JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH...

128
POLA KOMUNIKASI ORGANISASI AKSI CEPAT TANGGAP (ACT) DALAM PENANGANAN BENCANA GUNUNG KELUD DI KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Disusun oleh : MUHAMMAD RIFKI 109051000045 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./ 2014 M

Transcript of JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH...

POLA KOMUNIKASI ORGANISASI AKSI CEPAT TANGGAP (ACT) DALAM

PENANGANAN BENCANA GUNUNG KELUD DI KECAMATAN PARE

KABUPATEN KEDIRI

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun oleh :

MUHAMMAD RIFKI

109051000045

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./ 2014 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

persyratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlalu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 1 juli 2014

Muhammad Rifki

i

ABSTRAK

Muhammad Rifki Pola Komunikasi Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Dalam Penanganan Bencana Gunung Kelud di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri.

Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah organisasi kemanusiaan yang menggerakkan humanity (kemanusiaan), philanthropy (kedermawanan), dan volunteerism (kerelawanan). Komunikasi dalam suatu organisasi sangat diperlukan. Dengan adanya komunikasi, maka tujuan dari suatu organisasi akan mudah tercapai. Karena itu, diperlukan pola komunikasi yang efektif dan efisien baik melalui lisan dan tulisan. Dalam menyampaikan informasi perusahaan kepada semua karyawan. Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaan mayornya adalah bagaimana pola komunikasi organisasi ACT dalam penanganan bencana gunung Kelud di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri? Adapun pertanyaan minornya adalah apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian pra-bencana? Apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian saat bencana? Apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian pasca-bencana? Pola komunikasi organisasi yang digunakan oleh ACT adalah pola lingkaran. Pola lingkaran adalah semua anggota organisasi dapat berkomunikasi dengan yang lainnya, tidak mempunyai pemimpin serta setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya. Dimana semua anggota ACT dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik secara langsung maupun tidak langsung. Serta adanya komunikasi berjenjang yang dilakukan tiap harinya. Sehingga komunikasi berjalan dengan baik. Teori yang digunakan adalah pola komunikasi organisasi. Pola adalah bentuk (struktur) yang tepat. Komunikasi adalah pesan yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan melalui lisan atau tulisan kemudian terjadinya feedback. Organisasi adalah sejumlah individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Pola komunikasi ini terbagi menjadi lima yaitu pola roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang atau semua saluran. (DeVito, 2011). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Tahapan penelitiannya menggunakan pedoman wawancara dan dokumentasi. Waktu penelitiannya adalah Desember 2013 sampai Maret 2014. Teknik pengumpulan datanya adalah data primer dan data sekunder. Pola komunikasi pada saat pra-bencana, saat bencana dan pasca-bencana cenderung menggunakan pola lingkaran. Ini tampak pada rapat-rapat manajemen dan saat mitigasi bencana. Pada saat bencana dan pasca-bencana, pola lingkaran ini digunakan berdasarkan struktur yang dibuat dilapangan. Tetapi tetap melakukan briefing yang menjadi pola dasar dari ACT. Briefing dilakukan untuk evaluasi dan persiapan tim dilapangan agar tidak ada kendala dalam berkomunikasi dilapangan. Pola komunikasi yang digunakan ACT adalah pola lingkaran. Pola lingkaran, komunikasi yang dilakukan secara berjenjang melalui rapat-rapat manajemen. Komunikasi yang dilakukan tidak hanya pekerjaan. Tetapi kedekatan emosional dan spritual serta campaign, mengedukasi masyarakat, happening art, dan unjuk kepedulian di area publik pun mereka lakukan. Media yang digunakan adalah bbm, e-mail, group facebook, , maupun secara langsung. Kata Kunci : Komunikasi, Organisasi, Pola, ACT, dan bencana.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, Dialah Allah yang

Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan nikmat Iman, Islam

dan Ihsan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dialah Tuhan

yang menciptakan akal sebagai mediator untuk berfikir dan merenung tentang

kekuasaan-Nya, untuk mempelajari lautan ilmu-Nya, dan yang terpenting, untuk

menyadari, mengetahui, mengingat dan menyaksikan akan eksistensi-Nya setiap

saat.

Bersama rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan merupakan

kewajiban akademis di Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar

Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh pengikutnya

yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti dan memegang teguh ajaran-Nya dan

menjalankan agama Allah SWT. Semoga uswatu hasanah yang beliau contohkan,

menjadikan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya pengikut yang

senantiasa mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari.

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Tiada kata yang patut kita lantunkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT

Tuhan yang Maha Agung yang dengan limpahan anugerah dan nikmat yang tak

terukur kepada peneliti, sehingga dapat memulai dan menyelesaikan penelitian ini.

Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan baginda Nabi

Besar Muhammad SAW. Amin.

Peneliti menyadari adanya kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri

peneliti, khususnya pada penyelesaian skripsi ini. Namun, Alhamdulillah dengan

keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya peneliti bias menyelesaikan penelitian ini.

Hal ini tidak terwujud sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari

banyak pihak baik moril maupun materil, sehingga banyak ucapan terimakasih

peneliti ucapkan kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Pembantu Dekan Bidang Akademik Dr. Suprato, M.ED,

Pembantu Dekan Bidang Adminitrasi Drs. Jumroni, M.SI, Pembantu

Dekan Bidang Kemahasiswaan Drs. Sunandar MAg.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam yang telah memberikan sarana dan prasarana yang baik selama

peneliti berada di kampus ini.

iii

3. Umi Musyarofah selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan nilai akademis

di kampus tercinta ini.

4. Prof. Andi Faisal Bakti, MA, Ph.D. selaku pembimbing yang telah sabar

dalam membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan telah meluangkan waktunya untuk membolehkan dating kerumah,

hingga lebih dari 10 kali untuk mengarahkan, membimbing, dan

membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs. Masran, MA selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

memandu dan memberikan dukungan sejak pertama kuliah hingga penulis

dapat menyelesaikan perkuliahan.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya

jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah memberikan

wawasan keilmuan, mendidik dan mengarahkan peneliti selama peneliti

berada pada masa kuliah.

7. Segenap staf akademik dan staf Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam mencari berbagai

literatur yang menunjang untuk skripsi ini.

8. Terimakasih kepada aktivis dan pimpinanACT beserta stafnya sebagai

objek penelitian, dan yang telah membantu peneliti dalam observasi,

wawancara, dan dokumentasi untuk melengkapi penyelesaian skripsi.

iv

9. Terimakasih kepada Ayah saya, Muhammad Ali yang telah ikut

memberikan semangat, membelikan buku, dan menanyakan selalu sudah

sampai mana skripsi yang peneliti buat.

10. Terimakasih kepada Ibu saya, Ibu Mulyani yang telah menyarankan

peneliti untuk berdiskusi, meminta bantuan dengan saudara-saudara, dan

ikut membantu mendoakan peneliti supaya cepat menyelesaikan skripsi.

11. Terimakasih kepada Adik dan Kakak saya yang ikut memberikan

semangat setiap hari kepada peneliti.

12. Teman-teman KPI B angkatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang

dan menimba ilmu di kampus tercinta dan terus menjaga kekompakkan

satu sama lain.

13. Teman-teman KKN Ceria 2009 yang telah memberikan ilmu pendidikan

kepada masyarakat di daerahCisarua Bogor.

14. Teman-teman dekat yang selalu membantu, mendukung, dan bertukar

pikiran sehari-hari.

15. Serta pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu namun tidak

mengurangi rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada mereka semua.

Peneliti merasa perlu memberikan ucapan terimakasih yang sebanyak-

banyaknya kepada mereka yang telah peneliti sebutkan di atas, berkat dukungan,

semangat, serta do’a yang tulus kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tentu saja skripsi ini jauh dari nilai kesempurnaan, namun besar harapan peneliti

v

bahwa skripsi ini dapat member manfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi

pembaca. Amin

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, 31 Maret2014

Muhammad Rifki

109051000045

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang ......................................................................... 1

B. Identifikasi, Batasan, danRumusanMasalah ........................... 5

C. TujuandanManfaatPenelitian .................................................. 6

D. TinjauanPustaka ...................................................................... 8

E. BingkaiTeori ........................................................................... 10

F. MetodePenelitian..................................................................... 12

G. SistematikaPenulisan .............................................................. 15

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. PolaKomunikasiOranisasi ....................................................... 17

1. PengertianPolaKomunikasiOrganisasi .............................. 17

2. Macam-macamPolaKomunikasiOrganisasi ...................... 20

B. Bencana ................................................................................... 24

1. PengertianBencana ............................................................ 24

2. Jenis-jenisBencana ............................................................ 25

3. LetusanGunungKelud ....................................................... 25

C. TahapanPenangananBencana .................................................. 27

D. PenangananBencananTerpadu ................................................ 30

BAB III GAMBARAN UMUM AKSI CEPAT TANGGAP

A. SejarahBerdirinyaOrganisasiAksiCepatTanggap (ACT) ........ 39

B. VisidanMisiAksiCepatTanggap (ACT) ................................. 40

C. StrukturOrganisasiAksiCepatTanggap (ACT) ....................... 41

D. Program KegiatanOrganisasiAksiCepatTanggap (ACT) ....... 42

vii

BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS

A. PolaKomunikasi ...................................................................... 47

1. Pra-Bencana ...................................................................... 50

2. SaatBencana ...................................................................... 56

3. Pasca-Bencana................................................................... 60

B. Interpretasi............................................................................... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 65

B. Saran ....................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68

LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

1. BINGKAI TEORI .............................................................................. 10

2. POLA KOMUNIKASI ...................................................................... 22

3. PENANGANAN BENCANA ............................................................ 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah bencana yang disebabkan oleh manusia menciptakan serangkaian

"bencana alam" yang merangsang bencana sosial dalam jangka waktu yang

panjang yang melebihi masa hidup manusia normal. Bencana ini sangat

berdampak pada kelangsungan hidup orang banyak serta membuat peradaban

manusia menjadi rusak. Para manusia yang mendapatkan dampak besar seperti

kehilangan tempat tinggal, keluarga, harta benda maupun yang lainnya. hal ini di

sebabkan perubahan iklim yang ekstrim, perang, sistem ekonomi yang terjebak

dunia dalam krisis global. Ini tentu mendapat perhatian khusus bagi setiap Negara

untuk membentuk sebuah tim pemerintahan dalam mengantisipasi maupun

memberikan pertolongan dengan cepat kepada para korban.

Di Indonesia sendiri telah banyak instansi pemerintah maupun lembaga-

lembaga lokal untuk ikut berpartisipasi dalam menangani bencana tersebut. Salah

satunya adalah Aksi Cepat Tangap (ACT). yang berdiri di Jakarta tahun 2005.

Sebuah organisasi kemanusiaan yang menggerakkan humanity (kemanusiaan),

philanthropy (kedermawanan), dan volunteerism (kerelawanan). Humanity adalah

wujudnya desain program kemanusiaan, kedermawanan menjadi salah satu

sumber pembiayaannya yang digalang dengan mekanisme kampanye diberbagai

media komunikasi, dan kerelawanan menjadi sumber daya

pelaksanaan/implementasi program kemanusiaan.1

1 Wawancara pribadi dengan Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara

165, 20 Desember 2013.

2

ACT berdiri pada tahun 2005 sebagai institusi resmi dan mandiri. Program

yang ditangani berkembang tidak lagi hanya berkisar pada bencana alam, namun

juga mengembangkan konsentrasinya pada bencana sosial atau bencana

kemanusiaan. Termasuk di antaranya, gizi buruk, rawan pangan, anak-anak,

masalah kesehatan dan sanitasi lingkungan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi,

pembangunan masyarakat, hingga konflik sosial. Tak hanya memberikan bantuan

kepada para korban bencana, ACT juga memiliki aktivitas yang meliputi:

pelatihan, konsultasi, dan penelitian berbasis keahlian akademis praktis dan

empiris di bidang penanganan bencana alam dan sosial secara terpadu. Pelatihan,

konsultasi, dan penelitian yang dilakukan mencakup mitigasi, kesiapsiagaan,

emergensi, rehabilitasi, rekonstruksi, hingga prosedur mutu dalam tugas-tugas

kemanusiaan dan kebencanaan.

Hal ini tentu tidak lepas dari hubungan komunikasi yang dibangun antara

pegawai dan manajemen ACT, sehingga terhindar dari masalah konflik yang

biasanya sering terjadi dalam sistem organisasi dan hubungan antara bawahan dan

atasan sangat akrab dan harmonis. Komunikasi merupakan suatu aktivitas

manusia yang sanga penting. Bukan hanya dalam suatu organisasi, tetapi dalam

kehidupan manusia secara umum. Tiada hari tanpa komunikasi, sepanjang nafas

dan detak jantung masih ada komunikasi sangat diperlukan. Tanpa komunikasi,

kita tidak dapat berinteraksi dengan sesama manusia dan memahami apa yang

sedang dilakukan oleh manusia. Komunikasi tidak hanya melalui lisan, tetapi

dapat juga dilakukan melalui tulisan. Komunikasi menduduki suatu tempat yang

3

utama karena susunan keluasan dan cakupan organisasi secara keseluruhan

ditentukan oleh teknik komunikasi.2

“Komunikasi memberikan sesuatu kepada orang lain dengan kontak tertentu

atau dengan memergunakan sesuatu alat. Banyak komunikasi terjadi dan

berlangsung tetapi kadang-kadang tidak tercapai kepada sasaran tentang apa yang

dikomunikasikan itu.”3

Menurut William J. Seller komunikasi adalah proses dengan di mana simbol

verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima, dan diberi arti. Hakikatnya komunikasi

merupakan pengiriman pesan yang akan diinterpretasikan oleh si penerima pesan.4

Sementara itu menurut Harold Lasswell, “dalam berkomunikasi dia menggunakan

lima pertanyaan yang perlu dipertanyakan dan dijawab dalam bila komunikasi,

yaitu who (siapa), says what (mengatakan apa), in which medium (melalui media

apa), to whom (kepada siapa), dan dengan what effect (apa efeknya).”5

Komunikasi menjadi lebih terstruktur dan terhubung saat dikaitkan dengan

organisasi. Suatu pendekatan objektif yang menyarankan bahwa sebuah organisasi

adalah sesuatu yang bersifat fisik dan kongkrit, dan merupakan sebuah wadah

yang mengumpulkan orang-orang dan mempunyai tujuan yang sama. Sementara

itu, pendekatan yang subjektif memandang organisasi adalah proses atau

tindakan-tindakan, yang dilakukan orang-orang dalam struktur organisasi.6

2 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 337.

3 H.A.W. Widjaja, Komunikasi & Hubungan Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),

h..5. 4 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 4-5. 5 Michael Burgoon, Approachingn Spech/Communication Process (New York, Holt, Rinehart dan Winston, 1974), h. 10

6 R. Wayne Pace dan Doon F. Faules, Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 11.

4

Untuk memajukan organisasi, maka sangat diperlukan komunikasi yang

baik. Oleh karena itu, kita harus mengetahui lebih banyak mengenai sistem secara

keseluruhan dan bagaimana mencocokkan ke dalam sistem yang lebih luas.7

Dalam organisasi, manusia membutuhkan komunikasi yang efektif agar cepat

mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap individu harus mampu berkomunikasi

yang baik agar terciptanya keharmonisan sehinga terhindar dari konflik.

Keharmonisan komunikasi dan kepuasan kerja menunjukkan secara tidak

langsung bahwa pegawai haruslah mempunyai informasi yang diperlukan untuk

megerjakan pekerjaan.

Komunikasi memungkinkan orang untuk mengoordinir kegiatan untuk

mencapai tujuan bersama, tetapi komunikasi itu tidak hanya menyampaikan

informasi atau mentransfer makna saja.8 Dalam suatu organisasi, diperlukan

komunikasi yang efektif dan efisien. Karena, jika dalam suatu organisasi tidak

melakukan komunikasi kepada atasan maupun sesama pegawai, maka organisasi

tersebut tidak dapat mengoordinasi tugas yang harus dilaksanakan, tidak adanya

keterbukaan di antara para pegawai, dan tidak tercapainya tujuan bersama.

Komunikasi dalam organisasi menjadi sistem aliran yang menghubungkan dan

membangkitkan kinerja antar bagian dalam organisasi sehingga menghasilkan

sinergi.

Dibandingkan pada lembaga lain, ACT merupakan lembaga nonprofit

sehingga dibangun komunikasi yang baik di dalamnya. Dalam mencapai tujuan

dan harapan di suatu organisasi, maka organisasi tersebut harus membangun

komunikasi yang efektif dan efesien di dalam internal organisasi tersebut. Oleh

7Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 92. 8 Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktik (Malang: UMM Press, 2008), h. 7.

5

karena itu, sebuah organisasi tidak terlepas dari adanya komunikasi. Tanpa

komunikasi organisasi, tidak akan berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan

bersama. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Pola Komunikasi Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT)

dalam Penanganan Bencana Gunung Kelud di Kecamatan Pare Kabupaten

Kediri.”

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah yang ingin diteliti adalah hanya pada pola komunikasi yang

digunakan ACT dalam menangani bencana. Kendala dalam komunikasi yang

biasa terjadi adalah miss komunikasi, yang menimbulkan konflik maupun salah

paham, keadaan alam sekitar yang tidak mendukung, alat komunikasi yang

minim, dan adanya kesenjangan jabatan yang membuat komunikasi menjadi tidak

efektif. Masalah-masalah ini yang perlu diminimalir dalam komunikasi, oleh

karena itu peneliti mencoba membahas pola komunikasi apa yang digunakan

dalam penanganan bencana di gunung Kelud.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pembatasan masalah hanya

menekankan pada pola komunikasi yang digunakan Aksi Cepat Tanggap (ACT)

saat menangani bencana di fase pra-bencana, fase saat bencana, dan fase pasca-

bencana pada kejadian letusan gunung Kelud di Kecamatan Pare Kabupaten

Kediri.

6

3. Rumusan Masalah

Pertanyaan utama penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi organisasi

Aksi Cepat Tangap (ACT) dalam penanganan bencana letusan gunung Kelud?

sedangkan pertanyaan minor adalah:

a. Pola komunikasi apa yang digunakan pada bagian pra-bencana?

b. Pola komunikasi apa yang digunakan pada bagian saat bencana?

c. Pola komunikasi apa yang digunakan pada bagian pasca-bencana?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Dengan mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di

atas, maka tujuan dari penelitian ini adala mengetahui bagaimana pola komunikasi

organisasi di Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam penanganan bencana letusan

gunung Kelud, khususnya:

a. Mengetahui apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian pra-

bencana.

b. Mengetahui apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian saat

bencana.

c. Mengetahui apa pola komunikasi yang digunakan pada bagian pasca-

bencana.

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat akademis memperkaya ilmu komunikasi organisasi melalui

lembaga kemanusiaan nasional seperti ACT.

7

b. Manfaat praktis, secara praktis penelitian ini diharapkan akan menjadi

sebuah masukan dan menambah wawasan bagi mahasiswa dan

masyarakat. Serta bagi para praktisi komunikasi dalam hal pola

komunikasi organisasi penangan bencana, tulisan ini dapat dijadikan

masukan buat lembaga kemanusian lain di Indonesia.

3. Pernyataan Penelitian

Pada dasarnya ACT telah menggunakan pola komunikasi yang

berstruktur dalam berkomunikasi sesama karyawan. Pada saat

penangangan bencana di gunung Kelud, pola komunikasi yang digunakan

oleh ACT adalah pola lingkaran dan pola rantai. Pola lingkaran terjadi pada saat

pra-bencana, di mana terjadi komunikasi berjenjang. Sedangkan, pola rantai

terjadi pada saat bencana dan pasca-bencana karena adanya komunikasi ke atas

dan ke bawah melalui tingkatan hirarki yang bersifat kaku. Keadaan terpusat juga

terdapat di sini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai

pemimpin dari pada mereka yang berada di posisi lain.

Pola komunikasi ini memungkinkan para relawan dan aktivis

penanganan bencana yang ada untuk mempermudah mengoordinir

kegiatan mereka di lapangan untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi

itu dilakukan berdasarkan tingkatan hirarki yang beralaku. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi tingkat penyimpangan dalam berkomunikasi

di lapangan. Komunikasi ini juga di lakukan dengan adanya rapat-rapat

manager baik di kantor maupun di lapangan.

8

D. Tinjauan Pustaka

Langkah awal sebelum melakukan penelitian suatu karya ilmiah adalah

proses penelaahan peneliti terlebih dahulu, kemudian peneliti memeriksa skripsi

dan penelitian sebelumnya yang mempunyai judul atau objek dan subjek

penelitian yang sama atau hampir sama dengan yang diteliti. Dengan demikian,

peneliti dapat mengetahui apa yang diteliti sebelumnya. Sehingga, penelitian

karya ilmiah ini tidak sama dengan penelitian skripsi terdahulu.

Setelah mengadakan suatu penelitian kepustakaan skripsi yang memiliki judul

hampir sama dengan yang akan diteliti, judul skripsi tersebut adalah:

1. Maulisa Suderajat, mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan

tahun 2014 berjudul, “Pola Komunikasi Organisasi Di Lembaga

Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).” Skripsi ini

menjelaskan tentang pola komunikasi yang digunakan dalam PKPU

adalah pola bintang. PKPU menggunakan komunikasi dua arah. Teknik ini

Perbedaan skripsi ini dengan yang diteliti ini terletak pada subjek

penelitiannya.9

2. Dini Novianti, mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan

tahun 2009 berjudul, “Pola Komunikasi Organisasi Di Balai Besar

Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Kampung utan Tangerang.” Skripsi

ini menjelaskan bahwa pola komunikasi yang digunakan adalah

komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal dan

informal. Media yang digunakan adalah melalui website, telepon, radio,

9 Maulisa Suderajat, “Pola Komunikasi Organisasi Di Lembaga Kemanusiaan Nasional

Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 70.

9

fax, email, brosur dan koran untuk pelayanan jasa. Perbedaan skripsi ini

dengan yang diteliti terletak pada objek penelitian.10

3. Ika Soleha, mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan tahun

2013 berjudul, “Pola Komunikasi Organisasi Di PT. Arga Bangun Bangsa

ESQ Leadership Center.” Skripsi ini menjelaskan tentang pola komunikasi

yang digunakan PT. Arga Bangun Bangsa ESQ Leadership Center adalah

pola bintang. Perbedaan pada skripsi ini adalah objek penelitiiannya.11

4. Andreas Meissner, dkk, pada tahun 2002 membuat jurnal yang berjudul

“Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System.” 12 Jurnal ini menjelaskan bahwa

pola komunikasi yang digunakan dalam penanganan bencana secara

terpadu menggunakan komunikasi buttom-up. Perbedaan skripsi ini

dengan yang diteliti terletak pada objek penelitian.

10 Dini Novianti, “Pola Komunikasi di Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Kampung Utan Tangerang.” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 59.

11Ika Soleha, “Pola Komunikasi Organisasi Di PT. Arga Bangun Bangsa ESQ Leadership Center.” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 80.

12

Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” The First IEEE Workshop on Disaster Recovery Network, New York City, 24 Juni 2002. h. 1.

10

E. Bingkai Teori

GAMBAR 1.1

Pola komunikasi organisasi

Aksi Cepat

Tanggap

(ACT)

Korban Letusan

Gunung Kelud

Pra-Bencana) Saat Bencana

Pasca-Bencana

Pola Roda Pola Bintang Pola Lingkaran Pola Rantai Pola Y

Joseph A. DeVito

11

Gambar 0.1 menjelaskan, bahwa pola komunikasi merupakan bentuk yang

digunakan dalam memberikan informasi. Beberapa teori digunakan untuk

mengetahui pola yang digunakan sebuah organisasi tanggap bencana. ACT adalah

lembaga kemanusiaan yang bergerak membantu korban bencana alam maupun

bencana sosial. Sejak berdirinya pada tahun 2005, ACT telah banyak ikut

berpartisipasi dalam membantu wilayah-wilayah yang terkena bencana, seperti di

gunung Sinabung, gunung Merapi, dan banjir Jakarta. Hal ini tentu saja tidak

lepas dari komunikasi yang dibangun ACT. Pola komunikasi yang digunakan

ACT inilah yang membuat ACT lebih dikenal masyarakat. Pola yang di bangun

ACT memudahkan proses penyampaian informasi kepada semua pegawai dan

relawan ACT.

Dalam proses penyampaian pesan, biasanya dalam komunikasi internal

organisasi, proses penyampaiannya terbagi menjadi dua, yakni vertikal dan

horizontal. Proses penyampaian pesan vertikal, yakni komunikasi ke bawah

berupa tugas-tugas, maupun intruksi, dan ke atas yang berupa laporan maupun

masukan untuk perusahaan. Sedangkan horizontal adalah penyampaian pesan ke

sesama kayawan berupa koordinasi maupun kesiapan yang dibutuhkan. Dalam

menyampaikan informasi, baik komunikasi ke bawah, ke atas, dan horizontal

membutuhkan sarana komunikasi, baik media elektronik maupun non elektronik,

sehinga komunikasi dalam menyampaikan informasi ke semua pegawai ACT

dapat menghemat cost, tenaga, dan waktu. Hal inilah yang hendak diteliti, yakni

bagaimana pola komunikasi organisasi dalam lembaga ACT.

12

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian

ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 20 Desember sampai

tanggal 20 Maret pada tahun 2014. Lokasi penelitian dalam hal ini bertempat

di perkantoran Ciputat Indah Peramai, Tangerang Selatan dan Menara ESQ

Center 165, jalan TB Simatupang Kav. 1 Cilandak Timur, Jakarta Selatan,

dan sempat melakukan observasi di lokasi bencana letusan gunung Kelud

kecamatan Pare kabupaten Kediri, tanggal 23 Febuari 2014.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek peneltian ini adalah organisasi ACT dan okjek penelitiannya

adalah bagaimana pola komunikasi yang diterapkan oleh ACT dalam

penanganan bencana letusan gunung Kelud.

3. Metode Penelitian

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan

pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas

yang terjadi di lapangan dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan hasil

yang digunakan sebagai bahan penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitik

beratkan pada data-data penelitian yang akan dihasilkan melalui pengamatan,

dan wawancara. Selain itu, jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yakni

berusaha memberikan gambaran rinci mengenai pola komunikasi ACT dalam

penanganan bencana letusan gunung Kelud.

13

Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum

yang ada. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dan

gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dan

masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh kategorisasi.13

4. Data Penelitian

a. Field Research (penelitian lapangan)

Penelitian ini dilaksanakan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian

yang dalam hal ini bertempat di Menara ESQ Center 165 lantai 11 dan 14

juga tempat kejadian bencana letusan gunung Kelud di Kediri Jawa Timur

tanggal 23 Febuari 2014.

b. Library Research (penelitian kepustakaan)

Peneliti mengumpulkan dan menelaah beberapa literatur seperti, buku-

buku ilmiah, jurnal, surat kabar, majalah, brosur, dan sumber-sumber lain

yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Cara ini dilakukan untuk

mendapatkan gambaran mengenai kerangka teoritis dan pendapat para ahli

dan lembaga yang terkait dengan masalah ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya

dapat berkerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan

yang diperoleh melalui observasi.14 Observasi merupakan pengamatan

dan pencatatan dengan sistematika dengan fenomena yang diselidiki.

13 Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 28.

14 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 309.

14

Dengan metode ini penulis akan mengetahui tentang bagaimana pola

komunikasi organisasi di ACT dalam penanganan bencana letusan gunung

Kelud.

b. Wawancara

Wawancara adalah salah satu alat untuk mengumpulkan atau

memperoleh informasi langsung tentang beberapa jenis data.15 Wawancara

ini berkaitan dengan masalah penelitian, sehingga dapat menemukan data

atau keterangan mengenai pola komunikasi organisasi dalam lembaga

ACT dalam penanganan bencana letusan gunung Kelud. Wawancara ini

dilakukan di menara ESQ 165 bersama bapak Iqbal Setyarso Direktur

Komunikasi ACT, serta Insan Nurrahman Vice Presiden ACT, Erlid

Riandilanta Relawan ACT, Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI

Bojonegoro.

c. Studi Dokumentasi

Studi ini digunakan untuk mengambil data dari berbagai dokumen yang

telah dimiliki kantor ACT berupa buku, bulletin, dan foto-foto yang

kemudian akan menjadi rujukan untuk kemudian diteliti lebih lanjut.

“Dokumen-dokumen ini dapat mengungkapkan bagaimana subjek

mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya

suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut dalam

hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakan-

tindakannya.”16

15 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Jogjakarta: Andi Offset, 1983), h. 49. 16 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 195.

15

6. Teknik Pengolahan Data

Dalam menyederhanakan data, peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu

data dikelompokkan, disederhanakan, lalu dikemas dalam tabel, grafik,

maupun bagan. Dan dalam penulisan ini, peneliti berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) terbitan

CeQDA (Center for Quality Development and Assurance).17

7. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah menganalisis proses berlangsungnya suatu

fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses

tersebut dan menganalisis makna yang ada di balik informasi, adat, dan

proses suatu fenomenan sosial itu.18

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis menguraikannya ke dalam

beberapa bab sebagai berikut:

Peneliti memulai skripsi ini dengan sebuah pendahuluan. Bab I ini berisikan:

latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus dan rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, pernyataan penelitian, bingkai teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan yang merupakan gambaran umum dalam

penulisan skripsi.

Selanjutnya, kajian teoritis peneliti tempatkan pada bab II, yang meliputi:

penjelasan teori yang relevan digunakan untuk menganalisis dan merancang

sistem yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku referensi maupun

17

Tim Penulis, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: CeQDA, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007). 18 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2010), h. 153.

16

internet yang menjadi landasan penulisan skripsi ini di antaranya tentang pola

komunikasi organisasi.

Adapun gambaran umum lembaga Aksi Cepat Tanggap, diuraikan pada bab

III. Dalam bab ini, penulis kemukakan aspek sejarah ACT, kemudian visi dan

misi ACT, selanjutnya program-progam kegiatan ACT, serta struktur lembaga

ACT.

Inti skripsi ini ada pada bab temuan dan analisis. Bab IV ini berisi tentang

pola komunikasi organisasi di ACT, pola komunikasi bintang, pola komunikasi y,

pola komunikasi rantai, pola komunikasi lingkaran, dan pola komunikasi roda.

Akhirnya, peneliti tutup skripsi ini, dengan format kesimpulan dan saran. Bab

V ini, penulis menjawab pertanyaan minor yang dikemukakan pada bab

pendahuluan.

Di akhir skripsi ini terdapat daftar bacaan dan disusul dengan lampiran.

17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pola Komunikasi Organisasi

1. Pengertian Pola Komunikasi Organisasi

Pola komunikasi terdiri atas pola dan komunikasi. Pola dikatakan sebagai

model, yaitu cara untuk menunjukkan sebuah objek yang mengandung

kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur

pendukungnya.1 Sementara, komunikasi organisasi merupakan serangkaian kata

dari dua kata, yaitu komunikasi dan organisasi. Untuk lebih jelasnya, dari dua kata

tersebut akan diuraikan dengan penjelasan masing-masing.

Menurut Onong Uchjana Effendi “istilah komunikasi berasal dari bahasa

Inggris yaitu communication yang berarti ‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran

pikiran.’ Maka hakikat dari communication itu berarti ‘sama’ atau ‘kesamaan

arti.”’ 2

Sedangkan secara terminologi, komunikasi berarti proses penyampaian suatu

pernyataan oleh seseorang kepada orang lain yang disampaikan baik secara

langsung yakni berupa lisan atau tatap muka maupun secara tidak langsung

melalui media yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengubah sikap,

pendapat, dan prilaku, orang lain.3

Organisasi berasal dari bahasa Latin organigare, yang secara umum berarti

sistem dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Organisasi

adalah orang-orang yang berkumpul yang mempunyai suatu tujuan yang sama

1 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 9. 2 Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi (Bandung: Bandar Maju, 1992), h. 1.

3 Onong Uchayana Effendi, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. ke-empat, h. 3-4.

18

dengan melalui pembagian tugas kerja dan saling bergantungan dengan yang lain

untuk mencapai tujuannya.4

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi

berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisipasi atau bertindak sesuai

dengan tujuan, harapan, dan isi pesan yang disampaikan. Jadi di antara orang yang

terlibat dalam kegiatan komunikasi harus memiliki kesamaan makna atau arti

pada lambang-lambang yang digunakan untuk berkomunikasi, dan harus bersama-

sama mengetahui hal-hal yang dikomunikasikan.

Menurut Veithzal Rivai, organisasi adalah wadah yang memungkinkan

masyarakat dalam meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu

secara sendiri-sendiri. Organisasi merupakan suatu unit yang terkoordinasi yang

terdiri setidaknya dua orang berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau

serangkaian sasaran.5

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, organisasi adalah kesatuan

(susunan dsb) yang terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dalam perkumpulan

untuk tujuan tertentu, kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan

untuk mencapai tujuan bersama.6

Sondang P. Siagian dalam bukunya yang berjudul Peranan Staf dan

Manajemen menyatakan bahwa:

“organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dan terkait secara formal dalam satu ikatan hirarki di mana selalu terdapat hubungan antara seseorang

4 Nurani Suyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h.

179 5 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, h. 188. 6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-tiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 803.

19

atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan.”7 Sementara itu komunikasi organisasi dapat dikatakan juga komunikasi antar

manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi di mana

terjadi jaringan-jaringan pesan satu sama lain yang saling bergantung satu sama

lain untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan demikian, komunikasi organisasi

adalah “komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi antara pemimpin dengan

pegawai atau sesama pegawai untuk mencapai suatu tujuan tertentu baik melalui

media maupun face to face.”8

Sementara itu menurut Dedy Mulyana, komunikasi organisasi adalah

komunikasi yang terjadi yang berlangsung di dalam jaringan kelompok yang besar

dan komunikasinya bersifat formal mapun informal.9

R. Wayne Pace dan Don F. Faules mendefinisikan komunikasi organisasi

menjadi dua bagian penting yaitu definisi fungsional yang menyatakan bahwa

komunikasi organisasi sebagai suatu bentuk hubungan yang hirarkis dalam proses

kegiatan penafsiran pesan dalam unit-unit komunikasi yang menjadi bagian dari

struktur organisasi tertentu. Sedangkan definisi interpretatif menyatakan

komunikasi organisasi lebih berfokus kepada sebuah proses kegiatan penafsiran

pesan lebih lanjut yang terdapat dalam ruang lingkup batasan organisasi dilihat

dari dua aspek pandangan subjektif dan objektif.10

7Sondang P. Siagian, Peranan Staf dan Manajemen (Jakarta: Gunung Agung, 1976), cet. ke-satu, h. 20.

8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), h. 274.

9 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2007),h.83.

10 R. Wayne Pace dan Don F. Faules, Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan

Kinerja Perusahaan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 34

20

Dari berbagai definisi pola komunikasi organisasi di atas, dapat disimpulkan

bahwa pola komunikasi organisasi adalah bentuk pengiriman dan penerimaan

informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang mencakup dalam bidang ini

adalah komunikasi internal, komunikasi eksternal, hubungan persatuan pengelola,

komunikasi ke bawah atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi

ke atas atau dari bawahan kepada atasan dan komunikasi dari orang-orang yang

sama tingkatnya dalam organisasi, menulis dan komunikasi evaluasi program.

Karena dengan adanya komunikasi ke bawah, ke atas, dan horizontal, koordinasi

pekerjaan dapat berjalan lancar dan tujuan organisasi bisa dicapai.

2. Macam-macam Pola Komunikasi Organisasi

Pola komunikasi organisasi adalah bentuk komunikasi yang digunakan dalam

organisasi yang kompleks. Dalam suatu organisasi para anggota pasti saling

bertukar pesan dengan anggota lainnya. Pertukaran pesan tersebut terjadi dengan

melalui suatu jalan yang dinamakan pola aliran informasi atau jaringan

komunikasi.11

Dalam organisasi ada beberapa pola yang biasa digunakan untuk

berkomunikasi, menurut Joseph A. DeVito dan Sthephen P. Robbins ada lima

pola komunikasi yang biasa digunakan dalam berkomuniikasi, yakni:

a. Pola Lingkaran

Menurut Joseph A. DeVito dalam pola lingkaran semua anggota

organisasi dapat berkomunikasi dengan yang lainnya, mereka tidak

11 Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktik, h. 57

21

mempunyai pemimpin serta setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua

anggota lain di sisinya.12

Di sisi lain menurut Stephen P. Robbins pola lingkaran adalah adanya

interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarki, namun tidak adanya interaksi

lanjutan pada hirarki yang lebih tinggi. Misalnya komunikasi terjadi secara

interaksi antar sesama bawahan dengan atasannya langsung (komunikasi

berjenjang).13

b. Pola Roda

Menurut Joseph A. DeVito, pola roda disini memiliki pimpinan yang

jelas, sehingga kekuatan pimpinan berada pada posisi sentral dan

berpengaruh dalam proses penyampaian pesannya yang mana semua

informasi yang berjalan harus terlebih dahulu disampaikan kepada

pimpinan.14

Sementara itu Stephen P. Robbins, pola roda merupakan sistem jaringan

komunikasi yang menjadikan semua laporan, instruksi, perintah kerja dan

kepengawasan terpusat satu orang yang memimpin dengan empat bawahan

atau lebih dan tidak adanya komunikasi sesama bawahan yang lain.15

c. Pola Rantai

Menurut Joseph A. DeVito, pola rantai ini tidak memiliki pemimpin

sama halnya pola lingkaran. Tetapi orang yang berada diposisi tengah

12

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, Penerjemah Agus Maulana (Pamulang: KARISMA Publising Grup, 2011), edisi ke-lima, h. 383.

13

Stephen P. Robbins, Organization Behaviour (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2009), h. 134.

14 Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, h. 383.

15

Stephen P. Robbins, Organization Behaviour, h. 134.

22

lebih berperan sebagai pemimpin daripada orang yang berada di posisi

lain. Serta orang yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan

satu orang saja.16

Sedangkan menurut Stephen P. Robbins, pola komunikasi rantai di sini

terdapat lima tingkatan dalam jenjang hirarkisnya dan hanya dikenal

sebagai sistem komunikasi arus ke atas (upward) dan ke bawah

(downward) begitu juga sebaliknya. Artinya model tersebut menganut

hubungan komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke

bawah tanpa terjadi suatu penyimpangan.17

d. Pola Bintang atau Semua Saluran

Menurut Joseph A. DeVito, dalm pola ini semuanya anggota memiliki

kekuatan yang sama untuk memengaruhi anggota lainnya dan setiap

anggota lainnya memungkinkan adanya partisipasi anggota secara

optimum.18

Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dalam pola ini semua tingkatan

dalam jaringan ini dapat melakukan interaksi timbal balik tanpa melihat

siapa yang menjadi tokoh sentralnya. dan setiap staf/bawahan tidak

dibatasi dan bebas melakukan interaksi dengan berbagai pihak/pimpinan

atau sebaliknya.19

e. Pola Y

16

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, h. 383.

17 Stephen P. Robbins, Organization Behaviour, h. 134.

18

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, h. 383.

19 Stephen P. Robbins, Organization Behaviour, h. 134.

23

Menurut Joseph A. DeVito, pola Y juga terdapat pimpinan yang jelas

dan setiap anggota dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang

lainnya.20

Menurut Stephen P. Robbins, pola Y ini terdapat empat level jenjang

hirarki, satu supervisor mempunyai dua bawahan dan dua atasan yang

mungkin berbeda devisi atau department.21

Bagan 02. Pola Komunikasi

Sumber: Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia.22

Pola-pola yang telah disebutkan merupakan pola aliran informasi yang biasa

digunakan dalam organisasi dan digunakan hanya untuk berkomunikasi secara

internal, atau hanya dalam lingkup organisasi saja.

20

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, h. 383.

21 Stephen P. Robbins, Organization Behaviour, h. 134.

22

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, h. 383.

24

B. Bencana

1. Pengertian Bencana

Istilah bencana dapat diartikan sebagai sesuatu yang “menimbulkan

kesusahan, kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan dan marabahaya.”23

Bencana merupakan “kejadian yang luar biasa, di luar kemampuan normal

seseorang menghadapinya, menakutkan dan juga mengancam keselamatan jiwa.

Akibatnya, berbagai bangunan penting hancur, korban jiwa berjatuhan dan

memengaruhi kondisi psikologis dari mereka yang terkena dampak bencana.”24

“Bencana merupakan gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan.

Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka-

sangka dan wilayah cangkupan sangat luas.” 25 Adapun dampak kepada manusia

seperti kehilangan jiwa, luka-luka dan kerugian harta benda. Dampak yang paling

utama yakni struktur sosial dan ekonomi seperti kerusakan infrastruktur berupa

sistem jalan, air bersih, listrik, komunikasi dan pelayanan penting lainnya.

Dalam UU RI No. 24 tahun 2007 dikatakan bahwa:

“bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik faktor alam atau non-alam maupun faktor manusia sendiri, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.”26

Dengan demikian, maka dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa pengertian bencana yaitu suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

dapat menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap kehidupan masyarakat yang

23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 2005) h. 100. 24 Nani Nurrachman, ed. Pemulihan Trauma: Pandan Praktis Pemulihan Trauma Akibat

Bencana Alama (Jakarta, LPSP3Fakultas Psikologi UI, 2007), h. 3. 25 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 67. 26 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI;

Penanggulangan Bencana, h. 11.

25

melebihi batas kemampuannya, sehingga mengakibatkan kerusakan, kerugian

serta penderitaan bahkan sampai jatuhya korban jiwa, baik terjadi karena alam

ataupun non-alam ataupun karena faktor keduanya.

2. Jenis-Jenis Bencana

Dalam UU RI No. 24/2007 berdasarkan jenis dan klasifikasinya, bencana

yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:27

a. Bencana Alam

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah longsor.

b. Bencana Non-Alam

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non-

alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik,

dan wadah penyakit.

c. Bencana Sosial

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa

karena manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar

komunitas masyarakat dan terorisme.

3. Letusan Gunung Kelud

“Letusan gunung merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma

di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.”28

Dari letusan-letusan seperti inilah gunung berapi terbentuk. Letusannya yang

27

Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 10.

28 “Letusan Gunung,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 20014 dari

www.Wikipedia.org.id.

26

membawa abu dan batu menyembur dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih,

sedangkan lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung

berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan

kilometer jauhnya dan bahkan bisa memengaruhi putaran iklim di bumi ini. Hasil

letusan gunung berapi berupa; gas vulkanik, lava dan aliran pasir serta batu panas,

Lahar, Abu Letusan.29

Letusan gunung api adalah bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal

dengan istilah erupsi. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,

lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir

lahar.30

“Gunung Kelud (sering disalah tuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu"

dalam Bahasa Jawa; dalam Bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau

Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang

tergolong aktif.”31 Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri,

Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat

Kota Kediri. Gunung Kelud dikenal sebagai gunung api dengan kawah berupa

danau yang terbentuk akibat dari letusan pada tahun 2007.32

Gunung Kelud merupakan salah satu gunung aktif di Jawa Timur yang

“erupsinya didominasi oleh erupsi-erupsi eksplosif yang menghasilkan endapan

29

Abdillah Rikito, “Pengertian Gunung Meletus,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari http://alampenuhbencana.blogspot.com/p/gunung-meletus.html.

30 Pusat Data dan Informasi dan Humas, “Definisi dan Jenis Bencana”, diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari www.bnpb.go.id.

31 Faiz Wildan, “Sejarah Letusan Gunung Kelud diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari http://guswildancenter.blogspot.com/2014/02/sejarah-letusan-gunung-kelud.html .

32 Palupi Annisa Auliani, “Gunung Kelud, Sejarah Panjang dan Anomali Letusan,”

kompas.com, diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014.

27

aliran dan jatuhan piroklastik.”33 Oleh karena itu di sebagian utama bentuk

gunung tersebut banyak dikelilingi oleh endapan-endapan tersebut. Sehingga

kubah lava, sumbat lava, dan aliran lava yang ada hanya terdapat di daerah sekitar

pusat erupsi utama dan erupsi samping gunung Kelud.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Bapak Soekarwo menyatakan, masa

tanggap darurat erupsi gunung Kelud mulai 13 Februari hingga 12 Maret 2014

sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi DIY memutuskan masa tanggap darurat

berlaku selama tujuh hari dimulai 14 Februari hngga 20 Februari 2014.34

C. Tahapan Penanganan Bencana

Tahapan penanggulangan bencana dapat diartikan sebagai suatu proses yang

berkelanjutan untuk meminimalisir dampak suatu bencana, hal ini ditandai dengan

“serangkaian kegiatan berupa pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi

dan rekontruksi.”35 Berikut tahapan penanggulangan bencana, yang meliputi

kegiatan pra-bencana (pencegahan, kesiapsiagaan, mitigasi), tanggap darurat (saat

bencana), dan pasca-bencana (rehabilitas, rekonstruksi).

1. Pra-Bencana

Persiapan menghadapi bencana adalah berbagai kegiatan yang

dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya bahaya dari

bencana.36 Upaya yang dilakukan pada saat pra bencana antara lain:

33

Akhmad Zaennuddin, “Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud,” Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2009, h. 1.

34 Dompet Dhuafa, “Situasi Respons Erupsi Gunung Kelud,” Disaster Manangement Dompet Dhuafa (14-17 Februari 2014), h. 2.

35 Warto, dkk, Uji Coba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 15. 36 Warto, dkk, Uji Coba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 12.

28

a. Pencegahan, adalah “serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui

pengurangan bencana maupun kerentanan pihak yang terancam

bencana.”37

b. Kesiapsiagaan, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencan melalui pengorganisasian dan langkah yang

tepat guna serta berdaya guna.38

c. Mitigasi, adala segala “kegiatan yang bertujuan memperkecil kerugian

yang timbul akibat peristiwa bencana, terutama terhadap jiwa raga

manusia, harta benda dan berbagai bangunan.”39

2. Saat Bencana

Penanganan saat terjadi bencana adalah kegiatan yang dilakukan ketika

bencana melanda, yang tujuannya adalah menyelamatkan korban manusia

(jiwa-raga) dan harta benda untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa.

Kegiatan yang biasanya dilakukan saat kejadian yaitu; evakuasi korban ke

tempat penampungan sementara, penyelenggaraan dapur umum, distribusi

atau penyaluran bantuan dalam bentuk pangan, sandang, obat-obatan, bahan

bangunan, peralatan ekonomis-produktif (seperti alat pertanian dan

pertukangan), serta uang sebagai modal awal hidup pasca-bencana, pendataan

korban dan jumlah kerugian material.40

37

Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.12. 38 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.11. 39 Warto, dkk, Uji Coba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 15. 40 Warto, dkk, Uji Coba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 12.

29

Rencana darurat biasanya dibangun dan disesuaikan dengan konteks di

mana rencana darurat itu beroperasi, biasanya rencana darurat yang

“mencangkup komunikasi, search and rescue, mengoordinasikan tugas-tugas

emergency, sektor transportasi, kesejahteraan sosial, kesehatan dan tenaga

medis, polisi dan keamanan, militer dan tenaga sukarelawan.”41

Fase tanggap darurat adalah di mana pemerintah bersama-sama

masyarakat melakukan langkah tanggap darurat, termasuk diantaranya

mengumumkan status bencana. Kemudian melakukan penyelamatan

dokumen-dokumen Negara, menyediakan informasi kepada publik mengenai

korban bencana, melakukan prosesi pemakaman korban meninggal,

menyediakan posko informasi, menyediakan rumah sakit darurat, melakukan

koordinasi sesama lembaga terkait, masyarakat dan instansi pemerintah.42

“Jangka waktu masa tanggap darurat, beragam sesuai dengan besar

kecilnya skala bencana. Umumnya adalah dua minggu sampai satu bulan

setelah terjadinya bencana dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan

dari Presiden/Kepala Daerah.”43

3. Pasca-bencana

Pasca-bencana lebih disebut dengan massa recovery. Recovery menurut

UU RI No. 24/ 2007 adalah “serangkaian kegiatan untuk mengembalikan

kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan

41

A.B. Susanto, Sebuah pendekatan strategi manajemen: disaster Manangement di Negeri Rawan Bencana (Jakarta: PT Aksara Grafika Pratama, 2006), h. 76. 42 Saru Arifin, “ Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel: Studi Kasus di Kabupaten Bantul”, Yogyakarta,” Jurnal Fenomena Volume 6-Nomor 1 (Maret 2008): h. 8. 43 Syamsul Maarif, “ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor Enam Tahun 2008: Penggunaan Dana Siap Pakai,” Perka BNPB (Desember 2008), h. 12.

30

memfungsikan kembali kelembagaan, pra-sarana dan sarana dengan

melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.”44

Rehabilitasi menurut UU RI NO. 24/ 2007 adalah “perbaikan pemulihan

semua aspek pelayanan publik atau masyarakat untuk normalisasi semua

aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca-

bencana.”45 Tindakannya meliputi; perbaikan prasarana dan sarana umum,

pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial

psikologis, pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Rekonstruksi Menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah pembangunan kembali

semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah bencana, baik pada

tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama yaitu

tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,

tegaknya hukum dan ketertiban masyarakat dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat pada wilayah pasca-bencana.46

D. Penanganan Bencana Terpadu

Secara geografis Indonesia berada di kawasan rawan bencana alam, akibat

kegagalan teknologi dan akibat ulah manusia lainnya. Masalah yang terjadi akibat

bencana alam menyebabkan timbulnya kerugian berupa gangguan kehidupan dan

penghidupan manusia dan kerusakan lingkungan. Adanya diskoordinasi dan

kelemahan manajemen penanggulangan bencana merupakan hal yang harus

44

Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.12. 45 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33. 46 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.12.

31

diatasi. Perbaikan koordinasi dan manajemen penanggulangan di daerah rawan

bencana merupakan salah satu prioritas upaya kesiapsiagaan.

Upaya kesiapsiagaan dan penaggulangan bencana dijelaskan Andreas

Meissner, dkk, mereka mengidentifikasi sebuah sketsa komunikasi dan sistem

informasi terpadu untuk tanggap bencana dan pemulihan bencana, mereka juga

memasukan pokok pembahasan mengenai jaringan, layanan dan konfigurasi

perangkat, manajemen data dan penjadwalan sumber daya. Dalam rangka

menerapkan arsitektur sistem tersebut.47

Lebih jauh Meissner, dkk membuat sebuah gambar sketsa komunikasi

“Lembaga Pemadam Kebakaran” yang digunakan dalam penangan bencana

kebakaran. Mereka mengambarkan secara deskriptif bagaimana aliran informasi

dan komunikasi saling terhubung di antara personil garis depann, pos komando

kantor pusat yang terhubung satu sama lain dengan pemerintah yang saling

berkomunikasi menggunakan alat komunikasi tertentu.48

Bagan 03. Sketsa Komunikasi

47 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” The First IEEE Workshop on Disaster Recovery Network, New York City, 24 Juni 2002. h. 1.

48 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2.

32

Bagan 03. menunjukkan sebuah hubungan komunikasi yang tersambung

secara sistematis antara pemerintah, kantor pusat (HQs), pos komando dan

personil garis depan. Andreas Meissner, dkk, menggambarkan “ketika pos

komando menetapkan lokasi bencana, mereka terhubung oleh link nirkabel atau

satelit terestrial ke markas masing-masing. Untuk "hot spot" di tempat

komunikasi, LAN nirkabel (infrastruktur, ad hoc, atau keduanya) sudah diatur.” 49

Maksudnya, saat bencana terjadi pos komando membuat sebuah jaringan nirkabel

(wireless) yang terhubung dengan markas masing-masing. “hot spot” berguna

sebagai penghubung komunikasi antar personil garis depan dan antar pos

komando. Hal ini digunakan untuk menciptakan konektivitas dan untuk

mambantu personil garis depan mengindentifikasi masalah-masalah yang mereka

hadapi saat proses penanganan bencana.

Menciptakan konektivitas komunikasi saat menanggulangi bencana

memang menghendaki kecepatan dan keefektifan kerja. Maka dari itu dalam

proses tersebut memerlukan alat komunikasi yang dapat menyelesaikan masalah

komunikasi. Dengan dukungan teknologi, keanekaragaman pesan dapat

disebarkan dengan baik, sebagaimana pendapat Wood, bahwa “teknologi

komunikasi dapat mempercepat laju pengaruh interaksi antar manusia, bagaimana

kita berpikir, bekerja dan membentuk hubungan yang lebih kohesif.”50 Dengan

mempercepat laju informasi, diharapkan proses penanggulangan bencana dapat

berjalan cepat dan terkoordinasi dengan baik.

49 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h. 2. 50 Julia T. Wood. Communication Theories in Action, (Canada: Thomson – Wadsworth

Publishing, 2004). H. 19.

33

Meissner, dkk, mengambil pendekatan bottom-up untuk menggambarkan

bagaimana arus informasi mengalir dari personil garis depan seperti petugas

pemadam kebakaran dan pekerja penyelamat saat beroperasi di medan yang sulit.

Berikut penerjemahan penulis atas kutipan meissner, dkk :

"Peralatan pemadam kebakaran sering kali berisi sensor dan detektor, misalnya untuk radiasi atau gas mudah meledak. Pembacaan secara tradisional ditularkan oleh komunikasi suara kepada para pemimpin skuad. Transmisi data yang lebih cepat dan handal dapat dicapai dengan menggunakan sensor cerdas terkait, melalui jaringan, ke komputer di dalam kendaraan pemimpin regu, di mana mereka akan segera dianalisis dan dimasukkan ke dalam konteksnya."51

Ungkapan di atas menjelaskan sistem komunikasi dari petugas pemadam

sebagai sumber data. Sebagai sumber data petugas akan menginformasikan segala

kendala yang dihadapinya di lokasi. Setiap informasi itu kemudian akan diolah

dan diinformasikan kembali kepada petugas, sehingga mereka dapat bertugas

dengan cepat dan terkoordinasi dengan baik. Petugas akan mendapatkan data

seperti, pesan, peringatan tentang bahan-bahan berbahaya, peta, dan data orang

hilang yang ditransmisikan ke perangkat mobile yang mereka gunakan.52

Di sisi lain, staf di kantor pusat harus sering membuat penjadwalan dan

melakukan koordinasi pekerjaan, dan mereka bertindak sebagai penghubung

untuk instansi dan masyarakat, karena jarak fisik mereka ke lokasi bencana yang

jauh, sehinga mereka bergantung pada informasi-informasi baru. Dalam

terjemahan penulis, Meissner, dkk mengatakan:

“HQs biasanya memiliki sejumlah besar data yang tersimpan, misalnya pada bahan-bahan berbahaya, yang mungkin perlu diakses secara on-site personil. Ini panggilan untuk aplikasi terintegrasi bangunan di area luas link data antara kantor pusat dan pos komando situs. Jika bencana

51

Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2.

52 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2.

34

meluas, bahkan HQs mungkin perlu direlokasi, atau direktur operasi dapat memutuskan untuk bergerak lebih dekat ke tempat kejadian, sehingga sangat penting untuk menyediakan "lingkungan informasi portabel" siap untuk relokasi. Ini menempatkan persyaratan tambahan pada database dan lingkungan koperasi disediakan untuk HQs.”53

Kantor pusat harus selalu menyimpan data-data penting yang dapat

membantu petugas. Hal ini, untuk membangun aplikasi yang terintegrasi pada

jaringan antara kantor pusat dan pos komando. Sehingga jika bencana menyebar

sudah dapat diatasi bagaimana langkah untuk merelokasi tempat bantuan bencana.

1. Jaringan Komunikasi (Communication Networks)

a. Komunikasi Luas (Wide Area Communications)

Meissner, dkk mengusulkan “Dengan demikian akan, misalnya,

memanfaatkan panggilan grup, prioritas, dan enkripsi kemampuan

TETRA (alat komunikasi internet) ini.” 54 Namun menurutnya, setiap

peralatan yang digunakan mempunyai kelemahan. Penggunaan

satelitpun bisa menjadi alternatif setidaknya untuk komunikasi dua

arah. Di sini pos komando bertindak sebagai gateway antara WAN dan

jaringan situs hot spot.

b. Hot Spot Communications (Komunikasi Hot spot)

Komunikasi Hot spot di daerah bencana dibagi oleh Meissner, dkk,

menjadi dua kategori yaitu sebagai daerah kritis dan komunikatif.

Menurut Meissner, dkk yang penulis terjemahkan sebagai berikut:

" Sebagian besar daerah kritis: ini adalah tempat pusat bahaya dan titik fokus untuk menghentikan atau mengendalikan bagian utama dari bencana. Terutama di daerah yang paling kritis personil garis depan yang terlibat dalam memerangi bencana perlu

53 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h.2. 54Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h. 3.

35

berkonsentrasi sebanyak mungkin pada sumber bencana dan jelas dalam situasi yang paling berbahaya dan kritis. Oleh karena itu mereka perlu diinformasikan segera dan tanpa penundaan dalam kasus situasi meningkat dan baik parameter lingkungan mendekati ambang kritis atau orang tertentu parameter penting menjadi kritis. Selain itu mereka perlu untuk tetap berhubungan dengan tim pengawas memberikan informasi yang dikumpulkan dari sumber-sumber tidak langsung tersedia bagi personil garis depan. Dalam hal apapun semua informasi harus diberikan kepada orang-orang ini tanpa mengharuskan mereka untuk secara manual berinteraksi dengan setiap jenis perangkat. Informasi harus diberikan secara otomatis dan sebagian pidato dikontrol melalui teknologi tampilan yang sesuai, pengeras suara dan indikator lainnya.”55

Ungkapan di atas menjelaskan bentuk komunikasi hot spot sebagai

daerah kritis. Dapat digambarkan bahwa bentuk komunikasi hot spot

saat daerah kritis adalah sebagai tempat pusat bahaya dan "focal point"

untuk menghentikan bagian utama dari bencana. Di sana personil garis

depan yang terlibat dalam menangani bencana perlu berkonsentrasi

sebanyak mungkin pada sumber bencana. Oleh kerena itu mereka

memerlukan informasi dengan segera dan tanpa penundaan.

Bagaimana pun informasi harus diberikan secara otomatis tanpa harus

setiap personil bergerak sendiri.56

Sebagai daerah komunikatif, penulis terjemahkan ungkapain

Meissner, dkk:

"Ini adalah tempat di mana informasi dari semua sumber yang berbeda yang relevan harus tersedia, dianalisis, dikombinasikan atau, dalam istilah umum, segera diproses. Sumber informasi mungkin statis seperti sistem lokal komputer atau peralatan pengukuran, semi-dinamis seperti informasi yang diterima melalui koneksi berbasis jaringan (telepon, internet), atau dinamis seperti perangkat mobile (misalnya komputasi berbasis PDA atau perangkat penyimpanan) bergerak masuk dan keluar dari

55

Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3.

56 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3.

36

komunikatif hot spot. Dalam rangka untuk mengumpulkan, menggabungkan dan mengolah informasi dari berbagai sumber, mekanisme dinamis, jaringan sebagian nirkabel ad hoc harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk berbagai perangkat dan teknologi jaringan. "57

Meissner, dkk, menjelaskan ini sebagai tempat informasi dari

semua sumber yang berbeda, yang relevan dan harus tersedia,

dianalisis, dikomunikasikan atau, dalam istilah umum, segera

diproses.58

2. Service and Device Configuration

Dalam pandangan Meissner, dkk, sistem yang diusulkan harus

dapat mengelola data dalam jumlah besar di semua tingkatan. bertukar

data secara real time antara entitas yang tepat adalah tantangan utama.59

a. Motivation for Auto-configuration (Motivasi untuk konfigurasi

otomatis)

Meissner, dkk, menyebutkan “Tanpa konfigurasi yang benar

dari host dalam jaringan, mereka tidak dapat menemukan satu

sama lain, atau untuk berkomunikasi satu sama lain”.60 Maka tanpa

konfigurasi dari host dalam jaringan, mereka tidak dapat

berkomunikasi satu sama lain. Oleh karena itu, konfigurasi

perangkat adalah penting. Hal ini dapat dilakukan baik statis atau

57

Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3.

58 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4.

59 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4.

60 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4.

37

dinamis. Perangkat yang permanen terhubung ke jaringan biasanya

ukuran konfigurasi menjadi tugas administrator.

b. Communication Spheres

Meissner, dkk menyebutkan ada tiga jenis pelaku dalam sistem

yang berkaitan dengan tingkat mobilitas dalam pengangan bencana:61

1) Stationary actors: Polisi, Kantor Pusat (misalnya kantor

pemadam, dokter, dll) Pemerintah, dan bahkan pemerintah

asing atau organisasi swasta.

2) Semi-mobile actors: pos komando.

3) Mobile actors: personil garis depan, misalnya petugas

pemadam kebakaran.

Komunikasi yang dilakukan dalam struktur hirarki yang jelas.

Sehingga komunikasi bersifat komando hal ini yamg memudahkan

informasi tanpa adanya penyimpangan.

c. Configuration of Devices (perangkat konfigurasi)

Meissner, dkk, menjelaskan setiap data serta sumber data harus

mengetahui sedang berkonfigurasi dengan siapa dalam berkomunikasi.

Perangkat antarmuka harus dikonfigurasi dengan alamat yang unik

(kode). Tugas duplikasi alamat harus terdeteksi, dan tabrakan pesan

harus dikelola.62 Lebih jauh penulis kitipkan terjemahan pendapat

Meissner, dkk:

“Biasanya, aktor ponsel akan beroperasi (baik secara manual atau secara otomatis) perangkat sensor, yang mengumpulkan

61 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h. 4. 62 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h. 4.

38

berbagai jenis data. Beberapa data, seperti jumlah gas meledak di udara, relevan baik untuk dirinya secara pribadi, serta untuk pos komando. Data lain, seperti informasi posisi, mungkin tidak penting bagi aktor mobile, melainkan untuk atasannya di pos komando.”63

Mobile actors akan beroperasi menggunakan perangkat sensor, yang bertugas

mengumpulkan berbeda jenis data baik untuk dirinya, ataupun untuk pos

komando.

63 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management

Communication and Information System,” h. 4.

39

BAB III

GAMBARAN UMUM AKSI CEPAT TANGGAP (ACT)

A. Sejarah Berdirinya Organisasi ACT

Aksi Cepat Tanggap (ACT) foundation adalah organisasi kemanusiaan yang

berfokus pada penanganan bencana alam dan kemanusiaan terpadu, meliputi

darurat, penyelamatan, medis, bantuan, rekonstruksi dan pemulihan. ACT

didirikan pada 2005 sebagai lembaga resmi dan independen.1 Program-program

yang kami ditangani telah berkembang melampaui bencana alam, tetapi juga

fokus pada bencana sosial atau bencana kemanusiaan. Masalah ini termasuk gizi

buruk, kelaparan, anak-anak, kesehatan dan sanitasi, pendidikan, pemberdayaan

ekonomi, pengembangan masyarakat, dan juga konflik sosial.

Dengan visi kami untuk menjadi pelopor untuk kebangkitan jiwa kasih

sayang dengan dasar kesukarelaan menuju kemandirian masyarakat, ACT selalu

membawa nilai-nilai compassion, pengabdian masyarakat, dan masyarakat

kemerdekaan dalam setiap proyek tunggal yang kita lakukan. ACT bersifat

independen, objektif netral, non-diskriminatif, transparan, dan akuntabel. Oleh

karena itu, ACT membantu semuanya, ACT tidak membedakan suku, ras, agama,

atau pihak ketika melakukan program dalam negeri dan juga internasional.

ACT, asal dana program berasal dari sumbangan masyarakat dan perusahaan,

Corporate Social Responsibility (CSR) dana, yang pemanfaatannya akan di audit

oleh akuntan publik sebagai bentuk transparansi kepada stakeholder. Untuk

mencapai manfaat menyebar ke daerah-daerah terpencil, ACT dalam

melaksanakan program-program yang dikembangkan jaringan relawan lokal di

1 Wawancara pribadi dengan Ibu Hidayatun Ni’mah, Public Relation ACT, Jakarta,

Menara 165, 29 Oktober 2013.

40

bawah bendera Masyarakat Relawan Indonesia (MRI), Indonesia Volunteer

Society. Keberadaan MRI membuat pelaksanaan ACT, maupun program ACT

lebih efisien dan efektif .

ACT juga mendirikan Disaster Management Institute of Indonesia (DMII)

yang merupakan pusat referensi dari seluruh ACT, pengetahuan dan pengalaman

dalam mengelola bencana ACT. DMII memberikan pelatihan bencana dan darurat

ke beberapa perusahaan, sekolah, pemerintah, dan lembaga-lembaga publik. DMII

berfokus pada sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB). DMII juga telah

merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk bencana dan manajemen

darurat, dan juga menjadi konsultan untuk pusat pendidikan kebencanaan.

B. Visi dan Misi Organisasi ACT

Visi:

1. Pelopor dalam mengubah jiwa-jiwa dalam berbasis kerelawanan menuju

kemandirian masyarakat.

Misi

1. Mengembangkan model manajemen bencana terpadu (MBT).

2. Memperkuat sinergi kemitraan.

3. Memperkuat komunikasi lembaga.

4. Mengerakkan partisipasi kepedulian masyarakat.

5. Memperkuat komunitas donator.2

2 Wawancara pribadi dengan Ibu Hidayatun Ni’mah, Public Relayion ACT, Jakarta

Selatan, Menara 165, 29 Oktober 2013.

41

C. Struktur Organisasi ACT

1. Presiden.

2. Senior Vice President Glbal Strategi Comunications

a. Public Relation.

b. General Philanthropy Media.

c. Creative Comunication.

d. Digital marketing.

3. Vice Presiden Philanthropy Network Development

a. CSR Management & development.

b. Community Philanthropy development.

4. Vice President Operational

a. Finance Accounting.

b. Information Tchnology.

c. Head Resource Development.

d. General Affair.

5. Senior Vice Presiden Humanity Network & Development

a. Program:

1) Disaster Emergency Response.

2) Comdev.

b. Masyarakat Relawan Indonesia.

c. Disaster Management Institut of Indonesia.

d. Global Qurban.3

3 www.act.or.id.

42

D. Program Kegiatan Organisasi ACT

1. GHR (Global Humanity Response)

GHR adalah “bagian dari ACT yang siap merespon peristiwa kemanusiaan

global seperti bencana alam, dan konflik yang mengakibatkan ribuan orang

mengungsi dan menderita. Bermitra dengan lembaga-lembaga kemanusiaan di

Negara tujuan,” 4 program ini merupakan program pemberian bantuan emergency,

dan relief untuk korban bencana seperti bahan pangan, sandang, obat-obattan,

juga layanan kesehatan. Program GHR mengajak relawan-relawan yang berasal

dari Indonesia yang tinggal di Negara terdampak bencana atau mengajak relawan

lokal untuk terlibat membantu pengungsi.

2. Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)

MRI merupakan kepanjangan dari Masyarakat Relawan Indonesia (Indonesia

Volunteer Society). Kontruksi MRI terdiri dari tiga penggal kata, yaitu:

Masyarakat, Relawan, dan Indonesia. Masyarakat merupakan kumpulan individu-

individu dari satu komunitas, baik komunitas mikro maupun makro. Relawan

merupakan individu atau sekumpulan individu yang bersedia berkontribusi

terhadap perubahan posistif pada lingkungannya atas dasar prinsip kesukarelaan,

tanpa pamrih. Indonesia merupakan suatu identitas dari sebuah negara.5

3. Tabungan Qurban

Qurban sejatinya adalah “kesediaan setiap muslim untuk peduli terhadap

kepentingan orang lain karena ibadah qurban merupakan salah satu bentuk

tanggung jawab sosial masyarakat muslim kepada sesamanya.”6 Program ini

4 www.act.or.id.

5 www.act.or.id.

6 www.act.or.id.

43

bertujuan untuk melatih jiwa kedermawanan sosial (philanthropy), sehingga

potensi luar biasa yang dimiliki qurban bisa berperan sebagai solusi untuk

mengatasi kemiskinan dan membangun kesejahteraan.

ACT yang berdiri pada tahun 2005 adalah lembaga kemanusiaan yang

bergerak dalam penanganan bencana alam dan bencana kemanusiaan secara

terpadu. Sejak berdiri, salah satu program yang unggulan yang dijalankan ACT

adalah program qurban yang disalurkan kepada masyarakat korban bencana,

daerah minus, dan daerah rawan pangan. Sepanjang perjalanannya, program

Qurbanku telah mendistribusikan “qurban di daerah gempa, banjir, tsunami,

longsor, daerah minus serta daerah endemi penyakit & gizi buruk di Sumatera

Barat, Lampung, Banten, Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Jawa Barat,

Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.”7

Konsisten untuk berbagi kebahagiaan dengan saudara-saudara kita yang diuji

keterbatasan dan bencana. “Program global qurban tahun 2012 mengangkat tema

qurban untuk 1.000.000 Penerima Manfaat.” Lebih dari itu, ikhtiar gobal qurban

adalah memberi nilai lebih qurban masyarakat, dan memastikannya sampai ke

tangan mereka yang benar-benar membutuhkan. Sasaran baru calon penerima

qurban selain melanjutkan program sebelumnya adalah pengungsi Suriah,

Rohingya, dan Afghanistan.

Global qurban berupaya memberikan layanan terbaik bagi pengqurban

melalui transaksi donasi qurban yang sangat mudah dan transparan dengan

dukungan teknologi sms dan rekening virtual (virtual account). Global Qurban

juga terus mengembangkan kapasitasnya untuk dapat menggugah, menampung,

7 www.act.or.id.

44

dan menyalurkan donasi qurban dari mereka-meraka di luar negeri dengan

memanfaatkan account paypal. Sudah saatnya qurban menjadi bukti indahnya

persaudaraan, dari muslim dunia untuk muslim dunia bersama global qurban.

4. Komite Indonesia Untuk Solidaritas Somalia

“Bencana kelaparan dahsyat melanda Somalia, hingga saat ini tidak kurang

29.000 balita merenggang nyawa akibat kelaparan. Jutaan lagi terancam jiwanya

jika tidak mendapat pertolongan segera.” 8 ACT sebagai lembaga kemanusiaan

global menggagas Komite Indonesia Untuk Solidaritas Somalia (KISS) untuk

membantu para korban di Somalia.

5. Sympathy of Solidarity Palestina

Sympathy of Solidarity Palestina atau SOS Palestina adalah program

internasional ACT untuk membantu masyarakat Palestina yang menderita akibat

konflik dan penjajahan berkepanjangan. SOS Palestina merupakan program nyata

masyarakat Indonesia.9

6. CSR Management dan Development

CSR sebagai sebuah kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan

kepada masyarakat dan memperkuat eksistensi dan keamanan asset perusahaan.

Diharapkan program CSR akan menjadi solusi ketertinggalan masyarakat baik di

bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial sampai pada

penyediaan fasilitas umum yang akan membuat masyarakat lebih baik.

7. Management Institute of Indonesia (DMII)

“Program edukasi dan manajemen kebencanaan untuk masyarakat yang

mengusung konsep Manajemen Bencana Terpadu (MBT) dengan aktivitas

8 www.act.or.id.

9 www.act.or.id

45

meliputi; pelatihan, konsultasi dan penelitian berbasis keahlian akademis praktis

dan empiris di bidang penanganan bencana alam dan sosial secara terpadu.”10

Pelatihan, konsultasi dan penelitian yang dilakukan mencakup mitigasi,

kesiapsiagaan, emergency, rehabilitasi, rekonstruksi hingga prosedur mutu dalam

tugas-tugas kemanusiaan dan kebencanaan. Adapun visi dan misi program ini

adalah:

a. VISI

1) Menjadi institusi terdepan dalam pengembangan ilmu dan

manajemen kebencanaan berbasis Total Disaster Management

(TDM).

b. MISI

1) Mengembangkan wawasan keilmuan tentang kebencanaan berbasis

akademis dan pengalaman praktis (based practice), Mengembangkan

sinergi dan kemitraan dalam pengurangan resiko bencana (disaster

risk reduction).

2) Mewujudkan masyarakat sadar & siaga bencana.

Sebagai bentuk keseriusan ACT Foundation dalam penanganan bencana,

ACT Foundation membentuk Disaster management Institute of Indonesia

(DMII), yang merupakan pusat referensi dari seluruh pengetahuan dan

pengalaman praktis ACT dalam perjalanannya menangani bencana sejak lebih

dari 15 tahun yang lalu. DMII memberikan training emergency dan

kebencanaan, di berbagai perusahaan, sekolah, lembaga pemerintahan dan

publik, dengan penekanan pada pemasyarakatan Pengurangan Resiko Bencana

10

www.act.or.id

46

atau mitigasi (Disaster Risk Reduction – DRR). DMII juga telah menghasilkan

Standard Operational Procedure (SOP) penanggulangan bencana dan kondisi

darurat, selain juga menjadi konsultan untuk pusat-pusat pendidikan

kebencanaan.

8. ACT Community Development

ACT community development mendasarkan setiap aktivitas pada sebuah

cita-cita membangun kemandirian masyarakat. ACT menyadari bahwa

kemandirian sejati merupakan akumulasi dari kemandirian pada setiap sendi

kehidupan. Oleh sebab itu ACT memulai program dengan membenahi sendi-

sendi substansial dalam kehidupan masyarakat.11

11

www.act.or.id.

47

BAB IV

TEMUAN DAN HASIL ANALISIS

A. Pola Komunikasi Aksi Cepat Tanggap

Berdasarkan hasil di atas, penulis berusaha menganalisi pola komunikasi

ACT dalam penanganan bencana di gunung Kelud. Sebelum membahas pola

komunikasi maka harus berbicara tentang komunikasi organisasi, berarti

membahas komunikasi dan organisasi, artinya ada hubungan yang harus kita

fahami dari dua unsur ini, dan keberhasilan komunikasi yang terjadi di dalamnya.

Memperbaiki organisasi biasanya ditafsirkan sebagai, memperbaiki hal-hal untuk

mencapai tujuan. Dengan kata lain, orang mempelajari komunikasi organisasi

diharapkan juga mengembangkan untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.

Begitu pun komunikasi yang dibangun ACT. Hal ini pun diperjelas oleh pak Ikbal

selaku direktur komunikasi ACT, yang menyatakan bahwa.

“Organisasi tanpa komunikasi, lumpuh; komunikasi tanpa organisasi hanya obrolan yang tak akan menghasilkan sesuatu yang bernilai strategis. Komunikasi mengaktivasi gagasan, mengontrol proses dan mengakselerasi program yang mengalami kelambatan; memecahkan stagnasi lintas lini; menjamin keberadaan organisasi tetap hidup: tumbuh dan berkembang. Organisasi dengan komunikasi yang sehat, mengedukasi semua SDM di dalamnya”1

Pada dasarnya ACT telah mempunyai pola tersendiri dalam berkomunikasi

yakni pola manajemen terpadu. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Pubik

Relation ACT yakni “.Pola yang kami gunakan biasanya intergreted manajemen

dimulai dari level emergency, rescue, rehabilitasion, dan recovery.”2

1Wawancara pribadi dengan Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

2 Wawancara pribadi dengan Hidayatun Ni’mah, Public Relation ACT, Jakarta,

Menara 165, 29 Oktober 2013.

48

Akan tetapi bila dilihat dari pola komunikasi yang digunakan di dalam

organisasi ACT, serta merujuk pada teori pola komunikasi Joseph A. DeVito, dari

lima pola komunikasi yang ada, ACT termasuk menggunakan pola komunikasi

lingkaran. Pola lingkaran adalah semua anggota organisasi dapat berkomunikasi

dengan yang lainnya, mereka tidak mempunyai pemimpin serta setiap anggota

bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya.3 Bila dilihat dari

pengertian pola lingkaran hal ini sesuai dengan pernyataan Bu ni,mah yakni:

“Setiap habis rapat manejemen setiap senin, itukan hanya manajemen, dari manajemen itu di lanjutkan rapat direktorat, nah itu hasil dari manejemen berupa penugasan, kebijakan itu disampaikan kepada bawahan melalui briefing, manajemen direktorat itu, jadi kami mempunyai jadwal masing-masing yang rutin. Misal jadwal direktorat komunikasi punya rapat hari apa, yang dilanjutkan dari hasil rapar manajemen tiap hari senin itu. Itu yang disampaikan, jadi terus mengalir gitu, artinya tidak terputus sampai rapat manajemen saja, tetapi keputusan hasil rapat manajemen sampai ke bawahan”4

Hal ini rangat relevan dimana dengan pola komunikasi lingkaran berdasarkan

teori Joseph A. DeVito dimana komunikasi dapat dilakukan dengan siapa saja dan

tidak mempunyai pemimpin yang tetap meskipun dalam struktur organisasi ACT

mempunya pemimpin. Tetapi pemimpin ACT bila dalam rapat masuk kedalam

rapat manajemen sehingga sama dengan para pegawai ACT yang berposisi

sebagai manager di ACT.

Selain itu, karena ACT mengadakan rapat-rapat berjenjang sesuai dengan

struktur yang ada, maka komunikasi sesama pegawai ACT bisa kapan saja

dilakukan bahkan dengan beda departemen maupun beda jabatan.

“karena di ACT engga ada sekat, antar divisi kami bebas, keliling bisa kemana saja, divisi-divisi lain bahkan department lain, bahkan koordinasi itu udah engga

3 Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, Penerjemah Agus Maulana

(Pamulang: KARISMA Publising Grup, 2011), edisi ke-lima, h. 383

4 Wawancara pribadi dengan Hidayatun Ni’mah, Public Relation ACT, Jakarta, Menara 165, 29 Oktober 2013.

49

ada sekat-sekat, kami juga punya milis yang terbuka untuk yayasan, jadi semua informasi itu benar-benar hanya satu ACT yang tahu. Bahkan dari level atas sampai bawah semuanya tahu, tapi tentu ada informasi-informsi yang hanya pada level tertentu dan memberikan laporan hanya pada atasan atau setiap departemen.”5 Selain itu semua anggota dapat berkomunikasi dengan siapa pun sesuai

dengan keperluannya. ”Komunikasi terjalin dengan lancar, semua lini bisa

membicarakan apa saja seperti; ide, saran dan masukannya, jika tidak langsung

menghadap bisa menggunakan media seperti email, telp, WA dll”6

Pernyataan ini merelevankan pola lingkaran yang biasanya ACT gunakan

dalam struktur organisasi ACT bahwa para karyawan ACT dapat berkomunikasi

dengan dua anggota lain di sisinya yakni dengan departemen lain maupun dengan

direktorat lainnya.

Dalam kasus penanganan bencana ACT melakukan upaya penerapan

manajemen penanggulangan bencana terpadu, melalui 3 (tiga) tahapan sebagai

berikut:7

1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana

dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana.

2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang

terjadi bencana.

3. Tahap pasca-bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.

5 Wawancara pribadi dengan Hidayatun Ni’mah, Public Relation ACT, Jakarta,

Menara 165, 29 Oktober 2013.

6 Wawancara pribadi dengan Yhogi S Gunawan, Manager HRL ACT, Jakarta, Menara 165, 20 November 2013.

7 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

50

1. Fase Pra-Bencana

Peneliti hendak menjelaskan dahulu temuan mengenai kegiatan pada fase pra-

bencana yang dilakukan ACT selama menangani bencana letusan gunung Kelud

di Pare Jawa Timur. Pra-bencana merupakan pengaturan upaya penanggulangan

bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi resiko secara

terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya

bencana. Pada fase pra-bencana ada beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain;

“pertama melakukan pencegahan bencana yakni serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Kedua mitigasi, yakni serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Serta yang ketiga kesiapsiagaan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.” 8

Dalam upaya pencegahan bencana, ACT telah melakukan berbagai kegiatan

salah satunya adalah penanaman pohon, hal tersebut dilakukan sebagai upaya

mencegah bencana banjir yang kerap kali terjadi.9 Selain untuk mencegah banjir,

kegiatan tersebut juga dapat mengurangi jumlah polusi yang dapat menyebabkan

terjadinya global warming. Cuaca buruk akibat global warming sendiri masih ada

kaitannya dengan stabilitas gunung berapi, jika global warming terjadi maka

8 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Modul Khusus Fasilisator,

Pengolahan Penanganan Bencana, diakses pada hari Minggu, 09 Maret 2014 dari http://www.p2kp.org/

9 Wawancara pribadi dengan Pak Insan Nurrahman, Vice Presiden ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

51

sistem alam akan berubah dan bencana gunung berapi semakin sulir diprediksi

atau boleh jadi malah menyebabkan terjadinya letusan gunung berapi.

Kegiatan lain yang dilakukan ACT dalam upaya fase pra-bencana adalah

melakukan rapat-rapat koordinasi secara formal di kantor pusat yang berada di

Menara 165 tepatnya lantai 11 dan 14 Jakarta Selatan. Kegiatan ini bertujuan

untuk merumuskan Standar Oprasional Prosedur (SOP) penanggulangan bencana

secara keseluruhan. Pembuatan SOP dimaksudkan agar nantinya relawan tidak

kebingungan saat melaksanakan tugas dilapangan. Sehingga para relawan akan

secara sistematis bekerja dan mereka tidak kebingungan mencari informasi saat

bertugas.

Kebutuhan informasi amat penting saat kondisi seperti bencana gunung Kelud.

Hal seperti ganggunan jaringan dan keterbatasan sarana membuat relawan dan

masyarakat akan mencoba mencari dari mana saja tenang informasi yang mereka

butuhkan. Dengan komunikasi yang baik, maka dapat menciptakan suatu

fleksibilitas dalam melaksanakan kegiatan organisasi tanpa harus melakukan

penyimpangan terhadap peraturan yang ada. Dengan demikian, komunikasi dapat

menciptakan fleksibilitas dalam pelaksanaan kegiatan, namun tetap berpijak

kepada aturan dan norma yang disepakati bersama.

Menurut Iqbal Setyarso,“Direktur Komunikasi ACT” menyebutkan, ACT

selalu melakukan rapat setiap hari Senin rutin, diikuti level manager ke atas.

Rapat hari Kamis khusus Departemen. Rapat hari Jumat, khusus BOD Holding.

Di luar hari-hari itu secara fleksibel bisa dilakukan rapat direktorat. 10

Komunikasi lainnya berupa:

10 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT,

Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

52

1. Evaluasi SDM: Tahap Pertama, self assesment pertahun dari bawahan

disampaikan ke atasan berupa form isian standar, memuat sejumlah:

a. Item evaluasi kinerja yang skornya versi bawahan dicek atasan

langsung;

b. Pendapat karyawan tentang diriya dalam konstalasi organisasi;

c. Rencana kerja dan harapannya dalam organisasi;

d. Pembekalan/pelatihan/arahan yang masih diperlukannya untuk

meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam organisasi;

e. Rekomendasi atasan langsung serta pendapat atasan dari atasan

langsung.

Tahap Kedua, Evaluasi SDM di tingkat Bord of Director yang hasil

akhirnya berupa pengumuman promosi/demosi/mutasi karyawan pada

pertemuan pleno karyawan di akhir renstra (pembayaran online) tahunan.

Pada kesempatan ini semua karyawan saling mengenal dan mendengarkan

orasi top leader (dari Presiden ACT).11

2. Evaluasi Kelembagaan. Pertama, berlangsung per-catur wulan. Per-

Direktorat dan per-Departemen melakukan evaluasi sendiri dan hasilnya

diplenokan (semua Departemen). Di sini menjadi ajang eksplorasi

kapasitas SDM lintas Departemen, saat pimpinan Departemen memberi

kesempatan para Direkturnya mempresentasikan summary evaluasi

Direktorat. Kedua, renstra tahunan, mengkritisi presentasi lintas

Departemen (diikuti perwakilan Departeman, Direktur dan SDM yang

dipandang strategis untuk hadir dalam event tahunan. Ini ajang

11 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT,

Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

53

mengedukasi level leader dari pimpinan Departemen hingga para

manager. Top leader (Presiden ACT) menyampaikan inspiring speech di

awal renstra, mengikuti dan mengkritisi seluruh rangkaian presentasi

Departemen dan Direktorat, meliputi aspek: Evaluasi Tahun Berjalan

(SWOT), perencanaan strategis memuat program dan budgeting.12

3. Pembinaan Karyawan. Ada pembinaan spiritual/kajian keagamaan

karyawan dua pekan sekali (rabu) bergantian dengan in house training

seputar peningkatan kemampuan manajerial level manager ke bawah. 13

ACT juga mewajibkan level Manager ke atas hingga Board of Directors

menggunakan Blackberry. Dengan Blacberry ini dibuat sejumlah group–

berlapis/berjenjang: group BOD Holding, group BOD Jejaring, group

Management dan group ACT (representasi). Selain itu, ada group Direktorat,

Group Departemen, Group Antar-Departemen. Melalui Blackberry Messenger,

pembahasan isu-isu kelembagaan berlangsung setiap hari: arahan manajemen

yang terkait dengan pengambilan keputusan; pencerahan leader (baik top leader

maupun di bawahnya); informasi ringan untuk relaksasi (hiburan), foto-foto

aktivitas lapangan. Melalui BBM Group, top leader mengetahui dan mengarahkan

tim leaders; memantau potensi dan sikap serta narasi manejerial para bawahan.

Melalui BBM, anak buah bisa melaporkan kinerjanya, progress report harian dan

pekanan, mempersiapkan kompilasi untuk penyusunan final report, dll.14

12 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT,

Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. 13 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT,

Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. 14 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT,

Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

54

Kegiatan rapat tersebut menunjukkan sebuah pola komunikasi berjenjang.

Pola komunikasi tersebut mengoptimalkan setiap divisi melakukan rapat yang

secara terorganisir, praktis dan efisien. Komunikasi dilakukan secara hirarki ke

atas dan ke bawah. Komunikasi berlangsung secara struktural dan sistematis.

Komunikasi ini dapat dikatakan pola komunikasi lingkaran, di mana ada

komunikasi yang berjenjang. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Pak Totok:

“koordinasi antar komandan dan posko rutin dilakukan pada pagi dan malam hari. Bentuknya briefing pagi sebelum ke lapangan, biasanya jam 05.30-06.30 Wib, berisi pemantapan agenda kerja hari itu, lengkap dengan pembagian tugas personil dan teknis pelaksanaannya. Kemudian, briefing malam, biasanya jam 20.00-22.00 Wib, berisi evaluasi tugas hari bersangkutan dan rencana tugas hari esoknya.”15

Pernyataan di atas, komunikasi dilakukan oleh para pemimpin komandan

yang dibentuk berdasarkan hasil rapat yang dilakukan di kantor pusat ACT. tentu

saja ini relevan dengan pola lingkaran dimana komunikasi dilakukan dengan yang

lainnya.

Briefing pada tahapan ini dilakukan untuk melakukan beberapa tindakan

seperti perencanaan pencegahan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Kegiatan

dilakukan oleh kantor pusat di Jakarta. Setiap kegiatan direncanakan dahulu

dengan matang sehingga saat bencana datang, ACT akan bergerak secara sitematis

dan praktis menanggapi bencana. Tidak hanya bencana letusan gunung Kelud,

kegiatan ini dimaksudkan untuk semua bencana baik bencana alam maupun

bencana non-alam.

Erlid Riandilanta, salah satu relawan ACT menyebutkan “pada fase pra-

bencana biasa kita mitigasi yaitu kita buat peta, cari jalur-jalurnya evakuasi dan

15

Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

55

mengedukasi masyarakat untuk mengungsi.”16 Erlid menjelaskan tugasnya saat

pertama kali dikirim oleh ACT ke lokasi letusan gunung Kelud. Ketika Erlid

dikirim ke lokasi bencana bukan tanpa tugas yang jelas melainkan sudah dibekali

SOP dari pihak ACT sehingga dia tidak kebingungan saat sampai di lokasi

bencana. Hal ini diberikan ACT kepada para relawan berdasarkan struktur yang

telah dibuat.

Erlid memberikan gambaran soal SOP yang telah dibuat ACT dan cara

menjalankan SOP itu dilaksanakan oleh Erlid sebagai relawan. Tentu koordinasi

di lapangan saat relawan bekerja sudah diperhatikan oleh ACT. Sebagai organisasi

berpengalaman, ACT membentuk sebuah jaringan komunikasi seperti:

1. Memasang sarana diseminasi informasi, termasuk: ”dedicated link”

(saluran Komunikasi khusus).

2. Membuat peta jalur evakuasi dan zona evakuasi dan rambu–rambu bahaya.

3. Membangun shelter pengungsian yang dilengkapi dengan jalan dari

pemukiman penduduk ke shelter, serta sarana dan prasarana darurat di

pengungsian.

4. Mengadakan pelatihan evakuasi baik untuk masyarakat.

5. Memfasilitasi peningkatan pemahaman masyarakat melalui pendidikan

formal dan nonformal.

16

Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, di Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

56

2. Fase Saat Bencana

Dalam fase darurat bencana atau lebih dikenal dengan tanggap darurat

bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat

kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan

kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta

pemulihan prasarana dan sarana.17

Dalam fase ini, ACT melakukan empat tindakan yakni: emergency, rescue,

medis dan relief. Dari masing-masing tindakan tersebut mempunyai kegiatan-

kegiatan tersendiri dalam menangani bencana yakni “evakuasi dan mendirikan

posko, dan memberikan bantuan dasar, mendirikan posko kesehatan, dan suplai

makanan.”18 Dalam tahapan ini pula komunikasi dilakukan dengan sistem

komando, akan tetapi koordinasi yang dilakukan lebih luas, yakni dengan

melibatkan pemerintah maupun instansi lainnya. “Kita semua koordinasi dengan

pak camat, pak lurah dan instasi lainnya, termasuk melakukan evakuasi, medis,

trauma healing, dan relief bantuan untuk pengunggsi dan dapur umum.”19 Serta

adanya ketua posko untuk mengontrol dan mengawasi kinerja para tim relawan.

Pada saat bencana, koordinasi di lapangan hanya menggunakan radio HT

maupun HP. Hal ini dikarnakan pada fase ini membutuhkan kecepatan dan

ketepatan dalam bertindak. Dalam melakukan segala kegiatan di lapangan,

relawan bekerja berdasarkan SOP yang ada, sehingga lebih mudah dalam

17 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, modul khusus Fasilisator, Pengolahan Penanganan Bencana, diakses pada hari Minggu, 09 Maret 2014 dari http://www.p2kp.org/. 18 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

19 Wawancara pribadi dengan Pak Insan Nurrahman, Vice Presiden ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

57

menjalankan tugas. Biasanya para relawan pada fase ini dilengkapi peralatan

untuk mempermudah dan menjadi pelindung para relawan. Alat yang disediakan

biasanya “senter, HT, masker untuk evakuasi,kaca mata, mobile, HP, kendaraan,

topi, jaket.”20

Pertama-tama ACT melakukan tindakan Emergency atau tanggap darurat

bencana. Emergency atau tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak

buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi

korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan

pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.21

Pada tahapan ini, tim ACT di Kelud ini ACT/MRI membatasi masa

emergency selama sepekan atau seminggu pasca bencana, 14-20 Februari 2014.

Selain itu juga mengikuti batas waktu tanggap darurat yang ditetapkan

pemerintah, baik kabupaten, provinsi ataupun pusat, yakni sebulan pasca bencana

dari 14 Februari 2014 hingga 14 Maret 2014. Pada tahapan ini, tim ACT

melakukan beberapa kegiatan yakni:

1. Evakuasi pengungsi ke tempat pengungsian di Kecamatan Pare (Masjid

Agung Annur dan Gedung Serba Guna).

2. Membuat dapur umum untuk pengungsi di halaman Kantor Kecamatan

Pare.

20 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, di Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

21 Awi Mulyadi Wijaya, “Pentingnya Tanggap Darurat Bencana Pada Kejadian Bencana,” diakses pada tanggal 18 Maret 2014 dari http://www.infodokterku.com/component/content/article/13-macam-macam-info/yang-perlu-anda-ketahui/118-pentingnya-tanggap-darurat-bencana-pada-kejadian-bencana.html.

58

3. Suplai logistik kepada pengungsi untuk kebutuhan pangan, sandang, dan

papan.

4. Pelayanan kesehatan keliling.

5. Trauma healing di posko pengungsian.

Pada tahapan ini ACT menurunkan dari 100 orang relawan plus 200

relawan lokal desa, untuk melakukan tugasnya masing-masing maka para relawan

terbagi dalam tujuh tim, yakni: “Tim rescue (15 relawan), Tim dapur umum (10

relawan), Tim logistik (15 relawan), Tim kesehatan (15 relawan), Tim trauma

healing (10 relawan), Tim administrasi dan dokumentasi (10 relawan), Tim

assesment dan mapping (30 relawan).”22

Selain itu pada tahapan ini juga dilakukan penyelamatan (rescue) yang

bertugas menyelamatkan warga maupun ternak atau harta benda warga ke daerah

aman dari bencana. Seperti yang dikatakan mas Toto sebagai berikut:

“Sebenarnya tidak dikenal istilah tahapan rescue, yang ada tim rescue, yang masuk tahapan emergency. Secara bahasa rescue itu artinya penyelamatan jiwa warga, bahkan ternak, di wilayah terdampak erupsi Kelud. Menghindarkan warga dan ternak dari ancaman bahaya material erupsi Kelud, seperti batu, pasir, abu vulkanik, awan panas dan lahar dingin.”23

Biasanya tim rescue tidak diperbolehkan berkoordinasi secara berlebihan,

karenan sistem pekerjaannya otomatis dengan apa yang terjadi di lapangan. Oleh

sebab itu tugas penting tim rescue adalah menyelamatkan warga ke tempat yang

aman, sehingga di perlukan kerja yang cepat dan tepat serta tanggap bertindak.

Adapun koordinasi yang biasa dilakukan yakni brefing pagi maupun sore sebelum

22

Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

23 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

59

turun ke lapangan. Alat komunikasi yang digunakan berupa HP, SMS, Holky

Tollki (HT), BBM, maupun Form.

Selain itu, pada tahapan ini pula dilakukan kegiatan medis, yang masuk

tahapan emergency. Tim medis ini melayani pemeriksaan kesehatan dan

pengobatan jika ada korban Kelud yang sakit. Kegiatan yang dilakukan pada tim

ini biasanya pemeriksaan kesehatan dan pengobatan kepada warga terdampak

letusan Kelud di posko-posko pengungsian. Kadang diselingi juga penyuluhan-

penyuluhan hidup sehat. Untuk mengurangi dampak buruk yang diterima oleh

warga. Pada tim medis ini jumlah personil yang terlibat terbagi dalam dua tim

medis, masing-masing tujuh atau delapan relawan. Tiap tim terdiri satu atau dua

dokter, dua perawat/apoteker dan sisanya relawan pembantu umum.

Pada tahapan ini biasanya masalah yang dihadapi oleh relawan yakni

makanan, tempat tinggal yang layak, tikar, masker, MCK, listrik, maupun yang

lainnya. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh salah satu relawan “karena saya

tim pertama yang turun ke sana, yakni pada awal datang ke posko pengungsian.

Paling umum itu makan, tempat tidur yang layak, matras ini kita bagikan,

meskipun mereka sudah bawa tikar, dan masker, dan air.”24 Meskipun begitu, ada

pun kendala yang paling penting, yakni memberikan setidaknya 1.500 nasi

bungkus tiap harinya untuk kebutuhan para pengunggsi.

Serta pada tahapan ini pula dilakukan tindakan relief, yakni penanganan

pengungsi bencana letusan gunung Kelud, terutama yang ditampung di posko-

posko pengungsian, pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah pemenuhan

kebutuhan pokok warga pengungsi, seperti air bersih, air minum, pangan,

24 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, Kediri Jawa Timur,

23 Febuari 2014.

60

sandang, papan yang nyaman. Termasuk juga bimbingan psikologis dan trauma

healing, serta kesehatan. Personil yang diturukan pada tahapan ini sekitar 50

orang yang terbagi dalam; tim dapur umum, tim logistik, tim trauma healing dan

tim medis.25

Penjelasan di atas menunjukkan pola komunikasi yang saat-bencana di atas

menunjukkan sebuah pola komunikasi, yaitu tentang rentetan aliran informasi

yang mengalir dari setiap pelaku organisasi ACT. Komunikasi bisa terjadi secara

formal ataupun non-formal tergantung dari kondisinya. Peneliti melihat bahwa

pola komunikasi ACT dalam menangani bencana letusan gunung Kelud pada fase

saat bencana menggunakan pola lingkaran. Dimana komunikasi yang dilakukan

dengan berkoordinasi dengan pak camat, pak lurah dan instasi lainnya, tetapi tetap

dilakukan dengan briefing yang dilakukan pagi dan malam untuk mengevaluasi

serta koordinasi satu sama lain, baik secara tatap muka maupun menggunakan HP

dan HT. hal ini relevan dengan pola lingkaran dimana setiap anggota komunikasi

dapat berkomunikasi dengan dua anggota lainnya. Dalam briefing yang dilakukan

ini untuk menentukan bantuan berupa suplai logistik kepada pengungsi, bantuan

kesehatan dan tenda” darurat.

3. Fase Pasca-Bencana

Pasca-bencana atau lebih dikenal dengan massa pemulihan adalah pengaturan

upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat

mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana

dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara

25 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI

Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

61

terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana

dengan fase-fasenya.

Salah satunya dengan mengadakan tahapan rekonstruksi. Rekonstruksi adalah

perbaikan kembali fasilitas dan rumah yang rusak akibat letusan Kelud.

Rekonstruksi ini termasuk bagian dalam tahapan recovery, yakni tahapan

pemulihan pasca bencana menuju kepada kembalinya kemandirian para korban

selamat dalam melanjutkan kehidupan diri dan keluarganya.26

Dalam fase pasca-bencana ACT melakukan tahapan recovery dengan

mengembalikan warga ke rumah masing-masing. “Sekarang sudah recovery

warga sudah kembali ke rumah masing-masing.”27 Masalah yang dihadapi dalam

pasca-bencana sangat beragam, terutama genteng, “ada program lagi yang kita

survey banyak genteng yang bocor, jadi kita buat donasi paket bantuan 10.000

genteng buat satu rumah. Targetnya 5000 rumah. Mungkin itu juga yang baru

terlaksana.”28

Fase pasca-bencana di atas menunjukkan sebuah pola komunikasi, yaitu

tentang renteran aliran informasi yang mengalir dari setiap pelaku organisasi

ACT. Komunikasi bisa terjadi secara formal ataupun non-formal tergantung dari

kondisinya. Bentuk koordinasi masih sama, “yakni briefing pagi dan malam.

Namun dalam tahapan recovery, koordinasi bisa dilaksanakan juga di lapangan

26 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI

Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. 27 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. 28 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

62

pada waktu kapan saja selama perlu dan ada sesuatu yang mendesak

dikoordinasikan.”29

Peneliti melihat pola komunikasi ACT dalam menangani bencana letusan

gunung Kelud pada fase pasca bencana menggunakan pola lingkaran, karena

setiap anggota dapat berkomunikasi dengan adanya briefing yang dilakukan di posko

dan hasil diskusi tersebut dilaporkan ke atasan untuk di proses, bisa lewat form maupun

datang langsung. Hal ini relevan dengan pengertian pola lingkaran dapat berkomunikasi

dengan semua anggota organisasi. Pada fase ini, briefing dilakukan untuk membahas apa

kebutuhan yang sangat di perlukan oleh warga. Kebutuhan warga pada fase ini adalah

genteng, karena banyak rumah warga yang rusak akibat terkena dampak letusan. Briefing

dilakukan pagi dan sore agar tidak menggagu aktivitas pada siang hari dan membantu

warga membangun kembali semua fasilitas yang ada.

B. Interpretasi

Berdasarkan hasil di atas, penulis berusaha menganalisi pola komunikasi

ACT dalam penanganan bencana di gunung Kelud. Pada dasarnya ACT telah

mempunyai pola tersendiri dalam berkomunikasi yakni pola manajemen terpadu.

Hal ini terlihat dengan adanya tim dalam penanganan bencana yang ACT bentuk

dan sudah professional yakni tim emergency, tim rescue, rehabilitasion, dan

recavry. Pola ini yang digunakan ACT dalam penangangan bencana-bencana di

Indonesia.

Akan tetapi bila dilihat dari pola komunikasi yang digunakan di dalam

organisasi ACT, serta merujuk pada teori pola komunikasi Joseph A. DeVito, dari

lima pola komunikasi yang ada, ACT termasuk menggunakan pola komunikasi

29

Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

63

lingkaran. Pola lingkaran adalah semua anggota organisasi dapat berkomunikasi

dengan yang lainnya, mereka tidak mempunyai pemimpin serta setiap anggota

bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya.30 Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti, komunikasi yang dilakukan ACT sangat terbuka, dimana

setiap anggota dapat berkomunikasi dengan yang lainnya secara langsung maupun

tidak langsung. Dimana setiap anggota dapat berkomunikasi dengan anggota dari

departemen lain tanpa adanya batasan. Hal ini karenakan setiap anggota ACT

sudah mengetahui tanggung jawab dan peranan masing-masing di ACT.

Komunikasi ke atas dan ke bawah di ACT dilakukan dengan rapat berjenjang, dari

mulai rapat manajemen, rapat direktorat, maupun rapat yang lainnya.

Dalam hal ini sangat relevan dengan penjelasan pola lingkaran, dimana

dengan pola komunikasi lingkaran berdasarkan teori Joseph A. DeVito, semua

anggota dapat berkomunikasi dengan anggota lainnya dan tidak mempunyai

pemimpin, meskipun dalam struktur organisasi ACT mempunyai pemimpin.

Tetapi pemimpin ACT bila dalam rapat masuk kedalam rapat-rapat manajemen

sehingga sama dengan para pegawai ACT yang berposisi sebagai manager di

ACT. serta setiap anggota dapat berkomunikasi dengan dua anggota disisinya,

yakni para karyawan ACT dapat berkomunikasi dengan dua anggota lain di

sisinya yakni dengan departemen lain maupun dengan direktorat lainnya.

Setiap anggota berkomunikasi mengenai koordinasi, penyelesaian tugas,

motivasi maupun yang lainnya. Komunikasi yang terjalin sangat lancar, semua

lini bisa membicarakan apa saja seperti; ide, saran dan masukannya, jika tidak

langsung menghadap bisa menggunakan media seperti email, telp, WA.

30

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, Penerjemah Agus Maulana (Pamulang: KARISMA Publising Grup, 2011), edisi ke-lima, h. 383

64

Bila dilihat dari kasus penanganan bencana yang dihadapi, ACT tetap

menggunakan pola lingkaran

Dalam kasus penanganan bencana di gunung Kelud, ACT membuat

beberapa struktur sesuai dengan SOP yang ada di ACT. pada situasi penangangan

bencana struktur dan proses komunikasi menggunakan sistem komando, yang

terbagi dalam tingkatan, Komandan Besar (misi-visi strategis), Komandan Area

(terjemah strategis dan taktis) wilayah, Komandan Lapangan (teknis), Komandan

Posko (teknis aplikatif), Relawan Lapangan (aplikatif realisasi). Hal ini sangat

berkaitan dengan pola rantai, akan tetapi meskipun struktur penanganan bencana

yang ACT buat dalam penanganan bencana gunung Kelud sistem komando, dalam

aktifitas komunikasinya tetap menggunakan briefing yang dilakukan setiap pagi

dan malam hari untuk mengadakan evaluasi dan memberikan intruksi sebelum

kelapangan.

Dalam penanganan bencana ACT menggunakan tiga tahapan, yakni pra-

bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Dalam setiap tahapan tersebut ACT

tetep menggunakan pola lingkaran yang sudah terbentuk di oraganisai ACT.

Dimana setiap anggota bebas berkomunikasi dengan anggota lainnya dan anggota

yang lain dapat berkomunikasi dengan dua anggota di sisinya serta dengan

mengadakan briefing yang menjadi agenda rutin tiap struktur yang ada untuk di

evalusi di kantor ACT maupun di tempat kejadian.

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pola

komunikasi organisasi yang digunakan di Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam

penanganan bencana gunung Kelud di kecamatan Pare kabupaten Kediri adalah

pola lingkaran. Pola lingkaran adalah semua anggota organisasi dapat

berkomunikasi dengan yang lainnya, mereka tidak mempunyai pemimpin serta

setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya.

1. Pola komunikasi yang digunakan pada pra-bencana yakni pola lingkaran

Pola lingkaran digunakan pada saat melalui rapat-rapat manajemen

sebelum adanya bencana untuk menyiapkan SOP yang akan dilakukan di

sana serta melakukan mitigasi bencana.

2. Pola komunikasi yang digunakan saat bencana pola lingkaran. Dimana

setiap anggota yang diterjukan ke lokasi bencana dapat berkomunikasi

dengan siapa saja tetapi tetap pada struktur yang ada. Dan setiap anggota

yang ada dapat berkomunikasi dengan dua anggota di sisinya baik secara

langsung maupun tidak langsung. Serta melakukanbriefing sebagai pola

komunikasi yang biasa dilakukan di ACT untuk mengevalusi tentang

kebutuhan logistik, kebutuhan kesehatan.

3. Pola komunikasi yang digunakan pasca-bencana adalah pola lingkaran.

Dimana setiap anggota dapat berkomunikasi dengan siapa saja tetapi tetap

pada struktur yang ada. Dan anggota yang ada dapat berkomunikasi

dengan dua anggota di sisinya baik secara langsung maupun tidak

66

langsung. Serta adanya briefing yang biasa dilakukan pagi dan sore untuk

mengevaluasi prasana dan saran apa saja yang akan di bangun.

Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan informasi adalah

briefing, grup facebook, e-mail, bbm, sms, dantelepon. Selain itu, komunikasi

secara langsung tatap muka maupun langsung juga dilakukan bila keadaan

dilapangan memungkinkan, halini bertujuan untuk mempermudah koordinasi

antar sesama karyawaan.

B. Saran

Dari uraian yang dikemukakandanfakta yang ditemukan.Maka saran-saran

penulis sebagai berikut:

1. Penulis berharap ACT diharapkan lebih banyak melakukan aksi-aksi

bantuan kemanuasiaan baik dalam maupun luar Negeri.

2. Dalam tahapan pra bencana peneliti berharap ACT melakukan aksi-

kasinyata terutama memberikan bimbingan atau pelatihan kepada

msayarakat maupun kesekolah-sekolah yang tinggal di daerah rawan

bencana, sehingga pada saat bencana masyarakat telah memahami apa

yang akan dilakukan. Serta peyampaikan informasi tentang ACT atau pun

pekerjaan kepada seluruh karyawannya sebaiknya dilakukan melalui

media tulisan juga, karena jika hanya menggunakan media online dan

tidak semua karyawan selalu update membuka jejaring sosial yang

digunakan, serta terkendalanya tempat maupun jaringan sinyal yang ada.

3. Dalam tahapan saat bencana sebaiknya ACT pusat menyediakan

perlengkapan yang lebih baik lagi kepada para relawan saat berada di

tempat kejadian, sehingga keselamatan relawaan lebih diutamakan. Serta

67

komunikasi dengan pimpinan di lapangan harus selalu terjaga dengan baik

dan nyaman, karena pimpinan berkepentingan dalam segala hal. Sehingga

terbentuklah rasa persaudaraan, dan pekerjaan dapat lebih efektif dan

effesien.Serta lebih banya lagi para relawan atau pegawai ACT yang

terlibat, sehingga mempermudah saat melakukan evakuasi maupun yang

lainnya.

4. Pada tahapan pasca bencana, peneliti berharap ACT menyediakan bantuan

yang lebih banyak, dengan mengajak atau mengadakan kerjasama dengan

instansi atau perusahan lain, dan membantu secara terus-menerus tanpa

batas, demi menjaga persaudaraan dan terbentuknya rasa kekeluargaan.

68

DAFTAR PUSTAKA.

Agama. Kementrian RI.Al-Qur’an dan Terjemahnya.Jakarta: PT. Tehazed, 2010.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana, 2010.

Bungin, Burhan.Sosiologi Komunikasi.Jakarta: Kencana, 2007.

Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi ke-tiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

DeVito, Joseph A.Komunikasi Antarmanusia, Penerjemah Agus Maulana. Edisi ke-lima. Pamulang: KARISMA Publising Grup, 2011.

Hadi, Sutrisno.Metodologi Research. Yogjakarta: Andi Offset, 1983.

Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.

Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief.Pengelolaan Bencana Terpadu.Jakarta: Yarsif Watampone, 2006.

Littlejohn, Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss.Teori Komunikasi (Theories of Human Communication). terjemahan Mohammad Yusuf Hamdan, Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2009.

Masmuh, Abdullah.Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMMPress, 2008.

Meissner, dkk, Andreas. “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System.” The First IEEE Workshop on Disaster Recovery Network, Juni 2002.

Muhammad, Arni.Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Nurrachman, Nani. ed. Pemulihan Trauma: Pandan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam.Jakarta, LPSP3 Fakultas Psikologi UI, 2007.

69

Pace R. Wayne, dan Doon F. Faules.Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

P. Robbins, Stephen. Organization Behaviour. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2009.

Rivai, Veithzal.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Sembiring,Sentosa.Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana.Bandung: Nuansa Aulia, 2009.

Soyomukti, Nurani.Pengantar Ilmu Komunikasi.Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Siagian, Sondang P.Peranan Staf dan Manajemen.Jakarta: Gunung Agung, cet. ke-satu, 1976.

Sugiyono.Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods.Bandung: Alfabeta,2011.

Susanto, A.B. Sebuah Pendekatan Strategi Manajemen: disaster Manangement di Negeri Rawan Bencana. Jakarta: PT Aksara Grafika Pratama, 2006.

Uchjana Effendi, Onong.Dinamika Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. ke-empat, 2000.

Uchjana Effendi,Onong.Spektrum Komunikasi. Bandung: Bandar Maju, 1992.

Warto dkk.UjiCoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah. Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003.

Jurnal

Arifin, Saru. “ Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel: Studi Kasus di Kabupaten Bantul”, Yogyakarta,” Jurnal FenomenaVol. 6 No.1. Maret 2008.

Dhuafa, Dompet. “Situasi Respon Erupsi Gunung Kelud,” Disaster Manangement Dompet Dhuafa. 14-17 Februari 2014.

Maarif, Syamsul. “ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor Enam Tahun 2008: Penggunaan Dana Siap Pakai,”Perka BNPB. Desember 2008.

70

Zaennuddin, Akhmad. “Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud.” Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi.Vol. 4 No. 2. Agustus 2009.

Web.

Annisa Auliani, Palupi “Gunung Kelud; Sejarah Panjang dan Anomali Letusan.” kompas.com, diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014

www.act.or.id, di akses tanggal 22 Desember 2013 pukul 11.00 WIB.

“Letusan Gunung,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari www.Wikipedia.org.id.

Pusat Data dan Informasi dan Humas, “Definisi dan Jenis Bencana,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari www.bnpb.go.id.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Modul Khusus Fasilisator, Pengolahan Penanganan Bencana. Modul Khusus Fasilisator, Pengolahan Penanganan Bencana. diakses pada hari Minggu, 09 Maret 2014 dari http://www.p2kp.org/

Rikito, Abdillah. “Pengertian Gunung Meletus,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari http://alampenuhbencana.blogspot.com/p/gunung-meletus.html.

Wildan, Faiz “Sejarah Letusan Gunung Kelud,” diakses pada hari Sabtu 1 Maret 2014 dari http://guswildancenter.blogspot.com/2014/02/sejarah-letusan-gunung-kelud.html.

Skripsi

Novianti, Dini. “Pola Komunikasi Organisasi Di Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Kampung Utan Tangerang.” Skripsi S1 Fakultas Ilmukomunikasi dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.

Soleha, Ika “Pola Komunikasi Organisasi Di PT. Arga Bangun Bangsa ESQ

Leadership Center.”Skripsi S1 Fakultas Ilmu komunikasi dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Jakarta, tahun 2013.

Suderajat, Maulisa, “Pola Komunikasi Organisasi Di Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).” Skripsi S1 Fakultas Ilmukomunikasi dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Jakarta, tahun 2014.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Nama : Totok AP

Jabatan : Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro

Hari, Tanggal : 23 Febuari 2014

Lokasi : Kecamatan Pare, Kediri

Bertugas : Relawan Posko Logistik

Assalamualaikum

Nama saya Muhammad Rifiki. Saya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yang

sedang mengerjakan tugas akhir skripsi. Izinkan saya untuk mewawancarai bapak

untuk keperluan akademis saya. Atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Penelitian saya berkenaan dengan program bantuan yang ACT lakukan di wilayah

bencana gunung Kelud. Saya ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi dan

organisasi ACT dalam menangani bantuan yang diberikan kepada warga korban

bencana gunung Kelud. Mohon kerjasama bapak/ibu/saudara membantu saya

menyelesaikan keperluan akademis saya.

1. Apa yang dimaksud dengan tahapan emergency dalam penanganan bencana di

Kelud?

Tahap emergency adalah tahap tanggap-darurat penanggulangan korban bencana pada

saat terjadi bencana dan berlanjut setelahnya hingga batas waktu yang ditentukan

kemudian. Untuk di Kelud ini ACT/MRI membatasi masa emergency selama sepekan

atau seminggu pasca bencana, 14-20 Februari 2014.

Selain itu juga mengikuti batas waktu tanggap darurat yang ditetapkan pemerintah,

baik kabupaten, provinsi ataupun pusat, yakni sebulan pasca bencana dari 14 Februari

2014 hingga 14 Maret 2014.

2. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada tahapan emergency dalam penanganan

bencana di Kelud?

Yang dilakukan pada tahap emergency:

a. Evakuasi pengungsi ke tempat pengungsian di Kecamatan Pare (Masjid

Agung Annur dan Gedung Serba Guna)

b. Membuat dapur umum untuk pengungsi di halaman Kantor Kecamatan Pare

c. Suplai logistik kepada pengungsi untuk kebutuhan pangan, sandang, dan

papan

d. Pelayanan kesehatan keliling

e. Trauma healing di posko pengungsian

3. Berapa personil/relawan yang diterjunkan pada tahapan emergency dalam

penanganan bencana di Kelud?

Personil yang diterjunkan lebih dari 100 orang relawan plus 200 relawan lokal desa

4. Apa saja tugas masing-masing tiap personil pada tahapan emergency dalam

penanganan bencana di Kelud?

Para relawan terbagi dalam 7 tim, yakni:

a. Tim rescue (15 relawan)

b. Tim dapur umum (10 relawan)

c. Tim logistik (15 relawan)

d. Tim kesehatan (15 relawan)

e. Tim trauma healing (10 relawan)

f. Tim administrasi dan dokumentasi (10 relawan)

g. Tim assesmen dan mapping (30 relawan)

5. Bagaimana proses komunikasi keatas dan kebawah pada tahapan emergency dalam

penanganan bencana di Kelud?

Pada situasi penangangan bencana tahap emergency struktur dan proses komunikasi

menggunakan sistim komando, yang terbagi dalam tingkatan:

- Komandan Besar (misi-visi strategis)

- Komandan Area (terjemah strategis dan taktis)

- Komandan lapangan (teknis)

- Komandan Posko (teknis aplikatif)

- Relawan lapangan (aplikatif realisasi)

Proses komunikasi dari atas dan bawah dilakukan bertahap menurut jenjang struktur

komando. Jadi misalnya komandan besar tidak perlu memerintah langsung komandan

posko atau relawan lapangan. Begitu juga sebaliknya.

6. Bagaimana bentuk koordinasi sesama personil pada tahapan emergency dalam

penanganan bencana di Kelud?

Pada fase emergency, koordinasi antar komandan dan posko rutin dilakukan pada

pagi dan malam hari. Bentuknya briefing pagi sebelum ke lapangan, biasanya jam

05.30-06.30 Wib, berisi pemantapan agenda kerja hari itu, lengkap dengan

pembagian tugas personil dan teknis pelaksanaannya. Kemudian, briefing malam,

biasanya jam 20.00-22.00 Wib, berisi evaluasi tugas hari bersangkutan dan rencana

tugas hari esoknya.

Sementara untuk koordinasi saat tugas di lapangan, siang harinya, biasanya para

relawan dan komandan berkoordinasi lewat telepon dan HT.

7. Apa yang dimaksud dengan tahapan rescue dalam penanganan bencana di Kelud?

Bagaimana jawabnya ya? sebenarnya tidak dikenal istilah tahapan rescue, yang ada

tim rescue, yang masuk tahapan emergency. Secara bahasa rescue itu artinya ya

penyelamatan jiwa warga, bahkan ternak, di wilayah terdampak erupsi Kelud.

Menghindarkan warga dan ternak dari ancaman bahaya material erupsi Kelud, seperti

batu, pasir, abu vulkanis, awan panas dan lahar dingin.

8. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada tahapan rescue dalam penanganan bencana di

Kelud?

Paling inti ya mengevakuasi warga, juga hewan ternak, daerah terdampak, keluar dari

ring 1 dan ring 2 daerah bencana, yakni diluar jarak 20 kilometer dari puncak Kelud.

9. Berapa personil/relawan yang diterjunkan pada tahapan rescue dalam penanganan

bencana di Kelud?

Sekira 15 relawan

10. Apa saja tugas masing-masing tiap personil pada tahapan rescue dalam penanganan

bencana di Kelud?

Pembagian tugas ini biasanya otomatis terjadi saat beraksi di lapangan. Misalnya

yang pasti ada ya sopir mobil rescue, yang lain itu menyesuaikan kondisi lapangan

dan korban. Yang pasti tugas pokonya adalah penyelamatan jiwa.

11. Bagaimana proses komunikasi keatas dan kebawah pada tahapan rescue dalam

penanganan bencana di Kelud?

Proses komunikasi ke atas dan ke bawah harus tetap mematuhi jenjang strata

komando. Kalau di lapangan ya cukup lewat HT dan telepon.

12. Bagaimana bentuk koordinasi sesama personil pada tahapan rescue dalam

penanganan bencana di Kelud?

Kalau tim rescue itu tidak boleh banyak koordinasi he...he...he...mereka harus cepat

dan tepat, serta tanggap bertindak. Biasanya kalau relawan rescue itu “insting”

penolongnya akan bereaksi otomatis. Koordinasi dilakukan pada pagi, sebelum

beraksi, dan malam hari saja.

13. Apa yang dimaksud tahapan medis dalam penanganan bencana di Kelud?

Juga tidak dikenal tahapan medis, yang ada tim medis, yang masuk tahapan

emergency. Tim medis ini melayani pemeriksaan kesehatan dan pengobatan jika ada

korban Kelud yang sakit.

14. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada tahapan medis dalam penanganan bencana di

Kelud?

Kegiatan intinya, ya pemeriksaan kesehatan dan pengobatan kepada warga terdampak

erupsi Kelud di posko-posko pengungsian. Kadang diselipi juga penyuluhan-

penyuluhan hidup sehat.

15. Berapa personil/relawan yang diterjunkan pada tahapan medis dalam penanganan

bencana di Kelud?

Sekira 15 relawan

16. Apa saja tugas masing-masing tiap personil pada tahapan medis dalam penanganan

bencana di Kelud?

Terbagi dua tim medis, masing-masing 7 atau 8 relawan. Tiap tim terdiri 1 atau 2

dokter, 2 perawat/apoteker dan sisanya relawan pembantu umum.

17. Bagaimana proses komunikasi keatas dan kebawah pada tahapan medis dalam

penanganan bencana di Kelud?

Proses komuniksi ke atas dan ke bawah harus tetap mematuhi jenjang strata

komando. Kalau di lapangan ya cukup lewat HT dan telepon.

18. Bagaimana bentuk koordinasi sesame personil pada tahapan medis dalam

penanganan bencana di Kelud?

Koordinasi dilakukan pada pagi, sebelum beraksi, dan malam hari saja

19. Apa yang dimaksud relief dalam penanganan bencana di Kelud?

Relief itu penanganan pengungsi bencana erupsi Kelud, terutama yang ditampung di

posko-posko pengungsian.

20. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada tahapan relief dalam penanganan bencana di

Kelud?

Kegiatannya adalah pemenuhan kebutuhan pokok warga pengungsi, seperti air bersih,

air minum, pangan, sandang, papan yang nyaman. Termasuk juga bimbingan

psikologis dan trauma healing, serta kesehatan.

21. Berapa personil/relawan yang diterjunkan pada tahapan relief dalam penanganan

bencana di Kelud?

Sekira 50 relawan

22. Apa saja tugas masing-masing tiap personil pada tahapan relief dalam penanganan

bencana di Kelud?

Personil terbagi dalam; tim dapur umum, tim logistik, tim trauma healing dan tim

medis.

23. Bagaimana proses komunikasi keatas dan kebawah pada tahapan relief dalam

penanganan bencana di Kelud?

Proses komunikasi ke atas dan ke bawah harus tetap mematuhi jenjang strata

komando. Kalau di lapangan ya cukup lewat HT dan telepon.

24. Bagaimana bentuk koordinasi sesame personil pada tahapan relief dalam penanganan

bencana di Kelud?

Koordinasi dilakukan pada pagi, sebelum beraksi, dan malam hari saja

25. Apa yang dimaksud rekontruksi dan recovery dalam penanganan bencana di Kelud?

Rekonstruksi adalah perbaikan kembali fasilitas dan rumah yang rusak akibat erupsi

Kelud. Rekonstruksi ini termasuk bagian dalam tahapan recovery, yakni tahapan

pemulihan pasca bencana menuju kepada kembalinya kemandirian para korban

selamat dalam melanjutkan kehidupan diri dan keluarganya.

26. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada tahapan rekontruksi dan recovery dalam

penanganan bencana di Kelud?

Kegiatan rekonstruksi yang dilakukan adalah memperbaiki dan mengganti atap

genteng rumah warga dan fasilitas umum dan ibadah yang pecah akibat tertimpa

material vulkanis Kelud. Saat ini ACT sudah menyerahkan 200 ribu biji genteng baru

kepada korban Kelud di Desa Satak, kec. Puncu dan Desa Asmarabangun, Kec,

Puncu. Selanjutnya bantuan ini akan terus bertambah seiring banyaknya donasi dan

wakaf genteng dari publik dan perusahaan.

Secara umum recovery, nanti ada juga pemulihan kondisi ekonomi dan sosial yang

berorientasi pada terjadinya multiplier effect, berkelanjutan dan berbasis sumber daya

lokal.

27. Berapa personil/relawan yang diterjunkan pada tahapan rekontruksi dan recovery

dalam penanganan bencana di Kelud?

Sekira 200 relawan, mayoritas relawan lokal dari desa terdampak

28. Apa saja tugas masing-masing tiap personil pada tahapan rekontruksi dan recovery

dalam penanganan bencana di Kelud?

Tugas disesusaikan kondisi di lapangan, misalnya ada yang jadi relawan pemetaan

dan pendekatan pada warga yang daerahnya menjadi sasaran program, ada yang

menjadi fasilitator program, relawan tukang kayu, relawan pendamping,

administratur, dan sebagainya

29. Bagaimana proses komunikasi keatas dan kebawah pada tahapan rekontruksi dan

recovery dalam penanganan bencana di Kelud?

Karena tahap recovery berbeda dengan tahap emergency, maka proses

komunikasinya lebih partisipatif. Artinya, proses komunikasi berlangsung cair,

meskipun tetap mempertimbangkan strata komando. Kapan saja dan dengan siapa

saja proses komunikasi bisa dilakukan. Media komunikasinya bisa linsan, tertulis,

lewat telepon, sms, HT, email, BBM dan lainnya.

30. Bagaimana bentuk koordinasi sesame personil pada tahapan rekontruksi dan

recovery dalam penanganan bencana di Kelud?

Bentuk koordinasi yang baku masih sama, yakni briefing pagi dan malam. Namun

dalam tahapan recovery, koordinasi bisa dilaksanakan juga di lapangan pada waktu

kapan saja selama perlu dan ada sesuatu yang mendesak dikoordinasikan. Lebih

fleksibel daripada tahapan emergency

31. Apakah relawan/personil bias langsung memberikan informasi/laporan ke kantor

ACT pusat?

Setiap relawan diberi hak dan kewajiban untuk memberikan informasi atau laporan

terkait bencana dan program penanganannya, kepada kantor ACT Pusat. Informasi-

laporan bisa dilakuakn secara lisan lewat telepon, atau tertulis lewat sms, FB, BBM,

WA, tweeter, email atau media lain.

Narasumber pewawancara

Totok AP (Muhammad Rifki)

HASIL WAWANCARA

Nama : Insan Nurrahman

Jabatan : Vice Presiden ACT (Ketua Posko Bantuan Nasional ACT).

Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Febuari 2014.

Lokasi : Posko Logistik ACT.

Assalamualaikum

Nama saya Muhammad Rifiki. Saya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

yang sedang mengerjakan tugas akhir skripsi. Izinkan saya untuk wawancara

dalam keperluan akademis saya. Atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Penelitian saya berkenaan dengan program bantuan yang ACT lakukan di wilayah

bencana gunung Kelud. Saya ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi dan

organisasi ACT dalam menangani bantuan yang diberikan kepada wagra korban

bencana gunung Kelud. Mohon kerjasama bapak/ibu/saudara/i membantu saya

menyelesaikan keperluan akademis saya.

Pertanyaan:

1. Berapa umur bpk/ibu/sdr?

42 tahun

2. Apa saja tugas pos komando (bpk/ibu/sdr) dalam program bantuan

ini?

Yah, kita punya induk posko nasional di Jakarta yang membawahi seluruh

bencana Naisonal, saya baru ketua posko Nasional di Jakarta, kita engga

cuma di Kelud, ada di Sinabung. Masih membangun infrastruktur dan air

bersih, kita juga punya program di manado. Pantura dan di Kelud, Dll.

Maka kita sebut posko Nasional. Tiap wilayah kita punya nama nya posko

induk atau posko wilayah, kalo Kelud karena ada 3 kabupaten maka di

buat posko induk. Yah tugasnya memastikan semua kegiatan penanganan

bencana ditanggap darurat dan memasuki fase recovery inikan sudah

setengah recovery, seluruh kegiatan kita di posko harus bertangung jawab,

mulai dari logistic kesehatan yang belum disini trauma healling. Tapi

besok baru trauma healling, kita di undang kak Setto di 2 sekolah. Kita

semua koordinasi dengan pak Camat, pak Lurah dan instasi lainnya. Serta

adanya Srimullat. Yah semacam menghiburlah, agar mereka melepas

lelah, termasuk melakukan evakuasi, medis, trauma healling, dan relief

bantuan untuk pengunggsi dan dapur umum, dari tanggal 14 sampai hari

ini, sekarang masuk recovery memberikan bantuan sekitar 190.000

genteng sampai hari ini, kita kan terus berlanjut termasuk infrastruktur

kelurahan dan sekolah satta, posko induk memastikan semuanya, yakni

bagaimana mengelola relawan, resous, membangun kemitraan, butuh data

dari sakorlak, dan instasi lain di sini, kaya besok saya bertemu dengan

Dinas Sosial, kepala Dinas UKM, bagaimana memastikan recovery nya

jalan. Kita komando ada di pemerintah, Saya bertemu meraka agar fase

recovery tidak over lepping dengan mereka. Saya sampe pak Camat, dan

en aarok, lainnya. Posko induk bisa berjalan, sehingga temen di lapangan

berkoordinasi dengan baik, posko induk kita juga berkomunikasi dengan

pusat tentang bantuan makanan, sumber daya lapangan, dan bantuan dari

pusat, posko induk menjadi pusat komando laporan informasi dilapangan.

Kalo posko unit, untuk mempermudah jangkauan-jangkauan kita, untuk

berkomunikasi dan berkordinasi kebutuhan kita. Disini karena kita kurang

kuat jadi Cuma mendirikan induk posko unit di sini.

3. Apa saja bentuk informasi yang diberikan pos komando (bpk/ibu/sdr)

kepada para relawan?

Yah posko kan punya pengurus atau struktur, bicara komando, saya punya

alur komando, di sinilah struktur berjalan, saya engga semudah langsung

ke bawah, walaupun saya punya wewenang itu, saya disini bukan sebagai

komando wilayah disini, saya memang punya staf di sini dari Jakarta, yang

menjadi komandan saya disni, saya merepisi temen-temen untuk

membentuk posko induk disini, saya tetep berkoordinasi dengan pusat,

yang tugasnya memastikan struktur di sini dapat berjalan. Kalo langsung

ke bawah saya hanya memberikan arahan, dan motivasi, tapi intruksi dari

staf saya dan komandan saya disini, mas Andika namanya. Dari sanalah

beliau yang men-delivery kegiatan kesehatan, relief dan recovery, trauma

healling. Kita punya sub komando.

4. Apa aplikasi yang digunakan pos komando (bpk/ibu/sdr) untuk

mengolah dan menganalisis laporan/informasi dari para relawan?

Saya mempunyai struktur komando, saya punya grup sendiri tentang

posko wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, saya punya grup dengan puluhan

wilayah, aplikasinya WA (WhatsAap) dan BBM (Blackberry Messenger)

untuk menjalankan roda organisasi, semua bergabung dengan MRI,

bagian dari anggotanya ACT, jadi kejadian yang terjadi di relawan

maupun dilapangan saya mengetahui. Kerena kan relawan butuh di

manenite.

5. Bagaimana cara pos komando (bpk/ibu/sdr) menanggapi

informasi/laporan yang diberikan relawan?

yah pertama itu kita kroscek dulu, bila dari tim kami ada yang kenal

dengan relawan tersebut, dan relawan tersebut merupakan relawan kami,

maka kami akan memproses laporan yang diberikan dan langsung di

proses di pos komando kemudiaan memberikan apa yang di butuhkan oleh

relalawan.

6. Apa saja alat yang disediakan pos komando (bpk/ibu/sdr) untuk para

relawan?

Radio dan HT serta radio ralling untuk mengetahui keadaan relawaan

dilapangan, sehingga bila ada bencana langsung saya kasih tau pada

relawan dilapangan.

7. Bagaimana cara pos komando (bpk/ibu/sdr) membagi informasi

penting samapi tidak penting?

Kita kan punya informasi tidak satu pihak, setelah dapat informasi, di

kroscek, jejaring lokal itu penting, karena saya mendapat informasi dari

penyeimbang juga seperti dari media maupun warga setempat, misal ada

posko yang belum terkena itu informasi dari setiap posko, kalo dari

sakorlak itu berartikan formal, dan penting. Bila ada informasi tidak

penting itu belum terjadi, kecuali ada seseorang yang melapor dan tidak

kenal baru saya tidak respon. Karenan ini organisasi jadi struktur dan

fungsi jelas. Jadi kami tau semua.

8. Bagaimana proses penginformasian yang dilakukan pos komando

(bpk/ibu/sdr) kepada para relawan?

Dari organisai, karena saya orang kedua lah dari organisasi, dari pusat.

Saya dapet informasi dari atas, saya sampaikan ke posko Nasional, ke

posko induk, posko daerah, baru kerelawan. begitu dapat informasi dari

kroscek, keatasaan saya. Tahapannya Induk posko Nasional, wilayah,

daerah, relawan. Disampaikan bisa melalui rapat, biasanya kalo formal

bertahap, bisa langsung informal.

9. Bagaimana cara pos komando (bpk/ibu/sdr) membagi jaringan

komunikasi atas ke bawah (top down)?

Setiap perintah harus ada laporan, missal saya kasih genteng, yang di

bawakan tidak tau berapa genteng? Bisa instruksi ke atasnya dalam

bentuk laporan, Saya punya infrotime, alat komunikasi yang berisikanan

grup untuk menyampaikan laporan. Kalo grup komando berisi instruksi

informasi. Dari grup ini bentuk laporan foto, data korban, dan lainnya

untuk ke atas, dan informasi dan instruksi dan motivasi maupun lainnya

untuk kebawahan..

10. Bagaimana cara pos komando (bpk/ibu/sdr) berkoordinasi dengan

kantor pusat (HQ)?

Sama punya teknologi kita koordinasi lewat telpon, maupun lewat grup

BBM maupun WA karena saya punya grup tentang manajemen ACT.

harus imbang antara komunikasi dan manajement. grup komunikasi dan

grup acara.

11. Apa saja informasi/laporan yang diberikan pos komando

(bpk/ibu/sdr) kepada kantor pusat (HQ)?

Kalo program, ya informasi lapangan, berita acara yang akan di adakan,

kegiatan, relawan yang terlibat.

12. Menurut pos komando (bpk/ibu/sdr) sepeti apa bentuk follow up yang

dilakuan kantor pusat (HQ)dalam menanggapi laporan/informasi

dari pos komando?

Cukup baiklah, karena sesuai kebutuhan yang diperlukan, dan langsung di

flow up oleh HQ data primer biasanya.

13. Menurut pos komando (bpk/ibu/sdr) apakan kantor pusat (HQ)

bersikap sigap (koopratif) terhadap informasi atau laposan yang

diberikan?

Sangat koopratif Karena kan tiap organisasi itu harus cepat dan terstuktur.

Harus terintergrasi.

14. Menurut pos komando (bpk/ibu/sdr) bagaimana sebaiknya cara agar

bantuan dapat mengalir dengan baik kepada para

korban/pengungsi/warga Kelud?

Yang pertama itu Intergritas, baik intergritas manajemen maupun

integritas personal, karena masalahnya amanah dan tanggung jawab, kita

personal fisik, nilai-nilai dan visi itu penting, walaupun semua orang bisa

jadi relawan, tapi manjemen yang mengatur. Harus responsive juga, dan

menyesuaikan kebutuan masyarakat.

15. Menurut pos komando (bpk/ibu/sdr) apakah bantuan yang diberikan

ACT sudah cukup baik?

Baik. Berikan alasannnya, karena semuanya terkendali dengan baik dan

cepat.

TERIMA KASIH BANYAK ATAS KERJASAMA YANG BPK/IBU/SDR

BERIKAN

Narasumber Pewawancara

Insan Nurrahman Muhammad Rifki

HASIL WAWANCARA

Nama : Erlid Riandilanta

Jabatan : Relawan ACT

Hari, Tanggal : Minggu, 23 Febuari 2014

Lokasi : posko logistik

Assalamualaikum

Nama saya Muhammad Rifiki. Saya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

yang sedang mengerjakan tugas akhir skripsi. Izinkan saya wawancara dalam

keperluan akademis saya. Atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Penelitian saya berkenaan dengan program bantuan yang ACT lakukan di wilayah

bencana gunung Kelud. Saya ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi dan

organisasi ACT dalam menangani bantuan yang diberikan kepada wagra korban

bencana gunung Kelud. Mohon kerjasama bpk/ibu/sdr membantu saya

menyelesaikan keperluan akademis saya.

Pertanyaan

1. Berapa umur bpk/ibu/sdr?

38tahun

2. Izinkan saya mengetahui “alasan pribadi” bpk/ibu/sdr ikut

bergabung dalam kegiatan Program Bantuan Gunung Kelud?

Kemanusiaan, pengalaman dan ikatan dinas organisasi. panggilan jiwa.

3. Apakah bpk/ibu/sdr sebelumnya pernah ikut “Program Bantuan”

yang sama?

a. Nama Progrram program siaga serasi

b. Lemba LMI

c. Bencana Banjir bojonegoro 2007-2008

4. Apa saja tugas yang diberikan ACT kepada bpk/ibu/sdr sebagai

seorang relawan?

Awalnya kita, evakuasi, tim rescue, dapur umum, tiap hari 1500 bungkus,

tim posko lapangan, cari data penyaluran logistik, kalo kami dari tim

logistik mengirimkan bantuan logistik ke posko-posko yang ada, nanti

mereka yang turun kelapangan, tim medis (kesehatan), trauma healling.

Tapi itu ada fasenya. Kalo tim rescue itu fasenya selama satu hari atau,

selama bencana berlangsung.

Kan ACT ini punya 5 fase itu tolong jelaskan kelima fase tersebut?

Fasenya sebelum bencana udah ada, Sebelum bencana sudah ada, kayanya

di Jakarta kita tanam seribu pohon.

Klo disini tim pertama yang turun meefing, yakni mencari titik-titik mana

aja yang nanti menentukan posko yang akan di bangun dan menentukan

alur pemerintah, karena yang punya pemerintah daerah, sebelumnya.

Kejadiannya jumat, kita senin dah di sini.

Saat bencana terjadi yah evakuasi, itu namanya saat bencana terjadi, Cuma

evakuasi selama 2 sampai 3 jam, jum’at pagi ada dapur umum, hari

pertama 100 bungkus, di Masjid An-Nur dan kecamatan Pare. Sekarang

kita dirikan dapur umum, yang dekat dengan rumah warga. Karena

kebatasan rumah warga. ada program lagi yang kita survey banyak

genteng yang bocor, jadi kita buat donasi paket bantuan 10.000 genteng

buat satu rumah

Targetnya 5000 rumah. Mungkin itu juga yang baru terlaksana.

Berarti baru 3 fase yang terlaksana??

ia memang.. mungkin kedepannya kaya ternak yang mati, atau yang lainya

itu kita pikirkan lagi bisa dibantu atau tidak.

Sebetulnya ada 3 fase. Pra bencana, saat bencana, pasca bencana.

1. Pra bencana biasa kita mitigasi kita buat peta, cari jalur-jalurnya,

edukasi masyarakat untuk mengungsi.

2. Saat bencana evakuasi dan mendirikan posko, dan memberikan

bantuan dasar.mendriikan posko kesehatan, dan suplai makanan.

Sekarang sudah recovery warga sudah kembali ke rumah masing-

masing.

Jadi saat bencana baru mulai fase emergency??

Ia betul mas..

3. Paska bencana ada recovery dan relief. Recovery mengembalikan

mereka kerumah masing-masing, dan relief nanti kita bangun mereka

kembali. Memang tahapnya lum selesai.

5. Menurut bpk/ibu/sdr masalah apa saja yang paling sering/banyak

dihadapi oleh korban/pengungsi/warga yang ada di kelud?

(masalah yang dirasakan oleh para korban secara umum)

Karena saya tim pertama yang turun ke sana, yakni pada awal datang ke

posko pengungsian. Paling umum itu Makan, tempat tidur yang layak,

matras ini kita bagikan, meskipun mereka sudah bawa tikar, dan masker,

air dan listrik.

6. Menurut bpk/ibu/sdr, kira-kira apa masalah yang Paling Penting dan

membutuhkan penyelesaian cepat yang dihadapi bpk/ibu/sdr sendiri

dalam membantu para korban/pengungsi/warga?

Makanan dan masker karena hari pertama datanya banyak berubah

sehingga perlu penanganan yang tepat. Jadi kalo ada warga yang belum

dapat makan, yah kita beli. Dan masker yang terbatas sehingga mencari-

cari. Tapi dalam penanganan bencana disini, sudah cukup baiklah roll nya,

Karena baik pemerintahnya mapun instasi lain itu cukup baik.

masalah yang dirasakan korban tetapi harus segera mendapatkan

pertolongan relawan

7. Munurut bpk/ibu/sdr apa saja masalah yang bpk/ibu/sdr hadapai saat

membantu para korban/pengungsi/warga?

(masalah relawan secara pribadi saat sedang membantu korban)

Engga ada tapi susahnya mengatur pengungsi, masalah tempat

pengunggusian karena banyak korban yang mengungsi tidak tinggal 1

posko dan 1 keluarga mereka, jadi data banyak yang berubah-berubah

karena mereka mencari keluarga mereka di posko lain.

8. Apa alat komunikasi yang bapak gunakan untuk berkoordinasi

dengan pos komando?

Hp, dan HT.

9. Apa aplikasi yang digunakan dalam alat komunikasi tersebut?

WA (WhatsAap), BBM (Blackberry Messenger), telpon semua jaringan

Telkom

10. Apa saja kendala yang bpk/ibu/sdr hadapi saat berkoordinasi dengan

pos komando?

Sulit menghubungi pada hari-hari bencana dan listrik yang tidak

terjangkau, Karena masih terganggu oleh abu yang tebal. Dan terbatasnya

jarak.

11. Menurut bpk/ibu/sdr bentuk koordinasi yang dilakukan pos komando

kepada relawan apakah sudah berjalan dengan baik? jika belum

berikan alasannya?

Karena SOP nya dah berjalan dengan baik jadi menurut saya dah baik.

Contoh permintaan logistik, dari posko lapangan minta logistik. Kita

melihat kebutuhan pengungsi apa, jadi kita tinggal lapor ke posko logistik.

Cukup baik lah koordinasi dari lapangan ke posko.

Contoh dapur umum, dapur umumkan tidak hanya 1, banyak dari TNI,

LSM, dan lain-lain, nah ternyata 1 pengungsian itu banyak anak kecil,

engga suka makan pedas, kita respon itu, kita lihat ternyata anak-anak itu

engga suka karena makanannya pedas, karena dapur umum di-pukul rata

sama aja, kita respon jadi khusus malem kita buat untuk anak-anak yakni

opor

Klo bapak sendiri koordinasi ke posko ini, tentang apa??

Apa aja, kaya makanan, tenda, bahan makanan, bantuan pakaian layak,

alat tidur, dan lain-lain.

Kalo dari pos komando logistik bisa kirim, kita tunggu, kalo tidak bisa kita

yang ambil.

12. Apa saja alat bantu yang diberikan/disedikan ACT untuk para

relawan dalam membantu korban/pengungsi/warga kelud?

Senter, HT, masker untuk evakuasi, kaca mata, mobil, Hp, kendaraan, topi,

jaket.

Izinkan saya mengetahui setiap fungsi dari tiap alat-alat tersebut.

13. Seperti apa bentuk laporan yang bpk/ibu/sdr berikan kepada pos

komando? (laporan diberikan dalam bentuk buku, sms, tlp, dll)

Sebutkan!

Laporan berbentuk form, sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada

donator.

14. Menurut bpk/ibu/sdr seperti apa biasanya bentuk reaksi (follow up)

dari pos komando terhadap laporan yang bpk/ibu/sdr berikan?

Yah karena ini sudah SOP kami, yah Alhamdulillah bagus, karena sudah

sesuai yang kita minta, kadang-kadang kita hanya laporan surat penerima

barang. misal, beras habis, jadi kita minta aja, dan itu langsung di respon

oleh yang di sana.

15. Menurut bpk/ibu/sdr apakah follow up dari laporan relawan cukup

cepat ditanggapi oleh pos komando atau tidak? Berikan alasannya!

Iya sangat cepat, karena pengungsi adalah manusia jadi harus penanganan

yang tepat.

16. Menurut bpk/ibu/sdr apakah infomasi yang diberikan ACT (pos

komando) saat bertugas cukup koopratif? Jika belum, berikan

alasannya!

Sangat. Yah karena lewat radio bisa di pantau jadi langsung di respon.

Misal kita lagi distribusi nasi, terus di atas Kelud lagi ujan, jadi kita di

suruh berhati-hati karena ujan, gitu.

17. Menurut bpk/ibu/sdr bagaimana sebaiknya cara agar bantuan dapat

mengalir dengan baik kepada para korban/pengungsi/warga kelud?

Koordinasi dengan baik yakni warganya butuh apa, diturunkan kebawah,

baru kita berikan dan datangkan bantuan.

18. Menurut bpk/ibu/sdr apakah bantuan yang diberikan ACT sudah

cukup baik? Berikan alasannya?

Sangat baik.

19. Menurut bpk/ibu/sdr apa kekurangan ACT dalam membantu para

korban/pengungsi/warga kelud agar kedepannya dapat lebih baik

lagi?

Tidak ada. mungkin kepada bantuannya aja.

TERIMA KASIH BANYAK ATAS KERJASAMA YANG BPK/IBU/SDR

BERIKAN

Narasumber Wawancara

Erlid Riandilanta Muhammad Rifki

HASIL WAWANCARA

Nama : Bu Ni’mah

Jabatan : Public relation

Tempat dan Waktu : Menara 165 29 Desember 2013

1. Bagaimana Sejarah terbentuknya ACT?

ACT terbentuk pada tanggal 21 april 2005, dan ACT ini lembaga yang bergerak

dibidang kemanusiaan, dan “fokus kita bencana”. Tapi yang mesti digaris bawahi,

bencana itu adalah bukan hanya bencana alam, dan itu yang selalu kita campaign-

kan eduksikan kemasyarakat, bahwa bencana itu bukan hanya bencana alam tapi

juga ada bencana sosial, konflik antar suku, krisi air, krisis pangan, gizzi buruk,

masalah kesehatan, itu juga termasuk bencana, itu kan mengakibatkan masalah

kemanusiaan, jadi ada kematian, korban, manusia yang telah menjadi korban, jadi itu

sudah menjadi masalah kemanusiaan bukan hanya becana alam. Termasuk di jalur

Gaza ini, gak ada bencana alam disana, tapi hanya konflik antara Palestina dan Israel,

itukan banyak orang yang menjadi korban, nah itu ada masalah kemanusiaan di situ.

2. Bagaimana pola komunikasi ACT yang dignakan dalam program pelaksanan

terpadu di Palestina.?

Palestina itukan dasarnya konflik jadi, dari pimpinn brifing, lembaga, atau lnstuisi.

Brifing-nya terbatas. Hanya para pimpinan. Di kontruksi ke level emergency. Pola

yang kami gunakan biasanya intergreted manajemen. Pola ini dilakukan dari level

emergency, rescue, rehabilitasion, dan recavry. Biasanya emergency dulu, ke rescue,

ke rehalition, recavery , Cuma klo Palestina ini karena lokasi yang jauh dan sudah

lama, konfliknya juga lama sekali bahkan sudah lama di umur ACT, jadi mungkin

kami lebih ke tahapan itu. Kaya kemarin banjir di Jakarta, itukan dah keliatan mulai

dari emergency, menyiapkan kapal-kapal, rescue di lokasi, penyelamatan korban,

rehabilitasi kita bangun posko dan recavery, bagaimana mereka kembali dan

membangun rumah mereka kembali.

Untuk di Palestina ini karena sudah sangat lama kita tidak menggunakan pola itu, dan

itukan bukan model-model bencana yang beda, bencananya kan bukan bencana alam,

polanya sudah bisa kelihatan, kalo bencana alam kan polanya, selesai bencana yah

pasti sudah selesai, klo Palestina kan masalah konflik dan bencana sosial, konflik

yang suatu saat pasti akan meledak lagi, tuh kita engga bisa prediksi. Tapi sejauh ini

bantuan yang di berikan ke Palestina recavery, jadi kita kirimkan bantuan, berupa

pangan, lebih ke medis, mungkin kalo medis masuk ke rescue-nya, tapi saya kurang

tau, karena saya masih baru disini, mungkin nanti di tanya.

Untuk program kita mau bangun sekolah putri di Palestina, jadi kan sudah massa

recavery, untuk mengurus infrastruktur, pendidikn di Palestina yang hancur karena

konflik.

2. Kalo Presiden sendiri memberikan keleluasaan tidak kepada bawahan dalam

memberikan tugas.?

Presiden sendiri terbuka dalam hal ide-ide, untuk apa yang terbaik, meskipun

terbatas, level atas, presiden dan direktur.

3. Apakah atasan siap dikritik dan diberi saran oleh bawahan?

Karena setiap senin diadakan breafing setiap manajemen, maka di sana pasti ada

masukkan dan kritikan maupun yang lainnya, jadi tidak hanya komunikasi tentang

laporan pekerjaan, tetapi bisa berupa masukan maupun yang lainnya.

4. Bagaimana sitem komuniasi informasi di ACT?

Sangat struktural dan sangat berstruktur, informasi yang disampaikan secara

langsung.

5. Apakah bawahan leluasa berkomunikasi sesama bawahan.?

Iya, karena di ACT tidak ada sekat, antar divisi. kami bebas, keliling bisa kemana

saja, ke divisi-divisi lain bahkan department lain, bahkan koordinasi itu sudah tidak

ada sekat-sekat, kami juga punya milis yang terbuka untuk yayasan, jadi semua

informasi itu bener-bener hanya satu ACT yang tahu. Bahkan dari level atas sampai

bawah semuanya tahu, tapi tentu ada informasi-informsi yang hanya pada level

tertentu dan memberikan laporan hanya pada atasan atau tiap departemen.

6. Apa saja yang dikomunikasikan dari atasan ke bawahan.?

Setiap habis rapat manejemen setiap senin, itukan hanya manajemen, dari manajemen

itu di lanjutkan rapat Direktorat, nah itu hasil dari manejemen itu di sampaikan

kepada bawahan melalui breafing, manajemen direktorat itu, jadi kami mempunyai

jadwal masing-masing yang rutin. Misal jadwal Direktorat komunikasi punya rapat

hari apa, yang di lanjutkan dari hasil rapar manajemen tiap hari senin itu. Itu yang

disampaikan, jadi terus mengalir gitu, artinya tidak terputus sampai rapat manajemen

saja, tetapi keputusan hasil rapat manajemen sampai kebawahan.

7. Apa harapan anda kedepannya?

Lebih baik, pegawai keluar masuk, jadi lebih baik orang-orang di organisasi bisa

bertahan lebih lama, jadi mereka, kalo lebih lama kan bisa lebih paham, sistemnya

seperti apa, akan belajar dari awal, terutama level atas, karena klo yang masuk level

atas, dia belajar baru tentu lebih susah.

8. Apa hambatan komunikasi di ACT?

Ada miss komunikasi, miss koordinasi, kadang kita kan butuh cepat saat bencana,

kadang ada yang terlewat, tapi engga yang fatal.

9. Apa tujuan anda kedepamnya?

Saya sebagai PR ingin membawa nama lembaga lebih baik di masyarakat.

10. Usaha ACT untuk dikenal?

Lebih terlibat di berbagai event, banyak melakukan aksi dan edukasi, serta event-

event yang berbasis kerjasama-sama, kegiatan masyarakat seperti community.

11. Bagaimana arus informasi yang ibu sampaikan kebawahan.

Kalo saya hanya menyapaikan kepada media-media cetak informasi yang masuk.

12. Bagaimana cara ACT dalam mensukseskan program ini?

Edukatif, campaign, mungkin media melalui website berita-berita majalah benefit 2

bulan sekali, twitter, mercendise dengan tema program tersebut.

Narasumber Pewawancara

Hidayatun Ni’mah Muhammad Rifki

JAWABAN

Narasumber : Iqbal Setyarso

Jabatan : Direktur Komunikasi ACT

Tempat dan waktu : Menara 165, 20 Desember 2013

1. Bagaimana komunikasi yang terjalin dalam organisasi ACT antara atasan

kepada bawahan atau sebaliknya dan sesama karyawan?

Komunikasi antara Atasan-Bawahan dan Bawahan-Atasan

ACT menjalankan komunikasi formal berjenjang melalui rapat-rapat manajemen.

Rapat setiap hari Senin rutin, diikuti Manager ke atas. Rapat hari Kamis khusus

Departemen. Rapat hari Jumat, khusus BOD Holding. Di luar hari-hari itu secara

fleksibel bisa dilakukan rapat direktorat. Komunikasi lainnya berupa:

1. Evaluasi SDM: Tahap Pertama, Self Assesment pertahun dari bawahan

disampaikan ke atasan berupa form isian standar, memuat sejumlah: (a) item

evaluasi kinerja yang skornya versi bawahan dicek atasan langsung; (b) pendapat

karyawan tentang diriya dalam konstalasi organisasi; (c) rencana kerja dan

harapannya dalam organisasi; (d) pembekalan/pelatihan/arahan yang masih

diperlukannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam

organisasi; (e) rekomendasi atasan langsung serta pendapat atasan dari atasan

langsung. Tahap Kedua, Evaluasi SDM di tingkat Bord of Director yang hasil

akhirnya berupa pengumuman promosi/demosi/mutasi karyawan pada pertemuan

pleno karyawan di akhir Renstra Tahunan. Pada kesempatan ini semua karyawan

saling mengenal dan mendengarkan orasi top leader (dari Presiden ACT).

2.Evaluasi Kelembagaan. Pertama, Berlangsung Per Catur Wulan. Per Direktorat

dan per Departemen melakukan evaluasi sendiri dan hasilnya Diplenokan (semua

Departemen). Di sini menjadi ajang eksplorasi kapasitas SDM lintas departemen,

saat pimpinan departemen memberi kesempatan para direkturnya

mempresentasikan summary evaluasi direktorat. Kedua, Renstra Tahunan,

mengkritisi presentasi lintas Departemen (diikuti perwakilan Departeman,

Direktur dan SDM yang dipandang strategis untuk hadir dalam Event Tahunan).

Ini ajang mengedukasi level leader dari Pimpinan Departemen hingga para

Manager. Top Leader (Presiden ACT) menyampaikan inspiring speech di awal

Renstra, mengikuti dan mengkritisi seluruh rangkaian presentasi departemen dan

direktorat, meliputi aspek: Evaluasi Tahun Berjalan (SWOT), Perencanaan

Strategis memuat Program dan Budgeting.

3. Pembinaan Karyawan. Ada pembinaan spiritual/kajian keagamaan karyawan

dua pekan sekali (Rabu) bergantian dengan in house training seputar peningkatan

kemampuan manajerial level manager ke bawah.

Komunikasi Atasan dan Bawahan Virtual

ACT mewajibkan level Manager ke atas hingga Board of Directors menggunakan

Blackberry. Dengan Blacberry ini dibuat sejumlah group – berlapis/berjenjang:

group BOD Holding, group BOD Jejaring, group Management dan group ACT

(representasi). Selain itu ada group Direktorat, Group Departemen, Group Antar-

Departemen. Melalui Blackberry Messenger, pembahasan isu-isu kelembagaan

berlangsung setiap hari: arahan manajemen yang terkait dengan pengambilan

keputusan; pencerahan leader (baik top leader maupun di bawahnya); informasi

ringan untuk relaksasi (hiburan), foto-foto aktivitas lapangan. Melalui BBM

Group, Top leader mengetahui dan mengarahkan Tim Leaders; memantau potensi

dan sikap serta narasi manejerial para bawahan. Melalui BBM, anak buah bisa

melaporkan kinerjanya, progress report harian dan pekanan, mempersiapkan

kompilasi untuk penyusunan final report, dll.

2. Menurut saudara/i, apakah komunikasi itu sangat diperlukan dalam sebuah

organisasi?

Sangat! Organisasi tanpa komunikasi, lumpuh; komunikasi tanpa organisasi hanya

obrolan yang tak akan menghasilkan sesuatu yang bernilai strategis. Komunikasi

mengaktivasi gagasan, mengontrol proses dan mengakselerasi program yang

mengalami kelambatan; memecahkan stagnasi lintas lini; menjamin keberadaan

organisasi tetap hidup: tumbuh dan berkembang. Organisasi dengan komunikasi

yang sehat, mengedukasi semua SDM di dalamnya.

3. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan ACT?

Jawaban soal Nomor (1), untuk menjelaskan pola komunikasi internal ACT.

Selain hal ini, dari Pihak HRL (Human Resources and Legal) ada group email di

mana arahan, informasi kekaryawanan disampaikan. Dari urusan absensi,

rekruitmen lintasbagian, pengumuman pembinaan (inhouse training), hingga

ucapan selamat untuk karyawan yang menikah, melahirkan dan berulangtahun

serta kabar dukacita diinformasikan di group ini.

Sedangkan penjelasan mengenai Komunikasi Eksternal ACT, sebagai berikut:

Pertama, ACT memiliki Departemen Global Partnership & Communications

(GPC), membawahi Direktorat: 1. Creative Strategic Comunications; 2. Global

Philanthropy Media, 3. Integrated Public Relations; 4. Global Partnership

Network. Keempat direktorat ini sesuai mandatnya, merancang bagaimana ACT

berkomunikasi keluar. Penjelasan singkat empat direktorat di GPC:

Creative Strategic Communications: merancang substansi kreasi mengarahkan

gagasan kreatif yang akan dieksekusi diremtorat lainnya di dalam Departemen

GPC; produk-produk komunikasi. Global Philanthropy Media: memproduksi

piranti komunikasi (communications tools) berupa: cetakan (majalah, flyer, poster,

spanduk, tabloid, buku dll), audio visual (campaign video), on line media, media

sosial, visual design for email blasting, internet tv. Integrated Public Relations:

menangani media relations (placement iklan berbayar maupun barter di media

cetak, elektronik maupun media on line), events (baik untuk awarenes maupun

public fundraising), out door campaign (spanduk publik, flyering/sebar brosur).

Global Partnership Network: merancang kerjasama internasional untuk awarenes,

kemitraan operasional maupun fundraising, diplomasi kemanusiaan dalam rangka

advokasi dan mendorong kepedulian global untuk kemanusiaan.

Selain itu, di level Pimpinan lembaga, komunikasi keluar dikelola Corporate

Secretary yang mengelola agenda-agenda internal lintas departemen, maupun

agenda eksternal.

4. Apa pola komunikasi yang digunakan sudah efektif?

Sangat efektif. Strategi, metode, kebijakan komunikasi internal ACT

meningkatkan kapasitas Tim karena demikian intensifnya komujnikasi dalam

organisasi ACT. Proses menakar kapasitas SDM, bisa dimulai dengan assesment

komunikasi. Memberi pertanyaan-pertanyaan strategis, mengungkap stimulan-

stimulan inspiratif, melakukan evaluasi dan pendalamannya melalui cara-cara

komunikasi yang sudah dijelaskan di atas, menggerakkan organ-organ organisasi

dengan baik.

5. Bagaimana komunikasi yang terjalin sesama karyawan di dalam organisasi

ACT?

Imbas dari pola komunikasi intensif, budaya komunikasi di semua level organisasi

ACT, membuat setiap karyawan sadar peran dan fungsi masing-masing (perna

formal). Sikap keteladanan yang ditunjukkan para leaders, juga mendorong setiap

karyawan berperilaku baik. Hormat-menghormati, saling menghargai, saling

mendukung dalam urusan formal organisasi, diikuti dengan kepedulian

antarkaryawan. Hubungan karyawan satu sama lain relatif baik.

Apalagi secara regular Direktorat HRL (Human Resources & Legal) di bawah

Departemen Operasional, mengumumkan informasi karyawan yang menikah,

melahirkan, atau berulang-tahun. Setiap informasi personal ini disampaikan,

seluruh karyawan akan merespon dengan tulus. Sadar lembaga ini mengelola isu

kemanusiaan, setiap karyawan pantang tidak berkepedulian, termasuk peduli

dengan sesama karyawan.

6. Bagaimana komunikasi antara anda dengan bawahan?

Sangat baik. Komunikasi formal dan informal berjalan seimbang. Berjalannya

peran dan fungsi seluruh bawahan, berkat komunikasi yang baik, sebagaimana

berlangsung di lini-lini lainnya di lingkungan ACT. Sebagaimana proses

komunikasi pada level yang lebih tinggi, Direktorat Komunikasi memiliki group

BBM di mana diskusi informal sampai urusan izin dan progres program

dikemukakan di dalamnya. Dalam situasi tertentu saya lakukan pembinaan

personal, pembinaan kolektif berupa briefing (maksimal satu jam), dan meeting

manajemen direktorat, maupun pembinaan kolektif terkat dengan pembangunan

kapasitas (bidang komunikasi, sesuai mandat terhadap direktorat yang saya

pimpin).

7. Apa saja yang dikomunikasikan antara anda dengan bawahan?

Pertama, seputar pekerjaan. Komunikasi memuat upaya mengoptimalkan

keseharian karyawan dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) nya.

Kedua, pembinaan mental-spiritual karyawan mengingat sebagian kekuatan tim

disumbang oleh kekuatan mental-spiritual tim (bawahan).

Ketiga, motivasi. Menguatkan bawahan (meski saya tidak menempatkan

sumberdaya dalam direktorat saya dengan logika “atasan” dan “bawahan”)

terhadap visi direktorat maupun visi lembaga.

Keempat, meletakkan dasar-dasar perencanaan karir, bagaimana prestasi dan

penguasaan keahlian profesional, keahlian manajerial dan leadership tim terus

diasah dan terproyeksi karirnya. Di posisi ini atasan menjadi pelatih bagi tim-nya.

Kelima, dalam situasi tertentu, juga diperbincangkan empati, simpati dan

kehangatan atas kondisi tim, menanyakan keluarganya, mendoakan dan memberi

naishat seperlunya.

Secara umum atasan mengambil peran: pimpinan, saudara, sahabat dalam suka

dna duka, pelatih dan motivator. Dengan itu, komunikasi personal maupun

kolektif, terus memperkuat tim.

8. Bagaimana komunikasi antara anda dengan pimpinan?

Intensif sekali. Dalam komunikasi verbal dan tatap muka. Kerap mendiskusikan

hal-hal strategis di luar forum resmi. Kadang tak ada urusan dengan forum resmi,

semata-mata melepas ketegangan berpikir dengan bertemu rileks di ruang kerja

atau di luar, sekadar berbincang hangat dengan beberapa pimpinan setingkat

(sejumlah direktur yang di bawahi top leader/presiden)

9. Apa saja yang dikomunikasikan antara anda kepada pemimpin?

Pertama, perkembangan penting dan strategis instansi yang saya kelola. Kedua,

pada kesempatan lain, mengeksplorasi masukan selayaknya binaan terhadap

mentornya. Ketiga, sesekali tentang hal-hal yang personal, selayaknya saudara

dan sahabat. Saling membuka diri tentang hal-hal yang bisa menguatkan satu

sama lain di luar urusan dinas.

10. Bagaimana komunikasi antara anda dengan sesama karyawan?

Sangat baik. Diskusi formal dan informal berjalan baik, tertulis (via group BBM,

maupun lisan. Saling salam dan mendoakan di berbagai kesempatan. Hubungan

intens dan hangat, yang tumbuh alamiah. Selain yang alamiah, juga dibangun

secara sistem, didekatkan dengan berbagai kesempatan yang distimulasi pihak

manajemen (peringatan milad, in house training dan informasi kekaryawanan,

gathering karyawan dan gathering keluarga).

11. Apa saja yang di komunikasikan anda kepada sesama karyawan?

Apa saja. Dari hal-hal ringan dna menghibur, hingga eksplorasi situasi kondisi

yang berkaitan dengan visi-misi lembaga, isu-isu moral. Apresiasi atas capaian

personal maupun tim.

12. Adakah hambatan yang terjadi dalam berkomunikasi?.

Tidak ada.

13. Hambatan apa saja yang terjadi?

Tidak ada

14. Media apa yang digunakan dalam menyampaikan informasi?

Tatap muka, virtual (bbm, sms), menelepon, menulis pandnagan dna masukan

untuk lembaga.

15. Adakah konflik yang terjadi di ACT?

Ada. Orang-orang di ACT manusia biasa yang kadang lemah dan lalai. Bukan

ada-tidaknya konflik yang menarik dikaji, melainkan bagaimana mengatasinya

dan menjadikannya sebagai kesempatan menjadi lebih baik.

16. Konflik apa saja yang terjadi?

Pertama, konflik sebagai mekanisme alami memulihkan dari kelalaian pada visi

misi dan koridor kelembagaan. Kedua, konflik karena stimulasi ritme tugas yang

kadang memuncak dihadapkan pula dengan sempitnya waktu. Ketiga, konflik

yang terjadi karena soal-soal manusiawi.

17. Bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?

Penanggulangan konflik, berjenjang. Jika terjadi di pimpinan, mekanisme dialog

dan mediasi antar pimpinan, menjadi cara mengembalikan konflik menuju

harmoni. Konflik di tengah kedewasaan mental dan kedewasaan organisasi,

meningkatkan pemahaman antar pimpinan dan seluruh sumberdaya manusia yang

terlibat didalamnya, makin faham kapasitas, kekurangan dan kelebihan satu sama

lain. Jika konflik terjadi di luar para pimpinan dan memerlukan pengambilan

keputusan, HRL (Human Resources and Legal) melakukan eksplorasi akar

konflik, dan akhirnya harus ada pengambilan keputusan. Penyelasaian dengan

musyawarah dan saling pengertian lebih dikedepankan sebelum penyelesaian

administratif dan legal.

18. Apa harapan Anda kedepannya?

Institusi yang sehat, dibangun di atas landasan kepercayaan. Sikap saling percaya

mendorong setiap personal organisasi bekerja dengan hati dan pikiran. Dengan

hati karena sadar visi dan menuntun diri bekerja di atas landasan nilai;

menempatkan kerja sebagai ibadah. Dengan pikiran, semua bekerja terencana,

prudent, kreatif dan visioner. Mengasah kecakapan sosial dan profesional demi

mengembangkan kemaslahatan lembaga seluas-luasnya. Dengan hati dan pikiran

terbaik, institusi temoat kita bekerja, bukan hanya menjadi media perolehan

pendapatan melainkan penebar manfaat yang luar biasa bagi sebanyak-banyaknya

orang di dunia ini, dan pantas menjadi rujukan.

19. Bagaimana cara anda mempertanggung jawabkan tugas yang anda terima?

Bekerja dengan visi, taat azas pada prinsip organisasi, kreatif dan produktif,

menjaga komitmen untuk berkarya yang terbaik serta menjaga kualitas kerja tim,

saling mengingatkan dan membangun satu sama lain dengan koridor yang

disepakati secara kelembagaan serta menjaga nama baik lembaga.

20. Bagaimana cara anda dalam berpartisipasi dalam memberikan keputusan

dalam memajukan ACT?

Pertama, Disiplin dalam perencanaan (kreativitas, inovatif, akseleratif) hal-hal

penting dalam organisasi (sesuai bagian yang saya tangani: direktorat

komunikasi). Kedua, mengontrol prosesnya, mengevalusi person-person di

dalamnya, membangun motivasi, memberi reward dan punishment sewajarnya.

Ketiga, kreatif mendisiplinkan diri mengontrol visi dan menakar kesesuaiannya

secara periodik (tahunan). Keempat, mengembangkan diri untuk terus-menerus

bisa mentransformasi nilai (keteladanan) dan kreativitas (gagasan).

21. ACT itu organisasi seperti apa?

ACT organisasi kemanusiaan yang menggerakkan humanity (kemanusiaan),

philanthropy (kedermawanan), dan volunteerism (kerelawanan). Humanity -

wujudnya desain program kemanusiaan, kedermawanan menjadi salah satu

sumber pembiayaannya yg digalang dg mekanisme kampanye berbagai media

komunikasi, dan kerelawanan menjadi sumberdaya pelaksanaan/implementasi

program kemanusiaan di dalam maupun luar negeri.

22. Atas dasar apa ACT dibentuk?

3 filosofi yakni philanthropy, humanity dan volunteerism. Ikut terlibat menjaga

peradaban manusia yang lebih baik, krn bencana-bencana ini membuat peradaban

menjadi rusak.

23. Siapa penggagas terbentuknya ACT?

Bapak Ahyudin dan kawan-kawannya

24. Kenapa orang lain perlu tahu soal ACT?

ACT lahir mengedukasi publik, bukan yayasan keluarga atau bertopang pada

perusahaan tertentu. Keberadaannya tidak lepas dari upaya edukasi

berkesinambungan. Tanpa diketahui, dikenal dan difahami orang lain, ACT tidak

mungkin berkarya kemanusiaan, dan dengan berbagi pengetahuan dan visinya

ACT juga menjalan perannya sebagai agen penyadaran kemanusiaan.

25. Siapa saja mitra ACT?

-

26. Apakah donator atau mitra-mitra itu ikut memperngaruhi pengambilan

keputusan di act?

Ia, tapy dalam hal diskusi, kita menawarkan,, mereka setuju jalan, bila mereka

tidak setuju maka, diskusi apa yang bisa disesuaikan dan dicocokan dengan

program, jadi kita bukan di perintahkan yang punya duit, tapi kita yang

menyiapkan orang, karena kita yang aktif datang komunikasi, melalui media,

untuk melibatkan diri, orang lain terlibat.

27. Apakah ACT memiliki kepentingan lain di luar mengirimkan bantuan ke

yang lainnya?

Tidak, hanya ingin meringkan beban mereka yang terkena musibah,

28. Keuntungan untuk ACT pada setiap program itu apa?

Banyak, menjadi manusia, kita kan klo membantu itu bukan menjadi lemah, kita

menjadi kuat, dimna-mana yang memberi itu kuat, mmberipun dengan cara

mengajak, jadi kita memberi itu dengn pikiran dan tenaga, ada orang lain memberi

dengan hartanya, keahliannya, kita semua mengumpulkn ke kompakkan itu, kita

yg mikir, kita yang turun, kita mengajak orang sehingga orang lain terlibat,

Narasumber pewawancara

Iqbal Setyarso Muhammad

Rifki

JAWABAN WAWANCARA

Nama : Yhogi S Gunawan

Jabatan : Manager HRL

Tempat dan waktu : Menara 165, Lt 11 dan 20 Nov 2013

1. Bagaimana komunikasi yang terjalin dalam organisasi ACT antara atasan kepada

bawahan atau sebaliknya dan sesama karyawan?

J: Komunikasi terjalin dengan lancar, semua lini bisa membicarakan apa saja ide,

saran dan masukannya, jika tidak langsung menghadap bisa menggunakan media

seperti email, telp, WA dll.

2. Menurut saudara/i, apakah komunikasi itu sangat diperlukan dalam sebuah

organisasi?

J: sangat diperlukan, karena tanpa adanya komunikasi organisasi tidak akan

berjalan.

3. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan ACT?

J: pola komunikasi dua arah.

4. Apa pola komunikasi yang digunakan sudah efektif?

J: ya.

5. Bagaimana komunikasi yang terjalin sesama karyawan didalam organisasi ACT?

J: komunkasi sesama terbuka, semua karyawan dapat secara bebas dalam

berkomunikasi dalam penyelesaian tugas.

6. Apa saja yang di komunikasikan antara anda dengan bawahan?

J: seputar koordinasi seputar penyelesaian tugas, serta motivasi dan konseling.

7. Apa saja yang di komunikasikan antara anda kepada pemimpin?

J: koordinasi terkait penyelesaian tugas, konseling serta mengemukakan usulan

ide ataupun strategi perbaikan sistem.

8. Apa saja yang di komunikasikan anda kepada sesama karyawan?

J: komunikasi personal sehari-hari, koordinasi penyelesaian tugas, motivasi.

9. Adakah hambatan yang terjadi dalam berkomunikasi?

J: ada, karena tidak selalu komunikasi berjalan mulus.

10. Hambatan apa saja yang terjadi?

J: adanya perbedaan pemahaman dan keterbatasan waktu.

11. Media apa yang digunakan dalam menyampaikan informasi?

J: Email, Telephone, membuat group WhatsUp dan group mailing list.

12. Adakah konflik yang terjadi di ACT?

J: tidak ada.

13. Konflik apa saja yang terjadi?

J: tidak ada

14. Bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?

J: Jika ada konflik dikomunikasi secara baik dengan pihak-pihak yang terkait

sehingga terselesaikan masalahnya.

15. Apa harapan anda kedepannya?

J: komunikasi seluruh karyawan dapat terlaksana dengan baik.

16. Bagaimana cara anda mempertanggung jawabkan tugas yang anda terima?

J: melaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan berbuat yang terbaik untuk

lembaga ini.

17. Bagaimana cara anda berpartisipasi dalam memberikan keputusan dalam

memajukan ACT?

J: mengkomunikasikan secara terbuka, memberikan pemahaman melalui orang

lain, memberikan saran atau ide-ide yang membangun.

18. Kapan pertama kali ACT memberikan bantuan kemanusian ke Negara luar?

J: sejak 2008 kami sudah memberikan bantuan ke Palestina.

19. Apa saja hambatan yang di alami dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan ke

Negara tersebut?

J: perizinan dan keamanan.

20. Bagaimana hubungan ACT dengan Negara tersebut saat ini?

J: Baik, sampai sekarang masih terjalin kerjasama untuk merelasisasikan program-

program lanjutan yang sudah berjalan.

Narasumber Pewawancara

Yhogi S Gunawan Muhammad

Rifki

Struktur Organisasi Aksi Cepat Tanggap

Lampiran Foto-Foto Observasi

Foto bersama relawan ACT

Foto ini diambil setelah peneliti selesai wawancara pada tanggal 23 Febuari 2014

pukul 11.29 WIB bertempat Posko Logistik ACT.

Foto bersama Direktur Komunikasi ACT

Foto ini diambil setelah peneliti selesai wawancara pada tanggal 20 Desember 2013

pukul 11.29 WIB bertempat Menara 165 lantai 14.

Foto-fotokegiatanpararelawan ACT di gunungKeludKabupaten Kediri,

JawaTimur.

Foto-fotokegiatanparapengungsiwarga di poskoACT di Kediri JawaTimur.

Fotokegiatan-kegiatanwargasetelahletusangunungKelud di Kediri, JawaTimur.