BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan...

140

Transcript of BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan...

Page 1: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER
Page 2: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

1ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007

SUSUNAN PENGURUSBULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterBank Indonesia

PelindungPelindungPelindungPelindungPelindungDewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorProf. Dr. Anwar Nasution

Prof. Dr. Miranda S. GoeltomProf. Dr. Insukindro

Prof. Dr. Iwan Jaya AzisProf. Iftekhar HasanDr. M. Syamsuddin

Dr. Perry WarjiyoDr. Halim Alamsyah

Dr. Iskandar SimorangkirDr. Solikin M. JuhroDr. Haris Munandar

Dr. Andi M. Alfian Parewangi

Pimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialDr. Perry Warjiyo

Dr. Iskandar Simorangkir

Direktur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDr. Andi M. Alfian Parewangi

SekretariatSekretariatSekretariatSekretariatSekretariatToto Zurianto, MBA

MS. Artiningsih, MBA

Buletin ini diterbitkan oleh Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomidan Kebijakan Moneter. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisandibuletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukanmerupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Kami mengundang semua pihak untuk menulis pada buletin inipaper dikirimkan dalam bentuk file ke Direktorat Riset Ekonomi danKebijakan Moneter, Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 20;Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat, email : [email protected]

Buletin ini diterbitkan secara triwulan pada bulan April, Juli, Oktober danJanuari, bagi yang ingin memperoleh terbitan ini dapat menghubungiSeksi Publikasi - Bagian Administrasi, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter,Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 2; Jl. M.H. Thamrin No. 2,Jakarta Pusat, telp. (021) 381-8206. Untuk permohonan berlangganan:telp. (021) 3818202, fax. (021) 3802283, email: [email protected].

Page 3: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

BULETIN EKONOMI MONETERDAN PERBANKAN

Volume 12, Nomor 4, April 2010

Analisis Triwulanan: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Triwulan I - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Indra Maipita, Mohd. Dan Jantan, Nor Azam Abdul Razak

Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Riskin Hidayat

Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori

Optimal Currency Area Dengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Moch. Doddy Ariefianto, Perry Warjiyo

Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Ebrinda Daisy Gustiani, Ascarya, Jaenal Effendi

421

451

517

415

457

Page 4: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER
Page 5: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

415ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I - 2010

Penguatan ekonomi domestik terus berlanjut didukung oleh kinerja ekonomi global yang

kondusif. Aktivitas ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada

triwulan IV 2009. Pada triwulan tersebut perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar

5,4% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2009 perekonomian tumbuh sebesar 4,5%

(yoy). Kondisi perekonomian yang semakin menunjukkan suasana optimis tersebut mendukung

prospek ekonomi yang lebih baik dari perkiraan semula. Perekonomian Indonesia pada tahun

2010 diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,5%-6,0% dan pada tahun 2011 mencapai

6,0%-6,5%. Stabilitas harga masih terjaga sebagaimana tercermin pada perkembangan IHK

yang rendah selama triwulan I 2010. Hal ini sejalan dengan perkiraan tekanan inflasi yang

signifikan, yang belum akan muncul setidaknya sampai semester I 2010. Untuk keseluruhan

tahun, inflasi IHK tahun 2010 akan berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.

Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan ekonomi global terus berlangsung

dan semakin kuat. Ekonomi negara maju, terutama di AS dan Jepang terus membaik. Demikian

juga pemulihan ekonomi Asia non-Jepang, terutama China dan India juga semakin kuat.

Sementara itu, indikasi perbaikan ekonomi di Eropa mulai terlihat meski masih terbatas.

Penyelesaian krisis Yunani sejauh ini direspons secara positif oleh pelaku ekonomi dan hanya

berdampak terbatas di pasar finansial.

Pemulihan ekonomi global yang disertai dengan perbaikan persepsi risiko memicu

optimisme di pasar finansial dan pasar komoditas. Hal ini dicerminkan oleh indeks harga di

bursa saham global yang mencatat kenaikan dan harga komoditas di pasar internasional yang

cenderung meningkat. Aliran modal asing ke pasar keuangan emerging market terus

berlangsung seiring dengan semakin membaiknya persepsi risiko. Kondisi ini mendorong

penguatan nilai tukar mata uang di kawasan tersebut. Optimisme yang semakin kuat terhadap

pemulihan ekonomi global dan permintaan global yang membaik, mendorong kenaikan harga

berbagai komoditas. Kenaikan harga yang dibarengi oleh penguatan mata uang sejauh ini

belum memicu kenaikan inflasi global secara signifikan terutama di negara maju. Dalam kondisi

ANALISIS TRIWULANAN:Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,

Triwulan I - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Page 6: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

416 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sepenuhnya kembali normal, otoritas moneter

terutama di negara maju cenderung masih menerapkan stance kebijakan moneter yang

akomodatif. Sinyal kebijakan pengetatan moneter lebih banyak tampak di emerging market

terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan ekspansi ekonomi yang tinggi.

Kinerja ekonomi domestik pada triwulan I 2010 berpotensi lebih baik dibandingkan dengan

perkiraan sebelumnya. Pada triwulan I 2010, ekonomi domestik diperkirakan tumbuh 5,7%

(yoy). Perkembangan tersebut didukung oleh hal-hal sebagai berikut. Pertama, kinerja ekspor

diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi global dan membaiknya harga

komoditas internasional. Kedua, konsumsi diperkirakan masih kuat didukung oleh daya beli

masyarakat dan ekspektasi konsumen yang terjaga. Ketiga, sejalan dengan peningkatan ekspor

dan konsumsi rumah tangga, pemulihan investasi diperkirakan lebih kuat didukung oleh berbagai

upaya Pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur. Selain itu, iklim investasi pada tahun

2010 yang lebih baik juga didukung oleh perbaikan sovereign credit rating Indonesia oleh S&P

dari BB- ke BB. Dengan peningkatan tersebut, rating Indonesia tinggal 1 notch menuju investment

grade. Keempat, sejalan dengan perbaikan kinerja di sisi eksternal, sejumlah sektor diperkirakan

dapat tumbuh lebih tinggi yakni sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang lebih tinggi didorong oleh membaiknya industri

yang berorientasi ekspor dan industri otomotif. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan

yang lebih tinggi sejalan dengan kenaikan kegiatan ekspor dan impor serta membaiknya kinerja

industri pengolahan. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan untuk

mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi terutama terkait dengan upaya mempercepat

implementasi program-program infrastruktur dan memanfaatkan secara optimal peluang dari

implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA).

Berlanjutnya penguatan ekonomi juga terlihat dari perkembangan ekonomi daerah yang

terus menunjukkan perbaikan. Kinerja perekonomian daerah terutama ditopang oleh

perekonomian di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua (Kali-Sulampua), dan

Jakarta. Sementara itu, kegiatan ekonomi di wilayah lainnya (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara

atau Jabalnustra) menunjukkan perlambatan. Kinerja ekonomi daerah yang meningkat

bersumber dari peningkatan ekspor, investasi, dan konsumsi. Membaiknya kinerja ekspor di

masing-masing wilayah bersumber dari kenaikan ekspor komoditas utama, seperti produk

pertambangan dan CPO di Sumatera dan Kali-Sulampua, serta produk kimia di Jabalnustra.

Dari sisi negara tujuan utama, ekspor masing-masing wilayah mengalami pergeseran yang

semula ke Jepang, Amerika dan Eropa, beralih ke negara ASEAN dan China karena pemulihan

ekonomi terutama terjadi di kawasan tersebut. Bahkan porsi ekspor Sumatera dan Kali-Sulampua

ke India menunjukkan peningkatan, terutama untuk produk CPO dan batubara. Sejalan dengan

Page 7: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

417ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I - 2010

peningkatan kegiatan ekonomi, investasi terindikasi menguat. Hal itu tercermin dari indikator

pertumbuhan konsumsi semen dan impor barang modal yang pertumbuhannya masih positif.

Dari sisi investasi Pemerintah Daerah, belanja modal juga menunjukkan peningkatan.

Peningkatan investasi terutama terkait dengan proyek-proyek infrastruktur seperti perbaikan

dan pembangunan jalan, bendungan, jembatan, dan bandara. Dari sisi lapangan usaha, sektor

industri mengalami peningkatan terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan

eksternal. Kinerja sektor industri yang membaik tercermin dari kapasitas produksi dan impor

bahan baku yang meningkat di seluruh daerah. Dari sektor pertambangan, membaiknya kinerja

di sektor ini terutama bersumber dari peningkatan produksi pertambangan nonminyak dan

gas (nonmigas), khususnya batubara dan tembaga, sedangkan produksi migas masih cenderung

melambat.

Dari sisi harga, inflasi tetap terkendali pada triwulan I 2010. Tekanan inflasi pada triwulan

I 2010 cenderung rendah ditandai oleh deflasi pada Maret 2010 sebesar 0,14% (mtm), sehingga

secara tahunan inflasi IHK mencapai 3,43% (yoy). Terkendalinya inflasi pada tingkat yang relatif

rendah sejalan dengan kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah dan kecukupan pasokan

dalam merespons kenaikan permintaan. Selain itu, rendahnya inflasi di bulan Maret 2010 juga

didukung oleh meredanya tekanan inflasi yang bersumber dari volatile food (terutama beras)

karena mulainya musim panen di beberapa daerah dan minimalnya tekanan inflasi yang

bersumber dari administered price.

Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2010 diperkirakan masih tetap

solid yang didukung oleh pemulihan ekonomi dunia. Transaksi berjalan diperkirakan akan

mencatat surplus. Hal tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terus membaik terutama

berasal dari komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) di antaranya batubara dan tembaga.

Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan akselerasi permintaan domestik dan ekspor.

Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF) triwulan I 2010 diperkirakan juga mencatat

surplus terkait dengan aliran modal masuk dan penerbitan obligasi valas pemerintah. Indikator

risiko Indonesia membaik, tercermin pada indikator credit default swaps (CDS) Indonesia yang

saat ini berada pada level terendah, penurunan yield spread Government Bond Indonesia dengan

US Treasury Note, serta perbaikan rating Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, cadangan

devisa pada akhir Maret 2010 diperkirakan mencapai 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan

5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Sejalan dengan kinerja NPI yang solid, nilai tukar rupiah cenderung menguat. Secara

keseluruhan, selama triwulan I 2010 rupiah rata-rata menguat 2,2% ke level Rp9.254/USD.

Pada akhir triwulan I 2010, rupiah mencapai level Rp9.090/USD atau menguat 3,7% (point to

point). Penguatan nilai tukar rupiah didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi yang

Page 8: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

418 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

kondusif, tercermin pada kinerja NPI yang cukup baik dan membaiknya persepsi risiko. Selain

itu, penguatan rupiah juga didukung oleh imbal hasil rupiah tetap menarik tercermin pada

uncovered interest parity (UIP), covered interest parity (CIP) dan yield spread Government Bond

Indonesia yang relatif tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan lainnya.

Penguatan rupiah yang terjadi juga diikuti oleh volatilitas nilai tukar yang relatif stabil mencapai

0,57% dibandingkan dengan triwulan IV 2009 yang mencapai 0,56%.

Kinerja sektor keuangan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan

domestik. IHSG selama triwulan I 2010 mengalami penguatan yang cukup signifikan, yaitu

mencapai 10,2%. Kinerja IHSG tersebut merupakan yang tertinggi di negara kawasan. Beberapa

faktor yang mendorong perbaikan IHSG antara lain prospek perekonomian Indonesia yang

membaik, diikuti oleh menurunnya persepi risiko, perbaikan credit rating, dan masih tingginya

imbal hasil rupiah. Hal serupa juga tercermin pada indikator keuangan lainnya seperti yield

SUN yang menurun. Di pasar uang antar bank, ekses likuiditas masih cukup besar sehingga

mendorong suku bunga PUAB O/N mendekati koridor bawah BI Rate. Langkah Bank Indonesia

memperpanjang jangka waktu SBI antara lain dalam rangka mendalamkan pasar (financial

deepening) berjalan dengan baik tercermin dari menurunnya spread suku bunga tertinggi dan

terendah di pasar PUAB O/N. Selain itu, porsi SBI dengan tenor 3 bulan saat ini porsinya

meningkat menjadi 67,04% dari 24,64% di akhir triwulan sebelumnya. Sejalan dengan

menurunnya persepsi risiko perbankan, suku bunga deposito dan kredit masih mengalami

penurunan meskipun belum sebesar yang diharapkan. Ke depan, transmisi kebijakan moneter

diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan meningkatnya optimisme perbankan pada

kondisi perekonomian.

Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Hal itu tercermin dari

masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per Februari sebesar 19,3%. Sementara itu,

rasio gross non-performing loan (NPL) tetap terkendali pada 4% dengan rasio neto NPL sebesar

1%. Selain itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank semakin

membaik. Demikian pula dana pihak ketiga (DPK) menunjukkan peningkatan.

Perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik selama triwulan I-2010

diperkirakan akan terus berlanjut ke depan. Hal ini memperkuat keyakinan Bank Indonesia

bahwa prospek perekonomian Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Pertumbuhan

ekonomi pada 2010 diperkirakan mencapai kisaran 5,5%-6,0%, lebih tinggi dari perkiraan

semula sebesar 5,0%-5,5%. Perbaikan ekonomi tidak hanya ditopang oleh konsumsi yang

tetap kuat, tetapi juga didukung oleh peningkatan ekspor sejalan dengan pemulihan ekonomi

global. Peningkatan permintaan yang dibarengi oleh perbaikan iklim investasi diperkirakan

mendorong peningkatan investasi secara signifikan. Perbaikan ekonomi tersebut diperkirakan

Page 9: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

419ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I - 2010

terus berlanjut pada 2011 dengan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,0%-6,5%.

Peningkatan permintaan yang dapat direspons sisi penawaran secara memadai diharapkan

dapat menjaga tekanan inflasi ke depan pada tingkat yang rendah. Prospek ekonomi jangka

menengah panjang (medium-terms) tahun 2010-2014 secara lengkap tersaji dalam Laporan

Perekonomian Indonesia 2009 yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia.

Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan sasaran

inflasi tahun 2010 sebesar 5%±1% dan arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih

kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 6 April 2010 memutuskan untuk mempertahankan

BI Rate pada level 6,5% dengan koridor suku bunga sebesar +/- 50bps di sekitar BI Rate.

Page 10: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

420 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 11: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

421Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA EKONOMIDAN ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA

Indra Maipita Mohd. Dan Jantan

Nor Azam Abdul Razak 1

Pemerintah secara berkelanjutan merancang kebijakan-kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan

ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan. Tapi, pemerintah menghadapi beberapa kendala seperti

meningkatnya defisit yang berpotensial memberikan dampak pada penentuan skala prioritas sebagaimana

pro dan kontra yang terjadi di dalamnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kebijakan ekonomi haruslah

direvisi dan didesain ulang untuk memenuhi tuntutan pro pertumbuhan, pro lowongan kerja, dan pro

kemiskinan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak perluasan dan kontraksi

kebijakan fiskal pada kinerja ekonomi di Indonesia. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, perubahan

indikator makroekonomi, kinerja sektor ekonomi, dan perubahan angka kemiskinan dan distribusi

pendapatan dikaji dengan menggunakan model Computable General Equilibrium (CGE). Untuk

mengevaluasi kesenjangan distribusi pendapatan, fungsi distribusi beta yang digunakan diadopsi dari

Decaluwe, et al. (1999). Studi ini menggunakan metode Foster, Greer, dan Thorbecke (F-G-T) dan Cockburn

(2001) untuk mengevaluasi angka kemiskinan di setiap kelompok rumah tangga. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan dampak dari meningkatnya subsidi lebih baik daripada dua kebijakan fiskal sebelumnya.

Walaupun kebijakan transfer pendapatan memberikan dampak positif untuk meningkatkan pendapatan

rumah tangga di pedesaan dan menurunkan angka kemiskinan, di sisi lain kebijakan ini memiliki dampak

negatif dalam mengurangi GDP.

JEL Classification:JEL Classification:JEL Classification:JEL Classification:JEL Classification: 132, E62.

Kata Kunci: Kebijakan Fiskal, kemiskinan, distribusi pendapatan.

1 Indra Maipita is adalah pengajar pada Universitas Negeri Medan ([email protected]); Mohd. Dan Jantan pengajar pada UniversitiUtara Malaysia ([email protected]); Azam Abdul Razak pengajar pada Universiti Utara malaysia ([email protected]).

Abstraksi

Page 12: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

422 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

I. PENDAHULUAN

Penurunan angka kemiskinan merupakan sebuah tujuan utama dari pembangunan

fundamental yang menjadi indikator keefektifan program-program pembangunan. Berdasarkan

pandangan tersebut, pemerintah telah membentuk sebuah program penurunan angka

kemiskinan sejak 1960an dengan menggunakan strategi memenuhi kebutuhan dasar manusia

sebagaimana yang disebutkan oleh Penasbede (Pembangunan Nasional Berencana Delapan

Tahun). Sayangnya, program ini terhenti dikarenakan krisis politik pada tahun 1965. Tetapi

pada tahun 1970an, pemerintah kembali membuat program penurunan angka kemiskinan

melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Selama REPELITA V-VI, pemerintah

menerapkan program penurunan angka kemiskinan dengan menggunakan strategi berbeda

yang menghilangkan permasalahan kesenjangan sosial ekonomi . Untuk 40 tahun terakhir ini,

pemerintah mengamati adanya masalah dalam menerapkan program-program untuk

menurunkan angka kemiskinan. Konsekuensinya, usaha pemerintah untuk mengatasi

kemiskinan belum berhasil.

Kemiskinan menyisakan permasalah terbesar dalam cakupan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa terdapat sekitar 35 juta (15.47%) orang

miskin pada tahun 2008. Walaupun angka tersebut 6% lebih sedikit dibandingkan tahun 2007,

angka kemiskinan pada tahun 2008 hampir sama dengan yang terjadi pada tahun 1990 dan

2005. Angka kemiskinan pada tahun 2009 telah meningkat 1.32% dibandingkan tahun 2008.

Kesenjangan distribusi pendapatan, kesejahteraan, dan kemiskinan sekali lagi menarik perhatian

banyak pihak, seperti perencana pembangunan, peneliti sosial, politisi, dan warga negara secara

meluas. Masalah-masalah tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak paralel

secara otomatis dengan perluasan pekerjaan dan penurunan angka kemiskinan. Jadi, kebijakan

ekonomi haruslah didesain kembali lebih kepada pro pertumbuhan, pro lowongan kerja, dan

pro kemiskinan.

Pemerintah telah mendesain beberapa kebijakan untuk mempromosikan pertumbuhan

ekonomi dan mengatasi kemiskinan. Tetapi, defisit merupakan masalah yang tengah dihadapi

pemerintah. Dan, defisit terus meningkat tahun demi tahunnya. Jika kondisi ini terus berlanjut,

maka akan ada tekanan besar terhadap APBN, khususnya pada aspek pengeluaran. Perubahan

posisi Indonesia dari eksportir minyak menjadi importir minyak menyebabkan defisit bagi neraca

perdagangan Indonesia. Subsidi yang besar terhadap penyulingan minyak menjadi bahan bakar

dalam kas nasional dan pada waktu yang sama peningkatan harga CPO (Crude Palm Oil)

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam membebani kas negara. Untuk menurunkan

defisit kas, pemerintah telah memilih untuk menerapkan kontraksi kebijakan fiskal dengan

cara mengurangi subsidi BBM. Kebijakan ini pasti berdampak negatif pada keluarga miskin.

Page 13: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

423Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Karena dampak ini harus diantisipasi, maka pada waktu yang sama pemerintah menerapkan

kebijakan transfer pendapatan dalam bentuk tunai kepada keluarga miskin. (Transfer tanpa

syarat).

Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mengukur sejauh mana dampak kebijakan

fiskal pemerintah yang mengukur distribusi pendapatan dan angka kemiskinan di Indonesia.

Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk menganalisa dampak: (1) perluasan dan kontraksi

fiskal pada kinerja makro ekonomi Indonesia, (2)peningkatan pajak pada kinerja sektor ekonomi,

(3) peningkatan pajak pada pendapatan dan kemiskinan, (4) peningkatan subsidi pada kinerja

sektor ekonomi, (5) peningkatan subsidi pada pendapatan dan kemiskinan di Indonesia, (6)

transfer pendapatan pada kinerja sektor ekonomi, (7)transfer pendapatan pada pendapatan

dan kemiskinan, (8) perluasan dan kontraksi fiskal pada distribusi pendapatan dan kemiskinan

di Indonesia.

II. TEORI

II.1. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal terdiri atas dua instrumen utama, (1) kebijakan pajak dan (2) pengeluaran

pemerintah (Mankiw, 2003; Turnovsky, 1981), tapi, kebijakan apapun itu dapat secara langsung

mempengaruhi komponen-komponen permintaan secara menyeluruh jatuh pada kebijakan

ini. Menurut Sudiyono (1985) variable instrumen kebijakan fiskal dapat berbentuk pajak, transfer

pemerintah, subsidi, dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal atau penganggaran memiliki

tiga fungsi:(1) fungsi alokasi, (2) fungsi distribusi, dan (3) fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi

berhubungan dengan persediaan barang-barang sosial dan proses pemanfaatan sumber daya

secara menyeluruh untuk produksi barang-barang swasta, barang-barang sosial, dan kombinasi

dari barang-barang sosial yang telah dipilih. Fungsi distribusi berhubungan dengan persamaan

kesejahteraan dan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Selama fungsi stabilisasi ditujukan

untuk menstabilkan atau mempertahankan rendahnya tingkat pengangguran, harga atau tingkat

inflasi, dan pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan.

II.2. Pengaruh Pada Kebijakan Fiskal Keynesian

Dalil Keynes selama masa kekacauan ekonomi, kebijakan moneter seperti menurunkan

bunga ternyata tidak efektif. Permintaan secara agregat bisa meningkat dengan cepat hanya

dengan pengukuran kebijakan fiskal (Romer, 2001). Berdasarkan model makroekonomi Keynes,

kas pemerintah merupakan bagian yang sangat penting untuk mengontrol permintaan agregat.

Page 14: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

424 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Jika ekonomi berada dibawah tingkat full employment, permintaan agregat bisa ditingkatkan

dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan/atau dengan mengurangi tingkat pajak.

Menurut Keynes, pemerintah memiliki peranan penting untuk mempromosikan permintaan

agregat terhadap pemenuhan tingkat full employment.

Masalah paling inti di kebanyakan ekonomi berkembang adalah tingginya pengangguran

dan tingkat inflasi, dan defisit neraca berjalan atau external imbalance. Untuk mengatasi masalah-

masalah tersebut, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangatlah dibutuhkan, tapi kebijakan

perluasan untuk meningkatkan pertumbuhan memiliki kelemahan terkait dengan ketidak

seimbangan antara tingginya pertumbuhan permintaan dan kapasitas persediaan dalam

ekonomi. Ini akan berdampak pada neraca eksternal yang merupakan sebuah peningkatan

impor dan penurunan ekspor, sebagaimana permintaan yang berlebihan akan menghasilkan

inflasi yang tinggi. Sebagaimana akibat dari situasi ini, ekonomi bisa saja kehilangan daya

saingnya yang pada akhirnya memperburuk external imbalance. Walaupun hal tersebut dapat

dicapai untuk meningkatkan employment level tapi hal tersebut bermasalah dalam hal

memperburuk neraca berjalan dan neraca pembayaran (BOP).

Pertentangan antara keseimbangan eksternal dan internal mengharuskan sebuah

kebijakan fiskal yang efektif dan memiliki dampak negatif yang minim. Menurut sejarah, negara-

negara berkembang mengandalkan perluasan kebijakan fiskal untuk mencapai sebuah

pertumbuhan ekonomi. Model Fleming-Mundell dari model IS-LM standar yang menggunakan

pendekatan Keynesians dapat menjelaskan fenomena historis tersebut. Asumsi yang digunakan

dalam Model Fleming-Mundell Model Neraca Pembayaran (BOP) adalah: (1) nilai upah dan

harga tetap, (2) permintaan agregat berhubungan dengan pengeluaran pemerintah secara

positif (G) dan output asing (Yf), dan nilai tukar (e) secara negatif berhubungan dengan tingkat

suku bunga domestik (rd), (3) permintaan uang adalah fungsi negatif dari tingkat suku bunga

dunia (r*) dan fungsi positif tingkat pendapatan domestik, (4) persediaan uang secara negatif

dipengaruhi oleh perbedaan tingkat nilai tukar (e) dan nilai tukar yang telah ditentukan (e*),

(5) nilai dagang ditentukan oleh tingkat output domestik (Yd) dan tingkat output asing (Yf),

dan (6) neraca model ditentukan oleh perbedaan di antara tingkat suku bunga asing dan

domestik (Husain dan Chowdhury, 2001)

Tingkat arus modal ditentukan oleh perbedaan tingkat sensifitas suku bunga antara r

dan r*, yang memiliki peranan penting dalam model MF.

Y = C(Y-T) + I(r*) + G (D) + NX(e)

M/P = ƒ(r*,Y)

BOP = ƒ(Yƒ Y, ER, r,r*)

(II.1)

(II.2)

(II.3)

Page 15: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

425Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Persamaan (II.3) menunjukkan bahwa BOP = 0 untuk variasi kombinasi pendapatan

domestik (Y) dan tingkat suku bunga koresponden domestik mereka (r). Pengeluaran pemerintah

(G), nilai tukar (e) dan pendapatan asing (Yf) adalah variabel shifter positif. Kemiringan kurva

BOP menunjukkan tingkat arus modal. Jika kurva model vertikal, maka tidak ada arus modal.

Arus modal sempurna ditunjukkan oleh kurva BOP yang horizontal. Kurva BOP yang horizontal

menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan antara tingkat suku bunga asing dan domestik

dan tidak ada insentif untuk aliran modal. Keefektifan kebijakan fiskal pada model MF pada

ekonomi terbuka bergantung pada tingkat arus modal dan tingkat suku bunga. Kebanyakan

negara asia tenggara termasuk Indonesia, adalah ekonomi terbuka, tapi, hanya ada sedikit

aliran masuk investasi asing. Hal ini mengimplikasikan bahwa tingkat kemiringan kurva BOP

cenderung curam bahkan hampir vertikal, yang ternyata menunjukkan adanya arus modal

yang terbatas. Di negara-negara tersebut, tingkat suku bunga sebenarnya tidak memiliki peranan

pada permintaan uang yang cukup signifikan, dan digambarkan dengan kurva LM yang sangat

curam.

Penggunaan model MF untuk masa nilai tukar tetap dalam arus modal yang lebih terbatas

dan tingkat kemiringan kurva LM lebih curam secara relatif atau lebih datar dari kurva BOP

tersebut. Perluasan kebijakan fiskal akan menggeser kurva IS menjadi IS1 (Romer, 2001; Sukirno,

2005). Pada saat kurva BOP lebih curam dibandingkan LM, seperti yang ditunjukkan pada

Grafik II.1. (a), keseimbangan internal baru (E1) menyebabkan defisit pada BOP, karena ia

diletakkan di bawah kurva BOP. Jika Bank Sentral mencampuri pasar uang untuk menetralisir

depresiasi mata uang domestik, kurva LM akan bergeser ke kiri dan hal ini akan mnurunkan

efektifitas perluasan kebijakan fiskal. Dalam kasus lain di mana kurva BOP lebih datar

(a)(a)(a)(a)(a) (b)(b)(b)(b)(b)

Grafik II.1:Efektifitas Kebijakan Fiskal di bawah Nilai Tukar Tetap dan Mobilitas Modal Terbatas

Source: Romer (2001), Sukirno (2005)

rd

rd2rd1

rd0

0 Yd0 Yd2 Yd1

Yd

IS0

IS1E0

E2E1

LM1LM0

BOP=0

Source: Romer (2001), Sukirno (2005)

rd

rd2

rd1

rd0

Yd0 Yd1 Yd2Yd

IS0

IS1E0

E2

E1

LM1LM0BOP0=0

0

Page 16: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

426 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Grafik II.2:Efektifitas Kebijakan Fiskal di bawah Nilai Tukar Fleksibel dan Mobilitas Modal Terbatas

Source: Romer (2001), Sukirno (2005)

rd

rd1

rd2

rd0

Yd0 Yd1 Yd2Yd

IS0

IS1

E0

E2E1

LM0

BOP0=0

IS2

BOP1=0

0

Source: Romer (2001), Sukirno (2005)

rd

rd1

rd2

rd0

Yd0

Yd1

Yd2

Yd

IS0

IS1

E0

E2

E1

LM0

BOP0=0

IS2

BOP1=0

0

dibandingkan kurva LM, sebagaimana digambarkan pada Grafik II.1. (b) neraca internal baru

(point E1) menunjukkan surplus BOP karena ia diletakkan di bawah kurva BOP. Secara umum,

untuk mengurangi tekanan surplus dan untuk mempertahankan nilai tukar tetap dikarenakan

tekanan depresiasi nilai mata uang domestik, Bank sentral ingin menurunkan perbedaan nilai

tukar domestik-asing dengan cara perluasan moneter sehingga persediaan uang bertambah.

Saat kurva LM bergeser ke kanan dan jika aliran masuk modal tidak steril, maka efektifitas

kebijakan fiskal akan bertambah meningkat. Maka dari itu, pada masa nilai tukar tetap, efektifitas

kebijakan fiskal akan meningkat dengan meningkatnya arus modal.

Grafik II.2 menunjukkan kurva BOP dibawah masa nilai tukar yang fleksibel (Romer, 2001;

Sukimo, 2005). Jika kurva BOP lebih curam dibandingkan kurva LM, sebagaimana yang

diunjukkan pada Grafik II.2, perluasana kebijakan fiskal akan menyebabkan defisit pada BOP

dan menekan nilai tukar riil. Karena daya saing dan ekspor akan meningkat, kurva IS akan

bergeser lebih jauh bergeser ke kanan dan begitupun kurva BOP. Keseimbangan baru adalah E2

di mana efektifitas kebijakan fiskal akan lebih besar secara relatif dibandingkan masa nilai

tukar tetap.

Jika kurva BOP lebih datar dibandingkan kurva LM, sebagaimana digambarkan pada

Grafik II.2. (b), perluasan kebijakan fiskal akan memberikan surplus pada BOP. Surplus ini

menyebabkan apresiasi pada nilai tukar riil, mengurangi daya saing, dan akhirnya menurunkan

ekspor. Keseimbangan terakhir, kurva IS atau BOP bergeser ke kiri hingga neraca internal dan

eksternal baru dapat tercapai pada poin E2. Hal ini menyimpulkan di bawah masa nilai tukar

yang fleksibel, makin sensitif aliran modal pada suku bunga, akan makin mengecilkan efektifitas

sebuah kebijakan fiskal.

(b)(b)(b)(b)(b) (a)(a)(a)(a)(a)

Page 17: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

427Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

II.3. Pemasukan Pemerintah

Sumber pemasukan pemerintah adalah pajak, non-pajak, dan sumber daya awal. Pajak

meliputi pajak pusat, yang dikumpiulkan oleh pemerintah pusat, dan pajak lokal yang

dikumpulkan oleh pemerintah lokal. Jenis-jenis pajak pusat adalah: (1) pajak pendapatan (PPh),

(2) pajak pertambahan nilai pada barang dan jasa (PPn), (3) pajak penjualan barang mewah

(PPnBM), (4) pajak bumi dan bangunan (PBB), (5) pajak real estate (BPHTB), (6) pajak dokumen

berharga, (7) cukai, (8) pajak ekspor, dan (9) pajak masuk (Hutahaean, et, al, 2002).

Pajak pendapatan dan pajak pertambahan nilai memiliki kecepatan pengaruh transmisi

yang relatif pada perubahan perilaku, investasi, dan perluasan perusahaan. Menurut James

dan Nobes (1992), perilaku rumah tangga dan perusahaan di Indonesia cukup sensitif pada

perubahan PPh dan PPn. Konsekuensinya, campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi

kinerja sektoral akan efektif dengan menggunakan instrumen PPh dan PPn (Darsono, 2008).

Kombinasi analisis PPh dan PPn ditemukan pada model Atkinson dan Stiglizt (1976), Mirrless

(1976), dan Myles (1997). Pada model ini, diasumsikan bahwa terdapat n barang yang disediakan

oleh produsen sebagai barang 1 dan tingka upah, w. Aturan normalisasi mengatakan bahwa

pajak berbanding lurus terhadap barang n. Dengan menggunakan aturan ini, kas yang terbatas

(qx) dihadapi oleh banyak konsumen yang mampu membayar pajak, s, dan tingkat pajak T

adalah:

(II.4)

(II.5)

Di mana, zG adalah pungutan pajak oleh pemerintah. Linearitas teknologi memungkinkan

kita untuk menurunkan harga produsen pada setiap barang2,...., n menjadi 1. Pajak yang

optimal dapat dicapai dengan menempatkan U(s) sebagai variable riil dan xi(s,),i = 1,...,n-1

sebagai variabel kontrol. Xn ditetapkan sebagai identitas U(s)=U(x1(s),....,x

n(st)). Syarat untuk

urutan pertama untuk pilihan tersebut diturunkan dengan menggunakan s

lU

s

Uus

1

2

12

==

atau dalam bentuk notasi sebagai s

xUu lx

s

1= . Hamiltonian terlebih dahulu mensyaratkan

untuk memaksimalisasi dengan persamaan sebagai berikut (II.6).

∑=

−=n

iiswxTswxq

21

11)(χ

∑ ∫∫=

∞∞

−≤n

i

Gi zdsssswxdsssx

2 0

1

0

)()()()( γγ

Untuk menyederhanakan turunannya, teknologi produksi dianggap berbanding lurus jadi

kemungkinan produksi diatur dalam hubungan berikut ini:

Page 18: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

428 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

1

1 k

x

x t

U

U

n

k+

=

1,...2,

log

1

1 −=

= nkdx

U

Ud

s

Uxt

n

k

kx

x

x

k λγ

µ

BgfHBgpIgCgT +∆+=−− )(

II.4. Pengeluaran Pemerintah

Hubungan antara konsumsi pemerintah dan budgetnya dapat dilihat dengan

memperhatikan neraca keuangan sektor publik sebagai berikut:

s

UxsxiswxUH lxl

n

i

µγλ −

−+= ∑

)(12

n

k

x

x

k

n

U

U

x

x−=

∂∂

nkU

UUU

s

x

U

U

n

k

nk

n

k

x

x

xxxx

x

x,...2,01

11

1 ==

−−

−−

µγλ

(II.6)

(II.7)

Untuk memilih xk(s), k = 2,....,n-1, fakta yang digunakan adalah

Syarat penting untuk optimalisasi adalah

(II.8)

Dari syarat penting di atas, rumah tangga memaksimalkan pemanfaatannya sebagai

berikut:

(II.9)

Mensubtitusi persamaan (II.9) menjadi persamaan (II.8) dan mengatur kembali untuk

mendapatkan pajak yang optimal (tk) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

(II.10)

(II.11)

Di mana T adalah pendapatan pajak, Cg adalah konsumsi pemerintah, Ig adalah investasi

pemerintah, Bgp adalah pinjaman pemerintah dari sektor swasta, πH adalah perubahan

persediaan tingginya kekuatan uang, dan Bgf pinjaman pemerintah dari sektor asing. Sisi kiri

dari persamaan (II.12) menunjukkan defisit fiskal sementara di sisi kanan persamaan

Page 19: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

429Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

menunjukkan sumber pendanaan. Jika pemerintah ingin meningkatkan pengeluarannya, maka

pendanaan harus dilakuakan dengan meningkatkan pendapatan pajak tanpa mempengauhi

defisit fiskal. Tingkat konsumsi pemerintah ditentukan oleh pendapatannya dan pembiyaan

diluar hanya untuk defisit budget. Untuk mengatasi defisit budget, oemerintah harus

menginisisasi hal-hal berikut: (a) meminjam dari sektor swasta, (b) money creation, (c) pinjaman

luar negeri, (d) pengurangan simpanan devisa, (e) privatisasi, dan (f) akumulasi area.

Secara alternatif, melihat posisi fiskal pemerintah adalah dengan memperhatikan

keseimbangan simpanan-investasi. Secara matematis, hal ini digambarkana pada persamaan (II.12).

(II.12)(T- Cg - Ig) = (Sp - Ip) + (M - X)

Di mana T adalah pendapatan pajak, Cg adalah konsumsi pemerintah, Ig adalah investasi

pemerintah, Sp adalah simpanan swasta, Ip adalah investasi swasta, M adalah import, X adalah

ekspor, dan (M √ X) adalah defisit neraca berjalan eksternal. Persamaan (II.12) menunjukkan

bahwa defisit fiskal sama dengan total kesenjangan simpanan-investasi dari sektor sektor swasta

dan defisit neraca berjalan eksternal. Mengkombinsasikan (II.11) dan (II.12) untuk mendapatkan

persamaan berikut ini:

(II.13)BpfHBgpIpSp −∆+=−

BpfBgfXM +=− (II.14)

Di mana Bpf adalah pinjaman dari sektor asing dan swasta.

Persamaan (II.13) menyatakan bahwa surplus simpanan sektor swasta sama dengan

pinjaman pemerintah ditambah dengan kasnya dikurangi dengan hutang luar negeri.

Persamaan (II.14) menyatakan defisit neraca berjalan eksternal dibiayai oleh pinjaman

pemerintah kepada asing dan pinjaman pemerintah kepada sektor swasta. Sumber pinjaman

asing adalah simpanan asing. Mensubstitusi (II.13) dan (II.14) menjadi persamaan (II.12) untuk

mendapatkan persamaan (II.11).

II.5. Subsidi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Subsidi merupakan pembayaran dari pemerintrah kepada perusahaan atau rumah tangga

untuk mencapai tujuan tertentu yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk memproduksi

atau mengkonsumsi produk dalam jumlah yang lebih besar atau dengan harga yang lebih

murah. Tujuan utama subsidi adalah untuk menurunkan harga barang atau untuk meningkatkan

jumlah output. (Spencer & Amos, 1993). Menurut Suparmoko, subsidi atau transfer pembayaran

adalah kurang lebih merupakan pengeluaran pemerintah yang juga dikenal sebagai pajak negatif

Page 20: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

430 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Grafik II.3:Dampak Subsidi Terhadap Produksi Agrikultur

Source : Stiglitz (2000)

HargaProduk

Ps

P

Produk0 QQs

D

Ds

SSR

Source : Stiglitz (2000)

HargaProduk

Ps

P

Produk0 Q

D

Ds

SLR

Qs

dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan dari penerima subsidi atau konsumen menyadari

peningkatan pendapatan riil jika mereka mengkonsumsi barang-barang yang disubsidi. Ada

dua jenis subsidi pemerintah √ transfer dalam bentuk tunai dan subsidi. Transfer tunai diberikan

kepada konsumen sebagai pendapatan tambahan pendapatan atau jika uang ini diberikan

kepada produsen, maka diharapkan harga produk bisa lebih rendah. Subsidi adalah dimana

penerima mendapatkan barang tertentu tanpa harus membayarnya (Handoko dan Patriadi,

2005). Subsidi dalam bentuk pengeluaran pemerintah adalah untuk membantu masyarakat

memenuhi kebutuhan dasarnya dengan harga yang terjangkau. Juga, subsidi diberikan kepada

produsen untuk memproduksi kebutuhan dasar dalam bentuk barang dengan jumlah yang

cukup dan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Subsidi ditujukan untuk menstabilkan

ekonomi, khususnya stabilitas harga. Subsidi diharapkan menjaga bahan mentah yang ada

untuk siap pakai dan harganya terjangkau (Nota Keuangan & APBN, 2010). Di banyak negara

berkembang, subsidi sangatlah penting untuk meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan

(Norton, 2004). Subsidi adalah cara yang efisien atau transfer pembayaran dari pemerintah

kepada masyarakat sebagai bentuk dari redistribusi kesejahteraan. Redistribusi kesejahteraan

adalah dasar dari subsidi.

Efek dari subsidi pemerintah, khususnya produk agrikultur, ditunjukkan pada Grafik II.3.

Kurva persediaan produk agrikultur dalam jangka pendek (SR) diasumsikan inelastis

sebagaimana ditunjukkan pada gambar II.3 (a). Jika pemerintah memberikan subsidi untuk

produk agrikultur, maka dampaknya adalah pada permintaan produk, sebagai contoh, kurva

permintaan bergeser ke kanan dan ke atas. Meningkatnya permintaan menghasilkan

peningkatan harga akan tetapi petani tidak bisa meningkatkan produksinya. Akan tetapi,

pada jangka panjang (LR), subsidi pada produksi agrikultur membuat peningkatan pada jumlah

Page 21: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

431Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

penawaran dikarenakan pada jangka panjang, kurva penawaran lebih elastis sebagaimana

diilustrasikan pada panel (b), Grafik II.3.

Pengaruh subsidi pada konsumsi dan produksi dapat dianalisis dengan memperhatikan

kurva permintaan sebagaimana kurva penawaran. Subsidi menggeser kurva permintaan ke

kanan dan ke atas sebagai pergeseran ke kanan dan ke bawah untuk kurva penawaran barang-

P

Q

D

S

(b)

P

Q

D

S

(c)

Grafik II.5:Pengaruh Subsidi Terhadap Elastisitas Sempurna dan Tidak Sempurna

Grafik II.4:Pengaruh Subsidi Terhadap Penawaran dan Permintaan

P

Q

D

S

(a)

Q

PS

D

(b)

P

Q

D S

(a)

Page 22: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

432 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

gitycy ry ++−= )()( )(

)()(

0

yr klP

M+=

barang yang disubsidi. Hasil dari kedua subsidi ini adalah keseimbangan baru yang lebih besar

pada jumlah barang. Pengaruh dari dua subsidi tersebut dalam permintaan dan penawaran

ditunjukkan pada Grafik II.4. Pada Grafik II.4 (a), subsidi konsumsi menggeser kurva permintaan

D menjadi D». Sementara pada Grafik II.4 (b), subsidi pada produksi menggeser kurva penawaran

S menjadi S».

Pengaruh elastisitas pada penawaran dan permintaan ditunjukkan pada grafik II.5. Jika

kurva permintaan tidak elastis secara sempurna, sebagaimana ditunjukkan pada grafik II.5 (a),

subsidi menggeser kurva penawaran dari S menjadi S». Jumlah pada keseimbangan hasilnya

sama saja, tapi harga akan meningkat. Jika permintaan secara sempurna elastis, sebagaimana

ditunjukkan pada panel (b), grafik II.5, pengaruh subsidi merupakan peningkatan jumlah

keseimbangan pada harga yang sama. Jika kurva penawaran elastis secara sempurna, subsidi

meningkatkan jumlah keseimbangan, sebagaimana digambarkan pada panel (c).

Kebijakan subsidi pemerintah selalu berhubungan dengan barang dan jasa yang memiliki

eksternalitas positif. Pada saat pengaruh negatif dari subsidi menciptakan alokasi yang tidak

efektif karena konsumen mengkonsumsi barang yang disubsidi secara berlebihan (boros). Juga,

dikarenakan harga lebih rendah dibandingkan opportunity cost, maka ada kemungkinan bagi

produsen untuk menjadi tidak efektif dalam menggunakan sumber daya untuk memproduksi

barang-barang yang disubsidi(Spencer & Amos, 1993). Subsidi yang tidak transparan dan tidak

ditargetkan dengan baik bisa saja menyebabkan distorsi harga, inefesiensi, dan dinikmati oleh

orang-orang yang tidak berhak (Basri, 2002).

II.6. Pengaruh pada Pengeluaran Pemerintah

Pengaruh meningkatnya pengeluaran pemerintah pada kemajuan output mengandalkan

efek pengganda kebijakan tersebut yang dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan

IS-LM. Kurva IS menunjukkan keseimbangan dalam pasar barang, sementara kurva LM

menunjukkan keseimbangan pasar uang. Secara sistematis, dua keseimbangan ini dapat

dijelaskan dalam persamaan (II.15) dan (II.16) secara berturut-turut.

(II.15)

(II.16)

Fungsi konsumsi dan pajak memiliki kemiringan yang positif tapi lebih kecil dari pada 1

( 1','0 << tc ). Kemiringan investasi, permintaan uang, dan transaksi permintaan uang adalah

,0' ,0' << li dan 0' >k (simbol menunjukkan nilai tertentu). Persamaan (II.15) dan (II.16)

Page 23: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

433Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Karena 1)'1(' <− tc dan '

''

l

ki memiliki nilai positif, maka penggandanya akan bernilai positif.

Kemiringan kurva LM adalah '

''

l

ki− menunjukkan penurunan investasi dijelaskan oleh

meningkatnya r pada saat y dan y meningkat sepanjang kurva LM. Jika kurva LM horizontal,

contohnya kemiringan nol, maka pengganda akan menjadi:

dgdridytdycdy ++−= ')'(

dgdridytcdy ++−= ')'1(

dykdrl ''0 +=

dyl

kdr

'

'−=

dg

l

kitc

dy

'

'')'1('1

1

+−−=

dgMPC

dgtc

dy−

=−−

=1

1

)'1('1

1

diturunkan dengan mengasumsikan P

Madalah konstan, maka kita mendapatkan persamaan

(II.17) dan (II.18).

(II.17)

(II.18)

Mensubtitusi (II.17) menjadi (II.18) untuk mendapatkan persamaan (II.19)

(II.19)

(II.20)

Implikasi persamaan (II.20) adalah walaupun pengeluaran pemerintah berada pada tingkat

rendah, ini berdampak pada output. Dengan kata lain, perubahan output secara relatif lebih

besar jika kurva LM secara relatif datar, contohnya pada saat kemiringan kurva LM mendekati

nol.

BPS menggunakan konsep pendekatan kebutuhan dasar dalam memperkirakan angka

kemiskinan di Indonesia. Pendekatan ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan

ketidakmampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar yang berupa makanan dan non-

makanan, yang diperkirakan dengan menggunakan pengeluaran rumah tangga. Dengan

menggunakan pendekatan ini, tiga perkiraan tentang kemiskinan, contohnya Headcount Index

menjelaskan orang-orang yang tinggal di bawah garis kemiskinan, indeks tingkat kemiskinan

mendalam (P1) dan indeks kemiskinan yang sangat mencekam (P2) dapat dihitung.

Page 24: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

434 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Metode yang digunakan adalah perhitungan garis kemiskinan (GK), terdiri dari dua

komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) and garis kemiskinan bukan makanan

(GKBM). Perkiraan garis kemiskinan dihitung secara terpisah untuk area perkotaan dan pedesaan

di setiap provinsi. Orang miskin adalah mereka yang pendapatan per kapitanya di bawah garis

kemiskinan.

Garis kemiskinan makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum untuk

makanan yang sama dengan 2100 kilokalori per kapita perhari. Cakupan komoditas kebutuhan

dasar terdiri dari 52 item, diantaranya adalah beras, ikan, daging, telur, susu, sayuran, kacang-

kacangan, buah-buahan minyak.

III. METODOLOGI

Studi ini menggunakan model Computable General Equilibrium (CGE), yang

diformulasikan oleh Institusi Penelitian Kebijakan Pangan Internasional (IFPRI). Model ini merujuk

kepada standar model CGE yang dikembangkan oleh Lofgren, et al. (2002), Decaluwe Decaluwe,

et al (1998; 1999), dan Cockburn (2001). Untuk tujuan penelitian ini, langkah pertama adalah

mengidentifikasi asumsi, struktur, data utama, fungsi produksi, closure dan variabel endogen

dan eksogen. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi sektor-sektor yang memanfaatkan

data utama dari tabel Input-Output (IO), Keseimbangan Ekonomi-Sosial Sheet System (SNSE)

dan Survey Ekonomi-Sosial Nasional (SUSENAS). Mekanisme transmisi kebijakan fiskal yang

merupakan dasar dari penelitian ini dapat disimpulkan pada Diagram II.1

Studi ini berfokus pada kebijakan fiskal sebagai berikut: (1) pajak tidak langsung, (2)

subsidi pemerintah untuk listrik, udara, dan air; transportasi dan komunikasi; dan sektor

manufaktur, dan (3) transfer langsung kepada tiap rumah tangga. Untuk tujuan penelitian ini,

kami mengikuti pengelompokan rumah tangga berdasarkan BPS, yang bernama (i) tenaga

kerja agrikultur pedesaan, (ii) wiraswasta agrikultur pedesaan, (iii) tenaga kerja non-agrikultur

berpendapatan rendah di pedesaan, (iv) kelompok tak dikenal dan barisan bukan pekerja di

pedesaan, (v) tenaga kerja berpenghasilan tinggi di pedesaan, (vi) tenaga kerja non-agrikultur

berpenghasilan rendah di perkotaan, (vii) kelompok tak dikenal dan bukan tenaga kerja di

perkotaan, dan (viii) tenaga kerja berpenghasilan tinggi non-agrikultur di perkotaan.

Identifikasi struktur produksi sangatlah penting untuk studi ini. Struktur dan perilaku

fungsi produksi yang bervariasi ke input dan output hingga elastisitas diidentifikasi menggunakan

fungsi Leontief, constant elasticity of transformation (CES). Koefisien elastisitas dari fungsi

masing-masing dapat langsung diperkirakan dan dikutip dari sumber yang bermacam-macam

pada studi sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah up dating data utama dari tahun 2003

Page 25: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

435Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

hingga tahun 2005 dengan menggunakan metode Cross-Entropy. Data yang terkandung, baik

yang berasal dari perkiraan atau hasil studi sebelumnya, dianggap relevan data data-data tersebut

dikuatkan dan diuji untuk kekonsistenannya. Begitu data diurutkan, maka simulasi fiskal akan

selesai. Simulasi yang dilaksanakan pada studi ini adalah untuk penyesuaian fiskal, seperti pajak,

subsidi, dan transfer pembayaran kepada rumah tangga. Hasil dari simulasi ini akan dievaluasi,

terkait dengan mikro dan makro. Kondisi makro adalah perubahan pada pendapatan domestic

bruto, tingkat inflasi, neraca perdagangan, tingkat pengangguran, sementara kondisi mikro

dilihat melalaui perubahan distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Diagram II.2

menunjukkan konsep desain penelitian.

Diagram II.1.Mekanisme Kebijakan Fiskal Dalam Memepengaruhi

Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

Pajak Produksi

Pilihan Bekerja-Bersantai; dapatmenyebabkan pendapatan

pajak yang lebih kecil

PinjamanExternal

Pajak Penjualan

Transfer untuk Rumah Tangga Komoditas Subsidi

Tekanan untukInflasi

Penyesuaian Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran untuk pembangunandan infrastruktur; khususnyainfrastruktur kesejahteraan

- Kemiskinan- Distribusi Pendapatan

Pajak Penghasilan

Pertumbuhan Lebih Lambat:banyak penyesuaian pada

pasar tenaga kerja

Penyesuaian Penghasilan Penyesuaian Harga

Kas Pemerintah

Area Kebijakan FiskalKemungkinan Dampak yang kurang baik

Transmission mechanismSumber: Damuri dan Perdana, 2003

Page 26: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

436 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

III.1. Perkiraan Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan

Untuk menganalisis kemiskinan berdasarkan kelompok rumah tangga, disarankan untuk

menggunakan formula distribusi pendapatan berdasarkan karakteristik rumah tangga. Distribusi

ini menggunakan pendapatan maksimum dan minimum pada kecenderungan distribusi

pendapatan. Untuk menggunakan karakteristik ini pada distribusi pendapatan, fungsi distribusi

beta digunakan sebagaimana diberikan oleh Decaluwe, et. Al (1999), sebagai berikut:

Diagram II.2Konsep Design Penelitian

( )( ) ( )

( ) 1

11

,

1),;(

−+

−−

−−=

qp

qp

mnmx

ymxmny

qpBqpyI

combined

tidak

Tabel SNSE

Sektor Seleksi SurveyLiteratur

Parameter estimasidan Nilai Elastisitas

UPDATEDATABASE

SNSE

CGE

MODEL

Consistencycheck

ya

SimulasiKebijakan Fiskal

EvaluasiKebijakan

IndikatorMakroekonomi

RAS dan CETabel IO Susenas

Ekonometrik

Model

IndikatorMikroekonomi

(II.21)

Page 27: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

437Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Dimana

Parameter mx dan mn adalah pendapatan maksimum dan minimum pada kelompok tersebut.

Parameter p dan q akan mempengaruhi bentuk dan distribusi kemiringan. Distribusi ini

berdasarkan distribusi tertentu parameter beta yang diestimasi dari parameter statistic yang

bervariasi. Hubungan antara parameter p dan q pada fungsi distribusi beta dan parameter

statistic yang bervariasi dapat dijelaskan menggunakan formula di bawah ini

( ) ( ) ( )( )

dymnmx

ymxmnyqpB

mx

mn qp

qp

∫ −+

−−

−−=

1

11

,

( )

−−

= 11

2s

xxxp ( ) ( )

−−

−= 11

12s

xxxq

n

x

x i

i∑== 1 ( )∑

=

−=n

i

i xxn

s

1

22 1

( )∫

−=

z

mn

dyqpyIz

yzP ,;

α

α

(II.22)

dan

Di mana x adalah sample utama dan s2 adalah sampel varian yang diturunkan dari

Jika p > q, maka distrbusi miring ke kiri dan situasi ini membawa kemiringan miring ke

sisi kiri dan kesenjangan p dan q makin meningkat. Jika q > p, distribusi miring ke kanan yang

menunjukkan kesenjangan meningkat. Jika p = q, maka fungsi simetris. Tiga kondisi ini benar

jika nilai yang diambil oleh p dan q lebih dari satu. Fungsi distribusi sebagaimana ditunjukkan

pada persamaan (II.21) digunakan untuk mengevaluasi persinggungan kemiskinan tiap kelompok

rumah tangga pada model ekonomi ekuilibrium umum. Jika rata-rata pendapatan adalah y,

maka pendapatan pada masing-masing rumah tangga meningkat hingga y. Berdasarkan aturan

ini, distribusi pendapatan akan berubah secara proporsional dan horizontal berdasarkan

perubahan pendapatan.

Prosedur di atas memungkinkan kita untuk membandingkan tingkat kemiskinan yang

dibuat pada sebelum dan sesudah simulasi dengan menggunakan pengukuran yang

dikembangkan oleh Foster, Greer, dan Thorbecke (F-G-T), Pa Pengukuran Pa menggunakan

digambarkan pada distribusi beta. Formula F-G-T adalah :

(II.23)

Di mana α adalah parameter poverty-aversion, z adalah garis kemiskinan, dan mn adalah

pendapatan minimum intra-group pada saat p dan q adalah parameter dari fungsi beta

sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Sampel utama: sampel varian

Page 28: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

438 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Karena harga komoditi ditentukan secara endogen pada model, maka nilai nominal basket

tersebut adalah garis kemiskinan. Jika peningkatan pada harga komoditi mengikuti goncangan

eksternal tertentu, maka garis kemiskinan, z, akan meningkat (bergeser ke kanan) dan

kemiskinan akan meningkat juga, ceteris paribus. Sistem permintaan yang ditentukan dalam

model ini berdasarkan system pengeluaran linear (LES), yaitu:

∑∈Cc

m

hccPQ γ.

−+= ∑

∈Cc

m

hcch

m

hc

m

hcchcc PQEHPQQHPQ γβγ ....

Garis kemiskinan mengukur sebagaimana telah ditunjukkan pada persamaan garis

kemiskinan moneter (II.24) ditentukan secara endogen pada model CGE. Hal ini menggambarkan

garis kemiskinan sebagaimana ditentukan oleh sejumlah komoditi menunjukkan konsumsi

kebutuhan dasar. Hal ini konsisten dengan metode Ravallion (1994) dalam mengestimasi

kemiskinan absolut, m

hcγ , yaitu:

Garis kemiskinan moneter: (II.24)

(II.25)

Dimana QHch adalah kuantitas konsumsi komoditi c yang diperlihatkan oleh rumah

tangga h, dan m

hcγ adalah komoditi konsumsi subsisten c yang diperlihatkan oleh rumah tangga

h, dan m

hcβ adalah marginal share dari pengeluaran konsumsi c yang diperlihatkan oleh rumah

tangga h.

III.2. Aktivitas Produksi dan Faktor Pasar.

Pada model ini, asumsikan bahwa setiap produsen mencoba memaksimalkan

keuntungannya. Profit digambarkan sebagai perbedaan total revenue dan total cost produksi

dan input intermediet, pada level teknologi yang diberikan. Fungsi produksi dapat dalam

beberapa bentuk seperti Leontief, CES, Cobb-Douglas, Nested, dan translog. Fungsi elastisitas

konstan substitusi (CES) adalah fungsi alternatif yang bermanfaat bagi sektor tertentu. Fakta

empiris menunjukkan jika tekniknya ada, maka memungkinkan untuk menggabungkan agregat

antara nilai tambah dan input intermediet untuk perubahan. Nilai tambah ditentukan oleh

fungsi CES dari faktor utama pada saat input intermediet agregat ditentukan oleh fungsi Leontif

dari input intermediet disagregat.

Page 29: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

439Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

III.3. Institusi

Pada model CGE, institusi terdiri dari rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan RoW

(The Rest of The World). Rumah tangga menerima pendapatan dari faktor produksi dan transfer

dari institusi lain. Transfer dari RoW kepada rumah tangga fix pada mata uang asing. Pada

model ini, pajak langsung dan transfer kepada institusi domestik lain diartikan sebagai saham

tetap dari pendapatan rumah tangga, kecuali untuk simpanan saham yang fleksibel untuk

rumah tangga yang terpilih. Konsumsi rumah tangga termasuk komoditi yang diiklankan, yang

dibeli pada pasar harga termasuk komoditi pajak dan biaya transaksi. Konsumsi rumah tangga

yang dialokasikan di antara komoditi-komoditi yang berbeda berdasarkan fungsi permintaan

Sistem Pengeluaran Linier (LES), diturunkan dari maksimalisasi fungsi utility Stone Geary (Dervis

et.al 1982, pp. 482-485).

Pemerintah mengumpulkan pajak dan menerima transfer dari institusi lain. Pada versi

model dasar, semua pajak diselesaikan (dibayarkan) pada fixed ad-valorem. Pemerintah

menggunakan pemasukan ini untuk membeli komoditi untuk konsumsinya dan untuk transfer

ke institusi lain. Pengeluaran pemerintah bersifat tetap pada kuantitas riil kecuali transfer

pemerintah kepada institusi domestik yang diindekskan kepada Indeks Harga Konsumen (CPI).

Pada saat simpanan pemerintah tersisa secara fleksibel. Institusi yang terakhir adalah Row.

Transfer pembayaran antara RoW dengan institusi lainnya dan semua faktor telah tetap dalam

bentuk mata uang asing. Simpanan asing berbeda diantara pengeluaran dan pendapatan dalam

mata uang asing.

III.4. Pasar Komoditi

Fungsi CES pada model survey digunakan untuk fungsi agregat. Output permintaan dari

setiap aktivitas diturunkan dari masalah minimalisasi biaya dengan kuantitas penawaran tertentu

dari output agregat dengan fungsi CES sebagai halangan. Langkah selanjutnya, output agregat

domestic dialokasikan di antara ekspor dan penjualan domestik dengan asumsi bahwa produsen

akan memaksimalkan pendapatan penjualan untuk beberapa output agregat pada level tertentu,

dengan rintangan berupa transformabilitas tidak sempurna antara ekspor dan penjualan

domestik. Hal ini dijelaskan oleh Constant Elasticity of Transformation function (CET). Pada

pasar internasional, permintaan ekspor elastis tanpa batas pada harga dunia tertentu. Total

permintaan pasar adalah total dari output domestik untuk komoditi non-impor dan impor

langsung untuk komoditi yang produk domestiknya langka atau bahkan tidak ada.

Permintaan komoditi impor dilakukan oleh produsen internasional yang elastis tanpa

batas pada harga dunia tertentu. Harga impor yang dibayar oleh konsumen domestik termasuk

Page 30: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

440 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

tarif impor (at fixed ad-valorem rates) dan biaya-biaya tertentu dari transaksi impor per unit,

menututpi biaya komoditi yang bergerak dari border ke konsumen. Transaksi di sini tidak ad-

valorem. Tingkatan atau rasio tarif antara margin dan margin tanpa harga berubah sebagaimana

perubahan harga layanan transaksi atau komoditi yang dipasarkan. Asusmsi transformabilitas

yang tidak sempurna (antara ekspor dan penjualan domestikdari output domestik dan

substitutabilitas yang tidak sempurna). Antara impor dan output domestik yang terjual secara

domestik menjadikan model ini lebih baik secara relatif dalam menggambarkan realitas empiris

kebanyakan negara. Asumsi yang digunakan mencetuskan sistem harga domestik (tingkat

kemandirian) dari harga internasional dan menghindari respon ekspor dan impor yang tidak

realisitis dari guncangan ekonomi.

III.5. Neraca Makroekonomi

Model CGE yang dibentuk mencakup tiga neraca makro. Neraca-neraca ini adalah neraca

pemerintah saat ini, neraca eksternal (rekening neraca pembayaran, termasuk neraca

perdagangan), dan Neraca Investasi-Simpanan. Untuk neraca pemerintah, closure yang

digunakan adalah simpanan pemerintah yang merupakan sisa yang fleksibel pada saat semua

pajak sudah tetap. Konsumsi pemerintah juga tetap, baik pada kondisi riil atau sebagaimana

saham batas nominal penggunaannya (baik sebagai istilah riil atau sebagai saham penyerap

nominal). Untuk neraca eksternal, yang dijelaskan dalam mata uang asing, closure yang

digunakan nilai tukar riil yang fleksibel pada saat simpanan asing (defisit rekening) tetap. Jika

komponen lain yang diberikan tetap dalam neraca eksternal (transfer antara institusi RoW dan

domestik), jadi neraca perdagangan juga tetap. Ceteris Paribus, jika simpanan asing berada

pada level endogen, maka depresiasi dari nilai tukar riil akan memperbaiki situasi ini secara

simultan: (1) mengurangi pengeluaran pada impor dan (2) meningkatkan pendapatan dari

ekspor.

Untuk penutupan neraca investasi-simpanan, baik yang sisi permintaan investasi atau

investasi yang dibawa atau berasal dari sisi permintaan simpanan atau simpanan yang dibawa.

Closure yang digunakan adalah investment driven. Kuantitas investasi riil tetap. Untuk

memproduksi kuantitas simpanan yang sama dengan biaya permintaan investasi, maka tingkatan

institusi simpanan non pemerintah yang terpilih disesuaikan pada satu poin dengan kuantitas

persentase yang sama. Secara implisit, kondisi ini mengasumsikan pemerintah mampu untuk

menerapkan kebijakan untuk memproduksi simpanan swasta yang dibutuhkan untuk membiayai

investasi riil tertentu. Kombinasi dari tiga closure ini pada macro-closure literature dikenal dengan

Johansen Closures. Tipe closure ini telah digunakanpada model CGE yang dikembangkan oleh

Leif Johansen (1960).

Page 31: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

441Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Kesimpulan closure yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk neraca closure

pemerintah, di mana simpanan pemerintah tetap dan pajak langsung juga tetap. Untuk closure

RoW, simpanan asing tetap pada saat nilai tukar fleksibel. Dan, untuk simpanan-investasi closure,

pembentukan modal tetap dan kuantitas investasi juga tetap. Closure ini sangatlah penting

untuk ditentukan karena kesalahan penentuan closure akan membuat interpretasi yang berbeda.

III.6. Model Persamaan

Untuk menganalisis kebijakan fiskal pada studi ini, model CGE standar digunakan untuk

ekonomi terbuka yang dikembangkan oleh Hans Lofgren dari International Food Policy Research

Institute (IFRI). Model ini dioperasikan dengan menggunakan software GAMS (General Algebraic

Modelling System). Persamaan pada model dibagi menjadi empat blok, yaitu harga, produksi

dan perdagangan, institusi, dan sistem rintangan.

Persamaan yang telah dibuat sebelumnya membentuk model distribusi dan kemiskinan

di Indonesia. Pembahasan berikut ini adalah bagaimana persamaan memproses dalam

memproduksi solusi yang berpusat. Proses kalibrasi dapat dimaknai sebagai proses manipulasi

matematika persamaan tertentu. Proses kalibrasi ditunjukkan untuk mendapatkan parameter

distribusi dan efisiensi parameter fungsi CES. Contohnya, asumsikan ekonomi memiliki fungsi

produksi, seperti digambarkan oleh elastisitas subtitusi yang konstan, CES sebagai berikut:

( )[ ] ρρρ ββα

1

21 1

−− −+= XXy (II.26)

Dimana α adalah efisiensi parameter yang hanya menggeser seluruh fungsi, β adalah parameter

distribusi yang membolehkan keutamaan relative X1 dan X2, dan ρ adalah subtitusi parameter.

Efisiensi pareto terjadi pada saat ekulibrium tecapai melalui mekanisme pasar persaingan

sempurna, i.e. pada saat ketiga fungsi √ konsumsi, produksi, dan produk campuran berada

pada posisi seimbang (ekuilibrium).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebijakan fiskal dalam studi ini hanya meliputi: (1) pajak tidak langsung, (2) subsidi

pemerintah pada listrik, air dan gas, transportasi, dan industri, dan (3) pembayaran transfer

langsung kepada rumah tangga. Akibat dari pengukuran kebijakan fiskal ini akan dibahas

untuk menilai kinerja variabel ekonomi makro, seperti GDP (Gross Domestic Product), indeks

harga konsumen, neraca perdagangan, output agregat, tenaga kerja agregat, tingkat investasi,

dan konsumsi rumah tangga.

Page 32: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

442 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Tabel II.1 Hasil Simulasi Kontraksi dan Ekspansi Kebijakan Fiskal Terhadapa Kinerja Ekonomi Indonesia

Penyerapan -0,010 0,141 -0,002

Konsumsi Pribadi -0,026 0,059 -0,001

Investasi 0,110 0,178 -0,004

Konsumsi Pemerintah -0,124 0,807 0,001

Ekspor -0,040 0,310 -0,019

Impor -0,064 0,487 -0,021

GDP oleh pengeluaran -0,005 0,106 -0,002

GDP oleh produksi -0,005 0,106 -0,002

Variabel Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3

Simulasi 1: Peningkatan pajak tidak langsung hingga 10% pada seluruh sektor aktifitas ekonomiSimulasi 2: Peningkatan subsidi pemerintah hingga 10% pada seluruh sektor produksiSimulasi 3: Transfer pendapatan sebesar Rp. 100.000,- kepada kelompok rumah tangga pedesaan dari pendapatan rata-rata sebenarnya

pada masing-masing rumah tangga

IV.1. Akibat Kontraksi dan Ekspansi Kebijakan Fiskal pada Kinerja EkonomiMakro di Indonesia.

Tabel II.1 menunjukkan hasil simulasi kontraksi dan ekspansi kebijakan fiskal yang bervariasi

hingga 10%. Simulasi 1 adalah peningkatan pajak tidak langsung. Hasil pada simulasi 1 secara

umum memiliki dampak negatif pada kinerja ekonomi makro di Indonesia. Hal ini tergambar

dengan penurunan GDP hingga 0.005%. Penurunan kinerja ekonomi Indonesia tidak lain

disebabkan oleh penurunan konsumsi pemerintah sebagaimana konsumsi swasta, ekspor, dan

impor. Walaupun impor menurun, ekspor juga menurun yang pada akhirnya menyebabkan

penurunan GDP.

Di sisi lain, jika pemerintah mengadakan ekspansi kebijakan fiskal seperti peningkatan

subsidi hingga 10%, sebagaimana ditunjukkan pada simulasi 2, seluruh GDP meningkat hingga

0.106%. Persediaan subsidi berperan sebagai insentif kepada produsen yang pada akhirnya

menurunkan harga dan meningkatkan permintaan (swasta dan pemerintah). Menariknya,

peningkatan subsidi meningkatkan ekspor dan investasi.

Selanjutnya, dampak dari simulasi 3 dimana transfer pembayaran pemerintah senilai Rp.

10.000,- kepada rumah tangga pedesaan dikaji. Seluruh hasil menunjukkan transfer pembayaran

kepada rumah tangga memiliki penurunan yang kecil dalam GDP riil. GDP riil menurun hingga

0.002%.

Page 33: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

443Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

IV.2. Dampak Peningkatan Pajak Pada Kinerja Ekonomi

Sub-sesi ini meringkas dampak ekspansi dan kontraksi kebijakan fiskal pada kinerja

ekonomi sektoral. Untuk tujuan dari dari studi ini, analisis berfokus pada peningkatan pajak

pada perubahan output sektoral, harga output, dan penyerapan tenaga kerja.

IV.2.1. Dampak Peningkatan Pajak Pada Kinerja Ekonomi Sektoral

Tabel II.2 mengungkap dampak peningkatan pajak hingga 10% pada output sektoral,

harga output, dan penyerapan tenaga kerja. Ditemukan bahwa peningkatan pajak memiliki

dampak positif pada berbagai sektor dengan pengecualian industri manufaktur; dan

perdagangan, hotel, dan restoran. Industri manufaktur dan perdagangan, hotel, dan restoran

menunjukkan dampak negatif peningkatan pajak pada performa output.Peningkatan pajak

menghasilkan peningkatan harga output di semua sektor. Hasil ini menunjukkan bahwa produsen

mampu untuk melewati beban pajak pada konsumen. Peningkatan pajak juga mengurangi

tingkat penyerapan tenaga kerja untuk dua sektor, yang bernama industri manufaktur; dan

perdagangan, hotel, dan restoran. Walaupun produsen mampu untuk melewati beban pajak

kepada konsumen dalam bentuk harga output yang lebih tinggi, permintaan untuk outputyang

telah dijelaskan sebelumnya terpengaruh secara negatif. Konsekuensinya, permintaan tenaga

kerja yang merupakan turunan permintaan menurun sebagai hasil dari peningkatan pajak.

Agrikultur 0,254 0,999 0,325

Galian dan Tambang 0,301 0,966 0,996

Industri Manufaktur -0,317 0,993 -0,662

Listrik, gas, dan air bersih 0,463 0,993 1,567

Konstruksi 0,004 0,999 0,007

Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,189 1,009 -0,230

Transportasi dan Komunikasi 0,020 1,006 0,040

Keuangan, Sewa Menyewa, dan Layanan Bisnis 0,184 1,010 0,572

Layanan Lainnya 0,175 1,006 0,260

Sektor Output Harga Tenaga Kerja

Tabel II .2.Hasil Simulasi Peningkatan Pajak Hingga 10% pada Kinerja Ekonomi Sektoral (%)

IV.2.2. Dampak Peningkatan Pajak Pada Pendapatan dan Kemiskinan

Langkah selanjutnya adalah menganalisis dampak peningkatan pajak hingga 10% pada

utilitas rumah tangga, pendapatan, dan pengeluaran. Tabel II.3 menunjukkan hasil dari simulasi

tersebut. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dampak peningkatan pajak pada utilitas bervariasi

Page 34: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

444 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

bergantung pada pengelompokkan rumah tangga. Tenaga kerja agrikultur di pedesaan dan

wiraswasta membuat utilitasnya meningkat kurang dari 1%.

Peningkatan pajak memiliki dampak negatif pada pendapatan riil untuk semua kelompok

rumah tangga. Sebagaimana diharapkan, peningkatan pajak dapat dijelaskan ke dalam

peningkatan harga, jadi penurunan pada daya beli konsumen. Penurunan daya beli searah

dengan penurunan pengeluaran rumah tangga, kecuali rumah tangga yang berwiraswasta

dan tenaga kerja agrikultur pedesaan.

Dikarenakan peningkatan pajak memiliki dampak negatif pada pendapatan rumah tangga,

diperkirakan kemiskinan juga akan meningkat. Studi ini menggunakan index Foster-Greer-

Thorbecke (F-G-T) sebagai pengukuran tingkat kemiskinan. Umumnya, kemiskinan diukur

dengan menggunakan unit moneter. Standar garis kemiskinan menurut Bank Dunia adalah

US$2/hari atau sama dengan Rp. 559.000,-/bulan. Garis kemiskinan adalah nilai moneter

sejumlah komoditi yang merupakan cerminan dari konsumsi kebutuhan dasar. Peningkatan

pajak diperkirakan mempengaruhi indeks rasio kemiskinan (head count index or poverty

incidence), indeks kesenjangan kemiskinan (poverty depth), dan indeks intensitas kemiskinan

(poverty severity) rumah tangga. Tabel II.4 mengungkap hasil simulasi peningkatan pajak pada

pengukuran kemiskinan untuk semua kategori rumah tangga. Berdasarkan indikator kemiskinan

(head count index, poverty depth and poverty severity), ditemukan bahwa peningkatan pajak

meningkatkan intensitas kemiskinan, kesenjangan, dan rasio kemiskinan untuk semua kategori

rumah tangga. Umumnya, dampak peningkatan pajak pada kemiskinan lebih tinggi pada rumah

tangga di area urban dibandingkan rumah tangga di area pedesaan.

IV.3. Dampak Peningkatan Subsidi pada Kinerja Ekonomi

Sesi ini akan membahas dampak peningkatan subsidi terhadap kinerja ekonomi sektoral.

Sebagai contoh, pemerintah meningkatkan subsidi hingga 10 %. Diperkirakan peningkatan

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan 0,341 -0,621 0,2702 Pengusaha Agrikultur Pedesaan 0,101 -0,888 0,0603 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan -0,055 -0,973 -0,0854 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan -0,008 -0,925 -0,0265 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan -0,053 -1,002 -0,0486 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan -0,118 -1,014 -0,1147 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan -0,065 -0,956 -0,0388 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan -0,092 -1,030 -0,072

No Klasifikasi Rumah Tangga Utilitas Pendapatan Pengeluaran

Tabel II.3 Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Pajak Pada Ultilitas, Pendapatan,dan Pengeluaran Rumah Tangga

Page 35: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

445Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan 0.7787 1.4103 1.6409

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan 1.4580 2.1222 2.4649

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan 1.4074 2.0999 2.5169

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan 1.3666 2.0301 2.4236

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan 1.6037 2.2153 2.6600

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan 2.6043 2.7928 3.0850

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan 2.2276 2.7046 2.9039

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan 2.7778 2.8869 3.1413

No Klasifikasi Rumah Tangga

Tabel II.4Hasil Simulasi Peningkatan Pajak Terhadap Perubahan Tingkat Kemiskinan (%)

Perubahan (%)α = 0 α = 1 α = 2

subsidi ini akan memiliki dampak positif pada kinerja ekonomi sektoral karena subsidi

menurunkan biaya dalam menjalankan bisnis. Secara keseluruhan, peningkatan subsidi hingga

10% menghasilkan peningkatan peningkatan GDP hingga 0,106%. Dampak peningkatan

subsidi terhadap output sektoral, harga, dan penyerapan tenaga kerja dibahas dibawah ini.

IV.3.1. Dampak Peningkatan Subsidi pada Kinerja Ekonomi

Hasil simulasi peningkatan subsidi hingga 10% pada output, harga, dan permintaan

tenaga kerja ditunjukkan pada Tabel II.5. Ditemukan bahwa peningkatan subsidi memberikan

dampak positif pada output pada industri manufaktur dan utilitas publik pada sektor listrik,

gas, dan air bersih. Sektor lain menunjukkan penurunan pada output. Dampak peningkatan

subsidi mengungkap perbedaan gambaran pada harga output. Ditemukan bahwa peningkatan

subsidi menurunkan harga pada beberapa sektor, i.e. penggalian dan tambang, industri

manufaktur, dan utilitas publik. Peningkatan output sektor industri manufaktur dan utilitas

publik memiliki pengaruh positif pada permintaan tenaga kerja. Industri manufaktur mampu

Agrikultur -0,798 1,966 -1,004Galian dan Tambang -0,943 -0,057 -2,950Industri Manufaktur 1,724 -1,614 3,731Listrik, gas, dan air bersih 3,022 -5,730 10,693Konstruksi -0,037 0,397 -0,033Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,219 1,642 -0,256Transportasi dan Komunikasi -0,557 0,823 -0,998Keuangan, Sewa Menyewa, dan Layanan Bisnis -0,631 0,870 -1,831Layanan Lainnya -1,172 1,132 -1,696

Sektor Output Harga Tenaga Kerja

Tabel II.5Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi pada Kinerja Ekonomi Sektoral (%)

Page 36: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

446 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

menyerap 3,73% tenaga kerja baru dan sektor utilitas publik (listrik, gas, dan air bersih) membuat

10,96% lowongan kerja baru.

Sektor-sektor tersebut yang mengalami peningkatan harga sebagai hasil dari peningkatan

subsidi menunjukkan penurunan output. Sama halnya permintaan tenaga kerja terpengaruh

secara negatif. Kemungkinan besar subsidi pemerintah cukup kecil dibandingkan dengan harga

input intermediet dan maka dari itu dampak pada harga input kecil. Hasil akhirnya adalah

penurunan output dan peningkatan harga.

IV.3.2 Dampak Peningkatan Subsidi Pada Pendapatan dan Kemiskinan.

Sub sesi ini membahas hasil simulasi peningkatan subsidi hingga 10% pada pendapatan

dan kemiskinan diantara rumah tangga sebagaimana ditampilkan pada Tabel II.6. Ditemukan

bahwa peningkatan subsidi pemerintah memberikan dampak positif terhadap pendapatan

rumah tangga. Tapi, utilitas rumah tangga di antara tenaga kerja agrikultur di pedesaan, usaha

agrikultur pedesaan, dan pendapatan rendah tenaga kerja agrikultur menunjukkan penurunan.

Penurunan utilitas berhubungan dengan penurunan pengeluaran rumah tangga untuk tenaga

kerja agrikultur pedesaan dan usaha rumah tangga di bidang agrikultur di pedesaan.

Peningkatan subsidi mempengaruhi angka kemiskinan di antara rumah tangga seperti

digambarkan oleh head count index, poverty depth, poverty severity. Tiga indikator kemiskinan

ini menunjukkan trend penurunan sebagai hasil dari peningkatan subsidi (Tabel II.7). Penyusutan

terbesar berada pada poverty severity di antara rumah tangga di area pedesaan. Temuan ini

menunjukkan bahwa peranan subsidi cukup signifikan dalam mengurangi kemiskinan di

Indonesia.

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan -0,857 1,383 -0,6362 Pengusaha Agrikultur Pedesaan -0,186 2,024 -0,1453 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan -0,045 2,227 0,1894 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan 0,107 2,157 0,0955 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan 0,172 2,371 0,1786 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan 0,193 2,309 0,2397 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan 0,220 2,207 0,1008 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan 0,170 2,363 0,160

No Klasifikasi Rumah Tangga Utilitas Pendapatan Pengeluaran

Tabel II.6Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Pada Utilitas dan Pendapatan Keluarga (%)

Page 37: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

447Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

IV.4. Dampak Kebijakan Transfer Pendapatan pada Kinerja EkonomiIndonesia

Sesi ini menggambarkan hasil simulasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan

transfer pendapatan hingga 10% pada kinerja ekonomi sektoral. Transfer pendapatan adalah

alokasi pengeluaran pemerintah untuk rumah tangga miskin. Dampak transfer pendapatan

pada kinerja ekonomi sektoral, dan pendapatan dan kemiskinan antar rumah tangga

digambarkan di bawah ini.

IV.4.1. Dampak Transfer Pendapatan pada Kinerja Ekonomi Sektoral.

Peningkatan transfer pendapatan senilai Rp. 100.000,- kepada rumah tangga memiliki

dampak pada output, harga output, dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Hasil simulasi disajikan

pada Tabel II.8. Hal ini menunjukkan peningkatan transfer pendapatan memiliki dampak positif

terhadap output pada beberapa sektor √ agrikultur; utilitas publik (listrik, gas, dan air);

transportasi dan telekomunikasi; dan keuangan; sewa menyewa, dan layanan bisnis. Tapi sektor

tambang dan galian; industri manufaktur; dan perdaganga, hotel, dan restoran menunjukkan

dampak negatif sebagai hasil dari peningkatan transfer pendapatan pada rumah tangga. Transfer

pendapatan juga berdampak negatif pada harga output pada sektor tambang dan galian;

industri manufaktur; dan konstruksi. Peningkatan transfer pendapatan berdampak positif pada

tingkat penyerapan tenaga kerja pada beberapa sektor √ agrikultur (0,069%); persediaan utilitas

publik (0,0209%); transportasi dan komunikasi (0,034); dan keuangan, sewa, dan layanan

bisnis (0,004%). Sektor lainnya menunujukkan penciptaan pekerjaan negatif atau permintaan

tenaga kerja yang stagnan. Trend penciptaan lapangan kerja untuk berbagai sektor mengikuti

permintaan tenaga kerja khususnya berhubungan dengan tanda koefisien.

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan -2,131 -3,074 -3,547

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan -3,463 -4,672 -5,372

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan -2,967 -4,664 -5,507

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan -3,047 -4,584 -5,408

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan -3,856 -5,033 -6,000

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan -4,138 -6,068 -6,627

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan -5,641 -5,922 -6,330

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan -5,778 -6,235 -6,784

No Klasifikasi Rumah Tangga

Tabel II.7Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Pada Perubahan Tingkat Kemiskinan (%)

Perubahan (%)α = 0 α = 1 α = 2

Page 38: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

448 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan 2,045 2,624 1,177

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan 1,501 2,862 1,314

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan 1,452 2,861 1,409

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan 1,280 2,855 1,385

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan 2,670 4,431 2,847

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan -1,804 -0,186 -1,615

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan -1,899 -0,227 -1,683

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan -1,934 -0,249 -1,769

No Klasifikasi Rumah Tangga Utilitas Pendapatan Pengeluaran

Tabel II.9. Hasil Simulasi Kebijakan Transfer Pendapatan Pada Utilitasdan Pendapatan Rumah Tangga (%)

Agrikultur 0,055 0,017 0,069

Galian dan Tambang -0,002 -0,005 -0,008

Industri Manufaktur -0,026 -0,010 -0,056

Listrik, gas, dan air bersih 0,063 0,069 0,209

Konstruksi 0,000 -0,003 0,000

Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,028 0,000 -0,035

Transportasi dan Komunikasi 0,018 0,009 0,034

Keuangan, Sewa Menyewa, dan Layanan Bisnis 0,002 0,005 0,004

Layanan Lainnya 0,000 0,001 0,000

Sektor Output Harga Tenaga Kerja

Tabel II.8Hasil Simulasi Transfer Pendapatan Pada Kinerja Ekonomi Sektoral (%)

IV.4.2. Dampak Kebijakan Transfer Pendapatan pada Pendapatan danKemiskinan.

Hasil simulasi transfer pendapatan dari pemerintah kepada rumah tangga menunjukkan

peningkatan signifikan pada utilitas, pendapatan, dan pengeluaran di antara rumah tangga

pedesaan seperti disajikan pada Tabel II.9. Peningkatan pendapatan riil antar rumah tangga di

pedesaan meningkatkan daya beli dan pengeluaran mereka hingga level utilitas mereka. Tapi,

dampak peningkatan transfer pendapatan pada utilitas, pendapatan, dan pengeluaran antar

rumah tangga di daerah urban / perkotaan menunjukkan dampak yang decremental. Tabel

II.10 menunjukkan hasil simulasi peningkatan transfer pendapatan kepada keluarga miskin.

Ditemukan bahwa peningkatan transfer pembayaran telah menurunkan tingkat kemiskinan

pada rumah tangga di pedesaan.

Tujuan dari transfer pendapatan dari pemerintah adalah untuk mengurangi angka

kemiskinan sehingga orang-orang tersebut memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan dasar

Page 39: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

449Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

mereka. Denagn menerapkan kebijakan ini, pemerintah berharap pendapatan tiap rumah tangga

meningkat dan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan akan berkurang.

Kebijakan transfer pendapatan secara langsung mengurangi angka kemiskinan

khususnya di daerah pedesaan, sebagaimana dapat dilihat dari penurunan tren indikator

kemiskinan seperti head count index, poverty depth, dan poverty severity kecuali rumah

tangga di daerah perkotaan. Hal ini membuktikan bahwa transfer pendapatan tidak memiliki

pengaruh yang begitu besar untuk menjadi instrumen kebijakan dalam mengembangkan

kinerja ekonomi regional.

IV.5. Dampak Kontraksi dan Ekspansi Fiskal pada Distribusi Pendapatan

Beta density distribution function atau yang juga dikenal sebagai fungsi distribusi beta

digunakan untuk mengkaji dampak investasi sumber daya manusia dan transfer pendapatan

pada distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian

ini mengikuti saran dari Decaluwe, et al. (1999), Cockburn (1999), and Agenor, et al. (2003), di

mana mereka yakin bahwa pendekatan mereka lebih logis dibandingkan dengan metode

pengukuran lainnya. Studi ini menggunakan Index Foster, Greer, dan Thorbecke (F-G-T) sebagai

pengukur tingkat kemiskinan. Metode ini cukup populer untuk studi tentang kemiskinan.

Tabel II.11 mengungkapkan distribusi rumah tangga dengan pengelompokkan

pendapatan. Variasi tingkat pendapatan minimum dari Rp. 44.540 hingga 114.260 tiap bulan,

di mana pendapatan minimum paling kecil (Rp 35.240) adalah mereka yang termasuk kategori

non-tenaga kerja dan kelompok yang tidak dikenal di daerah pedesaan. Variasi rata-rata tingkat

pendapatan dari Rp 543.840 (tenaga kerja agrikultur pedesaan) hingga Rp. 1.028.150 (rumah

tangga non-agrikultur berpendapatan tinggi di daerah perkotaan).

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan -4,385 -5,747 -6,608

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan -4,850 -6,539 -7,499

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan -3,804 -5,953 -7,012

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan -4,037 -6,022 -7,088

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan -3,933 -5,157 -6,147

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan 0,571 0,505 0,557

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan 0,488 0,635 0,681

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan 1,000 0,688 0,749

No Klasifikasi Rumah Tangga

Tabel II.10Hasil Simulasi Kebijakan Transfer Pendapatan Pada Angka Kemiskinan (%)

Perubahan (%)α = 0 α = 1 α = 2

Page 40: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

450 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan 543,84 44,54 999,91 2,88 57,23

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan 555,13 58,54 1000,00 23,99 55,07

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan 559,91 47,14 6543,52 8,48 62,52

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan 565,32 35,24 6935,20 29,64 61,35

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan 560,28 68,15 4175,76 2,87 61,33

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan 1001,79 102,16 8878,63 6,99 27,35

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan 984,43 100,49 8994,67 22,80 26,98

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan 1028,15 114,26 9613,13 2,34 26,13

No Rumah Tangga

Tabel II.11Distribusi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pendapatan

Rata-rata(Rp 000)

Minimum(Rp 000)

Maksimum(Rp 000)

Orang(Rp 000)

Di Bawah GarisKemiskinan (%)

Sumber: Susenas, 2002

Telah ditemukan bahwa 29,64% populasi berada di bawah kategori non-tenaga kerja

dan termasuk kelompok yang tidak dikenal di daerah pedesaan dan 61,35% rumah tangga ini

hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini diikuti dengan usaha agrikultur pedesaan yang

berjumlah 23,99% dari populasi dan 55,07% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan.

Secara keseluruhan, sebagian besar masyarakat pedesaan hidup di bawah garis kemiskinan.

Masyarakat miskin perkotaan berjumlah 26% dari seluruh populasi.

Untuk menganalisis dan mengevaluasi distribusi pendapatan berdasarkan pengelompokan

rumah tangga beta density distribution function atau fungsi distrbusi beta digunakan untuk

setiap rumah tangga dan kelompok pendapatannya masing-masing. Paremeter p dan q

ditentukan oleh persamaan. Parameter-parameter ini mempengaruhi kesenjangan distribusi

pendapatan untuk masing-masing kelompok rumah tangga.

Jika p > q maka distribusi pendapatan cenderung berada di sebelah kiri, yang

mengindikasikan ketidakmerataan distribusi pendapatan meningkat. Di sisi lain, jika q > p

maka distribusi pendapatan condong ke kanan. Hal ini membuktikan bahwa ketidakmerataan

sedang terjadi pada distribusi pendapatan. Jika parameter p = q, maka fungsi menjadi simetris,

atau dengan kata lain, distribusi pendapatan merata.

Tabel II.12 menyajikan parameter yang dibutuhkan oleh beta density distribution function

untuk masing-masing kelompok rumah tangga. Parameter mx, mn, p, dan q diukur dengan

menggunakan data yang didapatkan kembali dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

pada tahun 2002. Bentuk distribusi pendapatan untuk masing-masing kelompok rumah tangga

disajikan pada Tabel II.3 √ II.10.

Page 41: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

451Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

1 Tenaga Kerja Agrikultur Pedesaan 2.18 1.99 44.54 999.91

2 Pengusaha Agrikultur Pedesaan 2.16 1.94 58.54 1000.00

3 Tanaga Kerja Non-Agrikultur Berpendapatan Rendah Pedesaan 2.27 26.54 47.14 6543.52

4 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Pedesaan 2.30 36.03 35.24 6935.20

5 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Pedesaan 2.29 16.14 68.15 4175.76

6 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Rendah Perkotaan 1.23 9.00 102.16 8878.63

7 Angkatan Non-Tenaga Kerja dan Kelompok Tak Dikenal Perkotaan 1.25 12.02 100.49 8994.67

8 Tenaga Kerja Non-Agrikultur Berpenghasilan Tinggi Perkotaan 1.16 10.25 114.26 9613.13

No Rumah Tangga

Tabel II.12Nilai Parameter of Fungsi Beta Density Distribution

p q Minimum (mx)(Rp 000)

Maksimum (mn)(Rp 000)

Sumber: Susenas, 2002

Tabel II.3 dan II.4 menunjukkan agrikultur pedesaan dan usaha rumah tangga di bidang

agrikultur, untuk masing-masing. Dapat dilihat bahwa distribusi pendapatan untuk kedua

kelompok ini miring ke kiri. Temuan ini mengindikasikan bahwa kedua kelompok rumah tangga

ini, distribusi pendapatan tidak merata di mana sangat banyak keluarga berpenghasilan rendah.

Hal ini dibuktikan oleh SUSENAS pada tahun 2002 bahwa total individu pada masing-masing

kelompok rumah tangga yang bekerja pada bidang agrikultur dan usaha rumah tangga di

bidang agrikultur yang hidup di bawah garis kemiskinan cukup tinggi, yaitu 57,23% dan

55,07%. Kelompok rumah tangga lain (seperti digambarkan pada Tabel II.6 √ II.12) memiliki

distribusi pendapatan yang miring ke kanan. Temuan ini membuktikan bahwa banyak individu

yang termasuk dalam kategori rumah tangga ini berpendapatan tinggi situasi ini juga

menunjukkan bahwa distribusi pendapatan bertambah tinggi. Distribusi pendapatan ini dapat

digunakan untuk mengevaluasi distribusi pendapatan di tiap kelompok rumah tangga. Jika

rata-rata pendapatan meningkat senilai y, maka pendapatan pada masing-masing kelompok

rumah tangga juga akan meningkat senilai y. Berdasarkan argumen ini, distribusi pendapatan

akan berpindah secara horizontal sebagaimana pendapatan pada masing-masing kelompok

rumah tangga berubah.

Tabel II.3 adalah hasil simulasi kelompok tenaga kerja agrikultur pedesaan di mana

peningkatan pajak berdampak pada meningkatnya ketidakmerataan pada distribusi pendapatan,

meskipun relatif kecil. Hal ini digambarkan oleh fungsi distribusi beta yang proporsional yang

berpindah secara horizontal dari sisi kiri ke bagian yang lebih rendah sisi kanan garis kemiskinan.

Dengan kata lain, distribusi pendapatan kelompok rumah tangga yang memiliki usaha di bidang

agrikultur pedesaan menjadi lebih sama. Hal yang sama terjadi kelompok rumah tangga yang

memiliki usaha agrikulur pedesaan yang disajikan pada Tabel II.4. Dapat dilihat bahwa subsidi

dan transfer pendapatan berdampak pada tidak meratanya distribusi pendapatan atau menurun

Page 42: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

452 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

di mana kurva bergerak secra horizontal dari kiri ke kanan di bawah garis kemiskinan. Di sisi

lain, peningkatan pajak memiliki dampak tidak meratanya distribusi pendapatan terhadap tingkat

ketidakmerataan yang lebih tinggi.

Tapi, dampak peningkatan pajak, subsidi, dan transfer pendapatan kepada kelompok

rumah tangga tidak begitu signifikan terhadap perubahan distribusi pendapatan.

V. KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, hasil simulasi menunjukkan, yang pertama, secara agregat,

peningkatan pajak tidak langsung pendapatan pada rumah tangga pedesaan memiliki dampak

negatif pada kinerja ekonomi makro. Kedua, peningkatan pajak tidak langsung telah

menggabungkan beberapa dampak pada sektor yang bervariasi dan kelompok rumah tangga.

Sektor industri manufaktur; dan perdagangan, hotel, dan restoran memiliki dampak negatif

dari peningkatan pajak tidak langsung. Umumnya, harga output pada setiap sektor menunjukkan

trend yang meningkat. Sektor sekunder dan tersier mengalami harga yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sektor primer. Telah ditemukan bahwa utilitas rumah tangga antar usaha

dan tenaga kerja agrikultur pedesaan telah meningkat sebagai hasil dari peningkatan pajak

tidak langsung. Tapi, kelompok rumah tangga lain menunjukkan penurunan utilitas. Hal ini

berdampak pada peningkatan jumlah head count index or poverty incidence, poverty depth

index and poverty severity index dalam kelompok rumah tangga masing-masing. Peningkatan

index tertinggi pada kelompok rumah tangga masing-masing adalah poverty severity index.

Diikuti juga oleh poverty depth index dan head count index. Ketiga, Peningkatan subsidi

menghasilkan penurunan harga pada sektor tambang dan galian; manufaktur; dan listrik, gas,

dan air. Dampak peningkatan subsidi pada kemiskinan menunjukkan penurunan yang signifikan,

khususnya area pedesaan. Keempat, dampak peningkatan transfer pendapatan kepada rumah

tangga pedesaan menunjukan hasil campuran pada output, harga output, dan permintaan

tenaga kerja. Peningkatan pendapatan meningkatkan permintaan output. Karena permintaan

input tenaga kerja adalah turunan permintaan, maka ada peningkatan permintaan tenaga

kerja. Transfer pendapatan dari pemerintah kepada rumah tangga pedesaan berpengaruh positif

terhadap utilitas, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga. Tapi, telah ditemukan bahwa

tingkat utilitas, pendapatan riil, dan pengeluaran rumah tangga perkotaan mengalami

penurunan. Kebijakan transfer pendapatan menurunkan angka kemiskinan secara langsung

khususnya di daerah pedesaan. Hal ini dapat dilihat dengan melihat seluruh indikator kemiskinan

seperti head count index, poverty depth and poverty severity yang telah meningkat, terkecuali

rumah tangga perkotaan.

Page 43: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

453Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

Atkinson, A.B. and J.E. Stiglizt. (1976). The Structure of Indirect Taxation and Economic efficiency.

Journal of Public economics, 1:97-119.

Basri, Faisal. (2002). Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan

Ekonomi Indonesia, Jakarta: Erlangga.

Cockburn, J. (2001). Trade Liberalization and Poverty in Nepal: A Computable General Equilibrium

Microsimilation Analysis. Centre for Study of African economies/CSAE, Nuffield College

(Oxford University) and CREFA, Canada: Universite Laval. Quebec.

Damuri, Yose Rizal and Ari A. Perdana. (2003). The Impact of Fiscal Policy on Income distribution

and Poverty: A Computable General Equilibrium Approach for Indonesia. Economic Working

Paper Series. Jakarta: Centre For Strategic and International Studies.

Darsono. (2008). Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor Pertanian Dengan

Penekanan Pada Agroindustri di Indonesia. Disertasi Doktor (tidak dipublikasikan). Bogor:

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian.

Decaluwé, B., A. Patry, L. Savard., and E. Thorbecke, (1999). Poverty Analysis Within a General

Equilibrium Framework. Working Paper 99-06. CRÉFA, Département d»économique Université

Laval.

Decaluwé, B., A. Patry and L. Savard, (1998). Income Distribution, Poverty Measures and Trade

Shocks: A Computable General Equilibrium Model of a Archetype Developing Country.

Département d»économique. Université Laval.

Decaluwé, B., J.-C. Dumont and L. Savard. (1999). Measuring Poverty and Inequality in a

Computable General Equilibrium Model∆, Working paper 99-20, CREFA, Université Laval

Departemen Keuangan RI. 2009. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

Tahun 2010. Paparan Menteri Keuangan pada Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI 1 Juni

2009.

Dervis, K, J. de Melo and S Robinson. 1982. General Equilibrium Models for Development

Policy. Cambridge University Press, London, pp.1-526.

Handoko, Rudi dan Patriadi, Pandu. (2005). Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM. Kajian Ekonomi

dan Keuangan. Vol.9. No.4. Desember 2005.

Husain, A. and A. Chowdhry. (2001). Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries.

Northampton: Edwar Elger, Cheltenham.

Hutahean, P., Purwiyanto, A. Hadiyanto, Askolani dan S.L.Rahayu. (2002). Bunga rampai

Kebijakan Fiskal. Jakarta: Badan Analisis Fiskal Departemen Keuangan RI.

DAFTAR PUSTAKA

Page 44: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

454 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

James, S. and C. Nobes. (1992). The Economics of Taxation. Fourth Edition. United Kingdom:

Prentice Hall International.

Mankiw, N.G. 2003. Macroeconomics. Fifth Edition. Worth Publisher, New York.

Mirrlees, J.A. (1976). An Exploration in the Theory of Optimum Income Taxation. Review of

economic Studies, 38:175-208.

Myles, G.D. (1997). Public Economics. Cambridge: University Press Cambridge.

Norton, R.D. (2004). Agricultural Development Policy: Concept and Experiences. Food and

Agricultural Organization and John willey and sons Ltd. West Sussex.

Ravallion, M. and B. Bidani. (1994). How Robust Is a Poverty Profile? World Bank Economic

Review, vol. 8, pp 75-102.

Republik Indonesia. (2009). Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Tahun Anggaran 2010.

Romer, D. (2001). Advanced Macroeconomics. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book

Co.

Soediyono 1985. Ekonomi Makro: Analisis IS-LM dan Permintan Agregatif. Liberty. Yokyakarta.

Spencer, Milton H. & Amos, Orley M. Jr. (1993). Contemporary Economics, Edisi ke-8, Worth

Publishers, New York.

Stiglitz, J.E. (2000). Economic of The Public Sector. Third edition. New York: W.W. Norton and

Company.

Sukirno, S. (2005). Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga

Keynesian Baru. Jakarta: Rajawali Press.

Suparmoko. M. (2003). Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5, BPFE, Yogyakarta.

Turnovsky, S.J. 1981. Macroeconomic Analysis and Stabilization Poliscy. Cambridge University

Press, Cambridge.

Page 45: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

455Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Dan Angka Kemiskinan Di Indonesia

LAMPIRAN

Grafik 1.Distribusi Pendapatan Untuk

Tenaga Kerja Pertanian

Value Y

0.00175

0.00150

0.00125

0.00100

0.00075

0.00050

0.00025

0.000000 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100120013001400 1500

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

Value X

Grafik 2.Distribusi Pendapatan Untuk

Tenaga Kerja Pertanian

Value Y

0.00175

0.00150

0.00125

0.00100

0.00075

0.00050

0.00025

0.000000 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 11001200

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

Income

Grafik 3. Distribusi Pendapatan UntukTenaga Kerja Non-Pertanian Pedesaaan

Berpendapatan Rendah

Grafik 4. Distribusi Pendapatan untukBukan Angkatan Kerja Pedesaan dan

Pekerjaan yang tidak Tercatat

Value Y

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 30.00175

0.00150

0.00125

0.00100

0.00075

0.00050

0.00025

0.00000

0.00200

Income

Value Y

0.00175

0.00150

0.00125

0.00100

0.00075

0.00050

0.00025

0.000000 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

Income

Page 46: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

456 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Grafik 5. Distribusi Pendapatan UntukTenaga Kerja Non-Agrikultur

Berpendapatan Tinggi Pedesaan

Grafik 6. Distribusi Pendapatan UntukTenaga Kerja Perkotaan Non Pertanian

Berpendapatan Rendah

Grafik 7. Distribusi Pendapatan UntukAngkatan Non Tenaga Kerja dan Kelompok

Tak Teridentifikasi di Perkotaan

Grafik 8. Distribusi Pendapatan UntukTenaga Kerja Perkotaan Non Pertanian

Berpendapatan Tinggi

Value Y

0.00175

0.00150

0.00125

0.00100

0.00075

0.00050

0.00025

0.00000

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4500 5000 60004000 5500Income

Value Y

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

0.0010

0.0009

0.0008

0.0007

0.0006

0.0005

0.0004

0.0003

0.0002

0.0001

0.00000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.00011.00012.000 13.000

Income

Value Y

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.00011.00012.000 13.000

Income

0.00100.00090.00080.00070.0006

0.0005

0.00040.00030.00020.00010.0000

0.0011

Value Y

Base

Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

Income

0.0010

0.0009

0.0008

0.0007

0.0006

0.0005

0.0004

0.0003

0.0002

0.0001

0.00000 2.500 5.000 7.500 10.000 12.500

Page 47: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

457Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

KEPUTUSAN INVESTASI DAN FINANCIAL CONSTRAINTS:STUDI EMPIRIS PADA BURSA EFEK INDONESIA

Riskin Hidayat 1

AbstractAbstractAbstractAbstractAbstract

This research aims to test the sensitivity level of liquidity and invesment opportunity to invesment

decision between non-financially constrained and financially constrained firms. Sample in this research is

the firm of non finance which enlist in Indonesia Stock Exchange from period 2003 to 2007, obtained

sample 136 firms with 680 observations. Result of research refer that liquidity and invesment opportunity

have an influence on positive to invesment decision. Liquidity is more sensitive to invesment decision for

financially constrained firms. Invesment opportunity is more sensitive to invesment decision for non

financially constrained.

JEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL Classification: E22, G32, O16.

Key words: Investment decision, liquidity, financially constraint.

1 (Penulis adalah Dosen STIE«YPPI» Rembang, alumni Magister Sains FEB-UGM.

Page 48: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

458 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

I. PENDAHULUAN

Keputusan investasi merupakan faktor penting dalam fungsi keuangan perusahaan. Fama

(1978) menyatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi.

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk

mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kemakmuran pemegang saham hanya

akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan.

Tujuan keputusan investasi adalah memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi dengan

tingkat risiko tertentu. Keuntungan yang tinggi disertai dengan risiko yang bisa dikelola,

diharapkan akan menaikkan nilai perusahaan, yang berarti menaikkan kemakmuran pemegang

saham. Dengan kata lain, bila dalam berinvestasi perusahaan mampu menghasilkan keuntungan

dengan menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien, maka perusahaan akan

memperoleh kepercayaan dari calon investor untuk membeli sahamnya. Dengan demikian

semakin tinggi keuntungan perusahaan semakin tinggi nilai perusahaan. Yang berarti semakin

besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan.

Keputusan investasi meliputi investasi pada aktiva jangka pendek (aktiva lancar) dan aktiva

jangka panjang (aktiva tetap). Aktiva jangka pendek biasanya didefinisikan sebagai aktiva dengan

jangka waktu kurang dari satu tahun atau kurang dari satu siklus bisnis, dalam hal ini dana

yang diinvestasikan pada aktiva jangka pendek diharapkan akan diterima kembali dalam waktu

dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Tujuan perusahaan berinvestasi pada

aktiva jangka pendek adalah untuk digunakan sebagai modal kerja atau operasional perusahaan.

Contoh aktiva jangka pendek adalah persediaan, piutang, dan kas.

Sedangkan aktiva jangka panjang didefinisikan sebagai aktiva dengan jangka waktu lebih

dari satu tahun, dalam hal ini dana yang ditanamkan pada aktiva jangka panjang akan diterima

kembali dalam waktu lebih dari satu tahun dan kembalinya secara bertahap. Tujuan perusahaan

berinvestasi pada aktiva jangka panjang adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Keputusan investasi dalam penelitian ini merupakan pengeluaran modal (capital

expenditure) yaitu investasi pada aktiva tetap seperti tanah atau properti, bangunan, dan

peralatan. Pengeluaran modal adalah dana yang dikeluarkan perusahaan dalam hal ini dengan

pengeluaran tersebut perusahaan akan memperoleh manfaat lebih dari satu tahun. Motif dasar

pengeluaran modal adalah untuk ekspansi, penggantian, atau memperbaharui aktiva tetap

atau mencari manfaat yang mungkin less tangible dalam jangka panjang. Pengeluaran modal

merupakan bagian dari penganggaran modal (capital budgeting). Menurut Riyanto (1997)

penganggaran modal adalah keseluruhan proses perencanaan dan pengambilan keputusan

mengenai pengeluaran dana dengan jangka waktu pengembalian dana melebihi satu tahun.

Page 49: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

459Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Investasi modal merupakan salah satu aspek utama dalam keputusan investasi selain

penentuan komposisi aktiva. Keputusan pengalokasian modal ke dalam usulan-usulan investasi

yang manfaatnya akan direalisasikan di masa yang akan datang harus dipertimbangkan dengan

cermat. Akibat ketidakpastian di masa yang akan datang, manfaat yang diperoleh menjadi

tidak pasti, sehingga usulan investasi tersebut mengandung risiko. Konsekuensinya, usulan

investasi harus dievaluasi dan dihubungkan dengan risiko dan hasil yang diharapkan.

Menurut Modigliani dan Miller (1958) bahwa pada kondisi pasar yang sempurna tidak

ada hubungan antara keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Menurut Arifin (2005),

meskipun asumsi pasar sempurna dihilangkan, pemisahan antara keputusan investasi dan

keputusan pendanaan masih terjadi meskipun ada sedikit modifikasi yaitu manajer harus

menggunakan biaya modal rata-rata tertimbang sebagai discount rate. Bahkan ketika struktur

modal telah menjadi relevan, baik karena faktor pajak atau karena faktor yang lain, masih saja

tidak terjadi hubungan langsung antara investasi dan pendanaan. Yang ada adalah bahwa

program investasi diputuskan dahulu baru kemudian diputuskan pendanaannya. Agar keputusan

investasi benar-benar ditujukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan, sehingga keputusan

investasi seharusnya bersifat independen terhadap keputusan pendanaan.

Keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar. Beberapa studi

yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain oleh Myers (1977)

yang memperkenalkan set kesempatan investasi (investment opportunity set). Set kesempatan

investasi memberi petunjuk yang lebih luas yang mana nilai perusahaan tergantung pada

pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari

kesempatan investasi. Set kesempatan investasi merupakan kombinasi antara aktiva yang dimiliki

(assets in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif.

Menurut Gaver dan Gaver (1993), kesempatan investasi merupakan nilai perusahaan

yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa

yang akan datang, dalam hal ini pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang

diharapkan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Pendapat ini sejalan dengan

Smith dan Watts (1992) yang menyatakan bahwa set kesempatan investasi merupakan

komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi

di masa yang datang. Menurut Kallapur dan Trombley (1999) bahwa kesempatan investasi

perusahaan tidak dapat diobservasi untuk pihak-pihak di luar perusahaan sehingga diperlukan

suatu proksi untuk melihatnya.

Menurut Modigliani dan Miller (1958) bahwa pada kondisi pasar yang sempurna tidak

ada hubungan antara keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Namun bukti empiris

Page 50: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

460 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

menunjukkan adanya keterkaitan antara keputusan investasi dan keputusan pendanaan, dalam

hal ini ada keterkaitan antara tingkat likuiditas dan tingkat investasi pada banyak perusahaan.

Bukti empiris Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988); Vogt (1994); Kaplan dan Zingales (1997);

Cleary (1999); Moyen (2004); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004) menunjukkan bahwa

ada keterkaitan antara likuiditas dengan keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan di

Amerika Serikat. Hal yang sama juga ditemukan oleh Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991) di

Jepang.

Bukti empiris di Indonesa ditunjukkan oleh Agung (2000), Kristianti (2003), dan

Hermeindito (2004) yang menemukan bahwa likuiditas berhubungan positif dengan keputusan

investasi. Sebaliknya Prasetyantoko (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa likuiditas

berhubungan negatif terhadap keputusan investasi.

Dari hasil temuan empiris di atas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara teori

yang menyatakan bahwa keputusan investasi dan keputusan pendanaan adalah independen

dengan praktek yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu, hasil penelitian Fazzari, Hubbard,

dan Petersen (1988); Vogt (1994); Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991); Hermeindito (2004)

menunjukkan adanya perbedaan temuan sensitivitas keputusan investasi perusahaan dengan

likuiditas ketika dimoderasi oleh financial constraints (hambatan finansial) dengan hasil penelitian

Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999); Kristianti (2003).

Penelitian Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988); Vogt (1994); Hoshi, Kashyap, dan

Scharfstein (1991); Hermeindito (2004) menunjukkan bahwa keputusan investasi perusahaan

lebih sensitif terhadap likuiditas pada perusahaan financially constrained selanjutnya disingkat

FC, dibandingkan perusahaan non financially constrained selanjutnya disingkat NFC. Sebaliknya,

Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999); Kristianti (2003) menemukan bahwa keputusan

investasi perusahaan lebih sensitif terhadap likuiditas pada perusahaan NFC dibandingkan

perusahaan FC.

Adanya pertentangan bukti empiris antara Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988) yang

didukung oleh Vogt (1994); Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991); Hermeindito (2004) dengan

hasil penelitian empiris Kaplan dan Zingales (1997) yang didukung oleh Cleary (1999) dan

Kristianti (2003), maka penelitian ini akan meneliti lebih lanjut faktor yang membedakan dua

bukti yang bertentangan tersebut, yaitu dengan menggunakan variabel FC dan NFC sebagai

pemoderasi.

Financial constraints adalah keterbatasan perusahaan dalam mendapatkan modal dari

sumber-sumber pendanaan yang tersedia untuk berinvestasi. Kaplan dan Zingales (1997)

menyatakan bahwa financial constraints terjadi bila perusahaan menghadapi perbedaan antara

Page 51: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

461Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

biaya modal dari sumber pendanaan internal dan biaya modal dari sumber pendanaan

eksternal.

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian empiris, maka penelitian ini bertujuan

untuk menguji tingkat pengaruh likuiditas dan kesempatan investasi terhadap keputusan

investasi pada perusahaan FC dan NFC. Perusahaan FC yaitu perusahaan yang memiliki kendala

keuangan dalam melakukan investasi, sedangkan perusahaan NFC yaitu perusahaan yang tidak

memiliki kendala keuangan dalam melakukan investasi.

Keputusan investasi perusahaan sangat dipengaruhi oleh kesempatan investasi, karena

semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan maka investasi yang dilakukan

semakin besar, dalam hal ini manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk

memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Bila terdapat kesempatan investasi yang

menguntungkan, maka perusahaan NFC akan dengan mudah mengambil kesempatan investasi

tersebut untuk berinvestasi. Hal ini disebabkan perusahaan NFC mempunyai akses yang lebih

mudah ke pasar modal, sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan finansialnya untuk

investasi yang menunjukkan fleksibelitas finansial yang lebih besar, dengan kata lain perusahaan

NFC menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi (Bhaddari, 1988; Chan dan Chen, 1991; Fama

dan French, 1992). Perusahaan NFC juga cenderung sudah lama, lebih besar, lebih dewasa,

dan lebih mengetahui pasar. Hal ini berarti bahwa dengan kondisi perusahaan yang telah mapan,

maka perusahaan NFC dalam melakukan investasi cenderung sensitif terhadap kesempatan

investasi.

Berdasarkan bukti empiris Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988); Vogt (1994); Kaplan

dan Zingales (1997); Cleary (1999); Moyen (2004); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004);

Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991); Agung (2000), Kristianti (2003), Hermeindito (2004);

Prasetyantoko (2007), keputusan investasi perusahaan juga dapat mempertimbangkan

ketersediaan sumber pendanaan internal yaitu aliran kas. Keputusan investasi yang dibuat

perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan menghasilkan kas yang dapat memenuhi

kebutuhan jangka panjang maupun jangka pendek atau yang disebut likuiditas perusahaan.

Perusahaan harus menjaga likuiditas agar tidak terganggu, sehingga tidak menganggu

kelancaran aktivitas perusahaan untuk melakukan investasi dan tidak kehilangan kepercayaan

diri dari pihak luar.

Perusahaan FC cenderung menggunakan likuiditas untuk mendanai investasi. Hal ini

karena perusahaan FC memiliki keterbatasan akses terhadap pasar modal dan relatif lebih

kecil, yang menunjukkan keterbatasan finansial sehingga akan sulit bagi perusahaan mengambil

kesempatan investasi yang menguntungkan untuk investasi. Dengan kata lain bahwa perusahaan

FC mempunyai nilai perusahaan yang rendah.

Page 52: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

462 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Menurut Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988) bahwa adanya asimetri informasi pada

pendanaan eksternal (hutang) akan menimbulkan biaya pendanaan eksternal lebih mahal dari

pada pendanaan internal, yang berakibat perusahaan FC kurang memiliki akses ke pendanaan

eksternal. Dengan keterbatasan tersebut, maka keputusan investasi perusahaan FC cenderung

lebih sensitif terhadap likuiditas.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian tentang

tingkat pengaruh likuiditas terhadap keputusan investasi ketika dimoderasi oleh financial

constrains, khususnya penelitian yang dilakukan oleh Kristianti (2003) dan Hermeindito (2004)

di Indonesia. Penelitian Kristianti (2003) mendukung temuan Kaplan dan Zingales (1997) dan

Cleary (1999) yang menunjukkan bahwa likuiditas lebih berpengaruh terhadap keputusan

investasi pada perusahaan NFC dibanding perusahaan FC.

Sebaliknya, hasil penelitian Hermeindito (2004) mendukung penelitian Fazzari, Hubbard,

dan Petersen (1988); Vogt (1994); Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991) yang menunjukkan

bahwa likuiditas lebih berpengaruh terhadap keputusan investasi pada perusahaan FC dibanding

perusahaan NFC. Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini bermaksud

untuk merekonsiliasi tingkat pengaruh likuiditas dan kesempatan investasi terhadap keputusan

investasi dengan memasukkan variabel FC dan NFC sebagai pemoderasi.

Bagian kedua dari paper ini akan mengulas teori dan penurunan 4 hipotesis yang diuji

dalam paper ini, bagian ketiga membahas metodologi yang digunakan dan bagian keempat

menguraikan hasil estimasi dan analisis. Kesimpulan, implikasi dan saran akan menjadi penutup.

II. TEORI

Terdapat 3 aspek yang menjadi fokus analisis sebagai faktor yang mempengaruhi

keputusan investasi. Tiga aspek tersebut adalah: (i) aspek likuiditas, (ii) kesempatan investasi,

dan (iii) aspek financial constraint. Menurut Modigliani dan Miller (1958) bahwa pada kondisi

pasar yang sempurna tidak ada hubungan antara keputusan investasi dan keputusan pendanaan.

Namun bukti empiris menunjukkan adanya interdependensi antara keputusan investasi dan

keputusan pendanaan, dalam hal ini ada keterkaitan antara tingkat likuiditas dan tingkat investasi

pada banyak perusahaan.

Keputusan investasi yang dibuat perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan

menghasilkan kas yang dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang maupun jangka pendek

atau yang disebut likuiditas perusahaan. Perusahaan harus menjaga likuiditas agar tidak

terganggu, sehingga tidak menganggu kelancaran aktivitas perusahaan untuk melakukan

investasi dan tidak kehilangan kepercayaan diri dari pihak luar.

Page 53: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

463Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya terutama

kewajiban jangka pendek (Hanafi dan Halim, 2005). Menurut Riyanto (1997) perusahaan yang

likuid adalah perusahaan yang memiliki kekuatan sedemikian besarnya sehingga mampu

memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, kemampuan membayar

ini berhubungan dengan penyelenggaraan proses produksi.

Menurut Kaplan dan Zingales (1997), likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan kas dalam memenuhi kebutuhan perusahaan baik jangka panjang maupun jangka

pendek. Pengertian tersebut secara eksplisit menunjukkan apakah dengan kas yang tersedia

perusahaan mengalami kesulitan untuk mendanai investasinya atau tidak. Perusahaan dikatakan

tidak mengalami kesulitan dalam mendanai investasinya apabila perusahaan mampu

menghasilkan kas dalam membiayai investasi.

Dalam penelitian ini likuiditas diproksikan dengan aliran kas (cash flow). Aliran kas terdiri

dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar. Aliran kas keluar biasanya digunakan untuk melakukan

investasi baru, sedangkan aliran kas masuk merupakan hasil dari investasi tersebut. Menurut

Brigham dan Ehrhardt (2005), laporan aliran kas merupakan laporan yang menjelaskan dampak

aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan perusahaan terhadap aliran kas selama satu periode

akuntansi.

Geczy, Minton, dan Schrand (1997) menyatakan bahwa aliran kas perusahaan dengan

level volatilitas tinggi memiliki pengeluaran, biaya riset dan pengembangan, serta biaya iklan

lebih rendah. Hal tersebut berarti bahwa adanya perbedaan level investasi akan membuat

volatilitas yang berbeda, tergantung pada tujuan investasi perusahaan. Biasanya perusahaan

tidak menggunakan hutang atau pasar ekuitas agar volatilitas aliran kas tidak tajam, karena

biaya masuk ke pasar modal juga berhubungan dengan volatilitas aliran kas perusahaan.

Penelitian Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988); Vogt (1994); Kaplan dan Zingales (1997);

Cleary (1999); Moyen (2004); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004) menunjukkan bahwa

ada keterkaitan antara likuiditas dengan keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan di

Amerika Serikat. Hal yang sama juga ditemukan oleh Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991) di

Jepang.

Bukti empiris di Indonesa ditunjukkan oleh Agung (2000), Kristianti (2003), dan

Hermeindito (2004) yang menemukan bahwa likuiditas berhubungan positif dengan keputusan

investasi. Sebaliknya Prasetyantoko (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa likuiditas

berhubungan negatif terhadap keputusan investasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis

pertama yang diuji dalam paper ini adalah bahwa lLikuiditas berpengaruh positif terhadap

keputusan investasi.

Page 54: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

464 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Myers (1977) menyatakan bahwa kesempatan investasi merupakan kombinasi antara

aktiva yang dimiliki dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan NPV positif. Gabungan

aset milik perusahaan (assets in place) dengan kesempatan investasi akan berpengaruh pada

struktur modal. Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa kesempatan investasi merupakan

nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan

manajemen di masa yang akan datang dalam hal ini pilihan-pilihan investasi yang diharapkan

akan menghasilkan return yang lebih besar.

Menurut Chung dan Charoenwong (1991) bahwa esensi pertumbuhan bagi suatu

perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat

kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-

peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Karena semakin

besar kesempatan investasi yang menguntungkan, maka investasi yang dilakukan akan semakin

besar.

Dalam penelitian ini, proksi dari kesempatan investasi adalah rasio book to market. Rasio

book to market adalah rasio nilai buku terhadap harga saham. Perusahaan yang memiliki rasio

book to market yang tinggi mengindikasikan bahwa siklus tumbuh perusahaan pada masa

yang akan datang bagus, sehingga akan memiliki kesempatan investasi yang tinggi, dengan

demikian perusahaan akan mudah untuk melakukan investasi karena investor akan tertarik

untuk membeli saham perusahaan.

Penelitian Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988); Vogt (1994); Kaplan dan Zingales

(1997); Cleary (1999); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004); Prasetyantoko (2007)

menunjukkan bahwa kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap keputusan investasi.

Sebaliknya penelitian Moyen (2004) menunjukkan bahwa kesempatan investasi berpengaruh

negatif terhadap keputusan investasi. Dengan demikian, maka hipotesis kedua yang diajukan

pada penelitian ini adalah kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap keputusan

investasi.

Menurut Myers dan Majluf (1984) bahwa proporsi sentral dari modal berbasis asimetri

informasi sangat mahal. Lebih lanjut Myers dan Majluf (1984) berpendapat bahwa dividen

bersifat sticky, berarti peningkatan dividen dilakukan bila manajer merasa yakin dapat

menyediakan aliran kas permanen (baik internal maupun eksternal) yang cukup pada masa

yang akan datang. Penurunan dividen dilakukan bila perusahaan menghadapi financial

constraints yang tinggi, secara eksternal merasa tidak dapat mempertahankan aliran kas

permanen yang cukup untuk membiayai investasi. Oleh karena itu perusahaan FC lebih

mengandalkan sumber pendanaan internal dari pada eksternal, perusahaan cenderung

menyesuaikan dividen berdasarkan peluang investasi yang tersedia.

Page 55: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

465Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Menurut Jansen dan Meckling (1976) bahwa manajer lebih senang menggunakan modal

internal untuk membiayai investasi karena modal internal dapat mengurangi keterlibatan

pengawasan dari pemegang saham atau pihak eksternal terhadap keputusan investasi yang

dibuat oleh manajer. Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988) menyatakan bahwa perusahaan

FC cenderung lebih sensitif terhadap pendanaan internal (likuiditas) dalam melakukan investasi.

Kecenderungan tersebut disebabkan karena adanya asimetri informasi pada pendanaan

eksternal, sehingga pendanaan eksternal (hutang) lebih mahal dari pada pendanaan internal

yang berakibat perusahaan FC kurang memiliki akses ke sumber pendanaan eksternal.

Penelitian Fazzari, Hubbart, dan Petersen (1988); Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991);

Schaller (1993); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004) menunjukkan bahwa keputusan

investasi perusahaan FC lebih sensitif terhadap likuiditas dibandingkan perusahaan NFC.

Sebaliknya, penelitian Kaplan dan Zingales (1997) dan Cleary (1999) menunjukkan bahwa

investasi dari perusahaan NFC lebih sensitif terhadap likuiditas dibandingkan investasi dari

perusahaan FC.

Penelitian Moyen (2004) menemukan bahwa ketika menggunakan klasifikasi berdasarkan

dividend payout, cash flow, dan kriteria Fazari, Hubbard, dan Petersen perusahaan FC lebih

sensitif terhadap likuiditas dibanding perusahaan NFC dalam berinvestasi. Sebaliknya ketika

menggunakan Indeks Cleary dan kriteria Kapalan dan Zingales ditemukan bahwa perusahaan

NFC lebih sensitif terhadap cash flow dibanding perusahaan FC dalam berinvestasi.

Bukti empiris di Indonesia ditujukkan oleh Agung (2000) yang menemukan adanya

hubungan positif likuiditas dengan keputusan investasi. Kristianti (2002) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa likuiditas lebih sensitif terhadap keputusan investasi pada perusahaan

NFC dibanding perusahaan FC. Sebaliknya, Hermeindito (2004) menemukan bahwa likuiditas

lebih sensitif terhadap keputusan investasi pada perusahaan FC dibanding perusahaan NFC.

Prasetyantoko (2007) juga menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh negatif pada investasi.

Mengacu pada uraian ini, maka hipotesis ketiga yang diuji adalah bahwa likuiditas lebih

berpengaruh terhadap keputusan investasi pada perusahaan financially constrained dibanding

perusahaan non financially constrained.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) kebijakan dividen dan kesempatan investasi

merupakan mekanisme kontrol manajemen yang dapat bersifat substitusi lebih tergantung

penerapannya dari ketersediaan sumber pendanaan internal dari pada sumber pendanaan

eksternal melalui kesempatan investasi. Perusahaan yang memiliki sumber pendanaan internal

tinggi dikontrol melalui pembayaran dividen tinggi sehingga perusahaan ini dapat diklasifikasikan

sebagai NFC. Dengan demikian perusahaan NFC dapat dengan mudah menyesuaikan sumber

pendanaan untuk investasi yang menunjukkan fleksibelitas finansial yang lebih besar dan

Page 56: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

466 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Book to market =nilai buku ekuitas

nilai pasar ekuitas

cenderung mempunyai akses lebih mudah ke pasar modal eksternal, dengan kata lain

perusahaan NFC menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi (Bhaddari, 1988; Chan dan Chen,

1991; Fama dan French, 1992).

Prasetyantoko (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kesempatan investasi

berpengaruh positif terhadap keputusan investasi. Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999)

menemukan bahwa keputusan investasi perusahaan NFC lebih sensitif pada kesempatan investasi

dibandingkan pada perusahaan FC. Sebaliknya, Moyen (2004) menemukan bahwa secara

umum kesempatan investasi berpengaruh negatif terhadap investasi pada perusahaan NFC

dan FC. Almeida, Campello, dan Weisbach (2004) menunjukkan bahwa kesempatan investasi

lebih sensitif terhadap keputusan investasi pada perusahaan FC dibanding perusahaan NFC.

Dengan dasar tersebut, maka hipotesa bahwa kesempatan investasi lebih berpengaruh terhadap

keputusan investasi pada perusahaan non financially constrained dibanding perusahaan

financially constrained, merupakan hipotesa keempat yang diuji dalam paper ini.

III. METODOLOGI

III.1. Data dan Konseptualisasi Variabel

Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan dari tahun

2003 √ 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang tercatat di Bursa

Efek Indonesia (BEI) dan sampel penelitian ini adalah perusahaan publik non keuangan yang

tercatat di BEI. Data diperoleh dari BEI dan ICMD (Indonesia Capital Market Directory). Kriteria

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang terdaftar di

BEI serta mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2003 √ 2007 secara konsisten.

Variabel independen pada penelitian ini adalah likuiditas yang diproksikan dengan cash

flow (aliran kas) dan kesempatan investasi yang diproksikan dengan book to market. Untuk

mengukur cash flow dan book to market sebagai berikut:

Cash flow =

netincome + penyusutan dan/atau amortisasi +

selisih pembayaran pajak yang ditanggulkan

aktiva tetap

Yang dimaksud aktiva tetap dalam penelitian ini adalah tanah, gedung, peralatan, dan

perlengkapan. Cash flow dibagi dengan aktiva tetap untuk mengkontrol efek perbedaan skala

perusahaan.

Page 57: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

467Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Investasi =(aktiva tetap

t - aktiva tetap

t-1)

aktiva tetap

Variabel dependen pada penelitian ini adalah investasi (investment). Investasi dalam

penelitian ini merupakan net capital expenditure dan dihitung selama periode t, dirumuskan

sebagai berikut:

Variabel moderasi pada penelitian ini adalah financial constraints yang diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu non financially constrained (NFC) dan financially constrained (FC). Dalam

penelitian ini untuk mengklasifikasi perusahaan NFC dan FC menggunakan empat tahapan

yaitu dengan melihat kebijakan deviden, aliran kas, hutang (leverage), dan kesempatan investasi.

Klasifikasi awal didasarkan pada kebijakan deviden. Beberapa penelitian menggunakan rasio

pembayaran dividen (Fazzari, Hubbard, dan Petersen, 1988; Vogt, 1994; Kaplan dan Zingales,

1997; Cleary, 1999; Kristianti, 2003; Moyen, 2004; Almeida, Campello, dan Weisbach, 2004;

Hermeindito, 2004). Perusahaan dengan dividen rendah masuk kategori FC, sedangkan

perusahaan dengan dividen tinggi masuk kategori NFC. Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988)

menyatakan bahwa terdapat dua kemungkinan penjelasan mengapa perusahaan membayar

dividen rendah. Pertama, perusahaan menghadapi biaya sumber pendanaan eksternal yang

mahal karena adanya asimetri informasi sehingga menggunakan sebagian besar laba untuk

membiayai investasinya dari pada membayar dividen tinggi. Kedua, perusahaan tidak

memperoleh laba yang cukup untuk membayar dividen. Perusahaan yang membayar dividen

dimasukkan dalam kategori NFC, sedangkan perusahaan yang tidak membayar dividen

dimasukkan dalam kategori FC.

Perusahaan yang masuk kategori FC kemungkinan tidak mampu membayar dividen belum

tentu karena tidak mampu membayar, tetapi kemungkinan dana yang dimiliki digunakan untuk

kepentingan lain seperti untuk investasi, maka perlu dilakukan klasifikasi yang kedua yaitu

dengan melihat aliran kas. Pada klasifikasi kedua sebagaimana digunakan oleh Moyen (2004)

perusahaan yang memiliki aliran kas lebih besar dari rata-rata aliran kas seluruh sampel

dikategorikan sebagai NFC, sedangkan perusahaan yang memiliki aliran kas lebih kecil dari

rata-rata aliran kas seluruh sampel dikategorikan sebagai FC. Perusahaan dengan aliran kas

yang besar cenderung tidak akan mengalami kendala dalam pendanaan dan sebaliknya

perusahaan dengan aliran kas yang kecil cenderung akan mengalami kendala dalam pendanaan.

Agar mendapatkan hasil klasifikasi perusahaan NFC dan FC yang akurat, maka perusahaan

yang masuk kategori financially constrained pada klasifikasi kedua dilanjutkan dengan klasifikasi

ketiga yaitu dengan melihat kesempatan investasi yang dimiliki oleh perusahaan. Kesempatan

investasi perusahaan dalam hal ini diproksikan dengan rasio book to market sebagaimana

Page 58: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

468 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

digunakan oleh Hovakimian dan Titman (2006) dalam mengklasifikasi perusahaan NFC dan

FC. Perusahaan masuk kategori NFC apabila rasio book to market perusahaan lebih rendah

dari rata-rata rasio book to market seluruh sampel dan perusahaan masuk kategori FC apabila

rasio book to market perusahaan lebih tinggi dari rata-rata rasio book to market seluruh sampel.

Perusahaan yang memiliki rasio book to market rendah berarti perusahaan tersebut mempunyai

nilai buku yang lebih rendah dari nilai pasarnya, dengan kata lain perusahaan tersebut memiliki

nilai pasar yang lebih tinggi dari nilai bukunya yang mencerminkan perusahaan NFC. Dengan

demikian perusahaan perusahaan NFC akan dengan mudah mendapatkan sumber pendanaan

eksternal karena memiliki nilai sekuritas yang tinggi dari nilai bukunya, sehingga investor akan

tertarik untuk membeli sekuritas perusahaan tersebut.

Selanjutnya untuk lebih meyakinkan dan memperoleh hasil yang lebih akurat dalam

mengklasifikasikan perusahaan NFC dan FC maka perusahaan yang masuk kategori financially

constrained pada klasifikasi ketiga dilanjutkan dengan klasifikasi keempat sebagaimana dilakukan

oleh Lang, Ofek, dan Stulz (1996); Hovakimian dan Titman (2006) dengan melihat hutang

perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi cenderung sulit untuk

mengakses sumber pendanaan eksternal dan sebaliknya perusahaan yang memiliki tingkat

hutang yang rendah cenderung lebih mudah untuk mengakses sumber pendanaan eksternal.

Untuk itu, dalam penelitian ini perusahaan yang memiliki rasio hutang lebih kecil dari rata-rata

rasio hutang seluruh sampel, maka dikategorikan sebagai perusahaan NFC, sedangkan

perusahaan yang memiliki rasio hutang lebih tinggi dari rata-rata rasio hutang seluruh sampel

maka dikategorikan sebagai perusahaan FC. Dari empat tahapan klasifikasi tersebut, maka

untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar III.1.Klasifikasi perusahaan Financially Constrained dan Non Financially Constrained

DBayar = NFC

Tidak bayarTinggi = NFC

RendahCF

Rendah = NFC

TinggiBM

Rendah = NFC

Tinggi = FCDebt

Dalam hal ini, D adalah dividen; CF adalah cash flow (aliran kas); BM adalah rasio book to

market proksi dari kesempatan investasi; Debt adalah hutang; NFC adalah non financially

constrained; dan FC adalah financially constrained.

Page 59: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

469Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Jadi, perusahaan dikategorikan sebagai NFC bila perusahaan tersebut membayar dividen,

memiliki aliran kas yang tinggi, book to market yang rendah, dan hutang yang rendah.

Sedangkan perusahaan dikategorikan sebagai FC bila perusahaan tersebut tidak membayar

dividen, memiliki aliran kas yang rendah, book to market yang tinggi, dan hutang yang tinggi.

Penelitian ini juga mengguunakan variabel kontrol yakni hutang (leverage) yang diukur dengan:

III.2. Teknik Estimasi

Model empiris yang diuji dalam paper ini adalah sebagai berikut:

INVATit = β

0 + β

1 CFAT

it + β

2 BM

it + β

3 D

it + β

4 CFAT

it*D

it + β

5 BM

it*D

it + β

6 DER

it + u

it

Dalam hal ini, INVAT adalah investasi pada pengeluaran modal (capital expenditure) yang dibagi

dengan aktiva tetap, merupakan variabel dependen; CFAT adalah aliran kas (cash flow) dibagi

dengan aktiva tetap yang merupakan proksi dari likuiditas dan BM (book to market) merupakan

proksi dari kesempatan investasi adalah variabel independen; D adalah variabel dummi

perusahaan FC dan NFC, 1 adalah perusahaan FC dan 0 adalah perusahaan NFC; CFAT*D

adalah interaksi antara CFAT dengan variabel dummy dan BM*D adalah interaksi antara BM

dengan variabel dummy, merupakan variabel moderasi; dan DER (debt to equity ratio) merupakan

variabel kontrol. Aliran kas dan investasi dibagi dengan aktiva tetap untuk mengkontrol efek

perbedaan skala perusahaan. Indeks i menunjukkan perusahaan i dan t adalah periode.

Teknik estimasi yang diterapkan adalah teknik estimasi data panel dengan fixed effect

model (FEM) dan common cross-section parameter. Dimungkinkan untuk mempertimbangkan

variasi parameter lintas individual perusahaan dan lintas waktu, namun hal tersebut tidak

dilakukan dalam penelitian ini.

IV. HASIL DAN ANALISIS

Berdasarkan kriteria pemilihan sampel yaitu perusahaan non keuangan yang tercatat di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2003 √ 2007

secara konsisten, diperoleh sampel sebanyak 217 perusahaan non keuangan selama lima tahun

dengan jumlah observasi sebanyak 1.085. Dari sampel 217 perusahaan, terdapat 57 perusahaan

yang tidak lengkap datanya karena tidak ada data pajak yang ditangguhkan dan 24 perusahaan

yang datanya outlier karena memiliki nilai cash flow, book to market, equity, dan investasi

DER =Total hutang

Total ekuitas

Page 60: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

470 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

negatif sehingga dikeluarkan dari sampel. Maka sampel akhir penelitian ini berjumlah 136

perusahaan non keuangan selama lima tahun dengan jumlah observasi 680. Tabel III.1

menunjukkan proses pemilihan sampel.

Dalam paper ini, untuk mengklasifikasikan perusahaan dikategorikan sebagai FC dan

NFC dilihat dari dividen, cash flow, book to market, dan debt. Perusahaan yang dikategorikan

sebagai FC bila perusahaan tidak membayar dividen, memiliki cash flow yang lebih rendah dari

rata-rata sampel, serta memiliki book to market dan hutang yang lebih tinggi dari rata-rata

sampel. Sedangkan perusahaan dikategorikan sebagai NFC bila perusahaan membayar dividen,

memiliki cash flow yang lebih tinggi dari rata-rata sampel, serta memiliki book to market dan

hutang yang lebih rendah dari rata-rata sampel. Perusahaan FC dan NFC dalam penelitian ini

merupakan variabel moderasi yang menggunakan dummy, yaitu: 1 untuk perusahaan FC dan

0 untuk perusahaan NFC. Hasil klasifikasi perusahaan yang dikategorikan sebagai FC dan NFC

dapat dilihat pada Gambar III.2.

Table III.1Proses Pemilihan Sampel

1. Perusahaan non keuangan yang tercatat di BEI dan mempublikasikanlaporan keuangan secara konsisten pada periode 2003-2007 217

2. Dikeluarkan karena data tidak lengkap *) (57)160

3. Dikeluarkan karena data outlier **) (24)Sampel akhir 136

Kriteria Jumlah Perusahaan

Keterangan:*) tidak ada data pajak yang ditangguhkan**) nilai cash flow, book to market, equity, dan investasi negatif

Gambar III.2. Hasil Klasifikasi Perusahaan FinanciallyConstrained dan Non Financially Constrained

D

Bayar(299)

Tidak bayar(381)

Tinggi(299+137=436)

Rendah(381-137=244)

CF Rendah(436+85=521)

Tinggi(244-85=159)

Rendah(521+25=546)

Tinggi(159-25=134)

BMDebt

Page 61: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

471Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Gambar ini menunjukkan klasifikasi awal perusahaan dilihat dari status pembayaran

dividen; terdapat sejumlah 299 perusahaan yang membayar dividen dan yang tidak membayar

dividen sejumlah 381. Pada klasifikasi kedua, perusahaan yang tidak membayar dividen

diklasifikasikan lebih lanjut menurut kondisi cash flow-nya; pada tahap ini menunjukkan bahwa

perusahaan yang mempunyai cash flow lebih tinggi dari rata-rata sampel bertambah 137

menjadi 436 dan yang lebih kecil dari rata-rata berkurang 137 menjadi 244 perusahaan. Pada

klasifikasi ketiga, perusahaan yang masih rendah cash flow-nya dilihat lagi book to market-

nya, hasil klasifikasi menunjukkan jumlah perusahaan yang memiliki book to market lebih

rendah dari rata-rata sampel bertambah 85 menjadi 521 perusahaan, sedangkan perusahaan

yang memiliki book to market lebih tinggi dari rata-rata berkurang 85 menjadi 159 perusahaan.

Pada klasifikasi terakhir perusahaan yang masih tinggi book to market-nya dilihat lagi debt-

nya, hasil klasifikasi menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki debt lebih rendah dari

rata-rata sampel bertambah 25 menjadi 546 dan perusahaan yang memiliki debt di atas rata-

rata sampel berkurang 25 menjadi 134 perusahaan. Dengan demikian perusahaan yang

dikategorikan sebagai FC berjumlah 134, sedangkan perusahaan yang dikategorikan sebagai

NFC berjumlah 546.

Dari hasil klasifikasi di atas, maka untuk mengetahui perbedaan antara perusahaan FC

dan NFC digunakan uji beda dengan independent sample t- test. Hasil dari uji beda perusahaan

FC dan NFC dapat dilihat pada tabel III.2.

Table III.2Hasil Uji Beda Perusahaan Financially Constrained dan Non Financially Constrained

CFAT 0,8154 1,1976 -0,3822 -4,867 ***BM 6,6650 3,8180 2,8470 12,639 ***DER 0,7097 0,4154 0,2943 12,555 ***

Variabel Mean FC Mean NFC Perbedaan Mean t value

Sumber: data diolahKeterangan :*** Signifikan pada level 1% (2,326)

CFAT (aliran kas dibagi aktiva tetap), BM (nilai buku ekuitas dibagi nilai pasar ekuitas) dalam kali, DER (total hutang dibagi total ekuitas) dalam persen.

Hasil perhitungan uji beda pada tabel III.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-

rata antara perusahaan FC dan NFC pada semua variabel CFAT, BM, dan DER. Tanda koefisien

negatif pada CFAT menunjukkan bahwa aliran kas perusahaan NFC lebih tinggi dibanding

perusahaan FC, sedangkan varaibel BM dan DER bertanda positif yang berarti bahwa book to

market dan hutang perusahaan FC lebih tinggi dari pada perusahaan NFC.

Page 62: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

472 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Hasil estimasi model diberikan pada Tabel III.3. Model ini telah lolos pengujian asumsi

klasik (Gujarati, 2003) meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas dan uji

heteroskedastisitas. Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik non parametric

Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan nilai 1,313 dan angka signifikansi sebesar 0,064. Ini

menunjukkan bahwa data residual terdistribusi normal (Ghozali, 2001).

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin Watson (DW) .

Dengan jumah observasi 680 dan variabel bebas sebanyak 6, didapatkan nilai dl sebesar 1,707

dan du sebesar 1,831. Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai DW sebesar 1,857 yang terletak

antara du dan 4-du, maka pada model tidak terdapat autokorelasi.

Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF, bila nilai VIF mendekati 1 maka

persamaan regresi tersebut tidak terjadi multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas menunjukkan

bahwa nilai VIF variabel CFAT (1,069), BM (1,156), dan DER (1,250) adalah mendekati 1,

sedangkan nilai VIF variabel D (5,344), CFAT*D (2,653), dan BM*D (3,939) lebih besar dari 1

namun masih dalam batas wajar, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tidak

ada korelasi antar variabel independen.

Uji asumsi klasik yang terakhir adalah uji heteroskedastisitas yang dilakukan dengan uji

Park. Dari hasil uji Park diperoleh hasil signifikansi variabel CFAT (0,193), BM (0,864), D (0,481),

CFAT*D (0,377), BM*D (0,254), dan DER (0,866) yang berarti lebih besar dari 0.05, maka di

dalam model tidak terdapat heteroskedastisitas yang menjamin parameter yang diperoleh

merupakan parameter yang paling efisien.

Table III.3Hasil Pengujian Hipotesis

Konstanta 0,049 9,102 ***CFATCFATCFATCFATCFAT 0,0180,0180,0180,0180,018 8,7968,7968,7968,7968,796 ***************BMBMBMBMBM 0,0010,0010,0010,0010,001 1,9811,9811,9811,9811,981 **********D -0,026 -2,496 ***CFAT*DCFAT*DCFAT*DCFAT*DCFAT*D 0,0110,0110,0110,0110,011 1,759 1,759 1,759 1,759 1,759 **********BM*DBM*DBM*DBM*DBM*D -0,014-0,014-0,014-0,014-0,014 -3,143-3,143-3,143-3,143-3,143 ***************DER 0,027 3,668 ***

R2 0,131

Variabel Independen Koefisien t value

Sumber: data diolahKeterangan:** Signifikan pada level 5% (1,645)*** Signifikan pada level 1% (2,326)

CFAT (aliran kas dibagi aktiva tetap) adalah proksi dari likuiditas dan BM (nilai buku ekuitas dibagi nilai pasar ekuitas) adalah proksi darikesempatan investasi merupakan variabel independen; D (variabel dummy, 1 untuk perusahaan financially constrained, 0 untuk perusahaannon financially constrained); CFAT*D (interaksi antara CFAT dengan dummy perusahaan financially constrained) dan BM*D (interaksiantara BM dengan dummy perusahaan non financially constrained) merupakan variabel moderasi; dan DER (total hutang dibagi totalekuitas) adalah variabel kontrol

Page 63: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

473Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Hasil ini menunjukkan bahwa 4 hipotesis yang diajukan dalam paper ini didukung oleh

hasil estimasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis 1 dan 4 signifikan pada level 1%,

dalam hal ini variabel CFAT memiliki koefisien positif, sedangkan variabel moderasi BM*D yaitu

interaksi antara BM dengan dummy perusahaan NFC memiliki koefisien negatif. Untuk hipotesis

2 dan 3, variabel BM dan variabel moderasi CFAT*D yaitu interaksi antara CFAT dengan dummy

perusahaan FC memiliki koefisien positif dan signifikan pada level 5%.

Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa koefisien determinasi (R2) model relatif kecil

sebesar 0,131 yang menunjukkan bahwa 13,1% variasi keputusan investasi bisa dijelaskan

oleh variasi dari keenam variabel independen CFAT, BM, D, CFAT*D, BM*D, dan DER. Sedangkan

sisanya (86,9%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.

Dengan likuiditas yang tinggi, perusahaan memiliki kesempatan untuk berinvestasi lebih

besar pada pengeluaran modal (capital expenditure) yaitu investasi pada aktiva tetap seperti

tanah atau properti, bangunan, dan peralatan. Namun demikian, dengan likuiditas perusahaan

yang tinggi akan sensitif terjadi konflik keagenan. Menurut teori ini, manajer lebih senang

menggunakan modal internal untuk membiayai investasi karena modal internal dapat

mengurangi keterlibatan pengawasan dari pemegang saham atau pihak eksternal terhadap

keputusan investasi yang dibuat oleh manajer. Manajer cenderung memilih proyek yang lebih

sulit dimonitor oleh pihak luar, sehingga memberi keleluasaan yang lebih besar bagi si manajer

untuk mengambil keputusan yang menguntungkan dirinya. Manajer juga lebih senang

menyimpan free cash flows dari pada membagikannya kepada pemegang saham. Semakin

tinggi free cash flows maka semakin besar kebebasan manajer dalam mengontrol sumber daya

perusahaan.

Selain itu menurut Myers dan Majluf (1984) bahwa dengan adanya asimetri informasi,

maka sumber pendanaan internal lebih murah dibanding pendanaan eksternal seperti hutang,

sehingga perusahaan cenderung akan memilih pendanaan internal daripada pendanaan

eksternal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fazzari, Hubbard, dan Petersen (1988);

Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991); Vogt (1994); Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999);

Agung (2000); Kristianti (2003); Moyen (2004); Almeida, Campello, dan Weisbach (2004); dan

Hermeindito (2004). Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interdependensi

antara keputusan investasi dengan keputusan pendanaan.

Keputusan investasi perusahaan sebenarnya lebih dekat kaitannya dengan kesempatan

investasi yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil hipotesis 2 pada penelitian ini mendukung

pernyataan tersebut, dalam hal ini terdapat pengaruh positif kesempatan investasi terhadap

keputusan investasi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Fazzari, Hubbard, dan Petersen

(1988); Vogt (1994); Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999); Almeida, Campello, dan

Page 64: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

474 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Weisbach (2004); dan Prasetyantoko (2007). Menurut Gaver dan Gaver (1993), kesempatan

investasi merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran

yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang dalam hal ini pilihan-pilihan investasi

yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Jika terdapat kesempatan investasi

yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk

memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Semakin besar kesempatan investasi yang

menguntungkan, maka investasi yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin besar.

Pengaruh likuiditas dan kesempatan investasi terhadap keputusan investasi akan berbeda

ketika dimoderasi oleh perusahaan FC dan perusahaan NFC. Hal ini ditunjukkan oleh hasil hipotesis

3 dan 4. Hasil hipotesis 3 menunjukkan bahwa likuiditas lebih berpengaruh terhadap keputusan

investasi pada perusahaan FC dibanding perusahaan NFC. Menurut Fazzari, Hubbart, dan Petersen

(1988) disebabkan adanya asimetri informasi pada pendanaan eksternal, sehingga pendanaan

eksternal seperti hutang lebih mahal dari pada pendanaan internal yang berakibat perusahaan

FC kurang memiliki akses ke sumber pendanaan eksternal. Selain itu perusahaan FC relatif lebih

kecil, yang menunjukkan keterbatasan finansial sehingga akan sulit bagi perusahaan mengambil

kesempatan investasi yang menguntungkan untuk investasi. Dengan kata lain bahwa perusahaan

FC mempunyai nilai perusahaan yang rendah. Dengan demikian, perusahaan FC cenderung

lebih sensitif terhadap likuiditas dalam berinvestasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

Fazzari, Hubbart, dan Petersen (1988); Hoshi, Kashyap, dan Scharfstein (1991); Schaller (1993);

Almeida, Campello, dan Weisbach (2004); dan Hermeindito (2004).

Sebaliknya, hasil hipotesis 4 menunjukkan bahwa kesempatan investasi lebih berpengaruh

terhadap keputusan investasi pada perusahaan NFC dibanding perusahaan FC. Hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian Kaplan dan Zingales (1997); Cleary (1999); Kristianti (2003). Menurut

Jensen dan Meckling (1976) kebijakan dividen dan kesempatan investasi merupakan mekanisme

kontrol manajemen yang dapat bersifat substitusi lebih tergantung penerapannya dari

ketersediaan sumber pendanaan internal dari pada sumber pendanaan eksternal melalui

kesempatan investasi.

Perusahaan yang memiliki sumber pendanaan internal tinggi dikontrol melalui pembayaran

dividen tinggi sehingga perusahaan ini dapat diklasifikasikan sebagai NFC. Dengan demikian

perusahaan NFC dapat dengan mudah menyesuaikan sumber pendanaan untuk investasi yang

menunjukkan fleksibelitas finansial yang lebih besar dan cenderung mempunyai akses lebih

mudah ke pasar modal eksternal. Dengan kata lain perusahaan NFC menunjukkan nilai

perusahaan yang tinggi (Bhaddari, 1988; Chan dan Chen, 1991; Fama dan French, 1992). Hal

ini berarti bahwa perusahaan NFC lebih sensitif terhadap kesempatan investasi dalam

berinvestasi.

Page 65: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

475Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

V. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian hipotesis, maka simpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bahwa likuiditas berpengaruh positif terhadap keputusan investasi. Pengaruh ini

menunjukkan bahwa dengan likuiditas yang tinggi, perusahaan memiliki kesempatan untuk

berinvestasi lebih besar pada pengeluaran modal (capital expenditure) yaitu investasi pada

aktiva tetap seperti tanah atau properti, bangunan, dan peralatan.

2. Bahwa kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap keputusan investasi. Jika terdapat

kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-

peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham yang berarti juga

meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian, semakin besar kesempatan investasi

yang menguntungkan, maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.

3. Bahwa likuiditas lebih berpengaruh terhadap keputusan investasi pada perusahaan FC

dibanding perusahaan NFC. Hal ini disebabkan adanya asimetri informasi pada pendanaan

eksternal, sehingga pendanaan eksternal seperti hutang lebih mahal dari pada pendanaan

internal yang berakibat perusahaan FC kurang memiliki akses ke sumber pendanaan

eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan investasi perusahaan FC lebih sensitif

terhadap likuiditas.

4. Bahwa kesempatan investasi lebih berpengaruh terhadap keputusan investasi pada

perusahaan NFC di banding perusahaan FC. Hal ini dikarenakan perusahaan NFC cenderung

mempunyai akses lebih mudah ke pasar modal eksternal sehingga dapat dengan mudah

menyesuaikan sumber pendanaan untuk investasi yang menunjukkan fleksibelitas finansial

yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa perusahaan NFC dalam berinvestasi lebih sensitif

terhadap kesempatan investasi.

Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif likuiditas terhadap keputusan

investasi, dengan kata lain terdapat interdepensi antara keputusan pendanaan dalam hal ini

likuiditas dengan keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia khususnya

perusahaan yang menjadi sampel. Keputusan investasi perusahaan lebih dekat hubungannya

dengan kesempatan investasi. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan tersebut, bahwa

terdapat pengaruh positif kesempatan investasi terhadap keputusan investasi pada perusahaan-

perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan yang menjadi sampel.

Ketika pengaruh likuiditas dan kesempatan investasi terhadap keputusan investasi

dimasukkan variabel FC dan NFC sebagai variabel moderasi, maka hasil penelitian menunjukkan

bahwa likuiditas lebih berpengaruh terhadap keputusan investasi pada perusahaan FC dibanding

perusahaan NFC. Implikasinya adalah perusahaan FC cenderung akan menggunakan likuiditas

untuk berinvestasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kesempatan investasi lebih

Page 66: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

476 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

berpengaruh terhadap keputusan investasi pada perusahaan NFC dibanding perusahaan FC.

Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka perusahaan NFC akan dengan

mudah mengambil kesempatan tersebut untuk berinvestasi. Hal ini karena perusahaan NFC

lebih mudah dalam mengakses sumber pendanaan eksternal karena memiliki fleksibelitas

financial yang lebih besar, lebih berpengalaman, dan lebih lama. Jadi, dalam berinvestasi

perusahaan NFC cenderung lebih sensitif terhadap kesempatan investasi.

Perlu digarisbawahi bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan yang merupakan ruang

pengembangan untuk penelitian lebih lanjut. Hal pertama adalah jumlah sampel yang terbatas,

yaitu hanya 136 perusahaan non keuangan selama lima tahun yaitu dari periode 2003-2007

dengan jumlah observasi 680. Untuk penelitian selanjutnya dapat menambah sampel dengan

periode yang lebih panjang. Kedua, banyak sampel yang tidak mengandung nilai akuntansi

pajak yang ditangguhkan dalam perhitungan cash flow, sehingga banyak data yang dikeluarkan.

Penelitian yang akan datang agar menggunakan proksi cash flow dengan perhitungan lain.

Selain itu kecilnya jumlah sampel juga disebabkan terdapat data yang outlier karena memiliki

nilai cash flow, book to market, equity, dan investasi negatif. Ketiga, penelitian ini hanya

menggunakan dua variabel independen yaitu likuiditas dan kesempatan investasi. Penelitian

yang akan datang mungkin perlu menambah variabel independen lain yang relevan seperti

hutang, sehingga dapat membandingkan antara sumber pendanaan internal dan sumber

pendanaan eksternal yang dimoderasi oleh perusahaan FC dan NFC. Keempat, sampel dipool

sehingga satu perusahaan yang masuk kategori perusahaan FC pada tahun ini bisa jadi masuk

kategori perusahaan NFC di tahun berikutnya. Seharusnya dibuat Robustness test, dengan

cara hold-out sample. Yang dites hanya sampel yang lima tahun atau tiga tahun berturut-turut

ada di kategori yang sama.

Page 67: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

477Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Agung, Juda (2000), ≈Financial Constraint, Firms» Investment and the Channels of Monetary

Policy in Indonesia∆, Apllied Economics, 32: pp. 1637-1646.

Almeida, Heitor, Campello, Murillo, and Weisbach, Michael S. (2004), ≈The cash Flow Sensitivity

of Cash∆, Journal of Finance, vol. LIX, no. 4: pp. 1777-1804.

Arifin, Zaenal, (2005), ≈Teori Keuangan dan Pasar Modal∆, Yogyakarta: Ekonosia.

Brigham, Eugene F. and Ehrhardt, Michael C. (2005), ∆Financial Management: Theory and

Practice∆ 11th Edition, Thomson, South-Western.

Brigham, E.F., Gapenski, L.C., and Daves, P.R. (1999), ≈Intermediate Financial Management∆,

6th Edition, The Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers.

Chan, L. K. and Chen, N. (1991), ≈Structural and Return Characteristics of Small and Large

Firms∆, Journal of Finance, 46: pp. 1467-1484.

Chung, K.H. and Charoenwong, C. (1991), ∆Investment Options, Assets in Place, and the Risk

of Stocks∆, Financing Management, Autumn: pp. 21-33.

Cleary, Sean (2004), ≈International Corporate Investment and the Role of Financial Constraint∆,

Saint Mary»s University Working Paper.

Cleary, Sean (1999), ≈The Relationship between Firm Investment and Financial Status∆, Journal

of Finance, vol. LIV no. 2: pp. 673-692.

Fama, Eugene F. (1974), ≈The Empirical Relationship Between the Dividend and Investment

Decisions of Firms∆, American Economic Review, 76: pp. 323-329.

Fama, Eugene F. and French, Kenneth R. (2000), ≈ Testing Tradeoff and Pecking Order Predictions

about Dividents and Debt∆, The Center for Research in Security Price Working Paper No.

506.

Fama, Eugene F. and French, Kenneth R. (1992), ≈The Cross-Section of Expected Stock Returns∆,

Journal of Finance, 47: pp. 427-465.

Fazzari, Steven M., Hubbart, Glenn R., and Petersen, Bruce C. (1988), ∆Financing Constrains

and Corporate Investment∆, Brooking Papers on Economic Activity, 19: pp. 141-195.

Gaver, J.J. and Gaver, K.M. (1993), ∆Additional Evidence on Association between the Investment

Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend, and Compensation Policies∆, Journal

of Accounting and Economics, 16: pp. 125-160.

DAFTAR PUSTAKA

Page 68: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

478 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Geczy, C., Minton, B.A., and Schrand, C. (1997), ≈Why Firm Use Currency Derivatives∆, Journal

of Finance, 52: pp. 1323-1354.

Ghozali, Imam, (2001), ≈Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS∆, Semarang: BP

Undip.

Gujarati, Damodar N. (2003), ≈Basic Econometric∆, fourth edition, New York: McGraw-Hill.

Hanafi, Mamduh M. dan Halim, Abdul (2005), ≈Analisis Laporan Keuangan∆, Edisi kedua,

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Hermeindito (2004), ≈Asimetri Informasi dan Kontrol Manajemen: Analisis Kepekaan Investasi

dan Leverage Terhadap Pemilihan Sumber-sumber Pendanaan∆, Disertasi Program Doktor,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Tidak dipublikasikan.

Hovakimian, Gayane and Titman, Sheridan, (2006), ∆Corporate Investment with Financial

Constraints: Sensitivity of Investment to Funds from Voluntary Asset Sales∆, Journal of Money,

Credit, and Banking, 38 (2): pp. 357-374.

Hoshi, Takeo, Kashyap, Anil K., and Scharfstein, David, (1986), ≈ Corporate Structure Liquidity

and Investment: Evidence from Japanese Panel Data∆, Quarterly Journal of Economics, 106:

pp. 33-60.

Jensen, Michael C. (1986), ≈Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers∆,

American Economic Review, 76: pp. 323-329.

Jensen, Michael C. and Meckling, W.H. (1976), ≈Theory of the Firm: managerial Behavior,

Agency Costs, and Ownership Structure∆, Journal of Financial Economics, vol. 3 no. 4: pp.

305-360.

Kallapur, Sanjay and Trombley, Mark A. (1999), ≈The Association Between Investment

Opportunity Set Proxies and Realized Growth∆, Journal of Business and Accounting, April/

May: pp. 505-519.

Kaplan, Steven N. and Zingales, Luigi (2000), ≈Investment-Cash Flow Sensitivities Are Not Valid

Measures of Financing Constraints∆, Quarterly Journal of Economics, May: pp. 707-712.

Kaplan, Steven N. and Zingales, Luigi (1997), ≈Do Financing Constraints Explain Why Investment

is Correlated with Cash Flow?∆, Quarterly Journal of Economics, 112: pp. 169-215.

Kristianti, Rina A. (2002), ≈Pengaruh Likuiditas Terhadap Keputusan Investasi Aktiva Tetap

pada Perusahaan Yang Dikelompokkan dalam Financially Constraints∆, Tesis Program Pasca

Sarjana (Magister Sains), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Tidak

dipublikasikan.

Lang, Larry, Ofek, Eli, and Stulz, Rene M. (1996), ≈Leverage, Investment, and Firm Growth∆,

Journal of Financial Economics, 40, pp. 3-29.

Modigliani, Franco and Miller, Merton, H. (1958), ∆The Cost of Capital, Corporation Finance,

and the Theory of Investment∆, American Economics Review, 48: pp. 461-297.

Page 69: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

479Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Moyen, Nathalie (2004), ∆Investment-Cash Flow Sensitivities: Constrained versus Unconstrained

Firms∆, Journal of Finance, vol. LIX, no. 5: pp. 2061-2092.

Myers, Stewart C. (1984), ≈The Capital Structure Puzzle∆, Journal of Finance, 39: pp. 575-

592.

Myers, Stewart C. and Majluf, Nicholas S. (1984), ∆Corporate Financing and Investment Decisions

when Firms Have Information that Investors Do Non Have∆, Journal of Financial Economics,

13: pp. 187-221.

Myers, Stewart C. (1977), ∆Determinant of Corporate Borrowing∆, Journal of Financial

Economics, November: 147-176.

Prasetyantoko, Augustinus, (2007), ∆Financing Constraints and Firm-Level Investment Following

a Financial Crisis in Indonesia∆, Working Papers on Documents De Travail, Juli: pp. 1-42.

Riyanto, Bambang, (1997), ∆Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan∆, edisi 4, Yogyakarta: BPFE.

Schaller, Huntley, (1993), ∆Asymmetric Information, Liquidity Constraints, and Canadian

Investment∆, Canadian Journal of Economics, 26: pp. 552-574.

Smith, Jr. Clifford W. and Watts, Ross L. (1992), ≈The Investment Opportunity Set and Corporate

Financing, Dividend, and Compensation Policies∆, Journal of Financial Economics, 32: pp.

263-292.

Vogt, S.G. (1994), ≈The Cash Flow/Investment Relationship: Evidence from U.S. Manufacturing

Firm∆, Financial Management, 23 (2): pp. 3-20.

Page 70: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

480 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 71: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

481Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Starting from the Optimum Currency Area (OCA), this paper utilize the Vector Error Correction

Model (VECM) to identify the dynamic short term and the long term co-movement between the ASEAN

4 currencies, including their existing fundamental mechanism. There are at least 3 important findings, (i)

the co-movement between the ASEAN 4 currencies is not proved empirically, (ii) the theory of OCA does

not robust in explaining the co-movement pattern in ASEAN, and (iii) the existance of OCA is a global

phenomena, indicated from the significance of Yen currency on the ASEAN 4. These findings led to a

conclusion of this paper that the ongoing economic integration as well as the financial one in ASEAN are

not enough to form a unified monetary arrangement nor a common currency in this region.

JEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL Classification : F02, F36, F33, C32

Keywords : Pergerakan Bersama, Optimum Currency Area, Vector Error Correction Model.

1 Doddy Arifianto adalah Ekonom Senior Bank Mandiri ([email protected] and ), Dr. Perry Warjiyo adalah DirekturRiset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, ([email protected]).

PERGERAKAN BERSAMA MATA UANG ASEAN 4 PERIODE 1997-2005:SUATU APLIKASI TEORI OPTIMAL CURRENCY AREA DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL VECTOR ERROR CORRECTION

Moch. Doddy AriefiantoPerry Warjiyo 1

A b s t r a k s i

Page 72: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

482 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

I. PENDAHULUAN

Penelitian ini melakukan investigasi terhadap faktor/mekanisme fundamental yang bekerja

dibalik keberadaan co-movement (jika ada) pada suatu pasangan mata uang. Tentunya

diharapkan dengan menggunakan mata uang yang nilainya ditetapkan oleh pasar, keberadaan

mekanisme fundamental akan lebih jelas terlihat. Hal ini terutama disebabkan minimalnya

distorsi, misalnya dalam bentuk intervensi Bank Sentral/Pemerintah.

Implikasi dari adanya keberadaan co-movement dapat bersifat ekonomi dan politis. Dari

sisi ekonomi jika sekelompok negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat

erat, maka secara implisit kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.

Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan memberikan

kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi bersama).

Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah keberadaan

European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan European Central Bank

(ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses kearah penggabungan moneter

sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of Rome (1957) dapat dikatakan titik tolak

yang meletakkan dasar/fase yang harus ditempuh dalam rangka pembentukan komunitas

ekonomi eropa.

Salah satu studi penting yang melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat OCA di

ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi dan Mauro (1999). Mereka

berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama dengan Uni Eropa

sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek. Aspek tersebut adalah

1. Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh share perdagangan internal terhadap GDP).

2. Komposisi perdagangan berdasarkan type produk. Dengan berlangsungnya transisi ekonomi,

negara-negara di wilayah ini (kecuali Singapura) memiliki tendensi sebagai negara

manufaktur.

3. Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak goncangan adalah lebih besar di ASEAN tetapi

kecepatan pemulihan lebih tinggi di wilayah ini. Dengan demikian dapat dikatakan hasil

bersih dari pola goncangan ekonomi semacam ini adalah cenderung netral.

Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat

mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini adalah

1. Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih tinggi dibandingkan Uni

Eropa

2. Diversifikasi perdagangan yang signifikan. Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah

rekan dagang utama, namun proporsi masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi

Page 73: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

483Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

bahwa setiap negara ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada level tertentu.

3. OCA index (Eichengreen dan Bayoumi, 1996) menunjukkan kesiapan negara ASEAN masih

kalah dengan negara Eropa pra traktat Maastricth. Disini ditunjukkan divergennya arah

keterkaitan mata uang ASEAN terhadap salah satu mata uang utama dunia. Singapura,

Malaysia dan Philipina misalnya, lebih cocok masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia

dan Thailand cenderung kepada blok JPY.

Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994), Kim dan Ryou (2001)

dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi dalam penyatuan keuangan negara-

negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata uang anchor yang tunggal bagi mata uang

negara ASEAN tersebut.

Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat dikatakan

langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini, misalnya ASEAN, AFTA

dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak 1967. Namun demikian diskursus

mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat melalui kerjasama moneter (dan mata uang

bersama) baru terdengar pasca krisis keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama

moneter yang lebih serius tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang

heterogen diwilayah Asia (Wilson, 2002).

Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini merupakan

wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap digunakan ketika

dibutuhkan. Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF dalam

mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake holder utamanya

US) sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka ASEAN+3 suatu

kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam bentuk pejanjian swap.

Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives. Dari forum ini tampaknya terlihat adanya

perkembangan kearah suatu instrument obligasi Asia.

Dari sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini terlihat jauh lebih

≈kaku∆. Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember 1998, pemimpin wilayah

ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas adopsi mata uang bersama. Namun

baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk penelitian ini dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini

dikenal dengan nama Kobe Research Project.

Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan moneter adalah bergerak lamban,

pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada. Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam

suatu studinya berkesimpulan bahwa wilayah Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar

OCA serta telah memiliki kesiapan yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro

Page 74: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

484 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

(1999) juga mengusulkan hal yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu

komitmen politik untuk memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat

dilihat misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005).

Syarat dan kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan

merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern secara

komprehensif diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya yang berjudul

≈A Theory Of Optimum Currency Areas∆. Secara ringkas teori tersebut menguraikan bahwa

sekelompok negara dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan

penggunaan mata uang sendiri dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau

menerapkan rezim nilai tukar tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA).

Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya signifikannya

transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi yang tinggi, korelasi

siklus bisnis dsb. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan tetap menggunakan mata

uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan moneter) lebih kecil dari manfaat

yang diperoleh dari penyatuan mata uang (berupa biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan

kredibilitas kebijakan).

Dengan asumsi serangkaian kondisi tersebut dipenuhi maka penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi keberadaan OCA di wilayah Asia khususnya antara negara-negara: Indonesia,

Singapura, Phillipina dan Thailand (ASEAN4). Secara lebih spesifik permasalahan penelitian ini

diselesaikan dengan menjawab tiga pertanyaan, pertama,Apakah terdapat suatu co-movement

yang secara statistik berarti pada mata uang negara Asia?; kedua, Apakah sejumlah kriteria

yang dirujuk dalam teori OCA seperti perbedaan inflasi, pendapatan nasional, suku bunga dan

jumlah uang beredar antar negara dapat digunakan sebagai faktor penjelas dari co-movement

mata uang negara Asia tersebut?; dan ketiga, Apakah co-movement mata uang negara Asia

tersebut lebih merupakan fenomena pergerakan nilai tukar mata uang global (JPY)?

Bagian kedua dari paper ini mengulas tinjauan teori, model teoritis dan beberapa studi

literatur utama tentang pembentukan OCA. Bagian ketiga mengulas tentang metodologi

khsusunya model empiris yang digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan penelitian yang

diajukan. Bagian keempat mengulas hasil dan analisis sementara kesimpulan dan saran kebijakan

menjadi penutup.

II. TEORI

Pemikiran klasik mengenai penyatuan ekonomi (dalam bentuk penyatuan mata uang)

dapat ditelusuri paling tidak sejak John Stuart Mill (1848, hal 176), dimana ia menulis

Page 75: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

485Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

ż..so much barbarism, however still remains in the transactions of most civilized

nations that almost all independent countries choose to assert their nationality by

having, to their own convenience and that of their neighbours, a peculiar currency

of their own.∆

Paradigma pemikiran Mill (yang juga sebagaimana ekonom klasik lainnya) didasarkan

pada suatu dunia yang semua aspek ekonominya adalah fleksibel. Dengan demikian sebenarnya

suatu goncangan ekonomi dapat diatasi melalui penyesuaian variabel riil (misalnya perpindahan

faktor produksi) tanpa melibatkan suatu variabel nominal (misalnya nilai tukar). Sebagai contoh

jika di permintaan ekspor negara A turun secara drastis (karena pergeseran pola konsumsi

dunia) maka faktor produksi dinegara tersebut dapat digunakan untuk produksi lain (baik

dinegara tersebut maupun di negara lainnya) dan dengan demikian terjadi equilibrium baru.

Penyesuaian diasumsikan berlangsung seketika (karena absennya hambatan) sehingga suatu

deviasi variabel nominal yang substansial tidak akan bertahan lama.

Pemikiran yang lebih modern dan komprehensif mengenai teori OCA diuraikan oleh

seminal paper Robert Mundel yang berjudul A Theory Of Optimum Currency Areas pada tahun

1961. Dari sini teori OCA terus berkembang, dimana dengan mengikuti struktur dari Mongeli

(2002) ia dapat dibagi dalam beberapa fase, yakni2 :

1. Fase Awal (1960-an s/d awal 1970-an). Fase ini dikarakteristikkan oleh kondisi dunia yang

umumnya menganut nilai tukar tetap (Bretton Wood) dan pengawasan devisa. Disini timbul

ide-ide yang mempertanyakan manfaat dan biaya antara rezim nilai tukar tetap dan nilai

tukar fleksible serta kemungkinan integrasi ekonomi (khususnya di Eropa). Dari periode ini

lahir kriteria yang harus dipenuhi agar manfaat integrasi ekonomi (dan penyatuan mata

uang) dapat optimal. Mundel (1961), Ingram (1962), McKinon (1963), Kenen (1969), Grubel

(1970), Mintz (1970), Fleming (1971) dan Corden (1972) adalah beberapa tulisan awal

dibidang OCA.

2. Fase Rekonsiliasi (1970-an). Pada fase ini teori OCA dikembangkan dengan menggunakan

kerangka berfikir manfaat versus biaya (lihat Corden, 1972 dan Mundell, 1973). Jika suatu

wilayah (atau sekelompok negara) teridentifikasi sebagai OCA maka wilayah tersebut

dapat melakukan penyatuan mata uang (kebijakan moneter bersama). Implikasi kebijakan

semacam ini akan memberi suatu manfaat namun juga memiliki suatu biaya. Warjiyo

(2004) membuat suatu rangkuman atas manfaat dan biaya dimaksud, yang dapat dilihat

pada tabel IV.1.

2 Lihat Horvath (2003) dan Hawkins and Mason (2003) untuk suatu survey teori OCA dalam pandangan yang berbeda.

Page 76: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

486 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

3. Fase Reassement (1980-an s/d 1990-an). Dilatari oleh laporan ≈One Market, One Money

Report∆ (Emerson et al, 1992), ditemukan beberapa aspek dari teori OCA (yang lama) untuk

disesuaikan. Aspek-aspek tersebut meliputi;

a. Tidak efektifnya kebijakan moneter terhadap output jangka panjang (fenomena short

run Phillips Curve). Hal ini mengurangi biaya dari hilangnya kebijakan moneter yang

independen (akibat integrasi ekonomi).

b. Diperlukan kredibilitas yang besar untuk membantu mengurangi biaya pengendalian

inflasi didalam negara anggota OCA.

c. Penyesuaian nilai tukar tidak efektif didalam mempengaruhi sektor riil. Hal ini disebabkan

adanya proses transmisi melalui capital account.

d. Dampak mata uang tunggal semakin kecil terhadap pasar tenaga kerja, yang disebabkan

desentralisasi negosiasi kontrak ditingkat perusahaan.

4. Fase Empiris (1990-an). Upaya untuk mengoperasionalisasikan OCA semakin meningkat

dengan adanya proyek Uni Eropa (dengan mata uang tunggalnya: Euro). Dapat dikatakan

Uni Eropa adalah ≈landmark∆ yang sangat penting bagi pengembangan teori OCA. Dalam

fase ini, teori OCA berkembang melalui uji empiris terhadap karakteristik dan model teoritis

(lihat misalnya Frankel dan Rose (1996), Alesina et al (2002), dan Baele (2004)).

Sejalan dengan perkembangan pemikiran OCA, definisi OCA juga berkembang. Definisi

terkini dan paling komprehensif diberikan oleh Mongeli (2002) dimana OCA didefinisikan

sebagai:

≈Optimal geographic domain of a single currency, or of several currencies, whose

exchange rates are irrevocably pegged and might be unified. The single currency,

or the pegged currencies can only fluctuate in unison against the rest of the world∆

Dapat dilihat disini, OCA memiliki dua kata kunci, yakni (i) OCA domain yang didefinisikan

sebagai negara yang berdaulat yang memilih untuk mengadopsi mata uang tunggal atau

Table IV.1Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi

1. Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uangyang lebih luas.

2. Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karenastabilitas harga dan akses dana yang lebih besar dariintegrasi finansial.

3. Positive externality dari biaya transaksi dan cadangandevisa yang lebih rendah serta koordinasi kebijakanyang lebih efektif.

Manfaat Biaya

1. Beberapa kelemahan ditingkat mikro terutama padatahap awal integrasi

2. Terbatasnya pilihan instrumen kebijakan untukstabilisasi ekonomi makro

3. Permasalahan disiplin: ada insentif bagi negara anggotauntuk melakukan deviasi dari traktat ekonomi bersama.

Sumber : Warjiyo (2004)

Page 77: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

487Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

memberlakukan nilai tukar tetap (terhadap sesama negara angota OCA) yang permanen, (ii)

Optimality, yang didefinisikan sebagai sifat/karakter dimana manfaat penyesuaian ekonomi

makro (internal dan eksternal) dari nilai tukar secara sendiri-sendiri (oleh OCA domain) akan

berkurang dibandingkan penggunaan mata uang bersama atau nilai tukar bilateral yang bersifat

tetap dan permanen. Dengan kata lain, sekelompok negara akan membentuk OCA jika manfaat

yang diberikan dari keanggotaan OCA lebih besar dari kerugian karena kehilangan kendali

kebijakan moneter.

Untuk mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa

karakteristik tertentu. Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat

OCA yang diperoleh para anggotanya dapat maksimal. Tabel IV.2 dibawah ini merangkum

karakteristik OCA dimaksud (Mongeli, 2002).

Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer didalam

teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah moneter bersama

akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat karakteristik OCA, Frankel dan

Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya: karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan

kata lain sekelompok negara dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA ex ante

Table IV.2Persyaratan Optimum Currency Area

1. Fleksibilitas harga dan upah

2. Mobilitas faktor produksi

3. Integrasi pasar keuangan

4. Tingkat keterbukaan ekonomi

5. Diversifikasi produksi dan konsumsi

6. Kesamaan tingkat inflasi

7. Integrasi fiscal

8. Integrasi politis

No. Karakteristik OCA Persyaratan Untuk OCA

Sumber : Mongeli (2002)

Fleksibilitas harga dan upah didalam dan diantara negara OCAmemperkecil penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan.

Mobilitas faktor produksi, termasuk tenaga kerja, antar negara OCAmemperkecil penyesuaian harga faktor produksi dan nilai tukar terhadapkejutan

Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI, portfolioinvestment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuiankejutan melalui aliran modal.

Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan memperbesartransmisi harga internasional ke harga domestik

Keberagaman tenaga kerja, sektor ekonomi dan produksi antar negaraOCA memperkecil penyesuaian Term Of Trade

Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan stabil) antar negara OCAmendorong stabilitas term of trade dan menyeimbangkan currentaccount.

Sistem transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana kenegara yang membutuhkan.

Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasamaberbagai kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar negaraOCA.

Page 78: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

488 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

tetapi suatu penyatuan moneter akan optimal ex post. Penelitian yang mereka lakukan terhadap

dua puluh negara industri memberikan dukungan empiris. Lebih lanjut, Corsetti dan Pesenti

(2002) memberikan suatu model formal mengenai aspek ini yang berangkat dari teori

keseimbangan umum, dan disebut dengan model self validating OCA.

II.1. Model Teoritis

Kerangka teoritis studi ini dibangun dari model pendekatan moneter harga fleksibel

(flexible price monetary approach, FLMA)3 . FLMA berawal dari kritik terhadap penentuan nilai

tukar yang menggunakan pendekatan flow neraca pembayaran. Mussa (1979) berargumen

bahwa penentuan nilai tukar tersebut seharusnya didekati dengan pendekatan harga aset (karena

nilai tukar adalah harga relatif mata uang domestik terhadap mata uang lainnya).

Jika nilai tukar dipandang sebagai harga aset maka terdapat implikasi berikut (MacDonald,

1988):

1. Faktor ekspektasi akan bersifat penting didalam penentuan nilai tukar. Hal ini terjadi karena

daya tahan uang yang cukup tinggi (durability). Dengan demikian perubahan ekspektasi

dimasa depan akan mempengaruhi nilai tukar saat ini.

2. Karena aset adalah suatu konsep stok, maka ekuilibrium didefinisikan sebagai situasi dimana

stok permintaan mata uang akan sama dengan stok penawaran uang. Dengan demikian

flow neraca pembayaran tidak dapat digunakan dalam penentuan nilai tukar karena ia

hanya merupakan situasi disekuilibrium yang bersifat sementara. Ini adalah titik sentral dari

pemikiran penganjur pendekatan moneter terhadap nilai tukar.

3. Faktor riil dapat mempengaruhi nilai tukar, namun hanya melalui faktor permintaan uang.

4. Empirical regularities berupa: (1) spot rate dan forward rate memiliki korelasi erat, (2) nilai

tukar berperilaku random walk (dari hipotesa efisiensi pasar, lihat Fama (1970)), (3) forward

rate dapat digunakan sebagai ekspektasi nilai tukar dan (4) informasi baru yang relevan

akan mengubah nilai tukar saat ini.

Sebelum menguraikan model secara mendetail, terlebih dahulu diasumsikan beberapa

hal (MacDonald, 1988 dan Gartner, 1993):

1. Ekonomi dunia dibagi dua, yakni domestik dan dunia (world) dengan variabel-variabel makro

ekonomi terkait.

2. Small economy, dalam artian nilai variabel ekonomi domestik tidak memiliki dampak bagi

perekonomian dunia.

3. Perekonomian domestik dan dunia selalu dalam kondisi full employment.

3 Tulisan Frenkel (1976), Mussa (1976) dan Bilson (1978) dapat dianggap sebagai perintis model FLMA.

Page 79: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

489Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

4. Pasar uang dan pasar barang selalu mencapai kondisi ekuilibrium (jika terjadi goncangan).

5. Pasar uang dalam dan luar negeri memiliki karakteristik serupa.

6. Terpenuhinya uncovered interest rate parity.

7. Fleksibilitas harga dan purchasing power parity/PPP berlaku

8. Constant Real Exchange Rate.

Model FLMA secara sederhana dapat dijabarkan dalam persamaan-persamaan berikut:

1.1.1.1.1. Persamaan sektor riil (IS Curve):Persamaan sektor riil (IS Curve):Persamaan sektor riil (IS Curve):Persamaan sektor riil (IS Curve):Persamaan sektor riil (IS Curve):

(IV.1)

dimana δ>0 (Marshall-Lerner Condition terpenuhi), γ>0, β<0

2.2.2.2.2. Sektor Moneter:Sektor Moneter:Sektor Moneter:Sektor Moneter:Sektor Moneter:

(IV.2)

(IV.3)

dengan asumsi: φ>0, λ>0 (permintaan uang ala Cagan)

3.3.3.3.3. Pasar Asset (kondisiPasar Asset (kondisiPasar Asset (kondisiPasar Asset (kondisiPasar Asset (kondisi Uncovered Interest Parity Uncovered Interest Parity Uncovered Interest Parity Uncovered Interest Parity Uncovered Interest Parity):):):):):

Untuk memperoleh nilai tukar yang menjamin ekuilibrium di ketiga pasar diatas, dapat

dilakukan beberapa operasi matematis sbb:

(IV.4)

*)*( gryppsy +++−+= βγδ

**** rypm

rypm

λφ

λφ

−=−

−=−

)(*•

+= sErr

4 Pemodelan semacam ini memberikan manfaat intrepretasi statika komparatif. Dalam bentuk logaritma natural koefisien yang dihasilkandari turunan pertama suatu variabel terhadap variabel lainnya adalah suatu elastisitas. Misalnya y = ax, maka d/dx (y) = a d/dx (x) =1/y y»= a x»/x sehingga a = y»/y : x»/x yang merupakan suatu elastisitas.

y : pendapatan nasional

y* : pendapatan dunia

s : nilai tukar (dalam X mata uang domestik per mata uang dunia)

p* : tingkat harga dunia

p : tingkat harga domestik

g : pengeluaran pemerintah domestik

Konvensi notasi bagi variabel didalam model, adalah

r : suku bunga domestik

r* : suku bunga dunia

M : penawaran uang domestik

M* : penawaran uang dunia•

s : tingkat depresiasi

semua notasi diatas (kecuali suku bunga) adalah dalam bentuk logaritma natural(y=ln (Y); Y = pendapatan nasional dalam rupiah)4 .

Page 80: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

490 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

atur kembali persamaan IV.1 sebagai

(IV.5)

dari persamaan IV.2 dan IV.3, dapat diperoleh

(IV.6)

Atur kembali persamaan IV.5 dan substitusikan persamaan IV.6

(IV.7)

dengan mensubstitusikan persamaan IV.4 kedalam persamaan IV.7 diperoleh

(IV.8)

Dengan asumsi real exchange rate adalah konstan, maka pers diatas dapat ditulis kembali

sebagai

(IV.9)

Akhirnya karena ekonomi juga diasumsikan dalam kondisi full employment maka

ekspektasi inflasi akan sama dengan ekspektasi pertumbuhan uang beredar, atau

(IV.10)

)*(1

* gryyspp +++−+=− βγδ

*)(*)(*)(

*)**(*

rryymm

rymrympp

−+−−−=

+−−+−=−

λφ

λφλφ

**1

*)(

*1

*)(*)(*)(

)*(1

*)(*)(*)(

)*(1

*)(

δλ

δβλδ

δγφδ

δφδ

δδβ

δγ

δλφ

βγδ

λφ

βγδ

grryymm

gryyrryymm

gryyrryymms

gryypps

−−−

+−

+−

+−=

−−−+−+−−−=

+++−−−+−−−=

+++−−−=

δδβλδ

δβ

δγφδ

δφδ

δλ

δβλδ

δγφδ

δφδ

gsEryymm

grsEryymm

−−

+−−

+−

+−=

−−+−

+−

+−

+−=

)(**1

*)(

*))(*(*1

*)(s

Page 81: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

491Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

(IV.11)

dan

Model FLMA diatas baru membahas 4 dari 8 karakteristik OCA, yakni Integrasi Pasar

Keuangan, Tingkat Keterbukaan Ekonomi, Kesamaan Tingkat Inflasi dan Integrasi Fiskal. Dengan

demikian model ini masih belum lengkap. Untuk membahas perilaku nilai tukar terhadap

karakteristik OCA yang belum tercakup, model diatas dapat diperluas kembali. Hal ini dilakukan

sbb:

1. Penggunaan fungsi produksi Y = F(X) yang merupakan suatu kelas khusus dari fungsi produksi

CRTS (Constant Return To Scale), yakni fungsi produksi Cobb-Douglas6 . Dalam bentuk log

linear fungsi ini dapat ditulis sebagai

; ;7 (IV.12)

Dimana xi = ln (Xi)

2. Dengan mengasumsikan pula bahwa perusahaan adalah bersifat (1) price taker (berada dalam

pasar persaingan sempurna) dan (2) bertujuan tunggal : memaksimumkan keuntungan, maka

kita dapat merumuskan permasalahan produsen secara matematis sebagai:

1)(

1 >−

+=∂∂

dm

mdE

m

s

δβλδ

0*

)(1

*<

−−−=

∂∂

dm

mdE

m

s

δβλδ

0*

>−=∂∂

δβ

r

s

01

<−=∂∂

δg

s

5

; ;

perilaku nilai tukar dapat diturunkan sebagai berikut:

apapunnilaimengambildapat*

dany

s

y

s

∂∂

∂∂

∑=

=n

i

ii xy1

α ∑=

=n

i

i

1

5 Respon nilai tukar terhadap perubahan pertumbuhan jumlah uang beredar lebih dari proporsional (1:1). Hal ini oleh Bilson (1979)disebut dengan magnification effect.

6 Bentuk umum fungsi Cobb-Douglas adalah ∏=

=n

i

iiXAY

1

α, dengan asumsi CRTS maka: ∑

=

=n

i

i

1

1α dan dengan demikian fungsi

tersebut dapat ditulis kembali sebagai ∏=

=n

i

iiXAY

1

α;. ∑

=

=n

i

i

1

7 Bukti: ∏=

=n

i

iiXAY

1

α; dengan asumsi A = 1 dan dengan mengambil nilai log maka fungsi produksi tersebut dapat ditulis

kembali sebagai ∑=

=n

i

ii XY1

)ln()ln( α dimana ∑=

=n

i

i

1

1α . Konsisten dengan konvensi, dimana huruf kecil adalah bentuk

logaritma maka ∑=

=n

i

ii xy1

α ; ∑=

=n

i

i

1

1α seperti yang diinginkan.

Page 82: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

492 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Min wxwxwxwxwx

xxxxx ≥ 0

st f(x) ≥ yyyyy (IV.13)

dimana wwwww: vektor harga input (dan wwwww >> 00000), yyyyy adalah vektor output yang dikehendaki.

Solusi dari masalah ini adalah

dan (IV.14)

Dimana ∆∆∆∆∆fffff(x) adalah gradient vector:

Dari solusi ini secara implisit kita dapat mendefinisikan xo sebagai fungsi harga input (w)

dan output (y) atau

xxxxxo = xxxxxo(wwwww,yyyyy) (IV.15)

3. Dengan mensubstitusikan 15 kedalam 12 maka diperoleh

; (IV.16)

Atau dalam kondisi optimisasi adalah

; (IV.17)

4. Hasil yang terakhir ini dapat disubsitusikan kembali ke persamaan IV.10 dan memberikan

(IV.18)

Persamaan II.18 melengkapi seluruh pembahasan perilaku nilai tukar dari karakteristik

OCA. Seperti yang dapat dilihat disini keberadaan komponen ∑=

n

i

ii wx1

)(α dan ∑=

n

iiiwx

1

)(**α

menunjukkan fleksibilitas harga dan upah, mobilitas faktor produksi dan diversifikasi produksi

dan konsumsi.

Sebagai suatu rangkuman, model yang telah diturunkan diatas dapat diintrepretasikan

sebagai berikut:

1. Nilai tukar adalah fungsi yang negatif terhadap selisih jumlah uang beredar dalam negeri

dengan luar negeri. Dengan asumsi ekspektasi rasional, magnitude dari variabel selisih jumlah

uang beredar akan bertambah lebih besar dari pada kondisi ekspektasi statis.

2. Goncangan pada sisi penawaran (upah, siklus bisnis, hubungan dagang, dsb) memiliki

dampak yang tidak dapat ditentukan terhadap nilai tukar. Hal ini merupakan konsekuensi

∑=

=n

i

ii ywxy1

),(α ∑=

=n

i

i

1

∑=

=n

i

ii wxy1

)(α ∑=

=n

i

i

1

δδβλδ

δβ

αδ

γφδα

δφδ

gmEmE

rwxwxmmn

iii

n

iii

−+

−−

+−

+−=

••

==∑∑

*)()(

*)(**)(1

*)(s11

)(oxfëw ∇≥ 0fëw =∇− )(

ox

)(

x

xf

∂∂

Page 83: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

493Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

logis, mengingat parameter output agregat dari model tidak dapat memiliki tanda tertentu.

3. Peningkatan suku bunga luar negeri akan berdampak negatif terhadap nilai tukar domestik.

4. Dampak dari ekspansi fiskal adalah positif bagi nilai tukar domestik.

Kembali perlu ditekankan disini bahwa model ini mengasumsikan dunia yang hanya terdiri

dari dua negara, generalisasi lebih lanjut pada kondisi banyak negara perlu memperoleh suatu

catatan. Kerangka teori sebagaimana diuraikan diatas adalah valid jika ASEAN4 memiliki mata

uang anchor yang sama (misalnya USD atau JPY). Dalam kondisi ini maka yang berperan sebagai

pihak luar negeri (variabel dengan *) adalah US atau Jepang. Suatu varian yang menyangkut

anchor ganda (keranjang mata uang) juga dapat diadaptasi sepanjang keranjang mata uang

tersebut adalah identik untuk semua negara ASEAN4.

Dengan syarat asumsi diatas terpenuhi, model ini dapat menjelaskan pergerakan bersama

mata uang ASEAN4 (jika terbukti secara statistik signifikan). Hal ini dapat diuraikan sbb:

1. Notasikan terlebih dahulu sj sebagai nilai tukar negara j (yang diduga merupakan anggota

OCA yang terdiri atas n negara) terhadap suatu mata uang yang diduga sebagai benchmark

(misalnya USD).

2. Adanya suatu OCA pada kelompok negara ini dapat dikarakteristikkan dengan terpenuhinya

persamaan berikut

s = w1s

1 = w

2s

2 = … = w

ns

n (II.19)

dimana s adalah mata uang bersama OCA yang merupakan fungsi dari mata uang-mata

uang anggota OCA (si ; i = 1,2,…,n) dan w

i adalah bobot mata uang s

i didalam s.

3. Apabila mata uang sekelompok negara diduga adalah OCA, maka koefisien wi harus memiliki

tanda matematis yang sama (yakni positif). Magnitude dapat berbeda tergantung dari

signifikansi ekonomi yang bersangkutan.

4. Implikasi dari FLMA adalah pergerakan variabel ekonomi makro harus konsisten dengan

nilai tukar, karena

s = w1s

1[(m

1-m*), (y

1-y*), …] = w

2s

2 [(m

2-m*), (y

2-y*), …] = …

= wns

n [(m

n-m*),(y

n-y*), …] (II.20)

Dengan kata lain, kebijakan maupun kondisi ekonomi negara yang tidak konsisten akan

berdampak pada keluarnya negara tersebut dari OCA8 .

Secara grafis konsep yang baru saja diuraikan diatas dapat dirangkum melalui

Grafik IV.1. Seperti yang dilihat disini, seandainya Indonesia mengikatkan diri pada komitmen

8 Seperti yang dilihat nanti, penulis memasukkan variabel inflasi dan suku bunga secara terpisah kedalam model. Hal ini berpotensimenimbulkan masalah multikolinearitas. Namun demikian seperti yang dapat dilihat pada model formal yang diuraikan disini,inflasi perlu dimasukkan untuk menjadi proxy dari ekspektasi inflasi. Jika ekspektasi adalah sempurna maka dapat diharapkan suatumultikolinearitas sempurna (sangat tinggi), tetapi jika ekspektasi hanya bersifat rasional/adaptif maka multikolinearitas yang terjadihanya bersifat ringan (dapat diabaikan).

Page 84: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

494 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

mata uang bersama ASEAN4 (sebut saja mata uangnya sebagai ASEAN Currency Unit; ACU),

maka pergerakan IDR versus ACU harus berada didalam range yang disepakati. Jika IDR bergerak

diluar range secara berkelanjutan, maka komitmen (dan kemampuan) IDR untuk tetap menjadi

anggota wilayah moneter bersama ASEAN4 akan dipertanyakan.

Lebih lanjut sebagai konsekuensi OCA mata uang tersebut harus bergerak searah terhadap

mata uang anchor. Penulis akan menjelaskan hal ini melalui suatu illustrasi. Anggap saja Indonesia

dan Thailand adalah anggota ACU dengan nilai konversi 1 ACU = IDR 1000 dan 1 ACU = 10

THB. Kedua negara diketahui memiliki anchor terhadap USD dengan nilai tukar 1 USD= IDR

10.000 dan 1USD = 100 THB. Saat ini nilai tukar internal (terhadap ACU) maupun eskternal

(terhadap USD) adalah konsisten. Namun seandainya terjadi perubahan terhadap nilai tukar

eksternal, khususnya IDR, misalnya menjadi 1 USD = IDR 5000 dan lainnya tetap, maka disini

akan terdapat kesempatan arbitrage. Secara eksternal, nilai tukar 1 THB = IDR 50, sedangkan

melalui ACU, 1 THB bernilai IDR 100. Keuntungan bebas risiko akan diperoleh dengan jalan

membeli THB dengan IDR (melalui USD) dan (secara bersamaan) menjualnya melalui ACU.

II.2. Beberapa Studi Empiris Terdahulu

Salah satu studi empiris OCA yang sangat berpengaruh adalah karya dari Frenkel dan

Wei (1993). Mereka mencoba melihat keberadaan blok dagang dan blok mata uang berdasarkan

teori gravitasi. Teori ini memberikan hipotesis siap uji: intensitas dagang dan keterkaitan mata

uang (co movement mata uang) adalah (1) berbanding lurus dengan ukuran ekonomi dan (2)

berbanding terbalik dengan jarak. Sampel yang digunakan meliputi 63 negara diberbagai wilayah

Dunia (Zona Eropa, Hemisfer Barat dan Asia) dengan berbagai periode observasi yang tidak

Grafik IV.1.Konstruksi Suatu Currency Unit

ACU/IDRUpper BoundLower Bound

4800

4850

4900

4950

5000

5050

5100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 Time

Page 85: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

495Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

identik. Dengan menggunakan teknik estimasi regresi pada first difference mereka menemukan

bahwa mata uang suatu negara umumnya memiliki keterkaitan erat dengan mata uang utama

dunia (USD, Yen dan Deustchmark). Untuk wilayah Eropa, Deutschmark adalah dominan

sedangkan hemisfer barat dan Asia adalah USD.

Suatu studi yang secara lebih khusus mendalami hubungan mata uang diwilayah Asia

(yakni IDR, THB, PHP, SGD, KRW, MYR) terhadap dua mata uang utama dunia, yakni USD dan

JPY dilakukan oleh Takagi (1996). Ia menggunakan pendekatan deskriptif melalui pengamatan

pada episode-episode dimana JPY bergerak fluktatif selama 1980-1995. Disini ia menduga

bahwa peran JPY mungkin lebih signifikan dibandingkan estimasi ekonometris (khususnya hasil

studi Frankel dan Wei (1993)) tetapi tidak simetris. Saat JPY mengalami tekanan depresiasi,

mata uang Asia cenderung mengikuti. Dengan kata lain ada peningkatan bobot JPY pada

penentuan nilai tukar mata uang negara Asia, disaat JPY mengalami depresiasi. Takagi (1996)

berargumen bahwa hal ini terjadi dalam rangka menjaga agar ekspor tetap kompetitif. Sebaliknya

ketika JPY dalam periode ≈tenang∆, bobot lebih banyak pada USD. Yang terakhir ini diduga

dalam rangka upaya stabilitas inflasi domestik.

Metoda lain didalam menghitung relasi antar mata uang dilakukan oleh Kim dan Ryou

(2001). Disini mereka mencoba mengestimasi bobot mata uang utama dunia (USD, JPY dan

Deutcshmark) didalam penentuan nilai tukar beberapa negara Asia (yakni Korea, Singapura,

Malaysia, Indonesia, Thailand, Philipina, Hongkong dan Taiwan). Bobot tersebut dihitung dengan

melakukan regresi OLS antara mata uang i terhadap USD, JPY dan Deutcshmark pada

denominator yang sama (Special Drawing Right/SDR). Disini mereka menemukan bahwa negara

Asia tidak dapat dikarakteristikkan sebagi suatu blok mata uang tunggal (misalnya terhadap

USD atau JPY). Lebih lanjut mereka menduga setting penentuan nilai tukar negara-negara

tersebut adalah terhadap suatu keranjang mata uang.

Studi-studi diatas umumnya melakukan penelitian terpisah antara co-movement nilai

tukar dengan co-movement variabel ekonomi makro lainnya atau hanya mempelajari salah

satu aspek saja. Ini adalah suatu kelemahan. Interaksi antara nilai tukar dan variabel ekonomi

makro dapat bersifat dua arah, semuanya adalah variabel endogen. Dengan demikian penelitian

terhadap co-movement nilai tukar saja tanpa memasukkan variabel ekonomi makro dapat

berujung pada masalah mis spesifikasi.

Kelemahan lain dari penelitian sebelumnya ada pada aspek metodelogi. Seluruh penelitian

empiris yang diberikan diatas diestimasi dengan menggunakan OLS (atau variannya).

Penggunaan teknik OLS memiliki beberapa kelemahan, yakni

1. Spurious regression. Umumnya penelitian dilakukan menggunakan data time series.

Karakteristik khusus dari data ini adalah adanya fenomena autokorelasi (nilai suatu variabel

Page 86: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

496 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

saat ini dapat dijelaskan oleh nilai variabel tersebut pada waktu lampau). Dengan demikian

estimasi LS antara dua variabel yang datanya memiliki karakteristik ini dapat menimbulkan

masalah regresi palsu (Gujarati, 2003).

2. Endogeneity. Teknik LS mengasumsikan adanya arah hubungan yang jelas. Jadi ketika Y

diregresikan terhadap X, maka dalam model tersebut sekaligus diasumsikan bahwa X adalah

variabel penjelas dan Y adalah variabel yang dijelaskan. Banyak hubungan antar variabel

ekonomi bersifat simultan, sehingga menurut Sims (1980) seharusnya variabel-variabel

tersebut diperlakukan pada equal footing.

3. Ad hoc process. Variabel-variabel ekonomi makro biasanya bersifat nonstationary / integrated

pada orde 1 atau 2 (Nelson dan Plosser, 1982). Padahal LS hanya valid jika variabel yang

digunakan adalah stationary. Untuk mengatasi masalah ini, peneliti-peneliti sebelumnya

melakukan perlakuan first differenced. Sims (1980) menentang teknik ini karena beranggapan

teknik tersebut dapat membuang informasi berharga pada data.

4. Short term vs long term. Dengan menggunakan teknik LS, hubungan yang diperoleh belum

tentu bersifat jangka panjang, bahkan mungkin hanya berlaku pada periode sampel. Dengan

demikian untuk diperlukan suatu teknik yang dapat menunjukkan adanya hubungan

ekuilibrium dan linear antara variabel-variabel yang nonstationary namun memiliki error

yang stationary yang disebut dengan istilah kointegrasi (Enders, 1995).

Didalam paper ini, penulis mencoba melakukan beberapa perbaikan berdasarkan

kelemahan yang telah diidentifikasi diatas. Perbaikan yang dilakukan meliputi:

1. Pemodelan yang memasukkan co-movement nilai tukar (versus dua anchor currency USD

dan JPY) dan sekaligus co-movement variabel ekonomi makro lainnya (yakni tingkat harga,

suku bunga, output nasional dan jumlah uang beredar). Namun demikian penulis membatasi

bentuk hubungan sebagai nilai tukar adalah variabel dependen dan variabel ekonomi makro

sebagai variabel independent (eksogen). Dengan demikian model yang digunakan adalah

untuk keperluan (1) identifikasi adanya co-movement nilai tukar dan (2) penggunaan variabel

ekonomi makro sebagai variabel kontrol (oleh sebab itu teori OCA adalah valid sebagai

penjelas).

2. Perbaikan teknik estimasi, dengan alasan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, paper

ini tidak menggunakan OLS. Sebagai penggantinya digunakan teknik ekonometrika yang

disebut dengan vector error correction model/VECM (Johansen, 1988)9 .

9 VECM adalah suatu kelas dari Vector Auto Regressive Model yang dikenalkan oleh Sims (1980). Metoda ini adalah pengembangandari persamaan simultan yang digunakan secara ateoritis.

Page 87: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

497Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

III. METODOLOGI

Hipotesis penelitian diuji dengan mengestimasi model hubungan antar variabel dalam

bentuk vector error correction (VECM) sebagaimana diberikan oleh persamaan IV.21.

∆Yt = ∑−

=

1

1

k

i

Γi∆Yt-i + ΠYt-k + ΦXt + µ + εt (IV.21)

Untuk mengestimasi model ini, penulis menggunakan metoda Johansen (1988). Model

empiris harus dapat menunjukkan bahwa variabel karakteristik OCA (Xt) berpengaruh penting

kepada co-movement mata uang ASEAN4. Hal ini dilakukan dengan mengeluarkan sebagian

dari variabel karakteristik OCA sebagai variabel kontrol, yang diasumsikan bersifat eksogen

terhadap nilai tukar. Mengingat OCA didefinisikan sebagai suatu wilayah yang penggunaan

mata uang bersama akan memberikan hasil yang optimal maka dampak goncangan atau

kebijakan terhadap suatu mata uang adalah sama dampaknya terhadap mata uang lain.

Sebagai contoh, seandainya Otoritas Moneter Thailand memutuskan untuk menaikkan

jumlah uang beredar (ekspansi moneter), hal ini tidak hanya akan melemahkan THB terhadap

USD (berdasarkan FLMA), namun juga seluruh mata uang negara ASEAN 4. Ini adalah OCA

dalam bentuk yang paling ideal (sebut saja sebagai strong form OCA). Dalam bentuk lemahnya

OCA diperkirakan sudah ada, cukup dengan adanya kointegrasi. Hal ini disebabkan terbatasnya

variabel karakteristik OCA yang dimasukkan sebagai variabel eksogen/kontrol.

Karakteristik ketiga akan secara otomatis terjawab jika hubungan ekuilibrium yang

diperoleh memiliki arah yang sama, misalnya IDR = _ SGD; dimana _>0. Bentuk yang paling

ketat dari OCA mensyaratkan _ = 1. Namun demikian disini, penulis menilai OCA telah

teridentifikasi sepanjang _>0 dan secara statistik signifikan. Selanjutnya penulis juga tertarik

untuk mengetahui kemungkinan adanya mata uang anchor lainnya, yang dalam paper ini

dipilih JPY. Untuk menghindari kompleksitas representasi, variabel JPY (terhadap USD) digunakan

sebagai variabel eksogen. Tentunya jika variabel ini memiliki koefisien yang positif dan signifikan,

maka mata uang ASEAN4 juga memiliki anchor terhadap JPY.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dapat diuraikan sbb1 0:

1. IDR, SGD, PHP dan THB : nilai tukar dengan konvensi 1 USD sama dengan X mata uang

domestik.

2. XUS_INFt: selisih inflasi antara ASEAN4 versus US

3. XUS_IRTt: selisih perubahan suku bunga ASEAN4 versus US

10 Variabel yang digunakan adalah dalam bentuk log. Notasi X didepan setiap variabel merujuk pada Indonesia (ID), Singapura(SG),Philipina(PH) dan Thailand(TH) sedangkan t adalah periode.

Page 88: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

498 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

4. XUS_GRWt: selisih pertumbuhan GDP riil ASEAN4 versus US

5. XUS_M1Ct: selisih pertumbuhan M1 ASEAN4 versus US

6. JPY_FX: selisih pertama dari log JPY (JPYt - JPYt-1).

Jumlah variabel yang digunakan pada studi ini adalah sebanyak 21 variabel. Data memiliki

frekuensi bulanan dengan periode observasi meliputi 1997:09 s/d 2005:09 (97 observasi).

Pengujian OCA dilakukan secara 2 tahap. Tahap pertama adalah pengujian OCA bivariate

yang hanya melibatkan dua mata uang ASEAN 4. Secara keseluruhan terdapat 6 (enam)

kombinasi OCA bivariate, yakni:

1. OCA1: variabel endogen: IDR, SGD dan variabel eksogen:IDUS_INF, IDUS_IRT, IDUS_GRW,

IDUS_M1C, SGUS_INF, SGUS_IRT, SGUS_GRW, SGUS_M1C dan JPY_FX.

2. OCA2: variabel endogen: IDR, PHP dan variabel eksogen: IDUS_INF, IDUS_IRT, IDUS_GRW,

IDUS_M1C, PHUS_INF, PHUS_IRT, PHUS_GRW, PHUS_M1C dan JPY_FX.

3. OCA3: variabel endogen: IDR, THB dan variabel eksogen: IDUS_INF, IDUS_IRT, IDUS_GRW,

IDUS_M1C, THUS_INF, THUS_IRT, THUS_GRW, THUS_M1C dan JPY_FX.

4. OCA4: variabel endogen: SGD, PHP dan variabel eksogen: SGUS_INF, SGUS_IRT, SGUS_GRW,

SGUS_M1C, PHUS_INF, PHUS_IRT, PHUS_GRW, PHUS_M1C dan JPY_FX.

5. OCA5: variabel endogen: SGD, THB dan variabel eksogen: SGUS_INF, SGUS_IRT, SGUS_GRW,

SGUS_M1C, THUS_INF, THUS_IRT, THUS_GRW, THUS_M1C dan JPY_FX.

6. OCA6: variabel endogen: PHP, THB dan variabel eksogen: PHUS_INF, PHUS_IRT, PHUS_GRW,

PHUS_M1C, THUS_INF, THUS_IRT, THUS_GRW, THUS_M1C dan JPY_FX.

Tahap kedua dilakukan dengan memodelkan secara penuh seluruh 21 variabel di atas

yakni: 4 mata uang, 16 variabel eksogen OCA dan JPY_FX (sebut saja sebagai OCA Model Lengkap).

Pentahapan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif terhadap

keberadaan OCA di ASEAN4. Jika terdapat konsistensi terhadap keberadaan OCA baik ditingkat

bivariate maupun model lengkap, hal ini akan memberikan gambaran yang lebih kuat mengenai

bagaimana OCA itu terbentuk.

Penggunaan VECM memungkinkan penelitian untuk melakukan estimasi hubungan

jangka panjang dan jangka pendek secara sekaligus. Hal ini ditunjukkan dengan terpenuhinya

persyaratan berikut:

1. Hubungan yang terbentuk adalah jangka pendek, jika variabel kointegrasi/error correction

term tidak signifikan11.

2. Hubungan yang terbentuk adalah jangka panjang, jika variabel kointegrasi/error correction

term adalah negatif dan signifikan.

11 Jika Error Correction Term positif dan signifikan, hubungan yang ada adalah eksplosif dan berarti system tidak konvergen.

Page 89: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

499Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

12 Berdasarkan persamaan 10 koefisien dari selisih GDP (ASEAN4 versus US) adalah *1

yyδ

γφδδφδ −

+−

, nilai parameter ini

tidak dapat ditentukan didepan karena besaran _, _ dan φ tidak diketahui. Disini ditekankan pada konsistensi, respon nilai tukar.

Jika pada IDR, kenaikan GDP adalah bersifat depresiatif maka pada SGD, THB dan PHP juga harus bersifat depresiatif. 2 Modelterbaik yang dianggap mencerminkan persamaan kointegrasi akan dilihat dari nilai kriteria informasi (digunakan AIC dan SIC).Model yang terpilih adalah model dengan nilai kriteria informasi terendah pada lag kointegrasi.

Untuk melakukan estimasi VECM, penulis mengikuti tahapan sebagaimana yang

disarankan oleh Enders (1995) dan A.V. Hardiyanto (2004):

1. Uji derajat integrasi masing-masing variabel. Hal ini untuk memastikan bahwa variabel-

variabel dalam analisis tidak memiliki orde integrasi yang berbeda.

2. Lakukan pemilihan lag Vektor Auto Regressive berdasarkan lag length criteria.

3. Lakukan pengujian Cointegration Test.

4. Estimasi dan Investigasi hasil proses Vektor Error Correction (VEC) dalam kaitan kriteria

normality dan classical test.

5. Lakukan restriksi dan uji bahwa parameter yang ditemukan telah sesuai dengan hipotesis.

Hipotesis penelitian diuji dengan melihat terpenuhi tidaknya karakteristik berikut pada

VECM:

1. Adanya pergerakan bersama diantara mata uang ASEAN4. Hal ini ditunjukkan oleh Impact

matrix (P))))), dimana koefisien penyesuaian ai adalah negatif dan signifikan. Hal ini berarti

terdapat suatu hubungan ekuilibrium jangka panjang serta suatu mekanisme dari mana

suatu deviasi hubungan ekuilibrium akan seimbang kembali.

2. Teori OCA dapat menjelaskan co-movement: karakteristik OCA yakni perbedaan inflasi,

pendapatan nasional, suku bunga dan jumlah uang beredar antar negara dapat digunakan

sebagai faktor penjelas dari co-movement mata uang negara Asia. Hal ini berlaku jika

a. Seluruh koefisien selisih tingkat harga ASEAN 4 dengan US adalah positif dan signifikan.

b. Seluruh koefisien selisih tingkat bunga ASEAN 4 dengan US adalah positif dan signifikan.

c. Seluruh koefisien selisih GDP riil ASEAN 4 dengan US adalah dapat bersifat positif atau

negatif yang penting konsistensi arah dan signifikan1 2.

d. Selisih koefisien jumlah uang beredar ASEAN 4 dengan US adalah positif dan signifikan.

3. Pengaruh Global: mata uang ASEAN4 memiliki anchor mata uang yang identik (USD, JPY

atau USD dan JPY). Hal ini ditunjukkan dengan matriks koefisien hubungan jangka pendek

(Giiiii) dan vektor hubungan kointegrasi (b) yang memiliki tanda koefisien yang sama (yakni

positif) dan signifikan. Alternatifnya: jika koefisien tersebut adalah tidak signifikan tetapi

koefisien JPY adalah signifikan (dengan mengambil tanda apapun) maka anchor bagi mata

uang diwilayah ini adalah JPY. Penolakan terhadap kedua kondisi ini dapat diartikan absennya

OCA yang didefinisikan terhadap anchor USD dan/atau JPY. Disisi lain jika kedua anchor

Page 90: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

500 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

diatas adalah signifikan maka mata uang ASEAN4 diduga memiliki jangkar terhadap suatu

keranjang mata uang dimana baik USD maupun JPY menempati porsi yang dominan.

4. Jika koefisien sebagaimana dimaksud pada poin 1, 2 atau 3 tidak berbeda nyata dari nol

atau diperoleh hasil yang divergen, maka disimpulkan persyaratan OCA dari studi ini tidak

terpenuhi.

Terkait dengan verifikasi hipotesis, disini dapat diberikan suatu catatan sbb:

1. Model bivariat dan model lengkap adalah pentahapan verifikasi hipotesis dengan demikian

model bivariate akan menjadi support bagi model lengkap. Dengan perkataan lain, tanda

aljabar koefisien dan signifikansi yang diperoleh seharusnya adalah serupa.

2. Apabila terjadi perbedaan antara kedua model dimaksud, maka akan dilihat model dengan

ukuran signifikansi statistik yang lebih tinggi baik secara parsial maupun keseluruhan

(goodness of fit).

3. Kesimpulan selanjutnya dilakukan secara statistik. Jika model parsial memiliki ukuran statistik

yang lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan empiris OCA dilevel ASEAN4

adalah rendah. Dalam hal ini OCA terdefinisi lebih baik secara bilateral.

4. Ketidak sesuaian terhadap hipotesis dipandang sebagai suatu gradasi terhadap persyaratan

OCA. Maintained hypotheses adalah terdapat OCA di ASEAN 4. Hipotesis ini memperoleh

dukungan paling kuat jika seluruh koefisien memiliki tanda aljabar yang sesuai dan signifikan

secara statistik. Semakin banyak tanda aljabar atau koefisien yang tidak signifikan maka

semakin besar gradasi deviasi terhadap keberadaan OCA.

IV. HASIL DAN ANALISIS

Bagian Hasil dan Analisis akan menguraikan hasil estimasi dan analisa atas temuan empiris.

Sub bagian pertama akan dikemukakan hasil pretest dan validasi model yang terdiri atas

pengujian stasioneritas dan kointegrasi variabel yang digunakan (termasuk pemilihan lag

optimal). Dalam bagian Pre Test dan Validasi Model juga dilakukan uji stabilitas dan pelanggaran

asumsi klasik. Pada sub bagian kedua akan dibahas tentang fenomena co-movement yang

ditemui serta variabel yang mempengaruhinya. Akhirnya pembahasan akan ditutup dengan

suatu pendapat mengenai eksistensi OCA serta evaluasi (assestment) atas pemenuhan

persyaratan empiris yang telah diperoleh.

IV.1. Pre Test dan Validasi Model

Tabel IV.3 menunjukkan bahwa kecuali IDR, variabel nilai tukar adalah berderajat integrasi

1 (I(1)). Disini kami kira IDR mengalami permasalahan yang disebut near stationary. Seperti

Page 91: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

501Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

yang diuraikan Harris (1995), salah satu permasalahan didalam pengujian unit root, adalah

rendahnya power dan size dari pada teknik pengujian. Untuk itu tampaknya lebih baik

menganggap bahwa sifat data IDR adalah non stationary.

Pengujian terhadap sifat stasionaritas dari variabel eksogen juga menunjukkan bahwa

variabel-variabel ini adalah I(1). First differencing telah cukup untuk mengubah sifat data menjadi

stasioner (lihat tabel IV.4).

Dengan sifat data yang seperti ini, dimana variabel endogen adalah I(1) dan variabel

eksogen (first difference form) adalah stasioner, maka penggunaan teknik VECM telah memenuhi

persyaratan pertamanya. Disini semua variabel telah memiliki derajat integrasi yang sama. Tahap

analisis selanjutnya dilakukan dengan pemilihan lag optimal.

Seperti juga uji unit root, lag optimal dipilih dengan terlebih dahulu memilih lag maksimum

yang diperkirakan tidak lagi memiliki sifat autokorelasi. Kembali disini digunakan formula dari

Said-Dickey (1984), yang memberikan lag maksimum sebanyak 5 (lihat tabel IV.5). Perhitungan

kriteria informasi bagi setiap model OCA (bivariat dan model lengkap) menunjukkan lag optimal

adalah pada lag ke 5. Pengecualian ada pada bivariat IDR-PHP, yang memberikan preferensi

berimbang antara lag ke 4 dan ke 5. Disamping memenuhi syarat optimal, VAR dengan lag

terpilih juga memenuhi syarat stabilitas.

Lag yang diperoleh sebelumnya akan digunakan sebagai lag terpilih didalam pengujian

kointegrasi. Prosedur pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan teknik Johansen

(1988) yang merupakan uji kointegrasi berbasis VAR. Teknik ini mengunakan reduced rank

untuk menentukan jumlah persamaan kointegrasi yang ada pada variabel yang dianalisis.

Table IV.3Pengujian Derajat Integrasi Terhadap Variabel Nilai Tukar

1 IDR (Lv) Constant 5 -3.76 0.005 Trend 8 -5.04 0.000 I(0)IDR (1d) None 4 -4.42 0.001 Constant 12 -7.52 0.000

2 SGD (Lv) Constant 4 -1.19 0.677 Constant 5 -3.60 0.008 I(1)SGD (1d) None 3 -10.32 0.000 Trend 18 -8.48 0.000

3 PHP (Lv) Trend 1 -2.76 0.216 Constant 1 -2.47 0.125 I(1)PHP (1d) Constant 0 -7.60 0.000 Constant 6 -7.46 0.000

4 THB (Lv) Constant 5 -2.05 0.266 Constant 4 -3.21 0.022 I(1)THB (1d) None 4 -4.13 0.000 None 22 -7.33 0.000

5 JPY (Lv) Constant 5 -1.54 0.507 Constant 4 -2.00 0.284 I(1)JPY (1d) None 4 -5.58 0.000 None 3 -7.44 0.000

No. KesimpulanVariabelADF Phillips-Perron

Model Lag t stat p value Model Bandwidth t stat p value

Page 92: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

502 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Hasil pengujian kointegrasi sensitif terhadap komponen deterministik yang diasumsikan

pada model (Johansen, 1995). Terdapat 5 jenis model dengan komponen deterministik yang

dipertimbangkan, yakni13 :

1. Data tidak memiliki trend deterministik dan persamaan kointegrasi tidak memiliki intersep.

2. Data tidak memiliki trend deterministik dan persamaan kointegrasi memiliki intersep.

3. Data memiliki trend linier dan persamaan kointegrasi hanya memiliki intersep.

4. Data dan persamaan kointegrasi memiliki trend linier.

5. Data memiliki trend kuadratik dan persamaan kointegrasi memiliki trend linier.

13 Model terbaik yang dianggap mencerminkan persamaan kointegrasi akan dilihat dari nilai kriteria informasi (digunakan AIC danSIC). Model yang terpilih adalah model dengan nilai kriteria informasi terendah pada lag kointegrasi.

Table IV.4Pengujian Derajat Integrasi Terhadap Variabel Eksogen

1 IDUS_INF (LV) Constant 4 -3.75 0.00 Constant 9 -3.92 0.00 I(0)IDUS_INF (1d) Constant 3 -12.15 0.00 Constant 65 -22.40 0.00SGUS_INF (Lv) Constant 1 -9.65 0.00 Constant 4 -13.14 0.00 I(0)SGUS_INF (1d) Constant 5 -8.32 0.00 Constant 18 -46.67 0.00PHUS_INF (Lv) Constant 0 -7.56 0.00 Constant 4 -7.52 0.00 I(0)PHUS_INF (1d) Constant 5 -7.40 0.00 Constant 50 -43.70 0.00THUS_INF (Lv) Constant 2 -4.05 0.00 Constant 2 -7.14 0.00 I(0)THUS_INF (1d) Constant 5 -6.67 0.00 Constant 54 -29.47 0.00

2 IDUS_IRT(Lv) Constant 0 -4.09 0.00 Constant 1 -4.05 0.00 I(0)IDUS_IRT(1d) Constant 1 -9.57 0.00 Constant 9 -13.09 0.00SGUS_IRT (Lv) Constant 0 -6.46 0.00 Constant 2 -6.47 0.00 I(0)SGUS_IRT(1d) Constant 5 -6.55 0.00 Constant 20 -27.68 0.00PHUS_IRT(Lv) Constant 1 -5.86 0.00 Constant 4 -9.68 0.00 I(0)PHUS_IRT(1d) Constant 3 -7.65 0.00 Constant 15 -42.68 0.00THUS_IRT(Lv) Constant 1 -4.76 0.00 Constant 4 -7.45 0.00 I(0)THUS_IRT(1d) Constant 4 -6.76 0.00 Constant 15 -27.75 0.00

3 IDUS_GRW(Lv) Constant 3 -3.10 0.03 Constant 94 -5.32 0.00 I(0)IDUS_GRW(1d) Constant 5 -8.23 0.00 Constant 20 -20.36 0.00SGUS_GRW (Lv) Constant 5 -5.50 0.00 Constant 10 -10.07 0.00 I(0)SGUS_GRW(1d) Constant 5 -7.64 0.00 Constant 41 -14.77 0.00PHUS_GRW(Lv) Constant 5 -5.40 0.00 Constant 32 -7.26 0.00 I(0)PHUS_GRW(1d) Constant 2 -18.94 0.00 Constant 20 -20.52 0.00THUS_GRW(Lv) Constant 5 -10.83 0.00 Constant 1 -4.51 0.00 I(0)THUS_GRW(1d) Constant 5 -10.91 0.00 Constant 2 -10.66 0.00

4 IDUS_M1C(Lv) Constant 0 -9.99 0.00 Constant 2 -9.99 0.00 I(0)IDUS_M1C(1d) Constant 4 -7.86 0.00 Constant 57 -80.84 0.00SGUS_M1C (Lv) Constant 0 -12.47 0.00 Constant 2 -12.59 0.00 I(0)SGUS_M1C(1d) Constant 4 -7.41 0.00 Constant 23 -63.37 0.00PHUS_M1C(Lv) Constant 0 -10.18 0.00 Constant 6 -10.32 0.00 I(0)PHUS_M1C(1d) Constant 5 -7.10 0.00 Constant 31 -56.06 0.00THUS_M1C(Lv) Constant 3 -4.19 0.00 Constant 5 -9.14 0.00 I(0)THUS_M1C(1d) Constant 1 -12.44 0.00 Constant 3 -21.74 0.00

No. KesimpulanVariabelADF Phillips-Perron

Model Lag t stat p value Model Bandwidth t stat p value

Page 93: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

503Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Seperti yang dapat dilihat pada tabel IV.6, kecuali pada bivariat SGD-PHP, uji kointegrasi

Johansen (1988) menunjukkan hasil yang signifikan. Disini paling tidak terdapat satu persamaan

terkointegrasi pada bivariate: IDR-PHP, IDR-THB, SGD-THB dan model lengkap. Uji kointegrasi

memberikan hasil yang lemah untuk pasangan PHP-THB dan negatif untuk SGD-PHP. Sedangkan

untuk model lengkap, pengujian secara konklusif menunjukkan paling tidak terdapat satu

persamaan kointegrasi.

Hasil ini memberikan indikasi awal dukungan bagi hipotesis adanya OCA diwilayah ASEAN

4. Meskipun demikian kesimpulan yang lebih tegas masih harus diperoleh melalui keberadaan

mekanisme error correction yang signifikan.

Kecuali bivariat PHP-THB, semua model OCA bivariat memiliki tingkat model goodness

of fit (R2) yang moderat (0.5 s/d 0.65) (lihat tabel IV.7). Tingkat goodness of fit yang tertinggi

dimiliki oleh bivariat IDR-THB sebesar 0.66. Yang terendah dimiliki oleh IDR-PHP (lag 4), dengan

nilai R2 sebesar 0.58. Disini variabel independen secara bersama menjelaskan 50%-65% variasi

yang terjadi pada variabel dependen. OCA model lengkap memiliki goodness of fit yang lebih

Table IV.5Pemilihan Lag Optimal dan Syarat Stabilitas

1 IDR-SGD 5 LR, FPE, AIC, HQ Ya2 IDR-PHP 5 FPE, AIC Ya

4 LR, HQ3 IDR-THB 5 LR, FPE, AIC, HQ Ya4 SGD-PHP 5 LR, FPE, AIC, HQ Ya5 SGD-THB 5 LR, FPE, AIC, HQ Ya6 PHP-THB 5 LR, FPE, AIC Ya7 Model Lengkap 5 LR, FPE, AIC Ya

No. Tipe OCA Lag Optimal Kriteria Stabilitas

Table IV.6Uji Kointegrasi Johansen (1988) pada model OCA ASEAN4

1 IDR-SGD -9.8943 -9.0666 -9.8943 -9.0666 (Trace=2; Max Eigen=2)2 IDR-PHP (lag 5) -8.7211* -8.0313* -8.707 -7.9896 (Trace=1; Max Eigen=1)

IDR-PHP (Lag 4) -8.5005* -7.9249* -8.4999 -7.8967 (Trace=1; Max Eigen=1)3 IDR-THB -9.0973* -8.4075* -9.078 -8.3606 (Trace=1; Max Eigen=1)4 SGD-PHP -12.0247 -11.4729 -12 -11.393 (Trace=0; Max Eigen=0)5 SGD-THB -12.4584* -11.7686* -12.4366 -11.7192 (Trace=1; Max Eigen=1)6 PHP-THB -11.0815 -10.3917* -11.0917* -10.3743 Model 2: (Trace=0; Max Eigen=0)

Model 3: (Trace=1; Max Eigen=0)7 Model Lengkap -21.8359* -19.3802* -21.7763 -19.2378 Model 2: (Trace=1; Max Eigen=1)

Model 3: (Trace=2; Max Eigen=1)

No. OCAModel 2

AICAIC

Model 3AIC

SICJumlah Pers Terkointegrasi

Test Statistik

* model terpllih

Page 94: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

504 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

tinggi dari model bivariat. Disini nilai R2 adalah sebesar 0.78, secara signifikan diatas seluruh

nilai OCA bivariat.

IV.2. Co-Movement Mata Uang ASEAN dan Faktor Penentunya

Dari tabel IV.8 terlihat bahwa hanya 14 dari 88 (16%) koefisien yang diestimasi lulus dari

uji signifikansi parsial pada a = 5%. Hal ini merupakan indikasi awal dari lemahnya dukungan

data terhadap keberadaan co-movement yang berarti secara statistik.

Tanda aljabar pada koefisien co-movement jangka pendek tidak homogen. Keadaan seperti

ini tidak sejalan dengan hipotesis, dimana dalam jangka pendek sekalipun diharapkan agar

mata uang bergerak searah (dan dengan demikian memiliki koefisien yang positif). Pada

Table IV.7Goodness Of Fit Model OCA

1 IDR-SGD 0.61 5.88 -2.90 -2.342 IDR-PHP (lag 4) 0.58 6.01 -2.87 -2.373 IDR-PHP (Lag 5) 0.65 6.98 -3.01 -2.454 IDR-THB 0.66 7.11 -3.02 -2.475 SGD-PHP 0.64 6.69 -6.43 -5.886 SGD-THB 0.64 6.27 -6.41 -5.837 PHP-THB 0.34 1.93 -5.14 -4.598 Model Lengkap 0.78 5.22 -3.10 -2.05

No. Tipe OCA R2 F Stat AIC SIC

Table IV.8Koefisien Co-movement Jangka Pendek (t statistik didalam kurung)

1 IDR-SGD (D(IDR)) 0.1428 0.0665 -0.0773 0.0498 0.0941 -0.0972 -0.5629 -0.8789 -0.9344 -0.0633[1.1984] [0.6947] [-0.8249] [0.5871] [1.0926] [-0.1732] [-0.9954] [-1.5325] [-1.683] [-0.1147]

2 IDR-PHP Lag 4 (D(IDR)) 0.0113 -0.0334 -0.0467 0.0742 - - - - - -[0.1175] [-0.3939] [-0.5454] [0.9585] - - - - - -

IDR-PHP Lag 5 (D(IDR)) 0.1507 0.0432 -0.0704 0.1024 0.0348 - - - - -[1.5137] [0.5014] [-0.8708] [1.3892] [0.4682] - - - - -

3 IDR-THB (D(IDR)) 0.1581 -0.0739 -0.0666 0.1451 -0.156 - - - - -[1.4844] [-0.6798] [-0.6667] [1.5273] [-1.6545] - - - - -

4 SGD-PHP (D(SGD)) - - - - - 0.01789 -0.1392 -0.0645 -0.0597 -0.0325- - - - - [0.2002] [-1.5561] [0.0862] [-0.7334] [-0.3881]

5 SGD-THB (D(SGD)) - - - - - 0.112 -0.3001 -0.0032 0.0957 0.0749- - - - - [1.0325] [-2.7131] [-0.0286] [0.8865] [0.6837]

6 PHP-THB (D(PHP)) - - - - - - - - - -- - - - - - - - - -

7 Model Lengkap (D(IDR)) 0.1988 -0.1137 -0.0832 0.1157 -0.1942 -0.0593 -0.501 0.0378 1.4449 0.3633[1.6803] [-0.9705] [-0.7294] [1.0400] [-1.7041] [-0.0743] [-0.6792] [0.0453] [2.0682] [0.5058]

No. Tipe OCA D(IDR(-1)) D(IDR(-2)) D(IDR(-3)) D(IDR(-4)) D(IDR(-5)) D(SGD(-1)) D(SGD(-2)) D(SGD(-3)) D(SGD(-4)) D(SGD(-5))

Page 95: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

505Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Tabel 9 Koefisien Co movement

beberapa bivariate tertentu koefisien-koefisien co-movement jangka pendek yang signifikan

justru bernilai negatif (lihat misalnya OCA IDR-PHP lag 5 koefisien D(PHP(-3)) yang bernilai -

0.6699) .

Kecenderungan yang disebutkan diatas berlaku baik pada OCA bivariate maupun OCA

model lengkap. Dengan demikian dapat dikatakan estimasi bagi persamaan jangka pendek

tidak mendukung adanya co-movement.

Dari tabel IV.9. keberadaan mekanisme penyesuaian (error correction term) pada bivariat

SGD-THB dan PHP-THB tidak memperoleh dukungan data. Hal ini terlihat dari rendahnya statistik

t koefisien error correction/cointegrating term yang bernilai hanya (masing-masing) -0.5004

dan -1.2001 yang jauh dibawah t kritis pada level of significance yang standar (5% dan/atau

1%). Hasil ini agak bertentangan dengan hasil pengujian kointegrasi yang menunjukkan paling

tidak ada 1 (satu) persamaan terkointegrasi (lihat tabel IV.6).

Disisi lain hasil estimasi bivariat SGD-PHP adalah tidak konsisten dengan uji kointegrasi.

Nilai koefisien kointegrasi yang negatif dan signifikan bertentangan dengan hasil uji kointegrasi

(statistik Trace dan Max-Eigen) yang meunjukkan 0 (nol) hubungan kointegrasi.

Paper ini menggunakan pendekatan yang agak konservatif. Hasil yang cenderung

kontradiktif pada tiga bivariat diatas mendorong penulis untuk mengambil kesimpulan tidak

adanya hubungan ekuilibrium pada bivariat mata uang Singapura √ Thailand (SGD-THB),

Singapura √ Philipina (SGD-PHP) dan Philipina-Thailand (PHP-THB).

Table IV.8 (Lanjutan)Koefisien Co-movement Jangka Pendek (t statistik didalam kurung)

1 IDR-SGD (D(IDR)) - - - - - - - - - -- - - - - - - - - -

2 IDR-PHP Lag 4 (D(IDR)) -0.5431 -0.1261 -0.8632 -0.7693 - - - - - -[-1.5639] [-0.3781] [-2.6815] [-2.2665] - - - - - -

IDR-PHP lag 5 (D(IDR)) -0.165 -0.2186 -0.6699 -0.7491 0.6855 - - - - -[-0.4867] [-0.6500] [-2.1834] [-2.3654] [1.9922] - - - - -

3 IDR-THB (D(IDR)) - - - - - -0.0395 0.4991 -0.5733 -0.7511 0.8182- - - - - [-0.1214] [1.4577] [-2.2427] [-2.9383] [2.8642]

4 SGD-PHP (D(SGD)) 0.01923 -0.1092 -0.0829 -0.0472 0.0061 - - - - -[0.3021] [-1.9025] [-1.4239] [-0.8419] [0.1082] - - - - -

5 SGD-THB (D(SGD)) - - - - - -0.0468 0.0318 -0.1081 -0.1165 -0.0414- - - - - [-0.8009] [0.5850] [-2.0400] [-2.2324] [-0.7796]

6 PHP-THB (D(PHP)) 0.3174 -0.0943 0.0013 -0.1457 0.1712 0.1194 -0.0211 -0.0369 0.1093 -0.1213[2.4877] ][-0.7277] [0.0098] [-1.1328] [1.3600] [1.085] [-0.2225] [-0.4090] [1.2422] [-1.4219]

7 Model Lengkap (D(IDR)) -0.7742 -0.2095 -0.2714 -0.5506 0.08764 0.4888 0.7178 -0.4772 -1.0004 0.6205[-1.7848] [-0.5340] [-0.6612] [-1.3721] [0.2174] [1.0032] [1.5312] [-1.1365] [-2.6631] [1.4401]

No. Tipe OCA D(PHP(-1)) D(PHP(-2)) D(PHP(-3)) D(PHP(-4)) D(PHP(-5)) D(THB(-1)) D(THB(-2)) D(THB(-3)) D(THB(-4)) D(THB(-5))

Page 96: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

506 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Table 9Koefisien Co-movement Ekuilibrium, Koreksi Kesalahan dan

Variabel OCA (t statistik didalam kurung)

1 IDR-SGD 1 -0.8769 - - -0.2657 0.9437 0.179 0.6722 0.4859 -3.3066 -0.0159[-1.1715] - - [-3.8786] [1.8748] [2.1899] [1.5189] [2.6415] [-2.5947] [-0.1940]

2 IDR-PHP(lag 4) 1 - -0.3757 - -0.3138 1.6684 0.2237 0.2981 0.6614 - -- [-2.8848] - [-4.2400] [3.2020] [2.8359] [0.4478] [3.6140] - -

3 IDR-PHP(lag 5) 1 - -0.367 - -0.335 1.7442 0.1499 0.3728 0.4186 - -- [-3.059] - [-4.5047] [3.3681] [1.8919] [0.5300] [2.3139] - -

4 IDR-THB 1 - - -1.0615 -0.2893 1.4855 0.0387 0.0999 0.3807 - -- - [-2.8546] [-3.8595] [2.7707] [0.4921] [0.2408] [2.1956] - -

5 SGD-PHP - 1 0.5468 - -0.029 - - - - -0.3414 0.0107- - [2.3807] - [-2.7646] - - - - [-1.5960] [0.8596]

6 SGD-THB - 1 - -0.6633 -0.0211 - - - - -0.4413 0.0279- - [-5.9703] [-0.5004] - - - - [-1.8344] [2.2656]

7 PHP-THB - - 1 -4.0494 -0.0127 - - - - - -- - [-3.7281] [-1.2001] - - - - - -

8 Model Lengkap 1 2.4204 -0.1709 -1.9277 -0.3563 1.809 0.0972 0.0148 0.4566 -2.2786 0.1101- [3.3525] [-1.5639] [-3.6049] [-3.207] [2.9445] [0.9962] [0.0198] [2.3692] [-1.6799] [1.2972]

No. Tipe OCAIDR SGD PHP THB

Cointegrating Equation EksogenCOINTTERM IDUS_INF IDUS_IRT IDUS-GRW IDUS_M1C SGUS_INF SGUS_IRT

1 IDR-SGD 0.4466 -0.4181 - - - - - - - - 0.4946[0.7320] [-1.7001] - - - - - - - - [1.9843]

2 IDR-PHP(lag 4) - - -0.82 0.0395 0.1102 -0.1086 - - - - 0.5607- - [-0.8346] [0.9461] [0.4719] [-0.5656] - - - - [2.2329]

3 IDR-PHP(lag 5) - - -1.2067 0.0262 0.1582 -0.0649 - - - - 0.383- - [-1.2934] [0.6744] [0.6696] [-0.3472] - - - - [1.5815]

4 IDR-THB - - - - - - 0.5465 -0.0015 -0.4884 -0.0389 0.3524- - - - - - [0.3569] [-0.0221] [-1.346] [-0.2507] [1.4925]

5 SGD-PHP -0.0597 0.0211 0.0143 0.0133 0.0422 0.0115 - - - - 0.2945[-0.4695] [0.4958] [0.0883] [1.9096] [1.3503] [0.3610] - - - - [7.2381]

6 SGD-THB 0.0106 0.0168 - - - - 0.0859 -0.0128 -0.0047 0.0426 0.3036[0.1023] [0.3844] - - - - [0.2659] [-1.1746] [-0.0774] [1.5405] [6.7928]

7 PHP-THB - - 0.1266 0.0063 0.0147 -0.0084 -0.5296 -0.0033 0.0811 0.0803 0.2097- - [0.4384] [0.4638] [0.2925] [-0.1263] [-1.0422] [-0.1685] [0.6795] [1.3817] [2.7799]

8 Model Lengkap 0.5088 -0.6607 -0.6794 [0.0719] -0.2894 0.1887 1.1167 -0.1289 -0.1309 -0.1979 0.3006[0.6473] [-2.4424] [-0.6773] [1.728] [-0.9515] [0.9499] [0.5940] [-1.7411] [-0.3052] [-0.1709] [1.1183]

No. Tipe OCAEksogen

SGUS-GRW SGUS_M1C PHUS_INF PHUS_IRT PHUS-GRW PHUS_M1C THUS_INF THUS_IRT THUS-GRW THUS_M1C JPY_FX

Sedangkan untuk bivariat yang lainnya yakni pasangan mata uang Indonesia-Singapura

(IDR-SGD), Indonesia-Philipina (IDR-PHP) dan Indonesia-Thailand (IDR-THB) serta model lengkap,

kita dapat menerima hipotesis adanya co-movement yang berarti. Untuk model-model ini,

koefisien kointegrasi telah sesuai dengan hipotesis dan signifikan pada level standar. Dengan

demikian untuk pasangan mata uang ini, representasi error correction dapat dikatakan valid.

Lanjutan

Page 97: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

507Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Umumnya koefisien persamaan ekuilibrium yang diperoleh dari estimasi OCA bivariat

telah memenuhi hipotesis (koefisien persamaan ekuilibrium adalah positif). Terdapat

pengecualian pada bivariat SGD-PHP dimana koefisien yang diperoleh justru negatif, dalam hal

ini SGD = -0.5468 PHP. Dengan kata lain nilai tukar SGD (terhadap USD) adalah turun (menguat)

ketika PHP meningkat (melemah). Hal ini berbeda dengan hipotesis yang mengharapkan

hubungan dengan tanda koefisien yang sama. Sedangkan untuk bivariat IDR-SGD, koefisien

hubungan jangka panjang tidak signifikan.

Magnitude OCA bivariat cukup bervariasi. IDR-THB misalnya nyaris berkorespondensi

satu-satu. Satu persen kenaikan (penurunan) nilai tukar IDR akan diikuti pula oleh satu persen

kenaikan (penurunan) nilai THB. Respon terbesar diberikan oleh bivariat PHP-THB sebesar 4.0494

sedangkan yang terkecil adalah IDR-PHP sebesar 0.3737.

Pada OCA model lengkap hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis. Disini tanda

koefisien PHP dan THB adalah positif (yakni 0.17 dan 1.93), namun demikian koefisien PHP

tidak signifikan pada level standar. Sedangkan koefisien SGD justru memiliki tanda yang

berlawanan dengan hipotesis. Dengan memperhitungkan PHP dan THB, 1% kenaikan

(pelemahan) SGD terhadap USD diikuti dengan penguatan IDR sebesar 2.42%.

Pada OCA bivariat dimana IDR merupakan variabel tergantung, umumnya tanda koefisien

variabel kontrol sendiri1 4 telah sesuai dengan hipotesis dan memiliki tingkat signifikansi yang

memadai. Sebagai contoh OCA bivariat IDR-SGD, baik variabel selisih suku bunga dan jumlah

uang beredar (terhadap US) memiliki pegaruh yang positif terhadap nilai tukar dan signifikan

pada _ yang standar. Variabel kontrol lain pada OCA bivariat ini memiliki koefisien yang sesuai

hipotesis meskipun tingkat signifikansi yang harus digunakan adalah agresif (>10%).

Pengecualian ada pada variabel selisih pertumbuhan, dimana tidak ada satupun OCA bivariat

dimana variabel ini adalah signifikan.

Pada OCA bivariat lainnya, beberapa koefisien variabel kontrol sendiri memiliki tanda

yang salah (lihat misalnya variabel SGUS_INF pada OCA bivariat SGD-PHP dan PHPUS_M1C

pada OCA bivariat PHP-THB). Signifikansi koefisien umumnya tidak memadai. Hal ini dapat

dilihat misalnya pada OCA bivariat SGD-PHP, dimana tidak satupun variabel kontrol sendiri

dapat dikatakan signifikan pada level standar. Satu-satunya OCA bivariat diluar IDR yang memiliki

koefisien variabel kontrol sendiri yang signifikan adalah SGD-THB (yakni SGUS_IRT).

14 Yang dimaksud dengan variabel kontrol sendiri adalah variabel eksogen (yang diturunkan dari teori pendekatan moneter) yangterkait dengan variabel tergantung pada hubungan ekuilibrium (persamaan terkointegrasi). Sebagai contoh variabel kontrol sendiripada OCA bivariat IDR-SGD adalah seluruh variabel eksogen IDUS_X dimana X adalah tingkat inflasi (INF), suku bunga (IRT),pertumbuhan (GRW) dan jumlah uang beredar (M1C).

Page 98: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

508 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Tanda koefisien dari variabel kontrol asing1 5 secara umum adalah tidak konsisten dengan

hipotesis. Pada beberapa OCA bivariat dan variabel tertentu tanda telah sesuai dengan hipotesis,

lihat misalnya THUS_INF pada OCA IDR-THB. Disisi yang lain tanda variabel justru berlawanan

dengan hipotesis, ini terjadi misalnya pada OCA bivariat SGD-THB (variabel THUS_IRT). Disamping

itu persyaratan signifikansi koefisien variabel kontrol asing umumnya tidak tercapai (pada level

standar). Suatu pengecualian adalah pada variabel SGUS_INF pada OCA bivariat IDR-SGD yang

signifikan pada _ = 5%.

Pada model lengkap, dimana IDR adalah variabel dependen pada persamaan

ekuilibrium, variabel kontrol sendiri: IDUS_INF dan IDUS_M1C, telah memiliki tanda yang

sesuai dengan hipotesis dan signifikan pada level standar (masing-masing 1% dan 5%).

Variabel lain (IDUS_IRT dan IDUS_GRW) juga memiliki tanda yang telah sesuai dengan hipotesis

tetapi tidak signifikan.

Sedangkan tanda variabel kontrol asing adalah tidak konsisten dengan hipotesis. Pada

beberapa variabel misalnya PHUS_M1C dan THUS_INF, dampak perubahan telah sesuai dengan

yang diharapkan. Namun hal sebaliknya terjadi pada beberapa variabel lain, misalnya SGUS_M1C

dan THUS_M1C yang kontradiksi dengan hipotesis. Disini kecuali variabel SGUS_M1C, variabel

kontrol asing adalah tidak signifikan pada _ = 5%.

Tanda koefisien variabel eksogen nilai tukar JPY (terhadap USD) adalah positif pada semua

OCA bivariat. Hal ini telah sesuai dengan hipotesis. Pada beberapa OCA bivariat (IDR-SGD, IDR-

PHP(lag=4), SGD-PHP, SGD-THB dan PHP-THB, koefisien yang diperoleh adalah signifikan pada

_ yang standar (5%). Sedangkan pada OCA bivariat IDR-PHP (lag=5) dan IDR-THB, variabel

eksogen JPY tampaknya tidak memiliki pengaruh penjelas yang signifikan.

Respon terbesar dari perubahan JPY dimiliki oleh bivariat IDR-PHP (sebesar 0.5607),

sedangkan yang terkecil (dengan tetap memperhatikan signifikansi koefisien) dimiliki oleh bivariat

PHP-THB (sebesar 0.2097).

Pada OCA model lengkap, dampak JPY adalah konsisten dengan OCA dilevel bivariat.

Namun demikian variabel JPY pada OCA model lengkap adalah tidak signifikan. Dengan demikian

dapat dikatakan dengan mempertimbangkan seluruh co-movement, tidak ada alasan untuk

menerima bahwa hubungan ekuilibrium dapat dijelaskan oleh pergerakan JPY.

15 Variabel kontrol asing adalah variabel eksogen yang terkait dengan variabel bebas yang terletak pada sisi sebelah kanan persamaanterkointegrasi. Pada OCA bivariat IDR-SGD, variabel ini adalah seluruh variabel eksogen SGUS_X dimana X adalah tingkat inflasi(INF), suku bunga (IRT), pertumbuhan (GRW) dan jumlah uang beredar (M1C).

Page 99: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

509Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

IV.3. Eksistensi OCA dan Assessment Persayaratannya

Dari hasil estimasi VECM maupun uji kointegrasi yang telah dilaporkan diatas tampaknya

suatu co-movement dalam bentuk yang kuat diwilayah Asia Tenggara tidak dapat didukung

oleh data. Hal ini terlihat dari (1) lemahnya signifikansi dari koefisien-koefisien co-movement

persamaan jangka pendek dan (2) divergennya hasil estimasi error correction term dan koefisien

co-movement jangka panjang.

Lemahnya signifikansi koefisien persamaan jangka pendek menunjukkan rendahnya

kemampuan interaksi diantara mata uang ASEAN 4 yang diamati. Namun demikan cukup

mengherankan, disini koefisien error correction term ternyata memiliki kinerja yang relatif lebih

baik. Intrepetasi ekonomi dari hal ini adalah bahwa meskipun interaksi antar mata uang ASEAN4

dalam jangka pendek adalah lemah (mereka bergerak secara independen), namun terdapat

suatu mekanisme koreksi jika mereka berada diluar paritas.

Ditinjau dari persamaan jangka panjang, dugaan suatu co-movement pada mata uang

ASEAN 4 memiliki dukungan data yang lebih kuat dibandingkan persamaan jangka pendek.

Disini tingkat signifikansi yang cukup baik diperoleh bagi koefisien co-movement ekuilibrium

bagi OCA bivariat: IDR-SGD, IDR-PHP, IDR-THB dan OCA lengkap. Sedangkan pada OCA bivariat:

SGD-THB, PHP-THB dan SGD-PHP, keberadaan fenomena ini tidak memiliki signifikansi yang

diperlukan.

Lebih lanjut dengan melihat OCA bivariat dimana IDR adalah variabel dependen, maka

adanya co-movement bagi mata uang ASEAN 4 dengan mata uang jangkar USD adalah valid.

Beberapa hubungan ekuilibrium yang dapat diuraikan untuk menjustifikasi hal ini adalah

a. IDR-SGD, setiap apresiasi/depresiasi sebesar 1% pada SGD (terhadap USD) akan disertai

dengan apresiasi/depresiasi sebesar 0.88%16 pada IDR.

b. IDR-PHP, setiap apresiasi/depresiasi sebesar 1% pada PHP (terhadap USD) akan disertai dengan

apresiasi/depresiasi sebesar 0.37%(lag 5)-0.38%(lag4) pada IDR.

c. IDR-THB, setiap apresiasi/depresiasi sebesar 1% pada THB (terhadap USD) akan disertai

dengan apresiasi/depresiasi sebesar 1.06% pada IDR.

Pengembangan OCA bivariat lebih lanjut dengan memasukkan mata uang ASEAN 4

lainnya secara lengkap juga memberikan dukungan terhadap keberadaan co-movement nilai

tukar. Untuk model lengkap intrepretasi parsial1 7 hubungan yang berlaku adalah apresiasi/

depresiasi pada PHP sebesar 1% akan disertai dengan apresiasi/depresiasi sebesar 0.17% pada

16 Namun demikian koefisien SGD pada persamaan ekuilibrium tidak signifikan.17 Intrepretasi parsial khususnya berlaku terhadap suatu persamaan regresi bervariabel lebih dari dua. Dimaksud parsial adalah dampak

yang hendak diamati terhadap variabel terikat adalah akibat perubahan satu variabel bebas dengan mengasumsikan variabel bebaslainnya adalah konstan.

Page 100: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

510 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

IDR. Sedangkan apresiasi/depresiasi THB sebesar 1%, akan memberikan dampak sebesar 1.93%

pada apresiasi/depresiasi IDR. Suatu pengecualian ada pada SGD karena karena arah pergerakan

yang dimilikinya adalah berlawanan (dan signifikan). Disini 1% apresiasi/depresiasi SGD akan

diikuti oleh depresiasi/apresiasi IDR sebesar 2.42%.

Dari representasi error correction, dapat diturunkan lamanya proses penyesuaian terhadap

disekuilibrium bagi setiap pasangan mata uang sebagai berikut:

1. IDR-SGD = 3.77 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar 26.57% dari kondisi

disekuilibrium)

2. IDR-PHP (lag 4)= 3.19 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar 31.38% dari kondisi

disekuilibrium)

3. IDR-PHP (lag 5)= 2.99 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar 33.35% dari kondisi

disekuilibrium)

4. IDR-THB = 3.46 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar 28.93% dari kondisi

disekuilibrium)

5. Model lengkap= 2.78 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar 35.63% dari kondisi

disekuilibrium)

Sekilas dari analisis ini terlihat kemungkinan adanya co-movement yang secara statistik

signifikan di antara beberapa mata uang ASEAN4. Mata uang yang menjadi acuan adalah

USD. Temuan ini mendukung hasil studi Frankel dan Wei (1994) yang menduga wilayah Asia

adalah memiliki acuan terhadap USD. Orientasi penetapan nilai tukar yang cenderung pada

USD ini kuat diduga dalam rangka mengendalikan inflasi (cost push inflation).

Lebih lanjut keberadaan co-movement ini juga dapat diduga dipengaruhi oleh mata

uang diluar USD, dimana dalam paper ini diajukan alternatif JPY. Seperti yang dilaporkan

pada bagian sebelumnya, keseragaman koefisien (serta cukup baiknya signifikansi) variabel

JPY pada seluruh OCA (baik bivariat maupun lengkap) memperkuat dugaan ini. Positifnya

hubungan antara mata uang ASEAN4 dengan JPY telah menyebabkan dugaan pergeseran

hubungan antara negara diwilayah ini dengan Jepang menjadi rival (terutama dalam aspek

perdagangan).

Implikasi lebih jauh adalah kemungkinan adanya nilai tukar jangkar berupa suatu keranjang

mata uang, dimana baik USD maupun JPY adalah komponen dominan. Hal ini memperkuat

temuan empiris yang dilakukan oleh Kim dan Ryou (2001). Peran dominan JPY ini sebenarnya

telah terindikasi oleh Frankel pada suatu studinya di tahun 1992, dimana karena faktor ekonomi

dan non ekonomi (agenda dari Washington) diperkirakan peran Jepang diwilayah Asia akan

semakin meningkat.

Page 101: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

511Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Sebagai suatu kesimpulan dapat dinyatakan disini bahwa keberadaan co-movement

diantara mata uang ASEAN4 tidak didukung secara kuat oleh data. Hal ini disebabkan (1)

lemahnya signifikansi pada koefisien co-movement jangka pendek dan (2) tidak homogennya

tanda koefisien koreksi kesalahan dan co-movement jangka panjang. Namun demikian, studi

ini telah mengungkapkan suatu kemungkinan bagi keberadaan OCA. Hal ini ditunjukkan oleh

homogennya tanda koefisien JPY (dengan signifikansi yang moderat). Studi lebih lanjut dengan

menggunakan suatu jangkar komposit mungkin dapat lebih baik mengungkapkan keberadaan

OCA.

Beberapa hal yang diduga menyebabkan gagalnya variabel pendekatan moneter berperan

sebagai variabel kontrol pada beberapa model OCA adalah

1. Restriksi antar negara yang tidak valid, asumsi kesamaan fungsi permintaan uang antar

negara tidak memperoleh dukungan empiris (Boothe dan Glassman, 1987).

2. Fungsi permintaan dan penawaran uang sendiri bukanlah suatu fungsi yang stabil (Frankel,

1981).

Dengan membatasi pada model OCA dengan IDR sebagai variabel tak bebas, maka terlihat

bahwa variabel selisih output nasional (IDUS_GRW) tidak pernah menjadi variabel yang

berpengaruh. Dikaitkan dengan alasan yang dikemukakan oleh Frankel (1981), maka pengaruh

transaksional dari pendapatan terhadap jumlah uang yang dipegang adalah semakin kecil. Hal

ini terjadi dengan adanya peningkatan teknologi, dimana kebutuhan memegang uang secara

cash adalah berkurang.

Variabel suku bunga (dan juga ekspektasi suku bunga melalui inflasi) memiliki pengaruh

terbesar didalam peran sebagai variabel kontrol. Berbeda dengan ekspektasi umum yang

cenderung menganggap bahwa kenaikan suku bunga adalah bersifat apresiatif. Kenaikan suku

bunga disini adalah depresiatif. Jika suatu negara menggunakan interest rate targeting dan

suku bunga misalnya ditetapkan diatas suku bunga ekuilibrium, maka akan terjadi excess money

supply (relatif terhadap mata uang asing) dan sebagai konsekuensinya mata uang ini akan

mengalami depresiasi.

Kemampuan variabel OCA ini didalam menjelaskan OCA dengan IDR sebagai variabel

terikat tampaknya dapat dihubungkan dengan temuan dari Alesina et al (2002). Analisis mereka

terhadap co-movement harga dan output pada berbagai wilayah dunia berkesimpulan bahwa

terdapat wilayah yang didefinisikan sebagai area USD.

Dengan demikian sebagai suatu kesimpulan, analisis dan intrepretasi secara ekonomi

terhadap kemampuan karakteristik OCA didalam menjelaskan co-movement mata uang ASEAN

4 adalah terbatas. Karakteristik ini hanya ≈cukup∆ baik jika digunakan didalam menjelaskan

Page 102: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

512 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

model OCA dimana IDR berperan sebagai variabel terikat. Dengan kata lain tampaknya

karakteristik OCA terpilih tidak dapat menjadi penjelas umum bagi semua negara ASEAN4.

Disini diduga terdapat suatu mekanisme yang berbeda didalam penentuan nilai tukar IDR

dibandingkan dengan negara ASEAN4 lainnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil estimasi menunjukkan OCA ASEAN 4 dalam bentuk yang ideal tampaknya tidak

memperoleh dukungan empiris yang kuat. Namun demikian, penelitian yang telah dilakukan

tetap memberikan hasil yang menarik diantaranya:

1. Co-movement yang teridentifikasi diantara mata uang ASEAN 4 adalah tidak robust. Dilihat

dari perspektif jangka pendek, hipotesis gagal dipenuhi (baik dari segi tanda maupun

signifikansi) sedangkan dari jangka panjang, hipotesis juga tidak terpenuhi meskipun hasil

estimasi yang diperoleh adalah lebih baik.

2. Kemampuan variabel/karakteristik OCA didalam menjelaskan pergerakan bersama dapat

diuraikan sebagai berikut

a. Pada model bivariat dimana IDR adalah variabel terikat (IDR-SGD, IDR-PHP dan IDR-

THB), tanda koefisien dan tingkat signifikansi variabel kontrol/karakteristik OCA sendiri

(misalnya IDUS_INF) umumnya memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis dan juga

signifikan.

b. Pada bivariat yang lain (SGD-PHP, SGD-THB dan PHP-THB), baik variabel kontrol sendiri

maupun asing tidak mendukung hipotesis. Dihubungkan dengan tidak signifikannya

koefisien error correction (lihat poin 1.b diatas) tampaknya baik co-movement dan OCA

tidak teridentifikasi pada model bivariat ini.

3. Keberadaan OCA juga merupakan fenomena global. Hal ini terindikasi dari homogenitas

tanda koefisien dan tingkat signifikansi baik persamaan ekuilibrium (yang menunjukkan

jangkar USD) dan variabel JPY sebagai mata uang jangkar alternatif diluar USD.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki beberapa implikasi kebijakan sebagai

berikut:

1. Temuan empiris menunjukkan peran Rupiah bersifat asimetris. IDR adalah weak currency

yang dikelilingi oleh mata uang lain yang strong currency. Keterkaitan IDR terhadap

pergerakan mata uang regional (ASEAN 4) menyarankan kepada pengambil kebijakan untuk

menaruh perhatian kepada goncangan yang terjadi dinegara tetangga.

2. Variabel moneter (jumlah uang beredar dan suku bunga) secara empiris berperan didalam

penentuan nilai tukar IDR. Dengan demikian otoritas terkait (Bank Indonesia) perlu lebih

memperhatikan pengelolaan moneternya agar tidak terjadi goncangan-goncangan terhadap

Page 103: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

513Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

nilai tukar. Sebaliknya kebijakan moneter dapat berperan aktif didalam mengelola nilai tukar

agar konsisten dengan kestabilan ekonomi.

3. Tidak homogennya faktor-faktor/mekanisme penentuan nilai tukar yang ada diantara negara

ASEAN 4 menunjukkan masih dominannya goncangan spesifik-domestik (idiosynchratic

shocks) didalam penentuan nilai tukar. Hal ini berimplikasi bahwa orientasi para pembuat

kebijakan masih harus condong pada kondisi domestik.

4. Terdapat indikasi peningkatan peran variabel global, khususnya dari negara Jepang. Dengan

demikian pengambil kebijakan harus melakukan antisipasi terhadap pergeseran kondisi

ekonomi dibeberapa wilayah utama dunia diluar Amerika Serikat, khususnya Jepang. Peran

proaktif ini diperlukan agar setiap goncangan dapat diantisipasi sedini mungkin.

Studi ini telah mengungkapkan beberapa temuan empiris penting dan menarik mengenai

OCA di ASEAN4. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan pada dua arah berikut, (1)

Penambahan variabel-variabel kontrol/karakteristik OCA yang diduga kuat mempengaruhi

seluruh mata uang yang diamati melalui suatu kriteria statistik tertentu dan (2) Penggunaan

suatu jangkar berupa komposit dari mata uang utama dunia.

Page 104: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

514 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Alesina, Alberto, Robert J. Barro dan Sylvana Tenreyro, ∆Optimal Currency Areas∆, National

Bureau Of Economic Research, Working Paper No. 4335, 2002

Baele, Lieven, Ferrando, Annalisa, Hordahl, Peter, Krylova, Elizaveta dan Monnet, Cyril,

≈Measuring Financial Integration In The Euro Area, Occassional Papers∆, European Central

Bank, Working Paper No. 14, April 2004.

Bayoumi, Tamim,∆A Formal Model Of Optimum Currency Areas∆, CEPR Discussion Papers No.

968, 1994.

Bayoumi, T and P. Mauro.∆The Suitability Of Asean For A Regional Currency Arrangement∆,

International Monetary Fund, Working Paper No. 99/162, December 1999.

Bilson, John F.O ≈Recent Developments In Monetary Models Of Exchange Rate Determination∆,

IMF Staff Paper No. 26, 1979.

Branson, William dan Healy, Conor N. ≈Monetary and Exchange Rate Policy Coordination In

ASEAN+1∆, National Bureau Of Economic Research, Working Paper No. 11713, 2005.

Corsetti, G. and Pesenti, Paolo,∆Self-Validating Optimum Currency Areas∆, National Bureau Of

Economic Research, Working Paper, No. 8783, 2002.

Corden, W.M.≈Monetary Integration∆, Essays In International Finance, International Finance

Section No. 93, Princeton University, Dept. Of Economics, 1972.

Dickey, D.A. dan Fuller, W.A., ≈Distribution Of The Estimators For Autoregressive Time Series

With A Unit Root∆, Journal Of The American Statistical Association, 1979, Vol. 74, hal. 427-

431.

Eichengreen, Barry and Bayoumi T,∆ Is Asia An Optimum Currency area? Can It Become One?

Regional, Global and Historical Perspectives On Asian Monetary Relations∆, Mimeo, University

Of California, Berkeley, 1996.

Emerson, M., D. Gros, A. Italianer, J. Pisani-Ferry and H. Reichenbach.∆One Market, One Money:

An Evaluation of the Potential Benefits and Costs of Forming an Economic and Monetary

Union∆, New York, Oxford University Press, 1992.

Enders, Walter, Applied Econometric Time Series, John Wiley & Son, New York, 1995.

Fleming, J. Marcus, ≈On Exchange Rate Unification∆, The Economic Journal, 1971, Vol 81, hal

467-88.

Frenkel, J. A., ≈A Monetary Approach To The Exchange Rate: Doctrinal Aspects and Empirical

Evidence∆, Scandinavian Journal Of Economics, 1976, 78(2), hal 200-24.

DAFTAR PUSTAKA

Page 105: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

515Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency AreaDengan Menggunakan Model Vector Error Correction

Frankel, Jeffrey A. ∆Is Japan Creating A Yen Bloc In East Asia and The Pacific?∆, National Bureau

Of Economic Research, Working Paper No. 4050, April 1992.

Frankel, Jeffrey. A., dan Rose, Andrew K.,∆Economic Structure and The Decision To Adopt A

Common Currency∆, Background Report, Swedish Government Commission On EMU, Mei

1996.

Frankel, Jeffrey A., dan Rose, Andrew K.,∆The Endogeneity Of The Optimum Currency Area∆,

Economic Journal, July 1998, 108(449), hal. 1009-25.

Frankel, Jeffrey A. dan Wei, Shang-Jin. ∆Trade Blocs and Currency Blocs∆, National Bureau Of

Economic Research, Working Paper No. 4335, April 1993.

Grubel, Herbert G.∆ The Theory Of Optimum Currency Areas∆, Canadian Journal Of Economics,

Mei 1970, hal. 318-324.

Harris, Richard. Using Cointegration Analysis In Econometric Modelling, Harvester Wheatsheaf,

Mayland Avenue, 1995.

Hawkins, John and Paul Masson,∆Economic Aspects Of Regional Currency areas and The Use

Of Foreign Currencies∆, BIS Working Paper, pp. 4-42, May 2000.

Horvath, Julius., ≈Optimum Currency Area Theory: A Selective Review∆, BOFIT Discussion Papers∆,

Vol. 15, 2003.

Johansen, Soren. ≈Estimation and Hypothesis Testing of Cointegration Vectors in Gaussian

Vector Of Autoregressive Models∆, Econometrica, 1991, Vol. 59, pp. 1551-80.

Kenen, P.B.∆Theory of Optimum Currency areas: An Eclectic View∆. dalam R.A. Mundell, dan

A.K. Swoboda, eds., Monetary Problems in the International Economy, Chicago, University

Of Chicago Press, 1969.

Kim, T-J dan Ryou, J-W, ≈The Optimum Currency Basket and The Currency Bloc in Asia∆, Bank

Of Korea Economic Papers, Vol 4, No. 1, May, pp. 194-216, 2001.

McKinon, Ronald. ≈Optimum Currency areas∆, American Economic Review, 53, September

1963, 717-724.

Mintz, N.N., ≈Monetary Union and Economic Integration∆, The Bulletin, New York University,

April 1970.

Mongeli, Fransesco P.≈New Views On The Optimum Currency Area Theory: What Is EMU Telling

US?∆, ECB Working Paper No. 138, April. 2002.

Mundell, R, ,∆A Theory Of Optimum Currency Areas∆, American Economic Review, 1961, hal.

379-96.

Mundel, Robert A. ≈Uncommon Arguments For Commonc Currencies∆, dalam H.G. Johnson

and A. K. Swoboda,eds., The Economics Of Common Currencies, Allen and Unwin, 1973,

hal. 114-32.

Mundell, R, ≈Prospects for an Asian Currency Area∆, Journal Of Asian Economics, 2003, no.

14, hal. 1-10.

Page 106: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

516 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Said, S. and David Dickey, ≈Testing for Unit Roots in Autoregressive-Moving Average Models

with Unknown Order∆, Biometrica, 1984, 71, hal 599-607.

Sims, Christopher, 1980, ≈Macroeconomics and Reality∆, Econometrica, 48, hal. 1-49.

Shinji, Takagi,∆The Yen and Its Asean Neighbors, 1980-1995: Cooperation Or Competition∆,

National Bureau Of Economic Research, Working Paper No. 5720, 1996.

Warjiyo, Perry, ≈Materi Kuliah Ekonomi Keuangan Internasional∆, Program Pasca Sarjana Ilmu

Ekonomi, Universitas Indonesia, 2004.

Wilson, Peter.∆Prospects For Asian Monetary Cooperation After The Asian Financial Crisis:

Pipedream or Possible Reality?∆National University Of Singapore, Working Paper No. 151,

2002.

Page 107: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

517Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

ANALISIS PENGARUH SOCIAL VALUES TERHADAPJUMLAH PERMINTAAN UANG ISLAM DI INDONESIA

Ebrinda Daisy Gustiani, Ascarya, Jaenal Effendi1

A b s t r a k s i

Sebagai salah satu instrumen yang ada dalam sistem ekonomi Islam, zakat menjadi penting untuk

diteliti pengaruhnya dalam formulasi kebijakan moneter di Indonesia, terutama berhubungan dengan

jumlah uang. Selama ini masih belum ada seseorang yang membuktikan secara empiris pengaruh zakat

sebagai salah satu instrumen dalam kebijakan moneter, terutama jumlah uang di Indonesia. Oleh karena

itu, perlu dibuktikan apakah zakat sebagai salah satu yang merupakan variabel social values dalam pemikiran

Umer Chapra berpengaruh dalam jumlah permintaan uang Islam di Indonesia. Data yang digunakan

dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dalam series bulanan berawal dari Januari

2001 sampai dengan Desember 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector

Autoregression (VAR) yang dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) jika terdapat

kointegrasi dengan bantuan software Eviews 4.1. dan Microsoft Excel 2003.Secara umum kita dapat

melihat hubungan pada jangka panjang hanya pada model permintaan tabungan mudharabah dan

deposito mudharabah saja. GDP berpengaruh signifikan untuk setiap model permintaan uang (kecuali

pada giro wadi»ah) karena baik pada sistem syariah maupun konvensional, jika masyarakat lebih sejahtera

maka asumsinya permintaan uang akan meningkat. Untuk variabel social values dan return syariah pada

beberapa model pengaruhnya negatif dikarenakan sistem syariah masih di dominasi oleh sistem

konvensional. Hal ini disebabkan karena faktor uang kartal, conspicious consumption dan social values

itu sendiri. RS tidak signifikan pada beberapa model persamaan dapat dijelaskan dengan melihat opportunity

cost dari memegang uang. Untuk saat ini karena beberapa alasan sebelumnya variabel social values

belum begitu terlihat pengaruhnya terhadap jumlah permintaan uang di Indonesia.

JEL Classification: JEL Classification: JEL Classification: JEL Classification: JEL Classification: C32, E41, P52

Keywords : Money demand, social values, Islam, VAR/VECM

1 Ebrinda Daisy Gustiani adalah mahasiswa pasca sarjana PSTTI Universitas Indonesia ([email protected]); Ascarya adalah seniorresearcher di PPSK Bank Indonesia ([email protected]); Jaenal Effendi adalah dosen FEM Institut Pertanian Bogor([email protected]).

Page 108: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

518 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

I. PENDAHULUAN

Uang sebagai alat tukar telah dikenal semenjak tahun 4000 SM, dalam dunia Islam uang

sebagai alat tukar adalah dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) yang digunakan semenjak

awal berdirinya Islam di muka bumi, dalam kegiatan muamalah maupun pembayaran zakat

dan diyat (pembayaran denda). Standarisasi berat uang dinar dan dirham mengikuti hadits

Rasullullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dimana timbangan adalah timbangan

penduduk Makkah dan takaran adalah takaran penduduk Madinah. Pada tahun 642 M khalifah

Umar bin Khattab membakukan standar uang dinar dan dirham, yaitu berat tujuh dinar sama

dengan berat 10 dirham. Menurut Chapra (1996) rasio perbandingan antara dinar dan dirham

adalah 1:10.

Uang dalam Islam juga digunakan untuk menunaikan salah satu ibadah umat Islam dan

salah satu instrumen moneter yaitu zakat dan juga kegiatan yang bernilai sosial diantaranya

infaq, shadaqah dan wakaf, seperti terdapat dalam Karim (2007) dalam melihat stabilitas

ekonomi melalui persamaan permintaan uang Chapra. Sebenarnya ada tiga peran yang

dimainkan zakat dalam perspektif ekonomi, yaitu sebagai alat redistribusi pendapatan dan

kekayaan, sebagai stabilisator perekonomian dan sebagai instrumen pembangunan dan

pemberdayaan kaum dhuafa.

Dalam hal zakat, infaq, shadaqah dan wakaf Indonesia memiliki potensi yang luar biasa,

karena menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2000) mayoritas penduduk muslim yang berjumlah

85 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Menurut penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN

Syarif Hidayatullah, potensi dalam bentuk uang tunai adalah kira-kira 14,2 triliun rupiah, dan

dalam bentuk barang adalah 5,1 triliun rupiah setiap tahun.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terwakili dalam simbol yang disebut islamic

banking atau disingkat menjadi ib yang disosialisasikan oleh Bank Indonesia. Setelah melihat

beberapa aspek perkembangan perbankan syariah di Indonesia maka kita perlu mengetahui

karakteristik lain yang dimiliki oleh sistem ekonomi atau keuangan Islam yaitu adanya instrumen

social values. Dalam Chapra (1996) yang dikategorikan social values adalah semua hal yang

tidak dilarang oleh agama dan bersifat sosial (zakat, wakaf, infak dan shadaqah) yang

mempengaruhi permintaan akan uang, maka instrumen moneter lain yang diajukan oleh Chapra

untuk sistem ekonomi Islam adalah target pertumbuhan M1 Islam yang didalamnya terdiri dari

uang kartal dan giro wadi»ah dan M2 Islam terdiri dari M1 ditambah tabungan mudharabah

dan investasi deposito mudharabah; Public Share of Demand Deposit; Statutory Reserve

Requirement dan Credit Ceilling. Instrumen social values berpengaruh pada target pertumbuhan

M2 Islam dan M1 Islam, yaitu M1 yang berupa pinjaman tanpa bunga yang digunakan untuk

penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat miskin.

Page 109: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

519Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Dari keseluruhan instrumen moneter diatas maka terlihat jelas perbedaan mendasar dari

kedua sistem, dimana pada sistem ekonomi konvensional dikenal adanya bunga. Sedangkan

pada sistem ekonomi Islam digunakan sistem bagi hasil (mudharabah) dan adanya unsur social

values. Setelah adanya penelitian sebelumnya mengenai konsep bunga dan bagi hasil, maka

penulis akan membuktikan secara empiris apakah konsep dengan social values mempengaruhi

stabilitas moneter, dan kita akan melihat lewat pengaruhnya terhadap jumlah permintaan uang

di Indonesia. Selanjutnya akan membahas tinjauan teori, bagian tiga adalah sumber data dan

metodologi penelitian yang akan digunakan dan pada bagian empat berisi hasil analisis dan

pembahasan. Pada akhirnya mengenai kesimpulan dan saran.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis fungsi permintaan uang (M1 dan M2) Islam

pada sistem keuangan / perbankan ganda yang dikhususkan lagi pada uang kartal, giro wadi»ah,

tabungan mudharabah dan deposito investasi mudharabah pada bank syariah dan 2)

Menganalisis pengaruh social values dalam fungsi permintaan uang dan mengetahui ada /

tidaknya hubungan atau pengaruh yang signifikan antara jumlah uang beredar dalam sistem

ekonomi Islam dengan instrumen social values tersebut.

Bagian kedua dari paper ini mengulas teori dan tinjauan atas literatur yang sudah ada

dan bagian ketiga mengulas tentang metodologi. Bagian keempat membahas hasil estimasi

dan analisis sementara kesimpulan diberikan pada bagian penutup.

II. TEORI

II.1. Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dan Konvensional

Sebenarnya perbedaan sistem ekonomi yang digunakan diatas bisa juga diwakili oleh

tiga sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam dan sistem

ekonomi Marxisme. Perbandingan antara ketiga sistem ekonomi tersebut dapat dilihat dalam

Tabel V.1.

II.1.1. Perbedaan Sistem Ekonomi Kapitalis, Marxsisme dan Islam

Ada beberapa pendapat dalam melihat perbedaan dan jumlah paham dari sistem ekonomi,

namun pada dasarnya sistem ekonomi secara umum dapat kita bedakan menjadi sistem yang

berasal dari Al-Qur»an dan Hadits dan sistem yang bukan berdasarkan Al-Qur»an dan Hadits.

Karim (2004) menyatakan tentang paham √ paham ekonomi yang berkembang di dunia ada

empat yaitu kapitalisme, sosialisme, komunisme dan Islam. Sistem ekonomi kapitalis adalah

sistem ekonomi yang didominasi oleh capital atau modal, dengan profit motive dimana uang

Page 110: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

520 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

adalah segalanya. Dalam sistem ekonomi kapitalis juga dikenal adanya kebebasan dalam

berekonomi, beserta instrumen bunga yang kental. Beberapa karakteristik dari ekonomi kapitalis

adalah inividual actions dengan tidak adanya perencanaan ekonomi yang tersentralisasi.

Sementara sosialisme dimana tidak adanya kepemilikan pribadi, yang ada hanyalah

kepemilikan publik, keberadaan industri serta faktor produksi sepenuhnya untuk kepentingan

sosial serta adanya social service motive. Beberapa karakteristik dari ekonomi sosialis adalah

central planning of the economy, berlakunya distribusi pendapatan secara merata dan aset √

aset penting dimiliki oleh publik. Selanjutnya marxisme adalah salah satu bentuk komunisme

dimana konsumsi dan produksi diatur secara kolektif yang menekankan pada program sosial

dan pendidikan, serta bersumber pada ilmu pengetahuan dan meniadakan Tuhan. Sehingga

dalam praktiknya menghalalkan segala cara untuk kebahagiaan kolektif.

Lain halnya dengan sistem ekonomi Islam, pada gambar V.1 yang memperlihatkan bentuk

penyikapan dari manusia terhadap harta atau sumber daya ekonomi secara garis besar meliputi

aktifitas mencari harta, mengelola harta dan membelanjakan harta. Melalui penyikapan tersebut

akan terdapat implikasi berupa pengembangan harta, pertukaran harta dan pendistribusian

harta Sakti (2007).

Memperoleh harta dalam Islam dapat dilakukan atau bisa didapatkan melalui berbagai

aktivitas ekonomi. Mencari harta dapat dilakukan dengan aktivitas investasi seperti mudharabah

dan musyarakah dan aktivitas jual √ beli seperti murabahah, ijarah, istisna, salam dan rahn.

Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap kedua aktivitas sebelumnya,

maka seseorang dapat memperoleh melalui instrumen lain yang ada dalam mekanisme ekonomi

Tabel V.1Perbandingan Sistem Ekonomi Kapitalis, Islam dan Marxisme

Aspek yangDibandingkan

KonvensionalIslam

Kapitalis Marxisme

Filosofi dalam produksi,distribusi dan konsumsi

Prinsip yang berlakudalam kepemilikan danakses untuk bertransaksi

Operasional

Laissez Faire yangmenjelaskan kebebasanberbuat dan invisible hand

Kepemilkan mutlak danpasar bebas

Bebas entryiexit (dalamkompetisi sempurna) ataubebas menentukan hargadalam pasar monopolistik

Perjuangan kelas dankontardiksi antar kelas

Kepemilikan olehpemerintah ataupenguasa sehinggaakses terbatas

Kerja iteration dankerja kolektivitas

Keimanan kepada Allah danhidup sesudah mati, sertahanya mencari ridho All ah

Hak penggunaan bukankepemilikan (hanya sampaidengan meninggal) sertakeseimbangan dan keadilan

Adanya instrumen zakatdan wakaf, pelarangan ribadan Qirad Mudharabah

Sumber : Iqbal (2007)

Page 111: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

521Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Gambar V.1.Karakteristik Berdasarkan Prinsip √ Prinsip Ekonomi Islam

Islam, seperti aktivitas sosial (infaq, shadaqah, hadiah dan hibah) dan aktivitas regulasi (zakat,

warisan, kharaj dan jizyah).

Secara umum Himawan (2005) mengatakan bahwa sistem ekonomi Islam berdasarkan

syariah adalah sistem yang menggunakan pendekatan zakat, melarang adanya riba dan melarang

adanya maisyir atau dengan kata lain sebuah sistem perekonomian sunnatullah yang mendorong

adanya aliran investasi dengan zakat secara optimal dengan anti riba yang bersifat produktif

dengan anti judi seperti terlihat pada Gambar V.2. dibawah ini.

Harta Zakatmaal

Penghasilan

ZakatPenghasilan

Anti Riba

Anti JudiΣ

Investasi

Produktif

Tambahan

Harta

Aliran

InvestasiIn

vest

asi

Opt

imal

Sumber: Himawan (2007)

Gambar V.2.Teori Aliran

Sumber : Himawan (2007)

27

Harta Zakatmaal

Penghasilan

ZakatPenghasilan

Anti Riba

Aliran

Investasi

Anti Judi

Investasi

Produktif

Σ

Inves

tasi

optim

al

Tamba

han

harta

Sumber : Sakti (2007)

PEMENUHANKEBUTUHAN

MENUJU FALAH

PENYIKAPAN TERHADAPHARTA / SUMBERDAYA EKONOMI

Aktifitas mencari,mengelola dan

membelanjakan harta

Mengembangkan,distribusi dan

tukar menukar harta

Investasi Jual - Beli Sosial Regulasi

Page 112: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

522 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Apabila kita melihat dari perkembangannya dalam Karim (2004) perkembangan pemikiran

ekonomi Islam terdiri dari empat periode yaitu periode pondasi (Awal Islam -450 H / 610-1059

M), periode pengembangan (1058 √ 1446 M), periode kemunduran (1446 √ 1931 M) dan

periode kebangkitan (1932- 2000-an M). Tradisi dan praktek pada masa Rasullullah SAW dengan

prinsip √ prinsip seperti Allah SWT ialah penguasa tertinggi serta pemilik absolut alam semesta

dan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi; semua yang dimiliki dan didapatkan manusia

adalah seizin Allah SWT; kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun; eksploitasi ekonomi

dalam segala bentuknya dihilangkan dan Menerapkan sistem warisan sebagai instrumen

redistribusi kekayaan. Pada masa Rasullullah SAW, sistem ekonomi Islam diterapkan dengan

cara mempercepat peredaran uang, mendirikan baitul maal dan adanya kebijakan fiskal. Dalam

mempercepat uang beredar Rasullullah SAW menerapkan larangan terhadap kecenderungan

mencegah dinar & dirham keluar dari peredaran; larangan praktek bunga uang; mencegah

tertahannya uang dari pemilik modal dan menghapus praktek monopoli setelah Fath Al-Makkah.

Selain itu praktik pendirian baitul maal dapat terlihat dari pendapatan baitul maal saat

itu berupa Kharaj, Zakat, Khums, Jizyah (pajak, cukai) dan penerimaan lainnya seperti kaffarah.

Dapat terlihat juga praktik pengeluaran baitul maal saat itu untuk penyebaran Islam, pendidikan

& kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan

armada perang & keamanan, & penyedian layanan kesejahteraan sosial. Sedangkan salah satu

bentuk dari kebijakan fiskal pada masa Rasullullah adalah meningkatkan pendapatan nasional

dengan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin & Anshar dan menerapkan kebijakan

penyediaan lapangan pekerjaan bagi kaum Muhajirin dengn impelementasi akad Muzara»ah,

Musaqah, & Mudharabah.

Setelah kepemimpinan Rasullullah SAW berakhir, dimulailah masa Khulafaur Rasyidin.

Dimulai dengan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dalam praktek ekonomi masa ini sangat

memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat

digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan serta pendistribusian

langsung terhadap penerimaan Baitul Maal. (tidak ada simpanan). Selanjutnya kegiatan ekonomi

pada masa Khalifah Umar bin Khattab adalah dengan mendirikan Baitul Maal yang reguler &

permanen, serta cabang-cabangnya di ibukota propinsi; menjadikan Baitul Maal sebagai

pelaksana kebijakan fiskal negara Islam; melakukan penyimpanan terhadap pendapatan Baitul

Maal sebagai cadangan darurat; menjadikan Properti Baitul Maal sebagai harta kaum muslimin

dan pemegang keputusan adalah Khalifah, selain itu mendirikan Diwan Islam yang pertama,

yang disebut al-Divan ; memperkenalkan istilah pendapatan negara yang lain; fay (rampasan

perang), ushr, Nawaib, tebusan tawanan perang. Dalam masa Khalifah Umar bin Khatab ada

klasifikasi pendapatan dan pengeluaran negara.

Page 113: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

523Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Pada masa Khalifah setelahnya , yaitu Khalifah Utsman bin Affan kegiatan ekonomi mulai

diperluas dengan meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan, meningkatkan

pengeluaran dana pensiun dan pembangunan diwilayah taklukkan baru, memberikan tanggung

jawab penaksiran zakat kepada muzakki serta mengizinkan adanya pertukaran lahan. Namun

sebagian besar kegiatan ekonomi yang dilakukan pada masa khalifah sebelumnya tetap

dilanjutkan. Setelah masa Kahalifah Utsman bin Affan berakhir, maka pada masa Khalifah Ali

bin Abi Thalib dilaksanakan perubahan dalam penetapan pemungutan zakat, menghilangkan

pengeluaran untuk angkatan laut, pendistribusian secara langsung terhadap pendapatan Baitul

Maal serta memperkenalkan pemerataan distribusi uang rakyat dengan mengadopsi sistem

distribusi setiap satu minggu sekali.

II.1.2. Sistem Moneter Konvensional

Sistem moneter konvensional diawali dengan teori √ teori ekonomi konvensional, beberapa

teori ekonomi konvensional yang berkembang sejak dulu. Perkembangan pemikiran ekonomi

ini dimulai dari mazhab ekonomi pra-klasik; ekonomi klasik; marxisme; neo-klasik; historis;

institutional; Keynes; monetaris; supply siders dan aliran rationale expectation sampai seterusnya

mengalami perkembangan hingga saat ini. Perkembangan mengenai sistem moneter

konvensional terutama dalam hal permintaan uang, sangat terlihat jelas pada masa lahirnya

aliran monetaris, yang didasari kritikan atas pendapat keynessian mengenai perlunya campur

tangan pemerintah dalam mengarahkan dan membimbing perekonomian yang diinginkan.

Dimana tokoh √ tokohnya terbagi dalam dua golongan yaitu golongan tua dan golongan muda.

Salah satu tokoh yang paling mendasari perkembangan aliran ini adalah Milton Friedman yang

melihat bahwa peran pemerintah memang diperlukan untuk perekonomian yang lebih efektif.

Maka pokok √ pokok pikiran aliran monetaris adalah dimana perkembangan moneter

merupakan salah satu unsur penting dalam perkembangan produksi, kesempatan kerja dan

harga. Aliran moneter juga mengemukakan bahwa pertumbuhan uang beredar merupakan

unsur yang dapat diandalkan dalam perkembangan moneter. Dalam tulisannya Friedman (1970)

mengatakan bahwa perubahan dalam jumlah uang beredar sangat berpengaruh pada tingkat

inflasi pada jangka panjang dan juga perilaku GNP riil. Selain itu aliran monetaris mengemukakan

adanya kekuatan √ kekuatan pasar dan pengaruh sumberdaya yang menyatakan turunnya

suku bunga akan mendorong investasi dan turunnya tingkat harga akan mendorong konsumsi

(pigou effect).

Hal lainnya adalah pendapat kaum monetaris mengenai fluktuasi ekonomi yang terjadi

karena terjadinya pelonjakan √ pelonjakan dalam jumlah uang beredar yang disebabkan karena

Page 114: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

524 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

kebijakan yang ekspansif yang diambil oleh pemerintah. Kita dapat melihat bahwa aliran

monetaris lebih menggerakkan ekonomi dari sisi moneter, yang sangat berlawanan dengan

aliran Keynesian.

II.1.3. Sistem Moneter Islam

Sistem moneter berhubungan erat dengan instrumen moneter, salah satunya uang, maka

sebelum memahami mengenai hal tersebut, kita perlu memahami konsep uang dalam Islam.

Menurut Al-Ghazali, uang adalah standar pengukuran (satuan) untuk menghindari penipuan

dan kecurangan, uang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah-masalah sistem barter, dinar

dan dirham adalah penguasa bila dibandingkan jenis kekayaan yang lain dan ciri utama uang

adalah seperti cermin yang memantulkan warna tapi ia sendiri tidak memiliki warna sesuai

dengan konsep netralitas uang.

Menurut Ibnu Taimiyah, uang adalah standar nilai (mi»yar al-amwal) dan merupakan

alat tukar, selain itu uang tidak pernah dimaksudkan untuk dikonsumsi. Uang itu digunakan

untuk mendapatkan barang lain (alat tukar) dan tidak untuk diperdagangkan. Ibnu Taimiyah

mengemukakan tentang konsep volume fulus (uang) haruslah proporsional dengan volume

transaksi dimana tingkat harga ditentukan, dan konsep ini dalam teori konvensional

disebut sebagai quantity theory of money. Sedangkan menurut Ibnu Khaldun, uang adalah

standar pengukuran dan juga merupakan store of value (penyimpan nilai). Menurut Ibnu

Khaldun emas dan perak merupakan bentuk uang yang tidak mudah berfluktuasi yang

relatif stabil.

Setelah kita mengetahui konsep uang dalam Islam maka menurut Beik (2007) kita perlu

mengetahui konsep bank sentral dan kebijakan moneter yang berdasarkan prinsip syariah.

Tujuan kebijakan moneter dalam Islam adalah tercapainya kondisi full employment dimana

seluruh faktor produksi dapat dioptimalkan penggunaannya, menjamin stabilitas nilai mata

uang dan stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan alat redistribusi kekayaan dimana harta

disinergiskan antara sektor keuangan dan sektor riil. Sementara itu fungsi bank sentral adalah

mengatur peredaran uang dan mengendalikan money supply, sebagai regulator financial market

dan menjamin kejujuran laporan profit dan loss sektor perbankan dan melaksanakan audit

secara reguler.

Fungsi bank sentral dilakukan melalui instrumen moneter seperti merubah high powered

money; melalui reserve ratio; liquidity ratio; penjualan dan pembelian Central Deposit Certificate

dan surat-surat berharga lainnya, merubah profit-sharing ratio; menetapkan qard hassan ratio

dan mengendalikan nilai tukar mata uang.

Page 115: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

525Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Dalam Ascarya (2006), ada tiga perbedaan mendasar atas sistem moneter Islam dengan

sistem moneter konvensional, seperti terlihat pada Tabel 2.2. dibawah ini. Perbedaan pertama

dan yang paling membedakan adalah sistem bunga dalam ekonomi konvensional sedangkan

ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), sistem bagi hasil menjamin

adanya keadilan dan tidak ada pihak yang timpang dalam menanggung kerugian. Pada saat

pemilik modal bekerja sama dengan pengusaha untuk melakukan kegiatan usaha. Jikalau

menghasilkan keuntungan dibagi berdua, namun jika terjadi kerugian juga ditanggung bersama.

Pada perbedaan yang kedua, pada sisi konvensional ada sistem fractional reserve banking

dimana bank hanya diwajibkan untuk menyimpan cadangan dalam persentase tertentu dari

dana simpanan yang dihimpun. Dengan sistem ini perbankan memiliki kemampuan menciptakan

jenis lain dari fiat money, yaitu uang bank (demand deposits, termasuk uang elektronik), dan

hal ini terjadi juga ketika bank memberikan pinjaman. Dengan demikiansistem ini juga

memberikan keuntungan seigniorage yang tidak adil bagi pihak bank yang melalui sistem ini

diberi kuasa untuk menciptakan uang baru.

Tabel V.2Perbedaan Sistem Moneter Islam dan Konvensional

Konvensional Islam

Instrumen suku bunga Konsep bagi hasilFractional reserve banking system 100 percent reserve banking systemPenggunaan uang fiat full bodied/fully backed money

Sumber : Ascarya (2006)

Sedangkan pada sistem ekonomi Islam ada seratus persen reserve banking system, dimana

sistem ini tidak memberikan peluang bagi bank untuk menciptakan uang baru, karena seluruh

cadangan harus disimpan ke bank sentral. Bank maksimum hanya dapat menyalurkan

pembiayaan sampai sebesar simpanan awal saja. Hal ini menyebabkan tidak ada daya beli baru

yang diciptakan (tidak ada seigniorage), maka tidak mengandung unsur riba dan tidak ada

pihak yang dirugikan.

Uang fiat adalah sesuatu (biasanya dalam bentuk kertas atau koin) yang diakui sebagai

alat tukar yang sah di suatu negara ksetelah ditetapkan oleh pemerintahnya yang tidak memiliki

nilai cadangan sesuai nilai nominalnya. Diterbitkannya uang fiat memunculkan daya beli baru

dari sesuatu yang tidak ada. Hal ini memberikan keuntungan yang tidak adil (seigniorage) bagi

pihak yang diberi kuasa untuk menerbitkannya dan dapat dikategorikan riba.

Sedangkan uang dalam Islam adalah uang (emas dan perak) yang mempunyai nilai intrinsik

sama dengan nilai nominalnya atau sejumlah dengan cadangan emas yang disimpan oleh

Page 116: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

526 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

pihak yang menerbitkannya. Karena tidak ada daya beli baru yang diciptakan (tidak ada

seigniorage), sehingga tidak mengandung unsur riba.

Karena di Indonesia masih menggunakan sistem moneter dan perbankan ganda, maka

yang menjadi perbedaan utama antara sistem moneter Islam dan konvensional adalah adanya

konsep bagi hasil dalam Islam yang meniadakan bunga.

II.2. Kebijakan Moneter Islam Kontemporer

Keuangan Islam pada hakikatnya menggambarkan aktivitas ekonomi riil menggunakan

berbagai jenis transaksi seperti perdagangan dan investasi serta jasa √ jasa keuangan. Melalui

gambar II.3 terlihat bahwa dalam dual economic system di banyak Negara Muslim keuangan

Islam menjadi elemen penguat sektor riil yang mengimbangi sektor moneter, bahkan

memperkuat struktur perekonomian riil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah porsi

atau kontribusi keuangan Islam serta sektor sosialnya jika ingin diterapkan pada perekonomian

nasional.

Gambar V.3.Struktur Ekonomi Islam Kontemporer.

Sumber : Sakti (2007)

Financial Authority Social Institution

IFIs

Firms MoneyMarket

RealMarket

House Hold

Ms, I, Tx, Tr Z, If, Sh, Wq

Monetary Sector Real Sector

Dapat terlihat dalam gambar tersebut diatas bahwa bentuk instrumen moneter Islam

adalah kebijakan √ kebijakan yang mampu menggerakkan sektor riil atau semakin menekan

uang yang menganggur untuk masuk ke sektor riil. Pada gambar diatas Ms adalah uang beredar;

Page 117: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

527Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

i adalah tingkat bunga; Tx adalah pajak; Tr adalah subsidi; Z adalah zakat; If adalah infak; Sh

adalah shadaqah dan Wq adalah Wakaf.

II.3. Teori Permintaan Uang

Persamaan money demand dalam Chapra (1996) menjelaskan salah satu variabel yang

belum pernah digunakan dalam teori permintaan uang yaitu variabel social values, terlihat

pada persamaan dibawah ini:

Md = f(Ys, S, π) (V.1)

Dimana Ys menunjukkan barang dan jasa yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dan

investasi produktif yang selaras dengan Islam. Sementara itu S menjelaskan tentang nilai √ nilai

moral dan sosial (termasuk didalammnya zakat) yang nantinya akan mempengaruhi proses

alokasi dan distribusi sumber daya, yang akan mempengaruhi permintaan uang yang tidak

dipergunakan untuk conspicious consumption (kegiatan konsumsi yang berlebihan, bermewah

√ mewahan dan spekulasi). Dalam penelitiannya Umer Chapra belum dapat membuktikan

secara empiris persamaan V.1 diatas, dan dalam hipotesisnya mengenai pengaruh social values

terhadap jumlah permintaan uang tidak dijelaskan apakah berpengaruh negatif pada jangka

panjang atau jangka pendek.

Sebelumnya menurut Mishkin (2001) uang sebagai money supply didefinisikan sebagai

sesuatu yang secara umum diterima sebagai alat pembayaran barang dan jasa atau pembayaran

kembali utang. Adapun fungsi permintaan uang menurut Keynes adalah:

M d = f (i,Y) (V.2)

dimana i merupakan fungsi suku bunga yang berbanding terbalik dengan permintaan

uang dan Y adalah pendapatan nasional riil yang positif pengaruhnya terhadap permintaan

uang. Untuk permintaan uang Islam pada sistem perbankan ganda, dijelaskan pada Kaleem

(2000), dimana ada variabel tingkat return Syariah sebagai pengganti suku bunga, sehingga:

ln M ISLRt= α0 + α1ln Yt + α2 πt (V.3)

Dimana M1ISLR merupakan keseimbangan uang riil Islam dan Yt adalah jumlah pendapatan

nasional.

Dalam gambar V.4 dibawah ini menjelaskan mengenai motif dari seseorang memeganga

uang, diantaranya adalah untuk tarnsaksi, berjaga - jaga dan spekulasi. Namun permintaan

yang dimaksud oleh Chapra (1996) dalam persamaan permintaan uang Islam adalah permintaan

uang yang transaksi dan berjaga √ jaga.

Page 118: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

528 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Dimana dalam transaksi tidak ada unsur untuk konsumsi yang bermewah √ mewah atau

menunjukkan status atau simbol dan kegiatan yang tidak bermanfaat. Dan investasi yang

dilakukan haruslah yang produktif, sedangkan untuk impor yang dilakukan adalah untuk

memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dicukupi oleh negara sendiri. Kegiatan yang spekulatif

dalam persamaan permintaan uang Islam adalah kegiatan yang tidak diperbolehkan.

II.5. Hikmah dan Manfaat Zakat

Dalam Hafiddudin (2002), zakat ditinjau dari segi bahasa mempunyai arti, yaitu al-barakatu

(keberkahan); al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan); ath-thaharatu (kesucian) dan ash-

shalahu (kebesaran). Pengertian zakat secara umum adalah bagian dari harta dengan persyaratan

tertentu; yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak

menerimanya; dengan persyaratan tertentu pula. Hubungan pengertian zakat menurut bahasa

Gambar V.4.Unsur Pokok Permintaan Uang

Sumber : Chapra (1996)

Permintaan Uang

Transaksi Berjaga - jaga Spekulasi

Kecelakaan danMusibah

Keadaan Ekonomi danFluktuasi Harga

PasarKomoditi Pasar

Saham

Valas dan instrumentkeuangan lainnya

Y

C I X M

Kegiatan tidakProduktif dan

Spekulatif

Kemewahandan prestise

Kebutuhanlainnya

KebutuhanBarang dan

Jasa

Kemewahandan prestise

Pengeluaranyang tidakbermanfaat

KegiatanProduktif

Gambar V.4.Unsur Pokok Permintaan Uang

Page 119: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

529Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

dan istilah sangat erat, yakni bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah;

tumbuh; berkembang dan bertambah; suci dan baik.

Chapra (1985) menyampaikan bahwa zakat mempunyai dampak positif dalam

meningkatkan ketersediaan dana bagi investasi sebab pembayaran zakat pada kekayaan dan

harta yang tersimpan akan mendorong para pembayar zakat untuk mencari pendapatan dari

kekayaan mereka, sehingga mampu membayar zakat tanpa mengurangi kekayaannya. Dengan

demikian, dalam sebuah masyarakat yang nilai-nilai Islam-nya telah terinternalisasi, simpanan

emas dan perak serta kekayaan yang tidak produktif cenderung akan berkurang dalam rangka

meningkatkan investasi dan menimbulkan kemakmuran yang lebih besar.

Secara umum terdapat tujuh hikmah dan manfaat zakat dalam Hafiddudin (2002), sebagai

perwujudan keimanan kepada Allah SWT; untuk menolong para mustahik; sebagai pilar amal

bersama (jama»i); sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana

yang dimiliki umat islam (sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi) dan

sarana pengembangan kualitas sumberdaya muslim; untuk memasyaraktakan etika bisnis yang

benar; sebagai salah satu instrumen pemerataan pendapatan dan dorongan yang kuat bagi

orang √ orang yang beriman untuk menunaikan zakat. Beberapa manfaat zakat seperti,

mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan yang otomatis membuat manusia

terdorong untuk berinvestasi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi

harta karena menyangkut harta setiap muslim setelah mencapai nisab. Zakat yang dikelola

dengan baik akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas sekaligus penguasaan

aset √ aset oleh umat Islam.

Saefuddin (1986) menyatakan bahwa dengan zakat dikelola dengan baik maka

dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi, sekaligus pemerataan pendapatan,

economic with equity.

Manfaat dari segi akhlak seperti menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan

dada kepada pribadi pembayar zakat, pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah

(belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya serta mengandung aspek

penyucian terhadap akhlak.

Jika kita melihat faedah ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan), maka zakat merupakan

sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan

kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia; Memberikan support kekuatan bagi kaum

muslimin dan mengangkat eksistensi mereka.Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat,

salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah; Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial; zakat

akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah dan

Page 120: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

530 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta

dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

Himawan (2005) menyampaikan mengenai fungsi zakat yang menjadi solusi dari inflasi

seperti terlihat pada gambar bahwa zakat memiliki fungsi kontrol dan fungsi sosial. Dimana

dengan fungsi sosialnya zakat bisa menurunkan harta yang ditumpuk, sehingga menjadi aliran

investasi. Jika aliran investasi tinggi maka pengadaan barang dan jasa juga akan meningkat,

hal ini menyebabkan turunnya harga. Disisi lain zakat dengan fungsi sosialnya memberikan

subsidi untuk meningkatkan daya beli mustahik. Sehingga pada akhirnya akan menciptakan

kesejahteraan.

II.6. Kerangka Pemikiran

Keterkaitan antara perumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dilihat dari kerangka

pemikiran penelitian, dapat dilihat pada Gambar V.6. dimana permintaan uang dalam Islam

yaitu M1IS dan M2IS yang dibagi lagi dalam turunannya masing √ masing dipengaruhi oleh

variabel makroekonomi yaitu GDP Riil. Sebagai biaya imbangan dalam memegang uang, pada

permintaan uang dilihat dari tingkat return pada skim syariah. Lalu akan dilihat pula pengaruh

social values pada sistem Islam, sehingga dapat terlihat dari masing √ masing klasifikasi

permintaan uang berhubungan dengan melihat jumalah permintaan uang Islam untuk monetary

management dalam Islam.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis utama yang dibangun dalam paper ini ada 2,

pertama, dalam model permintaan uang Islam yang juga dibagi dalam unsur uang kartal, giro

Gambar V.5.Fungsi Zakat atas Inflasi

Sumber : Himawan (2005)

Zakat

Fungsikontrol

Fungsisosial

Pressureharta

Fundingdanasosial

Investasimeningkat

Subsididanasosial

meningkat

SupplyBrg & jasa

Daya beliSi miskin

Hargamenurun

Sejahtera

Page 121: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

531Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

wadi»ah, tabungan mudharabah dan investasi mudharabah pada jangka panjang, maka GDP

Riil diduga berpengaruh positif terhadap permintaan uang Islam dan return syariah berpengaruh

negatif. Kedua, social values (zakat) berpengaruh negatif terhadap permintaan uang untuk

kegiatan yang tidak produktif pada sistem Islam pada sisi muzakki dan berpengaruh positif

terhadap permintaan uang pada sisi mustahik;

III. METODOLOGI

III.1. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan merupakan data sekunder negara Indonesia

dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank

Gambar V.6.Kerangka Pemikiran Konseptual

Variabel Makroekonomi:GDP Riil

Permintaan M1- Islam

Return Syariah(Ekuivalen Rate BSM dan Ekuivalen Rate BMI)

SocialValues

Monetary Management in Islam(Money Demand)

Uang kartal

Permintaan M2- Islam

Giro wadi»ah Tabunganmudharabah

Depositomudharabah

Keterangan :

: Alur kerangka: Dipengaruhi oleh: Terdiri dari

Page 122: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

532 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Indonesia (SEKI-BI); Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPS-BI); data publikasi return

syariah dalam laporan distribusi pendapatan Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri;

Laporan Tahunan Bagian Zakat Departemen Agama dan Laporan Keuangan dari beberapa

lembaga (Badan Amil Zakat Nasional; Pos Keadilan Peduli Umat; Rumah Zakat Indonesia; BAMUIS

BNI; BSM Umat; BAZDA DKI; BAZDA BOGOR; Tabung Wakaf Indonesia; Yayasan Wakaf

Paramadina; Forum Zakat dan Dompet Dhuafa) serta data potensi zakat di Indonesia dalam

periode waktu antara bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Desember 2007.

Mengacu pada kerangka pemikiran (Gambar V.6), maka variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Permintaan M1 Islam (M1IS), jumlah uang beredar Islam dalam arti sempit terdiri dari uang

kartal dan demand deposit (giro wadi»ah). Dalam penelitian ini belum dapat membedakan

uang berbasis Islam dan konvensional karena adanya unsur uang kartal dalam M1IS.

b. Permintaan M2 Islam (M2IS), jumlah uang beredar Islam dalam arti luas terdiri dari M1IS

ditambah tabungan mudharabah dan deposito mudharabah, seperti sebelumnya pada

variabel ini belum dibedakan kriteria yang benar √ benar uang yang sesuai syariat Islam

karena adanya unsur uang kartal dalam M2IS.

c. Uang Kartal (UK), uang beredar baik logam ataupun kertas yang ada di masyarakat (diluar

bank umum) dan siap dibelanjakan, setiap saat dikeluarkan oleh bank sentral. Dalam uang

kartal ini terutama belum dapat dibedakan uang yang sesuai syariat Islam dan konvensional.

d. Giro Wadi»ah (GW), rekening giro dimana akad titipan yang dilakukan dengan kondisi

penerima titipan bertanggung jawab atas nilai dari uang.

e. Tabungan Mudharabah (TM) adalah simpanan pihak ketiga di bank Islam yang penarikannya

dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.

f. Deposito Investasi Mudharabah (DM) adalah simpanan pihak ketiga di bank Islam yang

mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana bisa

diputarkan.

g. Gross Domestic Product Riil (GDPR), adalah nilai Produk Domestik Bruto yang dideflasi dengan

tingkat IHK tahun dasar 2002, namun pada penelitian ini GDP belum terlepas dari conspicious

consumption.

h. Sosial Values (S), tingkat alokasi dan distribusi dari sumber daya yang bersifat sosial. Dalam

penelitian ini, data yang digunakan adalah data zakat yang merupakan data perkiraan jumlah

zakat penghasilan, formulasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

i. Return Syariah (RS), terdiri dari Ekuivalen Rate Bank Syariah Mandiri dan Ekuivalen Rate

Bank Muamalat Indonesia.

Page 123: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

533Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

III.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Vector Autoregression (VAR) akan digunakan untuk menganalisis pengaruh social values

terhadap permintaan uang, jika data yang digunakan stationer dan tidak terkontegrasi, atau

akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi Vector Error Correction Model

(VECM) jika data yang digunakan adalah stationer pada perbedaan pertama namun terdapat

kointegrasi. Analisis impulse response function juga dilakukan untuk melihat respon suatu

variabel endogen terhadap guncangan variabel lain dalam model. Analisis variance

decomposititon juga dilakukan untuk melihat kontribusi relatif suatu variabel dalam menjelaskan

variabilitas variabel endogenusnya. Semua data dalam penelitian ini ditransformasikan ke dalam

bentuk logaritma natural (ln) kecuali rate of return. Perangkat lunak yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Microsoft Excel 2003 dan program Eviews 4.1.

Sebelum estimasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji stationeritas terhadap semua

variabel untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Uji ini dilakukan

pada tingkat level dan first difference.

Dalam sebuah sistem VAR penentuan lag optimal sangat penting, karena penentuan lag

optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR.

Disamping itu penentuan lag optimal berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu

variabel terhadap variabel lainnya. Pengujian lag optimal dalam penelitian ini menggunakan

kriteria AIC minimum. Berdasarkan pengujian ini, maka lag satu akan digunakan untuk setiap

persamaan permintaan uang Islam selanjutnya.

Setelah melakukan uji penentuan lag optimal maka dilakukan VAR stability condition

check berupa roots of characteristic polynomial. Dalam Eviews for Users Guide (2002), Lutkepohl

mengemukakan bahwa suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki

modulus lebih kecil dari satu dan terletak dalam unit circle-nya. Linda (2007) juga mengemukakan

sistem VAR yang tidak stabil menjadikan analisis IRF dan FEVD tidak valid. Hasil uji sistem VAR

ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Jika semua model berada dalam unit circle-nya atau dibawah

satu, hal ini menandakan model √ model tersebut stabil.

Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar

variabel yang telah memenuhi persyaratna selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel

telah stationer pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Hubungan kointegrasi dalam

sebuah sistem persamaan menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction

model yang mengambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara konsisten dengan

hubungan jangka panjangnya seperti diungkapkan oleh Verbeek (2000).

Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan

Page 124: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

534 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang digunakan, yaitu 5 persen.

Jika trace statistic lebih besar dari critical value 5%, maka terdapat kointegrasi dalam sistem

persamaan tersebut. Hasil pengujian kointegrasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Melalui lampiran

terlihat bahwa untuk persamaan M1IS, M2IS, UK dan GW tidak terdapat kointegrasi. Pada

persamaan TM dan DM masing √ masing persamaan terdapat minimal satu rank kointegrasi

pada taraf nyata lima persen. Informasi ini menandakan hasil estimasi selanjutnya untuk

persamaan TM dan DM menggunakan model VECM. Setelah melalui uji kointegrasi pada

sistem VAR sebelumnya dan terlihat bahwa terdapat empat persamaan yang menggunakan

VAR dan dua persamaan memiliki kointegrasi maka analisis selanjutnya dikombinasikan dengan

model VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka

pendek, sedangkan jika hanya dilakukan sampai VAR maka kita dapat melihat analisis jangka

pendek.

IV. HASIL DAN ANALISIS

IV.1. Hasil Estimasi VAR Permintaan Uang Islam

Hasil estimasi VAR untuk model permintaan uang M1 Islam dapat dilihat pada Lampiran

3. Pada jangka pendek menunjukkan bahwa output atau GDP berhubungan positif secara

signifikan terhadap keseimbangan M1 riil Islam sebesar 1.122078. Artinya ketika GDP meningkat

sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan M1 riil Islam meningkat juga sebesar

1.122078 persen. Maka hal tersebut sesuai dengan hipotesis dimana ketika output meningkat

maka biaya transaksi akan meningkat untuk dipenuhi, sehingga permintaan uang meningkat.

Hal ini dapat terlihat pada periode pertama tahun 2001 dimana pada saat GDP sebesar 1198.59

milyar dengan M1 Islam sebesar 59724.47 milyar dibandingkan periode pertama pada tahun

2002 mengalami peningkatan menjadi 1251.53 milyar untuk GDP dan 69003.59 milyar untuk

M1 Islam.

Variabel social values (zakat) pada jangka pendek secara signifikan mempengaruhi

permintaan keseimbangan M1 riil Islam secara positif sebesar 2.151359. Hal ini berarti bahwa

jika S meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan M1 riil Islam meningkat

juga sebesar 2.151359 persen. Maka hal tersebut bisa saja terjadi dalam jangka pendek,

meskipun pada jangka panjang hal tersebut bisa saja berubah atau sesuai dengan teori dimana

dengan meningkatnya S maka masyarakat akan mengurangi permintaan uang untuk konsumsi

yang berlebihan atau spekulatif. Melalui perbandingan periode pertama data tahun 2001 dan

2002, pada saat S meningkat dari 1685.22 milyar menjadi 1710.50 milyar, maka M1 Islam juga

meningkat dari angka 59724.47 milyar menjadi 69003.59 milyar.

Page 125: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

535Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Sedangkan bagi variabel return syariah variabel ini bernilai positif. Dimana jika RS

meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan M1 riil Islam mengalami

kenaikan sebesar 0.015241 persen. Hal ini bisa saja terjadi dalam jangka pendek karena saat

RS naik, masyarakat bisa memiliki pandangan untuk mengambil uangnya misalnya untuk

konsumsi. Namun dalam permintaan M1 riil Islam RS tidak berpengaruh secara signifikan.

Dalam hal ini kita membandingkan peride pertama pada tahun 2001 dan 2002, dimana pada

saat RS dari 9.59% menjadi 11.81 persen, kenaikan juga terjadi pada M1 Islam di periode yang

sama.

Berdasarkan Lampiran 4, , , , , untuk permintaan uang M2, hasil estimasi menunjukkan bahwa

output atau GDP berhubungan positif secara signifikan terhadap keseimbangan M2 riil Islam

sebesar 1.032118. Artinya ketika GDP meningkat sebesar satu persen maka permintaan

keseimbangan M2 riil Islam meningkat sebesar 1.032118 persen. Hal ini sesuai juga dengan

hipotesis yang sebelumnya. Dapat terlihat pada perbandingan data pada tahun 2002 dan 2003

di periode pertama, dimana GDP meningkat dari 1251.53 milyar menjadi 1286.89 milyar dengan

M2 Islam dari 70575.74 milyar menjadi 79020.61 milyar.

Variabel social values (zakat) pada jangka ini signifikan dan mempengaruhi permintaan

keseimbangan M2 riil Islam secara positif sebesar 2.023231. Hal ini berarti bahwa jika S

meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan M2 riil Islam meningkat sebesar

2.023231 persen. Hal ini dapat terjadi pada jangka pendek, karena saat seseorang memberikan

zakat maka hal tersebut menaikkan agregat demand bagi mustahik. Sifat zakat membuat pihak

yang memiliki dana lebih sejahtera, maka asumsinya mereka akan berpikir untuk investasi.

Dengan investasi tersebut maka akan menggeser agregat supply juga, hal ini menyebabkan

kuantitas barang dan jasa meningkat. Saat itu PDB meningkat, hal ini membuat tingkat

kesejahteraan muzakki meningkat juga.

Sedangkan bagi variabel return syariah, variabel ini bernilai positif sebesar 0.014216.

Dimana jika RS meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan M2 riil Islam

mengalami kenaikan sebesar 0.014216 persen. Hal ini wajar terjadi pada jangka pendek, karena

saat RS meningkat menandakan tingkat bagi hasil meningkat pula sehingga pada jangka pendek

dapat terjadi penarikan dana untuk kegiatan lain atau kembali menginvestasikan uangnya.

Namun RS tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan seseorang untuk memegang uang.

IV.2. Hasil Estimasi VAR Permintaan Uang Kartal

Untuk variabel GDP, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ini berhubungan positif

secara signifikan terhadap keseimbangan UK riil sebesar 1.112937. Artinya ketika GDP meningkat

Page 126: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

536 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan UK riil akan meningkat sebesar 1.112937

persen. Dapat kita ambil salah satu contoh yang terjadi pada tahun 2001 dan 2002, dimana

GDP meningkat pada 1198.59 milyar menjadi 1251.53 milyar dan pada saat yang sama UK

meningkat dari 59540.00 milyar menjadi 68762.00 milyar.

Variabel social values (zakat) pada jangka pendek mempengaruhi permintaan

keseimbangan UK riil secara positif sebesar 2.186456. Hal ini berarti bahwa jika S meningkat

sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan UK riil meningkat juga sebesar 2.186456

persen, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah permintaan uang kartal.

Pada periode yang sama seperti sebelumnya S meningkt dari 1685.22 milyar menjadi 1710.50

milyar.

Sedangkan bagi variabel return syariah, signifikan dan bernilai positif 0.014752.

Dimana jika RS meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan UK riil

mengalami kenaikan sebesar 0.014752 persen, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Jika

kita mengambil data pada tahun 2005 periode pertama, saat RS 9.59% jumlah UK adalah

59540 milyar, selanjutnya pada tahun 2006 periode pertama, saat RS 13.23% jumlah UK

meningkat menjadi

4.3. Hasil Estimasi VAR Permintaan Giro Wadi»ah

Berdasarkan Lampiran 6, pada jangka pendek menunjukkan bahwa output atau GDP

berhubungan positif secara signifikan terhadap keseimbangan GW riil sebesar 0.198811. Artinya

ketika GDP meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan GW riil meningkat

sebesar 0.198811 persen. Melihat pada data tahun 2006 dan 2007 dimana GW mengikuti

pergerakan GDP yang meningkat dari 1473.12 milyar menjadi 1625.39 milyar dan GW

meningkat dari 2056.76milyar menjadi 3277.23 milyar.

Variabel social values (zakat) pada jangka pendek mempengaruhi permintaan

keseimbangan GW riil secara negatif sebesar -0.232958. Hal ini berarti bahwa jika S meningkat

sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan GW riil menurun sebesar -0.232958 persen.

Social values tidak berpengaruh signifikan terhadap GW riil. Hal ini terlihat pada periode awal

tahun 2001 dimana saat S meningkat dari 1685.22 milyar menjadi 1687.32 milyar, GW

mengalami penurunan dari 184.7 milyar menjadi 171.63 milyar.

Sedangkan bagi variabel return syariah, bernilai negatif sebesar -0.582130 dan tidak

signifikan. Dimana jika RS meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan

GW riil mengalami penurunan sebesar -0.582130 persen. Dapat dilihat pada data tahun 2004,

dimana saat RS turun dari 8.74 persen menjadi 7.77 persen, GW meningkat dari 664.62 milyar

Page 127: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

537Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

menjadi 667.7 milyar. Dalam hal ini terlihat bahwa masyarakat masih mempertimbangkan

opportunity cost dalam memegang uang, hal ini bisa saja terjadi karena sebagai pemilik dana

tidak dapat melihat naik turunnya jumlah nisbah.

IV.4. Hasil Estimasi VECM Permintaan Tabungan Mudharabah

Pada jangka panjang menunjukkan bahwa output atau GDP berhubungan negatif secara

signifikan terhadap keseimbangan TM riil sebesar -1.908627. Artinya ketika GDP meningkat

sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan TM riil menurun sebesar 1.908627 persen.

Dapat terlihat pada periode pertama dan kedua tahun 2001, dimana saat GDP mengalami

penurunan dari 1198.59 milyar menjadi 1187.62 milyar, TM mengalami kenaikan dari 367.55

milyar menjadi 403.58 milyar.

Variabel social values (zakat) pada jangka panjang signifikan dan mempengaruhi

permintaan keseimbangan TM riil secara positif sebesar 2.198949. Hal ini berarti bahwa jika S

meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan TM riil meningkat pula sebesar

2.198949 persen. Pada periode yang sama S yang meningkat dari 1685.22 milyar menjadi

1687.32 milyar diikuti juga oleh kenaikan TM seperti disebut diatas.

Sedangkan bagi variabel return syariah, signifikan dan bernilai negatif sebesar -0.057216.

Dimana jika RS meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan TM riil

mengalami penurunan sebesar -0.057216 persen. Dapat terlihat di tahun yang sama pada

periode 4 dan 5, saat RS mengalami penurunan dari 12.11 persen menjadi 10.83 persen, TM

mengalami kenaikan dari 430.43 milyar menjadi 475.12 milyar. Maka hal ini sesuai dengan

hipotesis sebelumnya yang melihat pada opportunity cost. Dapat terlihat pula bahwa terdapat

penyesuaian antara peralihan jangka pendek ke jangka panjang karena hasil estimasi t-

statistiknya yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.

IV.4.1. Impuls Respon Permintaan Tabungan Mudharabah

Pada Grafik V.1. terlihat bahwa guncangan GDP menyebabkan permintaan tabungan

mudharabah responnya bernilai negatif. Pada periode pertama sampai periode lima mengalami

penurunan, namun setelah itu pada periode ke sepuluh mulai terlihat adanya kestabilan respon

permintaan tabungan mudharabah (TM) terhadap pengaruh guncangan GDPR dengan nilai

sekitar 0.39 persen hingga periode terakhir pengamatan. Sedangkan untuk variabel social values

dalam hal ini zakat, guncangan S menyebabkan respon tabungan mudharabah bernilai positif,

meskipun pada periode pertama sampai tigkat memberikan respon negatif sekitar 0.02 persen.

Page 128: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

538 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Pada periode empat respon TM mulai meningkat hingga periode ke tujuh mulai menunjukkan

tanda menuju kestabilan sekitar 0.2 persen.

Sedangkan untuk guncangan yang diberikan oleh variabel return syariah (RS), TM

merespon secara negatif sejak periode pertama. Dari periode pertama sampai periode tujuh

mengalami penurunan dan mulai terlihat stabil pada periode sepuluh sekitar 0.25 persen.

Hasil dari impuls respon terhadap TM dapat menjelaskan lebih detail dari hasil penelitian

sebelumnya ( Hasanah, 2007 ) mengenai permintaan M2 Islam, dimana pada penelitian tersebut

berdasarkan IRF permintaan M2 Islam disebut stabil dalam merespon inovasi variabel lainnya

dan hasil dari ECT secara statistik signifikan terlihat dari adanya mekanisme penyesuaian dari

jangka pendek ke jangka panjang.

IV.4.2. Variance Decomposition Permintaan Tabungan Mudharabah

Hasil FEVD permintaan tabungan nudharabah dapat dilihat pada grafik V.2. melalui gambar

ini dapat terlihat bahwa pada periode pertama, fluktuasi dari variabel permintaan tabungan

Grafik V.1.Respon Permintaan TM Akibat Guncangan GDP, S dan RS pada Jangka Panjang

Response of LNTM to LNTM

5 10 15 20 25 30 35 40 45

05

04

03

02

01

00

-01

-02

-03

-04

Response of LNTM to LNGDPR

5 10 15 20 25 30 35 40 45

05

04

03

02

01

00

-01

-02

-03

-04

Response of LNTM to LNS

5 10 15 20 25 30 35 40 45

05

04

03

02

01

00

-01

-02

-03

-04

Response of LNTM to RS

5 10 15 20 25 30 35 40 45

05

04

03

02

01

00

-01

-02

-03

-04

Page 129: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

539Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Grafik V.2.Variance Decomposition Permintaan TM

mudharabah dipengaruhi oleh guncangan TM itu sendiri sebesar 100 persen dan variabel lainnya

belum berpengaruh. Pada periode √ periode selanjutnya pengaruh dari guncangan TM semakin

menurun mempengaruhi fluktuasi permintaan TM. Mulai periode berikutnya variabel GDPR

mulai memberikan pengaruh yang dominan terhadap fluktuasi permintaan tabungan

mudharabah.

Pada periode ke-12 fluktuasi TM dapat dijelaskan oleh variabel GDPR sebesar 36.08

persen meskipun variabel TM sendiri masih berpengaruh sebesar 36.96 persen. Selanjutnya

pada periode ke-24 sampai ke-48 pengaruh dari GDPR lebih dominan masing √ masing 39.29

persen, 40.22 persen dan 40.66 persen. Variabel social values dalam setiap periode memberikan

pengaruh terhadap fluktuasi permintaan TM sekitar 11.38 persen sampai 12.97 persen. Untuk

variabel RS juga memberikan kontribusi terhadap fluktuasi TM mulai dari periode pertama

sampai ke-48, berkisar antara 15.57 persen sampai 16.74 persen. Maka dapat disimpulkan

bahwa pada jangka panjang GDPR memiliki pengaruh terhadap permintaan TM, sedangkan

variabel social values kurang berpengaruh. Hal ini dapat dilihat pada juga pada penelitian yang

dilakukan Chapra (1996) bahwa S belum dapat dijelaskan pengaruhnya, karena Md yang belum

terbebas dari conspicious consumption.

IV.5. Hasil Estimasi VECM Permintaan Deposito Mudharabah

Variabel social values (zakat) pada jangka panjang signifikan dan mempengaruhi

permintaan keseimbangan DM riil secara positif sebesar 2.462457. Hal ini berarti bahwa jika S

meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan DM riil meningkat sebesar

2.462457 persen.

%

Periode

0

20

40

60

80

100

120

1 12 24 36 48

RS LNS LNGDPR LNTM

Page 130: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

540 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Pada jangka panjang menunjukkan bahwa output atau GDP berhubungan negatif

secara signifikan terhadap keseimbangan DM riil sebesar -4.205416. Artinya ketika GDP

meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan DM riil menurun sebesar

4.205416 persen.

Sedangkan bagi variabel return syariah, tidak signifikan dan bernilai negatif. Dimana jika

RS meningkat sebesar satu persen maka permintaan keseimbangan DM riil mengalami

penurunan sebesar 0.020466 persen. Dapat terlihat pula bahwa terdapat penyesuaian antara

peralihan jangka pendek ke jangka panjang karena hasil estimasi t-statistiknya yang signifikan.

IV.5.1. Impuls Respon Permintaan Deposito Mudharabah

Pada grafik dibawah ini dapat dilihat pengaruh guncangan social values terhadap

deposito mudharabah pada periode pertama sampai dua masih memberikan respon negatif.

Terlihat pada gambar setelah itu mulai memberikan respon positif sampai periode akhir yang

diamati. Respon DM menuju kearah yang stabil pada periode enam sekitar 0,3 persen.

Grafik. V.3. Respon Permintaan DM AkibatGuncangan GDP, S dan RS pada Jangka Panjang

Response of LNDM to LNDM

5 10 15 20 25 30 35 40 45

20

15

10

05

00

-05

-10

Response of LNDM to LNS

5 10 15 20 25 30 35 40 45

20

15

10

05

00

-05

-10

Response of LNDM to LNGDPR

5 10 15 20 25 30 35 40 45

20

15

10

05

00

-05

-10

Response of LNDM to RS

5 10 15 20 25 30 35 40 45

20

15

10

05

00

-05

-10

Page 131: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

541Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Pada variabel GDPR, DM merespon goncangan dari GDPR pada periode pertama

mengalami penurunan samapi ke periode lima. Setelah mengalami penurunan maka tanda √

tanda menuju kestabilan terlihat setelah periode sepuluh dengan kisaran sebesar 0,6 persen.

Saat terjadi goncangan dari variabel return syariah maka respon yang diberikan oleh DM

adalah pada periode pertama sampai kedua tetap pada kisaran nol dan mulai bergerak turun

hingga periode empat. DM mulai menuju kestabilan pada periode lima dengan kisaran 0,15

persen. Hal in merupakan penjabaran lebih detail dari persamaan yang digunakan Hasanah

(2007) yang menunjukan M2 Islam dapat disebut cukup stabil.

IV.5.2. Variance Decomposition Permintaan Deposito Mudharabah

Untuk melihat fluktuasi dari permintaan deposito mudharabah dapat dijelaskan melalui

grafik V.4 dibawah ini. Pada periode pertama variabel DM sendiri yang paling berpengaruh

atas flukuasi DM sebesar 100 persen, dan pengaruh dari DM sendiri masih tetap dominan

hingga periode pengamatan terkahir. Pada periode ke-12 fluktuasi DM mulai dapat dijelaskan

oleh variabel GDPR sebesar 30,22 persen diikuti oleh variabel social values sebesar 4,85 persen.

Pada periode selanjutnya pengaruh dari guncangan GDPR bertambah begitu juga dengan

variabel social values dengan pertambahan satu hingga dua persen. Sedangkan guncangan

dari RS hanya memberikan kontribusi sebesar 0,90 sampai 1,24 persen

Gambar V.4. Variance DecompositionPermintaan DM

%

Periode

0

20

40

60

80

100

120 RS LNS LNGDPR LNTM

1 12 24 36 48

Pada periode ke-48 fluktuasi permintaan DM dominannya dipengaruhi oleh dirinya sendiri

sebesar 52,21 persen, GDPR sebesar 39,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada jangka

panjang variabel DM sendiri tetap berpengaruh dominan terhadap permintaan DM sendiri,

sedangkan RS kurang berpengaruh.

Page 132: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

542 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai analisis pengaruh social values

terhadap pemintaan uang di Indonesia, hasilnya bervariasi. Sebagian mengikuti hipotesis awal,

tapi sebagian lainnya tidak sesuai hipotesis awal. Hal ini disebabkan oleh variabel uang kartal

yang belum dapat dibedakan uang yang benar √ benar sesuai dengan syariah Islam, permintaan

uang harus bersih dari conspicious consumption dan social values yang digunakan belum secara

keseluruhan merangkum bagian yang dapat diukur dan yang tidak dapat diukur.

Namun demikian, hasil ini memberikan gambaran awal mengenai perilaku permintaan

uang Islam terhadap guncangan √ guncangan variabel yang mempengaruhinya. Kesulitan dalam

uji empiris menggunakan model permintaan uang Umer Chapra memang sudah diprediksikan

sebelumnya oleh Umer Chapra sendiri berkenaan dengan variabel social values dan mengenai

conspicious consumption.

Secara umum kita dapat melihat hubungan pada jangka panjang hanya pada model

permintaan tabungan mudharabah dan deposito mudharabah saja. GDP berpengaruh signifikan

untuk setiap model permintaan uang (kecuali pada giro wadi»ah) karena baik pada sistem

syariah maupun konvensional, jika masyarakat lebih sejahtera maka asumsinya permintaan

uang akan meningkat.

Untuk variabel social values dan return syariah pada beberapa model pengaruhnya

berkebalikan dengan hipotesis awal dikarenakan sistem syariah masih di dominasi oleh sistem

konvensional. Hal ini disebabkan karena faktor uang kartal, conspicious consumption dan social

values itu sendiri. RS tidak signifikan pada beberapa model persamaan dapat dijelaskan dengan

melihat opportunity cost dari memegang uang. Untuk saat ini karena beberapa alasan

sebelumnya variabel social values belum begitu terlihat pengaruhnya terhadap jumlah permintaan

uang di Indonesia. Kesimpulan dari hasil analisis secara umum adalah :

1. Pada model permintaan M1 Islam dan M2 Islam pada jangka pendek, GDP berhubungan

positif secara signifikan. Variabel social values (zakat) secara signifikan mempengaruhi secara

positif dan return syariah variabel ini bernilai positif dan tidak berpengaruh secara signifikan.

2. Pada model permintaan uang kartal pada jangka pendek GDP berhubungan positif secara

signifikan. Sedangkan social values (zakat) mempengaruhi permintaan keseimbangan uang

kartal secara positif namun tidak berpengaruh secara signifikan. Untuk variabel return syariah

bernilai positif dan mempengaruhi secara signifikan terhadap uang kartal.

3. Untuk model permintaan giro wadi»ah variabel GDP memiliki pengaruh positif, social values

berpengaruh negatif begitu juga dengan return syariah. Namun semua variabel tidak

berpengaruh signifikan.

Page 133: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

543Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

4. Model permintaan tabungan mudharabah pada jangka panjang GDP berhubungan negatif

secara signifikan. Sedangkan social values (zakat) signifikan dan mempengaruhi permintaan

keseimbangan tabungan mudaharabah secara positif. Variabel return syariah signifikan dan

bernilai negatif. Berdasarkan hasil IRF permintaan akan tabungan mudharabah dapat

dikatakan cukup stabil dalam merespon inovasi variabel lainnya. Terdapat mekanisme

penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang dan melalui hasil FEVD terlihat bahwa

social values tidak dominan mempengaruhi permintaan tabungan mudharabah.

5. Pada model permintaan deposito mudharabah pada jangka panjang, social values (zakat)

signifikan dan mempengaruhi permintaan keseimbangan tabungan mudaharabah secara

positif. Sedangkan GDP berhubungan negatif secara signifikan variabel return syariah tidak

signifikan dan bernilai negatif. Terdapat mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke

jangka panjang Berdasarkan hasil IRF permintaan akan deposito mudharabah dapat dikatakan

cukup stabil dalam merespon inovasi variabel lainnya dan melalui hasil FEVD terlihat bahwa

social values tidak dominan mempengaruhi permintaan tabungan mudharabah.

Melalui hasil dari analisis pengaruh social values terhadap jumlah permintaan uang di

Indonesia, maka saran yang dapat diberikan adalah dibutuhkannya lebih banyak penelitian

mengenai social values terutama variabel yang ada di dalamnya sendiri. Perlunya pendataan

yang lebih menyeluruh mengenai social values untuk benar √ benar membuktikan fungsinya

sebagai instrumen moneter dalam sistem moneter Islam. Sebagai otoritas bagi sistem perbankan

dan ekonomi Islam, diharapkan Bank Indonesia dapat mempertimbangkan variabel social values

untuk dikaji lebih lanjut pengaruhnya dalam mengambil kebijakan moneter.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti permintaan uang dengan

memperpanjang series data; menurunkan lagi variabel social values untuk semua kegiatan

yang sifatnya sosial dengan data primer; membedakan uang kartal konvensional dan Islam

serta pemisahan konsumsi tanpa conspicious consumption. Karena kemungkinan akan

menghasilkan analisis yang berbeda dan lebih baik.

Page 134: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

544 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Antonio, M.Syafi»I. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta.

Apriani, Dian K. 2007. Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan

Output di Indonesia : Periode 1990 √ 2006 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Ascarya dan Diana Yumanita. 2004. Bank Syariah :Gambaran Umum. Seri Kebanksentralan No.

14. Bank Indonesia, Jakarta.

Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Rajawali Press, Jakarta.

Ascarya. 2007. Optimum Monetary Policy under Dual Financial/Banking System. Universiti

Sains Islam Malaysia (USIM) Islamic Economics Conference (IECONS 2007), Kuala

Lumpur, Malaysia, 17-19 Juli.

Ascarya, Achsani, N.A, Yumanita, D dan Ali Sakti. 2007. Towards Integrated Monetary Policy

under Dual Financial System: Interest System vs Profit and Loss Sharing System. (mimeo).

Paper. PPSK. Bank Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Bank

Indonesia, Jakarta.

Chapra, Umer. 1996. Monetary Management in an Islamic Economy. Islamic Economic Studies,

Vol.4 No.1.

Darrat, A.F. 2000. On The Efficiency of Interest-free Monetary System : A CaseStudy. ERF»s

Seventh Annual Conference, Amman-Jordan, 26-29 Oktober.

Deliarnov. 2003. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Rajawali Press, Jakarta.

Direktorat Perbankan Syariah. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia, Jakarta. Berbagai

Edisi.

Fauzia, Amelia, Andy Agung, Chaider S. Bamualim, Irfan Abubakar. 2006. Filantropi Islam dan

Keadilan Sosial. Centre for Study of Religion and Culture, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah], Erlangga, Jakarta.

Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah, Gema Insani, Jakarta.

Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern, Gema Insani, Jakarta.

Hafidhudin, Didin. 2006. Mutiara Dakwah, ALBI Publishing, Jakarta.

Hasanah, Heni. 2007. Stabilitas Moneter pada Sistem Perbankan Ganda di Indonesia [skripsi].

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Page 135: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

545Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Iqbal, Muhamad. 2007. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham. Spiritual

Learning Centre, Jakarta.

Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor.

Karim, Adiwarman. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali Press, Jakarta.

Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islami, Rajawali Press, Jakarta.

Linda, Maiva. 2007. Responsifitas Kredit Investasi terhadap Variabel Makroekonomi dan

Perbankan pada BankPersero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa

[skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi, terjemahan, Erlangga, Jakarta.

Mishkin, F.S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, Colombia

University.

Nachrowi, N. D. dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk

Analisis Ekonomi dan Keuangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Nugraha, Fickry W. 2006. Efek Perubahan (Pass Through Effect) Kurs terhadap Indeks Harga

Konsumen di ASEAN √ 5, Jepang dan Korea Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pasaribu, Syamsul Hidayat. 2003. Eviews untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series Analysis).

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pasaribu, Syamsul H, Djoni Hartono, dan Toni Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi.

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sakti, A. 2007. Sistem Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, Paradigma

& Aqsa Publishing, Jakarta.

Sarwoko 2007. Dasar √ Dasar Ekonometrika, Andi, Yogyakarta.

Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews, UPP STIM YKPN,

Yogyakarta.

Page 136: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

546 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

LAMPIRAN

Table 1Hasil Uji Stabilitas Sistem VAR

1. LNM1IS 0.417043 - 0.0702602. LNM2IS 0.416193 - 0.0822483. LNUK 0.410916 - 0.0677924. LNGW 0.554353 - 0.1302715. LNTM 0.277161 - 0.0681556. LNDM 0.455528 - 0.137169

No. Model Kisaran Modulus

Table 2Hasil Pengujian Kointegrasi (lag optimal = 1)

LNM1IS 51.80194 24.36049 12.47034 2.669380LNM2IS 52.19621 24.46873 12.61307 2.587696LNUK 51.66462 24.36053 12.49479 2.740090LNGW 33.71517 15.75253 4.201820 0.402486LNTM 63.62918 26.05854 14.25646 2.918710LNDM 70.85890 27.69989 15.36594 4.2282405% criticalvalue 62.99 42.44 25.32 12.25

Trace Statistic

H0 r = 0 r <= 1 r <= 2 r <= 3

H1 r >= 1 r >= 2 r >= 3 r >= 4

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa trace statistic > 5% critical value dan terjadi kointegrasi

Table 3Hasil Estimasi VAR Permintaan M1 Islam

D(LNM1IS(-1)) -0.445146 -4.24137D(LNGDPR(-1)) 1.122078 3.22959D(LNS(-1)) 2.151359 4.09567D(RS(-1)) 0.015241 1.94604C 0.017000 2.65226

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Page 137: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

547Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia

Table 4Hasil Estimasi VAR Permintaan M2 Islam

D(LNM2IS(-1)) -0.445903 -4.22948D(LNGDPR(-1)) 1.032118 3.09416D(LNS(-1)) 2.023231 4.01773D(RS(-1)) 0.014216 1.89670C 0.018550 3.01926

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Table 5Hasil Estimasi VAR Permintaan Uang Kartal

D(LNUK(-1)) -0.434011 -4.11628D(LNGDPR(-1)) 1.112937 3.16769D(LNS(-1)) 2.186456 1.86620D(RS(-1)) 0.014752 4.12135C 0.016904 2.61075

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Table 6Hasil Estimasi VAR Permintaan Giro Wadi»ah

D(LNGW(-1)) 0.029453 -6.18646D(LNGDPR(-1)) 0.198811 0.16927D(LNS(-1)) -0.232958 -0.11953D(RS(-1)) -0.582130 1.04078C 0.044192 1.84506

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Table 6Hasil Estimasi VAR Permintaan Giro Wadi»ah

D(LNGW(-1)) 0.029453 -6.18646D(LNGDPR(-1)) 0.198811 0.16927D(LNS(-1)) -0.232958 -0.11953D(RS(-1)) -0.582130 1.04078C 0.044192 1.84506

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Page 138: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

548 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010

Table 7Hasil Estimasi Permintaan Tabungan Mudharabah

CointEq1 -0.333766 -5.23838D(LNTM(-1)) 0.113769 1.13528D(LNGDPR(-1)) 0.415462 1.28691D(LNS(-1)) 0.011711 -1.53806D(RS(-1)) -0.827572 1.47837

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

LNGDPR(-1) -1.908627 5.49247LNS(-1) 2.198949 -3.17298RS(-1) -0.057216 4.51625@TREND(01:01) 0.049968 -10.2711

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Table 8Hasil Estimasi Permintaan Deposito Mudharabah

CointEq1 -0.589760 -4.26577D(LNDM(-1)) -0.153518 -1.32523D(LNS(-1)) -3.013017 -1.34550D(LNGDPR(-1)) -0.169284 -0.13311D(ERBMI(-1)) 0.010978 0.36062

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata 5%

LNS (-1) 2.462457 -2.08780LNGDPR(-1) -4.205416 7.18548RS(-1) -0.020466 0.94958@TREND(01:01) 0.067205 -8.11926

Variabel Koefisien T-Statistic

JANGKA PENDEK

Page 139: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

PETUNJUK PENULISAN

1. Naskah harus merupakan karya asli penulis (perorangan, kelompok atau institusi) yang tidak

melanggar hak cipta. Naskah yang dikirimkan, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang

dikirimkan ke penerbit lain pada waktu yang bersamaan. Hak cipta atas naskah yang diterima,

TETAP menjadi hak penulis.

2. Setiap naskah yang disetujui untuk diterbitkan, akan mendapatkan kompensasi finansial

sebesar Rp 2.500.000,-.

3. Naskah dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy (file). Sangat disarankan untuk mengirimkan

softcopy anda ke:

[email protected] (Cc. to: [email protected].)

Jika tidak memungkinkan, file tersebut dapat disimpan dalam disket atau CD dan dikirimkan

melalui pos ke alamat redaksi berikut:

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia

Gedung B, Lt. 20, JI. M. H. Thamrin No.2

Jakarta Pusat, INDONESIA Telpon: 62-21-3818202, Fax: 62-21-3800394

4. Naskah dibatasi.+ 25 halaman berukuran A4, spasi satu (1), font Times New Roman dengan

ukuran font 12.

5. Persamaan matematis dan simbol harap ditulis dengan mempergunakan Microsoft Equation.

6. Setiap naskah harus disertai abstraksi, maksimal satu (1) halaman ukuran A4. Untuk naskah

yang ditulis dalam bahasa Indonesia, abstraksi-nya ditulis dalam Bahasa Inggris, dan

sebaliknya.

7. Naskah harus disertai dengan kata kunci (Keyword) dan dua digit nomor Klasifikasi Journal

of Economic Literature (JEL). Lihat klasifikasi JEL pada, http:// www.aeaweb.org/journal/

jel_class_system.html.

8. Naskah ditulis dengan penyusunan BAB secara konsisten sebagai berikut,

Page 140: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - … · ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER

550 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, April 2010

I. JUDUL BAB

I.1. Sub Bab

I.1.1. Sub Sub Bab

9. Rujukan dibuat dalam footnote (catatan kaki) dan bukan endnote.

10.Sistem referensi dibuat mengikuti aturan berikut,

a. Publikasi buku:

John E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. Hanke dan Arthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. Reitsch, (1940), Business Forecasting, PrenticeHall, New

Jersey.

b. Artikel dalam jurnal:

Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter. ≈Schooling and Economic Growth: A King-Rebelo Experiment with

Human Capital∆, Journal of Monetary Economics, Oktober 2000,46(2), hal. 397-416.

c. Artikel dalam buku yang diedit orang lain: Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A. dan Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.

≈Empirical Research on Nominal Exchange Rates∆, dalam Gene Grossman dan Kenneth

Rogoff, eds., Handbook of International Economics. Amsterdam: North-Holland, 1995,

hal. 397-416.

d. Kertas kerja (working papers):

Kremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, Michael dan Chen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, Daniel. ≈Income Distribution Dynamics with Endogenous

Fertility∆. National Bureau of Economic Research (Cambridge, MA) Working Paper

No.7530, 2000.

e. Mimeo dan karya tak dipublikasikan: Knowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, John. ≈Can Parental Decision Explain

U.S. Income Inequality?∆, Mimeo, University of Pennsylvania, 1999.

f. Artikel dari situs WEB dan bentuk elektronik lainnya: Summers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, Robert dan HestonHestonHestonHestonHeston, Alan

W. ≈Penn World Table, Version 5.6∆ http:// pwtecon.unpenn.edu/, 1997.

g. Artikel di koran, majalah dan periodicals sejenis: Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon. ≈Killed by Kindness∆,

Newsweek, April 12, 1993, hal. 50-56.

11.Naskah harus disertai dengan biodata penulis, lengkap dengan alamat, telepon, rekening

Bank dan e-mail yang dapat dihubungi. Disarankan untuk menulis biodata dalam bentuk

CV (curriculum vitae) lengkap.