Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

281

Click here to load reader

Transcript of Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Page 1: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis Agribisnis

LAPORAN AKHIR

Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Page 2: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

i

Kata Pengantar

Pelaksanaan Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis

Agribisnis ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas sentra UKM dalam

menumbuhkan klaster bisnis berbasis agribisnis yang ada dalam perekonomian

Indonesia dan mengidentifikasi sumber pembentuk efektifitas tersebut. Kajian ini

diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas

penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis di masa mendatang.

Laporan Akhir Kajian ini berisi 7 (tujuh) bab yang menjelaskan mengenai

Pendahuluan, Kajian Literatur, Metode Kajian yang digunakan, Dinamika UKM

dalam Sektor Agribisnis, Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian

Koperasi dan UKM, Penumbuhan Klaster Agribisnis dalam Sentra UKM, serta

Kesimpulan dan Saran.

PT. La’Mally mengucapkan terima kasih kepada Deputi Bidang Pengkajian

Sumberdaya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang telah

memberikan kepercayaan dalam melaksanakan kegiatan ini. Kami menyadari

masih banyak kekurangan pada Laporan Akhir Kajian ini, untuk itu kami tetap

memohon saran lebih lanjut demi sempurnanya Laporan Efektifitas Model

Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis ini. Semoga Laporan ini

bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ini.

Jakarta, 7 November 2007

PT. La’Mally

Page 3: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

1

LAPORAN AKHIR

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

UMKM telah memberikan kontribusi yang penting dan besar dalam menyediakan

lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu,

pemberdayaan dan pengembangan yang berkelanjutan perlu dilakukan terhadap

nya agar UMKM tidak hanya tumbuh dalam jumlah tetapi juga berkembang dalam

kualitas dan daya saing produknya.

Salah satu pendekatan untuk mengembangkan UKM yang dianggap berhasil

adalah melalui pendekatan kelompok. Dalam pendekatan kelompok, dukungan

(baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok UKM bukan per

individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena (1) UKM secara

individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan (2) Jaringan

bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat

saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik

karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan

efisien. Dari kasus berhasil (success story) yang ditemui, pengembangan UKM

dalam kelompok berhasil meningkatkan kapasitas daya saing usaha UKM,

mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam setempat,

memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah

UKM.

Kajian literatur awal menunjukkan bahwa di masa lalu telah terdapat program

pengembangan UKM berbasis kelompok yang dilakukan dalam kerangka program

pemerintah seperti melalui (1) extension workers, (2) penyediaan motivator kepada

kelompok usaha, (3) pemberian dukungan teknis melalui unit pelayanan teknis dan

BDS, (4) pelaksanaan trade fairs untuk mengembangkan jejaring pemasaran UKM,

(5) pembuatan trading house, dan lain-lain. Beberapa nama juga telah dikaitkan

dengan model pendekatan kelompok ini misalnya: Sentra UKM, Klaster,

1

Page 4: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

2

LAPORAN AKHIR

Perkampungan Industri Kecil (PIK), Lingkungan Industri Kecil (LIK), Enclave,

Agropolitan dan lain sebagainya. Lembaga/Instansi yang melaksanakan upaya ini

pun beragam, mulai dari Pemerintah melalui Departemen-Departemen dalam

pemerintahan hingga kelompok-kelompok masyarakat melalui lembaga swadaya

masyarakat.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM secara intensif melaksanakan

pengembangan UKM melalui pendekatan kelompok ini sejak akhir tahun 2000

dengan didirikannya BPS-KPKM1 dan dilaksanakannya program Sentra UKM pada

tahun 2001.

Di beberapa negara yang menjadi rujukan, Klaster bisnis telah menjadi mekanisme

yang ampuh untuk mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan

untuk mencapai sukses dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang

senantiasa meningkat. Langkah kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan

besar, lembaga pendukung publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional,

semuanya akan memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal

yang spesifik dan daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.

Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan

untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster bisnis merupakan suatu sistem

terbuka yang melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok

perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan

institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.

Pembentukan klaster menjadi issue yang penting karena (sekali lagi) secara

individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang

membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan

penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala

ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses

jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan

yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti

pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat

menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara

keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam

1 BPS-KPKM kemudian dilebur ke dalam struktur Kementerian Koperasi dan UKM pada bulan Agustus 2001 sesuai dengan Keppres 103/2001.

Page 5: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

3

LAPORAN AKHIR

klaster adalah:

! Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati

posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif

perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui

jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat memperoleh

input pembelian curah, mencapai skala optimal dalam penggunaan

peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order

skala besar.

! Melalui integrasi vertikal (dengan UKM lainnya maupun dengan

perusahaan besar dalam mata rantai pasokan), perusahaan-perusahaan

dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian

tenaga kerja eksternal.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang

belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen

pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,

penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-

lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi

pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk

meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi

hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu

lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No:

32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan

dan Pengembangan Sentra UKM, SENTRA!didefinisikan sebagai pusat kegiatan di

kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan

baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki

prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER didefinisikan

sebagai pusat kegiatan UKM pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh

munculnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses

produksi pada masing-masing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan

saling mendukung. Kedua istilah ini dalam pembahasan mengenai UKM kerap

Page 6: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

4

LAPORAN AKHIR

digunakan dalam arti yang saling bergantian, namun klaster sesungguhnya

memiliki cakupan yang lebih luas dan kompleks dibandingkan sentra.

Salah satu sasaran dari pelaksanaan program sentra UKM adalah terciptanya

mekanisme yang terstruktur untuk mentransformasikan sentra-sentra UKM menjadi

klaster-klaster bisnis UKM yang dinamis dan berdaya saing. Klaster bisnis yang

diharapkan terbentuk ini dapat berkembang dari sebuah sentra atau dari gabungan

beberapa sentra yang memiliki produk/kompetensi yang saling mendukung.

Keinginan “sentra ke klaster” ini didasarkan pada kenyataan bahwa klaster

memberikan ruang tumbuh yang lebih luas dibandingkan sentra.

Untuk itu, sejak tahun 2001 hingga tahun 2005, Kementerian Koperasi dan UKM

telah memfasilitasi 1.111 sentra UKM di seluruh Indonesia, memberikan dukungan

keuangan kepada sentra sebesar lebih dari Rp 200 milyar, dan

menugaskan/mengembangkan 920 konsultan lokal untuk membantu memberikan

dukungan non keuangan kepada sentra-sentra tersebut.

Menurut harapan pelaksanaan program, setelah 3 hingga 5 tahun dalam

perkuatan/ fasilitasi, diharapkan sebagian sentra telah mulai mengembangkan

dirinya dengan melakukan kerjasama dan interaksi yang lebih terarah untuk

mengembangkan daya saing produknya dan menumbuhkan ciri-ciri klaster. Ide

sentra ke klaster ini dibuat dengan keyakinan bahwa dalam klaster unit usaha

cenderung lebih efisien sehingga meningkatkan daya saing produk sentra. Karena

itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melihat apakah program yang digulirkan

berhasil memenuhi sasaran tersebut. Kajian terhadap hal ini diharapkan dapat

menunjukkan sejauh mana efektifitas program dalam menumbuhkan klaster bisnis

UKM dan memberikan petunjuk tentang dukungan (pada beragam tataran –

makro, meta dan meso) yang dibutuhkan untuk mempertinggi efektifitas

penumbuhan sentra ke klaster tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah

yang ingin dijawab dalam kajian ini adalah bagaimana efektifitas program sentra

UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM.

Dalam kajian ini, pandangan lebih diarahkan pada dinamika transformasi sentra ke

klaster di sektor agribisnis. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar pekerjaan

masyarakat Indonesia bergerak di lapangan usaha yang berkaitan dengan sektor

ini, menurut hasil kajian sebelumnya sentra-sentra yang bergerak di sektor

agribisnis ini memiliki kesiapan dan peluang yang besar untuk dikembangkan

menjadi klaster bisnis, dan pengembangan sektor ini merupakan salah satu

wahana yang dipilih oleh pemerintah untuk memperluas basis dan kesempatan

Page 7: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

5

LAPORAN AKHIR

berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong

pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja, seperti

tercantum dalam RPJM 2004-2009.

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian

Tujuan kajian ini, adalah:

"# Mengkaji efektifitas penumbuhan klaster bisnis UKM pada sentra-sentra

UKM Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis;

$# Menetapkan faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan klaster

bisnis UKM berbasis agribisnis;

%# Menyusun rumusan model penumbuhan klaster bisnis UMKM berbasis

agribisnis;

Melalui tujuan pertama, kajian ingin mempelajari sentra-sentra yang telah

difasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis.

Pembelajaran ditujukan untuk mengetahui kondisi terakhir sentra-sentra tersebut

dan menemukan “bibit-bibit” penumbuhan klaster bisnis manakala telah terjadi

pada sentra-sentra fasilitasi tersebut.

Jika diperhatikan, sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM

menggunakan pendekatan kelompok dalam mengembangkan UKM di Indonesia.

Titik masuknya adalah melalui penetapan/pembentukan Sentra UKM di sentra-

sentra historikal pilihan di seluruh Indonesia. Sentra-sentra historikal ini rata-rata

tergolong sebagai sentra yang aktif, namun ada juga beberapa sentra yang

sebenarnya bersifat dormant namun masih memiliki potensi untuk diaktifkan.

Terhadap sentra-sentra terpilih ini kemudian diberikan dukungan perkuatan, baik

dukungan keuangan (melalui dana bergulir yang disalurkan melalui KSP/USP di

sentra) maupun dukungan non keuangan (yang diberikan oleh konsultan

lokal/LPB/BDS di sekitar sentra yang disetujui oleh Kementerian). Harapannya

dukungan perkuatan ini akan mengembangkan kapasitas dan produktifitas sentra

dan mendorongnya untuk berkembang menjadi sebuah klaster bisnis. Dalam

materi Bimbingan Teknis bagi para penyelenggaraan LPB/BDS sentra,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM selalu mendorong para pengelola BDS

untuk mencoba mengembangkan sentra yang dibinanya menjadi klaster bisnis.

Page 8: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

6

LAPORAN AKHIR

Gambar 1. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju Peningkatan Daya saing

Dengan demikian, pihak Kementerian Koperasi dan UKM telah menjalankan

proses “pembentukan” klaster. Klaster-klaster ini kemudian diharapkan melakukan

siklus perkuatan diri dan tumbuh menjadi klaster bisnis yang kuat. Kajian

diharapkan dapat melihat apakah dari sentra-sentra fasilitasi yang bergerak di

sektor agribisnis ini telah ada yang tumbuh menjadi klaster agribisnis seperti yang

diharapkan disamping mengukur indikator pertumbuhan sentra sebagai bahan

pemutakhiran data.

SDM Lokal SDA Lokal

Ekonomi Lokal KLASTER

BISNIS UKM

Pemerintah Lokal/Pusat Lembaga Keuangan BUMN/BUMD Swasta Perguruan Tinggi

Peningkatan Daya Saing

UKM

Sinergi & Kemitraan

Kemampuan Ekspor

Keunggulan Kompetitif

Teknologi & Teknologi Informasi

Akses Pemasaran

Dukungan perkuatan

a. Keuangan b. Non Keuangan

UKM

Sentra UKM

Sentra UKM

UKM UKM

UKM

UKM

Persaingan yang sehat

Page 9: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

7

LAPORAN AKHIR

Gambar 2. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju Peningkatan Daya saing

Dengan demikian pada tujuan pertama, kajian adalah menyusun profil sentra yang

diamati, mengukur indikator keluaran sentra (baik kapasitas maupun produktivitas),

mengidentifikasikan indikator leverage dari dukungan perkuatan yang diterima

sentra, mengukur indikator efektifitas perkuatan sentra dan penumbuhan klaster,

dan mengidentifikasikan keberadaan ciri-ciri klaster di sentra yang bersangkutan.

Untuk tujuan kedua, kajian mengolah lebih lanjut data dan informasi hasil tujuan

pertama agar dapat mengkategorikan sentra yang diamati ke dalam kelompok

“mendekati klaster” dan kelompok “tidak mendekati klaster”. Berdasarkan

pengelompokkan ini, kajian mengidentifikasikan variabel-variabel dalam indikator

leverage, indikator efektifitas perkuatan dan keberadaan ciri-ciri klaster untuk

menemukan variabel-variabel determinan yang dimiliki oleh sentra-sentra yang

termasuk dalam kategori “mendekati klaster”. Berdasarkan pengetahuan ini

diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi

penumbuhan klaster bisnis agribisnis dari sentra-sentra Kementerian Koperasi dan

UKM.

Tujuan ketiga meminta kajian menggunakan informasi dan pengetahuan hasil

tujuan pertama dan kedua tersebut, untuk merumuskan rekomendasi langkah yang

perlu ditempuh dan kebijakan yang dibutuhkan agar Kementerian Koperasi dan

UKM serta pemangku kepentingan lainnya dapat secara efektif menumbuhkan

Pembentukan

Klaster

Pertumbuhan

Klaster

Siklus perkuatan diri,

" Muncul supplier khusus

" Spesialisasi anggota klaster pada kegiatan yang paling dikuasai

" Interaksi antar anggota klaster untuk berbagi peran sesuai kompetensi

" Akumulasi informasi " Institusi lokal

mengembangkan pelatihan, penelitian, dan infrastruktur khusus

" Kekuatan dan identitas klaster tampak nyata

Jika klaster Tumbuh: " Daya saing produk

klaster meningkat " Sinyal peluang " Pekerja ahli tertarik " Wirausahawan

tertarik ikut serta/ menanamkan modal

" Migrasi pekerja

Page 10: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

8

LAPORAN AKHIR

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis.

Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini adalah diketahuinya informasi terakhir

sentra agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM dan rekomendasi

langkah penumbuhan klaster bisnis yang efektif yang dapat dijadikan referensi bagi

pemberdayaan UMKM melalui pendekatan sentra.

1.4. Output Kajian

Output kajian adalah:

"# Deskripsi efektifitas sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM

berbasis agribisnis;

$# Deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan

pengembangan klaster bisnis UKM yang bergerak di bidang agribisnis

%# Rumusan rekomendasi model yang efektif untuk menumbuhkan klaster

bisnis UMKM yang berbasis agribisnis.

Sedangkan kemasan keluaran adalah sebagai berikut:

"# Laporan Desain Kajian yang memuat desain penelitian dan instrumen

penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data.

$# Laporan Sementara atau draf laporan akhir yang berisi hasil pelaksanaan

penelitian.

%# Laporan Akhir kajian yang harus memuat: (a) deskripsi efektifitas sentra

UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM yang berbasis agribisnis,

(b) deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan

pengembangan klaster bisnis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis,

dan (c) rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan klaster

bisnis yang berbasis agribisnis dan persyaratan kondisi lingkungannya.

&# Ringkasan laporan kajian untuk pejabat terkait di lingkungan Kementerian

koperasi dan UKM, serta instansi terkait lainnya.

'# Soft copy dari laporan penelitian dan ringkasan penelitian.

Page 11: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Pendahuluan

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

9

LAPORAN AKHIR

1.5. Susunan Penyajian Laporan Akhir

Desain Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis

Agribisnis disajikan dalam 7 bab, sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, yang terdiri dari: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat, serta Output Kajian.

Bab 2 Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup, yang memaparkan mengenai

kerangka pemikiran dan ruang lingkup kajian.

Bab 3 Metode Kajian, yang terdiri dari: jenis metode, lokasi kajian, jenis dan cara

pengumpulan data, metode sampling yang digunakan, dan metode analisis

yang dilaksanakan.

Bab 4 Dinamika UKM dalam Sektor Agribisnis, yang memaparkan mengenai

dinamika UKM yang bergerak dalam sektor agribisnis (pertanian tanaman

pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan) dan peran

mereka dalam ekonomi nasional.

Bab 5 Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM,

menggambarkan sentra-sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

sejak dari tahun 2001 hingga tahun 2005.

Bab 6 Penumbuhan Klaster Agribisnis Dalam Sentra UKM, memaparkan

mengenai perhitungan dan analisis yang dilakukan terhadap data-data

yang dimiliki untuk menjawab penumbuhan klaster agribisnis dalam sentra

UKM.

Bab 7 Simpulan dan Saran, menyajikan butir-butir kesimpulan dan saran yang

dapat ditarik dari seluruh kajian ini.

Page 12: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

10

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

2.1. Pemahaman Klaster

2.1.1. Definisi Klaster

Menurut Porter (1998) Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan

institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka berhubungan

karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster mendorong industri untuk

bersaing satu sama lain. Selain industri, klaster termasuk juga pemerintah dan

industri yang memberikan dukungan pelayanan seperti pelatihan, pendidikan,

informasi, penelitian dan dukungan teknologi. Sedangkan menurut Schmitz (1997)

klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi

dan bekerja pada sektor yang sama. Sementara Enright, M,J, 1992 mendefinisikan

klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling

berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu.

Pengertian klaster (JICA, 2004)5 juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan

geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya.

Perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi telah mengurangi

pentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadi

fleksibel tergantung dari kepentingannya, yaitu:

!" Merujuk dari segi usaha (business), klaster diidentifikasikan atas daerah

yang luas di sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bisa

mencakup satu desa, kabupaten, provinsi bahkan lintas provinsi yang

berkaitan

2

Page 13: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

11 K

#" Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan

geografis dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi

daerah dan kesejahteraan penduduknya.

Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM

Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster

sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri

penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait

lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung.

Mudrajat, melalui buku Analisis Spasial dan Regional, lebih banyak bicara

mengenai klaster industri. Dalam bukunya, Klaster Industri awal diasosiasikan

dengan Marshallian Industrial District. Menurut pemahaman Marshallian ini sentra

industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan. Ia membedakan

antara kota manufaktur dan sentra industri sebagai berikut:

!"#$%&' ()*%"$' ()+*&"' %+,-(*&%' .)&$-("*' $","' ("*-' /0*"' .)("&' "*"-' 1).%23''4%"$' /0*"' .)("&' %+%' *)1"2' #)+5",%' $)#%#$%+' ,"1"#' *)/+%/' %+,-(*&%' ,"+'$)&,"6"+6"+7',"+'()."6%"+'.)("&'$)+,-,-/+8"'#)&-$"/"+'$"&"'$)+6&"5%+3''9)*)1"2' $".&%/:$".&%/' #)#)&1-/"+' 1).%2' ."+8"/' &-"+6' ,"&%$","'().)1-#+8";' $","2"1' +%1"%' *"+"2'#-1"%' *%+66%;'#"/"' *)&5",%1"+'$)&6)&"/"+'#)+-5-' $%+66%&"+' <1-"&=' /0*"7' ,"+' $".&%/:$".&%/' ."&-' #)+6"1"#%'$)&*-#.-2"+'8"+6'$)("*',%',")&"2'$)&,)(""+',"+'/0*":/0*"'/)>%13'

Marshall, menekankan pentingnya tiga jenis penghematan eksternal yang

memunculkan sentra industri: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya

para pemasok spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan

pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan

terjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang

berdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari

terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan

proses yang saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh

pengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi

melalui proses bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan

organisasi secara umum.

Becattini, mendefinisikan sentra industri sebagai wilayah sosial yang ditandai

dengan adanya komunitas manusia dan perusahaan, dan keduanya cenderung

bersatu.

Page 14: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

12 K

Studi empiris membuktikan bahwa sentra-sentra industri dalam praktek di berbagai

negara dapat digolongkan menurut: (1) struktur Kelembagaan, (2) tingkat

kepemilikan, (3) Klaster dewasa atau baru.

Gambar 3. Industrial District Sebagai Jaringan Lokal

Sumber: Mudrajat Kuncoro

Dilihat dari struktur Kelembagaan, perbedaan jelas terlihat antara sentra industri

yang hanya terdiri atas perusahaan kecil dan menengah (UKM) dan sentra industri

dimana UKM diorganisir di seputar perusahaan-perusahaan inti. Gambar 3

mengilustrasikan bahwa kedua jenis sentra industri ini mampu menciptakan

penghematan skala ekonomis dan penghematan cakupan secara eksternal dan

Kluster yang didominasi perusahaan-perusahaan kecil

Kluster yang didominasi perusahaan inti

Perusahaan Kecil Perusahaan atau bengkel dengan berbagai pabrik/skala

Perilaku dan kebijakan nasional/lokal

Penghematan skala ekonomis dan cakupan yang berasal dari partisipasi

dalam

Jaringan Kewirausahaan

Jaringan Pasar Tenaga Kerja

Informasi dan jaringan Pembelanjaan

Tingkat Kepemilikan

Tingkat Koordinasi

Independen Terintegrasi secara parsial

Asosiasi industri Kerjasama perusahaan Pertukaran informasi Pembiayaan Ciri Subkontrak

Strategi perusahaan Formasi bentuk baru

Perilaku terhadap Inovasi

Hubungan industrial Bentuk pelatihan Mobilitas Pekerja

Karakteristik Pekerja

Ketrampilan rendah

Spesialis

Produktifitas rendah

Upah rendah

Ketrampilan tinggi

Polivalen

Produktifitas tinggi

Upah tinggi

JENIS

Page 15: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

13 K

lokal.

Seberapa jauh penghematan ini dapat dilakukan tergantung sepenuhnya pada ciri

jaringan wirausaha yang berkaitan dan jaringan pasar tenaga kerja yang terdapat

dalam sentra-sentra industri tersebut. Selain itu juga tergantung dari sejauh mana

jaringan-jaringan tersebut diorganisasi untuk proses pembelajaran dan inovasi.

Jenis kategori klaster yang kedua menggunakan kerangka dua dimensi, yaitu

tingkat kepemilikan dan koordinasi, lihat gambar 4.

Gambar 4. Sentra Industri Menurut Tingkat Kepemilikan dan Koordinasi

Sumber: Mudrajat Kuncoro

Argumennya, meningkatnya kepemilikan menyiratkan semakin kuatnya peran

perusahaan inti, sedangkan meningkatnya koordinasi mencerminkan semakin

kuatnya kerjasama antar UKM. Dengan kerangka ini sentra industri yang

didominasi oleh UKM memiliki tingkat integrasi kepemilikan yang rendah namun

bervariasi tergantung pada koordinasi yang mereka lakukan.

Kategori ke tiga mencoba membedakan antara klaster dewasa dan klaster baru.

Pembedaan ini didasarkan atas asal sejarah dan peranan kebijakan pemerintah.

Klaster dewasa biasanya terbentuk karena faktor sejarah, klaster ini sering

dikaitkan dengan sentra industri tradisional yang telah lama dikenal seperti pusat

industri kerajinan.

Tidak seperti klaster dewasa yang mengalami evolusi historis, klaster industri yang

Tingkat Integrasi Kepemilikan

Tingkat Koordinasi

Tinggi

Rendah

Rendah Tinggi

Lokasi UKM

Page 16: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

14 K

baru muncul terutama berkat inisiatif kebijakan pemerintah.

Menilik penjelasan diatas, pemahaman Klaster dapat dibedakan menjadi dua yaitu,

Klaster bisnis dan klaster industri. Dalam studi literatur, lebih banyak ditemukan

definisi untuk klaster industri, sedangkan Klaster bisnis lebih banyak dikaitkan

dengan klaster industri. Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk

mengembangkan industri yang bersifat luas (broad base) dan terfokus

(spesialisasi) pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya saing

internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.

Lingkup geografis klaster dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja

atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan

atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui batas negara menjangkau

beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).

2.1.2. Jenis Klaster

Ada banyak jenis klaster dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah.

Dua kategori yang paling umum ditemui adalah klaster regional dan klaster bisnis.

! Klaster regional adalah kelompok perusahaan yang muncul

dalam/dibentuk oleh satu batas wilayah perekonomian tertentu. Klaster ini

memperoleh keunggulan dari interaksi antar perusahaan, penggunaan

asset bersama, dan/atau penyediaan layanan bersama.

! Klaster bisnis adalah sekelompok perusahaan yang kendati memiliki bisnis

yang saling berbeda tetapi memiliki aktivitas yang saling berhubungan.

Kemudian secara bersama-sama melakukan sinergi dan proses belajar

yang saling menguntungkan.

Biasanya, kedua klaster ini ada dalam satu wilayah yang sama.

2.1.3. Keanekaragaman Klaster

Membentuk klaster berarti menyusun rangkaian kesatuan unit-unit, lihat gambar 5.

Bagian paling gelap di lingkaran gambar 5 merupakan klaster Artisanal. Klaster

artisanal memperlihatkan karakteristik sektor informal dengan produktivitas dan

skala upah yang jauh lebih rendah daripada skala perusahaan menengah dan

besar. Tingkat spesialisasi dan kerja sama antar perusahaan yang rendah

Page 17: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

15 K

menunjukkan kelangkaan keahlian di angkatan kerja lokal maupun struktur sosial

yang rapuh. Proses pembentukan klaster peningkatan kerja sama, masih pada

tingkat sangat awal.

Banyak klaster artisanal bersifat tidur (dormant), dengan pengertian bahwa selama

beberapa tahun praktis hampir tidak ada pengembangan pasar, peningkatan cara

produksi dan pengembangan produk. Beberapa penulis merujuk klaster artisanal

yang tidur sebagai klaster bertahan hidup (survival klaster) dari perusahaan mikro

dan kecil. Namun demikian, klaster lainnya telah berkembang dengan cepat dari

segi peningkatan ketrampilan, teknologi, dan keberhasilan penetrasi pasar

domestik dan ekspor.

Gambar 5. Komponen Klaster

Sumber: TA-ADB Praktik Terbaik Klaster

Dalam perjalanan waktu, banyak klaster aktif makin menjadi kompleks dari segi

struktur dan berkembang menjadi klaster industri maju. Terjadi peningkatan

spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan, dan klaster tersebut menarik serta

mengembangkan pemasok input khusus, komponen dan peralatan, penyedia jasa-

INPUT PEMASOK DISTRIBUTOR

Input Nasional/ Internasional

Pemerintah Pusat

Propinsi

Kabupaten/ Kota

Produsen

Pasar lokal

Pasar Regional

Pasar Nasional

Pasar Nasional/

InternasionaPemasok Peralatan

BDS Lembaga SDM/R&D

Lembaga Keuangan

Asosiasi Nasional/ Propinsi

Page 18: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

16 K

jasa yang mengikat seperti perusahaan periklanan dan penerjemahan, yang

disertai dengan jaringan perdagangan dan distribusi masing-masing. Anggota

klaster mulai mengorganisir diri untuk jasa-jasa tertentu seperti pembelian

bersama, branding, periklanan, distribusi atau ekspor. Klaster makin

meningkatkan kerjasama dengan pemerintah lokal, regional ataupun nasional,

maupun dengan lembaga-lembaga spesialisasi pelatihan riset seperti universitas.

Dalam proses ini, klaster dapat juga memperluas secara geografis, misalnya

dengan mengambil input secara teratur dari suatu daerah dekat, atau

mengembangkan kerja sama teratur dengan sebuah universitas di kota lain.

Lingkaran-lingkaran luar di gambar 5 mencerminkan secara skematis berbagai

tahap yang berbeda dalam proses perluasan tersebut.

Contoh yang menonjol klaster industri maju dengan orientasi ekspor di negara

berkembang ialah manufaktur sepatu di Brazil, India, dan Mexico; peralatan bedah

di Pakistan; garmen di Peru atau mebel di Indonesia.

Klaster-klaster maju seringkali tumpang tindih dan saling terkait dengan klaster-

klaster lainnya dalam daerah yang sama. Pengelompokkan klaster-klaster

demikian atau distrik industri (terminologi Italia) merupakan bentuk susunan klaster

yang paling kompleks dimana berbagai sektor yang berbeda saling bergantung

dan saling memberikan manfaat. Contoh pengelompokkan klaster ialah sekitar

timur laut Italia (tourism, makanan, fashion, mebel, produksi permesinan); bagian

selatan Jerman (industri kendaraan, elektronika, produksi permesinan, software

dan greater London (perbankan, asuransi, software, penerbitan, film, musik,

tourism, fashion, periklanan, jasa-jasa bisnis).

Suatu contoh pengelompokan klaster ialah di daerah Jogjakarta –Solo dengan

klaster turis, mebel, dan dekorasi interior, pengolahan logam, produk kulit dan

tekstil/pakaian yang semuanya saling menguntungkan. Pengolahan logam di

Klaten, misalnya menyediakan suku cadang untuk perusahaan pakaian dan

komponen logam untuk produsen mebel di daerah. Batik kayu adalah contoh

innovasi yang tercipta karena kerjasama klaster yang sebelumnya tidak terkait.

Sementara klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin masih dalam

bentuk artifisial, karena klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin

masih dalam bentuk artisanal, karakter maju klaster0klaster lainnya menonjol

karena kerjasama intensif dengan lembaga-lembaga secondary seperti Universitas

Gadjah Mada.

Page 19: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

17 K

a. Pembentukan Klaster

Secara teoritis, sentra/klaster terbentuk karena dua hal yaitu (1) Faktor Sejarah

dan (2) faktor Bentukan/Manipulasi. Dua faktor ini akan membentuk dua jenis

klaster yaitu (1) Klaster Dewasa dan (2) Klaster Baru.

Klaster Dewasa biasanya terbentuk ketika sebuah daerah/kota memiliki banyak

pengrajin, pada kota tersebut, pada awalnya akan terbentuk sebuah Klaster

Artisanal. Karena satu dan lain hal, klaster ini mampu bertahan melewati waktu

dan menarik pihak-pihak lain untuk mendukung kegiatan mereka. Kemunculan

klaster industri dimulai ketika muncul pihak yang bersedia menjadi pemasok input

khusus bagi klaster artisanal tersebut.

Jika Klaster Dewasa muncul secara “alami”. Maka kemunculan Klaster Bentukan

terjadi karena kesengajaan pemerintah atau institusi lain yang berkeinginan untuk

membentuk sebuah klaster. Klaster-klaster bentukan sering disebut sebagai

Klaster Baru karena pendiriannya cenderung lebih muda usianya dibandingkan

klaster tradisional yang ada saat ini.

b. Sinergi dalam Klaster

Sinergi atau kerja sama antar anggota klaster tentunya didasari oleh faktor

ekonomi dan keuangan. Kajian literatur menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga

jenis penghematan yang dapat terjadi akibat sinergi anggota dalam sebuah klaster

tertentu yaitu: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya para pemasok

spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya

jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan terjadinya penghematan

dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan

penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari terjadinya pembagian kerja

yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan proses yang saling

melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh pengetahuan terbukti

meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi melalui proses

bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan organisasi secara

umum.

2.1.4. Konsepsi Klaster

Pandangan Porter mengenai klaster adalah hal yang paling banyak dikutip dalam

kajian-kajian yang ditemukan.

Page 20: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

18 K

“A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nation’s

competitive industries are not spread evenly through the economy but are

connected in what I term cluster consisting of industries related by links of various

kinds” (Porter, 1990)

Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster secara jelas tetapi ia telah

menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang

diringkaskan dalam kata “daya saing” dengan klaster. Konsep ini muncul setelah

ia mengamati 16 klaster yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi

dalam studinya tahun 1990 meskipun pada saat itu, dia belum memberikan

penekanan yang besar pada masalah klaster. Menurut Porter, daya saing

dibentuk oleh interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”.

Diamond dibentuk oleh (1) factor condition, (2) demand conditions, (3) related and

supporting industries, dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Dia juga

memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui:

(1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik

mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara.

“competitive advantage in advanced industries is increasingly determined by

differential knowledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilled

people and organizational routines” (Porter, 1990)

Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster, dimana

hubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaian

competitive advantage.

2.1.5. Karakteristik Pendekatan Klaster

Kendati definisi klaster dapat bermacam-macam, namun pengamatan

menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari

sisi output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan:

!" Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya

berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi praktik terbaik.

#" Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktifitas-aktifitas yang

berhubungan (klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong,

dll)

Page 21: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

19 K

$" Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster

ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Sedangkan dari sisi dalam/pembentuk klaster, setidaknya ada 4 elemen yang

dapat diperhatikan yaitu:

!" Menekankan pada interaksi antar perusahaan

#" Kombinasi sumberdaya dan kompetensi yang dikontrol oleh organisasi/

perusahaan

$" Interaksi antar usaha dalam sistem pendukung institusi yang lebih luas

%" Konsentrasi spatial

Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka yang

memberikan definisi klaster sebagai berikut:

Gambar 6. Dimensi Umum Dalam Pendekatan Klaster

“Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi

yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,

dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui

sebuah “institusi bentukan” bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama

Competi-tiveness

Speciali-zation

Identity

Interaksi antar perusahaan

(network/ supply chain)

Kombinasi

sumberdaya/ kompetensi

yang berbeda

Hubungan institusional

Spatial

proximity

KLASTER

Page 22: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

20 K

organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam

perekonomian global”

Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut:

Interaksi antar perusahaan: Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah

tertentu merupakan ciri dasar konsep klaster; Ciri ini membedakannya dari konsep

global seperti sektor. ““We use the term ‘cluster’ generally when describing

locational and transactional relationships between firms; ‘sector’ when discussing

industry-targeted strategies and policies to enhance competitiveness” (Rosenfeld,

1995).

Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalam

konteks pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan.

Khususnya dalam manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supply

chain. Klaster telah diasosiasikan , secara khusus, dengan meningkatnya

kebutuhan pada metode pengiriman just in time dalam insutri otomotif. Kendati

demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klaster

spatial belumlah terlalu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas pada

jenis komponen yang besar dengan nilai tambah yang kecil. Perhatian kemudian

dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-aspek manajemen rantai pasokan

dan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari material ke immaterial.

Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada upaya

kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya

daya saing. “It is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster their

competitive advantage (Cooke, 1995).

2.1.6. Faktor Penentu Perkembangan Klaster

Penumbuh kembangan klaster, sebagaimana dirumuskan oleh Michael Porter

(1998), mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond

model yang mengarah kepada daya saing industri6, yaitu: (1) faktor input

(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri

pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi

perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasan

tentang diamond model dari Porter:

Page 23: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

21 K

1. Faktor Input

Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang sudah ada dan

dimiliki oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource),

modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur

informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi

(scientific and technological infrastructure), infrastruktur administrasi

(administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas

faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya

saing dan produktivitas.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and

demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin

demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk

meningkatkan kualitas produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan

pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi , kondisi

permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.

3. Industri Pendukung dan Terkait

Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi

dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction

cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan

oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait

adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.

4. Strategi Perusahaan dan pesaing

Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena

kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan

kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya

persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok

dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.

Best (1999)7 kemudian mengembangkan lebih lanjut argument Porter dan

mengajukan model klaster dinamis sebagaimana digambarkan dalam gambar 7.

Page 24: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

22 K

Model Best bisa menjelaskan proses secara evolusi dari suatu klaster yang tidak

aktif bertransformasi menjadi dinamis. Prosesnya adalah:

!" Berbagai perusahaan menghasilkan komoditas serupa di dalam klaster

#" Munculnya perusahaan dinamis yang mengakibatkan terjadinya inovasi

dan difusi teknologi

$" Saat berbagai perusahaan saling bersaing untuk mengembangkan

kemampuan produksi, variasi teknis tumbuh di dalam klaster

%" Sementara perusahaan berupaya meningkatkan kemampuan produksi

melalui spesialisasi, mereka membutuhkan rekanan yang bisa mendukung

kegiatan, sehingga timbullah peluang bisnis baru

&" Masing-masing perusahaan berspesialisasi dalam suatu proses produksi

tertentu sambil terus meningkatkan kemampuan teknologi

Gambar 7. Model Klaster Dinamis

Karakteristik kunci klaster yang dinamis dapat disimpulkan dalam tiga hal:

!" Klaster memproduksi barang-barang berkualitas tinggi

#" Masing-masing perusahaan mempunyai spesialisasi dalam teknik produk

tertentu atau proses produksi tertentu

$" Klaster mempunyai atmosfir terbuka, sehingga mengundang UMKM baru

Klaster Spesialisasi Perusahaan

Integrasi horosontal

/re-integrasi

Variasi Teknologi Spesialisasi

Peusahaan Entrepreneurial

Spin-off

Page 25: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

23 K

untuk bergabung ke dalam klaster

2.1.7. Manfaat Klaster

Pendekatan klaster menjadi penting karena UKM seringkali terisolasi. Pengusaha

kecil-menengah tidak pernah melakukan pertemuan dengan sesama perusahaan

sejenis dalam lingkungan mereka. Akibatnya mereka acap kehilangan

kesempatan untuk saling bertukar informasi dan pengalaman serta kesempatan

untuk melakukan kerjasama pengembangan produk untuk menggarap potensi

pasar yang ada. PKM cenderung memandang perusahaan sejenis di daerahnya

lebih sebagai pesaing dari pada sebagai mitra kolaborasi yang potensial.

Pendekatan klaster berupaya menghilangkan hambatan praktis dan budaya untuk

menciptakan kolaborasi tersebut. Pengklasteran juga merupakan upaya untuk

membuat PKM menjadi lebih berorientasi pada pasar nasional dan global. Dengan

menghilangkan persaingan di kandang sendiri, kekuatan dapat digabungkan untuk

meraih daya saing nasional dan (internasional).

Dalam pelaksanaan klaster, dukungan yang diberikan kepada pengusaha lokal,

diberikan dalam kerangka ekonomi lokal dan regional yang lebih luas. Dukungan

ini dilakukan melalui Lembaga Pengembangan Bisnis yang diharapkan mampu

mengembangkan klaster sebagai komunitas (community development) dan secara

bisnis (business development). Kerangka ini memiliki dua dimensi. Pertama, ia

meliputi pembuatan hubungan dengan pelaku regional lainnya (pusat dukungan

dan pengembangan teknologi, perguruan tinggi, KADIN, dll). Kedua, mendukung

tujuan spesialisasi regional. Tujuan spesialisasi regional dapat diidentifikasi dari

“peta klaster”. Peta ini menunjukkan wilayah-wilayah yang ditempati oleh aktifitas-

aktifitas ekonomi yang saling berhubungan dan menunjukkan aktivitas mana yang

memiliki daya saing utama di daerah tersebut.

Dinamika klaster mempengaruhi daya saing dari pelaku yang terlibat di dalam

klaster. Dinamika klaster juga meningkatkan kinerja ekonomi secara regional.

Impact pengembangan klaster dengan demikian ada di dua tataran. Meskipun

demikian, hubungan antara pengembangan bisnis dan wilayah ini tidaklah

langsung, masih perlu ditemukan, dalam kondisi apa pengembangan klaster bisnis

ini memberikan manfaat kepada pengembangan wilayah.

Menurut Scorsone (2002) klaster UMKM yang berbasis pada komunitas publik

memiliki manfaat baik bagi UMKM itu sendiri maupun bagi perekonomian di

Page 26: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

24 K

wilayahnya. Bagi UMKM, klaster membawa keuntungan sebagai berikut :

a. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan kedekatan lokasi,

UMKM yang menggunakan input (informasi, teknologi atau layanan jasa) yang

sama dapat menekan biaya perolehan dalam penggunaan jasa tersebut.

Misalnya pendirian pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses UMKM

pelaku klaster tersebut.

b. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja dengan berbagai

keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga memudahkan UMKM

pelaku klaster untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi

biaya pencarian tenaga kerja.

c. Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM yang tergabung

dalam klaster dapat dengan mudah memonitor dan bertukar informasi

mengenai kinerja supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan

teknologi akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan

produk.

d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster

dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha UMKM yang lain.

Disamping itu kegiatan usaha yang saling melengkapi ini dapat bergabung

dalam pemasaran bersama.

Adapun manfaat klaster UMKM bagi perekonomian wilayah diantaranya adalah :

a. Klaster UMKM yang saling terhubung cenderung untuk memiliki produktivitas

yang lebih tinggi dan kemampuan untuk membayar upah lebih tinggi.

b. Dampak penyerapan tenaga kerja dan pendapatan wilayah dari klaster

umumnya lebih besar dibanding bentuk ekonomi lainnya.

Sedangkan keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu

kekuatan klaster yaitu : (1) spesialisasi, (2)kapasitas penelitian dan

pengembangan,(3) pengetahuan dan keterampilan, (4) pengembangan sumber

daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan

pemasok, (7)ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan

dan visi bersama (Rosenfeld,1997).

Page 27: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

25 K

2.1.8. Kategori Klaster

Berdasarkan kondisi klaster (merujuk diamond model) dengan menilai dari kualitas

produksi, teknologi, pasarnya, kapasitas sumber daya manusia dan hubungannya

dengan pihak-pihak terkait bagi pengembangan klaster baik dari pemerintah,

swasta maupun industri terkait, maka klaster dapat digolongkan menjadi 3 yaitu

klaster tidak aktif (dormant), klaster aktif (berkembang) dan klaster dinamis

(advantage). Beberapa ciri yang dimiliki (disarikan dari Laporan JICA, 2004) adalah

sebagai berikut:

!" Klaster tidak aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang

sudah ada)

b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya

tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)

c. Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi

untuk memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada

tingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang

antara

d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun)

e. Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya

rendah, mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis

produksi dsb)

f. Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu

yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung)

#" Klaster Aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas)

b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar

c. Pamasaran lebih aktif mencari pembeli

d. Terbentuknya informasi pasar

Page 28: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

26 K

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya

pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst)

$" Klaster Dinamis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Terbentuknya spesialisasi antar perusahaan dari klaster (misalnya: untuk

industri logam ada spesialisasi pengecoran, pembuatan bentuk,

pemotongan dsb)

b. Klaster mampu menciptakan produk baru yang dibutuhkan

pasar/konsumen

c. Teknologi berkembang sesuai dengan inovasi produk yang dihasilkan

d. Berkembangnya kemitraan dengan industri terkait baik dalam

pengembangan produk, pengembangan teknologi maupun menjadi bagian

industri terkait

e. Berkembangnya kelembagaan klaster

f. Berkembangnya informasi pasar

Hasil penelitian dari proyek percontohan pengembangan klaster di Indonesia yang

dilakukan oleh JICA (2004) mengungkapkan bahwa Klaster di Indonesia dibatasi

oleh bentuknya yang mudah tercerai berai dari modal sosial. Modal sosial yang

dimaksud merupakan aset tak wujud seperti “kepercayaan yang terbentuk”, “ikatan

internal” atau “jejaring sosial”.

Gambar 8. Modal Sosial Dalam

A

C

B

E

D

A = Demand condition

B = Factor Condition

C = Firm strategy, structure and rivalry

D = Related and supporting industries

Page 29: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

27 K

Pembentukan dan konsolidasi modal sosial menjadi unsur inti dalam penguatan

klaster. Modal sosial klaster ini sebagai ikatan internal akan menjembatani dalam

hubungan dengan pihak eksternal. Secara skematis klaster aktif yang

direkomendasikan untuk kondisi Indonesia adalah:

Pada klaster aktif – dinamis, keterkaitan kelima faktor dari diamond model Porter

akan membentuk rantai nilai (value chain) yang kuat. Sebagai ilustrasi suatu

mekanisme rantai nilai dalam konteks suatu klaster industri, misalnya terbentuknya

suatu hubungan dengan suatu pasar baru akan memicu terbentuknya suatu

kelompok produsen-produsen (UMKM baru) yang mempunyai spesialisasi dalam

kegiatan logistik dan penjualan.

2.2. Model Peningkatan Daya Saing UKM

2.2.1. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Melalui Klaster UKM

Sampai dengan akhir tahun 1999, pendekatan pengembangan UKM masih

terkesan didominasi oleh Pemerintah, dengan corak sektoral yang menonjol dan

sepotong-sepotong. Sementara itu keunggulan UKM terletak pada dua ciri

dasarnya yaitu “fleksibilitas” dan “dinamika” dalam menanggapi perubahan.

Dengan demikian membangun kemampuan UKM berarti membangun kemampuan

untuk menjaga dinamika.

Pada akhir tahun 2000 pemerintah membentuk Badan Pengembangan

Sumberdaya Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (BPS-KPKM) dengan tugas

mengembangkan sumberdaya UKMK dengan segala kelengkapan personilnya.

Pada awal masa bekerjanya, BPS-KPKM harus mencari terobosan untuk masuk

secara efisien dan efektif kepada UKM agar mereka segera dapat bekerja

membantu pemulihan ekonomi. Terobosan tersebut haruslah efektif, tidak

tumpang tindih dengan program-program yang telah dijalankan, bukan merupakan

pengulangan, dan dapat segera dilaksanakan. Oleh karena itu pada tahun 2001

BPS-KPKM menetapkan pengembangan sumberdaya UKMK melalui pendekatan

klaster. Strategi ini dipilih karena dinilai fokus, efisien dan mempunyai fungsi

akselerasi perubahan yang diharapkan mampu memenuhi harapan.

Pada saat ini, proses pengembangan tersebut masih terus bergulir untuk

menyelesaikan tahapan 3 tahun pengembangan menuju dinamika klaster. Pada

Page 30: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

28 K

bulan Agustus 2001 BPS-KPKM diintegrasikan kedalam struktur Kementerian

Koperasi dan UKM RI sesuai dengan Keppres Nomor 103/2001, dan selanjutnya

program pengembangan sentra-klaster UKM ini diteruskan sebagai salah satu

program unggulan pengembangan UKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM.

Rintisan BPS-KPKM tersebut amatlah strategis, karena di beberapa negara yang

menjadi rujukan, Klaster Industri telah menjadi mekanisme yang ampuh untuk

mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan untuk mencapai sukses

dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang senantiasa meningkat. Langkah

kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan besar, lembaga pendukung

publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional, semuanya akan

memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal yang spesifik dan

daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.

Gambar 9. Model Peningkatan Daya Saing UKM

Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan

untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster Industri merupakan suatu sistem

terbuka yang melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok

perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan

institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.

SDM Lokal SDA Lokal Ekonomi Lokal

KLASTER UKM

Pemerintah Lokal/Pusat

Lembaga Keuangan

BUMN/BUMD

Swasta

Peningkatan Daya Saing UKM

SINERGI & KEMITRAAN

Kemampuan Ekspor

Keunggulan Kompetitif

Teknologi Informasi

Akses Pemasaran

DUKUNGAN PERKUATAN

a. Keuangan

b. Non Keuangan

UKM

Sentra UKM

Sentra UKM

UKM UKM

UKM

UKM

Page 31: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

29 K

Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual, UKM

seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah

volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur.

UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian

input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan

konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk

internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian

pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian

kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi

tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama adalah:

! Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati

posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif

perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui

jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat memperoleh

input pembelian curah, mencapai skala optimal dalam penggunaan

peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order

skala besar.

! Melalui integrasi vertikal (dengan UKM lainnya maupun dengan

perusahaan besar dalam mata rantai nilai), perusahaan-perusahaan dapat

memfokus ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja

eksternal.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang

belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen

pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,

penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-

lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi

pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk

meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster Industri dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi

hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu

lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

Masalahnya kebanyakan negara tidak memiliki informasi terstruktur untuk

Page 32: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

30 K

membuat penilaian tentang pentingnya klaster. Untuk Amerika Serikat, misalnya,

diperkirakan bahwa sekitar 380 klaster utama dengan menyerap kurang lebih 57%

angkatan kerja, menyumbang kurang lebih 60% dari output negara di pertengahan

tahun 1990. Di Indonesia, sekitar 10.000 dari 70.000 desa disebut terdaftar

sebagai klaster industri. Klaster-klaster ini mempuyai batasan ukuran terendah 20

perusahaan termasuk klaster orientasi ekspor yang lebih kecil. Walaupun masih

meragukan data ini menunjukkan bahwa klaster itu penting.

Pengembangan UKM melalui pendekatan sentra/klaster ini dipandang memiliki

beberapa keunggulan antara lain intervensi pemerintah secara bertahap semakin

berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator dan akselerator. Hal lain

adalah pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang berulang-ulang

untuk obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah

institusi-institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan

demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif,

efisien dan merata dalam rangka pemerataan pembangunan ekonomi dan

pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya kompetisi global.

2.2.2. Strategi Pengembangan UKM Melalui Klaster UKM

Di Indonesia, strategi pemberdayaan UKM melalui pembentukan klaster industri,

mulai digulirkan tahun 1999. Strategi ini bukanlah strategi baru, melainkan sebuah

adopsi pengalaman keberhasilan dari beberapa negara sahabat yang lebih dahulu

menerapkannya.

Melalui strategi ini, sentra UKM dijadikan titik masuk kedalam upaya

pemberdayaan UKM. Pendekatan ini didasarkan pemikiran untuk memberikan

layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan

sumber daya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.

Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya

dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan

permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lain-

lain. Disamping itu, sentra-sentra UKM akan menjadi pusat pertumbuhan (growth

pool) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan penyerapan

tenaga kerja, nilai tambah dan ekspor.

Page 33: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

31 K

a. Strategi Klaster Bisnis UKMK

Strategi pengembangan sumberdaya manusia UKMK melalui klaster bisnis, dalam

konteks ini, tergolong baru pelaksanaannya di tanah air, dan merupakan

reformulasi dari akumulasi pengalaman terbaik atas pengembangan UKM

sebagaimana disarankan oleh lembaga-lembaga bisnis internasional. Pendekatan

inilai yang dicoba diterapkan oleh BPS-KPKM di Indonesia. Dengan demikian,

sesungguhnya, pendekatan sentra sebagai titik masuk bukan merupakan ide baru,

tetapi sudah banyak dilaksanakan diberbagai negara dan direkomendasikan oleh

UNCTAD, karena tingkat keberhasilannya cukup signifikan. Oleh karena itu

pemerintah berusaha mereplikasi pendekatan ini sebagai sistem yang dapat

berjalan di kalangan masyarakat sendiri. Dengan demikian, intervensi pemerintah

secara bertahap semakin berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator

dan akselerator. Diharapkan melalui pendekatan sentra ini, penyebaran hasil

pembangunan ekonomi akan lebih merata.

Hal ini merupakan salah satu keunggulan yang disandang oleh strategi ini, dan ini

dipandang sesuai dalam konteks pengembangan UKMK di Indonesia. Sejumlah

keunggulan lain yang dapat digunakan oleh strategi ini adalah, antara lain

pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang berulang-ulang untuk

obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah institusi-

institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan

demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif

dan efisien dalam rangka pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya

kompetisi global.

b. Kebijakan Pengembangan Klaster di Indonesia

Inisiatif pengembangan klaster di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1950-an dan

di-intensifkan akhir tahun 1970-an melalui program BIPIK (Program Pembinaan

dan Pengembangan Industri Kecil) pada Departemen Perindustrian. Program

tersebut memberi prioritas pada klaster (sentra) yang berskala kecil tetapi yang

mempunyai prospek. Instrumen kebijakan utama terdiri dari pelatihan untuk

perusahaan dalam klaster melalui tenaga penyuluh lapangan pemerintah.

! Pelatihan dari produsen terpilih yang berfungsi sebagai 'motivator'

! Pemberian 'peralatan' pada produsen terpilih yang telah mengikuti

pelatihan

Page 34: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

32 K

! Penyediaan kredit kecil untuk mendukung pembelian peralatan baru oleh

para produsen di dalam klaster

! Akhirnya, dan yang paling penting, pendirian unit pelayanan teknis

(common service facilities) di sekitar 100 klaster.

Adapun sejumlah program pemerintah lain yang komplementer pada program

perkembangan klaster tersebut, yaitu:

! Pemberian subsidi kepada para produsen untuk berkunjung ke pameran

(trade fairs)

! Berbagai program yang bertujuan memperkuat hubungan antara

universitas dan UKM di daerah

! Berbagai program pengembangan hubungan sub-kontrak antara

perusahaan besar asing dan klaster UKM, terutama di dalam sektor cor

logam

Suatu instrumen penting untuk pengembangan pedesaan ialah promosi investasi

luar untuk proses produk agro (inti-plasma) yang digabungkan dengan kredit

preferensial usaha kecil untuk pemasok lokal (estate), secara khusus untuk sektor

minyak kelapa sawit dan pembibitan udang.

Akhirnya, investasi besar di infrastruktur sektor transpor dan komunikasi serta

fasilitas seperti pengembangan Lingkungan Industri Kecil dan Inkubator Bisnis di

sejumlah klaster kunci tertentu.

2.2.3. Pendekatan Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Pendekatan Pengembangan UKM dengan Klaster Bisnis

Pada dasarnya pendekatan pengembangan UKM dengan membuat fokus sasaran

adalah memberikan perkuatan untuk menjaga dinamika sentra agar tumbuh

menjadi klaster bisnis UKM melalui tiga komponen yaitu : dukungan non finansial,

advokasi, dan dukungan finansial sebagai penggerak awal. Prinsip dasar

pembinaan UKM melalui strategi klaster bisnis dengan pengembangan dukungan

non finansial dan finansial antara lain :

Page 35: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

33 K

!" Bertujuan untuk meningkatkan fokus pembinaan agar lebih terarah

#" Melakukan proses transformasi pembinaan UKM agar menjadi sebuah

industri jasa yang dapat dilakukan oleh swasta secara profesional melalui

pasar.

$" Dengan penetapan jangka waktu yang cukup akan terjadi proses

pengguliran program secara berkelanjutan, bukan sekedar pengguliran

dana.

%" Hadirnya dukungan non finansial akan mengawal proses dinamika klaster

yang tidak terpaku pada pengembangan jenis industri yang ada, sehingga

eksistensi UKM di dalam klaster dapat terus menanggapi setiap

perubahan.

b. Pengembangan Sentra UKM

Pemberdayaan UKM dilakukan dengan menetapkan sentra UKM sebagai titik

masuk (entry point). Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran untuk memberikan

layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan

sumberdaya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.

Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya

dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan

permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lain-

lain. Disamping itu, sentra-sentra UKM yang akan menjadi titik pertumbuhan

(growth point) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan

penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah.

Adapun beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai persyaratan dasar

sebuah klaster, agar dapat berkembang secara sehat:

!" Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus

memiliki satu usaha sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurang-

kurangnya terdapat 50 unit usaha kecil yang melakukan kegiatan sejenis.

#" Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit

Rp 500 juta,-/bulan. Angka ini akan memungkinkan timbulnya pasar jasa

pengembangan yang dapat tumbuh secara sehat, industri pendukung

yang terdorong masuk dan pengembangan outlet yang layak. Dari segi

Page 36: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

34 K

finansial dengan total transaksi semacam itu akan menjamin tumbuhnya

jasa perkreditan koperasi yang layak.

$" Telah terjadi sentuhan teknologi yang memungkinkan tercapainya

peningkatan produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang

pertanian adalah produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3%

produktivitas usaha besar disektor yang sama, atau hanya 1,5% dari

produktivitas usaha menengah. Sentuhan teknologi harus menjadi elemen

penting untuk melaksanakan perubahan bagi peternak.

%" Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar,

ketersediaan lembaga keuangan dan lain-lain merupakan syarat

tambahan yang menyediakan daya tarik klaster bersangkutan melalui

jaringan informasi.

Adapun kriteria pemilihannya bisa didasarkan pada prospek pasar domestik

ataupun eksport, potensi kesempatan kerja yang dapat diciptakan,serta intensitas

penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya lokal. Selanjutnya dilakukan cluster

diagnosis, untuk memetakan kelebihan dan kelemahannya, serta untuk

merumuskan bentuk-bentuk bantuan yang tepat. Pengembangan klaster dalam

konteks UKM agaknya harus berorientasi bisnis (klaster bisnis), sehingga klaster

tersebut bisa mandiri, kokoh, dan mampu bersaing di pasar bebas. Strategi klaster

bisnis, merupakan salah satu solusi dan jawaban bagi pengembangan UKM

secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.

Untuk tercapainya tujuan pengembangan UKM, yaitu peningkatan efisiensi dan

daya saing yang berorientasi pada pemenuhan permintaan pasar (market driven),

maka sumberdaya yang dialokasikan pada sentra meliputi dukungan kebijakan

untuk menciptakan iklim yang kondusif, dukungan finansial dalam bentuk modal

awal dan padanan (MAP) dan dukungan non finansial berupa Layanan

Pengembangan Bisnis/ Business Development Service (LPB/BDS) serta

pendidikan dan latihan. Dengan berbagai dukungan yang diberikan, terutama

LPB/BDS dan lembaga keuangan mikro (KSP/USP) yang terkait dengan lembaga

keuangan modern yang saling bersinergi dengan UKM di sentra, maka diharapkan

dapat langsung meningkatkan dinamika bisnis mereka. Terlebih lagi, secara

kultural, UKM di sentra tidak akan mengalami perubahan budaya, karena sentra

usaha mereka tetap berada di tempat semula.

Page 37: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

35 K

2.2.4. Program Tindak Lanjut Pengembangan Sentra/Klaster UKM Melalui Peranan BDS-P dan KSP/USP/LKM

Pokok-pokok program dalam mekanisme pembinaan UKM dengan pendekatan

sentra/klaster melalui perkuatan BDS-P dan KSP/USP/LKM adalah sebagai

berikut:

!" Penumbuhan Iklim Kondusif Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Partisipasi Lintas Pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM,

yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta dan dukungan lintas

pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM; melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

" Membentuk Forum Lintas Pelaku di Prop dan Kab/Kota dalam

pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Meningkatkan Kapasitas Lintas Pelaku daerah dalam

pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Merumuskan Kebijakan dan Program Operasional Pemda

Propinsi dan Kab/Kota dalam pengembangan sentra/klaster bisnis

UKM.

b. Sinkronisasi Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang

bertujuan untuk menyamakan persepsi pengembangan sentra/klaster

bisnis UKM; melalui langkah-langkah sebagai berikut:

" Mengkoordinasikan Lintas Sektor dalam Pengembangan

Sentra/Klaster Bisnis UKM.

" Mensosialisasikan Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM.

" Melaksanakan Forum Konsultasi dan Evaluasi tingkat pusat dan

daerah.

c. Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan untuk

Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk :

" Memberikan perlakuan yang sama untuk tumbuh dan

berkembangnya sentra/klaster bisnis UKM .

Page 38: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

36 K

" Mempercepat perkembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut :

" Mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menyusun/menyempurnakan peraturan perundang-undangan

yang diperlukan untuk pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

#" Program Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Pemilihan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk Memilih

sentra/klaster bisnis UKM yang potensial untuk dikembangkan, melalui

langkah-langkah sebagai berikut :

" Mensosialisasikan Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis

UKM di daerah.

" Mengkompilasi usulan sentra/klaster bisnis UKM dari daerah.

" Melakukan survey identifikasi sentra/klaster bisnis UKM yang

diusulkan daerah.

" Menetapkan sentra/klaster bisnis UKM yang akan dikembangkan

sesuai dengan kriteria yang disepakati.

b. Penguatan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk

Meningkatkan Peran UKM dalam pembangunan ekonomi nasional dan

daerah; melalui langkah-langkah :

" Meningkatkan kemampuan UKM dibidang manajerial dan teknis

usaha.

" Meningkatkan akses UKM pada sumberdaya produktif

(pasar/kemitraan usaha, finansial, informasi dan teknologi).

" Mengembangkan jaringan sentra/klaster bisnis UKM.

$" Program Dukungan Keuangan

Page 39: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

37 K

a. Pemilihan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM, Modal Ventura, dan

Lembaga Penjaminan), yang bertujuan untuk memilih Lembaga Finansial

yang potensial untuk dikembangkan; melalui langkah-langkah :

" Mensosialisasikan Peran Lembaga Finansial di daerah dalam

pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Mengkompilasi usulan Lembaga Finansial dari daerah dalam

pengembangan sentra/sentra/klaster bisnis UKM.

" Melakukan survey identifikasi Lembaga Finansial yang diusulkan

daerah dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menetapkan Lembaga Finansial yang akan dikembangkan sesuai

dengan kriteria yang disepakati dalam pengembangan

sentra/klaster bisnis UKM.

b. Penguatan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM, Modal Ventura, dan

Lembaga Penjaminan), yang bertujuan meningkatkan Peran Lembaga

Finansial dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM; melalui

langkah-langkah :

" Meningkatkan kemampuan Lembaga Finansial dibidang

manajerial usaha

" Membangun jejaring dengan lembaga finansial modern.

" Mengembangkan lembaga penjaminan kredit di tingkat daerah.

" Meningkatkan peran serta Pemda dalam fasilitasi lembaga

finansial.

" Meningkatkan peran Pemda dalam fungsi pembinaan dan

pengendalian/pengawasan terhadap lembaga finansial.

%" Program Dukungan Non Keuangan

a. Penumbuhan Lembaga Layanan Pengembangan Bisnis (LPB/BDS-P),

yang bertujuan untuk Menumbuhkembangkan BDS-P; melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

Page 40: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

38 K

" Melatih calon konsultan UKM

" Menyusun sistem insentif untuk tumbuh kembangnya konsultan

UKM.

" Menumbuhkembangkan BDS-P.

b. Pemilihan BDS-P, yang bertujuan untuk Memilih BDS-P yang potensial

dalam mengembangkan sentra/klaster bisnis UKM; melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

" Mensosialisasikan Peran BDS-P di daerah dalam pengembangan

sentra/klaster bisnis UKM.

" Mengkompilasi usulan BDS-P dari daerah dalam pengembangan

sentra/klaster bisnis UKM.

" Melakukan survey identifikasi BDS-P yang diusulkan daerah

dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menetapkan BDS-P yang akan dikembangkan sesuai dengan

kriteria yang disepakati dalam pengembangan sentra/klaster bisnis

UKM.

c. Penguatan Peran dan Kapasitas BDS-P, yang bertujuan untuk

Meningkatkan kemampuan dan kapasitas BDS-P dalam pelayanan pada

UKM yang ada di sentra; melalui langkah-langkah sebagai berikut :

" Meningkatkan keterampilan pengelola dan konsultan BDS-P

" Melakukan studi banding dan magang

" Menumbuhkembangkan BDS Fasilitator di daerah.

" Melakukan akreditasi konsultan BDS-P

" Mengembangkan sistem insentif bagi BDS-P.

" Membangun jaringan BDS-P.

d. Penumbuhkembangan Lembaga Non Finansial lainnya, yang bertujuan

untuk meningkatkan dukungan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM;

Page 41: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

39 K

melalui langkah-langkah :

" Menumbuh kembangkan lembaga non finansial lain seperti :

trading house, pusat riset dan pengembangan, pusat desain, pusat

pengendalian mutu, dll.

" Mengembangkan sistem insentif bagi Lembaga Non Finansial

lainnya.

2.3. Gambaran Umum Kondisi Klaster Di Indonesia

2.3.1. Beberapa Model Pengembangan UKM Melalui Klaster

Kajian literatur awal yang dilakukan menemukan beberapa nama yang biasanya

dikaitkan dengan model pengembangan usaha melalui pendekatan kelompok ini,

seperti antara lain: Sentra, Klaster, Perkampungan Industri Kecil (PIK), Enclave,

Agropolitan dan lain sebagainya. Secara umum, deskripsi dan perbedaan diantara

mereka dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Bentuk-Bentuk Pengembangan UKM Berbasis Kelompok

No Nama Karakteristik Umum Keterangan

Pengelompokkan Hubungan Anggota

Dukungan

1 Sentra

(Kementerian Koperasi)

Alamiah yang ditetapkan; Tempat tinggal dan tempat usaha dapat sama atau berbeda

Leader-Follower, persaingan

Dari luar berbentuk MAP dan BDS

Kementerian Koperasi dan UKM. Jumlah Sentra (Kementerian Koperasi) ada lebih dari 1000 di 30 propinsi

Sentra Alamiah Leader-Follower (inti plasma dan sub-kontrak)

Dari dalam oleh perusahaan inti (Leader)

Dari luar oleh institusi pendukung seperti perguruan tinggi dan LSM

Instansi BUMN/BUMD, perusahaan Swasta dan LSM

Contoh: Dipasena di Lampung, Sampoerna di Sidoarjo, Perikani di KTI.

2 Klaster Alamiah atau artifisial; Pengelompokkan lebih fokus pada terbentuknya linkage rantai nilai yang efisien

Leader-Follower Dari dalam

3 Perkampungan Industri Kecil (PIK)

Artifisial; Tempat tinggal menyatu dengan tempat usaha

Setara, persaingan

Dari luar dalam bentuk UPT

Departemen Perindustrian.

Jumlah sekitar 5

4 Lingkungan Industri Kecil (LIK) dan LIK Transmigrasi

Artifisial; Hanya menyatukan tempat usaha, tempat tinggal diluar LIK

Setara, persaingan

Dari luar dalam bentuk UPT

Departemen Perindustrian, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Jumlah sekitar 5

Page 42: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

40 K

No Nama Karakteristik Umum Keterangan

Pengelompokkan Hubungan Anggota

Dukungan

5 Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK)

Artifisial; Penyediaan tempat usaha bagi usaha kecil di lingkungan industri besar

Setara Dari luar dalam bentuk UPT

Departemen Perindustrian

Jumlah sekitar 2

6 Enclave Alami, bentang alam dan pertumbuhan wilayah menyebabkan sebuah daerah menjadi “kantong” dengan karaktgeristik usaha, budaya, dan kesejahteraan yang berbeda dari wilayah tetangganya

Setara, persaingan

Tidak ada, dari dalam, dari luar

Contoh enclave alami akibat sekat bentang alam adalah Baduy

Contoh enclave akibat pertumbuhan wilayah adalah kantong masyarakat yang terjepit antara

Enclave alami biasanya diberdayakan oleh Departemen Sosial yang kemudian dibantu oleh Kementerian Koperasi dan/atau Departemen Perindustrian

Jumlah enclave alami mencapai ribuan lokasi tersebar di seluruh Indonesia

Artifisial, wilayah berkembang lebih pesat dibandingkan wilayah tetangga akibat keberadaan proyek industri strategis seperti tambang minyak, batu bara, gas bumi, industri logam, dll yang otoritasnya berada di luar jangkauan daerah pemangkunya

Setara, persaingan

Dari dalam Infrastruktur wilayah industri strategis relatif lebih maju sehingga menciptakan enclave dengan karakteristik usaha yang lebih maju dan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih tinggi.

Contoh enclave artificial ada di Gorontalo, Cilacap dan Bontang

7 Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Artifisial, utamanya berdasarkan tempat tinggal

Setara Dari luar Departemen perindustrian, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan

8 Agropolitan Artifisial Leader-Follower Dari dalam

2.3.2. Kondisi Umum Klaster

Secara umum 9 klaster di Indonesia masih berupa sentra UMKM. Sentra UMKM

terdiri dari sekumpulan industri skala kecil dan menengah yang terkonsentrasi

pada suatu lokasi yang sama serta telah berkembang cukup lama. Sentra UMKM

mencerminkan suatu jenis klaster yang paling sederhana dan berkembang secara

alamiah tanpa intervensi dari pemerintah. Klaster-klaster ini pada umumnya

berkembang di wilayah pedesaan, merupakan kegiatan tradisional masyarakat

yang telah dilakukan secara turun-temurun, serta memiliki komoditi yang spesifik.

Jenis klaster yang ada sangat beragam, antara lain klaster kerajinan, makanan dan

minuman, tekstil dan produk tekstil, kulit dan produk kulit, kimia dan produk kimia,

bahan bangunan, peralatan, dan sebagainya. Selain klaster UMKM yang terbentuk

secara alamiah, terdapat pula sejumlah kecil klaster yang tumbuh dan berkembang

akibat dukungan pemerintah, misalnya Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan

Page 43: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

41 K

Lingkungan Industri Kecil (LIK).

Sejauh ini sentra-sentra tersebut merupakan calon klaster yang tidak aktif atau

sedang tidur (dormant). Di dalam sentra, pelaku usaha tidak banyak melakukan

perubahan terhadap produk, proses produksi maupun pasarnya. Kondisinya tidak

banyak berubah dari tahun ke tahun bahkan sampai generasi berikutnya. Secara

lebih rinci dari studi yang dilakukan oleh JICA (2004) menyebutkan secara garis

besar kondisi klaster di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kebanyakan UMKM-UMKM dalam klaster merupakan usaha-usaha mikro yang

memiliki ketergantungan kuat kepada para pengumpul lokal sehingga

seringkali menghilangkan jiwa kewirausahaan.

b. Produk-produknya ditujukan untuk pasar-pasar yang tidak terlalu menuntut

teknologi dan kualitasnya.

c. Sebagian besar UMKM dalam klaster tidak memiliki keterikatan internal satu

sama lain sehingga upaya “membangun kepercayaan” (trust building) sulit

dilakukan.

d. Rendahnya keterkaitan dengan industri dan insitusi terkait merupakan kendala

yang lumrah ditemui sehingga penguatan klaster sulit dilakukan.

e. Sebagian besar klaster memiliki struktur sosial yang mudah bercerai berai dan

masih berkutat pada strategi untuk mempertahankan hidup.

2.3.3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pengembangan Klaster

Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 10 menjadikan agenda percepatan

pemulihan ekonomi sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yaitu

mempercepat pemulihan ekonomi dan mempercepat landasan pembangunan

berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.

Pendekatan klaster menjadi sangat relevan untuk merealisasikan agenda tersebut.

Hal ini mengingat klaster melibatkan kelompok sebagai pelaku, dengan demikian

dampak kemajuan dapat dirasakan secara kolektif dan biaya pengembangan lebih

ekonomis daripada pelibatan pelaku secara individual.

Page 44: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

42 K

a. Kebijakan Pemerintah Pusat

Konsep klaster sebagai salah satu pendekatan pengembangan ekonomi telah

banyak digunakan oleh pemerintah dalam menyusun kebijakan dan program

ekonomi. Sejak Pelita III, pemerintah telah berupaya mengembangkan klaster

UKM, diantaranya pengembangan sentra di seluruh provinsi, pengembangan

kawasan industri kecil (PIK, LIK, SUIK), program kemitraan, serta pemberian

kredit.

Pengembangan sentra industri kecil (SIK) di berbagai daerah turut didukung pula

oleh pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) sesuai dengan potensi dan kebutuhan

utamanya di bidang teknologi. Program pemerintah yang dominan dan populer

bagi pengembangan usaha kecil adalah penyediaan berbagai skema kredit.

Berikut adalah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan

mengadopsi konsep klaster sebagai strategi pengembangan ekonomi daerah.

a. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Bappenas bekerjasama dengan UNDP dan UNCHS berinisiasi terhadap proyek

Poverty Alleviation through Rural-Urban Lingkages (PARUL) sebagai upaya untuk

meningkatkan keterkaitan desa dengan kota di dalam suatu provinsi ataupun

kabupaten yang dipilih. Proyek ini kemudian berkembang menjadi Kemitraan

Pembangunan Ekonomi Lokal (KPEL) yang mengembangkan ekonomi daerah

berdasarkan sumber daya lokal melalui pendekatan partisipatif masyarakat.

Pada tahun 2000, program KPEL dilaksanakan di 19 kabupaten/kota di 6 provinsi

sebagai pilot project. Keberhasilan pendekatan ini, kemudian di tahun 2001,

Bappenas dengan pemerintah daerah melakukan replikasi di 18 kabupaten/kota di

6 provinsi lain dan juga 14 kabupaten/kota di tahun 2003.

b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Pendekatan klaster tertuang dalam Kebijakan Pembangunan Industri dan

Perdagangan Tahun 2001, yaitu kebijakanpembangunan industri jangka panjang

diarahkan untuk pembentukan industri klaster dengan memperkuat industri -

industri yang terdapat dalam rantai nilai (value chain) yang mendorong keunggulan

komparatif menjadi keunggulan kompetitif.

Sehubungan dengan itu, kebijakan dasar yang menjadi perhatian adalah

membentuk hubungan antara industri pendukung dan terkait di bagian hulu

Page 45: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

43 K

maupun di hilir. Selain itu, Deperindagjuga memprakarsai proyek pembentukan

klaster industri tertentudi beberapa daerah.

c. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM)

Kementerian KUKM menggunakan pendekatan klaster sebagai kebijakan

pemberdayaan UKM yang meliputi program pengembangan sentra/klaster UMKM,

fasilitasi penguatan lembaga bantuan pengembangan bisnis (BDS), dan pemberian

modal awal dan padanan (MAP). Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan

kinerja UMKM, peningkatan lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan

masyarakat. Dana yang disediakan sebesar Rp200 juta yang disalurkan melalui

koperasi atau unit simpan pinjam. Tahun 2001 disalurkan ke 99 lokasi dan 332

lokasi di tahun2003.

d. Kementerian Riset dan Teknologi

Pendekatan klaster akan menjadi landasan kebijakan di bidang riset dan teknologi,

khususnya terkait dengan pengembangan techno-industrial dan aliansi strategis.

e. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

BPPT memprakarsasi percontohan klaster industri daerah dalam rangka

pengembangan unggulan daerah. Guna mendukung hal tersebut, BPPT juga

melakukan kegiatan eksplorasi sinkronisasi dan sinergi program antar stakeholder,

terutama Kementerian KUKM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Departemen Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi, dan pemerintah daerah

setempat yang menjadi lokasi studi.

2.3.4. Pembelajaran Pengembangan Klaster di Indonesia

Program pengembangan klaster telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui

departemen-departemen terkait sebagaimana tersebut di atas. Berikut

disampaikan beberapa pengalaman pengembangan klaster yang dilakukan oleh

departemen-departemen teknis.

a. Departemen Perindustrian

i. Program pengembangan klaster Industri Kecil Menengah (IKM) dari

Departemen dilakukan dengan berbasis pada komoditi unggulan.

Page 46: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

44 K

ii. Pengembangan klaster IKM difasilitasi melalui pendekatan hulu-hilir. IKM

yang dikembangkan berawal dari adanya sentra industri. Sentra tersebut

kemudian akan difasilitasi untuk menjadi klaster. Pendekatan hulu – hilir ini

penting karena akan mendukung kelanjutan klaster, sebab pengembangan

klaster membutuhkan keterlibatan semua pelaku (stakeholders).

iii. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan klaster antara lain adalah:

a) Sistem yang ada belum berjalan dengan baik, yaitu sulitnya melakukan

koordinasi dengan instansi terkait untuk menyatukan tindakan

bersama dalam mengembangkan klaster.

b) Pengertian tentang klaster yang masih beragam diantara stake

holders/instansi. Departemen Perindustrian mendefinisikan klaster

mengacu pada definisi menurut Michael Porter yaitu kelompok usaha

yang sejenis yang berdekatan dan melibatkan pelaku hulu-hilir yang

terkait.

iv. Dalam pengembangan klaster, sebaiknya klaster tersebut sudah tumbuh di

wilayah yang bersangkutan baik sebagai kumpulan UMKM ataupun

sebagai sentra industri, sehingga pengembangannya tidak dimulai dari

awal (nol), tetapi mengembangkan yang sudah ada.

v. Inti dari pengembangan klaster adalah adanya komitmen bersama untuk

menghasilkan produk bersama yang berkualitas. Pengalaman yang ada

selama ini adalah persaingan yang sangat tinggi diantara pelaku UMKM

sendiri yang menyebabkan lemahnya posisi tawar UMKM.

vi. Dari pengalaman pembinaan IKM/UMKM, untuk pengembangan klaster

dibutuhkan suatu holding usaha bersama. Holding ini bertugas untuk

memenuhi kebutuhan klaster, misalnya kebutuhan ahli desain produk, ahli

pemasaran dst. Holding ini harus bekerja profesional sesuai dengan

keahlian yang diperlukan klaster untuk berkembang.

b. BAPPENAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Direktorat

Pemberdayaan Koperasi dan UKM)

i. Pengembangan klaster dilakukan melalui pendekatan berdasarkan

ketersediaan lapangan usaha. Lapangan usaha yang berperan dalam

pengembangan ekonomi masyarakat difasilitasi untuk berkembang

Page 47: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

45 K

menjadi klaster. Untuk memilih lapangan usaha yang dimaksud dilakukan

analisa backward and forward linkage dan pelaku-pelaku lain yang

berperan di dalam klaster tersebut.

ii. BAPPENAS telah melakukan penelitian untuk lapangan usaha tekstil dan

umbi-umbian. Lapangan usaha yang dikaji sejauh ini masih dalam bentuk

sentra-sentra produksi. Pada industri tekstil, selain menganalisa backward

dan forward linkage juga dilakukan analisa terhadap pelaku-pelaku lain,

misalnya pedagang makanan yang berperan melayani pekerja pabrik

tekstil. Keberadaan industri tekstil menjadi penting karena mempengaruhi

kelangsungan lapangan usaha pedagang makanan. Analisa ini untuk

mengetahui apakah sektor ekonomi yang akan dikembangkan menjadi

klaster benar-benar merupakan lapangan usaha yang utama (yang

mempengaruhi keberadaan lapangan usaha lainnya) dalam

pengembangan ekonomi masyarakat di lingkungan klaster tersebut.

iii. Karakteristik sentra produksi hasil kerjasama dengan Kementerian

Koperasi adalah :

a) Pada sektor pertanian, di antara pelaku UMKM mempunyai trust yang

tinggi sehingga terdapat rasa kebersamaan yang tinggi.

b) Pada sektor non pertanian, antar pelaku UMKM/IKM mempunyai

tingkat persaingan yang tinggi sehingga sulit untuk disatukan.

Gambaran untuk sektor pertanian

" Bentuk ideal untuk mengembangkan sentra menjadi klaster yang aktif

adalah dalam bentuk kelompok. Bentuk kelompok yang ideal yang ada

sampai saat ini adalah koperasi. Koperasi di wilayah pertanian dapat

menjadi fasilitator pengembangan klaster. Contoh yang bisa dilihat

adalah budidaya rumput laut di Sulawesi. Diantara pelaku – pelaku

terdapat ikatan yang cukup kuat. Mereka melakukan budidaya secara

bersama yang disatukan dalam wadah koperasi sehingga kegiatan

produksi dari hulu – hilir dapat dilakukan. Pada tingkat hulu, koperasi

menyediakan kebutuhan bahan baku /modal untuk budidaya rumput

laut. Pada tingkat hilir, koperasi melakukan kegiatan pengolahan

pasca panen bersama (pengeringan rumput laut) dan pemasaran

bersama.

Page 48: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

46 K

" Demikian juga pada sektor peternakan. Pada umumnya di Pulau Jawa

peternakan sapi dilakukan secara individual. Tetapi pada peternakan

sapi di Kalimantan Selatan dilakukan secara kelompok (koloni).

Mereka membuat kandang bersama. Satu kandang dimiliki oleh 3

orang petani. Kandang ini dikelola bersama baik pakannya,

pemeliharaan dsb. Kegiatan produksi ini sangat menguntungkan,

karena dapat menghemat tenaga pemeliharaan dan tempat untuk

kandang.

" Untuk menyatukan pelaku – pelaku dalam kegiatan bersama perlu

adanya leader (pemimpin) baik berasal individu atau

instansi/pemerintah yang memiliki jiwa entrepreneur. Komitmen dan

kemauan dari pemimpin tersebut merupakan langkah yang strategis

untuk memacu pengembangan klaster.

Pada contoh diatas, dinas terkait menjadi penggerak dalam pengembangan klaster

rumput laut dan peternakan sapi.

Gambaran untuk sektor non pertanian

" Pada contoh kasus yang disampaikan, lapangan usaha yang

dikembangkan adalah industri sasirangan (tekstil) di Kalimantan

Selatan. Dari pengamatan terlihat bahwa persaingan diantara

pelaku UMKM cukup tinggi, antara lain dalam hal penetapan harga

jual, informasi pembeli, pengembangan motif dll. Untuk

membangun kebersamaan, maka pelaku UMKM didampingi oleh

fasilitator klaster (BDS, LSM ataupun universitas) yang berfungsi

sebagai fasilitator klaster.

" Kendala yang dihadapi adalah fasilitator klaster (dalam contoh dari

Perguruan Tinggi) yang ada masih tergantung pada program

Pemerintah. BDS tersebut memperoleh bantuan dari Kementerian

Koperasi dalam bentuk dana pendampingan dan dana bergulir.

Sehingga ketika program selesai, keberlanjutan BDS masih

dipertanyakan

c. BAPPENAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Direktorat

Kewilayahan II

Page 49: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

47 K

i. BAPPENAS dalam hal ini Direktorat Kewilayahan II, berperan sebagai

lembaga yang melakukan pengkajian pengembangan wilayah termasuk

satu diantaranya dengan cara pengembangan klaster.

ii. Hasil dari kajian yang telah dilakukan bahwa kegagalan dalam

mengembangkan klaster dikarenakan :

a) Pengembangan klaster tidak berdasarkan pada potensi yang ada di

masyarakat. Program klaster lebih dikarenakan adanya kepentingan

pemerintah untuk membentuk klaster.

b) Kurangnya komitmen dan kemauan (willingness) pemerintah dan

stakeholders yang terkait. Akibatnya kebijakan pengembangan UMKM

justru bersifat kontraproduktif.

c) Tidak adanya grand strategy (rencana induk) yang melibatkan pelaku

hulu-hilir pada klaster yang dikembangkan. Misalnya: peternakan sapi

potong, yang diperhatikan hanya sapi potong, tetapi peluang usaha

yang lain kurang diperhatikan misalnya pengolahan kotoran sapi

menjadi pupuk organik.

d) Pengembangan klaster mengecil menjadi sentra usaha. Seharusnya

pengembangan klaster diarahkan untuk dapat menjadi penunjang

pengembangan ekonomi lokal dan ekonomi regional. Agar

pengembangan klaster tidak terjebak menjadi sentra, maka rencana

induk harus dibuat secara bottom up.

d. BPPT – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pusat Pengkajian

Kebijakan Peningkatan Daya Saing

i. Konsep pengembangan klaster adalah adanya linkage antar pelaku-pelaku

klaster dan terciptanya nilai tambah (value chain)

ii. Agar linkage dan nilai tambah dapat diperoleh, maka pengembangan

klaster dilakukan melalui pendekatan partisipatory. Langkah-langkah yang

dilakukan sebagai berikut (mengacu pada contoh proses pembentukan

klaster di Tegal-Jawa Tengah) :

a). Proses partisipasi

Page 50: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

48 K

" Proses ini diawali dengan melakukan identifikasi usaha-usaha

yang mempunyai prospek untuk berkembang.

" Kemudian dilakukan pemetaan kondisi lingkungan klaster

(meta plan). Faktor yang dipetakan mengacu pada diamond

model yang disampaikan Michael Porter. Peta tersebut akan

menggali hal-hal yang menjadi kendala dan hal-hal yang

menjadi pendukung.

" Dilakukan penguatan lingkungan usaha, melalui perumusan

tujuan bersama, strategi bersama hingga membuat matriks

rencana kerja untuk melakukan aksi bersama. Untuk

melangkah ke aksi bersama diperlukan manajemen dari

klaster tersebut.

b). Proses analisa (tahun 2006).

Analisa yang digunakan adalah:

" Analisa rantai nilai, untuk mengetahui nilai tambah dari

masing-masing pelaku.

" Analisa kompetensi inti, meliputi peta pelaku industri pemasok,

pembeli (buyer), industri terkait, industri pendukung dan

institusi pendukung.

" Hasil analisa rantai nilai dan kompetensi inti ini untuk

menentukan kepada siapa/kemana pembiayaan perlu

diberikan.

iii. Faktor penting yang juga terkait dalam mengembangkan UMKM/IKM

dengan pendekatan klaster adalah :

a) Peningkatan kapasitas (capacity building) pelaku-pelaku yang terlibat

dalam klaster.

b) Adanya tokoh panutan/pemimpin yang berpengaruh (Local Champion)

Contoh pendekatan klaster yang cukup berhasil adalah yang dilakukan di Tegal.

Melalui peran pemerintah daerah dalam hal ini Kepala Bappeda yang berkomitmen

mengembangkan UMKM, maka terbentuk 5 klaster yang berkembang yaitu: klaster

Page 51: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

49 K

engine dan aplikasinya, komponen kapal, pariwisata, sapi potong dan jagung

hibrida.

Keberhasilan yang diperoleh dapat dilihat dan diukur dari tingkat pendapatan yang

meningkat dari pelakupelaku yang ada pada klaster. Sebagai gambaran

pendapatan petani jagung hibrida yang bertambah. Harga hasil pertanian seperti

pada umumnya sangat berfluktuasi. Petani pada posisi tawar yang tidak seimbang

terhadap pembeli (umumnya tengkulak yang berfungsi sebagai penebas hasil

panen). Ketika proses mengembangkan klaster, petani difasilitasi agar

memperoleh harga yang wajar dan penebas pun memperoleh keuntungan yang

diharapkan. Caranya dengan mengajak petani untuk mengatur waktu tanam serta

memperluas areal dan mengajak penebas untuk melakukan tebasan secara

periodik dalam kondisi jagung sudah mencapai umur produksi siap tebas.

e. BPPT – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Business Technology

Center/BTC

i. BPPT-BTC dalam hal ini berperan menyediakan aplikasi teknologi untuk

UMKM/IKM

ii. Untuk mendukung peran tersebut, BPPT memperoleh bantuan dari Uni

Eropa dalam bentuk dana hibah (grant). Dana hibah ini digunakan untuk

program teknologi informasi kepada Koperasi. Pertimbangannya adalah

dari pengalaman banyak negara yang telah menggunakan teknologi

informasi khususnya internet untuk memasarkan produk-produk

UMKM/IKM. Pemasaran melalui cara ini terbukti sangat efektif untuk

meningkatkan penjualan.

iii. Kondisi koperasi di Indonesia masih lemah, sehingga perlu dilakukan

peningkatan kapasitas agar dapat melayani UMKM lebih baik. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah melalui penyediaan teknologi informasi.

Pada saat ini akan dilakukan pilot project teknologi informasi dengan

pemerintah daerah Jawa Tengah.

f. Departemen Pertanian

i. Untuk mengembangkan klaster pada komoditi pertanian tidaklah mudah,

mengingat karakteristik dari sektor pertanian sendiri, sehingga tidak semua

komoditi pertanian dapat diklasterisasi.

Page 52: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

50 K

ii. Faktor keberhasilan dalam kredit tanaman perkebunan adalah adanya

industri inti yang menampung produk mereka. Sistem yang dikembangkan

dalam hubungan industri inti dan petani adalah sistem bagi hasil.

iii. Sedangkan untuk tanaman pangan (termasuk hortikultura), kapasitas

petani masih sangat rendah. Untuk itu pada level petani masih sangat

diperlukan usaha penguatan kapasitas. Pada sektor pertanian,

pembiayaan bank dirasakan belum mampu menggantikan peran tengkulak

(dalam ketepatan waktu pemberian dan jumlah pinjaman yang

dibutuhkan).

Kebijakan di tingkat pusat ini, lebih jauh juga menjadi inspirasi bagi pemerintah-

pemerintah di daerah dalam mengembangkan ekonomi masyarakatnya. Salah satu

pemerintah daerah yang melakukan program pengembangan klaster adalah

Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Jawa Tengah. Program di tingkat propinsi

tersebut diakomodasikan dan dikoordinasikan dengan pemda-pemda di tingkat

kabupaten.

2.3.5. Perkembangan Sentra/Klaster UKM di Indonesia

Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pendekatan

sentra/klaster adalah salah satu cara untuk mengembangkan UKM. Melalui

sentra/klaster akan mempermudah upaya pembinaan terhadap UKM,

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumber daya dalam

pengembangan UKM yang diharapkan akan segera mewujudkan UKM yang

memiliki daya saing tinggi. Selain itu, dengan klaster UKM diharapkan akan

terwujud sebuah "Supply Chain Management" dalam klaster, yaitu sebuah

keadaan dimana pertukaran informasi dan barang antar pengusaha dalam klaster

dan konsumennya, berlangsung secara optimal dan efisien.

Pendekatan pengembangan UKM melalui sentra/klaster sebenarnya bukanlah

strategi baru. Di banyak negara seperti Italia, Jepang, Denmark, Norwegia,

Amerika Serikat, Kanada, India dan Taiwan telah merintis pengembangan klaster

sejak 30-40 tahun lalu. Pemerintah Indonesia juga sudah pernah berupaya

mengembangkannya di sekitar tahun 1974 oleh BIPIK Departemen Perindustrian,

waktu itu. Namun, karena pengembangan sentra tidak dilakukan secara alamiah,

tetapi lebih banyak dilakukan dengan memindahkan UKM ke suatu tempat usaha

baru, maka program ini banyak mengalami kegagalan.

Page 53: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

51 K

Pada tahun 2000, Shujiro Urata sebagai Penasehat Senior JICA kepada Menteri

Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri di masa itu, kembali

merekomendasikan pengembangan UKM melalui klaster. Dalam rekomendasinya,

Urata mendorong pengembangan klaster UKM karena memiliki banyak

keuntungan. Beberapa diantaranya adalah : (a) memudahkan UKM untuk

mengatasi masalah pengadaan bahan baku dan mesin, (b) promosi penjualan

produk, dan (c) mengurangi risiko akibat fluktuasi permintaan dengan membuat

skala yang sesuai pada suatu klaster. Disamping itu, melalui klaster juga akan

memperoleh manfaat untuk tukar menukar informasi tentang desain baru, metode

pengolahan dan pengembangan produk baru serta berbagi dalam pengeluaran

untuk penelitian dan pengembangan.

1. Gambaran Sentra/Klaster UKM

Menurut data tahun 1996, jumlah usaha dalam klaster berkisar sebanyak 475.000

unit, sementara jumlah industri kecil dan rumah tangga adalah sekitar 2.875.000

unit. Artinya sekitar 17% industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi

dalam klaster.

Tabel 2. Sepuluh Subsektor Klaster Terbesar Tahun 1996

No ISIC Sub Sektor Unit Tenaga Kerja

Valule Added

(000 Rp)

Klaster

1 3313 Anyaman kayu/bamabu/rotan

107.350 229.000 86.789.000 1.433

2 3642 Pembuatan bata, genteng, keramik

45.530 175.000 234.412.000 935

3 3118 Gula 63.600 126.000 20.643.000 677

4 3211 Pemintalan/Penenunan/yam, teks/til

51.930 117.500 73.028.000 880

5 3124 Tempe terbuat dari kedelai 25.660 65.500 295.317.000 660

6 3125 Berbagai jenis keripik (makanan)

22.630 64.700 27.624.000 413

7 3221 Aksesories pakai 16.030 62.400 67.104.000 454

8 3321 Mebel kayu/bambu/rotan 13.030 53.690 50.284.000 468

9 3127 Kue basah, kering, produk sejenis

15.210 44.490 17.649.000 327

10 3710 Produk dasar besi dan baja 9.980 35.930 22.598.000 458

Sub-Total

371.110

(78%)

974.230

(75%)

904.448.000

(71%)

6705

(68)

Total 475.000 1.295.000 1.270.405.380 9.800

Indikator klaster industri kecil dan rumah tangga di Indonesia

(17%)

2.875.000

3 TK/UKM Rp 1000/TK

Rp 2.675/UKM

48 UKM/ Klaster

Sumber: Deperindag, BPS, KRI Internasional.

Page 54: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

52 K

Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya adalah sebanyak 1.295.000 orang,

sementara itu jumlah tenaga kerja total yang terserap oleh industri kecil rumah

tangga adalah 14.375.000 pada tahun 1996. Berarti ada sekitar 9% dari tenaga

kerja yang terlibat dalam industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi pada

klaster. Jika dibandingkan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah UKM-nya,

maka setiap UKM rata-rata mempekerjakan 3 orang tenaga kerja.

Tabel 2 menunjukkan sepuluh subsektor terbesar dalam hal tenaga kerja. Sepuluh

subsektor terbesar ini mewakili 68% dari keseluruhan klaster, sekitar 75% dari

seluruh tenaga kerja dalam klaster dan sekitar 78% dari seluruh usaha dalam

klaster. Subsektor terbesar adalah subsektor anyaman kayu/bambu/rotan, yang

jumlahnya mencapai 18% dari keseluruhan tenaga kerja dalam klaster.

Pada tahun 1996, rata-rata nilai tambah yang dihasilkan per tenaga kerja dari

seluruh klaster diperkirakan sebesar Rp 1 juta atau sekitar Rp 2,675 juta per UKM.

Sebaran klaster-klaster tersebut dapat dilihat dalam gambar 10.

Gambar 10. Jumlah Klaster UKM Tahun 1998

Sampai dengan 1998 sudah terbentuk atau berkembang 12.162 klaster dengan

rincian di Jakarta ada 92 klaster, Jawa (diluar Jakarta) ada 5.623 klaster, Sumatera

ada 2.511, Bali dan Nusa Tenggara 1.313, Maluku dan Papua 381 klaster,

sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi terdapat 2242 klaster. Menurut Noer

Soetrisno (2002) jumlah UKM yang terpantau dalam sentra sebagai embrio klaster

diperkirakan mencapai 475 ribu unit. Dilihat dari penyebarannya meliputi sekitar

58% sentra yang ada di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Secara umum karakteristik dari klaster UKM di Indonesia adalah berlokasi di

92

5623

2511

1313

2242

381

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Jakarta

Jaw a (diluar Jakarta)

Sumatera

Bali dan Nusa Tenggara

Kalimantan dan Sulaw esi

Maluku dan Papua

Jumlah Klaster

Page 55: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

53 K

daerah terpencil, dalam klaster hanya memiliki sedikit UKM yang layak. Produk

yang dihasilkan adalah komoditi regional, sedangkan pasar yang dilayani adalah

pasar regional, biasanya bagi produk-produk pengganti, dan berada dalam pasar

yang sempit. Teknologi yang digunakan adalah teknologi tradisional.

Tabel 3. Karakteristik Klaster UKM di Indonesia

Lokasi Sebagian besar terpencil

UKM Hanya sedikit yang layak

Produk Komoditi regional

Pasar Pasar regional

Pasar pengganti

Pasar yang sempit

Teknologi Teknologi rendah Sumber: JICA

Hasil Studi JICA

Tim studi JICA yang dipimpin oleh Koizumi Hajime (2003) telah melakukan kajian

selama dua tahun di Indonesia (2002-2003) tentang " Strengthening Capacity of

SME Cluster". Tim studi JICA ini mengusulkan "Master Concept and Strategy

for SME Cluster Development from Lessons Learnt". Tim ini telah mengkaji 10

sentra UKM di Jawa yaitu (1) sentra logam di Tegal, Sukabumi dan Sidoarjo; (2)

sentra furniture kayu di Klaten-Serenan; (3) sentra gambir di Harau-50 Kota; (5)

sentra minyak Atsiri (vetiver) di Garut; (6) sentra pandai besi pembuatan alat-alat

pertanian (Blacksmith) di Tanjung Batu; (7) sentra tahu dan tempe di Mampang

(Jakarta) dan Bekasi; dan (8) sentra batu bata dan genteng di Kebumen.

Dari ke sepuluh sentra di atas, Tim studi JICA memilih 3 sentra, yaitu sentra logam

di Sidoarjo, sentra furniture kayu di Klaten-Serenan, dan sentra batu bata dan

genteng di Kebumen, Jawa Tengah untuk dikaji dan diamati secara saksama dan

rutin. Adapun hasil dari kajian tersebut, Tim JICA akhirnya membuat rekomendasi

tentang strategi pengembangan sentra/klaster UKM, seperti yang tampak dalam

gambar 11.

Page 56: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

54 K

Gambar 11. Skenario Penumbuhan Klaster/UKM

Gambar 12. Pendekatan Pengembangan Klaster UKM yang Viable dan Kompetitif.

Tipe Industri Faktor Ancaman Fokus BDS

Industri Menegah – Besar

Industri Produksi Masal

Over produksi

Sustainabilitas

Pemasaran

Manajemen

Industri Kerajinan

Industri Rumah Tangga

Pengeringan, penggunaan material efektif, produk khusus, pengolahan bahan baku, penurunan kerusakan

Pengrajin

Pasar terbatas

Penolakan

Teknologi

Pemasaran

Manajemen

UKM Mampu

UKM Mampu (Viable)

UKM

ATAS

TENGAH

BAWAH

UKM Potensial

BDS K-BDS

BDS K-BDS

BDS

UKM dengan Keinginan

Kuat

UKM Dinamis

UKM Non-Viable

Merubah Keinginan

Secara perlahan akan mati

Merubah Modalitas Bisnis

Pendidikan dan Pelatihan

Daya Saing

Intensifikasi Sumber Daya

Intensifikasi Modal

Intensifikasi Tenaga Kerja

Intensifikasi Teknologi

Penghematan Sumberdaya

Klaster UKM

Page 57: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

55 K

Gambar 13. Pendekatan "3C" dalam Penguatan Klaster UKM

Gambar 14. Pendekatan Kerjasama Selektif Pengembangan Sentra UKM

Clustering Value Chain

COMPETITION (Under Communicative

Justice)

COOPERATION (Under Distributive

Justice)

CONCENTRATION (Under General Justice)

Antar UKM Antar Klaster Antar Sub-Sektor Antar Lembaga Publik (Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota)

Spesialisasi Sub-kontrak Target produk (sub-sektor)

Antar UKM/Klaster Asosiasi menurut Sub-Sektor Kemitraan Publik – Swasta

Klaster

Koperasi Bukan Klaster

Individu

Koperasi Keinginan Kuat

Tidak Ada Keinginan

Klaster Kelompok Kelompok Koperasi

Contoh: Konsorsium Kebumen Unit Kolaborasi Serenan

PT Kemitraan Koperasi

PT. Penyedia Material Kebumen

Klaster

Kerjasama

“3C” Cooperation Competition

Concentration

Sistem Informasi Tertutup

Sistem Informasi Terbuka

Page 58: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

56 K

Adapun upaya atau pendekatan untuk mendorong UKM mampu (viable) dan

kompetitif dapat dilakukan dengan cara seperti yang ditampilkan dalam gambar 14.

Sedangkan untuk penguatan klaster UKM dapat dilakukan pendekatan “3C”

(Competition, Cooperation, dan Concentration). Hal ini dapat digambarkan dalam

gambar 13.

Gambar 15. Pengalokasian Sumberdaya yang Efektif (SDM, Teknologi dan Finansial)

Agar pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efektif, maka antara

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Menegkop dan UKM disarankan

agar ada pembagian tugas yang jelas. Hal tersebut dapat digambarkan seperti

dalam gambar 15.

3. Faktor Penentu Dinamika Sentra

Perkembangan sentra UKM secara teoritis dipengaruhi oleh dinamika

perekonomian nasional dan lokal, kebijakan pemerintah, dan dinamika industri

yang bersangkutan, serta tingkat innovasi UKM. Perkembangan perekonomian

suatu wilayah dapat diamati dari berbagai indikator, antara lain pendapatan per

kapita, perkembangan PAD (Pendapatan Asli Daerah), PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), jumlah

penduduk. Perkembangan perekonomian tersebut semestinya memberikan

dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan semua pelaku ekonomi

di kabupaten tersebut, baik melalui semakin luasnya kesempatan kerja,

pemerataan pembangunan, kemudahan pelaku ekonomi memperoleh informasi

pasar dan permodalan maupun melalui bentuk lain.

DEPERINDAG

Target Industri BDS

MENEGKOP&UKM

Koperasi, Klaster, Keuangan Mikro

COMPETITION

• Sistem Info Terbuka

• Sistem legal/legislatif

• Model bisnis dinamis

• Penguatan kapasitas pemimpin

COOPERATION

• Kerjasama selektif

• Pendidikan dalam perubahan model bisnis

• Kemitraan publik-akademik-swasta

CONCENTRATION

• Punya kemauan keras (Pendekatan selektif)

• Spesialisasi

• Target produk

Page 59: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

57 K

UKM sebagai salah satu pelaku ekonomi sudah sepantasnya memperoleh

manfaat dari perkembangan ekonomi suatu wilayah apalagi UKM telah

membuktikan sebagai katup penyelamat perekonomian nasional pada masa

Indonesia di hantam badai krisis ekonomi. Fenomena yang muncul agak

berbeda, perkembangan perekonomian daerah di Indonesia pada umumnya

kurang mendukung perkembangan UKM di wilayah tersebut. Hasil kajian

menunjukkan bahwa indikator-indikator perekonomian daerah kurang

“bersahabat” dengan UKM. Secara individu beberapa indikator perekonomian

daerah berpengaruh terhadap dinamika perkembangan sentra UKM dan UKM

yang berada di dalam sentra, namun pada umumnya secara bersama-sama relatif

tidak mempunyai pengaruh. Hal ini mengindikasikan belum adanya sinergi

kebijakan pemerintah daerah dengan perkembangan dinamika ekonomi lokal untuk

menstimulan kinerja sentra UKM

Perkembangan ekonomi lokal yang berpengaruh terhadap perkembangan kinerja

sentra UKM dan kinerja UKM di dalam sentra ditemukan pada tiga propinsi, yaitu:

Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Hal ini mengindikasikan

bahwa di tiga daerah tersebut pemerintah daerahnya telah memberikan porsi

kebijakan yang memiliki dampak pada sentra UKM, sedang pemerintah

daerah/lokal belum memiliki perhatian khusus terhadap upaya peningkatan kinerja

sentra UKM maupun individu UKM dalam sentra, atau indikasi pemerintah

daerah/lokal masih lebih memprioritaskan pembangunan bidang lain daripada

pembangunan sentra UKM dan UKM yang berada dalam sentra.

Fenomena yang terjadi di propinsi menunjukkan bahwa secara umum

perkembangan ekonomi daerah/lokal belum mempengaruhi kinerja sentra UKM

dan per unit UKM dalam suatu sentra. Pada beberapa propinsi saja yang

mengindikasikan perkembangan ekonomi daerah/lokal berdampak pada dinamika

sentra UKM dan per unit UKM dalam suatu sentra, bahkan ada yang berdampak

negatif.

Di Propinsi Sumatera Utara, indikator rasio pertumbuhan pengeluaran

pembangunan terhadap pertumbuhan PAD, rasio PAD terhadap APBD, dan

pertumbuhan PAD berpengaruh positif dan bermakna terhadap kinerja sentra UKM

yang diukur dari nilai tambahnya, dan indikator pengeluaran pembangunan per

APBD berpengaruh negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran

pembangunan di Sumatera Utara lebih diutamakan untuk pengembangan sektor

lain. Apabila dilihat dari sisi pengaruh indikator tersebut terhadap nilai tambah per

Page 60: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

58 K

UKM dalam sentra, hanya rasio PAD terhadap APBD yang berpengaruh dan

pengaruhnya positif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi kemampuan Propinsi

Sumatera Utara membiayai dirinya sendiri akan meningkatkan nilai tambah per unit

UKM.

Berbeda dengan fenomena yang terjadi di Propinsi Jawa Timur. Hanya indikator

pangsa PDRB dan rasio pengeluaran pembangunan terhadap PDRB yang

mempengaruhi nilai tambah per UKM dalam suatu sentra dan pengaruhnya negatif

dan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kedua indikator tersebut

justru menurunkan nilai tambah per UKM. Dengan kata lain, kebijakan ekonomi di

Jawa Timur belum menyentuh UKM.

Lain halnya fakta yang muncul di Propinsi Sulawesi Selatan, hanya satu indikator

yang berpengaruh terhadap nilai tambah sentra UKM dan pengaruhnya bermakna

dan negatif, yaitu tingkat pengangguran. Artinya, apabila pengangguran di

Sulawesi Selatan meningkat maka nilai tambah UKM akan menurun. Hal ini

mengindikasikan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat menganggur akan

menurunkan nilai tambah yang diciptakan oleh sentra UKM di Sulawesi Selatan.

Temuan tersebut memberikan tanda bahwa sudah saat nya pemerintah

daerah/lokal menerbitkan kebijakan meningkatkan kinerja sentra UKM dan unit

UKM dalam sentra, baik melalui kebijakan yang sifatnya langsung maupun tidak

langsung. Salah satu bentuk kebijakan langsung adalah peningkatan produktivitas

sentra dan UKM dengan menyediakan permodalan atau kemudahan dalam

mengakses modal. Kebijakan tidak langsung mengarah pada penciptaan iklim

usaha yang sehat yang menjamin terciptanya persaingan bisnis yang kondusif.

a. Faktor Penentu Kinerja Sentra UKM

Hasil menunjukkan bahwa fungsi produksi sentra UKM dipengaruhi secara

bermakna dan positif oleh faktor nilai investasi, dan nilai produksi. Adapun bahan

baku berpengaruh signifikan dan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata

nilai tambah sentra dari faktor bahan baku dan jumlah unit usaha pada tahap

penurunan. Artinya, penambahan bahan baku dan jumlah unit usaha untuk

meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan sentra UKM sudah tidak efektif. Upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah sentra UKM dengan

meningkatkan investasi dan nilai produksi. Peningkatan nilai investasi dapat

dilakukan oleh pemerintah daerah/lokal dengan menyediakan pinjaman modal,

Page 61: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

59 K

sedangkan nilai produksi dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi yang

relatif modern dan/atau melakukan innovasi.

Apabila penambahan faktor produksi tersebut dilakukan bersama-sama maka

hanya kombinasi antara investasi dan jumlah tenaga kerja yang tidak berpengaruh

terhadap nilai tambah sentra UKM. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang

dilakukan selama ini belum diselaraskan dengan ketrampilan tenaga kerja yang

bekerja pada sektor UKM.

Perbandingan kinerja sentra UKM yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau

Jawa, menunjukkan ada perbedaan pengaruh faktor produksi terhadap kinerja

sentra UKM. Pengaruh perubahan jumlah tenaga kerja terhadap nilai tambah

sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,06% dibandingkan di luar Pulau Jawa.

Demikian pula dengan pengaruh perubahan nilai produksi terhadap nilai tambah

sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,24% relatif terhadap luar Pulau Jawa.

Berbeda dengan pengaruh perubahan jumlah unit usaha dan nilai bahan baku

terhadap nilai tambah sentra UKM di Pulau Jawa lebih besar 0,07% dan 0,27%

dibandingkan dengan sentra UKM di luar Pulau Jawa. Sedangkan pengaruh

perubahan nilai investasi terhadap nilai tambah UKM antara Pulau Jawa dan luar

Pulau Jawa tidak berbeda. Oleh karena itu, pengembangan nilai tambah sentra

UKM di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan memfokuskan pada peningkatan unit

usaha dan penggunaan bahan baku.

Adapun hasil estimasi berdasarkan perbedaan sentra UKM yang maju dengan

yang kurang maju menunjukkan hasil yaitu pengaruh perubahan jumlah unit usaha

dan bahan baku terhadap nilai tambah sentra UKM berbeda. Pada UKM yang

maju pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut lebih besar

dibandingkan UKM kurang maju. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga kerja

dan nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif

lebih kecil daripada UKM yang belum maju. Baik pada UKM yang maju dan belum

maju, pengaruh faktor produksi investasi tidak berbeda dan umumnya memiliki

pengaruh terhadap perkembangan kinerja sentra UKM. Dengan demikian untuk

mengembangkan sentra UKM yang tergolong belum maju dalam suatu sentra

dilakukan dengan menambah tenaga kerja dan meningkatkan nilai produksinya.

Secara umum dinamika perkembangan sentra UKM dipengaruhi secara signifikan

dan positif oleh nilai produksi dan dipengaruhi secara bermakna dan negatif oleh

faktor produksi bahan baku. Selain dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut di

Page 62: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

60 K

Propinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dinamika sentra UKM dipengaruhi

pula secara positif oleh investasi, dan di Propinsi Kalimantan Selatan kinerja sentra

UKM dipengaruhi pula secara negatif oleh tenaga kerja.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah sentra

UKM di Indonesia dilakukan dengan meningkatkan nilai produksi. Untuk Propinsi

Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, selain meningkatkan nilai produksi,

peningkatan nilai tambah sentra UKM dapat dilakukan dengan menambah

investasi. Di Kalimantan Selatan dapat dikatakan bahwa penambahan tenaga kerja

justru menurunkan nilai tambah sentra UKM. Hal ini menggambarkan bahwa

tenaga kerja yang tersedia termasuk tenaga kerja dengan produktivitas yang relatif

rendah.

Hasil estimasi berdasarkan perbedaan UKM yang maju dengan yang kurang maju

menunjukkan pengaruh perubahan bahan baku dan nilai produksi terhadap

kinerja sentra UKM berbeda. Pada sentra UKM yang maju pengaruh bahan baku

tersebut lebih besar dibandingkan sentra UKM kurang maju. Lain halnya dengan

nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif lebih

kecil daripada sentra UKM yang belum maju.

Fenomena di Propinsi Sumatera Selatan, selain bahan baku dan nilai produksi,

faktor produksi investasi dan jumlah unit usaha memberikan pengaruh yang

berbeda antara UKM yang maju dan kurang maju. Pengaruh investasi pada UKM

yang maju relatif lebih besar dan pengaruh jumlah unit usaha pada UKM yang

maju relatif lebih kecil dibandingkan dengan UKM yang kurang maju.

Berbeda dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, selain bahan

baku dan nilai produksi, faktor produksi investasi memiliki pengaruh pula yang

lebih besar terhadap nilai tambah UKM yang maju daripada UKM yang belum

maju. Oleh karena itu, untuk mengembangkan nilai tambah UKM yang tergolong

belum maju dalam suatu sentra dilakukan dengan meningkatkan nilai produksinya.

Nilai tambah komoditas yang dihasilkan oleh UKM dalam suatu sentra pada

umumnya dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi dan

dipengaruhi secara negatif oleh bahan baku, kecuali untuk komoditas tempe dan

garment selain dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi,

dipengaruhi pula secara negatif oleh investasi (untuk tempe) dan secara positif

oleh investasi (untuk garment).

Page 63: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

61 K

Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum untuk meningkatkan nilai

tambah komoditas yang dihasilkan UKM dalam suatu sentra dengan meningkatkan

nilai produksi. Salah satu upaya meningkatkan nilai produksi komoditas tersebut

dengan melakukan innovasi pemasaran atau desainnya.

Pembedaan berdasarkan komoditas yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa dan luar

Pulau Jawa menunjukkan pola yang tidak sama. Untuk komoditas genteng,

meubel, dan gerabah tidak ada perbedaan faktor produksi yang mempengaruhi

nilai tambah komoditas. Komoditas gula, kerupuk dan garment memiliki kesamaan,

yaitu bahan baku memiliki pengaruh yang berbeda terhadap nilai tambah

komoditas yang lebih besar di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa

dan nilai produksinya memiliki perbedaan dalam mempengaruhi nilai tambah

komoditas UKM, pengaruhnya terhadap nilai tambah komoditas UKM lebih kecil di

Pulau Jawa.

Faktor nilai produksi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap nilai tambah

komoditas anyaman dan batu bata yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa

dibandingkan dengan UKM di luar Pulau Jawa, namun bahan baku sebaliknya.

Secara umum pengaruh faktor produksi bahan baku dan investasi terhadap nilai

tambah komoditas pada UKM yang maju relatif lebih besar daripada UKM yang

kurang maju, namun pengaruh tenaga kerja lebih besar pada UKM yang kurang

maju.

b. Faktor Penentu Kinerja UKM Dalam Sentra

Produktivitas UKM yang berada dalam sentra diukur dengan laju perubahan nilai

tambahnya. Nilai tambah per unit usaha akan meningkat apabila investasi dan

nilai produksi ditingkatkan, sedangkan faktor tenaga kerja tidak berpengaruh. Hal

ini mengindikasikan bahwa mesin dan/atau peralatan yang digunakan lebih

mendukung peningkatan produktivitas per unit usaha dibandingkan tenaga kerja.

Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja hanya berperan sebagai operator peralatan

atau mesin.

Pengaruh unit usaha terhadap nilai tambah per unit usaha yang negatif

mengindikasikan bahwa rata-rata nilai tambah per unit usaha telah mengalami

penurunan. Demikian pula pengaruh bahan baku yang negatif terhadap nilai

tambah per unit usaha dalam sentra mengindikasikan bahwa pemanfaatan bahan

baku dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah dalam suatu sentra

Page 64: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

62 K

belum efisien.

Apabila peningkatan penggunaan bahan baku dilakukan secara bersamaan

dengan peningkatan jumlah tenaga kerja atau peningkatan investasi maka nilai

tambah per unit usaha akan meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan penggunaan bahan baku harus disertai dengan penambahan

penggunaan tenaga kerja atau penambahan penggunaan mesin atau peralatan

dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah agar bahan baku dapat

digunakan relatif efisien atau optimal.

Fenomena yang terjadi apabila dilakukan pembedaan sentra berdasarkan

letaknya (di Jawa dan luar Jawa) adalah antara sentra di Pulau Jawa dan di luar

Pulau Jawa terdapat perbedaan pengaruh tenaga kerja, jumlah unit usaha, bahan

baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha dalam sentra.

Pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut di Pulau Jawa relatif lebih

besar dibandingkan luar Pulau Jawa, dan pengaruh tenaga kerja dan nilai

produksi di Pulau Jawa relatif lebih kecil daripada sentra di luar Jawa. Dengan

demikian, untuk meningkatkan nilai tambah per unit usaha di Pulau Jawa relatif

lebih baik dilakukan dengan menambah unit usaha dan penggunaan bahan baku.

Apabila pembedaan berdasarkan UKM yang berada pada sentra yang maju dan

tidak maju, maka perbedaan yang muncul adalah pengaruh jumlah tenaga kerja,

bahan baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha. Pengaruh

bahan baku terhadap nilai tambah per unit usaha pada UKM yang maju relatif lebih

besar 0,80% dibandingkan UKM yang kurang maju, namun pengaruh jumlah

tenaga kerja dan nilai produksi terhadap produktivitas per unit usaha dalam sentra

yang diukur dengan nilai tambah per unit usaha relatif lebih kecil dibandingkan

UKM yang kurang maju dalam sentra. Dengan demikian untuk meningkatkan

kinerja nilai tambah per unit usaha pada UKM yang kurang maju dilakukan dengan

menambah tenaga kerja dan nilai produksi.

Kinerja nilai tambah per UKM dalam sentra, secara umum dipengaruhi secara

positif dan bermakna oleh nilai produksi dan dipengaruhi negatif oleh bahan baku

serta jumlah unit usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap UKM dalam sentra

perlu memikirkan strategi meningkatkan nilai produksi, misal melalui innovasi.

Indikasi yang lain adalah rata-rata nilai tambah per UKM mencapai tingkat yang

menurun.

Untuk di Propinsi Jawa Barat dan NTB, selain nilai produksi faktor produksi

Page 65: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

63 K

investasi mempengaruhi nilai tambah per UKM secara bermakna dan positif.

Artinya, untuk kedua propinsi tersebut tersedianya dana untuk investasi relatif lebih

penting dibandingkan faktor produksi lainnya.

Analisis berdasarkan pemisahan per UKM yang maju dan kurang maju di sentra di

setiap propinsi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh bahan baku

terhadap nilai tambah per UKM. Pengaruh bahan baku tersebut relatif lebih besar

pada UKM yang lebih maju. Artinya, apabila pada UKM yang maju ditingkatkan

penggunaan bahan bakunya maka pengaruhnya terhadap nilai tambah per UKM

relatif lebih besar dibandingkan hal yang sama diterapkan pada UKM yang belum

maju. Hal yang berbeda terjadi pada UKM di Propinsi NTB, antara UKM maju dan

belum maju tidak terdapat perbedaan besar-kecilnya pengaruh faktor produksi

terhadap nilai tambah per UKM.

c. Indikator Sentra UKM Yang Dinamis

Kinerja UKM yang berada dalam sentra yang telah maju relatif lebih baik

dibandingkan dengan UKM yang berada dalam sentra yang belum maju. Hasil

kajian mengindikasikan sentra yang dinamis di Indonesia umumnya memiliki

kriteria sebagai berikut:

! Jumlah UKM di dalam sentra rata-rata di atas 37 orang pengusaha kecil

dan menengah

! Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam

sentra rata-rata di atas Rp 2.737.500.000,00 per tahun

! Jumlah tenaga kerja di dalam sentra rata-rata di atas 147 orang.

! Jumlah tambahan investasi di dalam sentra rata-rata di atas Rp

52.000.000,00 per tahun.

Pembinaan sentra UKM harus didasarkan pada potensi sentra UKM yang dapat

dikembangkan secara cepat. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria sentra yang dapat

segera dikembangkan, antara lain:

! Jumlah UKM di dalam sentra berkisar 20 orang pengusaha atau lebih

! Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam

Page 66: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

64 K

sentra berkisar Rp 393.500.000 per tahun

! Jumlah tenaga kerja di dalam sentra berkisar 70 orang

! Jumlah tambahan investasi di dalam sentra di atas Rp 10.000.000 per

tahun

2.4. Praktik Terbaik Pengembangan Klaster UKM

Di beberapa negara ada banyak contoh terbaik atau "best practices" yang mungkin

dapat dipelajari dalam mengembangkan klaster UKM. Beberapa contoh "best

practices" dalam pengembangan klaster UKM adalah:

2.4.1. Di Italia

Italia, khususnya di Italia bagian Tengah-Utara sebagai pusat pergerakan jejaring

klaster UKM. Menurut C. Richard Hatch (2000), bahwa pada awal tahun 1980-an

pusat pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitamya menjadi

perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan

pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerjasama yang kuat antara

asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman

kerjasama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan

tersebut.

2.4.2. Di Denmark

Keberhasilan di bagian Tengah-Utara Italia telah mendorong para pakar untuk

melakukan kajian dalam pengembangan jejaring UKM melalui klaster. Denmark

diantaranya telah mengambil konsep Italia untuk diterapkan dalam proyek

pengembangan UKM pada tahun 1989 melalui pendekatan klaster. Adapun yang

mendorong keberhasilan pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM di

Denmark adalah peran dari "the Danish Technological Institute". Secara prinsip

program pengembangan jejaring bisnis dilakukan secara transparan melalui mass

media (cetak dan elektronik). Disamping itu juga mengajak pelaku bisnis sukses

dan tentunya dukungan pemerintah dalam bentuk "grant" untuk pengembangan

jejaring produk baru atau memasuki pasar baru, dan program pelatihan bagi

pialang jejaring bisnis guna mendorong kerjasama diantara UKM.

Page 67: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

65 K

2.4.3. Di Chile

Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga sangat

penting adalah proyek yang dikembangkan oleh "the Chilean SME Assistance

Agency, SERCOTEC" pada akhir tahun 1990. Proyeknya disebut "Chile's

Proyectos de Fomento or PROFO program". Proyek ini, ditujukan untuk

mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong

kerjasama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC.

Untuk memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar penuh manajer

yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkordinasikan layanan

dari business development services (BDS) providers, aktivitas kelompok seperti

kunjungan ke salah satu pabrik dan tranportasi ke pameran dagang, serta promosi

aktivitas bisnis kelompok (klaster). Sampai dengan tahun 2000 sudah berkembang

sebanyak 16 sentra/klaster PROFO.

2.4.4. Di India

Development Alternatives Inc. (DAI) melalui bantuan USAID dengan proyek

Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang

melibatkan klaster perusahaan kecil-kecil di bagian Utara kota-kota dan desa-desa

di India. Upaya ini ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha

mikro, kecil dan menengah. Seperti di negara-negara lain, pendekatan

pengembangan jejaring UKM dengan klaster juga melibatkan pialang bisnis, BDS

Providers, dan dana padanan untuk memacu percobaan produk dan pasar baru.

Dalam hal ini kepercayaan antar pengusaha dan adanya kemauan yang keras

untuk bekerjasama menjadi kunci penting bagi suksesnya pengembangan klaster

UKM untuk mendorong terjadinya jejaring bisnis. Pada sisi lain, peranan BDS

Providers juga sangat penting dan oleh karena itu setiap BDS Providers harus

menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Secara konsepsi bahwa disadari

pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin

ringan kalau jumlah UKM dalam sentra atau klaster semakin besar.

2.4.5. Thailand

Satu pelajaran dari sesama negara Asia dapat diambildari Thailand. Thailand

memiliki program yang disebut One Tambun One Product (OTOP), yang berarti

“satu desa satu produk”. Pendekatan OTOP ini adalah pendekatan kelompok

Page 68: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

66 K

dengan unit pengelompokkan desa. Dalam pendekatan ini, dengan mendorong

setiap desa memiliki, setidaknya, satu produk akan mendorong desa untuk

bertindak sebagai satu unit usaha. Produk desa kemudian menjadi salah satu

sumber penerimaan masyarakat desa dan mendorong pertumbuhan desa.

Dengan pendekatan OTOP, penduduk diharapkan peduli dengan lingkungan

desanya.

2.4.6. Belajar Dari Pengalaman Negara Lain

Belajar dari pengalaman negara-negara lain seperti Italia, Denmark, Chile, dan

India sebagaimana diuraikan diatas, C Richard Hatch (2000) mengusulkan

rencana kerja atau "workplan" dalam pengembangan jejaring UKM dengan

pendekatan sentra/klaster. Rencana kerja tersebut meliputi:

!" Mengembangkan kriteria untuk menyeleksi partners (pasangan) yang

memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai.

#" Mengkaji sistem bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis

yang akan dikembangkan.

$" Mengembangkan kurikulum dan materi pelatihan bagi UKM,

broker/pialang bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan

lewat berbagai media termasuk internet.

%" Merancang skim subsidi yang efisien yang dapat mencegah terjadinya

distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis.

&" Menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama

'" Merancang dan melakukan evaluasi secara seksama setiap upaya

pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM.

(" Memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh

staf, pihak-pihak yang bekerjasama, pialang bisnis termasuk BDS

Providers dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikembangkan

dalam pengembangan klaster UKM.

Page 69: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

67 K

2.5. Pemahaman Agribisnis

Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis

yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya.

Subsistem-subsistem tersebut adalah

!" Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness)

#" Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness)

$" Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness)

%" Subsistem jasa penunjang (supporting institution)

Gambar 16. Subsistem Agribisnis

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), Meliputi semua kegiatan untuk

memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau

pengadaan sarana produksi, antara lain : Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro

Otomotif.

Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness), Meliputi kegiatan

Up-stream Agribusiness

Pembibitan Agro Kimia Agro Otomotif

On-farm Agribusiness

Tanaman Pangan Tanaman Holtikultura Tanaman Obat- obatan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

Down-stream Agribusiness

Intermediate Product Finished Product Wholesaler Retailer Consumer

Supporting Institution

Agro Institution Agro Services

Up-stream Agribusiness

On-farm Agribusiness

Down-stream Agribusiness

Supporting Institution

Page 70: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

68 K

mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan

manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain:

Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,

Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), Disebut juga agroindustri,

aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian

sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi

Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer

Subsistem jasa penunjang (supporting institution), Subsistem ini merupakan

kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan

Agro Services.

Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan

pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan

jasa terkait dalam suatu cluster industri dengan keempat komponen subsistem

tersebut.

Suatu sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara

beberapa subsistem bisnis dalam satu sistem komoditas. Pendekatan dengan

sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian karena akan memberikan

nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong

efisiensi usaha.

Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan

oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga

kerja tidak terdidik. Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat

masih bersumber dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan

tenaga kerja tidak terdidik. Sedangkan pada sisi struktur produksi akhir, umumnya

masih menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural

based economy).

Kondisi ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi

kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat

ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat

yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem

agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap

berikutnya.

Page 71: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

69 K

Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya adalah suatu pengelolaan komoditas

yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui percepatan pembangunan dan

pendalaman industri pengolahan (agroindustri) serta industri hulu pada setiap

kelompok agribisnis (agribusiness cluster). Pembangunan agribisnis pada tahap ini

akan menghasilkan produk-produk akhir yang didominasi oleh produk yang bersifat

padat modal dan tenaga terdidik sehingga selain nilai tambah yang dinikmati

bertambah besar juga dapat memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah

dilaksanakan maka pembangunan agribisnis di Indonesia akan bergeser dari

perekonomian berbasis pertanian kepada perekonomian yang berbasis industri

agribisnis (agroindustry based economy).

Pembangunan tahap ketiga dari pembangunan agribisnis adalah tahap

pembangunan yang didorong oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi

pada setiap subsistem dalam kelompok agribisnis yang disertai dengan

peningkatan sumberdaya manusia lebih lanjut sehingga dapat menyesuaikan

dengan perkembangan yang terjadi. Ciri perkembangan yang terjadi pada tahap ini

adalah produktifitas yang tinggi dari lembaga-lembaga penelitian dan

pengembangan pada setiap subsistem agribisnis. Produk yang dihasilkan akan

didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan

tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai tambah yang dapat ditawarkan ke

konsumen. Pada tahap ini perekonomian Indonesia akan beralih dari

perekonomian berbasis modal kepada perekonomian berbasis teknologi

(technology based economy)

2.5.1. Cluster Dalam Agribisnis

Suatu perusahaan merupakan bagian dari struktur rantai dual interconnections

yang menghubungkan konsumen akhir dengan pengumpul bahan baku dalam

konfigurasi bilateral. Hubungan tersebut membentuk suatu rantai suplai (supply

chain) yang merupakan suatu sistem yang otonom namun inter-dipenden. Secara

lebih luas rantai suplai disebut juga sebagai jaringan suplai (supply network) yang

merupakan jaringan yang memiliki manajemen otonom dan berhubungan secara

komersial. Hubungan dalam bentuk jaringan ini memastikan efektifitas keterkaitan

antara bahan baku dengan konsumen akhir. Hal inilah yang menjadi dasar

pengembangan sistem cluster.

Konsep cluster dapat dibagi menjadi dua sistem cluster yaitu cluster yang

memusatkan aktivitasnya dalam suatu lokasi tertentu dari hulu sampai hilir. Ini

Page 72: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

70 K

merupakan cikal bakal dari terbentuknya kawasan industri atau kota industri.

Sedangkan jenis cluster yang kedua adalah pengelompokan aktivitas industri

berdasarkan aktivitasnya, hal ini dikenal dengan istilah spatial cluster.

Agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian atau

peternakan (dapat disebut sebagai pengembangan kawasan pangan jika

dilaksanakan sistem ternak-lahan) yang tumbuh dan berkembang karena

berjalannya sistem dan usaha agribisnis, diharapkan dapat melayani dan

mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian dan peternakan di wilayah

sekitarnya

Penentuan lokasi suatu perusahaan individual merupakan keputusan yang

didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti biaya

transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,

kompetisi dan informasi. Perusahaan tersebut akan memutuskan apakah

menguntungkan berdiri sendiri atau berdekatan dengan perusahaan-perusahaan

sejenis.

2.5.2. Agro Based Cluster Model

Agro based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan

kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Tujuannya agar dapat terjadi efisiensi

dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam

menghasilkan suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana

dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem

agribisnis hulu, subsistem usahatani dan subsistem agribisnis hilir yaitu

agroindustri, jasa penunjang dan pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat

mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus

pada komoditas tertentu.

Mengingat sebagian besar komoditas pertanian Indonesia diekspor dalam bentuk

produk primer, maka dengan agro based cluster diharapkan terbangun suatu

industri pengolahan hasil pertanian yang kuat dengan dukungan subsistem-

subsistem agribisnis yang lain sehingga nilai tambah suatu produk dapat

ditingkatkan dan memperkuat daya saing komoditas ekspor Indonesia. Pada

akhirnya diharapkan terjadi transformasi perekonomian Indonesia dari agricultural

based economy menjadi agroindustry based economy.

Page 73: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

71 K

2.5.3. Pemetaan Agro Based Cluster

Identifikasi agri based cluster dapat dilakukan dengan memetakan cluster yang

ada dan menspesifikasikan stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster

harus dapat menunjukkan tiga komponen utama yang terdiri dari :

! Sektor-sektor yang berorientasi ekspor (sektor yang menjual produk ke

luar wilayah cluster)

! Sektor-sektor pendukung (sektor yang menjual produk utamanya ke sektor

yang berorientasi ekspor)

! Komunitas yang berspesialisasi pada sarana infrastruktur (institusi lokal,

aset dan kemampuan lain yang mendukung cluster)

Pengembangan model agro based cluster membutuhkan dukungan dari berbagai

pihak, untuk itu perlu adanya koordinasi yang baik antar instasi atau lembaga

terkait. Tahap awal perlu dilakukan pemetaan komoditas unggulan di setiap

wilayah dan sarana prasarana pendukungnya untuk mendapat gambaran

kemungkinan pengembangan ke arah yang lebih prospektif. Selanjutnya dari hasil

pemetaan tersebut dilakukan identifikasi komoditas unggulan yang dapat

dikembangkan lebih lanjut dengan memberikan nilai tambah terhadap produk

tersebut. Setelah identifikasi dilakukan kemudian dukungan dalam bentuk

kebijakan pemerintah maupun dukungan prasarana dan infrastruktur dikawasan

tersebut.

Agribisnis yang baik membuat daya saing produk agribisnis meningkat

! Penggunaan bahan baku menjadi lebih optimal

! Kualitas dan kuantitas produk meningkat

! Penggunaan teknologi dan human skill yang meningkat

! Biaya produksi lebih efisien

! Biaya transportasi lebih efisien

! Pemasaran lebih mudah

Page 74: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

72 K

! Pengelolaan modal lebih terstruktur

! Keberlanjutan produksi tetap terjaga

! Lingkungan hidup tetap terjaga

! Adanya institusi yang mendukung pengembangan nilai tambah produk

yang dihasilkan

! Profitabilitas meningkat

Daya saing meningkat ini dapat digambarkan dalam struktur piramida “Integrated

Clusters” seperti ditampilkan dalam gambar 17.

Gambar 17. Piramida Integrated Cluster

Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam cluster adalah :

!" Laju perubahan nilai tambah, laju nilai tambah akan meningkat jika

investasi dan nilai produksi ditingkatkan

#" Peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau peralatan

2.5.4. Keberhasilan pendekatan klaster

Pengukuran tingkat keberhasilan sistem cluster adalah :

!" Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik

Export-based Industries

Supplier Industries

Input material distribution trade other supporting services

Human Resources Technology Capital Regulatory Physical And Finace Enviroment Infrastructure

Page 75: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

73 K

#" Ditandai dengan adanya kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi

sangat penting karena menyangkut ketersediaan sumberdaya,

pembiayaan dan fleksibelitas serta proses pembelajaran bersama antar

perusahaan.

$" Adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum

berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset

dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan.

%" Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan

SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat

dijalankan dengan baik.

&" Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam klaster.

Disamping ketiga unsur tersebut, untuk agribisnis, tingkat keberhasilan cluster

ditentukan juga oleh lokasi cluster. Lokasi cluster yang dimaksud memiliki tujuan

untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi tersebut.

Faktor yang terkait dengan lokasi cluster ini adalah ketersediaan sumberdaya

(input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan lahan, biaya

transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,

kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu efisiensi dan

efektifitas serta keberlanjutan dalam pengelolaan utnuk menghasilkan komoditi

unggulan dari cluster tersebut.

Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu cluster adalah

dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun pembinaan terhadap

sistem cluster yang sedang berkembang.

2.6. Pengukuran Efektifitas Program Pemerintah

Efektifitas berhubungan dengan pencapaian tujuan, suatu aktifitas disebut efektif

jika ia berhasil mengantarkan pelakunya kepada tujuan awal yang melandasi

lahirnya aktivitas tersebut. Dalam sebuah program atau proyek, secara umum

efektifitas program/proyek didefinisikan sebagai seberapa besar tujuan

program/proyek tersebut tercapai. Efektifitas menghubungkan outcome dari

proyek dengan tujuan proyek, seperti tampak dalam gambar 18.

Page 76: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

74 K

Input adalah sumberdaya yang disediakan oleh program/proyek. Misalnya

sejumlah dana, pengurangan pajak, sumberdaya manusia. Untuk keperluan

evaluasi, input umumnya dinyatakan dalam cash equivalent dari sumberdaya yang

disediakan.

Output adalah pengaruh/efek langsung yang dihasilkan oleh input. Misalnya

peningkatan kapasitas produksi, perbaikan tingkat pengetahuan pekerja, perbaikan

tingkat pendidikan pekerja, turnover perusahaan yang lebih tinggi, dan lainnya.

Gambar 18. Posisi Efektifitas

Efisiensi adalah input dihubungkan dengan output. Sebuah proses disebut efisien

jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah input yang lebih sedikit.

Outcome dari proses adalah sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang

mengikuti output. Contoh outcome adalah peningkatan daya saing, pertumbuhan

ekonomi, dan lain sebagainya.

Efektifitas adalah ukuran pencapaian tujuan, jadi ia menghubungkan outcome

dengan tujuan awalnya.

Dalam penilaian efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan yang tercantum

dalam dokumen program/proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga

mencakup efek yang lebih luas yaitu: (1) deadweight, (2) additionality, dan (3)

displacement.

2.6.1. Deadweight

Deadweight berhubungan dengan pertanyaan “apa yang terjadi dalam perusahaan

UKM jika dukungan tidak diberikan”. Pengukuran deadweight dapat dilakukan

dengan membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan

Tujuan Proyek

Input Output Outcome

Efisiensi

Efektifitas

Page 77: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

75 K

perusahaan yang tidak memperoleh perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3

kemungkinan hasil:

! Pure deadweight. Jika tanpa program ternyata perusahaan tetap

menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai

pure deadweight;

! Partially deadweight. Jika tanpa program, perusahaan tetap memulai

menjalankan tujuan program secara terbatas atau dalam bentuk yang lain;

! Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak dapat

berjalan.

Kendati sulit mengukurnya, beberapa kajian menyajikan besarnya deadweight

dalam bentuk persentase.

2.6.2. Additionality

Additionality didefinisikan sebagai “apakah sebuah dukungan merangsang private

investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin”. Additionality dapat berada

pada input, output, atau behavioral.

! Input additionality. Apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih banyak

akibat adanya program/proyek ini?;

! Output additionality. Apakah aktifitas output meningkat akibat adanya

program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha

baru, dsb);

! Behavioral additionality. Adakah perubahan permanent pada perilaku

perusahaan akibat bantuan/program/proyek ini? (termasuk menjadi lebih

efisien dalam mentransformasikan input menjadi output).

2.6.3. Displacement

Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan mengantikan private

investment. Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang

menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

Page 78: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

76

Sistem Agribisnis Sentra UKM

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

76

LAPORAN AKHIR

Metode Kajian

Secara umum, kajian mengamanahkan 2 hal utama yaitu: (1) mengukur efektifitas

program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis di bidang agribisnis dan

(2) mencari sumber efektifitas tersebut. Berdasarkan hal itu, maka langkah-

langkah di bawah dijalankan.

3.1. Kerangka Pikir

Beberapa hal yang digunakan untuk membentuk kerangka pikir kajian adalah

pemahaman jenis klaster, dimensi umum klaster, dan pengertian efektifitas.

3.1.1. Jenis Klaster

Kajian menunjukkan beragam definisi dan jenis-jenis klaster. Porter, misalnya,

membagi klaster menurut adopsi teknologi anggotanya ke dalam (1) klaster

teknologi (kelompok dengan sadar menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi

modern) dan (2) klaster know-how (anggota kelompok menggunakan pengalaman

dan pengetahuan turun-temurun). TA ADB membagi klaster menurut dinamika

anggotanya menjadi (1) klaster dinamis (viable) dan (2) klaster tidur (dormant).

Sedangkan literatur-literatur lainnya kebanyakan membagi klaster menjadi (1)

klaster regional (lebih menitik beratkan pada pengelompokkan usaha dalam satu

wilayah dengan batasan yang jelas, atau (2) klaster bisnis (menitikberatkan pada

jejaring kerjasama antar perusahaan untuk saling berbagi kompetensi dan

sumberdaya). Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri menggunakan

pembagian yang terakhir ini.

Dalam kajian ini, klaster yang diamati dapat berupa klaster bisnis (khususnya yang

3

Page 79: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

77

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

77

LAPORAN AKHIR

bergerak di bidang agribisnis), karena memberikan cakupan yang lebih lengkap

dan luas, atau klaster regional. Keduanya digunakan sebagai sampel

pengamatan.

3.1.2. Pembentukan Klaster

Kajian literatur mengenai klaster menunjukkan beberapa faktor pembentuk klaster.

Sayangnya kajian-kajian ini belum menunjukkan faktor dominan bagi

pengembangan klaster. Secara umum, beberapa faktor yang memicu

pembentukan klaster adalah (1) adanya permintaan lokal yang unik (seperti batik,

anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga, dll), (2) telah adanya industri di

seputar wilayah tersebut yang output/bahan sisanya menjadi bahan baku bagi

klaster, adanya industri yang berhubungan, atau telah adanya klaster yang

berhubungan yang membuka peluang, (3) Karena perilaku perusahaan/individu

yang inovatif, (4) karena hasil kajian perguruan tinggi, (5) adanya kejadian yang

membuka peluang, dan lain-lain. Rangsangan ini jika terus dilanjutkan terutama

jika ada dukungan dari institusi lokal dan/atau persaingan lokal yang sehat akan

membuat klaster terus tumbuh. Pertumbuhan klaster akan menciptakan

spesialisasi pemasok, kebutuhan pengumpulan dan berbagi informasi, munculnya

institusi lokal untuk mendukung pelatihan, penelitian dan infrastruktur, serta

munculnya identitas klaster di kawasan regional/nasional.

Sesuai tujuannya, kajian memusatkan perhatian pada siklus perkuatan diri antara

pembentukan dan perkembangan klaster dengan mengamati mekanisme yang

dikembangkan oleh pelaksana-pelaksana program dan menarik pelajaran

daripadanya.

3.1.3. Konsep Efektifitas

Konsep efektifitas berniat mengukur seberapa jauh tujuan sebuah kegiatan

tercapai. Tujuan pembentukan klaster, seperti yang tercantum dalam RPJM

bidang Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha

serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong

pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Tujuan-tujuan

ini diukur melalui instrument eveluasi sentra yang ada.

Kajian menggunakan 3 hal untuk digunakan sebagai tujuan umum pengembangan

klaster bisnis yaitu: (1) meningkatnya daya saing produk klaster, (2)

Page 80: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

78

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

78

LAPORAN AKHIR

adanya/terbentuknya spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di

dalamnya, dan (3) munculnya identitas klaster yang cukup kuat di tataran

regional/nasional. Disamping pengukuran kinerja program seperti disebutkan

diatas, kajian juga mencoba mengukur efektifitas program dengan memasukkan

penilaian terhadap (1) deadweight, (2) displacement, dan (3) Additionality.

! Deadweight berhubungan dengan pertanyaan “apa yang terjadi dalam

perusahaan UKM jika dukungan tidak diberikan”. Pengukuran deadweight

dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan yang

memperoleh perkuatan dengan perusahaan yang tidak memperoleh

perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3 kemungkinan hasil: (1) Pure

deadweight. Jika tanpa program ternyata perusahaan tetap

menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai

pure deadweight; (2) Partially deadweight. Jika tanpa program,

perusahaan tetap memulai menjalankan tujuan program secara terbatas

atau dalam bentuk yang lain; dan (3) Zero deadweight. Jika tanpa

program perusahaan sama sekali tidak dapat berjalan. Pelaksanaan

program yang pure deadweight adalah pemborosan.

! Additionality didefinisikan sebagai “apakah sebuah dukungan merangsang

private investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin”. Additionality

dapat berada pada input, output, atau behavioral. Input additionality

menjawab pertanyaan apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih

banyak akibat adanya program/proyek ini?; Output additionality menjawab

pertanyaan apakah aktivitas output meningkat akibat adanya

program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha

baru, dsb); sedangkan Behavioral additionality menjawab pertanyaan

adakah perubahan permanent pada perilaku perusahaan akibat

bantuan/program/proyek ini? (termasuk menjadi lebih efisien dalam

mentransformasikan input menjadi output). Sebuah program yang efektif

akan memberikan efek additionality kepada obyek programnya.

! Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan menggantikan private

investment. Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang

menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

Ketiga ukuran ini dimasukkan untuk menilai efektifitas dari sisi dinamika

masyarakat akibat pelaksanaan program. Dengan demikian, berdasarkan

Page 81: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

79

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

79

LAPORAN AKHIR

penjelasan tersebut diatas, sebuah model pengembangan klaster bisnis UKM

dapat disebut efektif jika:

!" meningkatkan daya saing produk klaster

#" menciptakan spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di

dalamnya;

$" memunculkan identitas klaster yang cukup kuat di tataran

regional/nasional;

%" memiliki zero deadweight;

&" memberikan efek additionality pada UKM, dan

'" tidak menghasilkan displacement.

Penjelasan lebih lanjut dari konsep-konsep ini kemudian disajikan dalam bab

Kajian Literatur.

3.1.4. Kerangka Kajian

Konsep efektifitas tersebut diatas membantu kita menyusun kerangka kajian

khususnya dalam tahap pengukuran efektifitas model pengembangan klaster

bisnis yang diamati. Kerangka pemikiran ini jika digambarkan kurang lebih akan

tampak seperti pada gambar 19.

Gambar 19 menunjukkan posisi umum kajian dalam mekanisme pembentukan dan

pertumbuhan/pengembangan sebuah klaster. Responden kajian sudah berbentuk

klaster, baik ia dibentuk secara sengaja atau karena sejarah alami tertentu. Yang

ingin diamati adalah pertumbuhan dari klaster-klaster yang dibentuk oleh model-

model tersebut. Apakah mekanisme yang dijalankan berhasil secara efektif

memutar siklus perkuatan diri sehingga klaster yang dipicunya tumbuh lebih jauh.

Keluaran dari sebuah klaster yang tumbuh tersebut secara umum dapat dilihat

dalam gambar 19 (diturunkan dari penjelasan Konsep Efektifitas).

Dalam gambar 20, ukuran eksternal umum sebuah klaster dapat dilihat dalam

lingkaran eksternal yang melingkupi klaster. Kajian yang dilakukan akan mengukur

efektifitas model dengan mengukur ke 6 variabel keluaran ini.

Page 82: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

80

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

80

LAPORAN AKHIR

Gambar 19. Wilayah Kajian Dalam Daur Pembentukan dan Pengembangan Klaster

Pengamatan mengenai mekanisme klaster (sisi internal) secara umum akan

diarahkan oleh 4 dimensi internal klaster yaitu (1) interaksi antar perusahaan, (2)

pembentukan institusi pendukung untuk interaksi yang lebih luas, (3) adanya

kombinasi sumberdaya dan kompetensi dari anggota klaster , dan (4) adanya

kedekatan spatial. Mengingat pihak dan hal yang terlibat dalam dinamika internal

klaster cukup banyak, maka pengamatan kepada mekanisme internal model akan

menggunakan kerangka analisis kesisteman (input-proses-output). Kerangka

kesisteman digunakan agar proses identifikasi kualitatif dari mekanisme,

permasalahan yang dihadapi model, dan faktor dominant dapat lebih sistematis

dan mudah dilakukan.

Catatan-catatan hasil pengukuran variable internal dan eksternal klaster ini

kemudian akan dimasukkan ke dalam Data Envelopment Analysis, untuk mencari

dasar pengelompokkan model, kemudian analisis faktor dan diskriminan digunakan

untuk mendapatkan gambaran faktor dominan penumbuhan klaster. Kajian

kemudian akan dikembangkan dengan informasi lain untuk mengidentifikasi

sumber efekfitas dari model yang berhasil.

Pembentukan

Klaster

Permintaan lokal yang unik/ tidak biasa

Keberadaan industri yang menghasilkan bahan baku, industri yang berhubungan, klaster yang berhubungan

Perusahaan/ Individu yang inovatif,

Hasil research perguruan tinggi

Peristiwa yang menimbulkan kesempatan

Pertumbuhan

Klaster

Siklus perkuatan diri, terutama jika ada

dukungan institusi lokal dan/ atau persaingan

lokal yang sehat

Jika klaster tumbuh:

Sinyal peluang

Menarik pekerja ahli

Wirausahawan tertarik

Migrasi pekerja

Muncul supplier khusus

Akumulasi informasi

Institusi lokal mengembangkan pelatihan, penelitian, dan infrastruktur

khusus

Kekuatan dan identitas klaster tampak nyata

Wilayah Kajian

Page 83: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

81

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

81

LAPORAN AKHIR

Gambar 20. Kerangka Evaluasi Efektifitas Penumbuhan Klaster Bisnis Agribisnis dan Pilihan Alat Analisis

Rekomendasi kebijakan pengembangan sentra ke klaster

bisnis agribisnis

Identifikasi sentra/klaster bisnis

agribisnis

Deskripsi ciri-ciri penumbuhan klaster di sentra agribisnis yang

diamati (Eksternal)

Dinamika sentra UKM Kementerian Koperasi dan UKM

Sentra Agribisnis

Competi-tiveness

Speciali-zation

Identity Interaksi antar perusahaan

(network/ supply chain)

Kombinasi

sumberdaya/ kompetensi

yang berbeda

Interaksi institusi

pendukung

Kedekatan

Spatial

KLASTER

Deskripsi sentra bisnis agribisnis

(Internal)

Dead-weight

Displace-ment

Additionality

Identifikasi alternatif strategi pengembangan sentra ke klaster

bisnis agribisnis dan rekomendasi

Deskripsi sumber efektifitas/ faktor dominan

pertumbuhan/transformasi sentra agribisnis ke klaster bisnis

• Kajian literature • Analisis data sekunder

• Kusioner evaluasi sentra • Analisis data sekunder

• Pengukuran indikator kinerja & efek pengembangan klaster

• Peta rantai pasokan • Analisis struktur biaya

usaha tani untuk melihat daya saing

• Analisis spatial untuk melihat potensi lahan

• Analisis Kelembagaan/ kesisteman

• Analisis cakupan produksi untuk melihat spesialisasi

• Analisis awareness

• Analisis Faktor • Analisis Diskriminan • Focus Group Discussion

dlm kerangka PCM

• Analisis SWOT dalam kerangka PCM

• Focus Group Discussion dlm kerangka Regulatory Impact Assessment (RIA)

Pembentuk

Pendu kung

Lainnya

Page 84: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

82

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

82

LAPORAN AKHIR

Untuk mendukung hasil analisis kuantitatif dan kualitatif tersebut, kajian juga

berkeinginan memperoleh masukan stakeholder pengembangan UKM melalui

klaster bisnis. Untuk itu di beberapa daerah diadakan FGD untuk

mengkonfirmasikan gambaran mengenai akar masalah yang dihadapi, ide

perbaikan pendekatan yang harus dilakukan, dan besarnya biaya dan manfaat

sosial yang dipikul stakeholder jika pendekatan tersebut dijalankan, dan lain-lain.

Informasi-informasi ini digunakan untuk memperkaya kajian sehingga diharapkan

mampu memunculkan rekomendasi yang baik.

3.2. Ruang Lingkup Kajian

Memperhatikan latar belakang, tujuan, keluaran, kerangka pikir kajian tersebut

diatas dan dokumen term of reference maka ruang lingkup kajian ini meliputi:

!" Melakukan survey lapangan di 7 Propinsi terpilih, yaitu: Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi

Selatan;

#" Memaparkan kondisi umum dan pertumbuhan dari masing-masing sentra

agribisnis yang dipilih;

$" Mengidentifikasi munculnya ciri-ciri klaster yang ada dalam sentra

agribisnis yang dipilih.

%" Mengukur efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster

bisnis UKM berbasis agribisnis;

&" Menganalisis berbagai permasalahan yang ditemukan dalam masing-

masing model penumbuhan/ pengembangan klaster bisnis UKM berbasis

agribisnis;

'" Melakukan diskusi kelompok terarah untuk menggali informasi kondisi dan

permasalahan sentra, serta untuk membantu proses formulasi rumusan

rekomendasi;

(" Menyusun rumusan rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis;

)" Menyusun kebijakan publik berdasarkan hasil kajian dan publikasi hasil

Page 85: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

83

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

83

LAPORAN AKHIR

kajian.

*" Melakukan koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta dinas

yang membidangi koperasi dan UKM di Propinsi kajian.

3.3. Jenis Metode

Secara umum, jenis metode yang digunakan dalam kajian ini tergolong sebagai

metode Deskriptif, dimana kajian diminta menggambarkan potret efektifitas dari

program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis, mensintesis

pengetahuan yang diperoleh untuk menghasilkan masukan bagi perbaikan

program sentra mendatang, dan mengusulkan rekomendasi tindakan dan

kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam

penumbuhan dan pengembangan sentra ke klaster bisnis agribisnis di masa

depan.

Secara umum, ada tiga jenis metode penelitian yaitu penelitian eksploratoris (untuk

memperdalam dan menajamkan perumusan masalah), penelitian, deskriptif (untuk

menerangkan cara kerja suatu sistem dan implikasinya) dan penelitian kausal

(untuk mencari hubungan sebab akibat antara obyek pengamatan dengan faktor

yang mempengaruhinya). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, kajian ini

dapat digolongkan sebagai kegiatan penelitian deskriptif dengan konsentrasi

pada mekanisme transformasi sentra ke klaster.

Gambar 21. Tiga Jenis Metode Penelitian

Exploratory research

Descriptive research

Causal research

Untuk memperdalam dan menajamkan perumusan masalah

Untuk menerangkan cara kerja suatu sistem dan implikasinya

Untuk mencari hubungan sebab akibat antara obyek pengamatan dengan faktor yang mempengaruhinya

Page 86: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

84

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

84

LAPORAN AKHIR

Sebagai kegiatan, riset merupakan upaya sistematik dan obyektif untuk

mendapatkan data dan informasi, serta mengolah, menganalisisnya dalam rangka

mengidentifikasi dan menemukan solusi persoalan penumbuhan dan

pengembangan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis. Meskipun secara umum

kajian ini bersifat deskriptif, namun banyak juga dikaji hubungan sebab-akibat satu

variabel dengan variabel lainnya dalam rangka lebih memahami keadaan dan

merumuskan rekomendasi kebijakan penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis

agribisnis yang paling tepat.

3.4. Lokasi Kajian

Daerah kajian secara umum telah ditetapkan berada di 7 propinsi yaitu: (1)

Lampung, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Tengah, (4) Jawa Timur, (5) NTB, (6)

Kalimantan Selatan, dan (7) Sulawesi Selatan. Lokasi klaster yang diamati

kemudian ditentukan berdasarkan beberapa kriteria yang tercantum dalam bab

mengenai Sampling.

Gambar 22. Propinsi Tempat Lokasi Kajian

3.5. Pendekatan Umum Pelaksanaan Kajian

Jika diperhatikan perumusan masalah kajian, maka tampak bahwa kajian harus

menjawab setidaknya 3 buah pertanyaan, yaitu:

!" Bagaimana efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster

Lampung

Jatim Jabar

Jateng NTB

Kalsel

Sulsel

Page 87: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

85

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

85

LAPORAN AKHIR

agribisnis UKM

#" Faktor apakah yang dominan meningkatkan efektifitas penumbuhan

sentra ke klaster agribisnis tersebut

$" Dukungan kebijakan apa yang dibutuhkan untuk memperbesar efektifitas

penumbuhan sentra ke klaster agribisnis tersebut

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka kajian kemudian

dilaksanakan melalui alur umum seperti disajikan dalam gambar 23.

Gambar 23. Alur Umum Pelaksanaan Kajian

Identifikasi kategori sentra

Identifikasi ciri klaster bisnis

Sentra dgn ciri klaster

Sentra tanpa ciri klaster

Sentra dinamis

Sentra tidur

Analisis dan Perbandingan

Sumber efektifitas

penumbuhan

Rekomendasi pengembangan sentra agribisnis ke klaster agribisnis

Pengukuran dan pemaparan identitas, karakteristik, kondisi, masalah dan kinerja pertumbuhan sentra

Gambaran kondisi saat

ini

Proyeksi kondisi

masa depan

Masalah dan akar masalah

Sampel sentra UKM

agribisnis

Kajian literatur dan pendahuluan

Model pengembang

an klaster

Identitas, karakteristik, kinerja sentra

1

2

3

4 " Daya saing " Spesialisasi " Identitas

" Pendekatan Leverage/ kesisteman

" Spatial " Kelembagaan " Usaha Tani

Page 88: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

86

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

86

LAPORAN AKHIR

Pelaksanaan Kajian secara umum terbagi menjadi 4 modul kegiatan. Modul

pertama adalah kegiatan kajian literatur dan pendahuluan. Tujuan kajian literatur

ini adalah mengkaji kembali landasan teoritis pemahaman sentra UKM dan klaster;

sejarah perkembangan sentra UKM di Indonesia; parameter dan indikator-indikator

pengukuran perkembangan sentra dan klaster baik dari kajian di dalam negeri

maupun kajian di luar negeri; serta mencari model penumbuhan sentra klaster

teoritis yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan realita

penumbuhan sentra ke klaster UKM yang diamati.

Modul kedua dan ketiga merupakan modul yang diturunkan langsung dari hasil

survey lapangan. Dalam modul 2, kajian memilah sampel menjadi 3 kategori

sentra yaitu (1) sentra yang berhasil bertahan dan tumbuh menjadi klaster dinamis,

(2) sentra yang berhasil bertahan tetapi tidak berkembang menjadi klaster dan (3)

sentra yang tidak bertahan/tidur. Sedangkan modul 3 diarahkan untuk

memaparkan kondisi umum setiap sentra yang diamati. Kondisi umum misalnya,

(1) identitas, karakteristik, dan kinerja sentra dalam deret waktu yang berkala, (2)

masalah dan akar masalah, (3) harapan pengembangan terbaik dari kondisi saat

ini.

Hasil pengelompokkan dan data identitas, kinerja dan kondisi umum ini kemudian

diumpankan ke modul 4 untuk saling diperbandingkan. Hasil perbandingan ini

membawa kajian menemukan faktor dominan penumbuhan klaster bisnis UKM di

bidang agribisnis. Kemudian berdasarkan masukan dari proyeksi kondisi masa

depan dan perumusan akar masalah, hasil modul 4 ini diekstraksi menjadi

rekomendasi dan kesimpulan.

Langkah umum tersebut diatas diharapkan dapat mendekati masalah yang harus

dijawab oleh kajian ini.

3.6. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya

Data yang dikumpulkan harus mampu menjawab pertanyaan penelitian dan

mampu mengidentifikasi permasalahan dalam penumbuhan klaster UKM berbasis

agribisnis. Untuk menurunkan kebutuhan informasi dan data yang harus dicari,

maka Modul 2 dan 3 dari alur umum pelaksanaan kajian dielaborasi dan gambar

24 berikut ini.

Gambar menunjukkan kebutuhan indikator dalam modul yang dilaksanakan.

Page 89: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

87

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

87

LAPORAN AKHIR

INDIKATOR PERTAMA digunakan untuk menyaring sampel berdasarkan syarat

utama program yaitu apakah program sentra UKM berjalan atau tidak di sentra

yang diamati. Komponen indikator meliputi keberadaan dari 3 unsur utama

program sentra UKM yaitu (1) keberadaan pengusaha dan produk sentra, (2)

keberadaan institusi BDS dan layanannya, dan (3) keberadaan KSP dan layanan

KSP untuk menyalurkan MAP.

INDIKATOR KEDUA digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keberadaan ciri

klaster di sentra yang berjalan. Indikator ciri klaster setidaknya dilihat dari

keberadaan (1) munculnya supplier khusus, (2) Adanya spesialisasi di dalam

sentra untuk melengkapi rantai pasok produk sentra, dan (3) adanya kemauan

berkelompok dan berbagi informasi pasar.

INDIKATOR KETIGA digunakan untuk mengukur apakah klaster tumbuh dan

berkembang secara dinamis atau tidak. Indikator ini menjadi penyaring untuk

memilih sentra agribisnis yang berhasil berkembang menjadi klaster agribisnis

yang dinamis. Indikator dibentuk oleh parameter (1) daya saing produk klaster, (2)

spesialisasi sesuai kompetensi, (3) interaksi dan kerjasama yang maju dan

penerapan prinsip rantai pasokan yang baik, (4) kuatnya identitas klaster, (5)

perkembangan teknologi dan investasi, (6) munculnya institusi pendukung rantai

pasok klaster, (7) akumulasi informasi di dalam klaster.

Gambar 24. Posisi Indikator Kajian

Adakah ciri penumbuhan klaster?

Apakah klaster dinamis?

Apakah sentra berjalan?

Identifikasi/ konfirmasi faktor dinamisator

Kenapa sentra tidak menjadi klaster

Ya

Ya

Tidak

Identifikasi/ konfirmasi faktor penumbuh

klaster

Tidak

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3

Indikator 5

Indikator 4

Apa yang membuat sentra tidak berjalan?

Identifikasi/ konfirmasi faktor penghambat dan akar masalah

Kebutuhan kebijakan Informasi karakteristik, kondisi, kinerja

Indikator 6

Page 90: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

88

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

88

LAPORAN AKHIR

INDIKATOR KEEMPAT dan INDIKATOR KELIMA adalah indikator yang diarahkan

untuk mengidentifikasi faktor dinamisator, faktor penghambat, dan akar masalah

yang dihadapi sentra yang berhasil memiliki ciri klaster dan sentra yang gagal

memiliki ciri klaster. Indikator keempat dan kelima lebih merupakan alat konfirmasi

untuk membandingkan antara apa yang seharusnya ada dengan yang terjadi

dilapangan dan serangkaian pertanyaan terbuka untuk menelusuri apa yang

membuat perbedaan tersebut.

INDIKATOR KEENAM adalah indikator untuk (1) mencatat identitas sentra secara

umum, (2) mengukur kinerja kuantitatif sentra, dan (3) memberikan gambaran

usaha tani yang dilakukan pengusaha dalam sentra.

Mengingat kemungkinan besar organisasi sentra dan pengusaha kecil menengah

tidak memiliki catatan pembukuan yang akurat, maka data kajian dipertimbangkan

dikumpulkan melalui metode cross section.

Untuk mengoperasionalkan proses pengukuran variabel yang ingin diamati, maka

sebagai langkah awal dielaborasi dahulu hubungan antara konsep-dimensi-elemen

dari masing-masing variabel sebelum kemudian diturunkan menjadi butir-butir

pertanyaan dalam kuesioner (untuk data primer) atau butir-butir panduan

penyusunan informasi (bagi data sekunder). Upaya penurunan ini dilakukan dalam

tabel 4.

Tabel 4. Draf Struktur Konsep-Dimensi-Elemen Kebutuhan Informasi

KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM

Efektifitas Model Daya saing produk klaster

Efisiensi biaya dibanding pesaing

volume produksi

daerah pemasaran produk

omzet penjualan pasar lokal, regional dan ekspor

Keuntungan perusahaan dalam klaster

Struktur biaya (setidaknya total cost) perusahaan dalam klaster

Keunggulan harga dibanding pesaing

Harga jual produk klaster di pasar domestik

Harga produk di pasar internasional

Identitas produk klaster awareness terhadap merek klaster

apakah masyarakat disekitar klaster mengenal nama, produk, merek produk yang dihasilkan klaster

Spesialisasi munculnya spesialisasi UKM pada aktifitas pembentuk rantai pasokan produk klaster

jumlah lini produk, product depth dan cakupan produk sebelum dan sesudah model

produk yang dibuat sebelum klaster

produk yang dibuat sesudah klaster

apakah produk sesudah klaster dalam rangka mengisi rantai pasokan klaster

Deadweight* indikasi kategori deadweight yang muncul

apa yang terjadi jika program tidak dijalankan di perusahaan target?

bagaimana perusahaan yang tidak ikut program,

Page 91: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

89

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

89

LAPORAN AKHIR

KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM apakah melakukan/mencapai hal yang sama?

Additionality* apakah model menciptakan additionality

apakah pengusaha menambahi modal usahanya diluar dari dana perkuatan

perbandingan jumlah pengeluaran investasi mandiri sebelum-sesudah model

perbandingan jumlah pengeluaran belanja modal kerja mandiri sebelum-sesudah model

perbandingan jumlah pengeluaran belanja konsumsi sebelum-sesudah model

kenapa pengusaha perlu menambahi pengeluaran mandiri ini?

Displacement* apakah model menciptakan displacement

indikasi dukungan yang diberikan membuat pengusaha mengurangi investasi yang direncanakan

perbandingan jumlah pengeluaran investasi total sebelum-sesudah model

Identitas model What Nama sentra

Produk utama sentra

Why Latar belakang sentra dan sejarah singkat

When Kapan sentra mulai terbentuk

Where Wilayah/daerah pelaksanaan sentra

Who Nama instansi/tokoh penggagas dan pelaksanan sentra

Sumber pembiayaan sentra diluar MAP

to Whom Peserta program sentra

Pihak yang terlibat/stakeholder

Persepsi berhasil Apakah program dianggap berhasil?

Mekanisme pelaksanaan model

Kesisteman (jika ada indikasi penumbuhan klaster)

Input Hal yang dapat digolongkan sebagai input model

Proses Gambaran proses penumbuhan yang terjadi

Output Hal yang dapat digolongkan sebagai output model

Ukuran output umum Pertumbuhan Kapasitas klaster

Pertumbuhan produktifitas klaster

Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja

Pertumbuhan anggota klaster

Pertumbuhan innovasi

Pertumbuuhan investasi

Sumbangan pada PDRB

Leverage Daya pengerak Dukungan finansial

Dukungan non finansial

Kebijakan

Perubahan tak terduga

Mekanisme Transmisi Kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan dan non keuangan

Kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan

Kejelasan visi pembangunan UMKM pemerintah daerah

Kesiapan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM

Koordinasi dan komunikasi diantara pelaku

Keberadaan perguruan tinggi

Titik tumpu Kemauan/Jiwa kewirausahaan/Etos kerja masyarakat

Kompetensi masyarakat/daerah/sejarah

Page 92: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

90

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

90

LAPORAN AKHIR

KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM

Keunikan/daya saing produk

Ketersediaan pasar

Sarana dan prasarana produksi/industri daerah

Konsistensi kebijakan

Penegakan aturan

Massa UKM Jumlah pengusaha dalam sentra

Omzet sentra

Modal sosial dalam sentra

Kelembaman anggota sentra

Karakteristik Internal Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan

Keberadaan dan peran institusi bersama yang mendukung klaster

Wilayah klaster dan kedekatan spatial

Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan dalam klaster

Efektifitas sistem agribisnis

Spatial dan lahan Daya dukung dan Kecukupan lahan untuk pengembangan produk sentra agribisnis yang dipilih oleh sentra

Kelembagaan Kelengkapan kelembagaan yang mendukung pengembangan produk agribisnis yang diproduksi oleh sentra

Usaha tani Gambaran struktur biaya dan pendapatan anggota sentra/klaster

Sub sistem bahan baku

Sub sistem produksi

Subsistem pemasaran

Informasi Lain Gambaran keberadaan dan perkembangan klaster di Indonesia

Posisi Klaster agribisnis dalam perekonomian Indonesia

Penyerapan tenaga kerja

Sumbangan terhadap PDB

Peta klaster agribisnis

Akar masalah pelaksanaan program dan Tujuan masa depan

Alternatif strategi

Dimensi RIA dari alternatif strategi

Daftar dimensi-elemen ini menjadi dasar penyusunan kuesioner dan panduan

penyusunan informasi kajian. Daftar kebutuhan diturunkan dengan

memperhatikan kerangka pikir dan ruang lingkup kajian.

Daftar elemen yang disajikan masih bersifat extensive, banyak mengandung

overlapping pada beberapa elemen, dan kebanyakan masih berada pada tataran

dimensi, belum diturunkan ke tataran elemen. Dalam kegiatan penyusunan

kuesioner, daftar kemudian dipersempit/diperkaya sesuai kebutuhan responden

dan alat analisis yang digunakan.

Jenis Data menggambarkan pada skala apa data tersebut diperoleh/diukur.

Secara umum data dibagi dalam 2 jenis: Kualitatif dan Kuantitatif. Sedangkan cara

pengumpulan data menunjukkan dengan alat/metode apa data tersebut

Page 93: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

91

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

91

LAPORAN AKHIR

dikumpulkan. Tampak bahwa data dapat berjenis sekunder atau primer.

Sedangkan pada bagian keterangan, ditampilkan sumber yang diperkirakan

memiliki data/informasi yang dimaksud.

Tabel 5. Dugaan Jenis Data dan Cara Pengumpulan

DIMENSI/ELEMEN JENIS DATA CARA PENGUMPULAN KETERANGAN

Kua

litat

if

Kuantitatif

Kaj

ian

Lite

ratu

r

Dat

a S

ekun

der

Kue

sion

er

Waw

anca

ra

Pen

gam

atan

Nom

inal

Ord

inal

Inte

rval

Gambaran keberadaan dan perkembangan sentra/klaster di Indonesia

O X X BPS, Departemen teknis terkait, literatur lainnya

Posisi komoditi sentra agribisnis yang diamati dalam perekonomian Indonesia

O O X X

Model pengembangan klaster agribisnis teoritis O X X Kajian literatur, diskusi dengan pakar

Identitas sentra agribisnis yang diamati, O O X X Pelaksana program

Kinerja perkembangan sentra yang diamati O O X X X Pelaksana program, BDS, UKM, KSP

Analisis komponen Leverage O X Bagian dari analisis mekanisme pelaksanaan model

Pelaksana program, BDS, UKM, KSP

Analisis Kesisteman O X

Analisis spatial O O X X

Analisis Kelembagaan O O X X

Analisis Usaha Tani O O X X

Analisis Subsistem Agribisnis O X

Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan O X Pelaksana program, peserta program, institusi lain yang berhubungan

Keberadaan dan peran institusi bersama yang mendukung klaster

O X

Wilayah klaster dan kedekatan spatial O X

Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan dalam klaster

O X

Perkembangan daya saing produk klaster O X X Pelaksana program, peserta program, dinas di daerah, stakeholder lain yang berhubungan (perusahaan industri terkait, perusahaan klaster terkait, pasar)

Pengetahuan/awareness kepada identitas klaster O X X X

Spesialisasi yang terjadi dalam lingkungan klaster O X Pelaksana program, peserta program Deadweight akibat program O X

Additionality O X

Akar masalah pelaksanaan program O X Forum FGD dalam kerangka PCM dan RIA Tujuan masa depan O X

Alternatif strategi O X

Dimensi RIA dari alternatif strategi O O X X

Dalam tabel, suatu dimensi/elemen kadang memiliki beberapa jenis data dan cara

pengumpulan. Maksud hal tersebut adalah, dimensi/elemen tersebut dipecah lagi

Page 94: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

92

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

92

LAPORAN AKHIR

menjadi beberapa item pertanyaan yang diperkirakan memiliki jenis data dan cara

pengumpulan yang berbeda.

3.6.1. Instrumen Pengumpulan Data

Untuk menjamin data yang dikumpulkan mudah ditabulasi, diolah dan dianalisis,

maka diperlukan instrumen pengumpulan data yang relatif standar. Instrumen

pengumpulan data untuk kegiatan penelitian ini terdiri dari:

!" Daftar kebutuhan data dan informasi primer yang harus diperoleh dari

responden dan pihak-pihak lain dalam survey ke daerah. Daftar ini

merupakan ringkasan data dan informasi utama yang kritis bagi

keberhasilan kegiatan survey.

#" Kuesioner identifikasi identitas klaster, kinerja klaster, efektifitas klaster,

mekanisme klaster, dan identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan

pengembangan klaster bisnis bagi pengelola dan peserta program

pengembangan klaster UKM berbasis agribisnis, serta bagi instansi/pihak

lain yang diduga memiliki informasi dibutuhkan. Kuesioner yang dibuat

didesain untuk diisi secara people administered (diisi dengan bantuan

enumerator). Kuesioner tidak didesain untuk diisi dengan metode drop off

(ditinggal dan diisi sendiri oleh responden).

$" Daftar kebutuhan data dan informasi sekunder yang harus diperoleh dari

responden dan pihak-pihak lain dalam kunjungan ke daerah.

%" Panduan diskusi kelompok terarah di daerah, berdasarkan pendekatan

analisis kesisteman, RIA dan PCM.

&" Panduan observasi dan survei lapangan, serta wawancara pengumpulan

data.

'" Panduan diskusi publik untuk mengkonfirmasi hasil temuan,

mengidentifikasi masalah, dan mendiseminasi informasi mengenai model

penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis

3.7. Metode Pengumpulan Data

Mengacu pada tujuan penelitian dan identifikasi permasalahan, maka penelitian ini

Page 95: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

93

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

93

LAPORAN AKHIR

mengumpulkan berbagai data dan informasi mengenai model-model penumbuhan

klaster bisnis di 7 propinsi, baik data primer yang dikumpulkan langsung oleh tim

peneliti maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi yang berhubungan

atau hasil publikasi.

Pengumpulan data primer lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan

wawancara. Oleh karena itu, kuesioner kajian yang dibuat tidak dirancang untuk

ditinggal dan diisi sendiri oleh responden (drop off methode) tetapi lebih bersifat

sebagai panduan bagi enumerator pengumpul data untuk mengumpulkan

data/informasi (people assist methode).

3.8. Sampel

3.8.1. Unit Analisis

Karena pembelajaran diambil dari perbandingan antara sentra UKM yang berhasil

berevolusi menjadi klaster bisnis, maka unit analisis kajian ini adalah sentra UKM.

3.8.2. Responden

Responden kajian terdiri dari: pengusaha anggota sentra, pengelola BDS,

pengurus/pengelola Koperasi penyalur MAP, dan pihak lainnya yang terlibat dalam

pelaksanaan program sentra UKM seperti Dinas terkait di daerah dan perguruan

tinggi.

3.8.3. Penarikan Sampel

Klaster yang dijadikan sampel dipilih dengan cara purposive diantara daerah kajian

yang telah ditentukan dengan kriteria: (1) merupakan sentra fasilitasi Kementerian

Koperasi dan UKM, (2) menghasilkan produk yang berhubungan dengan

penghasilan/pengolahan produk agribisnis (kehutanan, perikanan, perkebunan,

pertanian), (3) memiliki salah satu karakteristik sentra dinamis, dan (4) terjangkau

dan mungkin untuk diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian.

Sedangkan responden anggota klaster dipilih mengikuti metode purposive karena

dalam klaster bisnis anggota klaster tidak lah melaksanakan kegiatan yang

seragam dan memiliki aktifitas yang saling berhubungan untuk melengkapi rantai

Page 96: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

94

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

94

LAPORAN AKHIR

pasok/rantai nilai produk klaster. Dengan demikian pemilihan sampel anggota

klaster akan menggunakan metode purposive setelah memperhatikan peta klaster

dan peta rantai pasokan yang dibuat. Kriteria pemilihan yang digunakan adalah:

(1) Kegiatannya berhubungan dengan dinamika penumbuhan dan pengembangan

klaster UKM berbasis agribisnis, (2) Berdomisili atau memiliki kegiatan yang

berhubungan dengan klaster yang diamati di daerah penelitian, (3) Dapat

dijangkau dan mungkin diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian, (4) Bersedia

menjadi responden penelitian. Jika responden/perusahaan anggota klaster yang

terpilih tidak dapat/tidak bersedia menjadi responden, maka responden akan

dialihkan ke perusahaan lain dari jenis kategori yang serupa dalam klaster yang

sama.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa hasil penarikan sampel perlu

dikonfirmasikan dengan pihak dinas di daerah. Beberapa sentra yang telah dipilih

menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Deputi Restrukturisasi ternyata

tidak sesuai dengan pendapat dinas di daerah dan kenyataan lapangan.

Tabel 6. Daftar Sentra Sampel

No Propinsi Komoditas Sentra

1 Lampung Ikan air tawar

Pembibitan sapi

Gula kelapa

2 Jawa Tengah Penggemukan sapi

Pengolahan ikan

Padi organik

3 Jawa Timur Apel

Budidaya kelinci

Penjualan sayur mayur

Pembibitan itik

4 Jawa Barat Pembibitan Itik

Teh

Sayur mayur

5 Nusa Tenggara Barat Perikanan

Gula kelapa

6 Sulawesi Selatan Rumput laut

Jagung kuning

Padi/Beras

7 Kalimantan Selatan Sayur mayur

Penggemukan sapi

Page 97: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

95

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

95

LAPORAN AKHIR

3.9. Metode Analisis

Data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan kategori pemenuhan

karakteristik klaster dan sentra dinamis. Data selanjutnya ditabulasi berdasarkan

klasifikasi yang ditetapkan. Terhadap hasil tabulasi kemudian dilakukan

pengecekan ulang untuk memastikan keakuratan dan kelogisannya penyajiannya.

Data diolah dalam bentuk spreadsheet agar mudah dilakukan pengolahan lebih

lanjut dengan berbagai program aplikasi statistik lainnya.

Beberapa metode yang digunakan dalam kajian ini adalah:

!" Analisis Statistik Deskriptif. Analisis deskriptif tetap merupakan analisis

yang akan banyak digunakan di sepanjang kajian ini. Data diolah dan

disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, tabulasi silang, disajikan

berdasarkan kesamaan karakteristik atau dibandingkan untuk memahami

fenomena yang kontras, atau diolah agar mudah digunakan untuk

pengolahan analisis statistik deskriptif maupun statistik inferensial.

#" Analisis Efektivitas Program. Tujuan kajian yang lain adalah mengukur

efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster. Tujuan ini

didekati menggunakan Analisis Asosiasi menggunakan metode Chi-

Square. Asosiasi yang dianalisis adalah antara kategori sentra yang

berhasil menumbuhkan ciri klaster secara lengkap dengan tingkat

dukungan BDS dan MAP yang diperolehnya. Analisis efektifitas juga

dilakukan dengan melihat nilai sentral dari variabel additionalitas dan

deadweight dari masing-masing sentra. Nilai sentra yang rendah pada

dua variabel ini mengindikasikan efektifitas yang rendah dari program

yang dilaksanakan.

$" Bagian Analisis PCM. Dalam rangka mengidentifikasi akar masalah dari

pelaksanaan sebuah sentra UKM yang diamati, berdasarkan penilaian dari

pemangku kepentingan digunakan pendekatan project cycle management

(PCM) dalam pelaksanaan FGD di daerah kajian. Melalui kerangka PCM

dapat disusun peta hubungan sebab-akibat antar “hal” yang dinilai

pemangku kepentingan berpengaruh dalam penumbuhan klaster bisnis

UKM berbasis agribisnis yang diikutinya. Pendekatan ini dapat

mengidentifikasi permasalahan utama dalam pelaksanaan program,

perumusan alternatif kebijakan strategis dan penentuan indikator kinerja

Page 98: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

96

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

96

LAPORAN AKHIR

perbaikan model penumbuhan klaster pada masa mendatang. Dalam

kajian ini kerangka PCM digunakan dalam pelaksanaan beberapa FGD di

daerah.

%" Analisis Faktor dan Diskriminan. Analisis faktor dan diskriminan

digunakan untuk menarik garis batas antara sentra yang dipersepsikan

berhasil dan yang gagal berkembang menjadi klaster bisnis. Informasi

hasil analisis ini memberi pengetahuan tentang faktor dominan yang

mendukung keberhasilan pengembangan klaster bisnis UKM berbasis

agribisnis.

3.10. Program Kerja

Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 5 (lima)

bulan kalender, dengan perkiraan waktu untuk tahap persiapan 2 – 4 minggu;

tahap penyusunan desain penelitian sekitar 4 – 6 minggu; tahap pengumpulan

data dan survei lapangan sekitar 10 – 14 minggu; tahap tabulasi dan pengolahan

data sekitar 4 – 8 minggu; tahap analisis data dan interpretasi hasil sekitar 8 – 14

minggu; tahap perumusan dan penyusunan rekomendasi sekitar 2 – 4 minggu; dan

tahap diskusi publik, diseminasi dan penyiapan publikasi hasil kajian memerlukan

waktu sekitar 1 minggu. Untuk mengefisienkan waktu pelaksanaan, maka satu

tahapan dengan tahapan penelitian selanjutnya dilakukan secara bersamaan untuk

beberapa kegiatan.

Kajian ini dilakukan melalui 7 tahapan modul dan tiap modul dilengkapi dengan

tahapan-tahapan aktivitas dan hasil analisis nya, yaitu :

Modul 1: Desain Penelitian, Paparan Dinamika Klaster Bisnis Indonesia,

Identifikasi Sentra UKM berbasis agribisnis, dan Identifikasi

model-model teoritis pengembangan klaster bisnis berbasis

agribisnis

Modul 2: Paparan kondisi umum; identitas, karakteristik dan kinerja; serta

akar permasalahan sentra-sentra UKM Berbasis Agribisnis

Kementerian Koperasi dan UKM

Modul 3: Pengelompokkan sentra ke dalam kategori berhasil

mengembangkan ciri klaster, tidak berhasil mengembangkan ciri

Page 99: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

97

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

97

LAPORAN AKHIR

klaster dan tidur.

Modul 4: Perbandingan antar kategori sentra dan Identifikasi Sumber

Efektifitas penumbuhan klaster agribisnis

Modul 5: Perumusan Kebijakan dan Rekomendasi

Modul 6: Validasi Hasil Penelitian dan Penyusunan Laporan

Modul 7: Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian

Daftar modul, tahapan-tahapan kegiatan utamanya dan hasil analisis yang

dihasilkan dapat diikuti pada tabel 7.

Tabel 7. Modul Kegiatan dan Hasil Yang Diharapkan

MODUL KEGIATAN HASIL

Modul 1.

Desain Penelitian, Paparan Dinamika Klaster Bisnis Indonesia, Identifikasi Sentra UKM berbasis agribisnis, dan Identifikasi model-model teoritis pengembangan klaster bisnis berbasis agribisnis

Melakukan :

! Studi pustaka

! Mengumpulkan data dan informasi mengenai keberadaan klaster bisnis di Indonesia (khususnya yang berbasis agribisnis) dan posisinya dalam perekonomian nasional

! Identifikasi sentra UKM agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

! Menentukan sentra responden/sampling

! Kajian literatur identifikasi model pengembangan klaster agribisnis teoritis

! Kajian literatur faktor dominan penumbuhan klaster bisnis agribisnis

! Menyusun dan menguji kuesioner serta instrumen analisis lainnya

! Melakukan koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM dan dinas yang menangani pengembangan sentra/klaster UKM di daerah

! Gambaran peta dan posisi klaster dalam perekonomian Indonesia

! Hasil kajian praktik terbaik model penumbuhan klaster agribisnis di dunia

! Hasil kajian faktor umum penumbuhan klaster agribisnis

! Daftar dan gambaran umum sentra-sentra UKM berbasis agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

! Desain Kajian Perbaikan

! Kuesioner kajian dan instrumen lainnya

Modul 2.

Paparan kondisi umum sentra/klaster yang diamati; identitas, karakteristik dan kinerja; serta akar permasalahan sentra-sentra UKM Berbasis Agribisnis Kementerian Koperasi dan UKM

Melakukan:

! Survey lapangan

! Membuat peta rantai pasokan/rantai komoditi klaster

! Mengukur statistik umum sentra

! Identifikasi komponen leverage

! Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam masing-masing sentra

! Identifikasi karakteristik klaster dan

! Identifikasi permasalahan sentra

! Deskripsi karakteristik sentra dan produk sentra dari masingmasing sentra

! Deskripsi dimensi leverage, kinerja sub-sistem agribisnis, dan permasalahan sentra

! Statistik umum sentra

Page 100: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

98

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

98

LAPORAN AKHIR

MODUL KEGIATAN HASIL

Modul 3.

Pengelompokkan sentra ke dalam kategori berhasil mengembangkan ciri klaster, tidak berhasil mengembangkan ciri klaster dan tidur

! Mengukur score efektifitas sentra dalam menumbuhkan ciri-ciri klaster bisnis UKM berbasis agribisnis (nilai sentral)

! Membandingkan efektifitas antar sentra dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis menggunakan analisis DEA, perbandingan dengan parameter model teoritis, dan kelengkapan sub-sistem agribisnis

! Melakukan analisis kerangka PCM di sentra yang diamati

! Kategorisasi sentra

! Deskripsi efektifitas model penumbuhan klaster secara kuantitatif

! Gambaran mengenai akar masalah dan harapan dalam pengembangan klaster agribisnis di masa depan

Modul 4.

Perbandingan antar kategori sentra dan Identifikasi Sumber Efektifitas Penumbuhan Klaster agribisnis

! Menganalisis dan mengekstraksi hasil modul 1 s/d 3 secara komprehensif

! Analisis diskriminan, analisis faktor, dan uji beda 2 sampel

! Mengidentifikasi faktor berpengaruh signifikan dalam penumbuhan klaster bisnis berbasis agribisnis

! Menyusun alternatif-alternatif strategi yang dapat dilaksanakan untuk mempengaruhi faktor dominan penumbuhan klaster bisnis agribisnis

! Faktor dominan penumbuhan klaster bisnis agribisnis hasil kajian

! Gap antara kondisi awal dan model teoritis pengembangan klaster agribisnis

! Gambaran kondisi masa depan yang diharapkan dari masing-masing klaster subsistem agribisnis yang diamati

! Gambaran alternatif strategi perbaikan model penumbuhan klaster agribisnis untuk masing-masing subsistem agribisnis

Modul 5.

Perumusan Kebijakan dan Rekomendasi

! Menganalisis hasil model 4 dan modul sebelumnya, terutama modul 1.

! Melakukan forum diskusi lintas pelaku untuk mengkonfirmasi perumusan strategi penumbuhan

! Mengidentifikasi rekomendasi strategi

! Merumuskan kebijakan implementasi strategi

! Gambaran model penumbuhan sentra ke klaster UKM agribisnis yang terbaik

! Alternatif tindakan/strategi yang perlu diambil untuk memperbaiki program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster agribisnis yang telah ada

Modul 6.

Validasi hasil penelitian dan penyusunan laporan

! Penyusunan laporan penelitian

! Presentasi dan diskusi hasil penelitian, menyertakan para pakar dan instansi terkait

! Finalisasi laporan hasil penelitian

! Menyusun ringkasan hasil penelitian dan policy memo

! Dokumen laporan hasil penelitian

! Ringkasan hasil penelitian

! Soft copy hasil penelitian

Modul 7.

Publikasi dan Diseminasi Hasil Kajian

Publikasi hasil kajian melalui internet dan/atau media masa, seperti: Tabloid, Koran, dan Jurnal Ekonomi Politik

Publikasi dan diseminasi hasil kajian melalui forum diskusi, situs internet, dan media masa.

Page 101: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

99

LAPORAN AKHIR

Sistem Agribisnis Sentra UKM

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

99

Dinamika UKM Dalam Sektor Agribisnis

4.1. Pendahuluan

Sebagian pertanyaan yang ingin dijawab oleh bab ini adalah “Kenapa harus sektor

agribisnis yang dikembangkan?” Dalam kajian ini, komoditas agribisnis dipahami

sebagai komoditas yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan,

perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, atau dalam khazanah ekonomi

yang disebut dengan sektor pertanian.

Tabel 8. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Beberapa Indikator Ekonomi Nasional Tahun 2004 dan 2006

PERTANIAN 2004 2006 satuan Pertumbuhan per tahun

PDB non migas nasional 1,506,296,600 1,703,086,000 juta Rp 6.33%

PDB pertanian 247,163,600 261,296,900 juta Rp 2.82%

% PDB pertanian thd nasional 16.41% 15.34% % -3.30%

Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional 354,561,295 404,606,624 juta Rp 6.82%

Jumlah investasi sektor pertanian 16,276,312 17,682,377 juta Rp 4.23%

% investasi pertanian thd nasional 4.59% 4.37% % -2.43%

Ekspor non migas nasional 470,789,928 607,397,270 juta Rp 13.59%

Ekspor sektor Pertanian 9,597,200 13,741,476 Juta Rp 19.66%

% ekspor pertanian thd nasional 2.04% 2.26% % 5.35%

Jumlah Unit Usaha nasional 44,784,073 48,936,840 Unit 4.53%

Jumlah unit usaha sektor pertanian 25,799,864 26,209,399 Unit 0.79%

% Unit usaha pertanian thd nasional 57.61% 53.56% -3.58%

Jumlah Tenaga Kerja nasional 83,601,371 88,804,955 Orang 3.07%

Jumlah Tenaga Kerja pertanian 37,691,288 38,814,535 Orang 1.48%

% Tenaga Kerja pertanian thd nasional 45.08% 43.71% % -1.54%

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

4

Page 102: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

100 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

100

Secara umum, dalam perekonomian Indonesia, posisi sektor ini sebenarnya tidak

terlalu “bersinar”. Ini dapat dilihat dari posisi sektor terhadap beberapa indikator

ekonomi seperti tampak dalam tabel diatas. Tampak bahwa sumbangan sektor

pertanian terhadap pendapatan nasional, jumlah investasi, serta jumlah ekspor

yang dilakukan tidaklah terlalu fenomenal besarnya dan pertumbuhannya

cenderung menurun.

Gambar 25. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap PDB dan Ekspor Nasional Tahun 2006

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Tetapi jika perhatikan proporsi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang ada di

sektor ini, yang nilainya hampir mencapai 50%, menunjukkan bahwa sektor ini

adalah sektor yang paling banyak digeluti dan pekerjaan yang paling banyak

dilakukan oleh rakyat Indonesia. Disamping itu, komoditas yang dihasilkan oleh

sektor ini merupakan komoditas strategis penunjang ketahanan pangan bagi

Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika pada

RPJM pemerintah mencantumkan sektor ini sebagai sektor yang perlu lebih dahulu

dikembangkan karena akan memberikan dampak pengali yang amat luas terhadap

perekonomian masyarakat.

Sektor ini umumnya bersifat padat karya dengan penerapan teknologi yang relatif

sederhana dan tepat guna, sehingga peran usaha kecil dan menengah pada sektor

ini cukup besar. Produk sektor ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat

terutama sebagai produk yang dikonsumsi langsung dalam bentuk pangan oleh

rumah tangga maupun sebagai bahan baku dalam proses produksi sektor lainnya.

disamping itu produk pertanian ini juga menjadi komoditas ekspor, khususnya dari

Pertanian14%

Pertambangan9%

Pengolahan28%

Listrik, gas, air1%

Bangunan6%

Perdagangan, hotel, restoran

17%

Pengangkutan dan komunikasi

7%

Keuangan, persew aan dan Js pers

9%

Jasa-jasa9%

Pertanian2%

Pertambangan20%

Pengolahan78%

PDB Ekspor

Page 103: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

101 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

101

subsektor perkebunan dan perikanan.

Pada tahun 2006, jumlah unit usaha pada sektor ini sebanyak 26.209.399 unit

usaha yang terdiri dari 99,99% berskala usaha kecil, 0.006% skala usaha

menengah dan 0.0002% berskala usaha besar. Jumlah unit usaha UKM

mengalami pertumbuhan yang relatif lambat yaitu sebesar 0,79% per tahun selama

periode tahun 2004-2006.

Gambar 26. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Unit Usaha dan Tenaga Kerja Nasional Tahun 2006

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, UKM sektor pertanian mampu menyerap

sebesar 99.8% tenaga kerja di sektor pertanian, atau sebesar 43.66% dari

keseluruhan tenaga kerja nasional. Secara umum, jumlah tenaga kerja yang

terserap di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,48% pertahun sejak periode 2004

hingga 2006.

Pada tahun 2006, kontribusi Usaha kecil dan menengah dalam pembentukan PDB

sektor pertanian adalah sebesar 95,74%, sedangkan kontribusi terhadap total PDB

nasional adalah sebesar 14.69%. Pertumbuhan PDB sektor pertanian,

perkebunan, perikanan dan perkebunan selama periode tahun 2004-2006 sebesar

2,82% per tahun. Angka pertumbuhan ini masih dibawah pertumbuhan PDB non

migas nasional periode yang sama yang sebesar 6.33%.

Dalam sektor pertanian ini, di tahun 2006 sub-sektor tanaman pangan memberikan

Pertanian53%

Perdagangan, hotel, restoran

27%

Jasa-jasa6%

Pengangkutan dan komunikasi

6%

Keuangan, persew aan dan Js pers

0%

Pengolahan7%

Pertambangan1%

Listrik, gas, air0%

Bangunan0%

Pertanian44%

Pertambangan1%

Pengolahan13%Listrik, gas, air

0%

Bangunan1%

Perdagangan, hotel, restoran

25%

Pengangkutan dan komunikasi

4%

Keuangan, persew aan dan Js pers

1%

Jasa-jasa11%

Unit Usaha Tenaga Kerja

Page 104: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

102 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

102

kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB sektor ini yaitu sebesar 49,45%

kemudian berturut-turut sub sekor perkebunan 15,72%, sub sektor perikanan

15,66%, sub sektor peternakan 12,75% dan sub sektor kehutanan 6,42%.

Tabel 9. Perkembangan Jumlah Unit Usaha, Penyerapan Tenaga Kerja, PDB, Investasi, Laju Indeks Harga Implisit dan Ekspor Sektor Pertanian

Menurut Skala Usaha Periode Tahun 2004-2006

Variabel Skala Usaha/ Sektor/Nasional

2004 2006 Tumbuh ’04-‘06

Jumlah Unit Usaha Usaha Kecil 25,798,155 26,207,670 0.79%

(Unit) Usaha Menengah 1,650 1,676 0.78%

Usaha Besar 59 53 -5.22%

Total 25,799,864 26,209,399 0.79%

Jumlah Tenaga Kerja Usaha Kecil 36,877,938 37,965,878 1.46%

(orang) Usaha Menengah 772,366 805,531 2.12%

Usaha Besar 40,984 43,126 2.58%

Total 37,691,288 38,814,535 1.48%

PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 213,528,700 226,756,900 3.05%

(Juta Rp) Usaha Menengah 22,663,700 23,415,500 1.65%

Usaha Besar 10,971,200 11,124,500 0.70%

Total 247,163,600 261,296,900 2.82%

Jumlah Investasi Usaha Kecil 5,437,785 5,894,212 4.11%

ADH Konstan 2000 Usaha Menengah 6,913,413 7,503,748 4.18%

(Juta Rp) Usaha Besar 3,925,116 4,284,417 4.48%

Total 16,276,314 17,682,377 4.23%

Ekspor Usaha Kecil 7,586,424 11,129,939 21.12%

(Juta Rp) Usaha Menengah 1,128,942 1,532,770 16.52%

Usaha Besar 881,834 1,078,767 10.60%

Total 9,597,200 13,741,476 19.66%

Laju Indeks Harga Usaha Kecil 4.38 14.06 79.17%

Implisit (%) Usaha Menengah 6.14 19.59 78.62%

Usaha Besar 7.98 21.94 65.81%

Total 4.68 14.86 78.19% Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Dari sisi PDB, secara umum sektor pertanian menyumbangkan 15.34% kepada

PDB nasional di tahun 2006. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2004 yang

16.41%. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor peternakan, diikuti oleh

subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Jika

dilihat sub sektor pembentuknya, maka akan tampak bahwa sektor tanaman bahan

makanan memberikan sumbangan paling besar (49.45%) terhadap PDB sektor

pertanian secara keseluruhan diikuti subsektor perkebunan (15.72%), subsektor

perikanan (15.66%), peternakan (12.75%) dan kehutanan (6.42%).

Page 105: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

103 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

103

Tabel 10. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan Unit Usaha, Tenaga Kerja, PDB, Jumlah Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit

Yang Dapat Diolahkan Tahun 2004-2006

2004 2006 satuan Tumbuh ’04-‘06

Jumlah Unit Usaha nasional 44,784,073 48,936,840 unit 4.53%

Jumlah unit usaha di sektor pertanian 25,799,864 26,209,399 unit 0.79%

Jumlah unit usaha UK+M pertanian 25,799,805 26,209,346 unit 0.79%

% Unit usaha UK+M thd sektor pertanian 99.9998% 99.9998% % 0.00001%

% Unit usaha UB thd sektor pertanian 0.0002% 0.0002% % -5.96%

Jumlah Tenaga Kerja nasional 83,601,371 88,804,955 orang 3.065%

Jumlah Tenaga Kerja di sektor pertanian 37,691,288 38,814,535 orang 1.479%

Jumlah TK UK+M sektor pertanian 37,650,304 38,771,409 orang 1.478%

% TK UK+M thd sektor pertanian 99.89% 99.89% % -0.001%

% TK UK+M thd nasional 45.04% 43.66% % -1.540%

PDB non migas ADH konstan 2000 nasional 1,506,296,600 1,703,086,000 juta Rp 6.33%

PDB ADH konstan 2000 pertanian 247,163,600 261,296,900 juta Rp 2.82%

PDB ADH konstan 2000 UK+UM pertanian 236,192,400 250,172,400 juta Rp 2.92%

% PDB UK+M thd sektor pertanian 95.56% 95.74% % 0.09%

% PDB UK+M thd nasional 15.68% 14.69% % -3.21%

% PDB pertanian thd nasional 16.41% 15.34% % -3.30%

% PDB subsektor pangan thd pertanian 49.61% 49.45% % -0.16%

% PDB subsektor perkebunan thd pertanian 15.72% 15.72% % 0.01%

% PDB subsektor peternakan thd pertanian 12.81% 12.75% % -0.26%

% PDB subsektor kehutanan thd pertanian 7.05% 6.42% % -4.57%

% PDB subsektor prikanan thd pertanian 14.81% 15.66% % 2.83%

Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional 354,561,295 404,606,624 juta Rp 6.82%

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UK 70,902,434 na juta Rp na

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UM 81,388,716 na juta Rp na

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UB 202,270,145 na juta Rp na

Ekspor non migas nasional 470,789,928 607,397,270 juta Rp 13.59%

Ekspor sektor pertanian 9,597,200 13,741,476 juta Rp 19.66%

% ekspor sektor thd nasional 2.04% 2.26% % 5.35%

Laju indeks harga implisit nasional 6.79 13.3 % 39.96%

Laju indeks harga implisit UK nasional 5.15 12.96 % 58.63%

Laju indeks harga implisit UM nasional 5.69 14.37 % 58.92%

Laju indeks harga implisit UB nasional 9.21 13.68 % 21.87% Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Data jumlah investasi yang dilakukan secara umum menunjukkan angka kenaikan

dibandingkan tahun 2004 (kenaikan per tahunnya rata-rata 6%). Namun secara

jika diperhatikan sumbangan investasi subsektor pembentuknya terhadap investasi

nasional, tampak bahwa sumbangan subsektor mengalami penurunan

dibandingkan pertambahan investasi nasional. Hal ini menunjukkan minat

investasi di sektor ini tidak setinggi minat investasi di sektor lainnya. Jika

Page 106: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

104 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

104

diperhatikan subsektor pembentuknya, tampak pada subsektor tanaman bahan

makanan, peternakan dan kehutanan sesungguhnya mengalami penurunan

investasi, sedangkan subsektor perkebunan dan perikanan tetap memunjukkan

angka kenaikan jumlah investasi, meskipun kecil.

Tabel 11. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan PDB, Jumlah Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit Yang Dapat Diolahkan

Tahun 2004-2006

Variabel Skala Usaha Tanaman Bahan Makanan

Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan

2006 Tumbuh 04-06

2006 Tumbuh 04-06

2006 Tumbuh 04-06

2006 Tumbuh 04-06

2006 Tumbuh 04-06

PDB ADH Konstan 2000

% Total Sub Sektor thd Sektor

49.45% -0.16% 15.72% 0.01% 12.75% -0.26% 6.42% -4.57% 15.66% 2.83%

% Total Sub Sektor thd Nasional

7.59% -3.46% 2.41% -3.29% 1.96% -3.55% 0.99% -7.72% 2.40% -0.57%

Investasi ADH Konstan 2000

% Total Sub Sektor thd Sektor

25.28% -0.07% 32.07% 0.08% 6.85% -0.11% 7.04% -0.09% 28.76% 0.02%

% Total Sub Sektor thd Nasional

1.10% -2.50% 1.40% -2.35% 0.30% -2.54% 0.31% -2.52% 1.26% -2.41%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 14.65 166.68% 7.79 13.47% 12.66 48.64% 35.77 112.92% 15.88 24.47%

Usaha Menengah 14.52 160.48% 7.79 35.87% 12.56 109.56% 36.93 109.30% 15.98 36.08%

Usaha Besar - - 6.53 9.76% 12.92 67.23% 35.44 89.68% 16.6 22.24%

Total Sub Sektor 14.65 166.68% 7.65 15.55% 12.65 55.08% 36.16 102.82% 15.9 25.47% Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Indeks harga implisit sektor pertanian secara umum tumbuh diatas pertumbuhan

indeks harga implisit nasional menunjukkan kenaikan harga komoditas di pasar

nasional dan dunia. Jika diperhatikan, tampak bahwa kenaikan harga dinikmati

oleh subsektor tanaman bahan makanan, kehutanan dan peternakan. Sedangkan

subsektor perikanan dan peternakan menunjukkan pertumbuhan indeks harga

implisit yang lebih rendah dibandingkan nasional, hal ini menunjukkan penurunan

harga komoditas ke dua subsektor ini di pasar domestik dan/atau ekspor.

Pada tahun 2006, peran usaha kecil dan menengah sangat besar pada empat sub

sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.

Sedangkan pada sub sektor kehutanan, peran usaha kecil masih relatif kecil,

dimana peran ini di dominasi oleh HPH yang dimiliki oleh pengusaha besar dan

menengah.

4.1. Konsep Sistem Agribisnis Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem yang

Page 107: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

105 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

105

terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan

antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan pertanian sebagai suatu

kegiatan bisnis yang memiliki daya saing.

Agribisnis menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson, Farell and Funk

(dalam Saragih, 2000) dinyatakan sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian

sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu

dengan yang lain. Subsistem-subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu

(up-stream agribusiness), subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness),

subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) dan subsistem jasa

penunjang (supporting institution)

Gambar 27. Sistem Agribisnis

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness). Meliputi semua kegiatan

untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau

pengadaan sarana produksi, antara lain: Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro

Otomotif.

Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness). Meliputi kegiatan

mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan

manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain :

Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,

Up-stream Agribusiness

Pembibitan Agro Kimia Agro Otomotif

Up-stream Agribusiness

On-farm Agribusiness

Tanaman Pangan Tanaman Holtikultura Tanaman Obat- obatan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

On-farm Agribusiness

Down-stream Agribusiness

Intermediate Product Finished Product Wholesaler Retailer Consumer

Down-stream Agribusiness

Supporting Institution

Agro Institution Agro Services

Supporting Institution

Page 108: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

106 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

106

Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness). Disebut juga agroindustri,

aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian

sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi:

Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer.

Subsistem jasa penunjang (supporting institution). Subsistem ini merupakan

kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan

Agro Services.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 27:

Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan

pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan

jasa terkait dalam suatu klaster industri dengan keempat komponen subsistem

tersebut.

Gambar 28. Klaster UKM dalam Sistem Agribisnis

Keterkaitan UKM dengan sistem agribisnis terletak pada penekanan pada

hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis dalam satu

sistem komoditas. Koperasi sebagai bagian dari sistem agribisnis tersebut dalam

pengelolan klaster berperan besar untuk meningkatkan potensi pertanian dan

SDM

Perusahaan Besar (Subcontracting)

Konsumen

Pedagang Pemasok

Bahan Baku

Pemasok

Mesin dan Alat Produksi

Koperasi

KLASTER UKM

Lembaga Pendukung :

! Pemerintah

! Universitas

! LSM

! Perusahaan Besar

! Dll

Page 109: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

107 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

107

memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian agar lebih

kompetitf serta dapat mendorong efisiensi usaha.

4.2. Dinamika UKM Dalam Sektor Agribisnis

Seperti pernah disampaikan di muka, ektor ini umumnya bersifat padat karya

dengan penerapan teknologi yang relatif sederhana dan tepat guna, sehingga

peran usaha kecil dan menengah pada sektor ini cukup besar. Pernyataan ini

kemudian tercermin dalam peran skala usaha Kecil dan Menegah yang tertangkap

dalam tabel I-O tahun 2000 dan data-data tambahan yang dikelurkan oleh

Kementerian Koperasi dan UKM serta BPS di tahun 2006.

Secara umum tampak bahwa hampir 90% sektor ini dibentuk oleh Usaha Kecil dan

Menengah.

Gambar 29. Proporsi Usaha Kecil, Menengah dan Besar Dalam Beberapa Indikator Ekonomi di Sektor Pertanian Tahun 2006

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

Sektor pertanian ini dibentuk oleh 5 sub-sektor, (1) Subsektor Tanaman Bahan

Makanan, (2) Subsektor Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan, (4) Subsektor

Kehutanan dan (5) Subsektor Perikanan.

Secara sektoral, tampak bahwa subsektor tanaman bahan makanan, perikanan

dan perkebunan merupakan 3 subsektor terbesar dalam sekor pertanian. Berikut

99.99% 97.81%86.78%

33.33%

81.00%

0.01% 2.08%

8.96%

42.44%

11.15%

0.00% 0.11% 4.26%

24.23%

7.85%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Unit Usaha Tenaga Kerja PDB Investasi Ekspor

Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar

Page 110: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

108 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

108

ini gambaran dinamika Usaha Kecil dan Menengah dalam masing-masing sub-

sektor tersebut.

Gambar 30. Proporsi Pembentukan PDB, Investasi dan Ekspor Masing-Masing Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2006

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

4.2.1. Dinamika UKM Dalam Sub Sektor Pertanian/ Tanaman Bahan Makanan

Pangan merupakan kebutuhan pokok utama yang tidak dapat dipisahkan dengan

kehidupan manusia yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, politik

dan keamanan nasional. Jumlah produksi pangan nasional pada tahun 2006

mencapai 89,8 juta ton (BPS, 2007). Selama periode tahun 2003-2006

pertumbuhan produksi pangan nasional mencapai 1,72%. Kontribusi terbesar

produksi pangan nasional bersumber dari tanaman padi mencapai 54,45 juta ton

atau 60,64% kemudian ubi kayu dan jagung masing-masing 22,26% dan 12,93%

serta lainnya sebesar 4,18%.

Dalam struktur permintaan pangan menurut skala usaha, seperti terlihat pada

Gambar diatas, menunjukkan bahwa permintaan pangan lebih di fokuskan kepada

pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri (90% untuk memenuhi permintaan

antara dan akhir dan hanya sekitar 1% untuk ekspor). Mengingat bahwa komoditi

pangan seperti beras, jagung dan kacang kedelai merupakan komodi yang

strategis sehingga orientasi permintaan pangan tidak mengarah kepada ekspor.

Jika dilihat struktur penyediaan tanaman bahan makanan nasional dari tabel I-O

tahun 2000 tampak bahwa sebanyak 78,12% berasal dari usaha kecil, impor

20,63% dan usaha menengah hanya 1,25%. Pada skala usaha kecil penyediaan

Tanaman Bahan Makanan

49%

Perkebunan16%

Peternakan13%

Kehutanan6%

Perikanan16%

Tanaman Bahan Makanan

25%

Perkebunan32%

Peternakan7%

Kehutanan7%

Perikanan29%

PDB Investasi

Page 111: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

109 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

109

pangan terbesar dari komoditi padi yaitu 16%, tanaman umbi-umbian 15,6% dan

sayuran 15,16%. Usaha besar belum memberikan kontribusi dalam penyediaan

pangan nasoional. Hal ini menunjukkan sistem pertanian tanaman pangan di

Indonesia masih relatif bersifat padat karya.

Gambar 31. Struktur Permintaan Sub sektor Bahan Makanan Menurut Skala Usaha Tahun 2000

!

!

!

!

!

!

!

Sumber: BPS, 2000. Diolah

Pada tahun 2000 struktur penyediaan bahan pangan yang disediakan di dalam

negeri hanya 79,37% selebihnya berasal dari impor yaitu sebanyak 20,63%.

Sedangkan struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk

kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai

komoditi strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari impor

maka diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui

program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.

Struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk kebutuhan

konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai komoditi

strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari impor maka

diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui

program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.

Peran sub sektor ini sangat strategis dalam mendukung sektor riil di Indonesia,

48.0758.90

48.21

0.55

1.37

0.09

51.3839.73

51.70

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Usaha Kecil UsahaMenengah

Usaha Besar

Permintaan Akhir Ekspor Permintaan Antara

Page 112: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

110 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

110

terutama sebagai penyedia bahan konsumsi makanan langsung masyarakat serta

sebagai bahan baku industri pengolahan. Usaha menengah sub sektor ini

memiliki keterkaitan industri yang paling tinggi dengan indeks daya penyebaran

sebesar 6,0 sedangkan usaha kecil hanya 5,9 dan usaha besar 5,1. Indeks derajat

kepekaan usaha kecil paling tinggi yaitu 8,9 sedangkan usaha menengah dan

besar masing-masing 4,5 dan 5,1. Hal ini berarti, pada usaha kecil setiap kenaikan

satu unit permintaan akhir sub sektor pangan akan meningkatkan output sektor lain

secara keseluruhan sebesar 14,8 unit. Sedangkan untuk usaha menengah hanya

10,5 unit dan 10,2 untuk usaha besar. Indeks derajat kepekaan untuk usaha kecil

8,9 menunjukan bahwa sub sektor ini memiliki daya dorong yang tinggi untuk

meningkatkan 8,9 kali kapasitas produksi dan produktivitas industri yang

menggunakan bahan bakunya sebagai input dalam proses produksi industri

lainnya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif tinggi

51,4% dari output sub sektor ini digunakan sebagai input dalam proses produksi

industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar masing-masing

39,7% dan 51,7%.

Tabel 12. Perkembangan PDB, Indeks Harga Implisit dan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Menurut Skala Usaha Periode 2004-

2006

Variabel Skala Usaha Tanaman Bahan Makanan

2004 2006 Tumbuh ’04-‘06

PDB ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 121,733,800 128,281,000 2.65%

Usaha Menengah 877,900 930,200 2.94%

Usaha Kecil + Menengah 122,611,700 129,211,200 2.66%

Usaha Besar - - -

Total Sub Sektor 122,611,700 129,211,200 2.66%

% Total Sub Sektor thd Sektor 49.61% 49.45% -0.16%

% Total Sub Sektor thd Nasional 8.14% 7.59% -3.46%

Jumlah Investasi ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 2,941,461 3,189,889 4.14%

Usaha Menengah 1,178,326 1,279,540 4.21%

Usaha Kecil + Menengah 4,119,787 4,469,429 4.16%

Usaha Besar - - -

Total Sub Sektor 4,119,787 4,469,429 4.16%

% Total Sub Sektor thd Sektor 25.31% 25.28% -0.07%

% Total Sub Sektor thd Nasional 1.16% 1.10% -2.50%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 2.06 14.65 166.68%

Usaha Menengah 2.14 14.52 160.48%

Usaha Besar - - -

Total Sub Sektor 2.06 14.65 166.68%

Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

Page 113: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

111 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

111

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini hanya mengalami pertumbuhan

PDB sebesar 2.66% per tahun. Di tahun 2006, investasi sub sektor Tanaman

Bahan Makanan sekitar 25,28% dari total sektor pertanian atau sekitar 1,10% dari

total investasi nasional. Investasi pada skala usaha besar di sub sektor ini pada

tahun 2004 dan 2006 belum ada.

Laju indeks harga implisit sub sektor ini sebesar 166.68% dan berada di atas

indeks harga implisit secara nasional yang sebesar 39.96%. Tingginya

pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 menunjukkan

naiknya harga-harga produk tanaman bahan makanan di pasar nasional.

Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki rasio input antara 16,15%, yang

berarti 16,15% output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri

lainnya dan mampu menghasilkan nilai tambah 83,85% dari output yang

dihasilkan. Usaha kecil memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 12,67%

sedangkan pada usaha menengah yaitu 23,48%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil

sebesar 60,45%, usaha besar 14,77% impor 14,22% dan usaha menengah

10,66%. Sedangkan kebutuhan antara untuk usaha menengah dipasok oleh usaha

kecil sebesar 45,24%, impor 30,01%, usaha besar 13,91% dan usaha menengah

10,83%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan

bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara untuk

usaha menengah relatif lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar global yang memiliki

kecenderungan harga input antara dari impor yang lebih tinggi sehingga skala

usaha ini relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga surplus

usaha usaha kecil lebih besar dari pada usaha menengah.

Peran koperasi dan UKM di sektor ini cukup besar, mengingat sifat sub sektor ini

yang padat karya. Koperasi dan UKM berperan sebagai pelaku dalam kegiatan

budidaya, penyedia bahan baku, pemasaran maupun proses pengolahan. Banyak

koperasi yang berperan dalam proses kegiatan on-farm maupun off-farm, seperti

koperasi pertanian.

4.2.2. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Tanaman Perkebunan

Berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, neraca expor impor komoditi

perkebunan selalu mengalami surplus. Komoditi ini merupakan komoditi

Page 114: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

112 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

112

perdagangan yang merupakan penyumbang devisa terbesar dari sektor non

migas. Surplus perdagangan tahun 2001 mencapai US$ 1.893.411.000. Akan

tetapi tidak seperti sebagian besar produk perkebunan yang ditujukan untuk

ekspor, potensi produksi gula, kapas dan cengkeh untuk memenuhi kebutuhan

industri dalam negeri masih harus didukung oleh impor. Pada tahun 2001 impor

gula naik 6% dan cengkeh naik 2,98%.

Permintaan produk perkebunan sebagian besar untuk kegiatan yang bersifat

produktif yaitu sebagai bahan baku industri pengolahan lainnya. Untuk kebutuhan

konsumsi komoditi tanaman perkebunan relatif lebih besar daripada produksi yang

dihasilkan. Seperti halnya gula dan cengkeh, kebutuhan yang dipenuhi dari impor

sebanyak 36,12% dan 10,08%.

Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan

sektor riil di Indonesia, sebagai penyedia bahan baku industri dalam negeri dalam

kegiatan produktif. Sub sektor perkebunan memiliki keterkaitan industri yang tinggi

dengan indeks daya penyebaran 23,2 yang terdiri dari usaha kecil 9,9 usaha

menengah 6,9 dan usaha besar 6,5. Indeks derajat kepekaan 21,8 yang berarti

setiap kenaikan satu unit permintaan akhir sub sektor perkebunan akan

meningkatkan output sektor lain secara keseluruhan sebesar 21,8 unit (BPS 2004).

Tabel 13. Struktur Permintaan Sub Sektor Perkebunan Menurut Skala Usaha Tahun 2000

Skala Usaha Permintaan Antara

Ekspor Permintaan Akhir

Total

Usaha Kecil 84.98 4.24 10.77 100.00

Usaha Menengah 87.68 3.09 9.23 100.00

Usaha Besar 92.70 0.49 6.81 100.00 Sumber : BPS, 2004 (diolah)

Dalam struktur permintaan tanaman perkebunan menurut skala usaha

menunjukkan bahwa permintaan tanaman perkebunan lebih di fokuskan kepada

pemenuhan bahan baku industri dalam negeri. Mengingat bahwa tanaman

perkebunan seperti tebu, karet, kapas dan cengkeh merupakan komoditas yang

strategis sehingga orientasi permintaan tanaman perkebunan tidak mengarah

kepada ekspor.

Struktur penyediaan tanaman perkebunan, bahwa sebanyak 65,96% berasal dari

usaha kecil, usaha besar 14,4%, usaha menengah 13,90% sedangkan impor

Page 115: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

113 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

113

hanya 6,20%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 21,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki

daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 21,8 kali kapasitas produksi dan

produktivitas yang menggunakan komoditi perkebunan sebagai input dalam proses

produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif

tinggi 84,9% dari output subsektor perkebunan digunakan sebagai input dalam

proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar

masing-masing 78,7% dan 92,7% (BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM

2004).

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor perkebunan mengalami

pertumbuhan PDB sebesar 2,83%, nilai ini masih dibawah pertumbuhan PDB

nasional yang sebesar 6.33%. Sumbangan terbesar diberikan oleh Usaha Kecil

dengan persentase sebesar 74,91% dari total PDB subsektor Tanaman

Perkebunan, diikuti oleh Usaha Menengah (14,64%) dan Usaha Besar (10,43%).

Tabel 14. Perkembangan PDB, Investasi, dan Indeks Harga Implisit Sub Sektor Perkebunan Menurut Skala Usaha Periode 2000-2003

Variabel Skala Usaha Perkebunan

2004 2006 Grow/year

PDB ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 29,152,500 30,774,400 2.74%

Usaha Menengah 5,699,200 6,018,400 2.76%

Usaha Kecil + Menengah 34,851,700 36,792,800 2.75%

Usaha Besar 3,997,600 4,288,900 3.58%

Total Sub Sektor 38,849,300 41,081,700 2.83%

% Total Sub Sektor thd Sektor 15.72% 15.72% 0.01%

% Total Sub Sektor thd Nasional 2.58% 2.41% -3.29%

Jumlah Investasi ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 1,589,589 1,719,848 4.02%

Usaha Menengah 1,675,571 1,814,493 4.06%

Usaha Kecil + Menengah 3,265,160 3,534,341 4.04%

Usaha Besar 1,946,865 2,137,081 4.77%

Total Sub Sektor 5,212,025 5,671,422 4.31%

% Total Sub Sektor thd Sektor 32.02% 32.07% 0.08%

% Total Sub Sektor thd Nasional 1.47% 1.40% -2.35%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 6.05 7.79 13.47%

Usaha Menengah 4.22 7.79 35.87%

Usaha Besar 5.42 6.53 9.76%

Total Sub Sektor 5.73 7.65 15.55% Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Investasi sub sektor ini sebesar 32,07% dari total investasi sektor pertanian atau

Page 116: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

114 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

114

sebesar 1,40% dari total investasi di Indonesia pada tahun 2006.

Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%

output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan

mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha

menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha

kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43% (BPS dan

Kementerian Koperasi dan UKM 2004).

Laju indeks harga implisit sub sektor perkebunan sebesar 15.55% berada jauh di

bawah indeks harga implisit secara nasional yang sebesar 39.96%. Rendahnya

pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada

skala usaha besar mengindikasikan adanya kemungkinan penurunan harga

komoditi perkebunan yang cukup signifikan di pasar domestik atau dunia.

Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%

output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan

mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha

menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha

kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil

sebesar 39,87%, usaha menengah 13,47%, usaha besar 33,00% dan impor

13,67%. Untuk kebutuhan antara untuk usaha menengah sebagian besar dipasok

dari usaha kecil yaitu 43,73% dan pasokan impor paling rendah, hanya 13,07%.

Sedangkan usaha besar pasokan input antara dari impor impor bila dibandingkan

dengan UKM. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku,

bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara

untuk usaha besar dari impor yaitu 22,71% yang memiliki kecenderungan harga

input antara relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Hal ini

merupakan faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya surplus usaha besar

dibandingkan dengan UKM .

Peran Koperasi dan UKM

Pengembangan Koperasi dan UKM dibidang agribisnis khususnya pada sub sektor

perkebunan diharapkan berperan besar dalam percepatan pemulihan ekonomi

nasional melalui perannya dalam menghasilkan devisa dan membuka lapangan

kerja baru. Jenis komoditi perkebunan yang dikembangkan adalah kelapa sawit,

Page 117: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

115 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

115

kopi, gambir, nilam dan sabut kelapa. Bantuan perkuatan tersebut diberikan

dengan pola perguliran melalui Koperasi. Program percontohan pengembangan

usaha Koperasi di bidang agribisnis perkebunan meliputi:

!" Program pengembangan budidaya dan agroindustri serat rami (haramay)

melalui koperasi. Mulai tahun 2002 pengembangan usaha serat rami

dirintis di Kabupaten Wonosobo Jateng pada areal seluas 55 hektar dan di

Kabupaten Ogan Kemiring Ulu Sumsel pada areal seluas 35 hektar.

Rintisan pengembangan usaha agroindustri serat rami tersebut telah

dilengkapi dengan sarana prosesing. Program sentra turut memfasilitasi

agroindustri haramay di Jawa Barat.

#" Pengembangan Usaha Pengolahan Gambir. Kementerian Koperasi dan

UKM pada tahun 2002 dan 2003 telah memberikan dukungan perkuatan

bagi para petani gambir di Provinsi Sumatera Barat, berupa sarana

pengolahan gambir yang dikelola dengan pola perguliran melalui koperasi.

Program Sentra UKM juga turut bergerak dalam industri pengolahan

gambir ini.

$" Pengembangan Usaha Pengolahan Sabut Kelapa. Sebagai upaya untuk

mendorong peningkatan produktivitas usaha koperasi di sektor

perkebunan, juga telah difasilitasi dukungan perkuatan berupa sarana

pengolahan sabut kelapa, khususnya diperuntukkan bagi koperasi yang

berada di daerah yang potensial kelapa. Untuk itu telah di rintis

percontohan usaha pengolahan sabut kelapa di 4 daerah, yaitu Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Banten.

Komoditas serat rami, gambir dan sabut kelapa tersebut dapat dilaksanakan

dengan teknologi yang terjangkau oleh UKM dan memiliki pasar domestik dan

ekspor yang cukup luas. Hal ini menunjukkan potensi pengembangan UKM di

sektor perkebunan sangatlah besar. Dengan adanya program dan kebijakan

bantuan perkuatan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengembangkan

usaha Koperasi dan UKM dibidang agribisnis, seperti program bergulir untuk

sarana pengolahan kopi, gambir, sabut kelapa, pengembangan budidaya dan

agroindustri serat rami dan Pabrik Kelapa Sawit skala kecil, disamping menjadi

stimulan yang dapat memotivasi Pemerintah Daerah dalam memberikan

pembinaan dan bantuan dalam rangka pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan

menengah di masa mendatang, juga diharapkan akan menggerakkan kegiatan

produktif masayarakat setempat.

Page 118: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

116 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

116

4.2.3. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Peternakan

Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan

sektor riil di Indonesia, baik untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai penyedia

bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.

Sub sektor peternakan memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks

daya penyebaran 6,5 yang terdiri dari usaha kecil 2,1 usaha menengah 2,2 dan

usaha besar 2,2. Indeks derajat kepekaan 5,8 yang berarti setiap kenaikan satu

unit permintaan akhir subsektor perkebunan akan meningkatkan output sektor lain

secara keseluruhan sebesar 5,8 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya menurut

skalah usaha menunjukkan bahwa permintaan tersebut lebih di fokuskan kepada

pemenuhan bahan baku industri dalam negeri dan kebutuhan konsumsi langsung.

Struktur penyediaan sub sektor ini, sebanyak 78,19% berasal dari usaha kecil,

usaha menengah 15,39%, usaha besar 2,07%, sedangkan impor hanya 4,35%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 5,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki

daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 5,8 kali kapasitas produksi dan

produktivitas yang menggunakan sub sektor ini sebagai input dalam proses

produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif

tinggi 60,2% dari output subsektor peternakan digunakan sebagai input dalam

proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar

masing-masing 59,3% dan 67,9%.

Tabel 15. Struktur Permintaan Sub Sektor Peternakan Menurut Skala Usaha, tahun 2000-2003

Skala Usaha Permintaan antara

Ekspor Permintaan Akhir

Total

Usaha Kecil 60.21 1.23 38.56 100.00

Usaha Menengah 59.26 1.08 39.67 100.00

Usaha Besar 67.90 0.48 31.63 100.00 Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, (diolah)

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini mengalami pertumbuhan PDB

2,55% yang sebagian besar disumbangkan oleh Usaha Kecil. Investasi sub sektor

ini sekitar 0.3% dari total investasi nasional atau sekitar 6.85% dari total sektor

pertanian pada tahun 2006.

Page 119: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

117 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

117

Laju indeks harga implisit sub sektor peternakan sebesar 55.08% berada di atas

indeks harga implisit secara nasional (39.96%). Tingginya pertumbuhan laju

indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada usaha menegah

dan besar yang naik hampir 100% pada tahun 2006. Hal ini mengindikasikan

adanya kenaikan harga komoditi peternakan yang cukup signifikan di Indonesia.

Penyebabnya diduga dampak recovery dari berlalunya wabah penyakit flu burung,

penyakit kuku dan mulut sapi yang melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia

pada tahun 2001-2004 yang lalu.

Tabel 16. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Peternakan Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006

Variabel Skala Usaha Peternakan

2004 2006 Grow/year

PDB ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 26,126,600 27,508,800 2.61%

Usaha Menengah 5,007,400 5,235,900 2.26%

Usaha Kecil + Menengah 31,134,000 32,744,700 2.55%

Usaha Besar 538,400 565,200 2.46%

Total Sub Sektor 31,672,400 33,309,900 2.55%

% Total Sub Sektor thd Sektor 12.81% 12.75% -0.26%

% Total Sub Sektor thd Nasional 2.10% 1.96% -3.55%

Jumlah Investasi ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 164,516 178,961 4.30%

Usaha Menengah 548,261 594,518 4.13%

Usaha Kecil + Menengah 712,777 773,479 4.17%

Usaha Besar 405,293 438,511 4.02%

Total Sub Sektor 1,118,070 1,211,990 4.12%

% Total Sub Sektor thd Sektor 6.87% 6.85% -0.11%

% Total Sub Sektor thd Nasional 0.32% 0.30% -2.54%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 5.73 12.66 48.64%

Usaha Menengah 2.86 12.56 109.56%

Usaha Besar 4.62 12.92 67.23%

Total Sub Sektor 5.26 12.65 55.08% Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Sub sektor peternakan memiliki rasio input antara 43,33%, yang berarti 43,33%

output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan

mampu menghasilkan nilai tambah 56,67% dari output yang dihasilkan. Usaha

kecil memiliki rasio input antara yang lebih rendah yaitu 40,64% dari pada usaha

menengah dan usaha besar yaitu masing-masing 43,87% dan 45,47%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasokan didominasi dari

usaha menengah sedangkan impor paling rendah pasokannya 6,53%. Hal yang

Page 120: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

118 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

118

sama juga terjadi pada usaha menengah dan usaha besar juga mendapat

pasokan kebutuhan antara dari usaha menengah yaitu masing-masing 48,77% dan

45,79%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan

bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara untuk

usaha UKM maupun usaha besar masih didominasi dari produksi domestik atau

dalam negeri.

4.2.4. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Kehutanan

Peran sub sektor kehutanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan

sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia

bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan ekonomi produktif.

Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya

penyebaran 2,4 yang terdiri dari usaha kecil 0,8 usaha menengah 0,8 dan usaha

besar 0,8. Indeks derajat kepekaan 2,4 yang berarti setiap kenaikan satu unit

permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain

secara keseluruhan sebesar 2,4 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skala usaha menunjukkan

bahwa usaha kecil dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi yaitu 7,32%

dari usaha menengah maupun besar. Permintaan tersebut lebih di fokuskan

kepada pemenuhan bahan baku industri dalam negeri.

Tabel 17. Struktur permintaan Sub Sektor Kehutanan Menurut Skala usaha, tahun 2000-2003

Skala Usaha Permintaan antara

Ekspor Permintaan Akhir

Total

Usaha Kecil 71.77 7.32 20.91 100.00

Usaha Menengah 87.19 1.44 11.37 100.00

Usaha Besar 88.09 0.91 11.00 100.00 Sumber : BPS 2004, diolah

Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha menengah yaitu

43,55%, usaha besar 32,93% dan usaha kecil sebesar 21,71% sedangkan impor

hanya 1,81%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 2,4 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki

daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 2,4 kali kapasitas produksi

Page 121: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

119 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

119

dan produktivitas yang menggunakan komoditi kehutanan sebagai input dalam

proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar

relatif tinggi 88.1% dari output subsektor kehutanan digunakan sebagai input

dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha

kecil masing-masing 87,2% dan 71,8%.

Selama periode tahun 2004-2006 PDB sub sektor kehutanan mengalami

penurunan rata-rata sebesar 1,88%. Investasi sub sektor ini sekitar 0,31% dari

total investasi nasional atau sekitar 7,04% dari total investasi sektor pertanian pada

tahun 2006.

Tabel 18. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Kehutanan Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006

Variabel Skala Usaha Kehutanan

2004 2006 Grow/year

PDB ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 3,934,800 3,795,100 -1.79%

Usaha Menengah 7,587,200 7,303,100 -1.89%

Usaha Kecil + Menengah 11,522,000 11,098,200 -1.86%

Usaha Besar 5,911,800 5,685,900 -1.93%

Total Sub Sektor 17,433,800 16,784,100 -1.88%

% Total Sub Sektor thd Sektor 7.05% 6.42% -4.57%

% Total Sub Sektor thd Nasional 1.16% 0.99% -7.72%

Jumlah Investasi ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 91,747 99,882 4.34%

Usaha Menengah 457,296 494,911 4.03%

Usaha Kecil + Menengah 549,043 594,793 4.08%

Usaha Besar 598,960 650,077 4.18%

Total Sub Sektor 1,148,003 1,244,870 4.13%

% Total Sub Sektor thd Sektor 7.05% 7.04% -0.09%

% Total Sub Sektor thd Nasional 0.32% 0.31% -2.52%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 7.89 35.77 112.92%

Usaha Menengah 8.43 36.93 109.30%

Usaha Besar 9.85 35.44 89.68%

Total Sub Sektor 8.79 36.16 102.82% Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil pasokan didominasi dari

usaha kecil sebesar 45,69% dan pasokan impor, lebih sedikit dari usaha

menengah maupun usaha besar yaitu sebesar 10,97%. Sangat berbeda dengan

usaha menengah dimana kebutuhan antara sebagian besar dipasok dari impor

yaitu 36,70%. Sedangkan usaha besar pasokan input antaranya didominasi dari

UKM, hanya 15,43% berasal dari impor. Dilihat dari kebutuhan antara yang

Page 122: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

120 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

120

dibutuhkan, baik bahan baku, bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka

usaha menengah diduga harga input antara relatif tidak stabil.

4.2.5. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Perikanan

Peran sub sektor perikanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan

sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia

bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.

Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya

penyebaran 4,1 yang terdiri dari usaha kecil 1,4 usaha menengah 1,4 dan usaha

besar 1,3. Indeks derajat kepekaan 6,8 yang berarti setiap kenaikan satu unit

permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain

secara keseluruhan sebesar 6,8 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skalah usaha menunjukkan

bahwa usaha besar dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi 6,50% dari

usaha menengah maupun besar. Berdasarkan Tabel 5.14 menunjukkan bahwa

permintaan pada sub sektor perikanan lebih besar untuk permintaan akhir

terutama untuk konsumsi rumah tangga secara langsung dari pada memenuhi

kebutuhan untuk bahan baku industri dan kegiatan produktif.

Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha kecil yaitu 86,58%,

usaha menengah 12,07% dan usaha besar sebesar 1,25% sedangkan impor

hanya 0,12%.

Tabel 19. Struktur Permintaan Sub Sektor Perikanan Menurut Skala Usaha, tahun 2000-2003

Skala Usaha Permintaan antara

Ekspor Permintaan Akhir

Total

Usaha Kecil 22.85 3.14 74.01 100.00

Usaha Menengah 24.12 3.85 72.03 100.00

Usaha Besar 38.73 6.50 54.78 100.00 Sumber : BPS 2004, diolah

Indeks derajat kepekaan sebesar 6,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki

daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 6,8 kali kapasitas produksi

dan produktivitas yang menggunakan komoditi perikanan sebagai input dalam

proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar

Page 123: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

121 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

121

relatif tinggi yaitu 38.7% dari output subsektor perikanan digunakan sebagai input

dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha

kecil masing-masing 24.1% dan 22.8%.

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor Perikanan mengalami pertumbuhan

PDB sebesar 5,73%, masih dibawah, meskipun mendekati, pertumbuhan PDB

nasional. Investasi sub sektor ini sekitar 1,26% dari total investasi nasional atau

sekitar 28,76% dari total sektor pertanian pada tahun 2006.

Sub sektor kehutanan memiliki rasio input antara 21,29%, yang berarti 21,29%

output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan

mampu menghasilkan nilai tambah 78,71% dari output yang dihasilkan. Hampir

semua skala usaha memiliki rasio input yang relatif sama yaitu 23,30% untuk

usaha kecil, 23,32% usaha menengah dan 24,45% usaha besar.

Tabel 20. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Perikanan Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006

Variabel Skala Usaha Perikanan

2004 2006 Grow/year

PDB ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 32,581,000 36,397,600 5.69%

Usaha Menengah 3,492,000 3,927,800 6.06%

Usaha Kecil + Menengah 36,073,000 40,325,400 5.73%

Usaha Besar 523,300 584,500 5.69%

Total Sub Sektor 36,596,300 40,909,900 5.73%

% Total Sub Sektor thd Sektor 14.81% 15.66% 2.83%

% Total Sub Sektor thd Nasional 2.43% 2.40% -0.57%

Jumlah Investasi ADH Konstan 2000

(Juta Rp)

Usaha Kecil 650,472 705,631 4.15%

Usaha Menengah 3,053,958 3,320,286 4.27%

Usaha Kecil + Menengah 3,704,430 4,025,917 4.25%

Usaha Besar 973,997 1,058,749 4.26%

Total Sub Sektor 4,678,427 5,084,666 4.25%

% Total Sub Sektor thd Sektor 28.74% 28.76% 0.02%

% Total Sub Sektor thd Nasional 1.32% 1.26% -2.41%

Laju Indeks Harga Implisit (%)

Usaha Kecil 10.25 15.88 24.47%

Usaha Menengah 8.63 15.98 36.08%

Usaha Besar 11.11 16.6 22.24%

Total Sub Sektor 10.1 15.9 25.47%

Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil usaha dan menengah

pasokan input antara yaitu lebih didominasi dari usaha keci, sedangkan pasokan

impornya relatif lebih rendah yaitu masing 11,44% dan 11,72%. Sangat berbeda

Page 124: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

122 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

122

dengan usaha besar dimana kebutuhan input antara juga sebagian besar usaha

kecil, namun pasokan dari impor juga jauh lebih tinggi dari UKM yaitu sekitar

29,61%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan

bakar maupun bahan penolong lainnya maka usaha kecil dan menengah diduga

harga input antara relatif stabil dibandingkan usaha besar.

4.3. Potensi Beberapa Komoditas Agribisnis Indonesia

Orang berkata, sepanjang masih ada manusia yang butuh makan, maka komoditas

agribisnis akan tetap menguntungkan untuk diproduksi dan diperdagangkan.

Begitu pula gambaran mengenai peluang komoditas agribisnis di Indonesia. Daya

dukung lahan, iklim, tenaga kerja dan infrastruktur seharusnya berpeluang

menjadikan sektor agribisnis sebagai salah satu sektor yang potensial untuk

meningkatkan penyerapan tenaga kerja, penanaman modal dan peningkatan

pendapatan nasional.

Peningkatan jumlah penduduk dunia saat ini berjalan dengan cepat, peningkatan

secara umum rata-rata sebesar 78 juta jiwa setiap tahunnya, Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) memperkirakan pada tahun 2030, populasi dunia akan mencapai 8

milyar jiwa. Peningkatan populasi penduduk dunia ini membawa konsekuensi

meningkatnya permintaan produk pangan dunia. Untuk memenuhi kebutuhan

akan pangan tersebut, pada tiga dekade terakhir, luas kawasan yang digunakan

untuk pertanian dan perkebunan di negara-negara berkembang telah berkembang

menjadi dua kali lipat, yaitu dari 50 juta hektar menjadi 100 juta hektar atau sama

dengan tiga kali luas propinsi Jawa Barat saat ini. Disamping peningkatan

populasi penduduk, permintaan akan produk pertanian dan perkebunan juga

didorong oleh meningkatnya pendapatan rata-rata penduduk dunia dan urbanisasi

penduduk di negara berkembang. Urbanisasi penduduk menurunkan kapasitas

sumberdaya manusia yang mengolah tanah pertanian, sedangkan meningkatnya

pendapatan merubah pola konsumsi dan belanja. Dua hal ini mendorong

peningkatan permintaan produk pangan dan pertanian lainnya. Hal-hal ini secara

umum menunjukkan peluang pasar komoditas agribisnis yang dapat diraih

Indonesia di masa depan.

Prospek yang masih terbuka luas dibidang agribisnis sebagai upaya memenuhi

kebutuhan masyarakat dunia ini perlu ditangani secara serius dan sistematis,

mengingat potensi Indonesia sebagai negara agraris besar yang memiliki hampir

semua kebutuhan faktor-faktor pendukung pertanian (iklim, geografis, tenaga kerja,

Page 125: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

123 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

123

lahan, teknologi dan infrastruktur) serta pengembangan agribisnis modern.

Beberapa komoditas pangan dunia adalah (1) Grain – Biji-bijian (termasuk beras,

gandum, jagung, barley), (2) Dairy – susu dan produk tutunannya (susu, susu

bubuk, susu non-fat, mentega, keju), (3) Lifestock – Daging-dagingan (daging sapi,

daging babi, daging ayam), (4) Fish – perikanan (baik hasil perikanan tangkap dan

budidaya, termasuk rumput laut). Jika diperhatikan, secara umum UKM Indonesia

masih berpeluang untuk terjun dalam industri agribisnis komoditas pangan dunia

tersebut karena data menunjukkan Indonesia sendiri masih menjadi tujuan ekspor

yang besar dari negara-negara penghasil pangan dunia tersebut untuk beberapa

komoditas utama seperti beras (Indonesia mengimpor dari Thailand, Vietnam, dan

Amerika Serikat) , susu (Indonesia mengimpor dari Amerika Serikat dan New

Zealand), dan daging sapi (Indonesia mengimpor dari Australia). Sedangkan

produk perikanan menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara eksportir

produk perikanan terbesar dunia, padahal potensi perikanan sendiri belum digali

secara penuh dan masih lebih banyak dimanfaatkan (dicuri) oleh negara lain.

4.3.1. Potensi Komoditas Beras

Mari kita perhatikan komoditas beras yang sudah tidak asing lagi. Dari data yang

dimiliki tampak bahwa untuk memenuhi permintaan dalam negeri pun masih

tersisa ruang pasar yang sangat besar. Permintaan terhadap beras meliputi

permintaan untuk konsumsi di dalam rumah; di luar rumah (antara lain di rumah

makan dan hotel); konsumsi makanan hasil industri pengolahan; dan kebutuhan

beras untuk cadangan rumah tangga. Disamping itu produk padi juga

dipergunakan untuk benih dan campuran pakan. Secara umum terdapat

kecenderungan penurunan konsumsi beras per kapita di dalam rumah, yang

diiringi peningkatan konsumsi di luar rumah dan konsumsi produk-produk industri

pangan. Komposisi penggunaan beras pada tahun 1999-2003 yaitu: 79,6 persen

(di dalam rumah); 10,8 persen (di luar rumah); dan 9,6 persen (makanan hasil

industri).

Tabel di atas menunjukkan bahwa kebutuhan beras di dalam negeri masih lebih

besar dari ketersediaan beras yang dapat dipasok oleh produksi pertanian

nasional. Sehingga untuk memenuhinya diambil langkah impor beras. Situasi

defisit tersebut, apabila berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya

ketergantungan pada pangan impor, yang pada gilirannya melemahkan tingkat

kepastian pangan dan ketahanan pangan nasional. Untuk menekan tingkat defisit

Page 126: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

124 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

124

tersebut, perlu upaya yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan

(produksi) dan penurunan tingkat permintaan (konsumsi). Hal ini menunjukkan

salah satu peluang yang dapat diraih oleh industri agribisnis dalam negeri untuk

memenuhi salah satu komoditas utama kebutuhan indonesia.

Tabel 21. Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Oleh Indonesia Tahun 2003-2007 (November)

Tahun 2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertumbuhan

Produksi (000 ton) 35,024 34,830 34,959 33,300 34,000 -1.25%

% terhadap produksi dunia 8.95% 8.70% 8.37% 7.97% 8.07%

Konsumsi (000 ton) 36,000 35,850 35,739 35,550 36,150 -0.31%

% terhadap konsumsi dunia 8.72% 8.78% 8.60% 8.49% 8.52%

Impor (000 ton) 650 500 539 1,900 1,600 30.76%

% terhadap impor dunia 2.39% 1.72% 1.87% 6.57% 5.41% Sumber: USDA, 2007

Potensi komoditas beras lainnya dapat dilihat dari turunnya produksi beras dunia.

Jika dilihat catatan secara global, produksi padi pada tahun 2006 meningkat 0,49%

atau meningkat sebesar 3,097 juta ton, namun pada tahun 2007 ini, diramalkan

oleh FAO produksi padi dunia akan menurun menjadi 633 juta ton atau sebesar

0.25%. Penurunan ini disebabkan prospek pertanian yang kurang baik di

beberapa negara utama produsen padi khususnya Banglades, Kamboja, India,

Jepang, Republik Negara Korea, Negeri Nepal dan Thailand. Faktor yang

mempengaruhi turunnya produksi padi dunia disebabkan pemanasan global yang

menimbulkan iklim yang tidak menentu hal ini menyebabkan banyaknya lahan

pertanian padi yang rusak akibat bencana alam (kekeringan, banjir dan longsor).

Jika diperhatikan data produksi dan konsumsi beras dunia tahun 2003 hingga

2007, maka diduga akan terjadi defisit produksi beras dunia pada tahun berikutnya.

Selisih antara konsumsi dan produksi tersebut, seperti yang tampak dalam gambar

diatas, tidak berarti terjadinya shortage/kelangkaan beras karena sesungguhnya

dunia masih memiliki stock beras dari tahun-tahun sebelumnya. Angka tersebut

sebenarnya menunjukkan potensi impor beras yang akan dilakukan oleh negara-

negara yang menghadapi defisit produksi beras dan negara-negara yang ingin

menjaga stock berasnya. Dengan demikian angka ini mencerminkan potensi pasar

beras yang dapat diraih oleh sektor agribisnis Indonesia melalui komoditas beras

jika berhasil memanfaatkan kebutuhan beras dunia.

Page 127: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

125 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

125

Gambar 32. Produksi dan Konsumsi Beras Dunia Tahun 2003-2007 (000 ton)

Sumber: USDA 2007

Sebagai gambaran, di tahun 2008 impor beras yang akan dilakukan oleh pasar

dunia diperkirakan sebesar 19 juta ton. Jika harga beras (Thailand) di pasar

internasional tahun 2007 adalah sebesar kurang lebih USD 360 per ton nya, maka

potensi pasar komoditas beras yang dapat diraih adalah sebesar kurang lebih USD

6840 juta, atau sekitar Rp 61,56 trilyun (asumsi kurs Rp 9000/USD). Namun jika

potensi pasar hanya dihitung dari nilai defisit produksi beras dunia, maka angka

potensi ini menjadi sekitar Rp 9,72 trilyun (3 juta ton defisit beras x USD 360 x Rp

9000) dalam satu tahun. Sebuah nilai yang cukup besar.

4.3.2. Potensi Komoditas Susu

Indonesia memiliki 3 propinsi penghasil susu utama yaitu Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Secara keseluruhan produksi susu nasional Indonesia

cenderung stagnan pada tingkat produksi sekitar 1,2 juta liter per hari dari sekitar

400 ribu ekor sapi perah. Padahal, pertumbuhan konsumsi susu naik per tahun

sebesar 10%. Hal ini yang menyebabkan 70% kebutuhan susu Indonesia masih

diimpor.

Jika diperhatikan data yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan Amerika

Serikat, tampak bahwa ekspor susu Amerika ke Indonesia cukup tinggi. Indonesia

370,000

380,000

390,000

400,000

410,000

420,000

430,000

Tahun

Jum

lah

(00

0 to

n)

Produksi Konsumsi

Produksi 391,510 400,432 417,551 417,649 421,157

Konsumsi 412,985 408,090 415,450 418,854 424,229

2003 2004 2005 2006 2007

Page 128: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

126 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

126

digolongkan sebagai negara importir utama produk susu bubuk Amerika Serikat di

Asia disamping Cina, Malaysia, Filipina dan Taiwan.

Tabel 22. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah 2000 - 2004

2000 2001 2002 2003 2004

Jumlah (000 Ltr) 34,290.80 35,717.80 37,013.33 31,639.38 34,102.13

Nilai (Juta Rp) 55,826.83 59,815.11 65,969.26 59,634.51 67,347.55

Sumber: BPS

Tabel 23. Pasar Utama Susu Bubuk Whole Milk Amerika Serikat Tahun 2003-2006 (ton)

Negara 2003 2004 2005 2006 Pertumbuhan

Algeria 136,419 171,562 170,067 167,264 -1.30%

Venezuela 92,081 123,407 96,849 120,479 1.40%

Saudi Arabia 84,780 109,870 92,070 90,493 -9.00%

Nigeria 54,722 70,634 56,294 67,945 0.20%

China 98,774 96,145 76,093 73,458 -2.20%

Sri Lanka 54,520 57,220 65,377 65,144 6.90%

Indonesia 79,301 68,850 78,505 77,714 6.50%

Malaysia 92,748 91,302 70,610 71,227 -0.90%

UAE 29,439 42,559 43,696 52,819 11.80%

Cuba 28,376 39,392 51,148 46,042 9.90%

Total 751,161 870,940 800,709 832,584 -2.00% Sumber: USDA, 2007

Tabel 24. Tujuan Ekspor Susu Bubuk Non Fat Amerika Serikat di ASEAN Tahun 2004-2006 (ton)

Negara 2004 2005 2006 Pertumbuhan

Indonesia 13,337 23,419 36,264 39.57%

Philippines 22,788 22,522 33,332 13.51%

Malaysia 11,431 14,089 19,027 18.51%

Vietnam 7,575 16,591 15,852 27.91%

Singapore 4,757 5,495 6,977 13.62%

Thailand 5,939 7,704 5,999 0.34% Sumber: USDA, 2007

Tabel 23 dan 24 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan importir produk susu

terbesar di kawasan ASEAN. Informasi lain yang dapat diperoleh dari tabel-tabel

tersebut adalah masih tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan produk susu di

negara-negara tetangga Indonesia. Pasar ini dapat dimanfaatkan oleh UKM

Page 129: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

127 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

127

peternakan Indonesia. Jika di perhatikan keadaan sumber daya alam Indonesia,

maka diyakini bahwa di masa depan Indonesia dapat menjadi salah satu eksportir

produk susu utama di dunia. Hal ini berkaitan dengan menurunnya produk susu

Australia dan New Zealand (dua produsen susu utama dunia) akibat kekeringan

berkelanjutan yang mereka hadapi, yang diduga pengaruh tidak langsung dari

proses pemanasan global.

Praktik berhasil industri agribisnis susu ini sudah dapat dilihat di Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Di Lembang, Jawa Barat, misalnya, Koperasi Peternak

Sapi Perah Bandung Utara yang berhasil tumbuh pesat sehingga memiliki lini

produk yang beragam, unit pengolahan yang modern, dan asset sekitar Rp 40

milyar di tahun 2006, tanpa bantuan terlalu banyak dari Pemerintah.

Potensi pendapatan dari komoditas susu yang dapat diraih, dapat dihitung dari

besarnya impor yang dilakukan oleh pasar Asia. Jika diperhatikan kebutuhan

impor susu bubuk untuk pasar Asia Tenggara adalah sebesar 591,000 ton di tahun

2007. Jika harga susu diasumsikan sebesar USD 3 per kg nya, maka nilai impor

ini adalah sebesar US 1.77 atau sekitar Rp 15.9 trilyun (kurs Rp 9000/USD).

4.3.3. Potensi Komoditas Perikanan

Permintaan dunia akan produk perikanan digunakan untuk beragam manfaat,

antara lain: untuk konsumsi langsung dan dimanfaatkan oleh industri non makanan

termasuk sebagai pakan bagi pembudidayaan ikan. Mayoritas produksi perikanan

dunia digunakan untuk konsumsi langsung. Dalam laporan FAO tahun 2004,

dinyatakan bahwa sekitar 76% produksi perikanan dunia dimanfaatkan untuk

konsumsi langsung, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk industri non pangan.

Pada tahun 2002, 70% total produksi ikan dunia dimanfaatkan oleh industri

pengolahan. Dari jumlah tersebut, 63% di antaranya adalah untuk industri

pengolahan ikan untuk konsumsi dan sisanya sebagai produk non makanan.

Meskipun terdapat beragam bentuk pengolahan ikan, produk ikan segar tetap

menjadi produk yang paling diterima di pasar dunia. Selama periode tahun 1990

sampai dengan tahun 2002, proporsi ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan

hidup/ikan segar meningkat bila dibandingkan dengan produk ikan lain (ikan

kaleng, ikan beku, ikan yang diawetkan), yaitu sebesar 30%. Sedangkan untuk

ikan olahan, pembekuan masih menjadi metode paling banyak digunakan untuk

pemrosesan ikan konsumsi, yaitu sebesar 53%. Kemudian diikuti oleh

Page 130: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

128 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

128

pengalengan ikan (27%) dan pengawetan ikan (20%).

Gambar 33. Trend Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 1962 - 2002

Sumber: FAO (2004)

Tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk dunia pada tahun 2004 berada pada

kisaran angka 16,5 kg/kapita/tahun. Angka ini meningkat lebih dari 20% bila

dibandingkan dengan tahun 1992 yang hanya sebesar 13,1 kg/kapita/tahun.

Tingkat konsumsi ikan perkapita pertahun tertinggi dipegang oleh Jepang sebesar

110 kg/kapita/tahun. Sementara Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan dan

Amerika Serikat berturut-turut sebesar 80 kg, 70 kg, 65 kg, 60 kg dan 35 kg per

kapita pertahun. Sedangkan tingkat konsumsi ikan Indonesia pada tahun 2004

berada pada kisaran 23 kg/kapita/tahun.

Gambar 34. Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 2002

Sumber: FAO, 2004

Page 131: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

129 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

129

Gambar 35. Perbandingan Konsumsi Sumber Protein Penduduk Dunia Periode Tahun 1999-2001

Sumber: FAO. 2004

Pertumbuhan tingkat konsumsi ikan dunia ini sebagian besar disumbangkan oleh

China, yang diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan

perkapita penduduk dunia dari 16% menjadi 33% pada tahun 2004. Peningkatan

konsumsi ikan per kapita penduduk dunia ini dikarenakan semakin pentingnya

posisi ikan sebagai salah satu sumber protein dan micronutrient. Hal ini dipicu oleh

meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mengkonsumsi protein hewani

yang sehat.

Dalam 25 tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari para ahli gizi dan

kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis seafood lainnya sangat

baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia. Kenyataan ini disebabkan karena

ikan (seafood) rata-rata mengandung 20% protein yang mudah dicerna dengan

komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung omega-3

yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, dan mencegah terjadinya

penyakit jantung, stroke dan darah tinggi.

Potensi Perikanan Indonesia

Laut Indonesia yang sangat luas menyimpan potensi perikanan yang masih sangat

besar. Untuk seluruh kawasan lautnya, Indonesia masih mempunyai potensi ikan

laut sekitar 6,4 juta ton per tahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut

dunia. Yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 4,8 juta ton. Jadi laut Indonesia

masih mempunyai sumberdaya yang masih bisa dimanfaatkan sekitar 25 persen

Page 132: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

130 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

130

yaitu sekitar 1,6 juta ton per tahun. Terdapat beberapa kelompok sumberdaya

yang pemanfaatannya sudah mendekati optimal yaitu pada golongan ikan pelagis

besar (80,8%) dan ikan demersal (97,4%). Meskipun ada juga pemanfaat

beberapa jenis ikan yang dinilai sudah berlebihan pemanfaatannya (over exploited)

yaitu pada kelompok ikan karang konsumsi (135%), kelompok udang peneid

sebesar 210% dan cumi-cumi sebesar 378%.

Tabel 25. Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Masing-Masing Kelompok Sumber Daya Ikan Laut

KELOMPOK SUMBER DAYA IKAN LAUT

Ikan Pelagis Besar

Ikan Pelagis Kecil

Ikan Demersal

Ikan Karang konsumsi

Udang Peneid

Cumi-cumi

Seluruh SDIL

Produksi 0,9 1,8 1,3 0,18 0,19 0,06 4,8

Potensi (106 Ton/Thn) 1,14 3,6 1,4 0,14 0,09 0,02 6,4

Pemanfaatan (%) 80,8 52,6 97,4 135 210 378 75%

Peluang Pengemb.(%) 19,2 47,7 2,6 25%

Sumber : DKP dan BPS (diolah)

Meskipun potensi yang sangat besar tetapi terdapat beberapa kelompok

sumberdaya yang tingkat pemanfaatannya masih rendah yaitu berkisar 50%

seperti pelagis kecil sebesar 52,6%. Untuk kelompok-kelompok sumberdaya laut

yang masih rendah pemanfaatannya masih tersedia peluang untuk

pengembangannya. Berdasarkan tingkat pemanfaatan yang aman, lestari dan

berkelanjutan seperti yang ditentukan bahwa tingkat pemanfaatan yang aman

adalah 90 % dari besarnya potensi lestari atau MSY (maximum sustainable yield),

maka peluang pengembangan kelompok pelagis besar sekitar 9,2 %. Kemudian

untuk kelompok pelagis kecil dan lobster masing-masing 37,7%

Berdasarkan potensi total perikanan laut yang ada saat ini di perairan laut

Indonesia, maka secara keseluruhan Indonesia masih mempunyai peluang

pengembangan yang relatif besar yaitu sekitar 25%. Ini merupakan peluang emas

yang harus diantisipasi secara serius.

Berdasarkan data pada tabel 26 dapat dikatakan bahwa pemanfaatan potensi

perikanan laut dikawasan timur di Indonesia belum optimal. Ikan jenis tuna masih

sekitar 24%-48% sumberdaya yang masih bisa dikelola pemanfaatannya. Begitu

juga dengan ikan tongkol, bahkan di laut Arafuru, laut Banda, dan laut Sulawesi

baru sekitar 7%, 18%, dan 20% yang telah dimanfaatkan dan masih sekitar 93%,

82%, dan 80% potensi yang belum termanfaatkan. Kelihatannya kawasan laut

Page 133: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

131 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

131

Arafuru, laut Banda, laut Sulawesi, laut Maluku, dan lautan Hindia masih kaya akan

potensi ikan laut seperti ikan tuna, tongkol, pelagis kecil, cakalang, dan tenggiri.

Apabila sumberdaya laut ini dapat dikelola dengan baik dan benar maka ini

merupakan potensi laut yang sangat besar untuk dapat menghadapi tantangan

pasar di era globalisasi.

Tabel 26. Tingkat Pemanfaatan (100% Optimal) Sumberdaya Ikan Laut Indonesia tahun 2002

Wilayah Perairan Udang Demersal Pelagis kecil

Tuna Skipjack Tenggiri Tongkol

Selat Malaka 154 178 106

Laut Cina Selatan 114 30 23

Laut Jawa 161 54 132 46 114

Laut Flores 106 103 50 76 107 37 78

Laut Banda n.a 56 25 42 38 14 18

Laut Maluku 68 76 46 64 34 7 63

Laut Sulawesi 116 100 29 58 25 102 20

Laut Arafuru 98 93 4 52 70 26 7

Lautan india 88 84 41 38 19 29 58

Catatan : n.a = Tidak ada data

Sumber : DKP diolah

Tabel 27. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap (juta Ton)

2000 2001 2002 2003 2004 2005* Pertumbuhan per tahun

Total Produksi 5,120,518 5,354,473 5,516,652 5,920,323 6,350,377 6,633,302 4.40%

Budidaya 993,727 1,076,749 1,137,151 1,228,559 1,468,612 1,690,490 8.13%

Tangkap 4,126,791 4,277,724 4,379,501 4,691,764 4,881,765 4,942,812 3.42%

-Laut 3,279,039 3,377,646 3,437,805 3,713,018 3,832,290 3,960,522 3.17%

-Darat 847,752 900,078 941,696 978,746 1,049,475 982,290 4.36% Sumber: DKP, FAO, diolah

Pada bagian awal telah disebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara

produsen perikanan tangkap terbesar di dunia setelah China, Peru, Chili dan

Amerika Serikat. Perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia dari tahun

ke tahun menunjukkan peningkatan, namun angka laju pertumbuhan cenderung

menurun. Dalam periode 5 tahun terakhir (2000-2004), produksi perikanan tangkap

meningkat rata-rata sebesar 3,61% per tahun, yaitu dari 4,12 juta ton pada tahun

2000 menjadi 4,97 juta ton pada tahun 2005. Sedangkan bila dilihat perkembangan

dari tahun 2004 ke 2005, maka laju pertumbuhan produksi kurang dari 2%, di

Page 134: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

132 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

132

mana produksi pada tahun 2004 sebesar 4,88 juta ton sedangkan pada tahun

2005 sebesar 4,9 juta ton.

Produksi ikan tangkap Indonesia masih didominasi oleh ikan pelagis, baik pelagis

besar maupun pelagis kecil. Secara ekonomis, ikan jenis ini nilainya dipasaran

kurang tinggi, kecuali spesies-spesies tertentu seperti tuna atau cakalang. Pada

tahun 2004, produksi ikan paling banyak adalah ikan layang (325 ribu ton), yang

diikuti oleh ikan cakalang (233 ribu ton) dan ikan kembung (201 ribu ton). Produksi

beberapa jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel

28.

Bila dilihat dari sisi nilainya, maka nilai produksi perikanan tangkap tertinggi dicapai

oleh jenis udang windu (1.798.3951,18 juta rupiah), kemudian diikuti oleh udang

jerbung (1.546.036,81 juta rupiah). Dari jenis ikan, nilai tertinggi dicapai oleh ikan

tongkol komo dengan nilai produksi pada tahun 2004 mencapai 1.485.336,21 juta

rupiah atau meningkat sebesar 24 % dibanding tahun 2003 yang nilainya

mencapai 1.196.542 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh ikan tenggiri yang nilainya

pada tahun 2004 mencapai 1.342.354,41 juta rupiah. Perkembangan nilai produksi

beberapa jenis ikan tangkap dapat dilihat pada tabel 29.

Tabel 28. Volume Produksi Beberapa Jenis Ikan Tangkap Tahun 2000 – 2004 (dalam kg)

Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004

Selar 129913 132998 149193 154866 138923

Layang 255375 258393 301115 297937 325187

Tembang 172219 185912 182026 153771 145428

Lemuru 88744 103710 132170 136436 103361

Teri 173944 190182 168959 161141 154811

Peperek 69512 87757 89936 92838 90859

Kakap Merah 62306 67773 62303 74233 91339

Tongkol Komo 250522 233051 266955 267339 133000

Cakalang 236275 214077 203102 208626 233319

Kembung 207037 214387 221634 194427 201882

Madidihang 163241 153110 148439 151926 94904

Udang Jerbung 66644 65269 69508 66501 68699

Udang Windu 40987 43759 38088 34190 34533

Kepiting 8774 11752 11240 14802 20129

Rajungan 14053 22040 19988 30530 21854

Cumi-cumi 39838 60529 62133 51482 69357

Sumber: DKP, diolah

Page 135: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

133 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

133

Tabel 29. Nilai Produksi Beberapa Jenis Hasil Perikanan Tangkap Tahun 2000 – 2004 (dalam ribu rupiah)

Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004

Selar 390.226.364 482.022.187 599.517.182 701.537.549 654.783.237

Layang 777.706.320 973.853.374 1.173.723.832 1.229.561.801 1.305.851.517

Tembang 400.589.508 452.975.197 682.483.391 442.371.255 421.649.432

Lemuru 209.043.884 278.143.214 338.983.266 303.483.374 302.724.577

Teri 793.057.505 917.607.821 1.069.814.181 827.039.821 849.399.931

Peperek 126.978.349 180.668.447 200.295.449 199.845.990 243.190.619

Kakap Merah 349.404.691 434.941.266 446.497.421 564.516.932 609.078.059

Tongkol Komo - - - - 793.968.781

Cakalang 1.037.932.719 1.222.084.950 1.028.590.250 1.196.542.009 1.485.336.212

Kembung 888.524.764 1.010.313.868 1.149.317.529 1.133.615.400 1.213.120.473

Tenggiri 575.778.706 753.382.809 924.846.357 1.040.351.967 1.342.354.417

Udang Jerbung 1.701.405.234 1.688.705.550 1.812.160.747 1.703.368.608 1.546.036.813

Udang Windu 2.047.310.085 2.502.407.356 2.055.284.615 1.499.533.385 1.798.951.180

Kepiting 52.706.410 83.888.899 106.946.051 159.533.252 291.158.389

Rajungan 82.298.545 194.674.305 324.270.931 372.364.936 284.720.028

Cumi-cumi 262.993.600 337.604.742 556.916.293 440.612.405 647.076.939 Sumber: DKP, diolah

Tabel 30. Volume Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Perairan Indonesia tahun 2004

Perairan Produksi

Barat Sumatra 276.804

Selatan Jawa 124.347

Selat Malaka 377.093

Timur Sumatera 525.073

Utara Jawa 779.821

Bali-Nusa Tenggara 241.360

Selatan/Barat Kalimantan 250.679

Timur Kalimantan 148.440

Selatan Sulawesi 502.336

Utara Sulawesi 314.995

Maluku-Papua 779.293

Total 4.320.241

Sumber: DKP, diolah

Area penangkapan ikan Indonesia relatif luas. Masing-masing perairan mempunyai

karakteristik tersendiri. Bila dilihat area penangkapannya, maka perairan yang

paling produktif adalah perairan di sekitar Maluku-Papua. Pada tahun 2004,

produksi ikan di perairan Utara Jawa dengan produksi mencapai 779.821 ton.

Kemudian diikuti oleh produksi di Maluku-Papua mencapai 779.293 ton, hanya

selisih sedikit dengan produksi di perairan Utara Jawa. Kedua perairan ini

Page 136: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

134 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

134

memberikan kontribusi masing-masing 16% dari total produksi ikan Indonesia pada

tahun 2004.

Jika diperhitungkan dari sektor perikanan tangkap saja, total nilai nya saat ini

mencapai sekitar Rp 14 trilyun per tahun. Jika peluang disebutkan sebesar 25%

dari nilai saat ini, maka potensi perikanan tangkap adalah sebesar paling tidak Rp

3.5 trilyun per tahun.

4.3.4. Potensi Komoditas Rumput Laut

Salah satu hasil kekayaan kelautan di Indonesia adalah komoditas rumput laut,

yang merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Hal ini mengingat 555

jenis rumput laut dapat tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Rumput laut banyak

ditemukan di enam provinsi di Indonesia yaitu Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Hingga saat ini sebagian besar produk

ekspor rumput laut masih dalam bentuk basah atau kering, sehingga memiliki nilai

ekonomi yang relative rendah. Sedangkan untuk keperluan industri non-pangan di

dalam negeri, Indonesia masih mengimpor sebagian besar produk olahan rumput

laut. Jumlah dan nilai produk ekspor rumput laut Indonesia tersaji pada Tabel 31.

Tabel 31. Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Utama Indonesia

KOMODITAS 2001 2002 2003 2004 2005 *) Udang Volume (ton) 128.830 124.765 137.636 139.450 147.000 Nilai (USD 1000) 934.986 836.563 850.222 887.127 955.960 Tuna/Cakalang Volume (ton) 84.205 92.797 117.092 94.221 124.780 Nilai (USD 1000) 218.991 212.426 213.179 243.937 316.500 Rumput Laut Volume (ton) 27.874 28.560 40.162 51.011 63.020 Nilai (USD 1000) 17.230 15.785 20.511 25.296 39.970 Mutiara Volume (ton) 22 6 12 2 10 Nilai (USD 1000) 25.257 11.471 17.128 5.866 19.980 Ikan Hias Volume (ton) 2.682 3.514 3.378 3.516 4.010 Nilai (USD 1000) 14.603 15.054 15.809 15.809 20.440 Lainnya Volume (ton) 243.503 316.097 559.504 614.158 560.960 Nilai (USD 1000) 420.832 479.054 526.693 602.798 624.149 Jumlah Volume (ton) 487.116 565.739 857.784 902.358 909.770 Nilai (USD 1000) 1.631.899 1.570.353 1.643.542 1.780.833 1.976.999

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI *) Angka Perkiraan

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah eucheuma, sp dan gracilaria.

Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan

Page 137: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

135 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

135

campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput laut adalah juga sebagai

bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan

insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini

mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.

Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi

negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani nelayan, dapat

menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di

kepulauan Indonesia yang sangat potensial.

Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai

ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan, yaitu : agar-agar,

karaginan, dan alginate. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan

karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu (natrium, kalium, fosfor, natrium, besi,

yodium). Juga terdapat kandungan vitamin-vitamin yaitu A, B1, B2, B6, B12, dan

C, betakaroten.

Tabel 32. Manfaat Agar, Karaginan dan Alginat

Pemanfaatan Agar Karaginan Alginat Makanan dan Susu - ice cream, yoghurt , cream - coklat susu, pudding instant

x

-

x

-

x

-

Minuman - minuman ringan, jus buah, bir

-

x

-

Roti x x x

Permen x - x Daging, ikan dalam kaleng x x x Saus, salad dressing - salad dressing, kecap

-

x

x

Makanan diet - Jelly, jam, sirup, puding

-

x

x

Makanan lain - makanan bayi

-

x

x

Farmasi dan kosmetik - pasta gigi, shampoo, obat - bahan cetak gigi , salep

-

-

x

-

x

x

Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang

merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan

dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil,

pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk

film. Karaginan banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan

Page 138: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

136 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

136

minuman, pet food, serta keramik.

Karaginan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai

panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, yaitu Eucheuma

sp, Chondrus sp, Hypnea sp, Gigartina sp.

Jika diperhatikan tabel 33 dan 34, tampak bahwa peluang pasar komoditas rumput

laut masih terbuka lebar. Memperhatikan panjangnya garis pantai yang dimiliki

Indonesia, iklim yang amat mendukung, dan kebutuhan teknologi yang terjangkau

oleh UKM, maka komoditas rumput laut amat strategis untuk dikembangkan oleh

Indonesia. Jumlah peluang pasar rumput laut kering diperkirakan rata-rata

sebesar 150.000 ton per tahun. Jika harga rumput laut kering sebesar Rp 5500

per kilogram maka potensi ini bernilai sekitar Rp 825 milyar per tahunnya. Jika

petani mampu membangun pabrik pemrosesan rumput laut tahap 1 (tahap

pemasakan menjadi rumput laut setengah jadi), maka nilai ini dapat ditingkatkan

menjadi sekitar Rp 3 trilyun per tahun karena harga rumput laut setengah jadi

untuk bahan baku produk makanan adalah sebesar USD 2.5 per kilogram atau Rp

20 per kilogram di pasaran internasional.

Tabel 33. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 1999-2003 (ton)

NEGARA TUJUAN 1999 2000 2001 2002 2003 Hongkong 6.857,3 9.157,4 7.808,8 7.164,5 7.867,0 Spanyol 3.450,9 3.838,3 4.359,3 4.700,0 3.363,6 Denmark 3.147,6 2.573,5 3.953,9 3.947,8 4.499,0 USA 2.298,7 979,9 1.661,6 1.804,4 2.127,7 Perancis 3.572,3 1.216,6 1.617,0 1.832,7 1.355,0 China 805,9 1.211,6 1.603,0 4.186,9 9.337,0 Filipina 1.204,9 139,6 1.522,8 1.471,9 4.573,8 Chili 335,0 200,0 1.360,0 340,0 1.116,7 Inggris 369,7 806,2 713,7 499,0 400,0 Australia 105,0 294,0 380,1 349,0 255,6 Jerman 175,1 455,2 335,0 209,0 338,6 Jepang 437,5 305,2 187,7 178,9 391,7 Lainnya 2.324,5 1.895,8 2.371,1 1.875,8 4.536,0 Jumlah 25.084,4 23.073,4 27.874,6 28.559,9 40.162,7

Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2003

Page 139: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

137 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

137

Tabel 34. Prediksi Peluang Pasar Rumput Laut Tahun 2006-2010 (ton)

Jenis Bahan Baku 2006 2007 2008 2009 2010 Kebutuhan (Jenis Eucheuma)

202.300 218.100 235.300 253.900 274.100

Produksi Luar Negeri 135.000 140.000 145.000 155.000 165.000 Peluang pasar 67.300 78.100 90.300 98.900 109.100 Kebutuhan (Jenis Glacilaria sp.)

79.200 87.040 95.840 105.440 116.000

Produksi Luar Negeri 40.500 44.000 48.500 54.000 61.000 Peluang pasar 38.700 43.040 47.340 51.440 55.000

Sumber : Jana T. Anggadireja, Tim RL BPPT, 2005

4.3.5. Jagung

Jagung adalah bagian dari tanaman pangan dunia yang penting bagi Indonesia.

Disamping dikonsumsi, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan.

Produksi jagung dan kedelai pada tahun 2006 sebesar 11.61 juta ton jagung

pipilan dan 749.04 ton biji kedelai kering. Kedua komoditas ini mengalami

penurunan dari sisi luas panen namun mengalami kenaikan dari sisi produktivitas

lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya intesifikasi pertanian perlu terus

dilakukan mengingat Indonesia saat ini mulai menghadapi keterbatasan lahan dan

tenaga kerja serta modal yang tersedia untuk sektor pertanian.

Tabel 35. Produksi, Konsumsi dan Impor Jagung Indonesia Tahun 2003-2007 (November) (000 ton)

2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertumbuhan

Produksi 6,350 7,200 6,500 6,700 7,000 1.97%

% terhadap produksi dunia 1.01% 1.01% 0.93% 0.95% 0.91%

Konsumsi 7,350 7,900 7,900 7,900 8,000 1.71%

% terhadap konsumsi dunia 1.13% 1.15% 1.12% 1.10% 1.05%

Impor 1,436 541 1,443 1,200 1,000 -6.98%

% terhadap impor dunia 1.82% 0.71% 1.75% 1.32% 1.07% Sumber: USDA, 2007

Pandangan terhadap tabel 35 menunjukkan pertumbuhan produksi yang lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Ini menarik karena

berarti pada akhirnya potensi produksi jagung nasional dapat diarahkan untuk

mengisi pasar ekspor. Jika diperhatikan tingkat produksi dan kebutuhan jagung

dunia, tampak bahwa secara umum dunia cenderung dapat memenuhi kebutuhan

jagungnya dengan baik. Namun jika diperhatikan kebutuhan subtitusi impor jagung

Page 140: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

138 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

138

nasional dan kemungkinan pertumbuhan permintaan di masa depan, maka jagung

masih merupakan komoditas yang perlu dikembangkan di Indonesia.

Tabel 36. Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Tahun 2003-2007 (November) (000 ton)

2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertumbuhan

Produksi Dunia 627,245 714,762 696,369 703,851 769,313 4.17%

Kebutuhan Dunia 648,881 687,981 704,029 720,714 766,426 3.39%

Surplus /(Defisit) (21,636) 26,781 (7,660) (16,863) 2,887 Sumber: USDA, 2007

4.3.6. Potensi Komoditas Daging Sapi dan Ayam

Secara umum tahun 2007 ini pertumbuhan sektor peternakan menempati posisi

kedua setelah perkebunan. Pertumbuhan itu ditopang komoditas daging dan telur

yang mencapai lebih dari 5.18% dibanding 2006.

Produksi daging sapi tahun 2007 ini diprediksi mencapai 418,2 ribu ton (dari 2006

yang sebesar 395,8 ribu ton). Sedangkan, ayam ras pedaging tahun ini akan

diproduksi sebesar 6,4% lebih tinggi dari 2006 (861,3 ribu ton). Sementara itu,

ternak domba akan memasok 84 ribu ton daging dan babi sebesar 198,9 ribu ton

tahun ini.

Tabel 37. Produksi Hasil Ternak Indonesia Tahun 2006-2007

Komoditas 2006

(000 ton)

2007

(000 ton)

Pertumbuhan

Sapi potong 395.8 418.2 5.7%

Ayam potong 861.3 918.5 6.6%

Domba 74.5 84.0 12.8%

Babi 196.0 198.9 1.5%

Telur 1200.0 1292.5 7.7% Sumber: BPS

Saat ini, masyarakat Indonesia baru mengkonsumsi daging unggas 10

gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia mencapai 100 gram /kapita/hari. Konsumsi

telur masyarakat Indonesia juga sangat rendah, yakni sebesar 2,7 kg/kapita/tahun,

sedangkan masyarakat Malaysia 14,4 kg/kapita/tahun, Thailand 9,9 kg dan Filipina

6,2 kg. Bila rata-rata satu kilogram telur terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur

masyarakat Indonesia baru 46 butir/kapita/tahun. Artinya, setiap orang Indonesia

Page 141: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

139 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

139

baru mengkonsumsi 1 butir telur setiap 8 hari sekali. Padahal penduduk Malaysia

setiap tahunnya memakan telur sebanyak 245 butir atau rata-rata 2 butir telur

dalam tiga hari sekali. Konsumsi susu masyarakat Indonesia juga sangat rendah,

yakni sekitar 7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 20

kg/kapita/tahun.

Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi

protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari belum tercapai. Padahal untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani ideal

adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999). Analisis paling akhir yang

dilakukan Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional

Seoul (1999) menemukan sebuah fakta menarik. Ia menyatakan bahwa terdapat

relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup

(UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani

masyarakat di suatu negara semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan

domestik bruto (PDB) negara tersebut.

Negara-negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Filipina dan Afrika

Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH

penduduknya berkisar 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Perancis,

Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya berkisar 50-

80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Karena jangan heran bila

manusia yang berumur lebih dari 100 tahun sekarang banyak terdapat di Jepang.

Sementara negara-negara yang konsumsi protein hewani di bawah 10

gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya

berkisar 55-65 tahun (Han, 1999).

Rendahnya konsumsi protein hewani telah berdampak luas pada tingkat

kecerdasan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Negara Malaysia yang pada

tahun 1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh

meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM)

sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun

2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Indonesia

berada pada peringkat ke-111, hanya satu tingkat di atas Vietnam (112), namun

jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Singapura (peringkat 25), Malaysia (59),

Thailand (76) dan Filipina (83) (Rusfidra, 2006b).

Studi Monckeberg (1971) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat konsumsi

protein hewani pada anak usia pra-sekolah dengan frekuensi kejadian defisiensi

Page 142: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

140 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

140

mental. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia pra sekolah dapat

mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan

defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi

kejadian defisiensi mental. Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan

untuk daya tahan tubuh (stamina). Hasil pengamatan Shiraki et al. (1972)

membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada

orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut

dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan

mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang

dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani diduga berperan

terhadap daya tahan eritrosit (butir darah merah) sehingga tidak mudah pecah.

Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.

Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan

tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa

banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh

tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu

bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan

untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai

nilai hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100

(Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005c).

Lebih lanjut, Hardjosworo (1987) dalam Rusfidra (2005) berhasil mengidentifikasi

empat faktor penting penyebab rendahnya konsumsi protein hewani: Pertama,

mahalnya harga pangan asal ternak bila diukur dari rata-rata pendapatan sebagian

besar masyarakat Indonesia. Untuk menghasilkan daging dan telur diperlukan

pakan yang mahal, apalagi komponen bahan pakan unggas (bungkil kedele,

tepung ikan dan jagung) merupakan bahan impor.

Kedua, tidak meratanya tingkat ketersediaan daging, susu dan telur di seluruh

penjuru tanah air. Bahan pangan tersebut melimpah di kota-kota besar dan

sekitarnya tetapi sangat langka di daerah yang jauh dari perkotaan. Ketiga,

pengaruh kemampuan produksi dalam negeri terhadap konsumen protein hewani.

Keempat, selera selektif dari masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan dengan

negara-negara Barat yang lebih tinggi tingkat ekonominya, variasi jenis ternak

yang dijadikan sumber pangan di Indonesia sangat sempit. Sebagai contoh dari

ternak unggas hanya ayam yang disukai, sedangkan itik dan puyuh baru

sebagaian kecil yang memanfaatkan.

Page 143: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

141 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

141

Tabel 38. Kebutuhan Impor Daging Sapi Beberapa Negara (000 ton)

Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** Pertumbuhan

Algeria 22 53 103 112 82 98 98 23.79%

Angola 54 76 79 90 101 101 101 9.36%

Chile 143 180 178 200 124 161 161 1.71%

Congo(Brazzaville) 7 8 13 17 23 23 23 18.52%

Georgia 17 27 20 23 20 20 20 2.35%

Iran 23 61 100 27 93 187 187 34.90%

Israel 82 89 102 86 103 103 103 3.31%

Jordan 24 53 46 59 68 68 68 16.04%

Kuwait 16 32 34 58 79 79 79 25.62%

Lebanon 19 28 34 34 39 39 39 10.82%

Libya 3 2 17 23 30 36 36 42.62%

Malaysia 133 136 171 169 158 158 158 2.49%

Oman 14 13 13 16 17 17 17 2.81%

Philippines 124 127 161 137 136 160 160 3.71%

Saudia Arabia 75 80 100 101 101 101 101 4.34%

Singapore 25 26 25 25 27 31 31 3.12%

Switzerland 10 11 15 19 22 20 20 10.41%

United Arab Emirates

53 43 44 69 71 71 71 4.27%

Vietnam 1 1 2 20 29 29 29 61.78% Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting Sumber: USDA, 2007

Tabel 39. Kebutuhan Impor Daging Ayam Beberapa Negara (000 ton)

Negara 2002 2003

2004 2005

2006 2007* 2008** Pertumbuhan

Angola 80 99 86 103 130 130 130 7.18%

Azerbaijan, 16 37 67 47 17 30 30 9.40%

Bahrain 21 22 23 28 21 26 28 4.20%

Columbia 24 24 13 23 23 23 23 -0.61%

Congo 22 33 23 29 23 23 23 0.64%

Cuba 92 89 119 113 115 130 135 5.63%

Gabon 16 17 29 25 21 25 25 6.58%

Ghana 24 36 45 51 52 52 52 11.68%

Guatemala 49 63 59 57 58 58 58 2.44%

Haiti 24 29 17 22 22 22 22 -1.24%

Iraq 56 76 119 116 110 120 120 11.50%

Jordan 2 11 23 27 18 33 35 50.51%

Kazakhstan, 5 12 13 8 38 15 15 16.99%

Oman 47 52 45 46 39 39 39 -2.63%

Philippines 13 14 22 27 35 40 40 17.42%

Qatar 26 30 31 39 41 41 41 6.72%

Singapore 86 103 85 96 97 100 100 2.18%

Vietnam 11 1 36 6 29 70 70 30.26%

Yemen 93 87 108 94 75 80 85 -1.28% Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting Sumber: USDA, 2007

Page 144: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

142 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

142

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kebutuhan

domestik terhadap komoditas-komoditas peternakan seperti daging dan telur akan

semakin meningkat di masa mendatang seiring dengan peningkatan pendapatan

dan tingkat pendidikan masyarakat. Pandangan terhadap kebutuhan impor daging

dari beberapa negara, termasuk beberapa negara tetangga dan negara anggota

gerakan non-blok, menunjukkan jumlah kebutuhan impor daging yang masih besar

dan positif dari tahun ke tahun. Sekali lagi, hal ini menunjukkan potensi pasar

komoditas agribisnis peternakan yang masih besar di masa depan. Untuk

komoditas ini, UKM sudah pasti dapat berperan besar di dalamnya. Bukan hanya

untuk memenuhi peningkatan kebutuhan di dalam negeri tetapi juga untuk

memanfaatkan peluang pasar yang tersedia di negara lain. Besarnya potensi

ekspor yang dapat diraih oleh komoditas daging sapi dan ayam ini kurang lebih

sama dengan Rp 100 milyar per tahunnya.

4.4. Masalah Dalam Pengembangan Komoditas Agribisnis

Masalah utama yang dihadapi dunia, dan Indonesia, dalam pengembangan

potensi komoditas agribisnis saat ini adalah ketersediaan lahan dan perubahan

iklim.

4.4.1. Kebutuhan Lahan

Populasi penduduk yang terus meningkat, pendapatan yang lebih baik, dan

urbanisasi telah meningkatkan permintaan akan komoditas hasil pertanian.

Peningkatan permintaan komoditas pertanian ini membutuhkan ketersediaan lahan

yang kadang berbenturan dengan kebutuhan lain dan pelestarian alam.

Meningkatnya kebutuhan lahan terjadi karena proses produksi komoditas pertanian

memang membutuhkan ketersediaan lahan yang cukup besar. Seperti halnya

Indonesia dimana pemain utama penyedia komoditas pertanian adalah skala

usaha kecil dan menengah, di dunia pun komoditas pertanian sebagian besar

disediakan oleh negara berkembang yang memiliki daya dukung lahan yang

mencukupi, tenaga kerja yang murah, serta subsidi pemerintah untuk mendorong

meningkatnya pasokan-pasokan produksi hasil pertanian ini.

Pada negara berkembang, peningkatan hasil pertanian lebih banyak dilakukan

Page 145: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

143 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

143

dengan memperluas areal tanaman (ekstensifikasi) dibandingkan meningkatkan

produktifitas lahan (intensifikasi). Hal ini karena (1) ekstensifikasi dengan

membuka lahan baru lebih mudah dan segera dapat dilakukan (biasanya dengan

membakar lahan) dan (2) intensifikasi pun memiliki batasan teknologi pertanian

(penemuan varietas bibit baru, teknologi produksi yang lebih produktif, dan lain-

lain) dan biasanya lebih mahal dan sulit untuk dapat langsung diterapkan tanpa

perubahan perilaku masyarakat, bantuan pemerintah dan investasi dari investor

besar.

Misalnya pada peningkatan permintaan daging sapi di negara-negara berkembang

diperkirakan akan menjadi dua kali lipat dalam lima belas tahun yang akan datang.

Daging-daging sapi tersebut sebagian besar diproduksi oleh negara-negara

berkembang itu sendiri dan kebanyakan akan diproduksi oleh peternakan sapi

yang memerlukan lahan yang sangat luas. Untuk pembukaan lahan ini belum

diketahui dengan jelas berapa keuntungan yang sesungguhnya dapat diperoleh

negara-negara berkembang tersebut dengan melakukan hal ini, karena

peningkatan produksi menyebabkan harga produk turun, namun harus

mengorbankan hutan-hutan untuk kegiatan pertanian dan peternakan yang pada

akhirnya keberhasilan ini diikuti dengan kegagalan di sisi lain.

Seperti telah digambarkan dalam contoh permintaan daging sapi diatas, dalam

penyediaan lahan pertanian, masalah yang dihadapi adalah kompetisi antara

kebutuhan pertanian dan pelestarian alam. Kompetisi ini masih bisa dilengkapi

dengan kebutuhan lahan untuk hunian dan infrastruktur, serta industri.

Gambar 36. Kompetisi Kebutuhan Lahan

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan

LAHAN

Pertanian

Hunian dan Infrastruktur

Pelestarian

alam

Industri

Page 146: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

144 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

144

Samudera Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka

luas Indonesia menjadi sekitar 4,275,000 km persegi. Lima pulau besar di

Indonesia adalah : Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas

132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas

539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua

dengan luas 421.981 km persegi.

Luas lahan pertanian Indonesia yang sebagian besar terdiri dari lahan perkebunan

dan lahan pertanian saat ini mencapai 169,727 km persegi (BPS, 2007) yang

terdiri dari 121,656 km persegi lahan pertanian padi dan 48,071 km persegi lahan

perkebunan. Luas ini baru sekitar 9.6% dari area daratan pulau utama Indonesia.

Menurut data Nation Master tahun 2005, luas area daratan Indonesia yang dapat

digunakan untuk kegiatan ekonomi adalah sebesar kurang lebih 478,000 km

persegi. Dari luas lahan tersebut, sekitar 50% nya (230,000 km persegi)

merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam. Hal

ini menunjukkan masih adanya lahan yang dapat dikelola secara lestari dan

berkelanjutan untuk kebutuhan pengembangan kegiatan agribisnis.

Tabel 40. Luas Area Pulau Utama Indonesia

Pulau Utama Luas Area (km persegi)

Sumatera 473,606

Jawa 132,107

Kalimantan 539,460

Sulawesi 189,216

Papua 421,981

Total luas pulau utama 1,756,370

Luas Wilayah Keseluruhan (termasuk lautan, perkiraan) 4,275,000

Sumber: BPS

Masalahnya adalah, angka diatas dihitung secara agregat, yaitu total gabungan

dari seluruh luas lahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Padahal, disamping

luas totalnya, kegiatan pengembangan agribisnis yang efektif juga membutuhkan

kecukupan luas minimal, lokasi yang sesuai, dan komposisi kimia lahan untuk

pelaksanaan kegiatan agribisnis yang sesuai dan efektif.

Misalnya, (1) untuk kegiatan penanaman padi yang efektif dan lestari diperlukan

luasan lahan tertentu yang cukup besar dan dalam satu area yang tidak terlalu

jauh terpisah-pisah. Dengan demikian pengaturan irigasi dan distribusi bahan

baku menjadi lebih mudah dilakukan. Akan sulit mengembangkan pertanian padi

Page 147: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

145 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

145

jika lahan-lahan persawahannya terlalu kecil dengan lokasi yang terpisah-pisah

jauh. Kemudian (2) lahan yang tersedia tentunya memiliki komposisi kimia dan

jenis tanah yang berbeda-beda, dimana jenis tanah dan komposisi kimia tersebut

turut menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk kegiatan penanaman di

lahan tersebut.

Hal ini menunjukkan pentingnya pengaturan dan penjagaan tata guna lahan di

suatu daerah. Di sebuah propinsi, sejak awal perlu dianalisis kecocokan lahan dan

ditetapkan tata guna lahannya, mana yang tepat untuk kegiatan pengembangan

agribisnis, mana yang dapat untuk keperluan lainnya. Ketetapan tata guna ini

perlu dijaga agar di masa depan pengembangan agribisnis dapat lestari.

Masalah yang dihadapi adalah, tata guna lahan agribisnis dapat melampaui batas

wilayah kabupaten. Di Gorontalo, misalnya, untuk keperluan pengembangan

tanaman jarak penghasil bio diesel, perlu luas lahan yang meliputi lebih dari tiga

kabupaten. Jika antara kabupaten ini tidak ada kemauan untuk bekerjasama

untuk bersama-sama mengatur tata guna lahan bagi kegiatan agribisnisnya dan

lebih memilih untuk menggunakan lahan sebesar-besarnya untuk keperluan hunian

dan pembangunan bangunan komersial, maka program pengembangan agribisnis

yang dicanangkan tidak akan lestari di masa depan.

4.4.2. Perubahan Iklim

Pemanasan Global Mengurangi Lahan dan Merubah Iklim

Hasil penelitian Wetlands International dan Defl Hydrulics (2007), Indonesia

menempati urutan ketiga terbesar di dunia sebagai penyumbang emisi CO2

setelah Amerika Serikat dan China. Dari tahun 1997-2006, emisi CO2 akibat

kebakaran gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 1.400 metrik ton CO2, dan

dari setiap hektar pengeringan hutan gambut diperkirakan CO2 yang terlepas

mencapai 90 metrik ton CO2 per tahun.

Pemanasan global merupakan kejadian meningkatnya temperatur rata-rata

atmosfer, laut dan daratan di Bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan

Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun

terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan

bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan

abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-

Page 148: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

146 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

146

gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, melalui efek rumah kaca. Kesimpulan

dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,

termasuk semua akademi ilmu pengetahuan nasional dari negara-negara G8.

Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa

kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur

permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara

tahun 1990 dan 2100. Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh

penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di

masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda

pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga

2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut

selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini

mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Gambar 37. Prediksi Pemanasan Global

Dampak Pemanasan Global Ke Seluruh Dunia

Dampak dari pemanasan global ini secara garis besar antara lain meningkatnya

temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang

lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang

ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan

global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletzer dan

punahnya berbagai jenis hewan. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan

Pertambahan Suhu (oC)

Page 149: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

147 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

147

70 persen antara 1970 hingga 2004.

Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan

alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3

derajat Fahrenheit (setara 0,72 derajat Celsius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air

laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961.

Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah

jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celsius). Jika

kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celsius, 40 hingga 70 persen spesies

mungkin musnah.

Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk,

perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta

penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia

akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif.

sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat

sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ekstrim akan

menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar

intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih

luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Data

dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya glasier di Pegunungan

Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan Pasifik Selatan, pemutihan

karang secara massal dan berdampak pada kematian di Great Barrier Reef

Australia, berkurangnya persediaan air bersih di Sungai Mekong dan lain-lain.

Kenaikan suhu (temperatur) bumi sampai mencapai akibat pemanasan global ini

bisa mencapai tingkat 11 derajat C lebih tinggi daripada suhu semula (BBC,

Desember 1999). Peristiwa ini akan memicu mencairkan berjuta-juta kubik lapisan

es di kedua Kutub Utara dan Selatan secara bersamaan yang pada gilirannya

terjadi peningkatan luar biasa volume air laut di seluruh dunia.

Hal ini menyebabkan juga terjadi peningkatan permukaan air laut di bumi ini hingga

mencapai 1 meter lebih tinggi daripada level semula. Dapat dibayangkan luas areal

daratan pantai yang bakal tergenang air laut, bahkan lebih dahsyat bakal tidak

terhitung lagi jumlah gugusan pulau dan kepulauan yang akan hilang lenyap

secara tiba-tiba ditelan air laut. Suatu bencana yang tidak kalah dahsyatnya dari

gelombang pasang tsunami dengan cakupan yang lebih mengglobal.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan kelaparan di dunia sedang meningkat

Page 150: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

148 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

148

sebagai akibat pemanasan global, karena perubahan iklim mengurangi luas lahan

pertanian di negara berkembang. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO,

mengatakan perubahan iklim dapat mengurangi 300 juta ton produksi pangan, dan

akibat paling parah adalah di Afrika Sub-Sahara. Sebuah laporan FAO

memperkirakan bahwa sampai 90 juta hektar lahan di Afrika dapat menjadi tidak

sesuai untuk pertanian kalau pemanasan global terus berlangsung tanpa

hambatan dalam puluhan tahun mendatang. Namun, Badan PBB tadi mengatakan

iklim serupa dapat meningkatkan produksi pertanian di Negara-negara Industri di

belahan bumi Utara. Selain itu, badan dunia PBB meramalkan bahwa panen

makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 39%

dalam 100 tahun mendatang akibat pemanasan global yang terjadi (Konferensi

Perubahan Iklim VII, Maroko, November 2001). Suatu ancaman yang sangat

serius, apalagi pertumbuhan penduduk dunia ke depan terus melaju tidak

terkendalikan.

Jadi perubahan iklim bumi merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi

dunia di abad ke-21 ini.

Masalah pemanasan yang terjadi dalam 50 tahun terakhir sebenarnya disebabkan

oleh tindakan manusia sendiri di mana pemanasan global di masa depan bakal

lebih besar daripada dugaan semula. Oleh karena itu, protokol Kyoto yang semula

selalu menghadapi jalan buntu, akhirnya mulai difungsikan untuk mengurangi emisi

rumah kaca terutama dari dampak kegiatan industri negara-negara maju.

Dampak Pemanasan Global di Indonesia

Pemanasan global sudah dirasakan Indonesia dengan naiknya permukaan laut 0,8

cm per tahun yang berdampak pada tenggelamnya pulau-pulau Nusantara hampir

satu meter dalam 15 tahun ke depan. Indonesia sebagai negara kepulauan

menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pemanasan global ini perlahan

tetapi pasti jika tak diatasi sejak sekarang.

Diperkirakan, dengan laju kenaikan muka air laut seperti saat ini, maka pada tahun

2010 permukaan air laut akan naik 1 meter dari muka laut saat ini. Hal ini akan

membuat sekitar 2000 pulau Indonesia hilang akibat tenggelam dan beberapa

kabupaten yang berada di daerah pesisir akan merasakan dampak berkurangnya

luas wilayah daratannya. Jika laju kenaikan ini tidak dikendalikan, maka

diprediksikan pada tahun 2100 muka air laut akan bertambah setinggi 7 meter, dan

Page 151: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

149 Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

149

diperkirakan hanya tersisa sekitar 2000-3000 an pulau di wilayah Indonesia.

Indikasi pemanasan global lain yang begitu jelas dirasakan misalnya kenaikan

suhu yang ekstrim beberapa waktu belakangan ini, misalnya suhu di Kalimantan

yang biasanya sekitar 35 derajat Celsius naik menjadi 39 derajat Celsius.

Sebagian tulisan ada yang berpendapat bahwa kenaikan muka air laut dan

berkurangnya luas daratan mungkin dapat dipandang sebagai hal yang positif bagi

sebuah negara kepulauan seperti Indonesia. Karena luas potensi kelautan yang

dimilikinya menjadi begitu besar. Masalah adalah, kajian terbaru menunjukkan

perubahan suhu bumi dan pencairan es di kutub juga mempengaruhi aliran panas

air laut yang mengakibatkan perubahan arus air laut. Perubahan ini ternyata

berdampak buruk bagi kelestarian biota laut dan ketersediaan ikan di dalamnya.

Dengan demikian pemanasan global memang menjadi momok bagi kita semua.

Peningkatan suhu, perubahan pola angin, perubahan arus laut dan perubahan

pertukaran panas menyebabkan perubahan iklim seperti suhu dan curah hujan,

yang pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan panen dari produk agribisnis

yang dikembangkan.

Pulau Sumatera, misalnya, yang biasanya suhu berkisar pada 33-34 derajat naik

menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat

Celsius, ujarnya. Untuk seluruh Indonesia, dampak yang dirasakan adalah berupa

pergeseran iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, untuk

Kalimantan dan Sumatera masih mengalami banjir besar dan bulan September

yang seharusnya sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.

Page 152: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

150

LAPORAN AKHIR

Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

5.1. Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Melalui Pendekatan Klaster

Peningkatan daya saing usaha kecil dan menengah yang berbasiskan agribisnis di

Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep klaster, tujuan utama

dari klaster adalah untuk meningkatkan daya saing produk dengan menekankan

nilai efisiensi dalam penggunaan waktu dan jarak dalam menghasilkan suatu

produk. Peningkatan nilai efisiensi ini akan mendorong turunnya biaya produksi

dan biaya pemasaran suatu produk, pada akhirnya produk tersebut lebih kompetitif

dipasaran dan memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk

sejenis yang dihasilkan oleh negara lain.

Berbicara tentang Peningkatan daya saing dengan menerapkan sistem klaster

,maka tidak lepas dari lokasi, penentuan lokasi suatu perusahaan individual

merupakan keputusan yang didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang

mempengaruhi, seperti biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan

produksi dan subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan

akan memutuskan apakah menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan

untuk berlokasi dekat dengan perusahaan sejenis. Upaya pengembangan

agribisnis telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala

terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar

internasional serta kontinuitas produk sesuai dengan permintaan pasar maupun

untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian. Hal serupa dialami

5

Page 153: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

151

LAPORAN AKHIR

sentra perikanan air tawar di Metro-Lampung dimana ada perusahaan yang ingin

bekerjasama melakukan ekspor fillet daging ikan patin ke China namun karena

ketidakmampuan sentra dalam menyediakan suplai secara kontinyu sebesar 6 ton

per hari maka kerjasama ini hingga sekarang belum dapat direalisasikan.

Pengembangan agro-based cluster dapat dilakukan dengan mengembangkan

sentra-sentra yang telah ada di Indonesia. Pengembangan klaster di bidang

agribisnis di Indonesia lebih ditekankan kepada subsistem agribisnis di hulu dan di

hilir serta sektor penunjang. Diharapkan implikasi dari pengembangan ini mampu

mendorong transformasi sistem agribisnis di Indonesia dari agricultural-based

economy menjadi agroindustry-based economy.

Gambar 38. Sumber Daya Saing

Sumber Daya Saing Berdasarkan Lokasi (Porter, 1996)

Pengembangan sentra komoditas agribisnis menuju klaster agribisnis harus lebih

menekankan pada pola-pola pengembangan antara lain seperti :

Lingkungan Persaingan dan Strategi perusahaan

• Lingkungan setempat yang merangsang investasi dan perbaikan berkelanjutan

• Persaingan ketat di antara pesaing-pesaing lokal

Kondisi Faktor (Input) Kondisi Permintaan

Industri Terkait dan Pendukung

Kuantitas dan biaya :

Sumber Daya Alam

Sumber Daya Manusia

Infrastuktur Fisik

Infrastruktur Administratif

Infrastruktur Informasi

Infrastruktur Iptek

Kualitas Faktor

Spesialisasi Faktor

Adanya pemasok lokal yang kapabel

Adanya industri terkait yang kompetitif

Pelanggan domestik kritis

Kebutuhan pelanggan yang berkembang

Permintaan lokal yang bersifat khusus dan dapat dilayani secara global

Page 154: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

152

LAPORAN AKHIR

!" Market Driven, selalu berfokus pada upaya mempertemukan sisi

penawaran dan permintaan.

#" Inclusive, mencakup tidak hanya perusahaan berskala keci dan menengah

saja tetapi juga perusahaan besar dan lembaga pendukung.

$" Collaborative, selalu menekankan solusi kolaboratif pada isu-isu daerah

dari seluruh stakeholder.

%" Strategic, membantu stakeholder menciptakan visi strategis daerah yang

menyangkut ekonomi.

&" Value-creating, mengupayakan penciptaan atau peningkatan nilai tambah

daerah.

Setelah tahap pembenihan hingga pengembangan agro-based cluster di Indonesia

dilaksanakan, maka perlu ada pengawasan dan evaluasi terhadap program-

program yang telah dilakukan. Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam

klaster antara lain adalah dengan melihat laju perubahan nilai tambah. Laju nilai

tambah akan meningkat jika investasi dan nilai produksi ditingkatkan. Indikator

lainnya adalah peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau

peralatan.

Tingkat keberhasilan pengembangan klaster Agribisnis tersebut harus terukur dan

dapat dilihat parameter keberhasilannya. Tujuannya agar mudah dilakukan

evaluasi dan perbaikan di masa datang terhadap program-program yang

dikembangkan untuk membangun suatu klaster agribisnis di Indoensia.

Pengukuran tingkat keberhasilan sistem klaster dapat diukur dengan :

'" Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik, ditandai dengan adanya

kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi sangat penting karena

menyangkut ketersediaan sumberdaya, pembiayaan dan fleksibelitas

serta proses pembelajaran bersama antar perusahaan.

(" Adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum

berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset

dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan.

Page 155: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

153

LAPORAN AKHIR

)" Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan

SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat

dijalankan dengan baik.

!" Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam cluster (homogen)

yang saling membantu antar sub sistem namun tidak menimbulkan

ketergantungan antar perusahaan karena terciptanya persaingan yang

sehat antara perusahaan sejenis.

#" Lokasi yang sesuai, Lokasi klaster yang dimaksud adalah memiliki tujuan

untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi

tersebut. Faktor yang terkait dengan lokasi klaster ini adalah ketersediaan

sumberdaya (input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan

lahan, biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan

subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah

tercapainya suatu efisiensi dan efektifitas serta keberlanjutan dalam

pengelolaan untuk menghasilkan komoditi unggulan dari klaster tersebut.

Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidak nya suatu klaster adalah

pentingnya dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun

pembinaan terhadap sistem klaster yang sedang berkembang.

5.2. Gambaran Sentra Agribisnis UKM Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

Program pengembangan sentra UKM telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Pada

saat ini dinyatakan telah difasilitasi sebanyak 1111 buah sentra di seluruh

Indonesia. Jika dihitung dari data yang ada, maka jumlah sentra yang bergerak di

sektor agribisnis (dilihat dari produk sentra yang tergolong sebagai produk sektor

pertanian, peternakan, perkebunan kehutanan dan perikanan) berjumlah sekitar

396 buah sentra. Jumlah ini sekitar 35% dari keseluruhan sentra yang difasilitasi

dari tahun 2001 hingga tahun 2005.

Jika dilihat sebaran dari sentra-sentra agribisnis ini menurut pulau utama, maka

tampak bahwa sentra-sentra agribisnis yang di fasilitasi kebanyakan berada di

pulau Sumatera (124 sentra), Jawa (88 sentra) dan Sulawesi (83 sentra). Ke tiga

pulau ini meliputi sekitar 73% dari jumlah sentra agribisnis yang difasilitasi.

Sedangkan sisanya tersebar di Kalimantan (38 sentra), Nusa Tenggara Barat dan

Page 156: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

154

LAPORAN AKHIR

124

8832

38

81

24

9

Timur (32 sentra), Maluku (24 sentra) dan Papua (9 sentra).

Sedangkan jika diperhatikan produk yang dibuatnya, maka akan tampak bahwa

sekitar 40% sentra agribisnis yang di fasilitasi menghasilkan produk-produk di

subsektor perikanan (perikanan laut dan hasil laut lainnya termasuk rumput laut

dan udang, perikanan darat dan hasil perairan darat), kemudian perkebunan

(22%), peternakan (21%), tanaman bahan makanan (10%) dan produk-produk dari

subsektor kehutanan (7%).

Gambar 39. Sebaran Sentra UKM Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM TA 2001-2005

Sumber: Data SMECDA, diolah

Gambar 40. Sebaran Produk Sentra Agribisnis Menurut Subsektor Pertanian

Sumber: Data SMECDA, diolah

Produk perkebunan yang banyak dihasilkan berasal dari kelompok tanaman

Perikanan40%

Perkebunan22%

Peternakan21%

Tanaman bahan makanan

10%

Kehutanan7%

Page 157: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

155

LAPORAN AKHIR

perkebunan lainnya disamping kopi, sawit, jagung, buah-buahan dan karet.

Produk peternakan yang dihasilkan berasal dari kelompok unggas dan hasil-

hasilnya dan sapi (baik perah maupun pedaging). Produk tanaman bahan

makanan diisi oleh kelompok aneka sayur-sayuran dan padi. Sedangkan produk

kehutanan diantaranya gula aren dan rotan (untuk bahan baku).

Gambar 41. Produk Yang Dihasilkan Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi TA 2001-2005

Sumber: SMECDA, Diolah

Adalah menarik untuk melihat seperti apa kinerja produk pertanian tersebut dalam

perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu kita dapat menggunakan

matriks nilai tambah terhadap output seperti yang tersaji dalam gambar 42.

Matriks nilai tambah terhadap output memetakan nilai tambah yang diberikan dari

produksi suatu produk dan jumlah output yang dihasilkannya. Sebelum dipetakan,

nilai tambah dan output dari masing-masing produk dibandingkan terlebih dahulu

dengan rata-rata nilai tambah dan output produk yang diamati. Dengan demikian

akan diperoleh informasi mengenai produk yang memberikan nilai tambah diatas

(atau dibawah) nilai rata-rata kelompok dan yang menghasilkan jumlah output

diatas (atau dibawah) rata-rata output kelompok.

102

63

47

43

39

27

12

10

10

8

7

5

5

5

3

3

3

2

2

0 20 40 60 80 100 120

Perikanan laut dan hasil laut lainnya

Tanaman perkebunan dan tanaman lainnya

Perikanan darat dan hasil perairan darat

Unggas dan hasil-hasilnya

Peternakan

Industri gula (gula aren)

Kopi

Sayur-sayuran

Kelapa sawit

Udang

Jagung

Buah-buahan

Karet

Kayu dan hasil hutan lainnya

Padi

Tembakau

Industri minyak dan lemak

Tanaman kacang-kacangan

Cengkeh

25.76%

15.91%

11.87%

10.86%

9.85%

6.82%

3.03%

2.53%

2.53%

2.02%

1.77%

1.26%

1.26%

1.26%

0.76%

0.76%

0.76%

0.51%

0.51%

Page 158: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

156

LAPORAN AKHIR

Misalnya seperti yang tersaji dalam gambar 42. Tampak bahwa bidang matriks

terbagi ke dalam 4 kuadran. Kuadran 1 adalah kuadran produk yang memiliki nilai

tambah diatas rata-rata namun memiliki jumlah output yang lebih rendah dari rata-

rata. Kuadran 2 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dan jumlah

output diatas rata-rata kelompok. Kuadran 3 adalah kuadran produk yang memiliki

nilai tambah dan jumlah output yang lebih kecil dibandingkan rata-rata kelompok.

Dan Kuadran 4 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dibawah rata-

rata namun memiliki jumlah output yang lebih tinggi dari rata-rata

Gambar 42. Matriks Nilai Tambah Terhadap Output Dari Produk Pertanian

Sumber: BPS, 2004

Posisi terbaik tentu pada kuadran 2, dimana produk yang dihasilkan berada diatas

rata-rata. Jika diperhatikan hasil yang diperoleh, tampak bahwa produk padi dan

unggas adalah produk yang relatif memberikan nilai tambah dan output yang

diatas rata-rata produk agribisnis lainnya. Sedangkan buah-buahan dan perikanan

laut, kendati tidak menghasilkan output diatas rata-rata, namun memberikan nilai

tambah bruto yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata produk agribisnis yang

diamati.

Hasil ini memberikan petunjuk tentang seperti apa arah pengembangan yang

dapat ditetapkan bagi produk-produk sentra. Misalnya sentra yang menghasilkan

produk unggas perlu dijaga agar nilai tambah yang dihasilkannya dapat naik

sehingga ia tidak turun ke kuadran 4 atau 3. Sentra yang menghasilkan buah-

buahan dan yang bergerak dibidang perikanan laut dan hasil laut lainnya, perlu

didorong agar menghasilkan output yang meningkat. Ini akan mendorong kedua

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Output

Nila

i Tam

bah

Bru

to

Padi

Unggas

Buah-buahan

Perikanan laut dan hasil laut lain

K-1 K-2

K-3 K-4

Page 159: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

157

LAPORAN AKHIR

kelompok produk ini untuk berpindah ke kuadran 2. Sedangkan untuk kelompok

produk yang lain, tampak masih berada di dalam kuadran 3. Terhadap produk-

produk ini diperlukan kerja yang lebih keras agar dapat berpindah ke kuadran lain

yang lebih baik.

5.3. Gambaran Sub-Sistem Agribisnis Sentra UKM

Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan

oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga

kerja tidak terdidik. Pola pertanian dan peternakan serta perikanan sederhana lebih

mengandalkan pengalaman dan ilmu pertanian turun-menurun yang selalu masih

terbentur oleh keterbatasan alam di Indonesia, seperti kendala musim kemarau,

kendala banjir maupun serangan hama-penyakit yang rutin datang tiap tahunnya.

Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat masih bersumber

dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan tenaga kerja tidak

terdidik. Sedangkan pada sisi struktur produksi akhir, umumnya masih

menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural based

economy).

Kondisi nyata terlihat di sentra-sentra wilayah survei di Jawa tengah, Lampung,

Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Kalimantan Selatan dan

Jawa Timur dimana agribisnis yang berkembang masih dipengaruhi oleh

kelimpahan faktor produksi, seperti ketersediaan pakan ternak berupa jerami (sisa

panen padi) atau rumput di ladang, ketersediaan bahan baku ikan terbang, tongkol

dan lemuru yang melimpah dan menjadi bahan baku industri pindang di Juwana,

masih bersihnya lingkungan laut di Sulawesi Selatan, masih tersedianya lahan

serta kelimpahan tenaga kerja tidak terdidik.

Kondisi seperti ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi

kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat

ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat

yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem

agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap

berikutnya.

Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya yang seharusnya dicapai adalah suatu

pengelolaan komoditas yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui

percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan (agroindustri)

Page 160: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

158

LAPORAN AKHIR

serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis (agribusiness cluster).

Pembangunan agribisnis pada tahap ini akan menghasilkan produk-produk akhir

yang didominasi oleh produk yang bersifat padat modal dan tenaga terdidik

sehingga selain nilai tambah yang dinikmati bertambah besar juga dapat

memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah dilaksanakan maka pembangunan

agribisnis di Indonesia akan bergeser dari perekonomian berbasis pertanian

kepada perekonomian yang berbasis industri agribisnis (agroindustry based

economy).

Pembangunan tahap ketiga dari pembangunan agribisnis yang seharusnya

dijangkau oleh masyarakat Indonesia adalah tahap pembangunan yang didorong

oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi pada setiap subsistem dalam

kelompok agribisnis yang disertai dengan peningkatan sumberdaya manusia lebih

lanjut sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Ciri

perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah produktivitas yang tinggi dari

lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan pada setiap subsistem agribisnis.

Produk yang dihasilkan akan didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan

pada ilmu pengetahuan dan tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai

tambah yang dapat ditawarkan ke konsumen. Pada tahap ini perekonomian

Indonesia akan beralih dari perekonomian berbasis modal kepada perekonomian

berbasis teknologi (technology based economy)

Tahap perkembangan agribisnis yang mulai meningkat terlihat di beberapa sentra

di Lampung (sentra ikan lele dan patin di Metro), yaitu dengan mulai menyentuh

sisi hulu dari agribisnisnya berupa penyediaan bibit dan pakan pada usaha

peternakan yang dilakukan oleh sentra tersebut. Penerapan teknologi pembenihan

ikan yang dikembangkan oleh sentra telah mampu membuat sentra ini menjadi

lebih mandiri. Upaya peningkatan aktivitas agribisnis dari yang sekedar melakukan

usaha tani kemudian diperluas dengan upaya menguasai up-stream side (sisi hulu)

dari agribisnis ini. Tujuannya tidak lain agar para petani dan kegiatan usaha

pertanian kecil di Indonesia dapat keluar dari ketergantungan akan ketersediaan

bibit, pupuk ataupun alat-alat produksi lainnya yang disediakan oleh pihak lain.

Paling tidak upaya menyediakan komponen-komponen subsistem up-stream side

(sisi hulu) dapat dilakukan diantara sesama petani sendiri dalam jangkauan

geografis, sehingga dari hal ini, paling tidak nilai daya saing komoditas akan

meningkat dengan menekan biaya transportasi dan efisiensi waktu pengiriman

serta memperkecil resiko rusak atau matinya benih akibat terlalu lama saat

pengiriman.

Page 161: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

159

LAPORAN AKHIR

4.2.1. Subsistem hulu

Sub sistem hulu meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan

input-input pertanian dalam arti luas, atau pengadaan sarana produksi, seperti

Pembibitan, Agro Kimia, Agro Otomotif, dll.

Upaya penyediaan bibit unggul dan pakan ternak dilakukan sebagai upaya untuk

menjaga kontinuitas usaha tani yang telah ada, baik untuk bidang pertanian,

peternakan maupun perikanan. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, untuk

sentra sapi kereman di Winong-Pati, penyediaan bibit sapi dapat diperoleh di

kabupaten yang sama untuk bibit lokal (desa Pucakwangi dan desa Jaken) disisi

lain, peternak juga dapat mendatangkan bibit sapi dari daerah lain yang masih

dalam cakupan regional yang sama, yaitu dari Solo, Boyolali, Ambarawa, Pamotan

dan Jatirogo.

Pengembangan subsistem hulu dari sistem agribisnis sentra perikanan darat di

Metro-Lampung dapat menjadi contoh yang baik. Upaya penyediaan bibit dan

pakan ikan sudah mulai dilakukan oleh para petani ikan sendiri. Penyediaan bahan

baku pakan ikan yang diusahakan secara diversifikasi menghasilkan produk pakan

ikan yang tidak tergantung pada satu komoditas saja. Bahan baku tepung ikan

digantikan dengan ikan asin yang telah kadaluwarsa (expired) ataupun roti yang

sudah kadaluwarsa dari perusahaan-perusahaan roti di sekitar kota Metro.

Pemanfaatan produk alternatif tersebut memiliki keuntungan lain selain terdapat

diversifikasi bahan baku juga dari sisi pembayaran dapat dilakukan secara mundur

mengingat produk tersebut bukanlah modal utama usaha perusahaan tersebut.

Sedangkan untuk bibit ikan, saat ini di sentra tersebut telah diusahakan

penyediaan bibit secara mandiri dengan pembibitan, pemijahan dan pendederan

yang dilakukan beberapa anggota sentra. penyediaan bibit tersebut bahkan

mampu memasok kebutuhan bibit ikan dari luar sentra. Berdasarkan hal ini maka

pasokan bibit dan pakan ternak dapat terjaga kesinambungannya.

Masalah pembibitan menjadi hal penting bagi kemampuan bertahan sentra

agribisnis yang diamati. Di sentra apel di Jawa Timur misalnya, proses pembibitan

dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing petani. Kebutuhan bibit untuk

menyulam dan memperbaiki pohon diperoleh dari pohon lama yang telah ada di

dalam sentra. Pada saat ini, pohon-pohon induk tersebut telah tidak produktif lagi

dalam menghasilkan bibit/tunas baru sehingga petani mengalami kesulitan untuk

memperbaiki kualitas pohonnya. Dalam rencana pengembangan sentra yang

diaplikasikan, tampak bahwa masalah bibit ini tidak menjadi masalah utama yang

Page 162: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

160

LAPORAN AKHIR

perlu diselesaikan. Akibatnya saat ini, sentra secara umum memasuki tahapan

evolusi yang menurun.

Masalah bibit yang menarik juga dapat dilihat di sentra kelinci di Jawa Timur.

Produk utama sentra adalah kelinci anakan untuk dijual sebagai kelinci hias. Di

sentra saat ini belum ada upaya pemurnian bibit kelinci sehingga tidak diketahui

lagi galur murni yang terbaik untuk kondisi sentra saat ini. Kondisi bibit tampak

telah mengalami degradasi sehingga mutu warna, corak dan umur kelinci anakan

yang dihasilkan tidak bagus lagi. Pada saat ini sebagian peternak di sentra

sedang dicoba dibujuk agar mau melakukan spesialisasi pada kegiatan pembibitan

ini.

Di sentra rumput laut, Sulawesi Selatan, pengadaan bibit rumput laut tampak tidak

menjadi masalah karena bibit rumput laut dapat di diperoleh dengan menyisihkan

hasil panen sebelumnya. Dan bagi petani yang ingin menambah bentang dapat

membeli bibit rumput laut dari petani lain di daerah tersebut atau dari koperasi Baji

Pamae yang memang menyediakan bibit rumput laut bagi anggotanya. Yang perlu

diperhatikan adalah pengetahuan tentang karakter rumput laut yang diterima oleh

industri-industri dunia saat ini. Produk pengolahan rumput laut, sebelum

memasuki industri, pada umumnya adalah menjadi bentuk bubuk, chip, atau

lembaran. Perlu dicari tahu dan disosialisasikan jenis rumput laut mana yang

cocok untuk menghasilkan masing-masing produk akhir tersebut. Pihak Industri

dalam menerima rumput laut petani, selain menilai kebersihan dan kandungan

airnya, juga memperhatikan kandungan Gelistrine yang dikandung oleh rumput laut

mentah yang dihasilkan. Perlu diteliti jenis rumput laut mana dan lama penanaman

yang dibutuhkan untuk menghasilkan kandungan gelistrine yang optimal sesuai

dengan iklim dan keadaan arus di sentra. Petani yang belajar secara

otodidak/turun temurun budidaya rumput laut ini jelas tidak memiliki pengetahuan

yang lengkap mengenai hal ini.

Di sentra gula merah di Nusa Tenggara Barat, bibit menjadi masalah utama untuk

keberlangsungan hidup sentra. Saat ini petani memanfaatkan pohon-pohon tua

peninggalan zaman orang tua mereka. Belum tampak upaya penambahan pohon

aren untuk penyadapan nira secara sengaja dan terencana. Alasan petani

memanfaatkan hanya pohon yang sudah ada lebih karena kepercayaan bahwa

pohon aren memiliki ”kemauan” sendiri untuk tumbuh. Upaya penanaman yang

sengaja dipercaya tidak akan menghasilkan pohon yang baik dan banyak

menghasilkan air nira. Petani memang menghormati pohon nira, ini tercermin dari

Page 163: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

161

LAPORAN AKHIR

bagaimana mereka bernyanyi untuk membujuk pohon agar mau memberikan air

niranya, sebelum proses penyadapan dilakukan.

Sentra gula merah di Lampung juga menghadapi hal yang kurang lebih sama,

dimana kelimpahan pohon kelapa belum membuat petani membutuhkan upaya

pembibitan mandiri yang intensif. Namun di masa depan ketika kebutuhan lahan

kemudian berkompetisi dengan kebutuhan yang lain, sumber bahan baku sentra ini

akan menjadi terancam.

Memperhatikan paparan-paparan tersebut diatas, tampak bahwa subsistem

agribisnis hulu untuk pembibitan secara umum belum diperhatikan karena pasokan

sumberdaya alam yang masih berlimpah atau permintaan pasar yang belum

selektif. Namun di masa depan, hal ini tidak dapat dibiarkan. Sejak saat ini sudah

harus dimulai upaya pencarian dan/atau pemurnian bibit yang paling optimal

sesuai kebutuhan pasar yang dibidik oleh produk sentra, dan upaya pengaturan

tata guna lahan yang tetap diperuntukkan bagi kegiatan agribisnis.

4.2.2. Subsistem usaha tani

Subsistem ini meliputi kegiatan mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja,

modal, teknologi dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau

budidaya, antara lain Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura, Tanaman Obat-

obatan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.

Pengembangan usaha tani di sentra-sentra yang disurvei dilakukan sebagian

besar baru berdasarkan pengetahuan turun-menurun, seperti di sentra pengolahan

ikan Juwana, sentra penggemukan sapi di Winong Pati, sentra budidaya kelinci di

Jawa Timur, dan sentra rumput laut di Sulawesi Selatan. Upaya perbaikan proses

untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas atau biaya produksi yang lebih

murah dengan penerapan teknologi sejak sentra-sentra tersebut terbentuk hingga

kini belum terlihat atau belum berhasil membantu petani. Hal serupa juga terlihat di

sentra pembibitan sapi dan sentra ikan air tawar di Lampung. Upaya penggunaan

teknologi dalam inseminasi buatan untuk proses pembibitan sapi telah dicoba

dilakukan, namun tingkat keberhasilannya justru lebih rendah dibandingkan proses

perkawinan sapi secara alamiah.

Dalam melakukan usaha tani, tenaga kerja yang digunakan masih terbatas pada

tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah (SD hingga SLTA), tingkat

pendidikan yang sudah tinggi terlihat pada sentra perikanan darat, dimana cukup

Page 164: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

162

LAPORAN AKHIR

banyak petani pemilik kolam memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1).

Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan masih merupakan tenaga kerja dari

desa setempat, penggunaan tenaga kerja dari luar desa cukup banyak digunakan

di sentra pengolahan ikan di Juwana. Sebagian besar penggunaan tenaga kerja

masih mengandalkan kepercayaan pemilik kepada tenaga kerjanya, sehingga

sebagian besar tenaga kerja yang digunakan diutamakan dari keluarga terdekat

dahulu sebelum menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

Daya dukung lingkungan terhadap sentra-sentra yang dievaluasi menunjukkan

sebagian besar sentra masih mengandalkan kemampuan alam dalam mendukung

usaha tani yang dijalankan. Seperti sentra penggemukan sapi winong masih

mengandalkan kelimpahan jerami sisa panen padi dan ketersediaan air untuk

pencampuran pakan sapi, sentra perikanan darat di Metro Lampung juga sebagian

besar mengandalkan ketersediaan air dari saluran irigasi pertanian. Ketersediaan

lahan di sentra-sentra yang dievaluasi terlihat masih mencukupi untuk dilakukan

pengembangan usaha dengan ekstensifikasi pertanian. Ketersediaan lahan untuk

penanaman rumput gajah sebagai pakan utama ternak di sentra pembibitan sapi di

Lampung Utara juga dinilai masih mencukupi. Daya dukung alam yang masih perlu

diantisipasi dengan manajemen pengelolaan atau dengan teknologi baru adalah

masalah musim kemarau untuk sapi dan sentra perikanan darat serta musim

rendahnya tangkapan ikan untuk sentra pengolahan ikan di Juwana-Pati. Pada

musim-musim ini biasanya terjadi peningkatan harga dasar pakan maupun harga

dasar ikan sebagai bahan baku pengolahan ikan pindang atau ikan asin. Upaya

mendatangkan ikan dari pelabuhan ikan lain (Pekalongan dan Tegal) tetap saja

menghasilkan harga beli ikan yang lebih mahal walaupun membantu UKM untuk

tetap berproduksi namun harga jual produk yang dihasilkan otomatis akan naik

juga.

4.2.3. Subsistem Hilir

Penjualan produk-produk yang dilakukan oleh sentra-sentra yang dievaluasi

hingga saat ini masih tetap berjalan lancar, mengingat sentra-sentra ini telah lama

berdiri dan telah dikenal sebagai sentra penghasil produk utama. Perantara atau

penampung atau perkulakan produk yang dihasilkan sentra juga sudah terbentuk

di dalam sentra sendiri, perkulakan sapi telah membentuk mata rantai kegiatan

usaha sendiri di sentra sapi Winong, dimana ada kulakan sapi bermodal kecil dari

dalam sentra sendiri yang membeli sapi secara door to door dari petani di sentra

yang dikenal dengan nama blantik, yang selanjutnya dijual ke penjual antar

Page 165: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

163

LAPORAN AKHIR

daerah. Sistem pembayaran yang dilakukan sebagian besar secara tunai, kecuali

untuk di sentra pengolahan ikan Juwana yang banyak UKM menerapkan sistem

penjualan dengan pembayaran tunda, tiga kali pengiriman ikan maka pada kiriman

yang keempat produk yang pertama baru dibayarkan. Konsekuensinya UKM di

sentra ini memerlukan modal yang kuat karena setiap kali pengiriman bisa

mencapai kisaran harga penjualan 15 hingga 24 juta rupiah.

Untuk sentra pembibitan sapi di Lampung Utara, proses down stream sub system

nya belum berjalan karena bantuan baru berjalan sekitar 1,5 tahun dan sapi baru

memulai proses pembibitan satu generasi sebesar 60% dari bantuan yang

diberikan.

4.2.4. Subsistem Penunjang

Sub sistem jasa penunjang di sebagian besar sentra belum sepenuhnya terpenuhi,

karena ada beberapa komponen yang belum tersedia untuk membantu

pengembangan sentra, seperti keberadaan BDS yang tidak aktif membantu

pengembangan usaha produk, keberadaan lembaga penelitian yang belum ada

secara jelas mendukung sentra. Jasa penunjang yang selalu ada dan

mendampingi UKM adalah koperasi, yang biasanya lebih dalam bentuk koperasi

simpan pinjam atau koperasi penyediaan barang atau benih untuk membantu

proses produksi. Di sentra pengolahan ikan, para UKM yang dikenal dengan istilah

kulakan ikan secara sadar membentuk koperasi sendiri untuk membantu

ketersediaan kebutuhan produk mereka. Tujuannya selain untuk memperlancar

proses produksi juga ditujukan untuk menekan harga pembelian barang-barang

yang dibutuhkan.

Page 166: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

164

LAPORAN AKHIR

Penumbuhan Klaster Agribisnis Dalam Sentra UKM

6.1. Pendahuluan

Dalam SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002,

tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra

UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu

dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama,

menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk

dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER adalah pusat kegiatan UKM

pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya pengusaha-

pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses produksi pada masing-

masing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Dari

definisi ini, tampak bahwa klaster adalah bentuk lain dari sentra yang telah

berkembang dan maju.

Seperti telah sering sekali disebutkan, penumbuhan klaster dilakukan karena

secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang

membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan

penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala

ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses

jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan

yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti

pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat

menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara

6

Page 167: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

165

LAPORAN AKHIR

keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang

belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen

pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,

penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-

lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi

pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk

meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi

hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu

lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

6.2. Karakteristik Klaster

“Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi

yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,

dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui

sebuah “institusi bentukan” bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama

organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam

perekonomian global”.

Kajian literatur menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada

konsep klaster. Karakteristik klaster dapat dilihat dari sisi proses internal yang

terjadi atau dari sisi eksternal, sebagai hasil proses internal tersebut. Dari sisi

internal, setidaknya ada 4 karakteristik yang dapat diperhatikan yaitu:

!" Adanya konsentrasi perusahaan dalam suatu wilayah/spatial

#" Adanya interaksi antar perusahaan

$" Kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan yang

berinteraksi

%" Pembentukan dan interaksi antar usaha dalam institusi pendukung yang

berfungsi membantu klaster secara keseluruhan

Disisi internal, karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya konsentrasi unit

Page 168: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

166

LAPORAN AKHIR

usaha yang sejenis dan/atau saling mendukung dalam satu wilayah yang relative

berdekatan baik secara geografis maupun secara transportasi ekonomis.

Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan untuk

mendukung produk sentra. Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti dengan

kemauan mengkombinasikan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk

itu, kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama.

Gambar 43. Dimensi Umum Karakteristik Klaster

Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat diperhatikan

yaitu:

!" Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas yang

berhubungan.

#" Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks dinamis

dan global, misalnya berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi

praktik terbaik.

$" Identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster

ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Proses internal yang dilakukan biasanya akan membawa pengusaha yang terlibat

untuk melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi yang paling dikuasai

Sisi Eksternal

Sisi Internal

Competitive-ness

Speciali-zation

Identity

Interaksi antar perusahaan (network/ supply chain)

Kombinasi sumberdaya/ kompetensi yang berbeda

Institusi Bersama

Pengelompokkan Spatial

KLASTER

Page 169: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

167

LAPORAN AKHIR

kompetensinya. Spesialisasi-spesialisasi dari pengusaha-pengusaha yang

berhubungan ini dapat mengarahkan produk sentra pada peningkatan daya saing,

jika spesialisasi yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi

lebih rendah atau kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya

saing dapat dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika

digambarkan, ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 43. Sedangkan

gambar 44 mengilustrasikan proses tersebut.

Gambar 44. Ilustrasi Pembentukan Klaster

Sentra Dalam Karakteristik Klaster

Jika diperhatikan karakteristik internal dari gambar 43 tersebut, maka unsur

pengelompokkan internal dan interaksi antar perusahaan adalah sama dengan apa

yang ingin dicapai oleh program sentra. Dengan demikian, model pengembangan

sentra Kementerian Koperasi dan UKM adalah sama dengan tahap awal model

karakteristik klaster ini.

Perbedaannya adalah, pada sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM

unsur institusi bersama merupakan unsur artifisial yang sengaja

diadakan/diberikan dan bukan muncul karena inisiatif anggota. Institusi bersama

yang dibentuk ini kemudian diharapkan mampu menumbuhkan unsur interaksi

antar perusahaan yang lebih dinamis dan kemauan untuk melakukan kombinasi

sumberdaya/kompetensi dari masing-masing anggota sentra UKM. Ini adalah

upaya percepatan yang diharapkan dapat membuat sentra UKM yang difasilitasi

berkembang ke arah klaster dengan lebih cepat. Proses percepatan ini pada

Daya saing

Interaksi antar perusahaan

Kombinasi sumberdaya/ kompetensi

Institusi bersama Pengelompokkan spatial

inovator

F F

F

F F

F

inovator

F F

F

F F

F

inovator

Sp

Sp

Sp

F

Sp

Sp inovator

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp IB

IB

Spesialisasi

Identitas

Page 170: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

168

LAPORAN AKHIR

beberapa sentra dapat berhasil tetapi dapat juga tidak

Klaster Terbuka dan Tertutup

Di Indonesia, terminologi klaster dalam pengembangan ekonomi banyak

digunakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan Departemen Perindustrian.

Secara umum, kedua instansi ini memiliki pengertian yang sama terhadap

pengertian sentra dan karakteristik klaster secara umum. Namun, keduanya

kemudian memiliki perbedaan pengertian yang cukup mendasar ketika

menyangkut pihak mana yang boleh diajak untuk bertransaksi. Perbedaan ini

perlu dituliskan dalam laporan ini karena dalam pelaksanaan survey di lapangan

kerap bertemu dengan dua instansi ini yang menyodorkan dua perbedaan ini.

Departemen perindustrian, memandang klaster sebagai sistem yang tertutup

dimana klaster dibentuk oleh perusahaan-perusahaan yang setuju untuk

mengikatkan diri, berintegrasi, untuk menghasilkan sebuah produk. Dalam

hubungan ini, seorang anggota pengolah hanya boleh mengambil bahan baku dari

anggota pemasok bahan baku yang memiliki perjanjian dengan dirinya. Demikian

pula seorang anggota pemasok bahan baku tidak boleh menjual produknya ke luar

anggota klaster, dia hanya boleh menjual produknya ke anggota pengolah dari

klaster tempatnya bergabung. Hubungan yang tertutup ini dipercayai akan

menjamin tercapainya tujuan spesialisasi, efisiensi dan peningkatan daya saing

produk klaster secara bersama-sama.

Sedangkan pengertian klaster bagi Kementerian Koperasi dan UKM lebih bersifat

terbuka, dimana disamping melayani anggota klaster tempat geografisnya

bergabung, seorang anggota klaster tidak dilarang untuk juga melayani permintaan

atau penawaran dari luar klaster. Hubungan yang terbuka ini dinilai lebih

sederhana dan memberi kesempatan kepada anggota mengeksplorasi potensi

pasar lain dan tetap diyakini dapat mencapai tujuan spesialisasi, efisiensi dan

peningkatan daya saing.

Sebuah sistem yang tertutup meminta pihak-pihak yang terlibat membuat kontrak

kerjasama diantara mereka. Hal ini sebenarnya positif karena para anggota

menjadi lebih disiplin dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Sebuah sistem

yang tertutup juga memberi ruang belajar yang lebih besar kepada UKM.

Jika diperhatikan sistem tertutup yang diajukan oleh Departemen Perindustrian

mengarahkan klaster kepada model pembentukan klaster yang disebabkan oleh

Page 171: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

169

LAPORAN AKHIR

integrasi horizontal. Sedangkan sistem terbuka yang digunakan oleh Kementerian

Koperasi dan UKM mengarahkan pembentukan klaster karena beberapa hal

seperti joint production, sub-kontrak, integrasi vertikal, maupun integrasi horizontal.

6.3. Efektifitas Program Sentra UKM

5.3.1. Keberadaan Ciri Klaster Dalam Sentra Pengamatan

Keberadaan ciri klaster dalam sentra kemudian dapat digambarkan dalam sebuah

diagram untuk memudahkan pengamatan. Gambar menunjukkan diagram laba-

laba dari kinerja sentra dalam menumbuhkan karakteristik klaster di sentranya

selama dalam proses perkuatan. Sebuah Diagram mencerminkan 2 situasi, (1)

kinerja sentra yang digambarkan oleh area berwarna hijau muda dan (2) posisi

tengah dari kinerja, yang digambarkan oleh garis tebal berwarna hijau tua.

Semakin banyak area dari posisi tengah yang dapat diisi oleh sentra, maka

diasumsikan semakin berhasil sentra tersebut memiliki ciri klaster dalam

sentranya. Jika diperhatikan, hanya ada sekitar 2 sentra dari 22 sentra yang

diamati, (sekitar 9.1%) yang mampu secara penuh memiliki ciri klaster setelah

mendapat perkuatan lebih dari 2 tahun. Mereka adalah sentra rumput laut di

Janeponto dan sentra ikan air tawar di Metro Lampung.

Diluar ke dua sentra ini, ada 5 sentra lain yang hampir memenuhi karakteristik

medium klaster, mereka adalah sentra kelinci di Jawa Timur, sentra itik di Jawa

Barat, sentra penggemukan sapi di Lampung Utara, sentra budidaya ikan hias di

Tulungagung Jawa Timur, dan sentra sayuran di Pasuruan Jawa Timur. Masing-

masing sentra ini hanya kekurangan 1 karakteristik untuk berhasil secara utuh

memunculkan ciri klaster. Jika jumlah sentra yang berhasil penuh dan hampir ini

digabungkan, maka dari 22 sentra yang diamati ada sekitar 31% sentra yang

berhasil memiliki ciri klaster di dalamnya.

Berdasarkan hasil ini, kajian ingin melihat kinerja program sentra UKM untuk

menumbuhkan klaster agribisnis. Kegiatan penumbuhan dinilai berhasil jika

karakteristik klaster yang dimiliki sentra berasosiasi dengan keberadaan dukungan

yang diberikan. Jika asosiasi ini signifikan, berarti dukungan yang diberikan oleh

program sentra benar-benar berhasil menumbuhkan karakteristik klaster di sentra

yang diamati. Jika asosiasi ini tidak signifikan maka karakteristik klaster yang

dimiliki oleh sentra tumbuh bukan karena keberadaan dukungan dari program

Page 172: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

170

LAPORAN AKHIR

sentra UKM.

Gambar 45. Diagram Laba-Laba Karakteristik Klaster Pada Sentra UKM

Sumber: Data, diolah.

Variabel Keberadaan MAP dan BDS diukur dalam skala 1 hingga 5, dimana

semakin besar nilainya berarti semakin tinggi dan nyata dukungan yang diberikan.

Hasil perhitungan yang ditampilkan dalam tabel 41 dan 42 menunjukkan bahwa

antara dukungan yang diberikan dengan kelengkapan pemilikan karakteristik

klaster ternyata tidak berasosiasi secara signifikan. Pandangan terhadap hasil

pengamatan menunjukkan bahwa sentra yang memiliki ciri klaster yang lengkap

tidak pernah mendapatkan dukungan BDS dan hanya sebagian yang memperoleh

dukungan MAP dengan baik. Hal ini berarti pemilikan karakteristik klaster tidak

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Ikan

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Gula merah

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Sayur

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Kelinci

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Apel

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Itik

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Padi

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Jagung kuning

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Rumput laut B

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Rumput laut J

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Sapi

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Ikan

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Padi

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Sapi

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Ikan

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Ikan Hias

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Paprika

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Paprika

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Ikan Laut

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Gula merah

mid0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Tembakau

mid

0

1

2

3

4

5konsentrasi w ilayah

Interaksi

kombinasi kompetensi

institusi bersamaspesialisasi

dayasaing

identitas

Itik

mid

Page 173: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

171

LAPORAN AKHIR

Chi-Square Tests

1.833a 3 .608

2.591 3 .459

1.283 1 .257

22

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

6 cells (75.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .18.

a.

Count

10 2 6 2 20

2 2

12 2 6 2 22

Tidak lengkap

Lengkap

Kategori

Total

1.00 2.00 3.00 5.00

Keberadaan layanan BDS

Total

Chi-Square Tests

3.850a 4 .427

4.178 4 .382

.069 1 .792

22

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

8 cells (80.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .09.

a.

Count

2 2 10 1 5 20

1 1 2

2 3 10 1 6 22

Tidak lengkap

Lengkap

Kategori

Total

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Keberadaan MAP

Total

disebabkan oleh dukungan yang diberikan oleh program sentra UKM.

Tabel 41. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap Dukungan MAP

Sumber: Data, diolah

Tabel 42. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap Dukungan BDS

Sumber: Data, diolah

Berdasarkan hasil tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa program sentra UKM

belum efektif dalam memicu penumbuhan klaster di sentra agribisnis.

Efektifitas pelaksanaan program Pemerintah juga dapat diukur dari nilai

additionalitas dan deadweight yang terjadi di sentra yang mendapat perkuatan.

Additionalitas muncul jika pihak yang menjadi obyek program mau menambah

Page 174: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

172

LAPORAN AKHIR

investasinya untuk melengkapi tambahan perkuatan yang diberikan oleh program.

Sedangkan deadweight melihat apakah tanpa pelaksanaan program sentra akan

mencapai kondisi seperti yang dicapainya sekarang atau tidak. Deadweight dibagi

tiga, (1) Absolut, yang artinya tanpa program pun obyek akan mencapai kondisi

sekarang, (2) partial, program dibutuhkan untuk mencapai kondisi sekarang, dan

(3) zero, jika karena pelaksanaan programlah yang membuat obyek mencapai

kondisi sekarang.

Hasil pengamatan menunjukkan pada 41% sentra, pelaksanaan program sentra

UKM tergolong Absolut Deadweight. Artinya, pelaksanaan program hanya

terbuang begitu saja dan tenggelam (deadweight), di 27% sentra tergolong partial,

sedangkan pada 32% tergolong zero deadweight.

Gambar 46. Hasil Addition dan Deadweight

Sumber: Data, diolah

Dari ukuran additionalitas tampak cukup berimbang.dan sejalan dengan hasil

deadweight. Tampak sekitar 55% sentra tidak menunjukkan kegiatan

penambahan investasi akibat pelaksanaan program, sedangkan pada 45% lainnya

menunjukkan adanya tanda-tanda penambahan investasi akibat pelaksanaan

program. Nilai tersebut diatas dapat juga dipandang bahwa 55% peserta program

sentra menjadi tergantung pada bantuan yang diberikan dan tidak mendorong

keinginan berinvestasi.

Hasil score deadweight dan additionalitas ini cukup baik karena pelaksanaan

program sentra tetap terbukti meningkatkan kondisi masyarakat dan UKM

sehingga berkembang dan dinamis.

Deadweight

Deadweight

5.003.001.00

Per

cent

50

40

30

20

10

0

32

27

41

Additionalitas

Additionalitas

5.001.00

Per

cent

60

50

40

30

20

10

0

45

55

Page 175: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

173

LAPORAN AKHIR

Masalah yang dihadapi dalam perhitungan additionalitas dan deadweight ini

adalah, kadang ada investasi yang dilakukan anggota, yang berhubungan dengan

program sentra, ternyata berasal dari program perkuatan pemerintah yang lain.

Program lain ini baik yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM

sendiri (program deputi yang lain) atau Departemen Pemerintahan yang lain. Hasil

ini membuat dugaan angka additionalitas dan deadweight dapat berubah. Hal ini

menunjukkan perlunya koordinasi pelaksanaan program dan pembatasan jumlah

program agar tidak membingungkan UKM penerima program.

Pengamatan di daerah kajian menunjukkan sebuah koperasi dapat menerima 2

program sejenis dalam waktu yang berdekatan.

6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penumbuhan Klaster

Bahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan klaster di

sentra agribisnis akan dimulai dengan memaparkan variabel-variabel yang ada di

seputar karakteristik klaster dan indikator umum sentra.

Pandangan terhadap variabel-variabel ini kemudian akan dilanjutkan dengan

beberapa analisis kuantitatif untuk mencari faktor dominan yang mempengaruhi

penumbuhan karakteristik klaster di dalam sentra.

6.4.1. Gambaran Variabel

Profil Karakteristik Klaster dan Indikator Umum Sentra

Untuk memudahkan pembahasan, nilai tengah dari masing-masing dimensi

karakteristik klaster kemudian dihitung dan ditampilkan dalam sebuah tabel

sehingga menggambarkan profil nilai tengah dari karakteristik klaster. Profil dapat

dilihat dalam tabel 43. Daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap

menunjukkan respon utama yang dipilih oleh responden.

Tampak bahwa sebagian besar karakteristik memiliki nilai “tidak ada” atau

“sederhana”. Hal ini menunjukkan karakteristik klaster belum banyak muncul di

sentra-sentra yang diamati. Pada beberapa bagian, profil karakteristik klaster

kemudian akan dihubungkan dengan profil indikator umum sentra untuk

memperoleh gambaran yang saling melengkapi.

Page 176: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

174

LAPORAN AKHIR

Tabel 43. Profil Nilai Karakteristik Klaster Dalam Sentra Agribisnis

Dimensi Karakteristik Respon/Median

1 2 3 4 5

INT

ER

NA

L

konsentrasi wilayah tidak ada Ada; renggang

Ada; berdekatan

interaksi tidak ada ada; sederhana; umum; sejak dulu

ada; komitmen produk sentra

kombinasi kompetensi

tidak ada ada; alami; tidak jelas; sejak dulu

ada; komitmen produk sentra

pembentukan institusi bersama

tidak ada ada; Ada; mendukung produk sentra

EK

ST

ER

NA

L

spesialisasi tidak ada ada; tahap awal

ada; mendukung produk sentra

daya saing tidak ada Rata-rata produk sejenis

diatas rata-rata produk sejenis

identitas produk sentra

tidak ada ada; lemah ada; kuat

Sumber: Data, Diolah.

Tabel 44. Profil Indikator Umum Sentra

Indikator Respon/Median

1 2 3 4 5

kelompok tidak ada ada; untuk urusan kemasyarakatan

ada; untuk keperluan usaha

ada; keperluan usaha; komitmen produk sentra

kerjasama produksi

tidak ada ada; sederhana

ada; komitmen produk sentra

Kerjasama pemasaran

tidak ada ada; sederhana

ada; komitmen produk sentra

tahap produk decline Awal berkembang Dewasa

tahap sentra evolusi turun Pembentukan perkembangan dewasa evolusi naik

keberadaan BDS tidak ada ada; tidak aktif ada; aktif

keberadaan MAP tidak ada; bermasalah diatas 60%

ada; bermasalah antara 30-60%

ada; berjalan baik

lahan tidak mencukupi

mencukupi sangat mencukupi

teknologi sederhana tepat guna tinggi

keahlian turun temurun

pelatihan sederhana

pelatihan formal/sertifikasi

pasar menurun tetap terbuka Sumber: Data. Diolah.

Page 177: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

175

LAPORAN AKHIR

Indikator umum sentra yang ditampilkan adalah (1) keberadaan kelompok, (2)

keberadaan kerjasama di bidang produksi, (3) keberadaan kerjasama di bidang

pemasaran, (4) Tahap produk sentra, (5) Tahap perkembangan sentra, (6)

keberadaan dukungan non keuangan dari BDS, (7) keberadaan dukungan

keuangan dari Koperasi (Dana MAP), (8) kecukupan lahan bagi pengembangan

sentra, (9) tingkat penggunaan teknologi, (10) sumber keahlian pekerja, dan (11)

potensi pasar di masa depan. Profil yang dibuat dapat diikuti dalam tabel 44.

Disini daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap menunjukkan respon utama

yang dipilih oleh responden.

Gambaran Karakteristik Klaster

Profil karakteristik, secara umum menunjukkan kelemahan sisi internal sentra yang

diamati. Sedangkan dari sisi eksternal, kendatipun nilai spesialisasi masih

dianggap rendah, namun daya saing produk sentra dan identitas produk dinilai

telah mencapai nilai cukup.

Mengingat sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM kebanyakan adalah

sentra historikal ( telah ada sejak dahulu kala), maka dapat difahami mengapa dari

sisi identitas produk sentra memperoleh nilai yang cukup. Dimensi daya saing

seharusnya merupakan fungsi dari ada nya spesialisasi dalam sentra, namun

responden menilai tidak ada spesialisasi dalam sentra. Hal yang mungkin terjadi

adalah: (1) spesialisasi sebenarnya telah sejak lama dijalankan sehingga

pengusaha tidak sadar telah melakukannya atau (2) spesialisasi memang tidak

terjadi, tetapi sentra memperoleh daya saing dari sumber yang lain seperti

misalnya kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja yang murah.

Untuk itu kajian lebih ingin mengukur spesialisasi yang muncul dalam kurun

periode perkuatan. Jika ini yang diukur, maka hasil tersebut menjadi masuk akal

karena tidak ada perkuatan non-keuangan (lihat tabel 43) yang menggerakkan

perubahan struktur dan perilaku di sentra. Akibatnya nilai spesialisasi menjadi

rendah (rata-rata dinilai tidak ada).

Jika diperhatikan tabel 43 dari sisi Internal, tampak bahwa karakteristik

“konsentrasi unit usaha” adalah ciri klaster yang paling mampu dipenuhi oleh

sentra-sentra yang diamati. Sedangkan karakteristik “kombinasi kompetensi” dan

“interaksi dalam institusi bersama” adalah karakteristik yang tidak dapat dipenuhi

oleh kebanyakan anggota sentra. Hasil ini menunjukkan program sentra baru

berhasil mengelompokkan unit usaha, tetapi belum berhasil menumbuhkan

Page 178: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

176

LAPORAN AKHIR

interaksi dan kerjasama diantara anggota-anggota nya.

Hasil ini didukung oleh hasil pengamatan terhadap kerjasama yang dilakukan

dalam sentra. Perhitungan median terhadap respons anggota sentra terhadap

kerjasama yang dilakukan menunjukkan kerjasama produksi berada dalam kisaran

nilai “ada namun sederhana” sedangkan kerjasama pemasaran berada dalam

kisaran nilai “tidak ada” (lihat tabel 44). Secara umum, tampak bahwa pengusaha

anggota sentra tidak mendorong interaksi yang terjadi ke dalam bentuk kerjasama

formal yang lebih maju.

Peluang timbulnya kerjasama sesungguhnya didukung oleh keberadaan kelompok

dalam sentra. Jika diperhatikan nilai median nya di tabel 44, maka akan tampak

bahwa kelompok yang terbentuk sebagian besar untuk tujuan sosial

kemasyarakatan. Di masa depan, kebiasaan kelompok ini perlu didorong untuk

mengakomodasi kebutuhan usaha. Keberadaan kelompok dapat menjadi modal

sosial yang besar untuk mendukung interaksi usaha, pembentukan institusi

bersama dan kombinasi kompetensi antar unit usaha. Untuk itu, pendamping

sentra untuk masalah-masalah non keuangan sebetulnya dapat dengan mudah

menggunakan modal sosial ini untuk menumbuhkan karakteristik internal klaster

yang lebih baik dan maju.

Gambar 47. Kerjasama Dalam Sentra

Sumber: Data. Diolah

Kelengkapan Dukungan

Salah satu pokok masalah yang dihadapi untuk mencapai hal ini adalah, hampir

seluruh sentra tidak memperoleh dukungan yang lengkap. Jika diperhatikan

rancangan awalnya, sebuah sentra seharusnya menerima 2 jenis dukungan, (1)

kerjasama24%

tidak76%

kerjasama19%

tidak81%

Kerjasama Pemasaran Kerjasama Bahan Baku

Page 179: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

177

LAPORAN AKHIR

dukungan keuangan dan (2) dukungan non keuangan. Pengamatan menunjukkan

tidak selamanya dukungan ini dapat dinikmati oleh sentra yang difasilitasi. Jika

diperhatikan median-nya, tampak bahwa responden memberi nilai 1 bagi

dukungan BDS terhadap sentra yang berarti “tidak ada”, sedangkan dukungan

koperasi dalam menyalurkan dukungan keuangan ada pada nilai 3, yaitu “ada,

namun bermasalah antara 30-60% atau tidak optimal”. Hal ini menunjukkan

bahwa sentra berjalan dengan dukungan yang pincang dan bahwa secara rata-

rata kinerja BDS dalam membina sentra relatif lebih rendah dibanding kinerja

KSP/USP koperasi.

Pengamatan menunjukkan bahwa pada akhir tahun ke 3 periode perkuatan, hanya

sekitar 11 – 12% sentra agribisnis yang masih memiliki dukungan yang lengkap.

Rata-rata selepas tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis

yang kehilangan salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya

menjadi tidak aktif), dan nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 87.5%

selepas tahun ke tiga periode perkuatan. Kehilangan dukungan perkuatan jelas

akan mempengaruhi efektifitas program sentra ber transformasi menjadi klaster

agribisnis seperti yang diharapkan.

Gambar 48. Jumlah Perkuatan Yang Hilang Selepas Tahun pertama, Tahun Kedua, dan Tahun Ketiga

Sumber: Data. Diolah

Kelengkapan komponen perkuatan tampaknya juga berhubungan dengan

kemampuan sentra melengkapi karakteristik internal klaster lainnya.

Tahap Produk

Teori daur siklus produk menyatakan bahwa pertumbuhan sebuah produk akan

0

0.1

0.20.3

0.4

0.5

0.6

0.70.8

0.9

1

0 1 2 3

tahun

% t

idak

len

gka

p

Page 180: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

178

LAPORAN AKHIR

mengikuti sebuah daur yang tetap yaitu Perkenalan, Tumbuh, Dewasa, dan

Menurun. Perpindahan antar tahapan ini, salah satunya, dicirikan oleh perubahan

arah pertambahan penjualan. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya,

penjualan biasanya memiliki pertambahan yang positif-meningkat, sedangkan

pada tahap dewasa dan menurun, biasanya memiliki pertambahan penjualan yang

semakin menurun bahkan negatif. Jika secara rata-rata produktivitas sentra

menurun setelah mendapat perkuatan, maka salah satu kemungkinannya adalah

karena sentra yang diperkuat sebenarnya telah berada dalam tahap siklus yang

dewasa atau menurun.

Dalam kajian, ukuran pentahapan adalah pendapat pengusaha tentang volume

penjualan produk dan sejarah pertumbuhan produk. Pandangan terhadap tahap

produk diharapkan dapat memberi pengayaan penjelasan mengenai efektifitas

perkuatan yang diberikan.

Pandangan terhadap tahap produk menunjukkan rata-rata klaster yang diamati

menghasilkan produk yang ada dalam tahapan dewasa. Karakteristik produk

dalam tahapan dewasa adalah pasar relatif telah terbentuk, pengusaha menikmati

volume pemasaran yang besar namun dalam margin yang rendah. Produk dalam

tahapan dewasa sesungguhnya juga memerlukan inovasi dan perbaikan yang

terus menerus agar pengusaha dapat menjaga pangsa pasarnya.

Gambar 49. Kurva Daur Hidup Produk

Salah satu contoh bagaimana perkuatan mendorong upaya “evolusi” produk yang

sudah ada dalam tahapan dewasa dapat dilihat di sentra kelinci di Batu Jawa

Timur. Setelah bertahun-tahun melakukan budidaya kelinci anakan (untuk dijual

Siklus Hidup

Waktu

Output

Tahap 1 Perkenalan

Tahap 2 Pertumbuhan

Tahap 3 Dewasa

Tahap 4 Penurunan

Page 181: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

179

LAPORAN AKHIR

sebagai kelinci hias/peliharaan) sentra mulai memasuki tahapan dewasa.

Gambar 50. Perkembangan Rantai Produk Sentra Kelinci

Ini tercermin dari pangsa pasar yang dibentuknya dan margin keuntungan yang

diperoleh. Pada saat ini, beberapa daerah di sekitar Batu, seperti Lumajang, mulai

Koperasi

Petani Budidaya Anakan kelinci

Pasar

Pedagang pengumpul

Pabrik konsentrat

Pencari rumput/ sayuran bekas

Pabrik konsentrat dan pakan

Pencari rumput/ sayuran bekas

Petani penyedia indukan

Petani penghasil

pakan kelinci siap pakai

Petani Anakan

kelinci Batu

Petani Anakan

kelinci Daerah Lain

Koperasi

Pedagang pengumpul

Pasar

Petani pengolah kulit

Petani pengolah daging

Page 182: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

180

LAPORAN AKHIR

melirik untuk ikut berternak kelinci anakan. Ketika itu terjadi, sentra kelinci Batu

tidak masuk ke tahapan decline karena persaingan, sentra malah berevolusi untuk

menjajagi menjadi penyedia indukan, pakan, pasar, informasi bagi daerah lain

yang tertarik menjadi peternak kelinci anakan, pengolahan kerajinan kulit kelinci

dan industri pengolahan daging kelinci. Saat ini di sentra telah mulai muncul unit-

unit usaha yang mengolah daging kelinci apkir menjadi abon atau unit usaha yang

mengolah kulit kelinci apkir untuk menjadi kerajinan tangan. Hasil ini

sesungguhnya menjadi cikal klaster budidaya kelinci di masa depan, dengan Batu

sebagai salah satu simpul utamanya diluar Lembang Jawa Barat.

Di masa depan, jika upaya pemurnian dan penjagaan mutu bibit dapat dilakukan

dan diterima dengan baik, maka pasokan kelinci afkiran akan semakin banyak.

Hal ini akan menjadi sumber pertumbuhan industri pengolahan daging dan kulit

kelinci.

Contoh lain mengenai perkuatan mendorong upaya evolusi dapat di lihat di sentra

rumput laut di Jeneponto Sulawesi Selatan. Kondisi pantai Jeneponto

memungkinkan penanaman rumput laut dengan metode yang sederhana dan

murah akibatnya saat ini hampir seluruh garis pantai Jeneponto telah digunakan

untuk budidaya rumput laut.. Hal ini telah berjalan sekitar 15 tahun. Saat ini pasar

telah terbentuk dengan pangsa pasar yang baik dan terus meningkat.

Untuk menangani penjualan, petani rumput laut kemudian membentuk kelompok

dan kelompok membentuk koperasi. Menurut komitmennya, penjualan hanya

dilakukan hanya melalui kelompok, dan kelompok yang menjadi anggota koperasi

akan menjual melalui koperasi. Untuk menangani pembelian dan penjualan

rumput laut anggota ini, koperasi kemudian membuat gudang dan unit sortir di

dalamnya. Unit sortir adalah penduduk sentra, biasanya ibu-ibu, yang diminta

menyortir rumput laut kering yang diperoleh dari kelompok petani. Rendemen

rumput laut kering mentah yang sudah bersih ini biasanya adalah 70% dari rumput

laut kering mentah yang masih “kotor” dari petani.

Pasar kemudian meminta pengumpul besar rumput laut di daerah Jeneponto untuk

mengirim rumput laut dalam bentuk yang sudah matang, namun tetap masih

setengah jadi. Untuk itu, dengan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM

dan Pemerintah Kabupaten Jeneponto, dibangun sebuah pabrik pemasakan dan

pembersihan rumput laut. Bersama pabrik senilai Rp 2 milyar ini, sentra rumput

laut Jeneponto sempat mengekspor rumput laut matang setengah jadi olahannya

ke China. Amat disayangkan pada saat ini pabrik sudah tidak berfungsi selama

Page 183: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

181

LAPORAN AKHIR

kurang lebih 1 tahun. Alasan yang dikemukakan adalah tidak adanya modal kerja.

Pengamatan menduga ketidakmampuan SDM untuk mengelola keuangan pabrik

sebagai pangkal ketidakmampuan sentra menjaga pabrik yang disalurkan

kepadanya.

Gambar 51. Perkembangan Rantai Produk Sentra Rumput Laut

Koperasi

Kelompok petani

Pasar

Pedagang pengumpul

lokal

Petani Rumput Laut

Koperasi

Kelompok petani

Pasar nasional

Pengumpul regional/ nasioanal

Petani Rumput Laut

Unit gudang, sortir, dan

pembersihan

Koperasi

Kelompok petani

Pasar nasional dan

ekspor Pengumpul regional/ nasional

Petani Rumput Laut

Unit gudang, sortir, dan

pembersihan

Pabrik masak rumput laut

Eksportir

Page 184: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

182

LAPORAN AKHIR

Kegiatan monitoring dan evaluasi dan pembinaan yang berkelanjutan akan

membawa sentra ini ke klaster agribisnis rumput laut yang besar di Indonesia.

Tahap Sentra

Tahap Perkembangan Sentra, menunjukkan tahapan perkembangan sebuah

sentra, mulai dari terbentuk, tumbuh, berkembang, dan Evolusi. Daur ini diadopsi

dari perkembangan sentra menurut Marshall. Jika tambahan perkuatan

menghasilkan penurunan produktivitas, maka diduga bahwa rata-rata sentra yang

difasilitasi berada dalam tahapan yang sedang berevolusi.

Ciri-ciri masing-masing tahap perkembangan adalah:

! Sentra dalam tahap baru TERBENTUK baru memiliki 1 atau 2 unit usaha

innovator/pioneer yang memulai usahanya, dan Tenaga kerja didatangkan

dari daerah lain

! Sentra TUMBUH memiliki unit usaha baru yang bermunculan meniru

produk innovator, tenaga kerja berdatangan dari daerah lain, dan tenaga

kerja lokal mulai terlibat

! Sentra BERKEMBANG dicirikan dengan termasuk ke dalam kategori unit

usaha baru bermunculan meniru produk innovator atau menciptakan

produk modifikasi, tenaga kerja menetap, banyak tenaga kerja lokal terlibat

penuh, munculnya unit usaha pemasok bahan baku pembuatan produk

sentra, munculnya pedagang pengumpul/individu yang bertindak sebagai

agen penjualan, dan Pemerintah Daerah membentuk institusi pendukung.

! Sentra BEREVOLUSI tampak dari pengusaha “besar” dalam sentra mulai

mencari produk baru yang lebih baik di luar produk saat ini, Perusahaan

pemasok bahan baku termasuk ke dalam kategori berkembang, institusi

bentukan pemerintah daerah berfungsi dengan efektif, dan daya saing

produk sentra kuat dan berkelanjutan

! Sentra ini sedang BEREVOLUSI (TURUN) jika jumlah unit usaha dalam

sentra menurun, pengusaha memilih berusaha di bidang lain, pasokan

bahan baku berkurang, pemerintah daerah tidak menganggap sentra

strategis, dan daya saing produk sentra berkurang.

Page 185: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

183

LAPORAN AKHIR

Gambar 52. Tahap Perkembangan Sentra - Marshall

Pandangan terhadap tahap sentra menunjukkan bahwa kebanyakan sentra

agribisnis yang diamati berada dalam tahapan dewasa. Sentra dalam tahapan

dewasa biasanya sudah terbentuk lama, mulai kehilangan batas-batasnya dan

menggunakan peralatan yang cenderung usang. Dalam kasus sentra agribisnis,

maka sentra cenderung telah berusia lebih dari 15 tahun, menggunakan daya

dukung lahan yang semakin menyempit dan bibit yang semakin terdegradasi.

Sentra agribisnis yang ada dalam tahap dewasa sesungguhnya menyimpan

potensi masalah sebesar peluang evolusi naik yang mungkin dilakukan.

Contoh masalah dan peluang terjadi di sentra rumput laut Jeneponto, misalnya.

Selama ini, penanaman rumput laut biasanya dilakukan di pantai dengan

kedalaman antara 1 hingga 4 meter, di sepanjang pesisir kabupaten Jeneponto.

Pada area kedalaman ini, teknologi budidaya yang digunakan cenderung

sederhana dan tidak memerlukan investasi yang besar.

Saat ini, area pantai dengan kedalaman 1 hingga 4 meter ini telah habis digunakan

sehingga saat ini, jika petani ingin menambah bentang penanaman rumput nya, ia

harus masuk ke daerah pantai dengan kedalaman antara 4 hingga 20 meter.

Untuk daerah dalam seperti ini, kebutuhan investasi dan peralatan jelas menjadi

berbeda dan lebih mahal seperti jumlah tali penambat yang lebih panjang,

kebutuhan kapal, kebutuhan pematang yang berbeda dan lain-lain. Jika

kebutuhan peluang ini dapat dijawab oleh sentra maka sentra rumput laut

Jeneponto berpeluang berevolusi menjadi salah satu klaster agribisnis rumput laut

yang Indonesia.

Pembentukan

Pertumbuhan

Berkembang

Evolusi

Page 186: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

184

LAPORAN AKHIR

Contoh masalah sentra dewasa yang lain dapat dilihat dalam sentra agribisnis apel

di Malang, Jawa Timur. Sentra apel di Malang telah ada sejak lebih dari 15 tahun

yang lalu. Pada saat ini kondisi kesuburan tanah dan umur pohon telah berada

dalam kondisi yang menurun akibatnya jumlah produksi apel per pohon dan per

hectare nya menjadi menurun. Sentra ini sebenarnya berpeluang untuk tetap

tumbuh dan ikut serta membentuk klaster agribisnis apel bersama komponen

pengusaha yang lainnya.

Kecukupan Lahan

Komoditas agribisnis tentu amat sensitif terhadap kecukupan lahan. Dari sisi

lahan, secara umum sentra agribisnis yang diamati masih memiliki sisa lahan yang

cukup untuk pengembangan kapasitas produk sentra jika memperoleh dukungan

yang cukup untuk masalah tata gunanya. Lahan mungkin masih mencukupi bagi

upaya pengembangan sentra dalam jangka pendek. Namun dalam kerangka

jangka panjang pemerintah daerah harus mulai memetakan kawasan dan tata

guna lahannya agar kelangsungan hidup sentra dapat dipertahankan di masa

depan. Tanpa pengaturan tata guna dan peruntukan lahan yang baik,

pengembangan komoditas agribisnis oleh UKM akan terhambat dan berubah

merusak kelestarian alam.

Disamping pengaturan tata guna, kendala lahan dapat diatasi dengan penggunaan

metode tanam dan/atau bibit yang berbeda. Ke dua hal ini membutuhkan

perubahan perilaku petani dan kebutuhan investasi. Dalam pengamatan, perilaku

ini dan kemauan investasi ini tidak mudah untuk dirubah/dimunculkan tanpa

pemahaman dan komitmen yang sungguh-sungguh serta jelas dari semua pihak

yang terlibat.

Pasar Produk

Responden menganggap pasar bagi produk yang dihasilkan sentranya masih tetap

ada dan berkembang di masa mendatang, meskipun jika dilihat pendapat

responden mengenai pertumbuhan pasar, maka sebagian besar responden

menduga bahwa ukuran pasar 2 hingga 3 tahun ke depan akan sama saja dengan

ukuran pasar tahun ini.

Ada satu sentra yang responnya terhadap pertumbuhan pasar relatif lebih optimis

dibandingkan sentra yang lain, dia adalah sentra rumput laut di kabupaten

Page 187: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

185

LAPORAN AKHIR

Bulukumba Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dimengerti karena sentra ini masih

berada dalam tahap perkembangan. Usaha budidaya rumput laut belum terlalu

lama dijalankan di daerah ini. Rantai pasok produk masih sama dengan rantai

pasok produk sentra rumput laut Jeneponto pada tahap awalnya. Pada saat ini,

hasil budidaya dinilai sangat baik dan petani percaya bahwa di masa depan,

ukuran pasar produk rumput laut dari Bulukumba akan terus meningkat.

Kajian memang menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas agribisnis memiliki

potensi pasar yang besar. Baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.

Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar pasar domestik

produk pertanian amatlah besar dengan pertumbuhan yang cukup signifikan dari

tahun ke tahun. Jika diperhatikan nilai impor di produk pertanian oleh negara-

negara ASEAN dan Asia Selatan saja menunjukkan potensi komoditas agribisnis

yang besar.

6.4.2. Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan

Untuk mendapatkan variabel yang menjadi faktor dominan dalam kinerja

penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati, kajian kemudian

menggunakan analisis faktor dan diskriminan untuk menentukan faktor yang

menjadi pembeda antara sentra yang dinilai berhasil memunculkan ciri klaster dan

sentra yang tidak berhasil (gagal) dalam memunculkan ciri klasternya.

Analisis Diskriminan

Secara umum, pengelompokkan sentra pengamatan dilakukan dengan

memperhatikan nilai sentra dalam memenuhi karakteristik klasternya. Sentra-

sentra yang berhasil menyamai atau melampaui batas nilai tengah sama dengan 3

untuk semua ciri klaster yang diukur, dianggap sebagai sentra yang berhasil.

Sentra berhasil ini kemudian diberi score 2 sedangkan sentra yang tidak berhasil

(score karakteristik klasternya lebih kecil dari 3, diberi nilai 1.

Berbekal variabel pengelompokkan ini, nilai ciri sentra kemudian dimasukkan ke

dalam analisis diskriminan. Analisis menggunakan dua metode, metode pertama

adalah metode enter together, dimana seluruh variabel identitas sentra

dimasukkan bersama-sama, sedangkan metode ke dua adalah metode stepwise,

dimana penentuan variabel identitas sentra yang dimasukkan ke dalam analisis

dihitung berdasarkan sumbangannya yang paling signifikan dalam penyusunan

Page 188: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

186

LAPORAN AKHIR

persamaan diskriminan.

Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini.

Tabel 45. Kinerja Pengelompokkan Metode Enter Together

Sumber: Data, diolah

Analisis dimulai dengan menggunakan metode enter together. Metode ini dipilih

untuk melihat perilaku diskriminan ketika semua variabel pengamatan dimasukkan.

Hasilnya meskipun belum 100% tetapi cukup memuaskan dimana fungsi

diskriminan yang dihasilkan mampu memetakan ulang hingga 80% dari kelompok

yang divalidasi.

Hasil ini menunjukkan bahwa sesungguhnya variabel-variabel yang diamati dapat

seluruhnya digunakan untuk melihat perbedaan antara sentra yang berhasil dan

yang tidak.

Langkah selanjutnya kajian menggunakan metode stepwise untuk memilih variabel

wakil yang mampu memisahkan antara sentra berhasil dan yang gagal. Dalam

pelaksanaan stepwise dibuat beberapa variasi pengelompokkan sentra untuk

melihat perilaku fungsi diskriminan yang muncul. Variasi pertama adalah variasi

langsung, dimana pengelompokkan sentra sama dengan ketentuan awalnya

(score karakteristik sama dengan atau lebih besar dari 3). Variasi kedua adalah

toleransi, dimana sentra-sentra yang hanya kekurangan 1 karakteristik sentra

dianggap memenuhi kriteria. Hasil variasi ini memberikan informasi yang berarti

terhadap variabel pembeda yang perlu diperhatikan.

Classification Resultsb,c

15 0 15

0 7 7

100.0 .0 100.0

.0 100.0 100.0

13 2 15

2 5 7

86.7 13.3 100.0

28.6 71.4 100.0

KategoriTidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Count

%

Count

%

Original

Cross-validateda

TidakLengkap Lengkap

Predicted GroupMembership

Total

Cross validation is done only for those cases in the analysis. In crossvalidation, each case is classified by the functions derived from all casesother than that case.

a.

100.0% of original grouped cases correctly classified.b.

81.8% of cross-validated grouped cases correctly classified.c.

Page 189: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

187

LAPORAN AKHIR

Classification Results

13 2 15

0 7 7

86.7 13.3 100.0

.0 100.0 100.0

12 3 15

0 7 7

80.0 20.0 100.0

.0 100.0 100.0

KategoriTidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Tidak Lengkap

Lengkap

Count

%

Count

%

Original

Cross-validateda

TidakLengkap Lengkap

Predicted GroupMembership

Total

Cross validation is done only for those cases in the analysis. In crossvalidation, each case is classified by the functions derived from all casesother than that case.

a.

90.9% of original grouped cases correctly classified.b.

86.4% of cross-validated grouped cases correctly classified.c.

Secara umum metode stepwise memiliki kinerja pembedaan yang cukup baik

dimana fungsi yang diperoleh berhasil membagi sampel secara benar hingga 90%.

Sedangkan variabel yang masuk ke dalam fungsi diskriminan, jika dilihat dari

beberapa variasi pengelompokkan yang digunakan adalah (1) KEBERADAAN

KELOMPOK, (2) KOMBINASI SUMBERDAYA, (3) INTERAKSI DALAM INSTITUSI

BERSAMA, (4) TAHAP SENTRA dan (5) SPESIALISASI.

Tabel 46. Kinerja pengelompokkan Metode Stepwise

Sumber: Data, diolah

Variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA tampak menjadi

variabel pembeda utama antara sentra yang berhasil dan sentra yang tidak. Ini

tampak dari munculnya dua variabel ini dari setiap variasi yang dilakukan.

Pengamatan di lapangan juga membenarkan hal ini. Sentra yang mampu

menumbuhkan ciri klaster memang tampak memiliki anggota yang bersedia terlibat

dalam komitmen kelompok dan melakukan interaksi secara baik/bekerjasama.

Sentra dengan nuansa kebiasaan berkelompok/bekerja sama yang kental tampak

lebih mudah dalam berkomunikasi dan menyusun kegiatan bersama dan lebih

“santai” dalam menyikapi masalah.

Variabel pembeda lain yang menarik adalah INTERAKSI DALAM INSTITUSI

BERSAMA. Institusi bersama yang dimaksud di sini dapat institusi keuangan atau

institusi pendukung produksi dan pemasaran produk sentra yang muncul atas

inisitatif anggota. Institusi bersama akan muncul jika anggota sentra memiliki

komunikasi yang sehat, komitmen yang kuat dan mau berbagi sumberdaya yang

dimilikinya. Di sentra rumput laut Sulawesi Selatan, koperasi dan anggota dengan

bantuan Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pabrik pemasakan rumput laut

Page 190: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

188

LAPORAN AKHIR

Classification Function Coefficients

2.770 4.822

.841 2.150

-3.979 -13.068

Keberadaan kelompok

Kombinasi sumberdaya

(Constant)

TidakLengkap Lengkap

Kategori

Fisher's linear discriminant functionsClassification Function Coefficients

3.639 5.946

4.336 9.868

-9.820 -35.769

Tahap sentra

Spesialisasi

(Constant)

Tidak lengkap Lengkap

Kategori

Fisher's linear discriminant functions

Classification Function Coefficients

4.060 6.292 10.505

-.984 -.557 -4.735

2.088 3.093 7.875

-5.529 -14.624 -32.326

Keberadaan kelompok

Kombinasi sumberdaya

Interaksi dalam Institusibersama

(Constant)

Tidak lengkapHampirlengkap Lengkap

Kategori

Fisher's linear discriminant functions

untuk meningkatkan nilai tambah produk sentra. Keputusan ini berarti kerja keras

bagi seluruh anggota sentra karena jika pabrik tidak berjalan dengan baik, maka

koperasi (anggota) akan menanggung akibatnya bersama-sama. Contoh lain

adalah sentra susu sapi di Lembang yang mendirikan pabrik pengolahan susu

kemasan dan yogurt berdasarkan keputusan bersama untuk meningkatkan nilai

tambah produknya.

Tabel 47. Variabel Diskriminan

Sumber: Data, diolah

Variabel lain adalah TAHAPAN SENTRA dan SPESIALISASI. Kajian literatur

memang menunjukkan bahwa spesialisasi merupakan salah satu tonggak dalam

pembangunan klaster. Spesialisasi memunculkan efisiensi, namun membutuhkan

kondisi kerjasama yang baik antar anggota sentra/klaster. Pengamatan

menunjukkan sentra yang maju dan dinamis akan membuka kesempatan bagi

anggotanya untuk melakukan spesialisasi pada satu atau lebih bidang usaha

pembentuk rantai nilai untuk mendukung produk sentra. Sentra rumput laut di

Sulawesi Selatan misalnya menumbuhkan anggota-anggota yang spesialisasi

pada masalah pembersihan dan pengepakan rumput laut kering. Sentra kelinci di

Jawa Timur misalnya, menumbuhkan unit usaha penyedia pakan untuk

Page 191: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

189

LAPORAN AKHIR

mendukung anggota dan unit usaha pengolah daging kelinci afkir (sudah tua)

untuk membantu anggota merotasi indukannya. Anggota masyarakat di sentra

perikanan di Nusa Tenggara Barat mencoba memformalkan usaha pembuatan

ikan kering yang tadinya hanya upaya untuk memanfaatkan hasil tangkap jika

sedang berlebihan. Upaya-upaya spesialisasi, baik ke hulu maupun ke hilir, sama-

sama membutuhkan proses yang tidak sebentar, untuk itu kesamaan cara

pandang dari anggota sentra amat penting, disinilah mungkin peran variabel

kelompok dan kombinasi sumberdaya memainkan peranannya.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien TAHAPAN SENTRA dari sentra yang

memiliki ciri klaster yang lengkap adalah lebih tinggi dibanding sentra yang tidak

lengkap. Artinya sentra yang ada dalam tahapan berkembang dan dewasa

memiliki peluang yang lebih besar untuk menumbuhkan ciri klaster. Hal ini dapat

dimengerti karena sentra-sentra tersebut telah teruji oleh waktu dan pasar mampu

menghasilkan produk yang dibutuhkan. Hasil ini menunjukkan kemungkinan

variabel ketersediaan pasar sebagai salah satu variabel pendukung utama juga.

Untuk sementara variabel pasar tidak muncul karena sentra yang diamati termasuk

sentra-sentra historikal, yaitu sentra yang telah berdiri cukup lama (lebih dari 15

tahun).

Masuknya variabel tahapan sentra sebagai pembeda juga menunjukkan bahwa

kegiatan pengembangan sentra dan penumbuhan klaster tidak dapat dilakukan

dalam jangka pendek. Instansi pengembang (Kementerian Koperasi dan UKM,

Dinas yang menangani pembangunan UKM di daerah, dan BDS) perlu memiliki

napas panjang dan tidak melakukan proyek pengembangan yang sifatnya “hit and

run” atau setengah-setengah dalam pengembangan sentra ke klaster karena tidak

semua sentra berada dalam tahapan pertumbuhan atau kecepatan perkembangan

yang sama.

Analisis Faktor

Analisis faktor berupaya meringkaskan jumlah variabel indikator umum sentra ke

dalam kelompok-kelompok faktor yang mempengaruhi penumbuhan ciri klaster di

sentra-sentra yang diamati.

Hasil pengelompokkan variabel yang dihasilkan oleh analisis faktor tidak selalu

logis untuk digunakan, tetapi ia dapat digunakan untuk alat untuk mempelajari

kemungkinan pengelompokkan masalah dan perilaku variabel pengamatan.

Page 192: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

190

LAPORAN AKHIR

Rotated Component Matrixa

.229 .817 .221 .206

9.923E-02 .763 8.971E-03 .458

.861 .160 .107 -4.00E-02

.720 .164 4.292E-02 .238

.757 -.209 .466 6.938E-02

.620 .291 -.104 .248

.336 .215 7.516E-02 .697

.154 .669 .238 .508

1.564E-02 .231 .884 .340

8.719E-02 .238 .902 8.927E-02

.271 .812 .357 -.239

.689 .420 -5.57E-02 .280

.127 .100 .371 .754

Keberadaan kelompok

Kerjasama produksi

Kerjasama pemasaran

Tingkat penggunaan teknologi

Keahlian tenaga kerja

Ekspektasi pasar

Konsentrasi spatian

Interaksi antar perusahaan

Kombinasi sumberdaya

Interaksi dalam Institusi bersama

Spesialisasi

Daya saing

Additionalitas

1 2 3 4

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 6 iterations.a.

Hasil analisis faktor awal menunjukkan hanya 13 variabel yang dapat digunakan

untuk analisis lebih lanjut. Mereka adalah (1) keberadaan kelompok, (2)

kerjasama produksi, (3) kerjasama pemasaran, (4) tingkat penggunaan teknologi,

(5) keahlian tenaga kerja, (6) ekspektasi pasar, (7) konsentrasi spatial, (8) interaksi

antar perusahaan, (9) kombinasi sumberdaya dan kompetensi, (10) interaksi

dalam institusi bersama, (11) spesialisasi (12) daya saing dan (13) Additionalitas.

Tabel 48. Hasil Analisis Faktor

Sumber: Data, diolah

Tampak bahwa variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA

lolos untuk maju ke tahap analisis berikutnya. Ke dua variabel ini adalah variabel

pembeda utama dalam analisis diskriminan yang dilakukan. Yang menarik adalah,

hasil analisis faktor memunculkan variabel ADDITIONALITAS sebagai salah satu

variabel yang lulus ke tahap pembentukan faktor. Variabel ADDTIONALITAS

mencerminkan kemauan anggota untuk menambah (addition) investasi akibat

adanya program sentra.

Tabel 49 menunjukkan variabel yang dimasukkan dalam analisis dapat

dikelompokkan menjadi 4 faktor. Tabel; 42 meringkaskan variabel pembentuk

faktor tersebut dan usulan namanya.

Agak sulit untuk memberikan nama kepada masing-masing faktor yang diusulkan

oleh analisis. Setidaknya usulan pengelompokkan ini memberikan pandangan

tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menumbuhkan klaster.

Page 193: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

191

LAPORAN AKHIR

Tabel 49. Variabel Pembentuk Faktor

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4

Variabel ! Kerjasama pemasaran

! Tingkat penggunaan teknologi

! Keahlian tenaga kerja

! Ekspektasi pasar

! Daya saing

! Keberadaan kelompok

! Kerjasama produksi

! Interaksi antar perusahaan

! Spesialisasi

! Kombinasi sumberdaya

! Interaksi dalam Institusi bersama

! Konsentrasi spatial

! Additionalitas

Usulan Nama Faktor

Kemampuan memenuhi kebutuhan pasar

Interaksi kelompok untuk kerjasama produksi

Institusi bersama Kemauan investasi

Sumber: Tabel 41

Misalnya faktor 1, jika dilihat variabel pembentuknya maka, mungkin, nama faktor

yang tepat adalah “KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN PASAR”. Untuk faktor 2,

namanya adalah “INTERKASI KELOMPOK UNTUK KERJASAMA PRODUKSI”, untuk

faktor 3, mungkin cocok dengan ”INSTITUSI BERSAMA” dan faktor 4 adalah

“KEMAUAN INVESTASI”.

Meskipun kadang pengelompokkan yang dilakukan tidak terlalu logis untuk

diberikan nama secara langsung, tetapi hasil pengelompokkan ini memberikan

pandangan yang menarik tentang faktor yang mungkin berpengaruh terhadap

penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati.

Pandangan Terhadap Hasil Analisis

Hasil analisis diskriminan dan analisis faktor yang dilakukan secara umum

menunjukkan tidak adanya variabel tunggal yang dominan menjelaskan perbedaan

antara sentra yang berhasil memunculkan karakteristik klaster dengan sentra yang

tidak berhasil.

Analisis diskriminan misalnya menunjukkan seluruh variabel (jika digunakan

bersama) mampu membentuk fungsi pembeda yang cukup baik, sedangkan

analisis faktor menunjukkan jumlah faktor bentukan yang cukup banyak (ada 4

faktor) dengan kesulitan di penamaannya. Hasil ini memberikan pandangan

bahwa variabel-variabel dan faktor-faktor yang ada dapat digunakan sebanyak

mungkin asalkan disusun dalam sebuah hubungan yang mudah dipahami.

Jika diperhatikan hasil analisis faktor dan diskriminan yang dilakukan, tampak

bahwa variabel terikat yang dipengaruhi (dependent variabel) yang digunakan

Page 194: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

192

LAPORAN AKHIR

adalah PERUBAHAN SENTRA KE KLASTER. Sedangkan variabel bebasnya yang

mempengaruhi adalah PEMBERIAN DUKUNGAN MELALUI PROGRAM SENTRA oleh

Pemerintah kepada sentra agribisnis UKM. Hubungan antara variabel terikat

(sentra ke klaster) dan variabel bebas (perkuatan program sentra UKM) ini

dijembatani oleh serangkaian proses. Mungkin rangkaian proses inilah yang

dibentuk oleh variabel-variabel dan faktor-faktor yang diperoleh dari pengamatan

dan analisis yang dilakukan.

Disini kemudian diputuskan untuk menggunakan model pengungkit untuk

menjelaskan hubungan antar variabel terikat dan variabel bebas tersebut.

Penggunaan model pengungkit diharapkan dapat (1) mempermudah proses

visualisasi hubungan antara variabel dan permasalahan yang ditemui dalam

kegiatan pengamatan dan (2) memungkinkan mengakomodasi variabel atau faktor

lain yang muncul dari pengamatan tetapi belum masuk ke dalam sistem.

6.4.3. Prinsip Pengungkit Dalam Penumbuhan Klaster UKM Agribisnis

Untuk mempermudah upaya pemaparan akan lebih mudah jika upaya

pengembangan sentra UKM dipandang seperti upaya untuk mengungkit sebuah

beban atau massa. Tujuan utama dari pengungkit adalah menciptakan sebuah

mekanisme transmisi yang efektif, sehingga daya dorong yang terbatas dapat

diubah menjadi daya gerak pada massa yang lebih besar bobotnya. Sistem ini jika

digambarkan mungkin akan tampak seperti dalam gambar 53 panel A.

Pendekatan leverage ini juga dilakukan dalam manajemen keuangan seperti

dalam konsep financial leverage dan operational leverage.

Dalam kasus pengembangan sentra UKM, massa (M) adalah sentra UKM yang

akan ”dipindahkan” dari tataran lama (B1 – sentra sederhana) ke tataran baru (B2

– sentra dinamis dan klaster). Untuk mengangkat massa ini Pemerintah melalui

Kementerian Koperasi dan UKM memberikan daya penggerak (D) berbentuk

fasilitasi dan dukungan perkuatan kepada sentra. Daya penggerak ini

ditransmisikan oleh tuas pengungkit (P) ke massa UKM di sentra dengan bertumpu

pada titik tumpu (T). Yang diharapkan terjadi adalah Pemerintah dapat

menyalurkan Daya yang cukup dan disalurkan secara efektif melalui tuas

pengungkit sehingga mengangkat Massa UKM dari tataran B1 ke B2.

Berdasarkan prinsip pengungkit tersebut diatas, maka analogi masalah-masalah

yang dihadapi program sentra UKM dalam tumbuh dan berkembang menjadi

Page 195: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

193

LAPORAN AKHIR

klaster agribisnis, dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok masalah berikut ini:

!" Daya Penggerak terlalu kecil

#" Massa terlalu rapuh

$" Pengungkit terlalu lemah/lentur

%" Titik tumpu terlalu rendah

&" Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar

Gambar 53. Analogi Pengembangan UKM Melalui Sentra UKM. Daya Penggerak/Perkuatan Yang Diberikan Diharapkan Mampu Mengangkat

Sentra UKM ke Tataran Yang Lebih Tinggi.

Berikut ini penjelasannya.

D

(B)

T B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

P

M

T (Tumpuan)

M (Massa UMKM)

P (Tuas Pengungkit)

D (Daya Penggerak) (A)

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

Page 196: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

194

LAPORAN AKHIR

Daya Penggerak Kurang atau Melemah

Daya pengerak terlalu kecil dapat dipandang sebagai (1) Sejak awal memang daya

perkuatan yang disediakan terlalu kecil dibandingkan dengan massa UKM yang

harus diangkatnya, atau (2) pada awalnya daya perkuatan yang disediakan cukup,

namun karena suatu keadaan daya tekan ini menjadi melemah sehingga menjadi

terlalu kecil untuk mampu mengangkat sentra ke tataran baru nya.

Kondisi pertama biasanya terjadi pada sentra yang rata-rata omzet per anggota

per bulan nya, jauh lebih besar dari total jumlah dana MAP yang dialokasikan pada

sentra tersebut. Sedangkan kondisi kedua terjadi jika salah satu komponen daya

pengerak menghilang atau melemah. Dari dua keadaan ini, kondisi kedua adalah

hal yang lebih banyak terjadi.

Gambar 54. Kondisi Daya Penggerak Terlalu Kecil atau Hilang Tidak Mampu Mengangkat Massa UKM/Sentra

Kondisi kedua ini (daya perkuatan mengecil/melemah) tercermin pada kenyataan

bahwa sebagian besar sentra yang diamati, saat ini telah berjalan tanpa komponen

perkuatan yang lengkap. Seperti diketahui, model perkuatan program sentra UKM

mensyaratkan keberadaan (1) dukungan keuangan melalui MAP dan (2) dukungan

non-keuangan melalui BDS. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selepas

tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis yang kehilangan

salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya menjadi tidak

aktif), nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 78% selepas tahun ke dua

periode perkuatan, dan pada tahun ke tiga nilai ini meningkat menjadi 87.5%.

Artinya kebanyakan sentra kehilangan/kehabisan daya penggerak terlalu cepat

sebelum mampu menggerakkan massa UKM ke tataran yang lebih tinggi.

Akibatnya, daya dorong program sentra UKM yang disediakan tidak mampu

T

M Massa tidak terangkat

P

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

D (Daya Penggerak

mengecil)

Page 197: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

195

LAPORAN AKHIR

mengangkat sentra UKM ke tingkat kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi,

apalagi menumbuhkannya ke tahapan klaster..

Fenomena hilangnya daya penggerak mungkin tidak lepas dari sifat program

sentra yang cenderung dipandang oleh pihak Kementerian, Dinas bersangkutan di

daerah, dan lembaga pengembang usaha sebagai program jangka pendek dan

“tabrak-lari” (hit and run). Padahal ide program ini amatlah baik jika dapat

dilaksanakan secara berkelanjutan.

Kebutuhan untuk mau bermain jangka panjang juga muncul dalam hasil analisis

diskriminan yang memunculkan variabel Tahap Sentra sebagai salah satu

pembeda. Kajian menunjukkan sentra dengan score tahap sentra yang lebih tinggi

cenderung mampu menumbuhkan ciri klaster. Hal yang dapat ditarik dari hal ini

adalah, sentra butuh waktu untuk mencapai tahapan tertentu sebelum akhirnya

mampu melewati ambang batas kemampuan ekonomisnya dan bertransformasi

menumbuhkan ciri-ciri klaster dengan lebih mudah.

Massa UKM Terlalu Rapuh

Per definisi, sentra adalah pengelompokkan UKM yang menghasilkan produk

sejenis dalam satu wilayah yang berdekatan. Sedangkan klaster, secara bebas,

dapat diartikan sebagai sentra yang didalamnya terjadi komitmen antar anggota

untuk bekerja sama dan bertindak bersama (ber ko-operasi) untuk memajukan

daya saing produk sentra. Dengan demikian unsur utama ke klaster adalah

adanya “daya perekat” atau “modal sosial (menurut JICA)” di antara anggota

sentra.

Modal sosial ini kebanyakan dibentuk oleh faktor perilaku seperti: kemauan dan

kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada

tujuan bersama jangka panjang (unsur kelompok dan interaksi ini muncul baik

dalam analisis diskriminan dan faktor yang dilakukan). Ketika unsur perekat ini

hilang, upaya yang dilakukan (daya penggerak/perkuatan yang diberikan)

kendatipun menghasilkan pergerakan, tetapi tidak menyebabkan massa UKM

terangkat ke tataran yang lebih tinggi. Massa cenderung pecah dalam

pergerakan/perkuatan.

Hasil ini tercermin dari hasil pengamatan kepada sentra yang menunjukkan bahwa

pembentukan kelompok atau kebiasaan berkelompok hanya ada di 39% dari

sentra yang diamati. Sedangkan 61% sisanya tidak menunjukkan tanda-tanda

Page 198: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

196

LAPORAN AKHIR

adanya pembentukan kelompok di dalam sentra. Demikian pula untuk kerjasama,

kajian belum banyak menemukan kerjasama antar pengusaha di dalam sentra

agribisnis yang diamati. Tampak baru sekitar 24% sentra yang memiliki bentuk

kerjasama pemasaran dan 19% sentra yang memiliki bentuk kerjasama yang

berhubungan dengan bahan baku di sentra nya.

Gambar 55. Massa UKM Tidak Solid Dalam Proses Perkuatan Membuat Sentra Tidak Terangkat Dalam Proses Perkuatan

Hal lain yang meningkatkan kerapuhan sentra adalah persaingan yang tidak sehat.

Persaingan sesungguhnya merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan

untuk menumbuhkan klaster yang sehat (Porter), tetapi hal ini akan berbalik

merugikan jika pertumbuhan kapasitas akibat perkuatan diarahkan untuk

melakukan persaingan antar anggota yang saling mematikan, bukan pada

dorongan untuk melakukan inovasi berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan

menjaga kepentingan bersama yang lebih jauh.

Gambar 56. Keberadaan Kelompok dan Kerjasama Dalam Sentra

Sumber: Data. Diolah

D

T B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

P

ada39%

tidak 61%

kerjasama24%

tidak76%

kerjasama19%

tidak81%

Kerjasama Pemasaran Kerjasama Bahan Baku Keberadaan Kelompok

Page 199: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

197

LAPORAN AKHIR

Tuas Pengungkit (Mekanisme Transmisi) yang Terlalu Lemah

Upaya pengungkit juga memerlukan sebuah mekanisme transmisi (batang

pengungkit) yang menghantarkan daya penggerak ke beban secara tepat, kuat

dan efektif. Dalam kasus pengembangan UKM melalui sentra agribisnis dan

penumbuhan sentra ke klaster agribisnis, mekanisme transmisi ini

menghubungkan antara Perkuatan dan Rangsangan lain yang diberikan kepada

Sentra UKM sehingga menggerakkan sentra ke tataran yang lebih tinggi.

Pengamatan kepada sentra menunjukkan bahwa kompetensi daerah dan

masyarakat, kualitas SDM pelaksana dukungan, kejelasan dan kelengkapan

peraturan pelaksanaan, kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah,

serta koordinasi dan komunikasi yang efektif antar pelaku adalah faktor-faktor yang

mendekati peran tuas pengungkit ini.

Gambar 57. Kondisi Tuas Pengungkit Terlalu Lemah Membuat Daya Tidak Ditransmisikan Secara Efektif Kepada Sentra

Hampir seluruh sentra yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM

adalah sentra historikal, artinya kegiatan di sentra telah berlangsung secara terus

menerus selama lebih dari satu generasi, sehingga penduduk generasi ke dua

(anak) dan ke tiga (cucu) yang tinggal di sentra biasanya telah “mewarisi”

kompetensi untuk memproduksi produk sentra dari pengalaman kerja dan

pengetahuan umum di dalam sentra. Dengan demikian, kompetensi masyarakat

untuk melakukan produksi dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi

adalah transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun

kompetensi masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus

didukung oleh faktor-faktor lain seperti tersebut diatas.

Disamping kompetensi penduduknya, Kompetensi daerah yang lain adalah

M

P Pengungkit

terlalu lentur/rapuh

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra) T

D

Page 200: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

198

LAPORAN AKHIR

kecukupan lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan produk sentra. Masalah

kebutuhan lahan ini menjadi penting bagi sentra agribisnis karena bagaimanapun

peningkatan kapasitas produk agribisnis membutuhkan daya dukung lahan yang

mencukupi. Baik mencukupi luas totalnya maupun luas per satuan lahannya.

Pengamatan menunjukkan beberapa sentra tidak mungkin lagi menambah lahan

produksinya kecuali dengan berkompetisi melawan kebutuhan lain seperti

kebutuhan hunian, infrastruktur, industrialisasi dan pelestarian alam. Akan amat

sulit mengembangkan sebuah sentra agribisnis yang terpadu jika lahan terpisah-

pisah oleh infrastruktur dan kepentingan yang tidak sejalan dengan rantai nilai

produksi produk agribisnis yang dijalankan.

Kejelasan visi, kejelasan dan kelengkapan peraturan, kesiapan aparat, kualitas

SDM pendukung perkuatan, komunikasi, dan koordinasi jelas merupakan unsur

yang membantu mentransmisikan program sentra dan perkuatan yang

direncanakan kepada sentra yang diharapkan mampu menumbuhkan klaster

agribisnis.

Beberapa contoh hambatan yang teridentifikasi misalnya:

! KETIDAKBERHASILAN PROGRAM SOSIALISASI. Pemahaman yang buruk

dan tidak benar mengenai pendekatan pengembangan UKM melalui

sentra dan dana MAP, baik pada pengusaha, pengelola BDS-P, pengurus

KSP/USP maupun aparat instansi yang membidangi koperasi dan UKM

membuat proses penyaluran, pengelolaan dan penggunaan dana MAP

menjadi tidak seperti yang diharapkan. Ketidakberhasilan sosialisasi

tercermin dari kesalahan persepsi dan ketidakpahaman pihak yang terkait

akan TUPOKSI dari masing-masing pihak secara baik.

! TIDAK DIJALANKANNYA PROSES PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN OLEH

ORGANISASI DAN INSTANSI YANG SEHARUSNYA MELAKSANAKAN HAL

TERSEBUT. ada tiap tingkatan daerah seharusnya terdapat Instansi yang

membidangi koperasi dan UKM dan Pokja Keuangan yang tugasnya

memberikan masukan, informasi dan koordinasi program pengembangan.

BDS-P pun seharusnya berperan dalam mendampingi pengusaha dan

koperasi dalam menjalankan program ini. Kekisruhan pelaksanaan

penyaluran dan pengelolaan dana MAP menunjukkan instansi dan

organisasi yang dibentuk tidak menjalankan tugas dengan semestinya.

! LEMAHNYA KOORDINASI. Lemahnya koordinasi antara Kementerian

Page 201: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

199

LAPORAN AKHIR

Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi Propinsi/Kabupaten/Kota, Pokja

Kabupaten/Kota, BDS-P, koperasi penyalur MAP, pengurus sentra, UKM,

dan instansi terkait lainnya.

! PENDEKATAN YANG SERAGAM MEMBUAT BEBERAPA SENTRA TIDAK

DAPAT SECARA OPTIMAL MENGGUNAKAN DANA MAP YANG DIBERIKAN.

Pada sentra beras dan kerajinan emas, misalnya, jumlah dana dinilai

terlalu kecil, sedangkan pada sentra tenun, jumlah dana yang terlalu besar

yang dipaksakan untuk dibagi habis, malah membuat financial leverage

pengusaha melonjak ke tingkat yang mengkhawatirkan.

! MORAL HAZARD. Konflik kepentingan yang diakibatkan oleh moral hazard

kerap menjadi pencetus penyimpangan penggunaan dana MAP.

! KONVERSI LAHAN PRODUKTIF. Ketidakjelasan strategi pembangunan

pertanian membuat harga dan tingkat pengembalian (return) lahan untuk

kepentingan komersial dan hunian lebih tinggi dibandingkan untuk

kepentingan pertanian. Akibatnya petani kadang memilih untuk mengubah

lahan produktif yang dimilikinya untuk membangun bangunan komersial

dan hunian.

Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah

Sub-bab diatas menunjukkan kompetensi masyarakat untuk melakukan produksi

dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi atau lebih baik adalah

transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun kompetensi

daerah dan masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus

didukung oleh faktor-faktor lain. Faktor lain yang akan dibahas dalam sub-bab ini

adalah faktor-faktor yang bertindak sebagai titik tumpu batang pengungkit dalam

menyalurkan Daya Perkuatan yang diberikan.

Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,

kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan pasar, dukungan

keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di daerah, konsistensi

dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.

Contoh paling sering ditemui dari kondisi ini adalah lemahnya penegakan

peraturan (yang dapat terjadi karena ketidakmampuan SDM atau ketidakjelasan /

ketidaklengkapan peraturan) yang menyebabkan usaha mengembangkan dan

Page 202: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

200

LAPORAN AKHIR

menumbuhkan sentra, kendatipun berlangsung tetapi, tidak mampu mengangkat

sentra sehingga mencapai tujuan awalnya.

Gambar 58. Kondisi Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah

Dalam kajian ini, faktor perilaku seperti kemauan, etos kerja, serta karakter dari

pengusaha dan aparat di Pusat dan daerah menjadi menonjol karena kadang

menjadi salah satu akar masalah kebuntuan pengembangan sentra. Pengamatan

kepada dinamika sentra menunjukkan beberapa masalah muncul karena faktor

perilaku ini. Macetnya dana MAP akibat keengganan pengusaha, gagalnya

penerapan teknologi, menghilangnya BDS, tidak terkoordinasinya pelaksanaan

dan perawatan sentra adalah beberapa contoh masalah yang diakibatkan oleh

faktor perilaku ini.

Pengamatan menemukan bahwa upaya perkuatan yang memerlukan perubahan

perilaku atau budaya dari pengusaha, tidak berjalan dengan baik. Pengusaha

kecil cenderung enggan menanggung resiko akibat perubahan. Disini peran BDS

menjadi penting untuk menjaga pengusaha yang bersedia bekerja sama

mengadopsi perubahan untuk menjadi contoh berhasil (show case) bagi

pengusaha lain di dalam sentra.

Hingga saat ini faktor ketersediaan pasar tetap menjadi titik tumpu utama dalam

kemampuan menggerakkan sentra. Pengamatan menunjukkan sentra agribisnis

dengan pasar yang mampu menyerap produk dengan baik akan menghasilkan

pertumbuhan pemupukan MAP dan kemampuan koperasi membayar angsuran

dana MAP melalui bank perantara.

Mengenai teknologi, pengamatan menunjukkan penerapan teknologi di sentra

perlu mempertimbangkan daya serap anggota terhadap konsep pengetahuan yang

D

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

P

M

T

Page 203: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

201

LAPORAN AKHIR

melatari teknologi tersebut. Penggunaan mesin traktor tanah di sentra beras

Sulawesi Selatan misalnya, dilakukan dengan cara yang sesuai petunjuk tetapi

dengan spesifikasi yang salah (tanah benar teraduk, tetapi dalamnya adukan

terlalu tipis, hanya 10 cm, tidak sesuai ketentuan, seharusnya sekitar 30 cm). Hal

ini menunjukkan penerapan teknologi tidak dapat sekedar alokasi tetapi juga

membutuhkan upaya pendampingan dan pendidikan yang berkelanjutan.

Pengungkit Tidak Diletakkan Pada Titik Yang Benar

Masalah lain dari kemampuan program sentra UKM menumbuhkan klaster UKM

berbasis agribisnis adalah upaya perkuatan yang diberikan tidak

disalurkan/ditransmisikan pada tempat yang tepat sehingga kehilangan efektifitas

daya perkuatannya.

Gambar 59. Upaya Perkuatan Tidak Ditempatkan Di Titik Yang Benar Sehingga Upaya Perkuatan Meleset

Masalah ini umumnya muncul ketika upaya perkuatan yang diberikan tidak sesuai

dengan kebutuhan sesungguhnya dari sentra UKM/pengusaha tersebut. Salah

satu sentra agribisnis apel di Jawa Timur misalnya, sentra ini jika dilihat dari

tahapan daur produknya, sesungguhnya telah mencapai tahapan dewasa (mature)

bahkan menurun (decline). Hal ini tercermin dari menurunnya kapasitas pohon

secara terus menerus dan tidak adanya bibit baru yang dapat diambil untuk

melakukan penyulaman. Kebutuhan sentra yang sesungguhnya adalah

peremajaan pohon secara terencana sehingga kapasitas sentra dapat kembali

seperti semula. Kebutuhannya adalah investasi. Masalahnya adalah pada sentra

yang menuju decline ini diberikan perkuatan keuangan yang kemudian digunakan

untuk modal kerja, membeli pupuk dan obat-obatan, tanpa memperbaiki kualitas

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

D

T

P

Page 204: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

202

LAPORAN AKHIR

pohonnya. Akibatnya, kendatipun telah dipupuk dan diobati dengan baik, panen

petani tetap menurun yang menyebabkan petani terlilit hutang dan tidak mampu

membayarnya. Ini adalah salah satu contoh bagaimana upaya perkuatan tidak

diletakkan di titik yang benar.

Kemampuan menemukan akar permasalahan memang berhubungan dengan

kompetensi Lembaga Pengembang Bisnis (LPB) yang ditugaskan untuk

mendampingi sentra untuk memberikan pengertian dan pendidikan mengenai

masalah yang sesungguhnya dihadapi sentra. Masalahnya adalah LPB kadang

tidak memiliki kompetensi berkenaan dengan produk yang dihasilkan sehingga

perannya lebih banyak sebagai agen pencarian dana MAP bagi anggota sentra.

Gambaran permasalahan menggunakan model pengungkit ini, yang digabungkan

dengan hasil analisis diskriminan dan faktor, diharapkan memberikan pandangan

mengenai hubungan antar faktor yang dihasilkan dari analisis diskriminan dan

faktor yang dilakukan dan faktor-faktor lain yang ditemui dari hasil pengamatan ke

daerah kajian.

Page 205: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

203

LAPORAN AKHIR

Simpulan Dan Saran

7.1. Efektifitas Program Sentra Dalam Menumbuhkan Klaster Agribisnis

Hasil pengamatan menunjukkan program sentra UKM yang dilaksanakan sejak

tahun 2001 tidak efektif dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM di bidang

agribisnis. Hasil ini diperoleh setelah memperhatikan hanya 9% sentra yang

berhasil memiliki ciri klaster secara lengkap, sekitar 41% perkuatan yang diberikan

(baik keuangan maupun non-keuangan) ternyata bersifat absolute deadweight

(tidak memunculkan dinamika/perubahan pada sentra, “seperti menggarami laut”),

dan baru 45% mampu mendorong anggota sentra untuk turut berpartisipasi dalam

kegiatan investasi (55% nya menciptakan ketergantungan).

Analisis diskriminan yang dilakukan menunjukkan sentra-sentra yang berhasil

menumbuhkan ciri-ciri klaster, menonjol dalam KEBERADAAN KELOMPOK yang

digunakan untuk keperluan usaha, antar anggotanya melakukan KOMBINASI

SUMBERDAYA DAN KOMPETENSI untuk kepentingan produk sentra, membuat dan

berinteraksi dalam INSTITUSI BERSAMA yang dibuat untuk menunjang produksi

atau pemasaran produk sentra, biasanya mencapai TAHAPAN PERKEMBANGAN

SENTRA yang berkembang dan dewasa, serta mulai melakukan SPESIALISASI

dalam menghasilkan produk sentra.

Analisis faktor yang dilakukan menunjukkan 12 variabel yang dapat dikelompokkan

ke dalam 4 faktor yang dapat digunakan untuk mencoba menjelaskan situasi

pengembangan klaster. Faktor 1 adalah KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN

PASAR, Faktor 2 adalah INTERAKSI DALAM KELOMPOK UNTUK KERJASAMA

PRODUKSI, Faktor 3 adalah INSTITUSI BERSAMA dan Faktor 4 adalah KEMAUAN

7

Page 206: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

204

LAPORAN AKHIR

INVESTASI.

Pandangan terhadap variabel-variabel dan faktor-faktor ini serta masukan dari

variabel lain yang ditemui saat pengamatan sentra kajian kemudian disusun

mengikuti prinsip pengungkit, yaitu adanya faktor PENGGERAK, faktor TRANSMISI,

titik TUMPU, dan KERAPATAN masa. Dengan meminjam istilah dalam prinsip

pengungkit, maka penyebab ketidak efektifan penumbuhan klaster disebabkan

oleh (1) Daya Penggerak terlalu kecil, (2) Massa UKM terlalu rapuh, (3)

Pengungkit/pentransmisi terlalu lemah/lentur, (4) Titik tumpu terlalu rendah

dan/atau (5) Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar.

7.2. Faktor Penumbuhan Sentra ke Klaster Agribisnis

Secara sederhana, faktor penumbuh sentra ke klaster agribisnis dapat

dikelompokkan menjadi 4 yaitu (1) faktor penyedia daya penggerak, (2) faktor

transmisi, (3) faktor pendukung/penumpu, dan (4) faktor perekat antar anggota

klaster.

Daya penggerak adalah kecukupan jumlah, waktu dan durasi dukungan keuangan

dan non keuangan yang diberikan kepada sentra.

Faktor transmisi dibentuk oleh kompetensi daerah dan masyarakat, kualitas SDM

pelaksana dukungan, kejelasan dan kelengkapan peraturan pelaksanaan,

kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah, serta koordinasi dan

komunikasi yang efektif antar pelaku.

Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,

kemauan berinvestasi, kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan

pasar, dukungan keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di

daerah, konsistensi dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.

Sedangkan faktor perekat/Modal sosial dibentuk oleh faktor perilaku: kemauan dan

kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada

tujuan bersama jangka panjang.

7.3. Membangun Klaster Agribisnis

Menilik masalah-masalah yang dihadapi sentra agribisnis dalam menumbuhkan

Page 207: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

205

LAPORAN AKHIR

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis diatas, maka beberapa hal ini perlu

dilakukan:

!" Memperbaiki komitmen terhadap visi pengembangan ekonomi nasional

jangka panjang melalui pendekatan sentra/klaster dan meletakkan

Koperasi dalam posisi yang jelas.

#" Menyusun road map pengembangan usaha nasional yang jelas dan

terukur, dengan tetap memperhatikan prinsip pasar dan keadilan sosial.

$" Menyelesaikan masalah-masalah seputar otonomi daerah khususnya

yang berkaitan dengan bidang KUKM dan melakukan pembagian tugas

yang jelas antar berbagai lapisan berbeda dalam pemerintahan untuk

menjalankan road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.

%" Mengintegrasikan program-program perkuatan usaha, yang tersebar di

berbagai Departemen dan di berbagai Deputi dalam Kementerian

Koperasi dan UKM, menjadi program perkuatan nasional dengan struktur

yang sederhana, sesuai dengan skala dan jenis usaha, serta mendukung

road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.

&" Menyusun kembali/Memperbaiki petunjuk teknis pelaksanaan masing-

masing program perkuatan usaha agar lengkap, memasukkan unsur

pendidikan karakter pengusaha, memperhatikan reward pada perilaku

terpuji dan punishment pada perilaku tercela, adil, dan memiliki

keterkaitan/konsistensi yang jelas dengan road map pengembangan

usaha nasional dan pembagian tugas dalam otonomi daerah.

'" Menciptakan basis data unit usaha yang valid dan mutakhir secara

nasional untuk mempermudah proses monitoring, evaluasi, dan

perencanaan.

(" Menciptakan basis data sentra/klaster, baik yang telah difasilitasi maupun

yang tidak difasilitasi, yang valid dan mutakhir secara nasional dan

terjamin ketertelusuran terhadap basis data unit usaha nasional, untuk

mempermudah proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan.

)" Melakukan proses monitoring dan evaluasi dengan benar dan

berkesinambungan, serta memanfaatkan informasi/lesson learn yang

dihasilkan untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan untuk

Page 208: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

206

LAPORAN AKHIR

perbaikan program yang terus menerus.

*" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait

untuk menciptakan basis data lahan nasional, menyusun tata guna lahan

yang berimbang untuk kepentingan agribisnis, hunian, infrastruktur,

industri dan pelestarian alam, serta menyusun peraturan-peraturan

pendukungnya

!+" Menciptakan skema kerjasama penggunaan lahan milik Departemen lain

untuk kepentingan pengembangan produk agribisnis daerah.

!!" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait

untuk menyusun road map nasional pengembangan pendidikan dan

karakter kewirausahaan yang baik secara jelas dan terukur.

!#" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait

melakukan pendidikan dan perubahan karakter masyarakat agar

berpindah dari karakter “pemulung” menjadi “pencipta”.

!$" Mendorong masyarakat pada tingkat desa, khususnya yang berada di

wilayah tata guna lahan agribisnis, untuk memiliki produk bersama

sehingga kepedulian dan komitmen terhadap perawatan infrastruktur

daerah dan penjagaan lahan dapat tercapai.

!%" Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi untuk mensertifikasi konsultan

usaha sebagai langkah awal pembentukan fasilitator sentra/klaster yang

professional.

!&" Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan pendampingan

KUKM bagi aparatur Pemerintah Daerah dan perguruan tinggi di seluruh

Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan terhadap roadmap dan

skema program pengembangan usaha nasional, serta peningkatan

kompetensi aparatur dan masyarakat akademis di daerah.

!'" Melakukan promosi nasional penggunaan produk dalam negeri dan

bekerjasama dengan Departemen terkait melakukan pendaftaran dan

promosi merek-merek nasional yang dihasilkan oleh sentra/klaster terbaik

di dalam dan di luar negeri.

!(" Menegakkan peraturan yang telah dibuat.

Page 209: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

207

LAPORAN AKHIR

!)" Melakukan koordinasi yang kerap dan efektif

Khusus yang berkenaan dengan uoaya membangun klaster bisnis, maka beberapa

catatan berikut ini diharapkan dapat digunakan sebagai patokan.

Perhatian dunia terhadap pengembangan klaster didorong oleh dua dasar

wawasan (Enright/Ffowcs-Williams 2000):

! Globalisasi dan Lokalisasi: Globalisasi akan menghapus hambatan arus

barang dan jasa dan meningkatkan konsentrasi, yaitu pembentukan

klaster kegiatan ekonomi di daerah yang memberikan keunggulan

kompetitif untuk suatu sektor ekonomi. Dengan demikian suatu fokus

terhadap klaster memerlukan pengertian dan pengembangan dari suatu

landasan ekonomi yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa daerah harus

membangun dengan memanfaatkan atribut unik masing-masing untuk

mengembangkan ekonomi khusus ketimbang mencoba mentrapkan

kebijakan yang sama terhadap industri-industri seperti pemerintah dan

daerah lainnya.

! Kembali ke prinsip dasar: Suatu fokus ke pembentukan klaster berarti

menekankan manfaat keterkaitan antara perusahaan, antara industri, dan

antara perusahaan dan lembaga-lembaga pendukung. Karena sulit bagi

pemerintah untuk membangun sistem yang sedemikian kompleks lewat

kebijakan, seyogianya mengambil peran tidak langsung, konsentrasi pada

upaya mengatasi kendala-kendala khusus yang mencegah eksploitasi

keterkaitan antar-perusahaan dan perusahaan-lembaga.

Implikasi kebijakan wawasan tersebut diatas adalah penting. Langkah menuju

strategi persaingan berdasarkan klaster memerlukan pengkajian ulang

pendekatan, instrumen, dan peran berbagai pelaku yang terlibat. Tanpa

melakukan pengkajian-ulang ini dan belajar dari kegagalan lampau, Indonesia

mempertaruhkan daya-saing internasional.

Merubah perspektif terhadap kebijakan ekonomi

Suatu strategi persaingan berdasarkan klaster mengandung implikasi suatu

perspektif baru terhadap perumusan kebijakan:

! Berpikir dalam sistem terbuka daripada sistem tertutup;

Page 210: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

208

LAPORAN AKHIR

! Fokus pada keterkaitan dan rantai supply daripada komoditi atau sektor;

! Menentukan prioritas bawah-keatas daripada atas-kebawah;

! Penjabaran kebijakan pada tingkat lokal daripada kebijakan standard;

! Memulai proses daripada mengarahkan dan menyerahkan barang dan

jasa-jasa.

Perspektif baru ini akan menantang banyak stakeholders dan pemerintah

seyogianya mengambil cukup waktu untuk mempelajari secara mendalam,

memahami dan menjelaskan akibatnya.

Analisa orientasi klaster secara khusus mengarah ke pengkajian-ulang

kebijakan-kebijakan perdagangan luar negeri. Pembatasan import dapat

menghentikan klaster menerima input yang diperlukan agar dapat tetap bersaing di

pasar internasional dan akan mengurangi tekanan pada produsen domestik agar

melakukan inovasi. UKM tidak punya alasan untuk takut terhadap persaingan

internasional. Lokasi klaster ditengah pasar domestik yang besar dan terus

tumbuh memberikan keunggulan kompetitif alamiah terhadap dampak import

sedangkan persaingan internasional hanya dapat memperoleh manfaat dari import

untuk peningkatan supply input yang penting. Jumlah besar tenaga kerja yang

trampil membuat Indonesia tempat alamiah untuk memberikan nilai tambah pada

komoditi import. Contoh hal ini ialah eksploitasi berlebihan sumber daya domestik

kayu jati sehingga pengembangan sumberdaya alternatif seperti kayu jati Birma

merupakan masalah hidup atau mati bagi klaster mebel Indonesia.

Memisahkan peran koordinasi dan peran implementasi

Sektor swasta mempunyai peran utama untuk mengembangkan klaster. Namun

demikian pemerintah mempunyai dua peran penting, sebagai berikut:

! Pemerintah adalah anggota klaster sebagai penyedia barang publik dan

memperoleh manfaat dari pengembangan klaster dengan peningkatan

penerimaan pajak. Seperti juga anggota klaster lainnya, pemerintah harus

berusaha untuk memaksimalkan manfaat kerja-sama dengan

menyediakan infrastruktur yang bermutu tinggi, pendidikan, riset dan

barang publik lainnya, sejauh hal tersebut layak dan dapat dibiayai dari

Page 211: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

209

LAPORAN AKHIR

penerimaan pajak yang diperoleh dari pengembangan klaster.

! Pemerintah dapat membantu mengatasi kegagalan koordinasi antara para

peserta klaster. Kegagalan koordinasi terjadi apabila informasi tersedia

dan difahami tetapi tidak dipergunakan semestinya karena para pelaku

yang berbeda, yaitu para UKM, tidak dapat mengorganisir tindakan-

bersama (joint action) karena tidak ada kepercayaan atau tidak ada

kapasitas untuk koordinasi. Instrumen klasik yang dipakai pemerintah

untuk melakukan koordinasi ialah dengan menentukan standar publik

(legal) dan memaksakannya dengan otoritas kepolisian dan otoritas

lainnya serta sistem peradilan.

Praktis tidak mungkin untuk sekaligus berperan sebagai anggota dan sebagai

koordinator suatu proses. Implikasi bagi pemerintah ialah:

! Untuk mengatasi kegagalan koordinasi dalam proses pembentukan

klaster, sangat diperlukan fasilitator klaster, yaitu professional

independen yang terlatih khusus untuk fasilitasi proses pembentukan

klaster dan penguatan perilaku kerja-sama dan ber-orientasi-hasil nyata.

Peran ini tidak dapat diambil alih oleh pemerintah. Secara tradisional,

Indonesia selalu merujuk ke konsultan asing untuk fasilitasi, sudah

saatnya sekarang mengembangkan dan memakai konsultan pribumi.

Investasi publik baik dalam training maupun menggunakan fasilitator

cukup beralasan.

! Pembagian tugas antara berbagai lapisan berbeda dalam

pemerintahan perlu dipertajam. Sudah tentu, peran koordinasi ialah pada

Pemerintah Pusat dengan menyusun kerangka proses pengembangan

klaster dan peran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Selanjutnya

hal ini akan memberikan kesempatan bertindak bagi pemerintah Provinsi

dan Kabupaten/Kota sebagai anggota klaster dalam proses

pengembangan klaster.

Mempertajam pembagian tugas antara berbagai lapisan Pemerintah

Suatu pedoman ‘emas’ untuk pengembangan klaster ialah: Sejauh mungkin,

disesuaikan inisiatif kepada tingkat lapisan birokrasi pemerintah yang paling cocok.

Lingkup daerah geografis klaster sangat berbeda, tidak selalu sesuai dalam

Page 212: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

210

LAPORAN AKHIR

batasan politik. Tingkat pemerintah untuk dilibatkan dengan inisiatif klaster

sebaiknya tingkat yang memang sesuai dengan lingkup geografis klaster yang

bersangkutan. Pemerintahan dengan wilayah geografis yang lebih besar seringkali

tidak sanggup memberikan focus secukupnya kepada kebutuhan klaster lokal.

Sebaliknya, pemerintahan dengan wilayah yang lebih kecil daripada lingkup

geografis klaster praktis tidak mempunyai pandangan yang terpadu (integrated

view) yang diperlukan oleh pengembangan klaster. Tingkat pemerintahan yang

wajar harus mempunyai pengaruh cukup besar terhadap program-program

pengembangan klaster yang relevan berikut pembiayaannya (Enright and Ffowcs-

Williams 2000). Implikasi untuk Indonesia:

! Menarik ukuran kecil geografis kebanyakan klaster Indonesia, khususnya

di daerah pedesaan (rural areas) inisiatif pengembangan klaster

seyogianya dimulai pada tingkat Kecamatan ataupun ditingkat Desa. Para

perumus kebijakan sebaiknya memeriksa dahulu apakah lapisan ini

mempunyai cukup otonomi administrative dan anggaran agar dapat ikut-

serta dalam proses pengembangan klaster. Kabupaten harus didorong –

dalam batasan kekuasaan otonominya - untuk mengatasi hambatan yang

ditemukan, dan mempertimbangkan menyediakan anggaran

pembangunan bagi Kecamatan untuk pengembangan klaster.

! Terdapat sejumlah klaster besar dan kelompok klaster yang menjangkau

beberapa kabupaten ataupun provinsi, misalnya kelompok sentra rumput

laut dan padi di Sulawesi Selatan atau karet di Kalimantan Selatan.

Pengembangan berkesinambungan klaster-klaster yang luas tersebut

memerlukan kerja-sama intensif kabupaten-kabupaten yang

bersangkutan. Kerja-sama demikian juga dapat membantu membagi

beban pembiayaan kegiatan klaster besar dan mendukung infrastruktur

diantara beberapa kabupaten. Alternatif lain ialah pemerintah pusat

memutuskan bahwa klaster demikian sebagai ‘klaster nasional’ dan

langsung terlibat dalam pengembangannya. Namun demikian, mengingat

peran pemerintah pusat sebagai koordinator dan hingga saat ini belum

ada klaster Indonesia yang menjangkau bagian terbesar dari negara,

maka alternatif ini hanya menjadi urutan kedua saja.

! Potensi pengembangan klaster sangat tergantung pada ketersediaan

infrastruktur yang memadai. Namun demikian, manfaat pengembangan

tulang punggung jaringan jalan dan kereta api serta pusat-pusat logistik

Page 213: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

211

LAPORAN AKHIR

seperti pelabuhan laut dan bandar udara bukan hanya untuk satu klaster

saja tetapi juga untuk banyak klaster di daerah. Oleh karena itu perlu

dikaji-ulang apakah pembagian tugas saat ini memang cukup memadai

dengan pelimpahan fungsi pengembangan ke kabupaten-kabupaten.

Mungkin lebih bijak memberikan peran pengembangan infrastruktur yang

lebih besar ke pemerintah pusat dan secara khusus pemerintahan

Provinsi. Mengembangkan infrastruktur sangat mahal, re-alokasi

tanggung-jawab seyogianya disertai re-distribusi yang memadai untuk

anggaran dan wewenang perpajakan di daerah masing-masing.

Dengan pertimbangan bahwasanya proses mengkaji-ulang diatas memerlukan

waktu dan belum ada solusi yang pasti, butir-butir spesifik dibawah ini

menggambarkan pembagian tugas birokrasi saat ini.

Melangkah ke Strategi Pengembangan Nasional berdasarkan konsep Klaster

Fokus diskusi saat ini di Indonesia ialah sekitar penyusunan suatu strategi

pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster sebagai tiang penyangga

perumusan kebijakan berikut implementasi pengembangan industri dan teknologi

nasional dan regional. Pekerjaan yang sedang berjalan ialah, antara lain di

Bappenas (dengan bantuan World Bank), Depperindag (dengan bantuan Jepang)

dan, dengan fokus pada sistem inovasi nasional, di Menneg Ristek (dengan

bantuan Jerman). Sementara itu tampaknya masih terdapat kebingungan tentang

apa dan bagaimana bentuk suatu ‘strategi persaingan nasional berdasarkan

klaster’.

Saat ini strategi pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster secara

khusus baru dimulai di sejumlah negara-negara maju kecil seperti Denmark,

dimana sulit membedakan antara klaster regional dan nasional. Negara-negara

besar seperti USA, Jerman atau Spanyol melimpahkan pengembangan klaster

individual ke negarabagian/provinsi yang bersangkutan ataupun ke kecamatan.

Program pengembangan klaster industri nasional di India terbatas ke penyediaan

sumberdaya ke pemerintahan regional sebagai dukungan mengembangkan klaster

individual. Satu-satunya negara berkembang yang secara explicit menerapkan

strategi industri nasional berdasarkan konsep klaster adalah Malaysia.

Untuk Indonesia, sebagai negara besar dengan diversifikasi luas,

mengembangkan suatu ‘konsep pengembangan klaster nasional’ akan merupakan

Page 214: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

212

LAPORAN AKHIR

suatu proses belajar panjang. Sementara waktu tampaknya lebih baik mengikuti

contoh pendekatan strategi yang telah dilakukan di sejumlah negara dan disajikan

disini dengan versi Afrika Selatan. Di Afrika Selatan dengan strategi

pengembangan klaster tourism, terdapat tiga elemen penting:

! Proses klaster nasional dengan fokus penciptaan suatu forum dengan

para pelaku dari pemerintah, tenaga kerja dan dunia bisnis, yang

mengidentifikasi hambatan-hambatan lingkungan yang kondusif untuk

pengembangan bisnis serta memberi saran bagaimana mengatasinya;

! Proses klaster judul dengan fokus pada ‘pilot project’ untuk penjabaran

hal-hal (issues) yang harus dikerjakan dalam rangka pengembangan

strategi dan pasar bagi segmen pasar khusus;

! Proses klaster lokal, yaitu pengembangan klaster lokal yang memadai

(tailor-made).

Pemerintah pusat sebagai koordinator: Proses klaster nasional

Pengembangan klaster ialah kegiatan meningkatkan, mendorong dan eksploitasi

interaksi social serta keterkaitan pasar. Oleh karena itu tugas utama pemerintah

pusat ialah memberi pengarahan dan mengatur koordinasi para pelaku sehingga

jaringan bisnis berjalan secara efektif. Implikasi hal ini ialah menerapkan terutama

kebijakan ekonomi umum yang sehat, kondusif bagi bisnis dan perdagangan

(Porter 2000). Pemerintah pusat harus melindungi dan mempertahankan

kesatuan pasar domestik untuk menjamin bahwasanya pembentukan klaster dan

proses keterkaitannya tidak dihambat oleh para pemburu profit yang menghalalkan

segala cara (rent-seekers). Dengan demikian fungsi-fungsi koordinasi proses

pengembangan klaster dibawah ini merupakan tanggung-jawab pemerintah pusat:

! ‘Tentukan aturan main’: Tentukan dan kontrol standard minimum

nasional untuk produk dan prosedur, memberi jaminan ke para mitra bisnis

bahwa kewajiban kontrak dapat dipaksakan;

! Jamin perlakuan yang adil dan merata bagi semua pelaku bisnis:

Menjamin persaingan sehat, monitor dan batasi akumulasi kekuatan

pasar, dan menjamin bahwa persaingan antara klaster yang berbeda di

Indonesia tidak terganggu. Implikasi hal ini secara khusus ialah penentuan

Page 215: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

213

LAPORAN AKHIR

definisi tingkat maximum subsidi yang dapat diberikan oleh pembuat

kebijakan lokal kepada ‘klaster mereka’ atau ‘perusahaan didalamnya’,

maupun menghalangi setiap upaya pemerintah lokal untuk membatasi

perdagangan antar-kabupaten.

! Sediakan dan sebar-luaskan informasi untuk orientasi: Walaupun hal

ini bukan merupakan tugas khusus pemerintah pusat, penyediaan

informasi terpusat dapat memberikan skala ekonomis. Dalam bentuk

paling sederhana, pedoman proses pengembangan klaster berkaitan

dengan penjabaran dan penyebarluasan dokumen yang berkaitan dengan

proses pengembangan klaster juga, seperti manual, tool-box, dokumentasi

praktek terbaik, dan sebagai nya. Pedoman informasi secara makro

termasuk analyses kecenderungan pasar dan teknologi domestik dan

internasional, maupun penjabaran dan diseminasi standard produk.

Agar mampu bertahan sebagai koordinator yang terpercaya, aturan utama (the

golden rule) bagi pemerintah pusat ialah jangan memilih diantara klaster

individual, tetapi fokus pada kegiatan yang akan memberi manfaat bagi semua

klaster (yang serupa). Namun demikian, perlu dipertimbangkan pengecualian bagi

klaster di daerah terpencil yang kurang menguntungkan dan tidak memiliki dana

cukup untuk pengembangan mandiri berupa bantuan khusus dan pembiayaan-

bersama (co-financing). Dalam hal ini seyogianya ditempuh suatu pendekatan

non-diskriminatif, yaitu seleksi-diri.

Proses klaster thematik

Untuk frekwensi dan bobot agregat ekonomi, beberapa jenis klaster perlu

mendapat perhatian nasional secara khusus. Untuk jenis-jenis tersebut,

pemerintah pusat seyogyanya memulai proses thematik yang mencakup:

! Identifikasi kekuatan spesifik, kelemahan umum, hambatan

pengembangan dan potensi klaster; dan

! Perumusan dan implementasi strategi peningkatan dan penyesuaian

dengan suatu fokus yang melampaui kemampuan klaster individual. Hal ini

dapat mencakup penghapusan ‘peraturan yang buruk’, peningkatan

standard produk umum, peningkatan transportasi, informasi dan

infrastruktur komunikasi, penguatan pengembangan sumberdaya manusia,

Page 216: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

214

LAPORAN AKHIR

maupun kapasitas LitBang dan desain. Elemen-elemen lain dari proses

thematik ialah, antara lain: riset pasar dengan prospek, dan inisiasi

promosi perdagangan-bersama dan periklanan.

Untuk mendorong proses thematik dengan karakter umum dan non-spesifik

klaster, disarankan untuk menghindari membuat pembatasan sempit tentang

jenis klaster. Sejalan dengan persepsi target pasar dan pembeli, misalnya

sebuah klaster seyogianya difahami sebagai produsen mebel dan barang

dekorasi interior, ketimbang memilah menjadi klaster-klaster untuk mebel kayu,

mebel rotan, mebel logam, kerajinan, dsbnya. Suatu fokus umum proses klaster

thematik di negara-negara berkembang, misalnya, adalah klaster konstruksi, yang

difahami termasuk sektor konstruksi maupun produk input seperti pasir, semen,

jendela & pintu, lampu, peralatan rumah-tangga listrik, peralatan konstruksi dan

tools.

Untuk membimbing dan koordinasi inisiatif pengembangan klaster, sebaiknya

didirikan suatu national focal point, dengan kemungkinan dukungan dari

kelompok aksi spesifik thema. Focal point seyogianya terdiri dari stakeholders

kunci baik dari publik maupun sektor swasta dan akademika. Sektor publik

seyogianya termasuk Menko Bidang Perekonomian, Bappenas, Depperindag,

MennegRistek dan MennegKop-UKM. Sejalan dengan karakter umum proses

thematik, pada waktu memilih peserta sektor swasta maka perlu perhatian lebih

besar pada lingkup yang wajar dari mata-rantai nilai tambah – input dan pemasok

komponen, berbagai jenis prosesor, perdagangan dan jasa terkait seperti transport

– ketimbang perwakilan penuh dari semua klaster secara nasional.

National focal point seyogianya tidak terlibat dengan implementasi. Pelaksanaan

kegiatan harus dilakukan oleh para stakeholders, sesuai dengan mandat spesifik

dan kompetensi masing-masing.

Dukungan proses klaster lokal

Banyak negara berkembang memakai skim co-financing sebagai instrumen

utama untuk dukungan pemerintah pusat untuk proses pengembangan klaster

lokal. Skim co financing mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

! Menggiatkan mekanisme identifikasi-diri dan seleksi-diri sehingga

membebaskan pemerintah pusat dari tugas yang mahal untuk identifikasi

klaster secara atas-kebawah (top-down) dengan waktu yang lama.

Page 217: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

215

LAPORAN AKHIR

! Mengkaitkan pendanaan pemerintah pusat dengan pengeluaran anggaran

belanja para stakeholders lokal sehingga kepemilikan lokal terhadap

strategi pengembangan dan proses pengambilan keputusan dapat

dipertahankan. Efek sampingan yang baik ialah efisiensi-biaya skim

tersebut karena stakeholders lokal cenderung lebih berhati-hati sewaktu

mengambil keputusan investasi karena ikut memberikan kontribusi dari

dana sendiri.

! Dengan memecah skim dalam beberapa fasilitas dimana setiap bagian

harus diselesaikan terlebih dahulu dengan sukses sebelum fasilitas

berikutnya dapat dimulai, kelompok pemimpin local dapat dibimbing untuk

peningkatan kapasitas, pengembangan strategi dan proses implementasi,

dengan kata lain, skim memiliki mekanisme peningkatan kapasitas yang

‘built-in’ dalam skim tersebut.

! Struktur urutan dari skim dengan kombinasi pelaporan informasi reguler

tentang pengeluaran uang sebelum persetujuan pencairan dana co-

financing berikutnya merupakan alat monitoring yang efektif bagi

pemerintah pusat. Proses penggunaan satu fasilitas ke fasilitas berikutnya

memberikan peluang pemerintah pusat untuk menarik dukungan apabila

meragukan kelayakan proses kegiatan lokal dan strategi yang

dikembangkan.

! Tingkat co-financing dapat bervariasi dengan jenis kegiatan dan klaster.

Dengan demikian skim co-financing memberi peluang untuk dukungan

khusus bagi daerah yang tidak menguntungkan atau daerah terpencil.

Dengan pertimbangan keuntungan skim diatas, disarankan untuk mendirikan suatu

dana nasional untuk co-financing klaster tunggal atau kelompok kecil klaster lokal

dalam kegiatan sebagai berikut:

! Penciptaan kelompok pemimpin klaster lokal, peningkatan kapasitas

melalui fasilitator klaster dan konsultan lainnya (mis., untuk

mengembangkan dana pembangunan dan kapasitas akunting), dan riset

awal / test potensi pasar (Fasilitas-1);

! Persiapan studi diagnosis klaster dan pengembangan rencana kerja

termasuk studi kelayakan teknis dan finansial serta riset pasar yang lebih

Page 218: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

216

LAPORAN AKHIR

luas (Fasilitas-2); dan Implementasi elemen spesifik dari rencana kerja

(Fasilitas-3).

Sementara, pada tahap awal, fasilitas-1 dan fasilitas-2 seyogianya terbuka bagi

semua klaster untuk meningkatkan kapasitas lokal, maka fasilitas-3 dapat dibatasi

untuk mendukung daerah yang kurang menguntungkan serta klaster yang

memerlukan investasi infrastruktur yang signifikan untuk menjangkau pasar yang

dinamis. Sumber dana kontribusi kelompok pemimpin lokal bagi kegiatan dapat

bervariasi – sementara investasi infrastruktur didukung oleh anggota sektor publik

(birokrasi lokal), maka kegiatan pasar dapat di biayai oleh anggota sektor swasta.

Disamping skim co-financing tersebut, pemerintah pusat seyogianya

mempertimbangkan peningkatan fungsi jasa lembaga-lembaga yang relevan

seperti BPEN / Badan Pengembangan Ekspor Nasional dari Depperindag,

berbagai Balai Industri LitBang dan universitas negeri. Karena tidak ada ‘market

intelligence’ domestik, pemerintah pusat seyogianya mempertimbangkan suatu

fasilitas tersendiri untuk co-financing survey pasar asosiasi-asosiasi sektor

domestik.

Rekomendasi untuk prioritas tindakan pada tingkat Kabupaten/Kota (dan Provinsi)

Pengembangan klaster lokal atau regional perlu melibatkan banyak pelaku:

perusahaan, asosiasi bisnis, lembaga pendukung, dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah mempunyai peran yang penting:

! Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif: Suatu lingkungan yang

kondusif juga tergantung dari apakah pemerintah daerah mengambil atau

tidak mengambil tindakan. Penyederhanaan peraturan dan prosedur

administrative di tingkat Kabupaten/Kota (dan Provinsi), peningkatan

infrastruktur fisik, pengembangan sumberdaya manusia, dan suatu

kebijakan yang aktif untuk menarik investor baru dapat mendorong

prospek pengembangan klaster dan sector swasta. Meningkatkan beban

pajak lokal dan/atau menciptakan pungutan baru terhadap perdagangan

antar-kabupaten justru menjadi counter-productive bagi pengembangan

klaster lokal.

! Membuat prioritas pengembangan klaster dalam perencanaan daerah:

Daripada membuat target UKM individual atau promosi komoditi terpilih /

Page 219: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

217

LAPORAN AKHIR

unggulan, pemerintahan lokal akan lebih efisien dengan pendekatan

pengembangan klaster terpadu. Namun demikian, suatu ‘focus eksklusif’

pada klaster harus dihindari karena hal ini dapat menciptakan konflik dan

persaingan dengan dan antara perusahaan yang ‘termasuk kelompok

klaster’ dan ‘non-klaster’. Oleh karena itu pengembangan klaster

seyogianya dikaitkan dengan konsep pengembangan yang lebih luas

untuk pengembangan daerah lokal maupun regional.

! Berpikir melampaui batasan administrative: Klaster tidak dapat

dirumuskan dalam batasan administrative birokrasi tetapi ditentukan oleh

kepentingan ekonomis para peserta klaster. Tidak perlu semua

infrastruktur yang dikehendaki untuk klaster lokal harus dibangun

setempat. Pengembangan struktur dukungan lokal seyogianya fokus pada

kekuatan spesifik daerah lokal sambil membagi pembiayaan struktur

lainnya dengan distrik tetangga. Dengan pertimbangan peningkatan

jaringan hubungan regional, distrik / kabupaten seyogianya mendukung

upaya pengembangan klaster dan keterkaitannya menjadi suatu issue di

perencanaan tingkat provinsi.

Peran spesifik pemerintah lokal dalam pengembangan klaster: Anggaran lokal

yang terbatas, dan kelangkaan sumberdaya alam dalam banyak hal tidak akan

memberikan alokasi yang lebih besar dari anggaran daerah. Namun demikian,

dukungan untuk proses pembentukan klaster tidak perlu mahal apabila potensi

yang ada dapat ditingkatkan:

! Buat suatu rencana kecil untuk mendukung penciptaan dan pekerjaan

kelompok pemimpin klaster lokal selama suatu periode tertentu.

Rencana / skema semacam itu jauh lebih efektif daripada dan juga lebih

non-diskriminatif ketimbang skema dukungan tradisional dengan target

UKM individual atau kelompok kecil UKM.

! Berperan aktif di kelompok pemimpin klaster lokal. Sebaiknya sector

swasta menjadi pemimpin. Namun demikian, dalam banyak hal,

pemerintah local perlu mengambil peran sebagai inisiator dan bukan saja

sebagai katalist karena kelemahan UKM untuk mengorganisir aksi-

bersama.

! Ciptakan motivasi dan giatkan pusat Litbang setempat, universitas

Page 220: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

218

LAPORAN AKHIR

negeri dan swasta, serta pusat pelatihan kejuruan untuk mengembangkan

jasa-jasa khusus yang relevan dengan kegiatan klaster dan peningkatan

kemampuan.

! Dirikan suatu focal point di satu universitas atau pusat Litbang yang aktif

dalam riset klaster, pengembangan metodologi yang disesuaikan dengan

kebutuhan lokal dan (bahasa local), tool-boxes untuk pengembangan

klaster maupun dalam proyek bersama (joint projects) dengan pusat riset

asing. Hal ini tidak berarti harus menambah sumberdaya tetapi reorientasi

penggunaan yang sudah ada secara lebih efektif.

Memulai pertukaran pengalaman dengan klaster di daerah lain dan selalu berada

mengikuti inisiatif pengembangan klaster pada tingkat nasional.

Page 221: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

219

LAPORAN AKHIR

Daftar Pustaka

Abdullah, Piter, dkk. 2002. Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di

Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank

Indonesia. BPFE. Yogyakarta.

Aiginger, Carl. 2003. Specialization and Concentration: A Note On Theory and

Evidence. Austrian Institute of Economic Research. University of Linz.

BAPPENAS. 2002. 13 Langkah KPEL Untuk Pengembangan Ekonomi Lokal.

Canela, Eduardo. 2001. Business Development Services for Small and Medium

Enterprises and Cooperatives in Indonesia: Some Key Guidelines and

Needs. Laporan Kajian. USAID dan BPSKPKM.

Cockburn, John et.all. 1998. Measuring Competitiveness and Its Source: The

Case of Mali’s Manufacturing Sectors. CREFA. Universite Laval.

Daryanto, Arief. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata

Wacana Lestari. Jakarta. Indonesia

Humprey, John and Schmitz, Robert. 1995. Principles for Promoting Clusters

and Networks of SMEs. UNIDO. Austria.

Japan International Cooperation Agency. 2003. Studi Mengenai Peningkatan

Kapasitas Kluster Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia.

Laporan Perkembangan. KRI International Corp. Tokyo.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI. 2001. Petunjuk Teknis

Perkuatan Permodalan UKMK dan Lembaga Keuangannya dengan

Penyediaan Modal Awal dan Padanan (MAP) Melalui Koperasi Simpan

Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi.

Page 222: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Daftar Pustaka

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

220

LAPORAN AKHIR

_______________. 2003. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra

Usaha Kecil dan Menengah.

_______________. 2003. Petunjuk Teknis Business Development Services

(BDS).

_______________ dan Badan Pusat Statistik. 2003. Pengukuran dan Analisis

Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor

Usaha Kecil dan Menengah Serta Peranannya Terhadap Tenaga Kerja

Nasional dan Produk Domestik Bruto Menurut Harga Konstan dan

Harga Berlaku. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

_______________. 2003. Pengkajian Grand Strategy Pengembangan Sentra

UKM dalam Rangka Perkuatan BDS, KSP/USP dan Asosiasi UKM.

_______________. 2003. Evaluasi Perkuatan dan Pengembangan Sentra Bisnis

dalam Meningkatkan Daya Saing Produk Unggulan.

_______________. 2005. Direktori Sentra UKM Bidang Usaha Pertanian dan

Perkebunan. Jakarta

_______________. 2005. Direktori Sentra UKM Bidang Usaha Perikanan.

Jakarta

_______________. 2005. Pengkajian Strategis Pengembangan Tahap Lanjut

Sentra Bisnis UKM Pasca Dukungan Program Perkuatan.

Koizumi, Hajime, 2003. Strengthening Capacity of SME Clusters : Master

Concept and Strategy for SME Cluster Development from Lessons

Learnt. JICA Study Team.

Mosselman, Marco dan Prince, Yvonne. 2004. Review of Methods to Measure

The Effectiveness of State Aid to SME. EIM. European Community.

Nadvi, Khalid. 1995. Industrial Clusters and Networks: Case Studies of SME

Growth and Innovation. UNIDO. Austria

Porter, Michael E. 1998. Clusters and New Economics of Competition. Harvard

Business Review. Boston

Republik Indonesia. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Page 223: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Daftar Pustaka

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

221

LAPORAN AKHIR

2004-2009 Tentang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah.

_______________. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2004-2009 Tentang Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur.

Shaw, Alastair. 2005. A Guide to Performance Measurement and Non-Financial

Indicators. The Foundation for Performance Management.

Soetrisno, Noer. 2003. Providing Financial Support for Micro Enterprise

Development in Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia

Soetrisno, Noer. 2002. Strategi Penguatan UKM. Melalui Pendekatan Klaster

Bisnis; Konsep, Pengalaman Empiris, dan Harapan Kerjasama. Bina

Masyarakat Madani dengan Asosiasi BDS Indonesia

TA ADB. 2001. Praktek Terbaik Dalam Menciptakan Suatu Lingkungan Yang

Kondusif Bagi UKM. Policy Paper No. 1.

TA ADB. 2001. Praktek Terbaik Mengembangkan Klaster Industri dan Jaringan

Bisnis. Policy Paper No. 8.

Urata, Shujiro. 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in The

Republic of Indonesia.

Page 224: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

FORMULIR PENGUMPULAN DATA

KOPERASI PENYALUR DANA MAP

2007

Page 225: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

1

A. Identitas Koperasi

1 Nama koperasi Alamat Koperasi Berdiri sejak

Telpon

2 Nama Pengurus Alamat Pengurus Bentuk koperasi

Telpon

3 Terlibat dalam lingkungan sentra sejak

Klasifikasi/peringkat koperasi Tahun klasifikasi/pemeringkatan

B. Keuangan Koperasi

Saat Ini Sebelum Perkuatan

Jumlah anggota Orang Orang

Simpanan pokok Rp Rp

Simpanan wajib Rp Rp

Simpanan sukarela

Anggota Rp Rp

Bukan anggota Rp Rp

Sisa Hasil Usaha Rp Rp

Cadangan Rp Rp

Modal pinjaman Rp Rp

Pemberian pinjaman Rp Rp

Total asset Rp Rp KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi laporan tahunan koperasi

C. Dana MAP

1 Menyalurkan dana MAP sejak: Jumlah MAP yang diterima: Bank perantara penyaluran

Rp

2 Alokasi dana MAP oleh koperasi Kesulitan yang dihadapi saat pencairan MAP

! pengembangan koperasi : ____%

! disalurkan ke pengusaha : ____%

! disalurkan ke pihak lain: : ____%

! lainnya: : ____%

Saat Ini Awal Perkuatan

3 Jumlah pengguna dana MAP orang orang

4 Pemupukan dana MAP Rp Rp

5 MAP Bermasalah % %

6 MAP Macet % %

7 Apakah KSP sudah mengembalikan Seluruh dana MAP yang ditempatkan di KSP ke rekening operasi (di bank daerah)

! Sudah, sejak

! Belum, karena

KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi daftar anggota yang menerima dana MAP, (2) Fotokopi laporan MAP

D. Hambatan dan Masalah

1 Menurut anda apakah program sentra berhasil? Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?

! Berhasil, karena

! Tidak, karena

! Bermanfaat, karena

! Tidak, karena

2 Apakah pengurus KSP ikut membantu pengelolaan sentra

! Ya, karena

! Tidak, karena

Page 226: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

2

3 Faktor Kunci keberhasilan penyaluran MAP

4 Masalah yang dihadapi dalam mengelola dana MAP

5 Manfaat MAP dalam usaha simpan pinjam KSP

6 Saran dalam rangka pengembangan MAP

7 Faktor kunci keberhasilan sentra

Page 227: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

FORMULIR PENGUMPULAN DATA

PENGUSAHA ANGGOTA SENTRA

2007

Page 228: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-1: Pengusaha

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

1

A. Identitas Responden

1 Nama Jenis Kelamin Usia

! L ! K tahun

2 Alamat: Jalan Kelurahan/Desa Kecamatan Kabupaten/Kota

3 Pendidikan Terakhir

! Tidak Sekolah, ! SD, ! SMP, !SMA, ! D3, ! S1, ! S2/S3, ! Pelatihan bersertifikasi

4 Keluarga Jumlah Anak Jumlah Tanggungan

! Belum Menikah, ! Sudah Menikah, ! Janda orang orang

5 Nama koperasi yang diikuti Alamat Koperasi Anggota sejak

6 Terjun ke dunia usaha sejak Terlibat dalam sentra sejak Kedudukan usaha dalam keuangan keluarga

! Sumber nafkah utama

! Usaha sampingan (dari usaha utama: )

B. Gambaran Usaha Yang Dilakukan Responden

Saat Ini Sebelum Perkuatan

1 Jumlah lini produk yang dihasilkan responden

________ macam produk ________ macam produk

2 Produk utama yang dihasilkan responden

3 Tahap perkembangan produk ! start, !grow, ! mature, ! decline ! start, !grow, ! mature, ! decline

4 Posisi produk dalam rangkaian rantai pasok

! Sama dengan produk utama sentra

! Bahan baku produk utama

! Produk berbahan baku produk utama

! Layanan penjualan produk utama

! Layanan membantu produksi produk utama

! Sama dengan produk utama

! Bahan baku produk utama

! Produk berbahan baku produk utama

! Layanan penjualan produk utama

! Layanan membantu produksi produk utama

5 Alasan tidak memproduksi produk utama sentra

! Menghasilkan produk utama tidak menguntungkan, ! Saya ingin fokus pada kegiatan ini karena lebih sesuai keahlian saya

! Saya melihat teman-teman lain membutuhkan produk/layanan ini, ! Saya melihat konsumen membutuhkan produk/layanan ini

! Lainnya:

Saat Ini Sebelum Perkuatan

6 Proses Produksi ! Sederhana, ! Kompleks ! Sederhana, ! Kompleks

! Lini, ! Majemuk ! Lini, ! Majemuk

! Pesanan, ! Mass ! Pesanan, ! Mass

7 Teknologi produksi ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya

8 Gambaran proses produksi

(gunakan kertas lain jika perlu)

Page 229: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-1: Pengusaha

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

2

8 Adakah perubahan dalam proses produksi Pihak yang mengusulkan perubahan Apakah proses produksi saat ini menjadi lebih efisien?

! Tidak ada, karena:

! Ada, yaitu:

! Sendiri

! BDS

! Koperasi

! Dinas: _____________

! Lainnya: _______________

! Tidak, karena:

! Ya, karena::

Saat Ini Sebelum Perkuatan

9 Volume produksi per 1 siklus produksi

Lama 1 siklus produksi= _________

Unit Unit

10 Kebutuhan bahan baku per siklus produksi

11 Sumber bahan baku ! Lokal: ____________

! regional: ____________

! Impor : ______________

! Lokal: ____________

! regional: ____________

! Impor : ______________

12 Kerjasama dalam perolehan bahan baku ! Tidak ada, karena: ____________

! Ada, yaitu: ____________

! Tidak ada, karena: ____________

! Ada, yaitu: ____________

13 Biaya bahan baku per siklus produksi Rp Rp

14 Total Biaya produksi per siklus produksi Rp Rp

15 Volume penjualan per 1 siklus produksi Unit Unit

16 Tujuan penjualan

! Lokal ___ %, yaitu ke

___ %, yaitu ke

! Antar daerah ___ %, yaitu ke

___ %, yaitu ke

! Nasional ___ %, yaitu ke

___ %, yaitu ke

17 Harga penjualan

! Lokal Rp Rp

! Antar daerah Rp Rp

! Nasional Rp Rp

18 Potensi pasar di masa depan

! Lokal ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun

! Antar daerah ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun

! Nasional ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun

19 Daya saing produk ! Tinggi, karena

! Rendah, karena

! Tinggi, karena

! Rendah, karena

20 Biaya pemasaaran per siklus produksi Rp Rp

21 Telusuri peran program (pengaruh BDS, KSP, Dinas) Jika ada perubahan dalam tujuan penjualan, harga, potensi pasar, dan daya saing

Saat Ini Sebelum Perkuatan

22 Jumlah tenaga kerja digunakan Orang Orang

23 Jumlah tenaga kerja ahli digunakan Orang Orang

Upah tenaga kerja Rp Rp

Biaya tenaga kerja per siklus produksi Rp Rp

22 Keahlian tenaga kerja ! Pengalaman turun temurun

! Perlu pendidikan khusus/magang

! Perlu pendidikan formal

! Perlu sertifikasi ketrampilan

! Lainnya _

! Pengalaman turun temurun

! Perlu pendidikan khusus/magang

! Perlu pendidikan formal

! Perlu sertifikasi ketrampilan

! Lainnya _

23 Asset Usaha Nilai total asset usaha Rp Rp

! Tanah Rp Rp

! Bangunan Rp Rp

! Mesin Rp Rp

! Peralatan Rp Rp

24 Struktur Modal ! Uang sendiri Rp Rp

! Pinjaman Rp Rp

! Lainnya __________ Rp Rp

Page 230: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-1: Pengusaha

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

3

25 Biaya produksi/ pengadaan per siklus produksi

! Bahan baku Rp Rp

! Tenaga kerja Rp Rp

! Pemasaran Rp Rp

! Lainnya __________ Rp Rp

19 Penerimaan per siklus produksi Rp Rp

20 Total biaya per siklus produksi Rp Rp

21 Keuntungan per siklus produksi Rp Rp

22 Volume produksi per Tenaga Kerja

23 Omzet per Tenaga Kerja

24 Apakah produktifitas meningkat? Apakah kapasitas usaha meningkat Apakah daya saing produk meningkat

! Ya

! Tidak

! Ya

! Tidak

! Ya

! Tidak

Apa faktor kunci produktifitas

Apa faktor kunci kapasitas Apa faktor kunci daya saing

25 Apakah keterlibatan dalam program sentra (memperoleh MAP dan memperoleh bantuan non keuangan dari BDS) membuat pengusaha melakukan investasi tambahan?

! Tidak, karena

! Ya, karena

Saat Ini Sebelum Perkuatan

26 Kerjasama produksi yang dilakukan ! Tidak ada

! Ada, yaitu

! Tidak ada

! Ada, yaitu

27 Kerjasama pemasaran yang dilakukan ! Tidak ada

! Ada, yaitu

! Tidak ada

! Ada, yaitu

27 Spesialisasi yang dilakukan ! Tidak ada

! Ada, yaitu

! Tidak ada

! Ada, yaitu

28 Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra

" Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.

" Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku

" Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan (5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

Apakah responden tampak melakukan spesialisasi: ! Tidak, ! Ya

! aktor = ______

! buy = ______

P buy =rp_____

HPP = ______

! sell = ______

P sell =rp_____

∏ = ______

1.

Page 231: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-1: Pengusaha

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

4

C. Mengenai BDS

1 Nama BDS yang melayani Kenal dengan pengelola BDS Frekwensi pertemuan dengan BDS

! Kenal, yaitu:

! Tidak, karena:

! Tidak pernah

! Jarang: _____ kali per ________

! Sering: _____ kali per ________

2 Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS

No Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima Kapan? Bermanfaat? Dibutuhkan? Berbayar?

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

3 Apakah peran BDS dinilai bermanfaat Apakah anda mempercayai BDS Kapan kunjungan terakhir BDS

! Tidak, ! Ya, misalnya:

! Ya, ! Tidak Tgl bln thn

4 Apakah peran BDS meningkatkan efisiensi produksi, daya saing, atau produktifitas

Layanan apakah yang sesungguhnya anda harapkan dapat diperoleh/disediakan oleh BDS?

Hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan peran BDS

! Tidak, ! Ya, misalnya:

D. Mengenai KSP dan MAP

1 Nama KSP yang melayani Kenal dengan pengelola KSP Frekwensi pertemuan dengan KSP

! Kenal, yaitu:

! Tidak, karena:

! Tidak pernah

! Jarang: _____ kali per ________

! Sering: _____ kali per ________

2 Sudah berapa kali meminjam dana MAP Bersanya dana MAP yang dipinjam? Suku bunga, waktu, dan agunan

! Belum pernah, karena:

! ___kali, yang pertama tahun _______

Rp Suku bunga: % per tahun

Waktu: bulan

Agunan:

3 Apakah jumlah ini mencukupi kebutuhan Jika tidak, berapa kebutuhan anda

! Ya, karena

! Tidak, karena

4 Penggunaan MAP Jika untuk usaha, penggunaannya Apakah KSP masih ada ?

! Memulai usaha baru

! Mengembangkan usaha yang telah ada

! Membeli barang konsumsi (motor, TV, rumah, dll)

! Menutup hutang ke orang lain

! Konsumsi (makan dan kebutuhan pokok)

! Lainnya:

! Investasi dan membeli peralatan

! Modal kerja

! Lainnya:

! Ya,

! Tidak, sejak

Apakah KSP masih aktif

! Ya,

! Tidak, sejak:

5 Pengembalian MAP Apakah MAP bermanfaat bagi perkembangan usaha anda?

! Lancar

! Tersendat, karena:

! Macet, karena:

! Ya, karena

! Tidak, karena

6 Jika pengembalian bermasalah Apakah mempercayai KSP Saran agar KSP lebih efektif

! Yang KSP lakukan:

! Yang BDS lakukan:

! Yang Dinas lakukan:

! Ya, ! Tidak

E. Perkuatan Lain

1 Bentuk perkuatan lain yang diterima Keterangan (darimana, bentuknya, nilainya, lamanya)

Page 232: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-1: Pengusaha

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

5

F. Hambatan dan Masalah

1 Menurut anda apakah program sentra berhasil? Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?

! Berhasil, karena

! Tidak, karena

! Bermanfaat, karena

! Tidak, karena

2 Kekuatan usaha Kekurangan usaha Hambatan usaha Peluang usaha

3 Faktor Kunci keberhasilan usaha anda Faktor kunci keberhasilan sentra

G. Perilaku

1 Adakah kebiasaan berkelompok

Apakah anda menjadi anggota kelompok

Apakah anda bekerja sama dalam melakukan usaha

! Ada, ! Tidak ! Ya, ! Tidak ! Ya, dalam bidang: ___________________

! Tidak, karena: ____________________

2 Apakah responden Ya/tidak Keterangan

Memperhatikan pasar ! Ya, ! Tidak

Merubah produk sesuai keinginan pasar ! Ya, ! Tidak

Suka bereksperimen/melakukan inovasi produk ! Ya, ! Tidak

Gemar membuka relasi baru ! Ya, ! Tidak

Mampu memperhitungkan kelayakan/resiko usaha ! Ya, ! Tidak

Memiliki rencana usaha ! Ya, ! Tidak

Melakukan pembukuan usaha ! Ya, ! Tidak

Memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha ! Ya, ! Tidak

Kemauan bekerjasama dengan pihak lain ! Ya, ! Tidak

Kemauan mengembangkan usaha ! Ya, ! Tidak

Kemauan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan ! Ya, ! Tidak

Kemauan bekerjakeras ! Ya, ! Tidak

H. Catatan Klaster

Dalam kerangka program sentra, apakah Keterangan

1 Apakah resp. mengenali setiap anggota sentra dan peran produknya

! Ya, ! Tdk

2 Apakah resp. bersepakat dengan anggota yang lain untuk menghasilkan/mendukung suatu produk utama sentra

! Ya, ! Tdk

3 Apakah kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis

! Ya, ! Tdk

4 Apakah produk/kegiatan yang resp. lakukan berhubungan dengan kesepakatan tersebut

! Ya, ! Tdk

5 Apakah resp. dan anggota sentra yang lain membentuk sebuah institusi bersama untuk membantu proses produksi/pemasaran produk sentra

! Ya, ! Tdk

6 Apakah resp. peduli terhadap usaha anggota lain ! Ya, ! Tdk

7 Apakah pemerintah anda nilai memiliki arah dukungan pengembangan usaha sentra yang jelas

! Ya, ! Tdk

8 Apakah anda memahami aturan pelaksanaan program sentra UKM?

! Ya, ! Tdk

9 Apakah hukum dan peraturan ditegakkan secara jelas ! Ya, ! Tdk

10 Apakah sarana infrastruktur di daerah anda mendukung usaha ! Ya, ! Tdk

Page 233: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis

FORMULIR PENGUMPULAN DATA

GAMBARAN SENTRA

2007

Page 234: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

1

A. Identitas Sentra

1 Nama Sentra (jika ada) Produk utama sentra Klasifikasi sentra

! A, ! B, ! C

2 Lokasi sentra Tahun terbentuknya (perkiraan) Tahun fasilitasi

3 Nama paguyuban/kelompok (jika ada) Nama pengurus (jika ada) Alamat pengurus (jika ada)

4 Infrastruktur yang ada sentra

! Jalan, ! Listrik, ! Instalasi air bersih, ! Telepon, ! Bank, ! Koperasi, ! Lembaga keuangan lain: , ! Pasar,

! Showroom produk, ! Jaringan transportasi, ! Lainnya:

B. Gambaran Produk Utama dan Lingkungan Sentra

Saat Ini Sebelum Perkuatan

1 Tahap perkembangan sentra ! Pembentukan, ! Tumbuh

! Berkembang, ! Evolusi Naik/Turun

! Pembentukan, ! Tumbuh

! Berkembang, ! Evolusi Naik/Turun

2 Tahap produk sentra ! Awal, ! Tumbuh

! Berkembang, ! Menurun

! Awal, ! Tumbuh

! Berkembang, ! Menurun

Saat Ini Sebelum Perkuatan

5 Proses Produksi ! Sederhana, ! Kompleks ! Sederhana, ! Kompleks

! Lini, ! Majemuk ! Lini, ! Majemuk

! Pesanan, ! Mass ! Pesanan, ! Mass

6 Teknologi produksi ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya

7 Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra

" Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.

" Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku

" Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan (5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

! aktor = ______

! buy = ______

P buy =rp_____

HPP = ______

! sell = ______

P sell =rp_____

∏ = ______

1.

Page 235: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

2

Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini memiliki model

! Joint production, ! Sub-kontrak, ! Integrasi vertikal

! Integrasi horizontal

Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini berada dalam subsistem:

Dimana produk startegis utama yang didukung oleh subsistem sentra adalah

! Subsistem Hulu, ! Subsistem Produksi, ! Subsistem Hilir

! Subsistem Penunjang

3 Infrastruktur Klaster (gunakan kertas lain jika diperlukan)

! Sentra memiliki produk utama/produk bersama

! Ada anggota sentra yang secara sadar membentuk rantai pasok untuk mendukung produksi produk utama sentra

! Anggota sentra memiliki komitmen untuk mendukung/memproduksi produk utama sentra

! Anggota sentra memiliki kepedulian atas keberhasilan/kegagalan usaha anggota yang lain

! Anggota sentra saling bekerjasama dan membagi tugas dalam kerangka rantai pasok untuk menghasilkan produk bersama

! Ada institusi bersama yang dibentuk oleh anggota sentra untuk mendukung proses penelitian, produksi dan pemasaran

! Ada tanda-tanda peningkatan daya saing produk sentra

! Identitas sentra/produk sentra dikenal masyarakat

4 Kekuatan sentra Kekurangan sentra Hambatan sentra Peluang sentra

gunakan kertas lain jika diperlukan

Faktor utama yang membuat sentra tetap ada/exist

Faktor utama yang perlu ada agar sentra dapat berkembang baik.

Page 236: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

3

C. Gambaran Perkembangan Sentra

Saat Ini Sebelum Perkuatan

1 Jumlah unit usaha Unit usaha Unit usaha

2 Karakteristik/ ciri unit usaha

! Kel. Besar

! Kel. Menengah

! Kel. Kecil

3 Proporsi unit usaha

! Kel. Besar % %

! Kel. Menengah % %

! Kel. Kecil % %

4 Rerata volume produksi per siklus

! Kel. Besar Unit Unit

! Kel. Menengah Unit Unit

! Kel. Kecil Unit Unit

5 Rerata volume penjualan per siklus

! Kel. Besar Unit Unit

! Kel. Menengah Unit Unit

! Kel. Kecil Unit Unit

6 Rerata harga penjualan yang dinikmati

! Kel. Besar Rp Rp

! Kel. Menengah Rp Rp

! Kel. Kecil Rp Rp

7 Pasar tujuan ! Kel. Besar ! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

! Kel. Menengah ! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

! Kel. Kecil ! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

! Lokal, ___%, ke:

! Regional, ___%, ke:

! Ekspor, ___%, ke:

8 Rerata jumlah tenaga kerja

! Kel. Besar Orang Orang

! Kel. Menengah Orang Orang

! Kel. Kecil Orang Orang

9 Rerata jumlah tenaga kerja non keluarga

! Kel. Besar Orang Orang

! Kel. Menengah Orang Orang

! Kel. Kecil Orang Orang

10 Rerata omzet per siklus

! Kel. Besar Rp Rp

! Kel. Menengah Rp Rp

! Kel. Kecil Rp Rp

11 Rerata asset ! Kel. Besar Rp Rp

! Kel. Menengah Rp Rp

! Kel. Kecil Rp Rp

12 Rerata Keuntungan

! Kel. Besar Rp Rp

! Kel. Menengah Rp Rp

! Kel. Kecil Rp Rp

D. Gambaran Perkuatan Kepada Sentra

a. KSP dan MAP

1 Nama koperasi yang melayani Alamat Koperasi Berdiri sejak

2 Bentuk koperasi Terlibat dalam lingkungan sentra sejak

Klasifikasi/peringkat koperasi Menyalurkan dana MAP sejak:

3 Jumlah MAP yang diterima: Jumlah dana MAP yang dapat disalurkan kepada pengusaha

Apakah penyaluran MAP sesuai petunjuk pelaksanaan

Apakah KSP masih ada dan aktif?

Rp Rp ! Ya, ! Tidak, karena

! Ya, ! Tidak, karena

Page 237: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

4

Saat Ini Awal Penyaluran

4 Jumlah pengusaha yang sudah menerima dana MAP

Unit Unit

5 Jumlah dana MAP Rp Rp

6 Total Asset Koperasi Rp Rp

b. BDSP

1 Nama BDS yang melayani Alamat BDS Nama Ketua

2 Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS kepada sentra

No Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima Diberikan Kapan Frek. Dibutuhkan? Berbayar?

1 Layanan Informasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 2 Layanan Konsultasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 3 Layanan pelatihan ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 4 Bimbingan/konsultasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 5 penyelenggaraan kontak bisnis ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 6 fasilitasi akses/perluasan pasar ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk 7 fasilitasi pengembangan organisasi dan manajemen ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

8 fasilitasi dalam memperoleh akses program pemerintah

! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

9 Fasilitasi dalam pengembangan teknologi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

10 Penyusunan proposal pengembangan usaha ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk

3 Apakah BDS memiliki kantor di sentra Apakah BDS masih aktif Kapan kunjungan terakhir BDS ke sentra

! Ya, ! Tidak ! Ya, ! Tidak, sejak Tgl bln thn

4 Jumlah tenaga BDS Komposisi tenaga BDS Sumber pendapatan bagi BDS

orang

! Dari luar sentra

! Dari dalam sentra

Apakah BDS sudah mengembalikan dana pendampingan

! Sudah,

! Belum

E. Sistem Agribisnis

Catatan keadaan subsistem HULU

Catatan keadaan subsistem USAHA TANI

Catatan keadaan subsistem HILIR

Catatan keadaan subsistem PENUNJANG

Page 238: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

FORM-2: Sentra

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

5

F. Karakteristik Klaster

Catatan karakteristik Internal: KONSENTRASI SPATIAL

Catatan karakteristik Internal: INTERAKSI

Catatan karakteristik Internal: KOMBINASI KOMPETENSI

Catatan karakteristik Internal: INSTITUSI BERSAMA

Catatan karakteristik eksternal: DEADWEIGHT

Catatan karakteristik Eksternal: ADDITIONALITY

G. Catatan Lain

Page 239: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

239

L AMPI RA N 2 GAMBARAN BEBERAPA SENTRA AGRIBISNIS FASILITASI KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM (DRAF)

A. Gambaran Umum Sentra UKM Agribisnis Sulawesi Selatan

Secara keseluruhan, Sulawesi

Selatan memiliki 64 sentra UKM

yang difasilitasi antara tahun 2001

sampai 2004. Dari 64 sentra ini,

menurut pertimbangan subyektif

dari kasie PKM, diperkirakan

hanya sekitar 20 sentra yang

masih memiliki komponen

perkuatan yang relatif lengkap.

Dari 20 sentra ini, yang diduga

masih berjalan secara sehat

(koperasinya mampu mencicil

MAP ke bank penyalur) hanya

berjumlah sekitar 10 sentra saja.

Ke 20 sentra tersebut dapat dilihat

dalam tabel 1.

Namun jika diamati lebih jauh, maka tampaknya tidak ada satu sentra pun yang

berjalan sesuai dengan harapan awal program sentra. Ketidak lengkapan dapat

terjadi pada struktur atau pada prosesnya. Dari sisi struktur, biasanya salah satu

komponen sudah tidak ada. Sedangkan dari sisi proses, yang terjadi adalah

proses pembagian MAP tidak sesuai target pengusaha dan peruntukan, proses

pembayaran cicilan MAP, proses pembinaan, proses pengawasan dan proses

penegakan hukum tidak dilaksanakan.

Dari 20 sentra tersebut, akhirnya dipilih 2 sentra yang akan dikunjungi lebih

lanjut, yaitu (1) sentra rumput laut di Jeneponto dan (2) sentra rumput laut di

Bulukumba. Sentra rumput laut Jeneponto dipilih karena di tahun 2004 lalu,

Page 240: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

240

sentra ini menunjukkan ciri-ciri akan berkembang ke arah klaster, meskipun

menurut berita terakhir, yang belum dikonfonfirmasi, mengatakan bahwa sentra

ini pada akhirnya terhenti. Berita dan kenyataan inilah yang akan dikonfirmasi.

Jika benar, maka akan ditelusuri, dimana letak kesalahannya. Namun jika salah,

diharapkan dapat ditemui contoh sentra yang mampu menumbuhkan ciri klaster

dalam periode perkuatan. Sentra rumput laut Bulukumba dipilih karena

kabarnya masih memiliki komponen perkuatan yang lengkap dan koperasi

penyalur MAP masih membayar cicilan MAP ke bank penyalur.

Tabel L- 1. Daftar Sentra Yang Diduga Masih Berjalan di Sulawesi Selatan Tahun 2007

No Sentra Kabupaten Keterangan

1 Rumput laut Bulukumba

2 Batu bata Bulukumba

3 Jagung marning Bulukumba

4 Jagung kuning Jeneponto

5 Rumput laut Jeneponto Diduga masih berjalan karena ada dana agrobisnis 1M

6 Kasur Bantaeng

7 Kopi/cengkih Sinjai

8 Roti/Kue Maros

9 Meubel Makassar

10 Kepiting Pangkep

11 Emas Pangkep

12 Bandeng Pangkep

13 Rumput laut Bone

14 Gula merah Bone

15 Konveksi Wajo

16 Ikan air tawar Wajo

17 Ikan air tawar Soppeng

18 Tenun Toraja

19 Anyaman Toraja

20 Coklat Luwu Sumber: Mantan Kasie PKM Dinas Koperasi dan UKM Sulsel

Jeneponto terletak sekitar 60 km di sebelah Tenggara kota Makassar. Kota

dapat dicapai melalui perjalanan darat menggunakan mobil angkutan dari

terminal Sungguminasa yang ada di perbatasan antara Kota Makassar dengan

kabupaten Gowa. Jarak ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam. Ongkos angkutan

sebesar Rp 15000,-. Sampai di lampu merah Jeneponto (satu-satunya lampu

merah di kota tersebut) perjalanan harus dilanjutkan dengan ojek untuk

mencapai koperasi Julu Atia, koperasi penyalur MAP ke sentra.

Page 241: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

241

A.1. Sentra Rumput Laut - Jeneponto

Sekedar mengingat-ingat, sentra berada di kelurahan Biringkassi, kecamatan

Binamu, kabupaten Jeneponto. Kegiatan penanaman rumput laut dimulai

diwilayah ini pada tahun 1995, dimulai oleh pak Mali yang pada saat itu menjadi

pak Lurah Biringkassi. Sejak saat itu, penduduk mulai mengikuti budidaya

rumput laut hingga saat ini.

Wilayah yang digunakan untuk penanaman rumput laut berada di sepanjang

pesisir Jeneponto yang membentang sepanjang kurang lebih 119 km. Rata-rata

rumput laut ditanam mulai dari batas 100 m dari pantai hingga sekitar 1 – 2 km

ke lepas pantai, tergantung kontur lokasi pantai. Kelurahan yang banyak

memiliki bentang rumput laut adalah (1) kelurahan Biringkassi, Binamu, (2)

kelurahan Borontala, Tamalatea, dan (3) kelurahan Bontusinggu, Tamalatea.

Jumlah produksi total ke 3 Kelurahan ini diperkirakan tidak kurang dari 80.000

ton rumput laut kering di tahun 2006.

Gambar L- 1. Lokasi Sentra Rumput Laut Jeneponto

Pada kunjungan terakhir tahun 2004, sentra ini didampingi oleh primkopin Julu

Atia yang memiliki 2 unit, yaitu produksi (menampung rumput laut dari anggota)

dan simpan pinjam. Pada saat ini, Koperasi Julu Atia telah “dibagi” dua, agar

unit-unitnya menjadi koperasi yang berdiri sendiri. Dengan demikian, saat ini, di

sentra ada KSP Julu Atia, yang khusus menangani permodalan anggota, dan

Primkopin Baji Pamae, yang khusus menangani produksi (penjualan bibit,

pembalian hasil panen, pengolahan dan penjualan). Spin-off ini tidak murni

karena kebutuhan anggota yang semakin spesifik dan besar, tetapi lebih untuk

Page 242: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

242

mencapai kecukupan syarat untuk kegiatan penyaluran dana koperasi

Agrobisnis. Jadi, menurut peraturan, koperasi yang boleh menerima dana

agrobisnis 1 milyar tidak boleh dalam bentuk USP, harus KSP. Untuk itu, pada

tahun 2005, Primkopin Julu Atia melakukam spin off tersebut.

Dalam pertemuan hari hari ini, kami tidak memiliki kesempatan menemui

pengurus KSP Julu Atia karena pengurus KSP (ketua) juga bertugas sebagai

anggota KPU yang sedang sibuk membantu pelaksanaan pilkada Sulsel.

Sedangkan pengurus lainnya (sekertaris dan Bendahara) sedang ke Makassar

untuk urusan lain. Pertemuan sepakat dilakukan pada hari Senin saja ketika

kunjungan ke dua dilakukan.

Produk utama sentra adalah rumput laut kering untuk bahan baku industri.

Infrastruktur sentra lengkap dari jalan yang baik dan jaringan transportasi publik

yang cukup, listrik, air bersih pompa, telepon kabel, bank dan lembaga keuangan

lainnya, pasar rumput laut, areal produksi, dan areal pemukiman.

Gambaran Produk Utama dan Lingkungan Sentra

Produk dan Tahap Produk

Produk utama sentra saat ini berkembang menjadi 2, yaitu (1) rumput laut kering

(telah berjalan baik) dan (2) rumput laut hasil olah setengan jadi (baru dimulai

tahun 2006).

Jika dilihat dari sisi tahap produk, maka produk rumput laut kering tampak sudah

memasuki tahap dewasa sedangkan rumput laut olahan setengah jadi berada

dalam tahapan pembentukan. Sedangkan jka diperhatikan, dan dibandingkan

dengan keadaan tahun 2004, dapat dikatakan bahwa sentra sekarang sedang

ada dalam tahapan evolusi (yang belum jelas antara evolusi naik atau evolusi

turun). Di tahun 2004, sentra sedang dalam tahap berkembang.

Proses Produksi

Rumput Laut Kering Mentah Proses budidaya rumput laut dilakukan dalam 3 tahap, (1) persiapan, (2)

pembentangan di laut, (3) perawatan, (4) panen, (5) penjemuran, dan (6)

pengepakan. Proses persiapan meliputi kegiatan pembersihan lokasi,

pembuatan pematang dan bentangan, persiapan jangkar, dan pemasangan bibit

Page 243: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

243

pada bentangan. Proses pembentangan adalah kegiatan meletakkan tali

bentangan yang telah dipasangi bibit, ke lokasi laut yang dipilih. Pembentangan

dilakukan dengan memasang tali bentangan ke tali pematang yang kemudian

dibenamkan ke laut menggunakan jangkar yang dibuat dari karung. Proses

perawatan adalah proses pemeriksaan rutin apakah ada tali yang kendor, bibit

yang terlepas/rusak dan lain-lain. Panen adalah proses pengangkatan

bentangan rumput laut yang telah memasuki masa panen dan melepaskannya

dari tali bentangan. Penjemuran adalah kegiatan mengeringkan rumput laut

basah. Penjemuran dilakukan di pantai dengan bantuan sinar matahari hingga

mencapai kadar air 20-30%. Pengepakan adalah kegiatan memasukkan rumput

laut yang telah kering ke dalam karung ukuran 50 kg.

Satu siklus produksi rumput laut kering mentah berlangsung selama kurang lebih

60 hari: 3 hari untuk persiapan, 50 hari untuk pemasangan, pembesaran, dan

perawatan, dan sekitar 3 hari untuk penjemuran/pengeringan.

Rumput Laut Matang Setengah Jadi Disebut rumput laut matang karena rumput laut telah mengalami proses

pemasakan. Disebut setengah jadi karena proses pengolahan yang dilakukan di

sentra hanyalah proses tahap 1 dari 3 proses pengolahan rumput laut dalam

daur pengolahan rumput laut sebelum dapat jadi pasokan industri.

Proses pengolahan rumput laut mentah (RLM) menjadi rumput laut matang

setengah jadi (RLMSJ) membutuhkan waktu kurang lebih 10 hari untuk

memenuhi kapasitas 20 ton (1 kontainer). Proses yangdilakukan adalah

Biaya bahan bakar untuk produksi 20 ton tersebut adalah Rp 12,000,000, Biaya

pembelian bahan baku adalah Rp 165,000,000 (30 ton x Rp 5.500) – (rendemen

sekitar 65-70%). Harga KOH adalah Rp 11,000 per liter. Secara total,

diperkirakan biaya produksi untuk menghasilkan 1 kg RLSJ adalah rp 15,000.

Harga jual RLSJ adalah antara USD 2.5 hingga USD 2.7 per kilogram atau dari

pengalaman ekspor yang telah dilakukan harga adalah Rp 20,250 per kg.

Ide pembuatan pabrik berasal dari buyer di China. Dana investasi mesin dan

gedung yang dialokasikan adalah Rp 2 M dari kementerian koperasi, tanah dan

pagar dari kabupaten, biaya transport mesin, pembuatan rumah genset dan

boiler, dan penambahan pagar sebesar Rp 300 juta dari koperasi. Bersama

mesin pengolahan ini Koperasi telah sempat melakukan 2 kali pengiriman ke

China tetapi sekarang terhenti karena embargo produk perikanan Indonesia oleh

Page 244: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

244

China. Saat ini sedang dilakukan pembicaraan untuk melakukan penjualan ke

PT Gumindo di Jakarta yang bersedia menampung hasil produksi RLSJ koperasi.

Tabel L- 2. Proses Pembuatan Rumput Laut Matang Setengah Jadi

No Kegiatan Keterangan Proses jarak jumlah waktu

Sortir dan pembersihan dari pasir dan lumut

!" ! � D ∇ 1 km 20 ton 1 minggu

Proses pematangan !" ! � D ∇

Pencampuran air dengan KOH !" ! � D ∇ Dalam ketel

Pemanasan air dengan boiler !" ! � D ∇ 9000 ltr 3 jam 80 C

Pemasukan RL ke bak rendam !" ! � D ∇ 1,8 ton 3 jam

Penuangan air panas ke bak rendam

Perendaman RL dengan air panas !" ! � D ∇ 1,8 ton

Pemindahan RL dari bak rendam ke bak bilas 1

Pembilasan 1 !" ! � D ∇ 3 jam Air tawar

Pemindahan RL dari bak bilas 1 ke bak bilas 2

Pembilasan 2

Peluruhan kotoran !" ! � D ∇ 1 jam Diputar horisontal dalam tabung

Penirisan !" ! � D ∇ 0,5 jam spinner

Pengeringan/penjemuran !" ! � D ∇ 3 hari jemur

Keterangan: O = operasi, ! = transport, � = inspeksi, D = delay, ∇ = storage

Masalah yang dihadapi saat ini adalah modal kerja. Koperasi tidak memiliki

kecukupan modal untuk melakukan operasi pengolahan secara kontinu (membeli

bahan baku). Jika diperhatikan di atas, kebutuhan modal kerja untuk 1 siklus

produksi (mengisi 1 kontainer) adalah sebesar kuarng lebih 200 juta. Jika proses

pengisian dapat dilakukan dalam waktu 10 hari, maka dalam 1 bulan dapat

dilakukan pengiriman sebagnyak 3 kontainer. Jika tempo pembayaran adalah

setelah barang dikirimkan/diterima di tujuan maka kebutuhan modal kerja

minimal adalah untuk 2 kali siklus produksi atau sekitar Rp 400 juta.

Pengiriman ke China menjadi terhenti karena baik koperasi maupun buyer

langganan di Cina tidak memiliki perusahaan rekanan di negara ke 3 sebagai

jembatan penjualan seperti di Malaysia, Philipine atau Singapore. Ekspor

sesungguhnya masih dapat dilakukan seandainya ada rekanan yang dapat

menjadi pihak ke 3 dalam transaksi ini. Disini mungkin dibutuhkan peran atase

perdagangan di negara-negara tersebut.

Page 245: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

245

Gambaran Anggota

Secara umum ada 3 jenis anggota: (1) biasa, (2) besar, dan (3) kecil. Perbedaan

anggota ini dilihat dari jumlah bentang yang dimilikinya. Angota biasa, biasanya

memiliki antara 300 hingga 700 bentang penanaman rumput laut. Anggota besar

memiliki lebih dari 1000 hingga 3000 bentang. Sedangkan anggota kecil

biasanya hanya memiliki sekitar 100 bentang.

Satu bentang tali penanaman rumput laut memiliki panjang 30 m. Satu bentang

menghasilkan 15 kg rumput laut kering.

Dari jumlah anggota saat ini yang 250 orang. Sekitar 100 (40%) diantaranya

tergolong besar, 50% biasa, dan 10% kecil.

Biaya pembuatan per 100 bentangan adalah sebesar Rp 1.5 juta.

A.2. Catatan Sentra Jagung Kuning: Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulsel

Sentra jagung kuning

yang dikunjungi berada

di desa Tolo Selatan,

kecamatan Kelara,

kabupaten Jeneponto.

Penanaman jagung di

desa ini sudah

berlangsung turun-

temurun. Kontur yang

relatif datar, iklim yang kering, dan jenis tanah yang ada di daerah ini membuat

tanaman jagung, padi tadah hujan dan bawang merupakan pilihan komoditi

pertanian yang dapat ditanam atau banyak dipilih petani untuk ditanam di daerah

ini. Kecamatan Kelara ini ditetapkan sebagai sentra jagung tahun 2003.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, upaya

peningkatan produksi jagung nasional juga sangat berpeluang untuk mengisi

pasaran dunia (Pingali 2001 dan Kasryno 2002). Peluang peningkatan produksi

jagung dalam negeri masih terbuka lebar baik melalui peningkatan produktivitas

maupun perluasan areal tanam utamanya pada lahan kering di luar Jawa. Secara

umum, produktivitas jagung nasional baru 3,2 t/ha. Kegiatan penelitian telah

Page 246: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

246

menyediakan teknologi produksi jagung dengan produktivitas 4,5–10,0 t/ha,

tergantung pada potensi lahannya. Potensi lahan untuk pengembangan jagung

cukup luas, terutama lahan kering di luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan,

Irian, dan Sulawesi. Sekitar 6,96 juta hektar lahan yang terdapat di 14 propinsi

berpotensi untuk pengembangan jagung (Puslitbangtanak 2002). Lahan kering di

empat pulau besar tersebut didominasi oleh tanah tua yakni Podsolik dan Latosol

(Muljadi 1977), yang umumnya bereaksi masam dan kurang subur. Keberhasilan

pengembangan jagung untuk pemanfaatan potensi lahan yang tersedia, sangat

dipengaruhi oleh antara lain tingkat keuntungan yang dapat diperoleh petani.

Untuk itu perlu ada teknologi budidaya dengan: (a) produktivitas tinggi, (b) biaya

produksi efisien, dan (c) kualitas produk tinggi.

Pengelolaan pertanaman jagung secara terpadu (PTT jagung) melalui penerapan

berbagai komponen teknologi yang sinergistik diharapkan merupakan

pendekatan yang sesuai. PTT jagung meliputi varietas unggul, benih bermutu,

penyiapan lahan yang hemat tenaga, populasi tanaman yang optimal,

pemupukan yang efisien, pengendalian jasad pengganggu yang murah, dan

teknologi pasca panen yang sesuai dengan kondisi lahan dan sosial ekonomi

masyarakat.

Jika produksi jagung dalam negeri berhasil ditingkatkan, maka import jagung

dapat di kurangi atau ditiadakan. Bahkan lebih jauh dari itu, pasar jagung

regional dan global yang terbuka dapat dimanfaatkan Indonesia. Hal tersebut

pada gilirannya tidak hanya menghemat devisa melainkan juga meningkatkan

cadangan devisa yang sangat diperlukan untuk memulihkan perekonomian

negara.

Petani anggota koperasi yang ditemui adalah petani pemilik tanah. Rata-rata

luas tanah yang mereka garap adalah antara 1 Ha hingga 1.5 Ha. Berikut

penuturan mereka.

Satu siklus produksi penanaman jagung berlangsung selama sekitar 100 hari.

Diluar waktu tersebut diperlukan tamgahan waktu untuk persiapan lahan dan

penanaman (3 hari), pemanenan (sekitar 3 hari) dan penjemuran (2-3 hari). Jika

musim sedang baik, dalam 1 tahun petani dapat melakukan 2 kali penanaman.

Bibit yang digunakan adalah bibit BISI-2. Bibit ini banyak disediakan di toko-toko

pertanian di jeneponto. Ketika ditanya apakah ini bibit yang terbaik, meskipun

tidak secara pasti, tetapi mereka berpendapat biit ini terbukti memerlukan

Page 247: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

247

perawatan yang tidak terlalu banyak dan cukup tahan terhadap hama. Harga

bibit di toko pertanian adalah sebesar Rp 30.000/kg. 1 hektare tanah

membutuhkan bibit sebanyak 20 kg.

Kebutuhan budidaya jagung lainnya adalah pupuk. Pupuk yang digunakan

adalah campuran antara pupuk ZA dan UREA. Pemupukan dilakukan sebanyak

2 kali dalam 1 siklus tanam. Kebutuhan pupuk untuk 2 kali pemupukan ini adalah

sebanyak 8 karung pupuk, masing-masing seberat 100 kg, dengan harga Rp

60.000 per karung.

Disamping biaya bibit dan biaya pupuk, petani juga perlu mengeluarkan biaya

tenaga kerja. Dalam proses persiapan lahan, penanaman bibit dan perawatan,

petani biasanya dibantu dengan 2 orang tenaga harian. Mereka diupah Rp

25.000 per hari (termasuk makan, kopi dan rokok). Diperkirakan waktu kerja

mereka adalah selama 25 hari.

Melihat penuturan tersebut, maka biaya produksi penanaman jagung kuning per

hektarenya diperkirakan sebesar Rp 1.705.000 per satu siklus tanam [Rp

600.000 (bibit), Rp 480.000 (pupuk), dan Rp 625.000 (tenaga kerja)].

Satu hektare lahan diperkirakan menghasilkan antara 3 hingga 6 ton jagung yang

dapat dijual dengan harga antara Rp 1.000 hingga Rp 1.300 per kilogram, harga

tahun 2007. Hasil ini membuat dugaan pendapatan petani per siklus tanam per

hektare adalah sebesar rp5.175.000 (4.500 kg x Rp 1.150/kg). Dengan

demikian, rerata keuntungan usaha per siklus tanam adalah Rp 3.470.000 per

siklus tanam (100 hari).

Pada saat-saat tertentu ketika harga jatuh, harga jual per kg adalah sebesar Rp

600. pada saat itu rerata keuntungan usaha petani adalah sebesar Rp 995.000

(Rp 2.700.000 – Rp 1.705.000). Dengan demikian variansi penerimaan

keuntungan petani jagung kuning di Kelara adalah sebesar Rp 2.475.000/rp

2.232.500 = 1.108.

Hasil panen jagung dijual kepada pembeli pengumpul yang tetap. Disebut

pedagang. Jumlahnya di sentra Kelara ada 5 orang. Hubungan dengan

pengumpul ini sudah berlangsung lama. Meskipun tidak diakui, tetapi pengurus

koperasi menyatakan tidak tertutup kemungkinan petani juga meminjam uang

kepada pedagang pengumpul jika tidak dapat meminjam kepada koperasi

(karena plafon atau hal lainnya).

Page 248: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

248

Daerah pemasaran tidak diketahui, petani dan pengurus koperasi mengaku

hanya mementingkan pengambilan jagung di lokasi sentra dan tidak

mempedulikan kemana jagung dibawa. Urusan ke luar dari kecamatan Kelara

merupakan urusan pedagang pengumpul. Menurut keterangan, jagung dibawa

ke kawasan industri (KIMA) di Makassar

Jumlah anggota sentra kemungkinan besar secara relatif tidak bertambah terlalu

besar dalam 3 tahun terakhir ini. Perubahan angota sentra lebih disebabkan oleh

penerusan pengolahan tanah dari orang tua kepada anak, pembagian tanah

kepada anak, atau karena migrasi dan kematian. Penambahan anggota yang

signifikan diragukan karena jumlah tanah dikatakan tidak berubah (tidak ada

pembukaan lahan baru). Catatan koperasi menunjukkan anggota koperasi

meningkat dari 50 anggota pada awal tahun fasilitasi dan berkembang menjadi

243 saat ini. Hal ini menunjukkan yang bertambah adalah minat masyarakat

untuk menjadi anggota koperasi atau perluasan layanan koperasi menjangkau

desa lain di sekitar desa Tolo Selatan.

Keahlian bertanam diperoleh dari pengalaman turun-temurun, Tidak ada

pengolahan lanjutan yang dilakukan anggota sentra terhadap jagung yang telah

dikeringkan bersama bonggolnya ini. Pengolahan paling jauh adalah memipil

jagung dan mengarungkannya. Proses pemipilan dilakukan dengan tangan atau

dengan mesin sederhana.

Tidak ada kerjasama pemasaran dan produksi yang dilakukan antar anggota

sentra. Kerjasama produksi yang dilakukan adalah pembuatan kesepakatan

waktu tanam dan jenis komoditas yang ditanam. Kesepakatan waktu tanam dan

jenis komoditas yang ditanam dilakuikan untuk meminimalkan gangguan hama.

B. Sentra UKM Agribisnis di Lampung

B.1. Sentra Ikan Air Tawar; Kec. Metro Barat, Kota Metro - Lampung

Potensi pengembangan budidaya ikan air tawar di Kota Metro masih sangat

menarik, mengingat dengan budidaya ikan seperti lele dan patin, masa panen

produk yang lebih singkat dibandingkan menanam padi, disisi lain banyak petani

ikan yang sudah mampu membuat pakan ikan dan melakukan pembibitan sendiri

dari limbah industri hasil pertanian lainnya, sehingga biaya produksi menjadi

Page 249: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

249

lebih murah dan nilai jual produk menjadi lebih kompetitif. Hal ini yang

menyebabkan semakin banyak petani padi di Kota Metro mulai beralih ke usaha

budidaya ikan air tawar.

Gambar L- 2. Letak Sentra di Pohon Industri Perikanan

Gambar L- 3. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Ikan Air Tawar

Ikan Hidup

Ikan Utuh

Ikan Olahan

Ikan Segar

Ikan Beku

Belahan Ikan

Pengalengan

Pengasapan

Pemindangan

Penggaraman

Pengeriangan

Lainnya

Ikan Hidup

Segar dingin

Beku

Kering/Asin

Ekstrak Ikan

Kecap Ikan

Tepung Ikan

Minyak Ikan

Indukan Ikan Pembenihan Ikan

Konsumen akhir

(Masyarakat) Pembesaran

Ikan Pedagang lokal/ antar

daerah Restoran & rumah makan

Page 250: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

250

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing

pemilik UKM pengolahan ikan, dukungan finansial yang diterima

sentra ini berupa dana modal awal dan padanan (MAP), yang

disalurkan melalui KUD ”Sejahtera Mandiri” ke 54 anggota

koperasinya yang bergerak dibidang pembibitan dan pembesaran

ikan lele dan ikan patin.

! Dukungan non finansial. Dukungan non finansial hingga saat ini

masih lemah, baik oleh koperasi, sentra maupun langsung ke petani.

Dukungan yang selama ini diterima baru dalam bentuk bimbingan

dan pengawasan oleh instansi terkait, baik dari kantor dinas

perikanan maupun oleh kantor dinas koperasi.

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah

(kabupaten/propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung

berpihak dalam membantu perkembangan usaha pengolahan ikan

ini.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga yang pernah dialami

petani ikan adalah lonjakan harga pakan ikan dan harga jual yang

tidak stabil. Namun lonjakan harga pakan ikan ini menciptakan

inovasi dari petani ikan untuk membuat pakan ikan sendiri dengan

bahan-bahan yang tersedia di lokasi tersebut. Kondisi ini membantu

pengembangan inovasi petani yang pada akhirnya meningkatkan

daya saing produk.

#" Mekanisme transmisi

! Visi sentra dalam pengembangan produk ikan air tawar serta fokus

utama pengembangan ikan lele dan patin membantu sentra dalam

mengembangkan sektor hulu dan hilir komoditas ini secara

konsisten. Pemahaman yang baik akan visi dari pengembangan

sentra terlihat dengan mulai diperkuatnya sektor-sektor di hulu dari

pengembangan agribisnis ikan air tawar. Perkuatan di sektor hulu

terbukti mampu menekan biaya produksi, hal ini menyebabkan

Page 251: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

251

semakin kompetitifnya produk yang dihasilkan, pada akhirnya bila

produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar maka secara alami

pemasaran produk menjadi lebih mudah.

! Komunikasi antar petani agribisnis ini telah berjalan dengan baik,

komunikasi yang secara teratur dilaksanakan dalam format

pertemuan sosial kemasyarakatan dan keagamaan rutin tiap

bulannya, hal ini menciptakan penyebaran informasi dapat lebih

cepat bergulir diantara sesama anggota sentra.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam

membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi

pembibitan maupun pemeliharaan ikan maupun serta dalam sistem

manajemen pengelolaan hasil produksi hingga kini belum dirasakan

oleh ukm di sentra ini. Saat ini riset dan pengembangan atau inovasi

produk lebih banyak dilakukan oleh ketua sentra yang juga pegawai

kantor dinas perikanan Kota Metro.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau

jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Metro Barat cukup

tinggi. Besarnya pendapatan para petani dari produk ikan air tawar

ini juga memberi semangat berwirausaha. Pertemuan yang rutin

diikuti oleh petani ikan di sentra dengan bimbingan ketua sentra

menunjukkan etos kerja yang baik

! Manfaat yang diperoleh lebih besar dari rintangan, serta hambatan

yang selama ini telah berhasil diatasi oleh petani di sentra ini

membantu pembentukan semangat dan etos kerja yang lebih baik.

Latar belakang serta sejarah keberadaan petani ikan ini (keluarga

transmigran dari P. Jawa) juga berpengaruh besar terhadap mental

untuk bekerja atau berwirausaha.

! Keunikan/daya saing produk. Kekuatan pasar, merupakan keunikan

dari produk yang dihasilkan sentra ini. Kebutuhan produk yang besar

dan konsisten untuk pasokan restoran, warung tenda dan rumah

makan serta untuk konsumsi langsung dimasyarakat menghasilkan

Page 252: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

252

daya tarik yang kuat terhadap pengembangan usaha ini dimasa yang

akan datang.

Daya saing produk sentra ini terletak pada low cost production

dibandingkan sentra ikan air tawar lainnya (terutama untuk ikan patin

yang 98% pasokan pakannya telah berhasil diproduksi sendiri oleh

petani di sentra tersebut). Hal ini berdampak pada tingginya nilai

kompetitif produk baik dari sisi persaingan harga jual maupun interest

yang dihasilkan.

! ketersediaan pasar. Jangkauan yang luas menjangkau Metro,

Bandar Lampung, Bandar Jaya hingga Kotabumi menunjukkan

awereness masyarakat terhadap keberadaan sentra ini sudah cukup

tinggi.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Sarana dan

prasarana produksi aksesibilitas yang baik serta kemampuan petani

menyediakan sebagian kebutuhannya sendiri mendorong lancarnya

proses produksi di sentra ini. Dukungan ketersediaan saluran irigasi

membantu lancarnya pasokan air di kolam-kolam petani ikan.

! Konsistensi kebijakan. Bantuan yang diberikan belum bersifat

berkelanjutan lebih kearah mensukseskan program, perlu adanya

pendekatan komprehensif dalam memberikan bantuan seperti

tujuan, tahapan dan pengawasan serta evaluasi terhadap tingkat

keberhasilan dari sentra tersebut.

! Penegakan aturan. Aturan yang dibangun dalam sistem

pengembalian MAP yang menyamakan antar produk agribisnis

dengan produk non agribisnis perlu dikaji lebih lanjut, hal ini

menyangkut masa produksi produk-produk agribisnis yang spesifik,

kemudian masih dibatasi juga oleh kondisi alam, sehingga masa

paceklik, musim kering serta kegagalan panen harus dimasukkan

kedalam toleransi atau fleksibelitas penegakan aturan.

Keinginan petani untuk melakukan pengembalian modal bergulir

yang disesuaikan dengan masa produksi harus diakomodasi dengan

baik, agar resiko tersendat atau kegagalan pengembalian modal

Page 253: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

253

bergulir dapat diminimalisir. Pada intinya aturan seharusnya

dirancang agar flesibel mengikuti kondisi iklim usaha dari sentra yang

dibantu.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 83 ukm, yang terdiri dari ukm

pembibitan ikan dan ukm pembesaran ikan.

! Omset sentra. Rp. 575.833.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain

terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga, aktivitas

keagamaan maupun pertemuan antar sesama peternak ikan

dijadikan ajang tukar-menukar informasi dan kerjasama sesama

petani.

! Kelembaman anggota sentra. Kelembaman petani ikan cukup baik,

dimana petani mampu mencari jalan keluar dari masalah yang

dihadapi dengan melakukan inovasi-inovasi yang dampaknya secara

keseluruhan sentra ini memiliki nilai kompetitif yang lebih tinggi

dibandingkan sentra-sentra yang sama lainnya. Kesulitan pakan dan

bibit sebagai salah satu contoh yang bisa diatasi dengan

memproduksi sendiri di dalam sentra.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Sentra ini sebagian besar memproduksi ikan lele dan ikan patin, bentuknya baik

dalam bentuk benih maupun dalam bentuk siap konsumsi. Benih ikan lele

maupun ikan patin saat ini sudah berhasil diproduksi sendiri di dalam sentra.

Benih yang diproduksi di sentra inovasi penggunaan bahan-bahan alternatif (roti

expired, ikan asin expired, biskuit, bungkil kelapa, dll) dalam pembuatan pakan

ikan membantu petani untuk menekan harga pakan ikan sehingga memiliki daya

saing yang baik di pasaran.

Benih ikan lele atau patin yang dapat dibeli sesama anggota sentra atau di

biakkan sendiri ini, waktu pembenihan untuk patin atau lele memakan waktu 2

bulan. Untuk tahap pembesaran harus dipindah ke kolam yang memadai.

Pembesaran ikan lele 2 hingga 3 bulan atau dengan perhitungan telah mencapai

Page 254: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

254

8 hingga 12 ekor untuk satu kilogramnya, sedangkan untuk patin bila ingin dijual

di pasaran memerlukan waktu 5 hingga 6 bulan atau 2 hingga 3 ekor untuk satu

kilogramnya.

Perawatan yang mudah dan daya tahan terhadap penyakit yang cukup tinggi

untuk kedua ikan ini menjadi salah satu daya tarik semakin banyak petani yang

bergerak untuk memeliharanya. Dalam kurun waktu antara 2 sampai 3 bulan

untuk lele dan 5 hingga 6 bulan untuk patin ini hanya perlu diperhatikan masalah

kualitas air dan ketersediaan pakan. Pekerja yang terlibat berkisar 2 hingga 3

orang ditambah pemiliknya sendiri.

Ikan-ikan yang siap panen biasanya sudah ada yang menampung, baik pembeli

datang sendiri ke kolam ikannya atau petani yang mengantarkan ikan hasil

panennya. Pemasaran ikan di lampung cukup baik karena sentra ini sudah

dikenal sehingga sirkulasi penjualan lancar

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster yang terlihat adalah berdasarkan dasar aktivitas di wilayah

ini yaitu sebagai komunitas nelayan dan adanya pelabuhan kapal besar di muara

sungai Juwana dan adanya tempat pelelangan ikan. Aktivitas turunan yang

berkembang di kawasan ini berupa aktivitas jual beli ikan hasil tangkapan,

aktivitas perawatan dan perbaikan kapal, aktivitas penyediaan peralatan melaut

Page 255: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

255

dan aktivitas jasa penunjang (koperasi dan bank). Kegiatan lain yang

berkembang dengan dasar ketersediaan sumber daya alam serta kebutuhan

untuk pengolahan ikan adalah tambak garam dan tambak ikan bandeng serta

industri pengolahan ikan (industri pengolahan ikan bandeng, ikan asin dan

bandeng presto duri lunak). Konsep hulu-hilir (off farm) serta on farm yang mulai

terbentuk di wilayah ini harus diperkuat dengan intervensi teknologi serta

peningkatan sumber daya manusia, penggunaan presto sebagai salah satu cikal

bakal pengembangan teknologi pengolahan ikan sudah mulai diterapkan walau

masih sebatas ikan bandeng, penggunaan alat seperti presto ini juga sebagai

upaya meningkatkan kualitas produk berupa meningkatkan taste (rasa) produk

dan menambah daya tahan produk dari kerusakan. Kerjasama dan komunikasi

sudah terjalin diantara sesama pengusaha pengolahan ikan maupun dengan

pengusaha pendukung (pemilik kapal, nelayan, koperasi, dsb), namun yang

masih menjadi kendala adalah kurangnya bimbingan dari pihak pemerintah

maupun perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya dalam upaya membantu

pengembangan sektor-sektor off farm dan on farm di kluster pengolahan ikan ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Sentra pengolahan ikan yang merupakan salah satu industri yang berkembang di

kawasan Juwana – Pati ini. Selain industri pengolahan ikan, banyak industri lain

yang berkaitan dengan daya dukung alam dan segala aktivitas yang berkembang

di kawasan pantai Juwana. Kebutuhan modal yang besar menjadi kendala bagi

nelayan dan industri ikan yang ada di sana, terlebih dengan meningkatnya harga

BBM yang membuat nelayan semakin sulit untuk melaut karena membutuhkan

biaya yang sangat besar untuk setiap kali berangkat melaut. Sehingga saat ini

nelayan banyak yang tidak melaut karena kesulitan modal. Hal ini berdampak

pada industri di sentra pengolahan ikan, para bakulan mengalami kesulitan

berproduksi karena bahan bakunya yang berupa ikan-ikan layang, tongkol dan

ikan-ikan kecil lainnya sulit diperoleh. Kesulitan ini memicu peningkatan harga

ikan dan ketidakstabilan pasokan, sehingga tidak jarang pasokan ikan

didatangkan dari Pekalongan atau Tegal.

Kesulitan modal juga dialami oleh pengusaha pengolahan ikan di sentra ini,

dimana untuk menjalankan proses produksi yang berlangsung dalam satu hari

membutuhkan modal antara 15 hingga 25 juta, sedangkan penjualan ikan olahan

dibayarkan dengan sistem tunda untuk 3 hingga 4 kali pengiriman untuk tiap satu

kali pembayaran.

Page 256: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

256

Aplikasi teknologi dalam pengolahan ikan yang perlu bimbingan lebih lanjut agar

para pengusaha dapat meningkatkan kualitas produk baik dari sisi rasa (taste),

daya tahan dan hygienitas (kebersihan produk). Perlunya intervensi pemerintah

maupun lembaga riset (perguruan tinggi) dalam membantu masyarakat

mengembangkan dan menerapkan teknologi baru di pengolahan ikan agar daya

saing produk klaster di pasaran tetap tinggi serta membangun inovasi produk

baru agar pasar tidak jenuh dengan produk yang sudah ada, disisi lain klaster

yang terbentuk dapat menjadi leader dalam pengolahan ikan sehingga tercipta

persaingan yang sehat diantara klaster pengolahan ikan lain.

B.2. Pembibitan Sapi di Kec. Kotabumi, Lampung Utara - Lampung

Pembangunan sub sektor Peternakan di Lampung cukup potensial, karena setiap

tahun Lampung mengirim sapi potong ke Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa

Barat tidak kurang dari 140.000 ekor, serta sapi bibit ke beberapa Provinsi di

Sumatera mencapai 15.000 – 20.000 per tahun. Walaupun produksi daging sapi

di Lampung sudah mampu mensuplai kebutuhan Provinsi lain, akan tetapi

Lampung saat ini masih mengimpor sapi bakalan dari Australia 120.000-140.000

ekor per tahun.

Pada komoditi sapi potong di Lampung peranan usaha kecil dan menengah

sangat penting, terutama dalam usaha pembibitan dan penggemukan. Yang

perlu didorong terus adalah meningkatkan kemitraan dengan para peternak serta

perannya dalam membangun sistem perbibitan sapi, sehingga ketergantungan

terhadap sapi bakalan impor, secara bertahap dapat dikurangi. .

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Belum ada bantuan finansial yang diberikan

pemerintah maupun baik pusat maupun daerah ataupun lembaga-

lembaga lain.

! Dukungan non finansial. Selain bantuan bergulir berupa calon

indukan sapi, sentra ini juga mendapat bantuan berupa kandang

ternak sapi dari kantor dinas koperasi setempat. Masing-masing

Page 257: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

257

kelompok mendapat bantuan kandang sapi senilai 10 juta

rupiah/kelompok. Untuk pakan dan kebutuhan lainya diusahakan

sendiri oleh peternak dengan memanfaatkan limbah industri tapioka

sebagai campurannya.

Gambar L- 4. Letak Sentra di Pohon Industri Komoditas Sapi Potong

Bagan 1. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Pembibitan Sapi

Sapi

Sapi Hidup (live cow)

Sapi Utuh (whole)

Daging Segar (fresh meat)

Daging beku (frozen meat)

Sapi Olahan (prepared)

Daging irisan (fillets meat)

Daging Kalengan

(in container)

Daging Asap (Smoked)

Abon

Daging Segar (fresh meat)

Daging beku (frozen meat)

Dendeng (Dried meat)

Komoditas Sentra

Keterangan :

Pembenihan Sapi

Indukan

Sapi Pedagang Lokal/Antar

Daerah

Konsumen Akhir (Masyarakat)

Pembesaran Sapi

Restoran & Rumah Makan

(Masyaraka

Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Page 258: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

258

Statistik Umum Sentra Kabupaten/Kota : Lampung Utara Kecamatan : Metro Barat Desa : Pungguk Lama Data Teknis Jumlah UKM : 50 UKM Jumlah Tenaga Kerja : 100 orang Omzet/bulan : - Teknologi : Sederhana Bahan Baku : Lokal Pemasaran : - Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar Kemitraan : - BDS-P/LPB : - Kelembagaan BDS-P/LPB : - Alamat BDS-P/LPB : - KSP/USP KOP. Pengelola MAP : Koperasi Pertanian Sidomakmur Alamat KSP/USP Koperasi : Desa Pungguk Lama, Lampung Utara,

Lampung Tahun Penetapan : 2005

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah (kabupaten/

propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung berpihak dalam

membantu perkembangan usaha pembibitan ikan.

! Perubahan tak terduga.

#" Mekanisme transmisi

! Bantuan berupa bibit sapi yang diberikan kepada 5 kelompok tani

melalui koperasi Sidomakmur ini baru mulai menampakkan

prosesnya. Bantuan yang diberikan tahun 2005, hingga saat ini baru

berjalan 1,5 tahun, bantuan bibit sapi baru mulai melakukan

pembiakan kurang lebih 60% dari total 100 sapi yang diberikan

dalam bentuk bantuan bergulir. Mekanisme perguliran bantuan

berupa anak sapi pertama dikembalikan petani ke pemerintah

tujuannya agar anakan sapi ini dapat digulirkan kepada petani lain,

bila sapinya pejantan maka sapi tersebut di besarkan dahulu lalu

dijual untuk digantikan dengan sapi betina, selanjutnya baru

diserahkan kepada pemerintah untuk digulirkan ke petani lainnya.

Mekanisme ini juga diterapkan koperasi yang mewajibkan petani

menyerahkan turunan kedua dari sapi bantuan tersebut ke koperasi.

Tujuannya agar koperasi memiliki kekuatan juga untuk menerapkan

bantuan bibit sapi bergulir sebagai bagian dari mekanisme modal

Page 259: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

259

koperasi.

! Komunikasi yang terjalin diantara petani petani penerima bantuan

terlihat dengan dijalankan pertemuan yang teratur 2 kali sebulan

diantara sesama kelompok tani penerima bantuan sapi. Pertemuan

ini biasa dilaksanakan malam hari setelah bekerja di ladang dan

setelah merawat sapi-sapi bantuan tersebut.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan

! Penjelasan serta mekanisme perguliran bantuan untuk bibit sapi ini

cukup jelas dipahami petani, mereka tahu batasan-batasan hak dan

kewajiban saat diminta untuk mereview kembali aturan dan

pelaksanaan pengembalian bantuan.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM.

Selama ini sentra pembibitan sapi ini dibina langsung oleh kantor

dinas koperasi setempat, pembinaan yang dilakukan dengan

melakukan pendampingan serta pengontrolan terhadap

perkembangan proses mekanisme bantuan. Untuk dukungan dalam

proses pembiakan sapi, petani mendapat dukungan dari dinas

peternakan setempat dalam bentuk fasilitas inseminasi buatan dan

penyuluhan pemeliharaan ternak sapi.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam

membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi

pembibitan maupun pemeliharaan sapi serta dalam sistem

manajemen pengelolaan hasil produksi hingga kini belum dirasakan

oleh ukm di sentra ini.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau

jiwa kewirausahaan masyarakat di desa Pungguk Lama ini cukup

tinggi. Indikatornya berupa upaya petani yang mulai membangun

kandang-kandang ternak sendiri dan sudah mulai ada yang membeli

sendiri bibit sapi.

Page 260: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

260

! Keunikan/daya saing produk.

! ketersediaan pasar.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Keberadaan pabrik

tapioka membantu petani dalam penyediaan suplemen pakan

ternaknya, aksesibilitas dan fasilitas bantuan pembangunan kandang

ternak oleh pemerintah daerah cukup membantu petani untuk

menekan biaya produksi.

! Konsistensi kebijakan

! Penegakan aturan. Penegakan aturan dalam mekanisme perguliran

bantuan hingga saat ini belum dapat dinilai karena proses

pengembangbiakan masih sedang berjalan satu setengah tahun

belakangan ini, baru 60% bantuan yang berhasil dikembangbiakkan.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 50 UKM, yang tergabung dalam 5

kelompok tani.

! Omset sentra

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain

terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga, aktivitas

keagamaan maupun pertemuan antar sesama peternak sapi

dijadikan ajang tukar-menukar informasi dan kerjasama sesama

petani. .

! Kelembaman anggota sentra

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Kelengkapan sub-sistem agribisnis di sentra ini belum dapat terlihat, secara

sempurna karena belum ada proses pemasaran hasil produksi. Sub sistem yang

terlihat baru pada sub sistem hulu (up stream) dan sub sistem usaha taninya (on

farm) dimana kegiatan yang dilakukan berupa penyediaan bibit sapi sebagai

usaha taninya dan penyediaan pakan ternak secara mandiri oleh petani (off

Page 261: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

261

farm).

Penyediaan pakan ternak dilakukan petani dengan menanam rumput gajah

sebagai pakan utama sapi disamping menambah bekatul dan ampas tapioka

sebagai pakan suplemen. Proses pengembang biakan dilakukan secara mandiri

dengan bantuan mantri ternak setempat, sperma sapi yang digunakan untuk

inseminasi buatan masih didatangkan dari Bandung - Jawa Barat. Sedangkan

untuk pembuahan alami dilakukan dengan menyewa sapi pejantan lokal. Hingga

kini tingkat keberhasilan pembuahan alami justru lebih tinggi dibanding

pembuahan secara buatan.

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster untuk sentra ini belum dapat terlihat karena sentra ini baru

berdiri dan belum menunjukkan perkembangan atau proses produksi. Sistem

pemeliharaan sapi diserahkan koperasi kepada peternak masing-masing 2 ekor.

Kemudian para petani membentuk kelompok tani yang masing-masing terdiri dari

5 orang petani. Pengembangan komponen agribisnis yang dapat diusahakan

dengan model klaster hingga masih perlu diamati perkembangannya dalam

beberapa tahun mendatang.

C. Sentra Agribisnis UKM di Jawa Tengah

C.1. Sentra Padi Organik. Kec. Klambu, Grobogan – Jawa Tengah

Sentra ini merupakan sentra yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan

mekanisme bantuan, komponen BDS sebagai ujung tombak pemasaran produk

yang dihasilkan sentra ini tidak mampu menjalankan kewajiban yang diberikan.

Kondisi ini mengakibatkan petani didalam sentra kehilangan semangat untuk

terus mengembangkan produk padi organik. Padi organik yang merupakan

produk yang khusus dan masih berada pada pasar yang spesifik (niche market).

Harga yang jauh lebih mahal dari beras yang dihasilkan secara konvensional

juga produksi yang dihasilkan tiap hektarnya hanya 70% dari padi biasa.

Hali inilah yang menyebabkan sulitnya pengembangan sentra padi organik,

kekuatan yang dimiliki sentra adalah pemasaran produk kepada pasar yang

tepat. BDS yang ditunjuk merangkap juga fungsinya sebagai pencari relung

Page 262: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

262

pasar ini, karena ketidakberhasilan BDS menjalankan fungsinya maka akhirnya

petani di sentra tersebut kembali menanam padi secara konvensional (non

organik).

C.2. Sentra Pengolahan Ikan di Kecamatan Juwana Kab. Pati – Jawa Tengah

Luas wilayah perairan Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta km2 dan

didalamnya menjajikan potensi ekonomi terutama dari ikan sebagai sumber gizi

tinggi. Namun saat ini, baru sekitar 58,5 persen dari potensi lestari ikan laut yang

mencapai 6,18 ton juta ton per tahun yang dimanfaatkan. Ini artinya optimalisasi

pemanfaatan sumber daya kelautan masih jauh dari harapan. Tingkat konsumsi

ikan yang baru mencapai 26 kg/kapita/tahun menjadi tolak ukur masih perlunya

pengembangan industri perikanan nasional!

Gambar L- 5. Letak Sentra di Pohon Industri Perikanan

Ikan Hidup

Ikan Utuh

Ikan Olahan

Ikan Segar

Ikan Beku

Belahan Ikan

Pengalengan

Pengasapan

Pemindangan

Penggaraman

Pengeriangan

Lainnya

Ikan Hidup

Segar dingin

Beku

Kering/Asin

Ekstrak Ikan

Kecap Ikan

Tepung Ikan

Minyak Ikan

Page 263: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

263

Gambar L- 6. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Pengolahan Ikan

Statistik Umum Sentra Kabupaten/Kota : Pati Kecamatan : Juwana Desa : Bajomulyo Jumlah UKM : 72 UKM Jumlah Tenaga Kerja : 365 orang Omzet/bulan : Rp. 4.431.000.000,- Teknologi : Sederhana Bahan Baku : Lokal (kontinuitas cukup lancar) Pemasaran : Lokal (sangat luas) Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar Kemitraan : Kerjasama pasar (Cukup bermitra)

Kerjasama bahan baku (Sangat bermitra)

Pendampingan BDS-P/LPB : Mina Bhakti Kelembagaan BDS-P/LPB : Lembaga Swadaya Masyarakat Alamat BDS-P/LPB : Jl. Kemasana No. 47 Kec. Juwana, Kab.

Pati KSP/USP KOP. Pengelola MAP : KUD Sarono Mino Alamat KSP/USP Koperasi : Jl. Hang Tuah 79, Bajomulyo Kec.

Juwana, Kab. Pati. Tahun Penetapan : 2003

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing

pemilik UKM pengolahan ikan, dukungan finansial yang diterima

sentra ini berupa dana modal awal dan padanan (MAP), yang

disalurkan melalui KUD ”Sarono Mino” ke 24 anggota koperasinya

yang bergerak dibidang pengolahan ikan pindang dan ikan asin. Saat

Tempat Pelelangan

Ikan

Ikan Laut Hasil

Tangkapan Pedagang

Antar Daerah

Konsumen Akhir

(Masyarakat)

Pengolahan Ikan Pindang

Pengolahan Ikan Asin

Restoran & Rumah Makan

Page 264: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

264

ini para pemilik UKM pengolahan ikan atau yang lebih dikenal

dengan istilah ”bakulan” telah membangun KUD atas inisiatif sesama

pengusaha ikan tersebut, modal awal Koperasi dikumpulkan dari

masing-masing anggota.

! Dukungan non finansial. Sedangkan dukungan non finansial

diberikan sesama bakulan berupa pendirian koperasi ”Rukun Mina

Barokah” sebagai koperasi pemasok kebutuhan produksi

pengolahan ikan. Dengan adanya koperasi pemasok kebutuhan

produksi ini maka rantai pasokan bahan-bahan pendukung produksi

dapat berjalan lebih lancar dan harga beli yang lebih stabil serta

waktu bayar pembelian produk dapat lebih longgar.

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah

(kabupaten/propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung

berpihak dalam membantu perkembangan usaha pengolahan ikan

ini.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga pernah dialami

pengusaha kecil dan menengah dalam industri pengolahan ikan ini

adalah saat terjadinya kelangkaan pasokan bahan baku ikan pada

tahun 2004 - 2005, upaya yang dilakukan agar menjaga kontinuitas

usaha adalah dengan mendatangkan ikan dari daerah lain (TPI

pekalongan dan TPI Tegal) namun upaya ini menyebabkan high cost

production karena harga bahan baku ikan yang dibeli jauh lebih

tinggi dari pada yang bersumber dari TPI lokal.

#" Mekanisme transmisi

! Peningkatan kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan dan

non keuangan di Sentra ini masih belum terlihat, karena UKM di

sentra ini masih menggunakan cara-cara tradisional dan turun-

menurun dalam melakukan pengolahan ikan, komunikasi antar

peternak cukup baik karena sumber bahan baku saat ini masih

bersumber pada satu tempat pelelangan ikan (TPI Bajomulyo-

Juwana), sehingga frekuensi pertemuan antar bakulan ini sangat

tinggi, disamping itu diantara sesama bakulan rutin dilakukan

pertemuan keagamaan maupun aktivitas sosial lainnya (pengajian

Page 265: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

265

dan arisan) dari pertemuan ini yang kemudian berkembang menjadi

ide pembentukan pemasok bahan produksi pendukung berupa

koperasi rukun mina barokah pada tahun 2004. Penggunaan

teknologi untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi di

sentra ini belum berjalan, pengusaha masih menggunakan sistem

padat karya dan tenaga kerja berpendidikan rendah dalam

memproduksi produk yang dihasilkannya.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan.

Perlunya pendampingan dari aparat terkait untuk melakukan

sosialisasi visi, misi dan tujuan program serta aturan pelaksanaan

dilapangan. Bias informasi yang terjadi dilapangan merupakan salah

satu hal yang mempengaruhi terhambatnya pengembalian dana

bantuan.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM. Perlu

adanya kerjasama antar instansi terkait dalam memberdayakan

ekonomi masyarakat pedesaan yang berbasiskan agribisnis.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam

membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi

pengolahan ikan maupun dalam sistem manajemen pengolahan ikan

hingga ini belum dirasakan oleh ukm di sentra ini. Saat ini

pengolahan ikan baik ikan asin maupun ikan pindang masih

dijalankan dengan cara-cara tradisional dan turun menurun. Adanya

upaya pengembangan pengolahan ikan tambakan berupa bandeng

presto di wilayah ini menunjukkan adanya indikasi peningkatan

penggunaan teknologi maupun upaya meningkatkan nilai tambah

produk dari menjual langsung bandeng mentah hasil tambakan

menjadi produk olahan jadi siap saji berupa bandeng presto duri

lunak. Namun upaya ini belum menyentuh industri pengolahan ikan

pindang maupun ikan asin perlunya dukungan dari pihak perguruan

tinggi agar ukm di sentra ini dapat meningkatkan nilai tambah

produk.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau

Page 266: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

266

jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Juwana cukup tinggi,

berbagai aktivitas usaha kelautan yang berlangsung di kecamatan ini

sehingga kecamatan ini secara nasional telah dikenal sebagai salah

satu kecamatan yang berhasil membina masyarakat nelayannya.

Akktivitas yang bersifat kelautan dan pendukungnya ini terbentuk

secara alamiah dan melalui proses waktu yang panjang, karena

sudah sejak lama kawasan ini telah menjadi kawasan pelabuhan

kapal-kapal penangkap ikan. Aktivitas tersebut mulai dari penyediaan

kebutuhan kapal nelayan (jaring, solar, perbaikan kapal, ekspedisi,

perbekalan, dsb) hingga aktivitas pengolahan hasil tangkapan dan

produk pendukungnya (petani garam, pengusaha pabrik es, supplier

besek ikan, dsb). Penggunaan kapal-kapal besar oleh nelayan di

kecamatan ini mendukung kontinuitas ketersediaan baku ikan di

sentra ini, karena dengan kapal besar tersebut, jangkauan jelajah

tangkapan ikan hingga ke laut Cina Selatan dan Laut di Papua.

! Keunikan/daya saing produk. Keunikan dari sentra ini adalah produk

dari sentra ini merupakan suatu upaya meningkatkan kualitas suatu

komoditas dari suatu produk yang hanya mampu bertahan dalam

beberapa jam (tanpa perlakuan khusus) menjadi produk yang

mampu bertahan beberapa hari. Upaya ini menghasilkan nilai

tambah produk menjadi meningkat.

Nilai kompetitif lain dari sentra ini dalam mengembangkan

pengusaha ikan olahan ini adalah terletak pada luasnya jaringan

pasar produk ini di berbagai daerah di Pulau Jawa, kekuatan pasar

yang sudah terbentuk dan kemitraan yang sudah terjalin dengan baik

antara pengusaha pengolahan ikan dengan pedagang-pedagang

antar daerah ini menciptakan sistem penjualan produk yang unik.

Sistem ini berupa pembayaran produk yang dibeli dapat ditunda

hingga kiriman produk yang ke 4 dari bakulan ke pedagang tersebut.

Sistem yang berlandaskan pada nilai-nilai kejujuran dan saling

percaya ini menjadi dasar keunggulan daya saing pengusaha

disentra ini untuk bersaing dengan pengusaha maupun sentra-sentra

di wilayah lain. Namun keunikan ini juga mempunyai konsekuensi

berupa perlunya dukungan modal yang kuat mengingat biaya

masing-masing pengusaha untuk satu kali produksi atau satu hari

relatif besar.

Page 267: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

267

! ketersediaan pasar. Pasar yang tersedia untuk produk yang

dihasilkan sentral sudah terbentuk dan sudah cukup luas di berbagai

kota di Pulau Jawa. Masing-masing pengusaha sudah memiliki

pelanggan yang loyal, Produk yang dihasilkan merupakan produk

yang murah yang oleh konsumen tingkat akhir dapat diolah kembali

menjadi berbagai makanan. Lokasi Juwana yang berada di Jalur

jalan utama pulau Jawa membantu memudahkan sentra dalam

menjangkau pasar, keberadaannya yang berada diantara dua

ibukota provinsi (Semarang dan Surabaya) sedikit banyak turut

mendukung akses pasar terhadap produk yang dihasilkan sentra.

Produk yang hanya mengalami proses pengolahan sederhana ini dan

margin keuntungan yang tipis untuk tiap produknya juga menutup

peluang ancaman dari produk yang sama dari produk sejenis dari negeri

maupun dari produk sejenis dari pulau lain.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Sarana dan

prasarana produksi/industri daerah hingga saat ini merupakan hasil

kerjasama antar pihak pemerintah daerah dengan pengusaha,

Tempat pelelangan ikan merupakan sarana memperoleh bahan baku

yang disediakan pemerintah sedangkan untuk tempat penjemuran

ikan (produk ikan asin) disediakan dan dikelola oleh koperasi. Untuk

sarana produksi lainnya disediakan oleh pengusaha itu sendiri baik

secara langsung maupun melalui perantara koperasi. Tempat

pengisian bahan bakar dan docking kapal dan dana awal untuk

modal melaut (dalam bentuk simpan pinjam) juga telah melengkapi

pelabuhan ini, kedua sarana ini disediakan oleh koperasi.

Sedangkan prasarana pendukung produksi berupa jalan telah

disediakan dengan baik oleh pemerintah, untuk sarana angkutan

hasil produksi dipenuhi oleh para pengusaha sendiri dengan cara

membeli secara kredit truk-truk pengangkut hasil produksi atau

dengan menyewa diantara sesama pengusaha ikan olahan.

! Konsistensi kebijakan. Kebijakan memberdayakan ekonomi

masyarakat harus didukung oleh konsistensi dalam mencapai tujuan.

Program hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Perlunya evaluasi

terhadap hasil yang dicapai program sebagai kontrol dalam proses

Page 268: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

268

mencapai tujuan tersebut. Disentra ini konsistensi kebijakan sebagai

panduan mencapai tujuan belum sepenuhnya dijalankan. Program

dinilai baru sebatas melaksanakan kebijakan pemerintah yang

berkuasa, belum dianggap sebagai tahapan proses untuk

mengangkat ekonomi rakyat.

! Penegakan aturan. Penegakan aturan yang lemah dijumpai dalam

pengelolan dana bergulir MAP, dimana proses pengembalian dalam

bentuk cicilan oleh para peternak hingga saat ini mengalami

kemacetan, dari 200 juta dana MAP yang digulirkan di sentra ini,

baru 7.5% yang telah dikembalikan, itupun dalam bentuk bunga

pinjaman bukan pengembalian pokok pinjaman. Alasan macetnya

pengembalian dana MAP karena sebagian besar peternak mengaku

mengalami kerugian akibat gagal panen dan musim kemarau yang

panjang serta kerugian saat terjadinya serbuan sapi pedaging import

dari Australia. Penegakan aturan dalam pengembalian dana bergulir

ini perlu dipertegas dengan menerapkan konsep-konsep

akuntabilitas dan transparansi yang lebih sistematis dan harus

dijalankan oleh koperasi penanggungjawab dana MAP ini. Antisipasi

terhadap faktor-faktor yang menyebabkan dana tidak bergulir juga

harus sudah dipersiapkan sebelum dana tersebut diberikan ke

masyarakat.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 72 ukm terdiri atas 11 ukm industri

pengolahan ikan pindang dan 29 ukm industri pengolahan ikan asin.

! Omset sentra. Rp. 4.431.000.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain

terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga di

kecamatan Juwana, kondisi sosial pedesaan yang masih baik

didukung oleh ikatan keagamaan yang kuat membantu dan

menunjang kelancaran komunikasi antar peternak. Adanya kegiatan

arisan dan pengajian rutin yang menjadikan cikal bakal para

pengusaha membentuk koperasi baru (koperasi serba usaha rukun

mina barokah) yang tujuan utamanya untuk mensuplai kebutuhan

Page 269: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

269

produksi para anggotanya sehingga tingkat efisiensi produksi dapat

ditingkatkan.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Bahan baku ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang masuk di Tempat

Pelelangan Ikan Bojomulyo-Juwana-Pati. Ikan yang digunakan untuk industri

pengolahan ikan ini adalah ikan-ikan kecil, yaitu jenis ikan Banyan, tongkol kecil,

sero/layang, sistem pembelian yang dilakukan dengan cara lelang. Pelelangan

terjadi dari subuh hingga menjelang siang hari.

Proses pengolahan ikan untuk pindang adalah sebagai berikut, Dari bakulan

yang mampunyai anak buah utk melakukan pembelian secara lelang, dibawa ke

gudang, lalu dicuci setelah dicuci disusun didalam besek bambu dengan jumlah 4

hingga 6 ekor ikan satu besek, selanjutnya besek disusun 9-12 besek per ikatan,

lalu ikatan tersebut digabungkan dengan ikatan-ikatan lain, digabung diatas

lempengan bambu, selanjutnya ikan-ikan tersebut dimasak di atas bak berisi

larutan garam jenuh dengan tungku api berbahan bakar kayu selama 15-20

menit, setelah dimasak lalu diangkat dengan dipikul menuju tempat selesai

produksi untuk ditiriskan lalu di angin-anginkan. Hingga tahap ini proses produksi

sudah selesai selanjutnya produk siap masukkan ke truk untuk dipasarkan.

Tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan produk ikan pindang bisa mencapai

20 hingga 35 orang, sedangkan untuk ikan asin sekitar 3 sampai 8 orang.

Biasanya terdiri dari tenaga kerja wanita untuk bagian membersihkan ikan dan

menyusun ikan di dalam besek sedangkan untuk bagian merebus dan

mengangkut ikan dari satu tahapan pekerjaan ke tahapan pekerjaan lainnya

dilakukan oleh tenaga kerja pria. Tingkat pendidikan pekerja sebagian besar

masih rendah dengan tingkat keahlian yang sederhana untuk menangani

pembuatan ikan pindang atau ikan asin.

Pemasaran dilakukan berdasarkan pesanan atau dibawa ke pasar langsung

selanjutnya dari truk dibeli oleh pedagang-pedagang pengecer, bila berdasarkan

pesanan, biasanya sudah ada pedagang penampung besar di pasar-pasar di

pulau Jawa ini sebelum diedarkan di kepada pedagang pengecer. Jalinan

kerjasama pemasaran produk ikan pindang ataupun ikan asin sudah terjalin dan

asas kepercayaan menjadi dasar sistem jual beli yang dilakukan.

Pembayarannya dengan sistem indent dimana setelah pesanan produk yang ke

Page 270: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

270

tiga atau ke empat diterima oleh pedagang maka pembayaran untuk pembelian

produk yang pertama baru dilakukan. Lamanya waktu pembayaran ini

menyebabkan tingkat kebutuhan modal yang cukup besar agar proses produksi

dapat terus berjalan tanpa terganggu oleh pengendapan modal produksi di

pedagang.

Untuk memenuhi kebutuhan modal, banyak cara yang dilakukan oleh para

bakulan ikan ini, yaitu dapat melalui pinjaman koperasi, pinjaman dari bank atau

pinjaman antar pribadi di dalam keluarga atau tetangga. Telah banyak bank yang

berada di kota Juwana, seperti BRI dan LIPPO. Pinjaman dari bank juga banyak

yang digunakan untuk membeli sarana transportasi produk ke pedagang, yaitu

berupa truk dengan sistem pembayaran cicilan perbulan.

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster yang terlihat adalah berdasarkan dasar aktivitas di wilayah

ini yaitu sebagai komunitas nelayan dan adanya pelabuhan kapal besar di muara

sungai Juwana dan adanya tempat pelelangan ikan. Aktivitas turunan yang

berkembang di kawasan ini berupa aktivitas jual beli ikan hasil tangkapan,

aktivitas perawatan dan perbaikan kapal, aktivitas penyediaan peralatan melaut

dan aktivitas jasa penunjang (koperasi dan bank). Kegiatan lain yang

berkembang dengan dasar ketersediaan sumber daya alam serta kebutuhan

untuk pengolahan ikan adalah tambak garam dan tambak ikan bandeng serta

Page 271: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

271

industri pengolahan ikan (industri pengolahan ikan bandeng, ikan asin dan

bandeng presto duri lunak). Konsep hulu-hilir (off farm) serta on farm yang mulai

terbentuk di wilayah ini harus diperkuat dengan intervensi teknologi serta

peningkatan sumber daya manusia, penggunaan presto sebagai salah satu cikal

bakal pengembangan teknologi pengolahan ikan sudah mulai diterapkan walau

masih sebatas ikan bandeng, penggunaan alat seperti presto ini juga sebagai

upaya meningkatkan kualitas produk berupa meningkatkan taste (rasa) produk

dan menambah daya tahan produk dari kerusakan. Kerjasama dan komunikasi

sudah terjalin diantara sesama pengusaha pengolahan ikan maupun dengan

pengusaha pendukung (pemilik kapal, nelayan, koperasi, dsb), namun yang

masih menjadi kendala adalah kurangnya bimbingan dari pihak pemerintah

maupun perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya dalam upaya membantu

pengembangan sektor-sektor off farm dan on farm di kluster pengolahan ikan ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Sentra pengolahan ikan yang merupakan salah satu industri yang berkembang di

kawasan Juwana – Pati ini. Selain industri pengolahan ikan, banyak industri lain

yang berkaitan dengan daya dukung alam dan segala aktivitas yang berkembang

di kawasan pantai Juwana. Kebutuhan modal yang besar menjadi kendala bagi

nelayan dan industri ikan yang ada di sana, terlebih dengan meningkatnya harga

BBM yang membuat nelayan semakin sulit untuk melaut karena membutuhkan

biaya yang sangat besar untuk setiap kali berangkat melaut. Sehingga saat ini

nelayan banyak yang tidak melaut karena kesulitan modal. Hal ini berdampak

pada industri di sentra pengolahan ikan, para bakulan mengalami kesulitan

berproduksi karena bahan bakunya yang berupa ikan-ikan layang, tongkol dan

ikan-ikan kecil lainnya sulit diperoleh. Kesulitan ini memicu peningkatan harga

ikan dan ketidakstabilan pasokan, sehingga tidak jarang pasokan ikan

didatangkan dari Pekalongan atau Tegal.

Kesulitan modal juga dialami oleh pengusaha pengolahan ikan di sentra ini,

dimana untuk menjalankan proses produksi yang berlangsung dalam satu hari

membutuhkan modal antara 15 hingga 25 juta, sedangkan penjualan ikan olahan

dibayarkan dengan sistem tunda untuk 3 hingga 4 kali pengiriman untuk tiap satu

kali pembayaran.

Aplikasi teknologi dalam pengolahan ikan yang perlu bimbingan lebih lanjut agar

para pengusaha dapat meningkatkan kualitas produk baik dari sisi rasa (taste),

Page 272: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

272

daya tahan dan hygienitas (kebersihan produk). Perlunya intervensi pemerintah

maupun lembaga riset (perguruan tinggi) dalam membantu masyarakat

mengembangkan dan menerapkan teknologi baru di pengolahan ikan agar daya

saing produk klaster di pasaran tetap tinggi serta membangun inovasi produk

baru agar pasar tidak jenuh dengan produk yang sudah ada, disisi lain klaster

yang terbentuk dapat menjadi leader dalam pengolahan ikan sehingga tercipta

persaingan yang sehat diantara klaster pengolahan ikan lain.

C.3. Sentra Sapi Kereman. Desa Winong Kabupaten Pati

Pertumbuhan sektor peternakan 2007 secara umum menempati posisi kedua

setelah perkebunan. Pertumbuhan itu ditopang komoditas daging dan telur yang

mencapai lebih dari 5% dibanding 2006. Pertumbuhan produksi daging tahun

2007 mencapai 5,18% dibandingkan tahun 2006. Peningkatan produksi daging

ditopang ternak domba (12,77%), ayam ras pedaging (6,64%) dan sapi (5,66%).

Ternak babi hanya menyumbang pertumbuhan sebesar 1,48%.

Gambar L- 7. Letak Sentra di Pohon Industri Daging

Sapi

Sapi Hidup (live cow)

Sapi Utuh (whole)

Daging Segar (fresh meat)

Daging beku (frozen meat)

Sapi Olahan (prepared)

Daging irisan (fillets meat)

Daging Kalengan

(in container)

Daging Asap (Smoked)

Abon

Daging Segar (fresh meat)

Daging beku (frozen meat)

Dendeng (Dried meat)

Komoditas Sentra

Keterangan :

Page 273: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

273

Gambar L- 8. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Sapi Kereman

Statistik Umum Sentra Nama Sentra : Sentra Peternakan Sapi Kereman Kabupaten/Kota : Pati Kecamatan : Winong Desa : Bumiharjo Data Teknis Jumlah UKM : 53 UKM Jumlah Tenaga Kerja : 106 orang Omzet/bulan : Rp. 349.000.000,- Teknologi : Sederhana Bahan Baku : Lokal (kontinuitas cukup lancar) Pemasaran : Lokal/Dalam Negeri (cukup luas) Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar Kemitraan : Kerjasama pasar (Cukup bermitra) Kerjasama bahan baku (Cukup bermitra) Pendampingan BDS-P/LPB : Sempati Kelembagaan BDS-P/LPB : Yayasan Alamat BDS-P/LPB : Jl. Ki Ageng Selo 105 Pati KSP/USP KOP. Pengelola MAP : KUD Winong Alamat KSP/USP Koperasi : Desa/kel. Winong kec. Winong Tahun Penetapan : 2002

Identifikasi komponen leverage

!" 1. Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing petani,

dukungan finansial yang diterima sentra ini berupa dana modal awal

dan padanan (MAP), yang disalurkan melalui KUD ”Winong” ke 20

anggota koperasinya yang bergerak dibidang peternakan sapi

kereman.

Page 274: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

274

! Dukungan non finansial. Sedangkan dukungan non finansial

diberikan dalam bentuk penyuluhan dari kantor dinas peternakan

kecamatan Winong dan kab. Pati. Penyuluhan yang diberikan berupa

teknik penggemukan sapi dan pencegahan penyakit menular pada

ternak sapi. Dukungan non finansial juga pernak diberikan dari

pengusaha suplemen pakan ternak berupa pemberian suplemen

fermentasi pakan ternak dan insetif pembelian pakan ternak dari

perusahaan pembuat suplemen makananan ternak sapi pedaging

”Pusdek” dari Malang Jawa Timur.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga pernah dialami peternak

disaat membanjirnya sapi potong yang didatangkan pemerintah

tahun 2003 hingga tahun 2005, kondisi ini mengakibatkan jatuhnya

harga daging sapi dipasaran dan para peternak tidak mampu

bersaing dalam kondisi ini, karena harga bibit sapi yang diperoleh

saat sebelumnya sudah cukup tinggi namun harga jualnya rendah

dan peternak tidak mampu menekan ongkos produksi.

Isu serangan sapi gila (mad cow) yang melanda peternakan-

peternakan sapi di Inggris juga menyebabkan penurunan secara

drastis tingkat konsumsi daging ditahun 2004-2005.

#" Mekanisme transmisi

! Kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan dan non keuangan

peningkatan SDM di Sentra ini belum terlihat, karena para peternak

ini masih menggunakan cara-cara tradisional dan turun-menurun

dalam melakukan kereman sapinya, komunikasi antar peternak

cukup baik karena lingkup geografis yang masih sempit dan masih

seringnya pertemuan-pertemuan antar warga di sentra ini didukung

sarana jalan yang sangat baik hingga menjangkau pelosok-pelosok

pedesaan di kecamatan Winong.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan.

Peraturan yang dibuat sebagai pedoman pelaksanaan perguliran

modal saat ini dirasa belum mampu menegakkan proses yang

seharusnya dilakukan oleh petani, koperasi maupun instansi terkait

lainnya. Pengembalian pinjaman yang tersendat menjadi indikator

Page 275: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

275

masih lemahnya peraturan yang ada, ditunjang pula lemahnya fungsi

pengawasan dalam mendampingi penggunaan dana MAP oleh

petani.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM.

Keberadaan aparat dinas peternakan kabupaten dan kecamatan

dirasakan cukup membantu para peternak dalam menangani

masalah-masalah dalam penggemukan sapi terutama masalah

informasi penyakit pada sapi dan penanganan sapi yang sakit.

Sering diadakan pertemuan antar peternak dengan pihak dinas

peternakan di tingkat kecamatan untuk menyebarkan informasi dan

melakukan penyuluhan tentang peternakan sapi pedaging.

Wewenang aparat pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan

program pemberdayaan UMKM perlu lebih di pertegas dan

dijabarkan dalam petunjuk pengawasan dan pembimbingan

masyarakat. Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih

pelaksanaan tugas atau diabaikannya suatu tahapan proses

pengawasan karena saling lepas tanggungjawab.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam

membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan peternakan

sapi kereman ini belum dirasakan oleh masyarakat. Walaupun disisi

masyarakat terungkap akan kebutuhan untuk meningkatkan usaha

peternakan sapi kereman mereka, baik kebutuhan secara teknis

peternakan maupun kebutuhan akan manajemen pengelolaan ternak

mereka agar dapat lebih berkembang dan berkualitas.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau

jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Winong cukup tinggi,

namun kemauan ini masih berlandaskan pada cara-cara tradisional

dalam mengembangkan usaha dan masih bertumpu pada

ketersediaan sumberdaya alam yang tersedia di kecamatan tersebut.

! Kompetensi masyarakat/daerah/sejarah. Pengembangan sapi

kereman telah ada sejak tahun 1970-an dan telah menjadi suatu

Page 276: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

276

kegiatan usaha turun-menurun, pemahaman teknis peternakan sapi

pedaging lebih didasarkan pada konsep know-how dan belum

dikembangkan secara serius kearah bisnis yang lebih kompetitif.

Peningkatan teknis pemeliharaan diperoleh melalui penyuluhan dari

dinas peternakan di kabupaten maupun di kecamatan setempat tapi

frekuensi pertemuannya masih rendah. Keberadaan Kab. Pati yang

berada di jalur utama pantai utara Jawa sangat strategis ditinjau dari

aksesibilitas menuju dan keluar lokasi sentra, hal ini juga berkaitan

dengan aspek pemasaran produk

! Keunikan/daya saing produk. Keunikan sentra ini dalam

mengembangkan produk sapi kereman dapat terlihat dari sisi

sejarahnya, kecamatan ini sudah dikenal sebagai sentra sapi

kereman sejak tahun 1970-an dan ilmu memelihara ternak ini telah

diwariskan secara turun-menurun sehingga basic knowledge untuk

usaha ini dirasa cukup memadai, walaupun bila usaha ini ingin

dikembangkan menjadi usaha yang lebih besar maka masyarakat

disana perlu pelatihan dan pengembangan teknologi yang memadai

agar komoditas yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif.

Daya saing lain yang menunjukkan peternakan di kecamatan ini

cukup potensial adalah para peternak mampu mengadaptasikan bibit

ternak mereka dengan daya dukung alam sekitarnya, yaitu ternak

yang dibesarkan memiliki pakan utama jerami yang persediaannya

melimpah dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperolehnya

karena jerami dan dedak ini merupakan limbah panen padi.

Nilai kompetitif lain dari sentra ini adalah kemudahan menyimpan

pakan ternak ini baik ditinjau dari sisi tempat penyimpanan maupun

dari masa penyimpanan yang tidak memerlukan biaya yang besar,

hal yang berbeda dengan penggemukan sapi dengan pakan ternak

rumput segar, selain perlu biaya dan tenaga untuk memperolehnya,

usia kesegaran pakan ternak yang terbatas juga ketersediaannya

dibatasi musim. Sistem penggemukan sapi yang tidak dilepas dialam

bebas juga menjadi salah satu keunggulan sentra ini, dengan cara ini

tingkat efisiensi ruang menjadi lebih tinggi dibandingkan sistem

peternakan sapi pedaging yang dilepas.

Page 277: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

277

! ketersediaan pasar. Pasar yang tersedia untuk produk yang

dihasilkan sentra ini masih cukup luas mengingat tingkat konsumsi

protein hewani di masyarakat Indonesia masih rendah. Komponen-

komponen pendukung pemasaran produk yang dihasilkan sentra ini

telah terbentuk dan melibatkan komponen masyarakat lokal maupun

dari luar daerah, tersedianya blantik (kulakan sapi) mulai dari

penyediaan bibit hingga pembelian produk siap jual yang juga

menyediakan transportasi tanpa biaya kepada peternak dirasa

menguntungkan karena mampu menekan production cost dari

peternak tersebut. Keberadaan sentra yang sudah dikenal di tingkat

regional Jawa memudahkan pemasaran produk sapi kereman ini,

dimana pembeli dari luar daerah yang mencari sapi hasil

penggemukan petani baik melalui pasar sapi di tingkat kecamatan

Winong maupun di tingkat kabupaten Pati juga bisa langsung melalui

para blantik lokal.

Namun potensi pasar yang masih prospektif ini juga harus mendapat

proteksi dari pemerintah, baik dari tindakan maupun dalam membuat

kebijakan yang berpihak dan melindungi para peternak lokal, karena

ditinjau dari tingkat kompetitifnya sentra ini masih jauh bila harus

bersaing dengan produk sapi pedaging dari luar negeri (Australia

atau New Zealand). Kondisi yang buruk pernah terjadi di tahun 2003

hingga 2005 dimana pasar dibanjiri oleh produk sapi pedaging dari

Australia sedangkan peternak lokal tidak mampu menekan biaya

produksi, sehingga kerugian besar pernah dialami para peternak sapi

kereman di masa itu.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Keberadaan sentra

ini telah mendapat perhatian yang cukup oleh pemerintah daerah

dengan disediakannya Pasar sapi baik yang baru maupun yang lama

di tingkat kecamatan. Pasar sapi ini juga disediakan di tingkat

kabupaten. Aksesibilitas menuju sentra ini yang sudah sangat baik

dengan perbaikan dan pemeliharaan jalan yang rutin dan kondisinya

baik serta kemudahan menuju sentra ini dari jalan utama propinsi

turut membantu kemudahan memasarkan produk yang dihasilkan.

Retribusi penjualan sapi hanya dilakukan pada sapi yang dijual

didalam pasar ternak, sedangkan penjualan melalui blantik sapi

dengan sistem Door to door tidak dikenakan retribusi.

Page 278: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

278

Kelemahan masih ditemui di tempat pemeliharaan ternak yang

sebagian besar masih satu atap dengan rumah peternak, sanitasi

serta sirkulasi udara yang kurang diperhatikan, sedikit banyaknya

turut mempengaruhi kondisi kesehatan ternak maupun pemilik

ternak.

! Konsistensi kebijakan. Masyarakat penerima bantuan MAP

mengeluhkan adanya inskonsistensi pelaksanaan kebijakan.

kebijakan yang dijalankan hanya sebatas adanya program.

Masyarakat merasa bahwa pemberdayaan masyarakat hanya

sebatas mensukseskan program yang dibuat saja, sedangkan

masyarakat sebagai subjek dari program disisihkan bila masa

progam telah selesai, tidak peduli program tersebut berhasil

membantu mereka atau tidak. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

disimpulkan perlu adanya pengawasan terhadap kebijakan yang

dikeluarkan, dan dalam proses pelaksanaannya perlu dilakukan

evaluasi serta perbaikan agar tujuan dari kebijakan tersebut dapat

dicapai.

! Penegakan aturan. Penegakan aturan yang lemah dijumpai dalam

pengelolan dana bergulir MAP, dimana proses pengembalian dalam

bentuk cicilan oleh para peternak hingga saat ini mengalami

kemacetan, dari 200 juta dana MAP yang digulirkan di sentra ini,

baru 7.5% yang telah dikembalikan, itupun dalam bentuk bunga

pinjaman bukan pengembalian pokok pinjaman. Alasan macetnya

pengembalian dana MAP karena sebagian besar peternak mengaku

mengalami kerugian akibat gagal panen dan musim kemarau yang

panjang serta kerugian saat terjadinya serbuan sapi pedaging import

dari Australia. Penegakan aturan dalam pengembalian dana bergulir

ini perlu dipertegas dengan menerapkan konsep-konsep

akuntabilitas dan transparansi yang lebih sistematis dan harus

dijalankan oleh koperasi penanggungjawab dana MAP ini. Antisipasi

terhadap faktor-faktor yang menyebabkan dana tidak bergulir juga

harus sudah dipersiapkan sebelum dana tersebut diberikan ke

masyarakat.

%" Massa UKM

Page 279: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

279

! Jumlah pengusaha dalam sentra. Jumlah pengusaha dalam sentra

sebanyak 53 ukm

! Omset sentra. Omset sentra saat ini sebesar Rp. 349.000.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain

terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga di

kecamatan Winong, kondisi sosial pedesaan yang masih baik

didukung oleh ikatan keagamaan yang kuat membantu dan

menunjang kelancaran komunikasi antar peternak

! Kelembaman anggota sentra. Kelembaman petani di sentra ini

kurang kuat, karena bila terjadi tekanan pada aktivitas usaha yang

dilakukan maka petani cepat menyerah dan lebih memilih

menghentikan usahanya dibandingkan mencari jalan keluar. Hal ini

dirasakan saat terjadinya booming ketersediaan sapi di Indonesia

sehingga harga daging menjadi rendah dan tidak kompetitif, petani di

sentra ini sebagian besar memilih mengurangi aktivitas atau berhenti

sejenak memelihara sapi tanpa berusaha mencari jalan keluar yang

menjaga agar aktivitas sentra tetap berjalan normal.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Bibit sapi yang dibeli di lokasi pembibitan atau didatangkan ke Desa Winong

sebelum di kirim ke pasar hewan di kab Pati. Biaya kirim sapi setelah transaksi

pembelian ditanggung oleh penjual. Sapi biasanya dikandangkan di tempat yang

tertutup beratap dan menyatu dengan bangunan rumah. Sapi sering dimandikan,

kebersihan kandang kurang terjaga walaupun ada usaha membersihakan

kandang setiap hari. Tenaga kerja yang digunakan untuk merawat sapi-sapi ini

yang utama hanyalah pemiliknya, kadang dibantu oleh anggota keluarganya.

Bibit sapi yang dibeli dalam bentuk bibit sapi muda yang memiliki kriteria tertentu

agar bisa digemukkan dengan cepat. Bibit sapi kereman berasal dari lokal

kabupaten maupun dari provinsi lain, lokal kabupaten yaitu dari Desa

Pucakwangi dan dari provinsi lain yaitu dari Mojokerto, Pamotan, Tuban, Jawa

Timur. Sapi yang digemukkan ada dua jenis yaitu sapi Jawa lokal dan sapi

Brahma (blasteran lokal dengan sapi Australia) Masa penggemukkan rata-rata

berkisar 5-7 bulan. Pakan utamanya adalah jerami dicampur dengan dedak.

Page 280: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

280

Untuk tambahan pakan, ditambahkan ampas tapioka yang diperoleh dari pabrik

tapioka di lokal kabupaten dan konsentrat pakan sapi untuk penggemukkan yaitu

berupa campuran daun-daunan dan biji-bijian yang diproduksi oleh pembuatan

pakan ternak di Klaten-Jawa Tengah.

Kesulitan bahan pakan ternak saat kemarau biasanya memicu kenaikan harga

pakan, yang besar pengaruhnya yaitu harga dedak yang bisa mencapai 800/kg

dari harga normalnya 400 s.d. 500/kg. Masa pemeliharaan biasanya 5 hingga 7

bulan. Sistem penjualannya yaitu para kulakan sapi yang sebagian besar

merupakan penduduk lokal juga berkeliling desa untuk mencari sapi yang sudah

siap dijual, bila telah ditemukan yang sesuai, maka transaksi dilakukan, harga

sapi berkisar 9 hingga 16 juta rupiah per ekor tergantung besar dan berat

sapinya. Berat sapi dilakukan berdasarkan perkiraan saja. Bila harga telah

disepakati maka sapi dibeli dengan pembayaran tunai atau tempo. Ada juga

penjualan sapi melalui pasar sapi di Winong, Sapi dibawa ke pasar sapi dan

didaftarkan selanjutnya penjualan dapat dilakukan oleh pemilik maupun dapat

diserahkan kepada broker atau yang lebih dikenal dengan blantik sapi.

Sub Sistem Agribisnis sebagai Ciri Klaster di Sentra Sapi Kereman Winong

1. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness )lokal regional nasional ekspor impor

- pasokan bibit :Lokal : Pucakwangi dan JakenRegional : Solo, Boyolali, Ambarawa, Pamotan, Jatirogo

- pasokan pakan :Jerami : Winong (lokal desa)Dedak : Winong (lokal desa)Air : Winong (lokal desa)Konsentrat : Klaten (regional propinsi)Ampas Tapioka : Pati Utara (lokal kabupaten)

2. Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness )- Tenaga kerja : Lokal (pemilik & keluarga sendiri)- Lahan : Milik Pemilik sendiri- Modal : Pribadi (lancar) dan Pinjaman (tersendat)- Teknologi : Sederhana (turun menurun)- Manajemen : Sederhana

3. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness )- Intermediate Product

: Industri pengolahan daging sapi (Wonosobo, Solo): Industri pengolahan kulit sapi (Surabaya)

- Finished Product Wholesaler- Kulakan sapi : Blantik (pedagang lokal)

: Pasar Sapi Winong: Pedagang antar daerah

- RPH : Rumah pemotongan hewan (RPH)

- Retailer Consumer : Pasar tradisional: Pasar modern: Pengusaha rumah makan & restoran: Pedagang bakso

4. Subsistem jasa penunjang (supporting institution )- BDS : BSD Simpati (pasif)- Bank : Bank Rakyat Indonesia (BRI)

: Bank Pembangunan Daerah (BPD)- Lembaga Riset : Tidak ada

Wilayah jangkauan

Page 281: Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis Berbasis ...

LAPORAN AKHIR

Lampiran

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis

UKM Berbasis Agribisnis

281

Selanjutnya sapi yang telah berpindah ke tangan para kulakan sapi antar daerah

dibawa ke berbagai daerah di pulau Jawa dengan truk ke rumah pemotongan

hewan (RPH) untuk dipotong dan disebarkan melaui lagi kepasar-pasar modern

maupun tradisional, hasilnya bisa langsung ke konsumen akhir atau diolah

terlebih dahulu menjadi bakso, abon, dendeng ataupun dimanfaatkan kulitnya

untuk industri pengolahan kulit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Identifikasi karakteristik klaster

Ciri klaster yang baru tampak hanyalah ketersediaan pakan ternak yang dapat

dipenuhi oleh dalam lingkup lokal wilayah, hal ini pun masih dibayangi oleh

fluktuasi harga karena masalah musim. Sedangkan identitas klaster lainnya

dinilai masih terlalu lemah tampak dari sentra ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Keberadaan sentra sapi kereman di Desa Winong merupakan salah satu mata

pencaharian masyarakatnya, tetapi sebagian besar usaha sapi kereman ini

merupakan usaha yang harus berdampingan dengan usaha utamanya yaitu

menanam padi. Alasannya karena pakan utama sapi yang dibesarkan ini adalah

jerami kering padi sisa hasil panen padi mereka. Selain jerami, campuran pakan

ternak lainnya yaitu dedak, ampas tapioka, konsentrat dan air. Rata-rata

peternak memelihara dua ekor sapi untuk dibesarkan, hal ini terkait dengan

keterbatasan modal dan ketersediaan bahan pakan ternak.

Kondisi sentra sapi kereman di Kecamatan Winong, saat ini tetap ada, BDS-nya

masih ada namun sudah tidak aktif membina sentranya, pendampingan yang

seharusnya dilakukan BDS, saat ditanyakan ke ukm-ukm di sentra ternyata tidak

berjalan sejak diterimanya modal awal dan padanan (MAP). Koperasi, koperasi

unit desa ”Winong” saat ini masih tetap ada, namun pengelolan modal awal dan

padanan saat ini tidak berjalan, pengembalian modal yang dikelolanya

mengalami kemacetan, hanya beberapa ukm yang mencicil bunga dari

pinjamannya sebesar 117ribu rupiah perbulan, sedangkan pokok pinjamannya

belum ada yang dikembalikan. Total pengembalian bunga dan pokok pinjaman

dana bergulir sebesar 15 juta rupiah atau 7.5% dari 200 juta rupiah total dana

MAP yang disalurkan di sentra ini