Jurnal Fitoremediasi Limbah Tahu Lengkap (Plagiarism)

28
Page | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat yang ada di Indonesia. Sebagian besar produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh industri skala kecil yang kebanyakan terdapat di berbagai pulau di indonesia. Industri pembuatan tahu ini berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, di sisi lain industri ini menghasilakan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan. Industri tahu membutuhkan air untuk pemprosesannya, yaitu untuk prosees sortasi, peredaman, pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, perebusan dan penyaringan. Industri pabrik tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangatlah tinggi. Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke badan air, jelas sekali akan menurunkan daya dukung lingkungan. Sehingga industri tahu memerlukan suatu

description

Fitoremediasi Limbah Cair Pabrik Tahu Menggunakan Eceng Gondok, Kiambang, dan Biji Kelor

Transcript of Jurnal Fitoremediasi Limbah Tahu Lengkap (Plagiarism)

Page | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar

kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat yang ada di Indonesia.

Sebagian besar produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh industri skala kecil yang

kebanyakan terdapat di berbagai pulau di indonesia. Industri pembuatan tahu ini

berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, di sisi lain

industri ini menghasilakan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan.

Industri tahu membutuhkan air untuk pemprosesannya, yaitu untuk prosees sortasi,

peredaman, pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, perebusan dan penyaringan.

Industri pabrik tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik

limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan

penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi

tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas

tahu yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake. Sedangkan

limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan

pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangatlah tinggi.

Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar

BOD, COD yang cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke badan air, jelas sekali

akan menurunkan daya dukung lingkungan. Sehingga industri tahu memerlukan suatu

Page | 2

pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko beban pencemaran yang

ada.

Teknologi pengolahan limbah tahu sebenarnya dapat dilakukan dengan cara

melakukan fitoremediasi. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris

phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang

berasal dari kata Yunani phyton ("tumbuhan") dan remediation yang berasal dari kata

Latin remedium (“menyembuhkan"). Fitoremediasi yaitu dengan penggunaan

tanaman hijauan untuk memindahkan, menyerap, dan atau mengakumulasikan serta

mengubah kontaminan yang berbahaya menjadi tidak berbahaya (Arsyad dan

Rustiadi, 2008). Rosiana dkk (2007) menjelaskan fitoremediasi adalah pemanfaatan

tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan,

karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam dan mineral yang tinggi

atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator.

Untuk mengatasi pencemaran yang terjadi akibat limbah tahu tersebut, maka

perlu diterapkan sistem pengolahan limbah dengan sistem fitoremediasi

menggunakan tetumbuhan, yang diharapkan mampu untuk menyerap bahan bahan

organik yang dapat merubah komposisi dari air sungai.

Pencemaran aliran sungai yang diakibatkan oleh air limbah tahu ini sangat

memprihatinkan karena dapat merusak ekosistem akuatik lainnya; seperti kolam ikan

yang menggunakan air sungai sebagai wadah tempat ikan hidup serta dapat

mencemari sawah yang menggunakan sistem irigasi menggunakan air dari aliran

sungai. Hal ini sangat penting untuk dipelajari agar proses pengolahan limbah tetap

berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal serta tidak mencemari

Page | 3

lingkungan. Maka diperlukan suatu penelitian fitoremediasi limbah tahu dengan

tumbuhan, eceng gondok (eichornia crassipes) dan kiambang (salvinia molesta)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan suatu rumusan masalah sebagai

berikut;

Bagaimanakah cara mengolah limbah cair industri pabrik tahu dengan menggunakan

teknologi fitoremediasi ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan proposal penelitian ini antara lain;

Agar kita dapat menggunakan teknologi fitoremediasi dalam mengolah limbah cair

pabrik tahu demi mengurangi pencemaran lingkungan.

1.4. Batasan Penulisan

Dalam penulisan proposal penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup

pembahasan pada pengolahan limbah industri tahu dengan fitoteknologi

(fitoremediasi) dengan tanaman eceng gondok dan kiambang.

Page | 4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pencemaran

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan

lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas

lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi

kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Soemarto,

1981). Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat terutama terdiri

dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% daripadanya berupa benda-

benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik (Mahida, 1981).

Pencemaran air adalah suatu peristiwa masuknya zat–zat ke dalam air yang

mengakibatkan kualitas (mutu) air tersebut menurun, sehingga dapat mengganggu

dan membahayakan kesehatan masyarakat (Sugiharto, 1987). Pencemaran air terjadi

karena perbuatan manusia yang dapat timbul dari berbagai macam kegiatan manusia,

baik secara disengaja maupun tidak. Pencemaran air karena perbuatan manusia pada

umumnya jauh lebih besar daripada yang terjadi karena sebab alami. Besarnya beban

polusi yang ditampung oleh sesuatu perairan dapat diperhitungkan berdasarkan

jumlah zat pencemar yang berasal dari berbagai sumber aktifitas yang meliputi air

buangan dari proses industri.

Page | 5

2.2. Limbah

Menurut Udin Djabu (1991) yang dimaksud dengan air limbah adalah air yang

bercampur dengan zat-zat padat (dissolved dan suspended) yang berasal dari buangan

kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan maupun industri seperti tahu.

Sedangkan menurut Azrul Azwar (1983) mendefinisikan air limbah adalah air kotor

yang mengandung zat membahayakan bagi kehidupan manusia, hewan dan

tumbuhan yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.

2.3. Proses Produksi Tahu

Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga

dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara pembuatan

tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan kalaupun ada

perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal protein yang

digunakan. Pemilihan (penyortiran) bahan baku kedelai merupakan pekerjaan paling

awal dalam pembuatan tahu. Kedelai yang baik adalah kedelai yang baru atau belum

tersimpan lama digudang. Kedelai yang baru dapat menghasilkan tahu yang baik

(aroma dan bentuk). Untuk mendapatkan tahu yang mempunyai kualitas yang baik,

diperlukan bahan baku biji kedelai yang sudah tua, kulit biji tidak keriput, biji kedelai

tidak retak dan bebas dari sisa-sisa tanaman, batu kerikil, tanah, atau biji-bijian lain.

Kedelai yang digunakan biasanya berwarna kuning, putih, atau hijau dan jarang

menggunakan jenis kedelai yang berwarna hitam. Tujuan dari penyortiran ini adalah

agar kualitas tahu tetap terjaga dengan baik (Fibria, 2006).

Page | 6

Proses yang kedua adalah perendaman. Pada proses ini kedelai direndam dalam

bak atau ember yang berisi air selama ± 3-12 jam. Tujuan dari perendama ini adalah

untuk membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas. Setelah

perendaman kemudian diikuti dengan pengupasan kulit kedelai dengan jalan

meremas-remas dalam air, kemudian dikuliti. Setelah direndam dan dikuliti kemudian

dicuci. Pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan air yang mengalir. Pencucian

ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada kedelai. Setelah

proses perendaman kemudian dilanjutkan pada tahap penggilingan, yang bertujuan

memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat penggilingan diberi air mengalir agar

bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses penggilingan berupa bubur kedelai.

Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar kemudian ditampung dalam ember. Pada

proses pencucian dan perendaman kedelai ini menggunakan banyak sekali air

sehingga limbah cair yang dihasilkan akan banyak pula. Tetapi sifat limbah ini belum

mempunyai kadar pencemaran yang tinggi (Fibria, 2006).

Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk

menginaktifkan zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus

meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan

penggumpalan protein serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang telah

terbentuk kemudian diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku pemasakan.

Setelah mendidih sampai ± 5 (lima) menit kemudian dilakukan penyaringan. Dalam

keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah direbus) kemudian

disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas dengan air hangat,

sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini menghasilkan limbah

Page | 7

padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas padat ini mempunyai sifat yang cepat

basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu ditempatkan secara terpisah atau

agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu tidak terkontaminasi dengan barang

yang kotor (Fibria, 2006).

Filtrat cair hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam bak.

Kemudian filtrat yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil

diberi asam (catu). Pemberian asam ini dihentikan apabila sudah terlihat

penggumpalan. Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali. Proses penggumpalan

juga menghasilkan limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai

kadar pencemaran yang tinggi karena sudah mengandung asam. Untuk

menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu (sioko) atau

CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung, asam

cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau kecutan yaitu sisa cairan

setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu

yang telah dibiarkan selama satu malam. Tetapi biasanya para pengrajin tahu

memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah didiamkan selama satu malam.

Disamping memanfaatkan limbah, secara ekonomi juga dapat menghemat karena

tidak perlu membeli. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan pengepresan. Proses ini

dilakukan dengan cara cairan bening diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan

sisanya untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian diambil dan dituangkan ke dalam

cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh. Cetakan

yang digunakan biasanya berupa cetakan dari kayu berbentuk segi empat yang

dilubangi kecil-kecil supaya air dapat keluar (Fibria, 2006).

Page | 8

Selanjutnya kain ditutupkan ke seluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin

berat benda yang digunakan untuk mengepres semakin keras tahu yang dihasilkan.

Alat pemberat/pres biasanya mempunyai berat ± 3,5 kg dan lama pengepresan

biasanya ± 1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup dingin, kemudian tahu

dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen dipasar. Tahu yang sudah

dipotong-potong tersebut kemudian dipasarkan. Dalam pembuatan tahu biasanya

pengrajin menambahkan bahan tambahan atau bahan pembantu antara lain yaitu batu

tahu (batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung), asam cuka

90%, biang/kecutan, yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa

cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit

yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada tahu, garam yang digunakan

untuk memberikan rasa sedikit asin ke dalam tahu (Fibria, 2006).

Page | 9

Gambar. Diagram Proses Produksi Tahu (Sumber: Adaptasi KLH 2006)

2.4. Limbah Industri Tahu

Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah,

yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa

KEDELAI

PENCUCIAN & PERENDAMAN

PENGUPASAN KULIT

PERENDAMAN

(30 – 40 Menit)

PENGGILINGAN

PEREBUSAN

(30 Menit)

PENYARINGAN

FILTRAT

PENGGUMPALAN

PENCETAKAN/PENGEPRESAN

PEMOTONGAN

TAHU

LIMBAH CAIR

(BOD, TSS)

LIMBAH CAIR

(BOD, TSS)

Kulit

Kedelai

AIR

&

PANAS

AIR

AIR

Asam

Asetat

Ampas Tahu

LIMBAH CAIR

(BOD, ASAM)

Air Tahu

(TSS, BOD, Bau)

PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR

TAHU

AIR

Page | 10

kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain

yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan

ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal (pencucian)

bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak begitu banyak

(0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang berupa ampas tahu

terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu yang terbentuk

besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang dihasilkan

(Herlambang,2002).

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman,

pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan

pengepresan/pencetakan tahu. jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair

yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap

kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari

limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan

penggumpal. Limbah cair tahu mengandung bahan organik kompleks diantaranya

protein dan asam amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut. Adanya

senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu

mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi. Limbah ini sering dibuang secara

langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan

mencemari lingkungan (Herlambang,2002).

Page | 11

2.5. Karakteristik Limbah Industri Tahu

Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika

dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu,

warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan

gas. Menurut Herlambang (2002), Parameter air limbah tahu yang biasanya diukur

antara lain temperatur, pH, padatan-padatan tersuspensi (TSS) dan kebutuhan oksigen

(BOD dan COD). Pada umumnya limbah pabrik tahu ini langsung dibuang ke sungai

melalui saluran-saluran. Bila air sungai cukup deras serta pengenceran cukup (daya

dukung lingkungan masih baik) maka air buangan tersebut tidak menimbulkan

masalah. Tetapi jika daya dukung lingkungan sudah terlampaui, maka air buangan

yang banyak mengandung bahan-bahan organik akan mengalami proses peruraian

oleh mikroorganisme hingga kemudian akan mencemari lingkungan.

Temperatur biasanya diukur dengan menggunakan termometer air raksa dengan

skala Celsius. Kisaran pH air dapat menentukan kondisi keasaman (konsentrasi ion

hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1-7 termasuk

kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral

(Siregar, 2005). Padatan-padatan Tersuspensi/TSS (Total Suspended Solid)

digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses dan beban unit

proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi residu diperlukan untuk

menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar, 2005).

Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD. BOD

(Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme

untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk

Page | 12

mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami biodegradasi atau tidak, yakni

dengan membuat perbandingan antara nilai BOD dan COD. Oksidasi berjalan sangat

lambat dan secara teoritis memerlukan waktu tak terbatas. Dalam waktu 5 hari

(BOD), oksidasi organik karbon akan mencapai 60%-70% dan dalam waktu 20 hari

akan mencapai 95%. COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara

kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa

lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi. Pengukuran COD

membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat, yakni dapat dilakukan selama 3 jam,

sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu 5 hari. Jika korelasi

antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui (Siregar,

2005).

2.6. Dampak Limbah Industri Tahu

Herlambang (2002) menuliskan bahwa limbah industri tahu yang mengandung

bahan orgnik dapat menimbulkan gangguan terhadap kehidupan biotik. Turunnya

kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik. Aktivitas

organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi molekul organik

yang sederhana. Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai

makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme

oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit,

oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis

dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi,

maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa

Page | 13

amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa

tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan

gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan

menimbulkan bau. (Kaswinarni, 2007)

Adsorpsi

Adsorpsi atau penyerapan merupakan peningkatan konsentrasi suatu zat

tersebut dalam medium pendispersinya. Bahan yang dipakai untuk menyerap disebut

penyerap dan yang diserap disebut fase terserap. Adsorpsi adalah proses dimana

subtansi molekul meninggalkan larutan dan bergabung pada permukaan zat padat

pada ikatan fisika dan kimia. Substansi molekul atau bahan yang diserap disebut

adsorbat, dan zat padat penyerapnya disebut adsorben.

2.7. Fitoremediasi limbah cair tahu

Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan

dikembangkan. Pengendalian pencemaran limbah tahu dapat juga menggunakan

proses fitoremediasi, Istilah fitoremediasi berasal dari bahasa Inggris

phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang

berasal dari kata Yunani phyton (= "tumbuhan") dan remediation yang berasal dari

kata Latin remedium (="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga

"menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan”).

Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan

Page | 14

untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan

pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Wikipedia).

Alternatif pengolahan air limbah sederhana adalah dengan fitoremediasi

menggunakan tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dan Azolla

(Azollaceae) serta menggunakan biji kelor sebagai koagulan dalam menyerap zat zat

pencemar . Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya

untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik

secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ (langsung di

lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Dipilihnya enceng

gondok dan azolla karena berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya tanaman ini

memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik itu berupa logam berat, zat

organik maupun anorganik. Selain itu Sheffield (1997) melaporkan bahwa tanaman

ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia sebesar 81% dalam waktu 10 hari.

2.8 Tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes)

1.Klasifikasi Enceng Gondok

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Suku : Pontederiaceae

Marga : Eichornia

Jenis : Eichornia crassipes

Gambar 1. Enceng Gondok

Page | 15

Enceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang

ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani

berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai

Amazon Brasil. Enceng Gondok lebih banyak dikenal sebagai tanaman tumbuhan

pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya

didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya

Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam

perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan

manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan,

dan campuran pakan ternak (Ahmad. 2009).

Penyerapan oleh enceng gondok

Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-potongan

vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi enceng gondok

dewasa. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang

cukup besar, menyebabkan enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pengendali

pencemaran lingkungan. Sel-sel akar tanaman umumnya mengandung ion dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dari pada medium sekitarnya yang biasanya bermuatan

negativ, penyerapan ini melibatkan energy (Hidayati. 2004).

Page | 16

Faktor faktor yang menyebabkan kemampuan enceng gondok (Eichornia

crassipes) sebagai agen fitoremediasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme penyerapan adalah suhu, pH, dan

unsur hara yang mampu mempengaruhi tingkat kemampuan zat terlarut yang dapat

diadsorbsi adsorben, yaitu

a. Suhu

Semakin tinggi suhu lingkungan tanaman maka semakin tinggi penyerapan oleh

tanaman, dimana suhu lingkungan menyebabkan akan menyebabkan proses fotosintesis

meningkat sehingga penyerapan tanaman akan meningkat juga. Pada proses fotosintesis,

logam Fe sebagai salah satu unsur logam yang diperlukan untuk tranpor elektron pada

proses fotosintesis. Namun apabila tanaman enceng gondok itu tumbuh di daerah yang

memiliki suhu kurang dari 25°C maka proses fotosintesis akan terganggu dan berakibat

menurunkan kemampuan mengadsorbsi logam Fe oleh enceng gondok. Suhu optimum

untuk pertumbuhan enceng gondok adalah 25°C-30°C

b. pH

pH adalah ukuran yang digunakan dalam kandungan ion H+ yang menunjukkan suatu

perairan asam atau basa. Untuk pertumbuhan yang lebih baik, tanaman enceng gondok lebih

cocok terhadap pH 7,0-7,5. Jika pH lebih tinggi atau kurang maka pertumbuhan tanaman

akan terhambat, bahkan mati bila pH terlalu ekstrim. Apabila pH terlalu tinggimaka

penyerapan logam Fe oleh enceng gondok akan terhambat dikarenakan batang dan daun

akan cepat mengering sehingga menyebabkan singkatnya umur hidup enceng gondok.

c. Banyaknya Akar

Page | 17

Eceng gondok memiliki akar yang bercabang-cabang halus, permukaan akarnya

digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan (Neis, 1993).

Muramoto dan Oki dalam Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa eceng gondok dapat

digunakan untuk menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai sistem filtrasi

biologis, menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan logam berat seperti

cuprum, aurum, cobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium, dan nikel.

2.9. Tanaman Kiambang (Salvinia molesta)

Taksonomi Kiambang

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Pteridopsida

Ordo : Salvaniales

Famili : Salvaniaceae

Genus : Salvinia

Spesies : Salvinia molesta

Salvinia molesta adalah jenis tumbuhan yang hidup setahun. Pembiakannya

dilakukan dengan spora (Sundaru, 1979). Salvinia molesta termasuk tumbuhan air

yang hidup mengapung. Daunnya berupa karangan, terdiri dari 3 bagian, yaitu 2

bagian terapung yang berfungsi sebagai daun dan 1 bagian menggantung dalam air

berbentuk serabut seperti akar. Pangkal daun berbentuk jantung, panjang dan lebar

daun antara 1-2 cm, dengan rambut-rambut pada permukaannya.

Gambar 2. Kiambang

Page | 18

Fase generatif dari tanaman ini dicirikan oleh adanya daun yang melengkung.

Setelah menghasilkan sporangia, pembentukkan sporokarp terjadi dengan cepat pada

waktu populasi padat. Sporokarp pertama atau dua yang pertama dari masing-masing

kelompok merupakan mikrosporokarp. Dari satu mikrosporokarp, sporangia yang

matang adalah 1-5 buah, sedang mikrosporokarp yang matang antara 30-90 buah dari

sebuah makrosporokarp (Pancho, 1978).

2.10. Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan

Klasifikasi Biji kelor (MOringa olifeira)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Brassicales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies :Moringa olifeira

Biji kelor berperan sebagai koagulan karena mengandung zat aktif 4-alfa-4-

rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu

mampu mengabsopsi partikel partikel air limbah (Ritwan, 2004). Berikut adalah

gambar dari kandungan aktif tersebut;

Gambar 2. Kelor (Moringa olifeira)

Page | 19

Unsur unsur yang terkandung dalam biji kelor adalah sebagai berikut;

Tabel 3. Unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor

Unsur Berat Satuan

Air 4.08 gram

Protein 38.4 gram

Lemak 34.7 %

Serat 3.5 gram

Ampas 3.2 gram

Ekstrak N 16.4 gram

Pusat pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan

skala besar melakukan pengolahan air dengan cara menambahkan senyawa kimia

penggumpal (coagulants) ke dalam air kotor yang akan diolah. Penambahan

koagulan di dalam proses pengolahan mengakibatkan partikel- partikel yang berada

di dalam air akan saling berdempetan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu

mengendap, kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk memenuhi

keperluan keluarga sehari-hari (Savitri dkk., 2006).

Hasil penelitian Hidayat (2003) mengenai efektifitas bioflokulan biji kelor

dalam proses pengolahan limbah cair industri pulp dan kertas. Parameter yang

diamati adalah waktu pengendapan, nilai warna, nilai kekeruhan, Total Suspended

Gambar 3.

Struktur zat aktif 4-alfa-4-

rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate

Page | 20

Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (BOD), dan Biologycal Oxygen Demand

(COD). Hasil penelitian menunjukan bahwa bioflokulan biji kelor pada konsentrasi

1500 ppm mampu mengendapkan flok limbah cair industri pulp dan kertas dalam

waktu 8 menit 20 detik, efektifitas nilai warna 69,79 %, nilai kekeruhan 91,47 %,

TSS 18,45 %, COD 75 %, dan BOD 81,49 %. Untuk PAC (Poly Aluminum

Chlorida), bioflokulan biji kelor memberikan hasil yang lebih baik untuk parameter

waktu pengendapan, namun untuk parameter nilai kekeruhan dan COD tidak berbeda

nyata, sedangkan untuk parameter nilai warna, dan BOD ternyata PAC memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan bioflokulan biji kelor, hal ini berarti

bahwa biji kelor dapat bermanfaat sebagai bioflokulan dalam proses pengolahan

limbah cair industri pulp dan kertas (Savitri dkk., 2006).

Biji kelor sebagai penjernih air telah diteliti dengan memanfaatkan biji kelor

yang berperan sebagai pengendap (koagulan) dengan hasil yang memuaskan. Hasil

penelitian Chandra (2004), biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan koagulan

(bioflokulan) dalam mengolah limbah cair pabrik tekstil. Penelitian ini menghasilkan

degradasi warna sampai 98 %, penurunan BOD 62 % dan dapat menurunkan

kandungan lumpur limbah menjadi 70 ml per liter. Proses penjernihan air dengan biji

kelor dapat berlangsung melalui proses fisik (pengadukan dan penyaringan) dan

biologis (penggumpalan atau pengendapan) bahkan proses penyerapan (Savitri dkk.,

2006).

Page | 21

Biji kelor sebagai koagulan tidak beracun, dapat diuraikan secara biologis, dan

ramah lingkungan. Penggunaan biji kelor pada pengolahan air lindi TPA Benowo

dengan dosis 150 mg/L dapat dicapai penyisihan 90 % kekeruhan, TSS 83 %, TDS 40

%, COD 19 %, BOD 61,5 % (Dwiriyanti, 2005).

Page | 22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian

utama. Penelitian dilakukan secara ex-situ dan diperkirakan akan di lakukan pada

bulan Oktober 2013, bertempat di Manado, tepatnya di karombasan. Waktu penelitian

diperkirakan akan dilaksanakan adalah pukul 10.00 am (pada saat pembuatan tahu)

sampai dengan selesai .

3.2. Bahan / Materi Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, pH meter

SCHOOT dan kertas lakmus, wadah penampung air limbah, buat 3 petak dengan

menggunakan papan kemudian dilapisi dengan plastik.

Bahan bahan yang digunakan adalah air limbah tahu, tumbuhan akuatis yaitu;

enceng gondok (Eichornia crassipes), dan kiambang (Salvinia molesta), biji buah

kelor (Moringa oleifera), tanah yang tidak tercemar, air bersih yang tidak

terkontaminasi.

Page | 23

3.3 Ruang Lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup ;

a. Pada penelitian ini, air limbah tahu mengalir disepanjang sungai yang berada

dikarombasan, dan akan bergabung dengan limbah kandang babi yang berada

tak jauh dari tempat produksi tahu.

b. Air limbah tahu akan diambil pada pagi hari sekitar pukul 09.30 WITA

sampai pukul 10.30 WITA

c. Hasil kinerja hanya berdasarkan kajian terhadap penurunan parameter

BOD, COD & TSS.

3.4. Variabel :

Masing masing petak diberikan perlakuan yang berbeda beda yakni;

100%, 75%, 50%, 25% dan control. Dengan memberikan biji kelor sebagai

koagulan.

3.5 Cara Penelitian

3.5.1 Persiapan :

A. Pemeliharaan Tanaman Percobaan

1. Menyiapkan tanaman dengan mengaklamasi tanaman tersebut dengan air

sumur terlebih dahulu agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitar tempat penelitian.

Page | 24

2. Menyiapkan biji kelor kemudian ditumbuk hingga halus.

3. Membuat wadah tempat penelitian dari papan, dilapisi dengan plastik

4. Tanaman yang sudah dipilih ditanam didalam wadah pengolahan.

3.5 Prosedur Penelitian

o Air limbah dari pabrik tahu yang diambil dari sungai yang berada

dikarombasan, Manado pada saat pagi (sekitar jam 09.30 WITA) dialirkan ke

dalam masing – masing rawa buatan yang tersedia.

o Setelah air dialirkan kedalam wadah buatan, ukur ketinggian Pengisian air

limbah sampai batas ketinggian media, setelah itu air limbah dialirkan dan

ditampung ke dalam ember.

o Dilakukan pengukuran suhu dan pH air limbah dengan menggunakan alat pH-

meter merk SCHOTT dan hasil catat. Pengambilan sampel air limbah dan

ditempatkan dalam botol plastik, sebanyak 500 ml untuk pengujian parameter

COD & TSS dan botol sampel COD ditambahkan larutan H2SO4 Konsentrasi

9% sebanyak 1 ml untuk pengawetan (fiksasi).

o Untuk pengujian BOD, pengambilan sampel menggunakan botol plastik

ukuran 1000 ml.

o Biji kelor yang sudah ditumbuk hingga halus tersebut disaring kemudian

masukan kedalam wadah tempat penelitian.

o Pengukuran suhu dan pH air limbah serta pengambilan sampel, dilakukan

pada saat pengisian bak dan dilakukan pengukuran maupun pengambilan

Page | 25

sampel ulang setiap hari selama penelitian pada jam yang sama dengan

pengambilan pertama.

o Dilakukan analisis laboratorium terhadap parameter air limbah sesuai dengan

standard, yaitu :

- Untuk BOD sesuai dengan SNI 06-2503-1991

- Untuk COD sesuai dengan SNI 19-4243-1989

- Untuk TSS sesuai dengan SNI 06-2413-1991

Pengujian air limbah akan dilakukan di Laboratorium WLN manado.

3.6. Analisis Data

3.6.1. Penyelesaian Model

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap model Lahan Basah

Buatan (Constructed Wetland) tersebut, akan didapatkan beberapa data primer dari

beberapa variabel penelitian. Data analisa dapat dibuat menggunakan grafik dengan

memakai Ms. Excel, sehingga akan didapatkan hasil yang dibutuhkan.

Page | 26

Kerangka operasional penelitian

Limbah tahu tanpa pengolahan dan dibuang ke badan air ambient (bebas)

Ide Studi

Studi Literatur

Studi Fitoremediasi Limbah Tahu Menggunakan Enceng Gondok (Eichornia

crassipes) dan Kiambang (Salviania molesta)

Persiapan Penelitian

Lapangan Laboratorium

Variabel Bebas : Konsentrasi limbah pabrik tahu di manado dengan menggunakan 2

jenis tumbuhan

Variabel Terikat : Akumulasi bahan bahan organik berbahaya yang terdapat pada limbah

tahu

Analisa konsentrasi bahan berbahaya pada air limbah selama penelitian

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Page | 27

Daftar Pustaka

Asril P, Supriyanto. 2006. Pengolahan limbah cair industry kecil pengolahan

tahu secara biofiltrasi menggunakan enceng gondok (Eichornia

crassipes) Tesis Online, Diakses pada tanggal, 28 Mei 2013.

Herlambang said.2002. Teknologi pengolahan limbah tahu-tempe dengan

proses biofilter anaerob dan aerob. (Jurnal Online, Diakses pada

tanggal 16 Mei 2013).

Kaswinarti F. 2007. Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana

Kendal dan Gagak Sipat Boyolali (Tesis Online, Diakses pada tanggal

16 Mei 2013).

Khasana U. 2008. Efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan

fosfat dalam limbah cair rumah sakit. Skripsi online, diakses pada

tanggal 29 Mei 2013.

Mursalin. 2007. Pemanfaatan kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia

molesta) dan gulma itik (Lemna perpusilla) dalam memperbaiki

kondisi air limbah kantin. Departemen Menejemen Sumberdaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Nurhasan.1991. Penanggulangan air limbah tahu. Penerbit Yayasan Bina

Karta Lestari. (Jurnal Online, Diakses pada tanggal 22 Mei 2013).

Neni. 2012. Pencemaran dan Penanganan Limbah Industri Tahu (Jurnal

Online, Diakses pada tanggal 20 Mei 2013).

Priyono, Agus. 1994. Efektivitas pengolahan limbah tahu dengan eceng

gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.A. PPLH. Bogor. (Tesis

Online, Diakses pada tanggal 21 Mei 2013).

Page | 28

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar pengelolaan air limbah. UI Press. Jakarta.

Utami. 2010. Uji kemampuan koagulan alami dari biji trambesi (Samanea

saman), biji kelor (Moringa oleifera), dan kacang merah (Phaseolus

vulgaris) dalam proses penurunan kadar fosfat pada limbah cair

industri pupuk. Jurnal online, diakses pada tanggal 29 Mei 2013.

Widyanto, L.S. dan H. Susilo. 1977. Pencemaran air oleh logam berat dan

hubungannya dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart)

Solms). Biotrop. Bogor.

Yusuf, Guntur. 2001. Proses bioremediaasi limbah rumah tangga dalam skala

kecil dengan kemampuan tanaman air pada sistem simulasi. Institut

Pertanian Bogor (Tesis Online, Diakses pada tanggal 19 Mei 2013).