Jurnal Anti Platelet Antikoagulan.docx

15
BAGIAN ILMU BEDAH JOURNAL FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN ANTI PLATELET / ANTIKOAGULAN DAN HEMATOMA SUBDURAL KRONIK PADA ORANG TUA DISUSUN OLEH : Fatimah Yunikartika Akbar C 11109 252 PEMBIMBING : dr. Ahmad SUPERVISOR : dr. Willy Adhimarta, Sp.BS DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

Transcript of Jurnal Anti Platelet Antikoagulan.docx

BAGIAN ILMU BEDAHJOURNAL FAKULTAS KEDOKTERANNOVEMBER 2013UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANTI PLATELET / ANTIKOAGULAN DANHEMATOMA SUBDURAL KRONIK PADA ORANG TUA

DISUSUN OLEH :Fatimah Yunikartika AkbarC 11109 252

PEMBIMBING :dr. Ahmad

SUPERVISOR :dr. Willy Adhimarta, Sp.BS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA DEPARTEMEN ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2013LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :Nama : Fatimah Yunikartika AkbarNIM: C 111 09 252Fakultas: KedokteranUniversitas: HasanuddinJudul: ANTI PLATELET / ANTIKOAGULAN DAN HEMATOMA SUBDURAL KRONIK PADA ORANG TUA

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2013

SupervisorPembimbing

dr. Willy Adhimarta, Sp.BS dr. Ahmad

Agen Anti Platelet/ Antikoagulan dan Hematoma Subdural Kronik pada Orang TuaPasquale De Bonis, Gianluca Trevisi1, Chiara de Waure, Antonella Sferrazza, Massimo Volpe, Angelo Pompucci, Carmelo Anile, Annunziato Mangiola

AbstrakLatar belakang dan Tujuan: Pada dekade terakhir, terdapat peningkatan penggunaan agen anti-platelet/anti-koagulan pada orang tua. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara paparan terapi anti-koagulan atau anti-platelet terhadap hematoma subdural kronik- HSDK.Metode: Penggunaan metode case-control yang melibatkan 138786 pasien dengan umur lebih dari 60 tahun yang datang ke Unit Gawat Darurat Rumah sakit kami dari 1 Januari 2001 hingga 31 Desember 2010. Sebanyak 345 pasien dengan HSDK (kasus) diidentifikasi dengan kode ICD-9 432.1 dan 852.2x. Kasus dan kontrol berpasangan dengan perbandingan 1:3 untuk jenis kelamin, umur (65 tahun), tahun masuk dan trauma yang dialami.Model logistik bersyarat dibuat. Analisis stratified dilakukan pada adanya trauma (842 pasien) atau yang tidak mempunyai trauma (536 pasien).Hasil: Terdapat 345 kasus dan 1035 kontrol. Keduanya agen antikoagulan dan antiplatelet berhubungan dengan peningkatan resiko HSDK dengan OR 2,46 (Cl 95% 1,66-3,64) dan 1,42 (Cl 95% 1,07-1,89), secara berurutan OR sebesar 2,7 (Cl 95% 1,75-4,15), 1,9 (Cl 95% 1,13-3,2), dan 1,37 (Cl 95% 0,99-1,9) untuk pasien yang menerima anti-koagulan oral, antagonis ADP atau Cox-inhibitor, secara berturut-turut. Riwayat trauma sebelumnya merupakan efek modifikasi dari hubungan antara anti-koagulan dan HSDK dengan OR 1,71 (Cl 95% 0,99-2,96) untuk pasien dengan riwayat trauma dan 4,30 (CL 95% 2,23-8,32) untuk pasien tanpa riwayat trauma.Kesimpulan: Terapi anti-koagulan dan anti-platelet memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningkatan resiko HSDK. Pada pasien yang menerima terapi anti-koagulan terlihat lebih tinggi resikonya terkena HSDK pada pasien tanpa riwayat trauma sebelumnya.

PendahuluanHematoma subdural kronik (HSDK) merupakan penyakit yang dominan pada orang tua (rata-rata onset terjadi pada umur 63 tahun).Penyakit tersebut biasanya didahului oleh trauma minor dan gejala muncul secara bertahap dari satu sampai enam minggu. Bahkan didapatkan riwayat trauma pada lebih dari setengah kasus. Faktor resiko lainnya antara lain minum alkohol, kejang, shunt CSS, dan koagulopati termasuk pengobatan anti-koagulan. Pada dekade terakhir, terdapat peningkatan penggunaan agen anti-platelet/anti-koagulan, terutama pada orang tua.Hal tersebut juga dipicu oleh banyaknya studi yang menunjukkan keuntungan klinis dan ekonomis bahwa aspirin dapat mencegah penyakit kardiovaskuler primer maupun sekunder, sebagaimana pencegahan kanker.Perdarahan merupakan resiko dari penggunaan anti-platelet dan anti-koagulan, dan keduanya merupakan faktor resiko terjadinya HSDK.Beberapa penulis melaporkan mengenai peningkatan HSDK bilateral pada pasien yang menggunakan anti-platelet atau anti-koagulan.Selain itu, berdasarkan studi terbaru, kedua pengobatan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien HSDK setelah operasi.Namun, masih terdapat kekurangan pada studi epidemiologi yang menganalisa mengenai hubungan antara terapi anti-koagulan/anti-platelet dengan terjadinya HSDK.Oleh karena itu, tujuan dari studi case control ini adalah untuk menganalisa hubungan antara pengobatan anti-koagulan/anti-platelet terhadap terjadinya HSDK dibandingan dengan pasien yang tidak menerima pengobatan anti-koagulan/anti-platelet.

Metode dan BahanPersetujuan EtikKomite Etik Universitas Katolik menyetujui studi ini.Consent tertulis diberikan oleh pasien mengenai informasi mereka yang disimpan di database rumah sakit dan digunakan untuk penelitian.Studi ini mengikuti prinsip pada Deklarasi Helsinki.Guideline STROBE digunakan untuk persiapan manuskrip ini.

Studi PopulasiStudi case control yang dilakukan untuk mengivestigasi hubungan antara terapi anti-koagulan/anti-platelet terhadap pasien HSDK dengan umur lebih dari 60 tahun. Kami melayani populasi berjumlah 2 juta orang.Kasus diidentifikasi menggunakan review International Classification of Diseases-9 (ICD-9) kode 432.1 dan 852.2x dengan database elektronik pasien dari 1 Januari 2001 hingga 31 Desember 2010 di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Universitas Katolik. Total pasien adalah 402 pasien yang berumur lebih dari 60 tahun dengan perdarahan subdural kronik dan akut. Kemudian dilakukan review pada rekam medik dan gambaran radiologi dan hanya pasien dengan hematoma subdural kronik yang diambil. Tiga ratus empat puluh lima pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan HSDK telah diidentifikasi. Kontrol dipilih dari 138786 pasien dengan umur lebih dari 60 tahun yang datang ke Unit Gawat Darurat pada tahun yang sama dengan perbandingan 3:1. Kasus dan kontrol dilihat jenis kelamin, umur (65 tahun), tahun masuk dan riwayat trauma sebelumnya (hingga dua bulan sebelum masuk rumah sakit.

Tabel 1. Karakteristik studi populasi yang diklasifikasi berdasarkan statusAnalisis StatistikAnalisis statistik deskriptif dilakukan dengan rata-rata frekuensi dan standar deviasi (SD) untuk variabel kualitatif dan kuantitatif.Model logistik multivariable dibuat untuk mengevaluasi hubungan antara paparan anti-koagulan, anti-platelet, dan anti-koagulan/anti-platelet terhadap HSDK; analisis ditambahkan umur, jenis kelamin, dan riwayat trauma.Hasilnya dilaporkan sebagai Odds Ratio (OR) dan 95% Confidence Intervals (95% CI). Untuk menginvestigasi potensi efek modifikasi, maka dikaitkan hubungan antara model dengan trauma dan terapi anti-koagulan/anti-platelet.Analisis dibuat menggunakan STATA 9.0.

Hasil Seluruh sampel sebanyak 345 kasus dan 1035 kontrol. Rata-rata umur sampel adalah 77 tahun (SD: 83) dan kebanyakan (963; 69,8%) adalah laki-laki. Diantara 1380 pasien total, 370 ( 23%) mendapatkan terapi anti-platelet dimana 118 (8,6%) mendapatkan anti-koagulan. Diantara 317 pasien yang mendapatkan terapi anti-platelet, 225 (71%) mendapatkan COX inhibitor, 69 (21,8%) antagonis ADP dan 18 (5,7%) mendapatkan terapi dual anti-platelet; sementara 5 (1,6%) informasinya tidak didapat. Diantara 118 pasien yang mendapatkan anti-koagulan, 95 (80,5%) mendapatkan terapi anti-koagulan oral, 22 (18,6%) mendapatkan heparin dan 1 (0,8%) tidak diketahui terapinya. Karakteristik studi populasi yang telah diklasifikasikan berdasarkan status dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Hasil dari model regresiSetelah membagi variabel menjadi terapi anti-platelet dan terapi anti-koagulan, hubungan antara anti-koagulan atau anti-platelet terhadap peningkatan resiko HSDK dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Sepuluh pasien yang mendapatkan terapi anti-koagulan dan anti-terapi: resiko terkena HSDK lebih tinggi (Tabel 3).Pasien yang dieksklusi karena tidak diketahui mendapatkan terapi anti-koagulan/ anti-platelet (n= 5 kontrol), kami mengobservasi bahwa resiko untuk HSDK meningkat secara signifikan pada pasien yang menerima anti-koagulan oral (OR 2,70; 95% CI 1,75-4,15) atau antagonis ADP (OR 1,90; 95% CI 1,13-3,20) (Tabel 4). Pasien yang menerima Cox inhibito mengalami peningkatan tetapi tidak signifikan- resiko terjadinya HSDK (OR 1,37; 95% 0,99-1,90). Resiko HSDK meningkat tetapi tidak signifikan pada pasien yang menerima terapi dual anti-platelet dibandingkan dengan pasien yang menerima satu obat (OR 1,40; 95% CI 0,49-3,98). Terakhir, riwayat trauma memiliki efek potensi terhadap hubungan terapi anti-koagulan terhadap hematoma subdural; hasil karena trauma dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 3. Hasil dari model regresi

Tabel 4. Hasil dari model regresi- efek obat

Tabel 5. Hasil dari model regresi kondisional yang diklasifikasi berdasarkan ada tidaknya riwayat trauma

DiskusiTerapi anti-platelet dan anti-koagulan merupakan beberapa faktor resiko untuk terjadinya HSDK.Namun, pernyataan ini berdasarkan rangkaian-kasus.Pada studi case-control ini, kami menginvestigasi hubungan antara terapi anti-koagulan dan anti-platelet terhadap HSDK.Diantara 345 kasus, 92 pasien (26,7%) mendapatkan terapi anti-platelet dan 49 pasien (14,2%) mendapatkan terapi anti-koagulan. Pada populasi kontrol, persentase pasien yang mendapatkan terapi anti-platelet dan anti-koagulan adalah 21,8% dan 6,7%. Pada kedua populasi, Cox inhibitor dan antagonis Vitamin K (Terapi anti-koagulan oral) merupakan obat-obatan yang paling sering digunakan.Pada review terbaru dan meta-analisis efek samping dari aspirin-dosis rendah dan clopidogrel pada randomized controlled trials, Mc Quaid dan Laine mendapatkan bukti bahwa aspirin dosis rendah berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan intracranial (tanpa spesifikasi perdarah intracranial tipe apa) dan perdarahan utama dalam kepala. Penulis juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antara aspirin 75-162,5 mg/hari dan 162,5-325 mg/hari. Sebuah studi case-control menunjukkan bahwa insidens anti-koagulan berhubungan dengan perdarahan intracerebral di US meningkat 5 kali lipat selama tahun 90 dan kebanyakan perubahan itu dijelaskan dengan penggunaan warfarin.Hasil kami mengkonfirmasi bahwa terapi anti-koagulan dan anti-terapi memiliki hubungan signifikan yang berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya HSDK dengan Odds Ratio 2,5 (95% CI 1,68-3,71) dan 1,42 (95% CI 1,07-1,88). Obat-obatan yang secara signifikan berhubungan dengan peningkatan tersebut adalah antagonis Vitamin K diantara anti-koagulan, OR (95% CI) 2,76 (1,78-4,27) dan antagonis ADP diantara anti-platelet OR (95% CI) 1,92 (1,14-3,24). Terapi dual anti-platelet menunjukkan sedikit peningkatan terjadinya HSDK tetapi tidak signifikan, OR (95% CIL) 1,14 (0,40-3,23). Data ini dapat dijelaskan karena sedikitnya jumlah pasien yang mendapatkan terapi dual anti-platelet.Pasien dengan riwayat trauma (biasanya trauma ringan yang terjadi antara 2 minggu dan 2 bulan sebelum onset gejala) yang dirujuk sebanyak 211 dari 345 pasien (61,16%) dengan HSDK. Diantara pasien tersebut, 59 (28%) mendapatkan terapi anti-platelet dan 27 (12,8%) mendapatkan terapi anti-koagulan. Sisanya sebanyak 134 pasien HSDK tanpa riwayat trauma, 68 (50,75%) mendapatkan terapi anti-platelet dan 24 (17,9%) mendapatkan terapi anti-koagulan. Mengklasifikasikan analisis berdasarkan trauma, kedua terapi menunjukkan hubungan dengan HSDK pada kedua kategori: trauma dan non-trauma (Tabel 4). Akan tetapi, riwayat trauma sebelumnya memiliki berpotensi dalam hubungan terapi anti-koagulan dan hematoma subdural.Menariknya, hubungan tersebut lebih kuat pada pasien tanpa riwayat trauma sebelumnya.Sebenarnya studi kami memiliki keterbatasan jumlah. Populasi kontrol diambil pada pasien dengan keadaan patologis lain yang mengunjungi rumah sakit kami, dengan mengumpamakan bahwa penggunaan obat yang dianalisa dapat mewakili populasi secara umum dengan umur yang sama. Meskipun demikian, adanya keterbatasan pada studi observasional mungki terjadi, studi tersebut seharusnya mengobservasi beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya hematoma subdural kronik.Faktor resiko mayor untuk perdarahan pada hematoma subdural kronik, yang merupakan hasil klinis studi, adalah umur dan trauma. Faktor resiko lain adalah alkohol, epilepsi, koagulopati, shunt CSS. Semua faktor resiko lain kurang ditemukan pada kasus kami.Dikarenakan keakuratan adanya riwayat trauma tergantung pada kolaborasi pasien dan kognitif dari pasien/ keluarganya, mengakibatkan riwayat tersebut mungkin sering diremehkan.Kemungkinan lain adalah penggunaan obat yang mungkin telah hilang pada rekam medis pasien yang dirujuk ke A&E untuk alasan lain. Namun, rekam medic di Unit Gawat Darurat mencakup terapi pasien dirumah: data mengenai obat yang diminum, sebagaimana riwayat kesehatan pasien dan keluarga, yang dikumpulkan oleh dokter di Unit Gawat Darurat dengan menggunakan form yang standard. Karena alasan ini walaupun ada kesalahan klasifikasi, hal tersebut tidak begitu berarti.Kami tidak melihat seberapa lama pengobatan medis pasien.Selain itu, kami tidak membandingkan dosis obat ataupun nilai INR pada kasus pengobatan dengan anti-koagulan.Namun, dosis obat aspirin (dengan rekomendasi terapetik 75-325 mg/hari) telah ditunjukkan tidak memberikan pengaruh pada komplikasi.Selain itu, nilai INR pada saat kejadian tidak dapat mencerminkan nilai INR pada minggu sebelum masuknya pasien (ketika kejadian trauma terjadi).Studi case-control ini dilakukan untuk menkonfirmasi terapi anti-koagulan dan anti-platelet yang memiliki hubungan signifikan terhadap peningkatan resiko HSDK.Hubungan ini terlihat lebih kuat pada pasien tanpa adanya riwayat trauma sebelumnya. Dikarenakan adanya peningkatan resiko HSDK pada pasien yang menerima pengobatan anti-platelet dan anti-koagulan, termasuk resiko re-operasi dan rendahnya kualitas hidup pasien setelah pembedahan, indikasi untuk terapi ini sebaiknya difollow-up ketat dalam hal untuk mencegah bahaya yang terjadi.3