Jurnal Belajar Filsafat IPA Dan Bioetika

download Jurnal Belajar Filsafat IPA Dan Bioetika

of 16

description

Tugas Kuliah Pascasarjana UM 2015Catatan pribadi

Transcript of Jurnal Belajar Filsafat IPA Dan Bioetika

Jurnal Belajar Filsafat IPA dan Bioetika Muhammad Shobirin NIM. 140341808629

Pertemuan ke 1

Jurnal Belajar Filsafat IPA dan BIOETIKA Muhammad Shobirin NIM. 140341808629

Pelaksanaan : Kamis, 21 Mei 2015 11

Konsep yang dipelajari: Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat.

Pada diskusi yang pertama, kelompok yang mempresentasikan adalah Sdr. Mashudi Hadi Siswoyo dan Sdri. Endah Sayekti. Sedangkan Dosen Pembina yang berkenan hadir dalam kuliah ini adalah Ibu. Dr. Murni Saptasari, M.Si. Presentasi diawali dengan kata-kata Plato yang filosofis, yakni berpikir dan memikirkan itu, suatu kenikmatan yang luar biasa dan kebahagiaan yang paling berharga dengan menyampaikan kalimat ini, presentator mulai mengajak peserta diskusi untuk memasuki dunia berpikir mendasar/ radikal, dunia filsafat. Setelah membuka dengan mengutip pernyataan Plato, kemudian disajikan gambar perspektif, yang menunjukkan gambar yang menguji persepsi. Melalui gambar tersebut dapat diketahui bahwa persepsi seseorang bisa berbeda tergantung apda sudut pandang masing-masing. Penyampaian gambar ini di awal digunakan presentator untuk membatasi pemikiran tentang pengertian pengetahuan, filsafat dan ilmu, bahwa pembahasan kali ini dibahas oleh presentator sebagaimana persepsi/sudut pandang pemahaman materi versi presentator yang tidak menutup kemungkinan berbeda persepsi dengan pemahaman para peserta. Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berdiri di puncak tertinggi memandang ke ngarai dan lembah di bawah. Berfilsafat adalah berpikir sifat yang menyeluruh (Suriasumantri, 1999). Masih menurut Suriasumantri, dalam berfilsafat ada empat golongan orang; 1. Orang yang tahu di tahunya2. Orang yang tahu di tidak-tahunya3. Orang yang tidak tahu di tahunya4. Orang yang tidak tahu di tidak-tahunyaBerfilsafat dapat memberikan kepuasan bgi seseorang karene mampu menggambarkan permasalahan kehidupan yang sedang dan akan dihadapi sesuai dengan keluasan pemahamannya. Kajian berikutnya adalah mengenai pengertian pengetahuan. Kesimpulan yang saya ambil untuk pengertian pengetahuan adalah, sesuatu yang sudah diketahui yang diperoleh melalui indera, rasio, intuisi, wahyu. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disistematikkan. Jadi pengetahuan akan menjadi ilmu jika disistematikkan. Jadi tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Metode yang digunakan untuk memperoleh ilmu adalah melalui metode ilmiah.Perbedaan antara filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan adalah, jika filsafat pengetahuan meliputi selurut pemikiran, gagasa, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki oleh manusia tentang dunia dan segala isinya, maka filsafat ilmy pengetahuan keseluruhan siste pengetahuan tersebut yang telah dibakukan secara sistematis dan reflektif. Jadi menurut pemahaman saya filsafat ilmu pengetahuan lebih sempir karena memiliki prasaratharus sistemaris dan reflektif. Bidang kajian filsafat ilmu ada 3 yaitu, kajian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Setepal sesi presentasi, dilaksakanan sesi diskusi. Dalam diskusi yang pertama ini sangat antusias para peserta karena kajian filsafat dasar ini dirasa sangat mengusik pemikiran sehingga menarik. Banyak pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan, beberapa diantaranya adalah diskusi tentang manakah yang menjadi lebih luas, filsafat, pengetahuan kemudian ilmu, ataukah formasi lain, pengetahuan, ilmu kemudian filsafat. Karena filsafat adalah induk pengetahuan. Kajian ini sangat menarik, karena ternyata berbagai persepsi benar-benar muncul beragam. Saya tidak akan menyampaikan isi satu persatu tanggapan diskusi pada hari ini. Hanya kesimpulan yang saya ambil adalah, bahwa pengetahuan lebih luas dari ilmu. Sedangkan ilmu, harus difilsafati. Sebelum menjadi sebuah ilmu, bidang ilmu tersebut harus dikaji apa ontology, epistemology, dan aksiologi dari bidang ilmu tersebut. Kajian filsafat sangat luas, semua ilmu harus dikaji dari sudut pandang tiga hal tersebut, sehingga melahirkan ilmu-ilmu baru sesuai dengan bidang ontologynya masing-masing. Filsafat pada akhirnya melahirkan bidang-bidang ilmu ranting, yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social dan humaniora. Oleh karena itu filsafat dianggap sebagai mother of science, induk ilmu pengetahuan. Dari pertemuan kali ini saya belajar banyak pengetahuan tentang kajian filsafat secara mendasar dari pengertian dan latar belakang lahirnya filsafat ilmu pengetahuan alam. Saya berharap pada pertemuan yang akan dating akan memperoleh lebih detail mengenai filsafat ilmu pengetahuan alam dengan bidang kajian yang lebih dalam.

Muhammad ShobirinNIM. 140341808629

Pertemuan ke 2

Jurnal Belajar Filsafat IPA dan Bioetika Muhammad Shobirin NIM. 140341808629

Pelaksanaan : Selasa, 26 Mei 2015Konsep yang dipelajari: Pengertian Filsafat IPA,Asal usul Filsafat,Metode mendapatkan kebenaran dalam filsafat.

Pada pertemuan ini metode yang dilaksanakan adalah diskusi dengan materi presentasi yang ditampilkan oleh kelompok 2 (Sdr. Mohammad Tofan Hanib, Sdri. Nur Susanti, dan Sdri. Rita Budi Christina. Pada pertemuan ini dosen pembina kuliah yang berkenan hadir adalah ibu Dr. Murni Saptasari, M.Si. Sub tema yang dibahas adalah Definisi Filsafat. Sajian definisi filsafat ini sebenarnya menurut saya kurang spesifik, karena mengulang materi pada pertemuan sebelumnya. Menurut RPS seharusnya sub tema kali ini adalah definisi filsafat yang sudah spesifik filsafat IPA. Sedangkan untuk sub tema asal usul filsafat penyaji menyampaikan sejarah perkembangan filsafat dari masa Yunani Kuno sampai dengan abad modern. Sub tema ketiga, penyaji tidak mempresentasikan metode mendapatkan kebenaran dalam filsafat. Oleh karena tejadi ketidaktepatan dalam penyampaian konten materi 2 sub tema, maka pada jurnal belajar ini saya akan menambahkan sedikit pembahasan kedua sub tema tersebut. Pada pertemuan yang lalu telah didiskusikan, bahwa filsafat mempunyai tiga bidang kajian, yakni; ontology, epistemology dan aksiologi. Maka Filsafat IPA bisa definisikan sebagai Kajian yang membahas tentang ontology, epistemology, dan aksiology IPA. Dalam kajian Ontology IPA, membahas tentang Hakikat IPA, elemen-elemen proses terbentuknya IPA, metode IPA dalam memperoleh kebenaran, aplikasi metode ilmiah, karakteristik IPA, anatomi IPA, nilai-nilai IPA dan keterbatasan Ilmu Kealaman (Hedi Sutomo, 2009 hal. 19). Sedangkan pada kajian epistemology IPA akan membahas tentang; dari mana asal usul objek IPA dikaji. Asal usul IPA dapat dikaji dari beberapa elemen antara lain; Perkembangan pola pikir manusia dan peranan IPA dalam perkembangan masyarakat. Sedangkan pada kajian Aksiology IPA menjawab tujuan pengkajian objek IPA menurut Hedi Sutomo (2009) antara lain tentang; Fungsi Ilmu Kealaman sebagai Lembaga, Fungsi Ilmu Kealaman sebagai Metode, Fungsi Ilmu Kealaman sebagai Pembangun Pola Pikir, dan Fungsi Ilmu Kealaman untuk Kesejahteraan Manusia.Dalam Sub Tema Asal Usul Filsafat, penyaji menyampaikan perkembangan filsafat pada: Zaman Yunani Kuno, tokoh tokohnya antara lain Thales (624-546 SM), Heraklitos, Perimides, dan tokoh besar masa Yunani Kuno adalah Sokrates ( 470 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Pada abad Pertengahan tokoh-tokohnya adalah para gerejawan kristiani. Tokoh-tokohnya antara lain, Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Pada Zaman Renaisansce (abad 14 -16 M) tokoh-tokoh filsafat antara lain, Nicolas Copernicus, Galileo Galilei . Pada Zaman Modern (abad 17-18 M) Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis JJ.Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804). Pada masa Post-Modernisme tokoh-tokoh filsafat sangat banyak untuk disebutkan, antara lain A. Comte (1798-1857), Claude Lvi-Strauss (1908-2009), William James (1842-1910), Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-1951) dan lain-lain. Materi dari penyaji tersebut membahas perkembangan filsafat dari waktu-ke waktu bersama para tokoh-tokohnya. Sedangkan asal-usul filsafat belum disampaikan. Dalam hal ini saya menyampaikan sedikit ringkasan asal usul filsafat. Hedi Sutomo (2009) menulis dalam bukunya Filsafat Ilmu Kealaman dan Etika Lingkungan, sedikitnya ada tiga hal yang bmendorong manusia untuk berfilsafat yaitu keheranan, rasa ingin tahu yang mendalam dan kekaguman. Dari rasa heran kemudian muncul pertanyaan mengapa demikian? Rasa ingin tahu merupakan naluri yang juga memunculkan pertanyaan mengapa demikian? Dari hasil kekaguman, maka manusia merasa kecil diantara yang besar. Rasa kecil inilah yang kemudian muncul berpikir mendalam tentang hal-hal diluar diri yang sangat besar dan belum diketahui. Materi ketiga adalah metode mendapatkan kebenaran dalam berfilsafat. Ada sedikitnya 5 teori kebenaran yang dikaji tentang jenis-jenis kebenaran berdasarkan cara memperolehnya, antara lain; teori korespondensi, teori koherensi/konsistensi, teori pragmatism, teori performatif dan teori consensus. Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ada tiga tahap yaitu: 1) Skeptik; 2) Analitik; dan 3) Kritis. Sedangkan untuk sampai pada kebenaran non-ilmiah menggunakan: 1) akal sehat, 2) prasangka, 3) intuisi, 4) penemuan kebetulan dan coba-coba dan 5) Pendapat ahli (otoritas ilmiah) dan pikiran ilmiah. Pada sesi diskusi tidak terlalu banyak pertanyaan yang sesuai dengan topic bahasan. Banyak pertanyaan yang melebar tidak focus pada tujuan pembahasan materi kali ini, salah satu pertanyaan yang muncul adalah perkembangan filsafat agama (Islam), dan bahkan sampai pada kajian filsafat agama. Tentunya hal ini tidak perlu saya tulis dalam jurnal belajar kali ini. Pelajaran moral yang bisa saya ambil dari pembelajaran hari ini adalah, perlunya mempelajari tujuan dasar/kesepakatan dasar tentang sebuah kegiatan, dalam hal ini adalah perkuliahan berupa RPS (rencana perkuliahan semester) yang disusun oleh dosen. Kedepan, saya berharap dari matakuliah ini memperoleh pengetahuan dan ilmu yang lebih luas dan mendalam tentang hakikat IPA. Semoga.

Muhammad ShobirinNIM. 140341808629

Pertemuan ke 3

Pelaksanaan : Kamis, 4 Juni 2015Konsep yang dipelajari: 1. Ontologi Ilmu Kealaman Proses Terbentuknya Ilmu Kealaman Metode Mendapatkan llmu Kealaman Aplikasi Metode Ilmiah (sarana berpikir ilmiah)2. Epistemologi Ilmu Kealaman Perkembangan Pola Pikir Manusia Peranan Ilmu Kealaman dalam perkembangan masyarakat pada berbagai abad

Pada kuliah kali ini dua kelompok yang mendapatkan kesempatan menjadi penyaji adalah kelompok 3; Sdr. Abu Husein, Sdri. Beny Yulianingsih, dan Sdri. Minahanggari Mukti, juga kelompok 4; Sdr. Tito Wahyu Anggoro dan Sdr. Hera Adiwijaya. Tema kajian diskusi kali ini adalah kajian Ontologi dan Epistemologi Ilmu Kealaman. Tema ini adalah kajian filsafat IPA yang pertama yang nantinya akan dilanjutkan dengan kajian aksiologi IPA. Sedangkan Dosen Pembina Matakuliah yang berkenan hadir adalah Ibu Dr. Murni Saptasari, M.Si. Catatan materi hasil presentasi pertama oleh Sdri. Minahanggari, adalah: dari IPA dimulai saat manusia memeperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Kemudian makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemilirannya. Dengan peningkatan daya pikirnya, manusia akhirnya dapat melakukan eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu pengetahuan. Setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan eksperimen (dijelaskan dalam metode ilmiah) lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam.Sedangkan dari presentasi Sdr. Abu Husen tentang Metode mendapatkan kebenaran, catatan penting saya adalah; ada dua kelompok utama metode dalam memperoleh ilmu pengetahuan: pertama cara tradisional, kedua adalah cara modern. Hal ini seperti yang sudah saya eksplorasi singkat dalam jurnal belajar pertemuan kedua. Setelah mempelajari pada pertemuan yang lalu tentang berbagai jenis kebenaran yang diperoleh dengan metode yang berbeda-beda. Missal, Metode pada Teori Korespondensi, bahwa kebenaran diperoleh dari pengamatan realitas yang terjadi (fakta), sedangkan teori koherensi, kebenran diperoleh dari runutan kekonsistenan pernyataan yang sebelumnya dianggap benar, walaupun secara fakta/real belum ada. Ilmu Kealaman mempunyai metode yang berbeda dengan teori-teori tersebut. Untuk memperoleh kebenaran ilmiah adalah Metode Ilmiah. Metode ilmiah adalah metode yang memadukan penalaran deduktif (rasionalis) dan penalaran induktif (realis). Secara ringkas 4 tahapan metode ilmiah yaitu : 1) Penyusunan kerangka berfikir, 2) perumusan hipotesis, 3) verivikasi empiris, 4) pengujian hipotesis. Tahap 1 dan 2 adalah perumusan kebenaran berdasarkan pemikiran (sesuai dengan aliran rasionalis dengan kebenaran koherensinya) sedangkan langkah 3 dan 4 adalah perumusan kebenaran berdasarkan kenyataan (sesuai dengan aliran realis dengan kebenaran korespondensinya). Maka metode ilmiah ini adalah suatu kebenaran yang secara logika diterima di alam pikiran (hipotetis), tetapi terbukti secara nyata (empiris). Sehingga metode ilmiah disebut juga deducto-hypotetyco-verivikatif. Materi ketiga tentang aplikasi metode ilmiah disampaikan oleh Sdri. Benny menyampaikan hubungan filsafat dengan metode ilmiah. Disampaikan oleh presentator bahwa Filsafat merupakan usaha untuk mencari kebenaran, karena filsafat itu merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir yaitu manusia. Sedangkan metode ilmiah adalah cara berpikir manusia dalam mencari kebenaran dengan menggabungkan metode deduktif dan induktif. Aplikasi metode ini dilaksanakan oleh para ilmuan sains dalam melakukan penelitian. Langkah-langkah aplikasi metode ilmiah sebagai berikut: 1). Masalah penelitian, 2) Penyusunan Kerangka berpikir, 3) Perumusan Hipotesis, 4) Verivikasi empiris, 5) Penarikan Kesimpulan. Presentasi kelompok kedua, kesempatan pertama disampaikan oleh Sdr. Tito Wahyu Anggoro. Materi yang disampaikan adalah pengertian epistemology dan perkembangan Pola Pikir Manusia. Pada zaman Pra Sejarah telah ditemukan pemakaian kapak batu dengan berbagai fungsi sesuai dengan bentuk batunya. Hal ini menunjukkan bahwa menusia purba sudah mampu melakukan pemilahan pengklasifikasian, mendesain, serta meningkatkan efisiensi peggunaan alat sebagai awal teknologi yang alami tersedia di alam. Pada Zaman Sejarah, Pola pikir Koheren (10.000 500 SM) dimana pemikiran sudah berkembang sampai pada Astrologi, Mitologi, dan Matematika. Ketentuan-ketentuan yang dianggap benar oleh orang-orang terdahulu dipegang teguh dengan kuat sebagai sebuah bentuk kebenaran yang konsisten/koheren. Pola Pikir Rasional (600 SM 200 M) muncul dan berkembang di Yunani. Sangat berbeda dengan Pola piker koheren di Babilonia yang menggunakan kepercayaan nenek moyang terdahulu, Pola pikir ini menggunakan rasional atau akal sehat dengan metode deduksi melalui kekuatan silogisme. Tokoh tokoh Filsafat zaman itu antara lain; Thales, Anaximander, Phytagoras, Democritos, dan yang paling menonjol adalah Aristoteles. Sumbangan terbesar Aristoteles adalah mengajarkan kebenaran dengan berdasarkan Deduksi Logika (rasional). Pola Pikir Induktif (1400 1600 SM) dipelopori Galileo galilei dan Nicholas Copernicus, Johannes Kepler bahwa kebenaran ilmu kealaman harus sesuai dengan kenyataan (objektif) sehingga sifat kebenarannya adalah kebenaran obyektif yang nyata dengan pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya (Induktif). Dengan pola pikir induktif ini, maka sangat bersifat mendasar sekali ditetapkan bahwa kebenaran ilmu kealaman harus bisa dibuktikan secara nyata melalui pengalaman empiris. Pola Pikir Kuantitatif. (1600- 1900 M) Ilmu kealaman pada periode yang lalu adalah ilmu kealaman kualitatif. Sedangkan ilmu kealaman modern ini adalah ilmu kealaman kuantitatif. Hal ini seiring dengan ditemukanya Statistika dan Matematika untuk memvalidasi kebenaran sebuah deduks dan induksi yang bersifat kualitatif. Pola Pikir Kuantitatif semakin memvalidasi pola pikir Kualitatif pada Deduksi-Induksi sehingga selain Objektif, kebenaran Ilmu Kealaman harus terukur. Pola Pikir Ilmu Kealaman Modern (abad 19) ini adalah perkembangan lanjutan. Metode deduktif dan induktif dipadukan menjadi Metode Ilmiah. Orang yang pertama kali menggabungkan kedua metode penalaran ini adalah Charles Darwin atas anjuran Francis Bacon. Dengan kelahiran metode ilmiah berarti telah lahir ilmu kealaman modern yang dicapai dengan tercapainya kebenaran Universal dan penuh dengan kepastian, karena selain objektif, juga terukur. Presentasi Kedua disampaikan oleh Sdr. Hera Adiwijaya, dengan sub tema Peran Ilmu Kealaman dalam perkembangan masyarakat pada berbagai abad. Banyak peran yang dijalani oleh Ilmu kealaman antaralain; 1) sebagai penyadaran masayakarat dari pengaruh mitos-mitos dan kepercayaan. 2) Perkembangan social ekonomi setelah mesin uap ditemukan oleh James Watt (1765) sangat cepat. Sehingga tercipta kondisi social ekonomi dengan pola baru. Adanya daerah kota dan desa dengan skema ekonomi social yang berbeda. 3) Pada perang dunia II peran ilmu kealaman sangat terlihat. Walaupun yang pada akhirnya ilmu kealaman menjadi negative, karena pemakaian energy fusi-dan fisi Atom dijadikan bom Nuklir yang dahsyat dan bertolak belakang dengan nilai kesejahteraan manusia. 4) Pada abad 20 dan 21 ini peran ilmu kealaman semakin banyak mewarnai kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari teknologi informasi sampai dengan rekayasa genetika. Dari hasil diskusi hari ini, saya memperoleh pengetahuan lebih luas dan dalam tentang apa itu IPA. Sebagai seorang guru biologi tentunya pengetahuan ini mutlak, tidak sekedar hafal langkah-langkah metode ilmiah, tetapi kajian secara filsafati ontologi, hakikat IPA sangat penting untuk memberikan panduan dalam mengembangkan materi pembelajaran dan penyampaian di kelas.Selain Hakikat Ilmu Kealaman, dari diskusi hari ini, saya dapat mengetahui bahwa perkembangan pola pikir manusia tidak berubah secara serta merta. Penalaran secara deduktif dan induktif keduanya membentuk motede ilmiah. Sampai saat ini kebenaran yang diperoleh secara deduksi masih bisa dianggap sebagai kebenaran ilmiah walaupun masih bersifat hipotetis. Karena tidak semuanya hasil pemikiran bisa diobjek-nyatakan. Sains tidak hanya berfungsi hasil penelitiannya saja. Karena dengan melihat sejarah perkembangan pola pikir sains tersebut kita dapat mengetahui bahwa sains sangat berpengaruh dalam pengembangan pola pikir manusia selain mempengaruhi pola pikir manusia, hasil-hasil penelitian sains juga mampu berperan walaupun bisa menjadi negative, tetapi juga mampu membawa kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan diarahkan menuju kesejahteraanMuhammad ShobirinNIM. 140341808629

Pertemuan ke 4

Pelaksanaan : Kamis, 4 Juni 2015Konsep yang dipelajari: 1. Aksiologi Ilmu Kealaman Fungsi Ilmu Kealaman sebagai metode dan Pengembangan pola berfikir. Fungsi Ilmu Kealaman untuk Kesejahteraan Manusia. 2. Menjelaskan Peranan Filsafat dalam Pendidikan IPA Landasan Filosofis Pendidikan Pentingnya Landasan Filsafat Dalam Oendidikan Sains Paradigma Baru Belajar Sains Kedudukan dan Pemanfaatan Teknologi.

Pada kuliah kali ini dua kelompok yang mendapatkan kesempatan menjadi penyaji adalah kelompok 5 dengan anggota Sdr. Suprapto dan Sdr. Juwandoko dan Kelompok 6 yaitu, Saya sendiri bersama Sdr. Edi Sulistyono. Tema kajian diskusi kali ini adalah lanjutan dari pertemuan yang lalu yaitu kajian Aksiologi ilmu kealaman dan Peran Filsafat dalam Pendidikan IPA. Membahas Aksiologi Ilmu Kealaman adalah membahas fungsi dari ilmu tersebut. Presentasi Pertama disampaikan oleh kelompok 6. Subtema yang disampaikan adalah fungsi ilmu kealaman sebagai metode. Bidang telaah ilmu kealaman adalah alam semesta (antariksa, bumi, laut, atmosfer, makhluk hidup dan sebagainya). Dengan luasnya obyek kajian tersebut, maka ilmu kealaman itu sendiri kemudian dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati sesuatu (alam semesta). Cara memandang ilmu kealaman tersebut bersifat analitis, artinya : melihat sesuatu secara lengkap dan cermat, kemudian dihubungkan dengan obyek yang lain, sehingga secara keseluruhannya membentuk perspektif baru tentang obyek yang diamati tersebut. Fungsi Ilmu Kealaman yang berikutnya adalah sebagai pembangun pola pikir. Seperti yang sudah dibahas pada pertemuan sebelumnya tentang perkembangan pola pikir, bahwa sejarah perkembangan pola pikir sampai menjadi sebuah metode ilmiah yang tingkat kebenarannya universal. Tentunya pada setiap masa kurun pola pikir filsafat ilmu alamiah mengenai kebenaran selalu berubah dan masyarakat secara umum pasti terpengaruh dengan metode yang berlaku saat itu. Seperti sekarang pada era dimana metode ilmuah masih dianggap paling rasional, maka pola pikir masyarakat juga banyak diperngaruhi oleh metode ilmiah. Fungsi Ilmu kealaman berikutnya adalah untuk kesejahteraan manusia. Berdasarkan sejarah perkembangan polapikir yang sudah diampaiakan apa materi yang lalu, saudara penyaji menyampaikan bahwa dari awal masa berkembangnya ilmu kealaman, diguankan untuk kesejahteraan manusia. Misalnya kapak batu dengan beragai jenisnya untuk efisiensi manuasia dalam melaksakan aktifitas sehari-hari. Banyak penemuan-penemuan ilmiah yang dihasilkan dari ilmu kealaman yang digunakan untuk mensejahterakan manusia. Antara lain Phytagoras (dalil Phytagoras), Galileo galilei (Teleskop), Antony Van Leuwenhook (Mikroskop), James Watt (Mesin uap), Louis Pasteur (Teknik Sterilisasi), Thomas Alfa Edison (Lampu pijar, alat perekam, dan ribuan penemuannya yg lain), Albert Einstein (Teori Relativitas), Alexander Fleeming (Antibiotik), dan masih banyak lagi ilmuan termasuk Steve Job, Bill Gates dalam dunia teknologi Informasi yang memberikan kontribusi pemikiran dan penelitiannya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Setelah kelompok 5 selasai menyampaikan materi presentasinya. Giliran kelompok kami untuk mempesentasikan peran filsafat dalam pendidikan IPA. Kesempatan pertama presentasi disampaikan oleh Sdr. Edi dengan sub tema Landasan filosofis pendidikan dan Pentingnya Landasan Filsafat Dalam Pendidikan Sains. Inti materi yang disampaikan oleh pemateri adalah bahwa landasan filosfis pendidikan adalah sebuah system gagasan pensidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu filafat secara umum yang dianjurkan oleh filsafat tertentu. IPA adalah ilmu pengetahuan yang harus mempunyai landasan filsafat. Seperti yang telah diketahui dimensi Pentingnya filsafat ilmu dalam pendidikan sains dapat dilihat dalam tiga kajian, yaitu kajian ontologis, kajian epistemologis, dan kajian aksiologis. Dari kajian ontologis, objek yang ada yang akan diteliti ialah yang dapat dijangkau teori melalui pengalaman manusia secara empiris. Dari kajian epistemologis, yaitu pengembangan ilmu dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif-fenomenologis untuk memperoleh pemahaman dan pengertian serta mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom).Kemudian, dari kajian aksiologis ialah pendidikan sains sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab dalam perkembangan intelektual dan pembentukan kepribadian. llmu pendidikan tidak bebas nilai atau memiliki etika.Paradigma Baru Belajar Sains. Paradigma sains, pada masa ini yang berkembang adalah paradigm pragmatism, konstruktivisme, dan posirivisme. Paradigm tersebut saling mempengaruhi perkembangan berlajar sains. Belajar sains saat ini tidak untuk memikirkan apa dan bagaimana saja tetapi bagaimana melalui sains digunakan untuk belajar. Belajar bagaimana mengerti dan membimbing belajar untuk menggunakan pengetahuan sains tersebut.Kedudukan dan Pemanfaatan Teknologi. Dampak perkembangan teknologi bersifat eksploitatif terhadap lingkungan. Berbagai kerusakan lingkungan hidupdewasa ini tidak terlepas dari pencapaian iptek yang kurang memperhatikan dampak lingkungan. perkembangannya ilmu khususnya teknologi sebagai aplikasi dari ilmu telah banyak mengalami perubahan yang sangata cepat, perubahan ini berdampak pada pandangan masyarakat tentang hakekat ilmu, perolehan ilmu, serta manfaatnya bagi masyarakat, sehingga ilmu cenderung dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dalam mendasari berbagai kebijakan kemasyarakatan, serta telah menjadi dasar penting yang mempengaruhi penentuan prilaku manusia. Pada sesi diskusi muncul beberapa pertanyaan tentang pengendalian kebebasan dalam melaksanakan penelitian sebagai wujud perkembangan ilmu kealaman. Kerena jika tidak ada pengendalian akan melanggar nilai-nilai yang berlaku pada suatu system social tertentu. Hasil dari diskusi, dapat dipahami bahwa pada saat ini sudah ada lembaga yang mengawasi etika penelitian. Selain itu sebagai system control nilai pada suatu lingkungan maka ilmuwan sendiri juga harus memahai etika dalam menalar, meneliti dalam mengembangkan ilmu kealaman. Sebagai penutup jurnal belajar hari ini, mari kita bersama sama sebagai manusia yang hidup pada zaman post modern, dimana pola penalaran dengan metode ilmiah yang kebenarannya sudah diakui dengan universal, manusia bisa mengembangkan apapun dengan akal pikir manusia tetapi di sisi lain, secara mendasar perkembangan ilmu kealaman akan menjadi pedang bermata dua, dia bisa menjadi berbalik menghancurkan peradaban manusia jika tidak bisa mengendalikannya. Maka kebijaksanaan (wisdom) dalam merayakan perkembangan ilmu kealaman tidak boleh lepas dari kajian filsafat aksiologi Ilmu kealaman, salah satunya untuk kesejahteraan manusia.

Muhammad ShobirinNIM. 140341808629

14