karena dalampenjelsan

pasaal 8 RUU KAMNAS masalah “keamanan ke dalam” terkesan merupakan domain

TNI dan Polri, bukan hanya Polri sebagaimana UU Kepolisian.

23

Page 24: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

13. Masalah rumusan ancaman “keamanan nasional”, sebagaimana tersirat pada pasal 16

berkenaan dengan spektrum ancaman paling lunak sampai dengan paling keras,

spektrum ancaman paremeternya belum jelas sehingga akan mengundang multi tafsir

dalam membaca dan memahami UU KAMNAS. Kiranya tidaklah cukup ancaman dalam

arti lunak diterjemahkan dalam keadaan aman dan tertib kemudian yang ancaman keras

diartikan keadaan gawat atau kerusuhan social yang bersifat nasional.

Pasal ini akan menimbulkan permasalahan pada tingkat implementasi atau pengelolaan

keamanan karena parameter dan spektrumnya serta indikatornya belum jelas, dan siapa

atau institusi apa (TNI, atau Polri) yang bertanggungjawab pada saat kondisi ancaman

masih lunak, local, begitu pula bila eskalasi ancaman semakin luas siapa yang

bertanggungjawab ? Dalam konteks ini dimana peran Polri sebab Polri juga memiiki

kewenangan dan tupoksi mengamankan dan bertanggungjawab terhadap keamanan

dalam negeri.

Dalam hal prinsip pelaksanaan keamanan nasional, tidaklah cukup hanya 9 item atau

aspek saja, tetapi masih terdapat aspek yang lebih penting ditinggalkan oleh RUU

KAMNAS, yakni aspek sosial budaya, aspek ini amat penting karena berkaitan dengan

harkat, martabat, dan karakter budaya bangsa. Dalam perspektif social budaya keamanan

nasional akan sulit terwujud mana kala negara tidak mampu melayanani publik secara

adil, menciptakan kesejahteraan social, dan mempertahankan serta

menumbuhkembangkan budaya bangsa. Karenanya aspek sosial budaya inilah yang

akan menjadi key factor ketahanan dan keamanan nasional yang sebenarnya.

14. Dalam Pasal 20 RUU KAMNAS tentang unsur dan peran penyelenggaraan KAMNAS

sangat sedikit dan tidak jelas peran dan eksistensi Polri berapa persen porsinya dalam

RUU KAMNAS tersebut mengingat RUU KAMNAS domainnya adalah masalah

keamanan. Sementara secara “defakto dan dejure” masyarakat umum sudah

mengetahui dan mengakui bahwa selama ini institusi Polri selaku leading sector

pelaksana dan penanggung jawab keamanan dalam negeri dibantu TNI. Dalam konteks

ini seharusnya RUU KAMNAS mempertegas dan memperkuat 2 institusi yang

bertanggung jawab di bidang keamanan nasional yaitu :

a) Institusi Polri bertugas pokok di bidang penegakan hukum dan keamanan;

b) Institusi TNI bertugas pokok menjaga kedaulatan negara.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa unsur keamanan nasional dalam konteks RUU

KAMNAS ini dibentuk dalam kerangka memenuhi kepentingan kelompok tertentu dalam arti syarat dengan nuansa politis.

Hal ini terlihat jelas dari beberapa unsur dalam penyelenggaraan keamanan nasional

yang seharusnya hanya ada 2 institusi yaitu Polri dan TNI.

24

Page 25: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

15. Dalam diuraikan pada pasal 22 RUU KAMNAS terlihat tidak jelas dan tegas fungsi dan

tugas pokok institusi Polri dan TNI berapa porsi peran masing-masing pembagian

tugasnya dihadapkan dengan degradasi gangguan keamanan nasional tersebut. Bila

dibandingkan dengan peran BIN. Sementara akar masalah munculnya ide RUU KAMNAS

tersebut berawal dari adanya implikasi pemisahan peran TNI dan Polri.

16. Dalam pasal 20 RUU KAMNAS unsur keamanan nasional dimaksud tidak muncul istilah

dewan keamanan nasional, namun di pasal 24, 25 dan 26 , tiba-tiba muncul istilah

dewan keamanan sedangkan diketentuan umum istilah tersebut tidak ada. Demikian

juga dengan istilah DPR yang merupakan badan legislatif dari sistem ketatanegaraan

dimana Polri merupakan bagian dari unsur yudikatif dan institusi TNI statusnya berada

diluar dari sistem Ketatanegaraan tersebut, dalam konteks ini mengapa tiba-tiba muncul

dalam definisi keamanan nasional dan institusi BIN posisinya berada dimana dari sistem

Ketatanegaraan.

17. Dalam pasal 20 RUU KAMNAS bila dicermati pada dasarnya merupakan pasal yang

syarat kepentingan politik pemerintahan, karena RUU KAMNAS menegaskan kembali

keberadaan ‘eksekutif’ baik pada pemerintahan tingkat pusat, propinsi maupun

kabupaten/kota. Pada hal dalam UU Pemerintah Daerah peran strategis pemerintah

pusat, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota sudah sangat jelas sehingga tidak perlu

disebutkan kembali pada UU KAMNAS. Disamping itu, pasal 20 ini tidak dapat dipisahkan

dengan pasal 22 tentang peran aktif BIN dan mempertegas keberadaan unsur BIN dalam

setiap penyelenggaraan keamanan nasional. RUU KAMNAS dengan demikian dapat

dikatakan sebuah strategi dan taktik pemerintah untuk memperkuat peran strategisnya

(eksekutif) dalam mengendalikan keamanan nasional atau pembangunan nasional.

18. Pengelolaan Keamanan Nasional menurut draf RUU KAMNAS pada pasal 24 ialah

“Dewan Keamanan Nasional” yang diketuai oleh Presiden dan wakil ketua oleh Wakil

Presiden, sedangkan Ketua Harian Pejabat Negara setingkat Menteri yang ditunjuk

Presiden dengan anggota dewan tetap dan tidak tetap. Persoalannya, mengapa sudah

ada institusi pengelola keamanan dan pertahanan negara harus dilahirkan kembali

pengelola keamananan nasional ? apakah Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri

sudah tidak mampu mengelola keamananan negara ? Bukankah ini bentuk inefisiensi

birokrasi publik dalam era reformasi birokrasi ? yang diperlukan sebenarnya

bukanlembaga baru seperti Dewan Keamanan Nasional tetapi optimalisasi koordinasi,

integrasi, dan sinkronisasi (KIS) kinerja pengelola pertahanan dan keamanan serta

ketertiban masyarakat dengan melibatkan berbagai stakeholders keamanan.

25

Page 26: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

19. Dalam pasal 30 RUU KAMNAS, perumus RUU KAMNAS terjebak dengan konsepnya

sendiri antara lain :

a. Panglima TNI bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan operasional dan

strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan negara dalam

rangka pelaksanaan KAMNAS.

b. Kapolri menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelenggaraan fungsi

kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat,

perlindungan, pelayanan, pengayoman, dan penegakan hukum dalam rangka

pelaksanaan keamanan nasional.

20. Penjelasannya berkaitan dengan pasal tersebut adalah pasal tersebut sudah tegas dan

jelas merumuskan definisi keamanan nasional yang diemban antara TNI dan Polri yang

telah dipisahkan, dengan demikian seharusnya RUU KAMNAS tersebut lebih mengadopsi

dan memperkuat sisi kepentingan fungsi tugas dan peran Kepolisian yang selama ini

sebagai leading sector pelaksana dan penanggung jawab keamanan dalam negeri.

Hal ini harus dijadikan catatan penting oleh para stake holder penyelenggara negara

bahwa ketidakoptimalan serta ketidakberdayaan Polri bukan berarti menjadikan Polri

semakin tidak eksis dengan melakukan upaya strategis melalui ide penyusunan RUU

KAMNAS, karena pada akhirnya akan merugikan institusi Polri bila tidak diposisikan

sebagaimana yang seharusnya sesuai dengan ketentuan dan pertimbangan dari berbagai

aspek antara lain ditinjau dari segi profesionalitas, proporsional dan pertimbangan hukum-

hukum internasional yang menjadi acuan tugas Polri selama ini.

21. Dalam pasal 29 tersebut tentang fungsi lembaga pemerintah non kementerian juga

menetapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan penyelenggaraan dan tanggung

jawab sesuai fungsinya berdasarkan kebijakan. Sementara dipasal 30, ada 3 institusi

yang muncul yaitu TNI, Polri dan BIN. Dimana Peran BIN dalam sistem ketatanegaraan

kita tidak ada istilah BIN, sehingga keberadaan BIN berada dimana dari 3 kerangka

sistem ketatanegaraan.

22. Pada pasal 32 dan 33 RUU KAMNAS disebutkan tentang forum koordinasi penyelenggaraan KAMNAS, tetapi pada ketentuan umum tidak ada penjelasannya tiba-tiba muncul istilah forum koordinasi penyelenggara keamanan tingkat propinsi yang

diketuai Gubernur, dan tingkat Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota. Berangkat dari

kerangka berpikir ini maka kepala daerah jabatannya lebih “tinggi” daripada pimpinan

Polri dan TNI terhadap pengelolaan keamanan. Padahal mereka pejabat politik yang

dipilih langsung oleh rakyat, sangat berbeda dengan TNI dan Polri.

26

Page 27: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Dilihat dari sudut rantai komando pengendalian penanganan masalah keamanan akan

mengalami hambatan dan tantangan cukup serius, mengingat eskalasi keamanan

membutuhkan tindakan tepat dan rantai komando yang cepat, Polri dan TNI harus cepat

melaporkan kepada pimpinan masing-masing secara hierarkis. Dalam konteks ini para

stake holder Polri harus mewaspadai bahwa strategi tersebut bertujuan untuk menggiring

agar institusi Polri berada dibawah departemen yang pada akhirnya menjadikan Polri

semakin tidak berdaya, tidak mandiri dan hal ini mencederai semangat reformasi.

23. Pada pasal 24 ayat 1, dalam konteks RUU KAMNAS, terjadi pengulangan peran presiden

yang sangat besar yang kemudian dipertegas kembali dalam pasal 34 ayat 1.

24. Didalam pasal 23 RUU KAMNAS, begitu sangat jelas mengatur keberadaan fungsi dan

peran TNI dan Bin yang seharusnya dalam RUU KAMNAS tersebut fungsi dan peran Polri

harus lebih besar dari fungsi-fungsi penyelenggara lainnya.

25. Pada Pasal 53 RUU KAMNAS tentang Komando dan kendali penyelenggaraan

keamanan nasional, terjadi kerancuan garis komando dimana

a. untuk tingkat nasional keamanan ditangani Presiden;

b. untuk tingkat strategis ditangani pemimpin kementerian, Panglima TNI, Kapolri,

Kepala BIN, Kepala BNPB dan pemimpin lembaga pemerintah non kementerian;

c. untuk tingkat operasional ditangan Panglima/komando satuan gabungan terpadu

(dalam konteks ini yang dimaksud panglima adalah Panglima TNI,demikian dengan;

d. untuk tingkat taktis adalah dari unsur TNI.

Pasal 53 RUU KAMNAS ini apabila dikaji lebih dalam merupakan bentuk eliminasi peran

Polri selaku penanggungjawab Keamanan Dalam Negeri, karena dalam RUU KAMNAS

Komando operasional ditangan TNI/Panglima. Dalam konteks inilah terjadi duplikasi dan

overlapping antara UU Kepolisian dan RUU KAMNAS.

26. Khusus pada ayat (1) butir c, tentang Komando dan kendali penyelenggaraan keamanan

nasional, yang seharusnya pada tataran operasional, Kapolri selaku Leading Sector pelaksana dan penanggung jawab Keamanan Nasional Dalam Negeri, bukan Panglima

TNI, yang didasarkan pada aspek kondisi degradasi gangguan keamanan yang

berlangsung sebagaimana semangat daripada UU KAMNAS tersebut.

27. Disisi lain pada pasal 53 tersebut, terdapat kerancuan dalam pengelolaan kewenangan

dalam penyelenggaraan operasional keamanan oleh Polri dan TNI yang dapat menjadi

potensi konflik perebutan kepentingan dan perebutan sumber daya kewenangan (grey

area) dan hal ini sudah terlihat pada konsep RUU KAMNAS tersebut, bukan

menyelesaikan masalah terhadap kevakuman dan kegamangan dalam mensinergikan

pnyelenggaraan fungsi keamanan, namun sebaliknya.

27

Page 28: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

Hal ini terlihat pada pasal 53 ayat 2, tentang tataran kewenangan komando kendali

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggugjawab secara hierarki, hierarki yang

dimaksud dalam konteks ini adalah fungsi TNI, yang seharusnya fungsi Polri.

28. Pasal 54 tentang pengawasan penyelenggaraan sistem keamanan nasional yang

dilaksanakan secara berlapis melalui suatu pengawasan konsentrik sesuai kaidah

pengamanan yang demokratis yang meliputi pengawasan melekat, pengawasan

eksekutif, pengawasan legislatif, pengawasan publik dan pengawasan pengguna kuasa

khusus. Hal ini tidak jelas maksudnya apa mengingat definisi operasional pengawasan

tersebut tidak jelas.

29. Pada pasal 34 RUU KAMNAS tersebut belum terlihat jelas gambaran/arah dari bentuk-

bentuk ancaman bersenjata yang merupakan bagian dari definisi kejahatan.

30. Pada pasal 25 RUU KAMNAS dalam butir d, perlu ditinjau kembali, bahwa mengendalikan

penyelenggaraan keamanan nasional haruslah berdasarkan Degradasi Gangguan

Keamanan, bukan ancaman.

Dalam butir b, menilai dan menetapkan kondisi keamanan nasional ini harus ditentukan

sesuai dengan eskalasi gangguan keamanan bukan ancaman sehingga akan tergambar

apa berbuat apa dan bertanggung jawab pada siapa pada masing-masing domain fungsi.

31. Pada pasal 27 dan 28, sangat tidak relevan dengan cakupan RUU KAMNAS dimana

kementerian pertahanan sebagai Koordinator terhadap kementerian lain, sementara hal

ini menyangkut keamanan itu sendiri, disatu sisi masih belum jelas kedudukan dan

keberadaan KEMENPOLHUKAM, apakah tetap ada atau hilang dengan berlakunya RUU

KAMNAS tersebut kendati dan lebih tepat dikoordinasikan oleh institusi seperti

KEMENPOLHUKAM seperti saat ini.

32. Pada bagian mengingat dalam RUU KAMNAS tentang dasar hukum yang menjadi

sumber rujukan pada penyusunan ide RUU KAMNAS acuannya UUD 1945, UU No. 2

tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 3 tahun 2002 tentang

Pertahanan dan UU No. 34 tahun 2003 tentang TNI, terlihat kurang cermat dan

komprehensif memperhatikan semangat reformasi Polri yang tertuang dalam Instruksi

Presiden No. 2 tahun 1999 dan Keputusan Presiden No. 89 tahun 2000 yang kemudian

dipertegas dengan keluarnya TAP MPR No VI/MPR dan VII/MPR tahun 2000 tentang

pemisahan peran TNI dan Polri agar tidak terjadi kontraproduktif dengan

penyelenggaraan tugas Polri.

Hal ini berangkat dari saat pemisahan TNI dan Polri sebagaimana tertuang dalam TAP

MPR dimana pada saat pemisahan tersebut Polri sudah menjadi intitusi mandiri yang

bertanggung jawab pada presiden. Sementara TNI masih dibatasi oleh keberadaan UU

Pertahanan.

28

Page 29: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

33. Disisi lain Materi RUU KAMNAS dalam mengelompokan jenis gangguan keamanan nasional lebih didasarkan pada sudut pandang ancaman dari sisi pertahanan yang pada

akhirnya akan terjadi bias dan tumpang tindih kewenangan antar Polri dan TNI dalam

implementasinya yang seharusnya dalam RUU KAMNAS tersebut peran dan fungsi Polri

porsinya harus besar dari fungsi TNI dalam konteks keamanan nasional.

34. Begitu pula Kebijakan dan strategi penyelenggaraan keamanan nasional dalam RUU

KAMNAS tersebut harus lebih utama mengangkat masalah-masalah yang berpotensi dan

menjadi FKK, PH dan ancaman faktual timbulnya gangguan keamanan, dimana Kapolri

sebagai salah satu perumus kebijakan dalam RUU KAMNAS tersebut bukan panglima

TNI.

35. RUU KAMNAS bila dilihat dari Bab VI pasal 57 cenderung dipaksakan untuk membentuk

atau mengantarkan lahirnya lembaga baru atau birokrasi baru yang dikendalikan

langsung oleh Presiden dalam mengantisipasi masalah pembangunan dan keamanan.

Bahkan tidaklah berlebihan bila dikatakan Dewan Keamanan Nasional dan RUU

KAMNAS merupakan Grand Strategi TNI dalam memainkan peran politiknya di masa

depan. Pasal 57 yang menandaskan bahwa 6 bulan setelah UU KAMNAS harus

terbentuk Dewan Keamaman Nasional merupakan indikator adanya akselerasi untuk

mengamankan Pilpres 2014.

36. Oleh karena itu sepatutnya RUU KAMNAS harus disikapi secara kritis dan diwaspadai

oleh para stake holder Polri sebagai bentuk strategi pengalihan dan upaya mereduksi

pengurangan kewenangan tugas pokok dan fungsi Polri untuk beralih penanganannya

kepada TNI dan unsur penyelenggara keamanan nasional sebagaimana dimaksud dalam

RUU KAMNAS tersebut.

Dimana fenomenanya sudah terlihat dalam konteks refleksi kejadian konflik sosial

dibeberapa daerah yang terindikasi sudah “dikondisikan” sebelumnya untuk menjadi

sebuah peristiwa anarkis antara Polri dan massa, dengan memperlihatkan sebuah

potret kelemahan dan ketidak berdayaan penyelenggaraan tugas pokok Polri dalam

menyikapi permasalahan yang muncul dan berkembang dalam kontek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini.

Seperti bagaimana Polri dalam menangani kasus konflik-konflik sosial dan komunal yang

terjadi di Maluku, Papua (masalah penembakan dan pemogokan buruh pertambangan

PT. Freeport Timika), Banten (masalah konflik agama di Cikeusik kabupaten pandeglang),

Lampung/Sumsel (Mesuji masalah tanah perkebunan), NTB (masalah ijin pertambangan

di kecamatan Sape kabupaten Bima), pembakaran pesantren “SYIAH” oleh sekelompok

massa di Sampang Madura. Dan peristiwa penembakan terhadap 4 (empat) orang

pekerja dan teknisi “Telkom” menjelang malan tahun baru oleh oknum bersenjata di

Bueren Aceh yang terkait dengan masalah pemilihan Gubernur propinsi Aceh.

29

Page 30: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

BAB V

KESIMPULAN dan REKOMENDASI

I. KESIMPULAN

1. Setengah abad TNI dan Polri serumah di era orde baru telah mempengaruhi persepsi bahwa TNI dan Polri itu sama padahal TNI dan Polri berbeda dimana TNI harus

tunduk pada satu doktrin militer dunia “Euis Ed Bellum” sebagai konvensi internasional

yang menegaskan bahwa TNI dibawah DEPHAN untuk kontrol agar tidak mudah

disalahgunakan, adapun Polri adalah lembaga independen dibidang pelayanan publik dan

aparat penegak hukum sehingga organisasi Kepolisian disetiap negara berbeda-beda,

tergantung pada system pemerintahan.

2. Reposisi Polri dibawah Presiden dan TNI dibawah DEPHAN merupakan keputusan

reformasi oleh para pendiri negara yang harus disadari dan disikapi secara legowo dan

arif serta dilaksanakan secara konsisten karena telah dikaji secara cermat dan matang

oleh para pakar hukum juga berdasarkan kepada pengalaman nasional bangsa yang

merupakan saksi sejarah yang jujur.

3. Ide penyusunan RUU KAMNAS sangat keliru dan sarat kepentingan serta terkesan

dipaksakan sementara tidak memenuhi dari standar format penyusunan akademik/legal

drafting sebuah produk UU yang benar sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam

Undang-undan nomor 10 tahun 2004.

4. Lahirnya sebuah produk RUU KAMNAS pada hakikat awalnya semangatnya adalah untuk

memberikan penguatan dan mewujudkan semangat kebersamaan dengan paradigma

baru dalam mewujudkan integritas, sinergitas, keterpaduan dan harmonisasi beberapa

produk UU yang ada untuk saling melengkapi namun kenyataannya tidak harus

mengambil alih, mereduksi dan memangkas secara perlahan-lahan tugas fungsi dan

peran yang sudah ada dan dimiliki Polri melalui “pembentukan dewan keamanan nasional”.

5. Tampak jelas bahwa TNI dan BIN ingin memasukan kewenangannya ke fungsi KAMNAS

secara luas dan serta merta sementara dalam berbagai referensi/literatur sudah sangat

gamblang bahwa pelibatan militer ke dalam otoritas sipil yang serta merta akan merusak

tatanan demokratisasi dan hak asasi manusia sehingga setiap keterlibatan TNI harus

dengan sebuah keputusan politik.

6. Konsepsi universal diera otoritas sipil telah menegaskan dan mengamanatkan bahwa

Kepolisian merupakan motor pendukung utama tegaknya tatanan demokrasi dan hak

asasi manusia, kontek ini dimaksudkan bahwa Polri sebagai leading sektor pelaksana dan

30

Page 31: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

penanggung jawab keamanan nasional dan penegakan hukum serta ketertiban umum

bukan fungsi TNI.

7. Output dari penyusunan RUU KAMNAS cenderung mengarah pada pembentukan

lembaga koordinasi lintas sektoral yang mengurusi bidang keamanan nasional, sangat

bertentangan dengan perundang-undangan TNI dan Polri yang sudah ada dan beberapa

konvensi internasional.

8. Istilah dewan keamanan nasional bila dikaji secara filosofi adalah bentuk penghalusan

dari model-model koordinasi keamanan nasional, padahal intinya adalah ingin

memunculkan lembaga koordinasi baru dalam bidang keamanan yang pada hakekatnya

bertujuan menghambat proses kemandirian Polri selaku leading sektor pelaksana dan

penanggung jawab dibidang keamanan dalam negeri, penegakan hukum dan ketertiban

umum selama ini dijalankan.

9. Bahwa sangat sulit dipahami semangat sebuah RUU seperti KAMNAS tanpa membaca

naskah akademik apakah materi dan isi sudah sempurna dilihat dari dari sisi legal drafting, untuk dapat dipahami apa lagi untuk disosialisasikan.

10. Bila RUU KAMNAS tersebut ini disahkan, maka implikasinya sangat berpengaruh besar

terhadap :

a. Kondisi politik, ekonomi, social budaya, ekologi dan agama karena isu keamanan

sangat luas cakupannya.

b. Proses terwujudnya supremasi sipil yang syarat dengan nuansa demokratisasi,

supremasi hukum, hak asasi manusia, transparansi dan akuntabilitas publik di

Indonesia.

c. Proses sistem penegakan hukum, terwujudnya kesamaan hukum, keadilan serta

ketaatan hukum masyarakat sebagai warga negara dimana di era demokratisasi

Polri merupakan garda terdepan dalam mewujudkan kepatuhan warga masyarakat

terhadap Undang-undang.

d. Posisi Polri yang tidak lagi sebagai lembaga independent/mandiri sehingga

bertentangan dengan semangat reformasi.

e. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tidak pernah mau

belajar dari pengalaman nasional dimana sejarah merupakan saksi yang paling

jujur.

31

Page 32: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

II. REKOMENDASI

1. Polri perlu melakukan Troop policing sebagai media penyadaran dan pencerahan kepada

Lembaga DPR dalam mengkaji ulang dan tidak terburu-buru mensyahkan beberapa

produk perundang-undangan yang duplikasi dan tidak memenuhi standar dan format

sebuah produk UU seperti RUU KAMNAS saat ini, karena sangat berpotensi terjadinya

duplikasi/benturan kepentingan dari sisi domain tugas Polri yang berupaya dialihkan

menjadi kewenangan TNI dan kementerian lain untuk menghambat kemandirian Polri.

2. Polri harus lebih cermat, kritis dan solid dalam menjaga dan mengawal peran strategisnya

yang sudah diamanatkan oleh Undang-undang dan konvensi internasional dengan

melakukan strategi penyadaran, penggalangan dan pencerahan terhadap stake holder

pengelola keamanan dan badan pembuat Undang-undang yang bisa memperkuat

eksistensi dan kemandirian Polri antara lain lembaga/badan Mahkamah Konstitusi, DPR

RI, badan pengkajian Perguruan Tinggi, Masmedia dan LSM yang memiliki pengaruh kuat

untuk memperkuat posisi Polri.

3. Lembaga legislatif/DPR secara intens lebih mengawasi setiap proses legalitas produk

perundang-undangan seperti RUU KAMNAS dengan melihat secara cermat,

komprehensif dan memposisikan secara proporsional serta profesionalitas berdasarkan

aspek “de facto dan de jure” yang ada di masyarakat terutama yang menjadi aspek

kebutuhan masyarakat dan organisasi. Disamping juga harus mencermati produk acuan

universal atau pertimbangan perbandingan hukum/konvensi internasional terkait ide

penyusunan struktur dewan keamanan nasional yang dapat menjadi rujukan hukum

terhadap pelibatan aktor militer haruslah dijadikan sebagai alternatif terakhir.

4. Polri perlu menyelenggarakan lokakarya untuk mendapatkan kajian akademik sebagai

masukan komprehensif dalam rangka penyempurnaan terhadap konsep RUU KAMNAS

agar keberadaan UU tersebut bersinergi dan dapat memberikan manfaat terhadap

integritas, komitmen dan produktivitas serta kinerja penyelenggaraan tugas pokok Polri

sesuai dengan semangat reformasi Polri sebagaimana tertuang dalam UUD 1945

amandemen tahun 2000, yang diperkuat dengan TAP MPR No. VI dan VII MPR tahun

2000, UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.dan konvensi

internasional.

5. Apabila dewan keamanan nasional tetap dipaksakan terbentuk maka yang harus menjadi

catatan penting oleh badan legislatif DPR RI bahwa Polri harus menjadi leading sektor dalam implementasi operasional terkait keberadaan struktur dewan keamanan nasional dimaksud dimana Kapolri selaku “ex oficio” ketua dewan keamanan nasional

sebagaimana pertimbangan strategis tersebut diatas.

32

Page 33: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

6. Polri harus proaktif dan simultan melakukan pemolisian birokrasi kepada para stake

holder para penyelenggara negara khususnya anggota TNI sebagai bentuk sosialisasi

dan penyadaran tentang fungsi, peran dan tugas pokok Kepolisian di era supremasi sipil

yang syarat dengan mengutamakan demokratisasi, penegakkan supremasi hukum, HAM,

transparansi dan akuntabilitas publik.

7. DPR perlu mencermati acuan universal dan pengalaman nasional sehingga perlu

diciptakan struktur normatif normal yang dapat menjamin bahwa pelibatan aktor militer

dijadikan sebagai alternatif terakhir.

8. Para Stake holders penyelenggara negara perlu mengembangkan prosedur yang

transparan informasi publik jika terjadi proses keamanisasi artinya adanya konflik yang

perlu ditangani dengan pelibatan berbagai instansi.

9. Pemerintah/Polri perlu mengembangkan beragam mekanisme resolusi konflik lokal yang

melibatkan sebanyak mungkin aktor non militer diberbagai tingkat eskalasi konflik untuk

dijadikan sebagai bagian pengembangan strategi keamanan baik local maupun nasional

dengan belajar dari pengalaman, contoh kasus Poso Palu, Ambon, dan lain-lain yang

melibatkan banyak aktor militer justru tidak menyelesaikan masalah karena kita masih

sering terperangkap sistem masa lalu, kurang jeli mengkaji permasalahan.

10. Usulan konsep tersebut diatas diharapkan dapat menjadi semacam preskripsi tentative

yang bisa memperbaiki sistem strategi dan kinerja aktor keamanan sesuai bidang masing-

masing, dimana inti dari preskripsi ini adalah Pemerintah dan DPR perlu secepatnya

melakukan renskrontuksi, konsep dan aktor keamanan guna mencairkan dominasi

pemikiran prakmatis, realis kepemikiran konstuktif yang menawarkan strategi, populis dan

humanis.

11. Ini merupakan diskusi ilmiah atau kajian akademik dari sebuah pemikiran konstruktif

dalam rangka sharing pemikiran logis, realis dan demokratis maka jangan ada yang

merasa tersudutkan dan jangan ada yang marah bahkan tersinggung.

33

Page 34: KAJIAN EMPIRIS PUSLITBANG POLRI TERHADAP · Web viewKAJIAN AKADEMIK PUSLITBANG POLRI TERHADAP MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KAMNAS BAB I PENDAHULUAN UMUM Bahwa lazimnya sebuah produk

BAB VI

PENUTUP

Demikian analisis/ kajian akademik Puslitbang Polri terhadap RUU KAMNAS yang akan

disyahkan oleh lembaga DPR RI ini dibuat sebagai bahan masukan, informasi dan pertimbangan

strategis bagi pimpinan Polri dalam menentukan kebijakan selanjutnya.

Jakarta, Januari 2012

Diambil dari paparan Drs. SYAMSUDIN DJANEB, KOMBES POL NRP. 65110551, analis di

Puslitbang Polri.

34