948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

25
Tindakan Nama Disiapkan dr. Ridha Wahyutomo, Diperiksa dr. H. Makmur Santosa Disetujui dr. H. Masyhudi AM, M PERATURAN DIRE NO PANDU RUM Jabatan Tandatangan Sp. MK Ketua Komite PPI a, MARS Direktur Pelayanan M. Kes Direktur Utama EKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG OMOR : 948/PER/RSI-SA/I/2014 TENTANG UAN MENURUNKAN RESIKO INFEKSI MAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG n Tanggal 12 Januari 2014 14 Januari 2014 15 Januari 2014

description

dekontaminasi tempat sampah

Transcript of 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

Page 1: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

Tindakan Nama

Disiapkan dr. Ridha Wahyutomo, Sp. MK

Diperiksa dr. H. Makmur Santosa, MARS

Disetujui dr. H. Masyhudi AM, M. Kes

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 948

PANDUAN MENURUNKAN RESIKO INFEKSI

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Jabatan Tandatangan

Ridha Wahyutomo, Sp. MK Ketua Komite

PPI

r. H. Makmur Santosa, MARS Direktur

Pelayanan

r. H. Masyhudi AM, M. Kes Direktur

Utama

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 948/PER/RSI-SA/I/2014

TENTANG

PANDUAN MENURUNKAN RESIKO INFEKSI

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Tandatangan Tanggal

12 Januari 2014

14 Januari 2014

15 Januari 2014

Page 2: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

2

Bismillaahirrahmaanirrohiim

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 948/PER/RSI-SA/I/2014

TENTANG

PANDUAN MENURUNKAN RESIKO INFEKSI

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

MENIMBANG : a. Bahwa rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan

pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah

ditentukan;

b. Bahwa masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,

tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit

dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi di rumah sakit atau

infeksi nosokomial;

c. Bahwa dalam upaya meminimalkan risiko terjadinya infeksi

di Rumah Sakit perlu diterapkan Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam a,b, c dan d, perlu diterbitkan Peraturan Direktur

tentang Panduan Menurunkan Resiko Infeksi di Rumah Sakit

Islam Sultan Agung Semarang.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009

tentang Kesehatan

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah

Sakit

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien

Rumah Sakit

5. Permenkes Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Page 3: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

3

Nomor : HK.07.06/III/2371/2009 tentang Ijin Penyelenggaraan

Rumah Sakit Islam Sultan Agung

7. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Badan Wakaf

Sultan Agung Nomor 68/SK/YBWSA/V/2013 tentang

Pengesahan Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Sultan

Agung.

8. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Sultan

Agung Nomor: 090/SK/YBWSA/XII/2009 tentang

Pengangkatan Direksi Rumah Sakit Islam Sultan Agung Masa

Bakti 2009-2013

M E M U T U S K A N :

MENETAPKAN :

KESATU : Panduan Menurunkan Resiko Infeksi di Rumah Sakit Islam Sultan

Agung Semarang sebagaimana tercantum dalam Lampiran

Keputusan ini.

KEDUA

KETIGA

:

:

Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan dan akan

dilakukan evaluasi setiap tahunnya.

Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan

diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Semarang

Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H

15 Januari 2014M

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes

Direktur Utama

Page 4: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

4

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 948/PER/RSI-SA/I/2014

TANGGAL : 15 JANUARI 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut

untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah

ditentukan.

Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung

di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi di rumah sakit atau infeksi

nosokomial/HAIs (Health Care Associate Infection) yaitu infeksi yang diperoleh di

rumah sakit, baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit.

Kejadian infeksi nosokomial/HAIs ini akibat infeksi yang didapat atau timbul pada

waktu pasien dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit, hal ini merupakan

persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung.

Beberapa kejadian infeksi nosokomial/HAIs mungkin tidak menyebabkan kematian

pasien akan tetapi menjadi penyebab pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini

berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping

pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar.

Penyebabnya adalah kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau kuman yang

sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat

disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial (HAIs) adalah infeksi yang secara

potensial dapat dicegah atau sebaliknya juga merupakan infeksi yang tidak dapat

dicegah.

Angka infeksi nosokomial/ HAIs terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar

9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh

dunia. Di RSJ Harkit Jakarta tahun 2013 di dapatkan angka infeksi HAIs untuk ILO

(Infeksi Luka Operasi) 2-3%, ISK(Infeksi Saluran Kencing) 4-5%, IADP(Infeksi Aliran

Darah Primer) 7-9%, Pneumonia 20-30%, Decubitus 3.8%.

Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Rumah Sakit perlu diterapkan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan seta monitoring dan evaluasi

tindak lanjut. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sangat penting

karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini muncul

Page 5: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

5

berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging

diseases)

Page 6: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

6

BAB II

RUANG LINGKUP

Panduan ini memberi petunjuk bagi petugas kesehatan (medis dan paramedis) di Rumah

Sakit pelayanan kesehatan lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian

infeksi pada pelayanan terhadap pasien dengan batasan-batasan:

1. Infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial/HAIs adalah infeksi yang terjadi atau

didapat di rumah sakit. Suatu infeksi yang didapat di rumah sakit apabila :

a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda dan gejala atau tidak dalam masa

inkubasi infeksi tersebut

b. Infeksi terjadi 2X24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit

c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang

berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme

penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

2. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya

menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial/HAIs di rumah sakit.

3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus-menerus terhadap

timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa.

4. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bila

proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu

bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular

yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada keadaan dimana

sebelumnya tidak pernah ada.

Page 7: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

7

BAB III

TATA LAKSANA

A. Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial/HAIs Dan Kriteria

1. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Untuk membahas infeksi luka operasi perlu diketahui klasifikasi luka operasi,

yaitu sebagai berikut:

a. Klasifikasi operasi/jenis operasi

1) Operasi Bersih

� Operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra bedah

tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus

respiratorius, traktus gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius

atau traktus bilier

� Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan atau

tanpa pemakaian drain tertutup

2) Operasi Bersih Tercemar

� Operasi membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus

urinarius, traktus respiratorius sampai dengan orofaring atau

traktus reproduksi kecuali ovarium

� Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage), contohnya

operasi pada traktus bilier, appendiks, vagina atau orofaring

3) Operasi Tercemar

� Operasi yang dilakukan pada kulit terbuka, tetapi masih dalam

waktu emas (Golden Periode)

4) Operasi Kotor atau dengan Infeksi

� Perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus

respiratorius yang terinfeksi

� Melewati daerah purulen (Inflamasi Bakterial)

� Luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian, terdapat jaringan

luas atau kotor

� Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi

kotor/terinfeksi

b. Kriteria Infeksi Luka Operasi

1) Kriteria Infeksi Insisional Superfisial

Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan), terjadi dalam 30 hari pasca

bedah. Kriteria sebagai berikut

� Keluar cairan purulen dari luka insisi

� Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil

secara aseptik

Page 8: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

8

� Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal,

kemerahan, kecuali bila hasil kultur negatif

� Dokter yang menangani menyatakan infeksi

2) Kriteria Infeksi Insisional Dalam

Infeksi pada luka insisi, terjadi dalam 30 hari pasca bedah atau sampai 1

tahun bila ada implant. Terdapat paling tidak satu keadaan di bawah ini:

� Keluar cairan purulen dari luka insisi, tapi bukan berasal dari

rongga/organ

� Secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka

oleh ahli bedah dan paling sedikit satu dari tanda berikut demam

(>38°C), nyeri lokal, kultur (+)

� Dokter menyatakan luka infeksi

3) Kriteria Infeksi Organ/Rongga

Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada implant.

Infeksi terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implant.

Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :

� Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka insisi ke

dalam organ/rongga

� Ditemukan organisme melalui aseptik kultur dari organ/rongga

� Dokter menyatakan infeksi pada organ tersebut

Catatan :

a) Di dalam penggunaan antibiotik yang rasional jika ditemukan tanda

peradangan maka dimasukkan ke dalam kemungkinan infeksi.

b) Abses jahitan yang sembuh 3 hari setelah jahitan diangkat bukan

infeksi luka operasi.

c. Faktor resiko Infeksi Luka Operasi

1) Intrinsik : Usia, status gizi, Diabetes Melitus, perubahan respon imun,

infeksi di tempat lain, lama rawat inap preoperatif, obesitas, merokok,

kolonisasi mikroorganisme, penggunaan kortikosteroid

2) Ekstrinsik : Petugas/tim bedah, teknik pembedahan, lingkungan ruang

operasi, peralatan, instrumen dan alat kesehatan

d. Pencegahan Infeksi Luka Operasi

1) Pra Operasi

Persiapan pasien sebelum operasi

� Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi

hendaknya dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra-bedah

menjadi pendek (<1 hari)

Page 9: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

9

� Jika ditemukan adanya tanda-tanda infeksi sembuhkan terlebih

dahulu infeksinya sebelum hari operasi, dan jika perlu tunda hari

operasi sampai infeksi tersebut sembuh

� Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO

antara lain: Diabetes Melitus, malnutrisi, obesitas, infeksi,

pemakaian kortikosteroid

� Mandikan pasien dengan antiseptik sore/malam hari sebelum

operasi

� Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada

sekitar daerah operasi dan atau akan mengganggu jalannya operasi,

pencukuran dilakukan beberapa saat sebelum operasi bila perlu

menggunakan pencukur listrik (elektrik clipper) bila tidak ada

elektrik clipper gunakan silet baru

� Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk

menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit

dengan antiseptik

� Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari

bagian tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan

haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan

membuat insisi baru untuk memasang drain bila diperlukan

� Antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik harus memenuhi

syarat : tepat dosis, tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih

terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis atau operasi

dengan risiko tinggi seperti bedah vaskuler atau bedah jantung

� Tepat cara pemberian (harus diberikan secara iv dua jam sebelum

insisi dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam)

� Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi

penyebab ILO)

2) Intra Operasi

Persiapan Tim Pembedahan

a) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :

� Memakai masker yang menutupi hidng dan mulut

� Memakai penutup kepala yang menutupi semua rambut

� Memakai sandal khusus kamar operasi

� Memakai sarung tangan steril apabila sarung tangan tersebut

kotor/sobek harus diganti yang baru. Petugas OK harus

mengetahui teknik memakai dan melepas sarung tangan steril

� Memakai gaun/baju steril

b) Jaga kuku selalu pendek, tidak memakai kutek/kuku palsu, tidak

memakai perhiasan (cincin, gelang, jam tangan)

Page 10: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

10

� Lakukan cuci tangan bedah (surgical scrub) dengan antiseptik

yang sesuai. Cuci tangan dan lengan sampai ke siku

� Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan adalah yang

mengandung chlorhexidine 4 %

� Setelah cuci tangan lengan harus tetap mengarah keatas dan

dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung jari ke siku.

Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah

gaun dan sarung tangan

� Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci

tangan bedah yang pertama

� Teknik operasi harus dilakukan dengan sempurna untuk

menghindari kerusakan jaringan lunak yang berlebihan,

mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya

benda asing yang tidak diperlukan

� Lama operasi harus sesingkat-singkatnya dalam batas yang

aman

3) Pasca Operasi

a) Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril selama 24

sampai 48 jam pasca bedah

b) Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban/bersentuhan

dengan luka operasi

c) Bila perban harus diganti gunakan teknik aseptik

d) Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai

perawatan luka operasi yang benar, gejala-gejala ILO dan pentingnya

melaporkan gejala tersebut

Catatan :

1) Beberapa dokter membiarkan luka insisi operasi yang bersih terbuka

tanpa kasa, ternyata dari sudut penyembuhannya hasilnya baik

2) Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi operasi

yang bersih dapat pulih dengan baik walaupun tanpa kasa

3) Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya tingkat

kemungkinan terjadinya infeksi bila luka dibiarkan terbuka tanpa

kasa

4) Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka operasi

dengan kasa steril sesuai dengan prosedur pembedahan dengan

tujuan : menutupi luka terhadap mikroorganisme yang dari tangan,

menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat kering,

memberikan tekanan pada luka supaya dapat menahan perdarahan

superficial, melindungi ujung luka dari trauma lainnya

Page 11: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

11

4) Pengendalian Lingkungan

a) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan

dengan koridor dan ruangan disekitarnya

b) Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam hal : semua udara

harus disaring baik udara segar maupun udara hasil resirkulasi,

pertahankan minimum 15 kali pergantian udara per jam, dengan

minimum 3 diantaranya adalah udara segar, suhu antara 19-24° C,

kelembaban udara 40-60%

c) Jangan menggunakan fogging dan sinar ltra violet di kamar operasi

untuk mencegah ILO

d) Pintu kamar operasi harus selalu tertutup kecuali bila dibutuhkan

untuk leawatnya peralatan, petugas dan pasien

e) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar operasi

f) Kamar operasi harus dibersihkan

g) Bila tampak kotoran/darah/cairan tubuh lainnya pada permukaan

benda atau peralatan gunakan desinfektan untuk membersihkannya

sebelum operasi dimulai

h) Antara dua operasi

i) Tiap minggu ( satu hari tanpa operasi untuk kebersihan

menyeluruh)

j) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus /penutupan kamar

operasi setelah selesai operasi kotor

k) Pel dan keringkan lantai kamar operasi dan desinfeksi seluruh

permukaan lingkungan/peralatan dalam kamar operasi setelah

selesai operasi terakhir setiap harinya dengan desinfekta

l) Menggunakan instrumen steril sesuai standar

2. Nosokomial Pneumonia/VAP (Ventilator Assosiated Pneumonia)

a. Batasan Pneumonia

Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB).

VAP didefinisikan sebagai nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48

jam pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik baik melalui pipa

endotrachea/tracheostomi. Seorang pasien dikatakan menderita pneumonia

bila ditemukan satu diantara kriteria berikut :

Untuk dewasa dan anak > 12 bulan

1) Pada pemeriksaan fisik terdapat ronchi basah atau pekak (dullnes)

pada perkusi dan salah satu diantaranya keadaan berikut :

- Baru timbul sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum

- Isolasi kuman positif pada biakan darah

- Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi

Page 12: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

12

2) Foto rontgen dada menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi,

effusi pleura baru/progesif dan salah satu diantar keadaan berikut :

- Baru timbulnya sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum

- Isolasi kuman positif dan biakan darah

- Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi

- Virus dapat diisolassi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran

nafas

- Titer IgM/IgG spesifik meningkat pada pemeriksaan histopatologi

Untuk pasien umur ≤ 12 bulan

Didapatkan 2 diantara keadaan berikut : apnea, takipnea, bradikardi, mengi

(wheezing), ronchi basah/batuk dan salah satu diantaranya sebagai berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat

2) Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi

5) Virus dapat diisolasi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas

6) Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan

7) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

Atau gambaran radiologi thorak serial pada penderita umur < 12 bulan

menunjukkan infiltrat baru/progresif, konsolidasi, kavitasi atau effusi pleura

dan salah satu diantar keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat

2) Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi

5) Virus dapat diisolasi/terdapat antigen dalam virus sekresi saluran nafas

6) Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4x lipat dalam dua pemeriksaan

7) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

b. Faktor-faktor Resiko Infeksi Pneumonia

1) Instrumentasi sitem saluran nafas, misalnyaa pada pemasangan pipa

endotrachealtube, ventilasi mekanik, trakheostomi

2) Tindakan operasi, terutama operasi thorak dan abdomen

3) Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pemasangan pipa

lambung, penurunan kesadaran dan disfagia

4) Usia tua

5) Obesitas

6) Penyakit obstruksi paru menahun

7) Riwayat merokok

Page 13: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

13

8) Tes fungsi paru abnormal

9) Intubasi dalam waktu lama

10) Gangguan fungsi immunologi

c. Mekanisme Terjadinya Pneumonia Nosokomial

Tindakan pada saluran nafas seperti intubasi endotracheal, suction, dan

ventilasi mekanik mempermudah memindahkan mikroorganisme dari alat

(humidifier, nebulizer, ventilator, yang terkontaminasi) kepada pasien dan

memindahkan mikroorganisme pada tangan petugas kesehatan dari pasien

ke pasien yang lain.

Pneumonia nosokomial paling sering terjadi karena aspirasi koloni bakteri

dari orofaring atau saluran cerna bagian atas pasien. Intubasi dan ventilasi

mekanik meningkatkan risiko terbesar terjadinya infeksi.

d. Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia

1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien

oleh dokter, perawat, atau anggota tim kesehatan lain yang menangani

pasien.

2) Pelaksana surveilans haus mnghitung rate menurut faktor resiko

spesifik minimal jenis operasi torako dan abdomen dan ventilator serta

melaporkannya kepada komite pengendalian infeksi rumah sakit

minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebarluaskannya melalui

buletin Rumah Sakit

3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate pneumonia kasar pada

buletin Rumah Sakit minimal setiap 3 bulan sekali.

e. Pencegahan Pneumonia

Pencegahan pneumonia nosokomial dilakukan dengan cara berikut:

Pencegahan Pneumonia Pasca Bedah

1) Pengelolaan pra dan pasca bedah ditujukan pada:

a) Pasien yang akan mendapat pembiusan dan menjalani

pembedahan torak dan abdomen

b) Disfungsi paru berat

c) Kelainan paru-paru

Pengelolaan para dan pasca bedah meliputi pengobatan dan instruksi

medis dan perawatan

2) Pengelolaan pra bedah meliputi:

a) Pengobatan dan resolusi infeksi paru

b) Mempermudah pengeluaran sekret saluran nafas (bronkodilator,

drainase postural, perkusi)

Page 14: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

14

c) Berhenti merokok

3) Instruksi pra bedah meliputi :

a) Diskusi dengan pasien mengenai pentingnya sering batuk, nafas

dalam, dan mobilitasi pasca bedah

b) Pasien memperagakan cara batuk dan nafas dalam pra dan pasca

bedah

4) Pengobatan dan instruksi pasca bedah ditujukan untuk mendorong

pasien sering batuk, nafas dalam dan ambulasi jika ada kontra indikasi

secara medis

5) Bila cara konservatif diatas gagal untuk mengeluarkan sekret saluran

nafas, dapat dikerjakan drainase postural dan perkusi

6) Nyeri akibat batuk dan nafas dalam dapat diatasi dengan analgetik dan

menopang luka di daerah perut (misalnya dengan meletakkan bantal

kecil dan ringan diatas perut) serta memberi obat penghambat syaraf

lokal

7) Antibiotik sistemik tidak dianjurkan untuk dipakai rutin

Kebersihan Tangan

Kebersihan tangan dilakukan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas

baik dengan atau tanpa sarung tangan. Kebersihan tangan juga dilakukan

sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang mendapat intubasi dan

trakeostomi

Cairan dan Obat

1) Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan steril yang

diberikan secara aseptik. Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat

yang terkontaminasi

2) Bila flakon multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari

es atau suhu kamar sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal

kadaluarsa

Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai

1) Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak

ditambah maka sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu. Air yang telah

mengembun dalam pipa harus dibuang dan tidak boleh dialirkan balik ke

dalam penampung

2) Alat nebulasi dinding dan penampungannya harus diganti secara rutin

setiap 24 jam dengan yang steril atau sudah didesinfeksi

3) Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang

harus dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari

Page 15: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

15

4) Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti

pada setiap pasien

5) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub inhalasi) harus secara

rutin diganti dengan yang steril/sudah didesinfeksi setiap 24 jam

6) Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka setiap

pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan

yang steril/sudah didesinfeksi

Peralatan Sekali Pakai

Alat terapi pernafasan yang dirancang untuk sekali pakai tidak boleh dipakai

ulang.

Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang

1) Setiap peralatan yang akan disterilkan/didesinfeksi harus dibersihkan

dengan seksama untuk menghilangkan darah, jaringan, makanan atau

residu lainnya. Peralatan harus didekontaminasi sebelum/selama proses

pembersihan, bila alat tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari

pasien dengan jenis isolasi tertentu

2) Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan

sebelum dipakai pada pasien lain jika hal ini tidak memungkinkan alat

tersebut didesinfeksi kuat (high level desinfection)

3) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi) dan semua

alat yang berhubungan dengan terapi pernafasan harus disterilkan kuat

4) Ruang pendingin pada alat nebulasi ultrasonik sulit didesinfeksi secara

adekuat karena itu harus disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau

desinfeksi kuat paling sedikit selama 30 menit

5) Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu

disterilkan/didesinfeksi secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setiap

alat tersebut potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya

6) Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa

pasien secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit

alat bantunafas, kedua alat tersebut perlu penghubung dan alat

penghubung ini harus diganti pada setiap pemakaian pada pasien lain. Jika

tidak menggunakan penghubung dan alat pemantau langsung

berhubungan dengan alat yang terkontaminasi, maka alat pemantau

tersebut harus disterilkan/didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien lain

7) Kantong alat resusitasi manual harus disterilkan /didesinfeksi kuat habis

dipakai

Page 16: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

16

Pemantauan Mikroorganisme

1) Jika tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) / rate endemik infeksi paru

nosokomial tidak tinggi maka proses desinfeksi alat terapi pernafasan tidak

perlu dipantau dengan biakan sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain

sampel rutin tidak perlu dilakukan

2) Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan kaarena itu

sampel mikrobiologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien

tidak dianjurkan

Pasien Dengan Trakeostomi

1) Tindakan trakeostomi harus dilakukan di kamr operasi, secara aseptik

kecuali dalam keadaan darurat dapat dilakukan di ruang perawatan

2) Kecuali luka trakeostomi sudah mulai sembuh/membentuk jaringan

granulasi sekitar pipa maka tidak boleh disentuh dengan tangan langsung,

atau setiap manipulasi kedua tangan menggunakan sarung tangan steril

3) Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus

steril atau di desinfeksi kuat

4) Sewaktu mengganti pipa harus digunakan teknik aseptik termasuk

penggunaan sarung tangan dan penutup (duk) steril

Pengisapan Sekret Saluran Nafas

1) Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila diperlukan,

karena pengisapan yang terus-menerus akan meningkatkan risiko

kontaminasi silang dan trauma

2) Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan

langsung melainkan menggunakan sarung tangan steril

3) Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, gunakan kateter yang steril atau

kalau pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat di[pakai

ulang setelah dibilas dan dibersihkan

4) Bila terdapat sekret yang kental dan kateter penghisap memerlukan

bilasan, maka untuk membilas gunakan cairan steril

Penggunaan pipa dan tabung pengisap adalah sbb :

1) Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti untuk setiap

pasien

2) Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien tidak perlu

diganti/dikosongkan secara rutin

3) Tabung pengisap harus diganti setiap pasien kecuali pada unit perawatan

jangka pendek (tidak > 24 jam)

4) Pada unit perawatan jangka pendek tabung perlu diganti setiap hari tetapi

tidak perlu diganti untuk setiap pasien

Page 17: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

17

5) Setiap kali tabung pengisap diganti harus disterilkan/didesinfeksi kuat

6) Untuk pengisap sekret saluran nafas portabel yang kemungkinan mengisap

aerosol terkontaminasi maka gunakan filter bakteri yang baik antara

tabung penampung dan pipa pengisap

Perlindungan Pasien dari Pasien Lain dan Personil

1) Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran

nafas isolasi sesuai dengan teknik mutakhir

2) Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan

langsung pada pasien dengan risiko tinggi (misal neonatal, bayi, pasien

dengan obstruksi paru kronis dan pasien dengan daya tahan tubuh

menurun

3) Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua

pasien dan petugas yang memberi asuhan langsung dengan menggunakan

teknis isolasi pernafasan

3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

a. Batasan Infeksi Saluran Kemih

Klasifikasi ISK meliputi :

1) Infeksi Saluran Kemih Simptomatis

2) Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis

3) Infeksi Saluran Kemih lainnya

ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria sbb :

1) Demam (>38°C)

2) Nikuria (anyang-anyangan)

3) Polakisuria

4) Disuri

5) Nyeri supra pubik

6) Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) > 10⁵cfu kuman/ml dengan

jumlah kuman tidak lebih dari 2 species

7) Kuman positif dari urin pungsi supra pubik tanpa melihat jumlah kuman

Pada pasien ≤ 1 th didapat paling sedikit satu gejala sbb, tanpa ada penyebab

lainnya :

1) Demam (>38°C)

2) Hipotermi (<37°C)

3) Bradikardi < 100/mnt

4) Letargi

5) Vomiting

Page 18: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

18

Dan ditemukan salah satu dari hasil di bawah ini :

1) Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2

spesies

2) Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis.

S. saprophyticus, S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Asimptomatis paling sedikit 1 kriteria :

1) Riwayat menggunakan urin kateter < 7 hari yang lalu

2) Terdapat maksimal 2 species jenis kuman dalam biakan urin

3) Tidak terdapat gejala-gejala

Dan salah satu dari hasil di bawah ini :

1) Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2

species

2) Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis.

S. saprophyticus, S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Lainnya harus memenuhi salah satu kriteria :

1) Ditemukan kuman yang tumbuh dari cairan

2) Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, pemeriksaan langsung

selama pembedahan atau histopatologi

3) Ada 2 tanda berikut : demam (>38° C), nyeri lokal, nyeri tekan pada daerah

yang dicurigai infeksi

b. Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih

1) Keteterisasi menetap :

3) Cara pemasangan kateter

4) Lama pemasangan

5) Kualitas perawatan kateter

6) Status immunologi pasien : Pasien tua, Debilitas, pasca persalinan

c. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih

Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu

diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pemasangan catéter urin.

Tenaga Pelaksana

1) Pemasangan katéter hanya dilakukan oleh tenaga yang betul-betul

memahami dan terampil dalam teknik pemasangan katéter secara aseptik

dan perawatan katéter yang benar

2) Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

catéter urin sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan teknik

Page 19: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

19

yang benar mengenai prosedur pemasangan catéter urin dan pengetahuan

tentang komplikasi potencial yang timbal

Pemasangan Katéter

1) Pemasangan katéter urin dilakukan hanya bila perlu saja dan segera

dilemas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan catéter bukan

karena untuk mempermudah tenaga pelaksana dalam memberikan asuhan

pada pasien

2) Cara sainase urin yang lain seperti catéter kondom, katéter supra pubis,

kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti

kateterisasi menetap bila memungkinkan

3) Cuci tangan : sebelum dan sesudah pemasangan katéter

Teknik Pemasangan Catéter

1) Pemasangan katéter harus menggunakan teknik aseptik dan peralatan

steril

2) Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten

untuk meminimalkan trauma uretra

3) Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan

untuk m encegah pergerakan dan tegangan pada uretra

Drainase Sistem Tertutup dan Steril

1) Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan

2) Kateter dan selang/tube drainase tidak boleh dilepas sambunganny kecuali

bila kateter akan dilakukan irigasi

3) Bila terjadi kesalahan pada teknik aseptik sambungan terlepas atau bocor,

maka sistem penampungan harus diganti dengan teknik aseptik yang benar

dan sebelumnya kateter harus didesinfeksi

4) Tidak ada kontak antara urin bag dengan lantai

Cara Irigasi Kateter

1) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya

karena bekuan darah pada operasi prostat/kandung kemih. Untuk

mencegah hal ini digunakan irigasi kontinyu secara tertutup untuk

menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah

2) Sambungan kateter harus didesinfeksi sebelum dilepas

3) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi

4) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi maka kateter harus

diganti

Page 20: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

20

Laju Aliran Urin

1) Laju aliran urin yang tidak terhambat harus dipertahankan

2) Untuk memperoleh aliran lancar :

a) Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan

b) Kantung drainase harus dikosongkan secara teratur ke wadah

penampung urin yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urin dari

kantung penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung

c) Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus diirigasi/kalau perlu

diganti

d) Kantung penampung diletakkan lebih rendah dari kantung

kemih/bladder

Pengambilan Specimen Urin

1) Bahan pemeriksaan urin dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal

kateter, atau jika lebih baik dari temapt pengambilan bahan yang tersedia

dan sebelum urin diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril, tempat

pengambilan bahan harus didesinfeksi

2) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari

kantung penampung secara aseptik

Perawatan Meatus

Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik dan setiap hari bersihkan dengan

sabun dan air.

Penggantian Kateter

Kateter urin menetap harus diganti dalam kurun waktu 7 hari (1 minggu)

4. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

a. Batasan Infeksi Aliran Darah Primer

Infeksi aliran darah primer adalh infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada

organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Kriteria infeksi

aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratoris dengan

gejala/tanda berikut:

Untuk dewasa dan anak > 12 bulan ditemukan salah satu diantara gejala

berikut tanpa penyebab lain :

1) Demam suhu > 38°C

2) Hipotensi

3) Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain

Page 21: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

21

Untuk bayi umur < 1 tahun ditemukan salah satu gejala/tanda berikut tanpa

penyebab lain :

1) Demam suhu > 38°C

2) Hipotermi

3) Apnea

4) Bradikardi < 100 x/mnt

5) Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain

b. Faktor Resiko Infeksi Aliran Darah Primer

1) Pemasangan kateter intravena (i.v) yang berkaitan dengan :

a) Jenis kanula

b) Teknik pemasangan

c) Lama pemasangan kanula

2) Kerentanan pasien terhadap infeksi

c. Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer

1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien

oleh dokter, perawat, atau anggota tim kesehatan lain yang menangani

pasien

2) Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor risiko spesifik

(kateter intravena) min setiap 6 bulan sekali dan melaporkannya pada

tim pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan juga

menyebarluaskannya melalui buletin rumah sakit

3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate infeksi aliran darah primer

kasar pada buletin rumah sakit min setiap 3 bulan sekali

d. Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer

Pencegahan IADP terutama ditujukan pada pemasangan dan perawatan I.V

1) Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis

Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis

yang materinya menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler,

prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler

dan pencegahan

2) Surveilans Aktif IADP

Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi.

3) Indikasi pemasangan I.V hanya dilakukan untuk tindakan pengobatan

dan atau kepentingan diagnostik

4) Pemilihan kanula untuk infus perifer :

3) Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif rendah dan harganya paling

murah dan dapat digunakan untuk terapi intravena dengan jenis dan

Page 22: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

22

jangka waktu yang sesuai, saat ini bahan vialon lebih baik dibandingkan

teflon

4) Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi

klinis

5) Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui

apakah ada pembengkakan, demam tanpa adanya penyebab yang jelas,

atau gejala infeksi lokal/infeksi bakterimia

6) Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba/dilihat,

lepas perban terlebih dahulu, periksa secara visual setiap hari dan

pasang perban baru

7) Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat

dengan jelas

e. Kebersihan Tangan

1) Kebersihan tangan dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan

alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler, atau memasang

perban

2) Untuk pemasangan vena central melalui insisi prinsip aseptiknya harus

digunakan

f. Intravena Kateter

Pemasangan Kateter: jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter

yang sudah ditentukan

Perawatan Luka Kateter: bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang

sesuai, sebelum pemasangan kateter, biarkan antiseptik mengering pada

lokasi sebelum memasang, jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah

kulit dibersihkan dengan antiseptik (lokasi dianggap daerah steril), gunakan

kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi pemasangan, bila

dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan

kateter maka harus dibilas dengan alkohol, ganti perban bila tampak kotor

dan basah, hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat

mengganti perban

g. Pengganti Perlengkapan dan Cairan Intravena

Set Perlengkapan

1) Secara umum set perlengkapan intravaskuler terdiri atas seluruh

bagian mulai dari ujung selang yang masuk ke kontainer cairan infus

sampai ke hubungan alat

2) Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti

3) Ganti selang IV termasuk selang piggybag dan stopcock dengan

interval yang tidak kurang dari 72 Jam kecuali bila ada indikasi klinis

Page 23: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

23

4) Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah

atau emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya infus

5) Jika dari tempat tusukan keluar pus, bengkak, kemerahan pada tempat

IV/ diduga bakterimia yang berasal dari kanula maka semua sistem

harus dicabut

Page 24: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

24

BAB IV

PENUTUP

Panduan Penurunan HAIs PPI RSI Sultan Agung merupakan petunjuk-petunjuk teknis bagi

semua pihak yang berkepentingan dan pokok-pokok pemikiran dasar berbagai upaya

pencegahan dan pengendalian terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit khususnya RSI

Sultan Agung.

Pada hakekatnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit baru akan

terselenggara bila semua direksi dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi

dan itikad pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Buku Panduan Penurunan HAIs PPI RSI Sultan Agung ini, diharapkan bermanfaat dan

dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan secara berdayaguna dan berhasil

guna.

Semarang, 15 Januari 2014

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes

Direktur Utama

Page 25: 948 - PPI Panduan Menurunkan Resiko Infeksi

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan menghadapi Emerging Infectious Disease,

Depkes RI kerjasama dengan PERDALIN, 2008

2. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya, Dep Kes RI bekerjasama dengan PERDALIN,

2008

3. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Dep Kes RI, 2010