KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang...

100
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TRIWULAN II 2015

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

ii

Kata Pengantar

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting

dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.

Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank

Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis

ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta

stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup

Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem

Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah

pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari

internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,

oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan

kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun

dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami

mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus

berlanjut di masa yang akan datang.

Kupang, Agustus 2015

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

iii

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

iv

Daftar Isi

Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iii Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- v Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- viii Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- ix Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xii

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa -------------------------------------------- 3 1.2.1. Konsumsi ------------------------------------------------------------------------- 4 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi ------------------------------- 6 1.2.3. Ekspor dan Impor --------------------------------------------------------------- 9 1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah ---------------------------------- 9 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ------------------------------------- 9 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 10 1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan -------------------------------- 11

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial - 12 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor - 13 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ----------------------------------------------------------- 14 BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT ------------------------------------------ 16 BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT -------------------- 18

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 20 2.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas---------------------------------- 22 2.2.1. Bahan Makanan -------------------------------------------------------------- 24 2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -------------------------- 25 2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar ---------------------------- 25 2.2.4. Komoditas Lainnya ------------------------------------------------------------ 26 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT ------------------------------------------- 27 2.3.1 Volatile Foods ------------------------------------------------------------------- 27 2.3.2 Administered Prices ------------------------------------------------------------ 28 2.3.3 Inflasi Inti (Core) ---------------------------------------------------------------- 28 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 28 2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 28 2.4.2 Inflasi Kota Maumere -------------------------------------------------------- 29 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID ------------------------------------------ 31

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 33 3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ---------------------------------------------- 36 3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif --------------------------------------------------- 36

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

v

3.2.2. Dana Pihak Ketiga ------------------------------------------------------------- 37 3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan ---------------------------------------------- 38 3.2.4. Kualitas Kredit ------------------------------------------------------------------ 40 3.2.5. Suku Bunga --------------------------------------------------------------------- 41 3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah -------------------------------- 41 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)---------------------------------- 42 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau --------------------------------- 45 3.4.1. Pulau Flores ---------------------------------------------------------------------- 45 3.4.2. Pulau Sumba -------------------------------------------------------------------- 46 3.4.3. Pulau Timor ---------------------------------------------------------------------- 46 3.5. Sistem Pembayaran ------------------------------------------------------------------- 47 3.5.1 Transaksi Non Tunai ------------------------------------------------------------ 47 a. Transaksi Kliring (SKNBI)--------------------------------------------------- 47 b. Transaksi RTGS -------------------------------------------------------------- 48 3.5.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 49 a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar ---------------------------------- 49 b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ----------------------- 50 c. Temuan Uang Palsu (Upal) ------------------------------------------------ 50 BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT ----------------------------------- 51

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 55 4.2 Pendapatan Daerah -------------------------------------------------------------------- 57 4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 58 BOKS 4. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT ------------------------- 63

BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 65 5.2 Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup --------------------------------------- 65 5.3 Perkembangan Kesejahteraan ------------------------------------------------------- 67 5.3.1 Tingkat Kemiskinan ------------------------------------------------------------ 67 5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) ----------------------------------- 67 5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum ---------------------------------------------------- 68

5.4.1 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/ Sedang --------------------------------------------------------------------------- 69

5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) ------------------------------- 70

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi ---------------------------------------------------------------- 71 6.1.1 Sisi Sektoral ---------------------------------------------------------------------- 72 6.1.2 Sisi Penggunaan ---------------------------------------------------------------- 74 6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 75 BOKS 5. Rencana Pembangunan Proyek 35000 MW di Provinsi NTT ----------- 77

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

vi

Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015 -------------------------- 4 Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran ----------------- 4 Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 6 Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 6 Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN---------------- 8 Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 8 Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi ------------ 8 Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS---- --------- 8 Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 9 Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 9 Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara ------------------------------------------------ 10 Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT ------------------------------------------------- 10 Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian --- 11 Grafik 1.18 Pengiriman Ternak ----------------------------------------------------------- 11 Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 12 Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 12 Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 13 Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 13 Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 15 Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 15 Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 21 Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 21 Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara ----------------------------------------------------------- 21 Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 24 Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 24 Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----- 25 Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 25 Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------------- 26 Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas --------------------------- 26 Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 27 Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 27 Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 29 Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 29

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

vii

Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 29 Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 30 Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 30 Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 30 Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan ---------------------------------------- 34 Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL -------------------------------------------------- 34 Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI -------------------------------------------------------- 35 Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank ----------------------------- 37 Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu ----------- 38 Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah ------------------------------------- 38 Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ----------------------------------- 38 Grafik 3.8 Komposisi DPK ----------------------------------------------------------------- 38 Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan ----------------- 40 Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------------- 40 Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit ---------------------------------- 40 Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate ----------------------------------------------------- 41 Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga ---------------------- 41 Grafik 3.14 Perkembangan UMKM ----------------------------------------------------- 42 Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ------------- 42 Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR ---------------------------------------------------------- 44 Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR ----------------------------------------------------- 44 Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------------------- 45 Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi -------------------------- 45 Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ------------- 45 Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores -------------------------------------------- 46 Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores ------------------------------------------ 46 Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba ------------------------------------------- 46 Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba ---------------------------------------- 46 Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor -------------------------------------------- 47 Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor ------------------------------------------ 47 Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT ------------------------------------------------- 48 Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional ------------------------------------------- 48 Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume ------------------------- 48 Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal --------------------- 48 Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------- 49 Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow) ------------------- 49 Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT --------------- 50 Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT ------------------------------ 50 Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------- 55 Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT 56 Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------------------------ 56 Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT --------- 57 Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 57 Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 59 Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 59 Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 59

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

viii

Grafik 4.9 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------------------- 60 Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur ------------------ 60 Grafik Boks 4.1 Mekanisme Pencairan Dana Desa ----------------------------------- 63 Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan ------------ 66 Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional ------ 67 Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi ----------- 67 Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT ---------------------- 68 Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja -------------------------------------------- 69 Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT ---------------------------------------------------- 69 Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS ----------------------------------------------- 69 Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS ---------------------------------------------------- 69 Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan ----------------------------- 70 Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur --------------- 71 Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha ------------------------------------------ 73 Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual ------------------------------------------------- 73 Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 74 Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 74 Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy) ------------------------------------- 76 Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen ----------------------------------- 76

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

ix

Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015 ---- 4 Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II 2015 ------- 10 Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015 ---------------------------------------------------------------- 18 Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016 ---------------------------------------------------------- 18 Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT -------------- 22 Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT ------------- 23 Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas ----------- 23 Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas --------- 29 Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas ------- 31 Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS ----------------------------------------------------- 35 Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat ---------------------- 43 Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah -------------------------------------- 51 Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia ----------------------------------------------------------- 52 Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------------- 60 Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --- 61 Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/ Kota Tahun 2016/2017 ------------------------------------------------- 62 Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama ------------------- 63 Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT ----------------------------------------------- 70

Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur -- 17 Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID ------------------------------------------------------- 32 Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus -- ------------------------------ 72 Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September ----------------------------- 72 Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba -------------------- 77 Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores --------------------- 78

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

x

Ringkasan Umum

KER Provinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan II-2015

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy)

atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan

pada triwulan-II 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya

sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga

mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat

minus 4,79% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh melesat dan

mencapai angka 4,24% (qtq).

Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama

didorong oleh kenaikan realisasi belanja pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi

masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor barang antar daerah,

masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan

investasi menjadi pendorong utama dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor

perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu, pertumbuhan di

sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan

program seribu rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta

adanya pelonggaran kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan rapat di hotel

mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan minum. Di sisi

lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan

asuransi. Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan

turunnya nilai tambah bruto perbankan di triwulan II 2015.

Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01%

(yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian,

jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT masih tetap lebih rendah.

Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas

administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya long

weekend dan tibanya liburan sekolah. Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan

Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada pembentukan inflasi di triwulan

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

xi

laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga

komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan

harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur.

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan

berbagai langkah pengendalian antara lain dengan melaksanakan serangkaian kegiatan

rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level Meeting (HLM) yang

langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil

dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang,

2) Mengendalikan tarif angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok)

dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk memantau pasokan, distribusi

dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan

yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center).

Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015

masih berlanjut, namun tidak sedalam yang terjadi di tingkat nasional. Beberapa

indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya pertumbuhan

aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun

kualitas kredit sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang

batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan

II 2015 secara umum mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dari

meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non tunai (Real Time Gross

Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian.

Selama triwulan-II 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT

pada APBN-P mengalami peningkatan sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan

dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untuk

pengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara

total pagu belanja pemerintah (pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08

triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya.

Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah) hingga triwulan-II 2015

mencapai angka 53,3%, terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU). Di sisi

lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai angka 23,9%.

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

xii

Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul,

seperti permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih

belum selesainya proses lelang di berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan

anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk menjadi Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.

Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan

indikator nilai tukar petani (NTP). Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan

Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II 2015, kondisi

ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga

kerja dalam SKDU dan industri manufaktur. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai

indikator kesejahteraan lainnya tercatat sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks

nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan

keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek

pendidikan (56,05).

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali

mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Secara sektoral,

sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor Administrasi

Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai

dampak El Nino diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat

sudah terlewatinya puncak musim panen. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan

pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi pemerintah

dan naiknya investasi.

Perkembangan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan masih mengalami

peningkatan dan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut

terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai dampak dari

perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah. Selain itu, harga

beras diperkirakan mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen,

ditambah dengan kemungkinan semakin memburuknya persepsi terhadap dampak El

Nino. dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga harga bertahan

pada level yang tinggi.

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

xiii

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

xiv

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

2015Q1

II IV I II % qtq*) %yoy**)

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61,325.5 68,602.6 16,648.7 18,059.0 17,469.2 18,483.6 4.2% 5.0%

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,272.4 20,446.9 5,120.0 5,042.5 5,367.8 5,695.8 4.7% 3.0%

Pertambangan dan Penggalian 894.2 1,070.3 264.7 305.6 273.8 324.3 16.7% 5.9%

Industri Pengolahan 758.8 843.7 200.8 231.6 215.7 222.4 1.8% 4.5%

Pengadaan Listrik dan Gas 23.6 31.5 7.7 9.5 8.9 9.4 4.9% 6.8%

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 41.8 45.5 11.0 11.9 11.0 11.5 4.2% 4.0%

Konstruksi 6,344.8 7,096.0 1,712.0 1,907.5 1,700.5 1,899.0 9.8% 5.5%

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6,570.5 7,285.7 1,785.9 1,893.6 1,872.5 1,998.3 5.3% 6.5%

Transportasi dan Pergudangan 3,195.3 3,566.9 861.3 974.6 904.2 955.5 3.5% 5.7%

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 367.8 422.4 101.2 116.8 105.7 116.2 8.7% 6.2%

Informasi dan Komunikasi 4,660.2 5,134.4 1,254.3 1,337.5 1,276.4 1,322.7 3.4% 6.3%

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,389.3 2,714.9 662.2 731.9 725.1 706.4 -4.0% 1.1%

Real Estate 1,705.5 1,860.9 449.7 496.4 464.3 496.0 5.6% 4.0%

Jasa Perusahaan 188.5 210.9 51.3 55.8 54.4 57.7 3.7% 5.1%

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7,592.1 8,392.7 1,940.9 2,278.5 2,091.0 2,161.9 1.9% 7.7%

Jasa Pendidikan 5,679.6 6,568.2 1,518.7 1,880.4 1,650.5 1,707.0 0.8% 5.9%

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,279.7 1,414.6 339.9 394.6 359.9 393.3 7.2% 5.9%

Jasa lainnya 1,361.3 1,497.0 367.1 390.4 387.5 406.1 3.3% 4.8%

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61,325.5 68,602.6 16,648.7 18,059.0 17,469.2 18,483.6 4.24% 5.03%

1. Konsumsi Rumah Tangga 47,277.1 51,082.8 12,632.6 13,460.9 13,140.5 13,758.8 3.3% 6.5%

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 1,868.3 2,323.8 622.4 580.7 536.5 603.8 10.9% -7.7%

3. Konsumsi Pemerintah 16,400.3 21,055.6 4,914.2 5,676.7 2,544.0 4,922.3 89.9% 5.6%

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 20,620.3 26,393.0 5,655.7 8,070.4 7,156.1 7,841.7 4.8% 28.3%

5. Perubahan Inventori 1,094.3 994.3 252.4 277.4 48.3 149.7 206.2% -50.6%

6. Ekspor Luar Negeri 1,196.3 1,382.3 298.0 391.7 363.0 379.2 -0.6% 27.7%

7. Impor Luar Negeri 923.5 1,103.2 318.5 452.1 51.4 141.5 173.8% -58.4%

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -26,207.7 -33,526.0 -7,408.1 -9,946.7 -6,267.9 -9,030.4 34.0% 26.0%

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 21,613 18,410 4,820 4,722 4,452 6,595 48.1% 36.8%

Volume Ekspor Nonmigas (ton) 52,372 61,410 18,179 13,620 11,490 17,277 50.4% -5.0%

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 15,437 26,013 10,011 11,736 167 3,653 2087.4% -68.9%

Volume Impor Nonmigas (ton) 48,712 76,708 1,068 10,626 267 1,503 462.9% -85.9%

Ket: Dalam Rp Miliar

*) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1

**) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2

***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

INDIKATOR 20132014 2015Q2

2014

II. INFLASI

I II III IV I II III IV I II

Indeks Harga Konsumen

NTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07

- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09

- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01

- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57

- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24

INDIKATOR2013 20152014

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |

xv

II. PERBANKAN

I II III IV I II III IV I II

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 22,434 25,600 21,017 21,291 22,055 22,434 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 29,877

2. DPK 16,402 18,571 15,351 15,836 15,923 16,402 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764

- Giro 2,917 3,717 3,781 3,999 3,903 2,917 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379

- Tabungan 9,933 10,385 7,575 7,751 8,029 9,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149

- Deposito 3,552 4,469 3,995 4,087 3,990 3,552 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 15,624 17,759 13,546 14,528 15,276 15,624 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845

- Modal Kerja 4,447 5,316 3,480 3,949 4,269 4,447 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392

- Investasi 1,412 1,537 1,141 1,270 1,358 1,412 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303

- Konsumsi 9,765 10,905 8,925 9,309 9,649 9,765 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 14,918 17,094 12,844 13,862 14,568 14,918 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198

- Modal Kerja 4,340 5,252 3,439 3,889 4,172 4,340 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626

- Investasi 1,150 1,309 831 1,008 1,095 1,150 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359

- Konsumsi 9,427 10,534 8,574 8,965 9,301 9,427 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212

LDR (%) 91.0% 92.0% 83.7% 87.5% 91.5% 91.0% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6%

Kredit UMKM 4,007 5,162 3,294 3,741 3,889 4,007 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

Total Aset 337 415 254 263 303 337 343 355 374 415 437 454

Dana Pihak Ketiga 248 309 182 184 211 248 250 257 275 309 311 331

LDR (%) 84.3% 79.4% 81.4% 84.6% 83.9% 84.3% 82.6% 85.6% 84.1% 79.40% 80.5% 82.4%

C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 22,771 26,016 21,271 21,555 22,357 22,771 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 30,331

2. Dana Pihak Ketiga 16,649 18,880 15,533 16,020 16,134 16,649 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 15,174 17,413 13,025 14,074 14,810 15,174 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.2% 1.4% 1.5% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.5%

2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.1% 1.3% 1.5% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5%

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.7% 1.8% 1.4% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9%

III. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II

Transaksi Tunai

Inflow (Rp. Triliun) 3.2 3.4 1.4 0.6 0.8 0.4 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5

Outflow (Rp. Triliun) 4.7 4.6 0.4 1.0 1.4 1.9 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9

Uang Palsu (lembar) 37 72 8 7 15 7 14 11 39 8 27 22

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 80.03 93 13.31 22.75 17.78 26.20 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 29,516 33,747 5,687 6,142 8,209 9,478 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086

From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 91 89 22.69 21.88 20.72 25.50 17.19 20.60 24.09 26.83 31.69 40.04

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 46,994 42,931 9,704 9,333 12,630 15,327 10,696 10,475 10,707 11,053 6,013 6567

Net To-From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) -11 4 -9.38 0.87 -2.94 0.70 -3.00 -7.54 5.75 8.80 2.92 -3.71

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) -17,478 -9,184 -4,017 -3,191 -4,421 -5,849 -2,887 -2,607 -1,931 -1,759 -29 481

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.13 3.79 0.66 0.70 0.81 0.96 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139,007 152,284 31,839 32,715 34,848 39,605 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708

Cek/BG Kosong 948 897 213 251 228 256 179 175 276 267 300 254

INDIKATOR2013

2013

20132014

2014INDIKATOR2013

2015

2015

20142014

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan

meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif

rendah. Proyek pembangunan juga sudah mulai berjalan serta terjadi

peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan pemenuhan barang dari

daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi di

Provinsi NTT

Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy)

meningkat dibanding pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya.

Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi NTT masih relatif lebih tinggi

seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah hingga

13,74%.

Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan

aktivitas ekonomi. Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai

menunjukkan peningkatan walaupun masih relatif rendah dikarenakan

masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya.

1.1 Kondisi Umum

Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai

menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Daya beli masyarakat sudah

mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya.

Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat

oleh permasalahan numenklatur yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya

selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong oleh

investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun

sebelumnya. Dengan semangat percepatan realisasi investasi pemerintah yang

menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas, maka

setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan

area tanam pertanian, maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada.

Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan

Provinsi NTT terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan dari

luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9 triliun di

triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat

sepenuhnya dirasakan karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar

berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan pabrik semen kupang tiga

dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

dikawal sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu

triliun rupiah dapat berkurang. Peningkatan produksi semen juga dapat

meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi.

Adanya penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor

perdagangan. Namun demikian, pemenuhan barang yang sebagian besar berasal

dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena

meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan

kebijakan yang pro usaha lokal perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya

menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di daerahnya.

Grafik 1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan

PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional

Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB

Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II 2015 mencapai 5,03%,

lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,67%.

Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi penyebab

utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015

mencapai Rp 18,48 triliun.

Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara

tahunan masih menjadi yang terendah dengan pertumbuhan sebesar 5,03%.

Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan tingginya

ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan

ekonomi NTT. Provinsi NTB pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi

tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama disebabkan oleh

meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak

larangan ekspor komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar

6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding pertumbuhan ekonomi dalam dua

tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh

melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali.

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

Secara fundamental, pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan

masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel serta sarana

penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring

dengan cukup berhasilnya pengembangan di sektor pertanian.

Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling

tinggi dibanding Provinsi NTB dan Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada

triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq).

Kondisi ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya

pembangunan konstruksi dan real estate, peningkatan kinerja perdagangan serta

meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar di

triwulan I 2015.

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya

peningkatan. Hampir semua pengeluaran mengalami kenaikan kecuali kinerja

ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada

pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq)

dibanding triwulan sebelumnya. Penyerapan anggaran pada semester II 2015

diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya realisasi

penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar

Rp 6,51 triliun..

Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi

dalam 3 tahun terakhir. Tingginya kenaikan belanja modal pemerintah hingga

27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya investasi

pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi

pemerintah kabupaten yang hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran

tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi pemerintah secara

total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah

dilakukan dan sudah mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun

demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh pelaku

ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan

peningkatan investasi yang terjadi.

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah

1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan

yang cukup besar. Kenaikan daya beli lebih disebabkan oleh mulai

optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas

pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah

dan bulan Ramadhan. Konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan hingga

7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu meningkatkan

daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami

peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas

menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan.

Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran

Triwulan II 2015

Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan

Penjualan Eceran

Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah

Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan

walaupun dibanding tahun sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif

rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan oleh adanya

pemilihan legislative dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk

kebutuhan kampanye mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja

lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami kenaikan pada akhir tahun

2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang

2014

2013 2014 Tw II Tw I Tw II1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47,368,797 51,246,857 12,616,513 13,140,531 13,758,780 74.4 3.33 7.53 6.46

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,868,305 2,323,762 622,351 536,536 603,754 3.3 10.87 -7.65 -9.10

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 16,889,933 19,250,737 4,914,204 2,544,018 4,922,330 26.6 89.92 5.65 5.03

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 20,586,330 26,336,089 5,355,657 7,156,110 7,841,736 42.4 4.76 36.99 25.43

5. Perubahan Inventori 946,724 2,934,161 252,380 48,347 149,693 0.8 206.23 -50.64 -55.40

6. Ekspor Luar Negeri 1,196,294 1,453,489 298,044 362,988 379,197 2.1 -0.59 27.70 26.29

7. Impor Luar Negeri 3,733,059 645,729 318,475 51,443 141,513 0.8 173.77 -58.41 -58.83

8. Net Ekspor Antar Daerah (23,797,857) (34,296,733) (7,091,928) (6,267,884) (9,030,414) -48.9 34.03 34.70 25.84

P D R B 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483,563 100.0 4.24 5.03 4.84

yoy ctcUraianYOY 2015

Bobot qtq

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum

termasuk belanja oleh partai politik yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada.

Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-II

2015. Namun demikian, dengan pertumbuhan realisasi belanja tahunan yang

baru sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun

2015 yang mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih

sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada semester dua pemerintah diperkirakan

lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan.

Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja

hibah pemerintah Kabupaten/Kota yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan

terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di tahun

2015. Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih

relatif normal.

Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik

Rumah Tangga

Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : PT PLN, diolah Sumber : BPS, diolah

Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang

juga menunjukkan adanya peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan

kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I 2015. Penggunaan listrik

kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat

berangsur diatasi. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang

terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya

peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah

terjadi kestabilan harga BBM di triwulan II 2015. Namun demikian, yang patut

diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang berpotensi

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan

adanya peningkatan setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya.

Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami

kenaikan yang signifikan. Kenaikan investasi terutama berasal dari realisasi

investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun berdasarkan

penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa

proyek besar yang berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain

pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya dengan total anggaran

lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air

dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13

bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500 miliar, dan pengembangan

9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang

pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik

gedung untuk Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan

Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273 miliar. Di bidang

kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung serta menyediakan

alat kesehatan dan kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu,

pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki anggaran modal yang

mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015

mencapai Rp 9,18 triliun..

Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh

permasalahan numenklatur juga disebabkan oleh permasalahan spesifik di

beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum

selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga

Sumber : KBI Kupang

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

belum ada belanja modal yang terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih

terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga penyerapan masih

cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang

penunjang dalam E-Catalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat

dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan alat pertanian juga

relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian.

Permasalahan lahan juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan

infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang tidak dapat segera

dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain

Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat

diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan percepatan realisasi proyek

yang sudah direncanakan.

Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah

dilakukan diantaranya pembangunan beberapa hotel berbintang dan pusat

perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti

pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan

Base Transceiver Station (BTS) terutama untuk daerah strategis, maupun

pengembangan ubi kayu di Rote Ndao.

Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga

saat ini masih berjalan lambat dikarenakan belum selesainya masalah

pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan oleh

banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan

lahan menjadi hal mendesak yang harus segera dibuat agar permasalahan tersebut

dapat teratasi. Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman Nasional

Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan

wisata di pintu masuk pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah

masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait tugas dan fungsi

investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah

aktivitasnya.

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal

Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi

NTT

Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen

yang cukup tinggi pada triwulan II 2015 yang menunjukkan adanya percepatan

realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi

menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan

seperti sulitnya pembebasan tanah dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT.

Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerja

dan Kredit Investasi

Grafik 1.12. Realisasi Dana Masuk/ Keluar

Provinsi NTT dalam RTGS

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi

namun dalam pola yang melambat. Hal ini menunjukkan adanya pelambatan

pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun

demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari

pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS yang hingga semester satu tumbuh

187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II

2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT

mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi

NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun sebelumnya yang justru

keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun.

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

1.2.3 Ekspor Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan

aktivitas bongkar muat di Pelabuhan. Dikarenakan Provinsi NTT merupakan

provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati melalui

seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar

daerah tumbuh sebesar 34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh

sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya mengikuti peningkatan

ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas

peti kemas bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk

NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan NTT yang masih

harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari

meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau.

Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II

sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh

pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang terjadi.

Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan

oleh adanya kedekatan wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT

adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik

yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari

China.

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami

peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya aktivitas investasi

terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian,

perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya

pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan pertumbuhan

ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel

mampu meningkatkan kunjungan hotel dan restoran di triwulan II 2015.

Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi

dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena

penurunan pendapatan sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan

non bank masih mengalami peningkatan.

Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

2014

2013 2014 Tw II Tw I Tw IIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,272,369 20,446,913 5,119,950 5,367,777 5,695,813 30.8 4.69 3.00 3.07

B Pertambangan dan Penggalian 894,152 1,070,349 264,747 273,773 324,312 1.8 16.67 5.94 5.36

C Industri Pengolahan 758,818 843,708 200,827 215,685 222,408 1.2 1.77 4.50 5.10

D Pengadaan Listrik dan Gas 23,603 31,539 7,725 8,897 9,362 0.1 4.93 6.81 7.81

EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang41,818 45,529 10,988 11,004 11,494 0.1 4.21 4.04 3.50

F Konstruksi 6,344,808 7,095,979 1,712,031 1,700,526 1,898,961 10.3 9.77 5.48 2.96

GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor6,570,524 7,285,709 1,785,873 1,872,522 1,998,350 10.8 5.27 6.48 5.92

H Transportasi dan Pergudangan 3,195,325 3,566,950 861,287 904,222 955,527 5.2 3.48 5.73 6.07

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum367,820 422,443 101,156 105,664 116,161 0.6 8.67 6.23 4.69

J Informasi dan Komunikasi 4,660,243 5,134,426 1,254,297 1,276,364 1,322,719 7.2 3.38 6.32 6.66

K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,389,329 2,714,850 662,236 725,131 706,433 3.8 -3.96 1.15 4.55

L Real Estate 1,705,495 1,860,878 449,743 464,335 496,018 2.7 5.57 4.01 3.30

M,N Jasa Perusahaan 188,487 210,879 51,291 54,403 57,748 0.3 3.65 5.05 4.17

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib7,592,137 8,392,732 1,940,911 2,091,003 2,161,861 11.7 1.91 7.71 6.84

P Jasa Pendidikan 5,679,554 6,568,193 1,518,721 1,650,525 1,707,049 9.2 0.79 5.91 7.05

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,279,704 1,414,584 339,873 359,872 393,274 2.1 7.24 5.89 5.60

R,S,T,U Jasa lainnya 1,361,281 1,496,973 367,093 387,499 406,072 2.2 3.35 4.84 3.96

PDRB 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483,563 100.0 4.24 5.03 4.84

Bobot qtq yoy ctc2015YOY

UraianKategori

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan

dibanding tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan

produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen raya tanaman

pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang

mampu meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015

mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan

pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen komoditas

tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian

secara triwulan tidak sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama

tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa daerah menyebabkan penurunan

produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti

di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali

dalam setahun.

Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun

demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga jagung di Nagekeo jatuh menjadi

hanya Rp 2.000/kglebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp

2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya

cuaca. Adanya pemberantasan illegal fishing juga berdampak positif terhadap

peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan adanya

kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena

masalah cuaca. Untuk meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah

mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar untuk pengadaan alat

mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian.

Grafik 1.17. Perkembangan SKDU Sektor

Pertanian

Grafik 1.18. Pengiriman Ternak

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : PT Pelindo III, diolah

Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di

triwulan II 2015. Harga hasil pertanian menunjukkan adanya pelambatan walaupun

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi. Kredit

pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang

terutama disebabkan oleh keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring

kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif walaupun cenderung

tetap dibanding triwulan sebelumnya.

Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : BPS, diolah

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib mengalami pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama

tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat

penyerapan dana pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi

penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi penyerapan anggaran

belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun

sebelumnya, belanja pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan

kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan

sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut

berpotensi tumbuh lebih tinggi pada semester-II 2015. Adapun penyerapan

anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian yang sudah terealisasi sebesar

45,14%.

Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan

pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan. Walaupun pertumbuhan

penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif melambat

dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah

yang disimpan di perbankan di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi

NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional.

Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi

Pemerintah

Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan

Pemerintah di Perbankan

Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen

Perbendaharaan, diolah

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda

motor mengalami pertumbuhan cukup besar seiring dengan adanya

peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang

puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah.

Pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy)

dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan

sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%-

yoy). Pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup

tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi di

triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli.

Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor

Perdagangan

Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor

Perdagangan

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya

penurunan namun membaik dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya beli

juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut.

Adanya libur sekolah dan bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang

berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di bulan Juni 2015.

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan

maupun tahunan seiring dengan mulai terealisasinya proyek investasi. Begitu

pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring dengan

mulai terealisasinya pembangunan program 1.000 rumah dalam rangka mendukung

program sejuta rumah pemerintah.

Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015

mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq) dibanding triwulan

sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh

pemerintah, penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana

santa di larantuka, serta membaiknya cuaca membuat kunjungan pariwisata

di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan juga

disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya.

Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan

akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih rendah

dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai

7,19% (yoy) seiring dengan masih adanya dampak sail komodo yang mampu

meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan. Adanya event

pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan

kunjungan pariwisata.

Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan

okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT. Jumlah

penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan

yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya

cuaca.. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih

bersifat eco tourism.

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang

Bandara

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif

melambat dibanding triwulan-triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan

mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca.

Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi

tahunan NTT. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor

pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring dengan adanya

pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak

pada peningkatan anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy).

Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan anggaran pendidikan

diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini.

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 16

BOKS 1. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari

kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan

memiliki luas tanam/ panen yang lebih besar pula. Dengan luas lahan yang ada, daerah tersebut

dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan

daerah yang tidak memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali

pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan pertanian menjadi kurang optimal.

Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha1 atau setara dengan hanya 1,75%

dari total jaringan irigasi di Indonesia yang sebesar 7,23 juta ha2. Dengan kondisi musim yang

hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta topografi

wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan

mengalami bencana banjir dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu

usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim penghujan, untuk kemudian

dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena

itu, pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan

jaringan sumber daya air, agar pemenuhan kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan

air baku untuk PDAM dapat tercukupi.

Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah

embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk. Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan

pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di

seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu.

Sebelumnya, pemerintah juga sudah melakukan ground breaking pembangunan Bendungan

Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan selesai pada tahun 2017.

Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breaking pembangunan 7 buah

waduk baru dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot

dan Kolhua.

Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran

diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah. Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat

menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat digunakan sebagai

sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya

tampung air dan potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan

menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh pemerintah, diikuti oleh pembangunan

bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang,

Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan

Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan

sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55 MW.

1 Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II 2015-2019

2 Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2015-2019

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 17

Grafik Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur

Sumber : Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur

Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan

pemanfaatan terlebih dalam mendukung ketahanan pangan. Total luas lahan yang ditanami

padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha3, dengan 120 ribu ha berupa

lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi

tersebut, hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali

setahun atau hanya kurang dari 50% yang mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan

selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi kabupaten dengan

pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari

total lahan irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat

(73,76%), Nagekeo (70,84%), dan Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar

namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten Timor Tengah Utara (20,14%),

Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%).

Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dan disertai dengan

peningkatan efektivitas penggunaan jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan

meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan jaringan

irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan

jaringan irigasi hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan

penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton

beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per tahun.

Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang

diperkirakan mampu menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini

belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi yang tentunya akan meningkatkan hasil

produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara simultan, maka

kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai

dalam kurun waktu yang relatif cepat.

3 Nusa Tenggara Timur dalam angka 2014, BPS Provinsi NTT

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 18

BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA (REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT

Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank

Indonesia mengembangkan suatu Model makroekonomi regional yang selanjutnya

dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia). REMBI

merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi

alat/sistem bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi

perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam satu sampai dua tahun mendatang.

REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5 blok yaitu

blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga.

Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock).

Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan

ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan sebesar 10%, pelemahan nilai tukar

rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan inflasi

administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi

kenaikan konsumsi pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara

terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari

hasil uji tersebut diperoleh hasil:

Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian

di Provinsi NTT tahun 2015

1. Tabel Dampak

Shocks ke Komponen

PDRB dan Inflasi

(selama Tahun 2015)

Baseline

(Proyeksi

2016)

Pertumbuhan

Ekonomi

Dunia (turun

1%)

Ekspor

Ikan (Naik

10%)

Nilai Tukar

(Melemah

10%)

Inflasi

Volatile

(Naik 1%)

Inflasi

Administ

ered

(Naik 1%)

Suku

Bunga

Kredit

(Naik 1%)

Konsumsi

Pemerintah

(Naik 10%)

PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.55 -0.04 0.38 0.62 -0.26 -0.71 -0.38 0.55

KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.30 -0.01 0.06 0.09 -0.04 -0.11 -0.06 0.08

KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 5.74 0.00 0.08 0.03 -0.26 -0.75 -0.07 2.35

TOTAL INVESTASI % yoy 13.86 -0.03 0.26 0.63 -0.30 -0.85 -1.97 0.64

EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 7.87 -0.10 0.99 0.04 -0.04 -0.12 0.00 0.00

IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 6.15 0.00 0.08 -0.61 0.14 0.38 -0.31 0.27

INFLASI IHK % yoy 4.16 0.00 -0.10 -0.03 0.24 0.70 0.05 0.00

- INFLASI INTI % yoy 6.50 0.00 -0.16 -0.04 0.01 0.66 0.07 0.00

- INFLASI ADM. PRICES % yoy 16.53 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 -3.03

- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.21 0.00 -0.14 -0.04 1.00 0.67 0.07 3.03

Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian

di Provinsi NTT tahun 2016

Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan

nilai tukar dan kenaikan konsumsi pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 19

apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan sebesar 10%, maka PDRB akan

meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan

ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang

menunjukkan adanya kenaikan PDRB sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan

lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar terhadap perekonomian. Masih

besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran

uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga

menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian.

Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai

mencapai 0,62% terhadap perekonomian. Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup

berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh adanya keuntungan

valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT

yang berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016,

pelemahan nilai tukar masih berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar

tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian harga dari Negara tujuan ekspor

dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan masih

akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun

sebelumnya dikarenakan relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun 2016.

Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap

kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun

2016. Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut menunjukkan besarnya pemanfaatan

belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai wajar

seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu,

tingginya realisasi belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap

perekonomian dapat semakin dirasakan.

Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil

simulasi antara lain pelemahan PDB dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi

administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak

negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan

utama yang berkunjung di NTT. Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang

terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan sebesar 1% yang akan menurunkan

pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices seperti

kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang

berdampak pada penurunan PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh

terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered prices berdampak terbesar

terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa

menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami

kenaikan. Contoh dari pengaruh permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan

makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan mahalnya ongkos angkut antar

daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan

angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi

diperkirakan dapat meningkat seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan.

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi
Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 20

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh

komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring

libur long weekend dan masa liburan sekolah, serta dampak lanjutan

kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret.

Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada

triwulan II 2015.Inflasi juga didorong oleh kenaikan harga komoditas

volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras. Kenaikan

harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan

kenaikan harga komoditas tersebut.

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan

langkah-langkah pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi,

diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi daerah dan High Level

Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis

pengendalian inflasi.

2.1 Kondisi Umum

Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami

inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh

kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas tarif angkutan

udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni,

serta pendorong utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan

capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara

triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015

tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar

7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq)

dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah

dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq)melanjutkan pencapaian trend pada

triwulan sebelumnya.

Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat

(NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat

paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan NTB

sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25%

(qtq) tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun

NTB sebesar 0,30% (qtq).

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 21

Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan

Nasional

Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT

dan Nasional

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan

di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39%

(yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,01% (yoy) pada triwulan II 2015.

Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan

Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur long

weekend, serta musim liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga

pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup

juga menjadi pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor

penyebabnya adalah adanya SK Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014

yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) ke

Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok

bibit ayam hingga Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan

kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup.

Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq),

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq).

Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas transportasi serta daging

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 22

dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas

ikan segar seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II.

Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada

bulan Juni 2015, dengan nilai inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan

Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan komoditas ayam

(daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng).

Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm)

yang terutama disebabkan oleh komoditas transportasi seiring dampak

lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015. Selain pengaruh kenaikan

harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan

udara. Adanya libur long weekend, seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi

salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket pesawat. Sementara adanya

kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) mulai mendorong

kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere.

Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar

0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara menjadi pendorong utama

terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah

satu pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang

merah menjadi penyumbang utama dari kelompok volatile food. Belum tibanya

musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa,

serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut

mendorong kenaikan harga bawang merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging

ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya pasokan ayam

dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang.

Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)

BENSIN 6,30 0,19 ANGKUTAN UDARA 6,60 0,18 ANGKUTAN UDARA 4.75 0.13

ANGKUTAN UDARA 4,59 0,12 BAWANG MERAH 50,94 0,15 DAGING AYAM RAS 15.1 0.13

KANGKUNG 9,96 0,06 DAGING AYAM RAS 8,47 0,07 TELUR AYAM RAS 14.16 0.1

AYAM HIDUP 26,00 0,06 SAWI PUTIH 9,73 0,05 KANGKUNG 14.05 0.1

BAWANG MERAH 12,59 0,03 TELUR AYAM RAS 7,32 0,05 AYAM HIDUP 6.01 0.04

BUNCIS 47,05 0,03 CABAI MERAH 27,94 0,04 GULA PASIR 4.49 0.04

GULA PASIR 2,93 0,02 BAWANG PUTIH 12,78 0,03 AYAM GORENG 14.3 0.03

SOLAR 6,72 0,02 TEMBANG 19,04 0,03 TEMPE 5.82 0.02

UPAH PEMBANTU RT 2,27 0,02 KANGKUNG 3,86 0,03 UPAH PEMBANTU RT 2.78 0.02

JAGUNG MANIS 26,76 0,02 SEPATU 13,31 0,03 BUNGA PEPAYA 21.21 0.02

April Mei Juni

Sumber : BPS, diolah

Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara

persisten menyumbang inflasi di triwulan II 2015. Selain itu, komoditas bawang

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 23

merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang

pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu

bulan dan kembali normal di bulan selanjutnya.

Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

Komoditas Deflasi (%) Andil (%) KomoditasDeflasi

(%)Andil (%) Komoditas

Deflasi

(%)Andil (%)

KEMBUNG/GEMBUNG -9,25 -0,12 KEMBUNG/GEMBUNG -23,93 -0,28 CABAI RAWIT -31.43 -0.06

TONGKOL/AMBU-AMBU -10,74 -0,06 BESI BETON -3,44 -0,03 BAWANG MERAH -12.26 -0.06

CABAI RAWIT -17,96 -0,05 SEMEN -1,07 -0,02 SENG -4.34 -0.05

DAGING AYAM RAS -5,16 -0,04 AYAM HIDUP -3,22 -0,02 SAWI PUTIH -6.62 -0.04

CABAI MERAH -21,75 -0,04 SELAR/TUDE -16,09 -0,02 DAUN SINGKONG -13.78 -0.02

TELUR AYAM RAS -5,74 -0,04 TAHU MENTAH -5,29 -0,02 TOMAT SAYUR -5.63 -0.02

SELAR/TUDE -24,02 -0,04 CABAI RAWIT -7,59 -0,02 SELAR/TUDE -16.01 -0.02

BERAS -0,42 -0,03 KENTANG -7,08 -0,01 BUNCIS -14.43 -0.02

EKOR KUNING -10,32 -0,02 JERUK -8,75 -0,01 PEPAYA -13.05 -0.01

DAUN SINGKONG -9,00 -0,02 BERAS -0,17 -0,01 PEPAYA MUDA -21 -0.01

April Mei Juni

Sumber : BPS, diolah

Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara

persisten menyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Sementara ikan kembung

menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya

cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain

yang menyumbang deflasi selama 2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya

pasokan saat panen.

2.2 Inflasi Berdasarkan Komoditas

Berdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan,

komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan, rekreasi dan olah

raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi

penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan,

Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara

tahunan.

Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Apr Mei Jun Apr Mei Jun

INFLASI UMUM 118.8 119.4 120.1 6.01% 1.25% 0.21% 0.45% 0.59%

Bahan Makanan 110.3 111.0 112.2 3.73% 0.53% -1.18% 0.62% 1.11%

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 125.8 126.6 127.8 8.78% 2.27% 0.67% 0.64% 0.94%

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 119.5 119.4 119.4 4.90% 0.07% 0.12% -0.08% 0.02%

Sandang 115.2 116.0 116.7 5.46% 1.89% 0.53% 0.75% 0.60%

Kesehatan 109.1 109.5 110.2 5.16% 1.22% 0.16% 0.39% 0.67%

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 119.3 119.5 119.5 7.52% 0.28% 0.14% 0.17% -0.04%

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 129.8 131.0 132.0 8.92% 3.48% 1.81% 0.93% 0.71%

MTMQTQYOY

IHK 2015Komoditi

Sumber : BPS, diolah

Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding

komoditas lainnya dengan pertumbuhan inflasi tahunan hanya sebesar

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 24

3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas

transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami inflasi tertinggi hingga

8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang

mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.

2.2.1 Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi

yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya, namun secara tahunan

cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan inflasi

cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga

komoditas daging dan hasil-hasilnya. Sementara, pada bulan April dan Mei,

komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan

pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya

kondisi cuaca.

Grafik 2. 4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan

Bulanan

Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya

mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai 0,53%

(qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq).

Komoditas beras menjadi salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan

kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras mengalami deflasi sebesar

-1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim

panen pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan

sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub kelompok padi-padian, umbi-

umbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 25

jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju

inflasi utama dengan andil deflasi mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan

sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari komoditas ikan

kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan

pasokan seiring kondisi cuaca yang mendukung.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar

3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015

dan tingginya tarif angkutan udara menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan

II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92% (yoy) sedikit

lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy).

Kenaikan subsektor transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi

penyebab utama perlambatan inflasi.

Grafik 2. 6. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

per Sub Kelompok Komoditas

Sumbe Sumber: BPS, diolah SumbeSumber: BPS, diolah

2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah

satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di

Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan

tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 26

0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada bulan Mei 2015.

Grafik 2. 8. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan

Bakar per Sub Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong

oleh komoditas biaya tempat tinggal yang mengalami deflasi pada bulan

Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II 2015.

Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali

mendorong inflasi, yaitu pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh

peningkatan upah pembantu rumah tangga.

2.2.4 Komoditas Lainnya

Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau menjadi pendorong inflasi terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar

8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30%

(yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau mengalami kenaikan sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas

minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan angka 4,53%

(qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan

dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.

Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai

inflasi tahunan terbesar ketiga setelah sub kelompok makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar 7,52%

(yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy).

Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya

kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya musim lburan sekolah.

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 27

Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan

menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan maupun tahunan . Kenaikan inflasi

dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya

musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong

oleh komoditas Perawatan Jasmani dan Kosmetika.

2.3 Disagregasi Inflasi

Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi

tahunan pada bulan Juni disebabkan oleh kenaikan inflasi administered

prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core)

tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi

komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas

administered prices, dan komoditas volatile food.

Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April

namun cenderung meningkat pada bulan Mei dan Juni karena adanya gangguan

pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih cenderung

melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada

bulan April akibat adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada

bulan Mei dan Juni.

Grafik 2. 10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

2.3.1 Kelompok Volatile Food

Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami

peningkatan dibanding triwulanI 2015. Secara tahunan, inflasi volatile food

mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan

sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 28

penurunan pada bulan April dikarenakan adanya penurunan harga pada komoditas

ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian, kelompok

volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni.

Kenaikan inflasi disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan

kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras). Kurangnya

pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok

volatile food.

2.3.2 Kelompok Administered Prices

Kenaikan inflasi administered price terutama bensin terjadi pada bulan

April seiring dengan adanya peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret,

sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor pendorong lainnya.

Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan

tiket pesawat yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga

pada rentang April s.d. Juni 2015. Adanya masa libur sekolah dan libur long

weekend perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab

naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab

utama inflasi pada bulan April. Secara tahunan, inflasi administered prices masih

sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada triwulan

sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy).

2.3.3 Kelompok Inti (core)

Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit

meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy).

Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada

subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air.

Kenaikan Upah Pembantu Rumah Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab

utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan April dan Juni.

2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.4.1 Inflasi Kota Kupang

Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi

Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 6,57%, lebih besar

dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara triwulanan,

inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 29

1,36% (qtq) dibandingkan Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan,

inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April sebesar 0,18% (mtm),

kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan

0,67% (mtm) di bulan Juni 2015.

Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kota Kupang

Grafik 2.14. Inflasi Bulanan Kota Kupang

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan,

subkelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, serta subkelompok

pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di Kota

Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif

angkutan udara, kenaikan harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan

peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus menjelang ujian. Di sisi

lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras

dan cabe rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada

triwulan II 2015.

Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Apr Mei Jun Apr Mei Jun

INFLASI UMUM 119.7 120.3 121.1 6.57% 1.36% 0.18% 0.50% 0.67%

Bahan Makanan 111.6 112.5 113.9 5.27% 0.64% -1.40% 0.77% 1.29%

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 124.9 125.7 127.0 8.49% 2.48% 0.78% 0.64% 1.03%

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 120.5 120.4 120.5 5.15% 0.07% 0.10% -0.07% 0.05%

Sandang 116.3 117.2 117.9 6.02% 2.02% 0.61% 0.75% 0.66%

Kesehatan 109.3 109.7 110.4 5.59% 1.19% 0.17% 0.39% 0.62%

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 117.4 117.6 117.5 7.18% 0.27% 0.16% 0.17% -0.06%

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 131.7 133.0 134.0 8.98% 3.58% 1.79% 0.99% 0.76%

KomoditiIHK 2015

YOY QTQMTM

Sumber : BPS, diolah

2.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan

II 2015 yang hanya sebesar 2,24% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh

lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara

tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2015 di Kota Maumere didorong oleh

komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 30

sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun apabila dilihat secara

triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olah Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi

subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebesar 8,48%

(yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98%

(yoy) dan 3,58% (qtq).

Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere

juga didorong oleh pencapaian deflasi komoditas bahan makanan. Secara

tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara

triwulanan mencapai -0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi

NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq). Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di

kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian menurun

pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni

yang sebesar 0,05% (mtm).

Grafik 2.15. Inflasi Tahunan

Kota Maumere Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan

Kota Maumere Grafik 2.17. Inflasi Bulanan

Kota Maumere

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015,

Inflasi di kota Maumere terutama disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup

yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei dan Juni.

Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46%

(mtm) lebih tinggi dari inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya

angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya keterbatasan pasokan ayam

seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit

ayam ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke

kota Kupang dan tidak sampai wilayah Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya

adalah komoditas sate, mie dan kue kering..

Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi

pada komoditas bahan makanan di Kota Maumere, yang terutama

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 31

disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai

-42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II 2015. Peningkatan pasokan ikan

disebabkan oleh cuaca yang membaik .

Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Apr Mei Jun Apr Mei Jun

INFLASI UMUM 113.3 113.4 113.4 2.24% 0.54% 0.43% 0.06% 0.05%

Bahan Makanan 101.7 101.3 101.0 -6.35% -0.33% 0.37% -0.47% -0.23%

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 131.9 132.7 133.2 10.65% 0.99% -0.04% 0.65% 0.38%

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 112.8 112.7 112.5 3.15% 0.02% 0.29% -0.12% -0.15%

Sandang 107.9 108.7 108.9 1.65% 0.97% 0.02% 0.75% 0.20%

Kesehatan 107.9 108.2 109.3 2.42% 1.40% 0.06% 0.33% 1.00%

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 132.2 132.5 132.6 9.55% 0.29% 0.01% 0.19% 0.10%

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 117.7 118.2 118.5 8.48% 2.76% 2.02% 0.42% 0.30%

KomoditiIHK 2015

YOY QTQMTM

Sumber : BPS, diolah

2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi

maupun langkah pengendalian inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan

yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi maupun

Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan

Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada

kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan TPID terbaik di

Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait

pengendalian inflasi di Tahun 2014. Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah

melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil dalam rangka persiapan

Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula

dilaksanakan 1 kali Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18

Kab/Kota pada tanggal 22 Mei 2015. Dalam rangka menyusun program dan strategi

pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali

rapat teknis pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level

Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin langsung oleh Gubernur NTT,

serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan

Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3)

Menyediakan Informasi Produksi, Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4)

Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5)

Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang

Menampung Keluhan Terkait Bahan Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center).

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab II - Perkembangan Inflasi 32

Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan penyaluran

raskin di Provinsi NTT.

Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT,

hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19 TPID di Provinsi NTT dengan

rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di

tahun 2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten

Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah

Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata.

Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten

Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten

Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam pengembangan

kelembagaan TPID ke depan.

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi
Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 33

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung

melambat. Di sisi lain, sistem pembayaran mengalami peningkatan yang

signifikan seiring dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat dan

realisasi proyek pemerintah.

Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year

(yoy), namun demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih

mengalami peningkatan dan berada di atas pertumbuhan Nasional.

Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang

signifikan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan

ekonomi yang positif.

3.1 Kondisi Umum

Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II

2015 baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat mengalami

perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional.

Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan

di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh

sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai

28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada

Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan

pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang

mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran

Kredit di Provinsi NTT juga sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan

sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun atau 14,20% (yoy)

sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy).

Selain itu, rasio kredit macet/Non Performing Loan (NPL) Gross

perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat, dari 1,70% pada Triwulan I

2015 menjadi 2,09% di Triwulan II 2015. Namun demikian, angka tersebut masih

berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR)

pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang

mencapai 87,30%.

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 34

Grafik 3.1.Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2.Perkembangan LDR dan NPL

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada

Triwulan II 2015 meningkat signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada

Triwulan II 2015 uang yang masuk (cash inflow) pada Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy)

lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu,

uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow) mengalami kenaikandari 10,37%

(yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau

dengan nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow

menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp. 434,12 miliar atau meningkat 456,88%

(yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan Nett

Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di

masyarakat lebih banyak dari uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor

pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya peningkatan kebutuhan

uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan

realisasi belanja konsumsi pemerintah.

Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai 22

lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin

membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat

dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta

pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.

Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami

peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi

volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian

masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 35

9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, transaksi

BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan yang

signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang

masuk ke NTT daripada yang keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut

menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh sebesar 149,16%

(yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan

tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk

ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana

pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas

konsumsi dan investasi masyarakat.

Grafik 3.3.Perkembangan SKNBI

Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS

2013 TW1-14 TW2-14 TW3-14 TW4-14 2014 TW1-15 TW2-15

Nominal (Rp.Miliar) 90,782.31 17,188.53 20,597.63 24,389.56 26,834.10 89,009.82 31,694.04 40,042.32

Volume (Lbr Warkat) 51,895 10,696 10,475 10,900 11,053 43,124 6,013 6,567

Growth Nominal 14.73% -24.24% -5.85% 17.73% 5.23% -1.95% 84.39% 94.40%

Growth Volume 1.80% -10.63% -12.49% -13.70% -27.89% -16.90% -43.78% -37.31%

Nominal (Rp.Miliar) 80,032.43 14,184.27 13,052.92 30,150.79 35,629.94 93,017.92 34,614.54 43,751.01

Volume (Lbr Warkat) 33,361 7,809 7,868 8,965 9,294 33,936 5,984 6,086

Growth Nominal 22.75% 6.58% -42.61% 69.58% 36.00% 16.23% 144.03% 235.18%

Growth Volume 2.55% 4.90% -4.40% 9.21% -1.94% 1.72% -23.37% -22.65%

Nominal (Rp.Miliar) 22,500.17 4,329.99 4,261.96 13,639.43 19,742.90 41,974.28 25,133.15 29,243.54

Volume (Lbr Warkat) 5,379 1,393 1,231 1,567 1,746 5,937 1,106 1,188

Growth Nominal 325.42% 131.06% -17.11% 114.10% 116.62% 86.55% 480.44% 586.15%

Growth Volume 17.27% 12.61% -9.95% 20.45% 18.45% 10.37% -20.60% -3.49%

Nominal (Rp.Miliar) 10,749.88 3,004.26 7,544.71 -5,761.23 -8,795.84 -4,008.10 -2,920.50 -3,708.69

Volume (Lbr Warkat) 18,534 2,887 2,607 1,935 1,759 9,188 29 481

Growth Nominal -22.79% -67.97% -969.65% -296.19% 1159.36% -137.29% -197.21% -149.16%

Growth Volume 0.47% -36.18% -30.29% -56.23% -69.93% -50.43% -99.00% -81.55%

Net From (To) NTT

INDIKATOR

From NTT

To NTT

From-To NTT

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 36

3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum

Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit

melambat. Walaupun demikian, berdasarkan pertumbuhan semesteran dan

triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada Triwulan II 2015

tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai

28,14% (yoy), Dana Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82%

(yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai

15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang

sedikit melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30%

(yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di

Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61%

pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015

mencapai 2,02% lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar

1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL pada jenis

penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit,

meningkatnya NPL disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor

real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan besar

dan eceran.

3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di

NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum secara Nasional mengalami

perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat pada

Triwulan II 2015. Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional.

Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78

triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya

yang mencapai 28,14% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II

2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti

oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%.

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37

Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank

3.2.2 Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di

Provinsi NTT sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil

dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82%

(yoy) sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy).

Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong oleh

melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy)

pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan

ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 32,49% (yoy), dari

triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan

Tabungan pada Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari

6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015.

Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015

didorong oleh peningkatan Deposito golongan Pemerintah yang naik

signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya

mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy).

Sementara itu, peningkatan tabungan dipicu oleh golongan perorangan sebesar

5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang

hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy)

melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi pada kelompok

Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh

melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15%

(yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38

Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya

pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan karena adanya perubahan

preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito

berdasarkan golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan

dan pemerintah dengan share masing-masing sebesar 49,33% dan 45,99%.

Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka

Waktu

Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan

Nasabah

Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih

didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun

atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di triwulan

ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%.

Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK Grafik 3.8.Komposisi DPK

Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total

penghimpunan dana oleh Bank Umum di NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh

golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34% dan

lainnya sebesar 0,27%.

3.2.3 Penyaluran Kredit / Pembiayaan

Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik

Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit melambat dibandingkan dengan

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39

triwulan sebelumnya . Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20

triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat

apabila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun

demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan penyaluran kredit

secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat

10,48% (yoy) dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%.

Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong

oleh melambatnya kredit Investasi dan Modal Kerja. Pertumbuhan kredit

Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila

dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar

18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang

mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh

kredit Konsumsi yang pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih

tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy).

Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit

sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor

Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 19,15%

(yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar

19,37% (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih

mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari total kredit, selanjutnya kredit

Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar

7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh

besarnya penyaluran kredit sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan

bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 33,65%.

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40

Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan

Jenis Penggunaan

Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan

Jenis Penggunaan

Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit

3.2.4 Kualitas Kredit

Total kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non

Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015

mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I

2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada

triwulan ini, didorong oleh beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang

mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya

mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada

Triwulan II 2015 sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I 2015. Sementara itu,

rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga mengalami sedikit peningkatan pada

Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya.

Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran

kredit, maka sektor konstruksi menjadi pendorong utama peningkatan rasio kredit

macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate, Usaha

Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar

4,03%.

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41

3.2.5 Suku Bunga Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di

Provinsi NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga

kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya

suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan

sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku bunga kredit

Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan

dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga ini masih

menunjukkan dampak dari penurunan suku bunga Bank Indonesia atau BI-Rate

dalam upaya mendorong aktifitas ekonomi Indonesia yang saat ini sedang lesu.

Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate Grafik 3.13.Perkembangan Kredit

Berdasarkan Suku Bunga

3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61

triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh melambat dibanding triwulan

sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami

peningkatan sebesar 7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya

tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada

jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun

rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015

mencapai 30,83%.

Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh

melambatnya penyaluran kredit usaha Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I

2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, untuk kredit

usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42

sebesar 13,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai

16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah yang tumbuh

melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada

Triwulan I 2015.

Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi

pada triwulan laporan juga mengalami pertumbuhan yang melambat masing-

masing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy)

dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya.

Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015

lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya

mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM yang

macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain

itu, NPL UMKM Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada

Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II 2015. Walaupun demikian, kredit

UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan

kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.

Grafik 3.14.Perkembangan UMKM Grafik 3.15.Perkembangan UMKM

Berdasarkan Jenis Penggunaan

Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK)

mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,21% dari total kredit

UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total

kredit.

3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

rata-rata tumbuh melambat. Secara umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja

BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43

pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja

BPR, diantaranya Aset pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau

tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai

27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang

mencapai Rp. 348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,27% (yoy).

penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy)

pada Triwulan I 2015 menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II 2015.

Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami

peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46% pada Triwulan I 2015. Sementara itu,

rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga

mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I 2015. Kualitas

kredit yang rendah diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara

keseluruhan.

Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR

Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya

Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat

9,84% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy).

Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan

ini masih didominasi oleh kelompok deposito yang mencapai 66,97%, sementara

Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari total DPK.

Indikator

Utama I II III IV I II

Aset (miliar) 336.87 343.28 355.19 373.58 415.26 436.99 454.41

y-o-y aset 34.35% 35.32% 34.81% 23.48% 23.27% 27.30% 26.50%

Kredit (miliar) 255.73 270.06 294.39 306.28 318.54 330.21 348.80

y-o-y kredit 45.80% 49.33% 38.87% 26.41% 24.56% 22.27% 18.59%

DPK (miliar) 247.60 250.20 323.64 274.78 308.97 311.39 330.86

y-o-y DPK 33.00% 37.53% 76.04% 29.98% 24.79% 24.45% 28.69%

LDR 84.26% 82.57% 85.60% 84.13% 79.40% 80.46% 82.38%

NPL 4.45% 4.96% 5.08% 5.30% 4.76% 5.46% 5.71%

2014 20152013

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44

Grafik 3.16 Komposisi DPK Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK

Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015

tumbuh melambat. Perlambatan tersebut didorong oleh kredit Investasi yang

mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015

sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34%

(yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 16,72% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara

itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit melambat sebesar

20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I 2015.

Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar

dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09%

dan 18,14% oleh kredit Investasi.

Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha lainnya

merupakan sektor Utama penyaluran kredit atau dengan share 31,67%, selanjutnya

perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi pergudangan dan

komunikasi sebesar 10,37%.

Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor

Ekonomi

Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan

Sektor Ekonomi

Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing Loan

BPR mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan tersebut didorong oleh rasio

kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada Triwulan I

2015. Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45

dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi

sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada Triwulan I 2015.

Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi

maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah Pedagang Besar dan Eceran dengan

persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya

17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%.

Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik

antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan

dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip kehati-

hatian terhadap debitur.

3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau

Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga

pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu

Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada

triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor.

Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau

3.4.1 Pulau Flores

Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores

tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan penghimpunan

DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan

Triwulan I 2015 36,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami

peningkatan dari 27,58% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada

Triwulan II 2015. Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015 tumbuh

sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I

2015 yang mencapai 32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di

pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan dari periode sebelumnya

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46

yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih dibawah

rasio kredit macet total Provinsi NTT.

Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores

3.4.2 Pulau Sumba

Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami

peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhan Aset pada Triwulan II

2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy).

Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar

60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I 2015.

Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75%

(yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu,

rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami penurunan dari 1,03% pada

Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini.

Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba

3.4.3 Pulau Timor Pada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat.

Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28%

(yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 24,69% (yoy).

Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47

2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015

tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai

5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada triwulan ini mengalami

peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I 2015.

Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor

3.5 Sistem Pembayaran

3.5.1 Transaksi Non Tunai

3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI) Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank

Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Namun demikian

apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang

sama, maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan

kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015 kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy)

lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan dari sisi

volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara

itu, pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal

mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 9,77% (yoy) dari

17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan volume perputaran transaksi

kliring pada triwulan ini juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27% (yoy).

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48

Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional

3.5.1.2 Transaksi RTGS Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan

nominal mengalami peningkatan yang signifikan, namun dari sisi volume

mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong

aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini

dapat menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi di Provinsi NTT,

selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN

dan persiapan pembayaran gaji ke 13.

Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04

triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy) meningkat bila dibandingkan dengan

Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk

(inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau

mengalami peningkatan yang signifikan dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015

menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Seiring dengan peningkatan inflow

NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau

tumbuh meningkat sebesar 149,16% (yoy)

Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS

Berdasarkan Volume

Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT

Berdasarkan Nominal

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49

3.5.2 Transaksi Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa

kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),

jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan

pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan.

Meningkatnya pertumbuhan digambarkan oleh terjadinya Nett-outflow pada

Triwulan II 2015. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21

miliar atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,37% (yoy). Sementara itu,

aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami

penurunan -33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami

pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy). Pada triwulan ini outflow lebih besar

dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015

mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat

signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31%

(yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya

pergerakan ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau

disimpan di bank.

Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai

(Inflow-Outflow)

Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola

tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi NTT, pada awal tahun Triwulan I

cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang

yang beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50

perbankan di Bank Indonesia. Hal ini menggambarkan adanya perkembangan

ekonomi yang positif pada Triwulan II 2015.

3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat

sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai

2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar

0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat

dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.

3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang

palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu

yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan

Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan salah satunya

merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu

juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan.

Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi

NTT

Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi

NTT

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh

Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang

palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 51

BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTA PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT

Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938

lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya yang terdiri atas 160 lembar pecahan

Rp.100.000,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp.50.000,- tahun emisi 2005

di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari

peran 2 (dua) orang warga setempat yang memberikan informasi kepada petugas

kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

(KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan

dengan pengiriman penyidik Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan

dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli. Berdasarkan hasil

klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan

keasliannya tersebut bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun hal-

hal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan dimaksud tidak sesuai dengan ciri-

ciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut:

Tabel Boks 3.1. Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah

Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat

dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang yang diragukan keasliannya. KPw BI

Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang

Dilihat

- Warna pada permukaan uang lebih buram

- OVI tidak berubah warna

- Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang

Diraba

- Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasarapabila diraba

Diterawang

- Logo BI (rectoverso) bagian depan dan belakang tidak presisiapabila diterawangkan ke sumber cahaya

- Tidak terdapat latent image

Dengan Ultra Violet (UV)

- Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidakmemendar di bawah sinar ultra violet

- Tidak terdapat mikroteks

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 52

rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT.

Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan

masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu.

Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya

tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank

Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan Kepala

Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara

Pelaksanaan Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan

Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah

ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W.

Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat itu,

Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam

Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia

antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT

diantaranya adalah:

Tata cara pelaksanaanpenanganan dugaan

TP SP dan KUPVA

Tata cara pelaksanaanpenanganan dugaan

pelanggarankewajiban

penggunaan uangrupiah di NKRI

Tata cara pelaksanaanpengamanan BI danpengawalan barang

berharga milik negara

Tata cara pelaksanaanpembinaan danpengawasan thdBadan Usaha Jasa

Pengamanan untukkawal angkut uang

dan pengelolaan uang

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 53

Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara

KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT diharapkan dapat mencegah tindak

pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana lainnya

di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu, uang elektronik, KUPVA, dan pelanggaran kewajiban

penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI.

Evaluasi efektivitaspenanganan dugaan TP

SP dan KUPVA

Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FTKD) ProvinsiNTTPertemuan koordinasiminimal setahun sekali

Evaluasi efektivitaspelaksanaan penangananpelanggaran kewajiban

penggunaan Rupiah

KPw BI NTT dan PoldaNTT melaksanakan rapatsecara rutin minimal setahun sekali

Evaluasi pengamanan danpengawalan barang

berharga

KPw BI NTT dan PoldaNTT melaksanakan rapatsecara rutin minimal setahun sekali

Evaluasi efektivitaskoordinasi pembinaan dan

pengawasan BUJP

KPw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secararutin minimal setahun sekali

Siaran Pers

Dilakukan oleh KPw BI Provinsi NTT dan KepolisianDaerah NTT berdasarkankesepakatan bersama dandilakukan secara selektif.

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi
Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 54

KEUANGAN DAERAH Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup

rendah seiring dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian,

mulai selesainya permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar

proses tender yang sudah selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja

pemerintah pada semester II. Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan

II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50% dari pagu rencana

pendapatan

Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah.

Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar

28,31% pada triwulan-II 2015. Adanya realisasi dana desa dan

penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten berpotensi meningkatkan belanja

Pemerintah.

4.1 Kondisi Umum

Pada triwulan-II 2015, terdapat kenaikan pagu anggaran belanja

Pemerintah Pusat di Provinsi NTT. Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3%

atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp 11,01

triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi

pengembangan sektor infrastruktur, perguruan tinggi dan dana desa. Apabila

dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun

atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun dibandingkan tahun 2014. Pangsa alokasi

belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu

belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%.

Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada

triwulan-II 2015 mencapai 53,3% dari pagu pendapatan APBN dan APBD

tahun 2015. Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi

Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai

55,2% atau Rp 6,6 triliun pada triwulan-II 2015. Sementara, transfer dana desa ke

rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau sebesar Rp 325

miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan

administrasi di tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN

telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya realisasi penerimaan pajak yang tidak

dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 55

Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi

juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah NTT).

Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah

hingga triwulan-II 2015 mencapai 23,9%1 atau Rp 7,4 triliun dari total pagu

tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah terutama

berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah

Kabupaten/Kota (24,4%), sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung

mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar

32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring

adanya penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-II

dan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti: permasalahan numenklatur

yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan,

kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan

pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan

administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian numenklatur dapat

terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah

(Dikmen) yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi

belanja Kemenristek dan Dikti yang baru mencapai 3% dikarenakan tidak dapat

melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam rangka

1 Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur

serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni 2015.

Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota.

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 56

mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah

menyampaikan surat kepada semua SKPD agar segera melakukan percepatan

realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa Satker yang

memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan

penambahan anggaran pada APBD Perubahan 2015.

4.2 Pendapatan Daerah

Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan

triwulan-II 2015 berasal dari Pajak Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp

386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama

daerah sampai dengan triwulan II berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan

rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau 45,5% dari

total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota

mendapatkan Rp 5,9 triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana penyesuaian dan otonomi khusus

(Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus

mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana

penyesuaian untuk Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1%

dari total pendapatan.

Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di

NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga triwulan-II 2015 mencapai 50,2%

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 57

dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai

55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mencapai 40,6%.

Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah

Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 50,18%. Realisasi pendapatan

tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang

mencapai 58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah

Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%. Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim

terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta dana Otsus

yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru

mencapai 41,7% dan dana Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus

menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT kepada Pemerintah Pusat,

guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan

pajak dan restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra

industri baru.

Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT

4.3 Belanja Daerah

Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-II 2015 mencapai

Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu belanja tahun 2015. Realisasi belanja

tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara

penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat

baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja pemerintah daerah di Provinsi NTT masih

didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi belanja

pada triwulan-II. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk

belanja pegawai. Namun untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 58

komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai dengan triwulan-II 2015.

Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh

pemerintah Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada

pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru mencapai 5,8%.

Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi

anggaran di daerah selain permasalahan numenklatur Kementerian,

diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk

menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk

mencairkan termin di akhir proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada

beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa yang

memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan

APBDes), serta belum siapnya sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E-

Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang tersangkut masalah

hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di

daerah untuk menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum

terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa aman bagi PPK dalam melakukan

kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai

termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses

administrasi yang panjang di SKPD, sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan

termin di akhir proyek.

Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-III 2015 diperkirakan

akan meningkat seiring selesainya permasalahan numenklatur, kegiatan

lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait dana

desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh

kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari

pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan penggunaan

dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan

bimbingan dan pengarahan, sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan

anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir. Penggunaan dana

desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat desa.

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 59

Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN

dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN

dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota

pada triwulan II 2015 mencapai rata-rata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah

tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi

terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja

modal di Provinsi NTT mencapai 5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab.

Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya realisasi belanja

kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal

yang dapat menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada

diprediksi akan meningkatkan belanja konsumsi di akhir tahun 2015

.

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 60

Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana

Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah

tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy) dibandingkan Juni

2014. Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-II 2015 penyaluran realisasi

belanja pemerintah masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum

terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada triwulan-III

2015. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama

berada pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95

triliun ditempatkan pada deposito dan tabungan.

Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa

Tenggara Timur

Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat,

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 51.71 0.38 0 52.10

PROVINSI 352.12 4.79 325.60 682.52

KOTA 196.45 31.09 155.17 382.70

KABUPATEN 4,711.34 125.29 1,310.52 6,147.15

TOTAL 5,311.62 161.55 1,791.29 7,264.47

Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab IV Keuangan Daerah 61

Lampiran:

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp)

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

PENDAPATAN DAERAH 305,290 15,776,449 3,282,665 19,364,404 713,085 7,938,185 1,668,777 10,320,047

BELANJA DAERAH 11,019,184 16,780,579 3,289,126 31,088,889 2,133,524 4,101,666 1,202,278 7,437,468

Belanja Modal 4,957,480 3,658,397 562,136 9,178,014 603,440 213,323 114,797 931,560

Belanja Konsumsi 6,061,704 13,122,182 2,726,990 21,910,876 1,530,084 3,888,343 1,087,481 6,505,908

Belanja Pegawai 2,476,577 8,513,168 600,956 11,590,702 920,853 2,963,712 244,253 4,128,818

Belanja Barang dan Jasa 3,042,104 3,158,380 581,066 6,781,550 524,035 593,896 181,060 1,298,991

Belanja Hibah - 216,913 1,152,778 1,369,691 - 95,865 572,773 668,639

Belanja Bantuan Sosial 543,022 95,683 28,337 667,042 85,196 9,097 1,148 95,440

Belanja Bagi Hasil - 7,894 320,449 328,343 - 534 75,542 76,076

Bantuan Keuangan - 1,058,542 35,903 1,094,445 - 214,601 11,653 226,254

Konsumsi Lainnya - 71,602 7,500 79,102 - 10,638 1,053 11,691

Belanja Lainnya - - - - - - - -

SURPLUS/DEFISIT (10,713,894) (1,004,130) (6,461) (11,724,485) (1,420,439) 3,836,519 466,499 2,882,579

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan 1,097,011.96 61,161.31 1,158,173.26 684,324.02 232,867 917,191

SILPA Tahun Lalu 982,542 53,779 1,036,322 683,816 231,609 915,424

Lainnya 114,470 7,382 121,852 508 1,259 1,767

Pengeluaran 92,900.00 54,700 147,600 15,000.00 - 15,000

Penyertaan Modal 80,400.00 50,000.00 130,400.00 15,000.00 - 15,000

Lainnya 12,500 4,700 17,200 - - -

PEMBIAYAAN NETTO 1,004,112 6,461 1,010,573 669,324 232,867 902,191

SILPA SEKARANG (18) - (18) 4,505,843 699,366 5,205,209

APBN/APBD REALISASI

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 62

BOKS 4. REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI

NTT

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 . tanggal 17 Maret 2015, pemerintah

telah mengeluarkan peraturan tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja

Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana

desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari

anggaran tersebut, Provinsi NTT mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan

dibagi untuk 2.936 desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa akan

mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah.

Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015,

pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 22 tahun 2015 yang berisi

tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa

yang bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana

desa yang disalurkan tahun 2015 adalah sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan

meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10% di

tahun 2017. Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10%

dari total APBN. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016

akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan kembali

meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun 2017. Besarnya dana yang tersalur

tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat

desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal.

Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan

kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun

dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga produktif,

agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai

ditinggalkan. Berdasarkan nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan

dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar dan Kabupaten Sabu

Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa

lebih disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing

kabupaten.

Tabel Box 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten tahun 2016 dan 2017

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur

KABUPATEN 2015 2016** 2017** KABUPATEN 2015 2016** 2017**

KAB. SABU RAIJUA 17.11 36.13 66.25 KAB. S I K K A 40.67 85.90 157.48

KAB. SUMBA BARAT 18.63 39.35 72.15 KAB. MANGGARAI 40.80 86.18 158.00

KAB. SUMBA TENGAH 18.75 39.60 72.59 KAB. A L O R 42.78 90.36 165.67

KAB. B E L U 19.58 41.36 75.82 KAB. TIMOR TENGAH UTARA 43.02 90.86 166.58

KAB. ROTE NDAO 23.23 49.06 89.95 MANGGARAI TIMUR 43.90 92.72 169.99

KAB. NAGEKEO 26.51 56.00 102.68 KAB. KUPANG 44.66 94.33 172.94

KAB. MALAKA 34.66 73.21 134.21 KAB. MANGGARAI BARAT 45.00 95.06 174.27

KAB. NGADA 36.13 76.31 139.90 KAB. FLORES TIMUR 60.70 128.22 235.07

KAB. SUMBA BARAT DAYA 37.94 80.13 146.91 KAB. E N D E 67.30 142.15 260.61

KAB. LEMBATA 38.77 81.88 150.12 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 73.62 155.51 285.10

KAB. SUMBA TIMUR 39.14 82.67 151.55 TOTAL 812.88 1,717.01 3,147.84

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 63

Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi

beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke kabupaten apabila kabupaten telah

menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat

dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai

bukti sudah dilakukan perencanaan pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa

akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan dicairkan

mulai minggu kedua bulan April 2015. Pencairan termin kedua sebesar 40% akan

dilakukan mulai minggu kedua bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan

dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober 2015. Dikarenakan syarat pencairan

dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang

keuangan desa, maka realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak

bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan Kabupaten Sumba

Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa

di bulan April 2015 seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di

kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten TTS, TTU, Flores Timur, Ende,

Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya,

Manggarai Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa

seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba

Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana

desa di Bulan Juli 2015. Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masing-

masing Kabupaten adalah sebesar 325,2 miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar

40% dari total dana desa yang telah dialokasikan.

Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa

Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama

Sumber : PP No 22 tahun 2015 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu

pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan kondisi infrastruktur

yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah

baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa

antara lain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana

desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan

lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin

tidak bersinggungan dengan tugas pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi

KABUPATEN 2015 Realisasi KABUPATEN 2015 Realisasi

KAB. SABU RAIJUA 17.11 6.84 KAB. S I K K A 40.67 16.27

KAB. SUMBA BARAT 18.63 7.45 KAB. MANGGARAI 40.80 16.32

KAB. SUMBA TENGAH 18.75 7.50 KAB. A L O R 42.78 17.11

KAB. B E L U 19.58 7.83 KAB. TIMOR TENGAH UTARA 43.02 17.21

KAB. ROTE NDAO 23.23 9.29 MANGGARAI TIMUR 43.90 17.56

KAB. NAGEKEO 26.51 10.61 KAB. KUPANG 44.66 17.86

KAB. MALAKA 34.66 13.86 KAB. MANGGARAI BARAT 45.00 18.00

KAB. NGADA 36.13 14.45 KAB. FLORES TIMUR 60.70 24.28

KAB. SUMBA BARAT DAYA 37.94 15.17 KAB. E N D E 67.30 26.92

KAB. LEMBATA 38.77 15.51 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 73.62 29.45

KAB. SUMBA TIMUR 39.14 15.65 TOTAL PROVINSI NTT 812.88 325.15

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 64

yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air baku yang

menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas

juga dapat dibantu oleh pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah

Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk mempercepat

pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan.

Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah

disalurkan, dana desa tersebut harus segera dimanfaatkan dan dibuat laporan agar

pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung

terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya.

Namun demikian, realisasi pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga

sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri desa, pembangunan

daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan

hukum atas penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan

realisasi dapat dilakukan, maka penundaan penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun

pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun 2017

dapat dihindari.

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi
Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 65

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT).

Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05).

Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun 2015. Sementara kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja dan TPT.

5.1 Kondisi Umum

Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan

menujukkan perkembangan yang positif, sementara kondisi

ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah

penduduk miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan

penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami

penurunan dari 2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa

pada Februari 2015. Dari sisi indeks kebahagiaan Provinsi NTT berada di peringkat

ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks

kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68,28.

5.2 Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup1

Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun

oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh

aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat

kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3)

pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan

waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan,

dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat

kehidupan yang semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai

indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga aspek kehidupan yang memiliki

1 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 66

kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%),

pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%).

Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah

sebesar 66,22 masih dibawah indeks Nasional yang sebesar 68,28 dan berada

di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat kepuasan

penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31).

Sementara itu, tingkat kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan

(56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas pendidikan menjadi salah

satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT.

Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014

Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik

dibanding rata-rata nasional, namun 8 indikator lainnya tercatat lebih

rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu

luang, kondisi rumah dan aset, serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif

rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang kurang

memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah

dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang

masih jauh lebih rendah dibanding nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan

formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan industri bolok,

maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga

kerja lebih optimal. Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian

menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT apabila dibandingkan

Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset

yang dimiliki menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi

masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif lebih baik dibandingkan nasional,

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 67

dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut

rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi

Keharmonisan keluarga masih relatif sama dengan nasional.

5.3 Perkembangan Kesejahteraan

5.3.1 Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014

jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT cenderung mengalami trend

penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 991.880 jiwa atau 19,6%

dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal

penduduk, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan

sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya 105.700 jiwa.

Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase

angka kemiskinan Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan

Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3 terbawah nasional, dan hanya

berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%).

Terobosan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan

kemampuan masyarakat di sektor pendidikan, serta upaya mengurangi hambatan-

hambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru merupakan

beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT.

Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT

dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu ukuran kesejahteraan petani dapat

terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/

daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 68

sebesar 101,05 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani yang

tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar 117.32. Penurunan diperkirakan

terjadi karena adanya penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan

petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 116,08

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan

indeks yang dibayar (IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan

komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya transportasi dan penambahan

barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang

terganggu permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa

daerah akibat kekeringan dapat menjadi indikator menurunnya pendapatan petani di

pedesaan.

Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum

Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan

Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta menurun dibandingkan periode yang

sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu, tingkat

pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau

75.110 jiwa dibandingkan Februari 2014 yang sebesar 1,97% (46.904 jiwa).

Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim panen dan

musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada

bulan Februari 2015, kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja

sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang

menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor

pertanian (63%), sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan

(8,14%).

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 69

Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)

BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga

kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi 44,86%,

sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan.

Dari sisi produktivitas, terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37

juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 8,10 juta.

Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp

15,29 juta/ tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga

kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29 juta/tenaga kerja. Angka produktivitas

yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri minuman

dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT.

Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 70

5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator

ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%. Angka ini

menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor

lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya

sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta

Pengangkutan dan Komunikasi. Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga

kerja akan mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor

bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-III

2015.

Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan

Sumber: SKDU Bank Indonesia

Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT

I II III IV I II III IV I II III IV I II III*

1 Pertanian -1.01 0.48 0.06 1.64 0.73 0.39 1.18 0.00 7.72 -11.75 0.00 14.95 14.37 0.19 2.36

2 Pertambangan

3 Industri Pengolahan 0.07 - 0.12 0.06 0.06 0.17 0.17 0.07 -0.06 -0.67 -0.43 0.00 -0.67 -0.12 -0.06

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.53 0.53 0.53 0.53 0.00 0.53 0.00 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.00

5 Bangunan - 2.98 3.33 3.59 -0.43 2.55 3.40 0.90 -1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.69

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.84 1.59 1.04 0.97 0.59 -0.08 0.52 1.25 0.81 0.79 -1.72 2.47 2.83 -2.09 1.08

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.52 - 2.14 -2.14 2.14 0.00 0.67 0.67 -1.82 0.59 3.68 3.01 2.42 0.00 2.42

8

Keuangan, Persew aan dan Jasa

Keuangan 0.55 0.55 0.00 2.06 1.30 2.06 2.46 1.09 2.25 1.09 0.55 0.55 -0.55 0.55 0.55

9 Jasa-jasa - 0.25 -0.25 0.00 0.00 -0.25 0.50 0.35 0.00 0.00 0.15 0.15 0.00 0.94 -0.50

TOTAL SELURUH SEKTOR 4.49 6.37 6.95 6.71 4.39 5.37 8.90 4.86 8.08 (9.42) 2.76 21.66 18.93 - 8.54

2012 2013 2014 2015No. Sektor

Sumber: SKDU Bank Indonesia

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 71

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi

diperkirakan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT pada triwulan-III 2015.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami

percepatan seiring peningkatan realisasi belanja pemerintah yang

mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan jasa pendidikan.

Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-III.

Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan

mengalami perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan

majunya perayaan hari raya idul fitri dibanding tahun sebelumnya.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015

diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan

sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi,

serta hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada

triwulan-III dan diperkirakan akan berada pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy)

dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun,

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015

diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya daya beli masyarakat dan

diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% 5,4% (yoy). Faktor penahan

pertumbuhan lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan

produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar dikarenakan waktu puncak El Nino

yang terjadi di luar masa tanam.

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 72

Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong

oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan.

Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi terutama

diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun,

masih tingginya kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara, berdasarkan hasil SKDUBank

Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap

kegiatan usaha pada Triwulan-III 2015.

6.1.1 Sisi Sektoral Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian

diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kinerja sektor pertanian

diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada

triwulan-II 2015, kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan

perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor pertanian diperkirakan

masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete,

kopi dan kakao.

Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan

Agustus

Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan

September

Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang

Hari Raya Idul Adha serta produksi perikanan yang meningkat sebagai

dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor

perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi

kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan-III 2015 mengalami sedikit

penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha

masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual,

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 73

indeks harga jual sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatanseiring

penurunan produksi pada triwulan-III.

Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual

Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah

Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

diperkirakan akan mengalami kenaikan. Peningkatan sektor administrasi

pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13, pencairan dana desa,

peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan

realisasi belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-II

2015. Peningkatan anggaran pemerintah yang cukup besar hingga 13,7% (yoy)

dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat

pada triwulan III.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor diperkirakan mengalami peningkatan meskipun tidak setinggi

triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan didorong

oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja

masyarakat paska gaji ke-13.

Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan

kegiatan proyek pemerintah dan swasta. Peningkatan sektor konstruksi,

terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai

berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan,

perbaikan dan pembangunan jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas

bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi dan kesehatan.

Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD

Provinsi NTT, pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut

mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor konstruksi juga terindikasi dari

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74

peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini

menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di

triwulan-III 2015.

Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan

anggaran pada Pendidikan Tinggi. Adanya peningkatan alokasi anggaran

pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas Timor,

Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri

Kupang diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan.

6.1.2 Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga

diperkirakan meningkat seiring optimisme masyarakat yang tercermin pada

angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK).

Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya

Idul Fitri dan masa liburan sekolah. Sementara, dorongan konsumsi pemerintah

terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji ke-13

pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyek-

proyek pemerintah yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja

proyek) dan daya beli masyarakat secara umum.

Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen

Sumber: BPS diolah Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami

peningkatan. Peningkatan dapat terlihat dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi

NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk

tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke

Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta.

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75

Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015

diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan pengiriman ternak seiring

kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil

komoditas ke Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap

diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja ekspor. Namun demikian,

ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang

untuk kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain.

6.2 Inflasi

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2015

diperkirakan mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan harga terkini,

inflasi NTT di triwulan-III 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy).

Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan

beras seiring persepsi negatif akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga

beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog. Potensi impor

secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk

menekan kenaikan harga di tingkat produsen.Secara triwulanan , inflasi diperkirakan

mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada

pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir

tahun. Apabila dilihat dari perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-III

2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2015 seiring momen

libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan

September.

Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami

perlambatan pada triwulan III. Harga komoditas padi-padian serta daging dan

hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas sayur-

sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan

seiring kondisi cuaca yang membaik.

Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan

seiring berakhirnya masa libur idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli.

Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan sekolah

diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III 2015. Stabilnya

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76

harga BBM seiring pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga

bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi dari kelompok administered

prices.

Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring

penurunan permintaan dan musim ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi

pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan sandang dan

makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli,

masuknya musim ajaran baru juga turut mendorong inflasi dari komoditas

pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun pada bulan

Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya

sekolah/pendidikan.

Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan

menurun. Indeks Perkembangan harga 3 Bulan yang akan datang menunjukkan

adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut

menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan

mengalami penurunan.

Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen

Sumber: BPS dan Proyeksi BI Sumber: SK Bank Indonesia-diolah

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 77

Boks 5. Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Nusa

Tenggara Timur

Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar 35.000 MW yang diresmikan

pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek yang strategis ditengah pemadaman listrik yang

masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia. Berdasarkan data dari PT

PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000 MW yang dibangun PLN

beserta swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun

kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas 35.000 MW atau 7.000 MW per tahun.

Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang

listrik swasta dan PT PLN (Persero). Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi

pada proyek 35.000 MW, perencanaan pembangunan pembangkit dan transmisi di Provinsi

NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit

saat ini (operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana

panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang 1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas

Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan pengadaannya akan dibuka

tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5

(5 MW).

Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem

isolated atau tertutup. Artinya adalah belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem

satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika terjadi pemadaman atau

kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum

dapat dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah

membangun jaringan interkoneksi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang

menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT.

Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak

2012. Program Sumba Iconic Island (SII) merupakan suatu program yang diinisiasi untuk

pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan

serta ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%.

Grafik Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba

Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 78

Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh

Kementerian ESDM, bersama-sama dengan Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non-

Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk mempercepat

realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil

peran dalam mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi

pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam kerangka Program SII telah mencapai kapasitas

terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari instalasi pembangkit

listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas,

tungku hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga

melakukan dukungan terhadap Program SII dengan melakukan pembangunan infrastruktur

EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS terpusat; 464 unit PLTS

tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; 2.200

unit tungku hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat.

Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan

infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana APBN dengan total anggaran sebesar Rp.

114.986.500.000,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic Island,

diantaranya:

1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat;

2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan

sekitar 100 Ha di Sumba Barat;

3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya;

4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur;

5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur;

6. PLT bayu di Sumba Barat; dan

7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan

Sumba Tengah.

Grafik Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores

Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 79

Pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan khususnya di

pulau Flores yang memiliki potensi energi terbarukan berupa panas bumi, tenaga air, serta

energi surya. Sistem kelistrikan di pulau Flores saat ini dipasok dari beberapa pembangkit telah

beroperasi antara lain : PLTD Labuan Bajo, PLTD Ruteng, PLTD Bajawa, PLTP Ulumbu, PLTP

Mataloko. Jaringan transmisi SUTT yang akan beroperasi menghubungkan GI Ende GI Ropa GI

Maumere, sementara itu interkoneksi SUTT 70 KV sepanjang pulau Flores sudah masuk dalam

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). Dalam proyek 35000MW

pembangkit, beberapa rencana pembangunan pembangkit di pulau Flores adalah PLTA

Wairacang 10MW (2017), PLTP Oka-Larantuka 4x2,5MW (2020), PLTP Aledei-Lembata 2x

2,5MW (2021), PLTU Maumere 2x10MW (2016), serta PLTP Mataloko 2x2,5MW (2018).

Beberapa isu yang menjadi hambatan serta kendala dalam pelaksanaan pembangunan

infrastruktur kelistrikan di Provinsi NTT antara lain :

1. Permasalahan pembebasan tanah yang masih sering terkendala harga dan status tanah

adat sehingga membutuhkan kooordinasi dan peran serta pemerintah, khususnya

pemerintah daerah sebagai pihak yang mampu menjadi mediator maupun negosiator.

2. Proses perizinan khususnya AMDAL yang memerlukan waktu lama, akibat panjangnya

birokrasi dalam pengeluaran izin. Saat ini masih ada 23 tower khususnya di pulau Timor

yang masih belum terkoneksi karena masuk dalam wilayah hutan lindung.

3. Adanya penolakan warga terkait izin menarik kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

di wilayah pulau Timor yang menghubungkan 3 gawang transmisi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka mencapai target rasio elektrifikasi,

beberapa hal yang telah dan akan dilakukan antara lain :

1. Program PLTS SEHEN (Super Ekstra Hemat Energi) yang sesuai dengan karakter NTT

dengan melimpahnya sinar matahari sebagai program unggulan oleh PT PLN (Persero)

2. Kolaborasi yang lebih kuat antara pihak yang terkait dalam proses perizinan, penjajakan

MoU antar Kementerian seperti Kementerian Kehutanan, Kemenhub dan Pemda.

3. Mendukung program Sumba Iconic Island, yaitu program pengembangan listrik berbasis

energi terbarukan seperti mikrohidro, surya, bayu dan biogas di Pulau Sumba.

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur Jl. Tom Pello No. 2 Kupang Telp (0380) 832047

Faks. (0380) 822103