Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya...

29
186 11 ”… neo-liberalisme tidaklah natural, ia juga bukan supra- natural, (karenanya) ia bisa dihadapkan dan diganti karena kegagalannya akan menuntut demikian. Kita harus siap dengan kebijakan-kebijakan pengganti yang mengembalikan ke- kuasaan pada komunitas-komunitas dan negara demokratis dengan menginstitusionalisasikan demokrasi, aturan main dan distribusi yang adil di tingkat internasional. Bisnis dan pasar memang punya tempat, tetapi tempat itu tidak bisa menjajah seluruh ruang hidup keberadaan manusia…” —Susan George, dalam A Short History of Neoliberalism pada Conference on Economic Sovereignty in a Globalising World, Maret, 1999 Yanuar Nugroho Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di Zaman Neoliberalisme

Transcript of Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya...

Page 1: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

186

11

”… neo-liberalisme tidaklah natural, ia juga bukan supra-natural, (karenanya) ia bisa dihadapkan dan diganti karenakegagalannya akan menuntut demikian. Kita harus siap dengankebijakan-kebijakan pengganti yang mengembalikan ke-kuasaan pada komunitas-komunitas dan negara demokratisdengan menginstitusionalisasikan demokrasi, aturan main dandistribusi yang adil di tingkat internasional. Bisnis dan pasarmemang punya tempat, tetapi tempat itu tidak bisa menjajahseluruh ruang hidup keberadaan manusia…”

—Susan George, dalam A Short History of Neoliberalismpada Conference on Economic Sovereignty in a GlobalisingWorld, Maret, 1999

Yanuar Nugroho

Jurang yang tak Terjembatani

Soal Keadilan Antar Bangsadi Zaman Neoliberalisme

Page 2: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

187

Kehidupan puluhan ribu petani pisang di Kosta Rikaterancam. Korporasi multinasional seperti Chiquita, Del

Monte dan Dole memangkas produksi pisangnya dari negara itudan beralih ke Ekuador. Akibatnya terjadi over-produksi danharga pisang terjun bebas di Kosta Rika dalam dua tahunterakhir ini.

Mengapa hal ini terjadi? Konon, pisang di Ekuador di-produksi oleh ratusan ribu pekerja perkebunan, laki-laki danperempuan, yang dibayar murah, tapa jaminan kerja dan takberani membentuk serikat buruh yang mandiri. Tentu, ketikaditekan, harga produknya jauh terbanting dibandingkan produkKosta Rika. Tiga perusahaan itu, ketika dikonfirmasi olehsebuah LSM Eropa, Bananalink, hanya menjelaskan bahwamereka akan terus menurunkan pembeliannya dari perkebunanpisang di Kosta Rika hingga 25 persen ’agar bisa bersaing’. Takpelak, lebih dari sepuluh ribu pekerja perkebunan dan pe-ngemasan pisang di negeri itu kini menganggur.1

Di negeri malang itu, memang banyak perusahaan ber-upaya menggemukkan pundi-pundi uangnya secara tak ber-tanggungjawab. Tahun 1999, misalnya, Del Monte memecatseluruh pekerja di perkebunan pisangnya, sebelum kembalimenawarkan mereka kontrak kerja yang baru dengan kondisikerja yang berbeda –upah lebih rendah, jaminan kesehatanminimum dan jam kerja lebih panjang. Tragis. Tapi cerita mirisini diulangi oleh dua perusahaan serupa lainnya, Dole danChiquita. Pemerintah Kosta Rika? Mereka tak bisa berbuat apa-apa.2

Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentangkesewenang-wenangan yang dilegitimasi oleh fenomena glo-balisasi yang kini kian meluas dan bermuara pada intensimemupuk kapital sebanyak dan secepat mungkin, apapunimbalannya –manusia ataupun lingkungan, kehidupan ataupuneksistensi. tanpa perlu berteori muluk, globalisasi yang demikianitu telah membelah dunia ini menjadi dua kutub, antara yang

Page 3: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

188

kaya dan yang miskin. Nampaknya, ini hanyalah penegasuntuk memaksa kita menggagas kembali keberadaan negara-bangsa di jaman ini dan keadilan antar mereka.

1. Kesewenang-wenanganData berikut ini sudah terlalu sering dikutip, namun mungkinbaik dirujuk lagi. Antara 1960 dan 1997 selisih pendapatanantara seperlima penduduk paling miskin dan paling kaya didunia ini telah berlipat lebih dari dua kali. Pada akhir 1990,seperlima penduduk yang paling kaya itu menguasai 86 persenkemakmuran dunia, sementara seperlima yang paling miskinhanya mengais-ngais 1 persennya.3 Kini? Angka itu sudahmenjadi 88 persen dan 0.85 persen.4

Namun para pembela globalisasi, seperti ICC—InternationalChamber of Commerce, organisasi bisnis dunia, berkilah. Me-nurutnya, globalisasi membuat siapapun yang berpartisipasi dialamnya menjadi lebih kaya. Lebih jauh ”…Negara-negaramiskin yang menjalankan globalisasi (ekonominya) telah tum-buh lebih pesat daripada negara-negara yang bertahan dengancaranya sendiri.”5

Menurut lembaga ini, beberapa negara, khususnya di Asia,telah memperkecil jurang perbedaan antara mereka dan negara-negara maju. Memang, setelah didera krisis finansial di tahun1997 dan 1998, Asia segera bangkit dengan cepat denganpertumbuhan GDP 6 persen (1999) dan 6.2 persen (2000). Jelas,dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara maju yanghanya 3.1 persen dan 3.6 persen pada waktu yang sama, Asiamencatat prestasi luar biasa.6

Lebih jauh, menurut ICC, globalisasi telah menaikkanstandar hidup mereka yang mikin dan mengurangi kemiskinansecara signifikan. Jumlah mereka yang hidup di bawah gariskemiskinan absolut (1 dolar per orang per hari) menurun dari28.3 persen di tahun 1987 menjadi 24 persen di tahun 1998.7

Mengesankan, bukan?

Page 4: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

189

Jangan buru-buru. Nampaknya fakta berikut diabaikanserampangan. Karena cepatnya pertumbuhan jumlah peduduk,angka absolut penduduk miskin itu tak berkurang sedikitpun.Justru di awal milenium ini, dari sekitar 5.4 milyar pendudukbumi, lebih dari 1.3 milyar manusia masih hidup dibawah satudolar per orang per hari dan jumlah serupa tak punya akses padaair bersih. Sementara pada dekade terakhir abad 20 ini, hanya 33negara berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonominya 3persen pertahun, sementara di 59 negara lainnya, pertumbuhanekonomi itu ambruk.8

Fakta tersebut tak bisa disangkal. Ketimpangan kesejah-teraan telah membuat orang-orang (dan bangsa-bangsa) ter-asingkan dari partisipasinya dalam dunia global ini, tak hanyaantar negara besar, tetapi juga antar negara dunia ketiga. Betapatidak, sementara di Tanzania terdapat satu jalur telepon diantara300 pengguna, di Asia Selatan yang dihuni 20 persen populasidunia hanya ada satu persen dari seluruh pengguna Internet.9

Maka, sementara kisah petani pisang di Kosta Rika danEkuador adalah wajah tak terelak dari korban globalisasi saatini, fenomena yang sama menyiratkan satu hal lain, yaitu bahwamereka –entah orang, kelompok atau bangsa—yang tak punyaakses pada sumber daya finansial, akan makin tersingkir.Globalisasi yang dipandang sebagai berkah, adalah juga kutuk.Dan demikian juga sebaliknya.10 B. Herry-Priyono punya istilahbagus untuk fenomena ini: Marginalisasi a la Neoliberalisme11 .Singkatnya, menurutnya, ”…bila Anda tidak bisa membeli,Anda tidak berhak mendapatkan kebutuhan yang bahkan palingmendasar untuk hidup! Tentu saja melalui proses ini kelompok-kelompok [termasuk negara-negara] miskin semakin tersing-kir.”12

Grafik hasil pengamatan Universitas Boston [pada Gam-bar 1. di bawah ini] membantu kita mengilustrasikan potretkemiskinan itu pada skala dunia.

Page 5: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

190

Mungkin tak terpikirkan, namun marginalisasi juga ber-jalan secara canggih melalui indikator-indikator yang diper-soalkan untuk mengukur kemiskinan itu dan pilihan tindakanterhadapnya. Seperti apa?

Secara tradisional kemiskinan diukur dengan kurangnyapendapatan minimum (atau konsumsi) yang dibutuhkan untukmemenuhi kebutuhan dasar hidup. Tetapi, mengukur kemis-kinan pada skala global membutuhkan upaya menentukantingkat kemiskinan uniform di antara begitu banyak perbedaanekonomi negara-negara. Bank Dunia menetapkan garis ke-miskinan internasional adalah 1 dollar dan 2 dollar AS per haripada daya beli tahun 1993.13 Yang pertama digunakan untuknegara-negara sangat miskin terutama Afrika dan berikutnyadigunakan untuk negara-negara menengah seperti Asia Timurdan Amerika Latin. Dengan ukuran ini, pada tahun 2003 dari4,8 milyar penduduk negara berkembang ada 1,2 milyar yanghidup pada atau di bawah 1 dollar AS sehari.14

Gambar 1. Struktur kemiskinan global 15

Number of people living on less than a dollar a day,

as a percent of the world’s poor, cumulative

Page 6: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

191

Sudah barang tentu, ukuran macam ’1-2 dollar sehari’ ini,meski nyaman (convenient) digunakan, tapi jauh dari memadai-mencukupi (valid) untuk mengukur kemiskinan dan ketim-pangan global. Karena itulah dalam beberapa dekade terakhir,berbagai riset tentang kemiskinan telah mengadaptasi pen-dekatan yang lebih luas dan multi-dimensi. Aneka indikatorsosial mulai diperhitungkan disamping pendapatan. Indekskemiskinan PBB, The UN’s Human Poverty Index, misalnya,mencantumkan faktor seperti buta-huruf, malnutrisi anak-anak,kematian dini, layanan kesehatan yang buruk dan akses airbersih yang tidak memadai dalam indikatornya.

Apa artinya? Kerentanan negara terhadap kelaparan ataubanjir, tiadanya sanitasi, wabah penyakit dan rendahnya pen-didikan adalah sinyal jelas kemiskinan fisik –tak sekedarangka finansial-kuantitatif seperti garis kemiskinan ’1–2 dollarsehari’ tadi. Karenanya, menyediakan layanan dan infrastrukturdasar bagi para miskin di sebuah negara sebenarnya jauh lebihbermakna untuk mengurangi kemiskinan mereka ketimbangsekadar menaikkan tingkat pendapatan negara itu sebagai solusijangka pendek.

Celakanya, justru solusi ini yang dijadikan ukuran kemajuankarena terjebak pada ’legalitas’ ukuran kuantitatif tadi. Padahal,menaikkan tingkat pendapatan tidak selalu identik denganmeningkatkan tingkat pemerataan kesejahteraan. Namun pen-dekatan semacam inilah yang justru dijadikan ’jargon’ dalamimperatif tata ekonomi-politik saat ini, misalnya dalam target-target yang dipaksakan melalui Program Penyesuaian Struk-tural (Structural Adjustment Programs) IMF, syarat hutang (loanconditionalities) Bank Dunia, ataupun janji-janji mulia macamSasaran Pembangunan Milenium (Millennium DevelopmentGoals)—PBB16 .

Tentu mengatakan MDG atau SAP sebagai semata buruksama naifnya dengan mengatakan solusi-solusi itu adalahmantra sakti pengusir penyakit negara miskin. Yang dimaksud

Page 7: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

192

adalah, semoga kita waspada karena solusi macam itu selalubagaikan pisau bermata dua, dan seringkali ketika kita lengah,bumi ini dikorbankan.17

Dalam tigapuluh tahun terakhir ini, dari ’hanya’ 46 jutabarel, kini 78 juta barrel minyak disedot dari bumi kita setiapharinya. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, gas alamtelah ditambang dari 2,2 milyar metrik-ton menjadi lebih dari 4milyar metrik-ton hari ini.18 Akibatnya, emisi karbon meningkatdrastis dari 3,9 juta metrik-ton ke lebih dari 6,5 juta metrik-tonseiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yangmembubung dari 246 juta mejadi 730 juta kendaraan –dan lalulintas udara yang bertambah enam kali lipat –semuanya dalamkurun waktu yang sama, 1970 ke tahun 2000.19

Melihat statistik di atas, segera secara gegabah pembenarandicari. Bukankah pada kurun waktu yang sama tingkat kon-sumsi protein dan karbohidrat meningkat? Dan akibatnya usiaharapan hidup juga meningkat? Bukankah angka kematiananak dan ibu yang melahirkan menurun drastis juga akibatkenaikan konsumsi itu?20

Sekilas memang benar, tapi tak selamanya meningkatnyakonsumsi selalu berarti pertanda baik. Dalam 30 tahun terakhir,teknologi pertanian dan pengolahan pangan, yang tercemardengan asupan kimiawi, telah berperanan mengubah manusiamenjadi spesies yang sungguh rakus. Penduduk bumi ini telahmengkonsumsi gandum 2,25 kali, jagung 2,5 kali dan nasi 2,2 kalidari yang dikonsumsi saat itu. Demikian juga dengan gula (2kali) dan kedelai (4 kali).

Tak hanya itu. Jumlah ikan yang ditangkap naik dua kali,sehingga kini sulit dicari –dan kalaupun ada, telah tercemarlogam berat seperti merkuri. Berbagai spesies di bumi saat inilenyap dengan kecepatan tertinggi sejak 65 juta tahun terakhir.Empat puluh persen tanah pertanian di seluruh dunia rusak,setengah dari hutan bumi ini sudah digunduli dan setengah

Page 8: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

193

luasan pantai-pantai di muka bumi ini ditimbun atau dike-ringkan.21

Ironisnya, sebagian penyebab utama masalah itu, yaitumembengkaknya penduduk bumi –sebagian besar lahir dinegara miskin seperti India dan Asia Timur—, nyaris takpernah digagas. Padahal, dalam tiap detik ada 3 bayi lahir didunia yang kini dihuni 6 milyar orang ini. Kenyataan inimengkhawatirkan, karena setidaknya secara ekologis, bumi inisebenarnya hanya mampu menampung 2 milyar kehidupanyang berkelanjutan (sustainable).22

Maka jelaslah, kita tak bisa terus mencemari bumi kitayang terbatas ini dan menghancurkan alam dan kehidupan 500ribu spesies lainnya hanya demi eksistensi kita. Kita adalahbagian dari sistem hidup yang kompleks –dan semoga kitasadar bahwa hidup kita tergantung juga dari lingkungan ini.

Namun sayangnya, bagi mereka (kelompok atau negara)yang meningkatkan kesejahteraannya dengan mengeksploitasisumber-daya bumi yang terbatas ini demi raupan hasil sesaat,hal ini akan menjadi pukulan telak. Jelas, ’pertumbuhan’semacam ini tak lagi bisa diteruskan dan harus ada pembatasanyang jelas dari aktivitas produksi manusia. Kalau tidak, bersamabumi yang hancur, kita juga akan hancur. Ini pandangan yangtak mudah diterima.23 Mengapa?

Paham neoliberal yang menggerakkan dinamika dunia saatini melihat pertumbuhan sebagai indikator yang diukur olehaspek ekonomi belaka (seperti akumulasi laba, return on invest-ment, dll.) dan mengabaikan aspek lainnya (seperti ekologi,budaya, dll.). Lebih parah lagi, bahkan dalam aspek ekonomi itusendiri, sektor finansial lebih jumawa daripada sektor riil.24

Maka, membicarakan aspek ekologis (sebagaimana halnyamembicarakan aspek hukum, tata-kelola, budaya, dan lain-lain)sebagai kontrol pertumbuhan –seperti proposal di atas—akanterdengar lebih mengada-ada dibandingkan dongeng 1001malam.

Page 9: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

194

Lantas bagaimana? Kita harus menerima fakta bahwaeksistensi manusia dan negara-bangsa hari-hari ini ada dalamtegangan berkepanjangan yang mungkin tak akan pernahberakhir.

2. Tegangan BerkepanjanganSejak tahun 1970 usia harapan hidup manusia rata-ratameningkat dari 58 tahun ke 66 tahun. GDP dunia berlipat lebihdari dua kali, dari 16 trilyun menjadi 39 trilyun dollar AS. Tigapuluh tahun yang lalu juga belum ada handphone atau VCDplayer, Internet atau dotcoms. Tapi, pada saat itu juga tidak adapenyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) ataukekhawatiran bahwa makanan kita adalah hasil rekayasagenenika (genetically-modified food). Hutang dunia ketiga jugahanya seperdelapan dari jumlahnya hari ini.25 Anthony Giddensmenyebut situasi dimana tegangan ini ada sebagai dunia yangsedang berlari ’tunggang-langgang.’26 Tegangan seperti apa—dan ’tunggang-langgang’ yang seperti apa?

Dunia ini, dalam arti tertentu, kini menjadi seragam akibatdilibas badai-topan budaya dan ekonomi neoliberal yangmeniup habis seluruh keragaman hidup bangsa manusia. Entahitu di Paris, New York, Beijing, New Delhi, Canberra, Singapuraatau di Jakarta, Solo, Yogyakarta, Pontianak atau Denpasar,kemajuan ekonomi global a la neoliberal telah membawa kulturbaru yang sedang di-McDonald-kan secara homogen.27

Anak-anak muda minum softdrink yang sama, menghisaprokok yang sama, mengenakan baju dengan merk yang sama,bermain game yang sama di komputer yang bekerja dengansistem operasi yang juga sama di seluruh dunia, menonton filmHollywood yang sama dan mendengar musik MTV yang samadimana-mana. Restoran-restoran yang sama di mall dan super-market ber-AC seluruh dunia menggoda dengan menjual ber-bagai makanan tinggi-lemak dan tinggi-karbohidrat dengantanpa kompromi terhadap selera lokal ada dimana-mana. Maka,

Page 10: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

195

tak heran kalau kekerabatan menghilang di hampir semuatingkat: keluarga, kelompok, bangsa, dan antar-bangsa.

Mengapa? Karena relasi sosial, dengan fenomena di atas, kinidireduksi dan bahkan ’dikomodifikasi’ –artinya, diperjualbeli-kan. Sementara dampaknya di tingkat individual mudah diek-saminasi, dampak komodifikasi hidup ini menjadi mengerikandi tingkat antar-bangsa. Beberapa fakta ini mengurai dian-taranya.

Dari 100 satuan ekonomi terbesar di dunia ini, 51-nya adalahperusahaan dan hanya 49-nya negara. Wal-Mart –perusahanterbesar no. 12 di seluruh dunia yang nilai penjualannya lebihtinggi daripada ekonomi negara-negara di Eropa tengah dantimur—lebih besar dari 161 negara, termasuk Polandia danYunani. Perusahaan Jepang Mitsubishi lebih besar nilai ekono-minya daripada Indonesia, sementara Toyota lebih besar dari-pada Norwegia. Nilai ekonomi General Motors lebih besardaripada Denmark dan demikian juga ekonomi Ford melebihiekonomi seluruh negara Afrika Selatan. Nilai ekonomi dariperusahaan seperti British Petroleum dan General Electricmelejit mengungguli banyak negara kecil.28

Di sini dan di saat inilah kita berdiri. Semua barang yangkita beli atau gunakan –bahan bakar, obat, air, transportasi,kesehatan, pendidikan, bahkan software komputer dan tanamanyang tumbuh di sekitar kita—semuanya mulai dikendalikan olehperusahaan yang, dengan kendali itu, bisa saja merawat ataujustru mencekik kita.

Nampaknya memang demikian. Dengan ’mengemudikan’globalisasi ini, perusahaanlah yang kini memegang kendali danaturan main hidup bersama kita—bukan lagi negara.

Maka tak heran kalau kesenjangan itu meningkat tajam.Tahun 1960, GDP 20 negara terkaya adalah 18 kali dari 20negara termiskin. Kini angka itu melejit menjadi lebih dari 39.Sekitar 12 negara di Asia dan Amerika Latin menyumbang 70persen ekspor dari negara berkembang dan menyerap hampir 80

Page 11: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

196

Gam

bar

2. A

liran

mas

uk In

vest

asi L

angs

ung

seba

gai p

rose

ntas

e G

DP

neg

ara-

nega

ra.

Sum

ber:

Glo

bal I

nc29

.

Page 12: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

197

persen aliran investasi jangka panjang serta 90 persen investasiportfolio jangka pendek. Namun, negara-negara di Sub-SaharaAfrika, Asia Barat, Tengah dan Selatan dan banyak negara diAmerika Latin, Asia dan Pasifik tidak disukai oleh investorinternasional karena berbagai sebab. Jelas, distribusi ke-sejahteraan globalisasi yang berorientasi pada pasar-bebas inisungguh timpang.

Global Inc. (2004) punya data menarik dalam gambar 2.

Apa yang disajikan di atas adalah dasar dari pertanyaan’apakah modal mengalir secara merata, atau timpang?’ Danjawabnya sungguh mencengangkan. Nampaknya mayoritasklaim tentang berkah globalisasi dalam rupa pemerataaninvestasi antar negara tidak mendapatkan pembenarannya.30

Lebih parah lagi, karena kebanyakan negara-negara majubergantung pada perdagangan (artinya memanfaatkan sumber-daya pihak lain), mereka mengkonsumsi lebih banyak dari yangmereka berikan. Karena perdagangan itu, dengan uang merekamengeruk apa saja dan membiarkan negara-negara miskin danberkembang, serta lingkungan, menjadi korbannya. Maka, lalukita temukan seluruh pembicaran tentang globalisasi ini ter-dengar absurd dan aneh. Apakah negara sebenarnya masih adaatau tidak? Apakah ia masih punya peran?

Kita hidup dalam dunia yang ’tengah diambil alih dengandiam-diam’ (silent take over), kata sosiolog Inggris, NoreenaHertz.31 Dunia dimana tangan negara makin terikat tak bisaberbuat apa-apa dan nasib manusia makin tergantung padakorporasi-korporasi. Semua lukisan di atas menggambarkanbagaimana berbagai perusahaan raksasa menjadi penggerakekonomi globalisasi ini, dengan kekuatan yang jauh lebihdigdaya daripada banyak negara.

Atas nama efisiensi, kalkulabilitas, prediktabilitas dankontrol terhadap teknologi non-manusia serta kompetisi tanpabatas, bisnis mendominasi seluruh perdebatan tentang kebijakansosial, kepentingan umum dan peran negara. Kecenderungan

Page 13: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

198

bisnis memonopoli ini makin menjadi-jadi, tanpa peduli kon-sekuensi sosial, lingkungan maupun ekonomi-nya. Apa yangbisa dilihat dengan jelas di sini adalah fakta bahwa kekuasaankini tidak lagi bisa dilihat sebagai ’terpusat secara tunggal padanegara’ karena jelas bisnis (dalam rupa korporasi atauperusahaan raksasa) telah menjadi demikian berkuasa. Karenaitu, seperti sudah mulai banyak diulas oleh banyak scholars diIndonesia hari-hari belakangan ini, pembicaraan mengenaisisi-gelap globalisasi tidak bisa tidak harus mempersoalkanstatus kekuasaan bisnis. Tantangannya jelas: ketika (melaluibisnis dan korporasi) euforia globalisasi ini mempromosikandan menjual mimpi kesejahteraan dan glamour, budaya-budaya lokal bangsa-bangsa tererosi, orang-orang miskin matidan lingkungan menjadi rusak.

Maka, mengontrol kekuasaan bisnis nampaknya menjadipenting. Tapi, apakah bisa? Ketika bicara ’kontrol kekuasaan’,biasanya yang muncul di kepala adalah karakter parlementariandalam bentuk badan-badan perwakilan, serikat, dll. Diskusisemacam ini akan langsung macet membentur tembok karenasebenarnya kita terjebak dalam konsepsi tradisional tentangkekuasaan, yang adalah kekuasaan ’negara’. Padahal, kita bicarasoal mengontrol kekuasaan ’bisnis’ –yang sungguh berbedakarakternya. Karena itu, jelaslah, kita harus beranjak lebih jauhdan maju dari konsepsi ini. Dan itu bisa dimulai denganmemahami ketimpangan yang ada, sebelum menentukan titik-ungkit untuk memperbaikinya.

3. Titik-ungkit KetimpanganTahun 2002, WHO menggambarkan tragedi hidup. Empat jutaorang mati karena infeksi saluran pernapasan; 2,2 juta ke-hilangan nyawa karena tipus-kolera-disentri; 1,7 juta jiwamelayang karena TBC; 1 juta tewas karena malaria dan 900.000meninggal karena demam berdarah –sementara 3 juta lainnyamati karena AIDS.32

Page 14: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

199

Bagi banyak orang, ketika kematian menjemput, dengansegera ungkapan transendental macam ’takdir’ atau ’kehendakTuhan’ diajukan. Sebagai pelipur batin yang berduka diting-galkan orang tercinta—dan mungkin kepasrahan atas ketidak-mampuan mencegah (atau mencari sebab) kematian itu—ungkapan macam itu sah-sah saja. Tentu bukan serampangan,namun di ujung refleksi ekonomi-politik globalisasi ini,mungkin lebih sulit bagi kita untuk segera mengiyakankematian adalah selalu ’takdir’ atau ’kehendak Tuhan’.

Majalah The Economist33 yang dikutip oleh NoreenaHertz34 memaparkan bahwa dalam periode 1975 hingga 1996ditemukan 1.223 jenis obat baru, namun hanya 13 di antaranyadibuat untuk menangani berbagai penyakit tropis yang me-renggut jutaan jiwa seperti malaria, tipus-kolera-disentri,demam berdarah, dll. Sisanya? Adalah obat anti-gemuk,penghalus kulit wajah, penghilang kerut, dan berbagai obat-kosmetik lainnya. Porsi terbesar dana untuk riset obat-obatandilakukan untuk riset kosmetik, anti-gemuk dan kecantikan.Tahun 1998, dari 70 milyar dollar alokasi riset obat, hanya 300juta dollar (0,43 persen) diperuntukkan riset obat AIDS dan100 juta dollar (0,14 persen) untuk riset obat malaria.

Maka, kecuali kita mengakui bahwa kesehatan adalahsebuah arena pencarian untung, kita tidak akan bisa mema-hami fenomena yang nampak seperti ’kehendak Tuhan’ di atas.Ini semua terkait dengan akumulasi kekuasaan dan uang yang–demi dirinya sendiri—mengorbankan semua hal. Fakta ini takterbantah: di tahun 1999, dari total 33 juta penderita HIV/AIDS di dunia, 26 juta diantaranya berada di Afrika. Namun,pasar obat-obatan di sana hanya 1,3 persen dari total pasarobat dunia.35 Mengapa? Karena mereka tak mampu membeliobat-obat paten yang dilindungi oleh hak atas kepemilikanintelektual (HAKI).

Di Cancun, Mexico, bulan September tahun 2003 lalu,masalah HAKI dan kesehatan ini menjadi salah satu topikpembicaraan dalam pertemuan ke-5 Tingkat Menteri Negara

Page 15: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

200

Anggota WTO. Inti soalnya adalah bagaimana agar persoalanpaten ini tidak menyulitkan penyediaan obat yang dibutuhkandi negara miskin –sementara pada saat yang sama tetap menjagaberlakunya sistem paten untuk kepentingan penyediaan danabagi penelitian dan pengembangan obat baru. Apakah duatujuan ini berjalan seiring, atau saling bertentangan satu-sama-lain? Mari kita cermati.

Fleksibilitas yang termuat dalam WTO untuk persoalanHAKI seperti’compulsory licensing’ atau lisensi wajib memangdinyatakan secara eksplisit. Pemerintah di satu negara dapatmengeluarkan lisensi wajib untuk memungkinkan diproduk-sinya obat di negaranya dibawah syarat tertentu yang menjagakepentingan pemilik paten. Selain itu, ’parallel importing’, atauimpor paralel –yakni dimana sebuah produk yang oleh pemilikpaten dijual lebih murah di satu negara akan diimpor ke negaralain tanpa ijin pemegang paten—juga dimungkinkan.

Tampak fleksibel bukan? Jangan salah. Dengan berbedanyahukum tiap negara, impor paralel belum tentu dimungkinkan.Selain bahwa kesepakatan mengenai HAKI menyatakan bahwapemerintah tidak bisa membawa soal ini ke WTO, fleksibilitasini tidak punya kekuatan hukum mengikat. Acapkali, flek-sibilitas hanya dimanfaatkan unruk memperkuat posisi tawar –misalnya, ancaman lisensi wajib dapat mendorong pemegangpaten menurunkan harganya.36 Padahal, ’fleksibilitas’ macam inijustru membuat pemerintah negara-negara yang lebih takberdaya di forum-forum seperti WTO makin menjadi tidakyakin akan hak-haknya. Sebagai akibat, semua negara Afrikaanggota WTO kini mendesak minta penjelasan atas fleksibilitasitu karena konsekuensinya teramat penting: ini soal hidup danmati. Versi generk obat paten, misalnya, dilarang dijual selama20 tahun karena fleksibilitas ini.37

Hanya, WTO tampak mendua. Dalam sebuah deklarasidikatakan bahwa HAKI perlu diterapkan untuk mendukungterciptanya kesehatan publik dengan penyediaan akses pada

Page 16: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

201

obat. Di sisi lain, para anggota WTO masih tidak sependapatuntuk mengijinkan negara yang tak bisa memproduksi obatuntuk mengimpornya di bawah skema lisensi-wajib (dikenalsebagai persoalan ”Paragraf 6” dari KTM WTO Doha, 2001).Jelas, implikasinya besar bagi negara yang tak bisa membuatobat dan karenanya butuh impor produk generik.38

Bagaimanapun perdebatan itu berlangsung, industri far-masi global terus melaju dan kini besarannya mencapai 300milyar dolar. Majalah The Businessweek melaporkan bahwasaham perusahaan-perusahaan yang bergerak di industrikesehatan menjadi saham favorit yang diincar untuk investasitahun-tahun ini.39 Karena itu, persoalan HAKI dalam kaitan-nya dengan kesehatan memang tidak mudah. Apalagi nampak-nya, industri kesehatan selama ini berpihak hanya padamereka yang kaya –pasar obat di AS dan Kanada hanyamencapai 36.1 persen dari total-dunia disusul Eropa (29 persen)dan Jepang (15,9 persen). Negara-negara miskin menyusul –Amerika Latin (7,7 persen;), Asia minus-Japan (7,3 persen),Timur Tengah (1,9 persen); Afrika (1,3 persen) dan Australia-Pasifik (0.9 persen).40

Apa yang mengejutkan, rupanya angka-angka itu paraleldengan fakta berikut. Dalam prosentase populasi dunia, orangAmerika hanya berjumlah 5 persennya, namun disana merekamengkonsumsi 30 persen sumber daya bumi. Sumber daya apa?Energi, misalnya. Jumlah energi yang digunakan oleh satu orangAmerika sama dengan yang digunakan oleh tiga orang Jepang, 6orang Meksiko, 14 orang Cina , atau 38 orang India, atau 168orang Bengali, atau 531 orang Ethiopia.41

Merenungkan statistik demikian, bolehlah dikatakan bahwanampaknya di jaman modern ini, hidup-mati bukan lagisepenuhnya perkara takdir melainkan akibat langsung berbagaiketimpangan ekonomi-politik. Mungkin sekarang kita bisamulai menduga dimana ketimpangan itu berakar, dan kita tidaksendirian. Sejak Forum Sosial Dunia di Porto Allegre (2003)

Page 17: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

202

hingga Mumbai (2004) sebagai forum kritik dan alternatif dariForum Ekonomi Dunia (Davos), telah dialamatkan jutaancercaan pedas (jika bukan makian) atas berbagai praktikglobalisasi saat ini yang sebagian diantaranya telah diurai diatas. Untuk meringkas: benarlah bahwa ada kemajuan yangdicapai berkat globalisasi akibat pertumbuhan ekonomi danperkembangan teknologi. Namun di sisi lain, kemajuan itu harusdibayar dengan korban yang luar biasa besarnya dari sebagianbesar mereka, penduduk bumi ini, yang justru hanya men-dapatkan sedikit manfaat dari globalisasi yang sama.

Tentu naif menolak globalisasi sepenuhnya, namun jugasama naifnya dengan menelan semuanya mentah-mentah.Globalisation is here to stay, tetapi kita harus berani mulaimengakhiri berbagai praktik dan coraknya yang mengabaikanapapun hanya demi menggemukkan pundi-pundi laba. Ber-bagai keprihatinan dan kritik atas fakta-fakta macam statistikyang diurai di sepanjang tulisan ini harus diperhatikan dalampenyusunan kebijakan dan agenda pembangunan dunia kedepan karena ia sungguh nyata dan berhubungan erat dengannasib milyaran orang dan ratusan ribu spesies di muka boladunia ini. Upaya macam ini mungkin lebih baik karena jarum-jam globalisasi rupanya tidak bisa diputar mundur—kemajuanteknologi misalnya, tak bisa ’dimundurkan’, demikian jugadengan capaian-capaian lainnya. Upaya memundurkan globa-lisasi nampaknya justru akan mejadi self-defeating, pukulanbalik.

Lantas bagaimana? Laksana ayam-telur, sulit menentukandarimana harus memulai menyatakan keprihatinan dan kritikini: mulai dari struktur atau mulai dari pelaku globalisasi? Dan,bagaimana memulainya?

4. Soal Aturan Main—Akses bagi yang LemahSulit untuk menentukan siapa pemain ’di depan’ dan ’dibelakang’ layar dalam teater drama globalisasi ini. Karena,

Page 18: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

203

pada pendekatan-pendekatan yang berdampak pada praktik-praktik globalisasi selama ini, ada bahaya lompatan daridiscourse (wacana) ke materiality (materialitas). Dalam halapa? Klaim bahwa semua manusia (dan negara) itu sama-sebangun, tanpa melihat realitas kekuasaan yang sebenarnyaasimetris (tidak-sama-sebangun) yang melekat pada dirimereka.

Contohnya terlihat jelas pada tradisi ekonomi politik glo-balisasi yang timpang ini. Dalam konsepsi neo-klasik ’pasar’ dan’konsumen’, para pendukungnya persis membalik discourse iniseolah-olah sudah sebagai fakta material. Itulah mengapakarena setiap manusia (dan negara) itu sama, istilah ’konsumen’dan ’pasar’ secara tepat mengikuti logika penyamaan itu. Apayang disebut generalisasi menyembunyikan watak empirikbahwa manusia (dan negara) itu memang tidak sama-setara,apalagi ketika kekuasaan sudah terlibat. Di sinilah lompatanfatal itu terjadi.

Sebagaimana ditengarai oleh Giddens (1984) ketika melihatakar-akar persoalan sosial, cara memandang masalah globalisasiyang timpang ini akan jatuh dalam ayunan kutub pendulumantara melihat pelaku atau struktur sebagai penyebab-tung-galnya.42 Sebagaimana Giddens menjelaskan bahwa kuncimemahami berbagai perkara ini terletak pada kemampuanmemetakan tindakan pelaku dalam struktur dan bagaimanastruktur terbentuk atas keterulangan tindakan pelaku, sejelas itupula kita memahami kaitan keduanya.

Lihatlah contoh berikut ini. Tanpa harus melihatnyasebagai bagian dari konspirasi sekalipun, ekspansi bisnis dankorporasi internasional dimungkinkan dengan dukungan lem-baga-lembaga resmi macam IMF dan Bank Dunia. Padahal,baik di IMF maupun Bank Dunia, keanggotaannya adalahnegara. Artinya, wakil dari negara lah yang duduk dalamkeanggotaan dan bukan wakil bisnis. Namun, ketika kitamelongok pada mekanisme pengambilan keputusan di kedua

Page 19: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

204

lembaga itu (misalnya keputusan yang berkaitan dengan SAPIMF atau loan conditionalities Bank Dunia), mungkin kitaakan menemukan clue memahami kesenjangan itu. PBBmenunjukkan fakta di bawah ini.

Gambar 3. Kekuatan Suara di IMF dan Bank DuniaSumber: UNDP (2002), www.undp.org

Baik di IMF maupun Bank Dunia, tujuh negara menguasaikekuatan suara lebih dari 45 persen (IMF 48 persen dan BankDunia 46 persen) sedangkan sisanya sekitar 50 persen dibagirata diantara lebih 160 negara lain anggotanya. Nampaknya,problematika ketimpangan ini sudah berakar sejak dari sono-nya. Dengan saat ini 80 negara berkembang, atau miskin,dikarantina di IDA (International Development Association) –’rumahsakit’ bagi negara-negara yang dilanda krisisfinansial43 —, praktis, tak ada kekuatan pada mereka untukmengubah pola dan praktik globalisasi yang didesakkanmelalui instrumen IMF, seperti misalnya Program PenyesuaianStruktural, atau melalui berbagai syarat hutang Bank Dunia.

Walaupun berulangkali istilah ’partisipasi’ didengungkan,kenyataannya rupanya tidak seindah itu. Ketidakberdayaan,atau ketimpangan kekuatan, ini tak hanya berhenti di IMF danBank Dunia. Di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ke-anggotaan negara berkembang meningkat pesat dalam bebe-rapa tahun terakhir ini. Saat ini ada 110 negara berkembangyang menjadi anggota. Namun, sekali lagi, keanggotaan itu

Page 20: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

205

tidak sebangun dengan pengaruh. Banyak negara berkembangyang sangat terbatas, atau bahkan tidak punya samasekali,perwakilannya di Jenewa. Misalnya, 19 dari 42 negara Afrikaanggota WTO samasekali tidak mempunyai representasi di sana.Sementara banyak negara berkembang lainnya kekurangankemampuan teknis untuk bernegosiasi secara berarti. Akibat-nya, sudah terlalu sering aturan main itu ditetapkan oleh negarakaya (karena pengaruh/kekuatannya) atau negara berkembangyang lebih siap (better-prepared) bernegosiasi.44

Sudah cukup? Belum! Dan ketika aturan main itu sudahditetapkan—misalnya untuk prosedur penilaian bea-cukai–seringkali aturan itu didasarkan pada model di negara maju,yang seringkali tidak sesuai atau menjadi sangat mahal di-terapkan pada negara miskin. Nyatanya, banyak penan-datangan WTO tak mampu memenuhi isi kesepakatan yangdibicarakan dalam putaran Uruguay.45

Inilah mengapa kini kita harus beranjak dari debat klise ’pro’atau ’kontra’ globalisasi karena tidak relevan. Sebaliknya, justrumenjadi tantangan untuk memanfaatkan sebesar-besarnya as-pek-aspek positif globalisasi (apapun itu) demi pembangunanyang lebih merata dan mengurangi kemiskinan. Dan ini semuaharus dimulai dengan keberanian untuk mengubah aturan mainyang berat sebelah. Sebuah awal yang tidak mudah, meski jikaada kemauan politis, bisa diupayakan.46 Mengapa?

Pertama, jika sistem perdangan dunia ini diseimbangkandan menjadi lebih inklusif (artinya juga lebih menguntungkan)negara-negara berkembang, syarat utamanya adalah membuangpendekatan ’satu aturan untuk semua’ (”one size fits all”) untukmendorong kemampuan semua negara berkembang berpar-tisipasi dalam pembuatan aturan main.47 Selain itu, jelas untukmemastikan agar implementasi aturan main tersebut tidakmenjadi penghalang finansial dan teknis yang tidak mampumereka tanggulangi.

Page 21: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

206

Kedua, kerjasama antar negara perlu difokuskan padaupaya mencari jalan keluar dari dampak problem ketimpanganyang terjadi selama ini. Ini berarti kerjasama dalam negara,antar negara dan antara negara-negara dan lembaga-lembagamultinasional/internasional, karena globalisasi sebenarnya takcuma integrasi pasar. Globalisasi juga membutuhkan kerjabersama untuk menyelesaikan masalah-masalah global ber-sama-sama, khususnya penanggulangan kemiskinan.

Ketiga, semua ini melibatkan tindakan dan pelaku. Secaralugas tindakan yang hendak ditunjuk adalah praktik bisnismulti/internasional yang demi untung rela mengorbankan apasaja –kasus pisang di Kosta Rika, privatisasi air di Bolivia,korporatisasi kesehatan di negara-negara Asia dan berbagaicontoh lain yang tersebar pada tulisan ini. Untuk pelakunya,kerapkali aparat represif negara-lah yang paling cepat kasatmata (seperti kasus perkebunan Lonsum di Indonesia). Setelahitu, negara sebagai badan publik lah yang dituding sebagaibiang-kerok karena gagal menyiapkan aturan, dalam rupaundang-undang, misalnya dan upaya menegakkannya (kasuskorupsi, misalnya). Analisis lanjut mungkin akan membantumenunjukkan bahwa seringkali lembaga-lembaga donor inter-nasional macam IMF dan Bank Dunia justru berperananmendorong negara membuat aturan yang tidak menguntungkanrakyat (misalnya pengesahan UU Sumber Daya Air yang terkaitdengan bantuan Bank Dunia untuk memprivatisasi sumberair).48 Namun, sangat sedikit yang membuka mata bahwa diujung masalah adalah berbagai praktik bisnis multinasionalyang dengan uangnya bisa membeli apa saja –termasuk negaradan lembaga-lembaga donor itu.

Karena itulah sekali lagi, upaya ’demokrasi’ (jika ia dilihatsebagai upaya mengontrol kekuasaan), tak bisa lagi ditargetkansemata pada kekuasaan negara seperti dalam konsepsi lamayang menyelubungi kita. Dan lebih penting lagi: ia tak hanyabisa ditargetkan dalam lingkup negara, melainkan dalam

Page 22: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

207

lingkup antar-negara dan institusi multinasional. Alasannyasederhana. Jika demokrasi adalah upaya mengontrolkekuasaan yang mempengaruhi hidup bersama (socially conse-quential exercise of power), maka hari-hari ini ia tidak bisatidak harus ditargetkan juga pada berbagai institusi penyanggapraktik globalisasi yang timpang ini, tak hanya arogansi negaraatau lembaga adi-kuasa, melainkan juga rakus-dan-tamaknyakinerja bisnis.

Karena itu, mengubah aturan-main globalisasi ini bisa jadisebuah visi yang sangat ambisius. Namun tampaknya tak adapilihan lain selain mendesakkan agenda ini. Perkembanganteknologi makin menyatukan semua individu dan bangsa didunia ini. Namun, dunia ini tak bisa dibiarkan terus terbelahantara yang kaya dan yang miskin, antara yang cepat danlambat, antara yang maju dan tertinggal. Proses, praktik dancorak globalisasi yang selama ini berlangsung tak bisa terusdibiarkan karena ia tak bisa menjembatani kesenjangan ini.

Langkah riil, karenanya, hendaknya tertuju pada upayamenyediakan jaminan akses pada sumber-sumber daya bagimereka (individu dan bangsa) yang lemah. Hal ini seiring dengansemakin mendesaknya upaya menggugat atau mempertanyakanhak publik untuk mendapatkan perlindungan atas akses merekaterhadap berbagai sumber-daya, khususnya yang bersifat men-dasar bagi kebutuhan hidup. Mengapa? Karena dalam praktikglobalisasi ini semakin jelas bahwa berbagai interaksi sosialdan kultural yang awalnya berupa partisipasi masyarakatdalam pengelolaan sumber-daya untuk diri mereka sendirisecara simplistik direduksi menjadi hubungan antara konsumendan produsen jasa, atau justru antara penjual dan pembeli.

Demikianlah, di era globalisasi sekarang ini segala sesuatudapat dijual, termasuk yang tadinya dianggap sakral sepertibenih, kultur dan tradisi, udara dan air. Sejalan dengan prosesliberalisasi ekonomi, yang mensyaratkan pengurangan perandan kekuasaan negara, terjadilah komersialisasi dan privatisasi

Page 23: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

208

berbagai sektor sumber-daya penyangga hidup banyak orang,komunitas dan bangsa.

Sebagai contoh, privatisasi, yakni salah satu sarana peng-alihan aset serta kepemilikan dan pengelolaan sumber-daya darisektor publik ke sektor swasta, telah berubah dari pelayananbagi semua orang menjadi penjualan kepada konsumen. Ditangan publik, setiap orang mendapatkan akses pada sumber-daya dasar (misalnya air, kesehatan, pendidikan) karena iaadalah warga negara yang memang berhak untuk mendapat-kannya—dalam hal ini pengelolaan oleh sektor publik lebihmemperhatikan sejauh mana semua pihak bisa mendapatkanberbagai akses tersebut. Namun, di tangan sektor swasta,pengelolaan dan penyediaan akses ke setiap sumber-daya adalahbisnis dan setiap warga masyarakat adalah konsumen (pembeli).

Dari perspektif ini, konsepsi ’warganegara’ tidak lagi punyamakna—secara praktikal ia sudah diganti dengan ’konsumen’.Pada keadaan tiadanya (atau rendahnya) akses publik padakapital/modal, akses mereka pada berbagai sumber-daya, ter-masuk yang esensial untuk menyangga hidup, bisa jadi sangatrendah. Padahal, akses tersebut bukanlah komoditas.

5. Sebuah TawaranMencermati seluruh ilustrasi yang disajikan secara sangatterbatas dalam tulisan singkat ini, saya tidak bermaksudmengedepankan fakta lebih daripada abstraksi atau refleksi.Melainkan, saya ingin mengundang semua pembaca untukmemikirkan kembali seluruh teori dan pendekatan mengenaiglobalisasi, khususnya reformasi ekonomi (pasca krisis) yangmenjadi mainstream saat ini. Mengapa?

Pertama, karena dengan demikian jelas bahwa, sekali lagi,pokok soalnya bukanlah sebuah sikap anti atau pro yang a prioridan tanpa reserve atas gejala globalisasi ini, melainkan apakahpraktiknya menjamin akses semua, khususnya yang miskin,pada sumber-daya penunjang hidup. Sebagaimana semua hal

Page 24: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

209

di atas bumi ini tidak bersifat kekal, tidak ada kebaikan ataukeburukan mutlak yang inheren dalam globalisasi. Di sinilahkepentingan bersama (common interest) itu mesti dicari dandipertemukan. Dan kriterianya tentulah kebaikan bersama,common good, dimana semua orang dan negara-negara (khu-susnya yang miskin) tidak hanya diperlakukan sebagai ’kon-sumen’, melainkan ’warga-dunia’ beserta semua hak dan ke-wajiban yang melekat kepadanya.

Kedua, pada seluruh problematik penggalian masalah, adasoal validitas pendekatan. Dan dalam banyak perkara, sepertihalnya yang diangkat dalam tulisan ini, validitas itu berkaitanerat dengan reliabilitas, keterhandalan. Dalam tradisi ilmuekonomi, sudah sangat lama validitas itu diukur dengan prak-tikabilitas, kemampu-terapan, yaitu sejauh mana pendekatanyang valid itu bisa dibawa dalam praktik –dan jelas, inimelibatkan convenience atau ’kenyamanan’ dalam melakukan-nya. Persisi pada titik ini, seluruh kajian ini mencoba untuk tidakterjerumus dalam kesalahan metodologis.

Ada baiknya, sejenak menengok apa yang dikatakan Haber-mas dalam soal validitas ini. Ketika memberi catatan atas karyaMax Weber, ia mencatat dan membedakan dua jenis rasionalitas:rasionalitas praktikal (practical rationality) dan rasionalitassubstantif (substantive rationality.)49 Rasionalitas praktikalsecara sederhana didefinisikan sebagai setiap jalan hidup yangmemandang dan menilai aktivitas duniawi dalam hubungannyadengan minat individu yang murni pragmatik dan egois.50

Rasionalitas Substantif secara langsung mengatur tindakanmenjadi pola melalui sekumpulan nilai-nilai. Bagi Weber,rasionalitas substantif dan proses rasionalisasi berdasar bahwaia selalu ada dalam referensi tertinggi. Ia melibatkan sebuahpilihan atas berbagai cara untuk menyelesaikan masalah dalamkonteks sistem nilainya. Ini berarti bahwa satu sistem nilaitidak lebih (secara substansial) rasional dari lainnya.51

Page 25: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

210

Apa yang menarik adalah bahwa tampaknya seluruh perk-ara globaliasi yang timpang yang kini mendera ini beranjakdari rasionalitas praktikal, bukan substantif –convenience danbukan validity. Mengapa? Karena sudah ada formulanya,karena sudah ada skemanya, karena sudah ada teorinya.Mengapa sebagian besar warga-dunia sebagai stake-holdertidak dilibatkan dalam menyusun aturan main globalisasi ini?Jawabannya: karena tidak praktis –malah nyaris tidakmungkin. Hal yang sama berlaku untuk aturan main-aturanmai lainnya.

Di sinilah peran ini coba diambil: mengajak agar pan-dangan praktikal semacam itu dikoreksi dengan rasionalitassubstantif –yaitu apa yang mendasar dalam seluruh perkaraglobalisasi ini adalah demi kepentingan publik, bukan semata-mata profit atau laba. Namun, apakah dasarnya? Wacanamengenai problematik globalisasi akan bermakna, jika danhanya jika, ’kekuasaan’ (dalam hal kapital/modal/finansial)sektor privat diperhitungkan sebagai basis kekuasaan riil yangberhadapan dengan kekuasan sah (legitim) badan publik, baikdi tingkat negara atau antar-negara. Seluruh wacana ini akankehilangan substansi jika tidak ada kepekaan terhadap di-namika kekuasaan tersebut.

Sebagai seorang pelajar di Eropa yang masih terbatamelangkahkan kaki, saya mengamati fakta berikut. Sudah sejak15 tahun terakhir ini, pelajar internasional (non-Eropa) harusmembayar jauh lebih mahal dibandingkan dengan pelajar lokal.Selisihnya terus naik mulai dari dua kalinya (1987), naik tigakalinya (1996) hingga empat kalinya (2000). Jika saja hal inidiimbangi dengan kesempatan mendapat beasiswa atau ke-sempatan kerja, soalnya mungkin lain. Tetapi beasiswa (ataukesempatan kerja) yang tersedia dari institusi di Eropa bagimahasiswa internasional malah menurun dari tahun-ke-tahun.Sepuluh tahun yang lalu masih ada lebih dari 15 lembaga, kinitak lebih dari lima.

Page 26: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

211

Dan siapakah yang dimaksud dengan ’pelajar internasionalnon-Eropa’ itu? Meski ada beberapa dari Jepang dan Amerika,kebanyakan mereka adalah yang berasal dari India, TimurTengah, Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara52 . Nam-paknya, fakta serupa di atas juga adalah cerminan dan wajahlain dari ambivalensi dan paradoks globalisasi yang timpang itu.

Tercekat melihat kenyataan yang berdampak langsung padahidup saya dan keluarga saya sementara ini di Eropa, sayatersenyum, tahu bahwa saya (dan milyaran orang lain di bumiini) mungkin tidak punya posisi tawar yang berarti. Dan perannegara? Seorang pengamat kinerja bisnis, Daniel Bel, dalambuku Global Inc. (2004) menjawab, ”Di jaman global ini, negara-bangsa menjadi terlalu kecil untuk perkara-perkara besar, danterlalu besar untuk perkara-perkara kecil.” Ia benar. ❈

Manchester, awal Agustus 2004

Rujukan dan Catatan:1 Lihat lebih jauh, www.bananalink.org.uk2 Lihat lebih jauh dalam laporan yang dikeluarkan oleh Christian Aid, www.christian-aid.org3 Lihat World Bank, World Development Indicators, the World Bank, Washington: 20004 Lihat World Bank, World Development Indicators, the World Bank, Washington: 20035 Lhat ICC—International Chamber of Commerce. Globalisation and the gap between

rich and poor. ICC brief on Globalisation, 22 Juni 2004.6 Lihat IMF—Wor ld Economic Outlook. Mei 2000, IMF, Washington, hal. 208-2097 Lihat ICC, op.cit.8 Lihat Bank Dunia, op.cit.9 Yanuar Nugroho. The Diffusion Of ICTs and Social Development, Internal Background

Paper untuk riset Doktoral, PREST, Univ of Manchester: 2004, tidak dipublikasikanuntuk pihak luar.

10 Yanuar Nugroho. Globalisasi—antara berkah dan kutuk, pointers pemikiran untukdisampaikan kepada para mitra Novib, Denpasar, September 2003. Pointers inikemudian diterbitkan oleh the Business Watch Indonesia sebagai booklet dengan judul”Globalisasi”, BWI: Solo: 2004

11 B. Herry-Priyono. Marginalisasi a la Neoliberalisme, Majalah Kebudayaan BASIS,Yogyakarta, edisi Mei—Juni 2004.

12 ibid.13 Disinilah mulai dikenal apa yang disebut dengan Purchasing Power Parity (PPP)—

sebagaiamana didefiniskan oleh Bank Dunia, adalah ”.. sebuah cara mengukur dayabeli relatif dari berbagai matauang terhadap barang dan jasa yang sejenis. Karenabarang dan jasa bisa lebih mahal di satu negara dibanding lainnya, PPP memungkinkankita untuk membuat perbandingan yang lebih akurat dari standar hidup antar negara”.Lihat www.worldbank.org

Page 27: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

212

14 Konsep asli ’1 dollar AS per hari’ sebenarnya didasarkan pada perkiraan PPP tahun1985—saat ini garis kemiskinan didasarkan pada PPP tahun 1993, yang akibatnayamengakibatkan kenaikan dari 1 dollar AS ke 1.08 dollar AS. Sebagai sebuah konvensi,’1 dollar AS sehari” masih secara luas digunakan ketika membicarakan kemiskinan.

15 Sumber: Janice Poling. Country Responsibilities in Achieving the MillenniumDevelopment Goals, Project on Human Development. The Pardee Center, BostonUniversity, Boston: 2003

16 Lebih jauh, lihat Yanuar Nugroho. Privatisasi Layanan Dasar. Jurnal Hukum PSHK,edisi Agustus 2003. Bdk. Laporan Tahunan The Business Watch Indonesia, KetikaHidup Diperdagangkan—Privatisasi Layanan Dasar di Indonesia: Listrik-Air-Kesehatan, BWI, Solo: 2003

17 Pada tahun 1970, seorang senator AS dari Wisconsin, Gaylord Nelson, memulai sejarahdengan apa yang kini setiap tahun dirayakan sebagai Hari Bumi—hari dimana semuaorang secara khusus diingatkan untuk menghormati bumi dan ekosistemnya. Tahun1970, 20 juta orang AS berdemonstrasi di jalanan, taman-taman dan ruang publik lainnyamenuntut lingkungan yang lebih bersih dan sehat akibat kualitas hidup yang makinberkurang. Gerakan itu membuahkan hasil, Kongres AS meloloskan Clean Air, Waterand Superfund Acts dan membentuk Badan Perlindungan Lingkungan (EnvironmentalProtection Agency). Lebih jauh, lihat Yanuar Nugroho, Earth-Day: Rethinking ourapproach to the earth, Headlines di harian The Jakarta Post, 23 Apr 2003

18 Lihat Donella Meadows. ”Earth Day Plus Thirty, As Seen by the Earth,” dalam Voice ofa Global Citizen, Sustainability Institute, 2000.

19 Ibid.20 Berbagai statistik bisa dilihat dalam laporan Badan Pembangunan PBB (UNDP). World

Development Report, sejak 3 tahun terakhir. Sebagai hint, profil negara, misalnyaIndonesia at a Glance, akan membantu menguak statistik di atas. Lihat www.undp.org

21 Lihat Donella Meadows, op.cit.22 Lihat Donella H. Meadows, Jorgen Randers, Dennis L. Meadows. Limits to Growth:

The 30-Year Update. Chelsea Green Publishing Company, 200423 Ibid.24 B. Herry-Priyono. ’Dalam Pusaran Neoliberalisme’ dalam I. Wibowo & F. Wahono (eds),

Neoliberalisme. Yogyakarta: CPS, 2003 dan B. Herry Priyono, op.cit.25 Lihat Wayne Ellwood. the No-Nonsense Guide to Globalisation. New Internationalist,

Oxford, UK: 200126 Lihat Anthony Giddens. Runaway World: How Globalization is Reshaping Our Lives,

Routledge: 2002.27 Lihat George Ritzer. The McDonaldization of Society. Pine Forge Press, edisi ke-3,

200028 Lihat Richard Barnet dan John Cavanagh. Global Dreams: Imperial Corporations and

the New World Order, 199429 Lihat Medard Gabel & Henry Bruner, Global Inc. An Atlas of the Multinational Corporation.

New York: The New Press, 2003, tersedia online di ” http://www.bigpicturesmallworld.com/Global%20Inc

30 Ekonom B.Herry-Priyono membahas banyak tentang hal ini. Fakta yangmencengangkan, menurutnya, adalah bahwa ternyata ”…arus FDI itu rupanya hanyaberputar-putar di antara negara-negara maju (misalnya dari AS ke Perancis, atausebaliknya), dan tidak banyak mengalir ke negara-negara miskin (misal dari Jerman keIndonesia). Pokok ini sentral, karena klaim tentang ”berkah” gerak-bebas modal globalbagi negara-negara miskin dan berkembang terutama disandarkan pada arus FDI.” Iamemberikan tabel berikut.

Page 28: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Yanuar Nugroho

213

Ke Mana Investasi AS Mengalir? Jumlah Persentase(US$ Milyar) dari Total

Negara-negara berpendapatan tinggi 982,8 81,0Negara-negara berpendapatan menengah 218,1 18,0Negara-negara berpendapatan rendah 12,2 1,0

Total 1.213,1 100,0

Investasi Langsung AS ke Luar AS, tahun 2000Sumber: The Economist, A Survey of Globalisation, 29 September 2001, hlm. 6.,sebagaimana dikutip dalam B. Herry-Priyono. ”Marginalisasi a la Neoliberalisme’ dalam,Basis, Mei-Juni, 2004.

31 Lihat Noreena Hertz. The Silent Takeover: Global Capitalism and the Death ofDemocracy. London: William Heinemann, 2001.

32 Lihat di www.who.int33 Lihat The Economist, 10 Nopember 200134 Lihat Noreena Hertz, op.cit.35 Lihat Debra Watson. US Pharmaceutical Companies Reap Huge Profits From HIV

Drugs. World Socialist, 6 Mei 1999, tersedia online di www.wsws.org/articles/1999/jun1999/aids-j05.shtml

36 Lihat Yanuar Nugroho. Health Issue: The art of Playing God. Opinion & Editorial, TheJakarta Post, 12 September 2003. Lihat juga Yanuar Nugroho. ”Ketika Manusia BermainSebagai Tuhan,” dalam Hidup, September 2003

37 Ibid.38 Ibid.39 Lihat The Business Week, edisi 30 Desember 2002.40 Lihat The Business Watch Indonesia, op.cit.41 Lihat EcoFuture, All Consuming Passion, 17 Januari 2002, http://www.ecofuture.org/

pk/pkar9506.html Maka, tak berlebihan mengatakan bahwa seorang di AS –dan dinegara kaya—merusak alam 100 kali lipat ketimbang seorang di negara miskin.

42 Lihat juga B. Herry-Priyono. Anthony Giddens—Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia,2002.

43 Indonesia ada pada daftar no 79, Meksiko 80 dan 81 (mungkin) Turki. Lihat diwww.imf.org

44 Lihat di www.wto.org. Juga observasi pribadi penulis ketika melakukan wawancaradengan anggta Delegasi RI (DELRI) untuk WTO dalam sebuah riset pada tahun 2003.

45 Dari hasil pembicaraan dengan anggota Delegasi RI (DELRI) untuk WTO. Namanarasumber tidak disebutkan untuk kepentingan publikasi.

46 Sepanjang lima tahun terakhir (secara intensif dan khusus) dalam satu-dua dasawarsaini (secara umum), motto yang didengungkan para proponen globalisasi yaitu ”there isno alternative” (TINA), mendapat lawan sepadan ”there are thousands alternatives”(TATA). Inilah dimana sebuah ’dunia yang lain’ itu mungkin, sebuah ’praktik globalisasiyang lain’ itu mungkin –globalisasi yang manusiawi, inklusif dan mendorongkesejahteraan sosial bagi yang miskin. Semangat ini mungkin terdengar utopis, namunmenjadi jiwa dalam berbagai kolaborasi masyarakat sipil di Forum-forum Sosial Dunia(World Social Forums) sejak Porto Allegre 2003 hingga Mumbai 2004. Herry-Priyonomenyebutnya ”Dua Globalisasi” (lihat Kompas, Pebruari 2004).

47 World Bank (2002)48 Lihat The Business Watch Indonesia, op.cit., bab 2. ”Air—Sumber Hidup yang Dijarah”49 Lihat Jurgen Habermas. The Theory of Communicative Action: Lifeworld and System,

1978. Ia juga mencatat bahwa Weber memperkenalkan empat jenis rasionalitas:practical, theoretical, substantive dan formal rationality. Dia membandingkan keempatjenis itu terutama dalam hal kapasitas-pembedanya untuk memperkenalkan apa yangdipahami Weber sebagai jalan hidup yang metodik.

Page 29: Jurang yang tak Terjembatani Soal Keadilan Antar Bangsa di ... · Bisnis dan pasar memang punya tempat ... Kisah di atas hanyalah sepenggal cerita besar tentang ... sebagai kontrol

Keadilan Sosial

214

50 Jenis rasionalitas ini mengajak orang untuk tidak mempercayai semua nilai yang tidakpraktis, namun ia juga kehilangan kemampuan untuk mengenali jalan hidup yangmetodologis karena sifatnya yang selalu ingin mengubah situasi dan bukannyamengaturnya.

51 Rasionalitas substantif adalah satu-satunya yang mempunyai ’potensi untukmemperkenalkan jalan hidup yang metodologis’ (Kalberg 1980: 1165). Karena itu, diBarat, ada rasionalitas substantif khusus yang menekankan jalan hidup metodologis –Calvinisme—yang mengecilkan peran rasionalitas praktikal yang pada akhirnya akanmenjadi awal pengembangan rasionalitas formal. Lihat Jurgen Habermas, op.cit.

52 Sumber dari Student Service Centre, Universitas Manchester, www.scc.man.ac.uk/funds