Jurnal Drug Abuse
-
Upload
putra-sudewa -
Category
Documents
-
view
43 -
download
5
description
Transcript of Jurnal Drug Abuse
PENYALAHGUNAAN OBAT YANG TIDAK DIRESEPKAN
ABSTRAK
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan, juga disebut sebagai penyalahgunaan obat
over-the-counter (OTC), merupakan tantangan serius bagi bidang kesehatan yang sedang
berkembang secara global. Obat-obatan yang terlibat dalam penyalahgunaan obat yang
tidak diresepkan tersebut berasal dari banyak kelas terapi yang berbeda, berbagai bentuk
sediaan serta sistem pengiriman obat yang berbeda, berpengaruh terhadap penyalahgunaan
obat yang tidak diresepkan. Individu yang sering menyalahgunakan obat yang tidak
diresepkan tersebut juga beragam, bervariasi dalam usia, demografi, dan status kesehatan
secara keseluruhan. Dokter berada dalam posisi yang unik untuk membantu dalam
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk menyalahgunakan obat yang tidak diresepkan,
dan bagi mereka yang menjadi pelaku penyalahgunaan, mereka dapat memainkan peran
penting dalam intervensi, perawatan, dan pengobatan dari penyalahgunaan obat yang tidak
diresepkan. Sebuah tinjauan singkat mengenai penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan
mungkin dalam hal ini berguna bagi klinisi.
Kata kunci
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan, OTC (over the counter)
1
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan dapat didefinisikan secara luas sebagai
penggunaan obat yang tidak diresepkan untuk alasan, selain yang ditunjukkan pada label
atau di resep.1 Ini termasuk melebihi dosis yang dianjurkan untuk menunjukkan efek,
pengobatan sendiri dari indikasi yang tidak terdapat dalam label, dan overdosis yang
disengaja, seperti yang sering terjadi dengan penggunaan stimulan, seperti kafein dan
nikotin, dan dengan obat-obat yang dapat menyebabkan efek halusinasi dalam dosis tinggi,
seperti antihistamin dan obat penekan batuk. Hal ini diakui sebagai masalah pada negara
berkembang dan masalah internasional, penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan di
kalangan kelompok umur 18-25 tahun meningkat sebesar 17% antara tahun 2002 dan
2005.1 Selain dampak negatif terhadap individu pelaku penyalahgunaan, dampak dari
masalah penyalahgunaan pada pekerja dan keselamatan tempat kerja merupakan perhatian
khusus bagi pengusaha, karyawan, asuransi, dan perawat.2 Hal ini merupakan sebuah
tantangan pada kesehatan masyarakat global, dimana penyalahgunaan obat yang tidak
diresepkan melibatkan banyak jenis nutraceutical, produk suplemen diet, individu dari
setiap usia dan kelompok demografis pasien dengan berbagai kondisi penyakit pasien.2-4
Banyak anak-anak dan remaja dengan sengaja sering terlibat dalam penyalahgunaan obat-
obatan yang tidak diresepkan, termasuk jenis obat-obatan antihistamin, antikolinergik,
kafein, dekstrometorfan, dan obat stimulant yang tidak diresepkan.3 Dalam banyak kasus,
pengobatan untuk overdosis akut dan overdosis yang berpotensi mematikan memerlukan
rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengobatan dan observasi yang ketat,
karena penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan diketahui menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Jumlah pelaku, dan jumlah jenis obat tertentu yang
disalahgunakan, meningkat di banyak tempat.4 Mengingat tren yang berkembang dalam
perawatan diri dan obat-obatan alternatif, obat yang tidak diresepkan semakin banyak
digunakan untuk mengobati diri sendiri, sehingga dapat berpotensi dalam penyalahgunaan,
dan hal ini menggarisbawahi peran penting dari apoteker dalam konseling dan intervensi
yang tepat. Survei terbaru dari lebih 1000 orang mengungkapkan bahwa secara umum
masyarakat memiliki tingkat kesadaran tinggi akan potensi penyalahgunaan produk yang
2
tidak diresepkan. Studi ini menunjukkan bahwa intervensi dan pengelolaan apoteker pada
penggunaan obat yang tidak diresepkan sangat penting dan dapat lebih menunjukkan peran
proaktif dari apoteker.5
Masalah kesehatan global, yakni penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan menempatkan
beban besar pada sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Permintaan pengobatan
untuk pelaku penyalahgunaan obat, berkontribusi signifikan terhadap biaya perawatan
kesehatan serta hal ini membutuhkan alokasi personil dan sumber daya, khususnya di
negara-negara berkembang dimana personil dan sumber dayanya terbatas. Di Afrika
Selatan misalnya, situasi ini menyebabkan pengembangan dan implementasi perawatan
kesehatan primer untuk skrining, mendeteksi, mengelola, dan merujuk pasien yang
menyalahgunakan obat yang tidak diresepkan. Seperti di banyak negara lain, peninjauan
kembali atas obat yang tidak diresepkan dari sejumlah produk harus benar-benar
dilaksanakan.6 Sebuah survei yang dilakukan terhadap komunitas apoteker di Yordania,
dengan distribusi acak terstruktur dari kuesioner, untuk 405 apoteker, mengungkapkan
bahwa 94% dari responden menduga bahwa terdapat beberapa tingkat penyalahgunaan obat
yang tidak diresepkan terjadi secara teratur pada pasien mereka. Dugaan penyalahgunaan
itu tertinggi untuk dekongestan, obat batuk dan pilek, dan obat-obatan lainnya.7 Overdosis
obat semata-mata dikaitkan dengan obat yang tidak diresepkan dan terdiri atas proporsi
yang signifikan dari departemen gawat darurat, seperti yang terungkap dalam sebuah studi
departemen gawat darurat dari Irlandia Utara.8 Di sini, tercatat bahwa apoteker mungkin
memainkan peran lebih besar dalam mengurangi kejadian overdosis akibat penyalahgunaan
obat yang tidak diresepkan, khususnya melalui kesadaran dan pendidikan dari masyarakat
mengenai frekuensi dan bahaya dari overdosis obat tersebut. Mengingat tantangan
kesehatan global yang sedang berlangsung dari penyalahgunaan obat yang tidak
diresepkan, sebuah review dari individu yang sering menyalahgunakan obat yang tidak
diresepkan, ringkasan dari jenis produk umum yang sering disalahgunakan, efek
farmakologis dari obat-obat tersebut dan efek yang tidak diinginkan, dan terkait intervensi,
pengobatan, inisiatif, dapat memberikan kesempatan kepada apoteker dan dokter untuk
mengurangi penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan.
3
INDIVIDU YANG DAPAT MENYALAHGUNAKAN OBAT YANG TIDAK
DIRESEPKAN
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan, baik secara tidak disengaja ataupun disengaja,
mempengaruhi pasien dari setiap kelompok usia, demografi, dan geografis, dan termasuk
pasien dengan segudang penyakit, serta mereka yang sehat. Oleh karena itu, apoteker dan
dokter di setiap tempat praktek dan acara dapat membantu dalam pengobatan dan konseling
untuk pasien-pasien yang terlibat dalam penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan
tersebut. Sebuah laporan yang selalu dilakukan setiap 10 tahun, melaporkan
penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan secara disengaja dan overdosis akibat
penggunaan tersebut pada anak-anak dan remaja berusia 6 sampai 19 tahun, laporan
tersebut juga mengungkapkan 2.214 kejadian penyalahgunaan obat-obat secara sengaja di
kalangan anak-anak dan remaja 6 sampai 19 tahun.3 Dari jumlah tersebut, 844 kasus
(38,1%), menyalahgunakan obat yang tidak diresepkan, dan sebagian besar pasien dalam
penelitian ini memerlukan pengobatan di fasilitas perawatan kesehatan. Obat antikolinergik
(seperti obat antihistamin tertentu), kafein, dekstrometorfan, dan stimulan yang tidak
diresepkan adalah jenis obat-obatan yang paling sering disalahgunakan. Dari data analisis
yang dilakukan secara cross-sectional oleh suatu survei komunitas nasional yang bergerak
dalam penelitian penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan sebagai penghilang rasa sakit
pada usia setengah baya dan dewasa, yang terdiri dari 10.953 responden berusia 50 dan
lebih tua, menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pasien, yakni sekitar 10%, yang
menyalahgunakan obat penghilang rasa nyeri yang tidak diresepkan.9 Bagaimanapun juga,
penelitian ini cukup komprehensif dimana subyek yang diteliti sudah termasuk variabel
sosial dan variable demografi, perincian penilaian diri, dan penyalahgunaan, penggunaan
dan penyalahgunaan dari resep opioid, seperti kodein dan morfin, penggunaan narkoba,
depresi berat, catatan medis penyakit, dan penilaian diri dari kesehatan secara keseluruhan.
Para penulis menyimpulkan bahwa penyalahgunaan analgesik yang tidak diresepkan
angkanya rendah dalam kelompok yang dipelajari secara keseluruhan, tetapi yang
signifikan lebih tinggi terjadi pada kelompok umur dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa
penyalahgunaan dan kesalahan dalam penggunaan dapat meningkat pada pasien lanjut usia.
4
Memang, untuk berbagai alasan, penyalahgunaan dan kesalahan penggunaan telah lama
terjadi pada pasien lanjut usia yang hidup sendiri, yang hidupnya selalu dibantu dan mereka
yang berada didalam suatu institusi.10 Faktor spesifik yang berkaitan dengan umur, seperti
kondisi medis kronis, perubahan pada metabolisme, kognisi, dan status gizi, dan tingkat
akses mereka kepada pengasuh, mungkin berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan
obat yang tidak diresepkan, penyalahgunaan, dan risiko toksisitas dan efek yang tak
diinginkan lainnya pada orang lanjut usia.11 Peningkatan usia juga terlihat sebagai diagnosis
yang menyulitkan pada orang lanjut usia, sebagai gejala penyalahgunaan obat atau
kesalahan penggunaan pada pasien yang lebih tua, termasuk kelebihan dalam penggunaan
obat yang tidak diresepkan dan penyalahgunaan yang disengaja, sering tidak spesifik.
Dokter didorong untuk secara khusus waspada terhadap penyalahgunaan seperti pada orang
tua dan mempertimbangkan pengamatan yang cermat, wawancara dengan keluarga dan
pengasuh, serta intervensi yang lebih definitif, seperti skrining obat dan toksisitas, sebagai
bagian dari rencana perawatan komprehensif.11 Seperti pada orang tua, pengenalan, deteksi,
dan pengobatan yang tepat dari penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan adalah sama
pentingnya, dan merupakan tantangan yang signifikan, pada anak-anak dan dewasa.4
Penyalahgunaan obat, suplemen gizi, dan produk lainnya yang tidak diresepkan dan
digunakan sebagai alat hiburan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
pada pasien muda dan sering kali tidak terdeteksi dalam interaksi rutin dengan penyedia
pelayanan kesehatan. Peneliti dan dokter bersikeras bahwa skrining rutin dikantor untuk zat
tersebut, bersama dengan skrining standar perilaku yang berisiko untuk kesehatan, harus
menjadi bagian dari perawatan standar, dan menyarankan memiliki metode untuk
mengenali, mendeteksi, dan manajemen dari penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan.4
Pasien dengan gangguan kejiwaan yang mendasari mungkin rentan dengan penyalahgunaan
obat yang tidak diresepkan. Mengingat bahwa obat-obatan yang tidak diresepkan, seperti
acetaminophen, umumnya tersedia secara bebas untuk pasien bunuh diri dan sering
digunakan dalam bunuh diri oleh pasien tertentu dengan karakteristik yang terkait dengan
overdosis yang disengaja dan percobaan bunuh diri dengan menggunakan obat yang tidak
diresepkan. Dalam 1 studi, 95 grafik dari pasien yang disajikan di rumah sakit selama
5
periode 1-tahun secara retrospektif diperiksa untuk mengidentifikasi karakteristik pasien
dan diagnosis psikiatri terkait dengan overdosis yang disengaja dari obat-obat yang tidak
diresepkan.12 Analisis univariat dengan regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor risiko yang mungkin untuk penggunaan obat yang tidak diresepkan pada
subyek tertentu. Terutama, para penulis mengungkapkan bahwa bunuh diri pasien dengan
diagnosis gangguan penyalahgunaan zat, dan mereka yang memiliki resep obat, sebenarnya
cenderung tidak sengaja menggunakan obat yang tidak diresepkan secara overdosis
dibandingkan mereka yang bunuh diri, tidak termasuk dalam kelompok ini, mungkin
karena pasien tersebut sudah memiliki akses terhadap intervensi klinis dan peresepan obat.
Pasien dengan permasalahan gigi dapat dengan sengaja menyalahgunakan atau
penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan, khususnya analgesik yang tidak diresepkan
seperti ibuprofen, naproxen, dan acetaminophen, meskipun mereka sadar akan potensi
toksisitas yang mungkin terjadi.13 Selama 2 minggu masa studi, pasien yang dirawat di
klinik gigi perkotaan (127 peserta dari 194 kasus) diwawancarai oleh asosiasi peneliti yang
telah dilatih dengan menggunakan kuesioner standar dan dievaluasi untuk penggunaan
analgesik supratherapeutic (didefinisikan sebagai pengunaan dosis yang melebihi label
paket) selama 3 hari sebelum menuju ke klinik gigi. Penggunaan analgesik terjadi pada
pasien yang sedang mengunjungi klinik, dengan 78% dari pasien yang diwawancarai
melaporkan penggunaan analgesik sebelum kunjungan mereka. 54% persen menggunakan
lebih dari 1 analgesik, dan lebih dari 12% dilaporkan menggunakan dosis berlebihan dari
satu atau lebih analgesik. Ibuprofen adalah produk yang paling sering disalahgunakan,
diikuti oleh naproxen dan acetaminophen.
Penyalahgunaan disengaja dari obat-obat yang tidak diresepkan pada orang dengan nyeri
akut dan nyeri kronis, gangguan kejiwaan, dan penyakit penuaan cukup baik
didokumentasikan. Dokter mungkin mempertimbangkan bahwa pasien dengan beragam
kondisi lainnya, seperti fibromyalgia,14 insomnia, termasuk insomnia sekunder untuk
kondisi penyakit lain, seperti sleep apnea dan penyakit jantung, 15 dan bulimia,16 mungkin
juga menyalahgunaan agen ini.
6
PENYALAHGUNAAN PALING SERING PADA OBAT YANG TIDAK
DIRESEPKAN
Kafein
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan sering dikaitkan dengan dosis dan bentuk
tradisional, seperti tablet dan cairan. Namun, banyak formulasi dari obat yang tidak
diresepkan yang paling sering disalahgunakan, seperti bubuk yang diencerkan, permen
karet, lozenges, suplemen gizi dan minuman, dan ekstrak tumbuh-tumbuhan.1,2,4 Kafein
merupakan salah satu zat psikoaktif yang paling banyak digunakan dan disalahgunakan di
dunia, ini adalah contoh penting dari sebuah penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan
yang tersedia sebagai bahan utama atau tambahan dalam berbagai dosis dan bentuk dari
produk yang dipasarkan mulai dari suplemen untuk atlet sampai dengan shampoo.17-19
Formulasi kafein, seperti obat-obatan yang lain, dapat digunakan dan dikonsumsi seperti
indikasi yang lain, atau mereka dapat dimodifikasi oleh pelaku dalam rangka untuk
mengubah laju dan tingkat penyerapan, seperti dalam kasus tablet kafein yang di giling dan
kemudian bubuk yang dihasilkan dapat digunakan melalui jalur intranasal.
Penggunaan kafein dengan sejumlah efek pada pengguna antara lain pada metabolisme dan
stimulan sistem saraf pusat (SSP), seperti peningkatan kapasitas untuk kegiatan fisik dan
mental, kewaspadaan, dan mungkin perbaikan dalam memori dan pembelajaran, seperti
perbaikan pemulihan dari aktivitas fisik.17-19 Sebagai akibatnya, produk yang mengandung
kafein dipasarkan untuk membantu kewaspadaan, meningkatkan memori, meningkatkan
kinerja latihan, minuman pembangkit energi, permen karet, dan lain-lain.
Kafein dikonsumsi setiap hari oleh sekitar 80% dari populasi dunia dan umumnya dianggap
sebagai zat psikoaktif yang paling sering dikonsumsi. Seperti halnya dengan obat-obatan
psikoaktif lain, dipercaya bahwa ada pengaruh genetik yang jelas pada perbedaan individu
dalam penggunaan kafein, intoksikasi, toleransi, dan efek putus obat.18 Faktor-faktor
genetik ini dapat berkontribusi signifikan terhadap perbedaan individu dalam asupan
kafein, toleransi, ketergantungan, dan keracunan, dan mungkin berhubungan dengan
beberapa faktor, termasuk variasi individu dalam metabolisme kafein, gangguan kejiwaan,
7
perubahan kepribadian, dan polimorfisme reseptor adenosin. Selain itu, perlu diingat
interaksinya dengan reseptor adenosin dan efek pada sistem adrenergik dan sistem
farmakologi lainnya, presentasi klinis dari penyalahgunaan kafein dan overdosis adalah
bervariasi. Mual, muntah, nyeri perut, diare, sakit kepala, insomnia, agitasi, tremor,
hipertonisitas, tinnitus, tachyarrhythmia, dan delirium adalah semua gejala yang berpotensi
muncul dalam penggunaan kafein yang berlebihan. Kafein dapat menyebabkan aritmia
jantung, meningkatkan kecepatan konduksi jantung, takikardia, dan memicu terjadinya
kejang.18-20 Meskipun penyalahgunaan kafein umumnya tidak terkait dengan kematian,
namun overdosis kafein dikaitkan dengan kematian yang disebabkan oleh kejang yang
tidak dapat ditangani dengan pemberian obat multiple dan aktivitas electroconvulsif, telah
dilaporkan.19 Sementara tidak sedramatis dari efek lain dari konsumsi kafein, seperti
peningkatan dari tekanan darah yang akut dan kronis, menarik bagi dokter. Tekanan darah
meningkat 5 sampai 15 mm Hg sistolik dan 5 sampai 10 mm Hg diastolik setelah
mengkonsumsi jumlah kafein yang biasanya, telah dilaporkan.21 Peningkatan tekanan darah
ini jauh lebih tinggi dalam kasus penyalahgunaan kafein yang disengaja.
Karena kafein dapat memicu pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma, sehingga telah
lama dianggap suatu ergogenic, atau zat yang meningkatkan kemampuan bekerja.22 Tidak
mengherankan, kafein dan bentuk lain yang mengandung ekstrak kafein, seperti guarana,
sering disertakan dalam sebagai suplemen dan minuman dalam latihan membentuk tubuh.
Kinerja atlet, binaragawan, dan individu yang melakukan latihan dalam rutinitas sehari-
hari, mereka semua mungkin termasuk orang yang menggunakan produk yang mengandung
kafein dalam latihan mereka. Potensi yang serius dari efek menggunakan produk ini,
termasuk toksisitas akut kafein, memerlukan rawat inap sebagai akibat dari sengaja
melebihi dosis yang dianjurkan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja atletik, telah
didokumentasikan.23 Produk tradisional yang tidak diresepkan dimaksudkan untuk
digunakan sebagai stimulan umum, sama seperti makanan yang mengandung kafein dan
minuman, bukan satu-satunya produk yang cendrung disalahgunakan. Beberapa contoh
produk yang mengandung kafein, seperti tablet, permen karet, infus, dan minuman, telah
dipasarkan dan digunakan sebagai pengganti obat-obatan legal dan terlarang, seperti
8
kokain, dan telah sengaja disalahgunakan.24 Mengingat banyaknya sumber kafein yang
tersedia, potensi untuk disalahgunakan dengan sengaja, dan kecenderungan populasi pasien
tertentu, seperti remaja dan dewasa muda, untuk menyalahgunakan kafein dan obat-obatan
lainnya yang tidak diresepkan menjadi sangat tinggi. Dokter telah disarankan untuk
menskrining pasien dengan gejala seperti nyeri dada, insomnia, tremor, berkeringat, mual,
muntah, diare, dan gejala neurologis, untuk pengunaan dalam asupan mereka secara
keseluruhan serta penyalahgunaan yang mengandung produk kafein.25
Nikotin
Nikotin, adalah senyawa alkaloid pyrrolidine dan merupakan senyawa psikoaktif utama
yang ada dalam tembakau, memiliki bermacam-macam aktivitas farmakologis dan
berpengaruh dalam sistem fisiologis dan merupakan obat stimulan.26 Nikotin menyebabkan
efek stimulasi pada mesolimbik dan sistem dopaminergik lainnya yang terkait erat dengan
efek stimulasi dan sifat adiktif. Dalam tubuh nikotin dimetabolisme menjadi sejumlah
metabolit aktif lainnya, seperti nornicotine, yang juga menyebabkan efek pada sistem saraf
pusat dan sistem saraf perifer. Pada banyak individu, penggunaan nikotin dikaitkan dengan
peningkatan kewaspadaan, fokus mental, relaksasi, dan mengurangi kecemasan.26, 27 Tidak
mengherankan jika nikotin, meskipun dalam bentuk rokok atau bentuk lainnya yang dapat
diinhalasi, melalui rute bukal, atau dalam bentuk resep dan yang tidak diresepkan, termasuk
transdermal patch, permen karet, semprotan sublingual, lozenges, dan rokok elektronik
untuk mengantarkan asap yang mengandung nikotin sering disalahgunakan. Produk nikotin
yang tidak diresepkan banyak disalahgunakan oleh berbagai jenis pasien, baik untuk
kegiatan sementara, seperti untuk kewaspadaan jangka pendek atau penggunaan sebagai
alat bantu belajar atau memori, serta secara teratur untuk masa penggunaan jangka
panjang.26, 28 Penggunaan nikotin dan penyalahgunaan nikotin pada umumnya berhubungan
dengan pasien gangguan kejiwaan dan juga oleh orang-orang dengan gangguan
penyalahgunaan zat, karena berkembangnya bukti yang menunjukkan bahwa beberapa jenis
pasien ini sangat rentan akan ketergantungan nikotin.27
Sebuah tinjauan literatur dari penelitian yang meneliti tentang tren dalam terapi pengganti
nikotin (NRT) sebelum dan sesudah mereka beralih status, termasuk keberhasilan mereka, 9
keamanan, dan pola yang tidak diresepkan dibandingkan menggunakan resep,
mengungkapkan bahwa status yang tidak diresepkan meningkatkan akses pasien akan
manfaat NRT tanpa peningkatan yang signifikan dalam penyalahgunaan atau
disalahgunakan.28 Para penulis menyimpulkan bahwa, dalam konteks keterlibatan dokter
dan klinisi dalam terapi, terlebih dahulu harus mengidentifikasi dan menganalisis masalah
penyalahgunaan, dan mengembangkan rencana manajemen penyalahgunaan, termasuk
pemasaran dan postmarketing surveilans, penyalahgunaan zat adiktif tanpa diresepkan
seperti nikotin dapat dengan mudah diidentifikasi dan dikelola. Namun demikian, potensi
penyalahgunaan dari obat-obatan yang tidak diresepkan yaitu produk yang mengandung
nikotin telah begitu baiknya sejak kedatangannya beberapa dekade yang lalu.29, 30 Banyak
orang mungkin menunjukkan gejala ketergantungan fisik dan gejala putus obat ketika NRT
dan penggunaan nikotin lainnya dihentikan.29,30 Perilaku ketergantungan, ditandai dengan
penggunaan permen karet mengandung nikotin yang lama setelah keinginan untuk merokok
telah berakhir, juga telah didokumentasikan.30 Memang, banyak individu yang merokok,
mengunyah tembakau, dan menggunakan produk nikotin yang tidak diresepkan secara
bersamaan, dan sepertiga atau lebih dari individu yang diobati dengan NRT terus
menggunakan produk yang mengandung nikotin selama satu tahun atau lebih setelah
berhenti merokok.30
Penggunaan produk nikotin yang tidak diresepkan jelas merupakan kecendrungan
penyalahgunaan, meskipun telah disarankan bahwa produk NRT yang tidak diresepkan
mungkin memiliki kecendrungan penyalahgunaan yang lebih rendah daripada rokok
tembakau.31 Sejak produk nikotin yang tidak diresepkan tersedia dalam berbagai bentuk
sediaan, untuk jalur inhalasi, bukal dan oral, dan untuk pelepasan substansi baik segera dan
diperpanjang, banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan yang mana dari bentuk-
bentuk sediaan ini yang memiliki potensi penyalahgunaan yang relatif lebih tinggi. Diantara
produk yang tersedia itu, akan muncul produk dengan rilis substansi nikotin yang lebih
lambat, dan onset dari aksi farmakologi yang lebih lambat, seperti permen karet nikotin dan
transdermal, yang cenderung jarang disalahgunakan dibandingkan dengan produk yang
onsetnya lebih cepat, seperti lozenges dan sublingual.31,32 Dalam 1 studi yang melibatkan
10
504 perokok yang memulai terapi NRT. Mereka ditugaskan untuk memilih 1 dari 4
formulasi nikotin yang berbeda antara lain: permen karet, patch transdermal, sebuah spray
sublingual, dan inhaler.32 Pasien tersebut masih menggunakan produk nikotin setelah 12
minggu terapi yang disarankan untuk menghentikan penggunaan dalam waktu 2 minggu
pada kunjungan follow-up. Selain itu, sebagai tambahannya, pengukuran ketergantungan
pasien secara subjektif, seperti selfreports, kenikmatan dan kepuasan dalam menggunakan
produk, perasaan ketergantungan, suasana hati secara keseluruhan dan gejala fisik,
dinilai. Kesimpulan umum tersebut adalah ketergantungan dan kecendrungan
penyalahgunaan yang cukup rendah untuk semua produk 4, meskipun pasien cenderung
untuk terus menggunakan produk yang cepat berefek, seperti inhalasi dan semprot, selama
beberapa minggu lebih lama dibandingkan produk lainnya. Sistem transdermal biasanya
dianggap sebagai produk yang paling menyenangkan untuk digunakan. Perbedaan
formulasi antara produk nikotin dalam dosis individu dari kelas, seperti pelega
tenggorokan, juga dapat mempengaruhi kecendrungan penyalahgunaan. Potensi
penyalahgunaan juga bervariasi, tergantung pada usia dan demografi dari pasien yang
menggunakan produk. Dalam kasus nikotin lozenges, rasa, palatabilitas dan karakteristik
produk memiliki dampak yang signifikan terhadap potensi penyalahgunaan. Pasien muda
yang umurnya 20-an, juga lebih mungkin untuk menyalahgunakan produk daripada orang
dewasa yang lebih tua. Temuan ini menunjukkan bahwa pemilihan produk NRT yang
seksama, berdasarkan bentuk sediaan, karakteristik produk individu, dan demografi pasien,
dapat membantu dalam meminimalkan penyalahgunaan produk yang mengandung
nikotin.33 Mengingat kemampuan dari pelatihan khusus mereka dalam membuat bentuk
sediaan dan interaksi pasien, apoteker sangat cocok untuk melakukan
layanan ini untuk pasien.
Dekstrometorfan
Dekstrometorfan, agen antitusif digunakan dalam banyak kasus batuk dan pilek, pada
awalnya disintesis sebagai alternatif nonnarcotik untuk mencegah penggunaan obat batuk
narkotika seperti codeine dan suppressan batuk lainnya.34, 35 Meskipun dekstrometrofan
adalah obat penekan batuk yang efektif, dekstrometorfan telah disalahgunakan dalam dosis
11
yang berlebihan sejak pertama kali diperkenalkan ke pasar pada tahun 1960 dan 1970.
Dalam dosis tinggi, dekstrometorfan bekerja sebagai halusinogen disosiatif, menyebabkan
perubahan sensasi, persepsi, dan berpikir melalui beberapa mekanisme farmakologis, dan
dengan demikian disalahgunakan oleh individu yang ingin mencari efek ini.34, 35 Seperti
halnya dengan penyalahgunaan obat lainnya, ketergantungan psikologis dan gejala fisik
putus obat, serta kecendrungan untuk ketagihan, telah didokumentasikan pada pasien yang
menyalahgunakan dekstrometorfan atau sebaliknya menggunakan obat untuk bersenang-
senang. Dalam sebuah studi dari 53 relawan yang melaporkan penggunaan
dekstrometorfan, ketergantungan psikologis dan penyalahgunaan untuk bersenang-senang
merupakan alasan utama pengulangan pengunaan dekstrometorfan.35
Gejala penyalahgunaan dekstrometorfan dan overdosis bervariasi baik jenis dan beratnya,
mulai dari mengantuk ringan sampai dengan kematian.35, 36 Mual, muntah, mengantuk,
halusinasi, hipertensi, dan kesulitan bernapas juga terkait dengan penggunaan
dekstrometorfan yang berlebihan. Dextrometorfan banyak tersedia di apotek dan outlet ritel
lainnya, dekstrometorfan juga dijual melalui banyak outlet online, sehingga dapat
mengganggu peran dari dokter dalam mendeteksi, mengintervensi, dan mengobati
penyalahgunaan dekstrometorfan. Pada 3 insiden berbeda di 3 negara yang berbeda,
kematian 5 laki-laki remaja yang dengan sengaja menelan dosis dekstrometorfan secara
berlebihan untuk tujuan bersenang-senang, terjadi sebagai akibat langsung dari efek toksik
dari obat ini.36 Dalam setiap kasus, produk yang mengandung dekstrometorfan itu dibeli
dari pemasok online yang sama. Sayangnya, penyalahgunaan dekstrometorfan untuk tujuan
halusinogen dan disosiatif meningkat jumlahnya, terutama di kalangan dewasa muda.37
Penyalahgunaan dekstrometorfan, umumnya tumbuh dengan frekuensi yang tinggi di
kalangan dewasa muda dan pada individu yang tinggal di area geografis yang beragam.38
Karena dekstrometorfan disalahgunakan terutama oleh remaja dan dewasa muda, maka
awal identifikasi dan pengobatan dari penyalahgunaan dekstrometorfan mungkin berguna
untuk mencegah penyalahgunaan zat yang lebih luas dari obat lain pada orang-orang ini di
masa mendatang.37 Penyalahgunaan dekstrometorfan telah dikaitkan dengan gangguan
mengemudi, sehingga menggarisbawahi fakta bahwa dekstrometorfan, seperti banyak obat
12
yang disalahgunakan lainnya, dapat mempengaruhi baik pelaku dan orang disekitarnya.39
Peningkatan tren dalam penyalahgunaan dextromethorphan telah didokumentasikan dengan
baik pada remaja dan dewasa muda dan juga mungkin terkait dengan prilaku pengambilan
resiko bersama-sama, dengan senyawa yang berpotensi berbahaya bagi pelaku
penyalahgunaan.40 Dekstrometorfan dimetabolisme oleh sitokrom P 450 2D6 (CYP2D6) ke
metabolit aktif, dextrorphan.41 Enzim CYP2D6 polymorphically diekspresikan pada
manusia, dan antara 5% dan 10% dari ras kaukasia kekurangan bentuk aktif dari enzim
homozigot tersebut. Dengan demikian, pasien tertentu ada yang kekurangan enzim yang
diperlukan untuk metabolisme dekstrometorfan, sedangkan yang lain mungkin cepat untuk
membentuk bentuk aktif lainnya. Polimorfisme genetik ini lebih lanjut mempersulit
tantangan penyalahgunaan dekstrometorfan, karena menjadi faktor resiko yang dapat
mempengaruhi munculnya efek tidak menguntungkan pada individu tertentu.42 Kelompok
demografis lain, seperti orang-orang dari keturunan Asia, mungkin mengekspresikan
tingkat metabolisme enzim yang berbeda, yang mungkin mempengaruhi mereka untuk
mendapatkan ketenangan jiwa dan efek stimulasi dari dekstrometorfan. Ini menjadi
perhatian khusus di negara-negara seperti Thailand, di mana penyalahgunaan
dekstrometorfan sebagai obat bersenang-senang juga mengalami kenaikan, sekali lagi hal
itu terjadi pada remaja.43 Bila tertelan dalam dosis yang relatif besar (> 2 mg / kg) dalam
kondisi penyalahgunaan, efek disosiatif dekstrometorfan telah disamakan dengan mereka
yang menggunakan phencyclidine dan ketamin. Syndrome serotonin adalah suatu kondisi
yang berpotensi mematikan jika dikaitkan dengan peningkatan kadar serotonin dalam SSP
dan stimulasi yang berlebihan dari serotonergik baik pusat dan perifer, sebagai konsekuensi
dari penggunaan dekstrometorfan.35, 36 Serotonin sindrom dapat diwujudkan oleh adanya
satu atau lebih dari variasi gejala yang melibatkan beberapa sistem tubuh, termasuk tremor
dan myoclonus, hyperreflexia, pupil melebar, hipertensi, hipertermia, diaphoresis,
gangguan koordinasi, halusinasi, koma, dan bahkan kematian. Mengingat potensi
penyalahgunaan yang signifikan, apoteker telah diajarkan dengan aturan potensial dalam
mendeteksi dan mencegah penyalahgunaan dekstrometorfan, terutama dalam pengaturan di
mana apoteker memiliki kontrol atau pengaruh atas akses ke produk yang mengandung
dekstrometorfan.44
13
Antihistamin
Euphoria, halusinasi, dan efek potensiasi dari zat psikoaktif lainnya telah lama terkait
dengan antihistamin.44-46 Antihistamin, zat dengan kapasitas untuk bersaing menghambat
reseptor aktivasi histamin dan fungsinya, telah digunakan untuk paliatif terkait kondisi,
seperti alergi, ruam, gatal-gatal, dan reaksi hipersensitivitas, selama lebih dari 60 tahun.
Antihistamin baru generasi kedua, seperti cetirizine, loratadine, dan lain-lain, tidak sering
dikaitkan dengan penyalahgunaan, pengamatan yang mungkin dilakukan terkait
farmakologi dan distribusi mereka ditubuh, baik tes secara in vitro dan in vivo
menunjukkan bahwa antihistamin generasi kedua memiliki relatif sedikit efek
antikolinergik, mekanisme penting yang bertanggung jawab atas efek yang diinginkan dari
penyalahgunaan antihistamin.47 Selanjutnya, senyawa ini umumnya menampilkan penetrasi
rendah pada sawar darah otak, sehingga mengurangi kecenderungan untuk memberi efek
pada SSP. Namun, semakin tua penyalahgunaan antihistamin, seperti diphenhydramine,
pheniramine, dan cyclizine, tidak secara klinis efektif tapi semakin tinggi dalam
penyalahgunaannya. Beberapa kelas kimia antihistamin seperti ethanolamines dan
ethylenediamines, sementara efektif untuk indikasi sebagai antagonis histamin, mungkin
juga secara kompetitif menghambat muskarinik dan kolinergik reseptor dan menghambat
reuptake serotonin di SSP, dengan demikian penggunaan antikolinergik dan efek modulasi
neurotransmitter lainnya dapat berefek lebih lanjut dalam penyalahgunaan mereka.
Penyalahgunaan antihistamin telah dicatat dalam banyak populasi, termasuk remaja, pelaku
penyalahgunaan obat mencoba untuk mempotensiasi efek utama dari penyalahgunaan obat,
dan juga oleh pasien dengan penyakit fisik dan jiwa yang akut dan kronis.
Penyalahgunaan dimenhydrinate, yaitu kombinasi produk antihistamin yang terdiri dari
garam chlorotheophylline dari diphenhydramine, antihistamin kelas etanolamin, telah
dilaporkan sejak 4 dekade yang lalu.44 Di sini, individu yang dengan sengaja menelan dosis
besar produk antihistamin ini dapat mencapai halusinogen dan euforia, yang terlihat mirip
dengan penggunaan obat lain yang memiliki aktivitas antikolinergik. Antihistamin juga
telah digunakan dalam kombinasi dengan penyalahgunaan obat lain untuk mempotensiasi
efek SSP mereka. Tripelennamine, antihistamin etilendiamin dengan efek antimuscarinik,
14
menghambat baik reuptake serotonin dan dopamin. Efek modulasi dopamin pada
khususnya telah terlibat dalam potensi penyalahgunaan. Tripelennamine, bersama dengan
antihistamin lainnya, termasuk diphenhydramine, telah diketahui mempotensiasi efek dari
opiat.44, 45 Mengingat potensi efek opiat mereka, serta kapasitas mereka untuk mengurangi
modulasi histamin yang berupa gatal dan rhinitis, sering dikaitkan dengan penggunaan
opiat, tripelennamine dan antihistamin lainnya sering digunakan dalam kombinasi dengan
opiat dan opiate-like drugs, termasuk heroin dan pentazocine, baik secara oral maupun
melalui suntikan dari ekstrak tablet antihistamin yang telah diekstraksi. Langkah pertama,
tablet dari pentazocine dan tripelennamine diekstraksi dan kemudian dilarutkan ke dalam
air untuk injeksi intravena, yang digunakan dalam praktek penyalahgunaan.45
Dengan sejarah panjang penggunaan klinis pada pasien yang bervariasi, keamanan
antihistamin umumnya baik bila diberikan sesuai indikasi dan dosis yang cukup. Dalam
situasi penyalahgunaan, dan dalam kasus-kasus overdosis yang disengaja, obat ini mungkin
memiliki potensi efek mematikan yang serius. Selanjutnya, kecendrungan penyalahgunaan
dan potensi serius dari efek mematikan bervariasi tergantung kelas kimia dan
penyalahgunaan antihistamin.46 Dalam studi kohort yang dilakukan oleh orang Australia
mengenai upaya peracunan diri dengan menggunakan antihistamin yang terdiri dari 102
pasien mengungkapkan 118 penerimaan berturut-turut ke rumah sakit atau klinik setelah
mengkonsumsi beragam antihistamin termasuk pheniramine, kelas alkylamine yaitu suatu
molekul yang terkait erat dengan klorfeniramin dan brompheniramine, 2 lainnya
menggunakan antihistamin yang umum digunakan. Intoksikasi antihistamin mengakibatkan
berbagai efek SSP dan efek kardiovaskular yang serius, termasuk delirium, psikosis, sedasi,
konduksi jantung tertunda seperti yang dimanifestasikan sebagai pemanjangan interval
QRS, yang dapat menyebabkan kondisi aritmia jantung yang berbahaya dan mematikan,
besarnya fluktuasi tekanan darah, dan kejang umum. Sementara efek yang tak diinginkan
dari antihistamin yang berbeda terlibat dalam penelitian ini adalah dianggap sebanding satu
sama lain, pasien yang menyalahgunakan atau overdosis dengan menggunakan pheniramine
paling mungkin menderita kejang umum. Telah dicatat bahwa banyak pasien memiliki
sejarah lama menggunakan antihistamin, alkohol, dan penyalahgunaan obat lainnya, dan
15
khususnya pheniramine mungkin dapat memunculkan efek proconvulsant.46 Cyclizine,
sebuah antihistamin kelas piperazine dengan aktivitas antikolinergik dan potensi opiat yang
kuat, golongan antihistamin umum yang digunakan untuk pengobatan dan pencegahan
mual dan mabuk. Cyclizine juga sering disalahgunakan oleh beragam individu, termasuk
pecandu opiat, pasien dengan penyakit akut dan kronis, dan oleh remaja dan dewasa
muda.48,49 Sebuah tinjauan retrospektif terhadap pasien yang lebih muda dari 18 tahun yang
tertelan cyclizine dilakukan di Utah mencakup periode 3 tahun dari catatan pusat
penanganan keracunan. Studi ini mengidentifikasi 80 pasien yang telah menelan cyclizine
untuk alasan apapun dan dilaporkan dalam catatan dan juga termasuk review dari catatan
rumah sakit dari 42 pasien ini. Meskipun tidak ada pencatatan terhadap peristiwa yang
secara langsung mengancam kehidupan, hipertensi, disorientasi, dan halusinasi adalah
gejala umum dari penyalahgunaan cyclizine. Delapan puluh sembilan persen dari penelanan
cyclizine dikaitkan dengan penyalahgunaan yang disengaja, pengamatan menggarisbawahi
keseriusan dan sifat luas dari penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan pada remaja, serta
preferensi untuk obat yang tidak diresepkan untuk pilihan penyalahgunaan oleh kelompok
pasien tertentu.48 Dalam situasi penggunaan antihistamin yang sah, seperti pengaturan klinis
dan rawat jalan dengan kehadiran dokter, penyalahgunaan antihistamin tetap berisiko,
seperti yang telah dijelaskan dalam kasus pasien kanker yang diobati dengan cyclizine
untuk mual, mengembangkan kecenderungan untuk menyalahgunakan dan penyalahgunaan
obat ini dalam dosis tinggi.50 Penyalahgunaan antihistamin tidak hanya sekedar kasus
sesekali atau penggunaan situasional. Pelaku penyalahgunaan antihistamin telah
diklasifikasikan menurut Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders (Edisi
keempat [DSM-IV] kriteria yang menunjukkan fitur klinis dari ketergantungan zat.
Protokol rencana detoksifikasi antihistamin dan gejala putus obat, seperti pengobatan
penyalahgunaan diphenhydramine kronis yang sedang rawat inap dan termasuk jadwal
pengurangan dosis bertahap dengan pemantauan kambuh berikutnya, telah dilaporkan pada
beberapa kali.51
16
Simpatomimetik
Dalam konteks obat yang tidak diresepkan dan suplemen, simpatomimetik umumnya terdiri
dari agen-agen, seperti pseudoefedrin dan efedrin, yang berkaitan dengan stimulasi dari
reseptor alpha-dan beta-adrenergic, sebagian dengan mempromosikan pelepasan atau
potensiasi dari aksi norepinefrin endogen. Agen ini, bersama dengan fenilefrin dan, sampai
saat ini penggunaannya ditarik dari banyak negara, fenilpropanolamin, dan semua golongan
phenylethylamines serupa pada struktur kimianya dengan amfetamin. Simpatomimetik
yang tidak diresepkan atau yang telah digunakan sebagai dekongestan hidung, alat bantu
nafas, stimulan SSP, dan mengontrol nafsu makan.52 Simpatomimetik dapat digunakan
secara oral atau dioleskan dan tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, cairan oral, dan dalam
kombinasi produk, serta tetes mata dan hidung, nasal spray dan gel. Selain bentuk sediaan
yang telah di siapkan oleh farmasi, simpatomimetik yang tidak diresepkan juga tersedia
sebagai larutan tanaman obat yang diturunkan, teh, ekstrak, dan beragam variasi dari
minuman penambah stamina, suplemen gizi, dan nutraceuticals berasal dari spesies
Ephedra dan sumber alam lainnya, yang dapat mempersulit pengaturan dan pemantauan
penggunaannya dan penyalahgunaan dalam setting klinis atau rawat jalan.52, 53
Mengingat efek nyata mereka pada tonus pembuluh darah, fungsi jantung, dan
metabolisme, simpatomimetik yang tidak diresepkan sudah sejak lama dikaitkan dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Stroke iskemik dan hemoragik terjadi
dalam hubungannya dengan penyalahgunaan atau kesalahan penggunaan simpatomimetik.
Sebagaimana didokumentasikan dalam sebuah studi pasien stroke di Maryland, riwayat
penyalahgunaan obat didokumentasikan dalam banyak kasus penyalahgunaan
simpatomimetik. Dari jumlah tersebut, obat simpatomimetik diperkirakan terlibat dalam
seperempat dari seluruh kasus tersebut yang dikaitkan dengan penggunaan obat
simpatomimetik.53 Seiring dengan penggunaan simpatomimetik tradisional yang tidak
diresepkan, dimana suplemen herbal adalah sumber dari agen yang berpotensi berbahaya.
Penjualan efedrin dan produk yang mengandung efedrin-alkaloid telah dilarang oleh US
Food and Drug Administration (FDA) sejak 2004 karena terjadi peningkatan dalam risiko
aritmia jantung, hipertensi, dan kematian setelah penggunaan produk yang mengandung
17
obat-obatan yang tidak diresepkan ini, serta upaya untuk mengontrol ketersediaan prekursor
metamfetamin sintetik. Selanjutnya, banyak dari agen ini dapat berfungsi sebagai prekursor
sintetik untuk penyalahgunaan amfetamin, methcathinone, dan obat lain, sehingga
ketersediaan obat tersebut di banyak kasus diatur oleh penegakan praktik obat dan lembaga
perizinan profesional. Namun demikian, masih ada risiko keracunan simpatomimetik yang
signifikan dengan banyaknya makanan dan suplemen gizi, tergantung pada bahan dan label
lengkap mereka. Klinisi memiliki kesempatan untuk membantu pasien dalam memantau
asupan mereka dan dalam memilih jenis yang tepat dari produk dan dalam mengevaluasi
gejala overdosis atau penyalahgunaan, seperti psikosis dan efek serius lainnya yang masih
terkait dengan banyak dari suplemen ini.52-54 Seiring dengan psikosis dan efek SSP lainnya
seperti paranoid, gugup, lekas marah, dan segudang gejala lain, termasuk aritmia jantung,
takikardi, hipertensi, hipertermia, banyak berkeringat, dan mual, yang dikenal dokter
sebagai tanda-tanda yang mungkin dari penyalahgunaan dan kesalahan pengunaan
simpatomimetik.52
Mengkonsumsi obat simpatomimetik sistemik atau suplemen tidak diperlukan untuk efek
serius yang tidak diinginkan. Vasokonstriktor hidung topikal secara luas digunakan oleh
banyak individu dan umumnya dianggap aman dan tanpa efek samping yang signifikan
pada konsumen. Namun demikian, penyalahgunaan dari vasokonstriktor hidung topikal
didokumentasikan dengan baik dan telah dikaitkan dengan efek samping yang parah,
termasuk stroke serebrovaskular pada pasien yang, kecuali untuk penyalahgunaan
vasokonstriktor yang mengandung naphazoline, tidak memiliki faktor risiko kardiovaskular
lain untuk jenis kejadian kardiovaskular akut.55 Simpatomimetik yang tidak diresepkan
sering disertakan dalam kombinasi produk dan nutrisi serta suplemen diet yang berasal dari
kombinasi sumber tumbuhan alami. Sebuah krisis hipertensi, disertai ensefalopati
hipertensif dan kejang umum tonik klonik, disebabkan karena mengkonsumsi produk yang
diturunkan dari tanaman yang mengandung baik ephedrine alkaloid maupun caffeine.56
Penyalahgunaan simpatomimetik yang tidak diresepkan digunakan sebagai prekursor
sintetis untuk turunan amfetamin dan zat-zat lain seperti methcathinone, yang dengan
mudah dibuat dari produk yang mengandung efedrin dan mungkin berhubungan dengan
18
gejala ekstrapiramidal permanen serta kelainan neurologis.57 Harus dicatat bahwa
penyalahgunaan dan ketergantungan simpatomimetik yang tidak diresepkan dapat bertahan
selama puluhan tahun dan melibatkan sejumlah besar agen simpatomimetik yang berbeda.
Farmasi dan intervensi terapi dapat menyebabkan remisi dan membalikkan ketergantungan
tersebut dalam beberapa kasus yang tepat.58
PERTIMBANGAN HUKUM UNTUK PRAKTISI
Meskipun jelas bahwa obat yang tidak diresepkan dapat menyebabkan efek samping yang
parah dan mengancam nyawa, namun obat tersebut tetap tersedia secara luas dalam
berbagai bentuk sediaan dan kombinasi produk dan dari sumber komersial yang beragam,
sering tidak tersedia perawatan kesehatan yang profesional untuk membantu konsumen
dalam pemilihan dan penggunaan yang tepat bagi mereka. Hal yang sama berlaku sebagai
akibat dari inisiatif apoteker untuk meningkatkan tanggung jawab di bidang manajemen
medis, terapi rekomendasi, dan otoritas peresepan. Karena peran apoteker dalam konseling
dan manajemen obat yang tidak diresepkan telah diidentifikasi dan dikaji dalam literatur
mulai beberapa tahun yang lalu,59 kajian mendalam dari area ini adalah di luar lingkup dari
artikel ini. Demikian juga, artikel ini tidak dimaksudkan untuk menjadi panduan dari
tanggung jawab praktisi atau potensi kecendrungan dalam konteks terapi obat yang tidak
diresepkan. Kasus hukum dan preseden bervariasi dari tiap negara, dan keputusan
mengenai tanggung jawab praktisi dan standar pelayanan farmasi dalam satu yurisdiksi
belum tentu relevan dengan tempat yang lain. Beberapa hukum, dan peraturan
perkembangan terakhir mungkin menarik bagi praktisi dan selanjutnya menggarisbawahi
potensi apoteker untuk meningkatkan peluang, tanggung jawab, dan kewajiban di bidang
terapi dan penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan.
Dalam konteks produsen potensial dan kewajiban compounder dalam memberikan label
produk yang jelas dan lengkap, FDA dan USP telah menyiapkan langkah-langkah untuk
meninjau monograf dan persyaratan untuk pelabelan yang sering disalahgunakan untuk
obat yang tidak diresepkan, termasuk diphenhydramine dan acetaminophen, 2 jenis
penjualan bahan tertinggi yang tidak diresepkan.60 Peran yang semakin penting dari
apoteker dalam pemilihan yang tepat dan penggunaan terapi obat yang tidak diresepkan, 19
dan dalam mengenali dan mengintervensi penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan,
telah menyebabkan sejumlah inisiatif hukum dan peraturan. Yang menonjol di antara ini
adalah kelas '' behind-the-counter (BTC)” obat yang tidak diresepkan yaitu, produk-produk
yang hanya tersedia di apotek dan memerlukan interaksi dengan seorang apoteker sebelum
dibeli, seperti Rencana B contraceptive.60 Peningkatan keselamatan publik dan penurunan
biaya perawatan kesehatan sebagai konsekuensi yang sesuai, penggunaan yang diawasi
telah dikutip sebagai alasan untuk mendukung penunjukan tersebut. Kritikus berpendapat
bahwa sebutan BTC mungkin membatasi konsumen mengakses perawatan kesehatan,
sementara hukum tambahan menempatkan tanggung jawab, dan kewajiban potensial, pada
apoteker. Pengamatan yang mirip telah dilakukan mengenai inisiatif terkait, seperti regulasi
dan keterbatasan pembelian harian penjualan dari dekongestan (dan prekursor sintetik
methamphetamine yang terlarang) pseudoefedrin, sebagaimana diumumkan di Combat
Metamfetamin Epidemi Act of 2005,61 Dimana mereka juga dapat menempatkan tanggung
jawab lebih lanjut dan kewajiban pada apoteker dan karyawan apotek lainnya. Di
hadapannya, peraturan menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran berlebihan dari
pseudoefedrin bisa mengakibatkan hilangnya daftar dan hukuman lainnya.
Tugas para apoteker untuk memperingatkan pasien tentang potensi dari efek yang tak
diinginkan, toksisitas, dan interaksi obat dari produk yang tidak diresepkan adalah sesuatu
yang rumit. Undang-undang, kasus hukum, dan standar perawatan yang mengontrol
keputusan hukum di daerah ini sangat bervariasi menurut yurisdiksi.62-64 Dalam beberapa
kasus dan yurisdiksi, seorang apoteker mungkin memiliki kewajiban untuk mengingatkan
saat menjual obat yang tidak diresepkan. Sebaliknya, pembatasan khusus daerah dimana
seseorang yang bijaksana akan melakukan tindakan, apoteker mungkin tidak memiliki
kewajiban untuk mengingatkan. Atau, apoteker mungkin memiliki kewajiban untuk
mengingatkan, tapi mungkin hanya dalam kasus di mana apoteker berada dalam posisi
untuk mengetahui alergi pasien atau kontraindikasi lain atau dalam kasus di mana apoteker
tahu bahwa pasien dapat menggunakan dosis obat yang mematikan. Hal ini juga harus
dicatat bahwa, di samping pasien, risiko yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat yang
tidak diresepkan meluas melampaui individu pengguna. Gangguan mengemudi sebagai
20
konsekuensi dari penyalahgunaan tersebut berfungsi sebagai contoh, dimana pihak ketiga
mungkin dapt dibahayakan jika berkendara bersama pengguna.40 Praktisi didorong untuk
mempertimbangkan potensi kecendrungan dan tugas perawatan yang berkembang dalam
perubahan cepat dari profesi di bidang terapi obat yang tidak diresepkan dan berkonsultasi
dengan tepat, hukum yang sesuai dan otoritas profesional dan sumber daya di daerah-
daerah secara teratur.
KESIMPULAN
Penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan merupakan tantangan perawatan kesehatan
yang sedang berkembang global. Segudang obat, produk, dan sistem pengiriman yang
terlibat dalam penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan. Kelompok pasien yang dikenal
dalam penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan bervariasi mulai dari demografi, usia,
status sosial ekonomi, dan sejarah medis. Meskipun pengeluaran produk tertentu yang tidak
diresepkan dibatasi oleh apoteker, produk yang tidak diresepkan sebagian besar tersedia
dari berbagai jenis gerai komersial, dan dari sumber ritel online, jaringan distribusi yang
dapat mempermudah dalam mengakses dan merumitkan intervensi dan pengobatan. Dokter
di masyarakat, rumah sakit, dan kelembagaan mungkin berharap untuk menemukan pasien
yang terlibat dalam penyalahgunaan obat yang tidak diresepkan dan berada dalam posisi
yang unik untuk memberikan monitoring, deteksi, konseling, dan intervensi dalam kasus
penyalahgunaan tersebut. Meningkatnya kompleksitas dan tanggung jawab dari praktek
farmasi dalam bidang terapi obat yang tidak diresepkan menawarkan banyak kesempatan
untuk meningkatkan perawatan pasien, serta potensi signifikan dari kewajiban dan
perkembangan tugas serta standar perawatan.
Deklarasi Benturan Kepentingan
Penulis menyatakan tidak ada potensi konflik kepentingan sehubungan dengan penelitian,
penulis, dan / atau penerbitan artikel ini.
Pendanaan
Penulis tidak menerima dukungan keuangan untuk penelitian, penulis, dan / atau penerbitan
artikel ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Lessenger JE, Feinberg SD. Abuse of prescription and over-thecounter medications.
JABFM. 2008; 21: 45-54.
2. Langford RE. Abuse of OTC medications, prescription drugs raises concern. Occup
Health Saf. 2001; 70: 8.
3. Crouch IB, Caravati ME, Booth J. Trends in child and teen nonprescription drug abuse
reported to a regional poison control center. Am J Health Pharm.2004; 61: 1252-1257.
4. Williams JF, Kokotailo PK. Abuse of proprietary (over the counter) drugs. Adolesc Med
Clin. 2006; 17: 733-750; abstract xiii.
5. Wazaify M, Shields E, Hughes CM, et al. Societal perspectives on over-the-counter
(OTC) medicines. Fam Pract. 2005; 22: 170-176.
6. Myers B, Siegfried N, Parry C. Over-the-counter and prescription medicine misuse in
Cape Town-findings from specialist treatment centers. S Afr Med J. 2003; 93: 367-370.
7. Albsoul-Younes A, Wazaify M, Yousef A, et al. Abuse and misuse of prescription and
nonprescription drugs sold in community pharmacies in Jordan. Subst Use Misuse. 2010;
45: 1319-1329.
8. Wazaify M, Kennedy S, Hughes CM, et al. Prevelance of overthe- counter druf-related
overdose at accident and emergency departments in Northern Ireland: retrospective. J
Clin Pharm Ther. 2005; 30: 39-44.
9. Blazer DG,Wu L. Nonprescription use of pain relievers by middleaged and elderly
community-living adults: national survey on drug use and health. J AmGeriatr Soc.
2009; 57: 1252-1257.
10. Shomaker DM. Use and abuse of OTC medications by the elderly. J Gerontol Nurs.
1980; 6: 21-24.
11. Kofoed LL. OTC drug overuse in elderly: what to watch for. Geriatrics. 1985; 40: 55-66.
12. Lo A, Shalnsky S, Leung M, et al. Patient characteristics associated with nonprescription
drug use in intentional overdose. Can J Psychiatry. 2003; 48: 232-236.
13. Heard K, Ries N, Dart R, et al. Overuse of non-prescription analgesics by dental clinic
patients. BMC Oral Heath. 2008 8: 33.
22
14. Bernard AL, Prince A, Edsall P. Quality of life issues for fibromyalgia patients. Arthritis
Care Res. 2000; 13: 42-50.
15. Cleghorn JM, Kalpan RD, Bellissimo A, et al. Insomnia: I. Classification, assessment
and pharmaceutical treatment Can J Psychiatry. 1983; 28: 339-346.
16. Marsh LD, Key JD, Spratt E. Bulimia and dextromethorphan abuse: case study. J Subst
Abuse Treat. 1997; 14: 373-376.
17. Morelli M, Simola N. Methylxanthines and drug dependence: a focus on interactions
with substance abuse. Handb Exp Pharmacol. 2011; 200: 483-507.
18. Kendler KS, Prescott CA. Caffeine intake, tolerance, and withdrawal in women: a
population based twin study. Am J Psychiatry. 1999; 156: 223-228.
19. Shum S, Seale C, Hathaway D, et al. Acute caffeine ingestion fatalities: management
issues. Vet Hum Toxicol. 1997; 39: 228-230.
20. Chopra A, Morrison L. Resolution of caffeine-induced complex dysrrythmia with
procainamide therapy. J Emerg Med. 1995; 113-117.
21. Janes JE. Critical review of dietary caffeine and blood pressure: a relationship that
should be taken more seriously. Psychosom Med. 2004; 66: 63-71.
22. Tarnopolsky M, Cupido C. Caffeine potentiates low frequency skeletal muscle force in
habitual and nonhabitual caffeine consumers. J Appl Physiol. 2000; 89: 1919-1924.
23. FitzSimmons CR, Kinder N, Accid J. Caffeine toxicity in a bodybuilder. Emerg Med.
1998; 15: 196-197.
24. Siegel RK. Cocaine substitutes. NEngl JMed. 1980; 302: 817-818.
25. Anonymous. Caffeine abuse may be missed in the ED. ED Manag. 2006; 18: 139-140.
26. Di Matteo V, Pierucci M, Di Giovanni G, et al. The neurobiological bases for the
pharmacotherapy of nicotine addiction. Curr Pharm Des. 2007; 13: 1269-1284.
27. Allen TM, Sacco KA, Weinberger AH, et al. Medication treatments for nicotine
dependence in psychiatric and substance use disorders. In: George TB, ed. Medication
Treatments for Nicotine Dependence. Boca Raton, FL: Taylor & Francis; 2006:245-262.
28. Shiffman S, Sweeney CT. Ten years after the Rx-to-OCT switch of nicotine replacement
therapy: what have we learned about the benefits and risks of non-prescription
availability? Health Policy. 2008; 86(1): 17-26.
23
29. Hughes JR. Dependence on and abuse of nicotine replacement therapy. In: NL.
Benowitz, ed. Nicotine Safety and Toxicity. New York: Oxford Press; 1998: 147-57.
30. Hughes JR. Dependence potential and abuse liability of nicotine replacement therapies.
Biomed Pharmacother. 1989; 43(1): 11-17.
31. Wit H, Zancy J. Abuse potential of NRT. CNS Drugs. 1995; 4(6): 456-468.
32. West R, Hajek P, Foulds J, et al. A comparison of the abuse liability and dependence of
nicotine patch, gum, spray, and inhaler. Psycopharmacology (Berl). 2000; 149: 198-202.
33. Houtsmuller EJ, Henningfield JE, Stitzer ML. Subjective effects of the nicotine lozenge:
assessment of abuse liability. Psycopharmacology (Berl). 2003; 167: 20-27.
34. Walker J, Yatham LN. Benylin abuse and mania. BMJ. 1993; 306: 882-896.
35. Miller SC. Dextromethorphan psychosis, dependence, and physical withdrawal. Addict
Biol. 2005; 10: 325-327.
36. Vahid Z, Ehsan AH, Arezoo H, et al. side effects of dextromthorphan abuse, a case
series. Addict Behav. 2005; 30: 1607-1613.
37. Logan BK, Goldfogel G, Hamilton R, et al. Five deaths resulting from abuse of
dextromethorphan sold over the internet. J Anal Toxicol. 2009; 33: 99-103.
38. Boyer EW. Dextromethorphan abuse. Pediatr Emerg Care. 2004; 20: 858-863.
39. Banken JA, Foster H. Dextromethorphan. An emerging drug of abuse. Ann N Y Acad
Sci. 2008; 1139: 402-411.
40. Cochems A, Harding P, Liddicoat L. Dextromethorphan in Wisconsin drivers. J Anal
Toxicol. 2007; 31: 227-232.
41. Bryner JK, Wang UK, Hui JW, et al. Dextromethorphan abuse in adolescence: an
increasing trend: 1999-2004. Arch Pediatr Adolesc Med. 2006; 160: 1217-1222.
42. Zawertailo LA, Kaplan HL, Busto UE, et al. Psychotropic effects of dextromethorphan
are altered by the CYP2D6 polymorphism. J Clin Psychopharmacol. 1998; 18: 332-337.
43. Manaboriboon B, Chomchai C. Dextromethorphan abuse in Thai adolescents: a report of
two cases and review of literature. J Med Assoc Thai. 2005; 88(suppl 8): S242-S245.
44. Romanelli F, Smith KM. Dextromethophan abuse: clinical effects and management. J
Am Pharm Assoc. 2009; 49: 20-25.
24
45. Malcolm R, Miller WC. Dimenhydrinate (Dramamine) abuse: hallucinogenic
experiences with a proprietary antihistamine. Am J Psychiatry. 1972; 128: 1012-1013.
46. Showalter CV. T’s blues. Abuse of pentazocine and tripelennamine. JAMA. 1980; 244:
1224-1225.
47. Orzechowski RF, Currie DS, Valancius CA. Comparative anticholinergic activities of 10
histamine H1 receptor antagonists in two functional models. Eur J Pharmacol. 2005;
506: 257-264.
48. Buckley NA, Whyte IM, Dawson AH. Pheniramine–a much abused drug. Med J Aust.
1994; 160: 188-192.
49. Bassett KE, Schunk JE, Crouch BI. Cyclizine abuse by teenagers in Utah. Am J Emerg
Med. 1996; 14: 472-474.
50. Bailey F, Davis A. The misuse/abuse of antihistamine antiemetic medication (cyclizine)
by cancer patients. Palliat Med. 2008; 22: 869-871.
51. Thomas A, Nallur DG, Jones N, et al. Diphenhydramine abuse and detoxification: a brief
review and case report. J Psychopharmacol. 2009; 23: 101-105.
52. SloanMA, Kittner SJ, Rigamonti D.Occurrence of stroke associated with use/abuse of
drugs. Neurology. 1991; 41: 1358-1364.
53. Peterson E, Stoebner A, Weatherill J, et al. Case of acute psychosis from herbal
supplements. S D Med. 2008; 61: 173-177.
54. Cantu C, Arauz A, Murillo-Bonilla LM, et al. Stroke associated with sympathomimetics
contained in over-the-counter cough and cold drugs. Stroke. 2003; 3: 1667-1672.
55. Costantino G, Ceriani E, Sandrone G, et al. Ischemic stroke in a man with naphazoline
abuse history. Am J Emerg Med. 2007; 25: 983.
56. Berman JA, Setty A, Steiner MJ, et al. Complicated hypertension related to the abuse of
ephedrine and caffeine alkaloids. Addict Dis. 2006; 25: 45-48.
57. Stephens A, Logina I, Liguts V, et al. A parkinsonian syndrome in methcathinone users
and the role of manganese. N Engl J Med. 2008; 358: 1009-1017.
58. Arnold KK, Yager J. A case of unexpected and selective remission of a 20-year history
of ephedrine dependence following treatment with low-dose aripiprazole. J Clin
Psychiatry. 2007; 68: 1620-1621.
25
59. Sierralta OE, Scott DM. Pharmacists as nonprescription drug advisors. Am Pharm.
1995; NS35(5): 36-38.
60. Drakulich A. Up close and personal: re-examining over-thecounter drugs.
Pharmaceutical Tech. 2006; 35: 44-50.
61. US Public Law 109-177, September 30, 2006.
62. Morales v. American Home Products Corp., 214 F.Supp 2d 723 (S.D. Tex. 2002).
63. Morgan v. Wal-Mart Stores, Inc., 30 S.W.3d 455 461-462 (Tex. App. 2000).
64. Silves v. King, 970 P.2d 790 (Wash. App. Ct. 1999).
26