Rumah Di Tubir Jurang

33
RUMAH DI TUBIR JURANG NASKAH DRAMA REMAJA S. YOGA

Transcript of Rumah Di Tubir Jurang

Page 1: Rumah Di Tubir Jurang

RUMAH

DI TUBIR

JURANG

NASKAH DRAMA REMAJA

S. YOGA

Page 2: Rumah Di Tubir Jurang

Para Tokoh

Eyang Kakung : Usia 80

Tuan Sunan : Setengah Baya

Nyonya Sumirah : Setangah Baya

Papa (Umar) : 23 tahun

Mama (Lastri) : 23 tahun

Mawar : 21 tahun

Noki : 21 tahun

Ijah : Pembantu Rumah Tangga 17 tahun

Dikisahkan di sebuah rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ), Tuan

- Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga dan egois ),

Papa - Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya ), Mawar dan

Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui orangtuanya. Dan

Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang keluar dari

permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga besarnya dari kehancuran. Ibarat negara, akan

hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-sendiri tanpa

mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.

Page 3: Rumah Di Tubir Jurang

1

( Rumah putih dengan perabotan antik, senapan angin di sisi kanan tembok, dua orang laki-laki dan perempuan setengah baya, duduk

menghadap dua buah layar tv, asyik menyaksikan dunia lain, sebuah dunia maya. Masing-masing menonton acara tv kesukaan

sendiri. Menghadap penonton. Di belakang nampak meja dan kursi lain, almari tempat menyimpan perkakas. Dari belakang, tepatnya

dari atas seorang pencuri meluncur turun dari atap dengan tali, mukanya dibalut kain hitam, persis ninja di film-film. Pencuri

dengan tenang dan kehati-hatian yang penuh, turun perlahan, mengambili perhiasan yang mudah didapat, masuk ke dalam kamar

tempat perhiasan lain disimpan. Kemudian naik lagi ke atas keluar dengan aman ).

TUAN SUNAN : Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana. Semua

sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).

NYONYA SUMIRAH : Hhhmmmmmmm. ( Batuk-batuk dan semakin mengeraskan suara tv ).

( TV dikecilkan NYONYA SUMIRAH, berdiri lalu mencari obat. Membuka-buka lemari,

obat yang dicari tidak ada. Mendekat TUAN SUNAN, kesal dan memandang penuh

kebencian. Kembali lagi ke almari mencari-cari. Kesal. Ke meja dan mengambil air

minum setelah batuk rejannya hebat menghantam tubuh kurusnya ).

Page 4: Rumah Di Tubir Jurang

NYONYA SUMIRAH : ( Batuk ). Tak ada yang beres di rumah ini. Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai obat saja

hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).

TUAN SUNAN : Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut pipa rokok tapi tidak berhasil ).

Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup

damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup akan selesai dengan

cara seperti itu.

NYONYA SUMIRAH : Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang. (

Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya perasaan

sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda dariku. Kau kira

aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di belakang rumah,

sambil bertukar pandang dengan dia. Iya kan. Mengaku saja. ( TUAN SUNAN nampak salah

tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku mencoba bersabar. Tapi

sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat kaki dari rumah ini. Banyak

saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah, di terminal, di pasar sayur.

Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur. Ternyata ada udang di balik batu. Dan

berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku

ketahui dengan persis. ( Ketika TUAN SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH

menjauh, nampak benci ). Jangan sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. (

Berkemas, masuk kamar ). Aku benci. Aku benci. Aku benci.

( TUAN SUNAN hanya bisa menatap kosong ruang tamu yang sunyi. Mematikan semua tv, duduk di sofa panjang. Berdiri, berjalan

memandangi potret, kenangan pengantin, nampak tersenyum, membersihkan foto yang sudah berdebu, kembali memasangnya,

dengan kebahagiaan kecil. Berjalan ke almari, mencari-cari pipa gadingnya di dalam almari, ternyata sudah tidak ada. Mencari lagi

ke sana ke mari, namun tidak menemukan. Melihat kamar NYONYA SUMIRAH dengan kesal, rasanya ingin membalas dendam ).

TUAN SUNAN : Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan

baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia tidak

bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik dengan

semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku sebagai

kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah menguasai seluruh

hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi

biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.

2

( Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua. Membawa pipa gading dan merokok, pakai baju jas lengkap

dengan sepatu mengkilap. Membawa tas kerja dan tongkat keramat. Berjalan penuh wibawa meski jalannya sempoyongan. Duduk di

depan meja dan segera mengeluarkan kaca mata minusnya, mengeluarkan arsip-arsip yang ada di dalam tas, memeriksa dan sesekali

membaca kertas kerjanya. Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya

sendiri. Dulu begitu dihormati. Namun setelah kepikunannya kumat ia bagai sampah, tak ada gunanya, diremehkan anak buahnya

dan semua orang, bahkan dianggap meresahkan dan membuat repot keluarga, hampir ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tapi

Page 5: Rumah Di Tubir Jurang

ditolak oleh pihak rumah sakit, pernah di panti wreda, sebulan kemudian pihak panti keberatan. Keluarga TUAN SUNAN tidak bisa

berbuat banyak, mereka harus mengurusnya. TUAN SUNAN kemudian mendekati dan mengamat-ngamati pipa gading yang dibawa

EYANG KAKUNG, yang diletakkan di asbak. Pipa gading itu diambil TUAN SUNAN, diamat-amati dengan seksama, sebelum pipa

dikembalikan lagi sudah direbut kembali oleh EYANG KAKUNG ).

TUAN SUNAN : Kakung, ini sudah malam.

EYANG KAKUNG : ( Sambil memeriksa berkas-berkas ). Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak becus

kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. ( Memandang

sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos kantor. Disiplinmu

boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka kantor. Apakah sudah dipel

dan dibersihan semua meja kursi.

TUAN SUNAN : Sudah. ( Menjawab sambil tidak enak ).

EYANG KAKUNG : Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-rasanya

perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan perusahaan

lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat perusahaan hari ini.

Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan akhir-akhir ini. Dan

silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin perusahaan ini sudah

mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan. Sehingga di sana sini

tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus, perusahaan akan bangkrut.

Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak akan aku beri pesangon sama

sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku inveskan pada perkebunan durian.

Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan bahagia sekali melihat kebun-kebunku.

Aku akan membuat pondok rumah yang indah. Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana

semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia. Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada,

akan aku gunakan untuk tunggangan pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan

memohon kepada anak-anak untuk mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah

rasanya hidup akan membahagiakan.

TUAN SUNAN : Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.

EYANG KAKUNG : Apakah kamu tidak bohong.

TUAN SUNAN : Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi.

Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !

IJAH : ( Dari dalam ). Iya Tuan. Ya Tuan. Sebentar !

TUAN SUNAN : Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu. Kakung

nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah menunggu.

EYANG KAKUNG : Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar. Tunggu

jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak yang berbudi

luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling cantik sedunia.

Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila kekuasaan. Perempuan

kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala cara. Kecantikan dan

tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik yang alamiah. Aha

kenangan masa lalu. Kenangan yang indah. ( Bernyanyi sambi menari-nari, merayu-rayu

IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).

Page 6: Rumah Di Tubir Jurang

Abang-abang gendero londo

Wetan sitik kuburan mayit

Klambi abang nggo tondo moto

Wedak pupur nggo golek dhuwit

TUAN SUNAN : Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri

terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. ( Setelah

EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah, duduk di

sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).

3

( Dua orang pasangan muda masuk, habis berbelanja, membawa bawaan barang-barang. Meletakkan barang-barang di atas meja.

Duduk di sofa nampak capai. Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval, yang perempuan berwajah bundar, pupurnya agak pudar.

Pasangan keluarga muda ini nampak dengan lagak gaya sok modern ).

MAMA : ( Sambil memeriksa barang ). Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu. Kosmetik

itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa. Jangan-jangan

penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal. Berjalan modar-mandir ).

Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ).

PAPA : Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.

MAMA : Ijah ! Ijah !

IJAH : Iya ! Sebentar ! ( IJAH muncul ). Iya.

MAMA : Masukkan barang-barang ini.

PAPA : Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi

kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya, Ijaaahh.

Apa si kecil sudah tidur.

IJAH : Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).

PAPA : Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar

mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho masih

masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai

tersungging. Dua. Sudah mulai tersenyum. Oh senyumnya baru sedikit. Senyumnya

dikulum. Dua setengah. Mulai merekah. ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).

MAMA : Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus

menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat

Page 7: Rumah Di Tubir Jurang

meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan diri

kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).

IJAH : ( Sambil menghidangkan kopi ). Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk, matanya

tetap nakal ).

PAPA : Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang di

mertua. Malu kan.

MAMA : Ayah Ibu saja tidak keberatan kita tinggal di sini.

PAPA : Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu tidak

enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga itulah yang paling berat. Mereka sama sekali

tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita numpang di

mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber pada kebenaran.

Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih baik menunjukkan sedikit

kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya. Daripada menunjukkan kebaikan

yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika tinggal bersamanya kalau ada kejelekan

sedikit saja maka semua kebaikan kita akan hilang. Seumur hidup yang dikenang dan

dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita saja.

MAMA : Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.

PAPA : Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri dan

berjalan hilir mudik ).

MAMA : Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek baru

kerja.

PAPA : Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk

beli rumah.

MAMA : Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan terlebih

dahulu.

PAPA : Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju melihat

kondisi kita seperti ini.

MAMA : Tapi Mama tidak berani ngomong.

PAPA : Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti sulit.

Ibumu sih keras sekali. Kaku.

MAMA : Tidak mau ! Tidak mau !

PAPA : ( Terdiam sejenak ). Begini saja yang menghadap kita berdua.

MAMA : Tapi yang ngomong Papa.

PAPA : Ya berdua.

MAMA : Berdua.

PAPA : ( Sambil dinyanyikan ). Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam suka

dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.

( Mereka nampak gembira. Berdansa sambil masuk kamar. Eksit ).

Page 8: Rumah Di Tubir Jurang

4

( Pagi hari, di teras rumah yang nampak luas, bercat putih, di pinggir teras depan ada tulisan Jl. Tubir 275. Di teras ada satu meja,

dua kursi, dan EYANG KAKUNG tidur di kursi panjang, ada beberapa pot bunga, tempat menyiram air, suasana nampak asri. PAPA

dan MAMA masuk dari luar sehabis kerja. Nampak wajahnya tegang. Seolah habis bertengkar. Mereka duduk dikursi saling tak

peduli ).

PAPA : Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu. Kenapa

harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak

perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi perahan. Dasar

kapitalis.

MAMA : Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.

Kerja tidak tetap gitu.

PAPA : Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya kan

besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi kalau ada

proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa dipastikan. Tapi

memang tahun ini. Proyek apa pun seret. Negara kacau.

Investor takut menanam modal. Ini salah siapa. Mereka takut

dibakar. Mereka takut didemo. Mereka takut nggak untung.

Negara nggak stabil. Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.

MAMA : Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan Mama.

PAPA : Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita kerja

sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-habisan.

Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa menghargai tenaga

kerja kita sangat rendah. Ya sedikit manusiawi gitu lho.

MAMA : Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung. Nggak

kapitalis namanya.

PAPA : Ya sedikit sosialislah.

Page 9: Rumah Di Tubir Jurang

MAMA : Jadi kapitalis yang sosialis. Masak ada. Kapitalis kok sosialis.

Kapitalis ya kapitalis. Titik. Tidak sosialis dan tidak

manusiawi.

PAPA : ( Mereka terdiam sejenak. PAPA melihat EYANG KAKUNG ).

Kenapa lagi Kakung tiduran di lantai. Bangunkan, Ma. Suruh

tidur di dalam.

MAMA : Mama yakin, Kakung terkenang lagi masa lalunya. Masa lalu

yang membahagiakan. ( Mengambil senapan ). Pasti Kakung

terkenang saat waktu perjuangan dulu. Mama juga nggak

habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat

masa lalu saja. Tanpa sedikit pun bisa diajak bicara masa kini.

Apalagi masa depan. Hidup hanya untuk masa lalu. Masa-

masa kejayaan dulu. Apa itu yang dinamakan post power

syndrom.

PAPA : Sok tahu ! Memangnya Kakung punya kedudukan, punya

jabatan, punya kuasa.

( Dari arah dalam masuk Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah ).

TUAN SUNAN : ( Duduk di kursi ). Kalian habis kerja kok malah di sini. Apa

sudah makan. ( MAMA dan PAPA nampak saling celingukan,

seolah ada yang ingin dibicarakan dengan Ayahnya ).

NYONYA SUMIRAH : Sebenarnya ada apa sih. ( Duduk di samping TUAN SUNAN ).

Kelihatannya ada yang ingin dikatakan.

MAMA : Papa saja yang ngomong.

PAPA : Lebih baik Mama.

MAMA : Papa !

PAPA : Mama !

MAMA : Papa !

PAPA : Mama !

TUAN SUNAN : Kalian berdua seperti anak kecil. Ada apa sebenarnya.

Memang kalian menikah terlalu muda, bahkan kuliah kalian

nggak kalian selesaikan, mungkin itu yang menyebabkan

Page 10: Rumah Di Tubir Jurang

kalian sering tengkar. Tapi sekarang kalian harus lebih

dewasa.

MAMA : Begini lho, Yah. Papa kan ingin punya rumah.

PAPA : Mama yang pingin.

NYONYA SUMIRAH : Sudah ! Sudah ! Kalian tak pernah dewasa.

MAMA : Jadi kami pingin beli rumah.

NYONYA SUMIRAH : Ya sudah kalau pinginnya begitu. Ibu dan Ayah juga tidak

keberatan, mungkin itu akan menjadi lebih baik bagi kalian,

agar bisa membangun keluarga secara mandiri. Rencananya

mau beli rumah di mana ?

MAMA : Masalahnya kami tidak punya uang. Uang kami tidak cukup

untuk beli rumah itu. Karenanya kami sepakat ingin meminta

hak kami pada Ayah Ibu.

TUAN SUNAN : Hak apa ?

MAMA : Kami ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta

dulu.

PAPA : Iya, Yah. Kami sangat membutuhkan. Toh nanti juga warisan

itu akan diberikan pada kami juga.

NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. T i d a k b i s a ! ( Mereka terdiam sejenak ).

Kalian tahu apa artinya warisan. Kami masih segar bugar

begini kalian menuntut warisan. Permintaan kalian itu tidak

wajar. Toh kalian masih bisa tinggal di rumah ini. Mestinya

kalian sedikit-sedikit bisa menabung untuk masa depan.

Jangan bisanya cuma foya-foya, beli barang-barang yang

mahal, barang yang belum perlu. Tidak usah gengsi. Gaya

hidup kalian harus diubah.

PAPA : Tapi kami ingin mandiri dan terpisah Ayah dan Ibu.

NYONYA SUMIRAH : Itu bagus. Silahkan.

PAPA : Tapi kami perlu uang. Perlu warisan itu.

NYONYA SUMIRAH : T i d a k b i s a. T i d a k !!!! Kalian dengar.

Page 11: Rumah Di Tubir Jurang

( MAMA dan PAPA wajahnya nampak sangat kecewa, lekas masuk rumah. Suasana

kemudian senyap. TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH saling menarik nafas dalam-

dalam ).

5

( Dua orang remaja membawa tas, sangat modis, yang perempuan sedikit menor, yang

laki-laki sedikit macho. Masuk ke halaman, ke teras rumah ).

MAWAR : Assalamualaikum.

NYONYA SUMIRAH : Walaikumsalam. ( Mereka saling bersalam-salaman, nampak

NYONYA SUMIRAH tidak suka dengan NOKI ).

MAWAR : Bagaimana keadaan Ayah Ibu.

NYONYA SUMIRAH : Baik-baik.

MAWAR : Kakung bagaimana.

TUAN SUNAN : Baik-baik saja. Masih seperti biasanya.

NYONYA SUMIRAH : Suratmu barusan tadi pagi sampai. ( Mengambil surat yang

ada di meja ). Ini belum Ibu baca. Apa isinya sih.

MAWAR : Gimana Pak Pos sih, ini udah dua minggu aku kirim.

( Mengambil surat ). Cap kantor pos di sini saja tanggal 10,

berarti sudah seminggu yang lalu. Dasar Pak Pos males.

NYONYA SUMIRAH : Padahal dia hampir saban hari mampir ke sini. Apa dia lupa.

Apa surat itu ketlinsut di kantor pos.

TUAN SUNAN : Sudahlah. Pokoknya anak kita sudah sampai rumah dengan

selamat.

MAWAR : Sebenarnya surat ini hanya ingin memberi tahu Ayah dan

Ibu. ( Memasukkan surat ke tas ). Sudahlah nanti akan kami

beritahu, jadi surat ini dianggap saja tidak pernah ada.

Page 12: Rumah Di Tubir Jurang

NYONYA SUMIRAH : Ini bagaimana, surat sudah sampai kok ditarik kembali.

Sebenarnya ada apa sih. Bagaimana kuliahmu. Jangan terlalu

banyak pacaran. ( Menyindir mereka berdua ). Ingat

kuliahmu.

MAWAR : Terus terang kami sengaja menghadap Ayah Ibu karena ingin

membicarakan perihal hubungan kami. Saya harap Ibu sudilah

kiranya menganggap kami berdua sudah dewasa. Tidak

seperti selama ini Ayah Ibu merasa bahwa kami masih anak-

anak sehingga tidak diperkenankan berpendapat dan

memutuskan segala sesuatu secara mandiri. Mawar percaya

segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin

membahagiakan diri Mawar, namun harus Ibu ketahui bahwa

tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan Mawar

selalu baik buat Mawar. Seperti hubungan Mawar dengan

Noki, memang Ibulah yang paling tidak setuju karena

berbagai pertimbangan……..

NYONYA SUMIRAH : Cukup ! Sekali Ibu tidak setuju selamanya tidak setuju. Bisa

dimengerti. Ibu tidak ingin mengulang yang kedua kalinya.

Lihat kehidupan kakakmu sekarang. Ini semua gara-gara

menikah terlalu muda. Seandainya tidak terjadi “kecelakaan”

itu tentu Ibu tidak mau menikahkan. Dan sekarang lihatlah

siapa yang membelikan susu dan keperluan ponakanmu yang

masih bayi itu. Bukan dia kan ?

MAWAR : Bagaimana Ayah ?

NYONYA SUMIRAH : ( Begitu TUAN SUNAN hendak menjawab NYONYA

SUMIRAH memotong ). Semua masalah anak-anak Ibulah

yang bertanggung jawab. Semua yang memutuskan Ibu. Tidak

boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu sudah

memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan

Ibu dan masa depan kalian. Demi nama baik keluarga.

Page 13: Rumah Di Tubir Jurang

NOKI : Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak

sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik.

Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaan orangtua.

NYONYA SUMIRAH : Di sini Anda tamu. Harap itu dimengerti.

MAWAR : Ibu harus mengerti permasalahan kami. Terus terang selama

ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya.

Sekarang saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya

kami minta maaf sama Ayah dan Ibu. Sebenarnya kami telah

menikah.

NYONYA SUMIRAH : Apa ! Nggak salah Ibu dengar !

MAWAR : Tidak Ibu. Sejak di semester satu, saat itu pula kami sepakat

untuk menikah secara siri, tanpa memberitahu Ayah Ibu.

NYONYA SUMIRAH : Itu tidak sah. Kami tak ada yang dilibatkan. Itu tidak sah.

NOKI : Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu. Tapi

kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya

pula.

NYONYA SUMIRAH : Ibu tidak meminta pendapatmu.

MAWAR : Noki benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini

menyangkut masa depan Mawar.

NYONYA SUMIRAH : Ibu tahu apa yang terbaik untuk anak-anakku.

MAWAR : Lalu Ibu tetap ingin menjodohkan Mawar dengan Ajiz. Apa

Ibu tahu apakah Ajiz bisa menerima apa adanya diriku.

Mawar sudah tidak seperti dulu lagi. Ibu harus paham itu.

NYONYA SUMIRAH : Maksudmu ? ( MAWAR mulai terisak ).

NOKI : Kami kira Ibu sudah dapat memahaminya apa artinya

pernikahan. Kami adalah suami istri.

NYONYA SUMIRAH : Jadi kalian telah melakukan ………….

NOKI : Ya. Karena kami suami istri dan hal itu sudah sah.

NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar kamu Noki. Berani-beraninya menjamah anakku.

NOKI : Kami sudah suami istri Ibu.

Page 14: Rumah Di Tubir Jurang

NYONYA SUMIRAH : Meski begitu kalian tetap putus. Putus. Berani-beraninya kau

menodai anakku. Pastilah semua itu karena akal muslihatmu

saja. Akal bulusmu saja. Kau menipu anakku dengan bujuk

rayu gombalmu itu. Kau kira aku tidak tahu sejarah

keluargamu. Kau kira siapa sebenarnya Ibumu. Siapa

Ayahmu. Makanya sejak dulu aku tidak setuju hubungan

kalian. Jadi benar kan kata pepatah anak tidak jauh dari orang

tua. Tabiat orangtua akan menurun ke anaknya.

NOKI : Ibu bicara apa. Sebagai orangtua bicaralah yang baik.

TUAN SUNAN : Sebaiknya kita bicarakan nanti saja. Biar mereka istirahat

dulu. Biar pikiran tenang. Semua masalah dapat dipecahkan

dengan jernih.

NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku

atasi sendiri. Ketahuilah anak muda, Ibumu dulu seorang

pelacur, aku tahu persis. Dan Ayahmu seorang mantan

preman yang kerjanya merampok. Seorang bajingan. Kalian

berasal dari keluarga rusak.

NOKI : Ketahuilah Ibu, bahwa sebelum Mawar berhubungan dengan

diriku, dia pernah diperkosa, siapa yang memperkosa, tak lain

dan tak bukan menantu Ibu sendiri, Umar. Bagaimana

mungkin kakak ipar memperkosa adik istri sendiri. Jadi dalam

keluarga Ibu juga mengalir darah bajingan bukan.

NYONYA SUMIRAH : Bicaramu yang benar. ( Terdiam sejenak ). Mawar, apa benar

cerita Noki. ( MAWAR mengangguk dan kembali menangis

lagi ). Rusak semuanya. ( Marah pada TUAN SUNAN ). Ini

gara-gara kamu tidak bisa memimpin keluarga. Peran apa

sebenarnya yang sedang kau lakukan. Kepala keluarga, bukan.

TUAN SUNAN : Katanya kamu sudah bisa mengatasi semuanya. Jangan

salahkan aku. Salahkan dirimu sendiri yang keras kepala.

Suka memaksakan kehendak.

Page 15: Rumah Di Tubir Jurang

NYONYA SUMIRAH : Mawar ! Katakan semua cerita ini tidak benar. Mawar !

Katakan semua ini tidak benar. Tidak benar kan !

MAWAR : ( Menangis tersedu-sedu ). Maafkan Mawar. Maafkan Ibu.

Maafkan Ayah. Maafkan. Semua itu benar. Semua itu benar.

TUAN SUNAN : Sebaiknya sekarang kita cari jalan keluar terbaik bagi mereka

berdua. Jangan sampai merusak masa depan mereka.

NYONYA SUMIRAH : Jalan terbaik adalah Mawar putus dengan Noki. Titik.

MAWAR : Ibu mau membunuh diriku perlahan.

NYONYA SUMIRAH : Rusak semuanya ! Rusak ! Siapa yang kamu anut selama ini.

Siapa Mawar. Sehingga dirimu begitu hina. Semua ini pastilah

gara-gara kamu Noki. Sekarang keluar dari rumahku. Aku

tidak sudi punya menantu sepertimu.

NOKI : Baik Ibu. Tapi ketahuilah semua masalah ini yang

menyebabkan Ibu sendiri. Kalau Ibu benar bisa mendidik

anak-anak Ibu tak mungkin akan terjadi seperti ini. Kekakuan

pikiran Ibu dan mau menangnya sendirilah yang

menyebabkan ini semua. Benar kata Ayah, semua ini karena

kehendak berkuasa Ibu yang berlebihan terhadap semua isi

rumah ini.

NYONYA SUMIRAH : Keluar dari rumah ini ! Tahu apa kamu tentang kehidupan.

Keluar ! Keluar !

NOKI : Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung

anakku.

NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar ! Keluar ! Keluar !

( NOKI eksit. Lampu perlahan meredup hingga gelap, diiringi kesedihan yang menusuk-

nusuk. Mereka terdiam seperti patung hendak runtuh ).

6

Page 16: Rumah Di Tubir Jurang

( Di ruang makan, meja makan memanjang. NYONYA SUMIRAH duduk di kursi yang

mengesankan bahwa dia pemimpin keluarga. Di kelilingi MAMA, PAPA, MAWAR,

EYANG KAKUNG dan TUAN SUNAN. IJAH sibuk menyiapkan hidangan makan malam.

Suasana agak tegang saling curiga dengan pandangan mata yang ganjil dan

mengancam. Sambil mulai makan ).

NYONYA SUMIRAH : Di rumah ini aku rasa sudah tidak tentram lagi. Tingkah laku

kalian sudah keterlaluan. Ibu juga tidak tahu siapa yang

mencuri perhiasan Ibu. Ibu sudah mencarinya tidak ketemu

juga. Berarti ada maling di rumah ini. Apa mungkin Ijah

yang mengambil. ( Terdiam semua ). Umar ! Jadi benar kau

telah melakukan pada Mawar ? ( PAPA hanya diam saja,

menunduk ).

MAMA : Kau benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada

adiku sendiri. Kau mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata

keranjang.

EYANG KAKUNG : Oh gadisku. Baju merah, wajah cerah. ( Pada MAWAR ).

Kekasihku pujaan hatiku. ( Pada PAPA yang duduk di

sebelahnya ). Tolong sampaikan salamku padanya. Tolong.

Nanti tak kasih hadiah. Sampaikan salamku padanya ya. Ini

namanya cinta pada pandangan pertama. Siapa namanya ?

Aku belum kenal. Baru hari ini aku melihatnya. ( PAPA hanya

Page 17: Rumah Di Tubir Jurang

diam saja dan sesekali menganggukkan kepala. EYANG

KAKUNG kemudian menyanyi dan mendekati MAWAR ).

Abang-abang gendero londo.

Klambi abang nggo tondo moto.

MAWAR : Kung ! Ingat ! Aku Mawar, Kung. Cucu Kakung. Kung !

Ingat ! ( EYANG KAKUNG terus merayu ).

NYONYA SUMIRAH : Kakung ingat Kung. Maemnya dihabiskan dulu. Ijah ! Ijah !

EYANG KAKUNG : Oh gendero londoku. Oh klambi abangku. Oh matahariku.

Oh kekasihku. Oh menor-menorku.

IJAH : Kung ! Klambi abang Kakung di dalam kamar. Ayo kita

ambil. Di dalam kamar. Ayo ke sana. Ada di dalam.

Menunggu Kakung. ( EYANG KAKUNG menurut sambil

ngomel klambi abang ).

NYONYA SUMIRAH : Jadi Ibu tidak tahu bagaimana lagi kita harus menegakkan

martabat keluarga. Apa dari dulu hingga kini keluarga kita

harus menjadi jelaga dalam sejarah. Tidak bisa menampilkan

trah keluarga yang bisa dibanggakan. Dua anakku rasanya

juga mengalami nasib yang tidak enak juga. Lastri, rupanya

terlalu dini menikah, kau salah memilih suami, memang dulu,

Umar, kelihatan baik, tapi apa yang diperbuat pada Mawar

adalah malapetaka keluarga, noda hitam yang tak akan

terhapus. Dan kau Mawar juga mengambil langkah yang salah

dalam cara bergaul, kau ulangi kesalahan yang dilakukan

kakakmu, dan kini kau hamil. Ayahmu sendiri tidak mampu

memimpin keluarga. Justru mata keranjangnya makin

menjadi-jadi. Hidup di rumah ini rasanya asing. Semua

penghuni tidak ada yang saling mempercayai. Semua asing.

TUAN SUNAN : Tentu saja karena ingin saling menang sendiri.

Page 18: Rumah Di Tubir Jurang

MAWAR : Ada yang ingin memaksakan kehendak sendiri.

MAMA : Kapal ini sudah karam. Nama keluarga sudah tercoreng.

Untuk apa dipertahankan.

NYONYA SUMIRAH : Ibu melakukan itu semua karena ingin menyelamatkan

keluarga.

TUAN SUNAN : Tabiatmu itulah yang menghancurkan semua ini. Kehendak

berkuasa berlebihan itulah sumber malapetaka. Mulanya tidak

dirasakan tapi dampak dari kepemimpinanmu yang otoriter,

anak-anak jadi korban. Biduk keluarga pecah. Ingin bebas

sendiri-sendiri. Sesuai keinginan masing-masing. Tanpa tahu

jalan yang ditempuh benar apa salah. Semua salah kaprah.

Tak ada kebaikan yang muncul dari jiwa yang bersih, karena

dalam diri dan kalbu kita sudah dikotori perasaan-perasaan

tidak senang dan ingin menang sendiri. Ingin berkuasa sendiri.

NYONYA SUMIRAH : Apa yang kau tahu dengan kepemimpinan.

TUAN SUNAN : Pikiranmu itulah yang menyesatkan dirimu. Tidak mau

mendegarkan pendapat orang lain. Tidak mau mempercayai

orang lain. Seolah dirimu adalah pusat kebenaran. Padahal

kebenaran jauh dari jangkauan tanganmu. Karena kebenaran

dalam hidup hanyalah mengarah pada kebaikan kita semua.

Kebaikan yang bersumber pada moral dan agama. Kebaikan

yang membuat diri kita tidak berdaya di hadapan Allah. Tidak

sebaliknya, membuat diri kita angkuh, keras, tidak mau

dikritik dan sewenang-wenang. Itu semua hanya membuat diri

kita rendah di mata Allah. Rendah di mata keluarga. Rendah

di mata masyarakat. Tunjukkan kebaikan dirimu dengan

bercermin dengan luka-luka masa lalu. Masa lalu adalah

cermin untuk masa depan. Semua ini salah kita. Karena kita

tidak saling percaya pada anggota keluarga sendiri. Sekarang

terserah. Kalau Ibu masih ingin memimpin keluarga ini. Atau

ingin mundur. Silahkan. Yang penting ciptakan kebahagiaan

Page 19: Rumah Di Tubir Jurang

dan kesejahteraan keluarga. Jangan hanya mempertahankan

keinginan-keinginan yang semu saja. Hadapi kenyataan

dengan lapang dada. Dan ambil jalan keluar yang tepat. Kalau

Mawar kini sudah hamil sama Noki apa mungkin kita biarkan

bayi itu tidak berayah.

EYANG KAKUNG : ( Keluar membawa senapan ). Angkat tangan semua. Buka

topi. Topinya dibuka. ( Semua angkat tangan karena kaget ).

Ha ha ha ha ha. Si Penguasa akhirnya menyerah juga. Aku

menang. Aku menang. Aku menang. ( Pada IJAH ). Siap

grak. Lapor komandan. Pasukan sudah menyerah. Mereka

mengaku kalah. Mereka membuka topi. Tanda kalah. Kalah

komandan. Kita menang. Kita menang. Mereka kalah. Hidup

perjuangan. Hidup perjuangan. Merdeka. Merdeka. Hidup kita

menang. Hidup kita menang. Hidup mereka kalah. Hidup

mereka kalah. Mereka kalah. Mereka kalah. Mereka

menyerah. Mereka menyerah dalam hidup. Kita menang

dalam hidup.

IJAH : Pasukan !

EYANG KAKUNG : Siap !

IJAH : Balik kanan ! Grak ! Maju jalan. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua.

Tiga. Belok kiri. Grak. Satu. Dua. Tiga.

( EYANG KAKUNG dan IJAH masuk kamar. Eksit. Yang lagi terdiam dalam kebisuan

yang memuncak, terpikirkan atas nasib hidupnya masing-masing. Merefleksi diri. Jalan

apa yang harus ditempuh ).

7

Page 20: Rumah Di Tubir Jurang

( Seperti adegan pertama. NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN menghadap layar

kaca masing-masing, menghadap penonton, sementara meja dan kursi sofa ada di

belakang. Larut malam. Ada suara kentongan bertalu-talu. Mereka asyik menonton tv

sendiri-sendiri, sesekali berganti ke chanel lain. Wajah mereka dingin, diam, seolah

sedang memikirkan sesuatu, sorot matanya kosong, tak peduli pada sekitar, tak peduli

pada yang lain. Seorang pencuri masuk dengan baju ninja, turun dari atas dengan tali

yang mengelantung, turun perlahan dengan tenang, membuka almari, mengambil

barang, masuk kamar NYONYA SUMIRAH, mengambil barang, perhiasan dan uang,

kembali, tertarik pada jam tangan yang tergeletak di meja dekat sofa ).

EYANG KAKUNG : ( Dari pintu ). Angkat tangan. ( Maling kaget bukan main,

mengangkat tangan, meletakkan barang curian ). Buka topi !

Buka topi ! ( Maling membuka kerudung, wajahnya terlihat.

Sementara itu TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH cuek

saja pada apa yang terjadi. Mereka sudah muak dengan

kelakuan EYANG KAKUNG yang selalu mengganggu hidup

mereka ). Jangan bergerak ! Aku tembak ! Angkat tangan !

PAPA : ( Menyanyi Tul Jaenak, disambut EYANG KAKUNG yang

gembira bukan main mendengar lagu kesukaannya. Mereka

sambil menari berputar-putar dengan kebahagiaan tersendiri.

PAPA melepaskan semua baju hitamnya. Tiba-tiba muncul

IJAH dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi.

Ikut menari, mula-mula menari bersama EYANG KAKUNG.

Page 21: Rumah Di Tubir Jurang

Kemudian menari bersama PAPA. Saling bergandeng tangan.

PAPA dan IJAH menari mesra sekali. PAPA memberikan

kantung berisi perhiasan, hasil curian, lalu membelai rambut

IJAH. IJAH senang dengan pemberian itu, lalu mencium

tangan PAPA ).

Tul jaenak

Jare jatul jaeji

Kuntul jare banyak

Ndoke bajul kari siji

Abang-abang gendero londo

Wetan sitik kuburan mayit

Klambi abang nggo tondo moto

Wedak pupur nggo golek dhuwit

( NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN cuek bukan main. Perlahan dan pasti mereka

mengeraskan suara tv, sehingga suara nyanyian EYANG KAKUNG, PAPA dan IJAH

perlahan hilang, tak terdengar meski penampakan mereka masih menari-nari. Seolah

menggoda kehidupan. Lampu mulai meredup perlahan hingga hitam kelam. Tinggal

suara televisi yang makin mengeras, berisik tak terusik, silih berganti, tak jelas suara

apa yang terdengar, sahut menyahut, melambung-lambung, kering di telinga. Sampai

puncaknya, tiba-tiba suara itu mati, seolah ada chanel yang terputus ).

***

Page 22: Rumah Di Tubir Jurang

S E L E S A I

B I O D A T A S. Y O G A

S. Yoga dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah tahun 70an, semasa kecil gemar akan wayang dan ketoprak, sejak SD sudah berkenalan dengan bacaan anak majalah Bobo dan Si Kuncung, perpustakaan di sekolah dasar merupakan pemicu utama kenapa ia akhirnya bergelut di dunia sastra. Sewaktu SMA ia telah memilih jurusan Bahasa dan Budaya sehingga banyak mempelajari sastra dan budaya, waktu itu ia kesengsem dengan karya-karya, Danarto, Iwan Simatupang, Budi Darma dan Putu Wijaya. Bersama teman-teman SMA tahun 1988 ia pernah membuat antologi cerpen dan puisi; Kering Shanira.

Kemudian melajutkan kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP Unair Surabaya, di mana ia berkenalan dengan teori-teori ilmu sosial. Beberapa karya-karyanya masuk antologi lomba cipta cerpen dan puisi, dan juga banyak disebarluaskan di majalah dan media massa. Kini bekerja sebagai Fasilitator Kecamatan untuk Program Pengembangan Kecamatan di Madiun

Di antaranya karya-karyanya dimuat di Jurnal Cerpen, Jurnal Puisi, Graffiti Imaji-Antologi Cerpen Pendek YMS 2002, Para Penari-Lomba Cipta Cerpen Nasional Kota Batu 2002, Sepuluh Besar Lomba Cipta Cerpen Nasional Bali Post 2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Antologi Puisi Indonesia

Page 23: Rumah Di Tubir Jurang

1997-KSI, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001-Kompas, Amsal Sebuah Patung-Borobudur Award 1997, Lampung Kenangan: Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2002, Semi Finalis Poetry. Com bulan Agustus 2002, Lomba Cipta Cerpen dan Puisi KOPISISA Purworejo 1998, Permohonan Hijau-Antologi Penyair Jawa Timur 2003, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Horison, Surabaya Post, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Jawa Pos, Surya, Lampung Post, Surabaya News, Suara Merdeka, Solo Pos, Suara Karya dan Bali Post, Radio Jerman.

Pernah juga mencoba menjadi sutradara film independen bersama teman-temannya di @rekfilm Surabaya untuk lomba film di TVRI Surabaya tahun 2002, filmnya yang berjudul Ia yang Pergi dan Ia yang Kembali terpilih sebagai film terbaik.

Alamat : Jl. Ki Ageng Pemanahan Blok L 275 Perum Asabri Selo Kanigoro

Madiun E-mail : [email protected] : 0351-457276Handphone : 08123438854