JENIS infeksi

12
2. JENIS-JENIS PENYAKIT GLANDULA SALIVA A. Non Neoplastik Disorder 1. Infeksi a. Infeksi akut Manifestasi infeksi akut yang biasa terjadi pada kelenjar ludah biasanya berupa parotitis akut. Beberapa kelompok virus dan bakteri merupakan penyebab umum terjadinya ketidaknormalan produksi kelenjar ludah. Sebagian besar infeksi bakteri kemungkinan berasal dari kavitas oral dan berhubungan dengan penurunan aliran ludah. Selain itu beberapa pasien dengan kondisi lemah dan imunosupresan memiliki resiko untuk terkena sialedenitis akut. 1. Infeksi Bakteri a. Acute suppurative Sialedenitis merupakan suatu kondisi akut dan nyeri difus pada keadaan awal penyakit glandula parotis. Kelenjar mengalami pembesaran, terasa sakit, dan terdapat eksudat purulen yang terlihat pada orifice bukal duktus Stensen. Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi kesehatan lemah, dehidrasi, dengan oral hygiene yang buruk. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus pyogenes, and Escherichia coli. Limfonodi parotis dan intraparotis biasanya akan terlibat sebagai reaksi inflamasi. Treatment of choice penyakit ini adalah dengan terapi antibiotik. Selain pada glandula parotis, acute suppurative sialedenitis juga dapat menyerang pada region submandibula.

description

infeksi

Transcript of JENIS infeksi

2. JENIS-JENIS PENYAKIT GLANDULA SALIVAA. Non Neoplastik Disorder1. Infeksia. Infeksi akutManifestasi infeksi akut yang biasa terjadi pada kelenjar ludah biasanya berupa parotitis akut. Beberapa kelompok virus dan bakteri merupakan penyebab umum terjadinya ketidaknormalan produksi kelenjar ludah. Sebagian besar infeksi bakteri kemungkinan berasal dari kavitas oral dan berhubungan dengan penurunan aliran ludah. Selain itu beberapa pasien dengan kondisi lemah dan imunosupresan memiliki resiko untuk terkena sialedenitis akut.

1. Infeksi Bakteria. Acute suppurative Sialedenitismerupakan suatu kondisi akut dan nyeri difus pada keadaan awal penyakit glandula parotis. Kelenjar mengalami pembesaran, terasa sakit, dan terdapat eksudat purulen yang terlihat pada orifice bukal duktus Stensen. Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi kesehatan lemah, dehidrasi, dengan oral hygiene yang buruk. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteriStaphylococcus aureus,Streptococcus viridans,S.pneumoniae,Haemophilus influenzae,Streptococcus pyogenes, andEscherichia coli. Limfonodi parotis dan intraparotis biasanya akan terlibat sebagai reaksi inflamasi. Treatment of choice penyakit ini adalah dengan terapi antibiotik. Selain pada glandula parotis,acute suppurative sialedenitisjuga dapat menyerang pada region submandibula.b. Suppurative parotitis. Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, biasanya pada bayi yang lahir prematur (35-40%) dengan dehidrasi sebagai faktor predisposisi.Onset biasanya terjadi sekitar 7-14 hari dan terdapat eritema pada kulit di sekitar kelenjar parotis.Penyebab umum infeksi antara lainStaphylococcus,Pseudomonas, Streptococcus,Pneumococcus, andEscherichia. Terapi hidrasi dan antibiotic biasanya digunakan untuk merawat infeksi. Pasien yang salah terdiagnosis atau yang tidak terobati sempurna terkadang dapat berkembang menjadi abses intraglandular.c. Sialodochitismerupakan inflamasi yang terjadi baik pada duktus Warthon maupun Stensen. Biasanya terjadi dilatasi pada obstruksi distal. Pembesaran duktus dapat berbentuk fusiform atau berantai menghasilkan area ductal stenosis.2. Infeksi VirusKasus paling umum yaitu viral parotitis (mumps) yang disebabkan oleh RNA virus dari kelompok paramyxovirus. Pada tahap awal infeksi melibatkan kelenjar parotis namun juga dapat berkembang di kelenjar submandibula maupun sublingual. Diagnosis biasanya berdasarkan pada penyakit epidemik dan ditegakkan dengan uji titer antibody. Periode inkubasi diantara 2-3 minggu, dengan keterlibatan kelenjar parotis secara unilateral pada 20-33,3% kasus. Agen virus lain yang dapat menyebabkan parotitis antara laincoxsackie viruses, parainfluenza viruses (types I and III), influenza virus type A, herpes virus, echo virus, and choriomeningitis virus.

b. Infeksi KronisInflamasi kronis merupakan penyakit umum kelenjar ludah yang disebabkan oleh rekurensi infeksi bakteri atau infeksi dari agen lain. Kondisi non infeksi disebabkan oleh iradiasi, penyakit autoimun, dan kasus idiopatik.1. MycobacteriaEpidemiologi menyatakan bahwa infeksi mycobacteria dapat menyerang kelenjar parotis (70% kasus), kelenjar submandibula (27%), dan kelenjar sublingualis (3%). Sebagian besar penyakit yang disebabkan infeksi ini berkembang dari tonsi maupun gigi yang menjadi fokal infeksi kemudian menyebar ke kelenjar melalui limfonodi. Sarcoidosis, merupakan penyakit sistemik infeksius yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada berbagai system organ dan biasanya disebabkan oleh infeksi mycobacteria.Sekitar 83% kasus pasien mengalami pembesaran kelenjar parotis bilateral dan penurunan aliran saliva. Beberapa pasien, juga mengalami gejala xerostomia akibar kelenjar ludah minor ikut terinfeksi. Sebagian besar pasien tidak mengalami rasa sakit, dan terjadi pembesaran kronis pada kelenjar yang terlibat dengan penambakan multinodular dan terlihat seperti keganasan.

2. SyphilisSyphilis biasanya jarang terjadi pada kelenjar parotis, namun ketika penyakit ini muncul, distribusi dan penampakannya sama seperti pada infeksi TB dengan gambaran yang hamper mirip dengan sarcoidosis.3. Cat-Scratch Diseasedisebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif, riketsia dan menyebabkan limfadenitis regional. Penyakit ini biasa menyerang pada anak-anak dan remaja. Radiografik menunjukkan adanya pembesaran limfonodi intraparotid yang meluas dan tidak spesifik dan hal ini mirip pada infeksi sarcoidosis dan infeksi TB sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis.4. Toxoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan olehToxoplasma gondii. Penyakit ini merupakan infeksi yang umum terjadi yaitu sekitar 5-95% populasi tergantung dari lokasi geografis.5. Actinomycosis disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif anaerob,Actinomyces iszraelli, mengakibatkan infeksi orofaring. Limfonodi parois dan submandibular dapat menjadi lokasi infeksi sekunder yang disebarkan melalui perluasan perluasan infeksi kronis mandibula. Jaringan ikat sekitar mengalami infiltrate inflamasi dan terkadang infeksi kelenjar parotis dapat menyebar hinggamasticator space.Infeksi bakteri ini pada kelenjar parotis dapat akut, dengan gejala rasa sakit, pembengkakan, abses, dan pembentukan fistula. Infeksi kronik memiliki gambaran hamper mirip seperti infeksi TB yang termanifestasi sebagai masa parotid yang tidak sakit.

2. Inflamasia. Sialolithiasis, sebagian besar terjadi pada kelenjar submandibula (80-90%), kelenjar parotis (10-20%), dan sekitar 1-7% terjadi di kelenjar ludah sublingual. Keterlibatan kelenjar ludah minor sangatlah jarang, meskipun juga bias terjadi pada mukosa bukal dan bibir atas. Sekitar 75% batu berbentuk solid dan tunggal, namun 25% diantaranya memiliki batu kelenjar multiple. Pada pasien dengan sialodenitis kronis, setidaknya terdapat kalkulus pada du pertiga kasus dan pada gambaran radiograf batu tampak sebagai lesi radiopak. Sebanyak 85% batu kelenjar submandibula terjadi di dalam duktus Warthon, 30% di dekat ostium duktus, dan 20% diantaranya pada pertengahan duktus.Terapi Sialolithiasis:a.Tanpa pembedahanPengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan.Pada beberapa kasus dimana batu berada di wharton papillae, dapat dilakukan tindakan marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih tersisa terutama bila berada di bagian posterior Wartons duct, sehingga pendekatan konservatif sering diterapkan.b. PembedahanSebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk mengeluarkan batu pada sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan, terutama pada kasus dengan diameter batu yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi yang sulit. Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa dilakukan tindakan simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk mengeluarkannya. Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi pada duktus dengan menghindari injury pada n. lingualis. Hal ini bisa dilakukan dengan anestesi lokal maupun general, tapi sering menimbulkan nyeri berat post operative. Harus dilakukan dengan anestesi general, bila lokasi batu berada pada gland's pelvis. Pada kasus ini harus dilalakukan submaxilectomy dengan tingkat kesulitan yang tinggi, karena harus menghindari cabang-cabang dari n. facialis.c. Minimal invasive- LithotripsiExtracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis. Setelah berhasil untuk penanganan batu di saluran kencing dan pankreas, ESWL menjadi alternatif penanganan batu pada saluran saliva, dimulai tahun 1990- an. Tujuan ESWL untuk mengurangi ukuran calculi menjadi fragmen yang kecil sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan mengurangi simptom. Diharapkan juga fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva.Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam glandula maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur n. facialis. Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan pasien dengan pacemaker merupakan kontraindikasi umum ESWL.Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk setengah berbaring (semi-reclining position) seperti terlihat pada Gb.(a). Shockwave benar-benar fokus dengan lebar 2,5 mm dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi yang digunakan disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / - 500 impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan.Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi. Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan ultrasonography, echography probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi fragmen.Beberapa penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas keberhasilan penggunaan ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien terbebas dari simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus melaporkan 87,6% pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak pengoabatan menggunakan ESWL.- SialendoskopiSialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva. Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal pathologies seperti obstruksi, striktur, dan sialolith. Prosedur yang dapat dilakukan dengan Sialendoskopi merupakan complete exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang sekunder dan tersier.Indikasi diagnostik dan intervensi dengan Sialendoskopi adalah semua pembengkakan intermitten pada kelenjar saliva yang tidak jelas asalnya.Koch et al lebih khusus menjelaskan indikasinya, antara lain untuk 1) deteksi sialolith yang samar, 2) deteksi dini pemebentukan sialolith (mucous or fibrinous plugs) dan profilaksis pembentukan batu, 3) pengobatan stenosis post inflamasi dan obstruksi karena sebab lain, 4) deteksi dan terapi adanya variasi anatomi atau malformasi, 5) diagnosis dan pemahaman baru terhadap kelaianan autoimun yang melibatkan kelenjar saliva, 6) sebagai alat follow up dan kontrol keberhasilan terapi. Tidak ada kontra indikasi khusus, karena merupakan teknik minimal invasive yang hanya membutuhkan enestesi lokal dan cukup rawat jalan saja, baik pada anak-anak, dewasa maupun usia lanjut.- Teknik Intervensi Sialendoskopi.Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila untuk mencapai kelenjar diinjeksi dengan bahan anestesi (xylocaine 1% dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan bertahap dengan probe yang bertambah besar sampai sesuai dengan diameter sialendoskop. Kemudian sialendoskop dimasukkan ke dalam duktus kelenjar saliva diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini dimaksudkan untuk dilatasi duktus dan irigasi debris. Duktus kelenjar saliva ini dioservasi mulai dari duktus utama sampai cabang tersier hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan menghindari trauma dan perforasi dinding duktus.Bila didapatkan obstruksi, kita bisa menggunakan beberapa teknik untuk mengatasinya. Untuk pengambilan batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar submandibula atau < 3mm pada klenjar parotis, kita dekatkan sialendoskop ke sialolith kemudian kita masukkan ke dalam working chanel sebuah forsep penghisap yang fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone extractor (wire basket forcep). Berikutnya batu dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep penghisapnya.Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium ke dalam working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed) dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan pembilasan dan penghisapan.Setelah intervensi Sialendoskopi, dilakukan stenting pada duktus submandibula menggunakan stent plastik (sialostent) selama 2 sampai 4 minggu dengan tujuan 1) menghindari striktur, 2) mencegah obstruksi karena udema sekitar orifisium, dan 3) sebagai saluran irigasi partikel-partikel batu kecil oleh aliran saliva. Pemberian hydrocortisone 100 mg injeksi intraductal atau langsung pada daerah striktur juga dapat mempercepat proses penyembuhan pasca sialoendokopi.d.Decision TreePada tindakan minimal invasive terdapat beberapa pilihan diagnostik maupun terapi untuk managemen sebuah kasus dengan gejala klinis adanya obstruksi pada saluran kelenjar saliva. Bila didapatkan batu ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket Extraxion. Pada batu dengan ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus dipecah menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic dilator (main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang duktus.Komplikasi:Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka maupun minimally invasive dapat menimbulkan komplikasi antara lain: 1) kerusakan saraf, terutama n. Lingualis dan n. Hipoglosus 2) perdarahan post operative, 3) striktur sistem duktal, 4) pembengkakan kelenjar yang menimbulkan nyeri, 5) cutaneus hematoma sering dijumpai pada pasien post extracorporeal therapy, dan 6) residual lithiasis terjadi pada sekitar 40%-50% pasien. Teknik minimal invasive yang benar dengan Sialendoskopi, lebih memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi tersebut di atas.b.Chronic Reccurent Sialodenitis, merupakan pembengakakan difus maupun terlokalisasi pada kelenjar ludah, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya diasosiasikan dengan obstruksi tidak sempurna pada sistem duktus, walaupun biasanya terjadi variasi.c.Sialodochitis Fibrinosa (Kussmauls Disease), merupakan pembengkakan rekuren, akut, dan bias terasa nyeri maupun tidak nyeri pada kelenjar parotis atau submandibula.Penampakan klinis berupa penyumbatan pada pintu masuk duktus Stensen atau duktus Warthon. Penyakit ini biasanya terjadi padan pasien dengan kondisi lemah dan dehidrasi perawatan dapat berupa pemijatan pada glandulam penggunaan secretogogeus untuk menghilangkan sumbatan, dilatasi pintu masuk duktus untuk mencegah rekurensi, dan bila dimungkinkan dilakukan rehidrasi.d. Hiperlipidemia, dikarakteristikkan sebagai peningkatan level trigliserid dan atau kolesterol total plasma. Beberapa pasien dengan hiperlipidemia mengalami pembesaran kelenjar parotis dengan infiltrate lipid yang seragam yang terlihat pada MRI. Peningkatan kadar trigliserid plasma berkorelasi dengan pembengkakan parotis, dan berakibat pada penurunan aliran saliva yang semakin parah. Kelenjar submandibula juga dapat terlibat namun insidensinya lebih rendah.e. Sialosis, merupakan pembesaran kelenjar parotis yang rekuren maupun kronik, nonneoplastik, non inflamatori, dan tidak terasa sakit. Kelenjar submandibula, sublingual, dan kelenjar ludah minor juga ada kemungkinan terlibat.Pembengkakan parotis biasanya bilateral dan simetrik namun juga bias unilateral dan atau simetris. Onset biasanya tidak terlalu terlihat, karena tidak ada simptom maupun inflamasi.Sialosis diasosiasikan dengan berbagai penyakit endokrin, status gizi, dan medikasi. Sialosis ditemukan pada penderita diabetes, kelainan kelenjar tiroid, kelainan pankreas, dan akromegali. Sekitar 26-86% kasus ditemukan pada pecandu alkohol kronis dan sirosis hati akibat alkohol, juga pada penderita dengan status malnutrisi. Kondisi lain meliputi hipertensi, hiperlipidemia, kegemukan, kehamilan, brucellosis, disentri, penyakit Chaga, karsinoma esophagealm ankylostomiasis, dan penyakit celiac. Beberapa medikasi yang dapat memacu terjadinya sialosis antara lainphenylbutazone, oxyphenbutazone,sulfisoxazole, iodide, isoproterenol, atropine, imipramine,chloramphenicol,oxytetracycline, phenothiazides, benzodiazepines,monoamine oxidase (MAO) inhibitors, reserpine,guanethidine, logam berat, methimazole,danthiocyanates.

3. Traumaa. Mucoceles, merupakan istilah klinis yang mendeskripsikan pembengkakan yang disebabkan oleh akumulasi saliva pada sisi yang terkena trauma maupun daerah yang mengalami pemnyumbatan pada duktus glandula saliva minor. Mucocele diklasifikasikan menjadi tipe retensi dan ekstravasasi.

Gambar 3.Mucocele pada bibir bawah sebelah kanan

b. Ranula, merupakan mucocele yang terletak di dasar mulut. Ranula kemungkinan merupakan fenomena ekstravasasi mucus maupun retensi mucus dan sebagian besar terjadi pada duktus glandula saliva sublingual. Pembentukan ranula biasanya terjadi karena trauma. Penyebab lain yaitu penyumbatan pada kelenjar saliva atau aneurism duktus.

Gambar 4.Ranula pada dasar mulut