Mekanisme Dan Faktor Resiko Terjadinya Infeksi (Infeksi dalam Kehamilan)
-
Upload
nurmailis-selayan -
Category
Documents
-
view
529 -
download
21
description
Transcript of Mekanisme Dan Faktor Resiko Terjadinya Infeksi (Infeksi dalam Kehamilan)
MEKANISME DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI
Mata Kuliah: Infeksi dalam Kehamilan dan Nifas
Dosen: dr. Pelsi Sulaini, SpOG (K)
Oleh:
Ayu Nurdiyan
(1121228034)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEBIDANAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2013
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ’Aalamiin, puji syukur bagi Allah SWT yang
telah memberikan kemudahan, karunia dan rahmat dalam penyelesaian
makalah Infeksi dalam Kehamilan dan Nifas” MEKANISME DAN FAKTOR
RESIKO TERJADINYA INFEKSI” Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Infeksi dalam Kehamilan dan Nifas. Terima kasih
penulis sampaikan kepada: dr. Pelsi Sulaini, SpOG (K) atas bimbingan
sebagai dosen pengampu dari mata kuliah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan koreksi, saran, dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi kita semua dan bagi penulis
sendiri khususnya.
Bukittinggi, Maret 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iii
A. Tahapan Mekanisme Terjadinya Infeksi............................................1
B. Patogenesitas....................................................................................7
C. Infeksi dan Lingkungan.....................................................................11
Daftar Pustaka ........................................................................................iv
iii
A. Tahapan Mekanisme Terjadinya Infeksi
1. Encounter
Kontak awal dengan spesies mikroba sangat penting. Flora asli
dari mikroba sudah beada di permukaan tubuh. Infeksi diperoleh
dari kumpulan organisme ini yang dikatakan 'Endogen', misalnya
infeksi saluran kemih. Organisme diperoleh sebagai akibat
penularan dari sumber eksternal yang disebut dengan eksogen.
Rute utama transmisi:
Kontak langsung (termasuk hubungan seksual) seperti infeksi
jaringan lunak, gonorrhea, herpes genitalia
Inhalasi / infeksi droplet, seperti demam biasa atau pneumonia
Pencernaan / rute foecal – oral, seperti gastroenteritis
Suntikan atau trauma, seperti tetanus dan malaria
Melalui Plasenta, seperti toksoplasmosis congenital
2. Kolonisasi
Pertemuan awal dengan spesies mikroba baru menghasilkan
hubungan pendek dengan permukaan luar tubuh, mikroorganisme
harus berjuang dan berkembang biak pada kondisi local (seperti
suhu tubuh dan pH) untuk membentuk dirinya sendiri pada habitat
yang baru. Mereka harus bersaing dengan flora mikroba asli dan
melawan mekanisme pertahanan diri. Beberapa spesies
mempunyai kemampuan menghasilkan enzim mukosa untuk
1
membantu penetrasi mereka pada lapisan lender yang melapisi
lapisan permukaan internal tubuh. Spesies yang lain mempunyai
adhesis spesifik yang menyebabkan penyatuan dengan bagian
reseptor pada sel manusia ( seperti pili gonococcal menyatu pada
epithelium utetra dan virus influenza pada reseptor glikoprotein
pada sel mukosa perbapasan bagian atas).
Secara local IgA aktif dihasilkan oleh beberapa permukaan
mukosa yang pada akhirnya bisa menjadi inaktif oleh bakteri
seperti Haemophilus infl uenzae, Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis, yang mempunyai protease IgA. Ketika
permukaan tubuh dibentuk, sebuah organism sudah mempunyai
koloni pada daerah tersebut. Bagaimanapun, tidak semua
orgnaisme yang berkoloni mampu menginvasi dan merusak
jaringan yang terdapat dibawahnya.
3. Penetrasi
Untuk menginvasi jaringan pada tubuh manusia, sebuah
mikrogorganisme harus menembus penghalang pada permukaan
tubuh, Pada kulit, bakteria mungkin tidak memasuki permukaan
utuh. Infeksi membutuhkan robekan pada lapisan epithelial yang
terjadi akibat trauma, luka operasi, penyakit kulit kronis atau
gigitan serangga. Beberapa parasit (seperti schistosomes ,
penyebab bilharzias) bisa melakukan penetrasi pada kulit yang
2
utuh. Saluran pernapasan secara berkelanjutan terpajan oleh air-
borne organism. Bagaimanapun fungsi saluran pernapasan atas
sebagai system filtrasi inersia dan melindungi oaru-paru dari
pajanan partikel yang terhirup. Reflex batuk dan cadangan
mukosiliari mengeluarkan partikel apapun yang terhirup ke saluran
udara. Partikel yang terinfeksi (sepert droplet nuclei, kurang dari
5µm dalam dm) bisa mencapai alveoli dan menyebabkan infeksi.
Pada saluran pencernaan, beberapa penyakit yang disebabkan
oleh organisme merusak perukaan mukosa dengan melepaskan
sitotoksin (seperti pada yang menyebabkan disentri), sementara
yang lainnya (Salmonella Typhii) diambil oleh sel M yang terdapat
pada tenggorokan yang berhubungan dengan jaringan limfoid
pada Peyer’s patch. Janin normalnya tidak terpajan oleh
mikroorganisme dalam rahim. Hanya sedikit kelompok dari
organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada kehamilan dan
dapat ditularkan melalui plasenta sehingga menyebabkan infeksi
intrauterine seperti toxoplasmosis, rubella, syphilis, dan infeksi
cytomegalovirus. Jika sebuah organisme mempunyai kemampuan
dalam infeksi intraselular (seperti tubercolosis, penyakit Chlamydia
atau infeksi virus), maka virus ini juga daopat melakuka penetrasi
sel dan bertahan hidup dalam habitat intraselular. Pada tahapan
ini. Penghindaran dan subversi dari pertahanaan inang menjadi
sangat penting dalam pertahanan mikroba.
3
4. Penyebaran
Invasi mikroorganisme dapat disebarkan dari satu rut eke rute
berikutnya; perluasan langsung melalui jaringan disekitarnya,
sepanjang alur jaringan atau melalui pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Penyebaran rute vaskuler biasanya efektif yang
artinya, terjadi pengiriman organisme dari focus awal ke daerah
yang lebih jauh disekitar tubuh. Organisme mungkin mempunyai
peran penting dalam penyebaran melalui sel yang dihancurkan,
atau melalui dorongan sendiri. Setelah terjadi penyebaran
organisme, pertahanan diri dari inang menjadi sangat penting.
5. Pengrusakan
Kerusakan jaringan mikroorganisme terjadi melalui beberapa
mekanisme:
Bulk Effect
Sebagian besar organisme dapat menghambat suatu organ
yang berongga, misalnya beberapa infeksi cacing pada usus.
Pembengkakan jaringan yang terinfeksi dapat menyebabkan
tekanan pada organ berongga yang berdekatan atau bundel
neurovaskuler.
Toksin
4
Penyakit yang dimediasi oleh toksin juga bisa disebabkan oleh
subtansi mikroba yang merusak sel. Kebanyakan toksin
bakteri (table 1) merupakan protein yang dilepaskan oleh
organisme atau kompleks lipopolisakarida yang berlokasi di
dinding sel dan dibebaskan waktu pertumbuhan sel atau lisis.
Sejumlah toksin spesifik mempunyai peran penting dalam
penyakit yang sesuai. Seperti:
tetanospasmin: tetanus
botulinum toxin: botulism
cholera toxin: cholera
diphtheria toxin: diphtheria.
Pada infeksi ini, toksin menyebabkan fitur utama dari penyakit.
Bagaimanapun, toksin tidak harus menghancurkan sel
sehingga membuat kerusakan pada sel itu sendiri. Mereka
bisa menyebabkan kerusakan sublethal atau fungsi selular.
Beberapa eksotoksin mempunyai 2 subunit utama: A(Aktif)
dan B(Binding). Subunit B menentukan spesifisitas jaringan,
sementara subunit A menyebabkan kerusakan selular setelah
diikat oleh subunit B dan kemudian terjadi penetrasi dari
membrane sel,
5
Tabel 1
Perubahan fungsi dari system pertahanan diri inang
Invasi mikroba dapat mengubah fungsi organ, jaringan atau
sel. Perubahan ini dapat merupakan hasil dari mekanisme
fisiologis bertindak untuk menghapus infektif agen, misalnya
meningkatkan motilitas usus sehingga menyebabkan diare,
atau batuk dan bersin.
Respon inang terhadap infeksi
Respon host biasanya dimulai dengan reaksi peradangan ,
dan diikuti oleh humoral atau respon imun yang dimediasi leh
sel. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan karena
pembengkakan, peningkatan kerapuhan jaringan,
pembentukan nanah, jaringan parut atau nekrosis. Infeksi
kronis intraseluler dapat menyebabkan pembentukan nodul
fibrosa dan keadaan latency dimana infeksi akut dapat
dibentuk kembali pada tahap berikutnya.
6. Resolusi
6
B. Patogenisitas
1. Patogenesis Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri pada obstetric seperti:
Infeksi saluran kemih
Infeksi postpartum
Chorioamnionitis
Septic abortion
Endometritis
Infeksi karena bakteri gram negative (seperti infeksi setelah
SC, dan pneumonia)
Infeksi lain seperti Streptococcus, Listeria, Abses pelvis, dan
mastitis puerperium
Genetik penentu patogenisitas mikroba sangat kompleks. Pada
bakteri, gen yang mengkode produksi toksin mungkin pada
kromosom, pada plasmid (DNA extrachromosomal) atau bahkan
di bakteriofag. Ekspresi 'faktor virulensi' di sebagian besar kasus
merupakan respon terhadap pemicu lingkungan. Bekerja dengan
laboratorium hewan menghasilkan perkembangan pada
perangkap promotor gen untuk studi bakteri patogenesis. Sistem,
dikenal sebagai vitro ekspresi teknologi (IVET), menyebabkan
identifikasi dari gen struktural dan kontroler bertanggung jawab
terhadap terjadinya penyakit. Produk dari penyakit-yang
7
disebabkan olen gen telah ditempatkan di enam kategori:
adhesins, invasins dan racun, dan cloaking, perlindungan dan
faktor scavenging. Genetik tersebut ada dan tidak ada tergantung
dari respon terhadap pemicu di lingkungan yang memungkinkan
bakteri untuk bertahan hidup mekanik, non-spesifik dan
pertahanan dengan imunitas. Pasca-transkripsi regulasi melalui
faktor sigma menyediakan link molekul antara mikroba genom dan
respon fisiologis organisme ke lingkungan terdekatnya. Seluruh
kelompok protein bisa sampai-atau menurunkan regulasi sebagai
adaptasi mikroba dengan lingkungannya. Banyak aspek dari
fisiologi bakteri yang spesifik untuk fase tertentu pertumbuhan.
Jika juga tergantung pada kepadatan mikroba, mereka dikatakan
menjadi subyek quorum sensing, suatu proses di mana
sekelompok senyawa dengan berat molecular yang rendah yang
dikenal sebagai asil homoserine lakton (AHLs) dinyatakan dalam
Sistem sederhana komunikasi antar sel.
2. Patogenesis Infeksi Virus
Infeksi virus di bidang obstetric seperti:
Cytomegalocirus
Hepatitis
Virus Varicella Zoster
Enterovirus
8
Erythema Infectiosum
Sebagai parasit obligat intraseluler, virus membutuhkan transmisi
mekanisme efektif, kepatuhan dan penetrasi seluler untuk
membentuk infeksi. Banyak virus memiliki preferensi spesifik
cuntuk host jaringan tertentu (rhinoviruses misalnya untuk epitel
pernapasan bagian atas dan human immunodeficiency virus (HIV)
untuk limfosit CD4 T). Virus dapat menyebar melalui sel lisis yang
terinfeksi viremia primer dan sekunder, atau dengan pembentukan
jembatan (syncytia) antara sel-sel. Sel manusia tidak perlu
dihancurkan. Penetrasi viral dari membran sitoplasma sel inang
tanpa sel pecah adalah proses yang kompleks dimana virus dapat
menggunakan permukaan molekul sel untuk menubangkan
membran normal dan fungsi cytoskeletal. Virus dapat terus
dibentuk di sel permukaan atau genom bahkan dapat
diintegrasikan ke dalam genome sel inang sendiri. Kelangsungan
hidup jangka panjang virus dalam sel manusia sebagai parasit
obligat intraseluler menempatkan mereka di luar jangkauan
pertahanan kekebalan. Beberapa virus diiintegrasikan ke dalam
genom sel inang untuk menghasilkan keadaan laten. Kerusakan
viral disebabkan oleh efek sitotoksik dari virus atau inang yang
menyerang kekebalan tubuh. Mekanisme tahap akhir kerusakan
viral meliputi autoimun, kekebalan-kompleks atau penyakit
neoplastik.
9
3. Patogenesis Infeksi Jamur
Infeksi jamur di bidang obstetric seperti:
Candida
Systemic Mycoses (Coccidiomycosis)
Penyakit jamur, terutama yang mengancam jiwa, relatif jarang
terjadi meskipun banyak spesies jamur hadir dalam lingkungan
dan pada permukaan tubuh manusia. Sebagian besar infeksi
jamur muncul untuk menerobos pertahanan inang. Ragi sering
menyebabkan perubahan mukosa berupa peradangan baik pada
vagina atau flora gastrointestinal. Jamur Dermatophytic
menyebabkan berbagai kondisi kulit, tetapi jarang menyebabkan
penyakit lebih invasif pada pasien imunokompeten karena mereka
dibatasi untuk kulit. Tidak ada bukti keterlibatan racun dalam
penyakit jamur. Kerusakan mungkin disebabkan oleh respon host.
4. Patogenesis Infeksi Parasit
Infeksi parasit di bidang obstetric misalnya:
Toxoplasmosis
Malaria
Amebiasis
Infeksi protozoa dan helminth memiliki patogenesis, kompleks
yang paling baik dipahami dengan merujuk untuk siklus hidup
10
parasit. Beberapa protozoa dan infeksi helminth memerlukan
transmisi melalui vektor penyakit. Vektor sering merupakan suatu
arthropoda. Perkembangan penyakit tergantung pada hubungan
tiga arah antara mikroorganisme, vektor dan manusia sebagai
korban dalam infeksi. Ekologi vector (kadang-kadang dikenal
sebagai 'hospes perantara') adalah penting untuk kelangsungan
hidup jangka panjang parasit dalam populasi manusia. Di negara
maju, infeksi parasit yang paling umum di wisatawan, internasional
yang aktif secara seksual, immunocompromised pasien dan
orang-orang miskin. Aplikasi teknik molekuler parasitologi telah
memberikan wawasan baru ke dalam mekanisme penyakit
parasit..
C. Infeksi dan Lingkungan
Mekanisme model infeksi yang kita warisi dari Robert Koch
menempatkan penekanan pada mikroba pathogen yang mampu
identifikasi, yang diduga agen penyakit eksternal. Penekanan ini
mungkin berguna dalam hari-hari awal dari teori kuman penyakit.
Namun, keasyikan dengan mikroorganisme dengan
mengesampingkan semua faktor lain yang membuat konteks
penemuan lebih luas yang dibuat oleh pelopor awal penelitian
penyakit mikroba
11
Gambar yang muncul dari patogenesis penyakit menular adalah satu
dari hasilnya ditentukan oleh keterlibatan tiga-cara antara
mikroorganisme, manusia dan lingkungan penerima intervensi.
Peristiwa kompleks seluler dan molekuler yang menentukan hasil
akhir dari setiap encounter yang kemungkinan untuk membuang lebih
banyak pada asal-usul penyakit. Gambaran berlapis-lapis dari infeksi
ini merupakan suatu proses yang meliputi kejadian molekul, peristiwa
seluler, jaringan, seluruh organisme, habitat dan geografi dikenal
sebagai 'biokompleksitas'.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Oter, A Henry. Obstetric Infections. Western Journal Medicine.
2. Pathogenesis of Infection, Chapter 2
iv