Journal Idea Of History - formuna.files.wordpress.com€¦ · pengembangan tari Modero di kalangan...
Transcript of Journal Idea Of History - formuna.files.wordpress.com€¦ · pengembangan tari Modero di kalangan...
Journal Idea Of HistoryJurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Halu Oleo
Penanggung JawabDekan Fakultas Ilmu Budaya UHO
Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Pimpinan Redaksi Dr. Aslim, M.Hum.
Pelaksana RedaksiDra. Aswati M, M.Hum
Sarman, S.Pd.,M.Pd Sri Damayanti Djafar, S.Pd.,M.Pd
Suharni Suddin, S.Pd.,M.Pd.Hasni Hasan, S.Pd., M.Si.
Evang Asmawati, S.Pd, M.Hum.Nasihin, S.S., M.A.
Khabiirun, S.Sos, M.Sos.
Mitra Bestari Dr. Rifai Nur, M.Hum
Dr. La Ode Ali Basri, M.Hum
Penyunting: Sarman, S.Pd.,M.Pd
Faika Burhan, S.S., M.A.
Desain Grafis: Masrin, S.IP., MAP.
Basrin Melamba, S.Pd.,MA
Alamat RedaksiJurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo
JL. H.E.A Mokodompit Kendari
DAFTAR ISI
SEJARAH GEREJA KRISTEN PROTESTAN
DI KOTA KENDARI (1928-2016)…………………………………………. 1-6
Robin Hood Adam
Aswati Mukadas
EKSISTENSI SENI TARI MODERO PADA MASYARAKAT MUNA
DI DESA LASUNAPA KECAMATAN DURUKA
KABUPATEN MUNA TAHUN 1946-2016………………………………….. 7-16
Wa Rina
Aslim
PENERAPAN PROGRAM POLITIK ETIS DI DISTRIK KATOBU
ONDERAFDEELING MUNA (1910-1942)…………………………………. 17-24
Rosi Aprilani
Hayari
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT NELAYAN
DI DESA TAPI-TAPI KECAMATAN MAROBO
KABUPATEN MUNA (1995-2016)…………………………………………. . 25-30
Meldy Aswanto
Rifai Nur
PERANAN PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN EKONOMI
KELUARGA DI KECAMATAN KALEDUPA TAHUN 1950-2016……....... 31-40
Murniyati
Faika Burhan
MIGRASI ORANG PATTAE MANDAR KE DESA PEATOA
KECAMATAN LOEA KABUPATEN KOLAKA TIMUR (1980-2016)…….... 41-48
Ni’Mah
Ali Hadara
SEJARAH PENGOBATAN TRADISIONAL ORANG BUTON
DI KECAMATAN BATUPOARO KOTA BAUBAU (19862016)…………...... 49-62
Wa Ode Lilis Wahid
La Ode Ali Basri
MAKNA SIMBOLIK DALAM PERKAWINAN ANGKA MATA
PADA MASYARAKAT MUNA………………………………………………… 63-72
Sitti Hermina
SEJARAH OBYEK WISATA PANTAI MEMBUKU
DI DESA KADACUA KECAMATAN KULISUSU
KABUPATEN BUTON UTARA (1994-2016)……………………………. 73-81
Harsina
Sarman
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
7
Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016
Oleh:
Wa Rina
Aslim
Abstrak
Tujuan penelitian ini, yaitu untuk (a) mengungkapkan perkembangan tari Modero di Desa
Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna, (b) mendeskripsikan pelaksanaan tari Modero, dan
(c) menunjukkan perubahan tari Modero dalam periode 1946–2016 di lingkungan Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode
penelitian sejarah. Tahapan-tahapan kerjanya meliputi heuristik sumber, verifikasi sumber,
interpretasi sumber, serta penulisan sejarah. Hasil interpretasi sumber menunjukkan fakta bahwa
pengembangan tari Modero di kalangan masyarakat Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten
Muna terjadi pada sekitar 1946. Adapun momen pertunjukan tari Modero adalah ketika
berlangsungnya upacara katoba, kakawi, kampua, dan kalempagi. Pakaian yang dikenakan para
penari Modero yang terdiri atas pria dan perempuan pada mulanya, yaitu baju sehari-hari dan
sarung bhia-bhia atau kambaea. Namun, belakangan hanya menggunakan baju sehari-hari saja.
Perubahan tari Modero di kalangan masyarakat Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten
Muna periode 1946–2016 tampak pada domain-domain: waktu pelaksanaan, tata cara, serta pakaian
para penari.
Kata-kata kunci: seni tari, upacara adat, perkembangan.
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentuk dari beribu-ribu pulau. Masyarakat
yang mendiami pulau-pulau tersebut memiliki keanekaragaman suku bangsa dengan adat serta
bahasa daerah yang berbeda-beda. Masyarakat Indonesia juga memiliki adat istiadat tersendiri dan
kaya akan keanekaragaman budaya yang lahir dari kepribadian bangsanya sehingga
keanekaragaman adat istiadat tersebut dapat memperkaya khasanah budaya masyarakat Indonesia.
Setiap kebudayaan daerah merupakan bagian yang penting bagi kekayaan tradisi Indonesia.
Kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Kebudayaan sebagai hasil dari
kreativitas manusia dijadikan sebagai milik diri manusia dan kemudian dijadikan sebagai pola
perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangannya
banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan masyarakat pendukungnya. Salah satu
yang turut mempengaruhi perubahan dan perkembangannya tersebut adalah perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini dapat mempengaruhi segala aspek
kehidupan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perkembangan tersebut akan
memperlihatkan mampu tidaknya suatu kebudayaan bertahan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Kesadaran untuk melestarikan nilai-nilai budaya sebagai warisan generasi banyak
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat. Pelestarian nilai-nilai budaya tersebut tentunya
dipengaruhi oleh berbagi faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaannya, sebagaimana
yang diatur dalam UUD 1945 pasal 32 ayat (1) disebutkan: “Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Pada masyarakat Muna di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna misalnya,
tari Modero merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang masih dipertunjukkan. Tari Modero
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
8
dilaksanakan pada waktu adanya upacara adat katoba (pengislaman), kakawi (perkawinan), kampua
(khitanan), dan kalempagi (pingitan). Seiring perkembangannya, tari Modero pada masyarakat
Muna menjadi tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun hingga saat ini. Dengan demikian
seni tari Modero memiliki eksistensi sebagai tarian yang dikenal pada masyarakat Muna di Desa
Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Jenistari ini mempertahankan sifatnya yang asli
yaitu dengan menggunakan pantun sebagai ciri khasnya.
Seni tari Modero memiliki makna khusus. Hal itu dapat dilihat dari aspek gerak dan pantun
yang digunakan ketika pelaksanaannya. Makna yang terkandung dalam gerak tari Modero adalah
sebagai alat pemersatuan. Hal itu tercermin dari salah satu gerakannya yang berpegangan tangan
antara penari satu dengan penari lainnya. Bagi masyarakat Muna di Desa Lasunapa, berpegangan
tangan antara satu dengan yang lain melambangkan adanya persatuan antara keduanya. Gerak tari
Modero ini mampu mewakili pesan yang ingin disampaikan. Selain aspek gerak, dalam pertunjukan
tari Modero menggunakan juga pantun. Pantun itu memiliki arti dan fungsi, selain sebagai tanda
bermula dan berahirnya tari, juga menggambarkan tentang kekokohan persatuan masyarakat serta
kemampuan menyampaikan sesuatu dengan menggunakan bahasa asli daerah Muna.
Tari Modero sebagai seni budaya memiliki latar sejarah dan budaya yang luhur bagi
masyarakat Muna. Tari tersebut sudah selayaknya dilestarikan serta dikembangkan dalam rangka
memperkaya khasanah budaya bangsa. Tari Modero merupakan juga salah satu peninggalan budaya
Muna sehingga penting untuk menelitinya.
Modero merupakan tarian yang dilakukan tanpa iringan musik. Para penarinya terdiri atas
kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Ketika prosesi penarian menggunakan bahasa Muna
dalam bentuk kabhanti (pantun). Tari Modero hanya memiliki satu bentuk gerakan saja. Namun,
gerakan itu justru menjadi faktor keunikan dan keistimewaannya. Model gerakan tarian itu menarik
perhatian para penontonnya.
Sebagai salah satu fenomena kultural, eksistensi tari Modero dapat dikaji dengan
menggunakan teori pertumbuhan budaya yang dikemukakan oleh Arnold J. Toynbee. Toynbee
(Sutrisno, 2005) dalam melihat dan menentukan pola gerak sejarah membandingkannya dengan
proses dan perkembangan kebudayaan. Bahwasanya, kebudayaan adalah wujud dari kehidupan
suatu golongan seluruhnya dan pertumbuhan budaya melalui tingkatan-tingkatan seperti berikut.
Pertama, lahirnya kebudayaan. Suatu kebudayaan terjadi dan muncul karena adanya tantangan dan
jawaban (challenge and response) antara manusia dengan alam sekitar. Alam sebagai tempat
tinggal manusia, tidak selamanya akan memenuhi kebutuhan manusia. Manusia tidak akan
selamanya terlena akan kekayaan alam yang ada tanpa mengolah dan melestarikannya. Alam akan
memberikan tantangan kepada manusia untuk memberikan pengalaman hidup yang akan
berkembang menjadi suatu kebudayaan. Setelah alam memberi tantangan kepada manusia, manusia
pun memberi jawaban, maka lahirlah suatu kebudayaan. Alam yang memiliki kondisi yang baik
dapat mendukung lahirnya suatu kebudayaan yang setelah itu ditumbuhkembangkan oleh manusia
itu sendiri sebagai peradaban yang dapat memberikan nilai positif. Apabila kondisi alam tidak baik,
manusia tidak akan bisa mendirikan suatu kebudayaan yang nantinya menjadi sebuah peradaban.
Misalnya, di daerah yang terlalu dingin atau terlalu panas, kemungkinan untuk lahirnya sebuah
kebudayaan akan kecil karena alamnya tidak bersahabat. Maka dari itu, manusia sibuk
mempertahankan diri tanpa harus memperhatikan kelahiran kebudayaan yang dapat diwariskan
kepada anak cucunya.
Kedua, perkembangan kebudayaan. Toynbee mengemukakan bahwa selain dukungan
kondisi alam, perkembangan kebudayaan ditunjang pula oleh para pendukung kebudayaan tersebut.
Para pendukung kebudayaan itu adalah sekelompok manusia dalam entitas masyarakat. Kelompok
kecil (minority) masyarakat itu menciptakan suatu kebudayaan sebagai jawaban terhadap tantangan
alam. Lalu, ditiru oleh sebagian besar masyarakat (mayority). Suatu kebudayaan dikembangkan
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
9
oleh segelintir warga kuat masyarakat. Kelompok kecil (minority) itu mengembangkan kebudayaan
dengan cara menyebarkannya kepada masyarakat sehingga masyarakat terpengaruh dengan
kebudayaan tersebut.
Menyimak pendapat Toynbee di atas, dapat disimpulkan bahwa gerak sejarah adalah ber-
bentuk hukum Fatum-Cyklus. Toynbee memperhatikan gerak sejarah dari proses hingga
perkembangannya. Demikian pula, Toynbee memperhatikan masalah waktu yang dibutuhkan suatu
kebudayaan untuk timbul dan berkembangnya.
Berdasarkan teori gerak sejarah yang dikemukakan oleh Toynbee di atas, tampak bahwa tari
Modero pada masyarakat Muna di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dimung-
kinkan oleh adanya gerak sejarah. Hal itu dapat dilihat dari awal muncul dan berkembangnya tari
Modero serta waktu pelaksanaan dan perubahan pakaian yang dikenakan oleh para penari.
Eksistensi tari Modero dapat juga dianalisis dengan menggunakan teori perubahan waktu.
Fernand Braudel menyebutkan bahwa sejarah adalah perubahan waktu. Braudel memahami waktu
dalam tiga kerangka, yaitu jangka pendek (short term), jangka menengah (mid term) dan jangka
panjang (long term). Sejarah pada suatu tempat dan komunitas terkait dengan ketiga konsep waktu
tersebut. Perubahan diukur bukan hanya dalam kaitannya dengan kesadaran tentang peristiwa yang
terdekat, melainkan juga dalam kaitannya dengan perubahan dalam kurun waktu yang lebih panjang
yang selalu terjadi tanpa memikirkan kesadaran tiap individu. Jika dikaitkan dengan waktu
kalender, short term berlangsung antara beberapa minggu, musim, sampai beberapa tahun, mid term
berlangsung sekitar 10-50 tahun, sedangkan long term berlangsung lebih lama, yakni sampai pada
beberapa abad.
Braudel lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam sejarah wilayah laut tengah terdapat tiga
tingkatan waktu. Tingkatan pertama adalah tingkatan lingkungan. Pada tingkatan ini, perubahan
berjalan lambat tetapi pasti dan inilah waktu geografis. Tingkatan waktu yang kedua adalah
tingkatan sejarah kultural dan sosial, ini adalah waktu tentang kelompok, pengelompokan, dan
tentang peradaban. Tingkatan yang berlangsung dalam tingkatan ini jauh lebih cepat dari pada yang
berlangsung dalam tingkatan lingkungan. Tingkatan waktu yang ketiga adalah tingkatn waktu
peristiwa (history eventmentielle), ini adalah sejarah munusia dan individu (Lechte, 2001: 145).
Menurut perubahan pola siklus, masyarakat berkembang laksana perputaran sebuah roda:
kadang kala naik ke atas. Menurut Oswald Spengler, perubahan kebudayaan tumbuh dan
berkembang laksana perjalanan gelombang yang muncul mendadak dari perkembangan kehidupan
manusia. Valveredo Pareto melihat sirkulasi kekuasaan kaum elit yang hanya dapat bertahan dalam
jangka waktu tertentu saja untuk selanjutnya berubah dan diganti dengan kekuasaan baru (Sunarto,
2004: 211).
Teori tersebut dapat dikaitkan dengan gerak sejarah bahwa suatu peristiwa muncul, berkembang
dan mengalami perubahan, seperti halnya tari Modero yang seiring dengan perubahan waktu juga
mengalami perubahan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pola pikir masyarakat yang
telah mendapatkan pengaruh seiring dengan masuknya pengaruh kebudayaan baru. Pengaruh
tersebut terlihat dari perubahan seni tari Modero, baik dari segi pelaksanaannya, maupun dari segi
pakaian yang digunakan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sejarah. Kuntowijoyo (2013:
69) mengemukakan ada lima tahapan metode sejarah yaitu: 1. pemilihan topik, 2. pengumpulan
sumber, 3. verifikasi sumber, 4. interpretasi: analisis dan sintesis, 5. Penulisan sejarah.
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
10
2. PEMBAHASAN
2.1 Munculnya Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa Kecamatan
Duruka Kabupaten Muna
Pada 1946, tari Modero mulai masuk di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten
Muna. Tari tersebut dibawa oleh Wa Ode Namu dan La Katoonde serta teman-temannya yang
merupakan pejuang kemerdekaan. Pada masa itu, tari Modero dilaksanakan di hutan dan belum
diketahui oleh masyarakat Muna pada umumnya. Seiring dengan perkembangan waktu, tari
Modero mulai diketahui oleh masyarakat Desa Lasunapa dan mulai dilaksanakan pada saat
pembukaan lahan baru untuk bertani, acara syukuran, dan setelah upacara-upacara adat seperti
kakawi (perkawinan), kampua (khitanan), kalempagi (pingitan), katoba (pengislaman). Hingga
saat ini tari Modero masih menjadi salah satu tarian yang dipertunjukkan oleh masyarakat Muna
di Desa Lasunapa pada acara-acara tertentu. Seni tari Modero dilasanakan pada setiap kegiatan
upacara-upacara adat dan bentuk penyajiannya sama yaitu dilaksanakan setelah kegiatan
upacara adat selesai yaitu dilaksanakan pada malam hari pada pukul 08.00 sampai selesai.
2.2 Proses Pelaksanaan Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kacamatan Duruka Kabupaten Muna
Pada masyarakat Muna, pelaksanaan tari Modero dipertunjukkan pada upacara katoba,
kakawi, kampua dan kalempagi. Hal itu berdasarkan hasil wawancara dengan seorang informan
yang menjelaskan bahwa: “Pelaksanaan seni tari Modero dipertunjukkan pada malam hari
sesudah upacara-upacara adat dan tari Modero dipertunjukkan di lapangan terbuka” (La Tani,
wawancara 13 Mei 2017). La Tani menjelaskan bahwa pakaian yang digunakan yaitu baju
sehari-hari dan sarung bhia-bhia atau sering disebut kambaea. Namun, dalam
perkembangannya, tari Modero hanya menggunakan baju sehari-hari baik itu penari perempuan
maupun penari laki-laki. Hal itu menunjukkan bahwa pertunjukan tari Modero tidak dilihat dari
segi kostumnya, tetapi dilihat dari segi gerakan dan bunyi pantun (kabhanti) yang dilontarkan
oleh penari Modero.
Tari yang berhubungan langsung dengan manusia merupakan suatu pendorong untuk
merumuskan nilai-nilai keindahan. Keterkaitan antara tari dan kehidupan manusia tidak dapat
dipisahkan karena keduanya saling mengisi bagi kehidupan manusia. Keberadaan tari yang
merupakan salah satu cabang dari seni memiliki arti tersendiri seperti halnya tari Modero.
Pelaksanaan tari Modero dalam upacara adat tersebut sudah menjadi tradisi turun-
temurun bagi masyarakat Muna di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka. Pertunjukan tari Modero
dilaksanakan pada pukul 20.00 sampai selesai yang melibatkan seluruh anggota masyarakat
pendukungnya. Pada dasarnya setiap seni pertunjukan di lingkungan masyarakat tentunya
memililki bentuk pertunjukan yang berbeda. Pada tari Modero, sebelum pertunjukan, terlebih
dahulu diadakan persiapan, baik itu persiapan pribadi penari sendiri, kostum yang akan
digunakan dalam tarian tersebut, maupun tata rias yang akan digunakan dalam pertunjukan.
Tari Modero merupakan simbol yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk
menggambarkan rasa ekspresif masyarakat mengenai persatuan. Tarian tersebut disertai dengan
pantun-pantun. Adapun pantun yang digunakan dalam tari Modero yaitu:
a. Modero datumandaamodamolapasi tolau kamokulahi
Modero datumandamo palenda ko bhekadai
Kadai nongkodohomu dapopalenda mongkesa
Artinya:
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
11
Mari kita main Modero untuk melepas hajatan orang tua
Mari kita main Modero, jangan ada pantun yang tidak baik
Pertengkaran harus dijauhkan, mari kita saling menyindir dengan baik
b. Aloma, aloma hae
Ane nonghondo kawu ngkaruku
Modero- Modero hae
Ane mpaie dangkolagu
Artinya:
Ini embun-embun apa
Kalau hanya membasahi rumput
Modero ini Modero apa
Kalaulah tidak mempunyai lagu
c. Ane ngkaruku noghodoe aloma
Sau bhalano tantumo dua
Ane mpaie tangkolagu
NtaModero sohae dua
Artinya:
Kalau rumput dibasahi embun
Kayu yang besar basahlah pula
Kalau kami tak ada lagu
Buatlah apa ikut Modero.
d. Aekulusimo okahitela
Gara ihino odhalangka
Ladhangka bela kakasunduno
Labihaku bela ngkoemu
Artinya:
Saya mengupas jagung
Padahal isinya tidak bagus
Laki-laki yang menyiksa
Lebih baik tidak usah
e. Awura bheka wekoro lawa
Nentanga sasa nerokalei
Basa-basangho salawa
Koana bhela nontipalei
Artinya:
Kulihat kucing di bawah tangga
Mengejar cicak di daun pisang
Bacakanlah shalawat
Agar tidak ada halangan
f. Aetisamo bhela ongkolope
Aforambae nebamalaka
Sasoka ntolao orope
Dobelo ngkahali maka
Artinya:
Kucoba menanam keladi
Kurambatkan di pohon jambu batu
Ketika sudah berharap
Susah untuk berpaling
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
12
g. Afonimo te kanta
Apoghawangho La Mbolosi
Koem ntingo fentaa
Mewura membolosim
Artinya:
Jalan-jalan ke pasar
Kujumpa dengan La Mbolosi
Jangan banyak berharap
Berpindalah ke lain hati
h. Waina ngkomelili
Amate nolomponam
Dhunia dasumabara
Domate-mateanemu
Artinya:
Ibu jangan cari
Sudah lama aku meninggal
Hidup di dunia harus sabar
Kita berusaha mati-matian
i. Kaasi dhunia ini
Damate nsolahaeno
Bhara ohae tingkuno
Tanda kapombarahano
Artinya:
Kasihan dunia ini
Kita meninggal buat siapa
Entah apa sebabnya
Sehingga dia berpaling
j. Koemo merande-randea
Bunga kokambe-kambea
Bhara ohae tingkuno
Tanda kapombarahano
Artinya:
Jangan main-main
Bunga yang penuh kembang
Entah apa alasannya
Sehingga dia berpaling
(La Tani, 13 Mei 2017)
2.3 Eksistensi Pelaksanaan Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna
Menurut wawancara dengan salah seorang informan bahwa pelaksanaan tari Modero
untuk sekarang ini memiliki sedikit perubahan dengan tari Modero terdahulu. Perubahan
tersebut dilihat dari waktu pelaksanaan, tata cara pelaksanaannya serta pakaian yang digunakan.
Hal tersebut tergantung dari orang yang membutuhkan tarian ini atau bisa dikatakan bahwa
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun dari segi adat dan tradisi tidak ada perubahan
signifikan. Tarian Modero tetap menempati fungsinya sebagai salah satu tarian yang dimiliki
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
13
oleh masyarakat Muna di Desa Lasunapa yang dilaksanakan setelah acara pernikahan,
pengislaman, aqiqah, acara syukuran, dan lain-lain baik terdahulu maupun sekarang (La Dhima,
wawancara 14 Mei 2017).
Berikut tabel perubahan pelaksanaan tari Modero pada masyarakat Muna di Desa
Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna.
Tabel 4
Perubahan Pelaksanaan Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna pada 1946-2000 dan 2001-2016
NO 1946-2000 2001-2016
1 Tari Modero dilaksanakan di berbagai hajatan
upacara kampua (aqiqah), katoba
(pengislaman), kariya/kalempagi (pingitan)
kafonisino lambu (pembukaan rumah baru),
peresmian suatu tempat, festival, perayaan hari-
hari besar, pembukaan lahan baru, pesta panen,
serta penjemputan tamu agung.
Tari Modero dilaksanakan di
berbagai hajatan seperti kampua
(aqiqah), katoba (pengislaman),
kariya/kalempagi (pingitan) dan
acara syukuran.
2 Tari Modero dimulai oleh penari laki-laki yang
memasuki area pertunjukan, setelah mendengar
pantun yang dilontarkan kelompok penari laki-
laki, kelompok penari perempuan mulai masuk
dalam arena pertunjukan dengan kelompoknya
sambil berpegangan tangan dengan membalas
pantun yang telah dilontarkan pada penari laki-
laki.
Tari Modero dimulai dengan cara
langsung membentuk lingkaran,
penari laki-laki dan penari
perempuan tidak memiliki perantara
(tidak terpisah). Setelah lingkaran
tari Modero terbentuk, penari laki-
laki melontarkan pantun kepada
penari perempuan begitupun
sebaliknya.
3 Pakaian yang digunakan dalam tari Modero
adalah pakaian adat Muna yang
menggambarkan bahwa masyarakat setempat
memiliki adat yang kuat. Bagi perempuan, baju
yang dikenakan yaitu baju sehari-hari dan
sarung bhia-bhia atau kumbaea sedangkan
pakaian yang digunakan pada penari laki-laki
yaitu pakaian bebas rapi dan sopan.
Pakaian yang digunakan oleh penari
laki-laki dan penari perempuan yaitu
pakaian bebas rapi dan sopan
(La Dhima, wawancara 14 Mei 2017).
3. KESIMPULAN
1. Pada 1946 tari Modero mulai masuk di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna
yang dibawa oleh Wa Ode Namu dan La Katoonde. Dalam perkembangannya, tari Modero
selalu dipentaskan pada saat pembukaan lahan baru untuk bertani, acara syukuran, dan
setelah upacara-upacara adat.
2. Pada masyarakat Muna, seni tari Modero mulai dikembangkan di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna pada 1946. Pelaksanaan tari Modero dipertunjukkan
pada upacara katoba, kakawi, kampua dan kalempagi. Dalam hal pelaksanaan, seni tari
Modero dipertunjukkan pada malam hari sesudah upacara-upacara adat dan tari Modero
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
14
dipertunjukan di lapangan terbuka dan pakaian yang digunakan yaitu baju sehari-hari dan
sarung bhia-bhia atau sering disebut kambaea. Namun, dalam perkembangannya, penari
Modero hanya menggunakan baju sehari-hari, baik itu penari perempuan maupun penari
laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pertunjukan tari Modero tidak dilihat dari segi
kostumnya, tetapi dilihat dari segi gerakan dan bunyi pantun (kabhanti) yang dilontarkan
oleh para penari.
3. Adapun perubahan pada pelaksanaan tari Modero yaitu dahulu tari ini dilaksanakan di
berbagai hajatan upacara seperti kampua (aqiqah), katoba (pengislaman), kariya/kalempagi
(pingitan), kafonisino lambu (pembukaan rumah baru), peresmian suatu tempat, festival,
perayaan hari-hari besar, pembukaan lahan baru, pesta panen, serta penjemputan tamu
agung. Sementara, untuk saat ini tari Modero ini dilaksanakan setelah acara kampua
(aqiqah), katoba (pengislaman), kariya/kalempagi (pingitan) dan acara syukuran. Dahulu
pakaian yang digunakan dalam tari Modero adalah pakaian adat Muna yang
menggambarkan bahwa masyarakat setempat memiliki adat yang kuat, bagi perempuan baju
yang dikenakan yaitu baju sehari-hari dan sarung bhia-bhia atau kumbaea. Namun, saat ini
pakaian yang digunakan para penari laki-laki yaitu pakaian bebas rapi dan sopan dan
pakaian yang digunakan oleh penari laki-laki dan penari perempuan yaitu juga berupa
pakaian bebas rapi dan sopan.
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
15
DAFTAR PUSTAKA
Atmadibrata, E. 1978. Kritik Mengenai Kritik Tari. Budaya Jaya.
Amin, Muhammad Bedi. 2001. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tari Lariangi di Kecamatan
Kaledupa. Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu.
Baharudin, Sri Novianti. 2015. Sejarah Tari Luminda Pada Masyarakat Menui. Skripsi. Kendari:
FKIP UHO.
Brakel-papenhuyzen, Clara. 1991. Seni Tari Jawa. Jakarta: ILDEP-RUL.
Braudel, Fernand. 2001. 50 Filsuf Kontemporer dari Strukturalisme Sampai Postmodernisasi.
Yogyakarta: Pustaka Filsafat.
Gazalba, Sidi. 1981. Pengantar Sejarah sebagai Ilmu. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Hadara, Ali. 2005. Metode Penelitian. Disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Bagi
Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pandidikan Universitas Halu Oleo Tanggal 11-15 Juli 2005. Kendari
Hadara, Ali. 2014. Prosedur Penelitian dan Penulisan Sejarah, Panduan Untuk Mahasiswa SI
Pendidikan Sejarah. Kendari: Universitas Halu Oleo
Harun, 2005. Struktur, Fungsi, dan Nilai Hadjimadja, Kajian Puisi Lisan. Disertasi. Malang:
Universitas Negeri Malang
Hidayat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gontar
Gumelar
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
La Ode Rahmat. 2011. Sejarah Tari Kompania Pada Masyarakat Kulisusu Kabupaten Buton
Utara. Skripsi Unhalu. Kendari: FKIP
Lechte, J. 2001. 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta:
Kanisius
Notosusanto, Nugroho. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Idayu
Nurhasriani, Idham. 2013. Sejarah Tari Fomani di Kecamatan Siompu Kabupaten Buton. Skripsi.
Kendari: FKIP UHO
Salim. P, dkk, 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Siti Ati. 2007. Tari Lulo di Kelurahan Lawolu Kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe. Skripsi.
Kendari: FKIP Unhalu
Wa Rina
Aslim [Eksistensi Tari Modero pada Masyarakat Muna di Desa Lasunapa
Kecamatan Duruka Kabupaten Muna: 1946–2016]
I d e a O f H i s t o r y V o l 0 1 N o m o r 1 / J a n u a r i - J u n i 2 0 1 8
16
Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Sony Kartika, Dharsono. 2007. Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sain
Sudjoko. 1983. Seni Sebagai Wujud Kebudayaan. Majalah Analisis Kebudayaan Edisi 05 Tahun
VIII. Jakarta: Depdikbud RI
Sunarto, Kamanto.2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.
Sutrisno. Muji. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Yudibrata. 1982. Kesenian Daerah Minagkabau. Majalah Analisis Kebudayaan Edisi 05 Tahun
VII. Jakarta: Depdikbud