jurnal
-
Upload
boh-cucu-karaeng -
Category
Documents
-
view
125 -
download
0
Transcript of jurnal
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS KECACINGAN, STATUS SENG DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN PRESTASI
BELAJAR MURID SEKOLAH DASAR RAPPOKALLING 1 DI WILAYAH PEMUKIMMAN KUMUH KOTA MAKASSAR
Saifuddin Sirajuddin*
Ulfah Najamuddin*
* Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan zat gizi, status kecacingan, status seng, dan status gizi dengan prestasi belajar murid sekolah dasar yang dilakukan pada siswa SD umur 8 – 12 tahun yang berada di permukiman kumuh Kota Makassar, menggunakan desain cross sectional study. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1979) sebanyak 76 sampel yang berasal dari SD Rappokalling 1. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematik secara proporsional. Analisis data univariet dan bivariate dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Uji analisis chi square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan gizi (energi, protein, iron, asam folat dan seng), status kecacingan (cacing cambuk atau cacing gelang), status seng, status gizi antropometri (TB/U dan IMT/U) dengan prestasi belajar (P > 0,05). Tingkat Intensitas infeksi kecacingan masih dalam batas ringan.
Kata Kunci: asupan zat gizi, status gizi, status kecacingan, status seng, prestasi belajar
This research aims to analyze the relationship of the intake of nutrients, intestinal worms status, and status of zinc nutritional status with learning achievement of elementary school pupils conducted on elementary school students 8 - 12 yearsold residing in slums Makassar city, using the design of cross sectional study. Of the sample is determined by using the Lameshow formula (1979) by as much as 76 samples originating from the Elemetary School Rappokalling 1. Sampling was done randomly systematic proportionately. Univariet data analysis and using bivariate test chi square with the degree of significance of α = 0.05. Chi square test results obtained analysis that there is no significant relationship between the intake of nutrients (energy, protein, iron, folic acid and zinc), intestinal worms status (whip worm or roundworms), the status of zinc nutritional status, Anthropometry and learning achievements (P > 0.05). The level of intensity of the infection of worm still in the light.
Keyword: intake nutrition, nutritional status, intestinal waorm status, Zinc status, learning achievement
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas SDM.
Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun psikologis
sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak (Wulandari, 2010).
Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak meliputi
perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal
sosial dan adaptif. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan zat-
zat gizi yang adekuat melalui pemberian makanan yang sesuai dengan tingkat
kemampuan konsumsi anak, tepat jumlah (kuantitas) dan tepat mutu (kualitas), oleh
karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi, akan menimbulkan gangguan
kesehatan, status gizi maupun tumbuh kembang. Hal lain yang tak kalah pentingnya
untuk diperhatikan adalah penyakit infeksi yang dapat mengancam kesehatan anak
yang dapat berdampak pada kecerdasannya.
Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal
sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak
jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
penderita dan keluarganya (Depkes ,2010). Infeksi cacing atau penyakit cacingan
selalu menjadi penyakit yang mengancam kesehatan anak. Mengacu pada
beberapa data yang cukup mengkhawatirkan menyebutkan, sekitar 60-90 persen
penduduk Indonesia masih menderita cacingan. Menurut data dari survei yang
pernah dilakukan di Jakarta, terutama pada murid sekolah dasar menyebutkan,
sekitar 80 persen siswa SD di Jakarta Utara, 74,70 persen siswa di SD Jakarta
Barat, dan 68,42 siswa SD di Jakarta Selatan menderita penyakit cacingan .
Berdasarkan hasil survey yang lain, saat ini anak Indonesia yang menderita penyakit
kecacingan berada pada kisaran 30% ( Depkes,2010 ).
Metode
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi potong lintang (Cross
Sectional Study). Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen dalam waktu yang bersamaan.
Adapun variabel independennya adalah asupan zat gizi, status kecacingan, status
seng, status gizi (antropometri), sedangkan variabel dependennya adalah prestasi
belajar murid sekolah dasar.
Penelitian akan dilakukan pada sekolah dasar yang berada di wilayah
pemukiman kumuh Kecamatan Tallo, yaitu SD Rappokalling 1. Penelitian ini
dilaksanakan selama empat bulan, yaitu bulan Juli sampai Oktober 2012.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh murid sekolah dasar di pemukiman
kumuh Kecamatan Tallo Kota Makassar. Murid SD kelas 3, 4 dan 5 SD Rappokalling
1 Kota Makassar. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
“Proporsional Sistematic Random Sampling” dan sampel ditentukan dengan
menggunakan rumus Lamesshow (1997) sehingga didapatkan sebanyak 76 orang.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan observasi
menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden. Pengukuran
status kecacingan dilakukan dengan mengambil feses dari murid, selanjutnya
diperiksa di laboratorium Parasitologi; pengukuran asupen dilakukan dengan cara
recall 24 jam selama 3 hari berturut-turut menggunakan kuesioner recall 24 jam.
Pengukuran status seng dilakukan dengan cara Kecap Sminth menggunakan larutan
ZnSO4 0,1% sebanyak 5 ml. Pengukuran status gizi dilakukan dengan mengukur
berat badan menggunakan timbangan digital dan tinggi badan sampel diukur dengan
menggunakan microtoise; Penilaian prestasi belajar diketahui dengan melihat nilai
raport terakhir dari anak.
Pengolahan data akan dilakukan menggunakan komputer dengan bantuan paket
program SPSS dengan tahapan Editing, Coding, Entry, dan Cleaning. Data yang
telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang
disertai dengan penjelasan atau narasi.
Data akan dianalisis secara univariat yang dilakukan untuk mendapatkan
gambar umum dari variable yang diteliti, baik variable bebas maupun terikat serta
karakteristik subyek penelitian dan secara bivariat yang dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel independen berhubungan dengan variabel dependen.
Hasil
Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel asupan zat gizi pada umumnya termasuk
kurang kecuali pada asupan protein yaitu terdapat 56 orang (73,7%) yang memiliki
asupan yang cukup. Asupan zat gizi mikro seperti iron, asam folat, dan seng
termasuk kurang yaitu >90%. Variabel status kecacingan (cacing cambuk atau
cacing gelang) terlihat bahwa terdapat 32 orang (42,1%) yang positif kecacingan
yaitu cacing cambuk atau cacing gelang. Kemudian status seng dengan
menggunakan metode kecap smith untuk mengetahui defisiensi seng atau normal,
terlihat bahwa pada umumnya responden mengalami defisiensi seng sebanyak 67
orang (88,2%). Variabel status gizi terbagi 2 yaitu status gizi berdasarkan indicator
TB/U untuk mengetahui stunting (pendek) atau normal, terlihat bahwa responden
yang mengalami stunting/pendek hampir sama banyak dengan yang normal, namun
responden yang pendek lebih banyak yaitu 39 orang (51,3%) sedangkan yang
normal yaitu 37 orang (48,7%). Sedangkan status gizi berdasarkan indicator IMT/U
yaitu terdapat 17 orang (22,45) yang termasuk kurus, dan status gizi normal yaitu 53
orang (69,7%).
Tabel 2 menunjukkan prestasi belajar berdasarkan nilai 3 mata pelajaran yaitu
Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Nilai tersebut diperoleh dari hasil Mid
Semester yang diselenggarakan oleh pihak sekolah, dan nilai tes soal yang
diberikan oleh peneliti kepada responden. Jadi nilai tersebut merupakan gabungan
antara nilai Mid Semester dan Tes Soal dengan persentasi masing-masing 60% dan
40%. Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar responden termasuk kurang
sebanyak 43 orang (56,6%) dan kategori cukup sebanyak 33 orang (43,4%).
Tabel 3 menunjukkan responden yang mempunyai asupan energi dengan
kategori kurang yang memiliki prestasi belajar kurang 20 orang (50,0%) dan cukup
20 orang (50,0%), dan asupan energi yang cukup terdapat 23 orang (63,9%) yang
prestasi belajarnya termasuk kurang. Setelah dilakukan Uji Chi Square asupan
energi dan prestasi belajar dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05), diperoleh
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan prestasi
belajar dengan nilai P = 0,223 (P > 0,05). Asupan zat gizi berikutnya adalah protein,
responden dengan asupan proteinnya kurang yang memiliki prestasi belajar kurang
sebanyak 10 orang (50,0%) dan cukup juga 10 orang (50,05), sedangkan responden
dengan kategori asupan protein cukup yang memiliki prestasi belajar kurang
sebanyak 33 orang (58,9%). Hasil uji chi Square menunjukkan tidak ada hubungan
antara asupan protein dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,489 ( P > 0,05).
Asupan iron dengan kategori asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang
yaitu 41 orang (59,4%) dan cukup sebanyak 28 orang (40,6%), sedangkan
responden yang memiliki kategori asupan iron yang cukup terdapat 5 orang (71,4%)
yang memiliki prestasi belajar cukup. Adapun asupan asam folat dengan kategori
asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 42 orang (58,3%)
dan asupan folat cukup yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 3 orang (75,0%).
Asupan seng dengan kategori asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang
yaitu 40 orang (56,3%), dan asupan seng dengan kategori asupan cukup yang
memiliki prestasi belajar cukup yaitu 2 orang (40,0%). Namun hasil uji chi Square
tidak menunjukkan adanya hubungan antara asupan iron, asam folat dan seng
dengan prestasi belajar dengan nilai P masing-masing yaitu 0,229, 0,311, dan 0,873
(P > 0,05).
Tabel 4 menunjukkan responden dengan status kecacingan positif (cacing
gelang atau cacing cambuk) yang memiliki prestasi belajar kurang yaitu sebanyak 15
orang (46,9%), dan prestasi belajar kategori cukup yaitu 17 orang orang (53,1%).
Sedangkan responden yang status kecacingannya negatif yang memiliki prestasi
belajar kurang sebanyak 28 orang (63,6%). Infeksi kecacingan yang diderita oleh
responden termasuk kategori ringan, baik pada infeksi telur cacing gelang (1035
EGP) maupun telur cacing cambuk (198 EGP). Hasil uji chi square diperoleh nilai P
= 0,146 (P > 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status
kecacingan dengan prestasi belajar siswa.
Tabel 5 menunjukkan responden dengan kategori defisiensi seng yang memiliki
prestasi belajar kurang yaitu 39 orang (58,2%) dan prestasi belajar cukup sebanyak
28 orang (41,8%). Adapun responden dengan kategori normal yang memiliki
prestasi belajar cukup sebanyak 5 orang (55,6%). Hasil uji chi Square menunjukkan
tiada hubungan antara status seng dengan prestasi belajar siswa dengan nilai P =
434, (P > 0,05).
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden dengan status gizi TB/U kategori
Pendek memiliki prestasi belajar yang kurang sebanyak 24 orang (61,5%), dan
cukup sebanyak 15 orang (38,5%). Adapun responden yang kategori TB/U nya
normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 19 orang (51,4%) dan yang
cukup sebanyak 18 orang (48,6%). Hasil uji chi square hubungan antara status gizi
TB/U dengan prestasi belajar responden menunjukkan tidak terdapatnya hubungan
yang bermakna dengan nilai P = 0,370, (P > 0,05). Responden dengan status gizi
berdasarkan IMT/U kategori kurus yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 11
orang (64,7%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi belajar kurang
sebanyak 33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 20 orang (37,7%).
Uji chi square yang dilakukan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,067 (P > 0,05).
Pembahasan
1. Asupan Zat Gizi dan Prestasi Belajar
Hasil penelitian asupan zat gizi (energy, protein, iron, asam folat dan Seng)
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar
(Tabel 5). asupan energy dengan kategori kurang yang memiliki prestasi belajar
kurang 20 orang (50,0%), dan asupan energy yang cukup terdapat 23 orang
(63,9%) yang prestasi belajarnya termasuk kurang. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Yeni Marlina (2009) pada anak sekolah dasar yaitu terdapat hubungan
bermakna antara asupan energi dengan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar
Negeri 2 Raja Basa. Adapun pendapat Pamularsih (2009), yang manyatakan
bahwa makanan sangat diperlukan oleh tubuh terutama untuk anak sekolah
yang merupakan tahap pertumbuhan, perkembangan fisik dan kecerdasan.
Asupan Energi dan Protein atau konsumsi pangan juga mempengaruhi prestasi
belajar. Makanan didalam tubuh berfungsi untuk memelihara jaringan,
pertumbuhan, serta sebagai penghasil tenaga (energi).
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel asupan zat gizi pada umumnya
termasuk kurang kecuali pada asupan protein yaitu terdapat 56 orang (73,7%)
yang memiliki asupan yang cukup. Asupan zat gizi mikro seperti iron, asam folat,
dan seng termasuk kurang yaitu >90%.
Soekirman (2000) mengatakan bahwa kebiasaan jajan merupakan salah
satu yang menyebabkan konsumsi makanan baik energi, protein mereka
rendah. Karena dalam usia ini anak – anak ini gemar sekali jajan, terkadang
mereka sengaja menolak makan pagi dan sebagai gantinya mereka jajan yang
kurang nilai gizinya.
2. Status Kecacingan dan Prestasi Belajar
Hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara infeksi kecacingan dengan prestasi belajar murid sekolah dasar. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Purwanti Widya Ningsih yang
meneliti hubungan infeksi kecacingan, tingkat konsumsi energy dan protein
dengan prestasi belajar siswa SD Bandarharjo Kota Semarang yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan
dengan prestosi belajar. Meskipunn beberapa penelitian yang telah
dilaksanakan di Jamaica memperlihatkan hubungan antara infeksi Trichurasis
dengan prestasi belajar dan presentasi kehadiran anak di sekolah. Hasil
penelitian lainnya pula menyebutkan bahwa menunjukkan bahwa infeksi cacing
STH merupakan faktor resiko prestasi belajar kurang (RP=1,69) (Joko Rudi
Wibowo, 2008). Penelitian Sri Lestasi (2009) menunjukkan hasil prestasi siswa
yang terinfeksi cacing lebih rendah dibanding siswa tidak cacingan berkaitan
dengan malnutrisi akibat infeksi cacing yang berpengaruh terhadap daya kognitif
anak terinfeksi.
Pada anak-anak sekolah dasar kecacingan akan menghambat dalam
mengikuti pelajaran dikarenakan anak akan merasa cepat lelah, menurunnya
daya konsentrasi, malas belajar dan pusing. Hal ini tentu akan mengakibatkan
prestasi belajar anak akan menurun bahkan buruk dan mengakibatkan anak
akan tinggal kelas. Kecacingan ini sangat erat hubungannya dengan keadaan
sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Cacingan secara kumulatif pada
manusia dapat menimbulkan kehilangan zat gizi berupa karbohidrat dan protein
serta kehilangan darah, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.
Kecacingan juga dapat menghambat perkembangan fisik dan kecerdasan pada
anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kecacingan pada anak juga
menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.
3. Status Seng dan Prestasi Belajar
Hasil penelitian ini yang dilakukan pada murid SD Rappokalling yang
mengukur defisiensi seng menggunakan metode kecap smith yang kemudian
melihat hubungan antara defisiens seng dengan prestasi belajar menunjukkan
hubungan yang tidak bermakna (tabel 7). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Frans Johannis yang meneliti hubungan kadar seng (Zn)
dengan memori jangka pendek pada anak sekolah dasar menunjukkan
hubungan yang bermakna. Black MM (2003) menyebutkan bahwa zat gizi mikro
yang mempunyai kaitan dengan proses kognitif pada bayi dan anak usia muda
yaitu seng, zat besi, iodium dan vitamin B-12. Seng berperan dalam proses
biokimiawi dalam tubuh manusia, morfogenesis sistim saraf pusat dan berperan
dalam regulasi pelepasan neurotransmitter.
Defisiensi seng masih merupakan masalah yang dijumpai pada anak, hal
ini disebabkan karena konsumsi makanan yang mengandung fitat, makanan
berserat, dan mengandung kalsium. Kemampuan memori jangka pendek yang
baik pada anak usia sekolah sangat penting. dalam usaha meningkatkan
prestasi belajar anak. Asupan seng responden dalam penelitian ini sangat
kurang terdapat 71 orang (93,4%) yang asupannya kurang.
4. Status Gizi dan Prestasi Belajar
Hasil uji chi square hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi
belajar responden menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna
dengan nilai P = 0,370, (P > 0,05). Responden dengan status gizi berdasarkan
IMT/U kategori kurus yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 11 orang
(64,7%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak
33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 20 orang (37,7%). Uji chi
square yang dilakukan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,067 (P >
0,05).(Tabel 8).
Hasil penelitian bila dibandingakan dengan penelitian yang lain
menunjukkan adanya perbedaan dari segi hubungan variabel status gizi dengan
prestasi belajar. Penelitian Christien Isdaryanti (2007) menunjukkan Ada
hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar anak sekolah dasar
Arjowinangun I Pacitan. Penelitian kaitan indeks prestasi dengan status gizi
anak : studi kasus anak di Kabupaten Nabire oleh Wilma (2006 ) menemukan
bahwa semakin rendah status gizi siswa semakin rendah pula nilai prestasi
mereka.
Tabel 8 menunjukkan responden yang kategori TB/U nya normal yang
memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 19 orang (51,4%) dan yang cukup
sebanyak 18 orang (48,6%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi
belajar kurang sebanyak 33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak
20 orang (37,7%), artinya bahwa responden yang memiliki status gizi normal
lebih banyak yang memiliki prestasi belajar kurang, hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan prestasi
belajar.
Prestasi belajar dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor luar dari satus gizi
yaitu prasarana belajar dan pendekatan belajar dari siswa itu sendiri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syah (2001) bahwa secara garis besar faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar menurut dibagi menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah semua faktor yang ada dalam diri siswa yang
meliputi faktor fisik atau fisiologis dan faktor psikologis ( intelegensi, status gizi,
bakat, minat dan sikap ) sedangkan faktor eksternal adalah semua faktor yang
berada di luar siswa yang meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor non sosial
( faktor perbedaan individual dan faktor pendekatan belajar)
Menurut Soemantri ( 1978 ) apabila makanan yang dikonsumsi tidak cukup
mengandung zat – zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan ini berlangsung lama,
akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan otak untuk berfungsi normal. Pada
keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan
pertumbuhan terganggu, badan lebih kecil, jumlah sel dalam otak berkurang dan
terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam
otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.
Untuk lebih jelasnya mekanisme status gizi hingga prestasi belajar rendah
dimulai dari anak dengan status gizi rendah yang disebabkan kurang asupan
makanan. Diketahui makanan hanya mampu bertahan dalam lambung 6 – 8
jam, setelah itu lambung kosong karena sari – sari makanan telah diserap dan
diedarkan keseluruh tubuh, maka untuk memenuhi kebutuhannya akan terjadi
pemecahan glikogen, sehingga terjadi deplesi jaringan yang kemudian
menyebabkan perubahan biokimia, perubahan fungsional dan perubahan
anatomis tubuh. Jika hal tersebut berlangsung lama akan menyebabkan glukosa
darah keotak berkurang sehingga anak tidak konsentrasi dalam belajar dan
daya ingat rendah sehingga prestasi belajarpun rendah (Soekirman, 2000).
Kesimpulan
Uji analisis chi square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara asupan gizi (energi, protein, iron, asam folat dan seng), status kecacingan
(cacing cambuk atau cacing gelang), status seng, status gizi antropometri (TB/U dan
IMT/U) dengan prestasi belajar (P > 0,05). Tingkat Intensitas infeksi kecacingan
masih dalam batas ringan.
Saran
Asupan zat gizi diharapkan memenuhi angka kecukupan gizi sehingga dicapai
status gizi yang optimal dan Pemberian obat cacing pada sebagian besar anak
sekolah yang menderita kecacingan untuk mengatasi dampak kecacingan yang
meningkatkan morbiditas dan mempengaruhi prestasi belajar.
Rujukan
Black, M.M. (2003). The evidence linking zinc deficiency with children’s cognitive and
motor functioning. Journal of Nutrition, 133, 1473S-1476S.
Christien Isdaryanti (2007). Asupan Energi Protein, Status Gizi, Dan Prestasi Belajar
Anak Sekolah Dasar Arjowinangun I Pacita. (Skripsi). Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
424/Menkes/SK/VI, Pedoman Pengendalian Cacingan,
Departemen Kesehatan. 2012. Hasil Riset Kesehatan dasar Indonesia 2007
Lusia Kus Anna, (2011). Diare dan Kecacingan Ancam Anak Sekolah. Di akses
http://health.kompas.com/read/2011/07/20/14372921/
Diare.dan.Kecacingan.Ancam.Anak.Sekolah. pada tanggal 17 Juni 2012.
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,
pp : 68-136.
Riyadi Hadi. 2001. Buku Ajar Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri.
Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber daya Keluarga Fakultas
Pertanian IPB.
Soekirman. 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat,
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Soemantri, A.G. 1978, Hubungan Anemia Kekurangan Zat Besi dengan Konsentrasi
dan Prestasi Belajar (tesis), Program Pascasarjana UNDIP
Sri Lestari. (2009). Status gizi, Infeksi kecacingan, dan prestasi belajar serta faktor
yang berhubungan dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar di daerah
kumuh perkotaan kota Medan. Sumatera Utara: Universitas Sumatra Utara
Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasit yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Orasi
Pengukuhan Professor Riset Bidang Entomologi dan Muluska. Jakarta.
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
WHO (2001). Helminth control in school age children: a guide for managers of
control programmes - 2nd ed. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
WHO (2011). Soil-transmitted helminthiases: estimates of the number of children
needing preventive chemotherapy and number treated, 2009. Weekly
Epidemiological Record, 86:257–266.
Lampiran
Tabel 1. Distribusi Variabel Independen (Asupan Zat Gizi, Status Kecacingan, Status Seng, Status Gizi Antropometri) Responden di SD Rappokalling 1 Makassar
Variabel n %Energi
KurangCukup
ProteinKurangCukup
IronKurangCukup
Asam FolatKurangCukup
Seng KurangCukup
4036
2056
697
724
715
52,647,4
26,373,7
90,89,2
94,75,3
93,46,6
Status KecacinganPositf Negatif
3244
42,157,9
Status SengDefisiensi Seng Normal
679
88,211,8
Status Gizi TB/UPendekNormal
Status Gizi IMT/UKurus NormalOverweight
3937
17536
51,348,7
22,469,77,9
Total 76 100,0 Sumber: Data Primer 2012
Tabel 2. Distribusi Variabel Dependen (Prestasi Belajar) Responden di SD Rappokalling 1 Makassar
Variabel n %Prestasi Belajar
KurangCukup
4333
56,643,4
Total 76 100,0Sumber: Data Primer 2012
Tabel 3 Hubungan Asupan Gizi, Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar
Asupan Zat Gizi Prestasi Belajar Nilai PKurang Cukup
EnergiKurangCukup
20 (50,0%)23 (63,9%)
20 (50,0%)13 (36,1%)
0,223
ProteinKurangCukup
10 (50,0%)33 (58,9%)
10 (50,0%)23 (41,1%)
0,489
Iron Kurang Cukup
41 (59,4%)2 (28,6%)
28 (40,6%)5 (71,4%)
0,229
Asam FolatKurangCukup
42 (58,3%)1 (25,0%)
30 (41,7%)3 (75,0%)
0,311
Seng KurangCukup
40 (56,3%)3 (60,0%)
31 (43,7%)2 (40,0%)
0,873
Total 43 (56,6%) 33 (43,4%) Sumber: Data Primer 2012
Tabel 4. Hubungan Status Kecacingan Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar
Status Kecacingan Prestasi Belajar Nilai PKurang Cukup
PositifNegatif
15 (46,9%)28 (63,6%)
17 (53,1%)16 (36,4%)
0,146
Total 43 (56,6%) 33 (43,4%)Sumber: Data Primer 2012
Tabel 5. Hubungan Status Seng Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar
Status Seng Prestasi Belajar Nilai PKurang Cukup
Defisiensi SengNormal
39 (58,2%)4 (44,4%)
28 (41,8%)5 (55,6%)
0,434
43 (56,6%) 33 (43,4%) Sumber: Data Primer 2012
Tabel 6. Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar 2012
Status Gizi Prestasi Belajar Nilai PKurang Cukup
TB/UPendekNormal
24 (61,5%)19 (51,4%)
15 (38,5%)18 (48,6%)
0,370
IMT/UKurus NormalOverweight
6 (35,3%)33 (62,3%)4 (66,7%)
11 (64,7%)20 (37,7%)2 (33,3%)
0,067
Total 43 (56,6%) 33 (43,4%)