Journal Reading

20

Click here to load reader

description

jgjyhgyj

Transcript of Journal Reading

  • Percobaan Amantadine vs Kontrol Plasebo pada Cedera Kepala Berat

    Helena Trinina SaragihFK UPN 1320221101

  • ABSTRAK

  • LATAR BELAKANGAmantadine hidroklorida merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan pada pasien dengan gangguan kesadaran berkepanjangan setelah cedera kepala. Pendahuluan penelitian menunjukkan bahwa amantadine dapat mendorong pemulihan fungsional.

  • METODEKami meneliti 184 pasien dalam keadaan vegetatif atau sadar minimal pada 4-16 minggu setelah cedera kepala yang menerima rehabilitasi rawat inap. Pasien secara acak menerima amantadine atau plasebo selama 4 minggu dan diikuti perkembangannya selama 2 minggu setelah pengobatan dihentikan. Tingkat pemulihan fungsional pada Disability Rating Scale (DRS kisaran 0-29, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan cacat yang lebih besar) dibandingkan selama 4 minggu pengobatan (hasil primer) dan selama 2 minggu periode washout dengan menggunakan model regresi efek campuran.

  • HASILSelama masa pengobatan 4 minggu, pemulihan secara signifikan lebih cepat pada kelompok amantadine dibandingkan pada kelompok plasebo, yang diukur dengan skor DRS (perbedaan slope 0,24 poin per minggu; P = 0,007) yang menunjukkan manfaat sehubungan dengan ukuran hasil primer. Dalam analisis subkelompok yang sudah ditentukan, efek pengobatan sama pada pasien dalam keadaan vegetatif dan mereka yang dalam kondisi sadar minimal. Laju pemulihan pada kelompok amantadine melambat selama 2 minggu setelah pengobatan (minggu V dan VI) dan secara signifikan lebih lambat daripada kelompok plasebo (perbedaan slope 0,30 poin per minggu; P = 0,02). Pemulihan keseluruhan menurut skor DRS pada minggu awal dan minggu VI (2 minggu setelah pengobatan dihentikan) serupa pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian efek samping yang serius.

  • KESIMPULANAmantadine mempercepat laju pemulihan fungsional selama perawatan aktif pada pasien dengan gangguan kesadaran pascatrauma.

  • PENDAHULUANCedera kepala berat merupakan musibah besar yang sering mengakibatkan konsekuensi yang buruk pada keluarga, kehidupan ekonomi dan sosial. Cedera kepala adalah penyebab paling umum kematian dan kecacatan pada orang usia antara 15 - 30 tahun. Cedera yang paling parah dapat mengakibatkan gangguan kesadaran berkepanjangan. Sekitar 10 sampai 15% pasien dengan cedera kepala berat berujung pada perawatan akut dalam keadaan vegetatif, kondisi terjaga tanpa adanya perilaku sadar. Perkiraan prevalensi keadaan sadar minimal, yang dibedakan dari keadaan vegetatif oleh kehadiran setidaknya satu perilaku sadar yang terlihat jelas, 8 kali lebih tinggi dibanding prevalensi pada keadaan vegetatif. Pada pasien yang berada dalam keadaan vegetatif selama minimal 4 minggu, sekitar 50% akan sadar kembali setelah 1 tahun. Hasil umumnya lebih menguntungkan daripada pasien yang berada dalam keadaan sadar minimal, meskipun sekitar 50% tetap cacat berat setelah 1 tahun. Terapi neurofarmakologi umumnya digunakan untuk meningkatkan respons perilaku pada teori bahwa cedera menyebabkan terjadinya penurunan sistem neurotransmiter dopaminergik dan noradrenergik yang dapat ditingkatkan dengan suplementasi.

  • Amantadine hidroklorida merupakan salah satu obat yang paling umum diresepkan pada pasien dengan gangguan kesadaran yang sedang menjalani neurorehabilitasi rawat inap. Mekanisme aksinya tidak jelas, walaupun begitu amantadine tampaknya bertindak sebagai antagonis N-methyl-D-aspartate dan agonis dopamin indirek. Hasil dari dua percobaan acak yang melibatkan pasien dengan gangguan kesadaran menunjukkan bahwa amantadine efektif, meskipun dengan keterbatasan metodologi, termasuk sampel yang kecil dan kelompok yang tidak seimbang yang menghalangi kesimpulan pasti.

    Pada tahun 1998, sebuah konsorsium pusat rehabilitasi trauma otak melakukan uji coba studi pengamatan yang dirancang untuk menetapkan tingkat pemulihan spontan dari keadaan vegetatif dan keadaan sadar minimal Analisis regresi multiple meneliti efek kognisi pada peningkatan obat selama 16 minggu setelah cedera berdasarkan skor Disability Rating Scale (DRS), sebuah ukuran hasil fungsional khusus untuk cedera kepala, yang menunjukkan skor yang lebih baik pada pasien yg menerima amantadine dibandingkan mereka yang tidak.

  • METODEKami melakukan penelitian ini melalui 11 situs klinis di tiga negara. Pasien yang memenuhi syarat berusia 16-65 tahun yang menderita cedera kepala nonpenetrating 4-16 minggu sebelum pendaftaran. Kriteria tambahannya adalah keadaan vegetatif atau sadar minimal, yang ditunjukkan oleh skor DRS yang lebih besar dari 11 dan ketidakmampuan baik dalam mengikuti perintah secara konsisten dan keterlibatan dalam komunikasi fungsional, yang dinilai dengan skor pada skala pemulihan koma yg telah direvisi (CRS-R).

    DRS mencakup ukuran pembukaan mata, verbalisasi, dan respons motorik (berasal dari Glasgow Coma Scale); pemahaman kognitif terhadap makan, berpakaian, dan perawatan; derajat diperlukannya bantuan dan pengawasan; kemampuan kerja. Skor berkisar 0-29, dengan nilai yang tinggi menunjukkan cacat yang lebih besar. CRS-R adalah alat penilaian neurobehavioral standar yang terdiri dari enam subskala yang terorganisir secara hierarki (yaitu pendengaran, visual, motorik, oromotor-verbal, komunikasi, dan gairah); skor berkisar 0-23, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat fungsi neurobehavioral yang lebih tinggi.

    Kriteria eksklusinya adalah cacat yang berhubungan dengan sistem saraf pusat yang mendahului cedera kepala tersebut, ketidakstabilan medis, kehamilan, penyakit ginjal yang serius (perkiraan bersihan kreatinin yang kurang dari 60 ml per menit), kejang yang lebih dari satu kali pada bulan sebelumnya, pengobatan sebelumnya dengan amantadine, dan alergi terhadap amantadine.

  • PROSEDUR STUDIPara pasien mulai menerima perawatan dengan dosis 100 mg dua kali sehari selama 14 hari. Dosis ditingkatkan menjadi 150 mg dua kali sehari di minggu III dan 200 mg dua kali sehari pada minggu IV jika skor DRS tidak membaik minimal 2 poin dari baseline. Setelah minggu IV penilaian, dosis obat studi diturunkan selama 2 sampai 3 hari dan penilaian pasien terus berlanjut sampai minggu VI.

  • HASILHasil utama adalah tingkat perbaikan menurut skor DRS selama 4 minggu pengobatan. Skor DRS dikumpulkan pada awal & setiap minggu sampai minggu VI. Untuk mengukur signifikansi efek klinis dari amantadine, tolak ukur perilaku klinis yang relevan dinilai oleh personil studi menggunakan CRS-R sebagai ukuran kualitatif untuk lebih memahami dampak dari obat studi terhadap perilaku kunci pada keadaan vegetatif dan keadaan sadar minimal. Kami juga menilai apakah tingkat pemulihan berubah pada kelompok amantadine selama 2 minggu periode washout. Efek samping didokumentasikan di seluruh 6 minggu periode penilaian dan diberi kode sesuai dengan keparahannya, apakah diharapkan dan apakah dianggap oleh penyidik terkait atau mungkin terkait dengan obat studi. Paparan terhadap obat-obatan psikoaktif lainnya dicatat pada semua pasien selama periode 6 minggu.

  • ANALISIS STATISTIKUkuran sampel diperkirakan sebanyak 184, atas dasar petunjuk studi sebelumnya, untuk menyediakan 80% kemampuan mendeteksi perbedaan tingkat perubahan berdasarkan skor DRS 0,3 poin per minggu atau 1,2 poin pada akhir 4 minggu interval pengobatan. Ukuran sampel ini juga menyediakan 90% kemampuan untuk mendeteksi efek samping yang tidak terduga dengan insidens setidaknya 2,5% dan memungkinkan estimasi efek samping 10%.

    Kami menggunakan uji-T untuk variabel kontinyu dan analisis chi-square untuk variabel kategori sebagai perbandingan awal pada setiap kelompok. Kami menggunakan model regresi efek campuran dengan intercept acak untuk menguji hipotesis primer dan sekunder dari perbedaan tingkat perubahan skor DRS antara kelompok amantadine dan kelompok plasebo secara keseluruhan dan pada subkelompok bertingkat.

  • Hipotesis pertama (hasil primer) dinilai dengan membandingkan slope perubahan skor DRS selama 4 minggu periode perawatan di antara dua kelompok, dengan slope negatif menunjukkan perbaikan fungsional. Kami melakukan analisis deskriptif post hoc terhadap pemulihan perilaku seperti yang tercatat dalam enam tolak ukur perilaku CRS-R yang terkait dengan tingkat tertinggi proses kognitif pada setiap subskala.

    Hipotesis kedua (daya tahan efek pengobatan) dinilai dengan membandingkan slope dari perubahan skor DRS antara minggu ke-4 dan 6 pada dua kelompok. Analisis subkelompok yang telah direncanakan dilakukan untuk menentukan konsistensi hasil di seluruh strata diagnosis (keadaan vegetatif vs keadaan sadar) dan interval antara cedera dan pendaftaran (28-70 hari vs 71-112 hari). Uji Fisher digunakan untuk membandingkan proporsi pasien yang mengalami efek samping di kedua kelompok. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan variabel terdistribusi tidak normal. Semua analisis dilakukan dengan tujuan untuk pengobatan.

  • PESERTA STUDIDari 1.170 pasien yang diskrining dalam uji kelayakan, 350 memenuhi kriteria kelayakan dan 184 yang mendaftar. Kelompok amantadine dan kelompok plasebo disesuaikan dengan variabel demografis utama dan faktor prognostik, termasuk skor DRS pada awalnya, interval antara cedera dan pendaftaran, dan diagnosis pada saat pendaftaran. Dari 184 pasien, 154 (84%) di antaranya kehilangan tidak lebih dari 4 dari 56 jumlah dosis obat studi. Sisanya 30 pasien (16%) kehilangan antara 5-52 jumlah dosis pada banyak kasus pemindahan ke fasilitas perawatan akut yang tidak layak atau tidak secara medis disarankan untuk melanjutkan studi pengobatan. Sekitar sepertiga dari pasien menerima obat pembaur. Penggunaan obat antiepilepsi lebih sering pada kelompok amantadine (P = 0,04), sedangkan penggunaan agen analgesik narkotika lebih sering pada kelompok plasebo (P = 0,08).

  • HASILLebih banyak pasien pada kelompok amantadine dibandingkan pada kelompok plasebo yang memiliki hasil yang baik berdasarkan skor DRS, sedikit tetap pada keadaan vegetatif, dan persentase yang lebih besar menunjukkan pemulihan perilaku kunci berdasar CRS-R pada akhir periode pengobatan 4 minggu.

    Selama 2 minggu periode washout, hanya kelompok plasebo yang mengalami perbaikan yang signifikan berdasarkan skor DRS (slope -0,44 poin per minggu; P

  • EFEK SAMPINGSeperti yang diharapkan, komplikasi medis bersifat umum (angka median efek samping per pasien 2) dengan tidak ada perbedaan yang signifikan insidens efek samping di antara kelompok (P > 0,20). Selama penelitian, satu pasien pada kelompok amantadine meninggal karena serangan jantung.

  • PEMBAHASANDi penelitian internasional, multicenter, acak, uji coba terkontrol yang melibatkan pasien dengan gangguan kesadaran pascatrauma, kami menemukan bahwa pemberian amantadine pada 4-16 minggu setelah cedera secara signifikan meningkatkan tingkat pemulihan fungsional selama periode 4 minggu pengobatan dibandingkan dengan plasebo. Kedua kelompok mengalami perbaikan selama periode 4 minggu tetapi tingkat pemulihan lebih cepat pada kelompok amantadine yang mempengaruhi perilaku fungsional bermakna seperti respons yang konsisten terhadap perintah, pidato yang dapat dimengerti, komunikasi ya-atau-tidak yang dapat dipercaya, dan penggunaan objek fungsional.

    Manfaat amantadine tampaknya konsisten, terlepas dari interval sejak cedera atau apakah pasien berada dalam keadaan vegetatif atau sadar pada saat pendaftaran. Meskipun keuntungan umumnya dipertahankan pada kelompok amantadine setelah periode washout, tingkat pemulihan dilemahkan secara substansial setelah pengobatan dihentikan dan skor DRS sebagian besar tidak dapat dibedakan antara kelompok amantadine dan kelompok plasebo pada 6 minggu penilaian lanjutan. Selama 6 minggu periode observasi, paparan amantadine tidak meningkatkan risiko yang merugikan kesehatan, neurologis, atau perilaku, termasuk perhatian terbesar dokter dalam mengobati populasi ini (misalnya kejang). Temuan ini menunjukkan bahwa amantadine dapat digunakan secara aman pada dosis antara 200 mg - 400 mg pada pasien dengan cedera kepala berat.

  • Temuan kami konsisten dengan hasil observasi yang menunjukkan percepatan pemulihan pada pasien yang menerima amantadine dan perlambatan atau hilangnya fungsi setelah pengobatan dihentikan. Fase akut pemulihan dari cedera kepala berat ditandai dengan periode singkat rangsangan saraf diikuti oleh periode panjang hipoeksitabilitas yang melibatkan deplesi beberapa neurotransmiter termasuk dopamin. Amantadine dapat meningkatkan aktivitas dopaminergik dengan memfasilitasi pelepasan presinaptik dan menghambat reuptake postsinaptik. Efek neurobehavioral yang menguntungkan dari amantadine mungkin digambarkan dari peningkatan neurotransmisi dopamine-dependent nigrostriatal, mesolimbic, dan sirkuit frontostriatal yang bertanggung jawab terhadap fungsi dorongan dan atensi.

    Dua studi kasus yang menggunakan serial 18F-fluorodeoxyglucose- positron-emission tomography untuk mengevaluasi efek amantadine menunjukkan peningkatan metabolisme prefrontal kortikal yang signifikan dan peningkatan ketersediaan reseptor dopamin D2 striatal yang tidak signifikan yang mendukung mekanisme aksi yang diusulkan.

  • Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Sampel terdiri dari pasien yang berada di pusat rehabilitasi rawat inap yang meningkatkan kemungkinan seleksi bias karena keputusan untuk masuk ke pusat rehabilitasi dapat dipengaruhi oleh kemungkinan perbaikan lebih lanjut. Selain itu, kulit nonputih yang kurang terwakili berpotensi membatasi generalisasi hasil untuk populasi kulit nonputih. Kedua, kendala praktis dan etis memerlukan penggunaan interval perawatan singkat dan hasil penilaian jangka pendek karena kami mengantisipasi jikalau pengasuh akan menarik pasien yang tidak memberikan keuntungan dalam rangka mencoba perawatan lainnya. Dengan demikian, temuan kami tidak menunjukkan efek pengobatan jangka panjang pada hasil jangka panjang. Ketiga, kita tidak membatasi intervensi standar rehabilitasi, jadi kami tidak bisa menentukan apakah manfaat amantadine terjadi secara independen atau sinergis dengan pengobatan standar tersebut. Keempat, meskipun ada upaya untuk membatasi penggunaan obatan-obatan psikoaktif yang berpotensi sebagai pembaur tetapi obat tsb sering digunakan.

    Kami menyimpulkan bahwa amantadine efektif dalam mempercepat laju pemulihan selama rehabilitasi akut pada pasien dengan gangguan kesadaran lama pascatrauma. Paparan amantadine dikaitkan dengan lebih cepat munculnya perilaku yang dimediasi kognitif sebagai dasar kemandirian fungsional. Tingkat pemulihan dalam kelompok amantadine melambat dan perbedaan perilaku di antara kelompok berkurang selama periode washout yang menunjukkan bahwa responsnya tergantung pada obat. Apakah pengobatan dengan amantadine dibandingkan dengan plasebo meningkatkan hasil jangka panjang atau hanya mempercepat pemulihan dalam perjalanan yang setara dengan tingkat fungsional masih belum diketahui.