Rumah Di Tubir Jurang
Transcript of Rumah Di Tubir Jurang
RUMAH
DI TUBIR
JURANG
NASKAH DRAMA REMAJA
S. YOGA
Para Tokoh
Eyang Kakung : Usia 80
Tuan Sunan : Setengah Baya
Nyonya Sumirah : Setangah Baya
Papa (Umar) : 23 tahun
Mama (Lastri) : 23 tahun
Mawar : 21 tahun
Noki : 21 tahun
Ijah : Pembantu Rumah Tangga 17 tahun
Dikisahkan di sebuah rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ), Tuan
- Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga dan egois ),
Papa - Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya ), Mawar dan
Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui orangtuanya. Dan
Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang keluar dari
permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga besarnya dari kehancuran. Ibarat negara, akan
hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-sendiri tanpa
mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.
1
( Rumah putih dengan perabotan antik, senapan angin di sisi kanan tembok, dua orang laki-laki dan perempuan setengah baya, duduk
menghadap dua buah layar tv, asyik menyaksikan dunia lain, sebuah dunia maya. Masing-masing menonton acara tv kesukaan
sendiri. Menghadap penonton. Di belakang nampak meja dan kursi lain, almari tempat menyimpan perkakas. Dari belakang, tepatnya
dari atas seorang pencuri meluncur turun dari atap dengan tali, mukanya dibalut kain hitam, persis ninja di film-film. Pencuri
dengan tenang dan kehati-hatian yang penuh, turun perlahan, mengambili perhiasan yang mudah didapat, masuk ke dalam kamar
tempat perhiasan lain disimpan. Kemudian naik lagi ke atas keluar dengan aman ).
TUAN SUNAN : Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana. Semua
sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).
NYONYA SUMIRAH : Hhhmmmmmmm. ( Batuk-batuk dan semakin mengeraskan suara tv ).
( TV dikecilkan NYONYA SUMIRAH, berdiri lalu mencari obat. Membuka-buka lemari,
obat yang dicari tidak ada. Mendekat TUAN SUNAN, kesal dan memandang penuh
kebencian. Kembali lagi ke almari mencari-cari. Kesal. Ke meja dan mengambil air
minum setelah batuk rejannya hebat menghantam tubuh kurusnya ).
NYONYA SUMIRAH : ( Batuk ). Tak ada yang beres di rumah ini. Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai obat saja
hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).
TUAN SUNAN : Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut pipa rokok tapi tidak berhasil ).
Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup
damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup akan selesai dengan
cara seperti itu.
NYONYA SUMIRAH : Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang. (
Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya perasaan
sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda dariku. Kau kira
aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di belakang rumah,
sambil bertukar pandang dengan dia. Iya kan. Mengaku saja. ( TUAN SUNAN nampak salah
tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku mencoba bersabar. Tapi
sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat kaki dari rumah ini. Banyak
saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah, di terminal, di pasar sayur.
Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur. Ternyata ada udang di balik batu. Dan
berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku
ketahui dengan persis. ( Ketika TUAN SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH
menjauh, nampak benci ). Jangan sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. (
Berkemas, masuk kamar ). Aku benci. Aku benci. Aku benci.
( TUAN SUNAN hanya bisa menatap kosong ruang tamu yang sunyi. Mematikan semua tv, duduk di sofa panjang. Berdiri, berjalan
memandangi potret, kenangan pengantin, nampak tersenyum, membersihkan foto yang sudah berdebu, kembali memasangnya,
dengan kebahagiaan kecil. Berjalan ke almari, mencari-cari pipa gadingnya di dalam almari, ternyata sudah tidak ada. Mencari lagi
ke sana ke mari, namun tidak menemukan. Melihat kamar NYONYA SUMIRAH dengan kesal, rasanya ingin membalas dendam ).
TUAN SUNAN : Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan
baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia tidak
bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik dengan
semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku sebagai
kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah menguasai seluruh
hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi
biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.
2
( Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua. Membawa pipa gading dan merokok, pakai baju jas lengkap
dengan sepatu mengkilap. Membawa tas kerja dan tongkat keramat. Berjalan penuh wibawa meski jalannya sempoyongan. Duduk di
depan meja dan segera mengeluarkan kaca mata minusnya, mengeluarkan arsip-arsip yang ada di dalam tas, memeriksa dan sesekali
membaca kertas kerjanya. Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya
sendiri. Dulu begitu dihormati. Namun setelah kepikunannya kumat ia bagai sampah, tak ada gunanya, diremehkan anak buahnya
dan semua orang, bahkan dianggap meresahkan dan membuat repot keluarga, hampir ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tapi
ditolak oleh pihak rumah sakit, pernah di panti wreda, sebulan kemudian pihak panti keberatan. Keluarga TUAN SUNAN tidak bisa
berbuat banyak, mereka harus mengurusnya. TUAN SUNAN kemudian mendekati dan mengamat-ngamati pipa gading yang dibawa
EYANG KAKUNG, yang diletakkan di asbak. Pipa gading itu diambil TUAN SUNAN, diamat-amati dengan seksama, sebelum pipa
dikembalikan lagi sudah direbut kembali oleh EYANG KAKUNG ).
TUAN SUNAN : Kakung, ini sudah malam.
EYANG KAKUNG : ( Sambil memeriksa berkas-berkas ). Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak becus
kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. ( Memandang
sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos kantor. Disiplinmu
boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka kantor. Apakah sudah dipel
dan dibersihan semua meja kursi.
TUAN SUNAN : Sudah. ( Menjawab sambil tidak enak ).
EYANG KAKUNG : Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-rasanya
perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan perusahaan
lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat perusahaan hari ini.
Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan akhir-akhir ini. Dan
silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin perusahaan ini sudah
mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan. Sehingga di sana sini
tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus, perusahaan akan bangkrut.
Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak akan aku beri pesangon sama
sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku inveskan pada perkebunan durian.
Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan bahagia sekali melihat kebun-kebunku.
Aku akan membuat pondok rumah yang indah. Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana
semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia. Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada,
akan aku gunakan untuk tunggangan pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan
memohon kepada anak-anak untuk mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah
rasanya hidup akan membahagiakan.
TUAN SUNAN : Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.
EYANG KAKUNG : Apakah kamu tidak bohong.
TUAN SUNAN : Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi.
Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !
IJAH : ( Dari dalam ). Iya Tuan. Ya Tuan. Sebentar !
TUAN SUNAN : Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu. Kakung
nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah menunggu.
EYANG KAKUNG : Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar. Tunggu
jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak yang berbudi
luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling cantik sedunia.
Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila kekuasaan. Perempuan
kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala cara. Kecantikan dan
tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik yang alamiah. Aha
kenangan masa lalu. Kenangan yang indah. ( Bernyanyi sambi menari-nari, merayu-rayu
IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).
Abang-abang gendero londo
Wetan sitik kuburan mayit
Klambi abang nggo tondo moto
Wedak pupur nggo golek dhuwit
TUAN SUNAN : Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri
terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. ( Setelah
EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah, duduk di
sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).
3
( Dua orang pasangan muda masuk, habis berbelanja, membawa bawaan barang-barang. Meletakkan barang-barang di atas meja.
Duduk di sofa nampak capai. Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval, yang perempuan berwajah bundar, pupurnya agak pudar.
Pasangan keluarga muda ini nampak dengan lagak gaya sok modern ).
MAMA : ( Sambil memeriksa barang ). Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu. Kosmetik
itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa. Jangan-jangan
penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal. Berjalan modar-mandir ).
Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ).
PAPA : Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.
MAMA : Ijah ! Ijah !
IJAH : Iya ! Sebentar ! ( IJAH muncul ). Iya.
MAMA : Masukkan barang-barang ini.
PAPA : Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi
kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya, Ijaaahh.
Apa si kecil sudah tidur.
IJAH : Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).
PAPA : Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar
mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho masih
masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai
tersungging. Dua. Sudah mulai tersenyum. Oh senyumnya baru sedikit. Senyumnya
dikulum. Dua setengah. Mulai merekah. ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).
MAMA : Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus
menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat
meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan diri
kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).
IJAH : ( Sambil menghidangkan kopi ). Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk, matanya
tetap nakal ).
PAPA : Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang di
mertua. Malu kan.
MAMA : Ayah Ibu saja tidak keberatan kita tinggal di sini.
PAPA : Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu tidak
enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga itulah yang paling berat. Mereka sama sekali
tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita numpang di
mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber pada kebenaran.
Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih baik menunjukkan sedikit
kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya. Daripada menunjukkan kebaikan
yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika tinggal bersamanya kalau ada kejelekan
sedikit saja maka semua kebaikan kita akan hilang. Seumur hidup yang dikenang dan
dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita saja.
MAMA : Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.
PAPA : Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri dan
berjalan hilir mudik ).
MAMA : Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek baru
kerja.
PAPA : Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk
beli rumah.
MAMA : Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan terlebih
dahulu.
PAPA : Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju melihat
kondisi kita seperti ini.
MAMA : Tapi Mama tidak berani ngomong.
PAPA : Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti sulit.
Ibumu sih keras sekali. Kaku.
MAMA : Tidak mau ! Tidak mau !
PAPA : ( Terdiam sejenak ). Begini saja yang menghadap kita berdua.
MAMA : Tapi yang ngomong Papa.
PAPA : Ya berdua.
MAMA : Berdua.
PAPA : ( Sambil dinyanyikan ). Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam suka
dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.
( Mereka nampak gembira. Berdansa sambil masuk kamar. Eksit ).
4
( Pagi hari, di teras rumah yang nampak luas, bercat putih, di pinggir teras depan ada tulisan Jl. Tubir 275. Di teras ada satu meja,
dua kursi, dan EYANG KAKUNG tidur di kursi panjang, ada beberapa pot bunga, tempat menyiram air, suasana nampak asri. PAPA
dan MAMA masuk dari luar sehabis kerja. Nampak wajahnya tegang. Seolah habis bertengkar. Mereka duduk dikursi saling tak
peduli ).
PAPA : Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu. Kenapa
harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak
perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi perahan. Dasar
kapitalis.
MAMA : Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kerja tidak tetap gitu.
PAPA : Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya kan
besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi kalau ada
proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa dipastikan. Tapi
memang tahun ini. Proyek apa pun seret. Negara kacau.
Investor takut menanam modal. Ini salah siapa. Mereka takut
dibakar. Mereka takut didemo. Mereka takut nggak untung.
Negara nggak stabil. Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.
MAMA : Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan Mama.
PAPA : Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita kerja
sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-habisan.
Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa menghargai tenaga
kerja kita sangat rendah. Ya sedikit manusiawi gitu lho.
MAMA : Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung. Nggak
kapitalis namanya.
PAPA : Ya sedikit sosialislah.
MAMA : Jadi kapitalis yang sosialis. Masak ada. Kapitalis kok sosialis.
Kapitalis ya kapitalis. Titik. Tidak sosialis dan tidak
manusiawi.
PAPA : ( Mereka terdiam sejenak. PAPA melihat EYANG KAKUNG ).
Kenapa lagi Kakung tiduran di lantai. Bangunkan, Ma. Suruh
tidur di dalam.
MAMA : Mama yakin, Kakung terkenang lagi masa lalunya. Masa lalu
yang membahagiakan. ( Mengambil senapan ). Pasti Kakung
terkenang saat waktu perjuangan dulu. Mama juga nggak
habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat
masa lalu saja. Tanpa sedikit pun bisa diajak bicara masa kini.
Apalagi masa depan. Hidup hanya untuk masa lalu. Masa-
masa kejayaan dulu. Apa itu yang dinamakan post power
syndrom.
PAPA : Sok tahu ! Memangnya Kakung punya kedudukan, punya
jabatan, punya kuasa.
( Dari arah dalam masuk Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah ).
TUAN SUNAN : ( Duduk di kursi ). Kalian habis kerja kok malah di sini. Apa
sudah makan. ( MAMA dan PAPA nampak saling celingukan,
seolah ada yang ingin dibicarakan dengan Ayahnya ).
NYONYA SUMIRAH : Sebenarnya ada apa sih. ( Duduk di samping TUAN SUNAN ).
Kelihatannya ada yang ingin dikatakan.
MAMA : Papa saja yang ngomong.
PAPA : Lebih baik Mama.
MAMA : Papa !
PAPA : Mama !
MAMA : Papa !
PAPA : Mama !
TUAN SUNAN : Kalian berdua seperti anak kecil. Ada apa sebenarnya.
Memang kalian menikah terlalu muda, bahkan kuliah kalian
nggak kalian selesaikan, mungkin itu yang menyebabkan
kalian sering tengkar. Tapi sekarang kalian harus lebih
dewasa.
MAMA : Begini lho, Yah. Papa kan ingin punya rumah.
PAPA : Mama yang pingin.
NYONYA SUMIRAH : Sudah ! Sudah ! Kalian tak pernah dewasa.
MAMA : Jadi kami pingin beli rumah.
NYONYA SUMIRAH : Ya sudah kalau pinginnya begitu. Ibu dan Ayah juga tidak
keberatan, mungkin itu akan menjadi lebih baik bagi kalian,
agar bisa membangun keluarga secara mandiri. Rencananya
mau beli rumah di mana ?
MAMA : Masalahnya kami tidak punya uang. Uang kami tidak cukup
untuk beli rumah itu. Karenanya kami sepakat ingin meminta
hak kami pada Ayah Ibu.
TUAN SUNAN : Hak apa ?
MAMA : Kami ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta
dulu.
PAPA : Iya, Yah. Kami sangat membutuhkan. Toh nanti juga warisan
itu akan diberikan pada kami juga.
NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. T i d a k b i s a ! ( Mereka terdiam sejenak ).
Kalian tahu apa artinya warisan. Kami masih segar bugar
begini kalian menuntut warisan. Permintaan kalian itu tidak
wajar. Toh kalian masih bisa tinggal di rumah ini. Mestinya
kalian sedikit-sedikit bisa menabung untuk masa depan.
Jangan bisanya cuma foya-foya, beli barang-barang yang
mahal, barang yang belum perlu. Tidak usah gengsi. Gaya
hidup kalian harus diubah.
PAPA : Tapi kami ingin mandiri dan terpisah Ayah dan Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Itu bagus. Silahkan.
PAPA : Tapi kami perlu uang. Perlu warisan itu.
NYONYA SUMIRAH : T i d a k b i s a. T i d a k !!!! Kalian dengar.
( MAMA dan PAPA wajahnya nampak sangat kecewa, lekas masuk rumah. Suasana
kemudian senyap. TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH saling menarik nafas dalam-
dalam ).
5
( Dua orang remaja membawa tas, sangat modis, yang perempuan sedikit menor, yang
laki-laki sedikit macho. Masuk ke halaman, ke teras rumah ).
MAWAR : Assalamualaikum.
NYONYA SUMIRAH : Walaikumsalam. ( Mereka saling bersalam-salaman, nampak
NYONYA SUMIRAH tidak suka dengan NOKI ).
MAWAR : Bagaimana keadaan Ayah Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Baik-baik.
MAWAR : Kakung bagaimana.
TUAN SUNAN : Baik-baik saja. Masih seperti biasanya.
NYONYA SUMIRAH : Suratmu barusan tadi pagi sampai. ( Mengambil surat yang
ada di meja ). Ini belum Ibu baca. Apa isinya sih.
MAWAR : Gimana Pak Pos sih, ini udah dua minggu aku kirim.
( Mengambil surat ). Cap kantor pos di sini saja tanggal 10,
berarti sudah seminggu yang lalu. Dasar Pak Pos males.
NYONYA SUMIRAH : Padahal dia hampir saban hari mampir ke sini. Apa dia lupa.
Apa surat itu ketlinsut di kantor pos.
TUAN SUNAN : Sudahlah. Pokoknya anak kita sudah sampai rumah dengan
selamat.
MAWAR : Sebenarnya surat ini hanya ingin memberi tahu Ayah dan
Ibu. ( Memasukkan surat ke tas ). Sudahlah nanti akan kami
beritahu, jadi surat ini dianggap saja tidak pernah ada.
NYONYA SUMIRAH : Ini bagaimana, surat sudah sampai kok ditarik kembali.
Sebenarnya ada apa sih. Bagaimana kuliahmu. Jangan terlalu
banyak pacaran. ( Menyindir mereka berdua ). Ingat
kuliahmu.
MAWAR : Terus terang kami sengaja menghadap Ayah Ibu karena ingin
membicarakan perihal hubungan kami. Saya harap Ibu sudilah
kiranya menganggap kami berdua sudah dewasa. Tidak
seperti selama ini Ayah Ibu merasa bahwa kami masih anak-
anak sehingga tidak diperkenankan berpendapat dan
memutuskan segala sesuatu secara mandiri. Mawar percaya
segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin
membahagiakan diri Mawar, namun harus Ibu ketahui bahwa
tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan Mawar
selalu baik buat Mawar. Seperti hubungan Mawar dengan
Noki, memang Ibulah yang paling tidak setuju karena
berbagai pertimbangan……..
NYONYA SUMIRAH : Cukup ! Sekali Ibu tidak setuju selamanya tidak setuju. Bisa
dimengerti. Ibu tidak ingin mengulang yang kedua kalinya.
Lihat kehidupan kakakmu sekarang. Ini semua gara-gara
menikah terlalu muda. Seandainya tidak terjadi “kecelakaan”
itu tentu Ibu tidak mau menikahkan. Dan sekarang lihatlah
siapa yang membelikan susu dan keperluan ponakanmu yang
masih bayi itu. Bukan dia kan ?
MAWAR : Bagaimana Ayah ?
NYONYA SUMIRAH : ( Begitu TUAN SUNAN hendak menjawab NYONYA
SUMIRAH memotong ). Semua masalah anak-anak Ibulah
yang bertanggung jawab. Semua yang memutuskan Ibu. Tidak
boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu sudah
memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan
Ibu dan masa depan kalian. Demi nama baik keluarga.
NOKI : Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak
sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik.
Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaan orangtua.
NYONYA SUMIRAH : Di sini Anda tamu. Harap itu dimengerti.
MAWAR : Ibu harus mengerti permasalahan kami. Terus terang selama
ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya.
Sekarang saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya
kami minta maaf sama Ayah dan Ibu. Sebenarnya kami telah
menikah.
NYONYA SUMIRAH : Apa ! Nggak salah Ibu dengar !
MAWAR : Tidak Ibu. Sejak di semester satu, saat itu pula kami sepakat
untuk menikah secara siri, tanpa memberitahu Ayah Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Itu tidak sah. Kami tak ada yang dilibatkan. Itu tidak sah.
NOKI : Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu. Tapi
kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya
pula.
NYONYA SUMIRAH : Ibu tidak meminta pendapatmu.
MAWAR : Noki benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini
menyangkut masa depan Mawar.
NYONYA SUMIRAH : Ibu tahu apa yang terbaik untuk anak-anakku.
MAWAR : Lalu Ibu tetap ingin menjodohkan Mawar dengan Ajiz. Apa
Ibu tahu apakah Ajiz bisa menerima apa adanya diriku.
Mawar sudah tidak seperti dulu lagi. Ibu harus paham itu.
NYONYA SUMIRAH : Maksudmu ? ( MAWAR mulai terisak ).
NOKI : Kami kira Ibu sudah dapat memahaminya apa artinya
pernikahan. Kami adalah suami istri.
NYONYA SUMIRAH : Jadi kalian telah melakukan ………….
NOKI : Ya. Karena kami suami istri dan hal itu sudah sah.
NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar kamu Noki. Berani-beraninya menjamah anakku.
NOKI : Kami sudah suami istri Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Meski begitu kalian tetap putus. Putus. Berani-beraninya kau
menodai anakku. Pastilah semua itu karena akal muslihatmu
saja. Akal bulusmu saja. Kau menipu anakku dengan bujuk
rayu gombalmu itu. Kau kira aku tidak tahu sejarah
keluargamu. Kau kira siapa sebenarnya Ibumu. Siapa
Ayahmu. Makanya sejak dulu aku tidak setuju hubungan
kalian. Jadi benar kan kata pepatah anak tidak jauh dari orang
tua. Tabiat orangtua akan menurun ke anaknya.
NOKI : Ibu bicara apa. Sebagai orangtua bicaralah yang baik.
TUAN SUNAN : Sebaiknya kita bicarakan nanti saja. Biar mereka istirahat
dulu. Biar pikiran tenang. Semua masalah dapat dipecahkan
dengan jernih.
NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku
atasi sendiri. Ketahuilah anak muda, Ibumu dulu seorang
pelacur, aku tahu persis. Dan Ayahmu seorang mantan
preman yang kerjanya merampok. Seorang bajingan. Kalian
berasal dari keluarga rusak.
NOKI : Ketahuilah Ibu, bahwa sebelum Mawar berhubungan dengan
diriku, dia pernah diperkosa, siapa yang memperkosa, tak lain
dan tak bukan menantu Ibu sendiri, Umar. Bagaimana
mungkin kakak ipar memperkosa adik istri sendiri. Jadi dalam
keluarga Ibu juga mengalir darah bajingan bukan.
NYONYA SUMIRAH : Bicaramu yang benar. ( Terdiam sejenak ). Mawar, apa benar
cerita Noki. ( MAWAR mengangguk dan kembali menangis
lagi ). Rusak semuanya. ( Marah pada TUAN SUNAN ). Ini
gara-gara kamu tidak bisa memimpin keluarga. Peran apa
sebenarnya yang sedang kau lakukan. Kepala keluarga, bukan.
TUAN SUNAN : Katanya kamu sudah bisa mengatasi semuanya. Jangan
salahkan aku. Salahkan dirimu sendiri yang keras kepala.
Suka memaksakan kehendak.
NYONYA SUMIRAH : Mawar ! Katakan semua cerita ini tidak benar. Mawar !
Katakan semua ini tidak benar. Tidak benar kan !
MAWAR : ( Menangis tersedu-sedu ). Maafkan Mawar. Maafkan Ibu.
Maafkan Ayah. Maafkan. Semua itu benar. Semua itu benar.
TUAN SUNAN : Sebaiknya sekarang kita cari jalan keluar terbaik bagi mereka
berdua. Jangan sampai merusak masa depan mereka.
NYONYA SUMIRAH : Jalan terbaik adalah Mawar putus dengan Noki. Titik.
MAWAR : Ibu mau membunuh diriku perlahan.
NYONYA SUMIRAH : Rusak semuanya ! Rusak ! Siapa yang kamu anut selama ini.
Siapa Mawar. Sehingga dirimu begitu hina. Semua ini pastilah
gara-gara kamu Noki. Sekarang keluar dari rumahku. Aku
tidak sudi punya menantu sepertimu.
NOKI : Baik Ibu. Tapi ketahuilah semua masalah ini yang
menyebabkan Ibu sendiri. Kalau Ibu benar bisa mendidik
anak-anak Ibu tak mungkin akan terjadi seperti ini. Kekakuan
pikiran Ibu dan mau menangnya sendirilah yang
menyebabkan ini semua. Benar kata Ayah, semua ini karena
kehendak berkuasa Ibu yang berlebihan terhadap semua isi
rumah ini.
NYONYA SUMIRAH : Keluar dari rumah ini ! Tahu apa kamu tentang kehidupan.
Keluar ! Keluar !
NOKI : Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung
anakku.
NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar ! Keluar ! Keluar !
( NOKI eksit. Lampu perlahan meredup hingga gelap, diiringi kesedihan yang menusuk-
nusuk. Mereka terdiam seperti patung hendak runtuh ).
6
( Di ruang makan, meja makan memanjang. NYONYA SUMIRAH duduk di kursi yang
mengesankan bahwa dia pemimpin keluarga. Di kelilingi MAMA, PAPA, MAWAR,
EYANG KAKUNG dan TUAN SUNAN. IJAH sibuk menyiapkan hidangan makan malam.
Suasana agak tegang saling curiga dengan pandangan mata yang ganjil dan
mengancam. Sambil mulai makan ).
NYONYA SUMIRAH : Di rumah ini aku rasa sudah tidak tentram lagi. Tingkah laku
kalian sudah keterlaluan. Ibu juga tidak tahu siapa yang
mencuri perhiasan Ibu. Ibu sudah mencarinya tidak ketemu
juga. Berarti ada maling di rumah ini. Apa mungkin Ijah
yang mengambil. ( Terdiam semua ). Umar ! Jadi benar kau
telah melakukan pada Mawar ? ( PAPA hanya diam saja,
menunduk ).
MAMA : Kau benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada
adiku sendiri. Kau mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata
keranjang.
EYANG KAKUNG : Oh gadisku. Baju merah, wajah cerah. ( Pada MAWAR ).
Kekasihku pujaan hatiku. ( Pada PAPA yang duduk di
sebelahnya ). Tolong sampaikan salamku padanya. Tolong.
Nanti tak kasih hadiah. Sampaikan salamku padanya ya. Ini
namanya cinta pada pandangan pertama. Siapa namanya ?
Aku belum kenal. Baru hari ini aku melihatnya. ( PAPA hanya
diam saja dan sesekali menganggukkan kepala. EYANG
KAKUNG kemudian menyanyi dan mendekati MAWAR ).
Abang-abang gendero londo.
Klambi abang nggo tondo moto.
MAWAR : Kung ! Ingat ! Aku Mawar, Kung. Cucu Kakung. Kung !
Ingat ! ( EYANG KAKUNG terus merayu ).
NYONYA SUMIRAH : Kakung ingat Kung. Maemnya dihabiskan dulu. Ijah ! Ijah !
EYANG KAKUNG : Oh gendero londoku. Oh klambi abangku. Oh matahariku.
Oh kekasihku. Oh menor-menorku.
IJAH : Kung ! Klambi abang Kakung di dalam kamar. Ayo kita
ambil. Di dalam kamar. Ayo ke sana. Ada di dalam.
Menunggu Kakung. ( EYANG KAKUNG menurut sambil
ngomel klambi abang ).
NYONYA SUMIRAH : Jadi Ibu tidak tahu bagaimana lagi kita harus menegakkan
martabat keluarga. Apa dari dulu hingga kini keluarga kita
harus menjadi jelaga dalam sejarah. Tidak bisa menampilkan
trah keluarga yang bisa dibanggakan. Dua anakku rasanya
juga mengalami nasib yang tidak enak juga. Lastri, rupanya
terlalu dini menikah, kau salah memilih suami, memang dulu,
Umar, kelihatan baik, tapi apa yang diperbuat pada Mawar
adalah malapetaka keluarga, noda hitam yang tak akan
terhapus. Dan kau Mawar juga mengambil langkah yang salah
dalam cara bergaul, kau ulangi kesalahan yang dilakukan
kakakmu, dan kini kau hamil. Ayahmu sendiri tidak mampu
memimpin keluarga. Justru mata keranjangnya makin
menjadi-jadi. Hidup di rumah ini rasanya asing. Semua
penghuni tidak ada yang saling mempercayai. Semua asing.
TUAN SUNAN : Tentu saja karena ingin saling menang sendiri.
MAWAR : Ada yang ingin memaksakan kehendak sendiri.
MAMA : Kapal ini sudah karam. Nama keluarga sudah tercoreng.
Untuk apa dipertahankan.
NYONYA SUMIRAH : Ibu melakukan itu semua karena ingin menyelamatkan
keluarga.
TUAN SUNAN : Tabiatmu itulah yang menghancurkan semua ini. Kehendak
berkuasa berlebihan itulah sumber malapetaka. Mulanya tidak
dirasakan tapi dampak dari kepemimpinanmu yang otoriter,
anak-anak jadi korban. Biduk keluarga pecah. Ingin bebas
sendiri-sendiri. Sesuai keinginan masing-masing. Tanpa tahu
jalan yang ditempuh benar apa salah. Semua salah kaprah.
Tak ada kebaikan yang muncul dari jiwa yang bersih, karena
dalam diri dan kalbu kita sudah dikotori perasaan-perasaan
tidak senang dan ingin menang sendiri. Ingin berkuasa sendiri.
NYONYA SUMIRAH : Apa yang kau tahu dengan kepemimpinan.
TUAN SUNAN : Pikiranmu itulah yang menyesatkan dirimu. Tidak mau
mendegarkan pendapat orang lain. Tidak mau mempercayai
orang lain. Seolah dirimu adalah pusat kebenaran. Padahal
kebenaran jauh dari jangkauan tanganmu. Karena kebenaran
dalam hidup hanyalah mengarah pada kebaikan kita semua.
Kebaikan yang bersumber pada moral dan agama. Kebaikan
yang membuat diri kita tidak berdaya di hadapan Allah. Tidak
sebaliknya, membuat diri kita angkuh, keras, tidak mau
dikritik dan sewenang-wenang. Itu semua hanya membuat diri
kita rendah di mata Allah. Rendah di mata keluarga. Rendah
di mata masyarakat. Tunjukkan kebaikan dirimu dengan
bercermin dengan luka-luka masa lalu. Masa lalu adalah
cermin untuk masa depan. Semua ini salah kita. Karena kita
tidak saling percaya pada anggota keluarga sendiri. Sekarang
terserah. Kalau Ibu masih ingin memimpin keluarga ini. Atau
ingin mundur. Silahkan. Yang penting ciptakan kebahagiaan
dan kesejahteraan keluarga. Jangan hanya mempertahankan
keinginan-keinginan yang semu saja. Hadapi kenyataan
dengan lapang dada. Dan ambil jalan keluar yang tepat. Kalau
Mawar kini sudah hamil sama Noki apa mungkin kita biarkan
bayi itu tidak berayah.
EYANG KAKUNG : ( Keluar membawa senapan ). Angkat tangan semua. Buka
topi. Topinya dibuka. ( Semua angkat tangan karena kaget ).
Ha ha ha ha ha. Si Penguasa akhirnya menyerah juga. Aku
menang. Aku menang. Aku menang. ( Pada IJAH ). Siap
grak. Lapor komandan. Pasukan sudah menyerah. Mereka
mengaku kalah. Mereka membuka topi. Tanda kalah. Kalah
komandan. Kita menang. Kita menang. Mereka kalah. Hidup
perjuangan. Hidup perjuangan. Merdeka. Merdeka. Hidup kita
menang. Hidup kita menang. Hidup mereka kalah. Hidup
mereka kalah. Mereka kalah. Mereka kalah. Mereka
menyerah. Mereka menyerah dalam hidup. Kita menang
dalam hidup.
IJAH : Pasukan !
EYANG KAKUNG : Siap !
IJAH : Balik kanan ! Grak ! Maju jalan. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua.
Tiga. Belok kiri. Grak. Satu. Dua. Tiga.
( EYANG KAKUNG dan IJAH masuk kamar. Eksit. Yang lagi terdiam dalam kebisuan
yang memuncak, terpikirkan atas nasib hidupnya masing-masing. Merefleksi diri. Jalan
apa yang harus ditempuh ).
7
( Seperti adegan pertama. NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN menghadap layar
kaca masing-masing, menghadap penonton, sementara meja dan kursi sofa ada di
belakang. Larut malam. Ada suara kentongan bertalu-talu. Mereka asyik menonton tv
sendiri-sendiri, sesekali berganti ke chanel lain. Wajah mereka dingin, diam, seolah
sedang memikirkan sesuatu, sorot matanya kosong, tak peduli pada sekitar, tak peduli
pada yang lain. Seorang pencuri masuk dengan baju ninja, turun dari atas dengan tali
yang mengelantung, turun perlahan dengan tenang, membuka almari, mengambil
barang, masuk kamar NYONYA SUMIRAH, mengambil barang, perhiasan dan uang,
kembali, tertarik pada jam tangan yang tergeletak di meja dekat sofa ).
EYANG KAKUNG : ( Dari pintu ). Angkat tangan. ( Maling kaget bukan main,
mengangkat tangan, meletakkan barang curian ). Buka topi !
Buka topi ! ( Maling membuka kerudung, wajahnya terlihat.
Sementara itu TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH cuek
saja pada apa yang terjadi. Mereka sudah muak dengan
kelakuan EYANG KAKUNG yang selalu mengganggu hidup
mereka ). Jangan bergerak ! Aku tembak ! Angkat tangan !
PAPA : ( Menyanyi Tul Jaenak, disambut EYANG KAKUNG yang
gembira bukan main mendengar lagu kesukaannya. Mereka
sambil menari berputar-putar dengan kebahagiaan tersendiri.
PAPA melepaskan semua baju hitamnya. Tiba-tiba muncul
IJAH dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi.
Ikut menari, mula-mula menari bersama EYANG KAKUNG.
Kemudian menari bersama PAPA. Saling bergandeng tangan.
PAPA dan IJAH menari mesra sekali. PAPA memberikan
kantung berisi perhiasan, hasil curian, lalu membelai rambut
IJAH. IJAH senang dengan pemberian itu, lalu mencium
tangan PAPA ).
Tul jaenak
Jare jatul jaeji
Kuntul jare banyak
Ndoke bajul kari siji
Abang-abang gendero londo
Wetan sitik kuburan mayit
Klambi abang nggo tondo moto
Wedak pupur nggo golek dhuwit
( NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN cuek bukan main. Perlahan dan pasti mereka
mengeraskan suara tv, sehingga suara nyanyian EYANG KAKUNG, PAPA dan IJAH
perlahan hilang, tak terdengar meski penampakan mereka masih menari-nari. Seolah
menggoda kehidupan. Lampu mulai meredup perlahan hingga hitam kelam. Tinggal
suara televisi yang makin mengeras, berisik tak terusik, silih berganti, tak jelas suara
apa yang terdengar, sahut menyahut, melambung-lambung, kering di telinga. Sampai
puncaknya, tiba-tiba suara itu mati, seolah ada chanel yang terputus ).
***
S E L E S A I
B I O D A T A S. Y O G A
S. Yoga dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah tahun 70an, semasa kecil gemar akan wayang dan ketoprak, sejak SD sudah berkenalan dengan bacaan anak majalah Bobo dan Si Kuncung, perpustakaan di sekolah dasar merupakan pemicu utama kenapa ia akhirnya bergelut di dunia sastra. Sewaktu SMA ia telah memilih jurusan Bahasa dan Budaya sehingga banyak mempelajari sastra dan budaya, waktu itu ia kesengsem dengan karya-karya, Danarto, Iwan Simatupang, Budi Darma dan Putu Wijaya. Bersama teman-teman SMA tahun 1988 ia pernah membuat antologi cerpen dan puisi; Kering Shanira.
Kemudian melajutkan kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP Unair Surabaya, di mana ia berkenalan dengan teori-teori ilmu sosial. Beberapa karya-karyanya masuk antologi lomba cipta cerpen dan puisi, dan juga banyak disebarluaskan di majalah dan media massa. Kini bekerja sebagai Fasilitator Kecamatan untuk Program Pengembangan Kecamatan di Madiun
Di antaranya karya-karyanya dimuat di Jurnal Cerpen, Jurnal Puisi, Graffiti Imaji-Antologi Cerpen Pendek YMS 2002, Para Penari-Lomba Cipta Cerpen Nasional Kota Batu 2002, Sepuluh Besar Lomba Cipta Cerpen Nasional Bali Post 2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Antologi Puisi Indonesia
1997-KSI, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001-Kompas, Amsal Sebuah Patung-Borobudur Award 1997, Lampung Kenangan: Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2002, Semi Finalis Poetry. Com bulan Agustus 2002, Lomba Cipta Cerpen dan Puisi KOPISISA Purworejo 1998, Permohonan Hijau-Antologi Penyair Jawa Timur 2003, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Horison, Surabaya Post, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Jawa Pos, Surya, Lampung Post, Surabaya News, Suara Merdeka, Solo Pos, Suara Karya dan Bali Post, Radio Jerman.
Pernah juga mencoba menjadi sutradara film independen bersama teman-temannya di @rekfilm Surabaya untuk lomba film di TVRI Surabaya tahun 2002, filmnya yang berjudul Ia yang Pergi dan Ia yang Kembali terpilih sebagai film terbaik.
Alamat : Jl. Ki Ageng Pemanahan Blok L 275 Perum Asabri Selo Kanigoro
Madiun E-mail : [email protected] : 0351-457276Handphone : 08123438854