Jaringan Sosial Di perbatasan

22

Click here to load reader

description

studi kasus pulau miangas

Transcript of Jaringan Sosial Di perbatasan

Page 1: Jaringan Sosial Di perbatasan

Pola Hubungan Masyarakat di Perbatasan

Studi Kasus: Masyarakat Miangas

Sebagai Suatu Kajian Jaringan Sosial di Wilayah Perbatasan

Oleh

Afif Futaqi

0606096585

I. 1 Latar belakang

Pulau-pulau kecil secara harfiah merupakan kumpulan pulau yang berukuran

kecil yang secara fungsional salaing berinteraksi dari sisi ekologi, ekonomi, sosial,

dan budaya. Interkasi ini menyebabkan pulau-pulau kecil tersebut jauh terpisah dari

pulau induknya. (Mustafa, 2006) Seperti halnya pulau Miangas yang merupakan

bagian dari kepulaan sangihe talaud yang merupakan pulau-pulau kecil yang terpisah

jauh dari pulau sulawesi. Sehubungan dengan itu pulau miangas juga merupakan

daerah perbatasan. Daerah perbatasan mempunyai karakteristik yang unik

dibandingkan dengan daerah lainnya yang dekat dari pusat pemerintahan. Oleh

karena itu pemerintah negara yang berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa

indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dalam bentuk keutuhan NKRI. Dengan

demikian kemampuan ketahan wilayah perbatasan sangat ditentukan oleh

kemampuan pemerintah pusat bersama pemerintah daerah dalam menangani

permasalahan wilayah perbatasan tersebut. (Salamete, 2006) Dalam hal ini

pemerintah melakukanya dengan menugaskan aparatur negaranya untuk menegaskan

bahwa daerah itu bagian dari Negara Indonesia.

Adanya kepentingan-kepentingan pemerintah dalam upaya memperjelas

daerah perbatasan ini sebagai bagian dari NKRI. (Asy'arie, 2005) dengan adanya TNI

AD maupun AL di daerah tersebut sebagai bentuk bagaimana negara ada didaerah

tersebut. Dengan begitu akan terjadi hubungan sosial antara TNI dan masyarakat di

Miangas demi terwujudnya rasa nasionalisme di Miangas yang secara geografis

sangat jauh dari kepulauan indonesia pada umumnya. Dalam proses nation-building

Page 2: Jaringan Sosial Di perbatasan

tidaklah berdiri sendiri, tapi terkait dengan nasionalisme. Nasionalisme merupakan

produk dari sejarah bangsa itu sendiri. Nasionalisme sebagai fenomena historis,

timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik ekonomi dan sosial

tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksudkan adalah munculnya kolonialisme dari

suatu negara terhadap negara lainnya. Hal ini terjadi sebab nasionalisme itu sendiri

muncul sebagai suatu reaksi terhadap kolonialisme, reaksi yang berasal dari sistem

eksploitasi yang selalu menimbulkan pertentangan kepentingan secara terus menerus.

Dan hal ini tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga dalam bidang ekonomi sosial

dan kultural (Kartodirdjo, 1972 : 56-57).

Peran dan tugas TNI terus berlangsung dengan berbagai cara, sampai kita

semua lupa bahwa TNI adalah alat negara yang merupakan bagian penting dari

Pertahanan dan keamanan negara, yang harus ditempatkan, dibangun ,dibina dan

digunakan secara proporsional dan profesional. (Bakrie, 2007). Hubungan sosialyang

dibangun oleh para actor yang secara porposional dan profesional ini membentuk

jaringan kepentingan yang bermakana pada ’tujuan-tujuan’ tertentu atau khusus yang

ingin dicapai oleh pelaku. (Agusyanto, 2007) Dalam hal ini tujuan yang diinginkan

oleh para aparatur negara yang berada di pulau Miangas adalah TNI AD, AL dan

pegawai pemerintahan.

Oleh karena itu pertukaran atau negosiasi terjadi dalam jaringan kepentingan

ini diatur oleh kepentingan-kepentingan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan

serangkaian norma-norma yang umum atau general. Negoisiasi ini dalam jaringan

kepentinan ini terjadi antara aparatur negara dengan masyarakata miangas terjadi

pertukaran atau negosiasi dalam mewujudkan kepentinganya. Dengan begitu

hubungan sosial yang seharusnya dapat memupuk rasa nasionalisme ini disertai

dengan kepentingan lainnya yang saling tumpang tindih. Karena pada dasarnya tiap

hubungan sosial memiliki jaringannya tersendiri. Sehingga akan banyak jaringan

sosial yang terbentuk dari tiap-tiap hubungan sosial yang terjadi di pulau Miangas ini.

Adanya perbedaan pandangan terhadap wilayah perbatasan antara negara

modern dan aspek-aspek yang bersifat kultural ini ditentukan oleh pusatnya bukan

oleh wilayah perbatasan itu sendiri. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa

Page 3: Jaringan Sosial Di perbatasan

pemerintahan negara memberikan perhatian yang lebih kepada pusat dibandingkan

dengan wilayah-wilayah perbatasan.(Anderson, 1983). Dalam hal ini kepentingan

dari para aktor-aktor TNI AD, AL dan pegawai pemerintah adalah sebagai memupuk

rasa nasionalisme akan NKRI. Tetapi dengan banyaknya kepentingan lainya ini yang

membuat banyaknya negosiasi-negosiasi lainya diantara aktor-kator dalam jaringan

sosial yang terbentuk oleh hubungan-hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Hubungan sosial ini dapat dilihat dari interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor yang

berada di dalam jaringan kepentingan tersebut. Hal ini menjadi menarik karena

jaringan kepentingan oleh aktor-aktor ini berlatar belakangi daerah perbatasan pulau

kecil. Jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial yang

bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus yang ingin dicapai oleh para

pelaku. Bila tujuan-tujuan tersebut sifatnya spesifik dan konkret seperti memperoleh

barang, pelayanan, pekerjaan, dan sejenisnya setelah tujuan-tujuan tersebut tercapai

biasanya hubungan-hubungan tersebut tidak berkelanjutan (Agusyanto, 2007: 35).

I. 2 Masalah penelitian

Manusia sebagai makhluk sosial juga membutuhkan interaksi social dengan

sesamanya. Interaksi yang dilakukan antar manusia membutuhkan wadah yang dapat

memfasilitasinya. Dengan demikian, ruang-ruang atau wadah-wadah yang bisa

memfasilitasi interaksi sosial manusia dengan manusia lainnya menjadi penting.

Dengan kata lain, kehidupan manusia bergantung kepada ada atau tidaknya interaksi

sosial yang bisa dilakukannya. Hubungan sosial ini dapat dilihat dari interaksi yang

dilakukan oleh aktor-aktor yang berada di dalam jaringan kepentingan tersebut. Hal

ini menjadi menarik karena jaringan kepentingan oleh aktor-aktor ini berlatar

belakangi daerah perbatasan pulau miangas ini.

Dengan Jaringan Sosial yakni memfokuskan diri pada ikatan-ikatan di antara

individu dibandingkan hanya kualitas yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan

mendorong kita untuk berpikir tentang ketidakleluasaan-ketidakleluasaan perilaku

individual atau kolektif sebab ketidakleluasaan itu inheren dalam cara-cara hubungan

yang diorganisasikan. Meskipun hubungan-hubungan sosial yang terwujud belum

Page 4: Jaringan Sosial Di perbatasan

tentu disadari oleh para pelakunya, hubungan sosial yang terjadi itu sistematik; ada

pengulangan dalam kondisi dan situasi atau konteks yang sama. Di satu pihak, hal ini

menunjukkan bahwa pada konteks sosial (muatan sosial) membentuk satu jaringan

sosial (partial network) (Barnes, 1969)

Bagaimana pola-pola hubungan sosial antara aktor-aktor yang memiliki

kepentingan di daerah perbatasan yang membentuk jaringan sosial sebagai upaya

memupuk rasa nasionalisme di daerah perbatasan sebagai bentuk menjaga keutuhan

NKRI di pulau Miangas. Terutama pada kebijakan, ekonomi dan sosial budaya,

pertahanan dan keamanan, pengelolaan sumber daya alam, kelembagaan dan

kewenangan pengelolaan, serta kerjasama antarnegara yang memuat arah,

pendekatan, dan strategi pengembangan kawasan perbatasan yang bersifat

menyeluruh dan mengintegrasikan fungsi dan peran seluruh stakeholders kawasan

perbatasan, baik di pusat maupun daerah, secara menyeluruh dan terpadu.

(Nainggolan. 2004)

Dari perumusan masalah yang umum di atas, penulis membuat rumusan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana dibentuknya jaringan sosial yang berkaitan dengan kepentingan aktor-

aktor di daerah di perbatasan?

2. Bagaimana hubungan sosial antar aktor yang ada dalam nasionalisme di daerah

perbatasan, khususnya di miangas?

I. 3 Kerangka Teori

Nasionalisme mulai menyebar ke belahan dunia melalui proses kolonialisasi

oleh bangsa eropa. Proses ini memberikan dampak berupa batasan-batasan di wilayah

tanah jajahan. Batasan-batasan ini mungkin dibuat oleh bangsa eropa sesuai dengan

kebutuhan administratif mereka saja. Dari pandangan ini muncul pandangan bahwa

melihat perbatasan sebagai suatu yang harus dijaga secara presisi dan dieksklusifkan.

Dengan kata lain batas-batas negara dianggap sebagai penanda nyata yang memutus

jaringan sosial, baik kekeluargaan ataupun kepentingan lainnya pada masyarakat

perbatasan. Bagi negara-negara bekas jajahan seperti asia tenggara, nasionalisme

Page 5: Jaringan Sosial Di perbatasan

”hanya” hadir dalam bentuk imajinasi; pembanyangan akan jati diri sebagai sebuah

bangsa yang ada apada kenyataannya terdiri dari pandangan dari beragam kelompok

yang berbeda satu sama lain. (Anderson, 1988)

Dalam halini terhadi perdebatan antara negara sebagai otoritas dan wujud dari

nasionalisme dengan jaringan komunitas-komunitas lokal yang sudah ada sebelum

berdirinya negara bangsa.

”at the outset, nationalism was an inclusive and liberating force. It broke down the various localism of region, dialect costum and clan, and helped to create large and powerful nation-states, which centerlised markets and system of administration, taxation, and education.”(smith,1998;2)

Adanya usaha penyederhanaan negara terhadap realitas yang ada dalam usaha

penyederhanaan tersebut dilakukan oleh negara untuk mempermudah pengelolaan

dan pengawasaan. Hal ini mengakibatkan runtuhnya pola-pola hubungan social yang

telah lama terbentuk di tengah masyarakat serta hilang bentuk mata pencaharian dan

interaksi dengan alam yang sebenarnya telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

sebelumnya. Dua hal tersebut kemudian di gantikan oleh negara dengan formula ‘satu

ukuran untuk semua’ yang mengingkari pengetahuan adaptif local.(scott, 2006;16).

Kehadiran institusi negara telah memberikan pengaruh dalam kehidup individu dan

bermasyarakat yang tinggal didalamnya. Apa-apa yang diciptakan negara dan

program-program kesejahteraannya merupakan apa yang harus kita terima.

Kesejahteraan di konstruksi oleh kategori-kategori administratif yang menuntun

tindakan kita.(foucault dalam zakarian&lonela 2002)

Selanjutnya penyederhanaan yang dilakukan negara tersebut berhimpitan

dengan munculnya negara sebagai wujud dari nasionalisme dengan segala

kepentingannya. ”Penyederhanaan” yang dilakukan negara ini berlangsung secara

ekstrim dengan mengatas namakan pembangunan nasional, kebijakan-kebijakan yang

di buat oleh negara disusun atas model-model kebudayaan jawa sebagai budaya

dominan kaum elit kekeuasaaan untuk kemudian di terapkan di seluruh ”pelosok

negara” dari sabang hingga marauke.(scott, 2006). Hal ini mengakibatkan reaksi-

Page 6: Jaringan Sosial Di perbatasan

reaksi lokal terhadap perubahan sosial dan politik dalam konteks yang lebih besar

sifatnya khas; bertahan, menghindar, dan kemudian tidak menghasilkan apa-apa lalu

melemah. Terutama setelah pola-pola hubuangan sosial yang lama tidak dapat di

pertahankan dengan penyesuain apapun.(geertz, 1986:6)

Dengan segala otoritas dan kekuasaanya, negara melakukan pembatasan-

pembatasan terhadap teritorinya sendiri. Hal ini di lakukan sebagai bentuk

penyederhanaan kompleks realita yang ada. Terutama jika dalam sebuah teritori

terdapat wilayah-wilayah yang secara ekologi, geografi, dan politik dianggap tidak

penting dan tidak menjadi prioritas pengembangan.(scott, 2006) Letaknya yang

sangat jauh dari pusat pemerintahan dengan kondisi ekologis serta geografi yang

terpencil dan sulit dijangkau, menjadikan wilayah perbatasan sebagai wilayah

pinggiran. Dalam hal ini negara mendefinisikan wilayah perbatasan sebagai orang-

orang yang terbelakang yangg tinggal di daerah blank spots dan rawan secara politis

karena sangat dekat dengan orang-orang dari negara tetangga. Karena itu peran

negara di wilyah perbatasan hanya terasa pada momen-momen tertentu saja, yang

berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam ataupun berkaitan dengan usaha

mempertahankan kofigurasi garis-garis perbatasan.

Untuk itu dengan adanya batasan-batsan yang ditentukan oleh negara

membuat banyak perubahan sosial, politik, dan kultural. Perubahan basis hubungan

dalam masyarakat dari basis keturunan dan kekerabatan menjadi hubungan yang

berbasis non-keturunan dan kekerabatan. Konsep pertemanan, pertetanggan, Afiliasi

komunitas, agama, dan sebagainya menjadi semakin penting. Isu jaringan sosial

menjadi relevan dan semakin penting (Boissevain, 1972). Pergeseran orientasi teori

antropologi dari paradigma struktur-fungsi ke paradigma proses yang memosisikan

manusia sebagai subjek- menjadikan pendekatan jaringan sosial yang memandang

sentral manusia sebagai aktor atau subjek relevan untuk dibaca dalam

konstruktivisme. Subjektivikasi manusia terjadi dalam konteks konstruktivisme,

yakni dunia teori yang memandang manusia sebagai sentral kehidupan sosial

sehingga dalam kajian sosial manusia harus dijadikan pusat analisis gejala sosial

budaya.

Page 7: Jaringan Sosial Di perbatasan

Perubahan, dinamika, dan gerak sosial yang secara metodologis berpusat pada

analisis hubungan-hubungan sosial menjadikan jaringan sosial sebagai pendekatan

penting dan relevan kembali berdasarkan teori. Pendekatan jaringan sosial merupakan

alternatif teoritis dan metodologis yang mampu menerjemahkan pemikiran

konstruktivisme seperti, identitas, representativitas, validitas, kolektivitas,

refleksivitas, dan sebagainya terbaca dengan baik dalam bahasa jaringan sosial.

(Fedyani, 2006). Jaringan sosial adalah suatu pengelompokan yang terdiri atas

sejumlah orang, paling sedikit tiga orang, yang masing-masing mempunyai identitas

yang tersendiri dan yang masing-masing dihubungkan antara yang satu dengan yang

lainnya, melalui hubungan-hubungan sosial tersebut mereka itu dapat dikelompokkan

sebagai suatu kesatuan sosial (Suparlan: 1980) dalam (Agusyanto: 1990).

Tujuan-tujuan dari hubungan-hubungan sosial yang terwujud spseisifik dan

konkret seperti ini, struktur sosial yang lahir dari jaringan sosial tipe ini juga sebentar

dan berubah-berubah. Namun, bila tujuan-tujuan tersebut tidak sekonkret dan spesifik

seperti itu atau ada kebutuhan-kebutuhan untuk memperpanjang tujuan, struktur yang

terbentuk pun menjadi relatif stabil. Oleh karena itu, tindakan dan interaksi yang

terjadi dalam jaringan tipe ini selalu dievaluasi berdasarkan tujuan-tujuan relasional.

Pertukaran (negosiasi) yang terjadi dalam jaringan kepentingan ini diatur oleh

kepentingan-kepentingan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan serangkaian

norma-norma yang sangat umum. Dalam mencapai tujuan-tujuannya, para pelaku

bisa memanipulasi hubungan-hubungan kekuasaan dan emosi. Pada jaringan

kepentingan ini terdapat ruang bagi tindakan yang lebih besar sehingga sering kita

lihat banyak kemungkinan si pelaku yang bersangkutan memanipulasi hubungan-

hubungan sosial yang dimilikinya guna mencapai tujuan-tujuannya (Agusyanto,

2007: 36).

Bahwa jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial

yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus yang ingin dicapai oleh para

pelaku, dalam jaringan kepentingan terdapat ruang bagi pelaku untuk memanipulasi

hubungan-hubungan sosial guna mencapai tujuan-tujuannya. Sedangkan hubungan

sosial atau saling keterhubungan merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan

Page 8: Jaringan Sosial Di perbatasan

(relatif cukup lama atau permanen) yang akhirnya diantara mereka terikat satu sama

lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil. Sedangkan dalam suatu

hubungan yang lain, yang melibatkan pelaku atau pelaku-pelaku yang lain yang

berbeda dari pelaku-pelaku yang semula, jatidirinya bisa berbeda dari yang semula;

sesuai dengan corak hubungan dan sesuai dengan saling pengakuan mengenai

jatidirinya oleh para pelaku dalam hubungan yang lain tersebut (Suparlan, 2005).

I. 4 Tujuan penelitian

Menjelaskan pola-pola hubungan sosial aktor-aktor yang membentuk jaringan

sosial dalam proses memupuk rasa nasionalisme

Menghadirkan pembahasan alternatif mengenai studi perbatasan dalam hal ini

adalah pulau miangas melalui jaringan sosial sebagai alat analisisnya.

Studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagaimana masyarakat di

perbatasan dalam hal ini miangas bertindak dan berinteraksi

I. 5 Signifikansi penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman aplikatif

terhadap konsep jaringan sosial. Secara khusus, penelitian ini juga diharapkan dapat

menjadi masukan, dengan menggunakan analisa jaringan sosial yang di dalamnya

terdapat hubungan sosial antar individu/aktor, dalam memahami masyarakat di

daerah perbatasan dalam hal ini adalah masyarak pulau miangas.

Melalui pemahaman mengenai masyarakat perbatasan dalam hal ini adalah

masyarakat pulau miangas pada konteks pada hubungan-hubungan sosial yang dibina

oleh aktor tersebut. Dalam hal ini kepentingan dari para aktor-aktor TNI AD, AL dan

pegawai pemerintah adalah sebagai memupuk rasa nasionalisme akan NKRI

I. 6 Metode penelitian

Page 9: Jaringan Sosial Di perbatasan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan terlibat (participant

observation) dan wawancara (interview). Dengan participant observation peneliti

tidak hanya mengobservasi masyarakat yang dipelajari (dengan usaha untuk objektif).

(Borofsky, 1994:15). Penelitian ini di lakukan dengan penelitian langsung

dilapangan. Dengan begitu dapat melakukan observasi langsung dengan melakukan

pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya natural dan menulis langsung apa yang dilihat

dan didengar. Dengan melakukan wawancara seseorang juga dapat membantu dalam

penelitian ini, tetapi harus adanya “cross-check” terhadapa informasi yang didapat

untuk menghindarkan dari informasi yang kurang dan mencocokan informasi yang

telah didapat sebelumnya.( Creswell, 1994)

Subjek yang dikaji peneliti adalah:

1. Aktor-aktor yang berperan dalam membangun nasionalisme

2. Hubungan-hubungan sosial yang terbangun diantara aktor yang terlibat dalam

jaringan sosial membangun nasionalisme

3. Aktivitas-aktivitas dalam jaringan membangun nasionalisme

Dalam pendekatan Jaringan Sosial yang digunakan oleh peneliti akan

mengkaji pola-pola hubungan sosial yang berlaku. Dari pola-pola hubungan sosial ini

kemudian peneliti dapat mendeskripsikan jaringan sosialnya berdasarkan atas

perwujudan dari gejala-gejala yang terwujud dari masyarakat yang diteliti. Untuk

dapat memperoleh data mengenai pola-pola hubungan sosial yang ada, sesuai dengan

masalah penelitian, maka penulis mencari informasi yang selengkap dan sedalam

mungkin mengenai gejala-gejala yang ada (tindakan, benda, peristiwa, dan lain-lain).

Gejala-gejala yang ada tersebut terlihat sebagai satuan yang saling berdiri sendiri,

akan tetapi saling terkait satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan

menyeluruh (holistik).

I. 6. 1 Tipe Penelitian

Peneliti akan mendeskripsikan hubungan sosial yang dimiliki oleh para aktor

dalam kasus ini. Hubungan sosial menjadi penting sewaktu menggunakan pendekatan

Page 10: Jaringan Sosial Di perbatasan

jaringan sosial, sebab jaringan sosial didapat dari keterkaitan antar aktor dan yang

menghubungkan satu aktor dengan aktor yang lainnya adalah hubungan sosial.

Mendeskripsikan hubungan sosial atau yang biasa disebut dengan etnografi hubungan

sosial pada akhirnya akan mengungkap muatan sosial yang ada di dalam suatu

jaringan social.

I. 6. 2 Teknik Pengumpulan Data

I. 6. 2. 1 Data relasi

Paradigma Jaringan Sosial, struktur dibangun berdasarkan relasi yang

dibangun oleh para aktor yang terlibat, sehingga pengumpulan data dan analisis yang

dilakukan adalahtergantung dari data-data relasi yang dibangunnya. Data relasi

didapatkan dari bagaimana aktor-aktor melakukan hubungan sosial dengan

sesamanya dan berada pada satu muatan kepentingan yang seragam.(John Scott

1994:4) Metode pengamatan dan wawancara ini digunakan untuk mengikuti actor-

aktor yang memiliki muatan hubungan sosial yang sama. Konteks suatu hubungan

sosial sangat ditentukan oleh muatan sosial yang membentuknya dan dalam kasus ini

I. 6. 2. 2 Teknik Penentuan Aktor

Pengidentifikasian aktor yang terlibat dalam jaringan sosial adalah melibatkan

semua aktor yang terlibat dalam jaringan. Yang juga terpenting dalam teknik

penentuan aktor ini adalah bukanlah mengenaibagaimana kita menemukan aktor yang

tepat, tetapi lebih kepada bisakah kita membuat aktor percaya kepada kita. Aktor

yang diteliti jika memiliki kepercayaan kepada diri peneliti, akan memudahkan

peneliti untuk mendapatkan konten apa yang ada didalam jaringan sosial tersebut.

Aktor yang sudah mempercayai kita akan dengan mudahnya membawa kita kepada

aktor-aktor lainnya yang berada dalam hubungan dan muatan sosial yang sama,

sehingga kita bisa dibawa kepada aktor-aktor lain yang memang merupakan bagian

dari jaringan tersebut

Page 11: Jaringan Sosial Di perbatasan

I. 7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan di pulau miangas dan beberapa wilayah lainnya yang

terkait oleh penelityian ini, dimana peneliti mengkhususkan kepada jaringan

kepentingan yang terbentuk dalam permasalahan ini. Hal terkait dengan adanya

beberapa aktor yang memliki kepentingan dan muatan sosial yang kemudian

mempengaruhi Jaringan sosial yang terbentuk, disiniah maka peneliti cenderung

untuk memlih pendekatan analisa jaringan sosial dalam melihat permasalahan ini.

Penelitian ini akan dilakukan pada 1 maret 2010 sampai 31 mei 2010. Dimulai

dengan melakukan pengamatan terlibat dan wawancara. Dengan participant

observation peneliti tidak hanya mengobservasi masyarakat yang dipelajari. Dimulai

dengan melakukan pengamatan peneliti dapat melihat siapa-siapa dana bagaimana

hubungan-hubungan ini terjalin. sampai pada akhirnya bertemu dengan beberapa

aktor yang berperan dalam membangun nasionalisme di miangas ini

Page 12: Jaringan Sosial Di perbatasan

Daftar pustaka

 

Agusyanto,ruddy. “jaringan social dalam organisasi”. Rajagrafindo persada, Jakarta

2007

Asy'arie, Musa . “NKRI, budaya politik dan pendidikan”. Lesfi. Yogyakarta, 2005. 

Bakrie, Connie Rahakundini. “Pertahanan negara dan postur TNI ideal”. Yayasan

obor indonesia. Jakarta 2007

Barnes, J. A. Class and Committees in a Norwegian Island Parish. Human

Relations, 7, 39-58. 1954

Benedict, Anderson Imagined communities: reflections on the origin and spread of

nationalism”. London. Verso, 1983

Borofsky, Robert. “Assessing cultural anthropology.” New York. McGraw-Hill

Companies. 1994

Bossevian, Jeremy. “Preface”, Network Analysis studies Human Interaction. Paris:

Mouton & Co. 1972

Page 13: Jaringan Sosial Di perbatasan

Creswell, John W.‘Research Design Qualitative and Quantitative Approach’. London:

Sage Publications. Hlm. 148.1994

Fedyani, Achmad Saifuddin. “Antropologi Kontemporer, Suatu Pengantar Kritis

Paradigma” Kencana. Jakarta ,2006

Kartodirdjo, Sartono. ”Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia pada abad 19 dan

20.” Yogjakarat. Seksi penelitian jurusan sejarah, fakultas sastra dan

kebudayaan. Universitas Gajah Mada.1972

Mustafa, Abubakar. “menata pulau-pulau kecil perbatasan”. kompas. Jakarta 2006

Nainggolan, Poltak Partogi “Batas wilayah dan situasi perbatasan Indonesia :

ancaman terhadap integritas territorial” Tiga Putra Utama, Jakarta. 2004. 

Suparlan, Parsudi. “Kemiskinan Di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan

Penerbit Sinar Harapan. 1984

Scott, James C. ” peneyederhanaan-penyederhanan negara.” sejumlah penerapan

untuk asia tenggara.” terj farabi fakih dan A munjid. Jurnal wacana insist edisi

10. tahun II 2002; pp. 16-56. 2002

Scott, John. “Social Network Analysis: A Handbook. Second edition.” London:

Sage.1994

Smith, anthony D. ”nationalism and modernism: A critical survey of recent theories

of nation and nationalism. London. Routledge. 1998

Suparlan, Parsudi. ”Suku Bangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa. ”Jakarta :

Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2005

Page 14: Jaringan Sosial Di perbatasan

Salamete, B jusak. “peran pemerintah dalam memupukketahanan wilayah

perbatasan”. Program pasca sarajana strategi ketahanan nasional .depok. 2006

Zakaria, R, Yando & Anu lounela. ”menuju kontrak sosial baru.” jurnal wacana insist

edisi 10 tahun III 2002: pp. 3-15. 2002