Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan...

21
Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Transcript of Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan...

Page 1: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 2: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1

BAB II LANDASAN TEORI

II.A DEFINISI PENYESUAIAN DIRI ……………………. 8

II.A.1 Aspek-aspek Penyesuaian Diri ……………………. 9

II.A.2 Teori-Teori Penyesuaian Diri ……………………... 11

II.B PENYESUAIAN DIRI TEHADAP PENSIUN II.B.1 Tahap-tahap dalam Menghadapi Masa Pensiun ….. 11 II.B.2 Model Penyesuaian terhadap Pensiun ……………. 13 II.B.3 Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri terhadap Pensiun ……………………...................... 16 BAB III KESIMPULAN …………………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 3: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Tulisan yang berjudul “Pola

Penyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan masalah-masalah

yang terjadi pada saat seseorang beranjak ke usia tua dan akhirnya pensiun.

Melalui tulisan ini dapat dilihat bahwa setiap manusia pasti akan menjadi tua. Pada

saat itu, terjadi berbagai perubahan fisik dan psikologis. Kita harus melakukan penyesuaian

terhadap perubahan tersebut, termasuk penyesuaian dalam menghadapi masa pensiun. Dalam

tulisan ini juga dapat dilihat berbagai pola penyesuaian diri yang dilakukan dalam menghadapi

masa pensiun tersebut.

Melalui tulisan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Rektor

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengabdikan ilmu yang dimiliki di lingkungan PS Psikologi FK USU. Ucapan terimakasih

juga disampaikan kepada Dekan FK USU dan juga Ketua PS Psikologi FK USU yang telah

memberikan banyak dukungan dan kemudahan kepda penulis untuk menjalankan tugas. Tidak

lupa rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Iskandar Muda dan rekan-rekan

staf pengajar PS PSikologi FK USU yang selalu mendorong penulis agar tulisan ini dapat

diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Oleh sebab itu penulis

terbuka terhadap kritik dan saran yang kiranya dapat membuat tulisan ini menjadi lebih baik.

Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, 5 Agustus 2006

Penulis

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 4: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan.

Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan, yang berarti bertambahnya

usia, menjadi tua dan akhirnya meninggal. Tahapan terakhir dalam rentang kehidupan adalah

usia lanjut. Usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu

suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang

menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Santrock, 2004).

Menurut Hurlock (1980) tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi

menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh, dan usia

lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan seseorang. Sedangkan

menurut Papalia (1998) usia madya atau paruh baya berkisar antara 40-65 tahun dan usia tua

dimulai setelah 65 tahun.

Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut

ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Efek-efek fisik dan psikologis tersebut

menentukan apakah pria atau wanita usia lanjut akan menyesuaikan diri dengan baik atau

tidak.

Sebagian besar tugas perkembangan yang harus dijalankan oleh orang berusia

lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada orang lain. Orang

tua diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan secara

bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah

dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan

untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka saat

masih muda dulu (Hurlock, 1980). Selain itu mereka juga harus menyesuaikan diri terhadap

menurunnya fungsi indra seperti daya penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan

sentuhan (Santrock, 2004).

Salah satu tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh orang-orang yang akan

memasuki usia tua adalah mempersiapkan diri menghadapi masa pensiun. Masa ini diawali

oleh peristiwa dimana seseorang harus berhenti dari aktivitas bekerja secara formal yang

disebabkan oleh bertambahnya usia. Kondisi ini menyebabkan adanya pergantian posisi yang

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 5: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

diduduki oleh karyawan yang memasuki batas usia pensiun dengan karyawan yang lebih muda

untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas dari organisasi dimana mereka

bekerja. Peristiwa inilah yang disebut pensiun (Sulistyorini, 2000).

Di Indonesia sendiri, batas usia pensiun bagi pegawai negeri diatur dalam

Peraturan Pemerintah yang berlaku yaitu usia 56 tahun (PP RI No. 32 tahun 1979 dalam

Sulistyorini, 2000). Batas usia tersebut dapat melonggar menjadi 58, 60 atau 65 tahun apabila

seseorang menduduki jabatan tertentu yang telah diatur dalam PP tersebut. Batas usia pensiun

56 tahun dimaksudkan pemerintah untuk memberi kesempatan bagi tenaga-tenaga muda untuk

menempati kedudukan-kedudukan yang lebih bertanggung jawab (Djatmiko & Marsono, 1975

dalam Sulistyorini, 2000). Bagi pegawai negeri yang berstatus guru, usia pensiun adalah 60

tahun sedangkan untuk dosen adalah 65 tahun. Bagi anggota ABRI, batas usia untuk pensiun

adalah 48 tahun untuk golongan Tamtama dan Bintara, sementara untuk golongan Perwira

adalah 56 tahun (Sulistyorini, 2000).

Seseorang memutuskan untuk pensiun berdasarkan beberapa alasan, seperti

bertambahnya usia, kebijakan perusahaan, atau keinginan sendiri. Menurut Price (2002),

keputusan untuk pensiun didasarkan oleh beberapa hal, antara lain:

1.Keamanan finansial

Evaluasi mengenai keadaan keuangan seringkali menjadi faktor pertama yang

diperhatikan ketika mengambil keputusan untuk pensiun. Beberapa orang

memilih untuk pensiun bila dana pensiunnya telah tersedia, sedangkan yang lain

memilih untuk terus bekerja karena merasa tidak mampu untuk pensiun.

2.Kondisi kesehatan

Menderita suatu penyakit secara signifikan mempengaruhi keputusan seseorang

untuk pensiun. Individu yang sehat mungkin memutuskan untuk pensiun supaya

dapat menyalurkan hobi atau melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan

sebelumnya sebelum terganggu oleh masalah kesehatan.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 6: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

3.Tanggung jawab keluarga

Keputusan untuk pensiun didasari oleh kebutuhan anggota keluarga, misalnya

cucu atau orang tua yang memerlukan perawatan. Berdasarkan alasan ini yang

lebih memungkinkan untuk pensiun adalah wanita.

4.Waktu pensiun pasangan

Pensiun pada masa ini lebih menjadi pengalaman bersama daripada masa dulu

karena lebih banyak wanita yang bekerja di luar rumah. Wanita lebih mungkin

memutuskan untuk pensiun sejalan dengan pensiun suaminya.

Schwartz (dalam Hurlock, 1980) berpendapat bahwa pensiun merupakan akhir pola

hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan

peran, perubahan keinginan, nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup

setiap individu. Apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya merupakan hal yang penting

bagi identitas mereka, apabila mereka kehilangan pekerjaan, maka aspek kehidupan tersebut

akan menimbulkan masalah, dimana seseorang melabel dirinya dengan hal selain istilah

pensiun (Kail & Cavanaugh, 1999). Studi-studi tentang pensiun memperlihatkan bahwa

pensiun dapat menimbulkan dampak yang baik pada sebagian individu, dan juga dampak yang

buruk bagi yang lainnya (Sulistyorini, 2000).

Pensiun dapat berupa sukarela atau kewajiban yang terjadi secara reguler atau lebih

awal. Beberapa pekerja menjalani pensiun secara sukarela sebelum tiba masa pensiun wajib

bagi mereka. Hal ini biasanya disebabkan karena masalah kesehatan atau keinginan untuk

menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti daripada

pekerjaannya. Bagi yang lain, pensiun dilakukan karena terpaksa atau wajib, karena organisasi

dimana mereka bekerja menetapkan batasan usia untuk pensiun, tanpa mempertimbagkan

apakah karyawannya senang atau tidak. Bagi mereka yang lebih suka bekerja tapi terpaksa

pensiun sering menunjukkan kebencian dan akibatnya motivasi untuk melakukan penyesuaian

diri terhadap pensiun sangat rendah (Hurlock, 1980).

Sikap seseorang terhadap pensiun mempunyai pengaruh besar terhadap

penyesuaian. Sikap ini bervariasi dari sikap yang senang karena merasa akan bebas dari tugas

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 7: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

dan tanggung jawab sampai pada sikap yang gelisah karena memikirkan sesuatu yang akan

dilepaskan, padahal sesuatu itu sangat berarti, yaitu pekerjaan (Hurlock, 1980).

Individu yang penyesuaian dirinya baik dalam menghadapi masa pensiun memiliki

kesehatan yang baik, posisi keuangan yang baik, aktif di lingkungan sosial, tingkat pendidikan

lebih baik, hubungan sosial dengan teman-teman dan keluarga baik, dan sangat puas dengan

masa pensiunnya. (Gall, Evans & Howard, 1997; Moen & Quick, 1998; Palmore & Others,

1985). Sedangkan individu yang pendapatannya rendah dan kesehatannya buruk serta harus

menyesuaikan diri pada masalah-masalah lain yang dapat memunculkan stress, misalnya

kematian pasangan, akan lebih sulit menyesuaikan diri (Zarit & Knight, dalam Santrock

2004).

Individu yang memandang rencana pensiun hanya pada masalah keuangan tidak

akan beradaptasi sebaik individu yang memiliki rencana pensiun yang seimbang (Birren,

1996). Sebaiknya orang yang memasuki masa pensiun tidak hanya merencanakan masalah

keuangan, tapi masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan semua aspek kehidupannya.

Misalnya apa yang akan dilakukan untuk mengisi waktu luang untuk tetap aktif dan untuk

bersosialisasi (Choi, dalam Santrock 2004). Individu yang pensiun karena terpaksa biasanya

lebih mudah sakit, depresi dan penyesuaian dirinya buruk daripada individu yang pensiun

secara sukarela (Swan, 1996).

Beberapa pensiunan merasakan pengalaman pensiun yang menyenangkan,

sementara yang lain tidak. Pada umumnya, pensiunan yang menikah cenderung lebih bahagia

dalam masa pensiunannya daripada individu yang tidak menikah. Mereka memiliki sikap

terhadap pensiun yang lebih positif, kepuasan akan pensiun yang lebih besar dan beradaptasi

dengan lebih baik terhadap perubahan situasi tersebut (Danko, 2000).

Bagi keluarga, pensiun membawa pengaruh baik positif maupun negatif. Lepasnya

seseorang dari tuntutan pekerjaan dan membesarkan anak membuat pasangan suami istri

memiliki waktu lebih banyak untuk diri mereka sendiri dan juga bagi anak cucunya dalam

aktivitas waktu senggang seperti rekreasi, jalan-jalan, melakukan hobi dan acara sosial.

Pasangan suami istri lanjut usia kebanyakan menggantungkan diri pada anaknya dalam hal

nasehat, dukungan emosional maupun dalam keadaan darurat. Semakin tua seseorang maka

semakin tergantung mereka terhadap anak-anaknya (Cockerham, 1997).

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 8: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

Apabila dalam sebuah keluarga dimana masih terdapat anak yang dibiayai, maka

hal ini akan menghambat proses penyesuaian diri seseorang. Hal ini bisa terjadi karena adanya

tren penundaan perkawinan. Dengan tertundanya perkawinan, maka tertunda pulalah kelahiran

anak, sehingga saat seseorang mencapai usia pensiun, masih ada anggota keluarga yang

menjadi tanggungan. Hal ini akan mempengaruhi keadaan keluarga terutama kondisi

keuangan. Akibatnya adalah seseorang tidak bisa pensiun begitu saja dari pekerjaan (padahal

sudah seharusnya pensiun), karena kewajiban finasial atas anaknya tersebut. Akibat lain, jika

ia pensiun maka akan mengalami kesulitan keuangan karena masih ada anaknya yang harus

dibiayai.

Pengaruh keluarga terhadap keputusan untuk pensiun sangat menentukan. Ketika

seseorang memasuki masa pensiun, beberapa hal akan berubah. Tidak ada lagi uang yang

dibawa pulang suami. Tidak ada lagi penghargaan pada suami akan statusnya sebagai pencari

nafkah, dan berubahnya hak dan kewajiban setelah pensiun (Price, 2003).

Hal-hal yang mempengaruhi dalam keluarga dalam masa pensiun meliputi

pembagian tugas rumah tangga, kualitas perkawinan, equity, pengambilan keputusan dan

kekuasaan, serta hubungan dengan keluarga. Walaupun telah memasuki masa pensiun, tetap

saja istri yang melakukan pekerjaan rumah tangga, padahal istri mengharapkan pembagian

yang merata dalam pekerjaan rumah tangga (Danko, 2000). Beberapa orang memang

membantu urusan rumah tangga, tapi pemilihan didasarkan peran tradisional seperti

membersihkan halaman dan memperbaiki rumah (Danko, 2000).

Pengambilan keputusan dan kekuasaan dalam rumah tangga juga akan terpengaruh

dengan pensiunnya si suami, terutama apabila suami merupakan satu-satunya sumber nafkah

keluarga. Pria yang memandang sumber ekonomi sebagai sumber kekuasaan dalam

perkawinan merasakan adanya kekuasaan yang berkurang setelah pensiun. Apabila sang suami

ikut membantu pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan oleh istrinya, dia akan

merasa kehilangan kekuasaan karena melakukan apa yang disuruh oleh istrinya (Danko,

2000).

Pada dasarnya pensiun merupakan masa transisi, karena seseorang yang memasuki

tahap pensiun sedang melangkah dari satu tahap perkembangan dewasa menengah ke tahap

perkembangan dewasa akhir/lanjut usia. Oleh sebab itu kondisi perpindahan tahap

perkembangan ini mengarah kepada transisi peran dimana seseorang yang memiliki identitas

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 9: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

sebagai pekerja akan berubah menjadi pensiunan atau tidak bekerja lagi. Transisi ini dapat

mengakibatkan krisis dimana terdapat proses merelakan berbagai hal yang diperoleh dari

peran sebelumnya yang sangat penting artinya bagi kesejahteraan. Individu yang pensiun

tersebut perlu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap terjadinya transisi tersebut.

(Ebersole & Hess, 1990 dalam Slistyorini, 2000).

Menurut Schneider, penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi

tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis

yang tepat (Partosuwido, 1993). Hambatan dalam penyesuaian diri dapat dilihat dari tanda-

tanda kecemasan tinggi, rasa rendah diri, depresi, ketergantungan pada orang lain dan tanda-

tanda psikosomatis (Kristiyanti dkk, 2001).

Seseorang dapat menyesuaikan diri dengan datangnya pensiun dengan beberapa

cara. Salah satunya adalah dengan mengembangkan pola-pola perilaku tertentu yang sesuai

dengan keinginan individu itu sendiri. Hornstein & Wapner (1985, dalam Hoyer, 1999)

mengembangkan empat pola penyesuaian diri yang cenderung dijalani yaitu transition to old

age, dimana individu menganggap pensiun sebagai saat santai dan akhir dari beban kerja yang

penuh tekanan, new beginning, dimana individu memandang pensiun sebagai kesempatan

untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang terpendam dan merasa kembali bervitalitas

dan bersemangat. Pola ketiga adalah continuation, dimana pensiun tidak membawa dampak

personal bagi individu karena hanya merupakan pengurangan intensitas dan pola kerja. Pola

penyesuaian yang terakhir adalah imposed diruption dimana pensiun dipandang sebagai hal

yang negatif karena hilangnya identitas diri yang berharga sehingga individu merasa frustrasi

dan kehilangan.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 10: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. DEFINISI PENYESUAIAN DIRI

Penyesuaian dapat diartikan sebagi interaksi individu yang kontinu dengan diri

sendiri, lingkungan dan orang lain (Calhoun & Acocella, 1990 ).

Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993), penyesuaian diri merupakan

kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk

mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Sedangkan Maslow (dalam Partosuwido,

1993) memandang penyesuaian diri sebagai kemampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan yang sifatnya hierarkis.

Menurut Corsini (2002) penyesuaian diri merupakan modifikasi dari sikap dan

perilaku dalam menghadapi tuntutan lingkungan secara efektif. Menurut Martin dan Poland

(1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan lingkungan yang

berkesinambungan. Sedangkan menurut kamus psikologi Chaplin (1999), penyesuaian diri

adalah:

1. Variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan

kebutuhan.

2. Menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial

Davidoff (dalam Kristiyani, 2001) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai usaha

untuk mempertemukan tuntutan diri sendiri dengan lingkungan. Menurut Tidjan, penyesuaian

diri merupakan usaha individu untuk mengubah tingkah laku, agar terjadi hubungan yang

lebih baik antara dirinya dengan lingkungan.

Gerungan (1988) mendefinisikan penyesuaian diri secara aktif dan pasif. Secara

aktif maksudnya ketika individu mempengaruhi lingkungan sesuai dengan keinginannya.

Sedangkan secara pasif maksudnya, ketika kegiatan individu dipengaruhi oleh lingkungan.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 11: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan

kemampuan individu untuk mengatasi tekanan kebutuhan dan frustasi dengan cara mengubah

tingkah laku ke arah yang lebih baik antar dirinya dengan lingkungan.

II. A. 1. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek (Mu`tadin, 2002), yaitu:

1. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya

sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antar dirinya dengan

lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa

kelebihan dan kekurangannya, serta mampu bertindak objektif sesuai dengan

kondisi yang dialaminya.

Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari

dari kenyatan dan tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada

kondisi yang dialaminya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian pribadi

ditandai dengan guncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan

terhadap nasib, yang disebabkan adanya kesenjangan antara individu dengan

tuntutan lingkungan. Hal ini menjadi sumber konflik yang terwujud dalam rasa

takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya, individu perlu melakukan

penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup didalam masyarakat. Di dalam masyarakat terjadi proses

saling mempengaruhi. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan

tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang

mereka patuhi demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan hidup sehari-

hari. Dalam bidang ilmu Psikologi Sosial, proses ini dikenal dengan proses

penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial

tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan

tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,

keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara umum. Dalam hal ini individu

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 12: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.

Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada,

sementara komunitas diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh

individu sendiri.

Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan

masyarakat belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang

memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial

dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam

penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan

peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan

yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu

yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses

penyesuaian sosial, individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan

peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari

pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Hal ini merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka

penyesuaian sosial untuk bertahan dan mengendalikan diri. Berkembangnya

kemampuan sosial ini berfungsi sebagai pengawas yang mengatur kehidupan

sosial. Mungkin inilah yang oleh Freud disebut sebagai super ego, yang

berfungsi untuk mengendalikan kehidupan individu dari sisi penerimaan

terhadap pola perilaku yang diterima dan disukai masyarakat, serta menolak

hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

II. A. 2. Teori-teori Penyesuaian Diri

Ada dua teori umum yang mengemukakan bagaimana individu menyesuaikan diri

dengan lingkungannya (Hurlock, 1980), yaitu:

1. Teori aktivitas

Menurut teori ini, baik pria maupun wanita seharusnya tetap mempertahankan

berbagai sikap dan kegiatan mereka semasa usia madya selama mungkin dan

kemudian mencari kegiatan pengganti untuk menggantikan kegiatan yang harus

mereka tinggalkan apabila mereka pensiun

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 13: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

2. Teori Disengagement (pelepasan)

Pria dan wanita secara sukarela atau tidak membatasi keterlibatan mereka

dalam berbagai kegiatan. Mereka membentuk hubungan langsung dengan

orang lain, tanpa terpengaruh dengan pendapat orang lain

Penelitian menunjukkan bahwa individu yang melakukan penyesuaian diri yang

baik mempunyai sifat-sifat yang ada pada teori aktivitas, sebaliknya individu yang melakukan

penyesuaian diri yang buruk memiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori

disengagement.

II. B. PENYESUAIAN DIRI TERHADAP PENSIUN

Menurut Salim & Salim (2002), pensiun merupakan keadaan sudah tidak bekerja

lagi karena dianggap sudah tua dan akan mendapat uang pensiun. Orang yang telah pensiun

dan menerima uang pensiun disebut sebagai pensiunan.

Pensiun merupakan masa penyesuaian yang mengakibatkan pergantian peran,

perubahan dalam interaksi sosial dan terbatasnya sumber finansial. Pria yang merasa pekerjaan

sebagai hidup dan identias mereka akan merasa kehilangan saat pensiun tiba (Danko, 2000)

II. B. 1. Tahap-tahap dalam Menghadapi Masa Pensiun

Menurut Atchley (1983, dalam Hoyer,1999), ada tujuh tahap dalam menghadapi

masa pensiun, yaitu:

1. Remote Phase

Individu belum mempersiapkan apapun untuk pensiun. Semakin mendekati

usia pensiun, mereka cenderung mengingkari tiba saatnya untuk pensiun.

2. Near Phase

Individu ikut berpartisipasi dalam program prapensiun. Program ini akan

membantu individu untuk memutuskan kapan harus pensiun dengan

mengetahui keuntungan dan uang pensiun yang akan mereka peroleh.

3. Honeymoon Phase

Pada fase ini, individu bisa melakukan banyak hal yang dulunya tidak pernah

atau tidak sempat dilakukan dan memperoleh kesenangan dari waktu senggang.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 14: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

Bagi individu yang pensiun secara terpaksa, sedikit kemungkinan mengalami

aspek positif dari fase ini.

4. Disenchanment Phase

Individu mengalami perasaan kehilangan kekuasaan, prestise, status maupun

pendapatan. Ini berlangsung beberapa bulan sampai bertahun-tahun, dan dapat

mengarah ke depresi. Perasaan kehilangan ini diperkuat dengan tidak sesuainya

harapan akan kehidupan setelah pensiun dengan kenyataan yang ada. Individu

yang hidupnya hanya berputar di pekerjaan mengalami penyesuaian diri yang

lebih berat daripada yang mempunyai keterlibatan sosial sebelum pensiun.

5. Reprientation Phase

Individu melakukan re-evaluasi mengenai keputusan pensiun dan memutuskan

tipe gaya hidup apa yang akan membawa mereka pada kepuasan selama

pensiun. Beberapa orang memutuskan untuk kembali bekerja, sementara yang

lain menerima keputusan untuk pensiun.

6. Stability Phase

Pada fase ini, keputusan yang diambil pada fase sebelumnya akan dijalani.

Individu tidak terlalu sering memikirkan mengenai masa-masa pensiun dan

beradaptasi pada fase ini dengan baik.

7. Termination Phase

Pada fase ini individu menjadi tergantung pada orang lain akan perawatan dan

hidupnya sesudah mendekati akhir kehidupan.

Keseluruhan fase ini dialami oleh semua pensiunan, walaupun dalam tingkatan dan

urutan yang berbeda (Danko, 2000).

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 15: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

II. B. 2. Model Penyesuaian Terhadap Pensiun

Hornstein dan Wapner (Hoyer, 1999) mengemukakan empat model penyesuaian

terhadap pensiun, yaitu:

1. Transition to Old Age/ Rest

Individu dengan tipe ini menganggap pensiun sebagai masa santai, dan

merupakan akhir pra kerja yang penuh tekanan dan dimulainya gaya hidup

yang menyenangkan dan santai ketika mereka memasuki usia tua

2. The New Beginning

Individu memandang pensiun sebagai kesempatan yang menyenangkan,

peluang untuk hidup sesuai dengan keinginan dan mempunyai kebebasan

menghabiskan waktu dan energi untuk diri sendiri. Pensiun ditandai dengan

perasaan baru, kembali bervitalitas, antusias dan energi yang bertambah.

Individu memandang masa depan dengan positif sebagai saat untuk meraih

kendali atas tujuan dan kesenangan (hobi dan minat) jangka panjang. Bagi

individu tipe ini, pensiun merupakan awal yang baru dan tidak terkait sama

sekali dengan proses menuju tua.

3. Continuation

Pensiun tidak membawa dampak personal yang penting bagi individu.

Walaupun telah pensiun, individu ini mampu untuk kembali bekerja. Mereka

berganti karir dan mencurahkan lebih banyak waktu untuk keterampilan, hobi

dan minat khusus. Pekerjaan tetap merupakan sentral pengaturan kehidupan

mereka. Pra pensiun dan pensiun dibedakan bukan dari aktivitas melainkan

pengurangan langkah dan intensitas peran kerja.

4. Imposed Diruption

Individu memandang pensiun sebagai hal yang negatif (hilangnya pekerjaan,

tidak bisa lagi mencapai prestasi). Pekerjaan merupakan identitas yang sangat

penting. Tanpa pekerjaan, bagian penting dari identitas diri itu juga ikut hilang.

Walaupun dalam masa pensiun tersebut individu melakukan aktivitas-aktivitas

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 16: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

lain, tetap saja timbul perasaan frustrasi dan kehilangan. Bagi individu, tidak

ada yang bisa menggantikan pekerjaan dan akhirnya tidak bisa menerima

pensiun dengan baik.

Reichard, Livson dan Peterson (dalam Belsky, 1990) mengidentifikasikan lima tipe

kepribadian pria dalam menyesuaikan diri dengan pensiun, tiga di antaranya merupakan

penyesuaian yang baik sedangkan dua lainnya adalah penyesuaian yang buruk.

1. The Mature Man

Individu tipe ini memandang dunia dan kehidupannya secara realistik dan tidak

merasa marah karena menjadi tua. Sikap matang individu terhadap kehidupan

menjadikan kehidupan pensiunnya menjadi bahagia.

2. The Rocking Chair Man

Individu tipe ini tidak menyukai tanggungjawab, lebih suka di belakang layar.

Karena pensiun memperbolehkannya untuk memuaskan kebutuhan ini, individu

merasa bahagia dengan status pensiunnya.

3. The armored Man

Individu tipe ini harus selalu sibuk. Gagasan untuk memikirkan perasaannya

membuatnya cemas. Individu ini menyukai pensiun dan menggabungkan

aktivitas senggangnya dengan aktivitas lain.

4. The Angry Man

Individu ini merasa pensiun dirinya adalah sebuah kesalahan dan menyalahkan

dunia untuk hal tersebut.

5. The Self Hating Man

Individu tipe ini juga merasa marah akan hilangnya kehidupannya, tetapi

menginternalisasikan kemarahan ini dengan menyalahkan diri sendiri.

Sementara itu J.R Kelly (dalam Papalia, 1998) mengemukakan gaya hidup setelah

pensiun yang umum dijalani.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 17: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

1. Family Focused Lifestyle

Gaya hidup ini terdiri dari aktivitas terjangkau dan berbiaya murah yang

berkisar di keluarga, rumah dan teman-teman. Aktivitas ini berbentuk

percakapan, menonton televisi, mengunjungi teman dan keluarga, hiburan

informal, pergi ke restoran murah, bermain kartu atau melakukan hal-hal yang

terlintas di pikiran. Gaya hidup ini banyak ditemui pada kelompok pensiunan

pekerja pabrik.

2. Balanced Investment

Gaya ini biasa ditemui pada individu yang lebih berpendidikan, yang

mengalokasikan waktunya secara seimbang antara keluarga, pekerjaan, dan

hiburan.

3. Serious Leisure

Gaya ini didominasi oleh aktivitas yang menuntut keterampilan, perhatian dan

komitmen. Pensiunan yang mengikatkan diri pada aktivitas ini cenderung

sangat puas dengan kehidupannya.

Sebuah teori yang dikembangkan oleh Ekerdt (dalam Hoyer, 1999) mengemukakan

bahwa semasa pensiun individu harus menyalurkan etika kerja menjadi aktivitas yang

produktif dan berguna. Dengan menyibukkan diri, pensiunan tetap produktif. Hal ini juga

dapat menjauhkan individu dari efek penuaan. Individu yang menggunakan waktu pensiun

dengan melakukan aktivitas lain mampu menciptakan jaringan persahabatan yang lebih besar.

II. B. 3. Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Terhadap Pensiun

Ada beberapa kondisi yang mempengaruhi penyesuaian diri terhadap pensiun

(Papalia, 1998):

1. Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih baik

dibandingkan mereka yang pensiun terpaksa.

2. Kesehatan yang memburuk mempermudah penyesuaian diri dalam menjalani

masa pensiun

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 18: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

3. Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti bekerja secara bertahap lebih baik

efeknya dibandingkan yang tiba-tiba berhenti bekerja.

4. Bimbingan dan perencanaan pra pensiun akan membantu penyesuaian diri

5. Pekerja yang mengembangkan minat tertentu untuk menggantikan rutinitasnya

mempermudah penyesuaian diri ketika pensiun

6. Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan selama masa pensiun semakin

baik penyesuaian diri yang dilakukan

7. Kontak sosial, sebagaimana ditemukan dalam rumah-rumah jompo, sebenarnya

membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun.

8. Status ekonomi yang baik yang memungkinkan seseorang untuk hidup dengan

nyaman dan dapat menikmati hal yang menyenangkan sangat penting untuk

mempermudah penyesuaian diri

9. Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri, sedangkan

perkawinan yang banyak diwarnai percekcokan cenderung menghambat

penyesuaian diri.

10. Semakin pekerja menyukai pekerjaan mereka semakin sulit proses penyesuaian

diri dilakukan. Terdapat hubungan yang bertolak belakang antara kepuasan

kerja dan kepuasan pensiun.

11. Tempat tinggal seseorang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa pensiun.

Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai kekompakan dan berbagai

kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin mudah orang menyesuaikan diri

dengan masa pensiunnya.

12. Sikap anggota keluarga terhadap pensiun mempunyai pengaruh yang amat

besar terhadap sikap pekerja, terutama sikap terhadap pasangan hidupnya.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 19: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

BAB III

KESIMPULAN

Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan. yang

melibatkan pertumbuhan, bertambahnya usia, menjadi tua dan akhirnya meninggal. Tahapan

terakhir dalam rentang kehidupan adalah usia lanjut yang merupakan periode penutup dalam

rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari

periode terdahulu yang menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat

(Santrock, 2004).

Salah satu tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh orang-orang yang akan

memasuki usia tua adalah mempersiapkan diri menghadapi masa pensiun. Masa ini diawali

oleh peristiwa dimana seseorang harus berhenti dari aktivitas bekerja secara formal yang

disebabkan oleh bertambahnya usia. Kondisi ini menyebabkan adanya pergantian posisi yang

diduduki oleh karyawan yang memasuki batas usia pensiun dengan karyawan yang lebih muda

untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas dari organisasi dimana mereka

bekerja (Sulistyorini, 2000).

Schwartz (dalam Hurlock, 1980) berpendapat bahwa pensiun merupakan akhir pola

hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan

peran, perubahan keinginan, nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup

setiap individu. Apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya merupakan hal yang penting

bagi identitas mereka, apabila mereka kehilangan pekerjaan, maka aspek kehidupan tersebut

akan menimbulkan masalah, dimana seseorang melabel dirinya dengan hal selain istilah

pensiun (Kail & Cavanaugh, 1999). Studi-studi tentang pensiun memperlihatkan bahwa

pensiun dapat menimbulkan dampak yang baik pada sebagian individu, dan juga dampak yang

buruk bagi yang lainnya (Sulistyorini, 2000).

Transisi ini dapat mengakibatkan krisis dimana terdapat proses merelakan berbagai

hal yang diperoleh dari peran sebelumnya yang sangat penting artinya bagi kesejahteraan.

Individu yang pensiun tersebut perlu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap terjadinya

transisi tersebut. (Ebersole & Hess, 1990 dalam Sulistyorini, 2000).

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 20: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

Menurut Schneider, penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi

tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis

yang tepat (Partosuwido, 1993). Hambatan dalam penyesuaian diri dapat dilihat dari tanda-

tanda kecemasan tinggi, rasa rendah diri, depresi, ketergantungan pada orang lain dan tanda-

tanda psikosomatis (Kristiyanti dkk, 2001).

Seseorang dapat menyesuaikan diri dengan datangnya pensiun dengan beberapa

cara. Salah satunya adalah dengan mengembangkan pola-pola perilaku tertentu yang sesuai

dengan keinginan individu itu sendiri. Hornstein & Wapner (dalam Hoyer, 1999)

mengembangkan empat pola penyesuaian diri yang cenderung dijalani yaitu transition to old

age, dimana individu menganggap pensiun sebagai saat santai dan akhir dari beban kerja yang

penuh tekanan, new beginning, dimana individu memandang pensiun sebagai kesempatan

untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang terpendam dan merasa kembali bervitalitas

dan bersemangat. Pola ketiga adalah continuation, dimana pensiun tidak membawa dampak

personal bagi individu karena hanya merupakan pengurangan intensitas dan pola kerja. Pola

penyesuaian yang terakhir adalah imposed diruption dimana pensiun dipandang sebagai hal

yang negatif karena hilangnya identitas diri yang berharga sehingga individu merasa frustrasi

dan kehilangan.

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006

Page 21: Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan ...library.usu.ac.id/download/fk/06009833.pdfPenyesuaian Diri pada Pensiunan” ini disusun karena penulis tertarik dengan

DAFTAR PUSTAKA Belsky, Janet K. (2000). The Psychology of Aging: Theory, Research and Intervention.

California: Brooks/Cole Publishing Company Calhoun, J.F., & Acocella, J.R. (1990). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan

Kemanusiaan. Edisi ke-3. Semarang: IKIP Semarang Press Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Corsini, Ray. (2002). The Dictionary of Psychology. London: Brunner-Routledge Danko, J.M. Effects of Retirement on Family Relationship and Health.

http://userpage.umbc.edu/~jdanko1/retbody.htm Hoyer, William J., Rybash Jhon M., & Roodin, Paul A. (1999). Adult Development and Aging.

New York: McGraw-Hill Companies Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga Kail, R.V., & Cavanaugh, J.C. (1999). Human Development A Life Span View. Stamford:

Thom Son Learning, Inc Kristiyani, Veronica, M.sih, Setija Utami & Sumijati, Sri. (2001). Penyesuaian Diri Pembantu

rumah Tangga Wanita Ditinjau dari Persepsi terhadap Efektifitas Komunikasi dengan Majikan dan Rasa Aman. Psikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi. Vol 1 No 2, 96-103

Martin, Robert A., & Poland, Elizabeth Y. (1980). Learning to Change: a Self Management

Approach to Adjusment. New York: McGraw-Hill Companies Mu’tadin, Z., S.Psi, M.Si. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. http://www.e-

psikologi.com/remaja.htm Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (1998). Human Development. New York:

McGraw-Hill Companies Partosuwido, Sri.R. (1993). Penyesuaian diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Konsep

Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Sosial 1, 32-47 Price, C.A. Facts About Retirement. http://ohioline.osu.edu/ss-fact/0200.htmlSalim, Peter, Drs. M.A., & Salim, Y. Bsc. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.

Jakarta: Modern English Press Santrock, John. W. (2000). Life-Span Development. Seventh Edition. New York: McGraw-

Hill Companies

Juliana I Saragih : Pola Penyesuaian Diri Pada Pensiunan, 2006 USU Repository © 2006