jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

31
LEMBAR PENGESAHAN ASMA, PPOK, DAN OVERLAP SYNDROME Disusun Oleh Ibnu Ludi Nugroho 0910015050 Pembimbing dr. Mauritz Silalahi, Sp. P

description

jurnal

Transcript of jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Page 1: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

LEMBAR PENGESAHAN

ASMA, PPOK, DAN OVERLAP SYNDROME

Disusun Oleh

Ibnu Ludi Nugroho

0910015050

Pembimbing

dr. Mauritz Silalahi, Sp. P

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium/SMF Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

2014

Page 2: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

DAFTAR ISIDAFTAR ISI.................................................................................................................1

Abstrak..........................................................................................................................2

Patofisiologi dari Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).......................2

Inflamasi Kronis Jalan Nafas.....................................................................................4

Obstruksi Jalan Nafas................................................................................................5

Hiperresponsifitas Jalan Nafas...................................................................................5

Overlap Antara Asma dan PPOK..............................................................................6

Respon Asma, PPOK, dan Overlap Syndrome Terhadap Pengobatan......................8

Pengobatan Asma dan PPOK dengan Glukokortikoid..............................................9

Pengobatan Bronkodilator Pada Asma dan PPOK..................................................10

Kesimpulan..................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

1

Page 3: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Abstrak

Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit kronis

dengan prevalensi yang tinggi pada populasi umum. Keduanya ditandai dengan

inflamasi kronis jalan nafas dan sumbatan jalan nafas. Dalam dua kondisi ini,

inflamasi kronis mempengaruhi saluran nafas secara keseluruhan, dari saluran nafas

pusat hingga ke perifer, dengan sel-sel inflamasi yang berbeda, produksi mediator

yang berbeda, sehingga berbeda pula respon terhadap terapi yang diberikan.

Sumbatan jalan nafas pada asma biasanya intermiten dan reversibel, tetapi sebaliknya

sumbatan bersifat progresif dan sebagian besar irreversibel pada PPOK. Namun, pada

kedua penyakit yang berbeda ini bisa terjadi overlap secara patologis dan fungsional,

khususnya di kalangan orang tua yang mungkin menderita kedua penyakit ini

sekaligus (overlap syndrome asma-PPOK). Definisi untuk asma dan PPOK yang

direkomendasikan oleh pedoman saat berguna namun terbatas, karena mereka tidak

menggambarkan spektrum secara penuh penyakit saluran napas obstruktif yang

ditemui dalam praktek klinis. Mendefinisikan asma dan PPOK sebagai entitas yang

terpisah sering mengabaikan kemungkinan overlap syndrome antara dua penyakit ini

dan sebagian besar didasarkan pada pendapat ahli, bukan pada bukti terbaik saat ini.

Adanya perbedaan fenotip atau komponen pada penyakit-penyakit obstruktif jalan

nafas menyebabkan hal ini perlu ditangani untuk memisahkan dan mengoptimalkan

perawatan untuk mencapai efek terbaik dengan efek samping paling sedikit bagi

pasien. Meskipun intervensi spesifik bervariasi tergantung apa penyakitnya, tujuan

pengobatan penyakit saluran napas obstruktif adalah sama dan terutama didorong

oleh kebutuhan untuk mengontrol gejala, mengoptimalkan status kesehatan, dan

mencegah eksaserbasi.

Patofisiologi dari Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Patofisiologi umum dari penyakit saluran napas obstruktif, termasuk asma dan

PPOK terdiri dari 3 komponen, yaitu inflamasi saluran napas, obstruksi jalan napas,

dan hiperresponsifitas dari jalan napas. Sementara inflamasi kronis merupakan

2

Page 4: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

komponen utama dari semua penyakit paru obstruktif, sumbatan jalan nafas adalah

hasil akhir dan dapat memiliki kedua komponen dinamis (bronkospastik) dan statis

(struktural) (Gambar 1).

Gambar 1. Komponen patofisiologi penyakit saluran napas obstruktif seperti asma, PPOK,

dan overlap syndrome asma-PPOK. Inflamasi saluran napas kronis adalah komponen utama

dari semua penyakit paru obstruktif, sedangkan obstruksi jalan napas dan hiperreaktivitas

saluran napas adalah ciri penting. hiperreaktivitas saluran napas dapat menyebabkan

bronkospasme (obstruksi jalan napas dinamis), sedangkan edema jalan nafas, sumbatan

mukus, dan remodeling saluran napas dapat menyebabkan obstruksi jalan napas statis atau

struktural.

3

Page 5: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Inflamasi Kronis Jalan NafasPeradangan kronis secara tradisional yang dianggap terlibat terutama

eosinofilik dan didorong oleh sel CD4 pada asma, sedangkan neutrofilik dan

didorong oleh sel CD8 pada PPOK.[1,2] Pola-pola peradangan yang terkait dengan

kondisi ini, bagaimanapun, adalah heterogen, dengan overlap yang signifikan. Kedua

asma noneosinofilik dan neutrofilik diduga resisten terhadap steroid.[3,4] Penderita

asma yang merokok atau menunjukkan penyakit berat dengan obstruksi tetap

memiliki peningkatan jumlah neutrofil dalam saluran udara mereka, mirip dengan

PPOK. Pada asma dan PPOK, merokok meningkatkan peradangan neutrofilik, yang

menyebabkan peningkatan resistensi steroid.[5,6] Di sisi lain, peradangan eosinofilik

telah diamati pada saluran udara dari beberapa pasien dengan PPOK dan ternyata

berhubungan dengan reversibilitas obstruksi aliran udara yang lebih besar ketika

diobati dengan kortikosteroid.[7]

Overlap pada bagian inflamasi kronis terutama adalah pada episode inflamasi

akut, yang sesuai dengan eksaserbasi asma dan PPOK. Eksaserbasi adalah episode

perburukan gejala keparahan, biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan dan

berhubungan dengan peningkatan beratnya inflamasi pada saluran napas bawah. Data

yang tersedia menunjukkan bahwa seringnya eksaserbasi berat dikaitkan dengan

peningkatan morbiditas dan mortalitas, status kesehatan yang buruk, dan penurunan

lebih cepat fungsi paru-paru pada asma dan PPOK, sehingga pencegahan dan

pengobatan optimal eksaserbasi merupakan prioritas global.[8,9]

Studi histopatologi pasien dengan asma dan PPOK telah menetapkan bahwa

penyakit saluran napas obstruktif ini melibatkan tidak hanya saluran udara besar

proksimal (> 2 mm), tetapi juga pada saluran udara kecil distal (< 2 mm). Meskipun

asma pada awalnya digambarkan sebagai penyakit inflamasi yang dominan

melibatkan saluran udara sentral, bukti patologis dan fisiologis menunjukkan bahwa

peradangan saluran napas dan renovasi terjadi pada saluran udara pusat, saluran udara

perifer dan bahkan parenkim paru. Jalan nafas yang perifer, termasuk jaringan paru-

paru, telah diakui sebagai situs utama dari obstruksi aliran udara pada penderita asma.[10] Demikian pula, radang saluran napas terjadi pada semua bagian dari saluran

4

Page 6: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

pernapasan pada pasien dengan PPOK. Terutama mempengaruhi saluran udara kecil

dan parenkim paru-paru, meskipun saluran udara besar tetap menjadi sumber utama

dari hipersekresi terkait dengan produksi sputum.[11]

Obstruksi Jalan NafasObstruksi jalan nafas terjadi dikarenakan bronkospasme, edema mukosa dan

inflamasi, hipersekresi mucus dan pembentukan sumbatan mukus, serta beberapa

perubahan struktural seperti hipertropi dan hiperplasia dari otot halus saluran nafas.

Beberapa komponen dari perubahan struktural saluran napas (secara kolektif disebut

sebagai remodeling saluran napas) bersifat ireversibel dan terkait dengan hilangnya

fungsi paru-paru yang progresif dimana tidak dicegah atau sepenuhnya reversibel

dengan terapi saat ini.[1,12]

Seperti disebutkan sebelumnya, patofisiologi asma dan PPOK melibatkan

kedua saluran udara sentral dan perifer, dengan saluran udara kecil menjadi tempat

utama keterbatasan aliran udara di kedua penyakit ini. Selanjutnya, remodeling

saluran napas terjadi di seluruh saluran pernapasan, remodeling saluran udara kecil

sebagian besar bertanggung jawab atas terjadinya penurunan fungsi paru-paru pada

PPOK dan asma lama.[12] Temuan ini merupakan signifikansi klinis yang penting dan

menyoroti kebutuhan untuk mempertimbangkan saluran nafas perifer sebagai target

dalam strategi terapi untuk pengobatan asma, PPOK, atau overlap syndrome.

Hiperresponsifitas Jalan NafasHiperresponsifitas jalan nafas adalah respon bronkokonstriktor berlebihan

untuk berbagai rangsangan, dan reversibilitas bronkodilator merupakan ciri khas dari

banyak penyakit inflamasi saluran napas. Secara umum, respon bronkokonstriktor

dan bronkodilator telah dipertimbangkan untuk mencerminkan persamaan kelainan

patofisiologi yang mendasari, dan telah diasumsikan bahwa 2 hal tersebut sangat

berkorelasi. Dengan demikian, uji provokasi sering diganti dengan tes reversibilitas,

terutama di obstruksi jalan napas yang berat, yang mana uji provokasi merupakan

kontraindikasi.[13] Asma dan PPOK mirip satu sama lain yang mana keduanya

mungkin menunjukkan keparahan hiperreaktivitas saluran napas dan karenanya

5

Page 7: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

reversibilitas bronkodilator.[14,15] Hiperreaktivitas saluran napas muncul pada hampir

semua pasien dengan asma, setidaknya ketika mereka mengalami gejala, dan hingga

dua pertiga pasien dengan PPOK.[14]

Overlap Antara Asma dan PPOK Asma secara tradisional digambarkan sebagai penyakit alergi yang

berkembang selama masa kanak-kanak dan ditandai oleh obstruksi jalan napas

reversibel. Sebaliknya, PPOK biasanya berhubungan dengan tembakau rokok,

berkembang di kemudian hari, dan ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang

reversibel tidak sempurna. Meskipun kedua penyakit mempunyai obstruksi jalan

napas sebagai ciri umum, keduanya berada di ujung yang berlawanan dari spektrum

penyakit saluran napas obstruktif yang terlihat dalam praktek klinis. Bagaimanapun,

pertimbangan patologis dan fungsional overlap antara asma dan PPOK terutama

terjadi pada kalangan orang tua, yang mungkin memiliki komponen kedua penyakit

(overlap syndrome). Inflamasi saluran napas merupakan komponen utama dari semua

fenotip penyakit saluran napas obstruktif yang berbeda (asma, PPOK, emfisema, dan

bronkitis kronis) yang ada dalam berbagai kombinasi (Gambar 2). Studi epidemiologi

melaporkan peningkatan frekuensi diagnosa overlap dengan bertambahnya umur,

dengan prevalensi diperkirakan <10% pada pasien berumur kurang dari 50 tahun dan

>50% pada pasien berusia 80 tahun atau lebih.[18] Kelompok pasien yang memiliki

ciri overlap syndrome asma-PPOK adalah perokok dengan asma dan bukan perokok

dengan asma lama yang berkembang menjadi PPOK.

6

Page 8: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Gambar 2. Diagram Venn klasik yang digunakan untuk menggambarkan overlap ciri

patologis dan klinis bronkitis kronis, emfisema, dan asma. Bagian yang terdiri dari penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK) adalah yang diarsir. Bronkitis kronis, emfisema, obstruksi

jalan napas adalah efek independen rokok dan dapat terjadi dalam berbagai kombinasi.

Pasien dengan bronkitis kronis, emfisema, atau keduanya tidak dianggap memiliki PPOK

kecuali terdapat obstruksi aliran udara. Pasien dengan asma yang memiliki obstruksi aliran

udara yang reversibel sempurna tidak memiliki PPOK, dimana perkembangan obstruksi

parsial aliran udara reversibel dari waktu ke waktu dianggap memiliki overlap syndrome

asma-PPOK (asma dengan ciri PPOK atau PPOK dengan ciri asma).21

Mengingat bahwa ciri overlap menjadi lebih umum dengan bertambahnya

usia dan riwayat merokok, kesan klinis yang berlaku adalah bahwa dengan usia

sering terjadi progresi dari obstruksi aliran udara reversibel dari pasien asma yang

muda dengan obstruksi lebih ireversibel pada pasien yang lebih tua dengan PPOK.[19]

Sementara PPOK cenderung pasti progresif, banyak pasien dengan riwayat asma

lama terjadi penurunan progresif lambat dari fungsi paru-paru, yang diukur dengan

7

Page 9: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

FEV1, sekunder terhadap remodeling saluran napas.[1,20] Bertambahnya usia, merokok,

hiperreaktivitas saluran napas, dan eksaserbasi pada asma dan PPOK merupakan

faktor risiko untuk remodeling saluran napas dan mempercepat hilangnya fungsi

paru-paru.[17,22]

Akhirnya, overlap syndrome asma dan PPOK didukung oleh "Dutch

hypothesis" yang menyatakan bahwa asma dan hiperreaktivitas saluran napas

mempengaruhi pasien untuk PPOK di kemudian hari, dan asma, PPOK, bronkitis

kronis, dan emfisema memiliki ekspresi atau komponen yang berbeda dari penyakit

saluran napas tunggal. Adanya komponen-komponen ini dipengaruhi oleh faktor host

dan lingkungan.[23]

Respon Asma, PPOK, dan Overlap Syndrome Terhadap PengobatanPenelitian secara komprehensif terhadap pengobatan untuk penyakit obstruksi

jalan nafas sebenarnya di luar batas dari artikel ini, namun ini penting untuk diketahui

karena respon terhadap pengobatan dapat membantu membedakan 2 penyakit ini.

Walaupun intervensinya bervariasi tergantung dari penyakitnya, tujuan pengobatan

asma dan PPOK adalah sama untuk mengontrol gejala, mengoptimalkan kesehatan

dan kualitas hidup, dan mencegah eksaserbasi (mengurangi frekuensi ataupun

keparahan).

Secara umum, terapi untuk PPOK memiliki efek yang jauh lebih terbatas

dibandingkan dengan asma. Sementara kortikosteroid inhalasi (ICSs) adalah landasan

dari manajemen farmakologis pasien dengan asma persisten, inhalasi bronkodilator

(β2-agonis dan antikolinergik) adalah andalan terapi untuk pasien dengan PPOK. Saat

ini belum ada obat yang dapat mengubah progresifitas obtruksi jalan nafas baik asma

atau PPOK. Tetapi bagaimanapun, berhenti merokok adalah komponen penting dari

keberhasilan pengelolaan penyakit saluran napas obstruktif.

Saat ini tidak ada data percobaan klinis acak untuk membantu memandu

intervensi terapi pada overlap syndrome asma - PPOK. Bahkan, pasien dengan

overlap asma dan PPOK sering diekslusi dari uji pengobatan, yang membatasi

kemampuan generalisasi dari uji coba pada populasi pasien terabaikan ini. Namun,

prinsip-prinsip pengobatan praktis adalah sama dengan yang untuk asma atau PPOK

8

Page 10: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

dan melibatkan terapi yang komprehensif diarahkan peradangan saluran napas,

Obstruksi jalan nafas, dan hiperresponsifitas jalan nafas.

Pengobatan Asma dan PPOK dengan GlukokortikoidGlukokortikoid adalah obat anti-inflamasi yang paling manjur yang tersedia

untuk pengobatan asma dan PPOK. Kortikosteroid inhalasi tetap menjadi andalan

terapi glukokortikoid untuk penyakit stabil karena efektivitas mereka yang terbukti

dan, dalam dosis yang dianjurkan, efek samping sistemiknya lebih sedikit. Onset

lambat mereka dibandingkan dengan steroid sistemik, namun steroid sistemik

merupakan pengobatan pilihan untuk eksaserbasi akut.

Glukokortikosteroid Sistemik Pada Pengobatan Asma Eksaserbasi Akut dan

PPOK

Tujuan terapi utama untuk asma atau PPOK eksaserbasi akut adalah

pembalikan cepat obstruksi aliran udara dan koreksi, jika diperlukan, juga untuk

hiperkapnia berat atau hipoksemia. Oleh karena itu pengobatan dini dan agresif pada

eksaserbasi akut sangat penting. Pengobatan farmakologis utama yang tersedia untuk

mengelola eksaserbasi akut termasuk inhalasi bronkodilator short-acting,

glukokortikoid sistemik, dan, dalam kasus PPOK, antibiotik. [1,2]

Ketika ditambahkan ke terapi bronkodilator yang dijelaskan di bawah ini,

glukokortikoid sistemik memperbaiki gejala dan fungsi paru-paru dan mengurangi

lamanya pasien tinggal di rumah sakit.[24,25] Pasien dengan lanjutan dyspnea dan

mengi meskipun dengan terapi bronkodilator yang intensif, kemungkinan besar tetap

memiliki obstruksi aliran udara yang terus-menerus dikarenakan edema saluran

napas, peradangan, dan plaque lender intraluminal. Perubahan patologis tersebut

biasanya berespon terhadap terapi glukokortikoid dan biasanya dia memperbaiki pada

kecepatan yang jauh lebih lambat dari penyempitan otot polos.

Meskipun infeksi pernapasan adalah pemicu yang paling umum dari asma dan

eksaserbasi PPOK, pengobatan antibiotik saat ini diindikasikan hanya untuk pasien

dengan PPOK sedang hingga berat. Pedoman praktek klinis saat ini tidak

menganjurkan antibiotik untuk eksaserbasi asma karena sebagian besar infeksi

9

Page 11: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

pernapasan yang memicu serangan asma adalah virus dan bukan bakteri. [26,28] Tetapi,

bagaimanapun penelitian terbaru menunjukkan peran yang lebih besar untuk

antibiotik daripada yang ditunjukkan dalam pedoman saat ini. Antibiotik tertentu,

makrolida pada khususnya, memiliki kedua efek antimikroba dan antiinflamasi yang

mungkin berguna dalam pengobatan beberapa pasien dengan asma atau PPOK. [29,31]

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas peran potensial makrolid dalam

sub kelompok tertentu dari pasien, baik yang stabil atau eksaserbasi akut.

Kortikosteroid dalam Pengobatan Asma dan PPOK Stabil

Saat ini sudah ada banyak bukti bahwa kortikosteroid inhalasi efektif

melawan inflamasi eosinofilik pada asma tetapi jauh lebih kurang efektif terhadap

peradangan terutama neutrofilik yang terlihat pada PPOK. [32] Selanjutnya, neutrofil

(noneosinofilik) asma dikaitkan dengan peningkatan resistensi steroid, sedangkan

inflamasi eosinofilik bersamaan pada PPOK dikaitkan dengan respon yang lebih

besar terhadap kortikosteroid. Sedangkan penggunaan kortikosteroid inhalasi

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk semua tahap asma persisten,

pengobatan kortikosteroid inhalasi pada PPOK direkomendasikan untuk pasien

dengan gejala dan FEV1 < 50 % prediksi dengan atau eksaserbasi sering meskipun

regimen yang optimal adalah dengan inhalasi long-acting bronkodilator. Namun,

terapi kortikosteroid inhalasi dapat dibenarkan sebelumnya (yaitu, pada saat yang

sama bahwa bronkodilator inhalasi long-acting dimulai) jika ada tanda-tanda

komponen asma untuk PPOK tersebut. [34] Monoterapi jangka panjang dengan

kortikosteroid inhalasi tidak dianjurkan pada PPOK karena bronkodilator inhalasi

memiliki manfaat yang lebih besar dengan efek samping yang lebih sedikit.

Pengobatan Bronkodilator Pada Asma dan PPOKAda 2 kelas utama bronkodilator inhalasi: β2 - agonis dan agen antikolinergik,

keduanya, baik short-acting dan formulasi long-acting tersedia. Kehadiran

reversibilitas akut dengan penggunaan bronkodilator tidak sepenuhnya membedakan

asma dari PPOK. Pasien dengan kondisi baik bisa mendapatkan keuntungan dari

10

Page 12: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

bronkodilator dan harus diberikan percobaan untuk menilai respon mereka. Selain itu,

bronkodilator telah secara konsisten menunjukkan bahwa ia mendorong perbaikan

gejala jangka panjang, kapasitas latihan, dan obstruksi aliran udara pada pasien

dengan PPOK, bahkan ketika tidak ada perbaikan spirometri setelah dosis tes tunggal. [35,36]

Respon bronkodilator pada asma dan PPOK berbeda baik secara kuantitatif maupun

dalam pola spirometri mereka. Sementara pasien asma biasanya menunjukkan

peningkatan FEV1 saja atau pada kedua FEV1 dan kapasitas vital paksa (FVC),

pasien dengan PPOK biasanya menampilkan peningkatan pada FVC atau pada kedua

FEV1 dan FVC (yaitu, kurang hiperinflasi). [37,38]

Bronkodilator dalam Pengobatan Akut Eksaserbasi Asma dan PPOK

Short-acting bronkodilator harus digunakan secara agresif selama eksaserbasi

akut, dan formulasi nebulasi direkomendasikan bagi mereka yang sangat sakit dan

tidak dapat menghasilkan aliran yang diperlukan untuk penggunaan yang efektif dari

modalitas lain. Inhalasi β2 - agonis short acting (misalnya albuterol) merupakan

andalan terapi untuk eksaserbasi akut asma atau PPOK karena aksi onset cepat

mereka. Pemberian bronkodilatasi yang lebih bertahap seperti antikolinergik short-

acting (misalnya, ipratropium) dibandingkan dengan agen β2 membuat monoterapi

mereka tidak pantas untuk eksaserbasi akut. Namun, penambahan ipratropium dalam

terapi albuterol mengarah pada perbaikan lebih cepat dan lengkap dalam

bronkokonstriksi dan menurunkan angka rawat inap pada pasien dengan eksaserbasi

PPOK atau pada serangan asma sedang hingga berat. [39,40]

Bronkodilator Dalam Pengobatan Asma dan PPOK Stabil

Semua pasien dengan gejala asma atau PPOK harus diresepkan bronkodilator

inhalasi short-acting untuk digunakan pada gejala akut. Penggunaan teratur

bronkodilator short-acting sebagai pengobatan pemeliharaan untuk asma atau PPOK

telah digantikan oleh bronkodilator long-acting karena lebih efektif dan nyaman.

Bronkodilator long-acting efektif bila digunakan sebagai monoterapi pada pasien

dengan PPOK, tetapi mereka harus selalu dikombinasikan dengan obat anti-inflamasi

11

Page 13: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

(misalnya, kortikosteroid inhalasi atau agen leukotrien yang telah dimodifikasi)

ketika merawat asma persisten dengan tingkat keparahan apapun. [1,15]

Sementara inhalasi β2 - agonis dianggap bronkodilator lini pertama dalam

pengobatan asma, antikolinergik inhalasi bila diberikan pada dosis efektif, dapat

menyebabkan bronkodilatasi signifikan yang sebanding dengan yang ditemukan

setelah pengobatan dengan β2-agonis. [41,44] Ada semakin banyak bukti bahwa long-

acting antikolinergik bisa sama efektifnya dengan long-acting β2-agonis dalam

mengendalikan gejala asma. [42,44] Penggunaan antikolinergik menambahkan sedikit

perbaikan untuk pengobatan dengan β2 - agonis pada asma stabil kronis, meskipun

pasien yang memiliki obstruksi jalan nafas lebih parah tampaknya memperoleh

keuntungan dari terapi kombinasi ini. Oleh karena itu, uji coba terapi kombinasi pada

pasien yang tidak terkontrol oleh satu bronkodilator masih dapat dibenarkan. [1,45]

antikolinergik inhalasi disarankan sebagai bronkodilator alternatif bagi pasien yang

tidak mentolerir β2-agonis, dan mereka dianggap sebagai obat pilihan untuk

mengobati asma yang disebabkan oleh β-blocker .

Di sisi lain, pada pasien dengan PPOK, antikolinergik memberikan hasil yang

sama atau mungkin perbaikan bronkodilatasi dibandingkan dengan β2-agonis. [46,48]

Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan satu bronkodilator

dibandingkan yang lain ketika merawat gejala PPOK. Terapi kombinasi (β2-agonis

dan antikolinergik) menghasilkan respon bronkodilator lebih besar dari salah satu saja

pada pasien dengan PPOK stabil. [49] Pilihan antara β2-agonis, antikolinergik, dan

terapi kombinasi tergantung pada ketersediaan obat-obatan dan pada setiap respon

individu dalam hal efek baik bantuan terhadap gejala dan efek samping. [2] Sifat

progresif penyakit, obstruksi jalan nafas yang lebih parah , dan efek yang lebih

terbatas dibandingkan dengan bronkodilator yang diberikan pada asma menjelaskan

mengapa kebanyakan pasien PPOK membutuhkan terapi bronkodilator kombinasi

selama perjalanan penyakit mereka. [50]

12

Page 14: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

KesimpulanAsma dan PPOK adalah penyakit saluran napas obstruktif umum yang

merupakan tantangan bagi dokter dalam hal diagnosis dan manajemen mereka,

dengan overlap yang signifikan dalam fitur klinis mereka, parameter fisiologis, dan

peradangan saluran napas (asma-PPOK overlap syndrome). Prevalensi overlap

syndrome meningkat dengan bertambahnya usia, membuat perbedaan antara asma

dan PPOK sulit dan sering tidak tepat pada populasi lanjut usia. Tabel 1 merangkum

beberapa fitur karakteristik dari 2 penyakit ini.

Tabel 1.  Persamaan Karakteristik dan Perbedaan Antara Asma, Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan Overlap Syndrome

  Asma PPOKOverlap

Syndrome

Patologi

Peradangan saluran

napas kronis, biasanya

eosinofilik dan

didorong oleh sel CD4.

Inflamasi neutrofil telah

diamati dalam saluran

udara penderita asma

dan beberapa

berhubungan dengan

peningkatan resistensi

steroid.

Peradangan saluran napas

kronis, biasanya neutrofilik

dan didorong oleh sel CD8.

Inflamasi eosinofilik telah

diamati dalam saluran udara

dari beberapa pasien dengan

PPOK dan berhubungan

dengan sensitivitas yang

lebih besar terhadap steroid.

Overlap secara

patologi dalam

profil inflamasi

dari kedua

asma dan

PPOK,

khususnya di

kalangan orang

tua.

Patofisiologi

Obstruksi jalan napas

reversibel, kerusakan

progresif dari waktu ke

waktu adalah jarang.

Obstruksi jalan napas

sebagian reversibel,

progresifitas kerusakan

seringkali khas.

Overlap

fungsional

antara asma

dan PPOK,

khususnya di

kalangan orang

tua.

Penanganan pada eksaserbasi akut

13

Page 15: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Kortikosteroid

Sistemik dan

Bronkodilator

Inhalasi

Memperbaiki gejala

dan fungsi paru-paru

dan mengurangi

lamanya tinggal di

rumah sakit.

Memperbaiki gejala dan

fungsi paru-paru dan

mengurangi lamanya tinggal

di rumah sakit.

Tidak tersedia

data

Penanganan saat stabil

Kortikosteroid

inhalasi

Terapi andalah untuk

asma persisten

Respon kurang efektif.

Kortikosteroid

direkomendasikan untuk

pasien dengan PPOK yang

lebih parah (FEV1 <50% dari

prediksi) yang gejalanya

tidak optimal dikontrol

dengan bronkodilator

inhalasi.

Tidak tersedia

data

Kortikosteroid terapi tunggal

tidak direkomendasikan

Bronkodilator

inhalasi

β2-agonis short acting

inhalasi adalah

pengobatan andalan

untuk asma intermiten

Pengobatan andalan pada

pasien dengan PPOK;

inhalasi antikolinergik

mungkin lebih efektif

dibandingkan β2-agonis

inhalasi sebagai terapi

tunggal pada PPOK.

Tidak ada data

tersedia

Terapi tunggal β2-

agonis long-acting

inhalasi tidak

dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma.

National Heart, Lung, and Blood Institute, National Asthma Education and

14

Page 16: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

Prevention Program. Bethesda, MD: U.S. Department of Health and Human

Services, of Health, National National Institutes Heart, Lung, and Blood Institute;

2007.

2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the

diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease

NHLBI/WHO Workshop Report. Updated 2011. Available from:

http://www.goldcopd.org. Accessed February 15, 2013.

3. Douwes J, Gibson P, Pekkanen J, Pearce N. Noneosinophilic asthma: importance

and possible

mechanisms. Thorax 2002;57:643– 8.

4. Cowan DC, Cowan JO, Palmay R, Williamson A, Taylor DR. Effects of steroid

therapy on inflammatory cell subtypes in asthma. Thorax 2010;65:384–90.

5. Chalmers GW, Macleod KJ, Little SA, Thomson LJ, McSharry CP, Thomson NC.

Influence of cigarette

smoking on inhaled corticosteroid treatment in mild asthma. Thorax 2002;57:226 –

30.

6. Chaudhuri R, Livingston E, McMahon AD, Thomson L, Borland W, Thomson NC.

Cigarette smoking impairs the therapeutic response to oral corticosteroids in

chronic asthma. Am J Respir Crit Care Med 2003;168:1308 –11.

7. Chanez P, Vignola AM, O'Shaugnessy T, et al. Corticosteroid reversibility in

COPD is related to features of asthma. Am J Respir Crit Care Med 1997;

155:1529–34.

8. O'Byrne PM, Pedersen S, Lamm CJ, Busse WW; START Investigators Group.

Severe exacerbations and decline in lung function in asthma. Am J Respir Crit

Care Med 2009;179:19 –24.

9. Sapey E, Stockley RA. COPD exacerbations. 2: aetiology. Thorax 2006;61:250–8.

10. Hamid Q, Tulic MK. New insights into the pathophysiology of the small airways

in asthma. Ann Thorac Med 2007;2:28 –33.

11. Hogg JC, Chu F, Utokaparch S, et al. The nature of small-airway obstruction in

chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med 2004;350:2645–53.

15

Page 17: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

12. Sköld CM. Remodeling in asthma and COPD–differences and similarities. Clin

Respir J. 2010;4(Suppl 1): 20–7.

13. Vestbo J, Hansen EF. Airway hyperresponsiveness and COPD mortality. Thorax

2001;56(Suppl 2): ii11–4.

14. Postma DS, Kerstjens HAM. Characteristics of airway hyperresponsiveness in

asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med

1998;158:S187–92.

15. Scichilone N, Battaglia S, La Sala A, Bellia V. Clinical implications of airway

hyper-responsiveness in COPD. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis 2006;1: 49–60.

16. Brutsche MH, Downs SH, Schindler C, et al. Bronchial hyperresponsiveness and

the development of asthma and COPD in asymptomatic individuals: SAPALDIA

Cohort Study. Thorax 2006;61:671–7.

17. Gibson PG, Simpson JL. The overlap syndrome of asthma and COPD: what are

its features and how important is it? BMJ 2009;64:728 –35.

18. Soriano JB, Davis KJ, Coleman B, Visick G, Mannino D, Pride NB. The

proportional Venn diagram of obstructive lung disease: two approximations from

the United States and the United Kingdom. Chest 2003;124:474–81.

19. Fabbri LM, Romagnoli M, Corbetta L, et al. Differences in airway inflammation

in patients with fixed airflow obstruction due to asthma or chronic obstructive

pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:418 –24.

20. Panettieri RA J., Covar R, Grant E, Hillyer EV, Bacharier L. Natural history of

asthma: persistence versus progression-does the beginning predict the end? J

Allergy Clin Immunol 2008;121:607–13.

21. American Thoracic Society. Standards for the diagnosis and care of patients with

chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med

1995;152:S77–121.

22. Rasmussen F, Taylor DR, Flannery EM, et al. Risk factors for airway remodeling

in asthma manifested by a low postbronchodilator FEV1/vital capacity ratio: a

longitudinal population study from childhood to adulthood. Am J Respir Crit Care

Med 2002;165: 1480–8.

16

Page 18: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

23. Orie NGM. The Dutch hypothesis. Chest 2000;117: 299.

24. Fanta CH, Rossing TH, McFadden ER Jr. Glucocorticoids in acute asthma. A

critical controlled trial. Am J Med 1983;74:845–51.

25. Niewoehner DE, Erbland ML, Deupree RH, et al. Effect of systemic

glucocorticoids on exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease.

Department of Veterans Affairs Cooperative Study Group. N Engl J Med

1999;340:1941–7.

26. Bach PB, Brown C, Gelfand SE, et al. Management of acute exacerbations of

chronic obstructive pulmonary disease: a summary and appraisal of published

evidence. Ann Intern Med 2001;134:600 –20.

27. Ram FS, Rodriguez-Roisin R, Granados-Navarrete A, Garcia-Aymerich J, Barnes

NC. Antibiotics for exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease.

Cochrane Database Syst Rev 2006;(2):CD004403.

28. Rothberg MB, Pekow PS, Lahti M, Brody O, Skiest DJ, Lindenauer PK.

Antibiotic therapy and treatment failure in patients hospitalized for acute

exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. JAMA 2010;303:2035–

42.

29. Koutsoubari I, Papaevangelou V, Konstantinou GN, et al. Effect of

clarithromycin on acute asthma exacerbations in children: an open randomized

study. Pediatr Allergy Immunol 2012;23:385–90.

30. Hahn DL, Grasmick M, Hetzel S, Yale S. Azithromycin for bronchial asthma in

adults: an effectiveness trial. J Am Board Fam Med 2012;25:442–59.

31. Albert RK, Connett J, Bailey WC, et al. Zithromycin for prevention of

exacerbations of COPD. N Engl J Med 2011;365:689 –98.

32. Keatings VM, Jatakanon A, Worsdell YM, Barnes PJ. Effects of inhaled and oral

glucocorticoids on inflammatory indices in asthma and COPD. Am J Respir Crit

Care Med 1997;155:542– 8.

33. Calverley PM, Anderson JA, Celli B, et al. Salmeterol and fluticasone propionate

and survival in chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med

2007;356:775– 89.

17

Page 19: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

34. Leigh R, Pizzichini MM, Morris MM, Maltais F, Hargreave FE, Pizzichini E.

Stable COPD: predicting benefit from high-dose inhaled corticosteroid treatment.

Eur Respir J 2006;27:964 –71.

35. Sin DD, McAlister FA, Man SF, Anthonisen NR. Contemporary management of

chronic obstructive pulmonary disease: scientific review. JAMA 2003; 290:2301–

12.

36. Man SF, McAlister FA, Anthonisen NR, Sin DD. Contemporary management of

chronic obstructive pulmonary disease: clinical applications. JAMA 2003;

290:2313–6.

37. Chhabra SK, Bhatnagar S. Comparison of bronchodilator responsiveness in

asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Indian J Chest Dis Allied Sci

2002;44:91–7.

38. Donohue JF. Therapeutic responses in asthma and COPD–bronchodilators. Chest

2004;126(2 Suppl): 125S–37S; discussion 159S–61S.

39. Shrestha M, O'Brien T, Haddox R, et al. Decreased duration of emergency

department treatment of chronic obstructive pulmonary disease exacerbations

with the addition of ipratropium bromide to _-agonist therapy. Ann Emerg Med

1991;20:1206 –9.

40. Rodrigo GJ, Castro-Rodriguez JA. Anticholinergics in the treatment of children

and adults with acute asthma: a systematic review with meta-analysis. Thorax

2005;60:740–6.

41. Chhabra SK, Pandey KK. Comparison of acute bronchodilator effects of inhaled

ipratropium bromide and salbutamol in bronchial asthma. J Asthma 2002;39:375–

81.

42. Peters SP, Kunselman SJ, Icitovic N, et al. Tiotropium bromide step-up therapy

for adults with uncontrolled asthma: a randomized trial. N Engl J Med

2010;363:1715–26.

43. Kerstjens HA, Disse B, Schröder-Babo W, et al. Tiotropium improves lung

function in patients with severe uncontrolled asthma: a randomized controlled

trial. J Allergy Clin Immunol 2011;128:308 –14.

18

Page 20: jurnal asma, PPOK, sindrom overlap

44. Bateman ED, Kornmann O, Schmidt P, Pivovarova A, Engel M, Fabbri LM.

Tiotropium is noninferior to salmeterol in maintaining improved lung function in

B16-Arg/Arg patients with asthma. J Allergy Clin Immunol 2011;128:315–22.

45. Westby M, Benson M, Gibson P. Anticholinergic agents for chronic asthma in

adults. Cochrane Database Syst Rev 2004;(3):CD003269.

46. Braun SR, Levy SF. Comparison of ipratropium bromide and albuterol in chronic

obstructive pulmonary disease: a three-center study. Am J Med 1991;91: 28S–

32S.

47. Niewoehner DE, Rice K, Cote C, et al. Prevention of exacerbations of chronic

obstructive pulmonary disease with tiotropium, a once-daily inhaled

anticholinergic bronchodilator: a randomized trial. Ann Intern Med

2005;143:317–26.

48. Donohue JF, van Noord JA, Bateman ED, et al. A 6-month, placebo-controlled

study comparing lung function and health status changes in COPD patients

treated with tiotropium or salmeterol. Chest 2002; 122:47–55.

49. In chronic obstructive pulmonary disease, a combination of ipratropium and

albuterol is more effective tha either agent alone. An 85-day multicenter trial.

COMBIVENT Inhalation Aerosol Study Group. Chest 1994;105:1411–9.

50. Nichols J. Combination inhaled bronchodilator therapy in the management of

chronic obstructive pulmonary J Am Board Fam Med. 2013;26(4):470-477. ©

2013 American Board of Family Medicine

19