Jurnal Teori Perubahan Sosial

download Jurnal Teori Perubahan Sosial

of 8

Transcript of Jurnal Teori Perubahan Sosial

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    1/8

    75H. A. Saefudin. Teori Konflik dan Perubahan Ssosial: Sebuah Analisis Kritis

    Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 26/DIKTI/Kep/2005

    1. Pendahuluan

    Dalam pandangan filosofis Heraklitos, hidup

    dimaknai sebagai perubahan. Panta rhei kai

    ouden menei,demikian kata Heraklitos. Tiada

    yang tetap, semuanya mengalir, semuanya

    berubah (Bagus, 1996). Pada berbagai masyarakat

    di berbagai belahan dunia, ilmuwan sosial melihat

    pe ru ba ha n (sos ia l) seba ga i fenomen a tak

    terhindarkan (unavoidable phenomena). Adanya

    gejala-gejala seperti depersonalisasi, frustrasi dan

    apati; pendapat mengenai norma susila yang

    sebelumnya dianggap benar; perbedaan pendapat

    tentang sikap dan nilai yang sesuai untuk

    kehidupan yang lebih manusiawi; atau kenyataangeneration gap,merupakan beberapa contoh yang

    dengan mudah diidentifikasi.

    Merujuk pada Schramm dan Lerner (1978)

    sebab-sebab yang mendorong terjadinya

    perubahan juga sangat beragam.

    Apapun penyebabnya dalam konteks

    kehidupan sosial, terjadinya perubahan dapatmengarah pada dua keadaan, yakni perubahan ke

    arah yang lebih baik (progress) dan perubahan ke

    arah yang lebih buruk (regress). Karena sifatnya

    yang demikian maka tidak mengherankan bila

    sebagian besar definisi perubahan sosial

    cenderung bersifat netral dan luas. Wilbert Moore

    ( Lauer, 2001), misalnya, mendefinisikan perubahan

    sosial sebagai perubahan penting dari struktur

    sosial. Fairchild (Lauer, 2001) mengartikan

    perubahan sosial sebagai variasi atau modifikasi

    dalam setiap aspek proses sosial, pola sosial, dan

    bentuk-bentuk sosial serta setiap modifikasi pola

    antar hubungan yang mapan dan standar perilaku.

    Abdullah (2004) mendefinisikan perubahan sosial

    sebagai perubahan struktur sosial dan pola budaya

    yang signifikan dalam jangka waktu tertentu.

    Sementara Rogers (1978) mengaitkan perubahan

    dengan konsep pembangunan. Di sini, perubahan

    Teori Konflik dan Perubahan Sosial:Sebuah Analisis Kritis

    ABSTRACT

    Conflict theory is born as reaction toward structural functional approach for social change

    analysis. This theory gained its popularity in 1960s, rooted in Max Weber concept of power

    conflict and Karl Marx theses focused on economy conflict. This article emphasized Marx

    concept concerning social change which is frequently used in conflict argumentation. Althoughwidely used for social analysis, Marx theory has weaknesses, too. Ritzer and Goodman

    described some critics toward Marxian approach: (1) failed to prove social revolution;

    (2) unable to comprehend capitalist system flexibilities; (3) too radical; (4) ideological-biased;

    and (5) unable to prove the success of Marxist-Communist states.

    Kata kunci: teori konflik, teori kritis, perubahan sosial

    H. A. Saefudin

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    2/8

    MEDIATOR

    Vol. 6 No.1 Juni 200576

    sosial diartikan sebagai inti dari pembangunan

    yang bersifat transformatif dan partisipatoris.

    Ilmuwan sosial lainnya bahkan mengaitkan konsep

    perubah an sosial dengan wes ternisasi ,

    modernisasi, industrialisasi, pertumbuhan

    (growth) dan evol usi sosi o- ku lt ur al

    (Nasution, 1987)

    Sebagai sebuah konsep akademis yang telah

    diterima di lingkungan komunitas ilmiah, fenomena

    perubahan sosial menjadi obyek kajian yang pal-

    ing menarik di lingkungan ilmu sosial sepanjang

    empat dasawarsa terakhir dan telah dikaji dari

    berbagai sudut pandang (perspektif) dan disiplin

    ilmu. Beberapa perspektif yang muncul dalam kaitan

    ini, menurut Churton (1995), di antaranya perspektif

    konflik, perspektif konsensus (structural function-alism), perspektif tindakan sosial ( socia l

    psycol ogy ). Sementara, Marshall (1998)

    mengelompokkan pendekatan terhadap perubahan

    sosial ke dalam func tionalist tradition ,

    evolusionaryperspektives,dan conflic theory tra-

    dition. Tulisan ini secara khusus mencoba

    mengkaji berbagai pandangan dan asumsi yang

    mendasari teori konflik dalam manganalisis

    fenomena perubahan sosial.

    2. Perspektif Teori Konflik

    tentang Perubahan SosialTeori konflik muncul sebagai reaksi terhadap

    pendekatan fungsionalisasi struktural dalam

    menyoroti perubahan sosial. Teori yang

    memperoleh popularitasnya tahun 1960-an ini

    berakar pada konsep Max Weber tentang konflik

    kekuasaan (conflict about power) dan pemikiran

    Karl Mark tentang konflik ekonomi (Marshall, 1998).

    Para teoretisi konflik percaya bahwa adanya konflik

    merupakan fenomena kehidupan sosial yang nor-

    mal, bahkan penting untuk mencapai perubahan.

    Sebuah perubahan seringkali baru muncul ketika

    masyarakat memaksakannya harus terjadi (lewatpertentangan) ketimbang sebagai kesepakatan dan

    kehendak tulus kelompok yang memiliki kekuasaan

    (Rex, 1961). Karena itu, adanya konflik menjadi

    penting untuk memacu dinamika sosial.

    Marxis dan teori konflik pada dasarnya

    memiliki asumsi dasar yang sama dengan

    fungsionalisme dalam memandang perubahan

    sosial. Menurut Loockwood (Marshall, 1998)

    keduanya memandang berbagai struktur dan

    sistem yang ada di masyarakat sebagai

    keniscayaan. Bedanya, penganut teori konflik

    khususnya pengikut Mark memandang bahwa

    manusia memiliki kemampusn untuk bertindak,

    kemampuan mengubah situasi melalui tindakan

    politik. Dengan demikian, teori ini bersifat lebih

    proakti f dalam memahami dan menciptakan

    perubahan sosial. Para teoretisi konflik (bukan

    hanya Marxis) pada umumnya memandang

    perubahan sosial sebagai hasil dari pertentangan

    kelas, ras, dan kelompok lainnya (untuk menarik

    manfaat tertentu) ketimbang berdasarkan

    konsensus. Teori konflik juga berbeda dengan teorifungsionalisasi sruktural dalam hal memahami

    mekanisme perubahan sosial. Menurut teori

    struktural fungsional perubahan merupakan

    kesepakatan bersama yang harus dilaksanakan

    secara terstruktur dan perlahan-lahan. Sementara,

    teori konflik berpendapat bahwa kelompok-

    kelompok sosial yang ada dibangun , dikontrol,

    dan dipelihara berdasarkan cara-cara manipulatif

    kelompok dominan. Untuk melepaskan diri dari

    dominasi tersebut maka cara yang dilakukan harus

    di luar pola konsensus yang ada serta berdasarkan

    cara-cara konfrontatif dari kelompoksubordinateterhadap kelas dominan.

    Tulisan ini tidak berpretensi mengupas teori

    konflik dalam keseluruhan dimensinya, karena itu

    pembahasan tentang teori konflik ini akan lebih

    difokuskan pada konsep Marxtentang perubahan

    sosial. Alasannya, sederhana saja, karena menurut

    Lauer (2001), Fakih (2003), dan Churton (2000).

    Marx-lah yang paling sering digunakan sebagai

    dasar argumentasi teori konflik.

    Perspektif konflik yang berakar pada

    Marxisme pada dasarnya tidak hanya teori kritik

    terhadap kapitalisme yang memokuskan pada

    pemahaman mode of production yang dinamakan

    kapitalisme , tetapi juga teori tentang perubahan

    sosial. (Fakih, 2003). Semangat yang mendasari

    Karl Mark dalam melakukan kritik terhadap

    kapitalisme, ujar Fakih lebih lajut, pada dasarnya

    berangkat dari filsafat moral keadilan dan cita-cita

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    3/8

    77H. A. Saefudin. Teori Konflik dan Perubahan Ssosial: Sebuah Analisis Kritis

    Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 26/DIKTI/Kep/2005

    untuk perubahan masyarakat menuju keadilan

    sosial ekonomi. Dalam karyanya berjudulDas capi-

    talpada dasarnya Marx menuturkan tentang kasus

    bagaimana proses ketidakadilan terjadi dalam aspek

    ekonomi.

    Analisis Marx tertuju pada inti ketidakadilan

    yang tersembunyi dari hubungan masyarakat

    dalam sistem kapitalisme. Pandangan Marx tentang

    kapitalisme intinya adalah bagaimana eksploitasi

    dan ketidakadilan struktural dapat dijelaskan. Oleh

    karena itu analisis Marx dalam jilid pertama Das

    Capitalsama sekali tidak dimulai dari uraian sejarah

    kapitalisme, tetapi justru mulai dari hal yang tidak

    mengesankan dari sistem kapitalisme, yakni

    tentang komoditas. Pilihan komoditas sebagai

    pintu masuk untuk memahami keseluruhan sistemkapitalisme , dan bukan analisis bisnis, atau pasar

    sebagai institusi sosial, yang paling mewarnai

    kehidupan ekonomi kapitalis memang mempunyai

    alasan tersendiri. Pilihan ini sengaja dipakai untuk

    memudahkan memahami dasar ketidakadilan

    kapitalisme. Bagi Marx, pada komoditaslah

    tersimpan rahasia ketidakadilan kapitalisme.

    Menurut Marx, Komoditas selain memiliki sifat

    kegunaan atau used value,juga mengandung sifat

    exchange value, yakni sifat untuk diperjualbelikan.

    Lama sebelum Marx, analisis dan teori ekonomi

    tidak berhasil menjelaskan, hubungan antara duasifat (use dan exchange)dari komoditas itu. Marx,

    mulanya sedikit sekali berbicara tentang used value

    yang menjadi kunci dari realitas kapitalis itu.

    Komoditas berguna sejauh ia mengandung dua

    elemen di atas, tetapi ia memilih komoditas sebagai

    exchange valuesebagai pendekatan memahami

    kapitalisme.Exchange valueyang ada dalam suatu

    komoditas. Untuk suatu komoditas, masyarakat

    tidak menukar dalam rasio yang berbeda, seperti

    barter. Itulah sebabnya exchange valuemenjadi

    pusat penelitian Marx menyangkut bagaimana

    nilai komoditas ditentukan dan apa dasarnya. Dari

    penelitiannya.

    Marx menemukan bahwa prinsip yang

    digunakan dalam masyarakat untuk mengatur dan

    menetapkan rasio tukar adalah berdasar pada

    kuantitas kerja buruh yang terkandung dalam

    komoditas, termasuk tenaga yang dimasukkan

    melalui mesin produksi. Analisis Marx yang

    akhirnya melahirkan anggapan bahwa faktor buruh

    adalah penentu exchange value itu merupakan

    dasar dari the labor theory of value.Penemuan

    terpenting Marx tentang nilai adalah bagaimana

    menggunakan buruh menjadi alat untuk mengukur

    nilai suatu komoditas. Bagi Marx, individu buruh

    dapat dihitung dan untuk menghitungnya

    diperlukan suatu model relasi yang dikenal dengan

    mode of production kapitalisme.

    Atas dasar analisis itu Marx menilai bahwa

    kapitalisme adalah sistem sosio-ekonomi yang

    dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat

    dari proses produksi., bukan dari memeras, riba

    ataupun mencuri secara langsung, tetapi dengan

    cara mengorganisasikan mekanisme produksisecara tertentu, sehingga mengurangi biaya

    produksi seminimum mungkin, atau melalui suatu

    mode of production tertentu. Keuntungan ini

    mendorong terciptanya suatu kekuatan untuk

    menyeragamkan buruh dan menguasainya.Mode

    of productionkapitalis menciptakan pasar untuk

    tenaga kerja, ketimbang hubungan manusia-tuan

    secara tradisional.

    Marx menunjukkan adanya kejahatan dalam

    proses itu karena adanya pemisahan antara petani

    dan pengrajin yang tak memiliki lahan itu dipaksa

    untuk menjual tenaga kerja mereka dalam bentukyang dibutuhkan oleh suatu kelas sosial yang

    sekarang memiliki pertanian dan pabrik. Mereka

    terpaksa menjual tenaganya karena demi

    kelangsungan hidupnya. Dengan cara itu kapitalis

    melahirkan bentuk baru buruh yang dapat

    diperjualbelikan seperti komoditi. Buruh yang

    dihomogenkan itu disebut labour power(tenaga

    kerja), yang asalnya dari buruh heterogen pada

    masa mode pre-capitalist.

    Teori labour value bagi Marx tidak hanya

    dipakai sebagai alat analisis terhadap exchange

    rasio, tetapi justru digunakan sebagai sarana untuk

    memahami problem ketidakadilan dalam sistem

    kapitalisme, yakni hubungan sosial dalam

    masyarakat kapitalis. Sesuatu yang oleh pemikir

    sosial lain tidak dianggap pentingunit kekayaan

    yang disebut komoditioleh Marx disebut sebagai

    hieroglyphic. Komoditas, baginya, tidak hanya

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    4/8

    MEDIATOR

    Vol. 6 No.1 Juni 200578

    dilihat sebagai benda, tetapi tersembunyi

    hubungan sosial. Sifat komoditas itu mengaburkan

    persepsi orang tentang realitas kapitalis, yang oleh

    Marx disebutfetishism of commodities.Artinya,

    suatu komoditi dapat ditukar seolah-olah hanya

    karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditas

    justru terletak pada adanya hubungan sosial

    dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya.

    Melalui konsepfetishismitu difahami bahwa suatu

    komoditas mengandung dan membungkus

    persoalan kapi ta li sme. Ekonom umumnya

    berpendapat bahwa kekayaan yang datang dari

    tanah, buruh, dan modal, merupakan hadiah dan

    sumbangan karena usaha memproduksi barang

    yang bermanfaat. Padahal, tanah, dan modal,

    seperti buruh dan hubungan sosial, adalah hakyang disepakati oleh pemilik tanah dan modal untuk

    mengklaim produksi atas nama sumbangan atas

    output yang dibuat oleh sumber dan modal

    mereka. Kerancuan tentang hak sosial ini, bagi

    Marx, dianggap sebagai bagian utama darifetish-

    ismdalam kapitalisme.

    Dalam sistem kapitalisme, transfer kekayaan

    dari mereka yang memproduksi secara langsung

    (buruh) kepada ,mereka yang tidak ikut

    memproduksi (kapitalis) dikaji secara ilmiah. Begitu

    tanah, buruh, dan modal muncul sebagai sesuatu

    yang menghasilkan kekayaan sosial, konflik munculdalam hubungan sosial, karena mereka yang

    beker ja (kel as peker ja) mengkla im hak

    kepemilikannya. Elemenfetishismdalam komoditas

    ini mengerikan karena ia merupakan bibit kekuatan

    untuk konflik dan bukan kerjasama. Marx membuat

    komoditas menjadi sarana wawasan sosial-analisis

    sejati terhadap keseluruhan sistem kapitalisme.

    Selanjutnya Marx juga menganalisis commod-

    ity labour power-nya sendiri. Baginya, komoditas

    mempunyai dua aspek , yakni aspek kegunaan dan

    aspek perdagangan (exchangeability). Namun,

    Marx menemukan kandungan labour power di

    dalamnya yang membuat komoditas mengandung

    used value yang menghasilkan surplus. Use value

    terdapat dalam produk kapitalis yang diproduksi

    buruh. `Salah satu syarat menjualtenaga kerja

    sebagai komoditas adalah buruh tak ada hak untuk

    mengklaim produk yang diciptakannya. Maka itu,

    mobil yang dihasilkan pabrik menjadi milik pabrik

    yang memiliki budak, yakni buruh dan manajemen.

    Marx menemukan rahasia utama kapitalisme bahwa

    profit sudah diperoleh sebelum produk dilempar

    ke pasar, yakni profit diperoleh bukan karena

    perdagangan , tetapi justru sebelum komoditas

    dijual, yakni ketika diproduksi. Sumber keuntungan

    itu dicuri darisurplus value,yakni perbedaan nilai

    antara tenaga kerja yang dijual buruh dan nilai

    produk pada waktu akhir produksi.

    Dari uraian ringkas tentang konsep Marxisme

    di atas, jelas tampak bahwa sistem kapitasme

    ditandai oleh hubungan sosial yang didasarkan

    pada eksploitasi dan dominasi kelas pemilik modal

    (penguasa) tehadap kelompok pekerja. Sistem

    yang menekan kelas pekerja seperti ini, menurutMarx, secara perlahan akan membangkitan

    kesadaran revolusionar kelas pekerja untuk

    kemudian menciptakan perubahan sosial-revolusi

    menuju tatanan masyarakat baru tanpa eksploitasi.

    Pada saat ini, kajian tentang teori konflik

    (Marxisme) jauh sudah berkembang. Bila dulu

    (Marxisme strukturalis) upaya menciptakan

    perubahan sosial lebih difokuskan pada reduksi

    dan perubahan struktur relasi ekonomi, maka pada

    analisis Marxisme Posstrukturalis juga melibatkan

    aspek lain, seperti kebudayaan, hegemoni ideologi,

    pendidikan, diskursus, ser ta rela si gender.Pendekatan post -s truc tu rali st inilah yang

    kemudian dikenal sebagai analisis dialektika anti-

    reduksionis dan anti-esensialis yang

    dikembangkan oleh Althuser (Fakih, 2003).

    Pengembangan lebih jauh teori konflik

    berbasisk an Ma rx ism e, di antaran ya

    dikembangkan oleh Adorno, Horkheimer, dan

    Marcuse ( 1964), dan kemudian Habermas (1979).

    Adorno dkk yang dikenal sebagai kelompok kritis

    dari Mazhab Frankfurt menyadari bahwa kelemahan

    teori Marxisme adalah model ekonomi mereka yang

    deterministik. Hal ini harus diperbaiki dengan

    melakukan analisis struktur dan sosial yang lebih

    integratif, sehingga mampu menumbuhkan

    masyarakat melakukan transformasi lingkungan

    dan membuat pilihan-pilihan yang rasional.

    Sementara Jurgen Habermas menekankan

    pentingnya komunikasi sebagai a tool of analy-

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    5/8

    79H. A. Saefudin. Teori Konflik dan Perubahan Ssosial: Sebuah Analisis Kritis

    Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 26/DIKTI/Kep/2005

    sis dalam memahami relasi dan struktur sosial

    dunia modern. Komunikasi dipandang sebagai

    kunci bagi emansipasi sosial. Masyarakat masa kini

    menjadi tertekan dan tidak adil karena komunikasi

    sosial mengalami distorsi. Ketika komunikasi

    terdistorsi, maka kebenaran menjadi tertutup. Pada

    masyarakat yang demikian, komunikasi tidak lagi

    menjadi sarana untuk berbagi dan mengungkap

    kebenaran, melainkan sebagai sarana untuk

    menyuarakan dan mempertahankan berbagai

    kepentingan pihak penguasa. Mengubah

    masyarakat berarti mengubah relasi saluran

    komunikasi menjadi emansipatoris dan memberikan

    hak masyarakat untuk menyuarakan diri mereka.

    3. Evaluasi terhadap Teori KonflikMarxian

    Sepanjang lima dasawarsa terakhir telah

    banyak evaluasi dilakukan para ahli terhadap teori

    konflik, khususnya yang berwarna Marxian.

    Evaluasi tersebut mencakup pujian sekaligus

    cercaan terhadap teori ini dalam mendekati masalah

    perubahan sosial. Pujian terhadap teori ini, di

    antaranya, disampaikan Churton (2000), Marshall

    (1998), Ritzer dan Goodman (2003). Rangkuman

    pujian tersebut dian tara nya me nyebutkan

    bahwa ;

    (1) Marx berhasil menyajikan kelemahan mendasardari sistem ekonomi/masyarakat kapitalis dan

    menunjukkan bagaimana struktur sosial

    berfungsi sebagai penguat ketidakadilan

    sosial yang menganga di masyarakat.

    (2) Marx menegaskan bahwa penyangga utama

    sistem kapitalis adalah buruh. Tanpa mereka,

    sistem kapitalis tidak akan dapat bertahan.

    Serikat pekerja (persatuan buruh) dan

    kehendak bersama akan mampu melumpuhkan

    para pemilik modal dan arena akan dapat

    menciptakan perubahan sosial yang

    powe rfull. Wahan a tersebut akanmenciptakan kesadaran, pengetahuan yang

    akan membimbing mereka menuju kebebasan

    atau hidup tanpa eksploitasi.

    (3) Perhatian Marx pada emansipasi manusia

    dinilai memberikan kontribusi besar dalam

    memahami perubahan sosial. Sebelum

    pemikiran Marx muncul, kebanyakan ilmuwan

    sosial lebih tertarik berbicara tentang konsep

    status quo ketimbang menganalisis dan

    memperbaiki keberadaan anggota-anggota

    masyarakat (khususnya kelas pekerja) secara

    keseluruhan.

    (4) Dalam mengadopsi pendekatan dialektika,

    Marx berhasil menyediakan alternatif

    pemikiran tentang hubungan antarberbagai

    aspek dunia sosial dan saling keterkaitannya

    yang kemudian turut memengaruhi perubahan

    masyarakat. Dalam hal ini Marx

    menunjukkan bahwa hubungan sosial memiliki

    kekuatan yang sama dengan struktur sosial

    dalam menganalisis kehidupan dan perubahan

    sosial masyarakat.(5) Marx juga berhasil memasyarakatkan berbagai

    konsep yang dapat digunakan untuk

    mengidentifikasi dan menginterpretasi kondisi

    masyarakat secara lebih kaya dan argumentatif.

    Beberapa contoh konsep tersebut di

    antaranya pasar bebas ekonomi, Commodity

    Fetishism,reifikasi, ideologi atau alienasi, dan

    surplus value.

    Sementara terkait, dengan keterbatasan teori

    ini dalam menangkap realitas dan mengonstruksi

    cara alternatif dalam melakukan perubahan sosial,

    terdapat beberapa kritik yang, di antaranya,disampaikan, Ritzer dan Goodman (2003); Fakih

    (2003); Churton (2000), dan Mouzelis (1992). Secara

    keseluruhan kritik mereka dapat dirangkum sebagai

    berikut;

    (1) Kritik yang paling umum, biasanya berkaitan

    dengan ramalan Marx tentang terjadinya

    revolusi sosial di negara-negara kapitalis,

    yang hingga kini tidak terbukti. Hal ini benar-

    benar membuat keandalan teori konflik Marx-

    ian dipertanyakan berkepanjangan.

    (2) Terkait dengan hal di atas, para kritikus teori

    konflik juga menyatakan bahwa Marx gagalmemahami fleksibilitas sistem kapitalis, di

    mana kelompok pemilik modal (borjuis) dapat

    membuat konsesi-konsesi dengan kelompok

    masyarakat pekerja (proletar), seperti

    menawarkan kenaikan gaji, memberikan hak

    suara, mengizinkan pemilikan swasta,

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    6/8

    MEDIATOR

    Vol. 6 No.1 Juni 200580

    menawarkan kepemilikan perusahaan lewat

    penjualan saham dan sebagainya tanpa perlu

    menghapuskan kekuasaan pemilik modal.

    (3) Ritzer (2003) memandang Marx menjadi terlalu

    radikal. Hal ini membuat para pemikir

    konservatif dan liberal memojokkan dia

    sebagai orang fanatik berdarah dingin.

    (4) Mouzelis (1992) berpendapat bahwa teori

    konflik, Marx memiliki bias ideologis. Di satu

    sisi, ia melandaskan kritiknya pada aspek

    ekonomi sebagai dimensi struktur sosial yang

    penting, di sisi lain Marx menegaskan

    pendiri an politiknya yang menekankan

    pentingnya desentralisasi politik yang pada

    akhirnya membuat Marx gagal

    mengidentifikasi nilai pluralitas politik yangmenekankan hak-hak individu. Padahal, hak

    inilah yang, katanya, ingin diperjuangkan oleh

    Marx (Fakih, 2003).

    (5) Teori Marxis juga dikritik habis-habisan karena

    runtuhnya negara-negara terpenting

    pengusung pendeka tan Marxi sme dan

    komunisme seperti Uni Soviet dan negara-

    negara Eropa Timur lainnya. Di sini, Marxisme

    gagal menjelaskan mengapa kehancuran

    tersebut terjadi dan mengapa kemudian

    negara-negara yang semula mengusung

    ekonomi Marxisme tersebut kemudianberpindah menjadi pendukung setia sistem

    ekonomi berorientasi kapitalis. Communism,

    ujar Churton (2000), menjadi utopia Karl Marx

    dan para pengikutnya, yang semula

    berkehen da k menyediaka n ruang bagi

    aktualisasi segenap potensi dan kreativitas

    namun nyatanya gagal dibuktikan.

    4. Penutup

    Teori konflik muncul sebagai reaksi terhadap

    pendekatan fungsionalisme struktural dalam

    menyoroti perubahan sosial.

    Menurut para teoretisi konflik, adanya konflik

    merupakan fenomena kehidupan sosial yang nor-

    mal, bahkan penting untuk mencapai perubahan

    sosial.

    Persfektif konflik yang berakar pada Marxisme

    tidak hanya teori kritik terhadap kapitalisme tetapi

    juga terhadap perubahan sosial

    Terhadap teori konflik, khususnya yang

    berwarna Marxian, terdapat pujian dan sekaligus

    cercaan. Marx berhasil menyajikan kelemahan

    mendasar dari sistem ekonomi/masyarakat kapitalis

    dan menunjukkan bagaimana struktur sosial

    berfungsi sebagai penguat ketidakadilan sosial

    yang menganga di masyarakat. Sedangkan kritikan

    yang paling umum berkaitan dengan ramalan Marx

    tentang terjadinya revolusi sosial di negara kapitalis

    yang hingga kini tidak terbukti.

    Konflik dalam masyarakat dapat membawa

    kepada keadaan yang baik, karena mendorong

    perubaha n masyarakat, namun da pat pu la

    membawa kepada keadaan yang buruk bila konfliktersebut berkelanjutan tanpa mengambil solusi

    yang dianggap bermanfaat bagi semua fihak

    sebagai akhir dari konflik.Tidak hanya dicari sebab-

    sebab konflik, tetapi juga bagaimana cara

    mengatasinya.

    Daftar Pustaka

    Abdullah, Oekan S. 2004. HandoutTeori-Teori

    Perubahan Sosial. PPS-Unpad.Churton, Mel. 2000. Theory and Method.London:

    Macmillan Press Ltd.

    Fakih, Mansour. 2003. Runt uh ny a Teori

    Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    Haferkamp, Hans & Neil J. Smelser. 1992. Social

    Change and Modernity. Berkeley and

    Los Angeles, CA: University of California

    Press, Ltd.

    Judistira K. Garna. 1992.Teori-teori Perubahan

    Sosial, Bandung: Program PascasarjanaUniversitas Padjadjaran.

    ________. 1996. Ilmu-ilmu Sosia l Dasar-

    Konse p-Posi si . Bandung: Program

    Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    7/8

    81H. A. Saefudin. Teori Konflik dan Perubahan Ssosial: Sebuah Analisis Kritis

    Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 26/DIKTI/Kep/2005

    Kunczik, Michael. 1991. Communication and So-

    cial Change. Bonn: Freidrich-Ebert-Stiftung.

    Lauer, Robert H. 2001. Perspekti f tentang

    Perubahan Sosial.alih bahasa Alimandan.

    Jakarta: Rineka Cipta.

    Marshall, Gordon. 1998.Dictionary of Sociology.

    Oxford-London: University of Oxford.

    Martindale, Don. 1960 The Nature and Types of

    Sociological Theory. Massachusetts: The

    Riverside Press Cambridge

    Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2003. Teori

    Sosiologi Modern. Alih bahasaAlimandan .

    Jakarta: Prenada media

    Susanto, Astrid S. 1983.Pengantar Sosiologi dan

    Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta.

  • 7/23/2019 Jurnal Teori Perubahan Sosial

    8/8

    MEDIATOR

    Vol. 6 No.1 Juni 200582