Jatinangor, yang Berkembang -...

1
o Selasa C Rabu o Kamis Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1';' 12 13 14 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 @ 28 29 30 31 OJan OPeb o Mar OApr OMei OJun OJuf .Ags OSep OOkt ONov ODes Jatinangor, yang Berkembang dan yang Kalah . , SEBAGAI daerah keeil yang tumbuh begitu eepat, Jatinangor saat ini mengalami perkembanganfisik yang pesat. Sejumlah bangunan permanen tumbuh di antara permukiman penduduk -,Sebut saja pemondokan mahasiswa (kos-kosan), hotel, rumah makan, gedung pemerintahan, serta unit-unit usaha yang la,in. pembangunan di kawasan itu tidak memberikan banyak man- faat kepada mereka, tetapi se- baliknyamerebut apa yang du- lu mereka miliki, termasuk tanah yang menjadi modal uta- ma mereka sebagai petani," ungkap pemerhati sosial, Hilman Abdul Rahman saat ditemui di kampus UnpadJati- nangor, Kamis (26/8). Menurutnya, dulu tanpa pun- ya ijazah, orangJatinangor bisa hidup. Betapa tidak, alam mem- -berikan hampir semua kebu- tuhan dasar mereka. Mata air di Gunung Manglayang N amun, bercerita soal pembangunan Jatina- ngor, pada akhirnya memang harus berbicara ten- tang kisah orang-orangyang kalah. Kerap kali pembangunan bukannya menyejahterakan, tetapijustru memiskinkan war- ga setempat. "Penduduk J atinangor kini .harus hidup berdampingan dengan mahasiswa dari berba- gai daerah, bahkan mancane- , gara, yang kultur, gaya hidup, dan bahasanya berbeda. Sam- I pai-sampai, sebagian penduduk Jatinangor berkesimpulan, mengalirkan air minum ke rumah-rumah warga, sawah- sawah di sebelah barat, timur, dan selatanJatinangor meng- ,hasilkan butir-butir padi yang bernas. "Semuanya kini rusak. Alam bahkan tidak lagi mem- berikan air bersih, tetapi men- girimkan banjir setiap musim hujan," ujarnya. , Sementara salah seorang war- ga Desa Cintamulya, Maya (28), meneeritakan, tahun 1980-an, orangtuanya memiliki tanah seluas 25 tumbak (1tumbak se- tara dengan 14meter persegi) .. "Waktu itu tanah di sana har- ganya hanya Rp 36.000 per tumbak. Tiba-tiba datang orang kota yang berani beli Rp 39.000-Rp 100.000 per tum- bak. Orangtua saya dengan senang hati menjualnya dan tanah itu diubah pembelinya menjadi tempat kos-kosan," ungkapnya. Setelah tanah itu dijual, orangtua Maya tidak punya apa- apa. Uang hasil penjualan tanah pun menguap begitu saja. Un- tuk menopang kehidupan kelu- arga, Maya bekerja di kos-kosan yang berdiri di bekas tanah mi- lik orangtuanya dengan upah Rp 400.000 per bulan. "Saya ngepel kos-kosan yang dulu tanah leluhur saya," ueapnya lirih. Kisah Dadang (34), warga De- sa Hegarmanah, tidak kalah menyedihkan. Dia menceri- takan, selama tiga turunan kelu- arganya tinggal di tanah perke- bun an karet di Cikadu, Jati- nangor yang duI dikuasai Be- landa. Di tanah itu keluarganya dulu bertani dan memelihara domba. Tahun 1982, tiba-tiba Dadang dan keluarganya dim- inta pindah dari tanah tersebut dan diberi uang Rp 1,8 juta. Tanah itu kemudian menjadi bagian dari kampus Unpad. Setelah itu keluarganya tidak punya rumah sebagai tempat tinggal. Akibatnya, sampai seka- rang Dadang dan keluarga ter- paksa menumpang tinggal di rumah kerabatnya. Keluarga Dadangjuga tidak memiliki tanah yang bisa dio- lah. la kini terpaksa bekerja se- bagai petugas kebersihan di kampus Unpad dengan upah Rp 600.000 per b lan. Ketika menyapu atau mengepel lantai gedung-gedung di kampus tersebut, Dadanghanya bisa mengenang bahwa kampus itu dulu adalah tempat dia bermain dan menggembala ternak. "Sekarang kami hanya bisa me- nonton sambil membayangkan enaknya makan-makan sambil minumjus di mal seperti ma- hasiswa yang keren-keren itu," kata Dadang. (akhmad mirza/nGM n )** Kliping Humas Unpad 2010

Transcript of Jatinangor, yang Berkembang -...

o Selasa C Rabu o Kamis • Jumat o Sabtu o Minggu2 3 4 5 6 7 8 9 10 1';' 12 13 14 15

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 @ 28 29 30 31OJan OPeb oMar OApr OMei OJun OJuf .Ags OSep OOkt ONov ODes

Jatinangor, yang Berkembang dan yang Kalah. ,

SEBAGAI daerah keeil yang tumbuh begitu eepat,Jatinangor saat ini mengalami perkembanganfisikyang pesat. Sejumlah bangunan permanen tumbuh

di antara permukiman penduduk -,Sebut sajapemondokan mahasiswa (kos-kosan), hotel,

rumah makan, gedung pemerintahan,serta unit-unit usaha yang la,in.

pembangunan di kawasan itutidak memberikan banyak man-faat kepada mereka, tetapi se-baliknyamerebut apa yang du-lu mereka miliki, termasuktanah yang menjadi modal uta-ma mereka sebagai petani,"ungkap pemerhati sosial,Hilman Abdul Rahman saatditemui di kampus UnpadJati-nangor, Kamis (26/8).

Menurutnya, dulu tanpa pun-ya ijazah, orangJatinangor bisahidup. Betapa tidak, alam mem--berikan hampir semua kebu-tuhan dasar mereka. Mata airdi Gunung Manglayang

N amun, bercerita soalpembangunan Jatina-ngor, pada akhirnya

memang harus berbicara ten-tang kisah orang-orangyangkalah. Kerap kali pembangunanbukannya menyejahterakan,tetapijustru memiskinkan war-ga setempat.

"Penduduk J atinangor kini.harus hidup berdampingandengan mahasiswa dari berba-gai daerah, bahkan mancane-

, gara, yang kultur, gaya hidup,dan bahasanya berbeda. Sam-

I pai-sampai, sebagian pendudukJatinangor berkesimpulan,

mengalirkan air minum kerumah-rumah warga, sawah-sawah di sebelah barat, timur,dan selatanJatinangor meng-

, hasilkan butir-butir padi yangbernas. "Semuanya kini rusak.Alam bahkan tidak lagi mem-berikan air bersih, tetapi men-girimkan banjir setiap musimhujan," ujarnya. ,

Sementara salah seorang war-ga Desa Cintamulya, Maya (28),meneeritakan, tahun 1980-an,orangtuanya memiliki tanahseluas 25 tumbak (1tumbak se-tara dengan 14meter persegi) ..

"Waktu itu tanah di sana har-ganya hanya Rp 36.000 pertumbak. Tiba-tiba datang orangkota yang berani beli Rp39.000-Rp 100.000 per tum-bak. Orangtua saya dengansenang hati menjualnya dantanah itu diubah pembelinyamenjadi tempat kos-kosan,"ungkapnya.

Setelah tanah itu dijual,orangtua Maya tidak punya apa-apa. Uang hasil penjualan tanahpun menguap begitu saja. Un-tuk menopang kehidupan kelu-arga, Maya bekerja di kos-kosanyang berdiri di bekas tanah mi-lik orangtuanya dengan upahRp 400.000 per bulan. "Sayangepel kos-kosan yang dulutanah leluhur saya," ueapnyalirih.

Kisah Dadang (34), warga De-sa Hegarmanah, tidak kalahmenyedihkan. Dia menceri-takan, selama tiga turunan kelu-arganya tinggal di tanah perke-bun an karet di Cikadu, Jati-nangor yang duI dikuasai Be-landa. Di tanah itu keluarganyadulu bertani dan memeliharadomba. Tahun 1982, tiba-tibaDadang dan keluarganya dim-inta pindah dari tanah tersebutdan diberi uang Rp 1,8 juta.Tanah itu kemudian menjadi

bagian dari kampus Unpad.Setelah itu keluarganya tidakpunya rumah sebagai tempattinggal. Akibatnya, sampai seka-rang Dadang dan keluarga ter-paksa menumpang tinggal dirumah kerabatnya.

Keluarga Dadangjuga tidakmemiliki tanah yang bisa dio-lah. la kini terpaksa bekerja se-bagai petugas kebersihan dikampus Unpad dengan upah Rp600.000 per b lan. Ketikamenyapu atau mengepel lantaigedung-gedung di kampustersebut, Dadanghanya bisamengenang bahwa kampus itudulu adalah tempat dia bermaindan menggembala ternak."Sekarang kami hanya bisa me-nonton sambil membayangkanenaknya makan-makan sambilminumjus di mal seperti ma-hasiswa yang keren-keren itu,"kata Dadang. (akhmadmirza/nGMn)**

Kliping Humas Unpad 2010