Jurnal Ekonomi Moneter

19

Click here to load reader

description

Jurnal Tugas Ekonomi Moneter

Transcript of Jurnal Ekonomi Moneter

Page 1: Jurnal Ekonomi Moneter

TUGAS

JURNAL EKONOMI MONETER

Disusun Oleh :

- Adwin Hadi Saktiawan (109040062)

- Adang Suryadana (109040069)

- Apip Juniar (109040061)

- Bayu Anggun Nugraha (109040059)

- Wahyu Gumelar (109040060)

AKUNTANSI C

TINGKAT II

FAKULTAS EKONOMI

UNSWAGATI

CIREBON

Page 2: Jurnal Ekonomi Moneter

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang

berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita

ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi

penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar

negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan

untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam

mengatasinya.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah

mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola

perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan

bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan.

Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini

diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan

membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian,

evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui

dengan jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam

pembahasan juga dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

Page 3: Jurnal Ekonomi Moneter

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.

Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an dan

menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah

memberikan banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang

keuangan dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia

terlihat semakin kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan

dibahas perkembangan ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga

terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.

2. Perkembangan Moneter Perbankan.

Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang sebelumnya

tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor keuangan

Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk nyata

restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi

kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari

tiga tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan

berakhir.

3. Kebijakan Moneter

Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu

pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice

versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang

harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market

operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala

yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.

4. Kebijakan Fiskal.

Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh

BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran

yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang.

Page 4: Jurnal Ekonomi Moneter

Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan

penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.

Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil

menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.

5. Prospek Ekonomi Jangka Pendek.

Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat dipengaruhi

oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk beberapa tahun ke depan, kegiatan

ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi politik

dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor

yang dewasa ini mulai membaik kembali.

6. Target Inflasi.

Pengertian.

Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani

permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi

merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia

dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank

sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian,

kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-

kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).

Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target

antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus

mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.

Evolusi Teori.

Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi

merupakan landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari

evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang

memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori

modern, antara lain:

Page 5: Jurnal Ekonomi Moneter

Teori Klasik >< Teori Keynes.

Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil.

Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui

suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan

bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik,

sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya

mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi). Dengan kata lain

bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi.

Teori klasik modern >< Teori Keynes.

Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa

kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang

dengan teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rulevs discretion, target

inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara

sistematis, yang disebut dengan constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam

praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion.

Teori kuantitas >< Teori Keynes.

Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam

teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa

tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap

informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi

sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme

transmisi yang relevan, tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan

mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih

fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai

sasaran, karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.

Teori rational expectations.

Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran

penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu

kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek,

karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula.

Page 6: Jurnal Ekonomi Moneter

Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat

dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan

dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.

Teori moneter modern.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas

yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam

kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan

sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar

hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau

setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti

menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.

7. Prasyarat.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai

keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:

- Indepensi Bank Sentral.

Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa

campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang

tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.

- Fokus terhadap sasaran.

Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang

hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang

bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan

ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu,

seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran

utama pengendalian inflasi.

- Capacity to forecast inflation.

Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi

secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

Page 7: Jurnal Ekonomi Moneter

- Pengawasan instrumen

Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen

kebijakan moneter.

- Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.

Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka

kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.

- Fleksibel sekaligus kredibel

Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu

merupakan dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule) dapat

dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.

8. Karakteristik.

Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke

depan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu:

a. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan

dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

b. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi

dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga

aset, harga barang industri dan sebagainya.

c. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat

dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

9. Elemen-elemen.

Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen

dalam target inflasi terdiri atas:

a. Sasaran target inflasi.

Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada

sasaran-sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada

sasaran utama.

Page 8: Jurnal Ekonomi Moneter

b. Laporan pelaksanaan

Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan

dan diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur

keberhasilan kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.

c. Independensi

Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya

sasaran akan lebih maksimal.

d. Komunikasi

Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik

tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas.

e. Data dan informasi

Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan

analisis kebijakan yang prima.

10. Prospek.

Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada,

Inggris, Finlandia, Swedia, Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut

mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.

Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan kebijakan

moneter dengan target antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar belakang,

maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai

keberhasilan.

11. Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi.

Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak

hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam

pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala

dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Page 9: Jurnal Ekonomi Moneter

a. Hambatan dalam menciptakan independensi

Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem

pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan

penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan

instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar

tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski lembaga

tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga tersebut digaji

oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak diragukan

lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan

sebagaimana mestinya.

b. Hambatan dalam memprediksi inflasi.

Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan

kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan

sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang

boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional sangat

berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk saat ini, para

investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif bagi investasi.

Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporak-

porandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat

memprediksi dengan cermat.

c. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.

Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan sulit

terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit

pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga maraknya praktik

kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis dan enggan

berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi. Kebijakan target inflasi

belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila lembaga pelaksana

kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara bersih dan

bebas korupsi.

d. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.

Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan

pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan

Page 10: Jurnal Ekonomi Moneter

membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible.

Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas,

maka akan timbul sifat inflexible.

e. Tingkat keparahan krisis.

Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah

tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara

lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara

lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.

Page 11: Jurnal Ekonomi Moneter

BAB III

KESIMPULAN

- Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya

pemulihan dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa

inflation targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara

di dunia.

- Target inflasi dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam

pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat untuk

keberhasilan sistem ini.

- Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan

yang secara efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.

- Pemulihan kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal,

namun juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.

- Target inflasi nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan

moneter di Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.

Page 12: Jurnal Ekonomi Moneter

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah Seminar

Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank Target?" European Economic

Review.

Boediono. 2000. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan

BI, MM UGM, 29 September.

Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic Factors in Growth". Journal of

Monetary Economics.

Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi Makro Indonesia". Makalah Seminar

Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with Different Monetary Policy Regimes".

Journal of Monetary Economics.

Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari

Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The Institutional Environment of Financial

Reporting Regulation in ASEAN". The International Journal of Accounting.

Oleh: Seruni Sutanto, Dosen STIE Widya Manggala Semarang

Sumber: http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal

Page 13: Jurnal Ekonomi Moneter

HUKUM EKONOMI DAN MONETER INTERNASIONAL KAITANNYA

DENGAN NEGARA DAN KEPENTINGAN EKONOMI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti kita ketahui bahwa krisis yang menyerang negara-negara Asia khususnya Indonesia

merupakan masalah terberat yang pernah dialami negara-negara di dunia . Sebelumnya krisis

itu tidak pernah terbayangkan akan menyerang negara kita. Karena apabila diamati indikator-

indikator makroekonomi Indonesia, tidak menandakan akan terjadinya krisis dinegara kita

ini. Contohnya yaitu : tingkat pertumbuhan ekonomi negara kita berkisar antar 6% per annum

(p.a), tingkat inflasi juga berada dalam batas yang wajar yaitu sekitar 4% p.a, dan nilai tukar

rupiah terhadap US dollar juga relatif stabil yaitu berkisar Rp.2500/US dollar. Dari BOP juga

dapat dilihat bahwa Indonesia berada pada posisi yang man karena memiliki cadangan devisa

yang cukup besar.

Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis ini. Salah

satunya adalah dengan meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang

dilakukan sampai 2 tahap. Tahap pertama ternyata gagal, karena pemerintah dalam hal ini

Presiden Soeharto pada saat itu tidak menjalankan program-program yang dianjurkan oleh

IMF dengan sepenuh hati. Hal ini dikarenakan bahwa program-program yang dianjurkan

bertentangan dengan kepentingan Presiden dan keluarganya. Sehingga bantuan tahap I IMF

tidak membawa perubahan bagi Indonesia. Hal yang sama terjadi juga pada saat IMF

memberikan bantuan tahap II. Bantuan yang diberikan IMF tidak membantu mengobati

Indonesia dari krisis yang terjadi. Sehingga dapat dikatakan bahwa IMF tidak membawa

perubahan bagi keadaan Indonesia yang sedang dilanda krisis.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah kami adalah:

Bagaimanakah konsep Hukum ekonomi moneter internasional

Bagaimanakah kaitannya Hukum ekonomi moneter internasional terhadap negara

dan kepentingan ekonomi.

Page 14: Jurnal Ekonomi Moneter

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bagaimanakah konsep hukum ekonomi moneter internasional

Setelah Perang Dunia Kedua (1939 – 1945) selesai, terjadi perubahan yang mendasar dalam

hubungan antar negara di bidang politik, sosial dan ekonomi. Negara-negara kapitalis

(Amerika Serikat dan Eropa Barat) tidak mungkin lagi melakukan penjajahan fisik lagi

karena tuntutan kemerdekaan negara dan penghormatan HAM menjadi semangat baru masa

itu. Hal ini akan menghambat ekspansi pencarian bahan mentah dan peningkatan pemupukan

modal.Pada Juli 1944 negara-negara kapitalis mengadakan pertemuan di Bretton Woods

untuk merumuskan strategi baru menghadapi negara-negara baru merdeka.

Hasil dari pertemuan tersebut di bidang ekonomi adalah :

Membentuk World Bank tahun 1945 dan mulai beroperasi tahun 1946. Lembaga ini

berfungsi memberi pinjaman kepada negara2 yang baru merdeka atau hancur akibat

Perang Dunia II, untuk pembangunan, dengan persyaratan model pembangunan

sebagaimana ditentukan negara-negara kapitalis tersebut;

Mendirikan General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang mulai beroperasi

pada 1947 untuk memajukan dan mengatur perdagangan bebas multilateral;

Mendirikan International Monetary Fund (IMF) yang didirikan tahun 1945 dan

mulai beroperasi tahun 1947 untuk memberikan pinjaman kepada negara2 yang

kesulitan dalam neraca pembayaran luar negeri (Hasyim Wahid,1999);

Tujuan didirikannya IMF antara lain:

(a) Mendorong kerjasama moneter melalui mekanisme konsultasi dan kerjasama

masalah moneter;

(b) Mengusahakan tersedianya sumber-sumber dana (fund) bagi anggota-anggotanya

dengan tujuan agar memungkinkan negara-negara anggota memperbaiki

ketidakmampuannya (malajustment) dalam penyeimbangan pembayaran mereka

Dengan banyaknya cadangan emas dan mata uang asing yang dimiliki IMF dapat

memberikan bantuan keuangan jangka pendek untuk membantu negara-negara anggotanya

melakukan penyelesaian sementara kesulitan dalam mengatasi krisis atau kerugian neraca

Page 15: Jurnal Ekonomi Moneter

pembayaran Negara2 berkembang sama sekali tidak memiliki peran dalam pembentukan

institusi ini karena masih rendahnya tingkat ekonomi .

Selama kurang lebih 48 tahun, perdagangan multilateral diatur oleh General Agreement on

Tariffs and Trade (GATT 1947) yang berlaku secara “ad interim agreement” (bersifat

sementara), terdiri dari 38 pasal dan hanya mengatur perundingan dibidang tarif. WTO mulai

berlaku pada tanggal 1 Januari 1995 yaitu dengan disepakatinya Agreement the World Trade

Organization, ditandatangani para menteri perdagangan negara-negara anggota WTO pada

tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko.

Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang

pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization” , maka

Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO Semua persetujuan yang ada didalamnya

telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Indonesia terikat dengan adanya hak dan

kewajiban.

2.2. Bagaimanakah kaitannya Hukum ekonomi moneter internasional terhadap negara

dan kepentingan ekonomi

Seiring dengan perkembangan perdagangan dan investasi internasional antar negara yang

semakin global dan terhubungkan satu sama lain maka mekanisme dalam pengaturan nilai

kurs mata uang suatu negara terhadap negara lain sebagai nilai kurs yang diterima sangatlah

diperlukan. Hal ini tak lepas dari kenyataan bahwa setiap negara di dunia memiliki mata uang

sendiri dimana nilai dan daya-gunanya berbeda dengan mata uang negara lain. Tentunya,

selain nilai kurs yang beda, setiap negara memiliki kebijakan yang beragam mengenai

moneter mereka masing-masing sehingga berdampak pada kontinuitas dan spekulasi bisnis

dan investasi suatu negara ke negara tersebut. Oleh karena itu, sistem moneter internasiona

(sebuah rezim moneter) menciptakan aturan dan mekanisme terstandardisasi yang dipakai

suatu negara untuk menilai dan menukarkan mata uangnya. Ini akan mempermudah dan

memfasilitasi pertukaran nilai mata uang baik digunakan sebagai alat pembayaran sah dalam

bisnis internasional atau pembayaran hutang luar negeri suatu negara maupun komoditas

perdagangan dalam bentuk investasi keuangan seperti di bursa efek. Tentunya hal tersebut

sangat bergangtung pada kondusifnya fungsi moneter internasional itu sendiri.

Dari perjalanan sejarah perdagangan dan investasi internasional, sistem moneter internasional

telah mengalami berbagai dinamika untuk berusaha mengatur nilai kurs dan menciptakan

Page 16: Jurnal Ekonomi Moneter

kestabilan moneter dalam perekonomian internasional sehingga berdampak pada kestabilan

ekonomi domestik di setiap negara. Dimulai pada 1820-an sampai menjelang akhir 1940-an,

sistem moneter internasional pada rentang tahun tersebut menggunakan standard emas dalam

nilai kurs mata uang setiap negara dimana Inggris sebagai negara jangkar dengan mata uang

poundsterlingnya. Perlu diketahui bahwa Inggrislah negara pertama yang menganut standar

emas yaitu sejak tahun 1821–hal ini terkait dengan ajaran David Ricardo (1772-1823) dalam

bukunya “The Principle of Political Economy and Taxation” tentang Theory of Currency

(Teori Uang) bahwa uang kertas harus dijamin dengan emas apabila tidak dijamin dengan

emas harus ditetapkan dengan undang-undang.

Standar emas ini menciptakan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana harga

mata uang tertentu tidak berubah dibandingkan dengan mata uang lain. Pada sistem moneter

ini, setiap negara mematok nilai mata uangnya terhadap emas. Inggris sebagai negara jangkar

berjanji untuk membeli atau menjual satu ons emas dengan 4,247 poundsterling (1ons emas =

4,247 Poundsterling), dengan demikian menetapkan nilai par pound tersebut terhadap emas.

Implikasinya adalah apabila negara lain ingin melakukan transaksi perdagangan maka

mekanisme pembayaran harus menyesuaikan dengan nilai kurs yang telah ditetapkan oleh

Inggris. Selain itu, negara lain yang memiliki emas dapat ditukarkan dengan poundsterling

sebagai cadangan devisa mereka dan sebaliknya.

Keadaan ekonomi dan perdagangan yang relatif stabil selama periode tersebut merupakan

faktor utama keberhasilan sistem standar emas berbasis poundsterling (sterling-based gold

standard). Namun, dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta Depresi Dunia (1931-

1934) negara-negara Eropa dilanda inflasi dan ketidakstabilan politik. Sistem moneter

internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan ketidakpercayaan dunia terhadap

poundsterling dengan standar emas sehingga posisi poundsterling semakin lemah. Akibatnya,

Bank of England Inggris tidak mampu menepati janjinya untuk mempertahankan nilai

poundsterling dan membiarkan nilai kurs poundsterling ditentukan oleh permintaan-

penawaran pasar.

Bermula pada hal diatas, Inggris kemudian tidak lagi menggunakan standar emasnya.

Sehingga beberapa negara mematok nilai mata uang dengan mata uang dollar Amerika

Serikat dan franc Perancis. Hanya negara persemakmuran Inggris saja yang masih

menggunakan pounsterling sebagai patokan nilai kurs mata uang mereka. Kondisi sistem

moneter internasional kemudian tambah kacau ketika banyak negara mendevaluasi mata uang

Page 17: Jurnal Ekonomi Moneter

mereka untuk meningkatkan ekspor agar harga jual produk mereka di luar negeri lebih

murah. Sehingga memunculkan “beggar-thy-neighbor”. Ketidakstabilan sistem internasional

tersebut memberikan kontribusi bagi pecahnya Perang Dunia II. Inflasi, pengangguran,

ketimpangan kemakmuran, dan biaya sosial kemudian semakin meningkat antar negara.

Untuk itu, kemudian diadakan konferensi Bretton Woods di Amerika Serikat tahun 1944

yang dihadiri oleh 44 negara guna mengatasi ketidakstabilan dan kekacauan sistem moneter

internasional serta mempromosikan perdamaian dan kemakmuran di seluruh dunia bagi

terciptanya pembangunan ekonomi yang lebih stabil. Konferensi Bretton Woods ini

menciptakan sebuah rezim baru bagi sistem moneter internasional (pasca sterling-based gold

standard) dimana telah disepakati untuk membentuk sebuah lembaga internasional yang akan

membantu membangun kembali perekonomian dunia dan sistem moneter internasional, yaitu

IBRD–sekarang dikenal dengan World Bank–dan IMF. Kedua lembaga ini nanti yang akan

membentuk kerangka institusional bagi sistem moneter internasional pasca perang dunia II.

Pada hakikatnya, Konferensi Bretton Woods ini masih sepakat menggunakan standar emas

sebagai patokan nilai kurs tetapi berbasis pada dollar AS. Artinya, AS sekarang menjadi

negara jangkar bagi sistem moneter internasional dengan patokan nilai par-nya adalah $35 =

1ons emas. Konferensi ini juga menetapkan nilai mata uang setiap negara harus

dipertahankan dalam rentang +/– 1% dari nilai par-nya. Rentang tersebut merupakan batas

naik-turun maksimal yang diperbolehkan bagi mata uang suatu negara.

AS menjadi negara jangkar pada periode ini karena mata uang AS merupakan mata uang

konversi (Convertible Currency) tanpa batasan hukum dan banyak negara percaya dengan

kapasitas perekonomian AS sehingga mereka bersedia menerima dollar AS untuk

menyelesaikan transaksi. Pihak asing atau negara lain kemudian sangat senang

mengumpulkan dan menyimpan dollar sebagai cadangan valuta mereka. Pada 1950-an dan

1960-an jumlah dollar yang dimiliki pihak asing semakin meningkat.

Dengan meningkatnya jumlah dollar yang beredar dan dimiliki pihak asing atau negara lain

maka timbul kesanksian akan kemampuan AS untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan

Bretton Woods System. Muncullah kemudian apa yang dinamakan Triffin Paradox, yaitu

pihak asing atau negara lain meningkatkan simpanan dollar untuk memperluas perdagangan

internasional, tetapi tingkat kepercayaan terhadap dollar tersebut justru menurun karena

orang tidak yakin AS dapat menukar dollar dengan cadangan emasnya. Karena turunnya

tingkat kepercayaan tersebut, terjadi rush untuk melepas dollar AS. Untuk mengatasi masalah

Page 18: Jurnal Ekonomi Moneter

tersebut kemudian IMF mengeluarkan SDR yaitu berupa ”emas kertas” untuk menjamin

dollar yang berlimpah tersebut. Namun, ternyata SDR tersebut tidak menyelesaikan

permaslahan dollar yang melimpah di internasional. Sehingga, AS telah menghabiskan

sepertiga cadangan emasnya untuk mempertahankan kestabilan nilai dollar. Hal inilah yang

membuat Amerika Serikat pada 15 Agustus 1971 melepas jaminan dollar terhadap emas

sekaligus menandai kehancuran Bretton Woods System. Pada saat itu juga nilai dollar mulai

mengambang.

Perkembangan berikutnya dari sistem moneter internasional ini adalah setiap negara

kebanyakan menggunakan sistem nilai kurs mengambang (floating exchange rate) terutama

sejak tahun 1973. Hal terkait dengan, selain keruntuhan Bretton Woods System, bank-bank

sentral negara-negara kelompok sepuluh kususnya dan negara lain di luar kelompok sepuluh

umumnya tidak berhasil dalam membendung kekuatan pasar bebas yang semakin gencar.

Pasar bebas telah berdampak bagi laju perdagangan dan investasi semakin cepat sehingga

kekuatan permintaan dan penawaran lebih dianggap rasional dalam menentukan nilai kurs

karena dianggap dapat secara cepat menyesuaikan dengan kondisi dan perubahan yang terjadi

di pasar, lain halnya dengan Fix Exchange Rate yang kurang bisa merespon cepat perubahan

pasar karena penentuan nilai kurs ditentukan oleh pemerintah. Namun, ada juga negara yang

menganut sistem campuran yaitu Managed Exchange Rate (Kurs Distabilkan) diamana di

satu sisi pasar yang berlaku dalam menentukan nilai kurs di isi lain ada intervensi pemerintah

apabila nilai kurs dianggap berdampak signifikan bagi ekonomi negara tersebut.

Pada periode ini, setiap negara mempunyai sistem nilai kurs masing-masing yang berbeda

satu sama lain dimana perbedaan tersebut berkisar pada 3 sistem nilai kurs. Hal ini sesuai

dengan Perjanjian Jamaika 1976 yang menghasilkan bahwa masing-masing negara bebas

menganut sistem nilai kurs mana yang paling tepat menurut kebutuhannya masing-masing.

AS sekarang menganut nilai kurs mengambang (floating exchange rate). Negara-negara lain

menganut kurs tetap dengan mematok mata uangnya terhadap dollar, franc, atau mata uang

lainnya.

Page 19: Jurnal Ekonomi Moneter

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Di bidang kerjasama keuangan dan monetr internasional juga terdapat sejumlah prakarsa

pada tingkat multilateral dan regional serta bilateral. Di tingkat global/multilateral telah

dilontarkan gagasan mereformasi arsitektur keuangan global/internasional (international

financial architecture) atau membentuk suatu arsitektur yang baru. Tujuan utama kerjasama

keuangan internasional adalah untuk menjaga dan meningkatkan stabilitas keuangan.Dari

perspektif pembangunan (negara-negara berkembang) sebenarnya suatu arsitektur keuangan

internasional juga harus dapat menjamin peningkatan akses pada sumber daya keuangan,

termasuk akses pada likuiditas internasional pada saat menghadapi atau dalam upaya

mengatasi suatu krisis ekonomi finansial.

sumber : http://rudini76ban.wordpress.com/2009/05/20/%e2%80%9chukum-ekonomi-dan-

moneter-internasional-kaitannya-dengan-negara-dan-kepentingan-ekonomi%e2%80%9d/