Journal Reading

download Journal Reading

of 13

Transcript of Journal Reading

Lab. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Journal ReadingFakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman

EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTIONS

oleh:M. Aldy Angri HusainNIM. 05.48870.00271.09Pembimbing :dr. Natanael Shem, Dip. Derm., DDsc.,M.Sc

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikPada Lab. Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman2013EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTIONS

Seorang wanita 50 tahun dengan depresi bipolar, didapatkan ruam pruritus yang meluas durasi 1 hari. Dia tidak demam dan dinyatakan baik. Dia memiliki riwayat eksim masa kanak-kanak dan alergi terhadap antibiotik sulfonamid. Obat-obatanya meliputi tiroksin setiap hari, naproxen intermiten, dan lamotrigin, yang dia mulai gunakan 3 minggu sebelumnya. Bagaimana seharusnya kasus ini dievaluasi dan diterapi?

Masalah KlinisDi Amerika Serikat, pasien memenuhi lebih dari 300 juta resep obat dan membeli jutaan obat di counter setiap bulannya. Dalam kebanyakan kasus pasien menggunakan obat-obatan ini untuk pertama kalinya. Reaksi kulit yang diantaranya paling umum adalah efek samping dari obat, termasuk penisilin, sefalosporin, antimikroba sulfonamide, dan allopurinol (dengan kejadian hingga 50 kasus per 1000 pengguna baru), dan terutama obat-obatan anti kejang aromatik amina, termasuk carbamazepine, phenytoin, dan lamotrigin (dengan kejadian hingga 100 kasus per 1000 pengguna baru). Obat yang terkait ruam ini dilaporkan pada hampir semua resep obat, biasanya melewati angka 10 kasus per 1000 pengguna baru. Reaksi-reaksi ini dapat berkisar dari erupsi ringan yang asimtomatik sampai kondisi mengancam nyawa. Reaksi kulit mungkin sulit untuk dibedakan dari ruam umum yang tidak terkait dengan penggunaan obat, terutama exanthem virus.Erupsi obat exanthematous (juga disebut morbilliform atau erupsi obat makulopapular) adalah yang paling umum obat menyebabkan erupsi. Kebanyakan jarang dan lebih serius seperti Stevens-Johnson Syndrome (SJS), toxic epidermal necrolysis (TENS), acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP), dan drug reaction with eosinophilia and systemic symtomps (DRESS) mempunyai keistimewaan, T-cell-mediated, reaksi hipersensitivitas yang lambat (tipe IV). Secara klasik, antigen-presenting menghadirkan sel hapten, terdiri dari obat atau metabolitnya yang terikat dengan protein atau peptida, sel-sel T yang naif. Antigen-spesifik T sel ini berproliferasi, infiltrasi ke kulit, dan melepaskan sitokin, chemokines, dan mediator proinflamasi lainnya yang bertanggung jawab atas tanda-tanda dan gejala dari obat yang terkait rash. Menurut teori alternatif yang dikenal sebagai konsep p-i (interaksi farmakologis obat dengan reseptor imun), obat dengan molekul kecil atau metabolitnya, yang mana tidak memiliki antigen lengkap, mengaktifkan sel-sel T secara langsung dengan mengikat reseptor sel T. Terlepas dari mekanisme yang memunculkan respon T-sel terhadap suatu obat, tidak diketahui mengapa hanya sebagian kecil dari pasien yang menerima obat yang diberikan memiliki reaksi klinis tersebut, sedangkan yang lain memiliki reaktivitas imunologi tanpa ruam.Perubahan dalam status imun pasien, serta faktor genetik yang berhubungan dengan respon imun, mempengaruhi risiko pada reaksi obat. Pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum tulang, atau infeksi tertentu mmpunyai resiko sangat tinggi. Sebagai contoh, kebanyakan pasien infeksi mononucleosis yang dirawat dengan aminopenicillin memiliki erupsi exanthematous, dibandingkan dengan 5% pasien tanpa gangguan yang mendapatkan obat ini. Beberapa alel HLA memberikan risiko yang lebih tinggi pada beberapa reaksi hipersensitivitas T-cell-mediated. Paling sering dijelaskan dalam kasus reaksi kulit yang berat, kelompok yang umumnya spesifik untuk tipe reaksi, penyebab narkoba, dan kelompok etnis. Di Eropa penggunaan carbamazepine, HLA-A*3101 dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko makulopapular exanthems.Kebanyakan ruam akibat obat biasanya self limited dan hanya gejala ringan. Mayoritas kejadian kulit berkaitan dengan dengan obat salah satunya adalah exanthematous (makulopapular atau morbilliform), erupsi (>80%) atau urtikaria (5 sampai 10%), namun persentase ini bervariasi antara jenis obat dan kelompok pasien. Diantara pasien yang tidak memiliki imunologis compromised, keparahan reaksi kulit pada pengobatan biasanya jarang (dengan kejadian