Jurnal lengkap
-
Upload
bhagaskoro-kurniawan -
Category
Documents
-
view
8.162 -
download
3
description
Transcript of Jurnal lengkap
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN
INSTRUKSIONAL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
MATAKULIAH MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK
Siti Bariroh *)
Abstrak, Proses dan hasil belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berupa bakat,
minat, motivasi belajar, tujuan pembelajaran dan sebagainya.Yang tak kalah penting adalah
bagaimana Guru mendesain proses belajar mengajar agar meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil
belajar, yang diajarkan dengan menggunakan Model Pengembangan Instruksional dan yang
tidak menggunakannya? Dan apakah ada perbedaan motivasi belajar antara yang menerapkan
model Pengembangan Instruksional dan yang tidak menerapkan? Serta apakah ada pengaruh
antara Model pembelajaran instruksional dengan motivasi belajar dan hasil belajar matakuliah
microteaching mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik.
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik angket dan tes hasil belajar. Analisa data
yang digunakan adalah analisis varian (ANAVA) dua jalur, yaitu untuk menguji hipotesa 1,
hipotesa 2 dan hipotesa 3. Dari hasil penelitian diketahui adanya perbedaan hasil belajar
dengan menggunakan MPI dan non MPI, dan perbedaan motivasi belajar antara yang
menerapkan MPI dan yang Non MPI, serta terdapat pula pengaruh antara penggunaan model
pembelajaran Instruksional terhadap motivasi belajar dan hasil belajar.
Hasil penelitian ini, dapat direkomendasikan sebagai alternatif model pengembangan
pembelajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan
meningkatkan hasil belajarnya.
Keyword : Model Pengembangam Instruksional ( MPI), Motivasi Belajar dan Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Hasil belajar seseorang, tidak terlepas
dari pengaruh berbagai faktor, diantaranya
adalah faktor eksternal, yang menyangkut
pengembangan program pembelajaran dan
strategi penyampaian atau proses
pembelajaran.
Dalam aktivitas pengajaran terkan-
dung aktivitas (1) Merancang pembela-
jaran, (2) Menyajikan pembelajaran, (3)
Mengevaluasi pembelajaran. Ketiganya
akan terkait dalam satu proses dan saling
1
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mempengaruhi terhadap hasil belajar.
Upaya meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran, diperlukan
adanya perancangan dan pengembangan
materi pembelajaran, yang merupakan
fungsi yang sangat penting dalam
teknologi pembelajaran.
Seels Richey (dalam Amir, 2000)
mengatakan bahwa kawasan teknologi
pembelajaran meliputi: Desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan
dan evaluasi. pengembangan desain materi
pembelajaran microteaching ini adalah
upaya untuk memenuhi salah satu fungsi
ranah teknologi pembelajaran, yaitu ranah
Pengelolaan. Dick dan Carey (1990)
mengungkapkan bahwa Desain materi
pembelajaran sebaiknya menarik, isinya
sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran,
urutannya tepat, ada petunjuk penggunaan
bahan ajar, ada soal latihan, jawaban
latihan, test, petunjuk bagi siswa menuju
kegiatan berikutnya.
Penggunaan model pengembangan
Instruksional (MPI) didasarkan atas
pemikiran bahwa model ini menggunakan
pendekatan sistem, dengan langkah
langkah yang lengkap, sehingga dapat
digunakan untuk merancang pembelajaran
baik untuk pembelajaran klasikal maupun
individual.
Faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor
internal dari dalam siswa/mahasiswa itu
sendiri. Salah satu dari faktor internal itu
adalah motivasi. Seorang siswa akan
belajar dengan baik dan tekun jika ada
motivasi di dalam dirinya. Oleh karena itu,
motivasi tidak bisa dipisahkan dari
aktivitas belajar. Motivasi berpangkal dari
kata motiv yang artinya adalah daya
penggerak yang ada di dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas
tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Pada intinya, motivasi merupakan
kondisi psikologis seseorang untuk
melakukan sesuatu. Dalam kegiatan
belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan penggerak didalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar.
Sehingga diharapkan tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Untuk menimbulkan
motivasi belajar, guru berperan besar untuk
mengupayakan agar suasana belajar
menyenangkan bagi siswa, dengan
menerapkan metode yang bervariasi. Salah
satunya adalah dengan jalan membuat
model pembelajaran yang mampu
menimbulkan motivasi belajar siswa.
Keinginan untuk membantu mahasiwa
dalam memahami materi matakuliah
Microteaching, dan untuk memudahkan
penyampaian bahan ajar kepada
mahasiswa secara lengkap dan sistematis,
serta ingin mengetahui pengaruh desain
materi pembelajaran berdasarkan Model
Pengembangan Instruksional (MPI)
terhadap motivasi belajar dan hasil belajar
mahasiswa, mendorong peneliti ingin
meneliti masalah tersebut. Ada beberapa
alasan utama peneliti memilih masalah ini :
1) Peneliti terlibat langsung membina
matakuliah Microteaching, di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
2
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Universitas Gresik. Sehingga
memungkinkan untuk terlibat langsung
dalam interaksi dengan mahasiswa.
2) Sejauh ini, masalah desain materi
pembelajaran, khususnya di
Universitas Gresik belum banyak
diteliti, sementara peneliti meyakini
bahwa perbaikannya kualitas
Pembelajaran dapat diawali dari
pengembangan desain pembelajaran.
3) Literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini, cukup mendukung
peneliti dalam mengkaji landasan
landasan teori.
4) Hasil penelitian akan memberikan
manfaat nyata bagi peneliti sendiri,atau
pihak lain yang seprofesi dalam usaha
meningkatkan Kualitas pembelajaran
dalam arti yang luas.
KERANGKA TEORITIS
Microteaching diartikan sebagai cara
latihan ketrampilan mengajar dalam
lingkup kecil/ terbatas. MC Laughlin &
Moulton mengemukakan "Microteaching
has been performent part of teaching
process, so that the traince can master
each component one by one in a simplifed
teaching situation".
Mc. Knight (1979) mengemukakan
"Microteaching has been described as
scaled down teaching encounter desingned
to developernya new skill and refine old
one". Dari pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa microteaching adalah
sebuah model pengajaran yang dikecilkan
atau disebut dengan "real teaching"
(AAllen and Ryan, 1969). Jumlah
pesertanya berkisar antara 5 sampai 10
orang, ruang kelasnya terbatas, waktu
pelaksanaannya berkisar antara 10 sampai
15 menit, terfokus pada ketrampilan
mengajar tertentu, dan pokok bahasannya
disederhanakan.
Tujuan diselenggarakan nya
pembelajaran micro menurut T Gilarso,
dibagi dua yaitu untuk melatih kemampuan
dan ketrampilan keguruan (tujuan umum),
dan untuk melatih calon guru supaya
trampil dalam membuat desin
pembelajaran, mendapatkan profesi
Keguruan dan menumbuhkan rasa percaya
diri (tujuan khusus).
Dwigh Allen, mengatakan, tujuan
microteaching bagi calon Guru adalah :
1) Memberi pengalaman mengajar yang
nyata dan latihan sejumlah ketrampilan
dasar mengajar.
2) Calon Guru dapat mengembangkan
ketrampilan mengajarnya sebelum
mereka terjun ke lapangan.
3) Memberikan kemungkinan bagi calon
guru untuk mendapatkan bermacam-
macam ketrampilan dasar mengajar.
Fungsi microteaching adalah sebagai
sarana latihan dalam mempraktekkan
ketrampilan mengajar, dan juga sebagai
salah satu syarat bagi mahasiswa yang
akan mengikuti praktek mengajar di
lapangan ( PPL ). Sasaran akhir yang akan
dicapai dalam microteaching adalah
terbinanya calon guru memiliki
pengetahuan tentang proses pembelajaran,
3
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
serta memiliki sikap dan perilaku baik
sebagai seorang guru.
Langkah Langkah Prosedur
Pembelajaran Micro
Ada lima langkah yang dapat
ditempuh dalam pembelajaran micro yaitu:
1) Pengenalan (pemahaman konsep
pembelajaran micro)
2) Penyajian model dan diskusi
3) Perencanaan/persiapan mengajar
4) Praktek mengajar
5) Diskusi feed back / umpan balik.
MODEL PENGEMBANGAN
INSTRUKSIONAL
Beberapa definisi mengenai desain
pembelajaran adalah antara lain Reigeluth
(1983:7) dalam Boy Soedarmadji, 2002)
menyatakan bahwa desain pembelajaran
lebih memperhatikan pada pemahaman,
pengubahan, dan penerapan metode
metode pembelajaran. Hal ini menga-
rahkan kita, bahwa sebagai seorang
profesional, maka kita mempunyai tugas
untuk memilih dan menentukan metode
apa yang dapat dipergunakan, dan
mempermudah penyampaian bahan ajar,
agar dapat diterima dengan mudah oleh
siswa.
Lebih lanjut, Shaner dalam Suparman
(1997:29) menyatakan bahwa desain
instruksional adalah perencanaan secara
akal sehat untuk mengidentifikasi masalah
tersebut, dengan menggunakan suatu
rencana terhadap perencanaan, evaluasi, uji
coba, umpan balik, dan hasilnya. Hal ini
diperjelas dengan pendapat Suparman
(1997:31). Suatu proses yang sistematik
dalam mengidentifikasikan masalah,
mengembangkan bahan dan strategi
instruksional, serta mengevaluasi
efektivitas dan efisiensinya dalam
mencapai tujuan Instruksional.
Rohani ( 2004:69) mendefinisikan
pengertian desain pengajaran sebagai
suatu pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas mengajar / aktivitas
pengajaran dengan menerapkan prinsip
prinsip pengajaran melalui langkah
langkah pengajaran, perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran yang telah
ditentukan.
Pengertian Desain Pembelajaran
Model Pembelajaran Instruksional (MPI)
adalah : Suatu bentuk model pembelajaran
yang menunjukkan urutan kegiatan yang
ditempuh orang dalam mendesain sistem
Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah,
yaitu menentukan kebutuhan Instruksional
umum, dan merumuskan tujuan umum,
melakukan analisis Instruksional, meng-
identifikasi perilaku dan karakteristik awal
mahasiswa, merumuskan TIK, menulis tes
acuan patokan, menyusun strategi instruk-
sional, mengembangkan bahan instruksio-
nal, mendesain dan melaksanakan sistem
Instruksional.
MOTIVASI BELAJAR
Menurut Davies (1970), Motivasi
adalah kekuatan yang tersembunyi di
4
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
dalam diri kita untuk berkelakuan dan
bertindak dengan cara yang khas.
Sedangkan menurut MC. Donald dalam
buku Syaiful Bahri (1991), motivasi adalah
suatu perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Menurut Handoko (1995), motivasi adalah
suatu tenaga yang terdapat dalam diri
manusia yang menimbulkan, mengarahkan
dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Ad Rooijakkers (1991) dalam Basuki
(2002:33) menyatakan bahwa "Dalam
belajar memang dibutuhkan motivasi
tertentu. Untuk itu ada berbagai macam
motivasi. Tetapi motivasi berprestasi
merupakan motivasi terpenting. Kalau
seorang murid ingin lulus dalam ujian, ia
akan berusaha dapat mengerti apa yang
diajarkan oleh pengajar. Bila murid tidak
mempunyai motivasi belajar, maka
pengajar hendaknya berusaha sedemikian
rupa, agar bisa menimbulkan motivasi
yang dibutuhkan".
Ciri-ciri orang yang mempunyai
motivasi berprestasi , diuraikan oleh
Hekckahusen (dalam Haditomo, 199:26-
30), bahwa ciri ciri orang yang bermotivasi
tinggi adalah :
1) Berorientasi pada keberhasilan, dan
lebih percaya diri dalam menghadapi
tugasnya.
2) Bersikap mengarah pada tujuan dan
berorientasi pada masa datang.
3) Menyukai tugas tugas yang tingkat
kesulitannya sedang.
4) Tidak suka membuang waktu, aktif dan
lebih suka kerja sama dengan yang
lebih cakap.
Dari definisi-definisi yang dikemu-
kakan oleh berbagai ahli, penulis
menyimpulkan bahwa motivasi berprestasi
dalam belajar adalah daya penggerak
dalam melakukan suatu tindakan untuk
mencapai hasil belajaryang lebih tinggi
dari hasil yang pernah dicapai sebelumnya.
Pengaruh model pengembangan
instruksional, terhadap motivasi belajar
dan hasil belajar adalah bahwa untuk
menimbulkan motivasi balajar bagi murid,
maka harus ada rasa tertarik dan rasa ingin
tahu, merasa membutuhkan dan sesuai
dengan keinginannya sehingga
menyebabkan termotivasi untuk belajar.
Membuat model suatu pengajaran yang
disesuaikan dengan minat murid serta
sesuai dengan kondisi setempat, dan
menarik perhatian serta keaktifan murid
terlibat dalam proses pengajaran,
diharapkan mampu menimbulkan motivasi
belajar, dan selanjutnya bisa meningkatkan
hasil belajarnya. MPI disusun sedemikian
rupa, dan melalui beberapa langkah yang
bisa dilakukan bersama antara guru dan
siswa, membuat siswa aktif dan
termotivasi untuk belajar, sehingga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa.
HASIL BELAJAR
Dalam membicarakan pengertian hasil
atau prestasi belajar, tidak terlepas dari
pengertian belajar, karena hasil belajar
5
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
merupakan hasil perubahan yang dialami
dalam peristiwa belajar.
Menurut WJS Purwadarminta, dalam
Kamus Bahasa Indonesia menyatakan
bahwa belajar adalah berusaha, berlatih
dan sebagainya, untuk mendapatkan
kepandaian.
Hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh seorang pembelajar dari proses
belajar yang ditempuh di suatu sekolah
atau lembaga pendidikan, yang diperoleh
melalui evaluasi belajar.
Hasil Belajar Matakuliah Microteaching
Tujuan umum mata kuliah
Microteaching adalah mempersiapkan
mahasiswa calon guru untuk menghadapi
tugas mengajar sepenuhnya di depan kelas
dengan memiliki pengetahuan,
ketrampilan, kecakapan, dan sikap sebagai
guru yang profesional.
Sedangkan tujuan khususnya adalah:
1) Menganalisa tingkah laku mengajar
kawan kawan nya dan dirinya sendiri.
2) Dapat melaksanakan ketrampilan
khusus dalam mengajar.
3) Dapat mempraktekkan berbagai teknik
mengajar dengan benar dan tepat.
4) Dapat mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif, produktif dan
efisien.
5) Dapat bersifat profesional keguruan.
Skor ( nilai) hasil belajar mahasiswa
pada matakuliah Microteaching ini,
ditentukan dengan
Ujian Tengah Semester (M), Tugas (T),
dan Ujian Akhir (A). ditetapkan dengan
rumus:
N = (3x T )+ (2x M )+(5 x A)
10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif, yaitu untuk
membuktikan hipotesis yang telah dibuat
penulis. Penelitian ini, menggunakan 3
variabel, yaitu desain model pembelajaran
MPI, sebagai variabel bebas. Sedangkan
Motivasi belajar dan Hasil belajar sebagai
varaiabel terikat.
Rancangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar antara
yang menggunakan model pembelajaran
Intruksional dan yang tidak menggunkan,
dan juga untuk mengetahui apakah model
pengajaran yang telah diterapkan,
mempengaruhi motivasi belajar dan hasil
belajar mahasiswa.
Kegiatan penelitian terdiri dari, (1)
memberikan angket motivasi belajar, (2)
pengelompokan subyek, (3) perlakuan dan
pemberian test dan ujian praktek. Ada 2
kelompok belajar yang menjadi fokus
kajian dalam penelitian ini, yaitu yang
diajar dengan menerapkan model
pembelajaran dan yang tidak menggunakan
model.
Populasi dan Sampel
Sebagai populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa semester VII, FKIP
6
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Universitas Gresik, angkatan 2006, tahun
akademik 2009/2010 kelas A,B dengan
jumlah 155 mahasiswa. Adapun Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 70
mahasiswa, diambil secara random
sampling dengan cara undian.
Teknik Pengumpulan Data
Data mengenai gaya belajar didapat
dari hasil angket motivasi belajar, dan hasil
belajar didapat dari hasil test ujian tertulis
maupun ujian praktek microteaching.
Teknik Analisa Data
Uji prasyarat analisis, sebelum
dilakukan analisa data, terlebih dulu
dilakukan uji prasyarat analisis yang
meliputi : a) uji normalitas data sampel,
dan b) uji homogenitas sampel. Uji
Hipotesis, dilakukan analisa data yang
diperoleh dari hasil penelitian, dengan
menggunakan metode statistik, yaitu
metode pengolahan data kuantitatif untuk
mengetahui perbedaan hasil tes. Analisis
yang digunakan adalah metode statistik
Analisis Varians (ANAVA) dua jalur,
dengan rumus sebagai berikut :
1. Menghitung jumlah kuadrat total, antar
A, antar B, interaksi AxB dan dalam
kelompok.
2. Menghitung derajat kebebasan total,
antara A,B dan interaksi AB dan dalam
kelompok
3. Menghitung rata rata kuadrat antar A,
B, dan AB dan dalam kelompok.
4. Menghitung rasio F (A, B, dan AB).
HASIL PENELITIAN
Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran skor, dilakukan
terhadap hasil belajar matakuliah
microteaching dengan menggunakan
model pengembangan Instruksional, dan
tanpa menggunakan model pengembangan
Instruksional, dengan Kolmogorov-
Smirnov. Hasil perhitungan uji normalitas
sebaran skor variabel adalah normal, atau
memenuhi persyaratan normalitas.
Hasil belajar dengan MPI, N = 0,773.
P = 0,589. Signifikan 5% = 0,025
(normal). Hasil belajar dengan non MPI, N
= 0,921, P = 0, 384. Signifikan 5% = 0,025
(normal).
Uji Homogenitas
Residu skor variabel terikat untuk tiap
skor variabel bebas sudah homogen. Hasil
belajar dengan MPI, Nilai = 0,653. P =
0,422, Signifikan 5% = 0,05. (homogen).
Pengujian Hipotesa
1. Terdapat perbedaan hasil belajar
menggunakan MPI dan yang Non MPI.
Diperoleh F hitung = 7,629,
probabilitas sebesar 0,001 lebih kecil
dari a = 0,05.
2. Terdapat perbedaan motivasi belajar,
yang diajarkan dengan menggunakan
model pengembangan Instruksional
dan yang non MPI, matakuliah
Microteaching. Diperoleh F hitung =
5,980 , sedang probabilitas sebesar
0,004 lebih kecil a = 0,05.
7
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
3. Terdapat pengaruh penerapan model
pembelajaran instruksional terhadap
motivasi belajar dan hasil belajar
matakuliah Microteaching. Diperoleh F
hitung = 3,311, dengan nilai probabi-
litas sebesar 0,043 lebih kecil dari α =
0,05.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Pembahasan tentang perbedaan hasil
belajar yang diajarkan dengan MPI dan
Non MPI matakuliah Microteaching
pada mahasiswa FKIP Universitas
Gresik. Hasil perhitungan yang
diperoleh (F hitung = 7,629, P = 0,001, α
= 0,05) maka dapat dikatakan bahwa
ada perbedaan hasil belajar yang
diajarkan dengan MPI dan Non MPI,
matakuliah Microteaching FKIP
Unigres, diterima dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil analisis statistik
juga menunjukkan bahwa mahasiswa
yang diajar dengan MPI, nilai rata rata
75,26 lebih baik dari pada yang diajar
dengan Non MPI. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pembelajaran
matakuliah Microteaching dengan MPI
dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa.
2. Hasil penelitian tentang penggunaan
Model Pengembangan Instruksional
(MPI) dan yang non MPI,
membedakan motivasi belajar
mahasiswa FKIP Unigres. Nilai
motivasi belajar matakuliah
Microteaching tanpa menggunakan
MPI, memiliki rentangan antara119
sampain 144, dengan nilai rata rata
sebesar 129, 69, nilai tengah sebesar
130,00, dan nilai modus sebesar 127.
Sedangkan simpangan baku sebesar
4,951. Hasil perhitungan F hitung =
5,980, P = 0,004, α = 0,05. Dengan
demikian dapat dikatakan ada
perbedaan motivasi belajar, antara yang
diajarkan dengan menggunakan MPI
dan yang tidak menggunakan MPI,
dengan taraf signifikan 5%.
3. Hasil penelitian tentang terdapat
pengaruh pengunaan MPI terhadap
motivasi belajar mahasiswa dan hasil
belajar mahasiswa matakuliah
Microteaching. Hasil perhitungan F
hitung = 3,311 dengan P = 0,043, dan α=
0,05. Dengan demikian dapat dikatakan
ada pengaruh penggunaan Model
Pengembangan Instruksional terhadap
motivasi belajar dan hasil belajar
matakuliah Microteaching mahasiswa
FKIP Universitas Gresik.
KESIMPULAN
1. Ada perbedaan Hasil Belajar, yang
diajarkan dengan Model Pengem-
bangan Instruksional (MPI) dan yang
non MPI matakuliah Microteaching
pada mahasiswa FKIP Universitas
Gresik.
2. Terdapat perbedaan Motivasi Belajar,
antara yang diajarkan dengan
menggunakan Model Pengembangan
Instruksional dengan yang non MPI
8
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
matakuliah Microteaching pada
mahasiswa FKIP Universitas Gresik.
3. Ada pengaruh antara Model
Pengembangan Instruksional ( MPI)
terhadap motivasi belajar dan hasil
belajar matakuliah Microteaching
mahasiswa FKIP Universitas Gresik.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat
penulis ajukan saran saran sebagai berikut:
1. Model Pengembangan Instruksional
(MPI) direkomendasikan sebagai alter-
natif model pengembangan bahan
bahan pembelajaran.
2. Proses pembelajaran hendaknya lebih
mengupayakan cara cara yang terbaik
untuk menimbulkan motivasi siswa
dalam belajar. Mengingat bahwa
motivasi merupakan faktor penting
untuk keberhasilan belajar siswa.
3. Para Guru dan semua yang terlibat
dalam pembelajaran, hendaknya lebih
Trampil dalam mendesain pembela-
jaran, supaya pembelajaran jadi
menarik, tidak membosankan, dan bisa
menumbuhkan motivasi berprestasi
siswa, sehingga akan menghasilkan
prestasi siswa yang maksimal.
4. Sebagai tindak lanjut, kiranya perlu
diadakan kajian atau penelitian lebih
lanjut, dan dengan sasaran yang lebih
luas, agar model ini benar benar bisa
dilakukan oleh siapapun dan di
wilayah manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Anto Dajan, 1986. Pengantar metode statistik II, Jakarta, LP3ES.
Arief S. Sudiman, Dkk, 1997, Media Pendidikan DIKBUD dan CV Rajawali, Jakarta.
Atwi Suparman, 1997. Program Pengembangan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda, Dirjen DIKTI Jakarta.
Degeng, INS, 1989, Ilmu Pengajaan; Taksonomi Variabel, Jakarta, P2LPTK.
Degeng, INS, 1997, Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi Isi Pembelajaran dengan Model Elaborasi. Desertasi Bahasan Tentang Temuan Penelitian, Malang, IKIP Malang.
Deporter, B, dan Hernacki, M, 2002, Quantum Learning (Terjemahan), Bandung: Kaifa.
Diadakan, Syaiful Bahri, 1991, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya, Penerbit usaha Nasional.
Nasution,1992, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, Bina Aksara.
Riyanto,Y,1996, Metodologi Penelitian Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar, Bandung, SIC.
WRohani , Ahmad 2004, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
9
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Undang Undang no 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Internet.
Yusufhadi Miarso, dkk, 1984, Teknologi Komunikasi Pendidikan, Jakarta, Pustekom DIKBUD dan CV Rajawali.
10
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU
DI SDN BANJARSARI GRESIK
Etiyasningsih*)
Abstrak, Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah, dituntut
untuk menjalankan kepemimpinan yang mampu menciptakan semangat
kerja guru yang tinggi, agar kinerja guru menjadi lebih baik. Salah satu
kunci keberhasilan dalam upaya meningkatkan kinerja yang harus dimiliki
guru adalah motivasi. Motivasi tersebut bukan hanya untuk
pengembangan diri, tapi juga partisipasi guru dalam organisasi. Palmer
berpendapat bahwa motivasi instrinsik maupun ekstrinsik sangat
diperlukan untuk mendorong peningkatan penampilan guru. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dan
motivasi kerja terhadap kinerja guru.
Jenis penelitian ini adalah regresi, dengan populasi seluruh guru di
SDN Banjarsari Gresik. Sampel diambil dengan teknik total sampling dan
diperoleh responden sebanyak 25 orang. Data dikumpulkan dengan
kuesioner, observasi dan dokumentasi. Uji hipotesis menggunakan uji
regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan
Kepala Sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru.
Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan kepala sekolah,
motivasi kerja gurua dan kinerja guru di SDN Banjarsari Gresik tergolong
cukup baik mendekati baik. Uji regresi linear berganda menunjukkan thitung
> ttabel untuk kedua variabel yaitu 4,810 > 2,021 dan 3,064 > 2,021 serta
Fhitung > Ftabel (25,468 > 19,000) berarti terdapat pengaruh signifikan secara
parsial maupun simultan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja
guru terhadap kinerja guru di SDN Banjarsari Gresik.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepala sekolah lebih
meningkatkan efektifitas kepemimpinannya berkaitan dengan tingginya
pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. selain itu
kepala sekolah sebagai motivator hendaknya lebih memperhatikan
kebutuhan motivasi guru agar guru dapat meningkatkan kinerjanya. Dan
bagi para guru hendaknya dapat lebih memotivasi diri untuk
meningkatkan kinerjanya.
11
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kata kunci : Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Guru,
Kinerja Guru
Di lingkungan dunia
pendidikan banyak ditemui usaha
kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Lembaga pendidikan
formal adalah salah satu bentuk
kerjasama di lingkungan
pendidikan yang bersifat sengaja,
berencana, dan sistematis.
Sekolah adalah lembaga
pendidikan formal sebagai wadah
untuk mencapai tujuan
pembangun-an nasional.
Keberhasilan tujuan pendidik-an
di sekolah tergantung pada
sumber daya manusia yang ada di
sekolah tersebut, yaitu kepala
sekolah, guru, siswa, tenaga
admistrasi dan tenaga
kependidikan yang lainnya.
Disamping itu harus ditunjang
dengan sarana dan prasarana
yang memadai. Meskipun pada
umumnya pengembangan sekolah
diutamakan pada penambahan
fasilitas fisik (yang segara
nampak hasilnya dari luar dan
mudah dinilai), namun
pengembangan personal tetap
perlu mendapatkan prioritas.
Pimpinan sekolah yang dalam hal
ini adalah Kepala Sekolah,
seyogyanya memberikan
perhatian tentang pengem-
bangan personalnya untuk
memajukan sekolah yang
dipimpinnya agar mampu
bersaing dengan satuan
pendidikan yang lain.
Setiap sekolah mempunyai
kekhusus-an yang merupakan
akibat dari kepemim-pinan kepala
sekolah yang sifatnya unik karena
kepala sekolah harus memahami
karasteristik sekolah yang
dipimpinnya sehingga dapat
memanfaatkannya untuk
melaksanakan tugas ke kepala
sekolahan-nya dengan baik.
Kepala sekolah merupa-kan salah
satu pemimpin pendidikan yang
akan membawa sekolah yang
dipimpinnya mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Hadari
Nawawi (1994: 82)
mengemukakan : Kepemimpinan
pendidikan adalah proses
menggerakan, mempengaruhi,
memberikan motivasi, dan
mengarahkan orang-orang di
dalam organisasi/lembaga
pendidikan tertentu untuk
12
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mencapai tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Untuk
mewujudkan tugas tersebut
setiap pemimpin pendidikan harus
mampu bekerja sama dengan
orang-orang yang dipimpinnya
(working within) untuk
memberikan motivasi agar
melakukan pekerjaan secara
ikhlas. Mantja (2010 : 49)
menyatakan bahwa kepala
sekolah dituntut untuk
menjalankan kepemimpinan yang
mampu menciptakan semangat
kerja guru yang tinggi. Semangat
kerja guru yang tinggi itu
tentunya dimaksudkan untuk
menunjang terwujudnya tujuan
organisasi sekolah.
Guru merupakan salah satu
komponen yang sangat
menentukan untuk
terselenggaranya proses
pendidikan. Keberadaan guru
merupakan pelaku utama sebagai
fasilitator penyelenggaraan
proses belajar siswa. Oleh karena
itu kehadiran dan
profesionalismenya sangat
berpenga-ruh dalam mewujudkan
program pendidikan nasional.
Guru harus memiliki kualitas yang
cukup memadai, karena guru
merupakan salah satu komponen
mikro sistem pendidikan yang
sangat strategis dan banyak
mengambil peran dalam proses
pendidikan persekolahan
(Suyanto dan Hisyam, 2000:27).
Salah satu kunci keberhasilan
dalam upaya meningkatkan
kualitas yang harus dimiliki guru
adalah motivasi dari guru itu
sendiri. Walaupun tidak mudah
mengubah dan menimbulkan
motivasi personal guru, namun
bagi Kepala Sekolah hal tersebut
merupakan tugas penting yang
harus ditangani. Motivasi tersebut
bukan hanya untuk
pengembangan diri, tapi juga
partisipasi guru dalam organisasi.
Palmer berpendapat bahwa
motivasi instrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan untuk
mendorong peningkatan
penampilan guru. Palmer
mengatakan : The impetus may
come from rule enforcement
(making participation in-inservice
program a requirement of the job)
or from rewards that are valued
by participation but do not stem
from improved performance (such
as bonuses, increment,
certificates, etc). Orang-orang
yang menginginkan atau
bermotivasi tinggi untuk
memperoleh pengembangan
adalah orang-orang yang belum
mencapai kepuasan dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya,
13
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
atau belum merasa puas bagi
kebutuhan untuk tingkat
diatasnya. Namun selanjutnya
Palmer mengatakan The impetus
for improvement may come from
a disire to do a better job of
teaching
(counselling,administering, etc).
Intrinsically motivated teachers
derive satisfaction directly from
the performance of their duties.
Motivasi instrinsik maupun
ekstrinsik belum tentu bererti bagi
seseorang, bagaimanapun
kualitas orang tersebut. Yang
penting dipertimbangkan dalam
pengembangan tetap diserahkan
pada individu masing-masing, apa
yang menurutnya diperlukan saat
ada kesempatan.
Finch berpendapat bahwa
motivasi personal untuk
mengembangkan diri dapat
diidentifikasikan melalui tiga cara
yaitu (1) keperluan memperoleh
sertifikat, (2) pengembangan
profesional, teknikal dan
pengembangan umum, dan (3)
melalui pendidikan lanjutan.
Syah (1999:229) menyatakan
bahwa “Guru yang berkualitas
adalah guru yang berkompetensi,
yang berkemampuan untuk
melaksanakan kewajibannya
secara bertanggungjawab dan
layak”. Tanggung jawab guru
dalam mendidik siswanya
menyangkut berbagai aspek yaitu
menyangkut tujuan, pelaksanaan,
penilaian dan termasuk umpan
balik dari penyelenggaraan tugas
tersebut. Sedangkan Ani M Hasan
(2003:5) menjelaskan bahwa guru
profesional harus memenuhi
beberapa kriteria, antara lain (1)
mempunyai komitmen terhadap
siswa dan proses belajarnya, (2)
menguasai secara mendalam
bahan/mata pelajaran yang
diajarkan serta cara mengajarnya
kepada siswa, (3) bertanggung
memantau hasil belajar siswa
melalui berbagai cara evaluasi,
(4) mampu berfikir sistematis
tentang apa yang dilakukan dan
belajar dari lingkungan
profesinya. Guru profesional tidak
hanya dituntut untuk menguasai
bidang ilmu, bahan ajar, metode
pembelajaran, memotivasi
peserta didik, memiliki
ketrampilan yang tinggi dan
wawasan yang luas terhadap
dunia pendidikan, tetapi juga
harus memiliki pemahaman yang
mendalam tentang hakikat
manusia, dan masyarakat.
Hakikat-hakikat ini yang akan
melandasi pola pikir dan budaya
kerja guru serta loyalitas terhadap
profesi pendidikan.
14
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Permasalahan guru di
Indonesia langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan
profesionalisme guru yang belum
memadai, sehingga perlu
diselesaikan secara komprehensif
menyangkut semua aspek yaitu
kesejahteraan, kualifikasi,
pembinaan, perlindungan profesi
dan administrasinya. Faktor-faktor
lain yang menyebabkan
rendahnya profesionalisme guru
antara lain disebabkan oleh : (1)
masih banyak guru yang tidak
menekuni profesinya secara utuh,
(2) belum adanya standar
profesional guru, (3) kemungkinan
disebabkan oleh adanya lembaga
pendidikan yang mencetak guru
asal jadi atau setengah jadi tanpa
mempertimbangkan outputnya
setelah dilapangan, (4) kurangnya
motivasi guru dalam
meningkatkan kualitas diri.
Berdasarkan kondisi tersebut,
maka sedikitnya terdapat dua
katagori kompetensi yang harus
dimiliki guru, yakni (1)
kompetensi profesional yaitu
kemampuan merancang,
melaksanakan dan menilai tugas
sebagai guru, yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi pendidikan, (2)
kompetensi personal yang
meliputi etika, moral, pengabdian,
kemampuan sosial dan spiritual.
Berdasarkan latar belakang
permasala-han yang telah
diuraikan tersebut maka penulis
tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul
“Pengaruh Efektivitas
Kepemimpinan Kepala Sekolah
dan Motivasi Kerja Guru Terhadap
Kinerja Guru di SDN Banjarsari
Gresik”.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka diambil suatu rumusan
masalah untuk penelitian ini, yaitu
: (1) apakah kepemimpinan
Kepala Sekolah mempunyai
pengaruh parsial terhadap kinerja
guru? (2) apakah motivasi kerja
mempunyai pengaruh parsial
terhadap kinerja guru? (3) apakah
kepemimpinan Kepala Sekolah
dan motivasi kerja secara
bersama-sama mempunyai
pengaruh terhadap kinerja guru ?
15
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Merujuk kepada asumsi-
asumsi penelitian tersebut, maka
hipotesis untuk penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1)
kepemimpinan kepala sekolah
berpengaruh secara parsial
terhadap kinerja guru, (2)
motivasi kerja guru berpengaruh
secara parsial terhadap kinerja
guru, (3) Kepe-mimpinan kepala
sekolah dan motivasi kerja guru
berpengaruh secara berama-sama
terhadap kinerja guru.
METODE
Dalam penelitian ini
populasinya adalah guru di
lingkungan SDN Banjarsari Gresik,
sedangkan jumlah populasinya
sebanyak 25 orang dan
merupakan jumlah sampel.
Variabel yang diteliti adalah
(1) variabel bebas adalah :
kepemimpinan kepala sekolah
(X1) dan motivasi kerja (X2) , (2)
variabel terikat adalah Kinerja
guru (Y). Sedangkan metode
pengumpulan data dengan
menggunakan metode angket.
Untuk instrumen kepemimpinan
kepala sekolah, instrumen
motivasi kerja dan instrumen
kinerja guru. Dalam
mengumpulkan data ini
digunakan skala Likert untuk
mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau
kelompok orang dengan bobot
skor mulai dari 1 sampai dengan
5.
Kisi-kisi Angket Penelitian
Efektivitas Kepemimpinan Kepala
Sekolah No Dimensi Item
1 Kepemimpinan
berorientasi pada tugas
(initiating structure)
1-15
2 Kepemimpinan
berorientasi pada
consideration
16-30
Instrumen Angket penelitian
Motivasi GuruNo Dimensi Item
1. Motivasi eksternal 1-18
2. Motivasi internal 19-30
Instrumen Angket penelitian
Kinerja GuruNo Dimensi Item
1. Kompetensi kepribadian
guru
1-6
2. Kompetensi profesional
guru
7-24
3 Kompetensi sosial guru 25-30
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini :
Regresi Ganda : Y = a + b1 X1 + b2
X2
16
Coef f i ci ent sa
1, 950 , 367 5, 317 , 000
, 373 , 078 , 608 4, 810 , 000 , 755 , 716 , 563
, 289 , 094 , 388 3, 064 , 006 , 617 , 547 , 359
( Cons t ant )
Kepem im pinanKepa la Sek o lah
M ot iv as i Ker ja G ur u
M odel1
B St d. Er r or
Uns t andar d iz edCoef f ic ien t s
Bet a
St andar d iz edCoef f ic ien t s
t Sig . Zer o- or der Par t ial Par t
Cor r ela t ions
Dependent Var iab le: Kiner ja G ur ua.
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pengujian Hipotesis
1) Pengujian secara simultan/
serempak (uji F)
Pengujian integritas dilakukan
dengan menggunakan uji F
dimana tingkat kepercayaan α
= 0,05 dengan nilai kritis : F (α ;
k ; n - k -1) sedangkan
kriteria :Fhit > Ftab , maka Ho
ditolak
Rumus uji F : F = R2 ( N – k - 1) k(1 – R2)
2) Pengujian secara Parsial (Uji t)
Dalam pengujian hipotesis ini
level signifikansi yang digunakan
sebesar (5%) dengan derajat
kebe-basan sebesar n – 1.
Sedangkan kriteria : Jika t hit > t
tab , maka Ho ditolak Uji koefisien
korelasi parsial dapat dihitung
dengan rumus :
t hitung = √ r² (n-3)
(1 - r²) HASIL DAN ANALISA DATA
Berdasarkan rumusan
masalah dan tujuan dari
penelitian, maka dari hasil
pengumpulan data yaitu :
Efektivitas Kepemimpinan kepala
sekolah (X1), Motivasi (X2) dan
Kinerja guru (Y) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
No (X1) (X2) (Y) No (X1) (X2) (Y)
1 127115
11
4 14 8681
119
2 96126
10
3 15 9173
120
3 8094
10
9 16 7875
108
4 8173
11
0 17 7072
120
5 8864
10
5 18 9676
121
6 8878
11
9 19
10
686
133
7 7080
10
2 20
10
584
134
8 10782
12
5 21 9488
129
9 7175
10
7 22 9694
137
10 7689
11
4 23 9290
142
11 7566
10
9 24
10
7101
143
12 9581
11
6 25 9597
142
13 9177
11
8
Analisis Hipotesis
17
ANOVAb
1, 717 2 , 858 25, 468 , 000a
, 742 22 , 034
2, 458 24
Regression
Residual
Tot al
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predict ors: (Const ant ) , Mot ivasi Ker ja Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolaha.
Dependent Var iable: Kiner ja Gurub.
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Hasil analisis mengenai
koefisien model
regresi adalah
seperti yang
tercantum
dalam tabel
berikut ini.
Berdasarkan
tabel tersebut, maka model
regresi yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
Y = 1,950 + 0,373 + 289 X2
Dari persamaan tersebut
dapat dilihat bahwa nilai koefisien
regresi untuk kepemimpinan
kepala sekolah lebih besar
daripada koefisien regresi untuk
motivasi. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa jika
kepemimpinan dan motivasi
mengalami suatu peningkatan
atau semakin baik, maka kinerja
guru juga akan mengalami
peningkatan, sebaliknya jika
kepemimpinan kepala sekolah
dan motivasi kerja mengalami
suatu penurunan, maka kinerja
guru juga akan mengalami
penurunan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hubungan
yang searah .antara variabel
bebas X1 dan X2 dengan variabel
terikat Y.
b. Pengujian Hipotesis
1) Pengujian secara parsial
Ho : Kepemimpinan kepala
sekolah tidak berpengaruh
secara parsial terhadap
Kinerja Guru di SDN
Banjarsari
Ha : Kepemimpinan kepala
sekolah berpengaruh secara
parsial terhadap Kinerja guru
di SDN Banjarsari
Dengan menggunakan SPSS
versi 11.0 hasil uji t dapat
menunjukkan bahwa variabel
kepemimpinan kepala sekolah
memiliki nilai thitung = 4,810
sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% adalah = 2,021.
Dikarenakan thitung > ttabel (4,810 >
2,021), maka Ha diterima, artinya
kepemimpinan kepala sekolah
secara statistik berpengaruh
terhadap kinerja guru.
Sedangkan untuk mengetahui
apakah variabel bebas motivasi
(X2) berpengaruh secara parsial
terhadap variabel terikat yaitu
kinerja dosen (Y) yaitu :
Ho: Motivasi tidak berpengaruh
secara parsial terhadap
18
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kinerja guru di SDN
Banjarsari
Ha : Motivasi berpengaruh
secara parsial terhadap
Kinerja Guru di SDN
BanjarsariDengan menggunakan SPSS versi
11.0 Sedangkan variabel motivasi
memiliki nilai thitung = 3,064,
sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% adalah = 2,021.
Dikarenakan thitung > ttabel (3,064 >
2,021), maka Ha diterima. Artinya
kinerja guru secara statistik
berpengaruh terhadap kinerja
guru.
2) Pengujian secara serempak
Ho : Kepemimpinan dan Motivasi
tidak berpengaruh secara
bersama-sama terhadap
Kinerja guru di SDN
Banjarsari.
Ha : Kepemimpinan dan Motivasi
berpengaruh secara bersama-
sama terhadap Kinerja guru
di SDN Banjarsari.
Hasil pengujian nilai F dapat
dilihat pada gambar berikut.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh Fhitung = 25,468,
sedangkan Ftabel pada taraf
signifikansi 5% dengan df 2 (n=2)
adalah sebesar 19,00.
Dikarenakan Fhitung > Ftabel (25,468
> 19,000), artinya kepemimpinan
kepala sekolah dan motivasi kerja
secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja
guru.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut : (1) kinerja guru,
kepemimpinan kepala sekolah,
dan motivasi kerja guru di SDN
Banjarsari Gresik tergolong cukup
baik. (2) terdapat pengaruh
signifikan kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kinerja guru di
SDN Banjarsari Gresik (3) terdapat
pengaruh signifikan motivasi kerja
guru terhadap kinerja guru di di
SDN Banjarsari Gresik (4) terdapat
pengaruh signifikan secara
bersama-sama kepemimpinan
kepala sekolah dan motivasi kerja
guru terhadap kinerja guru di SDN
Banjarsari Gresik.
Berdasarkan kesimpulan di
atas maka saran yang diajukan
sebagai berikut : (1) hendaknya
kepala lebih meningkatkan
efektifitas kepemimpinannya
berkaitan dengan tingginya
pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah dengan kinerja guru; (2)
kepala sekolah sebagai motivator
hendaknya lebih memperhatikan
kebutuh-an motivasi guru agar
19
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
guru dapat meningkatkan
kinerjanya; (3) bagi para guru
hendaknya dapat memotivasi diri
untuk lebih meningkatkan
kinerjanya; (4) bagi para
pengambil kebijakan dan
pemerintah agar memperhatikan
program-program pendidikan
yang sesuai dan patut terhadap
pengembangan minat motivasi
berprestasi dan kinerja guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2003). Prosedur Penelitian, Jakarta : Bina Aksara
Fattah, Nanang. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Gibson. (1985). Organisasi (Terjemahan). Edisi Ke- Lima, Jakarta : Erlangga
Herrsey, Paul dan Blanchard, K. H. (1977) Management of Organization Behavior New York : Englewood Cliffs
Hilmar, Taufik (2002). Kinerja Guru Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kabupaten Sukabumi, Bandung : Tidak diterbitkan
Marwansyah dan Mukaram. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung : Pusat Penerbit Administrasi Niaga
Riduwan (2007). Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung : CV Alfabeta.
Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E. Manajemen Sumber Daya Manusia, Menghadapi Abad Ke- 21. Edisi Ke-Enam, Jakarta : Erlangga
Supriadi, Dedi. (2002). Guru di Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
________ (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta : Adicipta Karya
Nusa
Supriadi, Dedi dan Jalal, Fasli. (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Darah, Jakarta : Adicipta Karya Nusa
Samana. (1994). Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta : Kanisius
Syah, Muhibbin. (1999). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Suyanto dan Hisyam, Djihad. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Milenium III, Yogyakarta : Adi Cipta
Siagian, Sondang P. (1997). Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi Jakarta : PT Gunung Agung.
Sutarto. (2001). Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta : Gajah Mada University Press
20
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Wahyjosumidjo. (1987). Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta : Ghalia Indonesia
Wijaya, Cece dan Rusyan. (1992). Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Yuki, Gary. (1996). Leadership in Organization (Terjemahan). Edisi Ketiga Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
21
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
DAN KINERJA GURU TERHADAP PENINGKATAN MUTU LULUSAN
DI SEKOLAH DASAR NEGERI BANJARSARI KABUPATEN GRESIK
Sri Sundari *)
Abstrak, Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah, sangat menentukan kemajuan
sekolah. Kepala sekolah yang profesional umumnya selalu menunjukkan kompetensi kerja
yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugas profesional sehari-hari di sekolah. Kemajuan
sekolah juga tidak lepas dari kinerja guru. Guru yang kreatif akan melahirkan berbagai ide
kreatif dalam menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang variatif, inovatif, dan
menyenangkan sesuai dengan kebutuhan belajar serta menciptakan situasi pembelajaran yang
tidak menakutkan peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perilaku
kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Jenis penelitian ini adalah regresi, dengan populasi seluruh guru di SDN Banjarsari
Gresik. Sampel diambil dengan teknik total sampling dan diperoleh responden sebanyak 25
orang. Data dikumpulkan dengan kuesioner, observasi dan dokumentasi. Uji hipotesis
menggunakan uji regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah dan kinerja guru terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru dan mutu
pendidikan di SDN Banjarsari Gresik tergolong cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian
diharapkan kepala sekolah lebih meningkatkan efektifitas kepemimpinannya berkaitan dengan
tingginya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dengan mutu pendidikan, dan para guru
hendaknya dapat lebih meningkatkan kinerjanya agar mutu pendidikan lebih baik lagi di masa
mendatang. Bagi para pengambil kebijakan dan pemerintah agar memperhatikan program-
program pendidikan yang sesuai dan patut terhadap pengembangan prestasi kepala sekolah
dan guru untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan.
Kata kunci : Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Guru, Mutu Pendidikan
Pendahuluan
Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan, seperti diungkapkan Supriadi
(1998:346) bahwa “Erat hubungan antara
mutu Kepala Sekolah dengan berbagai
aspek kehidupan sekolah seperti disiplin
sekolah, iklim budaya sekolah dan
menurunya perilaku nakal peserta didik”.
Melalui kepemimpinan kepala sekolah
yang produktif, situasi pembelajaran dapat
dilakukan secara efisien, efektif, menarik,
dan menyenangkan. Hal ini disebabkan
22
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
karena kepala sekolah yang kreatif akan
melahirkan berbagai ide-ide kreatif dalam
menggunakan metode dan strategi
pembelajaran yang variatif, inovatif, dan
menyenangkan sesuai dengan kebutuhan
belajar serta menciptakan situasi
pembelajaran yang tidak menakutkan
peserta didik.
Kualitas kepala sekolah sebagai
manajer sangat dipengaruhi oleh kinerja
(capability) manajerial yang dimiliki
dalam upaya menciptakan iklim sekolah
yang kondusif sehingga mampu
mewujudkan dan mengaktualisasikan
dalam bentuk peningkatan mutu
pendidikan. Kepala sekolah mempunyai
kinerja yang baik adalah kepala sekolah
yang mempunyai kapasitas intelektual,
emosional, dan spiritual yang baik serta
berwawasan luas dan futuristik.
Dalam proses pendidikan, guru
merupakan salah satu komponen yang
penting. Menurut Undang-undang No.14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal
10 bahwa pengertian kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dan dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Bila
menyamakan fungsi dan peran dosen
dengan guru di sekolah, maka sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Usman.M.U (2002:7) bahwa “tugas guru
sebagai profesi meliputi mendidik,
mengajar, dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-
nilai hidup. mengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Melatih berarti
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
pada siswa. Sedangkan dalam proses
pembelajaran, guru merupakan pemegang
peran utama, karena secara teknis dapat
menerjemahkan proses perbaikan dalam
sistem pendidikan didalam satu kegiatan
dikelasnya. Dengan demikian, setiap
peningkatan mutu pendidikan yang
diarahkan pada perubahan-perubahan
kualitatif harus menempatkan guru pada
titik sentral karena peranannya sangat
strategis dan mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam upaya mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Proses pendidikan tidak akan terjadi
dengan sendirinya melainkan harus
direncanakan, diprogram, dan difasilitasi
dengan dukungan dan partisipasi aktif guru
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
adalah mengantar dan membawa peserta
didik ke arah pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan pendidikan sangat bergantung pada
pelaksanaan tugas dan kinerja kepala
sekolah di samping kemampuan peserta
didik itu sendiri serta dukungan komponen
sistem pendidikan lainnya. Posisi strategis
kepala sekolah merupakan salah satu faktor
penentu kualitas proses dan hasil
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan
akan ditentukan oleh sejauh mana kesiapan
kepala sekolah dalam mengarahkan guru
dan peserta didiknya melalui kegiatan
pembelajaran. Ketika pembelajaran
23
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
berlangsung, guru tidak sekedar
menyampaikan pelajaran akan tetapi juga
menciptakan suasana belajar yang dialami
setiap siswa. Berdasarkan hal tersebut
diatas penulis merasa tertarik untuk lebih
lanjut meneliti tentang : Pengaruh Perilaku
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Kinerja Guru Terhadap Peningkatan Mutu
Lulusan Di Sekolah Dasar Negeri
Banjarsari Kabupaten Gresik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
diambil suatu rumusan masalah untuk
penelitian ini, yaitu : (1) pengaruh perilaku
kepemimpinan kepala sekolah terhadap
peningkatan mutu Sekolah Dasar Negeri
Banjarsari di Kabupaten Gresik (2) adakah
pengaruh kinerja guru terhadap
peningkatan mutu Sekolah Dasar Negeri
Banjarsari di Kabupaten Gresik (3) adakah
pengaruh perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dan kinerja guru terhadap
peningkatan mutu pendidikan Sekolah
Dasar Negeri di Kabupaten Gresik?
Berdasarkan teori diatas dapat disusun
suatu hipotesis yaitu: (1) perilaku
kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh
terhadap peningkatan mutu Sekolah Dasar
Negeri Banjarsari di Kabupaten Gresik; (2)
kinerja guru berpengaruh terhadap
peningkatan mutu Sekolah Dasar Negeri
Banjarsari di Kabupaten Gresik; (3)
perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan
kinerja gurumempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap peningkatan mutu
pendidikan Sekolah Dasar Negeri di
Kabupaten Gresik?
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan
metode survei dengan pendekatan
kuantitatif melalui korelasi dan analisis
regresi. Analisis ini akan digunakan dalam
menguji besarnya pengaruh yang
ditunjukkan oleh koefisien korelasi antar
variabel Perilaku kepemimpinan kepala
sekolah (X1) Kinerja Guru (X2) terhadap
mutu pendidikan. Objek penelitiannya
adalah guru di Sekolah Dasar Banjarsari
Kabupaten Gresik yang berjumlah 25 guru.
Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan studi dokumentasi dan
angket. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah random sampling, teknik
ini merupakan cara pengambilan sampel
tanpa memilih-milih individu yang akan
dijadikan anggota sampel. Variabel-
variabel penelitian yang digunakan adalah
(1) Variabel Terikat : Mutu pendidikan
atau mutu sekolah (Y); (2) Variabel bebas:
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
(X1) dan Kinerja Guru (X2).
Kisi-Kisi Penelitian
Tabel Kisi-kisi Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Variabel Dimensi Indikator Sub indikator
Fungsi
Kepala
Conceptual
skills
a. Progam sekolah
b. Visi sekolah
1) Kemampuan untuk merumuskan
program sekolah
24
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Variabel Dimensi Indikator Sub indikator
Sekolah
yang meru-
pakan
cermin dari
perilaku
kepemim-
pinan
(x)
c. Ptogam
pengembangan
kutikurum
d. Progam supervise
2) Marumuskan visi sekolah
3) Kemampuan menganalisis visi ke
misi sekolah
4) Menyusun progam pengembangan
kurikulum
5) Merumuskan progam supervise
kelas
Human skills a. Berkomunikasi
b. Memahami prilaku
bawahan
c. Kerja sama
d. Perilaku
e. Masyarakat belajar
1) Kemampuan berkomunikasi secara
jelas dengan guru
2) Kemampuan memahami perilaku
guru
3) Kemampuan menciptakan kerja
sama guru dengan guru
4) Dapat diterima dikalangan guru
dam masyarakat
5) Pengen bangan masyarakat belajar
Technical
Skills
a. Metode mengajar
b. Pengambilan
keputusan
c. Menggerahkan
bawahan
d. Memberdayakan
sarana prasarana
e. Mengatasi Konflik
f. Prosedur
Kesejahteraan
bawahan
1) Pengetahuan dan penguasaan
metode mengajar
2) Proses pengambilan
Keputusan
3) Menggerahkan para guru untuk
bekerja giat
4) Memanfaatkan meemberdayakan
sarana sekolah
5) Penguasaan teknik menangani
konflik
6) Pengurusan prosedur kenaikan
pangkat guru
Educator Mengikuti
perkembangan Iptek
Meningkatkan kemampuan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan
Adminis-
Trator
a. Mengelolah
administrasi KMB
dan BK
b. Mengelolah
administrasi
kesiswaan
c. Mengelolah
administrasi
1) Memiliki kelengkapan data
proses belajar mengajar
2) Data kesiswaan, kegiatan
ekstrakulikuler
3) Data tentang uang masuk dan
uang keluar
4) Data lengkap tentang sarana dan
prasarana
25
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Variabel Dimensi Indikator Sub indikator
keuangan
d. Mengelolah
administrasi sarana
dan prasarana
e. Mengelolah
administrasi
persuratan /
pelaporan
5) Data surat masuk keluar, serta
laporan tentang pertanggung
jawaban keuangan
Super visor Supervisi pendidikan Melaksanakan supervise dikelas
Leader a. Kepribadian yang
kuat
b. Figur pemimpin
c. Penyebaran dan
perantara informasi
1) Berjiwa besar dan, dan menjadi
teladan bagi guru
2) Fungsi kepal sekolah sebagai figur
pemimpin
3) Fungsi sebagai penyebar dan
perantara informasi
Inovator a. Menemukan gagasan
b. Melaksanakan
pembaharuan
1) Mencari dan menemukan gagasan
baru secara
2) Melaksanakan pembaharuan di
bidang pembelajaran, dan
pembinaan guru
Motivator a. Lingkungan kerja
(fisik)
b. Susunan Kerja (non
fisik)
1) Mengatur ruang agar lebih
kondusif
2) Menciptakan hubungan kerja yang
harmonis
Tabel Kisi-kisi Variabel Kinerja Guru (X2)
26
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Variabel Dimensi Indikator-IndikatorKinerja
Guru (X2)
1. Pedagonik
2. Keperibadian
3. Profesional
4. Sosial
1. Dapat mehami dengan baik cirri-ciri peserta didik.
2. Dapat memahami potensi-potesi anak didik.
3. Dapat mehami teori belajar.
4. Dapat menguasai berbagai model dan strategi pembelajaran.
5. Dapat menguasai cara menerapkan ICT dalam PBM.
6. Dapat menguasai bahasa Indonesia yang baik sebagai medium
of instruction yang efektif.
7. Dapat menguasai pendekatan pedagogic dalam permasalahan
pembelajaran.
8. Dapat merancang PBM yang komprehensif
9. Dapat menilai kemajuan belajar peserta didik secar total.
10. Dapat membimbing anak bila menghadapi persoalan
pembelajaran.
11. Dapat menguasai prinsip dn proses PBM.
1. Dapat memiliki komitmen dan kemauan tinggi dalam
melakukan tugasnya sebagai guru preofesional.
2. Dapat memiliki rasa kasih sayang kepada peserta didik tanpa
membeda bedakan
1. Mampu menguasai subtansi atau materi atau isi teaching
subjects tau mata pelajaran yang menjadi bidang keahlian.
2. Mampu penguasai bagaiman mengolah learning resources
yang diperlukan dalam proses belajar mengajar .
3. Mampu menguasai bagaimana mengolah learning resource
dari lingkungan hidup sehingga dapat dipergunakan untuk
mndukung proses pembelajaran.
4. Mampu menguasai bagaimana menetapkan teknologi
informasi dalam upaya meningkatkan evektivitas belajar anak
5. Mampu menguasai bagaimana menyusun rencana pelajarann
yang mengemas isi, media tekhnologi dan values dalam stiap
proses pembelajaran.
1. Mampu memahami berbagai factor yang berkonstribusi
dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung PBM
2. Dapat mengerti berbagai factor sosila-kultural dan ekonomi
yang berkopnstribusi terhadap proses pendidikan peserta
didik.
3. Mampu memahami pentingnya hubungan antara sekolah
27
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Variabel Dimensi Indikator-Indikatordengan orang tua dan tokoh masarakat ynag berkonstribusi
terhadap proses pendidikan anak sekolah.
4. Dapat mengerti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan
dijunjung tingi oleh masyarakat
5. Mampu memahami pendekatan –pendekatan yang diterapkan
disekolah
6. Dapat menguasai dan memahami perubahan-perubahan akibat
dampak globalisasi
Tabel Kisi-kisi variabel Mutu Pendidikan (Y)
1 2 3Mutu
Pendidikan
(Y)
1. Kebermaknaan proses
belajar mengajar
1. Dapat merencanakan PBM
2. Dapat melaksanakan PBM (prestasi)
3. Dapat mengevaluasi PBM
2. Manajemen sekolah 4. Dapat membuat Renstra dan rencana
pengembangan strategis
5. Mengorganisasikan pelaksanaan progam keuangan
dan sarana prasarana
3. Efektivitas budaya
sekolah, (iklim
organisasi sekolah
yang kondusif)
6. Mampu mengkondisikan sekolah mendukunguntuk
PBM
7. Mampu memberi penghargaan bagi siswa
yangberprestasi
8. Siswa mampu mentaati tata tertib aturan sekolah
4. Kepemimpinan kepala
sekolah yang kuat
9. Bisa dihubungi dengan mudah
10. Bersikap responsif kepada guru, staf, dan TU
11. Mampu merasionalkan kegiatan antara guru
dansiswa
5. Out put sekolah (hasil
prestasi)
12. Mampu membuat standar kelulusan
yangdirencanakansekolah
13. Dapat berprestasi secara akademik yang
telahdicapai tahunterakhir
14. Dapat berprestasi secara nonakademis tahun
terakhir
15. Dapat melaksanakan kelulusan siswa tahun terakhir
28
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1 2 37. The Administrator
Production Function
yaitu fungsi manajerial
(administrasi)
16. Mampu mendesain ruangan (sarana dan prasarana)
17. Mampu mengatur buku (perpustakaan)
18. Dapat melakukan kualifikasi pendidik yang
memungkinkan tercapainya pelaksanaan
pendidikan secara efektif.
8. The Psychologist's
Production Function
(PPF) yaitu fungsi
sikap produktif
19. Mampu berbuat disiplin
20. Mampu berkreatif
21. Dapat memberikan inovatif
22. Memiliki jiwa kejuangan
9. The Economic
Production Function
yaitu fungsi ekonomi
(ekonomis)
23. Dapat memberikan lulusan yang memiliki
kompetensi tinggi
Catatan : Konsep operasional kinerja guru dikembangkan dari (pasal 8, UUGD 14/2005 dan Permen Diknas No.13 tahun
2007 tentang Standar Kinerja Kepala Sekolah
Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang
digunakan adalah Regresi Linier
Berganda. Digunakan untuk
menguji pengaruh antara variabel
independen (Perilaku
kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Motivasi Guru) dengan variabel
dependen (Mutu Pendidikan).
Perhitungan akan dilakukan dengan
bantuan program SPSS for
Windows.
Model hubungan variabel
akan dianalisis sesuai dengan
persamaan regresi:
MP = α + β1PKKS + β2KG + Σi
1) Uji F
Uji F adalah alat untuk
menguji variabel independen secara
bersama terhadap variabel
dependennya untuk meneliti apakah
model dari penelitian tersebut
sudah sesuai atau tidak.
Kriteria pengujian dengan menggunakan
uji F adalah sebagai berikut :
Jika nilai Fhitung > Ftabel berarti Ho
ditolak, H1 diterima Jika nilai Fhitung <
Ftabel berarti Ho diterima dan H1 ditolak.
2) Uji t
Uji t dimaksudkan untuk
mengetahui apakah secara individu
variabel independen mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen, dengan asumsi
variabel independen lainnya
konstan (Djarwanto PS, 1996).
Dengan α = 0,05 dan derajat
kebebasan n-1 dengan kriteria :
29
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
H0 diterima apabila –ttabel ≤ thitung ≤
ttabel sedangkan H0 ditolak apabila ttabel
< - thitung atau ttabel > thitung.
Hasil dan Analisis Data
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan
dari penelitian, maka dari hasil
pengumpulan data yaitu : Perilaku
Kepemimpinan (X1), Motivasi Guru (X2)
dan Mutu Pendidikan (Y) dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
No X1 X2 Y No X1 X2 Y
1 118 91 109 14 107 85 102
2 89 99 97 15 111 87 101
3 100 103 102 16 97 84 88
4 97 80 101 17 85 82 98
5 106 76 96 18 118 81 99
6 109 84 106 19 126 95 109
7 85 88 90 20 128 89 109
8 131 94 112 21 114 94 103
9 82 79 96 22 111 101 110
10 93 93 102 23 112 100 114
11 90 73 92 24 131 112 114
12 113 88 99 25 112 105 112
13 109 78 101
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi dalam
penelitian ini digunakan untuk
menguji pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah dan kinerja guru
terhadap mutu pendidikan.
Penyelesaian model regresi linier
berganda dilakukan dengan bantuan
Program SPSS for Windows
Release 11.0 Adapun hasilnya
adalah sebagai berikut:
a. Uji t
Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan uji t
(pengaruh secara individual).
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui signifikansi dari
pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara
individual. Hasil pengujian
diperoleh dari test signifikansi
dengan program SPSS for
Windows Release 11.0. Hasil
pengujian t dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji t Variabel t hitung ttabel Sig Keterangan
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
4,557 2,021 0,000 H0 ditolak
Motivasi kerja 3,218 2,021 0,004 H0 ditolak
Hasil uji t dapat menunjukkan
bahwa variabel kepemimpinan
kepala sekolah memiliki nilai thitung
= 4,557 dengan nilai sig. = 0,000,
sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% adalah = 2,021.
Dikarenakan thitung > ttabel (4,557 >
2,021) dengan Sig. 0,000 < 0,05,
maka H1 diterima, artinya
kepemimpinan kepala sekolah
30
ANOVAb
1, 654 2 , 827 25, 930 , 000a
, 702 22 , 032
2, 356 24
Regression
Residual
Tot al
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predict ors: (Const ant ) , Kiner ja Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolaha.
Dependent Var iable: Mut u Pendidikanb.
Co e ffic ie n ts a
1 ,9 4 5 ,3 6 3 5 ,3 5 6 ,0 0 0
,3 5 2 ,0 7 7 ,5 8 1 4 ,5 5 7 ,0 0 0 ,7 5 0 ,6 9 7 ,5 3 0 ,8 3 2 1 ,2 0 2
,3 1 2 ,0 9 7 ,4 11 3 ,2 1 8 ,0 0 4 ,6 4 9 ,5 6 6 ,3 7 4 ,8 3 2 1 ,2 0 2
(Co n s ta n t)
Ke p e mimp in a nKe p a la Se k o la h
Kin e rja Gu ru
Mo d e l1
B Std . Erro r
Un s ta n d a rd iz e dCo e ffic ie n ts
Be ta
Sta n d a rd iz e dCo e ffic ie n ts
t Sig . Z e ro -o rd e r Pa rtia l Pa rt
Co rre la tio n s
T o le ra n c e VIF
Co llin e a rity Sta tis tic s
De p e n d e n t Va ria b le : Mu tu Pe n d id ik a na .
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
secara statistik berpengaruh
terhadap mutu pendidikan.
Sedangkan variabel kinerja
guru memiliki nilai thitung = 3,218
dengan nilai sig. = 0,006,
sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% adalah = 2,021.
Dikarenakan thitung > ttabel (3,218 >
2,021) dengan Sig. 0,004 < 0,05,
maka H1 diterima. Artinya kinerja
guru secara statistik berpe-ngaruh
terhadap mutu pendidikan.
Dari hasil analisis
regresi di atas, maka
dapat disusun persamaan
sebagai berikut: Mutu
Pendidikan = 1,945 +
0,352 KKS + 0,312 KG
Persamaan menunjukkan
bahwa mutu pendidikan
dipengaruhi oleh kepemimpinan
kepala sekolah dan kinerja guru.
Nilai konstanta sebesar 1,945
menyatakan jika keadaan kontan
atau variabel-variabel peningkatan
kepemimpinan kepala sekolah dan
kinerja guru tetap, maka skor mutu
pendidikan sebesar 1,945 satuan.
Deskripsi selengkapnya
tentang pengaruh kedua variabel
terhadap mutu pendidikan seperti
uraian di bawah ini.
a) Nilai koefisien kepemimpinan kepala
sekolah sebesar 0,352 menyatakan jika
terjadi peningkatan kepemimpinan
kepala sekolah sebesar satu satuan
maka mutu pendidikan akan
mengalami peningkatan sebesar 0,352
satuan.
b) Nilai koefisien kinerja guru sebesar
0,312 menyatakan jika terjadi
peningkatan motivasi kerja sebesar satu
satuan maka kinerja guru akan
mengalami peningkatan sebesar 0,289
satuan.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui
signifikansi dari model regresi yang
digunakan. Cara yang digunakan
adalah dengan membandingkan
Fhitung dengan Ftabel pada taraf
signifikansi (a) = 5%. Hasil pengujian
nilai F dapat dilihat pada gambar
berikut.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh Fhitung = 25,930,
sedangkan Ftabel pada taraf
signifikansi 5% dengan df 2 (n=2)
adalah sebesar 19,00. Dikarenakan
Fhitung > Ftabel (25,930 > 19,000), hal
ini menunjukkan bahwa
kepemimpinan kepala sekolah dan
kinerja guru secara bersama-sama
berpengaruh terhadap mutu
pendidikan.
Hasil pengujian hipotesis
pertama dengan uji t memperoleh
nilai thitung = 4,557 pada taraf
31
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
signifikansi 5% (Sig. < 0,05).
Artinya kepemimpinan kepala
sekolah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap mutu
pendidikan. Semakin baik
kepemimpinan kepala sekolah yang
dijalankan, maka mutu pendidikan
akan meningkat. Sebaliknya
semakin kurang baik
kepemimpinan kepala sekolah yang
dijalankan, maka mutu pendidikan
juga akan semakin berkurang.
Hasil pengujian hipotesis
kedua dengan uji t memperoleh
nilai thitung = 3,218 diterima pada
taraf signifikansi 5% (Sig.<0,05).
Artinya kinerja guru berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
mutu pendidikan. Semakin tinggi
kinerja guru, maka mutu
pendidikan akan semakin
meningkat. Sebaliknya semakin
rendah kinerja guru, maka mutu
pendidikan juga akan semakin
berkurang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut : (1) Terdapat
pengaruh signifikan kepemimpinan
kepala sekolah terhadap mutu
pendidikan di SDN Banjarsari
Gresik. (2) terdapat pengaruh
signifikan kinerja guru terhadap
mutu pendidikan di SDN Banjarsari
Gresik. (3) terdapat pengaruh
signifikan secara bersama-sama
kepemimpinan kepala sekolah dan
kinerja guru terhadap mutu
pendidikan di SDN Banjarsari
Gresik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di
atas maka saran yang dapat
diajukan sebagai berikut : (1)
hendaknya kepala lebih
meningkatkan efektifitas
kepemimpinannya berkaitan
dengan tingginya pengaruh
kepemimpinan kepala sekolah
dengan mutu pendidikan. (2) kepala
sekolah sebagai motivator
hendaknya lebih memperhatikan
kebutuhan motivasi guru agar
kinerja guru dapat meningkat pada
akhirnya akan meningkatkan mutu
pendidikan. (3) bagi para guru
hendaknya dapat lebih
meningkatkan kinerjanya agar mutu
pendidikan lebih baik lagi di masa
mendatang. (4) bagi para
pengambil kebijakan dan
pemerintah agar memperhatikan
program-program pendidikan yang
sesuai dan patut terhadap
pengembangan prestasi kepala
sekolah dan guru untuk lebih
meningkatkan mutu pendidikan.
32
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2003).
Prosedur Penelitian, Jakarta :
Bina Aksara
Fattah, Nanang. (2000). Landasan
Manajemen Pendidikan,
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Gibson. (1985). Organisasi
(Terjemahan). Edisi Ke- Lima,
Jakarta : Erlangga
Herrsey, Paul dan Blanchard, K. H.
(1977) Management of
Organization Behavior New York
: Englewood Cliffs
Hilmar, Taufik (2002). Kinerja
Guru Madrasah Tsanawiyah
Negeri di Kabupaten Sukabumi,
Bandung : Tidak diterbitkan
Marwansyah dan Mukaram.
(1999). Manajemen Sumber
Daya Manusia, Bandung : Pusat
Penerbit Administrasi Niaga
Riduwan (2007). Metode & Teknik
Menyusun Tesis, Bandung : CV
Alfabeta.
Schuler, Randall S. dan Jackson,
Susan E. Manajemen Sumber
Daya Manusia, Menghadapi
Abad Ke- 21. Edisi Ke-Enam,
Jakarta : Erlangga
Supriadi, Dedi. (2002). Guru di
Indonesia, Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Republik
Indonesia
________ (1998). Mengangkat Citra
dan Martabat Guru,
Yogyakarta : Adicipta Karya
Nusa
Supriadi, Dedi dan Jalal, Fasli.
(2001). Reformasi Pendidikan
Dalam Konteks Otonomi Darah,
Jakarta : Adicipta Karya Nusa
Samana. (1994). Profesionalisme
Keguruan, Yogyakarta :
Kanisius
Syah, Muhibbin. (1999). Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan
Baru, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Suyanto dan Hisyam, Djihad.
(2000). Refleksi dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia
Milenium III, Yogyakarta : Adi
Cipta
Siagian, Sondang P. (1997).
Organisasi Kepemimpinan dan
Perilaku Administrasi Jakarta :
PT Gunung Agung
Sutarto. (2001). Dasar-Dasar
Kepemimpinan Administrasi,
Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Wahyjosumidjo. (1987).
Kepemimpinan dan Motivasi,
Jakarta : Ghalia Indonesia
Wijaya, Cece dan Rusyan. (1992).
Kemampuan Dasar Guru Dalam
Proses Belajar Mengajar,
33
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Yuki, Gary. (1996). Leadership in
Organization (Terjemahan).
Edisi Ke-Tiga Jakarta : PT
Bhuana Ilmu Populer.
34
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI
TERHADAP KINERJA DOSEN DI UNIVERSITAS GRESIK
Adrijanti *)
Abstract, A leader is required showing a leadership capability of creating a conducive
climate in the neighborhood. The lecturers are also required to have a positive work attitude,
so it can display both the perception and satisfaction towards the job as well as high
employee motivation.
General research objectives were: (1) to determine the influence partially between
leadership and the motivations behavior on the performance faculty at the University of
Gresik, (2) to find out what is more dominant between leadership behavior and motivation on
the performance faculty at the University of Gresik, (4) to determine the effect of
simultaneously between leadership behavior and motivation on the performance faculty at
the University Gresik.
Testing the validity of the instrument used as a measuring device while the reliability
data showed a stability instrument observations. Analysis of the data used to determine the
effect of leadership behavior and motivation of faculty performance using regression analysis
while to find out how much influence it used the coefficient of determination.
From the results of this study can be seen that the behavior does not affect the partial
Leadership on the performance of lecturers but the motivation partially affects the
performance of lecturers. While the leadership behavior and motivation has no effect
simultaneously on the performance of lecturers. And variable Motivation is the most
dominant variable affecting the performance of lecturers at the University of Gresik.
Thus it can be said that the high motivation will affect the performance of lecturers at the
University of Gresik.
Keywords: Leadership, Behavior, Motivation and Lecturer Performance
Kemampuan seseorang sangat
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
dengan baik, namun kemampuan tersebut
akan dapat terealisasi apabila dilandasi
dengan adanya motivasi yang kuat dari
dirinya, karena bagaimanapun tingginya
kemampuan seseorang tetapi apabila tidak
dilengkapi dengan motivasi yang tinggi
tidak mungkin kemampuan yang potensial
itu dapat dirasakan manfaatnya. Motivasi
akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri
manusia, sehingga akan bergayut dengan
persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan
juga emosi, untuk kemudian bertindak atau
melakukan sesuatu. Semua ini didorong
35
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
karena adanya tujuan, kebutuhan atau
keinginan. Sardiman (2007:73)
Menurut Nawawi (2005:33), di
lingkungan semua organisasi diperlukan
manajemen sebagai rangkaian kegiatan
atau proses pengendalian agar pencapaian
tujuannya berlangsung efektif dan efisien.
Dalam menjalankan organisasi atau
perusahaan merupakan pekerjaan team
bukan individual oleh karena itu faktor
kepemimpinan menjadi kunci suksesnya
suatu kelompok kerja, harapan yang ada
adalah bahwa dengan berbagai macam
personalitas yang dimiliki oleh seorang
pemimpin harus dapat menciptakan
dorongan bagi pengikutnya atau orang lain
yang ada di sekitarnya. Sukiyat (2009:12)
menyatakan dalam kegiatannya bahwa
pemimpin memiliki kekuasaan untuk
mengerahkan dan mempengaruhi
bawahannya sehubungan dengan tugas-
tugas yang harus dilaksanakan agar tujuan
organisasi dapat tercapai dengan
sempurna. Banyak hal yang dituntut
kepada seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugasnya, namun pada
hakekatnya perlu memperoleh gambaran
jelas tentang diri seorang pemimpin.
Pimpinan fakultas atau yang biasa
disebut dengan Dekan merupakan salah
satu komponen yang berpengaruh dalam
meningkatkan mutu pendidikan di
Fakultas. Dalam suatu fakultas, hubungan
antara seorang Dekan dan dosen
merupakan hubungan antara atasan atau
pemimpin dengan bawahan. Untuk itu
guna tercapainya mutu pendidikan yang
optimal, diperlukan pula suatu kerja sama
yang sinergis antara Dekan dan dosen.
Oleh karena itu seorang Dekan dituntut
menampilkan suatu kepemimpinan yang
mampu menciptakan iklim yang kondusif
di lingkungannya yaitu di suatu Fakultas,
sedangkan para dosen dituntut memiliki
sikap positif terhadap pekerjaan yng
dijalaninya, sehingga dapat menampilkan
persepsi dan kepuasan yang baik terhadap
pekerjaannya maupun motivasi kerja yang
tinggi, yang pada akhirnya akan
mencerminkan seorang dosen yang mampu
bekerja secara profesional sesuai dengan
Tridharma Perguruan Tinggi yakni
profesional dalam pengajaran, profesional
dalam penelitian dan profesional dalam
pengabdian masyarakat. Oleh karena itu
diduga ada hubungan antara perilaku
kepemimpinan dengan kinerja dosen.
Motivasi yang diberikan dapat berupa
insentif baik yang bersifat formal maupun
non formal, sehingga kemauan,
kemampuan dan semangat kerja dosen
akan meningkat dengan sendirinya.
Dorongan dan semangat ini agar para
dosen memahami serta sadar akan tugas
dan kewajiban yang harus ia lakukan.
Menurut Hamzah (2007:1) motivasi juga
dapat dikatakan sebagai perbedaan antara
dapat melaksanakan dan mau
melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada
mau melaksanakan tugas untuk mencapai
tujuan.
Menurut teori dari Porter dan Lawler
mengatakan bahwa mendorong minat
pegawai dan mencapai kinerja yang lebih
36
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
tinggi bukanlah soal yang lugas dan
dipengaruhi sejumlah variabel. Yang dapat
dikerjakan oleh para manajer adalah sadar
tentang semua keragaman tersebut dan
memperhitungkannya waktu merancang
sistem-sistem kerja dan mempertim-
bangkan pemberian imbalan Hamzah
(2007:49). Tujuan pemberian insentif pada
dasarnya adalah berfungsi dalam
memotivasi dosen agar terus menerus
berusaha memperbaiki dan meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan
tugas-tugas yang menjadi kewajiban serta
tanggung jawabnya. Oleh sebab itu diduga
adanya hubungan antara motivasi dan
kinerja dosen.
Sehubungan dengan latar belakang
permasalahan di atas, maka dalam hal ini
penulis berusaha untuk mengamati tingkat
pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja
dosen dan pemberian insentif memotivasi
dosen untuk dapat meningkatkan kinerja
dosen di Universitas Gresik, maka yang
dituangkan dalam judul penelitian :
"Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan
Motivasi terhadap Kinerja Dosen di
Universitas Gresik”.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
diambil suatu rumusan masalah untuk
penelitian ini, yaitu : (1) adakah pengaruh
secara parsial antara perilaku
kepemimpinan terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik, (2) adakah pengaruh
secara parsial antara motivasi terhadap
kinerja dosen di Universitas Gresik, (3)
adakah pengaruh secara serempak antara
perilaku kepemimpinan dan motivasi
terhadap kinerja dosen di Universitas
Gresik?(4)manakah yang mempunyai
pengaruh paling dominan antara perilaku
kepemimpinan dan motivasi terhadap
kinerja dosen di Universitas Gresik?
Berdasarkan teori diatas dapat disusun
suatu hipotesis yaitu: (1) perilaku
kepemimpinan mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik, (2) motivasi
mempunyai pengaruh secara parsial
terhadap kinerja dosen di Universitas
Gresik. (3) perilaku kepemimpinan dan
motivasi mempunyai pengaruh secara
serempak terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik, (5) motivasi
mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap kinerja dosen di Universitas
Gresik
METODE
Populasi dalam penelitian ini adalah
dosen tetap Yayasan di Universitas Gresik
yang diambil dari seluruh fakultas kecuali
Program Pascasarjana. Sedangkan jumlah
populasinya adalah 49 orang.Teknik
pengambilan sampel yang dipakai dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik proportionate random sampling.
dengan menggunakan rumus dari Taro
Yamane atau Slovin. Berdasarkan
perhitungan jumlah sampel menurut rumus
di atas maka jumlah sampel yang diambil
sejumlah 33 orang, dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
37
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
No FakultasJumlah
Populasi Sampel
1 F. Ekonomi 9 6
2 F. Hukum 7 5
3 F. KIP 8 5
4 F. Keperawatan 11 7
5 F. Sastra Inggris 4 3
6 F. Teknik 10 7
Jumlah 49 33
Variabel yang diteliti adalah (1)
Variabel bebas adalah perilaku
kepemimpinan (X1) dan motivasi (X2 ), (2)
Variabel terikat adalah kinerja dosen (Y).
Sedangkan metode pengumpulan data
dengan menggunakan metode angket.
Untuk instrumen perilaku kepemimpinan,
instrumen motivasi dan instrumen kinerja
dosen. Dalam mengumpulkan data ini
digunakan skala Likert untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau kelompok orang dengan bobot skor
mulai dari 1 sampai dengan 5.
Instrumen perilaku kepemimpinan
dengan alternatif jawaban sebagai berikut :
5 = Sangat Tinggi/ Sangat penting
4 = Tinggi / Penting
3 = Cukup Tinggi/Cukup Penting
2 = Rendah/ Kurang Penting
1 = Rendah sekali/ Tidak Penting
Kisi-kisi Angket Penelitian Perilaku
Kepemimpinan
No Dimensi Item
1 Perilaku mendengarkan 1-5
2 Perilaku empati 6-11
3 Perilaku menyembuhkan 12-13
4 Perilaku kesadaran 14
No Dimensi Item
5 Perilaku persuasif 15
6 Perilaku konseptualisasi 16
7 Perilaku kemampuan,
meramalkan
17
8 Perilaku kemampuan
melayani
18
9 Perilaku komitmen pada
pertumbuhan manusia
19
10 Perilaku membangun
(memberdayakan)
20
Instrumen motivasi dengan alternatif
jawaban sebagai berikut :
5 = Sangat setuju4 = setuju3 = ragu-ragu2 = tidak setuju 1 = sangat tidak setuju
Instrumen Angket penelitian Motivasi
Dosen
No Dimensi Item
1. Motivator 1-10
2. Hygiene 11-28
Instrumen kinerja dosen dengan alternatif
jawaban sebagai berikut :
5 = Sangat setuju4 = Setuju3 = Tidak Tahu2 = Tidak setuju1 = Sangat Tidak Setuju
Kisi-kisi Angket Penelitian Kinerja Dosen
No Dimensi Item
1 Kemampuan 1-2
2 Inisiatif 3-5
3 Ketepatan waktu 6
4 Kualitas hasil kerja 7-8
38
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
No Dimensi Item
5 Komunikasi 9-11
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini :
Regresi Ganda : Y = a + b1 X1 + b2 X2
Pengujian Hipotesis
1) Pengujian secara Simultan/ serempak
(uji F)
Pengujian integritas dilakukan dengan
menggunakan uji F dimana tingkat
kepercayaan α = 0,05 dengan nilai kritis :
F (α ; k ; n - k -1) sedangkan kriteria : Fhit
> Ftab , maka Ho ditolak.
Rumus uji F : F = R2 (N−k−1)
k (1−R2)
2) Pengujian secara Parsial (Uji t)
Dalam pengujian hipotesis ini level
signifikansi yang digunakan sebesar (5%)
dengan derajat kebebasan sebesar n – 1.
sedangkan kriteria : Jika t hit > t tab , maka
Ho ditolak Uji koefisien korelasi parsial
dapat dihitung dengan rumus :
t hitung = √r 2(n−3)(1−r2)
Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat maka digunakan koefisien
determinasi (R²) dengan bantuan program
SPSS versi 14.0.
HASIL DAN ANALISA DATA
Berdasarkan rumusan masalah dan
tujuan dari penelitian, maka dari hasil
pengumpulan data yaitu : Perilaku
Kepemimpinan (X1), Motivasi (X2) dan
Kinerja Dosen (Y) dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
No (X1) (X2) (Y) No (X1) (X2) (Y)
1 62 103 40 18 61 96 43
2 60 111 32 19 39 84 49
3 87 111 54 20 61 74 32
4 64 93 44 21 59 76 42
5 55 104 38 22 51 96 38
6 57 102 42 23 74 96 39
7 60 96 48 24 59 119 52
8 68 96 40 25 81 114 52
9 68 119 52 26 73 91 36
10 94 131 38 27 83 106 38
11 52 82 39 28 81 129 54
12 73 111 50 29 56 107 41
13 52 99 43 30 71 95 46
14 64 114 47 31 72 95 51
15 75 84 33 32 61 96 43
16 76 109 38 33 33 75 43
17 72 95 51
Analisis Hipotesis
Hasil analisis mengenai koefisien
model regresi adalah seperti yang
tercantum dalam tabel berikut ini.
Koefisien Regresi Linier Berganda
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T
B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 27.362 7.841 3.489
Kepemimpinan -.053 .101 -.107 -.527
Motivasi .193 .092 .429 2.102
a Dependent Variable: kinerja
39
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Berdasarkan Tabel tersebut, maka
model regresi yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
Y = 27,362X,193 X2
Dari persamaan tersebut dapat dilihat
bahwa nilai koefisien regresi untuk
motivasi lebih besar daripada koefisien
regresi untuk kepemimpinan. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa jika
kepemimpinan dan Motivasi mengalami
suatu peningkatan atau semakin baik, maka
kinerja juga akan mengalami peningkatan,
sebaliknya jika kepemimpinan dan
motivasi mengalami suatu penurunan,
maka kinerja juga akan mengalami
penurunan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
hubungan yang searah .antara variabel
bebas X1 dan X2 dengan variabel terikat Y
b. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan
dengan cara pengujian secara parsial
maupun pengujian secara serempak
1) Pengujian secara parsial
Ho Perilaku Kepemimpinan tidak
berpengaruh secara parsial terhadap
Kinerja Dosen di Universitas Gresik.
Ha Perilaku Kepemimpinan berpengaruh
secara parsial terhadap Kinerja
Dosen di Universitas Gresik.
Dengan menggunakan SPSS versi 14.0
didapat t hitung sebesar -0,527 sedangkan t
tabel dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan
(dk) = n – 1 = 32 maka ttabel = 2,042 Dapat
dilihat bahwa t hitung < ttabel (0,527 <
2,042 ), maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Artinya : Perilaku Kepemimpinan secara
parsial tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja.
Sedangkan untuk mengetahui seberapa
besar perilaku kepemimpinan
mempengaruhi kinerja dosen. Maka dapat
dicari koefisien determinasi (R² = R
Square).
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .132(a) .018 -.014 .018 .554 1 31 .462
a Predictors: (Constant), kepemimpinan
R² yx1 = 0,018
Artinya proporsi variabilitas kinerja dosen
1,8% dapat dijelaskan oleh perilaku
kepemimpinan. Sedangkan 98,2% lainnya
dijelaskan oleh variabel lainnya dalam
penelitian ini.
Untuk mengetahui apakah variabel
bebas motivasi (X2) berpengaruh secara
parsial terhadap variabel terikat yaitu
kinerja dosen (Y) yaitu :
Ho : Motivasi tidak berpengaruh secara
parsial terhadap Kinerja Dosen di
Universitas Gresik.
Ha : Motivasi berpengaruh secara parsial
terhadap Kinerja Dosen di
Universitas Gresik.
Dengan menggunakan SPSS versi 14.0
didapat t hitung sebesar 2,102 sedangkan t
40
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
tabel dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan
(dk) = n – 1 = 32 maka t tabel = 2,042
Dapat dilihat bahwa t hitung > t tabel
(2,102>2,042), maka Ho ditolak dan Ha
diterima.
Artinya : Motivasi secara parsial
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja.
Sedangkan untuk mengetahui seberapa
besar motivasi mempengaruhi kinerja
dosen. Maka dapat dicari koefisien
determinasi (R² = R Square).
Model Summary
Model R
R
Squa
re
Adjusted
R
Square Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .368(a) .136 .108 .136 4.870 1 31 .035
a Predictors: (Constant), motivasi
R² yx2 = 0,136
Artinya : Proporsi variabilitas kinerja
dosen 13,6% dapat dijelaskan
oleh motivasi. Sedangkan 86,4%
dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya dalam penelitian ini.
2) Pengujian secara serempak
Ho : Perilaku Kepemimpinan dan
Motivasi tidak berpengaruh secara
serempak terhadap Kinerja Dosen di
Universitas Gresik.
Ha : Perilaku Kepemimpinan dan
Motivasi berpengaruh secara
serempak terhadap Kinerja Dosen di
Universitas Gresik.
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 189.458 2 94.729 2.517 .098(a)
Residual 1129.087 30 37.636
Total 1318.545 32
a Predictors: (Constant), kepemimpinan, motivasi
b Dependent Variable: kinerja
Dengan menggunakan SPSS versi 14.0
didapat F hitung sebesar 2,517 sedangkan F
tabel dengan α = 0,05 dan (dk) pembilang =
k= 2 dan dk penyebut = n-k-1=30 maka F
tabel = 3,32 Dapat dilihat bahwa F hitung < F
tabel (2,517 < 3,32 ), maka Ho diterima dan
Ha ditolak.
Artinya Perilaku Kepemimpinan dan
motivasi secara serempak tidak
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja
Sedangkan untuk mengetahui seberapa
besar perilaku kepemimpinan dan motivasi
bersama-sama mempengaruhi kinerja
dosen. Maka dapat dicari koefisien
determinasi (R² = R Square).
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .379(a) .144 .087 .144 2.517 2 30 .098
a Predictors: (Constant), kepemimpinan, motivasi
R² yx2 = 0,144
Artinya Proporsi variabilitas kinerja dosen
14,4% dapat dijelaskan oleh
perilaku kepemimpinan dan
motivasi. Sedangkan 85,6% dapat
dijelaskan oleh variabel lainnya
dalam penelitian ini.
41
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Dengan melihat nilai dari koefisien
determinasi, maka yang paling
berpengaruh antara perilaku
kepemimpinan dan motivasi terhadap
kinerja dosen di Universitas Gresik adalah
motivasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dipaparkan tersebut, maka dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
(1) berdasarkan uji hipotesis secara parsial
tidak terdapat pengaruh yang signifikan
dari Perilaku Kepemimpinan terhadap
kinerja Dosen di Universitas Gresik, (2)
Berdasarkan uji hipotesis secara parsial
terdapat pengaruh yang signifikan dari
Motivasi terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik, (3) berdasarkan uji
hipotesis secara simultan Perilaku
kepemimpinan dan motivasi secara
serempak tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik, (4) berdasarkan nilai
dari koefisien determinasi (R Square) nilai
variabel perilaku kepemimpinan lebih kecil
daripada variabel Motivasi. Maka dapat
disimpulkan bahwa variabel motivasi
merupakan variabel yang berpengaruh
paling dominan terhadap kinerja dosen di
Universitas Gresik.
Sesuai dengan hasil penelitian
maka disarankan dalam rangka
meningkatkan kinerja Dosen di Universitas
Gresik diperlukan pula peningkatan
motivasinya melalui pemberian atau
pemenuhan pada kebutuhan ekonominya,
berupa insentif baik yang bersifat formal
maupun non formal, disamping itu juga
diperlukan pula adanya pelatihan-
pelatihan dalam rangka peningkatan
kompetensinya, guna menunjang dalam
proses pembelajaran sehingga kemauan,
kemampuan dan semangat kerja dosen
akan meningkat dengan sendirinya.
Dorongan dan semangat ini akan membuat
dosen memahami serta sadar akan tugas
dan kewajiban yang harus ia lakukan.
Tujuan pemberian insentif pada dasarnya
adalah berfungsi dalam memotivasi dosen
agar terus menerus berusaha memperbaiki
dan meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas yang menjadi
kewajiban serta tanggung jawabnya demi
mencapai tujuan pembelajaran untuk
menghasilkan mutu lulusan sesuai dengan
apa yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah. (2007). Teori Motivasi dan
Pengukurannya . Jakarta : Radjawali
Nawawi, H. (1998). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta : Gajah
Mada Univ Press.
Riduwan.(2009). Metode dan Teknik
Menyusun Proposal Penelitian.
Bandung Alfabeta
Riduwan (2007). Skala Pengukuran
variabel-variabel penelitian.
Bandung: Alfabeta.
42
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Sardiman. (2003), Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta :
Radjawali.
Sugiyono. (2010). Statistik untuk
Penelitian. Alfabeta : Bandung
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Pendidikan. Alfabeta : Bandung
Sukiyat. (2009). Kepemimpinan dalam
Kependidikan. Surabaya : LP2I
43
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL (MPI) DAN
GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH
MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK
Siti Bariroh*)
Abstrak, Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, diperlukan
adanya perancangan dan pengembangan materi pembelajaran, yang merupakan fungsi yang
sangat penting dalam teknologi pembelajaran. Seels Richey (dalam Amir, 2000) mengatakan
bahwa kawasan teknologi pembelajaran meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolan dan evaluasi. Pengembangan desain materi pembelajaran microteaching ini adalah
upaya untuk memenuhi salah satu fungsi ranah teknologi pembelajaran, yaitu ranah
pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan
"Apakah ada perbedaan hasil belajar, yang diajarkan dengan menggunakan Model
Pengembangan Instruksional (MPI) dan yang non MPI?". Apakah Model Pengembangan
Instruksional dengan Gaya Belajar yang dimiliki mahasiswa, membedakan hasil belajar
mereka? Dan apakah ada interaksi antara gaya mengajar dan MPI terhadap hasil belajar
matakuliah Microteaching, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Gresik.
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket gaya belajar, dan test hasil
belajar. Analisa data yang digunakan adalah analisis varian (ANAVA) dua jalur, yaitu untuk
menguji hipotesa 1, hipotesa 2 dan hipotesa 3. Dari hasil penelitian diketahui adanya
perbedaan hasil belajar dengan menggunakan MPI dan non MPI, dan perbedaan gaya belajar
menyebabkan perbedaan hasil belajar, serta terdapat pula interaksi antara gaya belajar dengan
MPI.
Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif model pengembangan
pembelajaran, dengan lebih memperhatikan perbedaan individu (gaya belajar) untuk
mengakomodasi kebutuhan belajar mereka, sehingga tercapai hasil belajar yang baik.
Keyword : Model Pengembangam Instruksional (MPI), Gaya Belajar, dan Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Hasil belajar seseorang, tidak terlepas dari
pengaruh berbagai faktor, di antaranya
adalah faktor eksternal, yang menyangkut
pengembangan program pembelajaran dan
strategi penyampaian atau proses
pembelajaran.
44
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Dalam aktivitas pengajaran terkan-
dung aktivitas (1) Merancang pembela-
jaran, (2) Menyajikan pembelajaran, (3)
Mengevaluasi pembelajaran. Ketiganya
akan terkait dalam satu proses dan saling
mempengaruhi terhadap hasil belajar.
Upaya meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran, diperlukan
adanya perancangan dan pengembangan
materi pembelajaran, yang merupakan
fungsi yang sangat penting dalam
teknologi pembelajaran.
Seels Richey (dalam Amir, 2000)
mengatakan bahwa kawasan teknologi
pembelajaran meliputi desain, pengem-
bangan, pemanfaatan, pengelolan dan
evaluasi. Pengembangan desain materi
pembelajaran microteaching ini adalah
upaya untuk memenuhi salah satu fungsi
ranah teknologi pembelajaran, yaitu ranah
pengelolaan. Dick dan Carey (1990)
mengungkapkan bahwa desain materi
pembelajaran sebaiknya menarik, isinya
sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran,
urutannya tepat, ada petunjuk penggunaan
bahan ajar, ada soal latihan, jawaban
latihan, test, petunjuk bagi siswa menuju
kegiatan berikutnya.
Penggunaan model pengembangan
Instruksional (MPI) didasarkan atas
pemikiran bahwa model ini menggunakan
pendekatan sistem, dengan langkah
langkah yang lengkap, sehingga dapat
digunakan untuk merancang pembelajaran
baik untuk pembelajaran klasikal maupun
individual.
Faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor
internal dari dalam siswa / mahasiswa itu
sendiri. Salah satu dari faktor internal itu
adalah karakteristik siswa yang
berhubungan dengan cara mereka
menerima dan mengolah informasi, dan
merespons informasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Setiap orang mempunyai potensi yang
sama untuk unggul dalam pembelajaran,
yang diperlukan adalah menemukan gaya
belajar yang sesuai dan tepat bagi sesorang
untuk memaksimalkan efisiensi
pembelajarannya. Deporter dan Hernacki
(2000), Syahid (2002), mengungkapkan
bahwa , gaya belajar adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam pekerjaan,
di sekolah dan dalam situasi antar pribadi.
Gaya belajar akan dapat memberi
kemudahan kepada seseorang untuk
menyerap dan mengelola informasi.
Keinginan untuk membantu mahasiwa
dalam memahami materi matakuliah
Microteaching, dan untuk memudahkan
penyampaian bahan ajar kepada
mahasiswa secara lengkap dan sistematis,
serta ingin mengetahui pengaruh desain
materi pembelajaran berdasarkan Model
Pengembangan Instruksional dan gaya
belajar terhadap hasil belajar mahasiswa,
mendorong peneliti ingin meneliti masalah
tersebut. Ada beberapa alasan utama
peneliti memilih masalah ini :
1) Peneliti terlibat langsung membina
matakuliah Microteaching, di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
45
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Universitas Gresik. Sehingga
memungkinkan untuk terlibat langsung
dalam interaksi dengan mahasiswa .
2) Sejauh ini, masalah desain materi
pembelajaran, khususnya di
Universitas Gresik belum banyak
diteliti, sementara peneliti meyakini
bahwa perbaikannya kualitas
Pembelajaran dapat diawali dari
pengembangan desain pembelajaran.
3) Literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini, cukup mendukung
peneliti dalam mengkaji landasan-
landasan teori.
4) Hasil penelitian akan memberikan
manfaat nyata bagi peneliti sendiri,atau
pihak lain yang seprofesi dalam usaha
meningkatkan Kualitas pembelajaran
dalam arti yang luas.
KERANGKA TEORITIS
Microteaching diartikan sebagai cara
latihan ketrampilan mengajar dalam
lingkup kecil/ terbatas. MC Laughlin &
Moulton mengemukakan " Microteaching
has been performent part of teaching
process, so that the traince can master
each component one By one in a simplifed
teaching situation".
MC .Knight (1979) mengemukakan
"Microteaching has been described AS
scaled down teaching encounter desingned
to developernya new skill and refine old
one".
Dari pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa microteaching adalah
sebuah model pengajaran yang dikecilkan
atau disebut dengan "real teaching"
(AAllen and Ryan,1969). Jumlah
pesertanya berkisar antara 5 sampai 10
orang, ruang kelasnya terbatas, waktu
pelaksanaannya berkisar antara 10 sampai
15 menit, terfokus pada ketrampilan
mengajar tertentu, dan pokok bahasannya
disederhanakan.
Tujuan diselenggarakannya pembela-
jaran micro menurut T. Gilarso, dibagi dua
yaitu untuk melatih kemampuan dan
ketrampilan keguruan (tujuan umum), dan
untuk melatih calon guru supaya trampil
dalam membuat desin pembelajaran,
mendapatkan profesi keguruan dan
menumbuhkan rasa percaya diri (tujuan
khusus).
Dwigh Allen, mengatakan, tujuan
Microteaching bagi calon guru adalah :
1) Memberi pengalaman mengajar yang
nyata dan latihan sejumlah ketrampilan
dasar mengajar.
2) Calon guru dapat mengembangkan
ketrampilan mengajarnya sebelum
mereka terjun ke lapangan.
3) Memberikan kemungkinan bagi calon
guru untuk mendapatkan bermacam-
macam ketrampilan dasar mengajar.
Fungsi microteaching adalah sebagai
sarana latihan dalam mempraktekkan
ketrampilan mengajar, dan juga sebagai
salah satu syarat bagi mahasiswa yang
akan mengikuti Praktek Mengajar di
lapangan (PPL). Sasaran akhir yang akan
dicapai dalam microteaching adalah
terbinanya calon guru memiliki
pengetahuan tentang proses pembelajaran,
46
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
serta memiliki sikap dan perilaku baik
sebagai seorang guru.
Langkah-Langkah Prosedur Pembela-
jaran Micro
Ada lima langkah yang dapat ditempuh
dalam pembelajaran micro yaitu:
1) Pengenalan (pemahaman) konsep
pembelajaran micro
2) Penyajian model dan diskusi
3) Perencanaan/persiapan mengajar
4) Praktek mengajar
5) Diskusi feed back / umpan balik.
MODEL PENGEMBANGAN
INSTRUKSIONAL
Beberapa definisi mengenai desain
pembelajaran antara lain Reigeluth (1983:7
dalam Boy Soedarmadji, 2002)
menyatakan bahwa desain pembelajaran
lebih memperhatikan pada pemahaman ,
pengubahan, dan penerapan metode-
metode pembelajaran. Hal ini
mengarahkan kita, bahwa sebagai seorang
profesional, maka kita mempunyai tugas
untuk memilih dan menentukan metode
apa yang dapat dipergunakan, dan
mempermudah penyampaian bahan ajar,
agar dapat diterima dengan mudah oleh
siswa.
Lebih lanjut, Shaner (dalam
Suparman, 1997:29) menytakan bahwa
desain Instruksional adalah perencanaan
secara akal sehat untuk mengidentifikasi
masalah tersebut , dengan menggunakan
suatu rencana terhadap perencanaan,
evaluasi, uji coba, umpan balik, dan
hasilnya. Hal ini diperjelas dengan
pendapat Suparman (1997:31), suatu
proses yang sistematik dalam
mengidentifikasikan masalah, mengem-
bangkan bahan dan strategi Instruksional,
serta mengevaluasi efektivitas dan
efisiensinya dalam mencapai tujuan
Instruksional.
Rohani (2004:69) mendefinisikan
pengertian desain pengajaran sebagai suatu
pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas mengajar / aktivitas
pengajaran dengan menerapkan prinsip
prinsip pengajaran melalui langkah
langkah pengajaran, perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran yang telah
ditentukan.
Pengertian Desain Pembelajaran
Model Pembelajaran Instruksional (MPI)
adalah suatu bentuk model pembelajaran
yang menunjukkan urutan kegiatan yang
ditempuh orang dalam mendesain sistem
Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah,
yaitu menentukan kebutuhan Instruksional
umum, dan merumuskan tujuan umum,
melakukan analisis instruksional,
mengidentifikasi perilaku dan karakteristik
awal mahasiswa, merumuskan TIK,
menulis tes acuan patokan, menyusun
strategi Instruksional, mengembangkan
bahan instruksional, mendesain dan
melaksanakan sistem Instruksional.
GAYA BELAJAR
Thomas L Madden (2002)
mengemu-kakan bahwa salah satu cara
47
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
untuk membuka potensi luar biasa yang
telah terkunci dalam otak adalah dengan
menemukan cara memasukkan informasi
ke dalam otak. Masuknya informasi ini
dicapai melalui gaya belajar.
Mengutip Deporter dan Hernacki
(2000), Syahid (2002) mengungkapkan
bahwa gaya belajar adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam pekerjaan,
disajikan dan dalam situasi antar pribadi.
Gaya belajar akan dapat memberi
kemudahan kepada seseorang untuk
menyerap dan mengelola informasi.
Seseorang akan lebih mudah belajar dan
berkomunikasi dengan gayanya sendiri.
Degeng (2000) dalam Syahid (2002)
mengemukakan bahwa gaya belajar,
rentangan perhatian, ingatan, tahap
perkembangan, dan kecerdasan pelajar,
sangat bervariasi
Para ahli di bidang gaya belajar
sepakat membagi secara umum ke dalam
dua katagori utama tentang bagaimana
seseorang belajar. Pertama, bagaimana
seseorang menyerap informasi dengan
mudah, dan kedua adalah cara seseorang
dalam mengatur dan mengolah informasi.
Cara pertama disebut modalitas dan yang
kedua disebut dominasi otak. Gaya belajar
seseorang adalah bagaimana cara
seseorang menyerap, kemudian mengatur
dan mengolah informasi. Bagaimana cara
menemukan modalitas yang disukai?
Deporte dan Hernacki (2002) menjelaskan
satu cara sederhana adalah dengan
mendengarkan petunjuk-petunjuk dalam
pembicaraan. Cara lain adalah
memperhatikan perilaku ketika menghadiri
seminar atau lokakarya. Apakah
tampaknya seseorang menyerap lebih
banyak informasi dari membaca makalah
atau mendengarkan penyajinya?
Berdasarkan uraian di atas
dapatkah ditarik suatu pemahaman bahwa
gaya belajar adalah suatu kecenderungan
yang dimiliki oleh seseorang dalam hal
bagaimana ia belajar dengan mudah,
menyenangkan dan efisien dalam
menyerap, mengatur dan mengolah
informasi, serta berinteraksi dengan
lingkungan.
Macam macam Gaya Belajar
Para ahli mempunyai pandangan
berbeda dalam mengklasifikasikan gaya
belajar. Keefe (1987) membagi gaya
belajar menjadi cognitive styles, affective
styles, dan psysiological styles. Sedangkan
DePorter dan Hernacki (2002), dan
Madden (2002) membagi gaya belajar ke
dalam tiga macam gaya belajar, yaitu :
1. Gaya belajar visual, merupakan
kecenderungan seseorang akan lebih
mudah belajar atau menyerap informasi
apabila materi pembelajarannya
dikemas dalam uraian tertulis (naratif)
maupun dalam bentuk matriks (gambar
dan skema).
2. Gaya belajar auditorial, merupakan
kecenderungan individu akan lebih
mudah dalam belajar atau menyerap
informasi apabila materi pembelajaran
dikemas dalam bentuk uraian secara
lesan.
48
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
3. Gaya belajar kinestetik, merupakan
kecenderungan individu akan lebih
mudah dalam belajar bila materi pem-
belajaran dikemas dengan memprak-
tekkan sesuatu secara langsung.
HASIL BELAJAR
Dalam membicarakan pengertian hasil
atau prestasi belajar, tidak terlepas dari
pengertian belajar, karena hasil belajar
merupakan hasil perubahan yang dialami
dalam peristiwa belajar. Menurut WJS
Purwadarminta, dalam Kamus Bahasa
Indonesia menyatakan, bahwa belajar
adalah berusaha, berlatih dan sebagainya,
untuk mendapatkan kepndaian.
Hasil Belajar adalah kemampuan
yang diperoleh seorang pembelajar dari
proses belajar yang ditempuh di suatu
sekolah atau lembaga pendidikan, yang
diperoleh melalui evaluasi belajar.
Hasil Belajar Matakuliah Microteaching
Tujuan umum mata kuliah
microteaching adalah mempersiapkan
mahasiswa calon guru untuk menghadapi
tugas mengajar sepenuhnya di depan kelas
dengan memiliki pengetahuan, ketram-
pilan, kecakapan, dan sikap sebagai Guru
yang profesional.
Sedangkan tujuan khusus nya
adalah:
a) Menganalisa tingkah laku mengajar
kawan kawan nya dan dirinya sendiri.
b) Dapat melaksanakan ketrampilan
khusus dalam mengajar.
c) Dapat mempraktekkan berbagai tehnik
mengajar dengan benar dan tepat.
d) Dapat mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif, produktif dan
efisien.
e) Dapat bersifat profesional Keguruan.
Skor (nilai) hasil belajar mahasiswa pada
matakuliah microteaching ini, ditentukan
dengan Ujian Tengah Semester( M),
Tugas( T), dan Ujian Akhir (A) ditetapkan
dengan rumus:
N = (3x T )+ (2x M )+(5 x A)
10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif, yaitu untuk
membuktikan hipotesis.
penelitian ini, menggunakan 3 variabel,
yaitu desain model pembelajaran MPI, dan
gaya belajar sebagai variabel bebas, dan
hasil belajar sebagai varaiabel terikat.
Rancangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar antara
yg menggunakan MPI dan Non MPI dan
juga untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar dari perbedaan gaya belajar, serta
untuk mengetahui interaksi antara gaya
belajar dengan MPI dan non MPI.
Kegiatan penelitian terdiri dari test
macam gaya belajar, pengelompokan
subyek, perlakuan dan pemberian test dan
ujian praktek. Ada 3 kelompok belajar
49
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
yang menjadi fokus kajian dalam
penelitian ini, yaitu kelompok visual (V),
kelompok auditorial (A) dan kelompok
kinestetik (K).
Populasi dan Sampel
Sebagai populasi dalam penelitian
ini adalah mahasiswa semester VII, FKIP
Universitas Gresik, angkatan 2006, tahun
akademik 2009/2010 kelas A,B,C, dengan
jumlah 155 mahasiswa. Adapun Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 70
mahasiswa, diambil secara random
sampling dengan cara undian.
Teknik Pengumpulan Data
Data mengenai gaya belajar didapat
dari test berupa angket untuk dijawab (test
gaya belajar), dan hasil belajar didapat dari
hasil test ujian tertulis maupun ujian
praktek microteaching.
Teknik Analisa Data
Uji prasyarat analisis, sebelum
dilakukan analisa data, terlebih dulu
dilakukan uji prasyarat analisis yang
meliputi : a) uji normalitas data sampel,
dan b) uji homogenitas sampel. Uji
Hipotesis, dilakukan analisa data yang
diperoleh dari hasil penelitian, dengan
menggunakan metode statistik, yaitu
metode pengolahan data kuantitatif untuk
mengetahui perbedaan hasil tes. Analisis
yang digunakan adalah metode statistik
Analisis Varians (ANAVA) dua jalur,
dengan rumus sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah kuadrat total, antar
A,antar B,interaksi A xB dan dalam
kelompok.
2. Menghitung derajat kebebasan total,
antara A,B dan interaksi AB dan dalam
kelompok
3. Menghitung rata rata kuadrat antar A,
B, dan AB. Dan dalam kelompok
4. Menghitung rasio F ( A,B,dan AB).
HASIL PENELITIAN
Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran skor, dilaku-
kan terhadap hasil belajar matakuliah
microteaching dengan menggunakan
model pengembangan Instruksional, dan
tanpa menggunakan model pengembangan
Instruksional, dengna Kolmogorov-
Smirnov. Hasil perhitungan uji normalitas
sebaran skor variabel adalah normal, atau
memenuhi persyaratan normalitas. Hasil
belajar dengan MPI, N = 0,773. P = 0,589.
signifikan 5% = 0,025 (normal). Hasil
belajar dengan non MPI, N= 0,921, P = 0,
384. Signifikan 5% = 0,025 (normal).
Uji Homogenitas
Residu skor variabel terikat untuk
tiap skor variabel bebas sudah homogen.
Hasil belajar dengan MPI, Nilai = 0,653. P
= 0,422, Signifikan 5% = 0,05 (homogen).
Hasil belajar dengan gaya belajar. Nili =
0,913. P = 0,406, Signifikan 5 % = 0,05
(homogen).
Pengujian Hipotesa
50
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1. Terdapat perbedaan hasil belajar
menggunakan MPI dan yang Non MPI.
Diperoleh F hitung = 7,629,
probabikitas sebesar 0,001 lebih kecil
dari a=0,05.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari
gaya belajar visual, Auditorial dan
kinestetik dengan model pengem-
bangan Instruksional matakuliah
Microteaching. Diperoleh F hitung =
17, 658, sedang probabilitas sebesar
0,007 lebih kecil dari 0,05.
3. Terdapat interaksi antara gaya belajar
mahasiswa dengan model
Pengembangam Instruksional (MPI),
terhadap hasil belajar matakuliah
Microteaching. Diperoleh F hitung =
3,311, dengan nilai probabilitas sebesar
0,043 lebih kecil dari a= 0,05.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Pembahasan tentang perbedaan hasil
belajar yang diajarkan dengan MPI dan
Non MPI matakuliah Microteaching
pada mahasiswa FKIP Universitas
Gresik. Hasil perhitungan yang
diperoleh (F hitung=7,629, P=0,001,
a=0,05) maka dapat dikatakan bahwa
ada perbedaan hasil belajar yang
diajarkan dengan MPI dan Non MPI,
matakuliah Microteaching FKIP
Unigres, diterima dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil analisis statistik
juga menunjukkan bahwa mahasiswa
yang diajar dengan MPI, nilai rata rata
75,26 lebh baik dari pada yang diajar
dengan Non MPI. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pembelajaran
matakuliah Microteaching dengan MPI
dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa.
2. Hasil penelitian tentang Model
Pengembangan Instruksional (MPI),
dengan gaya belajar Visual, Auditori
dan Kinestetik, yang dimiliki
mahasiswa membedakan hasil belajar
mahasiswa FKIP Unigres. Hasil
perhitungan menunjukkan hasil belajar
Visual, rata rata sebesar 78,54. Hasil
belajar dengan gaya Auditorial rata rata
sebesar 71,85, sedangkan hasil belajar
dengan gaya belajar Kinestetik rata-
rata sebesar 75,44. Hasil perhitungan F
hitung = 17,658, P = 0,007, a = 0,05,
Dengan demikian dapat dikatakan gaya
belajar yang dimiliki mahasiswa
dengan pembelajaran MPI,
membedakan hasil belajarnya, (tipe
visual memiliki rata rata tertinggi dari
tipe lainnya) diterima dengan taraf
signifikansi 5%.
3. Hasil penelitian tentang interaksi antara
gaya belajar mahasiswa dengan model
pengembangan Instruksional (MPI)
terhadap hasil belajar matakuliah
Microteaching. Hasil perhitungan
Fhitung = 3,311 dengan P = 0,043, dan
a = 0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan ada interaksi antara gaya
belajar mahasiswa dengan Model
Pengembangan Instruksional terhadap
hasil belajar matakuliah Microteaching
mahasiswa FKIP Universitas Gresik.
51
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KESIMPULAN
1. Ada perbedaan hasil belajar, yang
diajarkan dengan Model Pengem-
bangan Instruksional (MPI) dan yang
non MPI matakuliah Microteaching
pada mahasiswa FKIP Universitas
Gresik.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari
gaya belajar Visual, Auditorium dan
Kinestetik dengan Model Pengem-
bangan Instrukdional matakuliah
Microteaching pada mahasiwa FKIP
Universitas Gresik.
3. Ada interaksi antara gaya belajar
mahasiswa dengan Model
Prngembangan Instrukdional ( MPI)
terhadap hasil belajar matakuliah
Microteaching mahasiswa FKIP
Universitas Gresik.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat
penulis ajukan saran saran sebagai berikut:
1. Model Pengembangan Instruksional
(MPI) direkomendasikan sebagai
alternatif model pengembangan bahan
bahan pembelajaran.
2. Proses pembelajaran hendaknya lebih
memperhatikan perbedaan individu,
karena masing-masing individu
memiliki gaya belajar sendiri sendiri.
Dengan lebih memperhatikan
perbedaan individu dan dengan
membuat model pengajaran yang
cocok diharapkan prestasi belajar
mahasiswa bisa lebih baik.
3. Menindak lanjuti penelitian ini, kiranya
perlu diadakan kajian atau penelitian
lebih lanjut, dan dengan sasaran yang
lebih luas, agar model ini benar-benar
bisa dilakukan di wilayah manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Anto Dajan, 1986, Pengantar Metode Statistik II, Jakarta, LP3ES.
Arief S. Sudiman,Dkk, 1997, Media Pendidikan DIKBUD dan CV Rajawali, Jakarta.
Atwi Suparman, 1997. Program Pengembangan Krtrampilan Dasar Tehnik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda, Dirjen DIKTI Jakarta.
Degeng, INS, 1989, Ilmu Pengajaan; Taksonomi Variabel, Jakarta, P2LPTK.
Degeng, INS, 1997, Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi Isi Pembelajaran dengan Model Elaborasi. Desertasi Bahasan Tentang Temuan Penelitian, Malang, IKIP Malang.
Deporter, B, dan Hernacki, M, 2002, Quantum Learning ( Terjemahan) Bandung Kaifa.
Nasution,1992, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, Bina Aksara.
Riyanto,Y,1996, Metodologi Penelitian Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar, Bandung, SIC.
Rohani, Ahmad 2004, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
Undang Undang no 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Internet.
52
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ANALISIS PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
OLEH GURU DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR DI SD NU REJODADI
CAMPUREJO PANCENG GRESIK
Eka Srirahayu Ar.*)
Abstrak, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (2)
ditegaskan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversikasi (perbedaan) sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik. Guru dituntut untuk lebih kreatif memahami serta mengejawantahkan kurikulum yang
ada karena kurikulum tersebut dikembangkan salah satunya adalah dengan prinsip perbedaan
peserta didik (guru & siswa). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) oleh guru.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dilaksanakan di SD NU rejodadi
Campurejo Panceng Gresik. Data dikumpulkan dengan kuesioner, observasi dan wawancara.
Informan penelitian adalah para guru dan kepala sekolah. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) oleh guru SD NU rejodadi Campurejo Panceng Gresik.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan guru tentang pengertian KTSP, tujuan, ciri-
ciri dan perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumya sebagian besar cukup. Sebagian besar
guru dapat menerapkan dengan tepat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai
ejawantah dari KTSP. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya kesiapan dan kreafifitas para
guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi sekolah dan pihak terkait mewujudkan
upaya memberi kesempatan untuk mendalami KTSP dan jika perlu diberi fasilitas untuk
kepentingan tersebut. Hendaknya guru menggunakan metode yang lebih kreatif agar proses
pembelajaran lebih menarik dan menciptakan kreatifitas dan kesenangan belajar siswa, dan
pembelajaran tidak hanya menggunakan materi dari buku teks bacaan dan LKS saja,
melainkan dari sumber dan media yang lain. Selain itu guru hendaknya selalu menyiapkan
hal-hal yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.
Kata Kunci : Penerapan KTSP, Belajar Mengajar.
Kegiatan belajar-mengajar (KBM) di
sekolah yang diselenggarakan oleh guru
selalu bermula dan bermuara pada
komponen-komponen pembelajaran yang
tersurat dalam kurikulum. Pernyataan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan
53
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
pembelajaran yang diselenggarakan guru
merupakan bagian utama dari pendidikan
formal (sekolah) yang syarat mutlaknya
adalah adanya kurikulum sebagai
pedoman. Dengan demikian guru dalam
merancang program pembelajaran dan
melaksanakan proses pembelajaran akan
selalu berpedoman pada kurikulum.
Dalam penerapannya, ada tiga variabel
utama yang saling berkaitan dalam strategi
pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Menurut Sudjana (1987:1) ketiga variabel
tersebut adalah kurikulum, guru dan proses
kegiatan belajar-mengajar (KBM). Guru
menempati posisi utama (sentral), sebab
peranannya sangat menentukan. Ia harus
dapat menterjemahkan dan menjabarkan
nilai-nilai yang ada dalam kurikulum,
kemudian mentrasformasikan nilai-nilai
tersebut kepada siswa melalui proses
kegiatan belajar-mengajar (KBM). Guru
tidak membuat atau menyusun kurikulum
tetapi guru menggunakan kurikulum,
menjabarkan, serta melaksanakannya
melalui proses kegiatan belajar mengajar
(KBM).
Pada perkembangan selanjutnya,
sejalan dengan perubahan paradigma
pendidikan dari sentralisasi ke
desentralisasi mendorong perubahan aspek
pendidikan, salah satunya adalah
kurikulum (Depdiknas, 2006; 1). Di tahun
2004 kita mengenal adanya KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi), tidak
begitu lama yakni di tahun 2006 muncul
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Seakan-akan terkesan
pergantian menteri pendidikan sejalan
dengan pergantian kurikulum pendidikan
yang ada.
Realitas di atas tentunya berimbas
pada penerapan kurikulum oleh guru.
Adanya KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) banyak “kasus” yang muncul
bahwa guru kesulitan dalam
menerapkannya. Belum paham betul akan
KBK guru sudah “disuguhi” lagi dengan
kurikulum KTSP. Tentunya kita bisa
membayangkan apa jadinya pelaksanaan
kurikulum tersebut di lapangan?
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dikembangkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
36 Ayat (2) ditegaskan bahwa kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversikasi
(perbedaan) sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik.
Berdasarkan undang-undang tersebut
guru dituntut untuk lebih kreatif
memahami serta mengejawantahkan
kurikulum yang ada karena kurikulum
tersebut dikembangkan salah satunya
adalah dengan prinsip perbedaan peserta
didik (guru & siswa). Padahal kalau kita
merujuk pada paparan awal yang
diutarakan bahwa kurikulum merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari
pembelajaran. Tidak dapat kita bayangkan,
bentuk pelaksanaan suatu pembelajaran di
sekolah tanpa adanya penerapan
kurikulum.
54
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kurikulum yang ditentukan oleh pihak
atasan, misalnya Depdikbud masih berupa
barang cetakan “mati” hanya guru yang
memberi “hidup” kepada pedoman
kurikulum yang diterbitkan itu. Karena itu,
guru merupakan tokoh utama untuk
mewujudkan kurikulum itu agar terjadi
perubahan kelakuan siswa menurut apa
yang diharapkan.
Pada akhirnya, kreativitas guru yang
dituntut dalam penerapan KTSP tersebut.
Guru hendaknya dapat menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan dan
mengasikkan bagi siswa. Hal yang
demikian tentunya dapat dijadikan
stimulus (rangsangan) bagi terciptanya
aktivitas dan kreativitas siswa. Hasil
akhirnya diharapkan mampu menjadikan
siswa mengerti dan memahami akan materi
yang telah disampaikan oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
dalam penelitian ini tertarik membuat judul
“Analisis Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) Oleh Guru
Dalam Proses Belajar-Mengajar di SD NU
Rejodadi Campurejo Panceng Gresik”.
TINJAUAN PUSTAKA
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan (Depdikbud, 2006:01).
Sedangkan menurut Mulyasa (2006:08)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah, daerah,
karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik
peserta didik.
Ahiri (2007:6) mengatakan bahwa
KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh setiap
satuan pendidikan yang terdiri dari tujuan
pendidikan, tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan KTSP, kalender
pendidikan dan silabus.
Kunandar (2007:103) mengemukakan
bahwa KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Lebih lanjut beliau
menambahkan, KTSP adalah kurikulum
yang merefleksikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap sehingga dapat
meningkatkan potensi siswa secara utuh.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan sesuai dengan satuan
pendidikan potensi sekolah, daerah,
karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik
peserta didik. KTSP merupakan
pengembangan KBK yang bercirikan, (1)
orientasi pencapaian hasil dan dampak; (2)
berbasis standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang tertuang pada
standar isi; (3) bertolak dari standar
kompetensi lulusan; (4) memperhatikan
pengembangan kurikulum berdiversifikasi;
(5) mengembangkan kompetensi secara
55
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
utuh dan menyeluruh; (6) menerapkan
prinsip ketuntasan belajar.
Mengenai tujuan KTSP Mulyasa
(2006:22) mengatakan bahwa secara
umum tujuan ditetapkannya KTSP adalah
untuk mendirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian
wewenangan (otonomi) kepada lembaga
pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam mengembangkan
kurikulum. Secara khusus tujuan
ditetapkan KTSP adalah untuk, (1)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan
bersama; (2) Meningkatkan kompetensi
yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang dicapai; (3)
Meningkatkan mutu pendidikan melelui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola
dan memberdayakan sumberdaya yang
tersedia.
Hal penting dalam kegiatan
penyusunan KTSP meliputi, (1) Analisis
potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada
di sekolah : siswa, guru dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, biaya dan
program-program yang ada di sekolah; (2)
Analisis peluang dan tantangan yang ada di
masyarakat dan lingkungan sekitar :
komite sekolah, dewan pendidikan, dinas
pendidikan, asosiasi propesi, dunia industri
dan dunia kerja, sumberdaya alam dan
sosial budaya; (3) Mengidentifikasi
Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan
KTSP.
Tabel Perbedaan Kurikulum 1994, KBK 2004, dengan KTSP 2006
No Jenis Kurikulum Penjelasan
1. Kurikulum 1994
1. Seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya kebagian
pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80% pusat dan 20% daerah.
2. Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi.
3. Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah sering kali tidak sesuai
kebutuhan dan kemampuan siswa serta kebutuhan masyarakat sekitar
sekolah.
4. Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas
5. Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian
siswa.
2. Kurikulum KBK
2004
1. Seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya mengembangkan
kompetensi sebagai standar dan kalender pendidikan.
2. Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi
3. Sekolah diberi kekuasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan
kemampuan siswa, serta kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antara
56
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
No Jenis Kurikulum Penjelasan
sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi siswa.
5. Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar,
evaluasi pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasarkan indikator.
3. Kurikulum KTSP
1. Guru membuat rencana pembelajaran pusat hanya mengembangkan potensi
sebagai standar, sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/sekolah
dalam bentuk silabus.
2. Pengembangan kurikulum dan perangkat pembelajaran dibuat oleh masing-
masing satuan pendidikan berdasarkan visi, misi dan tujuan sekolah.
3. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian
kompetensi dasar dengan mempertimbangkan : potensi siswa, relevasi
dengan karakteristik daerah, tingkat pengembangan fisik, intelektual,
emosional sosial dan spiritual siswa sesuai tuntutan lingkungan dan alokasi
waktu.
4. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antara siswa, siswa
dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar.
5. Evaluasi dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun
lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa
tugas, proyek dan atau produk penggunaan portofolio dan penilaian diri.
METODE
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini pendekatan yang
dipergunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah pendekatan
yang tidak menggunakan analisis angka-
angka statistik dalam pengolahan datanya
(Hadjar, 1996:30). Artinya, hasil yang
diberikan berupa deskripsi naratif tidak
berupa hasil angka-angka statistik. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini maka
penelitian ini nantinya akan memaparkan
dan menarasikan data hasil penerapan
KTSP oleh Guru dalam proses belajar-
mengajar di SD NU Rejodadi Campurejo
Panceng Gresik.
Sedangkan jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian Deskriptif.
Penelitian diskriptif adalah penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk
mendeskripsikan fenomena yang diselidiki
dengan cara melukiskan dan
mengklasifikasikan fakta atau karakteristik
fenomena tersebut secara faktual dan
cermat (Hadjar, 1996:274). Berdasarkan
pendapat tersebut maka dalam penelitian
ini nantinya akan mendeskripsikan
penerapan KTSP oleh guru dalam proses
belajar mengajar di SD NU Rejodadi
secara faktual dan cermat.
Fokus Penelitian
57
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Fokus dalam penelitian ini adalah
penerapan KTSP dengan indikator :
1. Pengetahuan guru tentang KTSP
meliputi, (1) Pengertian; (2) Tujuan;
(3) Ciri-ciri; dan (4) perbedaan KTSP
dengan kurikulum sebelumnya.
2. Aplikasi Rencana Pelaksanaan Pembe-
lajaran (RPP) meliputi, (1) Menerapkan
Penulisan Identitas Mata Pelajaran; (2)
Penulisan Kompetensi Dasar (KD) dan
SK (standar Kompetensi); (3)
Penulisan Indikator Pencapaian
Kompetensi; (4) Merumuskan Tujuan
Pembelajaran; (5) Merumuskan Materi
Pokok Pembelajaran; (6) Metode
Pembelajaran; (7) Pelaksanaan
kegiatan pembelajaran; (8) Penentuan
Media / Alat dan Sumber Belajar; (9)
Menentukan Prosedur Penilaian.
3. Kendala penerapan meliputi, (1)
kesiapan guru; (2) kreativitas guru.
Informan Penelitian
Yang menjadi informan dalam penelitian
ini adalah guru-guru dan kepala sekolah di
SDNU Rejodadi Campurejo Panceng
Gresik.
Teknik Pengumpulan data
Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya: 1). Angket, 2).
Observasi (pengamatan), dan 3). Interview
(wawancara).
1. Angket merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subyek, baik secara individual atau kelompok, untuk mendapatkan
informasi tertentu, seperti preferensi, keyakinan, minat, dan perilaku. Pada penelitian ini peneliti memberikan angket kepada guru SD NU Rejodadi Campurejo Panceng Gresik untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan KTSP.
2. Observasi (pengamatan) yaitu
mengamati sebagian kecil perilaku
yang berhubungan dengan penelitian.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini,
peneliti mengamati penerapan KTSP
oleh guru dalam proses belajar
mengajar di SD NU Rejodadi
Campurejo Panceng Gresik.
3. Interview (wawancara) adalah menggali informasi secara lisan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru dan kepala sekolah SD NU dalam kaitannya dengan penerapan KTSP dalam proses belajar-mengajar di SD NU Rejodadi Campurejo Panceng Gresik.
Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif. Artinya, dalam penelitian ini akan dipaparkan hasil data yang ada (Bukan wujud angka statistik) tapi berupa : penerapan KTSP oleh guru dalam proses belajar-mengajar di SD NU Rejodadi Campurejo Panceng Gresik.
HASIL PENELITIAN
Pengetahuan guru tentang KTSP
Pengetahuan guru tentang KTSP
merupakan hal penting dalam kaitannya
dengan penerapan kurikulum tersebut.
58
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Hasil penelitian ini menunjukkan secara
umum guru-guru tidak dapat menyebutkan
dengan lengkap baik pengertian, tujuan,
ciri-ciri, dan perbedaan KTSP dengan
kurikulum sebelumnya.
Tabel Pengetahuan Guru tentang
Pengertian KTSP Pengetahuan tentang
Pengertian KTSPJumlah %
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
2
8
4
0
14,2
57,1
28,6
0,0
Jumlah 14 100
Tabel Pengetahuan Guru tentang Tujuan
KTSP Pengetahuan tentang
Tujuan KTSPJumlah %
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
3
9
3
0
21,4
64,3
14,2
0,0
Jumlah 14 100
Tabel Pengetahuan Guru tentang Ciri-ciri
KTSP Pengetahuan tentang
Ciri-Ciri KTSPJumlah %
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
4
7
2
1
28,6
50,0
14,3
7,1
Jumlah 14 100
Tabel Pengetahuan Guru tentang
Perbedaan KTSP dengan Kurikulum
Sebelumnya Pengetahuan tentang Jumlah %
Perbedaan KTSP
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
4
9
1
0
28,6
64,3
7,1
0,0
Jumlah 14 100
Keempat tabel di atas menunjukkan
dari responden yang ada sebagian besar
berpengetahuan cukup tentang Kurikulum
Tingkat Satuan Pendididikan (KTSP). Hal
ini menunjukkan perlunya upaya memberi
kesempatan untuk mendalami KTSP. Jika
perlu diberi fasilitas untuk kepentingan
tersebut.
Aplikasi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) oleh Guru
dalam proses belajar-mengajar
diaplikasikan dalam wujud Silabus dan
selanjutnya diejawantahkan dalam bentuk
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
oleh sebab itu RPP merupakan “garda
terdepan” pelaksanaan KTSP dalam proses
belajar-mengajar. Berdasarkan pemahaman
tersebut maka secara garis besar hasil
penelitian ini akan dideskripsikan
(dipaparkan dan diuraikan) penerapan RPP
tersebut.
Tabel Penerapan RPP sebagai ejawantah
dari KTSP Penerapan RPP Jumlah %
Tidak Tepat
Kurang Tepat
1
2
7,1
14,3
59
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Tepat
Sangat Tepat
10
1
71,5
7,1
Jumlah 14 100
Tabel di atas menunjukkan hasil kerja guru
dalam membuat dan menerapkan RPP
sebagai ejawantah dari KTSP. Terlihat
sebagian besar sudah tepat dalam
penerapan Rencana Pelaksanaan Pem-
belajaran. Pembahasan secara detail
tentang penerapan tersebut sebagaimana
uraian di bawah ini.
1. Menerapkan Penulisan Identitas Mata
Pelajaran
Penulisan identitas mata pelajaran
mencakup: a). Penulisan satuan
pendidikan, kelas, b) kelas/tingkat, c)
semester, d) nama mata pelajaran, jumlah
pertemuan ke....Guru SD NU Rejodadi
dapat menerapkannya dengan baik dan
benar karena berdasarkan buku panduan
dan silabus yang sudah ada.
2. Penulisan Kompetensi Dasar (KD) dan
SK (standar Kompetensi).
Kedua penulisan tersebut juga dapat
dijabarkan dengan baik oleh guru
berdasarkan buku panduan dan silabus
yang sudah ada.
3. Penulisan Indikator Pencapaian
Kompetensi.
Guru SD NU dapat memilih kata kerja
yang operasional dalam penulisan
Indikator Pencapaian Kompetensi. Contoh
dari indikator pencapaian kompetensi yang
ditulis oleh guru: memahami dan
menghitung penjumlahan angka desimal,
memahami dan menyebutkan ciri-ciri
mahluk hidup.
4. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Guru SD NU Rejodadi dapat
menuliskannya dengan benar. Hal ini
didasarkan pada penulisan mereka yang
merumuskan pencapaian kompetensi
dengan menggunakan kata kerja
operasional (yang dapat diamati dan
diukur). Misalnya, siswa dapat membaca
dengan baik, siswa mampu menulis bentuk
karangan dengan baik. Siswa mampu
menyusun angka bilangan dari bilangan
terkecil ke bilangan terbesar dengan baik.
5. Merumuskan Materi Pokok
Pembelajaran
Para Guru SD NU Rejodadi sudah
dapat merinci materi pokok pembelajaran
yang berisikan fakta, konsep, prinsip,
prosedur yang dipilih yang relevan. Rujuan
materi pokok pembelajaran yang ada,
mereka rujuk dari buku materi yang
mereka pergunakan.
6. Metode Pembelajaran
Dalam menggunaan metode
pembelajaran di kelas, Guru di SD NU
Rejodadi kebanyakan menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab. Guru
kurang menggembangkan metode-metode
yang lain. Hal ini mengakibatkan
pembelajaran di kelas “monoton”
(menjemuhkan) hanya menggunakan
kedua metode tesebut.
Semestinya guru bisa menggunakan
metode-metode yang lain. Hal ini dirasa
perlu karena sejatinya pembelajaran yang
berlandaskan pada KTSP diharapkan guru
60
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mampu menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan dan mengasikkan sehingga
pembelajaran di kelas lebih menarik.
Contoh metode lain yang mungkin bisa
dipergunakan, metode sosiodrama
(bermain peran), metode karyawisata,
metode demonstrasi (eksperimen) dan lain-
lain.
7. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
a. Kegiatan awal
1) sebagian guru sudah dapat
membangkitkan motivasi siswa
dalam pembelajaran, akan tetapi
sebagian lagi guru masih belum
bisa memberikan motivasi dan
membangkitkan perhatian siswa
agar terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Contoh : guru
membuka pelajaran dengan
langsung menyebutkan materi
sekarang, tanpa adanya
“pancingan” kemarin kita sudah
membahas materi tentang apa? /
masih ingat tentang materi
kemarin....
2) Sebagian guru belum mampu
menyampaikan materi awal yang
dikaitkan dengan relevansinya
dengan kehidupan sehari-hari.
Contoh : guru langsung membuka
pelajaran dengan berkata “buka
halaman.....” dilanjutkan dengan
pemberian materi dengan metode
ceramah.
b. Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini Guru SD NU
Rejodadi belum mampu
mengembangkan pembelajaran secara
optimal. Artinya, pada kegiatan ini
guru diharapkan mampu menyuguhkan
pemberian materi dan struktur
pembelajaran, dan pengaktivan kerja
siswa, akan tetapi pada aplikasinya
guru hanya memberikan materi dengan
model metode ceramah dan tanya
jawab, dan tugas-tugas yang diberikan
pada siswa hanya berdasarkan pada
soal buku teks saja tanpa adanya
kekreativan dan pengembangan dari
guru.
c. Kegiatan Akhir
Pada kegiatan ini, Guru SD NU
Rejodadi belum dapat merangkum
materi pembelajaran yang sudah
diberikan, akan tetapi dari segi
penilaian dan tindak lanjut bentuk
pembelajaran remedial, penugasan
sudah dilakukan oleh guru dengan cara
memberikan tugas kelompok atau
individu.
8. Penentuan Media / Alat dan Sumber
Belajar
Dalam bentuk media pembelajaran
guru belum dapat mengoptimalkan
penerapan media kreatif yang menunjang
pembelajaran di kelas. Media yang ada
papan tulis, guru mestinya berani
menggunakan media penunjang bisa
menggunakan media gambar, televisi,
ataupun media kretif buatan guru sendiri.
Dalam segi sumber belajar, guru pun
terfokus hanya pada buku teks ataupun
LKS (Lembar Kerja Siswa) saja, semes-
tinya guru dapat menggunakan referensi
61
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
lain, atau pun nara sumber yang menarik
yang relevan dengan SK (Standart Kompe-
tensi dan Kompetensi Dasar) yang ada.
9. Menentukan Prosedur Penilaian
Dalam menentuan prosedur penilaian,
kesemuanya guru yang ada dapat menerap-
kannya dengan baik, yaitu dengan cara
menyusun instrumen penilaian sesuai
dengan indikator pencapaian kompetensi
dasar.
Kendala-kendala dalam penerapan
KTSP di SD NU Rejodadi Campurejo
Panceng Gresik
Kendala-kendala penerapan KTSP
dalam proses belajar-mengajar di SD NU
di antaranya :
1. Kreativitas Guru
Guru kurang mampu mengembangkan
kreativitasnya dalam memilih menggu-
nakan jenis-jenis metode yang menarik,
belum mampu menyuguhkan media
pembelajaran yang menarik bagi siswa
(media yang dipergunakan adalah buatan
guru sendiri).
2. Kesiapan Guru
Semestinya guru mampu mempersiap-
kan materi, media, ataupun hal-hal lain
yang diperlukan pada proses pembelajaran
yang akan dilaksanakan besok harinya.
Kebanyakan guru tidak dapat meluangkan
waktu guna mempersiapkan segala hal
yang besok akan dilakukan pada proses
pembelajaran di kelas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengetahuan guru tentang pengertia
KTSP, tujuan, ciri-ciri dan perbedaan
KTSP dengan kurikulum sebelumya
sebagiab besar cukup.
2. Sebagian besar guru dapat menerapkan
dengan tepat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebagai ejawantah
dari KTSP meliputi, penerapan penu-
lisan identitas mata pelajaran, penulis-
an kompetensi dasar (KD) dan SK
(standar kompetensi), penulisan indika-
tor pencapaian kompetensi, perumusan
tujuan pembelajaran, perumusan materi
pokok pembelajaran, penggunaan me-
tode pembelajaran, pelaksanaan kegiat-
an pembelajaran, penentuan media /
alat dan sumber belajar, dan penentuan
prosedur penilaian.
3. Kendala yang dihadapi adalah
kurangnya kesiapan dan kreafifitas
para guru.
Saran
1. Bagi sekolah dan pihak terkait dapat
mewujudkan upaya memberi
kesempatan untuk mendalami KTSP
dan jika perlu diberi fasilitas untuk
kepentingan tersebut.
2. Hendaknya guru menggunakan metode
yang lebih kreatif agar proses
pembelajaran lebih menarik dan
menciptakan kreatifitas dan kese-
nangan belajar siswa.
3. Bagi guru hendaknya pembelajaran
tidak hanya menggunakan materi dari
62
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
buku teks bacaan dan LKS saja,
melainkan
4. Guru hendaknya selalu menyiapkan
hal-hal yang akan dilakukan dalam
proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas Dirjen Manpendasmen
Direktorat Pembinaan Taman Kanak-
Kanak dan Sekolah Dasar. 2006.
Pedoman Penyusunan Kwikuium
Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah
Dasar. Depdiknas
Djamarah, Syaifu Bahri.l991. Prestasi
Belajar dan Kompetenst Guru.
Surabaya: Usaha Nasional
Pure ban, Arief. 1982. Pengantar
Penelitiun Dalam Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Hadi, Sutrisno, 1987. Metodology
Research 1. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM
Hasan, Chalijah. 1994. Dimensi-Dimensi
Psikologi Pendidikan. Surabaya ; Al-
Ikhlas
Hadjar, lbnu. 1996. Dasar-Dasar
Metodogi Penelitian Kwantitatif
Dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Hasibuan. J.J dan Moedjiono. 1985. Proses
Belajar-Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Indrakusuma, Ainier Daien. 1973.
Pengantar Ilmu Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Purwanto, M. Ngalim. 1987. Psikohgi
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi
Belajar-Mengajar. Jakarta: CV.
Rajawali
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya.Jakarta:
Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 1987. Dasar-Dasar
Proses Belajar-Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo Offset
Syarief, Hamid. 1996. Pengembangan
Kurikulum. Surabaya: PT. Bina llmu
Suryo Subroto. 2002. Proses Belajar-
Mengajar di Sekolah. Jakarta: Bina
Ilmu.
63