Jurnal PPOK PDF

download Jurnal PPOK PDF

of 11

Transcript of Jurnal PPOK PDF

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    1/11

    JURNAL ILMIAH

    STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PENYAKIT

    PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RUANG INSTALASI GAWATDARURAT RSUD RAA. SOEWONDO PATI

    Disusun oleh

    Endah Sri Lestaria

    201203012

    PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

    CENDEKIA UTAMA KUDUS

    Oktober, 2013

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    2/11

    Program Pendidikan Profesi Ners

    STIKES Cendekia Utama Kudus

    Orasi Ilmiah, Oktober 2013

    ABSTRAK

    STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PENYAKIT

    PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RUANG INTALASI GAWAT

    DARURAT RSUD RAA. SOEWONDO PATI

    Endah Sri Lestaria1,Noor Faidah

    2,Luluk Anisatin

    3

    Program Pendidikan Profesi NURSE STIKES Cendekia Utama Kudus

    Jl.Lingkar Raya Kudus-Pati Km.5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus Telp.(0291) 4248655, 4248656 Fax.

    (0291) 4248657 e-mail :[email protected]

    Masalah:Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit kronis pada paru ditandai

    dengan batuk produktif dan dispnea serta terjadi obstruksi saluran napas. Berdasarkan data di RSUD

    RAA. Soewondo Pati angka kejadian PPOK dari bulan Januari sampai Agustus 2013 mencapai 254.

    Angka kejadian tersebut tidaklah sedikit sehingga butuh pertolongan pertama yang tepat terutama

    pada kegawatan PPOK sehingga meminimalkan mortalitas.

    Metode: Asuhan keperawatan pada pasien ini dilakukan selama tiga hari. Data pasien

    didapatkan melalui pengkajian primer (Circulation, Airway, dan Breathing), pengkajian sekunder

    (riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik), dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa keperawatan,

    Nursing Outcome Classification (NOC), dan Nursing Intervention Classification (NIC) ditentukan

    berdasarkan diagnosis yang disetujui oleh NANDA dan disesuaikan dengan Way Of Caution (WOC)

    dari kasus tersebut.

    Hasil: Dalam asuhan keperawatan ini masalah keperawatan yang muncul antara lain

    ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum, ketidakefektifan

    pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas, gangguan pertukaran gas berhubungan

    dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi, perfusi jaringan tidak efektif: perifer berhubungan dengan

    gangguan sirkulasi, kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intra sel

    ke ekstra sel.

    Simpulan:Simpulan dari karya ilmiah ini adalah penanganan yang harus dilakukan pada pasien

    PPOK antara lain pengelolaan jalan nafas, pemantauan status pernafasan ventilasi, pemberian

    oksigen yang adekuat, status pernafasan: pertukaran gas, perawatan sirkulasi dan pengelolaan

    cairan.

    Kata Kunci : asuhan keperawatan, penyakit paru obstruksi kronis, instalasi gawat darurat

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    3/11

    The Program Nurses Professional Education

    The Healthy College

    Cendekia Utama Kudus

    Scientific Paper, October 2013

    ABSTRACT

    CASE STUDY CARE NURSING OF CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENT

    IN THE EMERGENCY DEPARTMENT RAA. SOEWONDO PATI HOSPITAL

    Endah Sri Lestaria1,Noor Faidah

    2,Luluk Anisatin

    3

    The Program Professional Education Of Nurse STIKES Cendekia Utama Kudus

    Ring Road Kudus-Pati Km.5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus Phone.(0291) 4248655, 4248656 Fax. (0291)

    4248657 e-mail :[email protected]

    Problem: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a chronic disease of the lungs

    characterized by productive cough and dyspnea and respiratory tract obstruct.. Based on data in RAA.

    Soewondo Pati Hospital, COPD incidence rate from January to August 2013 reached 254. Incidencerate is not small, it took the right first aid especially in COPD emergency so as to minimize mortality.

    method: Nursing care to patients was conducted over three days. Patient data obtained through

    primary assessment (Circulation, Airway, and Breathing), secondary assessment (medical history and

    physical examination), and investigation. Nursing diagnoses, Nursing Outcome Classification (NOC),

    and Nursing Intervention Classification (NIC) determined based diagnoses approved by NANDA and

    adapted to the Way Of Caution (WOC) of the cases.

    Results: In this nursing care, nursing problems that arise, among others ineffective airway

    clearance related to accumulation of sputum, ineffective breathing pattern related to airway

    narrowing, impaired gas exchange related to ventilation perfusion inequality, ineffective tissue

    perfusion: peripheral associated with circulatory disorders, the excess fluid volume related to fluidshifts from the intra-cell to the extracell.

    Conclusion: The conclusions of this paper is, treatment should be performed in patients with

    COPD among others airway management, monitoring respiratory ventilation status, giving adequate

    oxygen, respiratory status, gas exchange, circulation treatments and management of fluid.

    Keywords: nursing care, cronis obstructive pulmonary disease, emergency department

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    4/11

    Pendahuluan

    Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit kronis pada paru ditandai

    dengan batuk produktif dan dispnea serta terjadi obstruksi saluran napas. PPOK meskipun

    bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkitis kronik maupun asma,

    tetapi dalam keadaan tertentu dapat terjadi perburukan dari fungsi pernapasan (Tabrani,

    2010).

    Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan

    HIV/AIDS untuk menempati tempat ke-4 atau ke-5 setelah Penyakit Jantung Koroner,

    Penyakit Serebrovaskuler, dan Infeksi Saluran Akut (COPD International, 2004). Hasil survei

    penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 Rumah Sakit Propinsi di

    Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada

    tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan

    (35%) (Depkes RI, 2004). Berdasarkan data di RSUD RAA. Soewondo Pati angka kejadian

    PPOK dari bulan Januari sampai Agustus 2013 mencapai 254. Angka kejadian tersebut

    tidaklah sedikit, butuh pertolongan pertama yang tepat terutama pada kegawatan PPOK

    sehingga meminimalkan mortalitas.

    Menurut penelitian Oemiati (2013) faktor resiko penyebab PPOK yaitu merokok, polusi:

    polusi indoor, outdoor, dan polusi di tempat kerja; genetik; riwayat infeksi saluran napas

    berulang. Beberapa faktor penyebab PPOK diatas dapat menimbulkan gejala klinis berupa

    sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum,

    batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat (Riyanto & Hisyam, 2006).

    Apabila gejala tersebut tidak segera ditangani maka akan menimbulkan keparahan dan

    komplikasi pada klien dengan PPOK berupa gagal napas kronik, gagal napas akut pada gagal

    napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale (PDPI, 2003).

    Tn. T umur 65 tahun datang ke IGD RSUD RAA. Soewondo Pati dengan keluhan sesak

    nafas, keluarga mengatakan klien mengalami sesak nafas, selain itu klien juga batuk dan

    dahaknya susah keluar. Klien terlihat sianosis, pucat dan gelisah sehingga klien

    membutuhkan pertolongan segera di IGD.

    Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam

    mengenai asuhan keperawatan pada Tn. T dengan penyakit paru obstruksi kronis.

    Hasil Study Kasus

    Hasil study kasus pada Tn. T tanggal 11 September 2013 jam 12.15 WIB di IGD RSUD

    RAA. Soewondo Pati selama 3 jam secara auto dan allo anamnesa serta dilakukan pengkajian

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    5/11

    fisik secara langsung pada klien. Pengkajian yang didapat yaitu keluhan sesak nafas,

    keluarga mengatakan klien mengalami sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu dan hanya

    berobat di dokter umum, selain itu klien juga batuk dan dahaknya susah keluar. Klien terlihat

    sianosis akral dingin dan keluar keringat dingin, bibir pucat. Pengkajian primer yang didapat

    yaitu Airway terdengar suara ngorok (snoring), dari mulut tidak keluar sekret, terdengar

    ronchi dan Whezing pada kedua lapang paru. Breathing pergerakan dada simetris, terdapat

    retraksi dinding dada, menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi pernafasan 34

    x/menit, irama tidak teratur/ dyspneu. Circulation akral dingin, sianosis, mukosa bibir kering

    dan pucat, TD : 170/110 mmHg, HR : 96 x/menit, S: 360C, CRT (Capilary Refill Time) 4 detik,

    SPO282%. Disability kesadaran composmentis GCS 15, E = 4 (membuka mata spontan), V = 5

    (berorientasi baik), M = 6 (mengikuti perintah). Pemeriksaan sekunder yang didapatkan yaitu

    terdapat edema pada kedua ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah, pitting edema kembali

    5 detik. Hasil laboratorium didapatkan ureum 68,2 mg/ dl, kreatinin 1,92 mg/ dl, pada BGA

    didapatkan hasil PH 7,281, pCO248,6, pO237,2 mmHg sehingga didapatkan kesimpulan klien

    mengalami asidosis respiratorik.

    Dari pengkajian tersebut didapatkan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan

    bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum, ketidakefektifan pola nafas

    berhubungan dengan penyempitan jalan nafas, gangguan pertukaran gas berhubungan

    dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi, perfusi jaringan tidak efektif: perifer berhubungan

    dengan gangguan sirkulasi, kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan

    cairan dari intra sel ke ekstra sel.

    Implementasi yang dilakukan untuk masalah bersihan jalan nafas tidak efektif

    berhubungan dengan penumpukan sputum yaitu memonitor pernafasan klien, memberikan

    posisi duduk pada klien, mengajarkan klien cara batuk efektif, memberikan obat oral

    ambroxole 30 mg. Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan

    dengan penyempitan jalan nafas implementasi yang telah dilakukan yaitu memberikan

    terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) 12 liter/ menit, memonitor pernafasan dan

    tanda vital klien. Pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pertukaran gas berhubungan

    dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi implementasi yang dilakukan yaitu memonitor

    pernafasan klien, mengukur SPO2, melakukan pemeriksaan BGA pada klien. Diagnosa

    keperawatan yang keempat perfusi jaringan tidak efektif: perifer berhubungan dengan

    gangguan sirkulasi dilakukan implementasi yaitu mengkaji adanya sianosis, kelembapan

    kulit, dan akral klien. Diagnosa keperawatan kelima yaitu kelebihan volume cairan

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    6/11

    berhubungan dengan perpindahan cairan dari intra sel ke ekstra sel implementasi yang

    dilakukan yaitu mengkaji pitting edema klien, memasang infus RL 12 tpm, memasang drain

    cateter pada klien, memberikan obat injeksi Furosemid 40 mg.

    Dari implementasi yang dilakukan pada klien selama 3 jam didapatkan evaluasi

    keperawatan yaitu klien mengatakan dahaknya belum bisa keluar, snoring masih terdengar,

    ronchi dan whezing masih terdengar dikedua lapang paru, klien tidak bisa mengeluarkan

    dahak. RR: 28 x/ menit, TD: 150/100 mmHg, N: 110 x/ menit, S: 36,20C, terdapat otot bantu

    pernapasan, tidak ada pernapasan cuping hidung, klien terpasang oksigen NRM 12 liter.

    Tidak terdapat sianosis, SPO299%, hasil BGA asidosis respiratorik, dyspnea berkurang. Akral

    masih dingin dan keluar keringat, SPO299%, CRT 3 detik, pasien terpasang DC dengan jumlah

    urine keluar 200cc, klien terpasang infus RL 12 tpm, pitting edema kembali setelah 5 detik.

    Berdasarkan evaluasi tersebut maka rencana keperawatan selanjutnya untuk klien yaitu

    lanjutkan intervensi auskultasi bunyi nafas, ajarkan batuk efektif, kaji TTV klien, pantau

    pitting edema, batasi pemberian cairan pada klien, pantau gas darah klien dan lanjutkan

    pemberian ambroxole 3x30 mg, pemberian oksigen NRM 12 liter, injeksi Furosemid 1x80 mg.

    Pembahasan

    1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum

    Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk

    membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan

    napas yang bersih (Wilkinson, 2007). Produksi sputum berlebih diparu, reflek batuk

    inefektif dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas. Diagnosa ini muncul pada klien

    karena proses peradangan pada paru sehingga terjadi sputum susah keluar (GOLD,

    2009).

    Adapun rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah bersihan jalan

    nafas adalah auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels,

    ronki. Suara whezing timbul karena adanya udara yang lewat pada jalan nafas yang

    sempit, whezing terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan suara ronchi timbul

    akibat udara yang melewati cairan, suara ini ada pada klien dengan produksi mukus

    berlebih (Black and Jane, 2002). Kemudian beri pasien posisi duduk dan sandaran

    tempat tidur dengan peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan

    dengan menggunakan gravitasi. Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif, hal tersebut

    ditujukan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas. Implementasi pada batuk

    efektif tidak berhasil karena sputum klien tidak dapat keluar, menurut Wilson (2006)

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    7/11

    batuk efektif dilakukan pada pasien bronkitis kronis, asma, tuberculosis paru,

    pneumonia, emfisema. Pada pasien PPOK dapat menggunakan teknik huff choughing,

    dengan cara menarik nafas secara perlahan dan mengeluarkan nafas secara cepat

    dengan dagu agak diangkat, hal tersebut diulangi hingga sputum terasa ditenggorokan

    kemudian baru dibatukkan. Kolaborasi yang dilakukan dengan pemberian obat

    ambroxole 30 mg, ambroxole yang berefek mukokinetik dapat mengeluarkan lendir

    yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi.

    2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas

    Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi

    ventilasi yang adekuat (Wilkinson, 2007). Diagnosa ini muncul pada klien karena adanya

    obstruksi pada jalan nafas yang menyebabkan kurangnya suplay oksigen keparu yang

    mengakibatkan sesak nafas sehingga pola nafas menjadi tidak efektif. Ketidakefektifan

    pola nafas pada klien ditandai dengan pergerakan dada simetris, terdapat retraksi

    dinding dada, menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi pernafasan 34 x/ mnt,

    irama tidak teratur/ dyspneu.

    Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.T untuk mengatasi pola nafas

    inefektif yaitu klien masuk IGD langsung dipasang oksigen nasal kanul 5 liter. Namun

    setelah dicek hasil SPO2hanya 82%, oksigen nasal kanul diganti dengan oksigen NRM 12

    liter. Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

    kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat

    penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di

    otot maupun organ-organ lainnya (PDPI, 2003). Tindakan selanjutnya memantau

    pernafasan klien, hasil yang didapatkan pernafasan tidak teratur/ dyspneu, terdapat

    retraksi dada, menggunakan otot bantu pernafasan. Kemudian mengukur tanda vital

    klien, didapatkan TD: 170/110 mmHg, HR: 96 x/mnt, S: 360

    C, RR: 34 x/mnt.

    3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

    Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan dan kekurangan oksigen dan/ atau

    eliminasi karbon dioksida di membran kapilar-alveolar (Wilkinson, 2007). Diagnosa ini

    muncul pada klien karena adanya gangguan pada alveolus sehingga udara terperangkap

    pada alveolus yang mengakibatkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi yang menyebabkan

    adanya gangguan pertukaran gas. Data yang didapatkan pada Tn.T untuk mendukung

    diagnosa ini yaitu circulation akral dingin, sianosis, mukosa bibir kering dan pucat, TD:

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    8/11

    170/110 mmHg, HR: 96 x/menit, S: 360C, CRT 4 detik, hasil BGA asidosis respiratorik

    belum kompensasi.

    Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.T untuk mengatasi masalah

    gangguan pertukaran gas yaitu mengkaji adanya sianosis, pada klien didapatkan sianosis

    pada ekstrimitas klien. Setelah visite dari dokter spesialis dalam dianjurkan untuk

    melakukan pemeriksaan BGA pada klien, setelah dilakukan BGA didapatkan hasil

    asidosis respiratorik. Asidosis respiratorik adalah suatu kondisi yang menurunkan

    ventilasi dan dapat meningkatkan konsentrasi CO2yang berdampak adanya peningkatan

    asam karbonat. Hasil pemeriksaan menunujukkan penurunan PH, PaCO2 meningkat,

    HCO3normal tapi kemudian meningkat karena kompensasi (Asmadi, 2008).

    4. Perfusi jaringan tidak efektif: perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi

    Perfusi jaringan tidak efektif: perifer adalah suatu penurunan yang mengakibatkan

    kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler (Wilkinson, 2007). Diagnosa

    ini muncul pada klien karena adanya obstruksi jalan nafas sehingga suplay oksigen

    kejaringan tubuh berkurang sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan perifer. Data

    yang didapatkan pada Tn.T yaitu Akral dingin, sianosis, mukosa bibir kering dan pucat,

    CRT 4 detik, edema pada ekstrimitas tubuh, SPO282%.

    Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.T untuk mengatasi masalah

    gangguan perfusi jaringan yaitu mengkaji sirkulasi perifer, hasil yang didapatkan yaitu

    CRT 4 detik, akral dingin, sianosis pada ekstrimitas klien. Mengobservasi SPO2 klien,

    seharusnya SPO2 dipriksa langsung saat klien tiba di IGD dengan melihat kondisi klien

    yang mengalami sesak nafas berat, namun SPO2 dipasang setelah ada visite dari dokter

    spesialis dalam. Hal tersebut yang menjadikan kurangnya kecepatan dalam melakukan

    tindakan kegawatan pada klien PPOK. Setelah dilakukan pengukuran SPO2 didapatkan

    hasil 82%. Kemudian oksigen nasal kanul 5 liter diganti dengan oksigen NRM 12 liter.

    5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intra sel ke

    ekstra sel

    Kelebihan volume cairan adalah kondisi peningkatan retensi cairan isotonik pada

    seseorang individu (Wilkinson, 2007). Vasokontriksi pulmo mengakibatkan peningkatan

    tekanan arteri pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal yang

    berlangsung lama akan mengakibatkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan, hal ini

    akan mengakibatkan penurunan cardiac output sehingga aliran darah keginjal akan

    menurun yang mengakibatkan terjadi resistensi cairan. Resistensi cairan yang

  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    9/11

    berlangsung lama akan mengakibatkan cairan dari intra sel pindah ke ekstra sel sehingga

    terjadi edema (Niluh dan Cristantie, 2004). Data yang didapatkan pada Tn.T yaitu

    terdapat edema pada kedua ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah, pitting edema

    kembali 5 detik.

    Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.T untuk mengatasi kelebihan

    volume cairan dilakukan pemasangan DC pada klien, pemasangan DC dilakukan dengan

    prinsip steril, setelah DC terpasang urine keluar 100cc dengan warna kuning. Klien

    merasa tidak nyaman dengan pemasangan DC, klien mengeluhkan sakit pada alat

    kelaminnya dan klien berusaha mencabut DCnya namun perawat berusaha memotivasi

    klien agar tidak mencabut DCnya, selain itu perawat juga meminta bantuan kepada

    keluarga klien untuk mengawasi klien. Kemudian klien diberi injeksi ekstra furosemid 40

    mg untuk memperlancar pengeluaran cairan dalam tubuh sehingga mengurangi edema

    dalam tubuh.

    Simpulan dan Saran

    Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

    adanya obstruksi atau sumbatan pada saluran pernafasan. Prinsip penatalaksanaan pada

    PPOK adalah menangani segera sumbatan pada jalan nafas klien. Selain itu memberikan

    terapi oksigen secara optimal untuk mencegah adanya gagal nafas. Penanganan yang tepat

    pada klien PPOK dapat mencegah adanya komplikasi dan kematian.

    Pada penelitian terdapat beberapa tindakan yang seharusnya dilakukan segera saat

    klien masuk di IGD tetapi tindakan tersebut dilakukan setelah dokter visite. Diharapkan

    peneliti berikutnya dapat melakukan pengelolaan asuhan keperawatan kegawatan dengan

    memprioritaskan tindakan kegawatan sehingga asuhan keperawatan yang diberikan bisa

    lebih optimal dan memberikan dampak peningkatan perbaikan pada kondisi pasien.

    Daftar pustaka

    Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.

    Jakarta: Salemba Medika

    Black and Jane. (2002). Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Elsevier Saunders

    COPD International. (2004). COPD Statical Information. Available from:

    http://www.copdinternational.com/library/statistics.htm (Accessed 13 September

    2013)

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Direktorat Jendral Pemberantasan

    Penyakit Menular & Pengendalian Penyakit.Jakarta: Depkes Republik Indonesia.

    http://www.copdinternational.com/library/statistics.htmhttp://www.copdinternational.com/library/statistics.htm
  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    10/11

    Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2009). Global Strategy for The

    Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

    Barcelona: Medical Communications Resources. Available from:

    http://www.goldcopd.org (Accessed 12 September 2013)

    Niluh Gede Yasmin Asih dan Christiantie Efendi. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien

    dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC.

    Oemati, Ratih. (2013). Kajian Epidemologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik

    (PPOK).http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130/3104

    (Accessed 12 September 2013)

    PDPI, (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan

    Penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta: PDPI

    Riyanto, B.S., Hisyam, B., 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam: Sudoyo, A.W., ed.

    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI

    Tabrani, R., (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM

    Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku DIAGNOSA KEPERAWATAN. Jakarta: EGC

    Wilson, M. Lorraine. (2006). Buku Patofisiologi Keperawatan, Konsep klinis-proses-proses penyakit, Edisi 6.

    Volume I. Jakarta: EGC

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130/3104http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130/3104http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130/3104
  • 7/25/2019 Jurnal PPOK PDF

    11/11