JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN...

79
Konsep Manusia Menurut Ibn al-‘Arabi dan Ranggawarsita (Studi Perbandingan) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Guna Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Filsafat Islam Oleh : Amriluddin NIM: 202033101131 JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M

Transcript of JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN...

Page 1: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Konsep Manusia Menurut Ibn al-‘Arabi dan Ranggawarsita

(Studi Perbandingan)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Guna Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Filsafat Islam

Oleh :

Amriluddin NIM: 202033101131

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1428 H/2007 M

Page 2: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Konsep Manusia Menurut Ibn al-‘Arabi dan Ranggawarsita

(Studi Perbandingan)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Guna Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Filsafat Islam

Oleh :

Amriluddin NIM: 202033101131

Dibawah Bimbingan,

Dr. Suwarno Imam S

NIP: 150 033 254

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1428 H/2007 M

Page 3: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Konsep Manusia Menurut Ibn al-‘Arabi dan

Ranggawarsita ” (Studi Perbandingan). telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 9 Maret 2007. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah Filsafat.

Jakarta, 9 Maret 2007

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Harun Rasyid, MA Suzanti Ikhlas, A.Md NIP. 150 232 921 NIP. 150 286 874

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. Hamid Nasuhi, MA Drs. Agus Darmaji, M.Fils NIP. 150 241 817 NIP. 150 262 447

Pembimbing

Dr. Suwarno Imam S NIP. 150 033 254

Page 4: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt. Kepada-Nya semua makhluk tunduk atas

keperkasaan kuasa-Nya, dan semua hamba saleh mengabdikan diri di hadapan

keagungan kehendak-Nya. Salawat dan salam semoga terus tercurah bagi baginda

Muhammad saw., para keluarga, segenap sahabat, dan semua pengikutnya yang setia.

Dengan rahmat dan inayah-Nya, akhirnya penulisan skripsi ini dapat

dirampungkan, meski jalan yang ditempuh begitu panjang, yang kadang menikung

dan mendaki, bahkan tak jarang berbalik arah dan berhenti. astaghfirullâhal-‘azhîm.

Penulis menyadari, skripsi ini tak mungkin terwujud tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

menanamkan jasa dan kebaikan budi kepada penulis.

Pertama, Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, selaku Dekan fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kedua, Bapak Dr. Suwarno Imam S, yang telah membimbing dan mengarahkan

penulisan skripsi ini. Keindahan akhlak dan keteguhan prinsip yang beliau tunjukkan

kepada penulis selama ini telah menanamkan benih-benih kebajikan dan kesabaran

serta menyuburkannya. Sungguh!

Page 5: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Ketiga, Bapak Drs. Harun Rasyid, MA, selaku Direktur Program Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya, penulis layak menyampaikan salam hormat dan takzim kepada

Bapak, Ibu dan para dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, atas semua pengajaran, bimbingan, pelayanan, dan

kemudahan yang mereka berikan kepada penulis selama menempuh studi S1 pada

jurusan Aqidah Filsafat. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada

Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Utama Universitas

Indonesia, dan lembaga-lembaga lain yang telah meminjamkan berbagai referensi

yang penulis butuhkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

Secara khusus, ungkapan syukur dan salam takzim wajib penulis haturkan

kepada ayahanda Moch. Hariri dan ibunda Siti Masrifah. Merekalah yang telah

mendidik dan menghaluskan budi penulis melalui sikap, ajaran, dan nasihat yang

bijak. Penulis berdoa: semoga pendidikan budi pekerti yang mereka tanamkan kepada

penulis sejak kecil hingga dewasa akan berbalas rahmat Allah di sisi-Nya kelak.

Kepada Aa Oleh dan Mba Nuni. Terima kasih dan salam maaf untuk ‘maret’ ini.

Mereka dengan ikhlas telah memecahkan konsentrasi pemikirannya untuk

keberhasilan penyusunan skripsi ini, di tengah rencana menghiasi hubungan dengan

ijab qabul. Semoga “kang cinipta dadi, kang sinedya ana, kang kinarsan teka, saka

parmaning kang kawasa”. Hormat dan terima kasih penulis kepada Aa Iyan dan Mba

Yeti, yang telah mengorbankan segala sesuatunya untuk penulis. Semoga Allah

Page 6: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

membalas budi baik mereka dengan rahmat-Nya. Kepada Ade Masruri (adik), “kamu

harus lebih baik dari yang telah ada”. Serta seluruh keluarga besar Mbah Kuseri.

“makasih atas doa dan suntikan spiritnya”, Meski tak disebut pertama kali, untuk

“gadis sempurnaku” neng Euis Nurmalisa yang selalu mengingatkan penulis untuk

segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semua kasih sayang dan

perhatiannya yang tulus kepada penulis. I love you tentunya!

Kepada semua dermawan dan “sahabat sempurna” yang telah membantu

penyelesaian skripsi ini, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya. Kholid Basyaroh (Angel From Demak), “thank’s for everythink”, Fadli,

Syaumi, CK, Erwin, Ajay, Rohman, Zaenal, Ozy, Asri. (“Friend Will Be Friend”).

“Gadis-gadis sempurna” AE, Alexandria, Ni’mah, Iik, Musse, Ariesta, Hamdah,

Anni, Vega, Luna, dan banyak lagi yang tak bisa disebutkan satu per satu. Serta tidak

lupa kepada teman-teman seangkatan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan

Aqidah Filsafat, Tafsir Hadist, Sosiologi Agama, PPI, kenangan indah dan

kebersamaan kita tak akan terlupakan. Dan kepada semua yang belum sempat tertulis,

terima kasih banyak.

Jakarta, 15 Shafar 1428 H. 5 Maret 2007 M.

Salam takzim,

Amriluddin

Page 7: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

DAFTAR ISI

Halaman

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 6

D. Metodologi Penelitan ....................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 8

BAB II KONSEP MANUSIA MENURUT IBN AL-‘ARABI ...................... 10

A. Riwayat Hidup dan Karya-karya Ibn al-‘Arabi ............................... 10

B. Konsep Ibn al-‘Arabi Tentang Manusia .......................................... 17

1. Penciptaan Manusia .................................................................. 17

2. Insan kamil ................................................................................ 24

BAB III KONSEP MANUSIA MENURUT RANGGAWARSITA ............... 31

Page 8: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

A. Riwayat Hidup dan Karya-karya Ranggawarsita............................. 31

B. Konsep Ranggawarsita Tentang Manusia........................................ 36

1. Penciptaan Manusia .................................................................. 36

2. Insan kamil ................................................................................ 47

BAB IV KONSEP MANUSIA MENURUT IBN AL-‘ARABI DAN

RANGGAWARSITA : STUDI PERBANDINGAN ........................ 52

1. Penciptaan Manusia .................................................................. 54

2. Insan kamil ................................................................................ 57

BAB V KESIMPULAN..................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 65

Page 9: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

PEDOMAN TRANSLITERASI

Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman Akademik

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007,

sebagaimana dijelaskan di bawah:

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan … ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan ye ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengangaris bawah ص

d de dengangaris bawah ض

t te dengangaris bawah ط

Page 10: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

z zet dengangaris bawah ظ

koma terbalik di atas, menghadap ke kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ‘ ء

y ye ي

Vokal

Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal

tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah ـــــَ

i kasrah ـــــِ

u dammah ـــــُ

Page 11: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ـــــَ ي

au a dan u و ـــــُ

Vokal panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harkat dan huruf, adalah sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــَـا

î i dengan topi di atas ـِــْي

û u dengan topi di atas ـُــْو

Page 12: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang menjadi bahan pembicaraan

banyak kalangan. Manusia merupakan makhluk satu wujud dua dimensi yang terdiri

dari jasmani dan rohani. Di dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui adanya Tuhan

dan keesaan-Nya, memiliki kebebasan, terpercaya (amanah), tanggung jawab, dan

kecenderungan ke arah kebaikan. Oleh karena itu sebagai kenyataan fisik-material

terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu komposisi yang menunjukkan

eksistensinya secara fisik dan biologis.1

Untuk itu Allah menciptakan manusia dengan disertai dua dimensi. Dimensi

lahir dan dimensi batin. Dimensi lahir, termanifestasikan pada raga, mulai dari kepala

hingga ke kaki. Sedangkan dimensi yang kedua adalah batin. Dimensi ini

termanifestasikan pada jiwa. Jiwa inilah aspek substansi pada kejadian manusia,

karena jiwa adalah pengendali dari semua gerak gerik dan tingkah laku manusia,

sedangkan raga adalah sarana untuk menggerakkan tingkah laku itu.

1 Bayraktar Bayrakli, Eksistensi Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 13

Page 13: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Jiwa yang sengaja diciptakan Allah untuk manusia yang bertujuan untuk

merealisasikan suatu beban amanah dari Allah sebagai pengemban tugas khalifah,

karena manusia diciptakan Allah sebagai wakil-Nya di bumi untuk mengelola dan

menjaga stabilitas alam. Selain itu juga manusia diciptakan sebagai pengemban

amanah untuk melaksanakan tugas sebagai hamba.

Dari keistimewaannya manusia diberikan karakter semi samawi-duniawi yang

di dalamnya ditanamkan sifat mengakui Tuhan dan keesaan-Nya, memiliki

kebebasan, terpercaya, rasa tanggung jawab, juga dibekali dengan kecenderungan ke

arah kebaikan dan kejahatan.2 Namun kesempurnaan manusia tidak dimiliki oleh

semua orang, tetapi hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu saja, yaitu orang-

orang yang bertakwa kepada Allah. Sedangkan orang-orang yang bertakwa ialah

orang-orang yang banyak menyerap sifat-sifat ketuhanan. Karena mereka berakhlak

dengan akhlak Tuhan, maka merekapun memiliki citra ilahi pada jati diri mereka.

Sedangkan bagi orang-orang yang tidak menyerap dan mencerminkan akhlak Tuhan,

maka mereka akan diturunkan derajatnya ke tempat yang serendah-rendahnya.

Karena mereka orang-orang yang mementingkan ego dibanding amanah yang telah

dibebankannya dari Tuhannya. Namun tempat serendah-rendahnya juga bukanlah

suatu hal yang ilahi bagi orang-orang yang ingin menempati tempat yang sempurna di

sisi-Nya. Karena untuk mencapai tempat kesempurnaan orang harus menempuh jalan

ilahi, yaitu jalan yang digariskan dalam suatu tatanan iman dan amal saleh. Maka,

2 Mustofa, Ahmad. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. Ke-2, h.14

Page 14: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

terciptalah dalam hal ini relasi Tuhan dan manusia. Relasi ini bersifat bilateral, dalam

pengertian timbal balik.

Dengan adanya relasi Tuhan dan manusia, menjadikan manusia sebagai satu-

satunya makhluk yang dapat berhubungan dan memiliki derajat sempurna. Inilah

makna tujuan dan kesempurnaan manusia sebagai khalifah Allah. Untuk menuju

kepada kesempurnaan manusia diperlukan jalan untuk dekat dengan Tuhan yang

disebut mistisisme atau tasawuf (sufisme).

Sufisme dalam Islam adalah sebuah penyerahan diri yang bertujuan untuk

mendekatkan diri dengan sedekat-dekatnya kepada Tuhan melalui penyucian jiwa

dari segala kotoran rohani. Sebagaimana mistisisme (sufisme) dalam Islam mistik

juga terdapat dalam aliran kebatinan.

Kebatinan adalah yang di dalam, yang sulit, yang tersembunyi. Batin itu

dipakai untuk menunjukkan sifat, dengan sifat batin itu manusia merasa dirinya lepas

dari segala yang semu. Batin juga dipergunakan sebagai sifat keunggulan terhadap

perbuatan lahir.3 Untuk mencapai kesatuan dengan Zat Hidup, manusia harus

mengatasi segi-segi badaniahnya. Aliran kebatinan justru mengajarkan bagaimana hal

itu dapat dilakukan. Kebatinan menjadi pengetahuan tentang "alam atas", suatu ilmu

yang mempelajari kenyataan bahwa manusia batin dapat langsung berhubungan

dengan Tuhan. Berdasarkan teori kebatinan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

3 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan jawa,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 84.

Page 15: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

kebatinan tak lain adalah mistik murni yang membuka pengetahuan dan pengalaman

individual langsung dengan Tuhan. Oleh karena itu, pada dasarnya kebatinan itu

mistik.4

Masuknya Islam ke Jawa, tidak akan terlepas dari pembicaraan mistik, karena

dengan unsur mistik, Islam dapat diterima dan berkembang dengan pesat di Jawa.

Sementara masyarakat Jawa adalah masyarakat yang memiliki pola pikir dan tingkah

laku Animisme dan Dinamisme. Pola pikir dan tingkah laku ini begitu mengakar dan

sulit untuk digantikan dengan pola pikir yang baru.

Mistisisme dalam Islam telah melahirkan sejumlah tokoh, antara lain seperti

pada sufisme diwakili Ibn al-‘Arabi dan kebatinan diwakili Ranggawarsita. Kedua

tokoh ini pada dasarnya memiliki perbedaan dan kesamaan pemikiran dalam konsep

manusia. Ibn al-‘Arabi misalnya, lebih menonjolkan pemikirannya pada nuansa

falsafi, karena memang ia memiliki latar belakang pendidikan filsafat, selain ilmu-

ilmu yang lain, pada masa pencarian ilmunya. Sedangkan Ranggawarsita

menonjolkan ajaran kebatinan Jawa, karena memang pemikirannya adalah

representasi kalangan kebatinan Jawa yang bernuansa mitologis.

Adapun Ibn al-‘Arabi, sebagai tokoh sufi telah mencetuskan wahdatul wujud

sebagai pangkal dari konsep manusianya. Konsep ini tentu memiliki nuansa mistis

falsafi yang selanjutnya dikembangkan oleh para pendukungnya, seperti al-Jili (1365-

4 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, h. 88.

Page 16: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

1366 M.) dan al-Burhanpuri yang pada perkembangannya ajaran ini banyak dipelajari

oleh para ulama sufi di Nusantara.

Ajaran martabat tujuh yang berkembang di Jawa, tampak jelas pengaruhnya di

dalam Serat Centini dan Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita. Ajaran martabat

tujuh sebenarnya berasal dari kitab al-Tuhfah al-mursalah ila ruh al-nabi karya Ibn

al-Fadlillah al- Burhanpuri (w. 1620 M) seorang sufi India. Pada Akhir abad ke-16

sampai pertengahan pertama abad ke-17, di Sumatra bagian utara terdapat dua orang

tokoh sufi yang terkenal, penganut paham wujudiyah, yaitu Hamzah Fansuri (wafat

sebelum 1607 M) dan Syamsuddin Sumatrani atau Syamsuddin Pasai (wafat 1630

M). Meskipun ajaran martabat tujuh termasuk ajaran wujudiyah, tetapi berbeda

dengan ajaran wujudiyah yang di anut Hamzah Fansuri. Ajaran wujudiyah Hamzah

Fansuri berkaitan dengan ajaran sufi Arab dan Persia, terutama Bayazid al-Bustani

dan al-Hallaj juga Ibn al-‘Arabi. Berbeda dengan ajaran wujudiyah dalam martabat

tujuh yang ditimbulkan oleh al-Burhanpuri yang ke dalamnya masuk pengaruh India.5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Skripsi ini berjudul “Konsep Manusia Menurut Ibn Al-‘Arabi Dan

Ranggawarsita” (Studi Perbandingan). Ibn al-'Arabi adalah seorang mistikus,

sehingga ia bisa memfilsafatkan pengalaman batinnya ke dalam suatu pandangan

dunia metafisis maha besar sebagaimana terlihat dalam berbagai karyanya, di

antaranya: Futûhât al-Makkiyah, Fusûs al-Hikam, akan terlihat bahwa pemikirannya

5 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, h.177-178.

Page 17: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

banyak mempengaruhi para sufi dan menjalar kemana-mana dan menjadi dominan

dalam perkembangan Sufisme di seluruh dunia Islam.

Ranggawarsita adalah seorang pujangga yang banyak menyusun karya-karya

yang berbentuk prosa, di antaranya: Serat Wirid Hidayat Jati, Paramayoga, Pustaka

Raja, Serat Makrifat. Dari karya-karya Ranggawarsita, akan terlihat bahwa

pemikirannya banyak dipengaruhi oleh paham Islam kejawen, dan tradisi Hindu-

Jawa. Pembahasan dan pemikirannya terpusat untuk merumuskan kembali pokok-

pokok pemikiran yang terdapat dalam pembendaharaan kepustakaan Islam kejawen

yaitu ajaran islam yang diterapkan dengan budaya Jawa, sehingga karya-karya

Ranggawarsita pada umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran dan

tradisi Hindu-Jawa dengan ajaran Islam kejawen. Karena itu, batasan masalah dalam

skripsi ini hanya memfokuskan pada konsep manusia menurut Ibn al-'Arabi dan

Ranggawarsita. Berdasarkan dasar tersebut masalahnya dapat dirumuskan sebagai

berikut; Bagaimanakah konsep manusia menurut Ibn al-'Arabi dan Ranggawarsita?.

C. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian yang

komperhensif mengenai konsep manusia menurut pemikiran Ibn al-‘Arabi dan

pemikiran Ranggawarsita. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui studi

perbandingan ini tentang konsep manusia menurut Ibn al-‘Arabi dan Ranggawarsita,

adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara paham kedua tokoh

tersebut.

Page 18: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

D. Metodologi Penelitian

Skripsi ini didasarkan pada informasi-informasi dan data-data akurat. Untuk

mendapatkan data-data tersebut, penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library

research), sumber yang didapatkan dalam skripsi ini berupa sumber primer maupun

sekunder.6 Sumber primer dalam skripsi ini adalah literatur mengenai pandangan

tentang manusia Ibn al-‘Arabi dan Ranggawarsita seperti: Ibn al-‘Arabi, al-Futuhat

al-Makkiyah, jilid I, ed. Osmar Yahya, (Kairo: al-Hai,at al-Mishiriyyat al-‘Ammah Li

al-Kitab, 1972) dan Ibn al-‘Arabi, Fusus al-Hikam, jilid I, ed. A. Afifi, (Beirut: Dar

al-Kutub al-‘Arabi,1946) dan Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, terj. Simuh,

(surakarta: Administrasi Jawi Kandha,1908). Maupun yang bersifat sekunder seperti

buku: Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina,

1995), Yunasril, Ali, Manusia Citra Illahi, (Jakarta: Paramadina,1997), Nasution,

Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), Imam S

Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan jawa, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi

Ranggawarsita, Jakarta: UI Press,1988, dan lain-lain sebagai sumber penunjang.

Dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan metode analitis kritis,

yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti gagasan atau produk pemikiran

manusia yang terdapat dalam sumber primer maupun sekunder, yang dimaksudkan

untuk mendeskripsikan objek dan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam

6 Mastuhu dan Ridwan M, Deden, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antara

Disiplin Ilmu, (Bandung: Penerbit Nuansa, 1998), cet. 1, H. 53.

Page 19: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

skripsi ini secara jelas.7 Selanjutnya penulis melakukan studi analitik dalam bentuk

perbandingan terhadap konsep manusia menurut pemikiran Ibn al-’Arabi dan

Ranggawarsita, sehingga dapat ditemukan persamaan dan perbedaan konsep manusia

menurut keduanya.

Adapun tehnik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2006/2007.

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini, maka

Penulis membagi tulisan ini dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I Merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah , tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II adalah konsep Ibn al- ‘arabi tentang manusia yang meliputi, riwayat

hidup, karya-karya dan konsep tentang manusia.

Bab III adalah konsep Ranggawarsita tentang manusia yang berisi, riwayat

hidup, karya-karya dan konsep tentang manusia.

7 Mastuhu dan Ridwan M, Deden, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antara

Disiplin Ilmu, (Bandung: Penerbit Nuansa, 1998), cet. 1, H. 46

Page 20: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Bab IV adalah bagian akhir dari pembahasan yang berisi perbandingan antara

konsep manusia dalam pandangan Ibn al-‘Arabi dan konsep manusia dalam

pandangan Ranggawarsita.

Bab V adalah penutup yang berupa kesimpulan dan saran penulis.

Page 21: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

BAB II

KONSEP MANUSIA MENURUT IBN AL-‘ARABI

A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn al-‘Arabi al-Ta’i al-Hatimi seorang

sufi termasyhur dari Andalusia. Ia dilahirkan pada 17 Ramadhan 560 H, bertepatan

dengan 28 Juli 1165 M, di Mursia, Spanyol bagian Tenggara. Pada waktu

kelahirannya Mursia diperintah oleh Muhammad ibn Sa’id ibn Mardanisy.8

Sufi ini adalah seorang keturunan suku Arab kuno Tayy. Ia lebih dikenal

dengan nama ibn al-‘Arabi (dengan al-), atau Ibn ‘Arabi (tanpa al-) untuk

membedakannya dengan ibn al-‘Arabi yang lain. Dua gelarnya yang paling masyhur

ialah Muhyi al-Din (“Penghidup Agama”) dan al-Syaikh al-Akbar (“Syaikh

Terbesar”); gelar terakhir tampaknya lebih terkenal daripada gelar yang pertama.

Keluarganya sangat taat beragama. Ayahnya dan tiga orang pamannya adalah sufi.9

Ketika dinasti al-Muwahhidin menaklukkan Mursia pada tahun 567 H/1172

M, Ibn al-‘Arabi dan keluarganya pindah ke Seville, tempat ayahnya diberi pekerjaan

pada dinas pemerintahan atas kebaikan Abu Ya’kub Yusuf penguasa Daulat al-

8 Kautsar Azhari, Ibn al-‘Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina, 1995), cet.I, h. 17.

9 Stephen Hirtenstein, Dari Keberagaman Ke Kesatuan Wujud: Ajaran-ajaran dan Kehidupan Spiritual Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi, terj. Tri Wibowo Santoso, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 43-44.

Page 22: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Muwahhidin pada saat itu. Sejak menetap di Seville ketika berusia delapan tahun, Ibn

al-‘Arabi memulai pendidikan formalnya. Di kota pusat ilmu pengetahuan itu, di

bawah bimbingan sarjana-sarjana terkenal ia mempelajari al-Qur’an dan tafsirnya,

hadits, fiqih, teologi dan filsafat skolastik. Keberhasilan Ibn al-‘Arabi dalam

pendidikannya mengantarnya kepada kedudukan sebagai sekertaris Gubernur Seville.

Pada periode itu ia menikahi seorang wanita muda yang saleh, bernama Maryam.10

Suasana kehidupan guru-guru sufi dan keikut sertaan isterinya itu dalam

keinginannya mengikuti jalan sufi adalah faktor kondusif yang mempercepat

pembentukan diri Ibn al-‘Arabi menjadi seorang sufi.11

Selama menetap di Seville, Ibn al-‘Arabi muda sering melakukan perjalanan

ke berbagai tempat di Spanyol dan Afrika Utara. Kesempatan itu dimanfaatkannya

untuk mengunjungi para sufi dan sarjana terkemuka. Salah satu kunjungannya yang

sangat mengesankan ialah ketika berjumpa dengan Ibn Rusyd di Kordova.

Percakapannya dengan filsuf besar ini membuktikan kecemerlangannya yang luar

biasa dalam wawasan spiritual dan intelektual.12

Ibn al-‘Arabi adalah seorang mistikus yang sekaligus seorang guru filsafat

peripatetik, sehingga ia telah memfilsafatkan pengalaman spiritual batinnya ke dalam

suatu pandangan dunia metafisis terbesar sebagaimana terlihat dalam hubungan

dengan struktur metafisiknya dalam wahdat al-wujud.

10 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 18

11 A. E. Afifi. Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi, terj. Sjahrir Mawi dan Nandi Rahman, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1989) h. 15. 12 Tafsazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, terj. Ahmad Rofi’ utsmani, (Bandung: Pustaka, 1985) Cet. Ke-1, h. 14.

Page 23: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Situasi religio-politis menyebabkan Ibn al-‘Arabi meninggalkan negeri

kelahirannya, Spanyol, dan Afrika Utara. Di Afrika Utara, para penguasa al-

Muwahhidin mengancam akan menyiksa para sufi karena mereka dicurigai

menggerakkan tarekat-tarekat, mengadakan perlawanan terhadap rezim yang

berkuasa. Maka, pada 598 H/1201 M bersama Muhammad al-Hasar ia melanjutkan

perjalanannya dari Tunis ke Mesir, kemudian pada tahun itu juga Ibn al-‘Arabi

melanjutkan perjalanannya sendirian ke Makkah. Keberangkatan Ibn al-‘Arabi ke

Makkah mengakhiri fase pertama kehidupannya, yang merupakan fase persiapan dan

sekaligus pembentukan dirinya sebagai sufi. Hampir seperdua umurnya dihabiskan

dalam fase itu. Kepindahannya ke kota suci pertama umat Islam ini menandai

permulaan fase kedua. Fase kedua adalah fase peningkatan dan berlangsung sejak 598

H/1201 M sampai 620 H/1223 M. Pada fase kedua ini ia melakukan pengembaraan

ke berbagai tempat di Timur Dekat.13

Ibn al-‘Arabi sampai di Makkah di penghujung tahun 598 H pertengahan 1202

M. Di kota suci ini, kemasyhurannya tersebar dengan cepat. Ia disambut dan diterima

dengan kehormatan oleh warga paling berpengaruh dan terpelajar di kota ini. Yang

paling besar perhatiannya pada Ibn al-‘Arabi ialah Abu Syaja Zahir ibn Rustam dan

putrinya, Nizam. Bagi Ibn al-‘Arabi Nizam laksana Beatrice bagi Dance sebagai

manifestasi duniawi, tokoh teofanik, dari Sophia aeterna. Perempuan itu telah

13 Stephen Hirtenstein, Dari Keberagaman Ke Kesatuan Wujud, h. 46

Page 24: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

mengilhami Ibn al-‘Arabi untuk menulis sekumpulan puisi yang sangat indah,

Turjuman al-Asywaq.14

Selama menetap di Makkah, Ibn al-‘Arabi mempergunakan banyak waktu

untuk belajar dan menulis. Pada masa itu, ia mulai menulis karya ensiklopedi

monumentalnya al-Futuhat al-Makkiyyah. Ia juga menyelesaikan empat karyanya

yang lebih pendek: Misykatal-Anwar, Hilyat al-Abdal, Taj al-Rasa’il, dan Ruh al-

Quds.15

Dari tahun 601 H/1204 M sampai 604 H/1207 M, Ibn al-‘Arabi mengunjungi

kota Madinah, Yerusalem, Baghdad, Mosul, Konya, Damaskus, Hebron, dan Kairo.

Pada umumnya ia tinggal tidak lama di kota-kota yang dikunjunginya, kecuali di

Mosul ia tinggal selama satu tahun, ia menulis al-Tanazzulat al-Mawsiliyyah. Dan di

Kairo ia tinggal selama satu tahun pula.16

Pada tahun 607 H/1210 M ia pergi ke Asia Kecil melalui Alepo, ia sampai di

Konya atau Quniyah. Pengaruhnya menyebar dengan cepat di kalangan para sufi dan

menjalar ke mana-mana dan menjadi dominan dalam perkembangan Sufisme di

seluruh dunia Islam sampai hari ini. Dari Konya ia meneruskan perjalanannya ke arah

Timur menuju Armenia dan ke arah Selatan ke lembah Eufrat dan sampai Baghdad

pada tahun 608 H/1211 M.

14 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 20 15 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 21 16 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 22

Page 25: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Akhirnya Ibn al-‘Arabi memutuskan untuk memilih Damaskus sebagai tempat

menetap sampai akhir hayatnya. Keputusannya itu diambilnya untuk memanfaatkan

ajakan penguasa Damaskus saat itu, al-Malik al-‘adil (w. 625 H/1227 M), untuk

tinggal di kota itu. Raja tersebut dan anaknya, al-malik al-Asyraf, sangat

menghormati Ibn al-‘Arabi. Ia mulai menetap di Damaskus pada tahun 620 H/1223

M. sejak tahun itu fase ketiga dan terakhir kehidupannya mulai dan berlangsung

selama delapanbelas tahun menurut perhitungan tahun lunar, atau tujuhbelas tahun

menurut perhitungan tahun solar. Fase terakhir itu adalah fase kematangan kehidupan

spiritual dan intelektualnya sebagai seorang sufi.17

Ibn al-‘Arabi wafat pada 22 Rabi’al-Tsani 638 H/ November 1240 M di

Damaskus. Kadi kepala Ibn al-Zaki dan dua muridnya ikut melaksanakan upacara

pemakamannya. Ia dimakamkan di Salihiyyah, di kaki Bukit Qasiyun di bagian Utara

kota Damaskus, di tempat yang sering dikunjungi kaum muslim karena mereka

menganggap tempat itu disucikan semua nabi, khususnya al-Khadir.18 Sejak Syaikh

terbesar ini dimakamkan di sana, tempat itu makin sering dikunjungi orang.

17 A. E. Afifi. Filsafat Mistis, h. 2-3 18 Stephen Hirtenstein, Dari Keberagaman Ke Kesatuan Wujud, h. 47

Page 26: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Karya-karya Ibn al-’Arabi

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang berapa banyak karya tulis Ibn al-

’Arabi. Tetapi, umumnya mereka sependapat bahwa Ibn al-’Arabi telah

meninggalkan ratusan karya tulis. Sebagian karya tulisnya sudah hilang, yang masih

tinggal, sebagian masih berbentuk manuskrip,19 bertebaran di berbagai perpustakaan

dunia Islam dan Eropa. Hanya sebagian kecil di antara manuskrip yang sudah diedit

dan diterbitkan. Karya-karya Ibn al-’Arabi ditulis dalam bentuk artikel-artikel, buku-

buku kecil, risalah-risalah yang terdiri dari beberapa halaman, ada pula yang berupa

ensiklopedia.20 C. Brockelmann mencatat tidak kurang dari 239 karya. Osman Yahia,

dalam karya bibliografisnya yang sangat berharga, menyebut 846 judul dan

menyimpulkan bahwa di antaranya hanya sekitar 700 yang asli, dan dari yang asli itu

hanya 400 yang masih ada. Ibn al-’Arabi sendiri pernah menyebutkan 289 judul.21

Yang kecil ditulis dalam sebuah buku tulis, yang besar lebih dari seratus jilid, yang

lainnya di antara keduanya. Abdur Rahman Jami’, pengarang kitab Nafahat al-Ins,

menyebutkan bahwa Ibn al-’Arabi telah menulis sebanyak 500 buah kitab dan risalah.

Al-Sha’rani, di dalam kitabnya al-Yawaqit wa al-Jawahir, menyebutkan 400 buah

kitab.22

19A. E. Afifi,. Filsafat Mistis , h. 3 20 Zainun Kamal, ”Ibn Arabi dan Paham Wahdat al-Wujud”, dalam: Refleksi Jurnal Kajian

Agama dan Filsafat, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998), vol. I, no 1, h. 45.

21 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 17. 22 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 48.

Page 27: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Dua karya Ibn al-’Arabi yang paling penting dan paling termasyhur ialah al-

Futuhatu al-Makkiyyah dan Fusus al-Hikam. Ia mengaku bahwa kitab al-Futuhatu al-

Makkiyah didiktekan Tuhan melalui malaikat yang menyampaikan ilham. Karya ini

mulai disusun di Makkah pada tahun 598 H/1202 M, dan selesai di Damaskus pada

tahun 629 H/1231 M. Karya yang terdiri dari 560 bab ini mengandung uraian-uraian

tentang prinsip-prinsip metafisika, berbagai ilmu keagamaan dan juga penglaman-

pengalaman spiritual Ibn al-’Arabi. Kitab Fusus al-Hikam, adalah karya Ibn al-’Arabi

yang paling banyak dibaca, paling berpengaruh dan paling termasyhur. karya ini

disusunnya pada tahun 627 H/1230 M, sepuluh tahun sebelum wafat. Menurut

pengakuannya karya ini diterimanya dari Nabi saw, tanpa adanya pengurangan dan

penambahan sedikitpun, yang menyuruh agar ia menyebarkannya kepada umat

manusia supaya mereka mengambil manfaat darinya. Karya ini mengandung

duapuluh tujuh bab, setiap bab memakai nama seorang Nabi untuk judulnya sesuai

dengan bentuk kebijaksanaan (hikmah).23

Kitab-kitab lain yang tidak diketahui secara pasti tempat penulisannya,

karena Ibn al-’Arabi banyak berkelana, antara lain: Musyahadah al-Asrar (Melihat

Rahasia-Rahasia), al-Misbah Fi al-Jami’ bain al-Sihah Fi al-Hadis (Penerang Untuk

Mengumpulkan Hadis-Hadis Sahih), al-Jam’u wa al-Tafsil Asraru Ma’ani al-Tanzil

(Koleksi dan Uraian-Uraian Rahasia-Rahasia yang Dikandung Al-Qur’an), al-

Futuhat al-Madaniyyah (Penaklukan Madinah), Al- Tadbirat al-Ilahiyyah

(Pengaturan Tuhan), Tafsir al-Syaikh al-Akbar (Tafsir Simbolis al-Qur’an, versi 23 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 25-26

Page 28: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

sufi), Sirr Asma’ Allah al-Husna (Rahasia Dalam Asma’ul Husna), Asrar al-Qulub

al-’Arifin (Rahasia-Rahasia Dalam Kalbu Orang-Orang Yang Arif), al-Hikmah al-

Ilahiyyah (Hikmah Tuhan), al-Jadwat al-Muqtabisat (Anugerah Yang Diperoleh),

al—Isra’ Ila maqam al-Asra (Perjalanan Ke Tempat Yang Mulia), dan Fada’il ’Abd

al-a Aziz al-Mahdawi (Kelebihan-Kelebihan Abdul Aziz al-Mahdawai).24

B. Konsep tentang Manusia

1. Penciptaan Manusia

Ibn al-‘Arabi mengawali pembicaraan manusia dengan penciptaan Tuhan

terhadap alam. Menurutnya Allah menciptakan alam disebabkan oleh kesendirian-

Nya. Sendiri di dalam Zat-Nya Yang Mulia. Dalam kesendirian-Nya Ia melihat diri-

Nya Yang Maha Sempurna, sehingga Ia mencintai diri-Nya sendiri, maka Ia ingin

dikenal oleh selain-Nya. Keadaan seperti ini merupakan keadaan kesedihan Tuhan.

Kesedihan dimana Ia rindu untuk disingkapkan dalam bentuk manifestasi terhadap

diri-Nya.25 Istilah seperti ini sering disebut dengan tajalli. (menampakkan,

mengejawantah, manifestasi).

Kata tajalli merupakan sinonim dari kata ”emanasi” dalam istilah yang

digunakan oleh Plotinus. Tetapi ”emanasi” Ibn al-’Arabi berbeda dengan ”emanasi”

Plotinus, yang mengajarkan bahwa Yang Esa melimpahkan sesuatu, yang selanjutnya

melimpahkan sesuatu yang lain, dan seterusnya dalam bentuk suatu rangkaian.

24 Rahardjo, Dawam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 1999), h. 150. 25 Henry Corbin, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibn ‘Arabi, (New Jersey: Princetion University

Press, 1997), h. 184.

Page 29: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

”Emanasi” bagi Ibn al-’Arabi berarti tajalli, penampakan al-Haqq dalam bentuk yang

berbeda-beda, dari yang kurang kongkrit kepada yang lebih kongkrit. Realitas yang

satu dan sama menampakkan diri-Nya secara langsung dalam bentuk-bentuk segala

sesuatu yang berbeda-beda.26

Adapun tajalli Tuhan dalam pandangan Ibn al-‘Arabi melalui dua cara: cara

pertama mengambil bentuk tajalli ghaib atau tajalli dzati, yang berbentuk penciptaan

potensi, dan kedua tajalli syuhudi (penampakkan diri secara nyata), yang mengambil

bentuk penampakkan diri dalam citra tertentu. Tajalli dalam bentuk pertama, secara

intrinsik, hanya terjadi di dalam esensi Tuhan sendiri. Oleh karena itu, wujudnya

tidak berbeda dengan esensi Tuhan itu sendiri, karena ia tidak lebih dari suatu proses

ilmu Tuhan dalam esensi-Nya sendiri. Sedangkan tajalli dalam bentuk kedua ialah

ketika potensi-potensi yang ada di dalam esensi mengambil bentuk aktual dalam

berbagai fenomena dan alam semesta.27

Tuhan menciptakan manusia melalui beberapa tahap tajalli dan martabat.

Sedangkan penciptaan manusia merupakan tujuan dari diciptakannya makhluk,

karena Tuhan menciptakan makhluk untuk mengetahui dan untuk dikenalnya diri-

Nya oleh selain-Nya. Makhluk yang bisa mengenal-Nya dengan baik, bisa

berhubungan dengan baik dan bisa bercinta kasih dengan baik adalah insan kamil

(manusia sempurna), dan insan kamil adalah citra Tuhan yang paling sempurna.

Untuk itu Tuhan dapat melihat citra diri-Nya dengan sempurna melalui insan kamil

(manusia sempurna). Dengan kata lain, insan kamil (manusia sempurna) adalah

26 Kautsar Azhari Noer, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 61. 27 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 60

Page 30: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

cermin dari Tuhan yang paling bening. Jadi tujuan diciptakannya alam adalah untuk

menciptakan manusia dalam hal ini manusia sempurna (insan kamil).28

Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki eksistensi. Mulai dari

eksistensi yang paling terang benderang hingga yang paling gelap gulita. Mereka

diciptakan dari ruh Tuhan yang bersinar, kemudian ditiupkan pada tanah dunia yang

gelap. Ruh Tuhan yang ditiupkan pada manusia memiliki sifat kemalaikatan, seperti

pencahayaan, kelembutan, kesadaran dan kesatuan.29 Untuk itulah manusia yang

pantas menjadi makhluk yang paling sempurna, bukannya makhluk lain. Maka,

Tuhan pun menciptakannya menurut bentuk-Nya, maka, Ia menciptakannya sesuai

dengan semua nama-nama-Nya. Inilah salah satu interpretasi atas ayat al-Qur’an yang

mengatakan, bahwa Tuhan mengajari Adam semua nama-nama. “Wa allama adama

al-asmaa kullaha…”30. Jika Adam diciptakan tidak menurut semua nama-nama

Tuhan, hanya salah satunya saja, maka manusia hanya bisa bersifat salah satu dari

nama jalal atau jamal-Nya saja.

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diciptakan dari ruh Tuhan yang

ditiupkan pada tanah yang gelap,31 sehingga mereka adalah perpaduan antara cahaya

eksistensi yang intens dan kesadaran dengan kegelapan debu yang rendah. Ruh Tuhan

yang ditiupkan pada manusia memiliki sifat kemalaikatan, seperti pencahayaan,

kelembutan, kesadaran dan kesatuan. Untuk itulah manusia pantas menjadi makhluk

28 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 56-57.

29 William, C. Chittick Tuhan Sejati dan Tuhan-Tuhan Palsu, terj. Ahmad Nidjam, et.al., (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001) h. 17.

30 Lihat Q. S. 2:31 31 Lihat Q. S. 15: 28-29

Page 31: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

yang paling sempurna dibanding makhluk lain. Maka, Tuhan pun menciptakannya

menurut bentuk-Nya, “Inna allaha khalaqa adama ‘ala suratihi”.32 Allah

menciptakan Adam menurut bentuk-Nya. Oleh karena itu, Ia menciptakan Adam

(manusia) sesuai dengan nama Tuhan. Inilah salah satu interpretasi atas ayat al-

Qur’an yang mengatakan, bahwa Tuhan mengajari Adam semua nama-nama. Akan

tetapi, dari semua nama yang telah diberikan kepada manusia, semuanya hanya

bersifat potensial, atau fitrah secara kejadiannya. Untuk itu banyak di antara manusia

yang justru tidak mengenal asma-asma-Nya. Sebab Tuhan menciptakan manusia

berdasarkan dua unsur. Unsur yang bersifat baik dan buruk.

Adapun manusia diciptakan dengan dua unsur, yakni unsur baik dan jahat. Ibn

al-‘Arabi pernah mengatakan:

" مامنعك أن تسجد لما خلقت بيدى؟: "فما جمع اهللا آلدم بين يد يه إالتشر يفا ولهذا قال إلبليس إبن . (وهما يدا الحق, لم وصورة الحقصورة العا: وما هو إالعين جمعة بين الصورتين

33)العربي

Allah menyatukan kedua tangan-Nya untuk (penciptaan) Adam semata-mata sebagai kehormatan baginya. Karena alasan ini Dia berkata kepada Iblis:”Apa yang mencegahmu melakukan sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apa yang mencegahnya adalah fakta sesungguhnya bahwa Adam menyatukan dua bentuk, bentuk alam dan bentuk al-Haqq; dan keduanya adalah dua tangan al-Haqq.34

32 Imam al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, (Beirut: Dar al-Ihya al-Turas al-‘Arabi, 1984), jilid 16, h. 166. 33 Ibn ‘Arabi, Fusus al-Hikam, ed. A. Afifi, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1946), jilid I, h. 52

34 Kautsar Azhari , Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 129

Page 32: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Menurut Ibn al-‘Arabi kalimat “kedua tangan” Tuhan memiliki arti nama-

nama Tuhan yang berlawanan. Nama-nama semisal al-Lathif (Yang Maha Halus)

berlawanan dengan al’Qahhar (Yang Maha Penindas), al-Nafi’,(Yang Member

Manfaat) berlawanan dengan al-Darr, (Yang Mendatangkan Bahaya) dan lain-

lainnya. Dua macam nama Tuhan ini saling berlawanan dengan memiliki arti

keterpaksaan, yaitu sifat yang menjuruskan pada ketidak baikan. Sedangkan arti yang

memiliki kepemurahan, yaitu sifat yang menjuruskan pada kebaikan.35

Ibn al-‘Arabi juga mengatakan:

ورآب عنصره من الخير , فانهم جعلت طينتهم من الظلمة والنور, واما ادم وبنوهفأى جوهرغلب عليه نسب .وجعلت ذاته قابلة للمعرفة والنكرة, والنفوالضر, والشر

ى وظهرت روحانيت فقد فضل عل, اليه فان عال جوهرنوره على جوهر الظلمةوظهرت جسمانيته , وان غلب جوهرظلمتة على جوهرنوره.وعال على الفلك, الملك

36)يابن العرب. (فقد فضل على الشيطان, على روحانيته Sementara itu Adam dan anak cucunya diciptakan dari tanah liat (at-

Thin) yang terdiri dari kegelapan dan cahaya. Sehingga unsurnya terdiri dari kebaikan dan keburukan serta manfaat dan bahaya. Sedangkan zat (subyek) nya diciptakan untuk sanggup menerima pengetahuan dan ketidaktahuan. Jauhar atau esensi mana yang sanggup mendominasi dalam diri manusia, maka ia akan masuk dalam kelompok tersebut. Kalau yang menang adalah jauhar cahayanya dan muncul spiritualnya (ruhaniyyah) untuk mengalahkan jasmaniyah (mental)-nya, maka ia akan sanggup mengungguli para malaikat dan akan melambung tinggi di atas orbit. Akan tetapi bila yang mendominasi dalam diri manusia adalah jauhar kegelapan, sementara jauhar cahayanya kalah dan mentalnya lebih menonjol daripada spiritualnya, maka ia masih lebih baik dari pada setan.37

35 Kautsar Azhari , Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 130

36 Ibn ‘Arabi, Fusus al-Hikam, jilid I, h. 23 37 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 126

Page 33: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Allah menciptakan manusia dengan dua macam nama-nama-Nya. Nama-nama

yang berkonotasi jalal (maha perkasa) dan jamal (maha indah). Dua macam nama ini

dari segi sifatnya saling berlawanan. Sifat-sifat jalal memiliki arti sebagai penguasa

absolut, seperti al-Qahhar (Yang Maha Penindas), al-Darr (Yang Mendatangkan

Bahaya), sedangkan sifat-sifat jamal memiliki arti sebagai keindahan dan

kepemurahan seperti al-Lathif (Yang Maha Halus), al-Nafi’ (Yang Memberi

Manfaat). Untuk itu manusia yang sanggup menggunakan nama-nama Tuhan secara

proporsional, dia adalah manusia yang berhasil menggunakan nama-nama Tuhan

seperti Tuhan menggunakan nama-nama-Nya. Manusia seperti inilah yang berhasil

menjadi manusia sempurna (insan kamil). Sedangkan manusia yang tidak dapat

menggunakan nama-nama-Nya seperti Tuhan menggunakan nama-nama-Nya, maka,

ia adalah manusia yang tidak berhasil menjadi manusia sempurna. Dia telah terglincir

dalam unsur kegelapan. Sementara unsur cahayanya tidak ia gunakan. Ia lebih

dominan pada nama-nama jalal saja. Ia tidak menggunakannya secara proporsional,

dan lebih dominan pada unsur kegelapan dibanding unsur cahayanya. Jika demikian

adanya ia lebih rendah dibanding makhluk lain.38

Ibn al-‘Arabi membagi manusia ke dalam dua macam. Pertama, manusia

yang termasuk pada golongan “hamba Tuan” yang dikenal dengan ‘arif. Ia

merupakan manusia yang memiliki jiwa yang bersih dari hawa nafsu dan ikatan

badaniah. Dia pun dapat mengetahui realitas-realitas segala sesuatu. Dia pun

38 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 82-83

Page 34: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

mengetahui Allah dari segi tajalli-Nya kepadanya, bukan dari segi nalar rasionalnya.

Ia mengetahui Allah dengan penyingkapan intuitif (kasyf) dan rasa (dzawq), bukan

dengan akal(‘aql). Kedua, manusia golongan “hamba nalar” Ia adalah manusia yang

selalu tergantung pada hawa nafsunya. Ia tidak mengenal realitas segala sesuatu yang

selalu terhijab dengan hijab yang tebal. Ia hanya mengetahui Tuhan dengan nalarnya

saja. Ia pun menundukkan hukum dengan akal. Manusia seperti inilah yang tidak bisa

membebaskan dirinya dari belenggu akal.39

Dua golongan di atas menurut Ibn al-‘Arabi memiliki istilah khusus untuk

memanggilnya. Istilah yang dipakai untuk “hamba Tuan” (‘arif) adalah al-insan al-

kamil (manusia sempurna). Sedangkan istilah yang digunakan untuk “hamba nalar”

adalah al-insan al-hayawan (manusia binatang).40

Dengan demikian manusia yang benar-benar memiliki derajat tertinggi adalah

manusia sempurna (insan kamil). Ia merupakan pengejawantahan nama-nama Tuhan

secara sejati. Manusia kategori inilah yang disandangkan oleh para rasul, nabi dan

wali. Dan semua manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk masuk dalam

kategori ini. Minimal hanya Tuhan saja yang menentukan, dan tidak berdasarkan

usaha manusia. Sedangkan untuk menjadi seorang wali semua manusia memiliki

potensi dan kesempatan untuk itu, tentunya melalui usaha yang tidak mudah.

39 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 136.

40 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 137.

Page 35: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Kesempurnaan manusia dipandang sebagai realisasi setiap kualitas dari wujud

yang tersembunyi di dalam bentuk nama-nama keTuhanan. Oleh karena itu manusia

dipandang sebagai pengesahan penuh atas perwujudan nama-nama ketuhanan, yaitu

jamal dan jalal. Dengan demikian semua kualitas wujud secara manusiawi mewujud

dalam keseimbangan dan harmoni yang sempurna.41 Oleh karena itu manusia adalah

ciptaan Tuhan yang memiliki kesempurnaan tersendiri. Ia adalah satu-satunya cermin

Tuhan yang paling bening, karena kejadiannya terdiri dari semua nama-Nya. Ia

adalah baru sekaligus azali. Baru ditinjau dari aspek badaniahnya yang berupa jasad,

dan azali ditinjau dari aspek ilahiahnya berupa ruh.

Alam diciptakan Tuhan agar Ia diketahui atau dikenal melaluinya. Ini

merupakan tujuan penciptaannya. Tetapi, tujuan tersebut tidak akan tercapai, kecuali

melalui penciptaan manusia, dalam arti, manusia adalah penyebab bagi adanya alam.

2. Insan Kamil

Konsep insan kamil dalam pandangan Ibn al-'Arabi bertolak pada

pandangannya bahwa alam semesta merupakan cermin bagi Tuhan. Tuhan adalah esa,

tetapi bentuk gambaran dari diri-Nya yang tercermin pada alam semesta banyak

jumlahnya, sebanyak pencerminan alam semesta itu sendiri terhadap bentuk dan

gambar-Nya. Cermin paling sempurna bagi Tuhan adalah insan kamil, ia

41 William C. Chittick, Tuhan Sejati dan Tuhan-Tuhan Palsu, h. 58

Page 36: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

memantulkan semua nama dan sifat Tuhan, sedangkan makhluk-makhluk lain hanya

memantulkan sebagian nama dan sifat itu.

Pandangan tersebut sesuai dengan teori Ibn al-'Arabi tentang tafadhul, yaitu

keadaan bahwa sebagian makhluk melebihi sebagian yang lain. Tafadhul

menunjukkan adanya hierarki, baik pada nama-nama Tuhan, maupun pada makhluk-

makhluk-Nya. Intensitas penampakan nama-nama Tuhan pada masing-masing

makhluk untuk menerima penampakan itu, dan manusia adalah makhluk yang

memiliki 'kesiapan' paling besar dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya

untuk menerima penampakan nama-nama Tuhan.42

Oleh karena itu, insan kamil merupakan miniatur dari realitas ketuhanan

dalam tajalli-Nya pada alam semesta. Berdasarkan hal tersebut, Ibn al-'Arabi

menyebutnya sebagai al-'alam al-kabir (makrokosmos). Esensi insan kamil

merupakan cermin dari esensi Tuhan; jiwanya sebagai gambaran dari al-nafs al-

kulliyah (jiwa universal); tubuhnya mencerminkan arasy; pengetahuannya

mencerminkan pengetahuan Tuhan; hatinya berhubungan dengan bayt al-ma'mur;

kemampuan mental spiritualnya terkait dengan malaikat; daya ingatnya terkait

dengan saturnus (zuhal); daya inteleknya terkait dengan Jupiter (al-musytari); dan

lain sebagainya.43

42 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 126-127 43 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, (Jakarta: Paramadina, 1997), cet. I, h. 56

Page 37: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Insan kamil merupakan sosok manusia yang berfisik-biologis sama dengan

manusia pada umumnya, tetapi memiliki kualitas rohaniah yang unggul dan paling

sempurna dibanding manusia pada umumnya. Keunggulan rohaniah ini karena ia

dibekali pengetahuan esoterik yang unggul. Pengetahuan ini dinamakan dengan ‘ilm

al-asrar (pengetahuan rahasia) atau ‘ilm al-ladunni (pengetahuan kudus), atau sering

juga disebut ‘ilm al-ghayb (ilmu gaib). Pengetahuan ini merupakan bentuk dari

pengetahuan yang ditiupkan Ruh Kudus ke dalam hati para Nabi dan Wali. Mereka

adalah manusia yang memiliki jiwa yang bersih dari hawa nafsu dan ikatan badaniah.

Mereka pun dapat mengetahui realitas-realitas segala sesuatu. Mereka juga

mengetahui Allah dari segi tajalli-Nya kepadanya, bukan dari segi nalar rasionalnya.

Mereka mengetahui Allah dengan menyingkap intuitif (kasyf) dan rasa (dzawq),

bukan dengan akal (‘aql) semata.44

Menurut Ibn al-‘Arabi insan kamil dijadikan makhluk yang tertinggi dan

paling dihormati. Ia dijadikan sebab bagi terciptanya alam dan ia pun dijadikan

sebagai wakil (khalifah) Tuhan untuk memelihara, menguasai, mengawetkan, dan

mempertahankan alam sebagai suatu prinsip kosmos.45

44 Sumanta, Insan Kamil dalam Perspektif Tasawuf Ibn al-‘Arabi, (Tesis S2 Fakultas Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003), h. 21.

45 A. E. Afifi,. Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabit, h. 121.

Page 38: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Ibn al-‘Arabi menyatakan:

ولكون اال نسا ن الكا مل علي الصوة الكاملة صحت له الخال فة والنيـــا بة عـن اهللا تعلى في العا لم فلنبين في هذا المترل نشــاة هذا الخليفة ومتز لته وصورته على ما

هي عليه ولسنا نريد اإل نســان بما هو إنســان حيوان فقط بل بما هو اإلنســان يه والخالفة صحت له الصورة علي الكامل وما آل إنسان خليفة وخليفة و باإلنسان

46) إبن العر بي(فإن اإلنسان الحيوان ليس بخليفة عند نا

Karena wujud manusia sempurna adalah menurut gambar (Tuhan), maka ia berhak menerima khalifah dan kewakilan dari Allah ta’ala di alam. Mari kita teruskan pada bagian ini timbulnya khalifah, kedudukannya, dan gambar hakikatnya. Kita tidak mengartikan hanya manusia binatang belaka, tapi dengan manusia dan khlifah. Dengan kemanusiaan dan khalifah, ia berhak menerima gambar dan kesempurnaan. Setiap manusia bukanlah khalifah, manusia binatang benar-benar bukanlah khalifah.47

Manusia yang dapat memantulkan gambar Tuhan adalah insan kamil. Untuk

itu ia dijadikan khalifah oleh Tuhan. Manusia yang tidak dapat memantulkan gambar

Tuhan bukanlah manusia sempurna. Dan mereka tidak dapat dijadikan khalifah

Tuhan. Khalifah yang dimaksudkan Ibn al-‘Arabi adalah tidak semata-mata

pemimpin yang menduduki suatu kekuasaan (khalifah zahiriah), tetapi ia merupakan

manifestasi nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diaplikasikan pada kehidupan di

dunia secara nyata (khalifah bathiniyah). Tujuan mutlak insan kamil adalah sebagai

wadah tajalli Tuhan secara sempurna.48

Al-Jili dan Ibn al-’Arabi mempunyai kesamaan pandangan tentang kedudukan

insan kamil sebagai khalifah Tuhan yang menjadi asas, penyebab, dan pelestari

46 Ibn 'Arabi, Fusus al-Hikam, h. 199.

47 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 133. 48 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 130.

Page 39: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

eksistensi alam semesta. Lebih jauh, al-Jili menguatkan kedudukan itu dengan

mengemukakan alasan bahwa hanya pada diri manusia terdapat tujuh daya rohaniah

yang dapat membuat alam ini menjadi eksis dan lestari. ketujuh daya itu merupakan

aspek-aspek dari nur Muhammad. Daya-daya ruhaniah itu adalah: hati (qalb), akal

(’aql), estimasi (wahm), meditasi (himmah), pikiran (fikr), fantasi (khayal), dan jiwa

(nafs). Dengan tujuh daya ruhaniah itu insan kamil yang merupakan identifikasi

hakikat Muhammad menjadikan alam ini tetap eksis dan lestari.49

Insan kamil memiliki posisi yang sangat penting pada konsep tajalli Tuhan,

karena dengan insan kamil Tuhan dapat memanifestasikan semua nama-nama-Nya. Ia

dapat melihat citra diri-Nya secara sempurna. Ia pun dapat memelihara, melestarikan,

dan menyayangi alam melalui insan kamil yang dijadikan khalifah (pengganti)

Tuhan.

Bagi alam, manusia sempurna adalah penghubung dengan Tuhan, karena satu-

satunya makhluk yang dapat berhubungan secara sempurna adalah manusia. Ia dapat

berkasih sayang, bercinta dan meminta kepada-Nya, karena ia diberi pengetahuan

yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, baik pengetahuan zhahir maupun pengetahuan

batin. Baik pengetahuan eksoterik maupun pengetahuan esoterik. Inilah yang

dijadikan modal bagi al-insan al-kamil untuk menjadikan khalifah guna menguasai,

melestarikan, melindungi, dan merawat alam, serta berhubungan, bercinta kasih, dan

meminta kepada Tuhan-Nya.

49 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 155.

Page 40: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Menurut al-Ghazali insan kamil (manusia paripurna) adalah manusia yang

bisa mencapai tujuan hidupnya, yaitu ma’rifahila Allah. Tujuan hidup manusia adalah

kesempurnaan jiwanya, yang bisa mengantarkan pada ma’rifah. Dengan demikian

kesempurnaan manusia terkait dengan substansi esensialnya, yaitu al-nafs (jiwa).

Karena jiwa mempunyai sifat dasar mengetahui yang bisa mencapai puncak

pengetahuan tertingginya, ma’rifah kepada Tuhan.50

Insan kamil adalah manusia yang memiliki pengetahuan yang pasti dan

meyakinkan. Ia menerima dari Tuhan dengan cahaya illahi-Nya melalui jalan yang

diridai-Nya, karena pengetahuan ini adalah bentuk dari karunia-Nya yang diperoleh

melalui penyucian rohani. Maka, mereka diberikan derajat oleh Allah sebagai wali,

dan mereka diberikan kedudukan yang spesial oleh Allah dengan sebutan “quthb”

(poros), karena ia adalah poros dan sumber pengetahuan esoterik yang tidak habis-

habisnya. Kedudukan itu semua secara potensial dapat dicapai oleh seorang manusia

dengan melalui jalan yang sangat berat dan susah payah, karena untuk mencapai

insan kamil seorang manusia harus berusaha dan selalu konsekuen dengan jalan yang

ditempuh dan jalan itu dilaksanakan melalui cara berakhlak dengan akhlak Allah.

Akhlak yang baik adalah semua yang telah diajarkan Rasulullah berupa syari’at yang

telah diturunkan kepadanya, maka kewajiban seorang manusia untuk mencapai insan

kamil adalah dengan menjalankan syari’at, karena menurut Ibn al-‘Arabi syari’at

adalah timbangan dan pemimpin. Untuk itu syari’at merupakan jalan kebahagiaan. Ia

50 M. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996) h.82.

Page 41: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

adalah petunjuk dari Allah untuk dijadikan jalan bagi para penempuh kebenaran dan

kebahagiaan sejati.

Untuk mencapai derajat insan kamil pada perjalanan selanjutnya adalah

mengembangkan aktifitas syar’iyyah, dan mengintensifkan amalan-amalan wajib,

sunnah dan meninggalkan bentuk keharaman, makruh dan syubhat. Ini merupakan

suatu bentuk ritualitas yang harus selalu dilakukan untuk mencapai ridlo dan cinta

Tuhan. Ritual-ritual tersebut terlaksana melalui beberapa maqam (station) yang

diartikan sebagai usaha dan mendapatkan anugerah berupa hal.

Page 42: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

BAB III

KONSEP MANUSIA MENURUT RANGGAWARSITA

A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

Raden Ngabei Ranggawarsita lahir pada tahun 1802, nama aslinya adalah

Bagus Burham. Ibunya berasal dari desa Palar kurang lebih sebelas kilometer sebelah

Timur kota Klaten. Ranggawarsita ketika meninggal juga dimakamkan di desa Palar.

Ayah Ranggawarsita usianya tidak panjang, ia meninggal ketika berusia 17 tahun.

Kemudian Bagus Burhan ikut kakeknya Yasadipura II yang mendidiknya dalam

bidang kesusastraan. Ranggawarsita hidup pada zaman Paku Buwono IV, dan yang

menjabat sebagai pujangga keraton adalah buyutnya, Yasadipura I. Sejak ibukota

Mataram dipindahkan dari Kartasura ke Surakarta pada tahun 1744, Yasadipura I

juga ikut pindah ke Kedhung Kol, sebuah kampung di daerah Pasar Kliwon di

sebelah timur benteng Keraton Surakarta. Putranya, Yasadipura II juga tinggal di

tempat yang sama. Kemudian disebut kampung Yasadipura. Begitu juga

Rangawarsita juga tinggal dan dibesarkan di kampung Yasadipura.51

Bagus Burhan di samping dibesarkan dan dididik dalam lingkungan pujangga

dan kesusastraan Jawa, seperti halnya kebanyakan para priyayi Jawa juga dikirim

secara khusus ke Pesantren Tegalsari, di Ponorogo. Pada waktu itu Pesantren

Tegalsari diasuh oleh seorang guru agama yang kenamaan, yaitu Kiai Ageng Kasan

51 Suwarno Imam S. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, dalam Berbagai Kebatinan Jawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 163.

Page 43: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Besari. Di samping guru agama, ia juga merupakan ahli kebatinan yang masih darah

priyayi. Maka, tidak heran bila pesantren semacam ini menghasilkan tokoh-tokoh

priyayi dan negarawan.

Semenjak Bagus Burhan mengaji di pesantren Tegalsari ini, cerita tentang

wahyu kepujanggaan telah dihubungkan dengannya. Dalam Serat Babad

Lelampahanipun Raden Ngabehi Ranggawarsita yang disusun oleh Padmawadagda

dan Honggopradoto, wahyu kepujanggaan dihubungkan dengan makan ikan wader

yang dikatakan ajaib. Diceritakan bahwa Ranggawarsita adalah pemuda yang nakal,

enggan mengaji dan tidak mau belajar, bahkan suka berjudi, hidup semau hatinya.

Akhirnya Bagus Burhan dimarahai dan dihardik Imam Besari. Lantaran merasa malu,

kemudian ia sadar, dan melakukan tapa brata, merendam diri dalam sungai Watu

selama empat puluh malam. Setiap hari hanya makan pisang klutuk sebutir. Pada

malam terakhir, Tanujaya menanak nasi untuk berbuka bagi Bagus Burhan. Tiba-tiba

Tanujaya terkejut, karena melihat benda bersinar sebesar bola (andaru) masuk ke

dalam periuk. Sesudah nasinya masak, ternyata di dalamnya terdapat ikan wader yang

sudah masak pula. Selesai Bagus Burham makan nasi beserta ikan wader tersebut,

diceritakan bahwa Bagus Burhan kemudian menjadi anak yang pandai, dapat mengaji

tanpa belajar, dan lebih pandai daripada santri-santri yang lain. Bagus Burhan juga

fasih membaca Qur’an, dan pandai menafsirkannya dengan baik.52

52 Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: UI Press,1988),

h.38.

Page 44: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Sesudah selesai belajar di pesantren Tegalsari, Bagus Burhan pergi

mengembara dalam usaha memperluas ilmunya. Di samping untuk memperluas ilmu,

Bagus Burham juga mencoba mendiskusikan kepandaiannya di berbagai tempat

dengan beberapa guru yang kenamaan. Dalam pengembaraan untuk memperluas

ilmunya, Bagus Burhan berjalan sampai menyeberang ke pulau Bali.

Setelah kembali dari pengembaraan, pulang ke Surakarta, dan bekerja sebagai

jurutulis di kantor Kadipaten-anom. Di samping memiliki kecerdasan, Bagus Burham

juga rajin belajar untuk menguasai segala pengetahuan kesustraan Jawa. Tetapi

kemudian dia meninggalkan pekerjaannya, untuk mengembara lagi. Bagus Burham

meninggalkan pekerjaannya karena kecewa, harapannya untuk segera dinaikkan

pangkat tidak terpenuhi.

Adapun jenjang kepangkatan (jabatan) yang pernah dilalui Ranggawarsita

adalah menjadi carik (jurutulis) Kadipaten Anom, dengan gelar Mas Rangga

Pajanganom (tahun 1819). Lalu dinaikkan menjadi mantri carik dengan gelar Mas

Ngabehi Sarataka (1822). Kemudian menggantikan jabatan ayahnya sebagai Kliwon-

carik dengan gelar raden.53 Setelah pengembaraan yang terakhir, Bagus Burham

kembali ke Sala. Kemudian pada tahun 1845 beliau diangkat menjadi Kliwon

Kadipaten Anom, dan dinobatkan menjadi pujangga istana Surakarta oleh Paku

Buwana VII.54

53 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 40. 54 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 42.

Page 45: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Ranggawarsita wafat pada tahun 1873, dimakamkan di Palar, kecamatan

Trucuk, kabupaten Klaten, berjajaran dengan makam keluarga ibunya. Ranggawarsita

juga mendapat penghargaan dari para pecinta kepustakaan Jawa. Penghargaan ini

demikian besar sehingga Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga penutup.55

Karya-karya Ranggawarsita

Menurut Tanaya, buku-buku hasil karya Ranggawarsita sebenarnya banyak

sekali. Yang sudah diterbitkan belum seberapa jumlahnya. Ranggawarsita seorang

pujangga istana, tugas pokoknya adalah menyusun karya-karya sastra.56 Di samping

karya-karya yang ditulis dalam bentuk sekar macapat (puisi), beliau juga banyak

menyusun karya-karya yang berbentuk jarwa (prosa), seperti Paramayoga, Pustaka

Raja, dan sebagainya. Karya-karya itu semua dalam bentuk aksara carik (tulisan

tangan). Karena Ranggawarsita menjabat sebagai pujangga istana, maka karya-

karyanya banyak yang dipersembahkan kepada raja. Di samping itu banyak pula yang

beredar dalam lingkungan Ranggawarsita. Karena Ranggawarsita adalah pujangga

yang banyak dikagumi para pecinta kepustakaan Jawa, maka banyak pula yang

menyebar di tengah-tengah masyarakat. Dalam perpustakaan museum Sanabudaya

Yogyakarta; banyak terdapat hasil karya Ranggawarsita.

55 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 48. 56 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 51.

Page 46: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Karkono Partokusumo dalam bukunya Zaman Edan, mencatat sebanyak 50

judul karya Ranggawarsita. Anjar Any dalam bukunya Raden Ngabehi

Ranggawarsita Apa Yang Terjadi? Menyebutkan 56 macam judul karya

Ranggawarsita, dan tiga judul gubahan dari karya orang lain.57

Di antara karya-karya tersebut ialah: Serat Wirid Hidayat Jati (the true

Guidance)58 , Serat Makrifat, Serat Witaradya, Pustaka Raja Purwa, Suluk

Supanalaya, Candra Rini, Aji Pamasa, Saloka pari basa, Serat Cenporet, Cariosipun

Ulam Kutuk, Paramayoga, Niti Sruti, Suluk Saloka Jiwa, Serat Pamoring Kawula

Gusti, Suluk Suksma Lelana, Kalatidha, Jaka Lodang dan Sabdajati, Serat Kidungan,

Bausastra Kawi Jarwa, Serat Sengkalan Lomba lan Memet, Sabda Pranawa Jaka

Lodhang Kalatidha, Wirid Ma’lumat Jati.

Dari karya-karya Ranggawarsita, akan terlihat bahwa pemikirannya banyak

dipengaruhi oleh kepustakaan Islam kejawen, tradisi dan Kepustakaan Jawa.

Pembahasan dan pemikirannya terpusat untuk merumuskan kembali pokok-pokok

pemikiran yang terdapat dalam pembendaharaan kepustakaan Jawa dan Islam

kejawen, sehingga karya-karya Ranggawarsita pada umumnya mencerminkan

perpaduan anatara alam pikiran Jawa dengan ajaran Islam kejawen.

57 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 51 58 Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000) cet. 2, h. 45.

Page 47: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

B. Konsep tentang Manusia

1. Penciptaan Manusia

Ranggawarsita memulai pembicaraannya tentang manusia diawali dengan

proses tajalli Tuhan. Istilah tajalli ini sama dengan istilah tajalli yang digunakan oleh

Ibn al-’Arabi. Menurut Ranggawarsita Tuhan ber-tajalli pada manusia melewati tujuh

martabat, Syajaratul yakin, Nur Muhammad, Miratul hayati, Roh idlofi, Kandil,

Dharroh, dan Kijab. Syajaratul yakin adalah wadah tajalli Tuhan yang tercipta

dalam alam adam makdum yang sunyi senyap azali abadi, artinya tidak ada satu

makhluk pun yang tercipta sebelum adanya Syajaratul yakin. Oleh karena itu ia

disebut sebagai hayyu (hidup) atau atma. Ini merupakan pengejawantahan nama

Tuhan “Yang Maha Hidup” dan Dzat Yang Maha Terdahulu (Baqa’)59

Dalam proses tajalli Syajaratul yakin memiliki martabat yang dinamakan

Ahadiyat.60 Tajalli dalam martabat ini mengambil bentuk dalam essensi Dzat Tuhan

sendiri, sehingga tidak bisa digambarkan secara nalar rasio. Syajaratul yakin adalah

pohon kehidupan yang darinya merambat dan terlahir berbagai ciptaan serta tajalli-

Nya.

59 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 234. 60 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 235.

Page 48: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Tuhan bertajalli dalam Nur Muhammad. Nur ini adalah cahaya terpuji sebagai

bentuk pengejawantahan nama Tuhan Yang Maha Terpuji. Ia berada dalam permata

putih yang membentuk burung merak. Keberadaannya sebagai sifat atma yang

menjadi nukat gaib. Tajalli ini berada pada tingkat martabat Wahdat.61

Kemudian Tuhan bertajalli pada martabat Wahidiyat. Pada martabat ini Tuhan

bertajalli dalam bentuk Miratul hayati, yaitu kaca wirai yang berada di depan Nur

Muhammad. Ia adalah hakikat pramana yang diakui rahsa Dzat, sebagai asma

atma.62 Adapun pramana adalah pengendali wujud. Apabila pramana terpisah dari

wujud, maka wujud tidak berdaya.63

Setelah itu Tuhan bertajalli pada martabat keempat, dalam bentuk Roh idlofi.

Ruh ini adalah nyawa bersih yang asalnya dari Nur Muhammad, dan ia adalah hakikat

suksma yang diakui keadaan Dzat. Ia merupakan af’al atma dan menjadi alam arwah.

Martabat ini juga dinamakan martabat alam arwah. Selanjutnya Tuhan bertajalli

dalam bentuk kandil. Kandil adalah lampu tanpa api yang bersinar dan tergantung

tanpa pengait. Kandil adalah perwujudan dari alam mitsal. Martabat ini dinamakan

juga martabat alam mitsal. Kemudian Tuhan bertajalli dalam bentuk dharroh, yaitu

bentuk permata. Ia memiliki aneka ragam warna yang kesemuanya ditempati

malaikat. Ia merupakan hakikat budi. Tajalli dalam bentuk ini membentuk alam

ajsam. Martabat ini dinamakan juga martabat alam ajsam.64

61 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 234. 62 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 234 63 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 310 64 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 235

Page 49: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Pada tahap terakhir, Tuhan bertajalli pada martabat ketujuh dalam bentuk

kijab. Kijab juga disebut sebagai dinding jalal atau tabir agung. Ia timbul dari permata

yang beraneka warna pada waktu gerak menimbulkan buih, asap, dan air, sehingga

membentuk jasad yang menciptakan alam insan kamil.65 Pada martabat ini Tuhan

memenuhi tujuannya mencipta, untuk bertajalli dalam bentuk manusia. Maka,

martabat ini dinamakan martabat insan kamil. Insan kamil dalam tajalli Tuhan disini

diartikan sebagai manusia yang tercipta dan terlahir secara utuh.

Konsep Manusia menurut Ranggawarsita merupakan satu kesatuan dengan

tujuh unsur; jasad, budi, nafsu, roh, sir (rahsa), nur dan hayyu (hidup) yang saling

berhubungan yang diaplikasikan pada gerak gerik badan yang dipengaruhi oleh budi.

Budi dipengaruhi oleh nafsu, nafsu dipengaruhi oleh roh atau suksma. Suksma

mendapat pengaruh dari rahsa. Rahsa mendapat pengaruh dari nur. Sedangkan nur

mendapat pengaruh dari hayyu dan hayyu merupakan pelaksana dari af’al Dzat, yaitu

tajalli Dzat. Dengan demikian manusia adalah pengejawantahan dari pelaksanaan

iradat Tuhan, dalam arti, terdapat titik kesamaan antara manusia dengan Tuhan.

inilah yang dinamakan kawula gusti.66

65 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 235 66 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 310

Page 50: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Adapun tentang penciptaan manusia, Wirid Hidayat Jati menerangkan:

Pratelanipun kadosta: ing nalika ingkang MahaSuci karsa amujadaken sipatipun winastah adam, asal saking anasir kawan prakaning siti, latu, angina, toya, punika kahananipun kasebut wonten ing dalil kaping tiga, saking pakandikaning pengeran ing kang Mahasuci, makaten jarwanipun. Menggah dunungipun makaten: medah punika dating kawula, wajah punika dating Gusti ingkang asipatilanggeng, kacariyos ing kadis panjingjing mudah gangsal prakawis wau, wiwit saking penjingjing embun-embunan, kandel wonten ing utek-utek, lajeng temurun datheng netra, lajeng temurun datheng karma, lajeng temurun datheng grana, lajeng temurun datheng lesan, lajeng temurun datheng jaja, lajeng sumrambah ing jasad sadaya, sangkepipun jumeneng insan kamil.67

Terjemahannya:

Sewaktu Tuhan berkehendak mewujudkan sifat-Nya yang dinamakan Adam, berasal dari anasir empat perkara: tanah, api, angin dan air…sabda Tuhan yang maha suci menerangkan:”sesungguhnya aku menciptakan Adam berasal dari unsur empat macam, tanah, api, angin, dan air. Menjadi perwujudan sifat-Ku. Aku memasukkan mudah lima macam: nur, rahsa, roh, nafsu dan budi. Menjadi penutup wajah-Ku yang maha suci.”jelasnya demikian mudah dzat hamba wajah dzat gusti yang bersifat kekal. Dalam hadits diceritakan, masuknya mudah lima macam: bermula dari ubun-ubun berhenti ditolak turun kemata, turun ketelinga, turun kehidung, turun kemulut, turun kedada, dan tersebar keseluruh tubuh, sempurna sebagai insan kamil.68

Menurut Ranggawarsita kejadian manusia tersusun atas tujuh unsur

sebagaimana adanya tujuh martabat, yakni hayyu (hidup), disebut juga atma yang

dibungkus oleh jasad atau badan yang terdiri dari empat anasir, yakni tanah, api, air

dan udara. Selanjutnya Tuhan memasukan lima unsur rohani yang disebut: Nur

(cahaya, letaknya diluar hayyu), Budi (keadaan pranawa, menarik kejelasan

kehendak, menjadi pangkal pembicara), Nafsu (keadaan hawa, menarik kejelasan

67 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 184

68 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 312

Page 51: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

suara, menjadi pangkal pendengaran), Suksma (keadaan nyawa, menarik kejelasan

cipta, menjadi pangkal perasaan), Rahsa (Keadaan atma, menarik kejelasan kuasa,

menjadi pangkal perasaan).69

Penciptaan manusia yang memiliki unsur pokok diri berupa hayyu adalah

penjelasan bahwa hidup manusia tidak akan terpisahkan dengan dzat Tuhan, karena

hayyu adalah sifat hayat Tuhan. Hayyu adalah tajalli dari nama Yang Maha Hidup,

sehingga manusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tuhan, karena

manusia adalah makhluk yang diliputi oleh tujuh unsur, yaitu jasad, budi, nafsu, roh,

sir (rahsa), nur, dan hayyu. Unsur-unsur ini selanjutnya saling berhubungan.

Selain itu manusia juga makhluk yang memiliki pengendali, yakni roh atau

sukma yang selalu menggerakkan badan. Suksma mendapat pengaruh dari rahsa.

Rahsa menerima pengaruh dari nur. Nur menerima pengaruh dari hayyu. Hayyu

adalah pelaksana dari af’al dzat dan ia adalah tajalli dzat. Maka, manusia dan Tuhan

adalah sebuah hubungan yang saling membutuhkan. Manusia membutuhkan Tuhan,

agar ia bisa bergerak, beramal, dan menjadi sebuah keridlaan Tuhan. Sedangkan

Tuhan membutuhkan manusia, agar ia dikenal dan dapat melihat citra diri-Nya

dengan sempurna. Dia dapat dinamakan Tuhan karena adanya makhluk. Sedangkan

makhluk tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kehendak-Nya.

Manusia terlahir ke dunia melalui ibu selama sembilan bulan. Masa

perkembangan setiap martabat diaplikasikan pada setiap bulannya. Sehingga setelah

tujuh bulan sempurna menjadi tujuh martabat dan menjadi insan kamil. Lalu

69 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 313

Page 52: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

ditambah dua bulan lagi untuk membesarkannya.70 Ketika manusia terlahir ke dunia ia

memiliki kejadian yang paling baik dibanding makhluk lain, karena manusia

memiliki dua dimensi pada struktur kejadian dirinya yang dimulai dari kepala sampai

kemaluannya.

Struktur manusia menurut Ranggawarsita sebagai berikut.

Sajatine ing-sun anata malige ana sajroning Betal makmur, iku omah enggoning parameyening-sun, jumeneng ana siraning Adam, kang ana sajroning sirah iku dimak, iya iku utek, kang ana ing antaraning utek iku manik, sjroning manik iku budi, sajroning budi iku napsu, sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun dzat kang anglimputi ing kahanan jati.71

Terjemahannya:

Sesungguhnya Aku mengatur mahligai dalam Baitul Makmur, adalah rumah tempat keramaian-Ku berada di kepala adam. Yang ada didalam kepala dimak, yakni otak. Yang ada diantara otak manik. Dalam manik budi, dalam budi nafsu, dalam nafsu suksma, dalam suksma rahsa, dalam rahsa adalah Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku Dzat yang meliputi semua keadaan.72

Dalam kutipan di atas terdapat ajaran martabat tujuh di dalam Baitul Makmur,

berada di kepala manusia, yaitu kepala, otak, manik, budi, nafsu, suksma, dan

rahsa.73

70 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h . 332 71 Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, terj. Simuh, (Surakarta: Administrasi Jawi Kandha,

1908) h. 23 72 Hadiwijono. Harun, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), h. 18.

73 Suwarno Imam S. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, h. 191.

Page 53: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Selanjutnya tentang susunan di dalam mahligai Baitul Muharram menurut

Ranggawarsita sebagai berikut.

Sajatine ingsun anata malige ana sajroning Betal Muharram. Iku omah enggoning lalaranganing-Sun, jemeneng ana dadane Adam kang ana sajroning dada iku ati, kang ana sajroning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, kang ana sajroning budi iku jinem, iya iku angan-angan, sajroning angan-angan iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun. Ora ana Pangeran among ingsun Dzat Kang Nglimpiti Jati.74

Terjemahannya:

Sesungguhnya Aku mengatur mahligai dalam Baitul Muharram, rumah tempat larangan-Ku, berada di dada Adam, yang ada di dada hati, yang ada di hati jantung, dalam jantung budi, dalam budi jinem, yaitu angan-angan, dalam angan-angan suksma rahsa, dalam rahsa Aku, Zat yang meliputi semua keadaan.75

Dalam kutipan di atas juga terdapat ajaran martabat tujuh di dalam Baitul

Muharram, berada di dada manusia, yaitu dada, hati, jantung, budi, jinem, (angan-

angan), suksma dan rahsa.76

Selanjutnya tentang susunan di dalam mahligai Baitul Mukaddas menurut

Ranggawarsita sebagai berikut.

Sajatine ingsun anata malige ana sajroning Betal Muqaddas, iku omah enggoning pasueening-Sun, jumeneng ana ing khontoling Adam. Kang ana sajroning konthol iku pringsilan kang ana antaraning pringsilan iku nuthfah iya iku mani, sajroning mani iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun. Ora ana pangeran ananing-Sun. Dat kang anglimputi ingkahanan Jati. Jumeneng nukat gaib, tumurun dadi johar awal, ing kono ananing alam ahadiyat, ngalam arwah, ngalam missal, ngalam ajasm, ngalam insane kamil, dadaning manungsa kang sampurna, iya iku sajatining sipating-Sun.77

Terjemahannya: 74 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h . 175. 75 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h . 228. 76 Suwarno Imam S. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, h. 191. 77 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h . 175.

Page 54: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Sesungguhnya aku mengatur Baitul Mukaddas rumah tempat kesucian-Ku, berada di dalam pelir Adam, yang ada di dalam pelir Adam, yang ada di pelir buah pelir, yang ada di dalam buah pelir nuthfah, yaitu mani, di dalam mani madi, di dalam madi wadi, dalam wadi manikem, dalam manikem rahsa, dalam rahsa Aku, tiada Tuhan kecuali Aku. Zat yang meliputi semua keadaan berada dalam nukat gaib, turun menjadi jauhar awal di situlah berada alam ahadiyat, wahdat, wahidiyat, alam arwah, alam mitsal, alam ajasm, dan alam insan kamil, terjadinya manusia sempurna, adalah sifat-Ku.78

Dalam kutipan di atas juga terdapat ajaran martabat tujuh di dalam Baitul

Mukaddas, berada di pelir manusia, yaitu pelir, buah pelir, mani, madi, wadi,

Manikem, dan rahsa. Juga disebutkan bahwa manusia sempurna adalah sifat-Ku.79

Dengan demikian struktur tubuh manusia menjadikan manusia berpotensi

untuk “manunggaling kawula gusti” maka ia dapat berhubungan, bercinta kasih, dan

menghayati penyatuan dengan Tuhan. bila ini terjadi ia adalah pengejawantahan

(tajalli) Tuhan secara sempurna yaitu menjadi manusia pilihan, yang semua gerak-

geriknya dan wujud kejadiannya adalah iradat Tuhan.

Selanjutnya tubuh manusia diberi roh oleh Tuhan. roh diberikan kepada

manusia sebagai pelapisannya. Ia diletakkan di luar sirr (rahsa), dan di dalam nafsu.

Sirr adalah rahsa yaitu sesuatu yang rahasia dan yang tersembunyi. Ia menguasai roh.

Berarti ia adalah kehidupan roh. Sirr ini juga yang dalam susunan martabat tajalli

Tuhan dinamakan kaca Wira’i yaitu hakikat pramana, yang letaknya di muka Nur

Muhammad.

78 Hadiwijono. Harun, Kebatinan dan Injil, h. 19.

79 Suwarno Imam S. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, h. 192.

Page 55: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Selanjutnya Tuhan memberikan nafsu kepada manusia. Nafsu ini ada empat

macam, yaitu: Nafsu lawwamah: berarti angangsa menimbulkan dahaga, kantuk,

lapar, dan sebagainya. Tempatnya dalam perut, lahirnya dari mulut, diibaratkan

sebagai hati yang bersinar hitam. Nafsu amarah: artinya garang, memiliki watak

angkara murka, iri, pemarah, dan sebagainya. Bersumber dari empedu, timbul dari

telinga, ibarat hati bersinar merah. Nafsu sufiyah: artinya birahi, menimbulkan rasa

rindu, membangkitkan keinginan, kesenangan, dan sebagainya. Bersumber dari

limpa, timbul dari mata, ibarat hati bersinar kuning. Nafsu muthmainnah: artinya

ketentraman, punya watak loba akan kebaikan, keutamaan dan keluhuran, misalnya

berpuasa atau tapa brata, tanpa mengenal batas kemampuan. Sumbernya dari tulang,

timbul dari hidung, ibarat hati bersinar putih.80

Nafsu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia merupakan suatu opsi

dalam kehidupan manusia apakah ia akan memilih jalan baik atau buruk. Semuanya

diberi fasilitas oleh Tuhan dengan macam-macam nafsu tersebut, dan untuk mengatur

nafsu yang ada dalam diri manusia supaya mengikuti jalan yang baik, manusia

melakukan tuntutan. Oleh karena itu Tuhan memberikan budi yang terdapat dalam

martabat penciptaan manusia. Budi juga disebut darrah yaitu permata yang bersinar

beraneka ragam warna: budi bermakna akal, pada hakekatnya hanya satu,, tetapi

diberi lima nama yaitu: Budi Maknawi, Budi Sanubari, Budi Suweda, Budi Fu’ad

Budi Sirri.81

80 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h . 340

81 Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, h. 34

Page 56: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Manusia adalah tajalli dzat Tuhan. Ia berpotensi untuk menjadi manusia yang

baik atau buruk. Jika ia menjadi manusia yang baik, maka ia berhasil menjadi wujud

dan kejadiannya sebagai manusia pilihan, yaitu pelaksana iradat Tuhan, dan ia

mampu menguasai nafsu dengan menggunakan budi serta mampu mengalahkan

potensi untuk berbuat buruk, sehingga tidak menjadi manusia yang buruk. Di sini

Ranggawarsita bermaksud menerangkan bahwa manusia adalah penjelmaan (tajalli)

Tuhan, dan kehidupannya manunggal dengan-Nya.

Manusia merupakan potensi kebaikan dan keburukan. Dua potensi ini yang

menjadikan manusia sebagai makhluk yang tinggi atau rendah, menghayati atau tidak

menghayati kemanunggalan dengan Tuhan. berdasarkan prinsip sangkan paraning

dumadi, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Untuk itu

tujuan kehidupannya di dunia adalah menemukan kebenaran hakiki, dan untuk

menemukan hakekat hidupnya manusia harus selalu memanfaatkan budinya. Dengan

budi itu ia dapat diantarkan kepada hakikat kehidupan atau kembali kepada Tuhan.

Selanjutnya untuk menemukan kebenaran sejati dan mencapai penghayatan

kesatuan dengan Tuhan masing-masing manusia memiliki perbedaan dalam proses

perjalanannya. Untuk itu menurut Wirid Hidayat Jati manusia yang ingin mencapai

penghayatan kesatuan dengan Tuhan memiliki dua kategori, yaitu khawas dan

awam.82

Kategori pertama adalah mukmin khawas. Ia merupakan manusia yang

memiliki ilmu yang tinggi dibanding mukmin awam. Orang yang termasuk mukmin

82 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 360

Page 57: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

khawas, akan mudah untuk dekat dan bersatu dengan Tuhannya, dan yang termasuk

dalam kategori ini adalah orang-orang pilihan seperti sunan Kalijaga dan para wali

yang lain.83 Orang-orang pilihan yang menjadi kategori pertama selalu melatih diri

dengan banyak riyadhah dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia akan selalu

menjauhkan dirinya dari segala macam yang berbau maksiat. Ia akan selalu

menjalankan perintah-Nya serta memanfaatkan budi untuk menguasai nafsu. Melalui

latihan ritual riyadhah yang dilakukan setiap hari, ia menjadi terbiasa hidup dalam

naungan iradat Tuhan.

Kategori kedua adalah mukmin awam. Manusia kategori ini adalah manusia

biasa, yang tidak memiliki cukup ilmu. Untuk itu ia akan menghadapi banyak

tantangan dan cobaan dalam perjalanannya menuju Tuhan.

Sedangkan bagi orang yang termasuk dalam kategori kedua, ia akan

menemukan banyak hambatan dan ujian dalam menemui Tuhannya, karena ia tidak

terbiasa dengan suasana kehidupan dalam pikirannya, untuk dinanungi dalam iradat

Tuhan, dan kurang menjalankan riyadhah serta kurang melatih untuk menjauhkan

dari segala hal selain Tuhan. Maka, jaraknya dengan Tuhan tidak sedekat kategori

manusia kedua.

83 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 360

Page 58: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

2. Insan Kamil

Ranggawarsita mengatakan bahwa insan kamil adalah manusia yang

sempurna kejadiannya yang terdiri dari tujuh unsur yaitu, hayyu (atma), nur,

pramana, suksma, angan-angan, budi dan jasad. Dan terdiri dari empat anasir yaitu,

api, air, angin, dan tanah. Ranggawarsita mendifinisikan insan kamil dengan orientasi

pada kesempurnaan dimensi lahir manusia yang terlahir ke dunia melalui tujuh unsur

yang masuk padanya sesuai dengan tujuh martabat tajalli Tuhan. Ranggawarsita

mengistilahkannya dengan manusia pilihan. Manusia pilihan adalah salah satu dari

dua kategori tersebut di atas yang disebut khawas.

Manusia kategori Khawas adalah manusia yang dapat berhadapan dengan

Tuhan secara lancar tanpa banyak menemui kesulitan dan ujian. Manusia tersebut

adalah manusia pilihan, yaitu orang yang menghayati kemanunggalannya dengan

Tuhan, mencapai pada iradat kesatuan dengan Tuhan. Ia menjadi sakti dan berkuasa

laksana Tuhan. seperti kata-kata, “kang cinipta dadi kang sinedya ana, kang kinarsan

teka, saka parmaning kang kawasa” (yang dicipta terjadi, yang diingini ada seketika,

yang dikehendaki datang, dari anugerah Tuhan).

Menurut Ranggawarsita manusia pilihan (khawas) adalah manusia yang sakti

yang memiliki ilmu ma’rifat. Ilmu ini dinamakan juga dengan ilmu kasunyatan dan

ilmu kesempurnaan. Ilmu ini hanya dapat diajarkan kepada orang yang mumpuni

dengan memperhatikan beberapa hal: Nistha papa: maksudnya, barang siapa berbuat

hina, pasti akan menjadi melarat. Dora sangsara: maksudnya, barang siapa berbuat

dusta pasti akan sengsara. Dhusta lara: maksudnya, barang siapa yang jahat pasti

Page 59: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

sakit. Nihayah pati: maksudnya, barang siapa bertindak aniaya, maka akan menjadi

celaka.84

Manusia yang ingin menjadi manusia pilihan (Khawas), berdasarkan konsep

sangkan paraning dhumadi ia harus mengenal asal usulnya (sangkan paran), setelah

itu ia harus mencapai penghayatan kemanunggalan dengan Tuhan, dengan mantra

tertentu. Apabila ritual menekungnya diterima oleh Tuhan berarti ia berhasil menjadi

manusia pilihan (khawas) dan ia akan mengalami penghayatan gaib sebanyak tujuh

martabat ; yang awalnya tertampak olehnya alam ruhiyah,lalu alam sirriyah, alam

nuriyah satu, alam nuriyah dua, alam uluhiyah satu, alam uluhiyah dua, dan alam

uluhiyah tiga.85

Ketika tertampak olehnya alam ruhiyah ia melihat adanya lautan yang tidak

memiliki batas dan arah. Ditengah lautan itu ia melihat duriyat mancamaya yakni

disebut muka sifat. Ketika tertampak olehnya alam sirriyah ia melihat empat macam

cahaya yang turun, yakni hitam, merah, kuning dan putih. Warna-warna ini

merupakan simbol dari empat jenis nafsu, yakni lawwamah, ammarah, sufiyah dan

muthmainnah.86

Pada alam nuriyah kesatu ia melihat lima macam cahaya yaitu hitam, merah,

kuning, putih dan hijau. Warna-warna ini adalah simbol dari panca indera. Dalam

alam nuriyah kedua ia melihat sebuah sinar yang memiliki delapan warna yaitu hitam,

merah, kuning, putih, hijau, biru, ungu, dan dadu. Warna-warna itu adalah simbol dari

84 Purwadi. Tasawuf Jawa, (Magelang: Tamboer Press, 2002) h. 16.

85 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 265. 86 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 267.

Page 60: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

pramana. Dalam alam uluhiyah kesatu dia melihat lebah yang sedang mendengung.

Ini berarti ia masuk ke dalam maqam fana. Dalam uluhiyah kedua ia melihat golek

gading. Ini berarti ia masuk ke dalam maqam baqa’. Dalam alam uluhiyah ketiga ia

melihat cahaya yang tidak pernah terpikirkan, yang bersinar gemerlap dan terang

benderang. Sinar itu adalah dzat atma yang manunggal dengan cahaya Dzat yang

bersifat Esa. Maka jika ia sudah mengalami hal demikian, berarti ia telah mencapai

penghayatan manunggal dengan Tuhan. jadilah ia manusia pilihan (khos) yang

sempurna kejadiannya, kelakuannya, alam pikirannya dan penghayatan

kemanunggalannya.87

Adapun tuntunan budi luhur yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai

kesempurnaan kemanunggalannya adalah dengan melakukan tapa brata dan zakat

bagi orang hidup, dengan cara sebagai berikut: Badan, tapanya berlaku sopan

santun, zakatnya rajin ataugemar berbuat kebaikan. Hati atau budi, tapanya rela dan

sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk. Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya

tabah menghadapi cobaan dalam sengsara dan mengampuni kesalahan. Nyawa (roh),

tapanya berlaku jujur, zakatnya tidak menggangu orang lain dan tidak mencela.

Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya suka diam dan menyesali kesalahan (tobat).

Cahaya (nur), tapanya berlaku suci, zakatnya berhati bening. Atma (hayyu), tapanya

berlaku suci, zakatnya berhati selalu ingat.88

87 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 268-269. 88 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 344.

Page 61: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Setelah diajarkan beberapa nilai dalam tapa brata, selanjutnya diajarkan cara

bagaimana melakukan tapa brata sebagai berikut : Mata, tapanya mengurangi tidur,

zakatnya tidak menginginkan kepunyaan orang lain. Telinga, tapanya mencegah hawa

nafsu, zakatnya menghindari mendengar perbantahan. Hidung, tapanya mengurangi

minum, zakatnya tidak suka mencela keburukan orang lain. Lisan, tapanya

mengurangi makan, zakatnya menghindari memperkatakan keburukan orang lain.

Aurat, tapanya menahan syahwat, zakatnya menghindari perbuatan zina. Tangan,

tapanya mencegah perbuatan mencuri, zakatnya tidak suka memukul orang (lumuh

mara tangan). Kaki, tapanya tidak untuk berjalan berbuat keburukan, zakatnya

menyukai berjalan untuk bertirakat.89

Tuntunan budi luhur di atas, mengajarkan kesucian hati dan budi pekerti

seperti tidak tamak akan keduniaan, berhati suci, andap asor (rendah hati), hidup

prihatin dan sebagainya. Semua itu adalah syarat yang diperlukan untuk menjadi suci

dan murni batinnya. Ini adalah jalan yang mengantar ke arah peningkatan rohani dan

kemampuan untuk berkonsentrasi dalam manekung. Dengan hati yang suci anugerah

Tuhan akan diperolehnya dan hakekat Tuhan akan terbuka. Jadi Wirid Hidayat Jati

memiliki prinsip kebatinan yang mengatakan “sepi ing pamrih” yaitu mengutamakan

kesucian batin tanpa mengharap pamrih dari selain Tuhan agar pribadi dibina untuk

bersih hatinya, rendah hatinya, luhur budi bahasanya, suka mengalah, hidup

sederhana dan senang ber-tapa brata.

89 Simuh, Mistik Islam Kejawen, h. 345.

Page 62: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Semua cara yang dilakukan dalam manekung (tafakur) pada intinya adalah

memusatkan pikiran kepada Tuhan dan memutuskan hubungan dengan dunia luar

(mati raga anutupi babahan hawa sanga). Cara ini mempunyai maksud untuk

mencapai penghayatan manunggal dengan Tuhan. Diharapkan bagi orang yang

sedang menjalani manekung, ia mendapat anugerah penghayatan gaib, penghayatan

yang diharapkan memuncak dan berakhir pada penghayatan kemanunggalan dengan

Tuhan. Penghayatan kemanunggalan dengan Tuhan adalah ciri khusus dari manusia

pilihan (khawas).

Page 63: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

BAB IV

KONSEP MANUSIA MENURUT IBN AL-‘ARABI DAN RANGGAWARSITA

(STUDI PERBANDINGAN)

Dalam dunia sufisme Ibn al-‘Arabi adalah tokoh besar yang memiliki

pemikiran brilian. Dia memiliki segudang ilmu yang tidak semua orang dapat

memilikinya. Di Seville adalah tempat awal ia mendapatkan pendidikan formal. Ia

mempelajari al-Qur’an beserta tafsirnya, hadits, fiqh, teologi, dan filsafat skolastik.

Sementara dalam sejarah pemikiran Islam ia adalah tokoh kontroversial. Ia dikenal

karena pahamnya yang disebut wahdat al-wujud. Banyak pihak yang menentangnya,

hingga ia dikafirkan. Tetapi banyak pula pihak yang bersimpati kepadanya dan

menjadi pengikutnya. Sebagian besar mereka adalah kaum sufi, sehingga Ibn al-

‘Arabi diberikan laqab oleh para pengikutnya sebagai Syaikh al-Akbar (Guru Yang

Terbesar).90

Adapun Ranggawarsita adalah pujangga istana yang dididik dan dibesarkan

dalam lingkungan kepujanggaan dan kesusastraan Jawa. Pada usia 12 tahun ia

bergabung pada sebuah pondok pesantren di daerah Gebang Tinatar, Tegalsari,

Ponorogo. Ia berguru pada Kyai Kasan Imam Besari. Pada tahun 1815 M, Bagus

Burhan (nama kecil Ranggawarsita) diserahkan kepada Gusti Pangeran Harya

Buminata. Di sana ia diberi pelajaran tentang ilmu jaya kawijayan, kadigdayaan, dan

90 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina, 1995), cet.I, h. 17.

Page 64: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

kanuragan. Dalam perkembangannya, Bagus Burhan kemudian diserahkan oleh Gusti

Pangeran Harya Buminata untuk mengabdi kepada Sunan Pakubuwana IV sebagai

pujangga istana.

Dalam pemikiran filsafat, kedua tokoh ini telah melahirkan berbagai konsep,

khususnya konsep tentang manusia. Ibn al-’Arabi mengakui pemikirannya dihasilkan

dari pengalaman batiniah dan pengetahuan intuitif (ma’rifat) dari Allah SWT.

Pernyataan semacam ini dapat dilihat dalam karyanya Fusus al-Hikam. Menurutnya

Fusus al-Hikam adalah hasil perintah dari Nabi Muhammad saw., yang telah bertemu

dengannya dan diperintahkan untuk menyebarkan ajaran yang ada dalam kitab ini

kepada umat manusia agar mereka dapat mengambil manfaat darinya. Demikian pula

karyanya al-Futuhat al-Makkiyah (Ketersingkapan Mekkah) adalah karya yang

merupakan ilham samawi Allah kepadanya sacara langsung.91

Sementara Ranggawarsita dalam melahirkan berbagai konsep pemikirannya,

merupakan perkembangan pemikiran ajaran Islam kejawen. Salah satu di antara

karyanya ialah Wirid Hidayat Jati. Menurutnya ajaran yang tertuang di dalamnya

merupakan ajaran Walisongo yang diajarkan secara turun-temurun kepada murid-

murid mereka dengan cara rahasia. Kemudian ia berusaha mempublikasikan ajaran

Walisongo ini dalam kitab Wirid Haidayat Jati.92 Akan tetapi pernyataan seperti ini

merupakan pernyataan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat Jawa, karena

91 William, C. Chittick, Tuhan Sejati dan Tuhan-Tuhan Palsu, terj. Ahmad Nidjam, et.al.,

(Yogyakarta: Penerbit Qalam 2001) h. 8. 92 Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: UI Press,1988), h.

223.

Page 65: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

sejarah mengatakan Walisongo tidak pernah mengajarkan ajaran seperti yang telah

dihasilkan Ranggawarsita.

Kedua tokoh ini pada dasarnya memiliki perbedaan dan kesamaan pemikiran.

Ibn al-’Arabi yang lebih menonjolkan pemikirannya pada nuansa falsafi, karena

memang ia memiliki latar belakang pendidikan filsafat, selain ilmu-ilmu yang lain,

pada masa pencarian ilmunya. Sedangkan Ranggawarsita menonjolkan ajaran Islam

kejawen atau kebatinan Jawa, karena memang pemikirannya adalah representasi

kalangan kebatinan Jawa yang bernuansa mitologis.

1. Penciptaan Manusia

Ibn al-’Arabi dan Ranggawarsita memulai pembicaraannya tentang manusia

diawali dengan proses tajalli Tuhan. Istliah tajalli merupakan sinonim dari kata

”emanasi” dalam istilah yang digunakan oleh Plotinus.

Adapun tajalli Tuhan dalam pandangan Ibn al-‘Arabi melalui dua cara: cara

pertama mengambil bentuk tajalli ghaib atau tajalli dzati, yang berbentuk penciptaan

potensi, dan kedua tajalli syuhudi (penampakkan diri secara nyata), yang mengambil

bentuk penampakkan diri dalam citra tertentu. Tajalli dalam bentuk pertama, secara

intrinsik, hanya terjadi di dalam esensi Tuhan sendiri. Oleh karena itu, wujudnya

tidak berbeda dengan esensi Tuhan itu sendiri, karena ia tidak lebih dari suatu proses

ilmu Tuhan dalam esensi-Nya sendiri. Sedangkan tajalli dalam bentuk kedua ialah

Page 66: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

ketika potensi-potensi yang ada di dalam esensi mengambil bentuk aktual dalam

berbagai fenomena dan alam semesta.93

Pada konsep tajalli Tuhan menurut Ranggawarsita Tuhan ber-tajalli pada

manusia melewati tujuh martabat, pertama tajalli Syajaratul yakin, memiliki

martabat yang dinamakan Ahadiyat. Kedua Nur Muhammad, tajalli ini berada pada

tingkat martabat Wahdat. Ketiga Tuhan bertajalli pada martabat Wahidiyat dalam

bentuk Miratul hayai. Setelah itu Tuhan bertajalli pada martabat keempat dalam

bentuk Roh idlofi, memiliki martabat yang dinamakan alam arwah. Selanjutnya

Tuhan bertajalli dalam bentuk Kandil, memiliki martabat yang dinamakan alam

mitsal. Kemudian Tuhan bertajalli dalam bentuk Dharroh, memiliki martabat yang

dinamakan alam ajsam. Pada tahap terakhir, Tuhan bertajalli pada martabat ketujuh

dalam bentuk Kijab, pada martabat ini Tuhan memenuhi tujuanNya mencipta, untuk

bertajalli dalam bentuk manusia. Maka, martabat ini dinamakan martabat insan

kamil. Insan kamil dalam tajalli Tuhan disini diartikan sebagai manusia yang tercipta

dan lahir secara utuh.94

Menurut Ibn al-’Arabi manusia diciptakan atas nama-nama Tuhan, yaitu sifat-

sifat jamal dan jalal-Nya, sehingga manusia merupakan makhluk yang paling

sempurna, yaitu makhluk yang dapat menyatukan kedua kategori nama Tuhan.95

Menurut Ranggawarsita, yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang

sempurna, karena manusia tersusun atas hayyu (hidup) yang disebut atma, dan dibalut

93 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 60 94 Simuh. Mistik Islam Kejawen, h. 234-235. 95 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 82-83.

Page 67: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

oleh tubuh atau jasad, yang tersusun dari empat anasir (tanah, api, air dan udara).

Kemudian dimasukkan ke dalam lima unsur rohani yang disebut mudah (baru).

Yakni: nur, rahsa, roh (suksma), nafsu dan budi.96

Kedua tokoh ini membagi manusia dalam dua golongan. Tetapi keduanya

memiliki perbedaan dalam pembagian golongan tersebut. Ibn al-’Arabi membagi

manusia dalam dua macam, yaitu insan kamil dan insan hayawan. Insan kamil adalah

manusia yang dapat mengaktualisasikan akhlak Allah sehingga nama-nama-Nya

termanifestasi padanya. Ia disebut sebagai ’arif, yaitu orang yang dapat mengetahui

esensi alam berdasarkan pengetahuan intuitif (kasyf) atau makrifat. Ia juga disebut

hamba tuan. Sedangkan insan hayawan (manusia hewan) adalah manusia yang tidak

dapat mengaktualisasikan nama-nama Tuhan dan dia tidak bisa berakhlak dengan

akhlak Tuhan. Ia juga disebut hewan yang dapat berpikir (al-hayawan al-natiq) atau

hamba nalar.97

Tetapi di lain kesempatan Ibn al-’Arabi membagi manusia dalam tiga bagian.

Pertama manusia ’arif, yaitu manusia seperti yang telah dijelaskan di atas. Kedua,

manusia yang memiliki kategori ahli iman atau muslim mu’min. Ketiga, manusia

yang memiliki kategori pemilik pikiran.98 Sebenarnya ketiga bagian ini tidak

mengandung makna yang berbeda dengan dua bagian yang telah dikategorikan Ibn al-

’Arabi terdahulu. Hanya ia menambahkan satu macam di antara macam pertama dan

96 Simuh. Mistik Islam Kejawen, h. 234-235. 97 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 137. 98 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 136.

Page 68: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

terakhir, sehingga terdapat pilihan lain yang dapat mempresentasikan manusia yang

tidak termasuk pada golongan yang pertama atau kedua.

Ranggawarsita membagi manusia dalam dua golongan juga, yaitu golongan

khawas dan awam. Golongan khawas adalah orang-orang yang memiliki ilmu tinggi

dan ia akan mudah untuk menemukan dan menyatu dengan Tuhannya. Orang-orang

yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang pilihan seperti Sunan Kalijaga

dan para wali lainnya.99 Mereka diberi kesaktian oleh Tuhan. Adapun yang dimaksud

dengan Mu’min awam adalah manusia biasa yang tidak memiliki cukup ilmu.

Karenanya ia akan menghadapi banyak tantangan dan cobaan dalam perjalanannya

menuju kepada Tuhan.

2. Insan Kamil

Ibn al-’Arabi dan Ranggawarsita sama-sama memiliki konsep insan kamil,

tetapi masing-masing berbeda dalam mengartikannya. Ibn al-’Arabi misalnya

mengatakan, bahwa insan kamil adalah manusia sempurna yang memiliki asma’-

asma’ dan sifat Tuhan, dan setiap manusia memiliki potensi untuk itu. Jadi tidak

semua manusia dinamakan insan kamil.100

Sementara Ranggawarsita mengatakan bahwa insan kamil adalah manusia

yang sempurna kejadiannya yang terdiri dari tujuh unsur yaitu, hayyu (atma), nur,

pramana, suksma, angan-angan, budi dan jasad. Dan terdiri dari empat anasir yaitu,

99 Simuh. Mistik Islam Kejawen, h. 360. 100 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 130.

Page 69: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

api, air, angin, dan tanah. Ranggawarsita mendifinisikan insan kamil dengan orientasi

pada kesempurnaan manusia yang terlahir ke dunia melalui tujuh unsur yang masuk

padanya sesuai dengan tujuh martabat tajalli Tuhan.

Apabila insan kamil didefinisikan seperti yang dimaksudkan oleh Ibn al-

’Arabi tersebut di atas, maka Ranggawarsita menggunakan istilah manusia pilihan.

Manusia pilihan menurut Ranggawarsita, adalah manusia khas (khawas). Manusia

khas (khawas) adalah orang yang dapat menghayati kemanunggalannya dengan

Tuhan dan mencapai iradat kesatuan dengan Tuhan. Mereka menjadi saksi dan

berkuasa laksana Tuhan. Dalam istilah bahasa Jawa, seperti kata-kata, ”kang cinipta

dadi, kang sinedya ana, kang kinarsan teka, saka parmaning kang kuasa” (yang

dicipta terjadi, yang diingini ada seketika, yang dikehendaki datang, dari anugerah

Tuhan).

Ibn al-’Arabi menjelaskan, bahwa manusia memiliki dimensi lahir dan

dimensi batin. Dimensi lahir termanifestasi pada bentuk raga, sedangkan dimensi

batin termanifestasi pada bentuk raga. Insan kamil merupakan sosok manusia yang

berfisik-biologis sama dengan manusia pada umumnya, tetapi memiliki kualitas

rohaniah yang unggul dan paling sempurna dibanding manusia pada umumnya.

Keunggulan rohaniah ini karena ia dibekali pengetahuan esoterik yang unggul.

Adapun dimensi batinnya menunjukkan, bahwa manusia adalah makhluk terpuji,

seperti arti dari kata Muhammad, dan kata Muhammad adalah lambang dari

kesempurnaan, maka dari itu manusia diciptakan dengan nama Muhammad yang

berarti makhluk yang sempurna.

Page 70: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Konsep ini berbeda dengan yang diterangkan oleh Ranggawarsita. Ia tidak

menerangkan makna di balik bentuk raga manusia, tetapi justru dia menerangkan

proses masuknya tujuh unsur ke dalam raga manusia ketika dalam kandungan hingga

lahir. Manusia pilihan adalah manusia yang dapat berhadapan dengan Tuhan secara

lancar tanpa banyak menemui kesulitan dan ujian, yaitu orang yang menghayati

kemanunggalannya dengan Tuhan, mencapai pada iradat kesatuan dengan Tuhan. Ia

menjadi sakti dan berkuasa laksana Tuhan. Dengan demikian pemikiran Ibn al-’Arabi

dan Ranggawarsita memiliki perbedaan yang mendasar dalam mendefinisikan insan

kamil. Ibn al-’Arabi mendefinisikan insan kamil dengan orientasi pada kesempurnaan

manusia yang dapat mengetahui esensi kehidupan dan wujud segala sesuatu.

Sementara Ranggawarsita mendefinisikan insan kamil dengan orientasi pada

kesempurnaan manusia yang terlahir ke dunia melalui tujuh unsur dan empat anasir

yaitu, api, air angin dan tanah.

Insan kamil dalam konsep Ibn al-’Arabi hanya dapat dicapai seseorang

melalui perjalanan syari’at secara kaffah. Ia harus menjalankan semua perintah dan

meninggalkan semua larangan Tuhan sebagai aplikasi dari ketundukannya. Ia juga

harus melaksanakan semua amalan sunah secara intensif dan konsekuen sebagai

aplikasi dari kecintaannya. Karena, menurut Ibn al-’Arabi syari’at adalah timbangan

dan pemimpin. Dengan demikian seseorang yang ingin mencapai derajat insan kamil

harus melaksanakan pendekatan diri kepada Tuhan secara intensif dengan melakukan

berbagai ritual yang dapat mendekatkan dirinya kepada Tuhan, seperti riyadhah. Dan

Page 71: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

seseorang akan mengalami berbagai anugerah psikis (kejiwaan) berupa ahwal yang

sebelumnya melewati beberapa maqamat psikologis.

Menurut Ranggawarsita, bagi seseorang yang ingin mencapai derajat insan

kamil atau manusia pilihan, ia harus memiliki ilmu makrifat yang disebut ilmu

kasunyatan dan ilmu kasampurnan. Dengan memenuhi beberapa syarat di antaranya

menghindari perbuatan hina (nistha papa), menghindari perbuatan dusta (dhora

sangsara), menghindarai perbuatan jahat (dhusta lara) dan menghindari perbuatan

aniaya (nuhayah pati).101

Selain itu, ia juga harus melakukan ritual khusus berupa tuntunan budi luhur

dan manekung untuk menghayati kemanunggalan dengan Tuhan. Ketika seseorang

telah mencapai penghayatan kemanunggalan dengan Tuhan ia akan ditampakkan oleh

Tuhan berupa alam ruhiah, alam sirriyah, alam nuriyah, alam uluhiah, dan

manunggal dengan cahaya Dzat yang bersifat kuasa.102 Semuanya itu dalam konsep

Ibn al-’Arabi sama dengan proses pendapatan maqamat dan akhwal.

Ajaran-ajaran Ibn al-’Arabi sendiri telah dikenal di Jawa sejak pada abad

keenam belas. Dengan masuknya ajaran Ibn al-’Arabi yang bertemu dengan ajaran

kejawen telah menghasilkan pemikiran Ranggawarsita mengenai manusia yang

tertuang dalam salah satu karyanya Wirid Hidayat Jati. Dengan demikian pemikiran

Ranggawarsita memiliki banyak kesamaan dengan pemikiran Ibn al-’Arabi

khususnya dalam konsep manusia.

101 Purwadi. Tasawuf Jawa, (Magelang: Tamboer Press, 2002) h. 16. 102 Simuh. Mistik Islam Kejawen, h. 265

Page 72: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Kesamaan konsep manusia antara keduanya adalah hasil dari pengaruh

pemikiran Ibn al-‘Arabi terhadap Ranggawarsita. Sedangkan perbedaannya, masing-

masing tokoh mempresentasikan pola pikir alirannya masing-masing. Ibn al-’Arabi

mewakili pemikiran sufisme/tasawuf, sementara Ranggawarsita mewakili pemikiran

Islam kejawen atau kebatinan Jawa.

Page 73: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

BAB V

KESIMPULAN

Ibn al-’Arabi dan Ranggawarsita mempunyai persamaan dalam memulai

pembicaraannya tentang manusia dengan diawali proses tajalli Tuhan. Hanya pada

saat menjelaskan proses tajalli Tuhan keduanya mempunyai perbedaan. Ibn al-‘Arabi

menjelaskan proses tajalli Tuhan melalui dua cara: pertama mengambil bentuk tajalli

ghaib dan cara kedua mengambil bentuk tajalli dzati. Sementara Ranggawarsita

menjelaskan proses tajalli Tuhan pada manusia melewati tujuh martabat, yaitu

Syajaratul yakin, Nur Muhammad, Wahidiyat, Roh idlofi, Kandil, Dharroh Kijab.

Kedua tokoh ini membagi manusia dalam dua golongan. Tetapi keduanya

memiliki perbedaan dalam pembagian golongan tersebut. Ibn al-’Arabi membagi

manusia dalam dua macam, yaitu insan kamil dan insan hayawan. Ranggawarsita

membagi manusia dalam dua golongan juga, yaitu golongan khawas dan awam.

Ibn al-’Arabi menjelaskan, bahwa manusia diciptakan atas nama-nama Tuhan,

yaitu sifat-sifat jamal dan jalal-Nya. Makhluk yang paling sempurna menurutnya,

adalah makhluk yang dapat menyatukan kedua kategori nama Tuhan tersebut.

Berbeda dengan Ranggawarsita, ia menjelaskan yang menjadikan manusia sebagai

makhluk yang sempurna, karena manusia tersusun atas hayyu (hidup) yang disebut

atma, dan dibalut oleh tubuh atau jasad, yang tersusun dari empat anasir, kemudian

dimasukkan ke dalam lima unsur rohani yang disebut mudah (baru).

Page 74: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Ibn al-’Arabi dan Ranggawarsita sama-sama memiliki konsep insan kamil,

tetapi masing-masing berbeda dalam mengartikannya. Menurut Ibn al-’Arabi insan

kamil adalah manusia sempurna yang memiliki asma’-asma’ dan sifat Tuhan, dan

setiap manusia memiliki potensi untuk itu. Jadi tidak semua manusia dinamakan

insan kamil. Sementara Ranggawarsita mengatakan bahwa insan kamil adalah

manusia yang sempurna kejadiannya yang terdiri dari tujuh unsur dan terdiri dari

empat anasir. Ranggawarsita mendifinisikan insan kamil dengan orientasi pada

kesempurnaan manusia yang terlahir ke dunia melalui tujuh unsur yang masuk

padanya sesuai dengan tujuh martabat tajalli Tuhan.

Insan kamil yang didefinisikan oleh Ibn al-’Arabi tersebut di atas, diistilahkan

oleh Ranggawarsita dengan istilah manusia pilihan atau manusia khas (khawas). Ibn

al-’Arabi menjelaskan, bahwa manusia memiliki dimensi lahir dan dimensi batin.

Dimensi lahir termanifestasi pada bentuk raga, sedangkan dimensi batin

termanifestasi pada bentuk roh. Konsep ini berbeda dengan yang diterangkan oleh

Ranggawarsita. Ia tidak menerangkan makna dibalik bentuk raga manusia, tetapi

justru dia menerangkan proses masuknya tujuh unsur ke dalam raga manusia ketika

dalam kandungan hingga lahir.

Insan kamil dalam konsep Ibn al-’Arabi hanya dapat dicapai seseorang

melalui perjalanan syari’at secara kaffah. Ia harus menjalankan semua perintah dan

meninggalkan semua larangan Tuhan, dan harus melaksanakan pendekatan diri

kepada Tuhan secara intensif dengan melakukan riyadhah. Sementara menurut

Ranggawarsita, seseorang yang ingin mencapai derajat insan kamil, ia harus memiliki

Page 75: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

ilmu makrifat yang disebut ilmu kasunyatan (Ilmu hakekat Tuhan) dan ilmu

kasampurnan (ilmu keTuhanan), juga harus melakukan ritual khusus berupa tuntunan

budi luhur dan manekung untuk menghayati kemanunggalan dengan Tuhan.

,

Page 76: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, A. E, Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi, terj. Sjahrir Mawi dan Nandi Rahman,

jakarta: Gaya Media Pratama, 1989.

Ali, Yunasril, Manusia Citra Illahi, Jakarta: Paramadina, 1997, cet. I.

Al-Nawawi, Imam, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Beirut: Dar al-Ihya al-Turas

al-‘Arabi, 1984, jilid 16.

‘Arabi, Ibn, al-Futuhat al-Makkiyah, ed. Osmar Yahya, Kairo: al-Hai,at al-

Mishiriyyat al-‘Ammah Li al-Kitab, 1972, jilid I.

------- Fusus al-Hikam, ed. A. Afifi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1946,

jilid I.

Bayraktar Bayrakli, Eksistensi Manusia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

C. Chittick, William, Tuhan Sejati dan Tuhan-Tuhan Palsu, terj. Ahmad Nidjam,

et.al., Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001.

Ciptoprawiro,Abdullah, Filsafat Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, cet. 2.

Corbin, Henry, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibn ‘Arabi, New Jersey: Princetion

University Press, 1997.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan Terjemahannya, Jakarta:

Dana Badan Waqaf, 1995.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1988.

Page 77: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Hadiwijono. Harun, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977.

Hirtenstein, Stephen, Dari Keberagaman Ke Kesatuan Wujud: Ajaran-ajaran dan

Kehidupan Spiritual Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi, terj. Tri Wibowo Santoso,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Imam S Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan jawa,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Kamal, Zainun, ”Ibn Arabi dan Paham Wahdat al-Wujud”, dalam: Refleksi Jurnal

Kajian Agama dan Filsafat, Jakarta: Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1998, vol. I, no 1.

Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, Jakarta:

Paramadina, 1995, cet.I.

Mastuhu dan Ridwan M, Deden, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan

Antara Disiplin Ilmu, Bandung: Penerbit Nuansa, 1998, cet. 1.

Mustofa, Ahmad, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 1999, Cet. Ke-2.

Nasution, M. Yasir, Manusia Menurut Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1996.

Purwadi. Tasawuf Jawa, Magelang: Tamboer Press, 2002.

Rahardjo Dawam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 1999.

Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, terj. Simuh, Surakarta: Administrasi Jawi

Kandha, 1908.

Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, Jakarta: UI Press,1988.

Page 78: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah

Sumanta, Insan Kamil dalam Perspektif Tasawuf Ibn al-‘Arabi, Tesis S2 Fakultas

Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.

Tafsazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, terj. Ahmad Rofi’ utsmani, Bandung: Pustaka,

Cet. Ke-1.

Page 79: JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19436/1/...untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Aqidah