JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI … · JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI...
Click here to load reader
Transcript of JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI … · JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI...
JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU
(Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)
AGENG RARA CINDOSWARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
32
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Jaringan Komunikasi dalam
Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu” adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2012
Ageng Rara Cindoswari
NRP. I352090121
32
ABSTRACT
CINDOSWARI, A.R. 2012. Communication Network in The Implementation of Cassava Production Technology (Case in Cassava Farmers In The Village of Suko Binangun, Sub Way-Seputih, District of Centeral Lampung, Lampung Province). Under Supervision DJUARA P. LUBIS and RICHARD W.E. LUMINTANG
In order to increase cassava production, farmers need an adequate and trusted information to gain their purpose. Fulfilling their information requirement of cassava production technology, farmers establish a communication network among farmers. The objectives of this research were: (1) to describe communication network among farmers (2) to analyze the relationship between personal characteristics of farmer and the communication network (3) to analyze the relationship between communication network and the implementation of cassava production technology. The unit of analysis were cassavas farmer. A hundred farmers were taken as sample by using sampling intact system.This research resulted several outputs i.e : (1) communication network about seeds, fertilizer, pets and diseases were radial personal network and communication network about harvest was interlocking personal network (2) there was a significant relationship between income, group involvement, mass media ownership, arable land area with local centrality. There was also a significant correlation between educational level, revenue, group involvement, mass media ownership with global centrality. (3) there was a significant relationship between local centrality, global centrality and the implementation of cassavas production technology.
Keywords: communication network, cassava farmers, implementation of cassava production technology
32
RINGKASAN
CINDOSWARI, A.R. 2012. Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Pada Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS Sebagai Ketua dan RICHARD W.E. LUMINTANG Sebagai Anggota.
Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima). Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor. Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasi-informasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya.
Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers dan Kincaid (1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers dan Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Dalam penelitian ini, aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator jaringan komunikasi. Peranan individu di tunjukkan dengan peranannya sebagai bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman (1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global.
Penelitian ini bertujuan untuk (1). mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi kayu, (2). mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi, dan (3). mengetahui hubungan jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dan korelasional. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani ubi kayu. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang petani ubi kayu yang ditentukan dengan menggunakan metode sampling intact system (sensus). Lokasi penelitian ini adalah di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung yang ditentukan secara purposive. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis sosiometri, analisis mengenai indikator jaringan dengan software UCINET VI serta analisis korelasi Pearson dan korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan jaringan komunikasi petani ubi kayu yang merupakan jaringan personal menyebar (radial personal network) adalah jaringan komunikasi mengenai bibit, jaringan komunikasi mengenai pupuk dan jaringan komunikasi mengenai panen, sedangkan jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit merupakan jaringan personal yang memusat (interlocking personal network). Petani ubikayu berkomunikasi dengan intens pada orang-orang yang memiliki kesamaan tempat tinggal dalam sebuah wilayah tertentu. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi atau yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi mengenai bibit, hama dan penyakit adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap
terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut. Star dalam jaringan komunikasi megenai panen adalah petani yang merupakan penyedia jasa tenaga kerja untuk memanen dan transportasi pengangkut hasil panen ke pabrik ubi kayu. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah atau yang berperan sebagai kunci penyebar informasi pada jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut dan pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit serta panen adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya.
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi. Karakteristik personal petani ubi kayu yang berhubungan sangat nyata dengan sentralitas lokal adalah pendapatan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa; sedangkan yang berhubungan nyata adalah luas lahan. Karakteristik personal petani ubi kayu yang berhubungan sangat nyata dengan sentralitas global adalah pendidikan, pendapatan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa. Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang sangat nyata antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu. Indikator jaringan yang berhubungan sangat nyata dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu adalah sentralitas lokal dan sentralitas global.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB.
32
JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU
(Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)
AGENG RARA CINDOSWARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo Agung, M.S
Judul Tesis : Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi
Kayu (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan
Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)
Nama : Ageng Rara Cindoswari
NRP : I 352090121
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Ketua Anggota
Diketahui Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 25 Januari 2012 Tanggal Lulus :
32
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, hanya karena kehendak dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Jaringan Komunikasi dalam Penerapan
Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun,
Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)”. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor
Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis ucapkan kepada :
1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S selaku ketua komisi pembimbing serta Ir. Richard W.E
Lumintang, MSEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian
tesis ini.
2. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, M.S dan Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S selaku penguji luar
komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S sebagai Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan dan beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan
limpahan ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di Institut
Pertanian Bogor.
4. Kedua orang tua penulis Ir. R. Sudjioto dan Ir. Begem Viantimala, M.Si yang tak
henti-hentinya memberikan cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa
yang tulus. Adik-ku Muhammad Gilang Bhagaskoro dan Btari Rara Cindo Mazaya
serta Kakak-ku Elly Sustiana yang telah memberikan doa dan motivasi dalam
penyelesaian tesis ini.
5. Kepala Desa dan seluruh staf pemerintahan Desa Suko Binangun yang telah
memberikan izin serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian di desa
tersebut.
6. Bapak I Gusti Made selaku penyuluh pertanian dan Bapak Suparyanto selaku
Ketua Kelompok Tani Berkah Jaya serta masyarakat Desa Suko Binangun yang
telah membantu dan memfasilitasi peneliti dalam mengumpulkan data dan
informasi selama proses penelitian berlangsung.
7. Sahabat-ku Verlianita, SP dan Freddy Agusta, S.Pi yang selalu siap membantu
dalam pengumpulan informasi dan data yang berkaitan dengan penelitian serta
semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis.
8. Saudara sepupu-ku Aditya Nugroho, SE, MSc Eng yang telah membantu
mendapatkan literatur terkait dengan kepentingan penelitian dan seluruh keluarga
besar-ku yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas perhatian, doa dan
dorongan pada penulis.
9. Teman-Teman KMP 2009 (Enno, Yoga, Rahmah, Kak Uci, Kak Asma, Teh Dini,
Leonard, Mbak Ofi, Imani, Mas Sardi, Mas Sigit, Mas Denta) atas segala bantuan,
kerjasama dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan penelitian dan
menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor.
10. Rekan-Rekan KMP S2 2007, 2008, 2010 dan S3 2009, 2010 (Mbak Dewi, Bu Dian,
Bu Retno, Bu Siti, Mbk Serly, Bu Rita, Bu Riko, Pak Edi, Pak Zul, Pak Iwan dan
semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas semangat dan
doronganya kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah memotivasi dan memberikan bantuan baik moril maupun
materil dan spirituil kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Januari 2012
Ageng Rara Cindoswari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari ayah Ir. Sudjioto dan ibu Ir. Begem Viantimala, M.Si.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak PTPN VII Bandar Lampung
pada tahun 1991 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SDN 09 Pulo Gadung
Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4
Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2000. Kemudian Penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 9 Bandar-Lampung dan lulus pada
tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor
melalui Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Program
Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, penulis pernah menjadi pengurus
Unit Kegiatan Mahasiswa ASPECT (Association For Agricultural Studies and
Community Empowerment) 2004-2006. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa
Daerah KEMALA (Keluarga Mahasiswa Lampung) 2005-2006. Selanjutnya, Penulis
juga aktif dalam organisasi Forum Komunikasi Rohis Jurusan sebagai anggota pada
Departemen Fikom. Penulis pernah menjadi asisten dosen dalam Mata Kuliah
Sosiologi Umum tahun 2006-2007.
Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiwa S2 pada Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP).
32
DAFTAR ISI Halaman
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
Latar Belakang Penelitian .............................................................................. 1 Rumusan Masalah Penelitian ......................................................................... 5 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 7 Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan .......................... 7 Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan ............................. 10 Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi ............................................... 13 Analisis Jaringan Komunikasi ......................................................................... 17 Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi .................................. 21 Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu .................................................. 23 Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu .......................................................... 24
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ........................................................... 27 Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 27 Hipotesis ......................................................................................................... 31
METODE PENELITIAN ........................................................................................... 33 Desain Penelitian ........................................................................................... 33 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 33 Populasi Penelitian ......................................................................................... 33 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 34 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................................................... 35 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 36 Definisi Operasional ....................................................................................... 38
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 41 Gambaran Umum Desa Suko Binangun ........................................................ 41
Keadaan Geografi dan Topografi Desa Suko Binangun ......................... 41 Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun .............................................. 42 Keadaan Sarana dan Prasarana Desa Suko Binangun .......................... 42 Keadaan Demografi Desa Suko Binangun .............................................. 46 Keadaan Ekonomi Desa Suko Binangun ................................................ 50 Keadaan Budaya Desa Suko Binangun .................................................. 51 Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun ........................................... 52
Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun .................................................. 55 Usia ........................................................................................................ 56 Tingkat Pendidikan .................................................................................. 57 Tingkat Pendapatan ................................................................................ 58 Luas Lahan .............................................................................................. 58 Pengalaman Berusahatani ...................................................................... 59 Keikutsertaan Dalam Kelompok ............................................................. 59 Kepemilikan Media Massa ....................................................................... 60
Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu ....................................................... 61 Penyiapan Lahan..................................................................................... 63 Pembibitan............................................................................................... 64 Penanaman ............................................................................................. 66 Pemeliharaan .......................................................................................... 68 Panen ...................................................................................................... 72
Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu ........................................................... 74 Jaringan Komunikasi Mengenai Bibit ...................................................... 75 Jaringan Komunikasi Mengenai Pupuk ................................................... 81 Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit .............................. 86 Jaringan Komunikasi Mengenai Panen ................................................... 92
Analisis Jaringan Komunikasi Di Tingkat Individu .......................................... 100 Sentralitas Lokal ...................................................................................... 101 Sentralitas Global .................................................................................... 102
Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun ..... 104 Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi ...................................................................................... 115 Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu .......................................................................................... 122
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 130 Kesimpulan ..................................................................................................... 130 Saran .............................................................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 132
LAMPIRAN .............................................................................................................. 136
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, 2005-2009........ 3
2. Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun, tahun 2010................................................................................................... 42
3. Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun 2010............................................................................................................. 43
4. Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun 2010......................................... 44
5. Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal, Desa Suko Binangun, tahun 2010................................................... 46
6. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko Binangun, tahun 2010.................................................................................. 47
7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Suko Binangun, tahun 2010......................................................................... 48
8. Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa Suko Binangun, tahun 2010......................................................................... 49
9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun 2010............................................... 49
10. Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa Suko Binangun............................................................................................. 56
11. Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu berdasarkan kategori...........................................................................
62
12. Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat penerapan teknologi produksi...........................................................
62
13. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori..........................................
64
14. Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil produksi ubi kayu.........................................................................................
65
15. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pembibitan berdasarkan kategori..................................................
66
16. Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi kupas)...........................................................................................................
67
17. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penanaman berdasarkan kategori.................................................
68
18. Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu.................................... 69
19. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pemeliharaan berdasarkan kategori..............................................
71
20. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator panen berdasarkan kategori..........................................................
73
21. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit...............................................................................................................
76
22. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit...............................................................................................
79
23. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk............................................................................................................
82
24. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk...........................................................................................
84
25. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pengendalian hama dan penyakit................................................................
89
26. Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit.......................................................................
91
27. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen...........................................................................................................
94
28. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen.................
100
29. Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun...... 105
30. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal............ 116
31. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global.......... 119
32. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi.......................................................................
123
33. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.......
123
34. Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan rata-rata skor total penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diperoleh.......................................................................................................
124
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Komponen dasar model komunikasi konvergensi........................................ 14
2. Kerangka pemikiran....................................................................................... 30
3. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit.................................... 77
4. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk................................. 83
5. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit............ 88
6. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen................................. 93
32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner penelitian........................................................................................ 136
2. Hasil uji reliabilitas kuesioner.......................................................................... 144
3. Hasil uji korelasi Pearson hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal dan global......................................................................................
145
4. Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi................. 146
5. Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas lokal dan global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.......................................................................................................
147
6. Nama responden berdasarkan nilai sentralitas lokal dan sentralitas global............................................................................................................... 148
7. Gambar lokasi penelitian................................................................................. 150
32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan nasional. Pertanian
memberikan kontribusi besar dalam ekonomi bangsa Indonesia terutama pada saat
terjadi krisis moneter di tahun 1998. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting
dalam perekonomian Indonesia karena mempunyai peranan yang strategis dalam
pembangunan nasional. Beberapa peranan strategis tersebut adalah sebagai:
(1) pemasok bahan makanan pokok penduduk, (2) pemasok bahan baku industri,
(3) penyedia lapangan kerja terbesar penduduk, (4) pencipta nilai tambah atau produk
domestik buto (PDB) dan (5) penghasil atau sumber devisa. Sektor pertanian juga
berperan dalam mengentaskan kemiskinan karena penduduk miskin dominan ada di
pedesaan (Kusnandi dkk, 2009).
Berbagai kebijakan di bidang pertanian terus diciptakan guna meningkatkan
kesejahteraan hidup petani. Sejak masa reformasi hingga saat ini, telah sering kali
mendengar program-program pengembangan pangan untuk meningkatkan produksi
pangan. Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan,
desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan
pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian nama tanaman
pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di
kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot
utilisima).
Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional sekitar 19,5 juta ton ubi segar. Di
sisi lain, komoditas pangan alternatif seperti ubi kayu dalam berbagai program pangan
yang di inisiasi oleh pemerintah menyebabkan permintaan yang tinggi akan produksi
tanaman pangan ubi kayu. Terlebih lagi, sejak tahun 2006 komoditas ubi kayu
dinobatkan menjadi salah satu bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol merupakan
salah satu produk keluaran dari program bahan bakar nabati yang digalakkan oleh
pemerintah Indonesia sebagai program nasional. Melihat kondisi di atas, tidak
mengherankan terjadi lonjakan yang besar akan kebutuhan ubi kayu untuk memenuhi
kebutuhan di berbagai sekor seperti pertanian, industri, dan energi. Menurut BPS
(2005) untuk keperluan pangan, pakan, industri non-bioetanol, dan industri bioetanol
dibutuhkan pasokan ubi kayu masing-masing 12,5 juta ton, 0,34 juta ton, 2,01 juta ton,
dan 8,93 juta ton ubi kayu segar dengan demikian, total kebutuhan ubi kayu sekitar
2
23,78 juta ton. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka terjadi defisit suplai ubi kayu
sekitar 4,28 juta ton.
Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para
petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan
kebutuhan semua sektor tersebut. Permasalahan utama dalam pengembangan ubi
kayu di Indonesia adalah rendahnya produktivitas, meskipun dari tahun ke tahun
terdapat tendensi peningkatan. Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional pada
sebesar 19,5 juta ton. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan penelitian berbagai
lembaga penelitian yang menyatakan bahwa produktivitas ubi kayu dapat mencapai 30
sampai 40 ton per ha. Meskipun di lahan kering produktivitas ubi kayu tahun 2011 di
tingkat petani 15 sampai 19 ton per ha, penanaman ubi kayu dilaporkan memiliki
keunggulan komparatif dibandingkan dengan padi gogo dan palawija lain. Menurut
Wargiono (2006) dalam Prihandana dkk (2008) menyatakan bahwa agar
menguntungkan, produkivitas ubi kayu sebesar 20 sampai 25 ton per ha, dengan B/C
rasio lebih dari 1,0 dengan harga ubi di tingkat petani Rp.250 sampai Rp.300 per kg.
Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (24
persen), diikuti Jawa Timur (20 persen), Jawa Tengah (19 persen), Jawa Barat (11
persen), Nusa Tenggara Timur (4,5 persen), dan DI Yogyakarta (4,2 persen)
(Prihandana, dkk, 2008). Sejak tahun 2003, produksi ubi kayu di Provinsi Lampung
meningkat dari sekitar 4.984.616 ton pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga
pada tahun 2010 produksinya mencapai 7. 927.764 (BPS, 2010). Salah satu pemasok
produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah.
Petani di Kabupaten Lampung Tengah, khususnya Desa Suko Binangun, merupakan
petani-petani transmigran yang menggeluti usaha ini belasan bahkan puluhan tahun
yang lalu. Kondisi lahan yang luas dan subur mengakibatkan wilayah ini cocok untuk
ditanami berbagai komoditas pertanian dan perkebunan seperti padi, ubi kayu, tebu
hingga karet. Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten
Lampung Tengah terjadi sejak masuknya pabrik-pabrik tebu, tapioka, nanas dan
bioetanol ke wilayah mereka. Selain sebagai petani ubi kayu mereka juga bekerja
sebagai buruh pada sejumlah pabrik-pabrik di atas. Pekerjaan mereka sebagai buruh
pabrik ternyata bersifat musiman. Salah satu alasan mereka bekerja sebagai buruh
pabrik dikarenakan tidak memiliki atau kurang memiliki lahan yang cukup untuk dapat
mengusahakan ubi kayu.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu penghasil ubi kayu tertinggi
di Provinsi Lampung. Menurut statistik daerah Kabupaten Lampung Tengah (2010)
3
menyatakan bahwa produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2009
adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan produksi 2.594.100 ton per tahun,
kabupaten Lampung Tengah dengan produksi 2.493.900 ton per tahun dan kabupaten
lampug utara dengan produksi 2.421.800 ton per tahun. Selanjutnya, data produksi ubi
kayu di Provinsi Lampung dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, 2005-2009 Kabupaten/Kota 2005
(Ton) 2006 (Ton)
2007 (Ton)
2008 (Ton)
2009 (Ton)
Lampung Barat 1.751.200 1.791.300 1.845.700 1.873.100 1.920.400 Tanggamus 1.825.500 1.848.600 1.931.900 1.891.900 1.971.600 Lampung Selatan 1.843.200 1.888.700 1.958.200 1.983.300 2.014.200 Lampung Timur 1.878.000 1.935.500 2.011.800 2.379.100 2.421.100 Lampung Tengah 1.905.400 1.940.500 2.003.900 2.446.400 2.493.900 Lampung Utara 1.902.700 1.947.200 2.032.100 2.398.800 2.421.800 Way Kanan 1.880.200 1.931.200 2.000.900 2.233.000 2.216.400 Tulang Bawang 1.918.600 1.947.900 2.024.400 2.547.400 2.594.100 Pesawaran - - - 1.972.400 1.999.100 Bandar Lampung 1.843.400 1.893.900 1.989.800 1.973.300 2.030.100 Metro 1.725.200 1.784.900 1.867.300 1.916.800 1.956.100
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010
Meski Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten pemasok
ubi kayu terbesar di Indonesia, pada praktiknya kondisi ini sangat bertolak belakang
dengan kesejahteraan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan
Wayseputih, Kabupaten Lampung Tengah. Petani ubi kayu di daerah tersebut hanya
dapat memproduksi ubi kayu sekitar 16 sampai 20 ton per ha, selain itu mereka
mengeluhkan kurangnya informasi yang memadai terkait dengan teknologi budidaya
yang berguna untuk meningkatkan produksi usahatani mereka. Di samping itu, mereka
juga mengeluhkan akses pasar secara langsung dan harga jual yang tidak stabil
sehingga pendapatan petani relatif sedikit.
Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasi-
informasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya. Merujuk pada
Kaniki (1992) yang dikutip oleh Ihsaniyati (2010) informasi dirumuskan sebagai ide,
fakta, karya imajinatif pikiran, data yang berpotensi untuk pengambilan keputusan,
pemecahan masalah serta jawaban atas pertanyaan yang dapat mengurangi
ketidakpastian. Peningkatan produksi tanaman pangan ubi kayu memerlukan informasi
yang mengurangi ketidakpastian dan membangun struktur komunikasi di antara petani-
petani ubi kayu tersebut. Informasi diperlukan untuk menghindari entropi.
Menggunakan pendekatan sistem umum dan teori informasi, semakin besar
ketidakpastian, semakin banyak informasi yang diperlukan (Littlejohn, 1992). Informasi
akan memberikan pilihan atau alternatif untuk komponen-komponen dari sistem.
4
Komponen sistem akan mencari informasi untuk mengatasi kesulitan mereka atau
memecahkan masalah mereka. Dengan kata lain, mereka memerlukan informasi
sebagai negentropi untuk mengatasi situasi entropi mereka (Flor dan Matulac, 1994
yang dikutip oleh Lubis, 2000).
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengeluhkan minimnya informasi
mengenai bibit unggul, penanganan hama dan penyakit serta dosis pupuk yang tepat.
Di samping itu, mereka juga mengeluhkan harga ubi kayu yang tidak stabil di pasar
yang selama ini mereka akses. Kondisi ini merupakan salah satu kendala bagi petani
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ubi kayu di Desa Suko Binangun.
Permintaan akan pasokan ubi kayu segar terus meningkat guna memenuhi kebutuhan
berbagai sektor pembangunan. Kondisi di atas mendesak petani untuk bertindak kreatif
untuk memenuhi kebutuhan informasi sehingga, dapat meningkatkan produksi
usahatani ubi kayu mereka. Dalam rangka mencapai produktivitas yang tinggi
diperlukan suplai informasi yang memadai dan terpercaya. Hal ini, memotivasi peneliti
untuk menelaah bagaimana upaya mereka dalam memperoleh informasi yang petani
ubi kayu butuhkan didekati dengan pendekatan jaringan komunikasi. Hal ini bertujuan
untuk melihat bagaimana upaya petani dalam mencari, mendapatkan dan membagi
informasi yang berkaitan dengan aspek produksi usahatani ubi kayu. Menelaah arus
informasi dengan menggunakan jaringan komunikasi bertujuan untuk mengetahui
gambaran struktur komunikasi yang di bangun oleh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun.
Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi
ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis,
2000). Berdasarkan teori jaringan komunikasi, dalam pencarian informasi petani harus
membangun strukur jaringan dengan tetangga dan sumber informasi lainnya
(Littlejohn,1992). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah
suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang
dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Struktur komunikasi dapat dipelajari
melalui analisis jaringan komunikasi. Analisis jaringan komunikasi merupakan metode
penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data
hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe
hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Lebih lanjut, salah satu tujuan penelitian
komunikasi dengan menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk
memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Struktur
5
komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur komunikasi yang berbeda yang dapat
dikenali melalui pola arus komuniksi dalam suatu sistem (Rogers and Kincaid, 1981).
Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah
hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan
manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang
memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga
terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan
komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin
penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat
perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang
berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan
yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003).
Beberapa pondasi kuat yang menyokong kemajuan peningkatan produksi hasil
pertanian diantaranya adalah ketersediaan teknologi dan pemasaran yang memadai.
Hal ini merujuk pada apa yang dikatakan Mosher (1970) mengenai syarat utama dan
syarat pelancar yang diperlukan jika menginginkan pembangunan pertanian yang terus
berjalan. Dengan demikian ketersediaan teknologi yang memadai dapat meningkatkan
produksi dan juga meningkatkan pendapatan petani ubi kayu. Konteks meningkatkan
produksi terkait dengan ketersediaan informasi teknologi produksi dan juga terkait
dengan penerapan teknologi produksi. Informasi yang tersedia dengan baik akan
memudahkan petani ubi kayu untuk menerapkan teknologi produksi dengan baik dan
optimal. Sehingga, ketersediaan informasi yang baik mengenai teknologi produksi akan
berhubungan dengan penerapan yang dilakukan oleh para petani terhadap teknologi
produksi. Pada konteks lain, petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengakses
informasi teknologi produksi dengan membentuk jaringan komunikasi. jaringan
komunikasi yang terbentuk diasumsikan sebagai sumber informasi yang dimanfaatkan
oleh petani ubi kayu tersebut. Melihat keterhubungan antara ketersediaan informasi
dalam mengakses jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu
sehingga dalam penelitian ini juga perlu untuk melihat keterhubungan antara jaringan
komunikasi dengan tingakat penerapan teknologi produksi ubi kayu.
6
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah jaringan komunikasi petani ubi kayu yang terbentuk di Desa
Suko Binangun?.
2. Bagaimanakah hubungan karakterisrik personal petani ubi kayu dengan
jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun?.
3. Bagaimanakah hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu
dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun?.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk di antara petani ubi
kayu di Desa Suko Binangun
2. Mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan
jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun.
3. Mengetahui hubungan jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan
penerapan teknologi produksi ubi kayu Desa Suko Binangun.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
2. Diharapkan dapat dipakai sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi
pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan jaringan
komunikasi secara umum dan jaringan komunikasi pada penerapan
teknologi budidaya ubi kayu secara khusus.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu perumus kebijakan dan
pelaksana program pembangunan pertanian dengan memberikan informasi
tentang pola atau struktur jaringan komunikasi yang dapat digunakan dalam
diseminasi informasi di kalangan petani ubi kayu.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan
Komunikasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) adalah suatu proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku. Menurut William I. Gorden, Judy C.Pearson dan Pail E.
Nelson yang dikutip oleh Tubbs dan Moss (2009) menyatakan bahwa komunikasi
sebagai kegiatan yang selalu ditandai dengan tindakan, pertukaran, perubahan dan
perpindahan terhadap pemaknaan isi pesan dengan implikasi terbangunnya
hubungan-hubungan. Menurut Tubbs dan Moss (2009) sendiri menganggap
komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.
Menurut Mulyana (2000) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi,
yakni komunikasi sebagai tindakan, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi
sebagai transaksi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dimaknai
sebagai sebuah proses, peristiwa dan tindakan mempengaruhi melalui pesan atau
makna secara sengaja. Pengertian komunikasi yang sederhana ialah suatu proses
untuk mengurangi ketidakpastian dengan jalan berbagi tanda-tanda informasi
(Shannon dan Weaver, 1949; Schramm, 1973 dalam Jahi, 1988).
Pembangunan menurut Inayatullah (1976) yang dikutip oleh Dilla (2007)
merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang lebih baik dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih
besar terhadap lingkungan dan tujuan politiknya, juga memungkinkan warganya
memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Menurut Rogers dan
Shoemaker (1971) pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial, di mana ide-
ide baru diperkenalkan pada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan per
kapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih
modern dan organisasi sosial yang lebih baik. Artinya, pembangunan adalah
modernisasi pada tingkat sistem sosial. Selanjutnya, Dissaynake (1984) yang dikutip
oleh Dilla (2007) mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa
merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada dan berusaha
melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan
mereka penentu dari tujuan mereka sendiri. Pembangunan dalam arti yang sangat
sederhana diungkapkan oleh Haryadi (2001) yang dikutip oleh Dilla (2007) sebagai
perubahan yang terencana dari kondisi tidak baik menuju kondisi baik.
8
Komunikasi pembangunan dalam arti sempit adalah segala upaya, cara dan
teknik penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak
yang memprakarsai pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar
dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Komunikasi
pembangunan dalam arti luas yakni meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai
suatu akivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dan
pemerintah, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan
(Dilla, 2007).
Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi,
penerangan, pendidikan, keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku.
Sebagai proses perubahan perilaku, komunikasi pembangunan dipandang sebagai
proses psikologis, proses sebagai tindakan komunikasi yang berkesinambungan,
terarah dan bertujuan. Proses ini berhubungan dengan aspek pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental dalam melakukan perubahan. Kredibilitas sumber, isi
pesan, dan saluran komunikasi sangat berpengaruh dan menentukan perubahan
perilaku. Selain itu, manfaat dari ide, gagasan atau inovasi pun ikut mempengaruhi
perubahan perilaku (Dilla, 2007).
Pada tataran konseptual komunikasi pembangunan bersumber dari teori
komunikasi dan teori pembangunan yang saling menopang. Teori komunikasi
digunakan untuk menjembatani arus informasi (ide dan gagasan) baru dari pemerintah
kepada masyarakat atau sebaliknya. Artinya, melalui proses komunikasi pesan-pesan
pembangunan dapat diteruskan dan diterima khalayak untuk tujuan perubahan.
Sementara teori pembangunan digunakan sebagai karakteristik bentuk perubahan
yang diinginkan secara terarah, dan progresif, dari satu kondisi ke kondisi yang lain,
atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik.
Komunikasi dan pembangunan memang dua konsep yang berbeda namun
penggabungan keduanya menjadikan mereka sebagai pendekatan yang sangat
penting dalam proses perubahan sosial. Pembangunan didefinisikan sebagai
perubahan yang terencana dan komunikasi merupakan media yang digunakan untuk
merubah sikap, keterampilan, dan perilaku baik individu, kelompok maupun massa.
Menurut Jahi (1988) dalam praktek komunikasi pembangunan dimana aliran informasi
di setiap negeri yang sering dipersoalkan orang, sesungguhnya diatur oleh ideologi
pembangunan negeri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa cara berkomunikasi yang
digunakan dalam suatu sistem sosial ialah fungsi struktur sosial dan kepercayaan yang
ada dalam sistem tersebut.
9
Teori modernisasi yang merupakan ideologi pembangunan yang dominan,
kemudian dijabarkan dengan lebih jelas dalam model “tetesan-ke bawah”. Menurut
pandangan ini, manfaat program-program intervensi di negara-negara Dunia Ketiga
akan menetes ke bawah kepada setiap orang. Mulai dari mereka yang berada dalam
kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan selanjutnya diteruskan
kepada mereka yang berada dalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah. Komunikasi pembangunan juga menggunakan pendekatan “tetesan ke bawah”
ini (cf. Lerner, 1958; Pye, 1963; Schramm,1964 dalam Jahi, 1988). Menurut model ini,
informasi dan pengaruh mengalir dalam satu arah, dari pengirim ke penerima. Sifat ini
menyebabkan pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan dari “atas ke bawah”,
“pipa”, atau “pusat dan daerah” (Fett dan Schneider, 1973; Galtung, 1971;
Thiesenhusen, 1978 dalam Jahi, 1988).
Pada era orde baru, pemerintahan Indonesia menerapkan kebijakan
pembangunan yang berdasarkan teori modernisasi. Penerapan kebijakan ini
dipengaruhi oleh aliran pemikiran ekonom klasik dan neoklasik. Menurut teori
modernisasi pemupukan modal dan sistem kapitalis begitu kental terasa sebagai motor
penggerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia melalui
pembangunan. Dalam konteks ini komunikasi dalam pembangunan dianggap sebagai
suatu prasarana (infrastructure) dalam proses pembangunan. Artinya, komunikasi
dipandang sebagai suatu prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi. Model pemikiran ini
menganggap arus informasi yang bebas dan komunikasi diantara penjual dan pembeli
sebagai suatu syarat mutlak bagi persaingan yang sempurna. Penggunaan media
secara besar-besar dianggap mampu untuk mentransfer informasi satu arah dari
pemerintah ke masyarakat. Dalam konteks seperti ini komunikasi dianggap sebagai
proses pertukaran satu arah yang semata-mata hanya berjalan dari sumber “source”
(pemerintah) ke penerima “receiver” (masyarakat) tanpa adanya proses umpan balik
sehingga bentuk komunikasi menjadi monolog.
Seiring dengan berjalannya waktu penerapan teori modernisasi banyak menuai
kritik dan sebagai gantinya, banyak ahli mengusulkan pendekatan pembangunan yang
berpusat pada rakyat “people centered development” yang menekankan pendekatan
partisipatif. Artinya, proses pembangunan tidak saja menumbuhkan dan
mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial secara adil
(equity), setara (equality) dan partisipatif sebagai upaya pengembangan kapasitas
manusia baik individu dan kelompok sebagai kekuatan civil society. Dalam hal
komunikasi, kegagalan banyak proyek pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga
10
yang menggunakan model satu arah, dalam batas tertentu, memberikan kontribusi
pada evolusi tumbuhnya suatu model komunikasi interaktif dua arah (cf. McAnany,
1980, 1981; Schramm dan Lerner, 1976 dalam Jahi 1988). Dalam perspektif ini,
komunikasi dianggap sebagai suatu proses, yang partisipan-partisipannya bertukar
tanda-tanda informasi untuk mengurangi ketidakpastian (Schramm, 1971; Rogers and
Kincaid, 1981). Pendekatan ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi terdapat
transaksi atau saling tukar informasi di antara para partisipan, yang dengan caranya
sendiri telah memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya pengertian yang dapat
disebut sebagai komunikasi model konvergen (Rogers and Kincaid, 1981).
Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan
Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk
mengembangkan kapasitas masyarakat pertanian, khususnya memberdayakan petani,
peternak dan nelayan, agar mampu melaksanakan kegiatan ekonomi produktif secara
mandiri dan selanjutnya mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Pelaku utama
pembangunan adalah petani, peternak dan nelayan yang jumlahnya berjuta-juta
dengan penguasaan sumberdaya yang relatif terbatas. Peran mereka dalam
pencapaian tujuan pembangunan nasional sangat vital, terutama dalam pencapaian
ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, kebijakan, strategi, dan program
pembangunan dirancang dengan pendekatan pemberdayaan mereka agar mampu
mandiri dalam melaksanakan usaha pertaniannya serta dijiwai oleh keberpihakan pada
kepentingan petani. Dengan demikian, tujuan akhir dari pembangunan pertanian
adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani, peternak dan
nelayan. Pencapaian akhir tujuan tersebut, yaitu meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani, dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan produksi dan
produktivitas dan (b) mengkondisikan pasar agar dapat menentukan harga yang wajar
bagi produk-produk pertanian. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas
dilaksanakan dengan meningkatkan efisiensi usaha melalui penerapan teknologi petani
tepat guna dan spesifik lokasi (Solahuddin, 2009).
Komunikasi pembangunan dalam konteks pembangunan pertanian dapat
berperan sebagai katalisator perubahan sosial bagi masyarakat luas yang meliputi
perubahan pada tahap pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dari yang kurang
baik menjadi lebih baik. Jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan pertanian,
sehingga konteks perubahan yang dapat dilakukan melalui komunikasi dapat
mengarah pada perubahan budidaya produksi usaha pertanian. Perubahan budidaya
11
merupakan perubahan perilaku pada pelaku pembangunan (baca : petani) dalam
menggunakan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi. Berbagai peran komunikasi
pembangunan yang dikemukakan oleh Hedebro (1979) dalam Nasution (2007) yakni :
1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan
nilai-nilai, sikap mental dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari
baca tulis ke pertanian, keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya
pengetahuan.
4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah
dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk
menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang guna
bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan
keharmonisan dari masa transisi.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di tengah kehidupan masyarakat.
8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang
bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa.
Mereka memperoleh informasi akan menjadi orang yang berarti, dan para
pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang
lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki informasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang
mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadaari pentingnya arti
mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan
aktivitas politik.
11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program
pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12. Komunikasi dapat membantu pembangunan ekonomi, sosial dan politik menjadi
suatu proses yang berlangsung sendiri (self-pertuating).
Penerapan komunikasi pembangunan sudah sejak lama dilaksanakan pada
sektor pertanian. Bahkan dapat dikatakan bahwa penerapan yang pertama kali sekali
12
justru pada sektor ini, meskipun pada masa itu belum dikenal istilah “komunikasi
pembangunan”. Proyek Masagana 99 merupakan salah satu contoh penerapan
komunikasi pembangunan untuk sektor pertanian, dimana tujuan proyek ini untuk
meningkatkan produksi beras dengan memberikan kredit, pinjaman, sarana pertanian
dan informasi mutakhir mengenai konsep dan praktek pertanian di Filipina pada tahun
1973. Media yang digunakan dalam proyek ini adalah televisi, radio, komik, brosur,
selebaran, bulletin, majalah berbahasa lokal, surat kabar dan komunikasi antar pribadi
(Nasution, 2007)
Menurut Dilla (2007) di Indonesia komunikasi pembangunan diterapkan pada
program swasembada pangan melalui proyek BIMAS, INMAS, dll di tahun sekitar
1980-an. Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan produksi beras setinggi-
tingginya sehingga mampu menyediakan cadangan makanan yang cukup bagi seluruh
penduduk Indonesia. Dalam hal ini, infrastruktur komunikasi dibangun sebaik mungkin
yakni dengan dibuatnya Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia
yang memuat acara mengenai program ini. Mengikuti konsep ini, maka lahirlah
program atau siaran seperti koran masuk desa, siaran pedesaan (RRI), dari desa ke
desa (TVRI) yang bertujuan untuk mempromosikan, menyebarkan, membujuk,
mendukung dan meyakinkan masyarakat terhadap rencana program pembangunan.
Selain itu, penyuluhan pertanian sebagai saluran komunikasi personal juga diperkuat
dengan meningkatkan intensitas penyuluhan secara terarah dan sistematis.
Menurut Soekartawi (2005) komunikasi di bidang pertanian haruslah memuat
pesan mengenai: (a) bagaimana menigkatkan produksi pertanian, (b) bagaimana
memelihara lahan agar kondisi lahan tetap subur dan terhindar dari bahaya erosi,
(c) bagaimana perlakuan pascapanen yang baik, (d) bagaimana adopsi teknologi baru
harus di lakukan, (e) bagaimana melaksanakan kerjasama kelompok, (f) bagaimana
meningkatkan pendapatan rumahtangga tani, (g) bagaimana berpartisipasi dalam
kegiatan pedesaan, dan sebagainya.
Berbicara mengenai komunikasi dengan pembangunan sudah pasti kajiannya
tidak lepas dari usaha penyebaran pesan-pesan (ide, gagasan dan inovasi) kepada
sejumlah besar orang. Bagaimana suatu ide, gagasan atau inovasi pembangunan
diperkenalkan, dijelaskan hingga menimbulkan efek tertentu sebagai sesuatu yang
bermanfaat. Secara sederhana, penyebaran pesan-pesan (ide, gagasan dan inovasi)
dapat diartikan sebagai difusi inovasi. Difusi merupakan suatu bentuk khusus
komunikasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) seperti dikutip Nasution (2007),
studi difusi mengkaji pesan-pesan yang berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan
13
baru. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya
terdapat kaitan yang erat antara komunikasi pembangunan dengan difusi inovasi yang
pada umumnya dipraktekan di bidang pertanian dan hal ini merupakan salah satu dari
strategi pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan
pelaku pembangunan (petani, peternak dan nelayan).
Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi
Jahi (1988) menyatakan bahwa perubahan sosial atau pembangunan sedikit
banyak bergantung pada keefektifan komunikasi dalam jaringan-jaringan sosial. Untuk
mendeteksi keberadaan suatu jaringan komunikasi dalam masyarakat digunakan
metode penelitian dengan model konvergen yang menjadikan hubungan interpersonal
sebagai unit analisis. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif
hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karena itu
hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang
interaktif. Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses
dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu
sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers
and Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian,
konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan
keterhubungan jaringan. Untuk lebih jelas, komponen dasar komunikasi konvergen
dapat diilustrasikan pada Gambar 1.
Rogers and Kincaid (1981) membedakan struktur jaringan komunikasi ke dalam
jaringan personal jari-jari (Radial Person Network) dan jaringan personal saling
mengunci (Interlocking Personal Network). Jaringan personal yang memusat
(interlocking) mempunya derajat integrasi yang tinggi. Jaringan personal yang
menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat
keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang
terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang
homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya.
Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka
terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal
untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan
orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh (ikatan lemah) yang berguna sebagai
saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yang
menghubungkan dua atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangat
14
penting karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial
sangat penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem,
sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara
alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin
untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003).
Gambar 1. Komponen dasar model komunikasi konvergen (sumber : Kincaid, 1979 dalam Rogers dan Kincaid 1981).
Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang
menggunakan model komunikasi konvergen. Karena, dalam penelitian jaringan
komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni
(1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran
konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan
komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia
di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di
dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981).
Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah
hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan
manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang
memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga
PSYCHOLOGICAL REALITY
A
PHYSICALREALITY
information
Collective Action
Mutual Agreement
MUTUALUNDERSTANDING
SOCIAL REALITY
A & B
PSYCHOLOGICAL REALITY
B
Action
perceiving interpreting
understanding believing
perceiving interpreting
believing
Action
understanding
15
terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan
komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin
penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat
perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang
berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan
yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003).
Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan oleh komunikasi antara individu
dan kelompok (Littlejohn, 1992). Rogers and Kincaid (1981) menambahkan bahwa
analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi
struktur komunikasi, Di mana data relasional mengenai arus komunikasi dianalisis
dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis.
Baginya, sistem sosial adalah satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam
pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukkan
jaringan komunikasi hanyalah alat, bukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu
penelitian jaringan. Hasil yang diperoleh dalam analisis jaringan komunikasi berupa
struktur dan pola komunikasi dalam suatu sistem.
Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi
ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis,
2000). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan
yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh
arus komunikasi yang terpola. Begitu pula Hanneman and McEver yang dikutip oleh
Djamali (1999) menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi
yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih. Knoke dan Kuklinski (1982)
yang dikutip oleh Setyanto (1993) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis
hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan
peristiwa-peristiwa. Jaringan komunikasi adalah aspek struktural dari sebuah
kelompok, jaringan tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana kelompok tetap
bersatu atau terikat satu sama lain (Leavitt, 1992).
Cara pengumpulan data dalam jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan
pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi
tertentu. Berdasarkan pengalaman agar jaringan dapat dibuat sosiogramnya sebaiknya
orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasinya.
Hasil yang diperoleh berupa sosiogram yang merupakan ilustrasi hubungan “siapa
berinteraksi dengan siapa” atau menggambarkan interaksi dalam suatu jaringan sosial,
sangat berguna untuk menelusuri aliran informasi ataupun difusi suatu inovasi. Rogers
16
and Kincaid (1981) pun menyatakan bahwa sosiogram merupakan hasil dari analisis
data kuantitatif tentang pola komunikasi di antara orang-orang dalam sebuah sistem.
Analisis jaringan komunikasi dengan menggunakan sosiogram juga dapat
memperihatkan peran-peran individu dalam berinteraksi dengan sesamanya melalui
jaringan komunikasi. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam
menggambarkan peran-peran individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi yaitu:
1. Opinion leader adalah pimpinan informal dalam organisasi. Mereka ini tidaklah
selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi
membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan
mereka.
2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi diantara anggota
organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan pesan dari
satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat
menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan untuk menghindarkan
informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang
penting-penting saja terhadap mereka. Dalam hal ini gate keepers mempunyai
kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak.
3. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan
lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada
dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orang-
orang tertentu dalam lingkungannya.
4. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang
menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. Individu ini
membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan
mengkoordinasi kelompok.
5. Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah
anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi
informasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi.
6. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang
lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam organisasi atau
diasingkan oleh teman-temannya.
17
Analisis Jaringan Komunikasi
Analisis jaringan komunikasi dalam organisasi terdapat prosedur-prosedur yang
harus dijalankan, yaitu : (a) mengidentifikasi klik-klik yang ada dalam suatu sistem
secara keseluruhan dan menentukan bagaimana sub-sub struktural ini mempengaruhi
komunikasi individu di dalam organisasi, (b) mengidentifikasi peranan-peranan
komunikasi khusus yang dimainkan oleh opinion leader, cosmopolite, gate keepers,
liaisons, bridges, dan isolates, (c) mengukur berbagai indeks struktural (seperti
keterpaduan dan keterhubungan komunikasi dengan keterbukaan sistem) bagi individu
hingga sistem secara keseluruhan (Rogers and Kinkaid, 1981).
Sementara itu yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem (sub sistem)
dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain
dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi. Sebagai
dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukkan ke dalam suatu
klik, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu :
(1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota, (2) setiap klik minimal harus
mempunyai derajat keterhubungan 50 persen dari hubungan-hubungan di dalam klik,
dan (3) seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling
berhubungan melalui satu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu
dan menyeluruh di dalam klik (Rogers and Kincaid, 1981).
Scott (2000) menyatakan indikator terhadap jaringan dapat dilihat dari beberapa
derajat pengukuran yakni :
1. Koneksi (connectedness)
Connectedness adalah derajat di mana anggota-anggota sistem berhubungan
dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai connectedness diukur dengan
membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan
yang mungkin terjadi. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa
konektivitas menghitung banyaknya node yang harus dihilangkan agar satu individu
dapat mencapai individu lainnya. Jika ada berbagai jalur yang berbeda yang
menghubungkan dua individu maka, mereka memiliki “konektivitas” yang tinggi dalam
arti bahwa ada beberapa cara untuk mencapai dari satu individu ke individu yang lain.
Konektivitas dapat menjadi ukuran yang berguna untuk mendapatkan pengertian
tentang ketergantungan dan kerentanan individu.
18
2. Keterjangkauan (reachability)
Reachability adalah jumlah hubungan yang menghubungkan seorang individu
dengan individu lain dalam jaringan. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005)
menyatakan bahwa seorang individu dapat dikatakan “tejangkau” jika terdapat
seperangkat hubungan untuknya yang dapat dilacak dari sumber ke individu yang
menjadi target. Reachability memberitahu kita apakah dua individu dihubungkan atau
tidak dengan cara baik langsung atau tidak langsung melalui jalur dari setiap length.
3. Resiprositas (reciprocity)
Reciprocity adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka.
Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) melihat hal penting dalam sebuah
hubungan dyad yang langsung adalah melihat sejauhmana sebuah hubungan saling
berbalasan. Pengukuran resiprositas pada jaringan biasanya merupakan pendekatan
yang difokuskan pada analisis dyad dengan mempertanyakan proporsi pasangan yang
memiliki ikatan yang timbal-balik diantara mereka. Tetapi dalam struktur jaringan yang
besar dengan populasi yang banyak biasanya kebanyakan individu tidak memiliki
ikatan yang langsung pada sebagian besar individu lainnya, sehingga lebih bijak jika
pengukuran difokuskan pada derajat resiprositas diantara pasangan yang memiliki
ikatan. Selain menganalisis ikatan yang berumpan balik di level individu, juga dapat
melihat seberapa banyak ikatan yang terlibat dalam struktur yang memiliki umpan-balik
(ber-resiprositas) dan ini disebut dengan dyad method.
4. Kepadatan (density)
Konsep kepadatan atau konsep density menggambarkan level umum
keterhubungan individu dalam sebuah sosiogram. Analisis kepadatan dapat dianggap
sama dengan hubungan di sekitar individu tertentu. Density adalah keseluruhan
jaringan tetapi bukan sesederhana “personal network” dari node agen. Untuk
mengukur kepadatan dapat digunakan dua rumus yakni untuk kepadatan yang
memuat hubungan tidak langsung dan kepadatan yang memuat hubungan langsung.
Kepadatan juga dapat diukur pada jenis data biner dan data yang bernilai atau multiply.
Kepadatan pada jaringan yang biner adalah proporsi sederhana dari kemungkinan
semua ikatan yang benar-benar hadir. Untuk jaringan bernilai kepadatan didefinisikan
sebagai jumlah dari ikatan yang ada dibagi dengan banyaknya ikatan yang mungkin
terjadi. Kepadatan jaringan dapat memberi kita wawasan dalam fenomena seperti
kecepatan dimana informasi berdifusi antara individu, dan sejauhmana pelaku memiliki
tingkat modal sosial atau kendala sosial (Hanneman and Riddle, 2005).
19
5. Sentralitas (centrality)
Sentralitas merupakan pengukuran terhadap jaringan komunikasi yang
ditemukan dalam konsep sosiometric sebagai “star” yakni orang yang “populer” dalam
kelompoknya atau yang berdiri di pusat perhatian. Individu yang menjadi “star”
berlokasi pada pusat jika memiliki sejumlah hubungan yang besar dengan individu
lainnya dalam lingkungan yang dekat. Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari
derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik
terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan lokal mereka, sehingga sentralitas
juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem.
Sentralitas dibagi menjadi dua, sentralitas lokal (local centrality) dan sentralitas
global (global centrality). Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu
berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah
hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut
Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif.
Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality
atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif dari individu fokus dalam
hubungan pertetanggaan.
Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) telah mengusulkan pengukuran
sentralitas global berdasarkan pada istilah seputar “closeness” atau kedekatan dari
individu. Pengukuran sentralitas global Freeman diekspresikan dalam istilah “distance”
diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan
keunggulan individu dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan
jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam
jaringan. Semakin kecil nilai sentralitas global menujukkan semakin mudah bagi
seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan.
6. Kebersamaan (betweeness)
Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) mengusulkan konsep
betweenness. Konsep ini mengukur sejauh mana individu tertentu terletak diantara
individu-individu lain pada sosiogram. Betweenness dari individu mengukur
keberadaan agen yang dapat memainkan bagian potensial sebagai ‘broker’ atau
‘gatekeeper’ untuk mengukur semua titik lainnya. Pendekatan Freeman mengenai
betweenness dibangun sekitar konsep “local depedency” atau konsep “ketergantungan
lokal”. Seorang individu akan tergantung dengan lainnya jika path yang
menghubunginya pada individu lain melewati individu tersebut. Keseluruhan
“betweenness” dihitung sebagai sebagian jumlah dari nilai dalam kolom matrik.
20
Penggunaan beberapa pengukuran jaringan di atas telah dilakukan oleh
beberapa peneliti jaringan seperti Levine and Kuraban (2006) yang dikutip oleh
Danowski et al., (2008) yang menteorikan bahwa kepadatan menderaskan
keuntungan-keuntungan moral termasuk memperbesar kepercayaan, mengurangi
kecurangan, dan pengawasan yang lebih efektif. Kepadatan jaringan dapat merespon
cepat untuk perubahan dalam produtivitas atau gaya kerja. Selanjutnya, Danowski et al
., (2008) juga mengatakan bahwa kepadatan sangat penting untuk produktivitas
organisasi. Selanjutnya Hiltz (1982) yang dikutip oleh Danowski et al ., (2008)
melaporkan bahwa ukuran jaringan dan kepadatan berhubungan dengan
meningkatnya peneliti yang melaporkan produktivitas yang ditandakan dengan
meningkatnya variabel “ketersediaan ide”, ketersediaan acuan dan informasi lain yang
digunakan dalam organisasi mereka.
Penelitian Lubis (2000) mengenai kemampuan adaptasi secara fisik dan sosial
dari para transmigran di Indonesia didekati dengan analisis faktor komunikasi dan
sosial-budaya. Faktor komunikasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
sentralitas lokal, sentralitas global, betweenness, kepemilikan media. Perubahan
kondisi ekonomi para transmigran lima tahun kedepan ditentukan oleh sentralitas lokal
dan kondisi sosial saat ini serta lima tahun mendatang juga ditentukan oleh sentralitas
lokal dan sentralitas global.
Penelitian Wunawarsih (2005) mengenai faktor komunikasi dan sosial ekonomi
yang berhubungan dengan adaptasi nelayan menggunakan indikator jaringan
komunikasi sentralitas lokal, sentrlitas global dan kebersamaan, dari penelitiannya,
membuktikan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi
lebih mudah untuk beradaptasi. Demikian pula halnya dengan nelayan yang memiliki
sentralitas global rendah relatif lebih mudah untuk melakukan adaptasi, dengan asumsi
bahwa semakin rendah nilai sentralitas global yang dimiliki nelayan maka semakin
besar kemampuan nelayan tersebut untuk menghubungi semua individu dalam sistem.
Hasil penelitian Mislini (2006) mengenai jaringan komunikasi dalam dinamika
kelompok Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) menyatakan bahwa terdapat
hubungan nyata positif antara jaringan komunikasi dengan dinamika kelompok.
Anggota KSM yang memiliki sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih aktif
melakukan interaksi dengan anggota KSM dan warga masyarakat lainnya sehingga
dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan kegiatan KSM.
21
Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi
Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan suatu
komunikasi pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial di antara
masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh interaksi antar
individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga
dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Proses adopsi inovasi
yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah kumulatif dari adopsi
individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual juga berlaku bagi
tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005).
Inovasi adalah suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia (Rogers, 2003).
Kebaruan suatu inovasi disini mempunyai pengertian yang sangat relatif. Sepanjang
suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide tersebut dianggap sebagai inovasi.
Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran
tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga
masyarakat dalam arti sikap dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan
dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian
inovasi tidak hanya terbatas benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup
ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perlakuan atau gerakan-gerakan menuju
proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.
Adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya inovasi
sebagai cara bertindak yang paling baik. Pada tahap keputusan, seseorang
dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Penerimaan atau
penolakan terhadap inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang sebagai
proses mental sejak seseorang mengetahui inovasi sampai keputusan menerima atau
menolaknya, kemudian mengukuhkannya (Rogers, 2003). Mardikanto (1993),
menyatakan bahwa adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan
sesuatu ide atau alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi.
Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati melalui tingkah laku,
metode, maupun peralatan atau teknologi yang dipergunakan oleh para petani atau
penerima pesan.
Soekartawi (2005) menyatakan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh
terhadap proses adopsi inovasi. Sumber informasi dapat berasal dari media massa,
tetangga, petugas lapangan, pedagang, pejabat desa dan lain-lain. Pada tahap
kesadaran, sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang
22
tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap minat, diperlukan kemudahan untuk
berkomunikasi dengan sumber informasi, maka sumber informasi terpenting adalah
media massa dan tetangga yang tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap evaluasi,
petani memerlukan alasan yang kuat untuk melakukan adopsi, maka sumber informasi
terpenting adalah teman atau tetangga dan agen pertanian untuk membantu
meyakinkan bahwa adopsi inovasi diperlukan. Pada tahap mencoba, informasi
mengenai adopsi inovasi lebih banyak berasal dari teman atau tetangga dan agen
pertanian calon adopter. Pada tahap adopsi, mendemonstrasikan inovasi yang telah
dicoba adalah sangat penting maka sumber informasi terpenting adalah teman atau
tetangga, pengamatan pribadi, agen pertanian, media massa dan pedagang atau
salesman.
Berlo (1960) menyatakan bahwa karakteristik personal seperti pendidikan,
pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan dalam suatu organisasi dan
kekosmopolitan merupakan peubah yang menentukan persepsi dan sikap terhadap
penerapan suatu teknologi. Havelock et al. (1971) menyatakan bahwa peubah-peubah
individual yang mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah kompetensi dan
penghargaan, kepribadian, nilai-nilai kebutuhan, pengalaman masa lalu, ancaman dan
pengaruh, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap dan
pola perilaku serta perolehan informasi dan efek komunikasi.
Beberapa penelitian yang membuktikan bahwa ada hubungan positif antara
keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi dengan tingkat adopsi (penerapan)
inovasi mereka. Penelitian Guimaraes (1972) yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid
(1981) menyatakan bahwa pada 20 desa di Brasil menunjukkan bukti bahwa
keterlibatan seseorang di dalam jaringan komunikas berhubungan dengan keinovatifan
mereka di dalam pertanian. Kemudian, hasil penelitian Yadav yang dikutip oleh Rogers
dan Kincaid (1981) menemukan bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat inovasi
tinggi di bidang pertanian, ternyata tingkat keterhubungan dalam struktur komunikasi
juga tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafril (2002) mengenai hubungan
karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi teknologi sistem
usaha pertanian jagung menyatakan bahwa jaringan komunikasi berkorelasi nyata
dengan adopsi teknologi. Selanjutnya, penelitian Siswanto (2002) menyatakan bahwa
terdapat hubunngan nyata antara jaringan komunikasi dengan tingkat penerapan
teknologi flushing. Dengan demikian, semakin tinggi peranan individu dalam jaringan
komunikasi maka penerapan teknologi flushing menjadi semakin baik.
23
Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu
Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi
dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnnya
(penangkapan dan beternak). Selanjutnya, sebelum dilakukan proses produksi di
lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan saprodi (sarana produksi)
pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk dan pestisida), industri agro-otomotif
(mesin dan peralatan pertanian), dan industri pembenihan dan pembibitan. Untuk
proses produksi di lahan, dapat digunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga
kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, serta manajemen. Sehingga, produksi
pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa
komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan
kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil
produksi (Rahim dan Hastuti, 2008).
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari
kemajuan teknologi. Revolusi pertanian di dorong oleh penemuan mesin-mesin dan
cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula “revolusi hijau” mulai tahun
1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum
yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya. Mosher dalam
bukunya yang berjudul “getting agricultural moving” telah disebutkan di atas
menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya
pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka
pembangunan pertanian pun terhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena
merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama
penyakit yang makin merajalela (Mubyarto, 1995).
Teknologi dalam hal ini diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
keterampilan di bidang industri. Tetapi mosher mengartikan teknologi pertanian
sebagai cara-cara bertani. Sebenarnya yang lebih perlu disadari adalah pengaruh
teknologi baru pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam
bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia
produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Traktor lebih produktif daripada cangkul.
Pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk hijau dan pupuk kandang, menanam padi
dengan baris lebih produktif daripada menanamnya dengan tidak teratur. Demikianlah
masih banyak lagi “cara-cara bertani baru” dimana petani setiap waktu dapat
meningkatkan produktivitas pertanian (Mubyarto, 1995).
24
Menurut Prihandana dkk (2008) budidaya tanaman pangan ubi kayu memiliki
beberapa langkah yang perlu dilewati. Yakni pembibitan, pengolahan lahan,
penanaman (pola tanam dan jarak tanam), penyulaman, pengendalian gulma,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan panen. Prihandana dkk (2008) juga
lebih lanjut menyatakan bahwa berbagai permasalahan yang melanda petani ubi kayu
di Indonesia akibat (a) minimnya pengetahuan petani mengenai bibit unggul dan petani
belum menerapkan varietas bibit unggul, (b) panen yang dilakukan tidak tepat waktu,
(c) dosis pupuk yang direkomendasikan tidak diterapkan, (d) kurangnya sosialisasi
perbaikan teknik budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas, (e) terbatasnya
persediaan bibit dari kebun-kebun pemerintah dan swasta (f) pihak pemerintah dan
swasta kurang melakukan sosialisasi penggunaan bibit unggul ubi kayu nasional.
Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu
Karakteristik personal, yang sebagian peneliti menyebutnya sebagai karakteristik
individu (individual characteristic) merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki
seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya.
Kotler yang dikutip oleh Zahid (1997) mengemukakan bahwa karakteristik individu
dapat diklasifikasikan kedalam karakteristik demografik dan karakteristik psikografik.
Karakteristik demografik mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur
kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat
sosial. Sedangkan karakteristik psikografik meliputi gaya hidup dan kepribadian.
Menurut Lionberger (1960), karakteristik individu merupakan aspek personal
seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Petani kecil
menurut soekartawi dkk, (1986) yang dikutip oleh Soekartawi (2005) memiliki
karakteristik diantaranya adalah (a) pendapatan rendah yakni kurang dari 240 kg beras
per kapita per tahun, (b) berlahan sempit yakni kurang dari 0,25 ha sawah di Jawa atau
0,5 ha di luar Jawa dan berlahan sempit kurang dari 0,5 ha lahan tegal di Jawa atau 1
ha di luar Jawa, (c) kekurangan modal dan memiliki tabungan terbatas;
(d) berpengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa profil petani yakni umur, pendapatan,
luas lahan yang dimiliki, jumlah tanggungan keluarga, partisipasi dalam kelompok dan
jarak ke sumber informasi berhubungan dengan upaya memperoleh informasi melalui
saluran komunikasi interpersonal maupun media massa (Wardhani, 1994; Istina 1998,
dalam Aziz, 2002). Hasil penelitian Shiddeqy (2001) menyimpulkan bahwa karakteristik
individu seperti umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan
25
keluarga, tingkat pendapatan dan luas lahan garapan berhubungan nyata dengan
perilaku komunikasinya.
Penelitian Djamali (1999) memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan
antara karakteristik individu dengan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi agribisnis
sarang burung walet. Kecenderungan yang terjadi pada seorang pewalet bahwa
semakin muda, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengalaman maka seorang
pewalet cenderung ikut serta dalam jaringan komunikasi. Disamping itu terpaan media
memperlihatkan ada hubungan yang signifikan dengan keikutsertaan individu dalam
jaringan komunikasi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sopiana (2002) yang
menunjukkan terdapat hubungan antara umur, pendidikan, luas lahan garapan dan
terpaan media terhadap perilaku (pengetahuan dan pelaksanaan) usahatani tebu.
Ciri khas masyarakat desa adalah lemahnya perkembangan kelembagaan.
Dalam rangka pembangunan masyarakat desa, pemerintah berupaya untuk
membentuk lembaga-lembaga yang berada di desa yang anggota-anggotanya dari
masyarakat itu sendiri seperti kelompok tani, kelompok nelaya maupun KUD yang
merupakan unsur pelancar modernisasi pertanian. Selanjutnya, menurut Walgito
(2007) motivasi seseorang masuk dalam kelompok dapat bervariasi, diantaranya
adalah (a) ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai, (b)
kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis (walau tidak langsung) maupun
kebutuhan psikologis, (c) kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan
mengembangkan harga diri seseorang, (d) kelompok dapat pula memberikan
pengetahuan dan informasi, (e) kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis,
misalnya masuk dalam koperasi seperti yang telah ditemukan.
Pada konteks dinamika kelompok dapat dianalisis berdasarkan pendekatan
psikologi sosial maupun sosiologis. Analisis dinamika kelompok berdasarkan
pendekatan psikologi sosial, Cartwright menyebutkan tujuh aspek dan Beal
menambahkan aspek ke-delapan (Soedijanto,1980), yang antara lain mencakup
(1) tugas kelompok, adalah tugas yang berorientasi pada tujuan kelompok, yaitu
mempertahankan diri sebagai kebulatan untuk mencapai tujuan. Tugas kelompok
meliputi : a) satisfaction, yaitu memberikan kepuasan kepada para anggotanya
sehingga mereka masih memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan,
b) information, yaitu mencari dan memberikan keterangan sebanyak mungkin kepada
anggota mengenai apa yang sedang dan ingin dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan, c) coordination, yaitu adanya pengaturan tugas dan koordinasi yang jelas untuk
mencapai tujuan, d) initiation (inisiatif), yaitu adanya inisiatif di dalam kelompok baik
26
yang berasal dari para pemimpin atau anggota untuk mencapai tujuan, e) desiminasi,
yaitu penyebaran ide atau gagasan kepada seluruh anggota adalah usahha untuk
mencapai tujuan, dan f) klarifikasi, yaitu kemampuan menjelaskan semua hal atau
persoalan yang timbul kepada seluruh anggota, sehingga hal atau persoalan tersebut
menjadi jelas, (2) mengembangkan dan membina kelompok.
Dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan petani dalam kelembagaan atau
kelompok sosial dapat menggambarkan informasi yang petani butuhkan dan petani
miliki, pola hubungan yang dimiliki (kosmopolit atau lokalit), keluasan hubungan.
Dengan demikian, dapat dilihat keterhubungan antara keikutsertaan seseorang ke
dalam kelompok dengn jaringan komunikasi dalam konteks pemenuhan kebutuhan
informasi.
Media massa merupakan salah satu sumber informasi yang penggunaannya
tergantung pada tujuan komunikasi. Penelitian komunikasi mengenai media massa di
negara-negara berkembang menunjukkan, media massa berperan secara efektif dalam
merubah pendapat dan menambah pengetahuan khalayaknya. Media adalah alat atau
sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak
(Cangara, 2000). Media komunikasi yang dimaksud adalah media massa yang terdiri
dari media elektronik dan media cetak. Media elektronik diantaranya adalah radio dan
televisi, sedangkan media cetak diantaranya adalah surat kabar, majalah, buku,
brosur, leaflet, dan lain-lain. Media elektronik seperti radio dan televisi adalah media
komunikasi moderen yang paling berhasil mensiarkan hasil pembangunan ke seluruh
penjuru negeri, dimana media tersebut mempunyai kemampuan meliputi wilayah yang
luas dan dapat melangkahi batas-batas literasi (Jahi,1988).
Pemilikan media massa oleh petani, dimaksudkan dengan berapa macam media
massa yang mereka miliki dan bagaimana pemanfaatannya sebagai sumber informasi
pertanian. Bagi mereka yang memiliki berbagai macam media massa dan lebih banyak
memanfaatkannya sebagai sumber informasi, tentu akan lebih banyak mendapatkan
pengetahuan tentang pertanian. Kepemilikan media massa merupakan salah satu
bentuk dari akses seseorang terhadap media massa, dengan memiliki akses terhadap
beberapa media massa juga dapat dikatakan mengadakan kontak dengan media
massa. Kontak media massa adalah bagian dari usaha mencari dan menyebarkan
informasi di mana individu sebagai tokoh masyarakat atau masyarakat mendapatkan
informasi melalui media massa baik media cetak, maupun media elektronik.
27
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Persoalan mengenai kesejahteraan, peningkatan produksi dan peningkatan
pendapatan serta kemandirian pangan masih menjadi persoalan yang penting di
Indonesia. Persoalan-persoalan tersebut hingga kini masih belum dapat diselesaikan
dengan baik, sehingga persoalan ini masih menjadi topik kajian yang menarik. Petani
sebagai aktor penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian pada
kenyataannya masih belum dapat memaksimalkan perannya sebagai produsen
pangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dialami petani, mulai dari
sulitnya mengakses bibit, kelangkaan pupuk, serangan hama dan penyakit, harga
panen yang fluktuatif, ancaman kerusakan lingkungan sampai pada teknik budidaya
yang masih konvensional. Berbagai hambatan di atas sebagian besar dapat diatasi
dengan tersedianya sistem informasi yang terpadu serta sumber-sumber informasi
yang kredibel. Hal ini akan membantu petani dalam memberikan pilihan dalam
pengambilan keputusan yang berguna untuk mengantisipasi kerugian bagi
usahataninya. Namun, pada praktiknya, petani kesulitan untuk mendapatkan informasi
yang mereka butuhkan.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu pemasok produksi ubi kayu
tertinggi di Provinsi Lampung. Namun, Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun,
Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah mengeluhkan kurangnya
informasi yang memadai terkait dengan peningkatan produksi usahatani ubi kayu.
Peningkatan produksi pertanian tidak pernah lepas dari pembaharuan teknologi
sebagai inovasi dalam perubahan ke arah yang lebih baik. Teknologi merupakan
syarat mutlak dalam perkembangan usahatani agar lebih maju dan produktif. Teknologi
yang kerap diterapkan oleh petani adalah teknologi budidaya yang merupakan aspek
hulu dalam sistem agribisnis (Mosher, 1970; Mubyarto, 1995; Prihandana dkk, 2008).
Oleh karena itu, dalam meningkatkan produksi petani ubi kayu membutuhkan suplai
informasi yang tepat dan dapat dipercaya. Informasi yang diperlukan dalam konteks ini
adalah informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu yang akan berimplikasi pada
penerapan budidaya usahatani ubi kayu. Di samping itu, suplai informasi yang mereka
butuhkan diduga dapat diperoleh dari jaringan komunikasi yang terbentuk diantara
petani tersebut, dengan demikian analisis jaringan komunikasi dalam penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan arus informasi dan struktur komunikasi yang
28
terbentuk sebagai upaya petani ubi kayu dalam mendapatkan informasi yang mereka
butuhkan.
Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini
mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers and Kincaid
(1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses
dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu
sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) di dalam Rogers
and Kincaid (1981) Komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian,
konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan
keterhubungan jaringan. Model komunikasi konvergensi mengarah kepada suatu
perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh
karenanya hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan
yang interaktif.
Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang
menggunakan model komunikasi konvergen karena, dalam penelitian jaringan
komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni
(1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran
konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan
komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia
di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di
dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan individu petani ubi
kayu dalam mengakses individu lain dan sumber informasi dalam sebuah jaringan.
Faktor tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar individu yang
berkomunikasi. Pada penelitian ini diduga terdapat faktor yang berhubungan dengan
kemampuan seseorang dalam menciptakan jaringan komunikasinya. Faktor tersebut
dalam penelitian ini adalah karakteristik personal petani ubi kayu yang terdiri dari usia,
pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam
kelompok dan kepemilikan media massa. Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu
jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus),
yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan
orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi
dirinya. Sehingga diduga terciptanya jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu
dipengaruhi oleh karakteristik personal atau atribut yang dimiliki masing-masing petani
ubi kayu. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan antara
29
karakteristik personal petani ubi kayu dengan kemampuan mereka dalam menciptakan
jaringan komunikasi baik dengan individu lain maupun dengan sumber-sumber
informasi lainnya.
Jaringan komunikasi yang dibentuk oleh petani ubi kayu dianggap sebagai upaya
petani dalam mendapatkan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu dengan
jalan mencari, menerima dan menyebarkan informasi guna meningkatkan penerapan
teknologi budidaya yang dapat meningkatkan produksi ubi kayu. Sehingga, dalam
penelitian ini jaringan komunikasi juga diasumsikan menjadi salah satu faktor yang
berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi
kayu. Diduga semakin tinggi kemampuan individu dalam mengakses individu lain dan
berbagai sumber informasi dalam sebuah jaringan maka semakin tinggi pula tingkat
penerapan teknologi produksi yang dilakukan. Keterhubungan antara jaringan
komunikasi dengan penerapan teknologi sangat penting untuk dilihat mengingat,
informasi dalam jaringan komunikasi berfungsi untuk mengurangi penyebaran
informasi yang tidak merata yang nantinya akan terjadi kekosongan informasi (lack of
information) mengenai teknologi produksi sehingga berdampak pada penerapan
teknologi produksi yang lebih baik. Penerapan teknologi produksi dalam penelitian ini
dilihat dalam hal penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.
Aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator
jaringan komunikasi. Peranan individu ditunjukkan dengan peranannya sebagai
bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan
yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman
(1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global.
Sentralitas lokal dipilih karena dapat memberikan gambaran tentang kemampuan
seseorang dalam menjalin hubungan dengan individu lain dalam sistem sosial di
lingkungan sekitar dirinya sendiri (sistem pertetanggaan). Dipilihnya sentralitas global
dipilih karena dapat menggambarkan kemampuan seseorang dalam mengakses
semua individu anggota sistem secara keseluruhan. Diduga semakin tinggi tingkat
kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi individu lain atau sumber informasi
lainnya baik dalam sistem pertetanggaan maupun sistem keseluruhannya maka
semakin tinggi pula tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu yang dilakukan oleh
petani tersebut.
Secara sederhana simpulan dari kerangka pemikiran tentang keterhubungan
antara karakteristik personal dengan jaringan komunikasi petani dan penerapan
teknologi produksi ubi kayu dapat di lihat pada Gambar 2 berikut ini :
30
KARAKTERISTIK PERSONAL PETANI (X)
Keterangan
: Hubungan yang di uji dalam penelitian
Gambar 2. Keterhubungan antara karakteristik personal dengan jaringan komunikasi petani dan penerapan teknologi produksi ubi kayu
(X1) Usia
(X2) Pendidikan
(X3) Pendapatan
(X7) Kepemilikan Media Massa
(X6) Keikutsertaan Dlm Kelompok
(X5) Pengalaman Berusahatani
(X4) Luas Lahan
PENERAPANTEKNOLOGI PRODUKSI
UBI KAYU (Y2)
Penyiapan Lahan
Pembibitan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
JARINGAN KOMUNIKASI PETANI
(Y1) Sentralitas Lokal Sentralitas Global
31
Hipotesis
1. Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik personal petani ubi kayu
yaitu usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani,
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa dengan jaringan
komunikasi yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global.
2. Terdapat hubungan yang nyata antara jaringan komunikasi petani ubi kayu yaitu
sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi
produksi ubi kayu.
32
33
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif dan
korelasional. Pemilihan pendekatan kuantitatif digunakan untuk lebih memahami fakta
sosial yang menjadi fokus penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2008). Selain itu,
pendekatan kuantitatif dipilih oleh peneliti karena mampu menjelaskan hubungan antar
variabel melalui hitungan data yang dikuantifisir sehingga dapat memperlihatkan
hubungan yang jelas antar variabel tersebut. Terdapat tiga variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu karakteristik personal, jaringan komunikasi dan penerapan
teknologi produksi. Tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan jaringan komunikasi
yang terbentuk di antara petani ubi kayu sebagai upaya untuk mendapatkan informasi
guna meningkatkan produksi ubi kayu. Jaringan komunikasi dalam penelitian ini
ditelaah berdasarkan informasi teknologi produksi ubi kayu yang terdiri dari informasi
mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Penelitian ini juga melihat
hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi
dan hubungan antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi
kayu. Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan peubah jaringan komunikasi yang
ditekankan pada struktur komunikasinya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada
tingkat individu.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan
Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan
selama dua bulan sejak bulan Juni 2011 sampai bulan Agustus 2011. Lokasi penelitian
dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa desa ini
merupakan salah satu kawasan sentra produksi ubi kayu yang memerlukan suplai
informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu.
Populasi Penelitian
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani ubi kayu. Penentuan
responden dalam penelitian ini menggunakan metode sampling intact system (sensus)
dimana responden penelitian diambil dari keseluruhan populasi. Metode ini diambil
karena mengingat merupakan penelitian jaringan komunikasi yang menekankan pada
penggambaran struktur komunikasi secara keseluruhan. Hal ini mengacu dari
pendapat Rogers and Kincaid (1981) bahwa:
34
“Sampling intact system is particularry advantageous for sociometric measurement : data about the characteristic of both the respondents and the respondent’s dyadic contacs are thus available because every one is interviewed”.
Populasi penelitian ini adalah keseluruhan petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung
yang berjumlah 100 orang petani ubi kayu sehingga, responden dalam penelitian ini
berjumlah 100 orang petani ubi kayu.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara kepada responden menggunakan kuisioner dan juga
wawancara terbuka dengan beberapa informan seperti penyuluh pertanian, kepala
desa dan tokoh masyarakat setempat sebagai narasumber. Wawancara dengan
informan dapat memberikan keterangan terkait dengan kondisi setempat dan juga
memberikan keterangan yang melengkapi data penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, buku-buku dan laporan-laporan
dari Kantor Desa Suko Binangun, Kantor Badan Pusat Statisik Provinsi Lampung,
Kantor Badan Pusat Statistik Lampung Tengah, Kantor Dinas Pertanian Provinsi
Lampung dan Kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung.
Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan metode penelitian
(Arikunto, 1998). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk meperoleh informasi dari
responden yang berkaitan dengan topik penelitian. Wawancara menggunakan
kuesioner dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar karakteristik
personal individu petani, jaringan komunikasi serta penerapan teknologi produksi
usahatani ubi kayu. Pertanyaan mengenai karakteristik personal individu terdiri dari
usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan
dalam kelompok dan kepemilikan media massa. Pengumpulan data mengenai
keterlibatan responden dalam jaringan komunikasi dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi
tertentu dan kepada siapa seseorang membicarakan informasi tertentu. Melalui
jawaban atas pertanyaan sosiometri yang telah ada dapat dibentuk sosiogram untuk
melihat pola komunikasi, arus pertukaran informasi serta peran-peran individu yang
terlibat dalam jaringan komunikasi (Rogers and Kincaid 1981).
35
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Ujicoba terhadap instrumen (kuesioner) dilakukan kepada responden yang
memiliki ciri-ciri relatif sama dengan ciri-ciri obyek pada penelitian. Uji coba dilakukan
terhadap 10 orang petani di Dusun Teluk Dalam, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten
Lampung Tengah dan diperoleh nilai kritis dari tabel product moment pearson sebesar
0,632. Dengan nilai kritis tersebut, terdapat dua butir pertanyaan yang tidak valid
sehingga dibuang dan terdapat 15 butir pertanyaan yang nilai kritisnya tidak jauh di
bawah 0,632 yang dimodifikasi tata bahasanya agar dapat lebih dipahami secara lebih
rinci oleh responden, sehingga kuesioner yang digunakan dianggap valid sebagai
instrumen penelitian.
Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan
tujuan penelitian. Uji validitas instrumen yang dilakukan adalah bangun pengertian
construct validity yang berkenaan dengan kesanggupan alat ukur untuk mengukur
pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang diukur. Validitas
menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu telah mengukur apa yang akan diukur.
Titik berat dari ujicoba validitas instrumen adalah pada validitas isi yang dapat dilihat
dari : (1) apakah instrumen tersebut telah mampu mengukur apa yang diukur,
(2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang telah
digunakan.
Kuesioner akan memiliki validitas yang tinggi, jika daftar pertanyaan disusun
dengan cara : (1) mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur,
(2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden, (3) berpedoman pada
teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris,
(4) mempertimbangkan pengalaman dan hasil penelitian terdahulu dalam kasus yang
relevan, (5) memperhatikan nasehat dan pendapat dari para ahli, terutama dari komisi
pembimbing.
Reliabilitas instrumen adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sejauhmana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi untuk
kedua kalinya atau lebih (Singarimbun dan Effendi, 2008). Reliabilitas (keterandalan)
instrumen dilakukan dengan cara uji coba kuesioner. Upaya untuk memperkuat
keterandalan instrumen tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan keragaman
kesalahan dengan mengungkapkan pertanyaan secara tepat, memberikan pertanyaan
pendukung dengan satu pertanyaan yang sama macam dan kualitasnya serta
memberikan petunjuk pengisian kuisioner secara tepat dan jelas. Uji coba kuesioner
dilakukan pada 10 orang. Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap anggota kelompok
36
tani yang bukan responden. Uji coba dilakukan untuk melihat sejauhmana pertanyaan
dan atau pernyataan dalam kuesioner dapat dipahami sehingga tidak menimbulkan
bias jawaban. Metode yang digunakan dalam pengujian reliabilitas ini adalah
menggunakan metode alpha cronbach dengan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil
perhitungan alpha cronbach memperoleh nilai realibilitas keseluruhan sebesar 0,901
sehingga kuesioner yang digunakan dianggap handal sebagai instrumen penelitian.
Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian dikumpulkan, dikategorisasikan, dianalisis dan disajikan secara
deskriptif dalam bentuk rataan, persentase, dan tabel distribusi frekuensi. Data yang
dikumpulkan diolah dan dianalisis berdasarkan kepentingan penelitian. Dalam
penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah:
1. Analisis Sosiometri
Analisis sosiometri digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang terjadi di
antara petani ubi kayu. Cara yang digunakan adalah dengan membuat matriks yang
memuat data hubungan terlebih dahulu. Data hubungan diperoleh dari pertanyaan
sosiometris dalam kuesioner yang diajukan kepada responden. Pertanyaan
sosiometris dalam penelitian ini mencakup empat isu atau topik pembicaraan yang
dikomunikasikan di dalam jaringan komunikasi. Empat topik tersebut adalah mengenai
bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Selanjutnya data hubungan tersebut
dibuat ke dalam bentuk sosiogram. Sosiogram ini kemudian digunakan untuk melihat
peranan individu petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi.
2. Analisis Struktur Jaringan Komunikasi
Analisis struktur jaringan komunikasi dianalisis dengan menggunakan UCINET
VI. UCINET VI adalah software yang dikembangkan Borgatti, et al (2002) yang
dirancang khusus untuk analisis jaringan komunikasi. UCINET VI dipilih karena mudah
digunakan dan menghasilkan estimasi optimum setelah tiga ulangan perhitungan
(Borgatti dan Everett yang di kutip oleh Scott, 2000). Penggunaan software UCINET VI
dalam penelitian ini untuk menghitung nilai sentralitas lokal dan nilai sentralitas global.
3. Analisis Statistik
Untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik personal individu
petani ubi kayu dengan variabel jaringan komunikasi petani ubi kayu dilakukan dengan
analisis hubungan korelasi Pearson. Sedangkan Untuk mengetahui hubungan variabel
jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan variabel penerapan teknologi produksi ubi
37
kayu dilakukan dengan analisis Rank Spearman. Analisis korelasi Pearson dan rank
Spearman menggunakan program SPSS 17.0 for windows.
Untuk menganalisis penerapan teknologi produksi ubi kayu, digunakan indikator
yang terdiri dari penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.
Kelima indikator tersebut menggunakan tiga jumlah kelas yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. dan diberi skor tertinggi 3 dan skor terendah 1. Rumus yang digunakan untuk
mengukur tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu adalah :
NR = NST - NSR
PI = NR : JIK
Dimana : NR : Nilai Range NST : Nilai Skor Tertinggi NSR : Nilai Skor Terendah JIK : Jumlah Interval Kelas PI : Panjang Interval
38
Definisi Operasional
1. Karakteristik personal individu petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki
seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya
yang meliputi :
a. Usia adalah lamanya hidup responden dihitung sejak yang bersangkutan lahir
sampai wawancara penelitian dilakukan. Data yang diperoleh merupakan data
skala rasio dalam satuan tahun.
b. Tingkat pendidikan adalah lama belajar secara formal yang pernah ditempuh
responden. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam satuan
tahun.
c. Tingkat pendapatan adalah hasil pengurangan total penerimaan dengan total
biaya produksi usahatani ubi kayu selama satu musim tanam terakhir.
Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi usahatani ubi kayu dengan
harga jual. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dan perhitungan
pendapatan usahatani ubi kayu dilakukan dengan rumus soekartawi (1995) :
Pd : Pendapatan Usahatani TR : Total Revenue (total penerimaan) TC : Total Cost (total biaya)
d. Luas lahan garapan adalah luas lahan pertanian yang digarap untuk usahatani
komoditas ubi kayu dalam satuan hektar. Data yang diperoleh merupakan data
skala rasio dalam satuan hektar.
e. Pengalaman berusahatani adalah lamanya responden menjadi petani ubi kayu,
sejak pertama kali menjadi petani ubi kayu sampai dengan wawancara
penelitian dilakukan. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam
satuan tahun.
f. Keikutsertaan dalam kelompok adalah keikutsertaan responden pada suatu
kelompok sosial seperti kelompok petani, kelompok koperasi kelompok
keagamaan dan lainnya yang diukur dalam banyaknya kelompok yang diikuti
oleh responden. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio.
g. Kepemilikan media massa adalah macam media massa (radio, televisi, surat
kabar, majalah, poster/pamflet, booklet, leaflet, brosur, folders) yang dimiliki
responden saat penelitian dilakukan. Data diukur dalam banyaknya media
Pd = TR-TC
39
massa yang dimiliki responden. Data yang diperoleh merupakan data skala
rasio.
2. Jaringan komunikasi, menggambarkan interaksi antara satu petani dengan petani
lain yang berkaitan dengan upaya memperoleh dan memberikan dan menyebarkan
informasi mengenai teknologi produksi. Dari data jaringan yang diperoleh dapat
dilihat derajat sentralitas lokal (local centrality) dan derajat sentralitas global (global
centrality)
a. Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya
individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka.
Derajat ini menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat
individu tertentu dengan individu lain yang berada dalam lingkungan
terdekatnya, dengan mengunakan UCINET VI, derajat sentralitas lokal
diperoleh melalui “normalized degree centrality” atau “centrality degree”. Nilai
sentralitas lokal diperoleh melalui network>centrality>degree. Data yang
diperoleh merupakan data skala rasio.
b. Sentralitas global adalah derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus
dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam
sistem. Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat
menghubungi semua individu dalam sistem, dengan menggunakan software
UCINET VI, nilai sentralitas global diperoleh melalui “centrality closeness”. Nilai
sentralitas global diperoleh melalui network>centrality>closeness. Data yang
diperoleh merupakan data skala rasio.
3. Penerapan teknologi produksi adalah tindakan untuk menggunakan sesuatu baik itu
ide atau alat teknologi baru yang dilakukan dengan cara bertindak yang paling baik
(Rogers, 2003). Penerapan teknologi produksi ubi kayu yang dilakukan petani
diamati dalam indikator penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
dan panen. Penerapan teknologi produksi ubi kayu diukur dengan skor 1 sampai 3
melalui 30 pertanyaan dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah untuk
skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00).
Secara rinci untuk setiap aspek penerapan teknologi produksi ubi kayu yang
diterapkan oleh petani dijelaskan sebagai berikut:
a. Penyiapan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya
tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan melalui pengolahan
tanah untuk budidaya tanaman ubi kayu. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan
terendah 1, melalui 3 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi rendah untuk
40
skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-
3,00).
b. Pembibitan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman
ubi kayu yang berfungsi sebagai tahapan penyediaan bibit untuk pelaksanaan
penanaman. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 8
pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori rendah untuk skor
(1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00).
c. Penanaman adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya ubi kayu
dengan cara menempatkan bibit ubi kayu di daerah dan musim yang sesuai
untuk ditanami ubi kayu serta dengan teknik yang dianjurkan dalam
membudidayakan tanaman ubi kayu. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan
terendah 1, melalui 3 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori
yaitu rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi
untuk skor (2,34-3,00).
d. Pemeliharaan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya
tanaman ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu
sehingga budidaya dapat berlangsung optimal. Kegiatan pemeliharaan dapat
dilakukan dengan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan,
pembumbunan, pembuangan tunas dan perlindungan (proteksi tanaman).
Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 12 pertanyaan dan
dikategorisasikan menjadi tiga kategori rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang
untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00).
e. Panen adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi
kayu dengan cara pengambilan hasil produksi. Diukur dengan skor tertinggi 3
dan terendah 1, melalui 14 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga
kategori yaitu rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33),
dan tinggi untuk skor (2,34-3,00).
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Suko Binangun
Keadaan Geografi dan Topografi
Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa di Kecamatan Way
Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Desa ini terletak di
ketinggian dua sampai tiga meter di atas permukaan laut. Desa ini memiliki topografi
yang relatif datar. Desa ini juga terletak pada koordinat 1050,47’ sampai 1050,58’ BT
dan 040,36’ sampai 040,47’LS. Curah hujan Desa Suko Binangun rata-rata 20,05 mm
per tahun. Curah hujan terendah nol milimeter pada bulan Juni dan September. Desa
ini memiliki temperatur udara rata-rata berkisar antara 260 C sampai 280 C dan
kelembaban udara sekitar 80 sampai 88 persen. Secara administratif Desa Suko
Binangun memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Seputih Mataram
• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Seputih Banyak
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rumbia
• Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sri Budaya
Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun, tujuh rukun warga dan 17 rukun
tetangga. Keempat dusun tersebut yaitu Dusun Besuki, Dusun Tugu, Dusun
Sumbersari dan Dusun Wates. Desa dengan penduduk 2329 jiwa atau 690 KK ini,
memiliki kepadatan 295 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan Way Seputih terletak di
Desa Suko Binangun, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk menuju
pusat pemerintahan Way Seputih. Jarak Desa Suko Binangun ke Kabupaten Lampung
Tengah adalah 56 kilometer, ke kabupaten lain 58 kilometer dan jarak ke Provinsi
Lampung adalah 111 kilometer. Jarak dengan pasar terdekat yaitu pasar di Kecamatan
Seputih Banyak adalah tiga kilometer yakni selama 30 menit dengan penggunakan
kendaraan bermotor atau ojek dengan ongkos sebesar Rp.10.000. Jarak dengan
pabrik penampungan dan pengolahan ubi kayu terdekat yakni ITTARA adalah tiga
kilometer dengan waktu tempuh 30 menit dengan kendaraan bermotor atau ojek
dengan ongkos Rp. 10.000.
Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun
Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa yang masuk ke
dalam wilayah Kecamatan Way Seputih yang memiliki luas ± 6.431 hektar. Desa Suko
42
Binangun sendiri, memiliki luas 770 hektar. Hampir keseluruhan kepemilikan lahan di
desa ini merupakan milik pribadi warga setempat. Hanya beberapa petani ubi kayu
saja yang memiliki lahan dengan cara menyewa. Kepemilikan lahan oleh petani ubi
kayu di desa ini sebagian besar bermula dari pemberian pemerintah pada saat sedang
berlangsung program transmigrasi nasional yakni pada tahun 1961. Pada saat
pemberian lahan oleh pemerintah, lahan-lahan tersebut masih merupakan kawasan
hutan yang subur dan padat ditumbuhi oleh tanaman perkebunan. Lahan-lahan
tersebut dikelola secara perorangan maupun secara komunal sebagai lahan pertanian.
Masyarakat mulai menanam padi, ubi kayu, jagung, kacang tanah dan lain-lain. Untuk
lebih jelas mengenai penggunaan lahan di desa ini dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tata guna lahan Luas areal (Ha)
Persentase (%)
Sawah 259 Ha 33,63 Ladang 347 Ha 38,96 Rawa 5 Ha 6,75 Pemukiman/perkarangan/industri lainnya 148 Ha 19,22 Lainnya 11 Ha 1,42
Total 770 Ha 100% Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Hingga saat ini lahan yang ada di Desa Suko Binangun sebagian besar milik
warga setempat. Untuk kepemilikan lahan sewa di desa ini tidaklah terlalu terlihat,
karena kepemilikan secara pribadi diwariskan secara turun-temurun. Lain halnya
dengan pengelolaan lahan, jika pada lahan-lahan sempit yakni kurang satu hektar
banyak dikerjakan atau digarap sendiri oleh petani pemilik, namun pada lahan yang
sedang yakni berkisar satu sampai tiga hektar dan lahan luas yakni lebih tiga hektar
dikerjakan oleh petani pemilik dan juga dengan tenaga kerja buruh tani. Sebagian
besar lahan yang tersedia di Desa Suka Binangun dipergunakan untuk ladang dan
sawah.
Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana sosial mutlak dibutuhkan demi menunjang pembangunan
desa. Selain untuk menunjang pembangunan desa, sarana dan prasarana juga
berguna untuk memfasilitasi masyarakat sehingga dapat memperoleh kehidupan yang
layak. Desa Suko Binangun merupakan salah satu desa yang memiliki sarana dan
prasarana yang cukup memadai dalam menunjang aktivitas kehidupan masyarakatnya.
Hal ini dapat dilihat dari tersedianya sarana pendidikan untuk taman kanak-kanak,
43
sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Untuk sarana transportasi masih
kurang memadai, karena jalan-jalan di desa tersebut masih berupa jalan tanah yang
berbatu. Hanya sedikit saja jalan yang sudah diaspal, yakni jalan yang berada di
sekeliling kantor desa, kecamatan dan jalan menuju Dusun Besuki. Untuk lebih jelas,
rincian sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun 2010
Sarana Dan Prasarana Jenis Jumlah/Satuan Transportasi Jalan aspal 1 km Jalan berbatu onderlagh 4,1 km Jalan hotmix 2 km Jalan tanah 42 km Olah Raga Lapangan sepak bola 1 bh Lapangan volly 1 bh Tenis meja 1 bh Kesehatan Puskesmas 1 bh Klinik bidan 1 bh Klinik KB 1 bh Pos KB 1 bh Posyandu 3 bh Pendidikan Taman kanak-kanak (Al-Hidayah) 1 bh Sekolah dasar (SDN 1, SDN 2) 2 bh Sekolah Menengah Pertama
(SMPN1) 1 bh
Peribadatan Masjid 4 bh Musholah 9 bh
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun. Masing-masing dusun memiliki
kondisi sarana dan prasarana yang berbeda. Jika dilihat dari sarana yang umum yakni
sarana transportasi Dusun Besuki memiliki sebagian jalan yang sudah diaspal.
Berdasarkan tabel di atas, jalan yang sudah diaspal di Dusun Besuki sepanjang satu
kilometer. Dusun Tugu dan Dusun Sumbersari sebagian memiliki jalan berbatu
onderlagh dan hotmix, sedangkan pada Dusun Wates jalan yang dimiliki
keseluruhannya masih berupa jalan tanah.
Sarana olahraga yang tersedia di Desa Suko Binangun hanyalah lapangan bola,
lapangan volly dan tenis meja. Meski sarana olah raga yang tersedia tidak begitu
banyak, aktivitas berolahraga di desa ini berlangsung dengan dinamis dan
bekelanjutan. Hal ini terlihat dari lapangan bola dan volly yang tidak pernah sepi dari
kegiatan olahraga setiap harinya. Para pecinta volly selalu berlatih setiap sore hari
44
mulai pukul 16.00-18.00 WIB. Untuk pecinta bola, setiap harinya bermain dan berlatih
bola dengan mendatangkan khusus pelatih bola. Pecinta bola tidak hanya dari
kalangan dewasa tetapi juga dari kalangan anak-anak yang berlatih dengan giat
mengikuti instruktur dari pelatih bola mereka. Beberapa penghargaan yang pernah
diraih oleh Desa Suko Binangun diantaranya adalah sepak bola juara pertama dan volli
juara pertama selama dua kali berturut-turut. Penghargaan diberikan oleh organisasi
pemuda bola voli dan sepak bola Kecamatan Way Seputih.
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Suko Binangun ini dapat dikatakan
cukup memadai. Hal ini terlihat dari sejumlah sekolah yang sudah dimanfaatkan
dengan optimal oleh masyarakat Desa Suko Binangun. Terdapat satu buah taman
kanak-kanak, dua buah sekolah dasar dan satu buah sekolah menengah tingkat
pertama. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, terlihat bahwa masyarakat Desa
Suko Binangun memiliki minat yang tinggi dalam pendidikan. Sebagian besar warga
desa ini menamatkan sekolahnya pada jenjang sekolah dasar dan pada jenjang
sekolah menengah pertama. Tidak sedikit masyarakat desa ini yang meneruskan
pendidikannya hingga jenjang sekolah menengah umum dan bahkan hingga perguruan
tinggi meski harus bersekolah hingga ke luar wilayah Desa Suko Binangun. Tabel di
bawah ini menyajikan rincian ketersedian fasilitas dalam sarana pendidikan yang
berada di Desa Suko Binangun.
Tabel 4. Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tingkat Sarana Pendidikan
Ruang Kelas Murid Guru Tetap Tidak Tetap
TK 2 70 3 1 SD 12 239 8 2 SMPN 6 295 18 10
Total 20 604 29 13 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi merupakan salah satu sarana yang paling penting dalam
menunjang kehidupan bermasayarakat bagi masyarakat di Desa Suko Binangun.
Selain itu, ketersediaan sarana komunikasi merupakan keharusan dalam menciptakan
perubahan sosial pada masyarakat. Beberapa sarana komunikasi yang tersedia di
Desa Suko Binangun diantaranya adalah warung telekomunikasi (wartel). Terdapat
dua buah lokasi warung telekomunikasi (wartel) di desa ini yang dapat dikatakan cukup
45
memadai untuk memenuhi kebutuhan komunikasi masyarakat desa. Namun, sangat
disayangkan di desa ini tidak terdapat kantor pos sebagai media dalam surat-menyurat
dalam berkomunikasi. Sebagian besar masyarakat di desa ini kerap menggunakan
handphone untuk melakukan komunikasi dengan keluarga, teman, kerabat yang
berada jauh maupun dekat dengan tempat tinggal mereka. Untuk memenuhi
kebutuhan akan hiburan dan informasi lainnya, masyarakat di desa ini sering
mengakses radio dan televisi.
Beberapa siaran radio yang mampu ditangkap disini untuk Fm adalah radio
pramudia (lampung timur), radio kartika (lampung tengah), radio ramayana (metro).
Sedangkan untuk Am adalah siaran radio elshinta dan radio omega. Untuk siaran
televisi yang mampu ditangkap di Desa Suko Binangun adalah TV LAMPUNG, TV
ONE, TRANS 7, TPI, TRANS TV, INDOSIAR, ANTV, RCTI, SCTV, GLOBAL TV,
METRO TV, TVRI, LAMPUNG TV, TEGAR TV, KROS TV (TV lampung tengah) dan
RADAR TV.
Meski hampir semua keluarga di desa ini memiliki televisi, namun penggunaan
radio tidak secara nyata ditinggalkan. Sebagian besar masyarakat di desa ini masih
seringkali mendengarkan radio untuk mencari informasi atau sekedar mencari hiburan.
Kebiasaan masyarakat yang masih sering mendengarkan tembang lagu berbahasa
jawa merupakan salah satu alasan yang membuat masyarakat di Desa Suko Binangun
masih sering mendengarkan radio. Waktu yang mereka gunakan untuk mendengarkan
siaran radio seringkali dipilih malam hari, karena waktu malam hari merupakan waktu
senggang masyarakat Desa Suko Binangun. Di waktu malam hari mereka yang
mendengarkan tembang lagu jawa bahkan seringkali didengarkan dengan alasan
untuk menemani mereka melakukan ronda ataupun untuk menemani tamu yang
datang untuk mengobrol santai.
Dalam konteks pertanian, sarana komunikasi juga merupakan alat pendukung
dalam meningkatkan usaha-usaha pertanian. Sarana komunikasi yang kerap kali
digunakan oleh petani ubi kayu adalah handphone. Penggunaan handphone di Desa
Suko Binangun telah menyebar dengan merata. Sebagian besar petani ubi kayu
memiliki dan menggunakan handphone untuk mengakses informasi mengenai harga
jual ubi kayu yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Tidak hanya itu, mereka
menggunakan handphone untuk membantu memutuskan ke pabrik mana mereka akan
menjual hasil panen. Selain itu, petani ubi kayu menggunakan handphone untuk
mengakses tenaga kerja yang akan memanen dan juga untuk mengakses transportasi
pengangkutan untuk hasil panen.
46
Sarana Peribadatan
Mayoritas penduduk Desa Suko Binangun memeluk agama islam, sehingga
tempat peribadatan merupakan sarana yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
kehidupan bermasayarakat. Terdapat empat masjid dan 9 surau atau langgar yang
mendukung kebutuhan peribadatan masyarakat desa tersebut. Bagi pemeluk agama
kristen katolik, protestan dan hindu dapat melaksanakan ibadahnya di tempat
peribadatan yang tersedia di kecamatan lain seperti Kecamatan Seputih Raman yang
mayoritas masyarakatnya memeluk agama hindu dan kristen.
Keadaan Demografi
Berdasarkan tata guna lahan yang ada di Desa Suko Binangun, terlihat bahwa
seluas 148 ha lahan dipergunakan untuk pemukiman, dimana pemukiman yang
didirikan terbagi menjadi pemukiman permanen dan semi permanen. Pemukiman
permanen sebanyak 287 buah dan pemukiman semi permanen sebanyak 365 buah.
Dengan kepadatan penduduk 295 jiwa per km2 penduduk Desa Suko Binangun
tersebar dengan berbagai kategori, yakni berdasarkan jenis kelamin, usia, mata
pencaharian, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk di Desa Suko Binangun berjumlah 2329 jiwa dan 690 KK. Jumlah
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1178 orang atau sebesar 50,57
persen dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 1151 orang atau
sebesar 49,42 persen. Untuk lebih lengkap dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tempat Tinggal Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase (%) Dusun 1 Besuki 326 326 652 27,99 Dusun 2 Tugu 305 284 589 25,28 Dusun 3 Sumbersari 273 274 547 23,48 Dusun 4 Wates 274 267 541 23,22
Total 1178 1151 2329 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 652 orang atau sebesar
27,99 persen penduduk Desa Suko Binangun bertempat tinggal di dusun 1 yaitu Dusun
Besuki. Hal ini dapat dimengerti bahwa di Dusun Besuki merupakan pusat
pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan. Selain itu, sarana jalan beraspal
47
dan sarana pendidikan pun sebagian besar berada di tempat tersebut. Di dusun
tersebut juga terletak lapangan sepak bola dan masjid agung. Keseluruhan sarana
tersebut tentunya akan sangat membantu masyarakat Desa Suko Binangun untuk
memenuhi kebutuhannya, sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika Dusun Besuki
memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dusun-dusun
yang lain.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Penduduk Desa Suko Binangun dapat dikategorikan berdasarkan usia. Usia
merupakan identitas perorangan yang melekat pada seseorang yang dapat
menunjukkan tingkat produktivitas kerja seseorang. Untuk lebih jelas, penduduk Desa
Suko Binangun berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-4 190 8,15 5-9 120 5,15
10-14 219 9,40 15-19 210 9,01 20-24 118 5,06 25-29 128 5,49 30-34 135 5,79 35-39 189 8,11 40-44 266 11,42 45-49 180 7,72 50-54 175 7,51 55-59 100 4,29 ≥ 59 299 12,83 Total 2329 100%
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Tabel di atas menunjukan bahwa 77,28 persen dari jumlah penduduk Desa Suko
Binangun atau berjumlah 1800 jiwa termasuk dalam usia produktif dalam angkatan
kerja (15-64 tahun).
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Suko Binangun terdiri atas berbagai macam
kegiatan pekerjaan. Namun demikian, mata pencaharian penduduk Desa Suko
Binangun yang paling dominan adalah mata pencaharian sebagai petani dan sebagai
buruh. Secara rinci sebaran jumlah penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan mata
pencaharian dapat dilihat pada Tabel 7.
48
Tabel 7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Petani 1.236 71,65 Pegawai swasta 5 0,28 Buruh 192 11,13 Pedagang 121 7,01 Guru 42 2,43 Kontraktor 5 0,28 Penambang pasir 3 0,17 Jasa Elektronik 2 0,11 Pengrajin/industri pengolahan 47 2,72 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 5 0,28 Transportasi dan komunikasi 25 1,44 Dukun Bayi 2 0,11 Dokter 1 0,05 Lainnya 39 2,26
Total 1725 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 71,65 persen atau sejumlah
1.236 orang penduduk desa Suko Binangun bekerja sebagai petani. Banyaknya
penduduk desa yang bekerja sebagai petani pada tabel di atas mencakup petani
pemilik, petani penggarap dan buruh tani. Banyaknya penduduk Desa Suko Binangun
yang bekerja sebagai buruh sebanyak 11,13 persen dan pedagang sebanyak 7,01
persen. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Suko Binangun merupakan desa agraris,
dimana desa ini mengandalkan sektor pertanian untuk menunjang kebutuhan ekonomi
desa.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penduduk Desa Suko Binangun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan formal
memiliki pendidikan yang beragam. Mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjut tingkat
pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan perguruan tinggi. Secara rinci, jumlah
penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 8.
49
Tabel 8. Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak pernah sekolah 297 12,75 Belum sekolah 190 8,15 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 179 7,68 Tamat SD/sederajat 1000 42,93 Tamat SLTP/sederajat 334 14,34 Tamat SMU/sederajat 313 13,43 D1 2 0,08 D2 2 0,08 D3 1 0,04 Perguruan Tinggi 11 0,47
Total 2329 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Desa Suko Binangun
relatif rendah. Jenjang pendidikan terbanyak berada pada sekolah dasar dengan
persentase 42,93 persen dan sekolah lanjut tingkat pertama dengan persentase 14,34
persen. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa. Salah
satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa Suko Binangun disebabkan oleh
kurangnya kesadaran penduduk desa ini dalam pendidikan, yang menjadi prioritas
mereka adalah pendidikan untuk baca tulis saja sehingga dapat mencari pekerjaan.
Oleh karena itu, pendidikan harus lebih ditingkatkan, karena pendidikan merupakan
dasar dari terciptanya potensi sumberdaya manusia yang berkualitas dan juga untuk
menciptakan kesejahteraan yang lebih baik.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
Keadaan penduduk berdasarkan kesejahteraan dapat diklasifikasikan sebagai
keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera
III dan keluarga sejahtera III plus. Berikut di bawah ini adalah jumlah penduduk di Desa
Suko Binangun berdasarkan tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tahapan Keluarga Sejahtera Jumlah Persentase (%) Keluarga Pra Sejahtera 262 37,97 Keluarga Sejahtera I 357 51,73 Keluarga Sejahtera II 47 6,81 Keluarga Sejahtera III 24 3,47 Keluarga Sejahtera III Plus - -
Total 690 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
50
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa 51,73 persen atau 357 keluarga
penduduk Desa Suko Binangun merupakan keluarga sejahtera I. Hal ini menunjukkan
bahwa matapencaharian sebagai petani yang merupakan mata pencaharian yang
masih dapat diandalkan untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarga petani,
sedangkan sebesar 37,97 persen atau 262 keluarga penduduk Desa Suko Binangun
merupakan keluarga Pra sejahtera. Meskipun jumlah ini tidak terlalu mengkhawatirkan,
tetapi ini menggambarkan bahwa masih terdapat keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dari pemerintah untuk terus
melanjutkan adanya program pengentasan kemiskinan dan program pengembangan
masyarakat (community development) di desa ini.
Keadaan Ekonomi
Desa Suko Binangun memiliki potensi ekonomi yang beragam. Beberapa
potensi ekonomi yang ada bersumber dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan
perikanan, industri kecil serta usaha di sektor ekonomi. Potensi ekonomi desa di sektor
pertanian memiliki dua komoditas besar yang diandalkan oleh desa ini, yaitu ubi kayu
dan padi. Ubi kayu dan padi masing-masing mampu menghasilkan 3.771,50 ton per
tahun dan 2.446,50 ton per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa
Suko Binangun, bagi petani yang mengandalkan kehidupannya dengan bertani ubi
kayu mereka juga tetap mengusahakan menanem padi untuk di konsumsi sendiri.
Untuk sektor perkebunan terdapat komoditas kelapa dalam, coklat dan kopi. Masing-
masing komoditas tersebut mampu menghasilkan 1,2 ton per tahun, 1,6 ton per tahun
dan 2,4 ton per tahun.
Pada sektor peternakan, ternak yang dapat diternakan adalah ayam buras, sapi
dan kambing. Dimana, saat ini terdapat 3.813 ekor ayam buras, 554 ekor sapi serta
254 ekor kambing. Sektor perikanan yang dapat di usahakan di desa ini adalah
perikanan sungai dan rawa. Perikanan sungai mampu menghasilkan 146 ton per
tahun, sedangkan pada perikanan rawa mampu menghasilkan 18 ton per tahun.
Industri kecil yang sangat potensial di desa ini adalah industri kecil makanan,
sedangkan untuk usaha di sektor ekonomi yang sangat potensial adalah toko atau
warung kelontong dan warung atau kedai makan. Untuk industri kecil makanan,
terdapat enam buah industri di desa ini. Industri kecil makanan ini memproduksi
sejumlah makananan ringan dan kue kering. Untuk usaha di sektor ekonomi, terdapat
empat buah toko/warung kelontong dan tiga buah warung atau kedai makan. Warung
kelontong dan warung makan ini sangat potensial untuk dikembangkan karena dapat
51
menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu, keberadaannya pun kurang
menyebar dengan baik. Sebahagian besar keberadaan warung makan dan warung
kelontong terpusat pada Dusun Besuki dan Dusun Tugu dimana kedua dusun tersebut
merupakan dusun pusat pemerintahan kecamatan dan desa sekaligus. Akan tetapi,
bagi mereka yang ingin mengusahakan warung kelontong diperlukan modal yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, hingga saat ini keberadaan warung kelontong masih terbatas.
Budaya Desa Suko Binangun
Penduduk Desa Suko Binangun sebagian besar berasal dari Pulau Jawa
khususnya daerah Madiun, Ponorogo, Banyuwangi, Tulung Agung dan Trenggalek.
Desa Suko Binangun merupakan salah satu di antara desa di Provinsi Lampung yang
dijadikan sebagai daerah sasaran program transmigrasi pada tahun 1961. Program
transmgrasi merupakan suatu program pemerintah dalam pemerataan penduduk dan
meningkatkan taraf hidup penduduk Indonesia.
Penduduk yang ditransmigrasikan ini mendapatkan binaan dari jawatan
transmigrasi selama dua tahun, selanjutnya pembinaan diserahkan sepenuhnya
kepada pemerintah daerah. Penduduk yang dipindahkan dipimpin oleh seorang ketua
rombongan yakni Bapak Sastro Suwiryo yang selanjutnya diangkat sebagai kepala
Desa Suko Binangun pertama di tahun 1961. Kemudian, penduduk pendatang
membuka hutan untuk dijadikan daerah pertanian dengan mendapatkan bimbingan
dan binaan dari pemerintah menangani cara bercocok tanam yang memakai pola
teknis modern.
Daerah pembukaan baru ini diberi nama Desa Suko Binangun yang mempunyai
arti “suko” yang artinya senang dan “binangun” artinya pembangunan, sehingga nama
“suko binangun” secara keseluruhan dapat diartikan dengan senang terhadap
pembangunan. Oleh karena itu, sampai sekarang masyarakat Desa Suko Binangun
masih terus-menerus melaksanakan pembangunan terhadap desa-nya.
Kelembagaan lokal di Desa Suko Binagun memiliki fungsi masing-masing.
Kelembagaan kematian berfungsi yaitu membantu atau meringankan keluarga yang
sedang terkena musibah. Kelembagaan ini akan segera turut membantu baik dalam
hal pendanaan maupun bantuan tenaga dalam proses pemakaman dan pengajian.
Struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekrataris, bendahara. Proses terbentuknya
dilakukan melalui musyawarah anggota yasinan lingkungan RT setempat.
Kelembagaan sinoman berfungsi sebagai penyedia kostum atau pakaian seragam
untuk berbagai hajatan. Hajatan dapat seperti pernikahan, syukuran ataupun khitanan.
52
Kelembagaan ini juga memiliki ketua, wakil dan bendahara. Ketua dari kelembagaan
ini bertanggung jawab untuk menyediakan kostum atau pakaian melalui konveksi.
Untuk biaya pembuatan kostum atau pakaian diperoleh dari uang dari sumbangan dari
anggota kelembagaan serta pemilik hajat.
Kelembagaan seni seperti reog merupakan kelembagaan yang memenuhi
kebutuhan rekreasi masyarakat desa ini. Kelembagaan ini juga terdiri dari ketua, wakil,
bendahara dan beberapa seksi kelengkapan alat. Kesenian reog ini biasanya kerap
tampil pada acara-acara di tingkat kabupaten dan propinsi. Seperti perayaan hari jadi
Kabupaten Lampung Tengah dan hari jadi Provinsi Lampung. Secara rutin anggota
kelembagaan ini melakukan latihan setiap seminggu sekali. Latihan kerap kali
dilakukan pada malam hari karena pada waktu tersebut merupakan waktu luang dari
anggota-anggota kesenian reog ini. Untuk kerorganisasian yang terdapat di Desa Suko
Binangun diantaranya adalah kelompok tani, organisasi kepemudaan seperti sepak
bola dan bola volly, risma (remaja islam masjid), karang taruna.
Adat istiadat yang masih berlaku di kalangan masyarakat Desa Suko Binangun
ini diantaranya adalah (a) upacara tujuh bulanan usia bayi di dalam kandungan, (b)
upacara kelahiran bayi, (c) upacara perkawinan, (d) upacara kematian. Beberapa
kebiasaan yang ada di desa ini adalah mengadakan syukuran hasil panen, suran
“upacara malam suro” saat ini mulai luntur karena digantikan dengan kegiatan agama
mengaji yasin di masjid. Kehidupan bermasyarakat di desa tersebut tidak adanya
pantangan atau aturan adat istiadat yang mengikat, hanya saja terdapat beberapa
kebiasaan buruk masyarakat yang dianggap tabu. Beberapa kebiasaaan masyarakat
yang dianggap tabu yakni minum-minuman keras, perjudian, perzinahan dan
perselingkuhan. Hal ini menunjukkan ciri budaya yang masih diwarnai aturan
keagamaan, dimana mayoritas agama yang dianut merupakan agama islam yang
melarang perbuatan-perbuatan tersebut.
Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun
Keadaan Tanah
Desa Suko Binangun terletak di sebelah utara Kabupaten Daerah Tingkat II
Lampung Tengah, dengan keadaan tanah merupakan dataran rendah yang tidak
berbukit-bukit. Karakteristik tanah di desa ini yakni berjenis pot solide, dengan warna
merah kuning/bercampur pasir. Tanah tersebut memiliki sifat menyerap air dan pada
lapisan top soil kurang subur. Produktivitas tanah Desa Suko Binangun termasuk tanah
yang kurang subur, para petani menggunakan pupuk kandang untuk bercocok tanam.
53
Masing-masing komoditas yang ditanam oleh petani memiliki kemampuan panen yang
berbeda-beda. Panen padi dilakukan satu kali dalam setahun, panen jagung dua kali
dalam setahun, panen kedelai dua kali dalam setahun serta panen ubi kayu satu kali
untuk varietas dalam dan dua kali untuk varietas genjah dalam setahun. Dewasa ini, permasalahan yang menimpa petani ubi kayu adalah tanah yang
memiliki pH basa sehingga mengakibatkan tanah rentan mengandung bakteri. Kondisi
seperti ini dapat menurunkan hasil panen para petani. Kondisi tanah seperti ini
mengakibatkan penyakit busuk akar pada tanaman ubi kayu. Ubi kayu yang sudah
terserang penyakit busuk akan habis tak bersisa, sehingga ini berdampak pada
rendahnya hasil panen petani. Kondisi seperti ini pada dasarnya dapat dikendalikan
dengan menambahkan kapur atau dolomit kedalam tanah agar tanah tidak terlalu
basa. Namun, petani sebagian besar petani ubi kayu merasa tidak mampu untuk
menambahkan kapur tersebut dikarenakan harga kapur tersebut tergolong mahal.
Lembaga Pertanian
Sebagian besar mata pencaharian Desa Suko Binangun adalah petani, dimana
mayoritas menanam komoditas ubi kayu. Dari 690 KK yang berada di Desa ini,
terdapat 71,65 persen yang bermatapencaharian sebagai petani. Guna mendukung
keberhasilan dan kemajuan serta kesejahteraan petani maka dibentuk dan disusun
sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengorganisasikan kegiatan kelompok. Salah
satu lembaga pertanian yang terdapat di Desa Suko Binangun adalah kelompok tani.
Kelompok tani di Desa Suko Binangun terdiri dari 100 anggota petani ubi kayu
yang menggantungkan ekonominya terhadap usahatani ubi kayu. Secara
keorganisasian, kelompok ini memiliki struktur kepengurusan yang sederhana yaitu
terdiri dari ketua, wakil ketua, seketaris dan bendahara. Kelompok tani yang berada di
desa ini didirikan dengan tujuan untuk memfasilitasi petani dalam mengembangkan
usahataninya. Selain itu, kelompok tani di desa ini juga sebagai wadah atau media
komunikasi sesama anggota petani ubi kayu. Di desa ini, kelompok tani dapat
berperan sekaligus sebagai koperasi dimana, setiap anggota berhak mendapatkan
pinjaman berbagai macam input produksi usahatani seperti bibit, pupuk, pestisida.
Dalam kondisi kelangkaan pupuk, kelompok tani cukup berperan dalam penyediaan
pasokan pupuk bagi anggota-anggotanya. Aktivitas kelompok ini diantaranya adalah
pertemuan rutin kelompok sebanyak satu bulan sekali. Pertemuan kelompok rutin
dilakukan untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi sesama anggota, selain itu juga
untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh petani ubi kayu. Selanjutnya,
54
juga terdapat pertemuan kelompok yang sifatnya situasional yakni ketika ada program
atau bantuan dari pemerintah dan juga ketika ada sosialisasi inovasi baru input
produksi (bibit, pupuk, dan obat-obatan) baik dari penyuluh pertanian, dinas pertanian
atau pun dari distributor dan agen pupuk dan obat-obatan perusahaan tertentu.
Program pembangunan yang pernah masuk Desa Suko Binangun adalah BJW
(Beguai Jejamo Wawai) yakni dengan aktivitas pembangunan jalan senilai Rp.
50.000.000,-00. Selanjutnya, Program yang pernah masuk di desa tersebut
diantaranya adalah PNPM dan RIS. Saat ini berbagai program pemerintah di bidang
pertanian yang sudah terselenggara di desa ini diantaranya adalah program bantuan
pemberian bibit padi dan jagung seperti BLBU dan SLPTT dari dinas pertanian, dimana
untuk SLPTT pemberian bibit padi dan jagung diberikan beserta dengan demplot
seluas satu hektar. Selanjutnya juga terdapat CBN yaitu singkatan dari cadangan bibit
nasional yang merupakan bantuan pemberian bibit dari pemerintah saat terjadi banjir
atau bencana alam atau kondisi darurat lainnya yang menyulitkan petani untuk
mendapatkan bibit. Program ini mulai digalakkan mulai tahun 2008 yang selanjutnya
berjalan setiap tahun. untuk program pembangunan yang bersifat umum. Saat ini ketua
kelompok sedang mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah untuk
memberikan bantuan dalam bentuk alat-alat pertanian seperti traktor, pompa air dsb.
Namun, permintaan tersebut belum diakomodir oleh pemerintah. Kendala yang sering
dialami oleh kelompok tani tersebut adalah ketidak-konsistenan dari pemerintah dalam
menyelenggarakan program-program tersebut. Hal ini terlihat dari sering terjadinya
keterlambatan dalam pemberian bantuan yang biasanya sudah terjadwal. Selain itu,
program-program yang diperuntukkan bagi petani penyebarannya tidak merata, untuk
program-program tingkat nasional hanya sampai pada tingkat kecamatan saja dan
tidak menyentuh petani di tingkat desa.
Produktivitas Komoditas Pertanian
Beberapa komoditas pertanian yang diusahakan di desa ini diantaranya adalah
padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Diantara komoditas
pertnian tersebut, ubi kayu merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan
dan juga memiliki nilai produksi yang paling besar. Ubi kayu yang dihasilkan di desa ini
mencapai 3.771,50 ton per tahun, disusul oleh padi sebesar 2.446,50 ton per tahun,
jagung 191,10 ton per tahun dan kacang tanah serta kedelai yang masing-masing
sebesar dua ton per tahun. Selanjutnya, ketersediaan sarana dan alat-alat pertanian
tentunya sangat mendukung produktivitas hasil usaha tani. Beberapa alat pertanian
55
yang dimiliki oleh petani di desa ini diantaranya adalah huller, traktor, mesin bajak,
bajak tradisional, sprayer, pompa air. Beberapa alat pertanian yang kerap di gunakan
oleh petani ubi kayu di desa ini sebagian besar adalah alat pertanian yang sederhana
dan manual. Diantaranya masih sering menggunakan, cangkul, linggis (alat
pengumpil), parang, spayer, bajak dengan menggunakan tenaga sapi atau kerbau.
Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun
Petani ubi kayu Desa Suko Binangun merupakan petani yang memiliki
karakteristik personal yang beragam, baik karakteristik material maupun non-material.
Karakteristik petani pada penelitian ini meliputi (1) usia, (2) tingkat Pendidikan, (3)
pendapatan, (4) luas lahan, (5) pengalaman berusahatani, (6) keikutsertaan dalam
kelompok dan (7) kepemilikan media massa. Usia mempengaruhi kekuatan fisik petani
untuk menjalankan usaha pertaniannya. Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa
umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur
adalah faktor psikologis. Usia petani ubi kayu di kategorikan menjadi usia tua, dewasa
dan muda. Pendidikan merupakan karakteristik seseorang yang dapat menunjukkan
sejauhmana kemampuan kognitif seseorang secara formal. Menurut Soekartawi (2005)
pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan
melaksanakan suatu inovasi. Pendapatan merupakan karakteristik seseorang yang
menunjukkan kemampuan dalam aspek ekonomi. Pendapatan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap skala usaha seorang petani. Tingkat pendapatan juga
berhubungan dengan kemampuan adopsi seseorang terhadap suatu inovasi. Lahan
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan
usaha tani. Lahan yang cukup luas memudahkan petani ubi kayu menerapkan
teknologi yang ada, sementara itu kepemilikan lahan yang sempit relatif menjadikan
petani enggan menerapkan teknologi yang ada disebabkan tidak adanya perbedaan
yang signifikan dalam menerapkan suatu teknologi.
Pengalaman berusahatani menggambarkan tingkat kepiawaian seorang petani
dalam menjalankan usahataninya. Semakin lama pengalaman seorang petani semakin
matang pola berfikir dalam pengambilan keputusan serta semakin tajam
penglihatannya dalam mengantisipasi keadaan yang dapat merugikan usahataninya.
Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan hidup
setiap orang. Umumnya, petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa
kelompok akan semakin mudah untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi
56
karena proses sosialisasi sebuah inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif
dari pada sosialiasi secara personal. Kepemilikan media massa menggambarkan
sejauhmana seseorang dapat mengakses berbagai media massa. Informasi yang
diperoleh dari media massa dapat digunakan untuk menambah wawasan, terlebih lagi
jika informasi tersebut menyakut budidaya ubi kayu sehingga dapat dimanfaatkan
untuk memajukan usahatani ubi kayu mereka. Berdasarkan pemaparan di atas, secara
lebih rinci karakteristik personal petani ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa Suko Binangun
Karakteristik Personal Kategori Persentase (%)
Usia Tua 18 Dewasa 44 Muda 38 Pendidikan Tidak Sekolah 14 Tidak Tamat SD 10 Tamat SD 33 Tidak Tamat SMP 3 Tamat SMP 23 Tidak Tamat SMA 1 Tamat SMA 16 Pendapatan Tinggi 2 Sedang 4 Rendah 94 Luas Lahan Luas 2 Cukup luas 6 Sempit 92 Pengalaman Berusahatani Lama 16 Cukup lama 43 Baru 41 Keikutsertaan dalam Kelompok Ikutserta dalam kelompok 68 Tidak ikutserta dalam kelompok 32 Kepemilikan Media Massa Memiliki media massa 97 Tidak memiliki media massa 3
Usia
Usia tua berkisar antara 58,6 sampai 76 tahun, usia dewasa berkisar antara 40,8
sampai 58,5 tahun dan usia muda berkisar antara usia sampai 23 sampai 40,7 tahun.
Berdasarkan Tabel 10, terdapat 44 persen petani ubi kayu yang tergolong usia dewasa
dan sebanyak 38 persen petani ubi kayu tergolong usia muda. Sedangkan petani ubi
kayu yang berusia tua hanya sebanyak 18 persen. Jumlah petani ubi kayu yang
tergolong usia tua cenderung sedikit jika dibandingkan dengan jumlah petani ubi kayu
yang tergolong usia muda dan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi kayu
57
cukup menyediakan lapangan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat desa.
Ketersediaan lahan yang cukup untuk berusahatani menjadi salah satu alasan petani
muda mau berusahatani komoditas ini. Di samping itu, desa ini masuk ke dalam
wilayah produsen ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung, sehingga pekerjaan sebagai
petani ubi kayu diwariskan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. Usia yang
muda menunjukkan bahwa seseorang itu masih memiliki semangat yang besar,
kemauan yang keras dan kemampuan produksi yang masih tinggi untuk memajukan
usahataninya, sehingga mereka cenderung lebih mudah menerima informasi baru dan
mengadopsi sebuah inovasi. Petani yang berusia tua lebih lamban dalam proses
belajar sehingga akan lebih sulit untuk merubah perilakunya, kemampuan mereka
dalam bekerja juga tidak sekuat petani berusia muda. Petani berusia tua cenderung
tidak berani mengambil resiko dalam menerapkan teknologi baru, sehingga usahatani
mereka masih menggunakan teknologi konvensional. Petani berusia tua hanya
menyukai aktivitas bertani yang sudah biasa mereka lakukan, mereka juga enggan
meminta saran dan masukan kepada petani lain yang lebih muda. Mereka lebih
mempercayakan informasi mengenai penerapan yang berasal dari penyuluh atau
ketua kelompok tani.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan petani ubi kayu di bedakan menjadi tujuh kategori yakni tidak
sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA dan
tamat SMA. Rata-rata petani ubi kayu mengenyam pendidikan selama tujuh tahun
(tamat Sekolah Dasar). Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 33 persen petani ubi
kayu masuk dalam kategori tamat SD dan 23 persen masuk dalam kategori tamat
SMP. Hal ini menunjukkan bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki
kesadaran yang cukup tinggi untuk mengenyam pendidikan. Hal ini juga didukung oleh
keberadaan fasilitas pendidikan yang memadai di desa tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara, terlihat bahwa petani yang berpendidikan tinggi biasanya lebih berani
dalam mengambil resiko dalam mengadopsi sebuah inovasi, mereka juga memiliki
akses yang lebih dekat dengan sumber-sumber informasi sehingga cenderung aktif
mencari dan menyebarkan informasi-informasi pertanian yang baru. Dalam penerapan
sejumlah teknologi produksi sebagian besar mereka melakukannya sesuai anjuran
yang diberikan oleh penyuluh, dinas pertanian, dan ketua kelompok tani. Meskipun
pengetahuan dan cara bertani mereka banyak diperoleh dari pengetahuan secara
58
turun-temurun, namun mereka tetap mau mencoba menerapkan teknik budidaya yang
baru.
Tingkat Pendapatan
Pendapatan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun digolongkan menjadi tiga
kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. Pendapatan tinggi berkisar antara Rp
49.141.502 sampai Rp.73.530.000, pendapatan sedang berkisar antara Rp.24.753.001
sampai Rp.49.141.501, pendapatan rendah berkisar antara Rp.364.500 sampai
Rp.24.753.000. Pendapatan petani ubi kayu dihitung berdasarkan satu kali panen
terakhir yang dilakukan. Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 94 persen
pendapatan petani ubi kayu di desa tersebut masuk ke dalam kategori rendah dan 4
persen masuk dalam kategori sedang, sedangkan hanya terdapat dua persen saja
yang masuk ke dalam kategori berpendapatan tinggi. Berdasarkan kategori yang ada,
rata-rata pendapatan petani ubi kayu masuk ke dalam kategori rendah. Perbedaan
pendapatan petani yang mencolok seperti ini disebabkan adanya perbedaan
kepemilikan luas lahan yang dimiliki. Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993),
variasi pendapatan keluarga petani tergantung oleh beberapa faktor antara lain
(a) faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan, (b) status
kepemilikan lahan pertanian, (c) jenis usaha atau cabang usahat tani yang dikerjakan,
(d) macam pekerjaan tambahan, baik di sektor pertanian maupun non pertanian. Pada
umumnya, perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun diantaranya adalah luas lahan dan keragaman serta biaya input produksi
usahatani mereka.
Luas Lahan
Lahan merupakan modal alam bagi petani dalam menjalankan usahataninya.
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada
perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa lahan merupakan aset utama petani untuk menggerakan moda
produksi usahataninya. Kepemilikan luas lahan petani ubi kayu dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu luas, cukup luas dan sempit. Kategori luas berkisar antara 3,43 sampai 5
hektar, kategori cukup luas berkisar antara 1,84 sampai 3,42 hektar dan kategori
sempit berkisar antara 0,25 sampai 1,83 hektar. Berdasarkan Tabel 10 di atas
sebanyak 92 persen petani ubi kayu memiliki luas lahan yang sempit dan hanya
sebesar enam persen yang memiliki lahan cukup luas. Sedangkan kepemilikan lahan
59
yang luas hanya sebanyak dua persen. Rata-rata kepemilikan luas lahan petani ubi
kayu berada pada kategori sempit. Kondisi ini yang menjadikan sebagian besar petani
ubi kayu enggan menerapkan beberapa teknologi baru. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, salah satu kondisi ini terlihat dalam penerapan inovasi berupa
pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian
setempat adalah 100 sentimeter X 50 sentimeter untuk penanaman monokultur.
Namun karena aspek keterbatasan lahan dan keinginan yang besar agar memproduksi
ubi kayu dalam jumlah banyak, mereka tidak menerapkan jarak tanam yang sesuai,
bahkan mereka menanam dengan jarak tanam hanya 50 sentimeter X 40 sentimeter.
Pengalaman Berusahatani
Secara umum petani ubi kayu ini melakukan budidaya komoditas ubi kayu secara
turun-temurun. Berdasarkan Tabel 10 pengalaman berusahatani ubi kayu
dikategorikan menjadi tiga kategori yakni lama, cukup lama dan baru. Pengalaman
berusahatani lama berkisar antara 31,8 sampai 45 tahun, pengalaman usahatani
cukup lama berkisar antara 18,4 sampai 31,7 tahun dan pengalaman berusahatani
baru berkisar antara 5 sampai 18,3 tahun. Sebanyak 43 persen petani ubi kayu masuk
ke dalam kategori memiliki pengalaman berusahatani cukup lama dan 41 persen
petani ubi kayu masuk ke dalam kategori baru memiliki pengalaman berusahatani ubi
kayu, sedangkan terdapat 16 persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori
memiliki pengalaman berusahatani yang lama. Hal ini memperlihatkan
pengelompokkan pada kategori berpengalaman cukup lama, hal ini mengindikasikan
bahwa petani-petani di desa tersebut pada dasarnya sudah memiliki cadangan
pengetahuan yang cukup memadai dalam berusahatani ubi kayu, dengan bekal
pengalaman tersebut maka segala inovasi dan sesuatu hal yang baru berkaitan
dengan budidaya ubi kayu, petani selalu membandingkan dengan pengalaman yang
dialaminya. Petani yang memiliki pengalaman yang relatif lama cenderung bersifat
kritis terhadap suatu inovasi.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan
hidup setiap orang. Berbagai jenis dan macam kelompok terdapat dalam kehidupan
sebuah sistem sosial, dimana setiap individu menjadi bagiannya. Umumnya kelompok
yang terbentuk di wilyah pedesaan adalah kelompok yang menyangkut kebutuhan
bersama (bersifat sosial). Berdasarkan Tabel 10, keikutsertaan petani dalam kelompok
60
di bedakan menjadi dua kategori yakni ikutserta dalam kelompok dan tidak ikutserta
dalam kelompok.berdasarkan Tabel 10, sebanyak 68 persen petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun berpartisipasi dalam kelompok dan hanya 32 persen saja yang tidak
ikut serta dalam kelompok yang terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka Hampir
seluruh petani memilih menjadi anggota kelompok tani yang merupakan kelompok
sosial terbesar di desa ini. Keikutsertaan seorang petani dalam kelompok tentunya
akan meningkatkan kemungkinan petani terdedah oleh berbagai informasi. Umumnya,
petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa kelompok akan semakin mudah
untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi karena proses sosialisasi sebuah
inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif dari pada sosialiasi secara
personal. Petani umumnya menjadikan rekan-rekan dalam satu kelompoknya sebagai
salah satu acuan dalam memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Kepemilikan Media Massa
Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dibedakan menjadi media massa
elektronik dan media massa cetak. Media massa elektronik meliputi radio dan televisi.
Sedangkan media massa cetak meliputi surat kabar, majalah, poster, booklet, leaflet,
brosur dan folders. Melalui televisi dan radio, petani ubi kayu memperoleh berbagai
informasi dan berita serta hiburan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan televisi
dan radio banyak digunakan untuk menonton dan mendengarkan acara-acara hiburan
dan berita. Media ini dimanfaatkan petani untuk mengisi waktu luang dan waktu santai
saat melakukan istirahat atau pun saat menjelang tidur pada waktu malam hari.
Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yakni
memiliki media massa dan tidak memiliki media massa. Berdasarkan Tabel 10 di atas
sebanyak 97 persen petani ubi kayu yang memiliki banyak media massa dan hanya
terdapat tiga persen yang tidak memiliki media massa. Media massa yang paling
banyak dimiliki oleh petani ubi kayu adalah televisi dan radio. Meskipun tidak semua
petani memiliki radio tetapi, masih banyak petani yang memiliki televisi. Pada dasarnya
televisi merupakan media massa yang paling digemari oleh petani ubi kayu untuk
menonton acara hiburan dan berita, namun untuk informasi dan berita mengenai
keadaan atau kondisi di daerah mereka, petani lebih menyukai mendengarkan radio.
Petani ubi kayu yang memiliki media massa yang sedikit umumnya merupakan petani
yang memiliki tingkat ekonomi menengah kebawah. Meskipun untuk memiliki koran,
majalah, leaflet atau brosur tidak membutuhkan dana sebanyak untuk memiliki televisi
dan radio, tetapi untuk mengakses media cetak tersebut harus mendapatkannya di luar
61
desa tersebut, karena pemasaran koran dan majalah tidak didistribusikan ke desa
tersebut. Selain aspek ekonomi, aspek keluasan pergaulan sosial dan mobilitas
seseorang juga ikut mempengaruhi kepemilikan media cetak tersebut karena,
beberapa media cetak seperti leaflet, booklet, brosur, dan poster didapatkan dari agen
pupuk, agen obat, agen bibit, dinas pertanian, penyuluh pertanian dan pasar lokal di
daerah tertentu.
Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu
Ubi kayu atau ketela pohon atau singkong merupakan bahan pangan potensial
masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak awal
pelita I, hingga sekarang ubi kayu berperan cukup besar dalam mencukupi bahan
pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan pakan (ransum) ternak serta bahan
baku berbagai industri makanan. Di dataran rendah, tanaman ubi kayu jarang berbuah.
Biji ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan penyerbukan generatif, terutama dalam
skala penelitian atau pemuliaan tanaman. Ubi mengandung asam sianida berkadar
rendah sampai tinggi. Berdasarkan kandungan racun asam sianida dapat dibedakan
empat kelompok jenis ubi kayu yaitu (1) jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, ditandai
dengan kandungan HCN kurang dari 50 mg per kg ubi yang diparut, (2) jenis ubi kayu
yang sedikit beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 50 sampai 80 mg per
kg ubi yang diparut, (3) Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN
berkadar 80 sampai 100 mg per kg ubi yang diparut, (4) jenis ubi kayu yang amat
beracun, ditandai dengan kandungan HCN lebih dari 100 mg per kg ubi yang diparut
(Rukmana, 1997).
Hampir semua jenis tanah pertanian cocok ditanami ubi kayu karena tanaman ini
toleran terhadap berbagai jenis dan tipe tanah. Jenis tanah yang paling ideal adalah
jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, meditetan, grumosol, dan andosol.
Keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman ubi kayu adalah tanah berstruktur
remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta
mempunyai pH tanah minimum 5. Tanaman ubi kayu toleran pada pH 4,5 sampai 8,0
tetapi yang paling baik adalah pada pH 5,8.
Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit
sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan. Dari
aspek teknologi produksi, sebagian besar masih menggunakan teknologi yang
konvensional dan tradisional, sehingga, tingkat penerapan teknologi produksi
62
cenderung rendah. Penerapan teknologi produksi adalah tindakan untuk menggunakan
sesuatu baik itu ide atau alat teknologi baru yang dilakukan dengan cara bertindak
yang paling baik (Rogers, 2003). Penerapan teknologi produksi meliputi teknologi
budidaya yang sudah ditentukan dan dianjurkan baik secara teoritis maupun praktek
oleh dinas pertanian atau penyuluh. Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat
penerapan teknologi produksi ubi kayu terhadap sejumlah petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun merujuk pada pedoman teknis budidaya ubi kayu yang dikeluarkan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung dan anjuran dari dinas
pertanian setempat melalui petugas PPL yang bertugas di desa tersebut. Pada
penelitian ini, penerapan teknologi produksi yang diteliti meliputi aspek penyiapan
lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Berikut ini disajikan skor
rata-rata petani berdasarkan indikator penerapan teknologi produksi ubi kayu.
Tabel 11. Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu berdasarkan kategori
No Penerapan Teknologi Produksi Total Skor Rata-Rata Kriteria 1 Penyiapan Lahan 2,80 Tinggi 2 Pembibitan 2,58 Tinggi 3 Penanaman 1,88 Sedang 4 Pemeliharaan 1,97 Sedang 5 Panen 2,69 Tinggi
Jumlah Total Skor Rata-Rata 2,30 Sedang Keterangan : Rentang Skor : Rendah = 1,00-1,66; Sedang = 1,67-2,33; Tinggi = 2,34-3,00
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan teknologi
produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori sedang.
Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa terdapat tiga indikator yang masuk ke
dalam kategori tinggi yakni penyiapan lahan, pembibitan dan panen namun, terdapat
dua indikator penerapan teknologi produksi yang masuk ke dalam kategori sedang,
yakni penanaman dan pemeliharaan. Tabel 12 di bawah ini menyajikan persentase
petani ubi kayu berdasarkan kategori penerapan teknologi produksi ubi kayu untuk
semua indikator.
Tabel 12. Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat penerapan teknologi produksi
Kategori Interval Penerapan Teknologi Produksi Jumlah Persen (%) Tinggi 2,34-3,00 34 34 Sedang 1,67-2,33 66 66 Rendah 1,00-1,66 0 0
63
Berdasarkan Tabel 12 di atas separuh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk dalam kategori sedang dalam menerapkan teknologi produksi. Selain
itu, tidak ada satupun petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi ubi kayu
yang masuk ke dalam kategori rendah. Sebanyak 66 persen petani ubi kayu memiliki
skor rata-rata penerapan teknologi antara 1,67 sampai 2,33 dimana skor rata-rata yang
paling sering muncul adalah 2,30, sedangkan untuk kategori penerapan teknologi
produksi yang tinggi sebesar 34 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa meski
penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun tidak
tergolong tinggi, akan tetapi terlihat masih terdapat usaha dari petani-petani tersebut
untuk memajukan usahatani mereka dengan meningkatkan produksi melalui
penerapan sejumlah teknologi produksi yang telah dianjurkan. Dalam hal ini, kondisi
pertanian bagi petani ubi kayu berada pada masa transisi menuju pertanian yang
modern dan kontemporer.
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya
tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan melalui pengolahan tanah untuk
budidaya tanaman ubi kayu. Penyiapan lahan untuk penanaman ubi kayu amat
berbeda dengan penyiapan lahan yang akan ditanami tanaman pangan atau palawija
yang lain. Hasil yang di pungut dari tanaman ubi kayu berada di dalam tanah sehingga
pengolahan tanah amat menentukan terhadap hasil yang diperoleh. Penyiapan lahan
dapat dilakukan dengan tiga cara pengolahan tanah sebagai berikut :
1. Guludan yakni dengan membuat guludan-guludan, terutama untuk daerah-daerah
yang sistem drainasenya kurang baik atau untuk penanaman pada musim hujan.
2. Hamparan yakni dengan dibajak atau dicangkul satu sampai dua kali, kemudian
tanah tersebut di rotor (dicampur dan diratakan) pada seluruh hamparan lahan
yang tersedia. Pengolahan tanah cara hamparan cocok dipraktikan di daerah-
daerah kering atau daerah yang sistem drainasenya baik.
3. Bajang yakni dengan membuat lubang tanam, misalnya ukuran 100 cm X 100 cm
X 50 cm, kemudian tiap lubang tanam diisi dengan pupuk organik (kotoran ternak,
kompos). Pengolahan tanah cara bajang disebut sistem mukibat.
Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur tanah yang gembur agar
perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Tanah berat atau miskin hara perlu
diperbaiki dengan cara pengolahan tanah yang baik dan menambahkan pupuk organik.
Pengolahan tanah di lahan kering biasanya dilakukan pada akhir musim kemarau agar
64
nantinya waktu tanam bertepatan dengan saat mulai turun hujan. Hal yang harus
diperhatikan pada saat penyiapan lahan (pengolahan tanah) adalah menghindari
pengerjaan tanah saat masih becek atau berair.
Penyiapan lahan dengan cara guludan merupakan teknologi yang paling sering
di terapkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Sebanyak 94 persen petani
ubi kayu menerapkan teknologi penyiapan lahan dengan cara ini. Petani ubi kayu
tersebut melakukan pengolahan tanah pada akhir musim kemarau dimana, saat musim
hujan tiba mereka sudah siap untuk mulai menanam bibit ubi kayu. Tingkat penerapan
teknologi produksi dalam penyiapan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 88 Sedang 1,67-2,33 10 Rendah 1,00-1,66 2
Berdasarkan Tabel 13 di atas sebanyak 88 persen petani ubi kayu masuk ke
dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam penyiapan lahan.
Artinya, sebanyak 88 petani memiliki skor rata-rata antara 2,34 sampai 3,00 dimana
skor rata-rata 3,00 adalah skor yang paling sering muncul. Petani ubi kayu yang masuk
ke dalam kategori rendah hanya dua persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek
penyiapan lahan, petani-petani ubi kayu di Desa Suko Binangun telah menerapkan
teknologi produksi dengan baik. Produksi usahatani yang baik dimulai dari tahapan
penyiapan lahan yang baik pula, sehingga penyiapan lahan yang tepat dan sesuai
dengan anjuran yang telah diberikan oleh penyuluh lapang setempat membantu dalam
menghasilkan produksi yang tinggi pula.
Pembibitan
Pembibitan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman
ubi kayu yang berfungsi sebagai tahapan penyediaan bibit untuk pelaksanaan
penanaman. Perbanyakan tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengn cara generatif
(biji) dan vegetatif (stek batang). Perbanyakan secara generatif (biji) biasanya
dilakukan pada skala penelitian (pemuliaan tanaman) untuk menghasilkan varietas
baru. Untuk tujuan usahatani pada tingkat petani, biasanya dipraktikkan teknik
perbanyakan vegetatif lain yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
pertanaman pada skala kecil. Penyiapan bibit ubi kayu dapat dilakukan dengan cara
65
sambungan (okulasi) antara batang bawah jenis ubi kayu dengan batang atas jenis ubi
kayu karet.
Ukuran panjang stek batang ubi kayu yang baik adalah 20 sampai 25 cm. Bagian
batang yang paling baik sebagai bibt adalah bagian pangkal. Alternatif lain bahan bibit
(setek) adalah bagian tengah. Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan
bahwa penggunaan setek pangkal dan tengah batang memberikan hasil lebih tinggi
daripada setek ujung batang, seperti dapat disimak pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil produksi ubi kayu
No Macam (bagian) setek
Jumlah yang tumbuh (%)
Hasil ubi (ton/ha)
Hasil tepung (ton/ha)
1. Pangkal batang 82,7 19,7 2,11 2. Tengah batang 77,8 19,0 2,13 3. Ujung batang 41,4 13,2 1,54
Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997)
Setek yang terlalu pendek atau kurang dari 20 cm tidak baik dijadikan bibit
karena akan mudah kering. Sebaliknya, setek yang terlalu panjang merupakan
pemborosan bahan tanaman, dan menyebabkan pertumbuhan akar-akar lebih
diarahkan untuk pertumbuhan tunas daripada akar sehingga bibit tumbuh tidak
seimbang. 99 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan bibit
unggul UJ-3 atau disebut sebagai “singkong thailand” dan bibit unggul UJ-5 atau
disebut sebagai “cassesart” oleh masyarakat setempat. Tetapi dapat dipastikan
penanaman bibit thailand jauh lebih tinggi karena masa tanam yang singkat dan
produksi yang cukup menguntungkan.
Seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan cara vegetatif
untuk melakukan perbanyakan tanaman ubi kayu. Dimana, sebanyak 97 persen petani
menggunakan setek dengan panjang 20 sampai 25 cm dan 70 persen petani memilih
bagian tengah pangkal sebagai bibit ubi kayu, serta 94 persen petani memilih bibit
dengan diameter setek dua sampai tiga cm. Selanjutnya, sebanyak 100 persen petani
ubi kayu tidak lakukan penyimpanan terhadap bibit ubi kayu dan 81 persen petani ubi
kayu mendapatkan bibit dengan melakukan pembibitan sendiri, serta 51 persen petani
ubi kayu menanamkan 10.000 sampai 15.000 batang per ha bibit ubi kayu.
Selanjutnya, tingkat penerapan teknologi produksi dalam pembibitan dapat dilihat pada
Tabel 15.
66
Tabel 15. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pembibitan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 97 Sedang 1,67-2,33 3 Rendah 1,00-1,66 0
Berdasarkan Tabel 15 di atas, sebanyak 97 persen petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pembibitan. Skor 2,63 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat tiga
persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan
teknologi produksi dalam pembibitan. Selain itu, pada tabel tersebut juga
memperlihatkan bahwa tidak terdapat petani ubi kayu yang menerapkan teknologi
produksi pembibitan yang tergolong dalam kategori rendah. Hal ini menggambarkan
dalam hal pembibitan, petani ubi kayu sudah menerapkan dengan baik beberapa
inovasi yang dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu mereka. Kondisi seperti ini
merupakan potensi dimana pertanian tanaman ubi kayu masih dapat terus
berkembang, sehingga perhatian dan pendampingan yang menyeluruh dari berbagai
pihak pemerintahan yang terkait harus tetap diteruskan guna mendukung kesadaran
petani untuk melakukan usaha tani yang maju, inovatif dan berkelanjutan
Penanaman
Penanaman adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya ubi kayu
dengan cara menempatkan bibit kayu di daerah dan musim yang sesuai untuk
ditanami ubi kayu serta dengan teknik yang dianjurkan dalam membudidayakan
tanaman ubi kayu. Waktu tanam ubi kayu harus mempertimbangkan musim atau curah
hujan. Tanaman ubi kayu membutuhkan air yang memadai pada stadium (fase) awal
tanam hingga fase pertumbuhan vegetatif umur empat sampai lima bulan. Penanaman
setek ubi kayu dapat dilakukan secara tegak lurus (vertikal), miring (condong) dan
mendatar (ditidurkan). Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan bahwa
penanaman tegak cenderung memberikan produksi lebih tinggi daripada penanaman
miring dan mendatar, seperti disajikan pada Tabel 16.
67
Tabel 16. Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi kupas)
No Cara Penanaman Hasil Panen Pada Umur 10 Bulan 13,5 Bulan
1. Tegak lurus 26,16 33,98 2. Miring 450 26,91 32,45 3. Mendatar 26,32 33,50
Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997).
Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi ubi kayu. Tingkat kesuburan tanah
berpengaruh terhadap penentuan jarak tanam. Pada tanah yang kurus (kurang subur),
jarak tanam ubi kayu cenderung harus rapat. Sebaliknya, tanah subur dan gembur
menggunakan jarak tanam lebar, biasanya 100 cm x 100 cm. Menurut Sundari (2010)
jarak tanam yang digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam,
diantaranya adalah :
1. 1 meter x 1 meter (10.000 tanaman per hektar).
2. 1 meter x 0,8 meter (12.500 tanaman per hektar).
3. 1 meter x 0,75 meter (13.333 tanaman per hektar).
4. 1 meter x 0,5 meter (20.000 tanaman per hektar).
5. 0,8 meter x 0,7 meter (17.850 tanaman per hektar).
6. 1 meter x 0,7 meter (14.285 tanaman per hektar).
Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis varietas yang digunakan dan
tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur digunakan jarak tanam 1 m x 1
m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m. Sedangkan untuk tanah-tanah
miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5 m, 0,8 m x 0,7 m (Sundari, 2010).
Bersamaan waktu tanam juga dilakukan pemupukan dasar. Jenis dan dosis pupuk
yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus didasarkan pada hasil analisis tanah di
daerah setempat. Penggunaan pupuk yang dianjurkan oleh dinas pertanian dan
penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun dengan dosis urea 100 kg per ha,
SP36 200 kg per ha, dan KCL 50 kg per ha serta pupuk kandang dua ton per ha.
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan usahatani budidaya ubi kayu
dengan sistem monokultur yakni sebanyak 87 persen petani. Sebanyak 98 persen
petani ubi kayu melakukan penanaman setek ubi kayu dengan posisi tegak lurus
(vertikal). Sebanyak 72 persen petani ubi kayu menggunakan jarak tanam yang tidak
sesuai dengan anjuran dan juga 43 persen petani ubi kayu tidak melakukan
pemupukan dasar. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dapat
dilihat pada Tabel 17.
68
Tabel 17. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penanaman berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 8 Sedang 1,67-2,33 22 Rendah 1,00-1,66 70
Berdasarkan Tabel 17 di atas, sebanyak 70 persen petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk ke dalam kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi
dalam penanaman. Skor 1,67 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul.
Terdapat delapan persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk
menerapkan teknologi produksi dalam penanaman. Hal ini menunjukkan dalam aspek
penanaman petani ubi kayu di desa tersebut sedikit sekali yang melakukan sesuai
dengan anjuran oleh dinas pertanian atau penyuluh pertanian setempat. Hal ini terlihat
jelas terutama dalam hal pengaturan jarak tanam dan pemupukan dasar. Sebagian
besar petani menggunakan jarak tanam yang sangat rapat, dimana jarak tanam terapat
hampir mencapai 45 cm X 50 cm dan jarak tanam terjarang adalah 80 cm X 70 cm.
Pemupukan dasar yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu hanya
menggunakan pupuk kandang saja dan dalam situasi tertentu penggunaaan pupuk
kandang pun berlebihan sehingga tidak sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan.
Kondisi seperti ini yang dapat mengurangi hasil produksi ubi kayu. Oleh karena itu,
dalam aspek penanaman ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai
instansi guna meningkatkan kesadaran petani untuk melakukan penanaman sesuai
dengan anjuran yang telah diberikan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman
ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya
dapat berlangsung optimal. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi
kegiatan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan
(proteksi tanaman). Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan seawal mungkin, yaitu
pada umur satu sampai empat minggu setelah tanam. Bila keadaan cuaca kering atau
pada musim kemarau keadaan tanah kering, seusai menyulam sebaiknya dilakukan
pengairan. Tanaman ubi kayu tidak membutuhkan air banyak, tetapi untuk
pertumbuhan dan produksi yang optimal tanah harus cukup lembab (basah). Periode
cukup air adalah awal pertumbuhan hingga umur empat sampai lima bulan setelah
tanam.
69
Penyiangan sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali selama pertumbuhan
tanaman ubi kayu, yaitu pada umur tiga sampai empat minggu dan dua sampai tiga
bulan setelah tanam. Tanaman ubi kayu amat tanggap (respons) terhadap
pemupukan. Jenis dan dosis pupuk susulan yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus
didasarkan pada hasil analisis tanah di daerah setempat. Pupuk yang dianjurkan oleh
dinas pertanian dan penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun terdiri dari
pemupukan susulan I dan pemupukan susulan II. Pupuk susulan I pada waktu
tanaman ubi kayu berumur 1 bulan dengan dosis urea 100 kg per ha, KCL 50 kg per
ha. Pupuk susulan II dilakukan pada waktu tanaman ubi kayu berumur 3 bulan dengan
pupuk urea 100 kg per ha. Organisme pengganggu (OP) tanaman ubi kayu biasanya
berupa hama dan penyakit. Strategi perlindungan (proteksi) tanaman yang dianjurkan
adalah Pengendalian Hama Dan Penyakit Terpadu (PHPT). PHPT merupakan
perpaduan teknik pengendalian hama dan penyakit, dengan memperhitungkan
dampaknya yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis, sehingga secara
keseluruhan diperoleh hasil yang terbaik. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu
yang dapat disimak pada Tabel 18.
Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu. No Komponen PHPT Teknik Pengendalian 1. Kultur teknis a. Pergiliran (rotasi) tanaman
b. Sanitasi (kebersihan) c. Penghancuran inang d. Pengerjaan tanah e. Pengelolaan air f. Pemberaan (pemberoan) lahan g. Penanaman serentak h. Penetapan jarak tanam i. Pemupukan berimbang j. Penanaman varietas tahan
2. Biologi (hayati) a. Jasa paradit (parasitoid) b. Predator c. Bakteri atau virus yang mematikan hama
dan penyakit 3. Fisik a. Perlakuan panas
b. Penggunaan lampu perangkap c. Penghalang (barrier)
4. Mekanik a. Gropyokan b. Memasang perangkap c. Pengusiran
5. Kimiawi
a. Insektisida b. Bakterisida c. Herbisida d. Nematisida
Sumber : Rukmana (1997)
Petani di Desa Suko Binangun melakukan penyulaman sesuai dengan anjuran
sebanyak 81 persen petani ubi kayu melakukan penyulaman pada umur tanaman satu
70
sampai empat minggu setelah tanam. Namun, hampir seluruh petani ubi kayu tidak
melakukan pengairan pada tanaman ubi kayu mereka. Sebanyak 98 persen petani ubi
kayu tidak mengairi lahan mereka, karena sulitnya memperoleh air dan ketiadaan
sistem irigasi. Pada aspek penyiangan 45 persen petani ubi kayu melakukan
penyiangan pada waktu yang kurang sesuai dengan anjuran. Penyiangan yang
dilakukan oleh petani ubi kayu di desa tersebut tidak secara mekanik melainkan secara
kimiawi, yakni dengan memberikan obat pembasmi atau obat pembeku rumput
sehingga rumput-rumput liar (gulma) tidak tumbuh di sekitar tanaman ubi kayu.
Penggunaan herbisida kurang sesuai dengan waktu yang dianjurkan dimana, 69
persen petani ubi kayu menggunakan herbisida kurang dari umur tanaman tiga bulan.
Pemupukan susulan yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
adalah pemukupan susulan I dan susulan II. Pada pemupukan susulan I sebanyak 78
persen petani ubi kayu melakukan pemupukan namun tidak sesuai dengan anjuran.
Biasanya petani ubi kayu hanya menambahkan pupuk urea saja tanpa menambahkan
pupuk KCL, hal ini disebabkan harga pupuk kcl yang sulit terjangkau oleh petani ubi
kayu pada umumnya di desa tersebut. Untuk pemupukan susulan II sebanyak 35
persen petani ubi kayu melakukan pemupukan sesuai dengan ajuran yakni
menggunakan pupuk urea dan diberikan pada saat umur tanaman 3 bulan, namun 34
persen petani tidak melakukan pemupukan susulan II. Hal ini juga disebabkan oleh
perbedaan kemampuan ekonomi petani masing-masing dalam menyediakan input
produksi usahtani mereka. Petani yang tidak memiliki cukup biaya produksi umumnya
hanya melakukan pemupukan hingga sampai pemupukan susulan I saja.
Perlindungan (proteksi tanaman) yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi. Sebanyak 66
persen petani ubi kayu melakukan proteksi tanaman dengan mengkombinasikan kedua
cara tersebut. Perlindungan dengan mekanik dilakukan dengan cara memetik serta
membuang daun-daun pada tanaman ubi yang mulai terserang penyakit. Selain itu
perlindungan juga dilakukan dengan menggunakan arit untuk membersihkan rumputan
atau tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman ubi kayu. Terdapat 48
persen petani ubi kayu yang melakukan perlindungan tanaman dengan cara kimiawi.
Penggunaan berbagai obat-obatan kimiawi terutama digunakan untuk membasmi
gulma atau membekukan rumput sehingga tidak mengganggu perkembangan tanaman
ubi kayu. Berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi
gulma diantaranya adalah brish, paratox, gramason, sistemik, klinuk yang diberikan
setelah umur tanaman tiga bulan, sedangkan untuk membekukan rumput petani
71
menggunakan sidaron atau karmex yang diberikan saat umur tanaman tiga hari. Petani
ubi kayu juga sesekali menggunakan skor yaitu obat yang dapat memperbesar umbi
dan DMA sebagai bahan tambahan dalam campuran obat-obat pembasmi rumput atau
gulma Sangat jarang sekali ditemukan obat-obatan kimiawi yang diperuntukkan untuk
membasmi penyakit. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai obat
yng mengobati penyakit “leles” atau busuk akar yang hampir dialami oleh semua petani
ubi kayu umumnya di Desa Suko Binangun.
Sebanyak 64 persen petani ubi kayu mendapatkan pengetahuan dalam memilih
berbagai jenis obat-obatan yang akan mereka pergunakan diperoleh dari penjual atau
pedagang obat-obatan dan teman-teman sesama petani ubi kayu lainnya. Untuk dosis
dan cara penggunaan obat-obatan tersebut, sebanyak 39 persen petani ubi kayu
memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label kemasan. Sebanyak 37
persen petani ubi kayu memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label
kemasan serta menyesuaikan dengan saran atau anjuran yang dari penyuluh
setempat. Waktu penyemprotan obat-obatan dilakukan oleh 64 persen petani ubi kayu
saat setiap kali tanaman terserang dan tidak sesuai anjuran. Tingkat penerapan
teknologi produksi dalam pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pemeliharaan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 12 Sedang 1,67-2,33 68 Rendah 1,00-1,66 20
Berdasarkan Tabel 19 di atas 68 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pemeliharaan. Skor 2,08 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat 12
persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan
teknologi produksi dalam pemeliharaan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
penerapan produksi dalam aspek pemeliharaan cukup baik, dimana hampir separuh
dari petani ubi kayu di desa tersebut melakukan berbagai kegiatan perlindungan
tanaman ubi kayu dengan cukup baik. Aspek pemeliharaan merupakan tahapan yang
sangat penting dalam budidaya usahatani ubi kayu dimana, semakin baik
pemeliharaan yang dilakukan akan semakin baik produksi ubi kayu. Adapun yang
menjadi kendala adalah kurangnya kesadaran diantara petani ubi kayu dalam
melakukan pemeliharaan secara mekanik, pemberian pupuk susulan I dan susulan II
72
sesuai dengan anjuran, dan penggunaan obat-obatan atau herbisida dengan tepat
serta dosis dan cara penggunaan yang sesuai dengan anjuran penyuluh setempat.
Panen
Panen adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi
kayu dengan cara pengambilan hasil produksi. Waktu panen ubi kayu yang paling
tepat adalah saat karbohidrat per satuan luas tanah (hektar) mencapai kadar maksimal
dimana, umur tanaman telah mencapai enam sampai delapan bulan (varietas genjah)
atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Penundaan panen ubi kayu sampai umur
lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas ubi. Makin tua umur tanaman ubi kayu,
makin meningkat kadar air, tetapi kadar protein, tepung dan HCN-nya turun secara
drastis pada umur 13 bulan.
Saat panen ubi kayu yang tepat amat dipengaruhi oleh iklim, varietas, jarak
tanam, dan kesuburan tanah. Ubi kayu dipanen dengan dicabut, menggunkaan tangan,
terutama pada tanah ringan dan gembur. Ubi yang tertinggal di dalam tanah dapat
segera diambil dengan cangkul atau garpu. Panen ubi kayu pada tanah yang berat
perlu dibantu dengan alat pengungkit berupa bambu atau kayu, yang diikat dengan tali
melingkari pangkal batang. Ujung kayu atau bambu diletakkan pada tanah dan pangkal
kayu diangkat ke atas dengan tangan hingga terkuak ubi ke permukaan tanah. Hal
yang penting diperhatikan pada waktu panen ubi kayu adalah panen dilakukan pada
waktu cuaca cerah (kering) dan secara hati-hati, jangan sampai ubi memar dan hasil
panen harus segera dikonsumsi atau diolah.
Sebanyak 84 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan tata
cara panen sesuai dengan anjuran. Petani ubi kayu di desa tersebut melakukan panen
pada saat tanaman ubi kayu berumur enam sampai delapan bulan (varietas genjah)
atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Pada saat panen sebanyak 91 persen petani
ubi kayu memperhatikan tanaman ubi kayu yang dipanen tidak terlalu tua, pemanenan
dilakukan pada waktu cuaca cerah/kering dan secara hati-hati, jangan sampai ubi
memar, dicabut menggunakan tangan terutama pada tanah ringan dan gembur, dan
pada tanah yang berat perlu dibantu alat pengungkit berupa bambu atau kayu yang
diikat dengan tali melingkari pangkal batang. Pemanenan oleh 75 persen petani ubi
kayu tidak dilakukan secara serentak dengan petani ubi kayu lainnya. Hal ini
dikarenakan transportasi pengangkutan dari lokasi panen ke pabrik pengolahan sedikit
terbatas, namun justru keadaan seperti ini ikut membantu dalam perolehan produksi
yang lebih tinggi karena, ubi kayu yang sudah dipanen jika tidak langsung diolah ke
73
pabrik maka akan menurunkan kualitas ubi kayu dalam aspek berat dan kadar pati.
Sehingga sistem panen secara bergiliran merupakan upaya yang tepat dalam
mencegah hal seperti ini.
Pemanenan oleh 58 persen petani ubi kayu terkadang tidak sesuai dengan waktu
yang seharusnya. Umumnya mereka memanen tanaman ubi kayu mereka tidak sesuai
dengan varietas bibit dikarenakan perbedaan status ekonomi petani ubi kayu masing-
masing. Mereka yang terdesak oleh kebutuhan dan memiliki status ekonomi yang
rendah akan cenderung lebih cepat memangkas masa tanam yang seharusnya dan
langsung memanen tanaman ubi kayu mereka, sebaliknya mereka yang masih dapat
memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki status ekonomi yang lebih tinggi cenderung
dapat menunda panen dan menyesuaikan pemanenan dengan usia tanam tanaman
ubi kayu yang seharusnya. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemanenan
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator panen berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 87 Sedang 1,67-2,33 13 Rendah 1,00-1,66 0
Berdasarkan Tabel 20 di atas 87 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pemanenan. Skor 2,75 adalah skor yang paling sering muncul.Terdapat 13 persen
petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi
produksi dalam pemanenan, sedangkan tidak terdapat petani ubi kayu yang tergolong
pada kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam aspek
panen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani ubi kayu di desa tersebut
telah menerapkan teknologi dalam aspek pemanenan dengan sangat baik. Berbagai
detail aspek panen diiterapkan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan oleh
penyuluh pertanian setempat. Aspek panen merupakan hal yang sangat menentukan
dalam besaran produksi yang dihasilkan sehingga, semakin tinggi penerapan teknologi
dalam panen semakin tinggi produksi yang dihasilkan.
Resume Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit
sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan.
74
Kondisi ini disebabkan oleh desakan ekonomi yang dialami oleh sebagaian besar
petani ubi kayu di desa tersebut, sehingga memaksa mereka untuk melakukan panen
lebih cepat dari seharusnya. Pada aspek teknologi produksi sebagian besar masih
menggunakan teknologi yang tradisional dan kurang sesuai dengan anjuran yang telah
diberikan oleh penyuluh setempat. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata yang
diperoleh untuk masing-masing indikator penerapan teknologi produksi yang terdiri
atas penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Untuk
indikator penyiapan lahan, pembibitan dan panen skor rata-rata yang diperoleh masuk
dalam kategori tinggi. Namun, untuk indikator penanaman dan pemeliharaan skor rata-
rata yang diterima masuk dalam kategori rendah. Untuk indikator penanaman, kendala
yang dihadapi oleh petani ubi kayu adalah menyesuaikan jarak tanam yang harus
dipergunakan baik untuk penanaman monokultur maupun tumpang sari, selanjutnya
pemilihan posisi penanaman stek ubi kayu masih banyak yang dilakukan dengan cara
condong. Untuk indikator pemeliharaan petani ubi kayu sulit untuk menyesuaikan
anjuran penyuluh dalam hal pengairan, pemberian pupuk sesuai dengan dosis dan
waktu, pemberantasan gulma dan penyakit tanaman.
Berdasarkan pemaparan di atas memperlihatkan bahwa perlu adanya proses
pendampingan dan penyuluhan yang lebih intens kepada petani, dan ini dapat
memanfaatan petani ubi kayu yang berperan sebagai star atau opinion leader
(pemimpin pendapat) dan bridge (jembatan) pada setiap klik yang berada dalam
jaringan komunikasi mengenai pupuk dan jaringan komunikasi mengenai panen untuk
menguatkan sesama rekan dan tetangganya untuk dapat melakukan praktek budidaya
sesuai dengan anjuran penyuluh. Implikasi terhadap dunia pertanian atas kondisi ini
adalah perlu adanya penyesuaian hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
bidang pertanian khususnya tanaman pangan terhadap kendala yang menghambat
petani ubi kayu menerapkan teknologi produksi yang sesuai dengan anjuran. Peneliti
perlu untuk mengembangkan inovasi yang berkaitan dengan indikator penanaman dan
pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pertanian yang tepat
guna dan spesifik lokasi.
Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu
Penyebaran informasi teknologi produksi pertanian diantara petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun terdistribusi tidak merata pada semua petani ubi kayu. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya kelangkaan informasi yang dikeluhkan oleh petani ubi kayu
di desa tersebut. Peneliti menduga praktek penyebaran informasi yang tidak merata
75
disebabkan oleh perbedaan kemampuan petani ubi kayu untuk mengakses
sumberdaya informasi sehingga menyebabkan perbedaan posisi dan peranan petani
ubi kayu dalam struktur jaringan komunikasi. Untuk mengatasi masalah penyebaran
informasi yang tidak merata ini maka digunakan analisis struktur jaringan komunikasi
yang dalam penelitian ini dikaitkan dengan isu teknologi produksi. Identifikasi terhadap
struktur jaringan komunikasi membantu dalam melacak kepada siapa iformasi tersebut
berpusat sehingga mengakibatkan distribusi informasi tidak berjalan lancar. Dalam
konteks ini analisa terhadap beberapa peran yang muncul dalam sebuah jaringan
komunikasi menjadi penting sebagai penjelasan dari penyebaran informasi teknologi
produksi yang tidak merata.
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi sebagai
upaya dalam mengatasi kelangkaan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu.
Jaringan komunikasi yang mereka bentuk bertujuan untuk membantu mereka dalam
memenuhi berbagai kebutuhan informasi mereka. Jaringan komunikasi yang terbentuk
diantara petani ubi kayu merupakan bentuk interaksi petani ubi kayu yang
menunjukkan perilaku komunikasi mereka dalam memberi, menerima dan
menyebarluaskan sebuah informasi. Analisis terhadap jaringan komunikasi
menghasilkan sosiogram yang menggambarkan struktur komunikasi yang terjalin
diantara petani ubi kayu. Sosiogram tersebut dapat menggambarkan siapa
berhubungan dengan siapa, bagaimana informasi terdistribusi ke semua anggota
sistem dan juga menggambarkan peran-peran dari petani ubi kayu dalam struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang dianalisis berdasarkan informasi
mengenai pembibitan, pemupukan, hama dan penyakit serta panen.
Jaringan Komunikasi Mengenai Bibit
Sosiogram yang menggambarkan struktur jaringan komunikasi diantara petani
ubi kayu mengenai bibit dapat dilihat pada Gambar 3. Struktur jaringan komunikasi
mengenai bibit cenderung lebih terbuka dengan lingkungannya. Hal ini terlihat dari
masih terdapat celah pada klik-klik tertentu yang memungkinkan adanya pertukaran
informasi sesama partisipan yang berkomunikasi. Struktur komunikasi diantara sesama
partisipan yang berkomunikasi seperti ini disebut oleh Rogers and Kinkaid (1981)
sebagai jaringan personal yang menyebar (radial personal network). Jaringan personal
yang menyebar (radial personal network) mempunyai derajat integrasi yang rendah,
namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Identifikasi terhadap
sosiogram jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit menunjukkan terdapat
76
enam klik dalam jaringan tersebut. Masing-masing klik memiliki jumlah point (node)
yang berbeda. Keterangan selanjutnya mengenai identifikasi klik dalam jaringan
komunikasi mengenai pembibitan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 13,10,1,6,11,7,8,12 8 II 28,35,83,56,23 5 III 34,59,92,94,79,64,63,29,78,60,38,86,82,31,
90,27,91,50 18
IV 2,3,93,97,95 5 V 20,5,21,49,37,33,47,75,46,36,24,58,15 13 VI 66,40,26,32,69,54,68 7
Di luar Klik 19,57,44,4,14,9,25,17,53,76,65,52,100,77,4,72,41,88,87,74,80,61,30,98,81,42,43
27
Masing-masing klik dalam jaringan komunikasi dapat terhubung satu sama
lainnya melalui peran individu dalam jaringan komunikasi sebagai bridge (jembatan).
Individu yang berperan sebagai bridge merupakan individu yang menghubungkan satu
klik dengan klik yang lainnya, dimana ia merupakan anggota dari salah satu klik yang
dihubungkan tersebut. Dalam sosiogram peran sebagai bridge dapat ditunjukkan oleh
node yang berbeda-beda untuk setiap klik yang dihubungkannya.
Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 1 dan 13. Klik I berhubungan
dengan klik IV melalui node 13. Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 11, 7, 6
dan 13. Klik II berhubungan dengan klik III melalui node 23 dan 28. Klik II berhubungan
dengan klik V melalui node 28 dan klik II berhubungan dengan klik VI melalui node 35.
Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 50, 79 dan 94. Klik III berhubungan
dengan klik VI melalui node 29 dan 34. Klik IV berhubungan dengan klik VI melalui
node 93 dan 95. Klik V berhubungan dengan klik VI melalui node 20 dan 46.
Gam
bar 3
.Jar
inga
n ko
mun
ikas
i pet
ani u
bi k
ayu
men
gena
i bib
it
77
78
Peran-peran lain yang dapat diidentifikasi dalam sebuah sosiogram diantaranya
adalah peran sebagai liaison (penghubung), cosmopolite, gatekeeper (penjaga
gawang), star (bintang) dan isolate (pencilan). Peran sebagai liaison pada dasarnya
adalah sama peranannya dengan bridge, tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota
dari satu klik tetapi dia merupakan penghubung di antara satu klik dengan klik lainnya.
Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara klik-klik
dalam sebuah sistem. Individu yang berperan sebagai liaison dalam sosiometri
jaringan komunikasi pembibitan pada Gambar 3 ditunjukkan oleh node 73, 62, 16, 67,
18, 51, 96, 48, 70. Node 73 merupakan liaison yang berperan dalam menghubungkan
klik I dan klik V, sedangkan node 62 menghubungkan klik I, III dan V. Node 16
merupakan liaison yang berperan menghubungkan kllik I dan klik II, sedangkan node
67 dan 18 menghubungkan klik III dan klik V. Selanjutnya, node 51 merupakan liaison
yang berperan menghubungkan klik II dan klik VI sedangkan, node 96
menghubungkan klik IV, V dan VI. Node 48 menghubungkan klik V dan VI, sedangkan
node 70 merupakan penghubung antara klik III, IV dan VI.
Peran individu sebagai cosmopolite ditunjukkan dari perilaku individu yang
menghubungkan klik atau sistem dengan lingkungannya. Ia mengumpulkan informasi
mengenai sistem dari sumber-sumber dan juga menyebarkan informasi kepada
individu-individu lain atau klik lain yang ada dalam lingkungannya. Peran individu
sebagai gatekeeper ditunjukkan dalam perilaku individu yang membatasi keluar dan
masuknya informasi ke dalam sebuah sistem. Dalam hal ini, gatekeeper berhak untuk
menseleksi, menyaring dan kemudian meyebarluaskan informasi mana saja yang
layak untuk diteruskan atau dihentikan. Gatekeeper berfungsi dalam mengontrol arus
informasi yang terjadi dalam sebuah sistem. Selain itu, gatekeeper memiliki kekuasaan
untuk menilai apakah sebuah informasi itu penting atau tidak bagi anggota-anggota
sistem. Peran gatekeeper mencegah terhadinya “overloading information” (informasi
berlebih) yang dialami oleh anggota-anggota dalam sistem. Pada sosiogram jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai pembibitan di Gambar 3 teridentifikasi bahwa
Individu yang berperan sebagai sebagai cosmopolite maupun gatekeeper ditunjukkan
oleh node 13.
Node 13 merupakan individu yang berperan menjadi cosmopolite dan
gatekeeper. Hal ini terlihat bahwa individu tersebut memiliki konektivitas yang tinggi
terhadap sumber-sumber informasi mengenai pembibitan. Selain itu, individu 13 juga
merupakan individu yang memiliki konektivitas yang cukup tinggi terhadap sejumlah
anggota klik dan anggota sistem. Dalam perbincangan mengenai bibit baru, bantuan
79
bibit dan perlakuan terhadap bibit individu 13 memiliki kewenangan dalam
menyampaikan maupun tidak meneruskan informasi tersebut. Keadaan ini disebabkan
posisi strategis individu 13 sebagai ketua kelompok tani petani ubi kayu yang
memungkinkan ia mengakses sejumlah informasi dan juga memiliki kekuasaan untuk
mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasinya.
Individu petani ubi kayu yang memiliki peran sebagai star dalam sosiogram
jaringan komunikasi ditunjukkan oleh node yang memiliki derajat konektivitas tertinggi.
Artinya, individu-individu tertentu yang paling banyak terhubung dengan individu lain
merupakan individu yang dapat memainkan peran sebagai star. Umumnya star
merupakan pimpinan informal dalam sebuah sistem. Mereka bukan selalu orang-orang
yang mempunyai otoritas formal dalam sistem, tetapi membimbing tingkah laku
anggota sistem dan mempengaruhi keputusan mereka. Dalam sosiogram jaringan
komunikasi pembibitan di Gambar 3, menunjukkan pada setiap klik memiliki star atau
tokoh sentral masing-masing. Peran sebagai star pada klik I adalah node 13, star pada
klik II adalah node 28, star pada klik III adalah node 34, star pada klik IV adalah node
2, star pada klik V adalah node 20, star pada klik VI adalah node 66. Selanjutnya,
karateristik star dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit
Klik Star Pendidikan (Th)
Pengalaman (Th)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media (Bh)
I 13 12 15 6 6 II 28 0 30 1 2 III 34 6 40 3 1 IV 2 9 20 1 2 V 20 11 15 4 3 VI 66 12 5 1 1
Node 13, 28, 34, 2, 20, 66 merupakan individu-individu yang menjadi star dalam
sistem jaringan komunikasi mengenai bibit. Node 13 adalah Pak Sugito yang
berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus sebagai penjual pupuk di Desa Suko
Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk
yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP, Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam
kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki posisi sosial sebagai ketua Gapoktan
(Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak Sugito juga merupakan orang yang aktif
dengan berbagai kelompok dan organisasi sosial baik di dalam lingkungan tempat
tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah satunya ia menjadi partisipan partai
politik. Node 28 adalah Pak Wiji yang berprofesi sebagai petani ubi kayu. Pak Wiji
80
merupakan salah satu anggota dari Kelompok Tani Berkah Jaya, dimana kelompok
tersebut merupakan kelompok yang menaungi petani ubi kayu yang berada di Dusun
Wates. Selain sebagai angota, Pak Wiji juga berperan sebagai sekretaris Kelompok
Tani Berkah Jaya. Sebagai orang yang memiliki posisi sosial cukup strategis, Pak Wiji
cukup aktif berhubungan dengan petani ubi kayu lainnya. Node 34 merupakan individu
petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak Saryo merupakan ketua kelompok
tani surya tani. Ia dianggap sebagai petani senior yang cukup dihormati oleh petani ubi
kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau memiliki pengalaman yang lama.
Kelompok Tani Surya Tani yang dipimpin oleh Pak Saryo merupakan kelompok petani
ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki pola komunikasi yang cukup
intens dengan sesama anggotanya.
Node 20 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Suparyanto.
Pak Suparyanto berprofesi sebagai petani ubi kayu yang juga memiliki usaha
sampingan reparasi televisi dan radio. Pak Suparyanto adalah ketua Kelompok Tani
Berkah Jaya. Kelompok ini masih terhitung baru terbentuk pada tahun 2009. Sebagai
ketua kelompok, Pak Suparyanto merupakan individu yang sangat aktif, ia memiliki
pergaulan yang luas yang sangat dikenal baik oleh seluruh petani ubi kayu yang ada di
Desa Suko Binangun. Dalam berinteraksi, Pak Suparyanto berkomunikasi tidak hanya
pada rekan, teman, tetangga yang berada dalam satu teritorial tempat tinggalnya,
namun ia juga berkomunikasi dengan lainnya yang bertempat tinggal di daerah
lainnya. Pak Suparyato terhubung dengan beberapa sumber informasi yang berasal
dari dalam lingkungan seperti ketua gapoktan dan ketua kelompok tani lainnya
sedangkan, untuk sumber informasi yang berasal dari luar lingkungan Pak Suparyanto
terhubung sangat baik dengan penyuluh lapang setempat. Pak Suparyanto memiliki
hubungan yang dekat dengan penyuluh setempat, beberapa informasi seperti bantuan,
bibit, bantuan pupuk, sosialisasi inovasi baru yang datang dari penyuluh dan dinas
pertanian dapat diketahui melalui Pak Suparyanto.
Individu-individu yang memiliki peran sebagai star yang sebagian besar memiliki
kesamaan ciri atau karakteristik. Kesamaan ciri dan karaktiristik yang dimiliki oleh
individu-individu tertentu menciptakan sebuah hubungan yang disebut sebagai
hubungan homofili (homophillus). Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan
komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni
kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-
orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya.
Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama.
81
Sebagian besar individu yang menjadi star dalam jaringan komunikasi mengenai
pembibitan merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Terlihat
pada Tabel 22 bahwa sebanyak empat individu dari enam individu yang berperan
sebagai star memiliki pendidikan 9 tahun hingga 12 tahun atau sekitar tamat SMP dan
tamat SMU individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 2, 20 dan 66. Pengalaman
berusahatani ubi kayu cukup lama. Minimal pengalaman yang mereka miliki adalah
lima tahun. Pada pengalaman lima tahun tersebut, petani telah banyak merasakan
bagaimana menjadi petani ubi kayu dengan semua masalah, hambatan, tantangan
yang mereka alami beserta berbagai solusi yang mereka lakukan untuk mengatasi hal
tersebut. Selain itu, tiga dari enam individu yang berperan sebagai star merupakan
individu-individu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada kelompok atau
organisasi sosial di lingkungan mereka. Individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 34
dan 20. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star
merupakan individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani
yang cukup lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai
kelompok atau organisasi sosial di lingkungan mereka. Artinya, semakin tinggi
pendidikan, semakin lama pengalaman usahatani dan semakin tinggi tingkat partisipasi
dalam kelompok maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan seseorang itu dalam
mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan dengan dirinya.
Peran sebagai Isolate adalah individu yang tidak memiliki hubungan dengan
siapapun dalam sebuah sistem jaringan komunikasi. Ia tidak menerima ataupun
memberi dan menyebarkan informasi yang ada di lingkunganya. Individu-individu ini
menyembunyikan diri dalam sebuah sistem atau diasingkan oleh anggota-anggota lain
dalam sistem. Pada jaringan komunikasi mengenai pembibitan terdapat delapan
individu yang dianggap sebagai isolate. Individu yang berperan sebagai isolate dalam
sosiogram di Gambar 3 ditunjukkan oleh node 99, 85, 22, 55, 84, 89, 71 dan 39.
Jaringan Komunikasi Mengenai Pupuk
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek pupuk dapat diamati pada
Gambar 4 yang terlihat bahwa jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi
kayu memiliki struktur jaringan personal menyebar (radial persoal network). Meskipun
celah yang ada tidak sebanyak jaringan komunikasi mengenai bibit, tetapi pada
jaringan komunikasi ini juga terlihat celah pada masing-masing klik dimana, diantara
partisipannya dapat berkomunikasi dengan partisipan klik lainnya. Struktur komunikasi
seperti ini sangat tepat digunakan pada saat terjadinya kelangkaan pupuk, dengan
82
struktur seperti ini masing-masing anggota klik dalam sistem dapat mengetahui dengan
cepat terjadinya isu kelangkaan pupuk serta informasi ketersediaan stok pupuk berapa
banyak dan dimana tempat untuk mendapatkannya. Pada sosiogram jaringan
komunikasi mengenai pupuk pada Gambar 4 dapat diidentifikasi adanya sembilan klik.
Selanjutnya, karakteristik klik dapat diamati pada Tabel 23.
Tabel 23. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 20,50,62,36,21,49,22,15,98,72,1,53 12 II 28,27,24,23,83,33 6 III 73,76,44,61,30,75,87 7 IV 82,29,67,85,60 5 V 13,2,7,12,6,8,5,10,9 9 VI 93,96,3,18,97,40 9 VII 69,68,17,11,70 5 VIII 34,48,31,38,54,55 6 IX 46,89,52,77 4
Di luar Klik 74,51,32,92,26,78,41,88,99,45,80,37,14,4, 100,63,16,19,39
21
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan
komunikasi pupuk pada sosiogram di Gambar 4 ditunjukkan oleh node 66, 95, 25, 47
dan 94. Node 66 merupakan penghubung bagi klik II, IV, VI dan VIII. Node 95 juga
berperan sebagai liaison yang menghubungkan klik V, VI dan VII. Selanjutnya node 25
menghubungkan klik II dan klik VI, sedangkan node 47 menghubungkan klik I dan klik
III. Klik I, III, V, VI, VII dihubungkan oleh node 94. Pada jaringan komunikasi mengenai
pupuk ini terlihat semua klik terhubung satu sama lain. Masing-masing liaison berperan
sekali dalam menghubungkan klik-klik dalam sistem. Sehingga, klik yang satu dengan
klik yang lainnya saling berinteraksi dalam sebuah sistem.
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai bridge dapat dilihat pada node-
node yang berbeda yang menghubungkan berbagai klik dalam sosiogram jaringan
komunikasi di Gambar 4. Klik I berhubungan dengan klik II melalui node 20 dan 49.
Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 49, 50, 62 dan 15. Klik I berhubungan
dengan klik V melalui node 20. Klik I berhubungan dengan klik VI melalui node 62.
G
amba
r 4. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai p
upuk
83
84
Klik I berhubungan dengan klik VII melalui node 20. Klik I berhubungan dengan
klik VIII melalui node 50, 15 dan 20. Klik I berhubungan dengan klik IX melalui node
21, 20 dan 62. Klik II berhubungan dengan klik IV melalui node 23. Klik II berhubungan
dengan klik VI melalui node 24 dan 23. Klik II berhubungan dengan klik VIII melalui
node 27 dan 28. Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 73 dan 87. Klik III
berhubungan dengan klik VIII melalui node 76. Klik IV berhubungan dengan klik VIII
melalui node 29 dan 67. Klik V berhubungan dengan node VI melalui Node 12 dan 2.
Klik V berhubungan dengan klik VII melalui node 2, 5, dan 12. Klik VI berhubungan
dengan klik VII melalui node 3 dan 93.
Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi merupakan
individu yang memiliki hubungan total maksimal kepada seluruh anggota sistem.
Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk
ditunjukkan oleh node-node yang berbeda. Partisipan jaringan komunikasi yang
berperan sebagai star pada klik I yaitu node 20. Star pada klik II ditunjukkan oleh node
28 dan star pada klik III ditunjukkan oleh node 73. Individu lain yang berperan sebagai
star pada klik IV ditunjukkan oleh node 82 dan star pada klik V yaitu node 13. Pada klik
VI yang partisipan yang berperan sebagai star yaitu node 93, pada klik VII yaitu node
69, pada klik VIII yaitu node 34 dan pada klik IX yaitu node 46.
Tabel 24. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk
Klik Star Pendidikan (Th)
Pengalaman (Th)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media Massa (Bh)
I 20 11 15 4 3 II 28 0 30 1 1 III 73 6 33 1 2 IV 82 8 9 1 1 V 13 12 15 6 6 VI 93 6 29 6 2 VII 69 9 40 1 1 VIII 34 6 40 3 1 IX 46 9 13 2 1
Individu yang ditunjukkan oleh node 93 adalah Pak Cipto. Pak Cipto adalah
petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani yang berhasil dengan tingkat
pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan ubi kayu yang luas. Luas
lahan yang diusahakan oleh Pak Cipto adalah lima hektar yang terbilang sangat luas
untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Keberhasilan Pak Cipto dalam
berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas lahan tetapi juga dari kondisi
lahan yang menguntungkan serta input produksi yang mencukupi dan memadai yang
85
sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu, Pak Cipto merupakan
wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia berbagai input
pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan berbagai obat-
obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan rumput. Individu
yang ditunjukkan oleh node 46 adalah Pak Rahmat. Pak Rahmat merupakan petani ubi
kayu yang tergolong masih muda dan dianggap sebagai panutan bagi pemuda tani di
Desa tersebut. Sebagai tokoh pemuda yang menjadi panutan, Pak Rahmat sering kali
aktif dalam kelompok dan organisasi kepemudaan sehingga, beliau terkenal sebagai
pribadi yang ramah, mudah bergaul, dekat dengan pemuda desa sehingga dapat
mengayomi dan mengarahkan mereka kegiatan yang positif. Selain berprofesi sebagai
petani ubi kayu, Pak rahmat juga memiliki usaha sampingan sebagai agen pupuk dan
obat-obatan untuk tanaman ubi kayu. berbeda dengan Pak Cipto, Pak Rahmat tidak
memuka kios sebagai sarana berusaha, ia cukup memiliki gudang kecil di rumahnya
untuk meletakkan dan menyimpan produk-produk yang ia jual.
Umumnya mereka-mereka yang menjadi star dalam jaringan komunikasi
merupakan individu yang memiliki karakteristik yang sama. Dari sembilan individu yang
menjadi star, terdapat empat individu yang berpendidikan tinggi yang ditunjukkan oleh
node 20, 13, 69 dan 46 serta terdapat pula empat individu yang berpendidikan cukup
tinggi yang ditunjukkan oleh node 73, 82, 93 dan 34. Dari sembilan individu yang
menjadi star terdapat 3 individu yang memiliki pengalaman usahatani terlama yakni
individu 73, 69 dan 34 dan terdapat dua orang individu yang berpengalaman cukup
lama yang ditunjukkan oleh node 28 dan 93. Selain itu, terdapat empat individu dari
sembilan individu yang menjadi star yang memiliki tingkat keikutsertaan dalam
kelompok sosial yang cukup tinggi. Individu ini ditunjukkan oleh node 20, 13, 93 dan
34. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star merupakan
individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup
lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok atau
organisasi sosial di lingkungan mereka. Dengan karakteristik seperti itu, mereka
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan
dengan dirinya, sehingga informasi mengenai teknologi produksi budidaya ubi kayu
akan cepat tersebar jika menghubungi individu yang menjadi star pada klik dalam
sistem jaringan komunikasi.
Pada analisis jaringan komunikasi yang menggunakan sosiometri, selain
identifikasi peran-peran individu sebagai liaison, bridge, dan star juga terdapat
identifikasi peran individu sebagai gatekeeper, cosmopolite dan isolate. Individu yang
86
berperan sebagai gatekeeper merupakan individu yang memiliki kekuasaan untuk
mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Ia memiliki kemampuan
untuk dapat menentukan apakah sebuah informasi tersebut dianggap penting atau
tidak untuk diteruskan kepada anggota sistem atau tidak. Umumnya, individu yang
berperan sebagai gatekeeper merupakan pemimpin informal atau pemimpin kedua
selain pemimpin utama yang juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku
individu-individu lain yang terhubung dengan dirinya. Individu petani ubi kayu yang
berperan sebagai gatekeeper dalam sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk
ditunjukkan oleh node 13 dan 94.
Node 94 merupakan individu yang memiliki hubungan maksimal dengan
sejumlah klik yang terdapat dalam sistem, kondisi ini memungkinkan mereka
menempati posisi yang strategis sebagai gatekeeper. Kondisi seperti ini
menggambarkan node 94 menjadi frame of reference oleh sejumlah klik sehingga
dapat mempengaruhi perilaku sejumlah anggota yang terhubung dengan dirinya. Node
13 bukan saja merupakan individu yang juga memiliki hubungan maksimal pada
beberapa klik, tetapi node 13 juga merupakan individu yang paling sering bersentuhan
dengan individu di luar sistem. Individu ini memiliki kemampuan untuk mengakses
sejumlah informasi dari sumber-sumber informasi di luar klik dan juga
menyebarkannya kepada individu anggota klik lainnya dalam sistem. Dengan kondisi
seperti ini, node 13 merupakan individu yang bukan hanya berperan sebagai
gatekeeper tetapi juga berperan sebagai cosmopolite.
Individu yang memiliki jumlah hubungan paling sedikit dengan anggota sistem
lainnya merupakan individu yang berperan sebagai isolate (pencilan). Individu ini
merupakan individu yang tidak terlibat dalam pertukaran informasi yang terjadi di
lingkungannya. Mereka tidak menerima dan juga tidak menyebarkan informasi yang
beredar di lingkungannya. Pada sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk di
Gambar 4, individu ini ditunjukkan oleh node 86, 84, 35, 58, 59, 71, 90, 64, 65, 79, 91,
81, 56 dan 57.
Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit
Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu merupakan
jaringan komunikasi yang penting untuk digambarkan. Hal ini disebabkan oleh
penyebaran informasi yang dialami tidak merata di antara petani ubi kayu dalam
menanggulangi penyakit “leles”. Penyakit ini merupakan sejenis penyakit busuk akar
yang menimpa hampir semua petani ubi kayu. Dampak dari penyakit ini adalah
87
penurunan hasil panen yang cukup signifikan. Pada beberapa varietas tertentu,
penyakit ini tidak terdeteksi pada usia tanaman dini namun, ketika hendak melakukan
panen barulah terlihat umbi-umbi telah habis akibat membusuk hingga ke akar batang
umbi. Dalam mengatasi permasalahan ini, petani ubi kayu membutuhkan sejumlah
informasi penanganan penyakit ini dengan membentuk jaringan komunikasinya sendiri
secara alamiah.
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit digambarkan
dalam sosiogram pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat struktur jaringan
komunikasi mereka merupakan struktur jaringan personal memusat (interlocking
personal network). Menurut Rogers dan Kincaid (1981) jaringan personal yang
memusat (interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi. Selanjutnya Rogers
dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking
terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap
lingkungannya. Kondisi ini terlihat pada sosiogram di Gambar 5, dimana terjadi
pemusatan arus informasi pada satu individu yang memiliki hubungan total maksimal
pada semua individu yang menjadi anggota di dalam sistem. Pemusatan juga terjadi di
setiap klik dimana, individu anggota klik cenderung berkomunikasi pada satu individu.
Individu ini merupakan individu yang dianggap memiliki berbagai informasi yang
berguna untuk mengatasi masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi
kayu. Strukur jaringan komunikasi yang memusat inilah yang menyebabkan sulitnya
petani ubi kayu untuk mendapatkan informasi mengenai penanganan penyakit “leles”
yang diderita oleh usahatani mereka. Mereka cenderung tertutup dengan informasi
baru akibat minimnya jumlah ikatan lemah, sehingga tidak ada yang dapat
menjembatani petani ubi kayu yang minim informasi dengan lingkungan di luar sistem
Oleh karena itu, dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit jumlah
petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah jaringan komunikasi mengenai topik lainnya. Identifikasi terhadap klik dalam
jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit menghasilkan
empat klik yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 25.
G
amba
r 5. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai h
ama
dan
peny
akit
88
89
Tabel 25. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pengendalian hama dan penyakit
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 34,60,27,59,48,86,29,83,35,23,28,88,82,31,92,63,64,73,38,85,94,91,30,77,1,99,84
27
II 20,15,22,5,21,32,26,24 8 III 2,96,3,93,17,97,16,18,25,70,95,68,69 13 IV 46,8,87,75,77,54 6
Di luar Klik 51,56,36,90,80,61,44,78,4,49,100,72,41,45,67,58,98,39,62,47,7,12,6,55,11,42,43
28
Pada jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek penanganan hama
dan penyakit di Gambar 5 terdapat sejumlah individu yang memilki peran-peran yang
berbeda. Peran individu petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi mengenai
penanganan hama dan penyakit sebagai bridge digambarkan dari kemampuan ia
menghubungkan antara klik yang menjadikan ia sebagai anggotanya dengan satu klik
yang lainnya. Individu yang berperan sebagai bridge pada sosiogram di Gambar 5
ditunjukkan oleh node 94, 28 dan 73 yang menghubungkan klik I dan klik II. Node 23
dan juga 94 merupakan bridge yang menghubungkan klik I dengan klik III. Node 35,
48, 73 dan juga node 88 menghubungkan klik I dengan klik IV. Klik II berhubungan
dengan klik III melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 24, sedangkan klik II
berhubungan dengan klik IV melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 21. Node 19,
13, 66 merupakan liaison yang menghubungkan beberapa klik dalam sistem jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit. Node 19 merupakan liaison
yang menghubungkan klik I dan III, sedangkan node 13 merupakan penghubung bagi
klik I dan klik II. Klik II dan klik III dihubungkan oleh liaison yang ditunjukkan oleh node
66.
Jaringan komunikasi mengenai penanganan hama dan penyakit memiliki
partisipan yang berperan sebagai gatekeeper dan cosmopolite. Individu petani ubi
kayu pada sosiogram di Gambar 5 yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus
berperan sebagai cosmopolite ditunjukkan oleh node 20. Node 20 adalah Pak
Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan node 20
ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL (Penyuluh
Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan distributor
pupuk. Selain itu, node 20 juga merupakan individu yang paling banyak dihubungi oleh
anggota sistem lainnya dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit. Node 20
merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi yang dianggap
90
penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya. Selain dikenal
sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun dikenal
sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang terdapat di
lingkungannya. Oleh karena itu, node 20 merupakan individu yang memiliki peran
sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus.
Individu yang memiliki peran gatekeeper dan cosmopolite yang ditunjukkan oleh
node 20 juga menjadikan dirinya sebagai star pada klik II dalam sistem jaringan
komunikasi. Pada setiap klik memiliki tokoh sentral masing-masing. Pada klik I yang
berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 34, dan pada klik II yang berperan
sebagai star ditunjukkan oleh node 20. Pada klik III peran sebagai star ditunjukkan oleh
node 2 dan pada klik IV ditunjukkan oleh node 46. Pada dasarnya terdapat berbagai
hal yang menyebabkan individu tertentu berperan sebagai star. Salah satunya adalah
perbedaan karakteristik tiap individu. Individu yang menjadi star dalam sebuah klik
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang
terbilang lama, serta memiliki tingkat partisipasi terhadap kelompok sosial dan
kepemilikan media massa yang tinggi. Node 20 merupakan individu yang berperan
sebagai star dimana, ia merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan, tingkat
keikutsertaan dalam kelompok sosial dan akses terhadap media massa yang tinggi.
Node 34 juga merupakan individu yang memiliki tingkat pengalaman berusahatani dan
keikutsertaan dalam kelompok sosial yang tinggi. Individu star yang ditunjukkan oleh
node 2 merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta
pengalaman berusahatani yang lama.
Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit memiliki jumlah individu yang
berperan sebagai isolate lebih banyak dari pada jenis jaringan komunikasi lainnya.
Berbeda dengan star, individu yang berperan sebagai isolate merupakan individu yang
memiliki kontak minimal dengan anggota lainnya dalam sistem. Umumnya individu ini
menyendiri dan tidak terlibat dalam interaksi sesama anggota dalam sistem. Individu
yang berperan sebagai isolate pada sosiogram di Gambar 5 ditunjukkan oleh node 50,
74, 10, 40, 76, 53, 71, 57, 65, 79, 33, 81, 89, 9 dan 52. Suatu jaringan komunikasi tidak
akan efektif menjalankan fungsinya jika terdapat isolate berada dalam jumlah yang
banyak. Namun, keberadaan isolate dalam sebuah jaringan komunikasi tidak
sepenuhnya merupakan kegagalan dari jaringan komunikasi yang terbentuk. Hal ini
terjadi karena beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak terlibat dalam jaringan
komunikasi. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat partisipasi mereka
dalam kelompok sosial yang tersedia di lingkungan mereka sehingga, mereka sulit
91
untuk terjangkau dari pergaulan sosial dan arus pertukaran informasi. Rendahnya
kondisi ekonomi dan keberhasilan usaha menyebabkan rasa “minder” untuk dapat
berbagi pengetahuan dan pengalaman pada sesama anggota sistem. Selain itu,
kurangnya rasa kebersamaan dalam diri individu tertentu untuk menanggulangi
berbagai masalah yang menimpa sesama sehingga, mereka cenderung bersikap
“apatis” terhadap anggota sistem yang lainnya. Karakteristik lain dari individu yang
menjadi isolate dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit dapat di lihat
pada Tabel 26.
Tabel 26. Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit
Isolate Pendidikan (Th)
Luas Lahan (Ha)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media Massa
(Bh)
Pendapatan Per musim
(Rp) 50 6 1 2 0 9.180.000 74 4 0,5 2 1 5.500.000 10 9 0,75 1 3 3.039.000 40 9 1,5 1 1 10.544.000 76 3 1 1 1 2.458.000 53 0 2 1 1 20.160.000 71 9 1,5 1 0 11.870.000 57 0 2 1 0 16.656.000 65 0 0,25 0 0 364.500 79 6 0,25 2 0 4.763.000 33 6 0,25 1 1 3.029.000 81 6 0,5 0 1 4.871.000 89 6 0,5 1 0 2.477.000 9 6 0,75 1 2 6.352.000 52 0 0,25 1 0 2.614.000
Berdasarkan Tabel 26 sebanyak 11 orang dari 14 orang yang menjadi isolate
memiliki pendidikan tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD. Pada karakteristik
individu mengenai kepemilikan luas lahan terlihat keseluruhan individu yang menjadi
isolate memiliki lahan yang tergolong sempit. Pada karakteristik yang lain, seperti
tingkat keikutsertaan dalam kelompok, tingkat kepemilikan media massa dan tingkat
pendapatan menunjukkan keseluruhan individu petani yang berperan sebagai isolate
tergolong pada tingkat yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa individu yang berperan
sebagai isolate sebagian besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah, luas lahan yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah,
kepemilikan media massa yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika
dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani ubi kayu.
92
Jaringan Komunikasi Mengenai Panen
Jaringan komunikasi dalam aspek panen merupakan jaringan komunikasi yang
essensial dalam arus pertukaran informasi petani ubi kayu. Dalam budidaya komoditas
ubi kayu, panen juga merupakan komponen terpenting usahatani ubi kayu. Selain itu,
informasi mengenai panen merupakan topik pembicaraan yang tidak pernah
dilewatkan oleh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Pada jaringan
komunikasi ini, berputar beragam informasi mengenai panen seperti informasi
mengenai harga jual, lokasi pabrik ubi kayu, permintaan pasar, dan lain-lain. Pada
sosiogram jaringan komunikasi mengenai panen yang dibentuk oleh petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun terlihat terpusatnya setiap individu yang menjadi anggota klik
pada satu individu yang menjadi tokoh sentral. Setiap klik dalam sistem memiliki pola
komunikasi yang sama, dimana setiap anggotanya berkomunikasi pada satu individu
yang menjadi starnya.
Proses panen di desa tersebut memerlukan koordinasi sesama petani ubi kayu
dengan baik. Pada saat akan melakukan panen diperlukan jasa pembongkaran dan
jasa pengangkutan ubi kayu untuk dipasarkan ke pabrik ubi kayu. Jasa pembongkaran
dalam hal ini memerlukan tenaga kerja untuk memanen ubi kayu dan jasa
pengangkutan membutuhkan sarana transportasi seperti truk pengangkut dengan
kapasitas besar. Umumnya, penyedia jasa pembongkaran dan jasa pengangkutan
merupakan satu orang yang sama. Ia menyediakan buruh pembongkar sekaligus truk
pengangkut ubi kayu menuju pabrik terdekat. Kondisi yang ada adalah keterbatasan
orang-orang yang menyediakan jasa seperti ini di desa tersebut. Penyedia jasa seperti
ini merupakan orang yang menguasai informasi mengenai panen seperti waktu yang
tepat untuk melakukan panen “membongkar” dan mengangkut tanaman ubi kayu serta
informasi mengenai harga yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Oleh karena itu, para
petani ubi kayu sangat menggantungkan pertukaran informasi dalam sistem jaringan
komunikasi terhadap orang tersebut. Sehingga, konteks seperti ini yang
mengakibatkan pola komunikasi yang petani ubi kayu memusat pada satu individu
yang berperan sebagai pemimpin.
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen digambarkan dalam
sosiogram pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terihat struktur jaringan komunikasi
mereka merupakan struktur personal yang menyebar (radial personal network).
Struktur seperti ini juga dibentuk petani ubi kayu dalam perbincangan mengenai bibit
dan juga pupuk. Dalam struktur radial seperti ini, memungkinkan setiap anggota dalam
klik dan individu lainnya dalam sistem untuk berinteraksi satu sama lainnya.
93
G
amba
r 6. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai p
anen
94
Pada jaringan komunikasi ini dapat membantu petani dalam mengatasi
kelangkaan informasi. Informasi mengenai panen tidak menjadi suatu masalah bagi
petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, hal ini disebabakan setiap petani mampu
untuk mengakses sumber informasi baik yang berada di dalam sistem maupun di luar
sistem. Selain itu, adanya rasa saling percaya antara sesama petani ubi kayu dan
orang yang menyediakan jasa panen dan transportasi juga menjadikan proses
komunikasi yang lancar sehingga petani ubi kayu mudah untuk mengetahui
perkembangan informasi panen terkini. Identifikasi terhadap jaringan komunikasi petani
ubi kayu mengenai aspek panen dilakukan dengan menggunakan sosiogram.
Sosiogram yang ditampilkan pada Gambar 6 menunjukkan terdapat lima klik yang
menyusun jaringan komunikasi mengenai panen. Adapun identifikasi lebih lanjut
mengenai klik dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 62,59,77,66,81,54,26,25,29,47,75,65,48,74,76,72,64,27,28,53,63,78,52,61,73,31,51,60,87,89,49,50,55,15,46,79,33,30
38
II 8,9,68,6,7,11,3,4,5,58,95,2,97,12,96,18,10 17 III 37,35,57,39,56,41,67,99,88,100,98,83,80 13 IV 34,85,92,91,86,82,38,23 8 V 20,22,32,21,24 5
Di luar Klik 70,42,43,40,69,16,17,90,14,19,13,94,71,93 14
Pada sosiogram di Gambar 6 berbagai individu anggota sistem jaringan
komunikasi mengenai panen memiliki beberapa peran yang dapat diidentifikasi.
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan komunikasi
mengenai aspek panen di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 84 dan node 44. Node 84
merupakan liaison yang menghubungkan klik III dan klik IV, sedangkan node 44
merupakan liaison yang menghubungkan klik I dan IV. Liaison merupakan individu
yang menghubungkan klik yang satu dengan klik lainnya dimana dirinya bukanlah
anggota dari salah satu klik yang ia hubungkan. Berbeda dengan liaison, bridge
merupakan individu yang menghubungkan klik yang satu dengan klik dimana ia
merupakan anggota salah satu klik yang ia hubungkan. Pada jaringan komunikasi ini,
individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan oleh node 66, 78, 87, 29, 59, 62,
46, 6, 5,100.
95
Node 66, 78 dan 87 menghubungkan klik I dengan klik II sedangkan node 72 dan
48 menghubungkan klik I dan III. Klik I berhubungan dengan klik IV melalui node 29, 62
dan 59 dan Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 62 dan node 46. Pada klik II
yang berhubungan dengan klik III individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan
oleh titk 6 dan klik II yang berhubungan dengan klik V ditunjukkan oleh node 5. Klik III
berhubungan dengan kllik IV melalui individu yang berperan sebagai bridge yang
ditunjukkan oleh node 100. Pada jaringan komunikasi mengenai panen berbeda
dengan jaringan komunikasi lainnya yang membicarakan topik tertentu. Pada jaringan
komunikasi ini terdapat satu individu yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus
sebagai cosmopolite. Individu yang berperan menjadi gatekeeper dan cosmopilte pada
sosiogram di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 62.
Node 62 adalah Pak Sunarto yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk
melakukan panen dan juga menyediakan jasa transportasi untuk mengangkut hasil
panen menuju pabrik ubi kayu. Pak Sunarto merupakan individu yang memiliki
kemampuan untuk mengakses sejumlah sumber informasi penting yang berada di luar
sistem. Node 62 berhubungan dengan node 101, 111, dan 112. Node 101 merupakan
PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), node 111 adalah pabrik ubi kayu yang berada di
Desa SB 9 yang sering disebut sebagai Pabrik ITTARA dan node 112 merupakan
pabrik ubi kayu yang berada di Dusun Teluk Dalam. Pabrik ITTARA merupakan pabrik
yang memiliki kapasitas penampungan ubi kayu 100 ton ubi kayu per hari dan pabrik di
Dusun Teluk Dalam memiliki kapasitas 50 ton ubi kayu per haari. Semua ubi kayu yang
diterima di pabrik tersebut diproses mulai dari pencucian, pemotongan, pengambilan
pati hingga pengeringan menjadi tepung tapioka. Selain berhubungan dengan sumber
informasi diluar sistem, Pak Sunarto juga menyebarkan informasi tersebut kepada
individu-individu lain yang terhubung dengannya. Informasi yang terpenting yang
disebarkan adalah terkait dengan harga yang diterima di pabrik setempat. Oleh karena
itu, Pak Sunarto memiliki kemampuan untuk mengontrol arus informasi yang terjadi di
lingkungannya. Ia memiliki kekuasaan untuk menentukan apakah informasi tersebut
penting atau tidak untuk diteruskan pada semua individu anggota sistem Pak Sunarto
juga mampu menghubungi semua klik yang ada pada sistem lewat perannya sebagai
bridge yang menghubungkan klik I dengan klik II dan IV. Oleh karena itu, Pak Sunarto
dapat berperan sebagai gatekeeper juga merangkap sebagai cosmopolite dalam
sistem jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen.
Pada sosiogram di Gambar 6 dapat diidentifikasi beberapa node yang
memerankan sebagai star. Pada klik I individu yang berperan sebagai star ditunjukkan
96
oleh node 62. Pada klik II individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 8.
Pada klik III individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 37. Star pada
klik IV ditunjukkan oleh node 34 dan pada klik V ditunjukkan oleh node 20. Individu-
individu yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi petani ubi kayu
mengenai panen merupakan individu yang memiliki jumlah total hubungan maksimal
dengan individu-individu lain dalam sistem.
Node 8 adalah Pak Sudaryanto dan node 37 adalah Pak Mujio. Baik Pak
Sudaryanto maupun Pak Mujio merupakan orang-orang yang memiliki akses terhadap
sumber informasi mengenai panen. Mereka adalah orang-orang yang menyediakan
jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan memiliki alat transportasi untuk
mengangkut hasil panen. Pak Sudaryanto umumnya dihubungi oleh petani ubi kayu
yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah tempat tinggal dengan dirinya
yaitu di Dusun Besuki, Pak Sudaryanto juga termasuk orang yang aktif dalam kegiatan
kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Suka Maju. Pak Mujio umumnya
dihubungi oleh petani ubi kayu yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah
tempat tinggal dengan dirinya yaitu di Dusun Sumbersari. Pak mujio juga termasuk
orang yang aktif dalam kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Sido
Makmur. Seperti penjelasan sebelumnya node 20 adalah Pak Suparyanto dan node 34
adalah Pak Saryo. Kedua orang ini memang bukanlah orang yang menyediakan jasa
tenaga kerja dan pengangkutan hasil panen, namun kedua orang ini memiliki informasi
dan pergaulan yang cukup luas sehingga dapat diajak berbicara mengenai topik atau
isu-isu yang berkaitan dengan panen. Informasi yang diperbincangkan bukan hanya
sekedar informasi harga jual yang berlaku tetapi juga terkait informasi teknik
pemanenan, perlakuan ubi kayu setelah panen, dan juga pemilihan batang umbi untuk
dijadikan bibit pada penanaman selanjutnya.
Terdapat beberapa penyebab yang mengakibatkan individu tertentu menjadi star
dalam jaringan komunikasi panen. Pada aspek pendidikan pengalaman usahatani,
keikutsertan dalam kelompok sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan
pendapatan bukan merupakan penyebab yang signifikan, akan tetapi kempemilikan
moda transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja merupakan salah
satu penyebab utama dalam menjadikan individu tertentu menjadi star. Selain itu,
kemampuan mengakses sejumlah sumber-sumber informasi di luar sistem jaringan
komunikasi, juga merupakan faktor lainnya yang menyebabkan seseorang dapat
berperan sebagai star. Analisis terhadap jaringan komunikasi petani ubi kayu
mengenai aspek panen di Desa Suko Binangun menunjukkan terdapat individu tertentu
97
yang menjadi isolate. Individu yang berperan sebagai isolate ditunjukkan oleh node 1,
45, dan 36. Keberadaan peran isolate dalam jarigan komunikasi mengenai aspek
panen kali ini hanya sedikit saja. Pada dasarnya seluruh petani ubi kayu akan menjual
hasil usahtaninya ke pabrik dengan mengandalkan kemampuan individu yang
berperan sebagai star, sehingga kecil sekali kemungkinan individu anggota sistem
untuk tidak berkomunikasi dengan individu lainnya mengenai aspek panen. Kondisi
seperti ini dilandasi oleh pentingnya informasi panen untuk mempermudah petani ubi
kayu dalam menjalankan usahataninya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Resume
Terbentuknya klik-klik pada setiap jenis jaringan komunikasi yang memuat
informasi mengenai teknologi produksi merupakan hasil dari interaksi dalam proses
komunikasi dengan basis teritorial tempat tinggal. Dalam berkomunikasi baik dalam
konteks mencari, menerima dan menyebarkan informasi petani ubi kayu cenderung
berkomunikasi dengan intens pada orang-orang yang memiliki kesamaan tempat
tinggal dalam sebuah wilayah tertentu. Orang-orang yang tergabung didalam sebuah
klik adalah individu yang memiliki kesamaan tempat tinggal sebagai batasan dalam
berkomunikasi dan memiliki derajat keterhubungan yang tinggi dengan anggota klik
yang lainnya. Perbedaan jumlah klik dalam sebuah jaringan komunikasi yang memuat
informasi produksi seperti bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen berimplikasi
pada perbedaan struktur jaringan personal pada setiap isu jaringan komunikasi.
Semakin banyak jumlah klik yang dimiliki oleh sebuah jaringan komunikasi semakin
menggambarkan bahwa distribusi informasi tidak memusat pada individu fokal tertentu,
melainkan informasi tersebut tersebar dengan merata. Distribusi informasi yang merata
pada setiap anggota sistem jaringan komunikasi dibahas dalam konsep struktur radial
personal network (menyebar) sedangkan, distribusi informasi yang memusat hanya
pada individu fokal tertentu dibahas dalam konsep interlock personal network
(memusat). Jaringan komunikasi yang cenderung radial ditunjukkan dengan
banyaknya jumlah klik dan bridge sosiogram jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi
yang memiliki struktur radial personal network adalah jaringan komunikasi mengenai
bibit, pupuk dan panen sedangkan yang memiliki struktur radial personal network
adalah jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah untuk jenis informasi yang bersifat umum dan tidak menemukan
kesulitan dalam mengaksesnya seperti bibit, pupuk dan panen, jaringan komunikasi
yang terbentuk cenderung terbuka dengan lingkungan sehingga memungkinkan
98
anggota sistemnya untuk menerima input berupa sumberdaya seperti materi, energi,
informasi dan ide ke dalam sistem jaringan komunikasi mereka. Untuk jenis informasi
yang bersifat spesifik dan memerlukan upaya yang besar dalam mengaksesnya seperti
informasi hama dan penyakit jaringan komunikasi yang terbentuk cenderung tertutup
dan memusat pada satu individu fokal.
Keberadaan berbagai peran yang dimainkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun yang digambarkan dalam sosiogram membuktikan kebenaran asumsi dari
teori jaringan yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam mengakses sumberdaya yang ada. Hal ini terlihat dalam analisa
jaringan komunikasi yang menunjukkan perbedaan kemampuan dalam mengakses
sumberdaya terlihat dari munculnya berbagai posisi dan peran yang berbeda pada
sistem jaringan komunikasi sehingga memperlihatkan kemampuan yang berbeda
dalam mengakses sumberdaya informasi. Selain munculnya peran yang berbeda
dalam jaringan komunikasi juga faktanya orang-orang yang memiliki peran-peran
tertentu akan memiliki peran yang berbeda pada jaringan komunikasi yang lain,
contohnya node 13 yaitu Pak Sugito yang menjadi star di suatu klik dalam jaringan
komunikasi mengenai bibit, pada jaringan komunikasi mengenai pupuk dapat berperan
sebagai cosmopolite dan gatekeeper. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
keberadaan peran yang paling penting dalam sebuah jaringan komunikasi mengenai
informasi teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun adalah peran sebagai
star, bridge dan kunci penyebar informasi. Keberadaan petani ubi kayu yang berperan
seperti ini membantu dalam mengatasi kelangkaan iinformasi mengenai teknologi
produksi ubi kayu akibat terjadinya penyebaran informasi yang tidak merata dari
sumber informasi hingga ke semua anggota sistem jaringan komunikasi. Distribusi
informasi akan berjalan dengan baik jika petani ubi kayu yang memiliki peran-peran
tersebut dapat menjalankan peran mereka disertai dengan sikap terbuka dengan
petani ubi kayu anggota sistem jaringan komunikasi lainnya.
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai struktur komunikasi yang dianalisis
dengan jaringan komunikasi dan dikaitkan dengan empat isu teknologi produksi ubi
kayu menghasilkan perbedaan basis kecenderungan komunikasi dalam pembicaraan
mengenai informasi bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Dalam pembicaraan
mengenai bibit, pupuk dan panen petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan
orang yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses
secara fisik dan memiliki sikap terbuka dengan sesama. Untuk pembicaraan mengenai
hama dan penyakit petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan orang yang
99
memiliki selain dapat mudah dijangkau secara fisik dan memiliki informasi yang
dibutuhkan tetapi juga pada orang yang dapat dipercaya sebagai sumber informasi
yang kredibel. Rasa kepercayaan ini timbul seiring dengan lamanya seorang sumber
informasi menjalani usahatani ubi kayu seperti node 34 yaitu Pak Saryo yang dianggap
sebagai petani ubi kayu senior dan pemimpin pendapat dalam hal budidaya ubi kayu.
Pada pengorganisasian petani ubi kayu dalam konteks pelaksanaan program
pembangunan harus dilakukan dalam basis teritorial tempat tinggal agar memudahkan
petani ubi kayu untuk berpartisipasi ke dalam program pembangunan, selanjutnya
untuk penyebaran informasi yang bersifat bersifat spesifik dan memerlukan upaya
yang besar dalam mengaksesnya seperti informasi hama dan penyakit perumus
kebijakan atau penggagas program pembangunan perlu mendekati petani ubi kayu
yang tidak hanya menjadi star atau opinion leader dalam sistem komunikasinya tetapi
juga petani ubi kayu yang dianggap sebagai sumber informasi terpercaya yang ada di
lingkungan tempat tinggal mereka.
Pemanfaatan sumber informasi yang berada di luar sistem jaringan komunikasi
oleh petani ubi kayu diakses secara berbeda untuk setiap jenis jaringan komunikasi.
Pada jaringan komunikasi mengenai bibit sumber informasi yang paling banyak
diakses oleh petani ubi kayu adalah penyuluh pertanian, pada jaringan komunikasi
mengenai pupuk sumber informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh dan
distributor pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit sumber
informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh pertanian, UPTD dan distributor
pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai panen yang sumber informasi yang paling
sering diakses adalah pabrik ubi kayu di Desa Teluk Dalam dan pabrik ubi kayu di
Desa SB 9 yaitu pabrik ubi kayu ITTARA.
Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya
orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu
lainnya. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi
mengenai bibit dan pupuk umumnya memiliki karakteristik personal berpendidikan
tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup lama dan memiliki tingkat
keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok. Pada jaringan komunikasi
mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu yang berperan sebagai star adalah
orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang
terbilang lama, serta memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan
kepemilikan media massa yang tinggi. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star
dalam jaringan komunikasi mengenai panen adalah orang yang memiliki moda
100
transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja, sedangkan karakteristik
personal seperti pendidikan, pengalaman usahatani, keikutsertan dalam kelompok
sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan pendapatan bukan merupakan
landasan utama seseorang dapat berperan sebagai star dalam pembicaraan mengenai
panen.
Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate
merupakan orang yang memiliki kontak paling minmal dengan individu lainnya dalam
sistem jaringan komunikasi. Peran isolate juga diberikan pada petani ubi kayu yang
tidak mampu mengakses sumber informasi baik yang berada dalam sistem maupun di
luar sistem jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang dimiliki isolate sebagian
besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, luas lahan
yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah, kepemilikan media massa
yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika dibandingkan dengan
pendapatan rata-rata petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.
Analisis Jaringan Komunikasi di Tingkat Individu
Analisis jaringan komunikasi di tingkat individu dalam penelitian ini untuk melihat
ukuran sentralitas lokal dan sentralitas global individu petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun. Menurut Scott (2000), Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat
beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik
terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan mereka. Sentralitas juga dapat
digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem. Nilai rata-rata,
maksimum, minimum sentralitas lokal dan sentralitas global responden berdasarkan
topik pembicaraan dalam jaringan komunikasi secara jelas dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen
Indeks Jaringan Komunikasi
Isu atau Topik Jaringan Komunikasi Seluruh Isu/TopikBibit Pupuk Hama dan
Penyakit Panen
Sentralitas Lokal Rata-Rata 3,4 2,9 2.4 2,7 6,4 Maksimum 21 14 18 38 45 Minimum 0 0 0 0 1 Sentralitas Global Rata-Rata 6938 8615 9301 8392 4430 Maksimum 99.000 99.000 99.000 99.000 9900 Minimum 1948 2908 5020 1934 387
101
Sentralitas Lokal
Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan
individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat
dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang
dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi
sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal
memperhatikan keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan
lingkungan terdekat (pertetangaan). Nilai sentralitas lokal menunjukkan jumlah
hubungan yang mampu dibuat individu dalam lingkungan terdekatnya . Individu yang
memiliki nilai sentralitas lokal terbesar dibahas dalam konsep “star” (bintang) dan
individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terkecil dibahas dalam konsep “isolate”
(pencilan).
Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sentralitas lokal petani
ubi kayu untuk seluruh topik menunjukkan angka 6,4. Artinya, petani ubi kayu rata-rata
mampu menghubungi 6 orang mengenai teknologi produksi ubi kayu baik mengenai
aspek bibit, pupuk, hama dan penyakit serta mengenai panen. Secara lebih rinci untuk
rata-rata petani ubi kayu mampu menghubungi tiga orang mengenai bibit, tiga orang
mengenai pupuk, dua orang mengenai hama & penyakit dan tiga orang mengenai
panen. Nilai maksimum sentralitas lokal keseluruhan isu/topik jaringan komunikasi
menunjukkan 45 dan minimum 1. Berarti petani ubi kayu paling banyak mampu
menghubungi 45 orang dan paling sedikit mampu menghubungi satu orang petani
dalam sebuah sistem. Nilai maksimal sentralitas lokal petani ubi kayu untuk setiap
topik yang berbeda. Untuk topik mengenai bibit, petani ubi kayu mampu menghubungi
petani lainnya dalam lingkungan terdekatnya paling banyak berjumlah 21 orang,
sedangkan untuk topik mengenai pupuk, hama & penyakit dan panen masing-masing
berjumlah 14, 18, 38 orang. Nilai sentralitas lokal tertinggi untuk semua topik
pembicaraan dalam jaringan komunikasi dimiliki oleh node 62, sedangkan nilai
sentralitas lokal tertinggi untuk topik mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit
tanaman serta panen berturut-turut dimiliki oleh node 34, 13, 34 dan 62.
Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terendah merupakan individu yang
memiliki kontak minimal dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini
disebut sebagai pencilan atau isolate. Dalam interaksi sesama anggota kliknya,
individu ini tidak terjangkau atau tersentuh oleh pertukaran informasi. Pada jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit, pupuk, hama dan penyaki serta panen
terdapat lima individu yang menjadi isolate yang ditunjukkan oleh node 22, 42, 43, 45
102
dan 71. Node 22, 42, 43 dan 45 merupakan individu petani ubi kayu yang memiliki
pendapatan bersih per musim tanam dibawah rata-rata, yakni berkisar Rp.2 490.000
hingga Rp.3.226.000. Selain itu, mereka juga memiliki tingkat pendidikan, tingkat
keikutsertaan dalam kelompok serta kepemilikan media massa yang rendah. Lahan
pertanian yang mereka garap merupakan lahan milik pribadi yang tergolong sempit
yakni berkisar antara 0,25 sampai 0,5 ha. Kondisi seperti ini yang menyebabkan
mereka tidak percaya diri untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan individu
lainnya. Akibatnya mereka tidak terlibat jaringan komunikasi dan tidak tersentuh oleh
pertukaran informasi yang berada di lingkungan mereka. Hal ini juga yang
menyebabkan mereka enggan dijadikan sebagai sumber informasi atau pusat
perhatian dalam interaksi sesama petani ubi kayu di lingkungan mereka.
Sentralitas Global
Pengukuran sentralitas global diekspresikan dalam istilah “distance” diantara
beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan
aktor dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan
yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan.
Sentralitas global dapat memberikan gambaran kemampuan akses individu didalam
sistem. Sentralitas global diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih orang
yang tepat sebagai kunci penyebar informasi. Semakin kecil nilai sentralitas global
yang dimiliki individu maka semakin besar kemampuan individu tersebut untuk
menghubungi semua orang dalam sistem (Scott, 2000).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan software UCINET VI pada
Tabel 28, diperoleh nilai maksimum sentralitas global menunjukkan 9900 dan nilai
minimum sentralitas global 387 sedangkan, nilai rata-rata sentralitas global adalah
4431 untuk semua topik jaringan komunikasi yakni bibit, pupuk, hama dan penyakit
serta panen. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terbesar untuk seluruh topik
jaringan komunikasi adalah individu yang ditunjukkan oleh node 1, 4, 21, 22, 25, 26, 30
, 31, 35, 44, 45, 50, 57, 59, 63, 64, 65, 71, 77, 81, 83, 84, 86, 89, 92 dan 99. Artinya
untuk seluruh topik pembicaraan mengenai teknologi produksi dalam jaringan
komunikasi, terdapat sebanyak 26 node yang merupakan individu yang paling sulit
untuk menghubungi seluruh individu yang menjadi anggota dalam sistem jaringan
komunikasi.
Individu yang memiliki nilai sentralitas global yang rendah masih merupakan
individu yang sama yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi. Artinya nilai
103
sentralitas global yang rendah menunjukkan sedikitnya distance yang harus ditempuh
atau dilalui oleh seseorang untuk menghubungi semua individu lain dalam sebuah
sistem. Dalam arti lain, seseorang yang hanya memerlukan distance yang pendek
untuk menghubungi individu lainnya adalah seseorang yang memiliki kemampuan
yang besar untuk dapat menjangkau semua individu dalam sistem jaringan
komunikasinya. Oleh karena itu, orang tersebut dapat berperan sebagai kunci
penyebar informasi. Melalui orang-orang inilah informasi-informasi baru dapat diterima
dan disebarluaskan kepada seluruh anggota sistem. Pada setiap jenis informasi dapat
muncul individu yang berbeda untuk berperan sebagai kunci informasi, untuk informasi
yang menyangkut teknologi produksi seperti bibit dan pupuk individu yang berperan
sebagai kunci penyebar informasi adalah node 13 dan untuk informasi teknologi
produksi seperti hama dan penyakit serta panen yang berfungsi sebagai kunci
penyebar informasi adalah node 34. Untuk jenis informasi mengenai teknologi produksi
secara keseluruhan yaitu bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang
berperan sebagai kunci penyebar informasi adalah node 34. Perbedaan aktor yang
berperan untuk setiap jenis informasi yang berbeda menandakan adanya perbedaan
karakteristik informasi dan juga karakteristik aktor tersebut.
Resume
Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal untuk seluruh topik adalah
node 62 yaitu Pak Sunarto sedangkan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas
global terendah adalah node 34 yaitu Pak Saryo. Node 34 bukan merupakan individu
yang berperan sebagai star dalam penerapan teknologi produksi usahatani ubi kayu,
hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu star mempunyai nilai sentralitas global
terendah. Artinya individu yang menjadi star tidak selamanya mampu mengakses
seluruh indvidu dalam sistem. Hal ini terjadi karena perbedaan karakter informasi yang
dipertukarkan dalam sistem jaringan komunikasi. Pada jenis informasi mengenai panen
individu dengan node 62 menjadi star dalam lingkungan terdekatnya, namun
pembicaraan mengenai aspek penerapan teknologi yang lainnya yaitu jenis informasi
mengenai bibit, pupuk serta hama dan penyakit node 34 merupakan orang yang paling
banyak dicari dan dijadikan sumber informasi oleh individu anggota sistem. Selain itu,
node 34 memiliki pengalaman berusahatani ubi kayu yang lebih lama, luas lahan
garapan yang lebih luas dan tingkat keikutsertaan dalam kelompok sosial yang lebih
tinggi dari node 62. Hal ini yang menjadikan node 34 mudah dalam mengakses seluruh
individu anggota sistem.
104
Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi kayu di Desa Suko Binangun
Pada dasarnya proses komunikasi yang terjalin diantara petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun dilandasi atas kedekatan teritorial tempat tinggal dan kedekatan letak
ladang mereka. Meskipun terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi petani ubi kayu
dalam memilih pasangan komunikasinya dalam membicarakan informasi tertentu,
namun unsur kedekatan tempat tinggal dan letak ladang adalah hal yang paling utama.
Untuk memilih sumber informasi di dalam sistem jaringan komunikasi yang akan
mereka akses dilakukan atas dasar kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan
kenyamanan dalam berkomunikasi. Mereka cenderung berkomunikasi dengan orang
yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses secara
fisik dan memiliki keterbukaan dengan sesama. Selain itu, mereka juga cenderung
berkomunikasi dengan orang yang memiliki permasalahan yang sama dengan yang
mereka alami, proses komunikasi seperti ini terjadi dalam bentuk “sharing” dengan
tujuan untuk menghibur sesama. Pemilihan sumber informasi yang berada di luar
sistem jaringan komunikasi dipilih berdasarkan kemudahan akses sumber informasi
dengan masing-masing sumber informasi, selain itu pemilihan juga didasarkan atas
dasar kepercayaan dan kemampuan sumber informasi dalam memberikan informasi
yang akurat dan relevan.
Kecenderungan yang terjadi pada petani ubi kayu untuk mencari, menerima dan
menyebarluaskan informasi melalui proses komunikasi menimbulkan struktur jaringan
komunikasi yang berbeda-beda pada setiap topik teknologi produksi yang dibicarakan
dalam jaringan komunikasi. Pada jaringan komunikasi yang membicarakan mengenai
bibit, pupuk dan panen struktur komunikasi adalah jaringan personal yang menyebar
(radial personal network) sedangkan, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan
penyakit tanaman struktur komunikasi adalah jaringan personal yang memusat
(interlock personal network). Pada setiap jaringan komunikasi yang berbeda terdapat
perbedaan individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan sebagai
kunci penyebar informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Selain peran-peran
tersebut, juga terdapat peran sebagai cosmopolite dan gatekeeper yang berperan
penting dalam sebuah sistem jaringan komunikasi agar dapat terus bertahan dan
merespon segala perubahan yang menjadikan sistem jaringan komunikasi menjadi
dinamis. Uraian lebih rinci mengenai jaringan komunikasi petani ubi kayu berdasarkan
masing-masing topik penerpan teknologi dapat di lihat pada Tabel 29.
105
Tabel 29. Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun Analisis Jaringan Komunikasi Isu/Topik Jaringan Komunikasi
Bibit Pupuk Hama dan Penyakit
Panen
Struktur Komunikasi Radial Radial Interlock Radial Jumlah Klik 6 9 4 5 Node Sentralitas Lokal Tertinggi 34 13 34 62 Node Sentralitas Global Terendah 13 13 34 34 Node Cosmopolite 13 13 20 62 Node Gatekeeper 13 13, 94 20 62 Jumlah Node Bridge 17 20 9 10
Perbedaan struktur jaringan yang terjadi pada setiap jaringan menunjukkan
bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki pola komunikasi yang berbeda
pada informasi yang berbeda. Hal ini juga menggambarkan bagaimana bentuk
distribusi informasi yang terjadi pada proses pertukaran informasi mengenai teknologi
produksi. Jaringan personal yang menyebar (radial) terdiri dari sekumpulan individu-
individu yang terhubung pada individu fokal tetapi tidak berinteraksi dengan satu sama
lainnya. Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka
terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal
untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan
orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh (ikatan lemah) yang berguna sebagai
saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yg
menghubungkan 2 atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangat penting
karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial sangat
penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem,
sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara
alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin
untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003). Pada
pembicaraan mengenai hama dan penyakit tanaman struktur komunikasi merupakan
jaringan personal yang memusat, dimana orang-orang cenderung berkomunikasi
dengan orang-orang yang memiliki jarak komunikasi yang dekat sehingga ikatan yang
ada menjadi kuat. Kondisi ini yang menyebabkan sulitnya pendistribusian informasi
mengenai penanganan penyakit “leles” sehingga, kelangkaan informasi yang terjadi di
tingkat petani sulit untuk diatasi.
Berdasarkan Tabel 29 dapat terlihat bahwa masing-masing jaringan komunikasi
teknologi produksi memiliki individu yang berperan sebagai star yang berbeda. Pada
pembicaraan mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang
memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi dan berperan menjadi star berturut-turut adalah
106
34, 13, 34 dan 62. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah dan berperan
sebagai kunci penyebar informasi bibit dan pupuk adalah node 13 dan individu yang
berperan sebagai unci penyebar informasi hama dan penyakit serta panen adalah
node 34.
Node 34 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak
Saryo merupakan ketua Kelompok Tani Surya Tani. Ia dianggap sebagai petani senior
yang cukup dihormati oleh petani ubi kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau
memiliki pengalaman yang lama. Kelompok surya tani yang dipimpin oleh Pak Saryo
merupakan kelompok petani ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki
pola komunikasi yang cukup intens dengan sesama anggotanya. Pak saryo
merupakan orang yang populer dalam perbincangan mengenai informasi bibit serta
informasi mengenai hama dan penyakit. Untuk informasi mengenai bibit, Pak Saryo
adalah salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan dan mempopulerkan bibit
ubi kayu UJ-3 atau yang sering disebut sebagai singkong thailand. Penerapan
teknologi produksi dalam hal bibit yang dilakukan hingga saat ini merupakan salah satu
pengaruh dari peran Pak Saryo sebagai petani ubi kayu senior di lingkungannya. Bibit
ubi kayu UJ-3 masih diadopsi hingga sekarang oleh petani ubi kayu lainnya di Desa
Suko Binangun, bahkan ketika ada inovasi baru mengenai bibit ubi kayu yakni bibit UJ-
5 atau sering disebut sebagai singkong kasesa, petani ubi kayu yang mengadopsinya
masih kalah jumlah dengan petani ubi kayu yang mengadopsi bibit UJ-3. Mengenai
hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu mereka, Pak Saryo juga salah
satu orang yang ikut mempopulerkan pertama kali obat penghambat pertumbuhan
rumput dan pembeku rumput (gulma). Pak Saryo merupakan orang yang pertama kali
menerapkan inovasi mengenai bibit UJ-3 dan obat penghambat gulma. Konteks
seperti ini dapat dikatakan bahwa Pak Saryo merupakan opinion leader dan star yang
menjadi pusat perhatian bagi petani ubi kayu yang lain dan mampu mempengaruhi
tindakan atau perilaku petani ubi kayu lainnnya dalam menerapkan teknologi produksi.
Peran sebagai opinion leader dan star tidak lepas dari gambaran karakteristik yang
melekat pada diri Pak saryo. Pak Saryo memilik usia yang masuk dalam kategori tua
yakni 60 tahun, pendidikan yang ia tempuh lamanya 6 tahun dan masuk ke dalam
kategori sedang, luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yakni 1,5 ha dan
pendapatan yang masuk ke dalam kategori rendah yakni Rp. 6.982.000 untuk satu kali
panen dengan masa tanam 6 sampai 8 bulan untuk varietas genjah namun, Pak Saryo
memiliki pengalaman berusahatani yang paling lama diantara petani ubi kayu lainnya
yakni selama 40 tahun. Selain itu, ia memiliki akses yang cukup baik dengan sejumlah
107
media massa seperti televisi, leaflet dan koran. Karakteristik personal seperti inilah
yang menjadikan Pak Saryo sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai bibit
dan mengenai hama dan penyakit dalam lingkungan terdekatnya.
Node 20 adalah Pak Suparyanto yang memiliki peran sebagai cosmopolite dan
sekaligus gatekeeper dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Pak
Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan Pak
Suparyanto ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL
(Penyuluh Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan
distributor pupuk. Sebagai individu yang memiliki dua peran penting sekaligus, Pak
Suparyanto memiliki keunikan karakteristik personal. Usia Pak Suparyanto cukup tua
yakni berusia 41 tahun, pendidikan yang dimiliki masuk dalam kategori tinggi dimana ia
menempuh pendidikan selama 11 tahun, pengalaman berusahatani yang ia miliki
masih tergolong baru yaitu selama 15 tahun, luas kepemilikan lahan tergolong sempit
yaitu hanya sekitar 1,25 hekar, kepemilikan media massa masuk ke dalam kategori
sedang dengan memiliki empat jenis media massa yaitu televisi, radio, leaflet dan
brosur. Keikutsertaan dalam kelompok juga masuk kedalam kategori sedang dengan
mengikutsertai tiga jenis kelompok yaitu kelompok tani, kelompok yasinan, dan
kelompok kesenian yaitu reog ponorogo. Selanjutnya, pendapatan yang diperoleh oleh
Pak Suparyanto tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
petani ubi kayu lainnya, namun nominal ini juga tidak terlalu rendah jika diandingkan
dengan pendapatan petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya, yaitu sebesar
Rp.13.410.000. berdasarkan uraian tersebut, dapat diakatakan bahwa pendidikan,
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa merupakan karakteristik
personal yang menonjol yang nelekat di diri Pak Suparyanto. Selain itu, Pak
Suparyanto merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi
yang dianggap penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya.
Selain dikenal sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun
dikenal sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang
terdapat di lingkungannya. Oleh karena itu, Pak Suparyanto merupakan individu yang
memiliki peran sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus.
Node 94 adalah Pak Edi yakni petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani
yang berhasil dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan
ubi kayu yang luas. Luas lahan yang diusahakan oleh Pak Edi adalah lima hektar yang
terbilang sangat luas untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.
108
Keberhasilan Pak Edi dalam berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas
lahan tetapi juga dari kondisi lahan yang menguntungkan serta input produksi yang
mencukupi dan memadai yang sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu,
Pak Edi merupakan wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia
berbagai input pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan
berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan
rumput. Selain itu, Pak Edi juga merupakan salah satu petani ubi kayu yang memiliki
truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil panen usahatani ke pabrik ubi
kayu terdekat. Bagi petani ubi kayu yang bertempat tinggal satu wilayah dengan Pak
Edi cenderung untuk berkomunikasi dengan dirinya agar dapat mengakses alat
transportasinya untuk mengangkut hasil panen mereka. Penggunaan truk milik Pak Edi
tidak cuma-cuma, petani ubi kayu membayarkan sejumlah uang untuk mengakses
kendaraannya yakni Rp.40.000 per ton ubi kayu yang diangkut. Pak Edi berama
dengan Pak Sugito memiliki peran sebagai gatekeeper dalam jaringan komunikasi
mengenai pupuk. Pak Edi memiliki kemampuan untuk mengontrol informasi mengenai
pupuk yang akan disebarluaskan atau tidak pada petani ubi kayu di desa tersebut.
Kemampuan ini tidak terlepas dari karakteristik personal dan keterlibatannya dalam
jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang menonjol dari diri Pak Edi diantaranya
adalah pendidikan yang tinggi yakni selama 12 tahun menempuh pendidikan formal,
kepemilikan luas lahan yaitu lima hektar, kepemilikan media massa sebanyak enam
buah seperti televisi, radio, leaflet, koran, majalah dan poster serta tingkat pendapatan
yang dicapai sangat tinggi yaitu Rp.73.530.000. Sebagai orang yang berperan sebagai
gatekeeper, Pak Edi memiliki nilai sentralitas lokal 10, artinya terdapat 10 orang petani
ubi kayu yang berhubungan dengan Pak Edi dalam pembicaraan mengenai pupuk di
lingkungan terdekatnya. Pak Edi memiliki akses terhadap sumber informasi yang
berada di luar ssitem jaringan komunikasi yakni dengan node 105 yang merupakan
distributor pupuk dari perusahaan pupuk tertentu.
Node 13 adalah Pak Sugito yang berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus
sebagai penjual pupuk di Desa Suko Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari
distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP,
Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki
posisi sosial sebagai ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak
Sugito juga merupakan orang yang aktif dengan berbagai kelompok dan organisasi
sosial baik di dalam lingkungan tempat tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah
satunya ia menjadi partisipan partai politik. Sebagai orang yang paling populer di
109
lingkungan terdekatnya yang membicarakan soal pupuk, Pak Sugito juga merupakan
sumber informasi yang sering di akses oleh petani ubi kayu sekitar. Dirinya kerap
menjadi penghubung dan penyebar informasi-informasi baru yang tidak hanya berkisar
mengenai pupuk tetapi juga pada informasi yang berkaitan dengan program
pembangunan, bantuan pemerintah dan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang
datang dari instansi dinas-dinas terkait. Oleh karena itu, Pak Sugito juga berperan
sebagai gatekeeper dan juga cosmopolite dalam sistem jaringan komunikasi mengenai
bibit dan pupuk. Sebagai individu yang memiliki banyak peran penting, Pak Sugito
memiliki karakteristik personal yang cukup berbeda dengan petani ubi kayu lainnya.
Usia Pak Sugito tergolong muda, memiliki pengalaman berusahtani ubi kayu yang
tergolong baru dan Luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yaitu 1,5 ha, namun
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa masuk dalam kategori
tinggi, dimana Pak Sugito masuk ke dalam kelompok sosial seperti kelompok tani,
kelompok yasinan, kelompok pemuda, kelompok sinoman, kelompok karang taruna
dan partai politik. Media massa yang dimiliki adalah televisi, radio, leaflet, koran,
majalah dan poster. Selanjutnya, tingkat pendapatan yang dimiliki oleh Pak Sugito
terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya.
Pendapatan yang diperoleh oleh Pak Sugito adalah Rp. 40.490.000,-00 untuk satu kali
panen dalam masa tanam enam sampai delapan bulan untuk ubi kayu dengan varietas
genjah (singkong thailand).
Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi merupakan individu yang
memiliki hubungan total maksimal dengan individu lainnya dalam lingkungan
terdekatnya. Individu ini dapat disebut sebagai star dalam konsep sosiogram dan
merupakan individu yang paling “populer” pada lingkungan terdekatnya seperti
lingkungan pertetanggaan. Star yang ditunjukkan oleh node 62 adalah Pak Sunarto
yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan juga menyediakan
jasa transportasi untuk pengangkutan hasil panen ke pabrik ubi kayu setempat. Pak
Sunarto merupakan orang yang memiliki jumlah hubungan total paling banyak dengan
petani ubi kayu yang lain dalam pembicaraan mengenai teknologi produksi ubi kayu
yang menyangkut panen. Pada aspek pendidikan, Pak Sunarto tidak tergolong dalam
individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dalam menjalankan usahatani ia
pun masih terbilang baru, adapun luas lahan garapan yakni 1,25 hektar, namun
pendapatan yang ia peroleh selama satu musim tanam lebih tinggi dibandingkan
dengan petani ubi kayu pada umumnya di lingkungan terdekatnya yakni Rp.15.235.000
dan kepemilikan media massa yang dimilki adalah radio dan televisi, namun yang
110
menjadikan individu ini sebagai star adalah tingkat keikutsertaan ia kedalam tiga
kelompok sosial yang terdapat di lingkungannya. Kelompok sosial yang diakses oleh
Pak Sunarto adalah kelompok tani, kelmpok pemuda dan keloahragaan, serta
kelompok yasinan atau pengajian. Keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok sosial
tertentu mendukung seseorang untuk mengakses berbagai sumber informasi baik itu
yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem jaringan komunikasi melalui
pergaulan sosial yang tercipta dalam kelompok sosial. Hal ini mengakibatkan
seseorang memiliki keterbukaan dengan informasi baru dan terhubung oleh individu
lainnya sehingga, menjadikan individu tersebut sebagai pusat perhatian di lingkungan
terdekatnya. Selain berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai
panen, Pak Sunarto juga memiliki peran sebagai cosmopilite sekaligus sebagai
gatekeeper. Sama halnya dengan Pak Sugito yang juga berperan sebagai cosmopolite
dan gatekeeper, Pak Sunarto juga memiliki indikator keterlibatan dalam jaringan
komunikasi dimana ia memliki nilai sentralitas lokal sebesar 38 yang artinya, terdapat
38 oang petani ubi kayu yang berhubungan dengan dirinya untuk membicarakan
persoalan panen dalam lingkungan terdekatnya. selain itu juga, sebagai perannya
sebagai cosmopolite, Pak Sunarto memiliki akses yang cukup luas dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem yaitu pabrik ubi kayu yang ditunjukkan leh node 111
dan 112. Node 111 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di Desa SB 9 yakni
Pabrik Ubi kayu ITTARA dan node 112 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di
Dusun Teluk Dalam yang berlokasi dekat dengan Desa Suko Binangun.
Pada umumnya karakteristik personal seperti pendapatan, pendidikan, luas lahan
menjadi tolak ukur tingginya posisi atau status sosial seseorang. Dalam penelitian
mengenai jaringan komunikasi, justru orang-orang yang memiliki karakter kosmopolit
merupakan orang-orang yang yang menempati posisi sebagai opinion leader. Hal ini
terjadi karena tidak selalu seseorang yang memiliki akses terhadap sumberdaya fisik
berperan sebagai opinion leader melainkan orang-orang yang memiliki sumberdaya
informasi adalah orang-orang yang menjadi pusat perhatian dengan memiliki jumlah
kontak maksimum dengan sejumlah orang lain atau sumber informasi sehingga
mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya sebagai star dan opinion
leader. Seseorang yang memiliki kekayaan sumberdaya fisik tidak selalu memiliki
kekayaan sumberdaya informasi, begitu pula sebaliknya seseorang yang memiliki
akses yang besar terhadap informasi tidak selalu adalah orang yang memiliki
kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan yang tinggi, luas lahan garapan yang
luas dan pendidikan formal yang tinggi. Dalam konteks penelitian jaringan komunikasi,
111
orang-orang yang memiliki pergaulan sosial yang luas serta didukung dengan sikap
atau karakter pribadi yang terbuka, mau belajar sesuatu yang baru dan giat dalam
berusaha adalah salah satu aspek yang berpengaruh terhadap posisi atau peran
seseorang dalam jaringan komunikasi.
Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik personal yang menunjukkan
kekayaan sumberdaya informasi seperti keikutsertaan dalam kelompok dan
kepemilikan media massa menentukan peran seseorang dalam jaringan komunikasi.
Seseorang yang memiliki keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan banyak
memiliki media merupakan seseorang yang memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
jaringan komunikasi dan memiliki kontak hubungan yang maksimal petani individu
lainnya baik dalam lingkungan terdekat atau lingkungan sistem. Orang-orang-orang
yang memiliki kontak hubungan yang maskimal dengan individu lainnya memiliki peran
sebagai star, opinion leader atau kunci penyebar informasi. Berdasarkan hasil
penelitian node 34 merupakan individu yang berperan sebagai kunci penyebar
informasi. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua dari salah satu kelompok
tani yang ada di Desa Suko Binangun. Dari karakteristik personal yang menunjukkan
kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan, luas lahan dan pendidikan
memperlihatkan bahwa Pak Saryo memiliki pendapatan, luas lahan dan pendidikan
yang tidak lebih tinggi atau lebih luas dari pada rata-rata petani ubi kayu yang lain,
namun atas dasar kepiawaiaan dalam berusahatani dan kekayaan informasi
merupakan salah satu hal yang menjadikan Pak Saryo sebagai sumber informasi yang
terhubung dengan banyak petani ubi kayu yang lain. Kekayaan informasi yang
diperoleh oleh Pak Saryo didapatkan dari keikutsertaan dirinya di berbagai kelompok
serta akses media massa yang dimiliki sehingga dirinya memilki pergaulan sosial yang
luas. Pergaulan sosial yang luas tersebut menjadikan dirinya sebagai kerangka acuan
dalam bertindak dan mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya
sebagai opinion leader dan star baik dalam lingkungan terekat maupun sistem jaringan
komunikasi.
Telah disebutkan bahwa node 34 dan node 13 merupakan salah satu tokoh
penting pada arus pertukaran informasi dalam hal teknologi produksi kepada petani ubi
kayu lainnya. Node 13 dan 34 juga merupakan individu yang memiliki nilai sentralitas
lokal tertinggi, artinya kedua individu tersebut juga merupakan star dalam lingkungan
terdekatnya. Pada sisi yang lain, kedua individu ini juga merupakan kunci penyebar
informasi yang memiliki akses yang tinggi pada semua individu anggota sistem
jaringan komunikasi sesuai dengan jenis informasi yang diperbincangkan. Node 13
112
adalah Pak Sugito yang berperan sebagai kunci penyebar informasi mengenai bibit
dan pupuk, sedangkan node 34 adalah Pak Saryo yang berperan sebagai kunci
penyebar informasi mengenai hama dan penyakit serta panen. Berdasarkan
karakteristik personal yang melekat pada diri kedua individu ini terdapat beberapa
perbedaan, diantaranya adalah dari usia, pendidikan, pendapatan, pengalaman
berusahatani dan keikutsertaan dalam kelompok. Usia Pak Sugito masih tergolong
muda yakni berusia 33 tahun dan Pak Saryo berusia 60 tahun, pendidikan Pak Sugito
tergolong tinggi dimana ia menempuh pendidikan formal selama 12 tahun dan Pak
Saryo selama enam tahun, pendapatan Pak Sugito tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya yakni Rp.40.490.000 dan Pak Saryo
memiliki pendapatan yang relatif rendah dan berada dibawah rata-rata pendapatan
petani ubi kayu di Desa Suko Binangun yakni sebesar Rp.6.982.000. Pengalaman
berusahatani Pak Saryo lebih lama dari pada Pak Sugito yakni selama 40 tahun dan
Pak Sugito baru selama 15 tahun, tingkat keikutsertaan dalam kelompok terlihat Pak
Sugito lebih tinggi daripada Pak Saryo dimana Pak Sugito ikut serta ke dalam enam
kelompok dan Pak Saryo hanya ikut serta pada satu kelompok, kepemilikan media
massa yang ditunjukkan oleh kedua tokoh tersebut sama-sama dalam kategori tinggi
dimana Pak Sugito memiliki enam buah media massa dan Pak Saryo memiliki tiga
buah media massa. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua tokoh ini terdedah
cukup baik dengan informasi-informasi yang berasal dari luar sistem komunikasi
mereka.
Pak Sugito merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh
petani ubi kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi dalam pembicaraan
mengenai bibit dan pupuk. Artinya, Pak Sugito memiliki kemampuan untuk dapat
menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai
bibit dan pupuk dalam usahtani ubi kayu. Oleh karena itu, dengan mendekati individu
ini sebagai media atau saluran komunikasi interpersonal merupakan cara yang efektif
dalam menyebarluaskan informasi-informasi atau inovasi terkait dengan penerapan
teknnologi produksi seperti bibit dan pupuk kepada petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun. Dengan melakukan penyebaran (difusi) informasi melalui Pak Sugito,
informasi akan tersebar secara merata dan tidak terjadi kesenjangan informasi diantara
sesama petani ubi kayu. Banyaknya petani ubi kayu yang terhubung dengan Pak
Sugito terkait informasi bibit dan pupuk terkait dengan posisi sosial, peran dalam
jaringan komunikasi serta karakterisik personal yang melekat pada diri Pak Sugito.
Dalam perbincangan mengenai bibit kerap kali informasi yang diperbincangkan
113
menyangkut sosialisasi bibit baru, pemberitahuan bantuan bibit dari pemerinntah serta
program pembangunan lainnya. Dalam proses penyampaian informasi ini kerap
disampaikan oleh Pak Sugito yang berperan sebagai ketua Gapoktan di Desa Suko
Binangun, ini juga terkait dengan perannya sebagai kunci penyebar informasi dalam
pembicaraan mengenai bibit. Sebagai kunci penyebar informasi, Pak Sugito memiliki
akses yang cukup luas dengan sumber informasi yang berasal di luar sistem jaringan
komunikasi. Berdasarkan Gambar 3, Pak Sugito mampu mengakses node 101, 102,
103 untuk informasi mengenai bibit. Node 101 adalah penyuluh, node 102 adalah
UPTD dan node 103 adalah dinas pertanian. Informasi mengenai bibit yang
disampaikan juga terkait dengan karakteristik personal Pak Sugito yang memiliki
tingkat pendidikan, tingkat keikutsertaan dalam kelompok dan tingkat kepemilikan
media massa yang tinggi. Dengan karakteristik personal yang seperti itu memudahkan
Pak Sugito untuk mendapatkan atau mengakes informasi yang dibutuhkan serta
dengan mudah mendistribusikan informasi tersebut dengan petani ubi kayu lainnya.
Mengenai permbicaraan tentang informasi pupuk, informasi yang kerap di
sebarluaskan terkait dengan jenis pupuk yang baru, dosis dan cara pakai pupuk sesuai
dengan jenisnya, bantuan pupuk dari pemerintah dan harga jual yang berlaku di pasar
lokal atau di agen-agen setempat. Sama halnya dengan penjelasan pembicaraan
mengenai bibit, dalam proses penyampaian informasi mengenai pupuk yang
disampaikan oleh Pak Sugito terkait dengan perannya sebagai ketua Gapoktan di
Desa Suko Binangun dan memiliki karakteristik personal yang masuk ke dalam
kategori tinggi, ditambah lagi ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual pupuk
yang mendapatkan pasokan pupuk langsung dari distributor pupuk yang berasal dari
perusahaan pupuk. Berdasarkan Gambar 4 Pak Sugito sebagai kunci penyebar
informasi mampu mengakses node 105 yaitu distributor puuk dari perusahaan pupuk
tertentu. Oleh karena itu, Pak Sugito memiliki informasi yang penting mengenai pupuk
sehingga menjadi kunci penyebar informasi dalam jaringan komunikasi mengenai
pupuk.
Dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit serta panen Pak Saryo
merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh petani ubi kayu
lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Artinya, Pak Saryo memiliki kemampuan
untuk dapat menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan
mengenai hama dan penyakit serta panen dalam usahtani ubi kayu. Pendekatan difusi
informasi melalui Pak Saryo sangat tepat dilakukan dalam konteks tujuan sosialisasi
atau penyuluhan yang berkaitan dengan penanganan hama dan penyakit yang
114
menyerang tanaman ubi kayu serta proses panen yang baik dan benar. Umumnya,
pembicaraan mengenai hama dan penyakit adalah seputar hama dan penyait apa
yang saat ini menyerang tanaman ubi kayu, bagaimana cara untuk mengatasi hama
dan penyakit dan bagaimana cara untuk mendapatkan obat atau sejenisnya agar dapat
menangani hama dan penyakit. Pak Saryo sebagai petani ubi kayu yang memiliki
pengalaman berusahatani cukup lama memiliki nilai tersendiri dimata petani ubi kayu
lainnya sebagai salah satu sumber informasi yang berada di dalam sistem jaringan
komunikasi. Berdasarkan analisis sosiometri pada sosiogram di Gambar 5, terlihat
bahwa Pak Saryo memiliki akses terhadap sumber informasi di luar sistem yaitu UPTD.
UPTD merupakan unit pelaksana teknis daerah yang berfungsi untuk mengawasi dan
mengontrol kondisi pertanian di wilayah binaannya, dengan akses terhadap sumber
informasi tersebut sudah dapat menjadikan Pak Saryo menjadi orang yang paling
banyak dihubungi oleh semua petani ubi kayu di desa tersebut. Hal ini
menggambarkan bahwa petani ubi kayu cenderung lebih percaya terhadap informasi
yang dibawakan oleh Pak Saryo sebagai sumber informasi yang berada di dalam
sistem jaringan komunikasi dari pada oleh sumber informasi di luar sistem seperti
penyuluh. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa petani ubi kayu yang menghubungi
penyuluh hanya enam orang dan yang menghubungi Pak Saryo sebanyak 20 orang
petani ubi kayu. Hal ini disebabkan oleh posisi sosial Pak Saryo sebagai ketua
kelompok tani tertua di Desa Suko Binangun dan juga karena Pak Saryo salah satu
orang yang ikut mempopulerkan beberapa inovasi pertanian dengan ikut menerapkan
juga inovasi tersebut. Hal tersebut menggambarkan tingkat kredibilitas Pak Saryo
sebagai sumber informasi.
Pembicaraan mengenai panen yang digambarkan oleh sosiogram pada Gambar
6 memperlihatkan hasil analisis bahwa Pak Saryo merupakan kunci penyebar
informasi mengenai panen. Hal ini tentunya menjadi suatu tanda tanya mengapa
seseorang yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya atau yang memiliki nilai
sentralitas lokal yang tinggi seperti ditunjukkan oleh node 62 yaitu Pak Sunarto tidak
juga merangkap sebagai kunci penyebar informasi dalam pembicaraan mengenai
panen. Berbeda dengan jenis informasi yang diperbincangkan dalam jaringan
komunikasi mengenai panen, informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke
Pak Sunarto lebih bersifat aspek ekonomis seperti harga jual yang diberlakukan oleh
beberapa pabrik setempat, harga ubi kayu yang berlaku di pasar lokal dan pasar
nasonal, kebutuhan produksi ubi kayu di tingkat lokal dan nasional serta isu-isu
berkaitan dengan pendirian pabrik bioetanol yang berkaitan dengan meningkatnya
115
suplay ubi kayu dan perubahan harga jual ubi kayu yang menyertai pembangunan
pabrik tersebut. Jenis informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke Pak Saryo
terkait pada informasi domestik seperti tata cara panen yang baik dan benar, pemilihan
stek ubi kayu hasil panen untuk dijadikan bibit kembali, kuantitas produksi panen saat
ini, waktu pemanenan yang tepat sesuai varietas yang di tanam. Umumnya petani ubi
kayu yang berkomunikasi dengan Pak Saryo dilakukan pada saat yang tidak formal,
proses komunikasi terjadi dalam konteks santai dan berlokasi di ladang, rumah,
pengajian atau pertemuan kelompok tani yang sifatnya tidak formal. Kondisi seperti ini
yang menjadikan perbedaan antara Pak Saryo dan Pak Sunarto sebagai sumber
informasi yang diakses oleh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai panen.
Oleh karena itu, untuk sosialisasi yang sifatnya ke aspek teknis dapat memanfaatkan
peran Pak Saryo sebagai kunci penyebar informasi, sedangkan untuk penyebaran
informasi yang bersifat ekonomis dapat memanfaatkan peran Pak Sunarto sebagai star
dalam lingkungan terdekatnya.
Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi
Penelitian ini menguji hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu
dengan jaringan komunikasi menggunakan uji korelasi Pearson. Penggunaan uji
korelasi Pearson disebabkan variabel karakteristik personal merupkan data rasio dan
variabel jaringan komunikasi merupakan data rasio. Adapun, karakteristik personal
yang diuji adalah usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani,
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa sedangkan, pada
variabel jaringan komunikasi yang diuji adalah sentralitas lokal dan sentralitas global.
Sentralitas Lokal
Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya
individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka. Derajat ini
menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat individu tertentu dengan
individu lain yang berada dalam lingkungan terdekatnya. Menurut Freeman (1979)
yang dikutip oleh Scott (2000) Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan
keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan pertetanggaan.
Penelitian ini melihat bagaimana hubungan antara karakteristik personal individu petani
ubi kayu dengan sentralitas lokal. Hasil uji korelasi pearson terhadap kedua variabel
tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.
116
Tabel 30. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal Karakteristik Personal Sentralitas Lokal
Usia - 0,139 Pendidikan 0,181 Pendapatan 0,286** Luas Lahan 0,231* Pengalaman Berusahatani -0,125 Keikutsertaan Dalam Kelompok 0,347** Kepemilikan Media Massa 0,407**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah) * Korelasi taraf nyata pada taraf 0,05 (uji dua arah)
Pendapatan
Berdasarkan Tabel 30 hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan
antara tingkat pendapatan dengan jaringan komunikasi. Tingkat pendapatan
berhubungan sangat nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana, r=0,286**.
Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi
kemampuan orang tersebut untuk menghubungi orang lain dalam lingkungan terdekat.
Tingkat pendapatan seseorang menjadikan acuan bagi orang lain sebagai sumber
untuk mencari informasi dari dirinya, sehingga memungkinkan banyaknya individu lain
yang terhubung dengan dirinya. Semakin tinggi tingkat pendapatan petani ubi kayu
semakin memungkinkan dirinya memiliki hubungan yang maksimal dengan petani ubi
kayu lainnya sehingga dapat berperan sebagi star dalam lingkungan terdekatnya. Hal
ini disebabkan karena individu petani yang memiliki pendapatan yang besar cenderung
memiliki kemandirian terhadap informasi yang jauh lebih luas, sumber informasi yang
dapat mereka akses tidak terbatas pada sumber informasi yang ada di sekitar
lingkungan mereka. Oleh karena itu mereka dapat memperoleh informasi yang lebih
beragam dan lebih banyak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan selain informasi
yang tersedia di lingkungan mereka. Kondisi inilah yang menjadikan petani ubi kayu
berpendapatan tinggi memiliki kecukupan informasi mengenai teknologi produksi ubi
kayu sehingga menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian dalam arus komunikasi
sesama petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya.
Luas Lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada
perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Tabel 30 menunjukkan
luas lahan berhubungan nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana,
r=0,231*. Artinya, semakin luas lahan garapan petani ubi kayu maka semakin banyak
117
dirinya terhubung dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Semakin luas
lahan garapan yang dimiliki petani ubi kayu semakin memungkinkan petani tersebut
untuk berperan sebagai star atau pusat perhatian dalam lingkungan terdekatnya. Hal
ini berkaitan dengan luasnya lahan garapan petani ubi kayu yang memungkinkan untuk
melakukan ujicoba berbagai teknologi produksi baru pada lahannya, sehingga
mendorong individu tersebut untuk aktif berinteraksi dengan sesama dalam mencari,
memberi dan meyebarkan sebuah informasi. Kondisi seperti ini yang juga
memungkinkan petani ubi kayu untuk lebih aktif terlibat dalam aktifitas sosial dan
berkomunikasi dengan sumber informasi yang tersedia di lingkungannya. Selain itu,
individu yang berlahan luas dijadikan sebagai tempat petani ubi kayu lainnya untuk
bertanya mengenai informasi teknologi baru yang sedang diujicobakan. Hal inilah yang
menjadikan petani ubi kayu yang berlahan luas dapat dijadikan sebagai sumber
informasi atau pusat perhatian atau berperan sebagai star dalam lingkungan lokalnya.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Karakteristik personal petani ubi kayu lainnya yang diuji hubungannya dengan
variabel jaringan komunikasi lainnya adalah keikutsertaan dalam kelompok.
Keikutsertaan dalam kelompok menunjukkan tingkat partisipasi petani ubi kayu dalam
aktifitas sosial yang berada di lingkungannya. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan bahwa terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara tingkat
keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok dengan nilai sentralitas, dimana r=0,347**.
Artinya tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok berhubungan sangat
nyata dengan banyaknya individu lain yang terhubung dengan dirinya dalam
lingkungan terdekatnya. Tinggi atau rendahnya keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam
kelompok yang ada sangat berhubungan dengan kemampuan dirinya dalam
menghubungi petani lain di lingkungan terdekatnya. Semakin tinggi keikutsertaan
petani dalam kelompok maka semakin banyak terhubung dengan individu lain dalam
lingkungan terdekat/lokalnya. Semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke
dalam kelompok semakin memungkinkan dirinya berperan sebagai star dalam
lingkungan terdekatnya. Peran sebagai star merupakan peran yang dijalankan oleh
individu tertentu yang memiliki jumlah hubungan maksimal dengan individu lainnya
dalam lingkungan terdekatnya. Individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan
terdekatnya merupakan orang yang menjadi pusat perhatian dalam interaksi
sesamanya, mereka juga merupakan sumber informasi yang paling sering diajak
berkomunikasi dengan individu lain yang berada di lingkungan terdekat mereka. Ikut
118
serta pada banyak kelompok menjadikan petani ubi kayu terdedah oleh berbagai
informasi yang dipertukarkan oleh sesama anggota dalam kelompok tersebut, selain itu
hal tersebut juga dapat menjadikan petani ubi kayu bersosialisasi sehingga memiliki
pergaulan yang luas. Hal ini menjadikan mereka banyak terhubung dengan petani ubi
kayu lainnya. Oleh karena itu, semakin tinggi keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam
kelompok-kelompok yang tersedia di lingkungan mereka semakin besar kemungkinan
mereka menjadi sumber informasi bagi petani ubi kayu yang lain di lingkungan terdekat
mereka.
Kepemilikan Media Massa
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif sangat nyata antara kepemilikan media massa dengan jaringan komunikasi.
Dengan kata lain, terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara jumlah media
massa yang dimiliki petani ubi kayu dengan nilai sentralitas, dimana r=0,407**. Artinya
semakin banyak jumlah media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin
mampu petani ubi kayu tersebut mmenghubungi petani lainnya dalam lingkungan
terdekatnya sehingga, semakin besar kemungkinan petani tersebut menjadi sumber
informasi dan berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya. Banyaknya
kepemilikan terhadap sejumlah media massa memungkinkan petani ubi kayu memiliki
informasi yang cukup banyak mengenai hal-hal baru termasuk teknologi produksi ubi
kayu, sehingga petani lainnya cenderung mencari informasi dengan berkomunikasi
dengan dirinya. Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media
massa yang dapat diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu
menunjukkan sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari
luar. Kepemilikan media massa pada petani ubi kayu juga menunjukkan seberapa
besar kemampuan mereka dalam mencari informasi yang berkaitan dengan usahatani
ubi kayu yang mereka jalani. Informasi yang diperoleh dari media massa dapat
digunakan untuk menambah wawasan yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
usahatani ubi kayu. Semakin banyak media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka
semakin banyak petani ubi kayu terhubung dengan petani ubi kayu yang lain dalam
lingkungan terdekat/lokalnya.
Sentralitas Global
Sentralitas global merupakan derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus
dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam sistem.
Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat menghubungi semua
119
individu dalam sistem. Derajat sentralitas global dapt memberikan petunjuk mengenai
siapa-siapa saja di dalam sebuah sistem yang dapat menjadi kunci penyebar
informasi. Selanjutnya, Hubungan antara karakteristik personal individu petani ubi kayu
dengan sentralitas global dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini.
Tabel 31. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global. Karakteristik Personal Sentralitas Global
Usia 0,102 Pendidikan -0,280** Pendapatan -0,226** Luas Lahan -0,157 Pengalaman Berusahatani 0,145 Keikutsertaan Dalam Kelompok -0,263** Kepemilikan Media Massa -0,272**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah)
Pendidikan
Pada Tabel 31 terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara
pendidikan dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,280**. Artinya, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah nilai sentralitas global orang
tersebut. Semakin rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem
sebaliknya, semakin tinggi nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott,
2000). Sehingga, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka semakin pendek
“distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh
individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka
semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh
petani ubi kayu lainnya dalam sistem.
Petani ubi kayu yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung menjadi
pimpinan dalam sebuah kelompok sosial atau organisasi tertentu di lingkungan mereka
sehingga memudahkan diri mereka dalam menghubungi seluruh individu dalam
sebuah sistem. Selain itu, pendidikan yang tinggi juga memungkinkan untuk
mengakses sumber informasi melebihi petani ubi kayu dengan pendidikan pada
umumnya. Dengan akses yang lebih tinggi pada beragam sumber informasi lainnya
memungkinkan untuk terhubung dengan banyak individu tidak hanya yang berada
dalam lingkungan terdekatnya namun juga pada lingkungan yang lebih luas seperti
pada batasan sebuah sistem.
120
Pendapatan
Berdasarkan uji korelasi Pearson yang disajikan pada Tabel 31 di atas, terlihat
bahwa pendapatan berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai sentralitas
global dimana r= -0,226**. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka
semakin pendek “distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu
dalam sistem. Semakin tinggi pendapatan petani ubi kayu, maka semakin pendek jarak
atau “distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi
seluruh individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendapatan petani ubi
kayu, maka semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi
seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Hal ini terjadi karena, petani ubi kayu
yang memiliki pendapatan lebih tinggi memilik kemandirian dalam mengakses sumber
informasi yang dibutuhkan. Mereka mampu mengakses informasi apa saja yang
mereka butuhkan baik yang berada di dalam lingkungan terdekatnya maupun di
lingkungan yang lebih luas atau di luar sistem sekalipun. Dengan kondisi seperti ini
memungkinkan mereka memiliki “distance” atau jarak yang singkat untuk menghubungi
petani ubi kayu lainnya dan sekaligus juga mempermudah petani ubi kayu tersebut
menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Keikutsertaan dalam kelompok meggambarkan sejauhmana keluasan individu
dalam bergaul dengan sesamanya. Melalui indikator ini dapat ditunjukkan sejauhmana
individu tersebut mampu mengakses berbagai sumber informasi yang tersedia dan
sejauhmana individu tersebut dapat terjangkau oleh informasi yang beredar. Indikator
ini juga menggambarkan bagaimana inidividu tertentu dapat terhubung dengan
berhubungan dengan individu lainnya baik dalam lingkungan terdekat maupun dalam
lingkungan yang jauh lebih luas yaitu sebuah sistem. Berdasarkan hasil uji Pearson
terdapat hubungan antara keikutsertaan petani dalam kelompok dengan jaringan
komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok sosial berhubungan sangat
nyata dan negatif dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,263**. Artinya, semakin
tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok maka semakin pendek
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem.
Sehingga, semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok, maka
semakin pendek “distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk
menghubungi seluruh individu dalam sistem.
121
Hal ini terjadi karena dengan mengikuti sejumlah kelompok yang ada tentunya
memberikan peluang petani ubi kayu untuk berhubungan dengan banyak individu.
Oleh karena itu, semakin banyak petani ubi kayu mengikuti kelompok yang ada di
lingkungannya semakin mudah bagi dirinya untuk menghubungi seluruh petani ubi
kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu ke
dalam sejumlah kelompok yang ada akan membuat mereka terdedah terhadap
berbagai informasi dan juga beragam sumber informasi yang ada, sehingga semakin
memudahkan petani ubi kayu tersebut dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan
untuk meningkatkan produksi usahataninya.
Kepemilikan Media Massa
Berdasarkan uji korelasi pearson pada Tabel 31 di atas menunjukkan terdapat
hubungan antara kepemilikan media massa dengan nilai sentralitas global.
Kepemilikan media massa berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai
sentralitas global dimana r= -0,272**. Artinya, semakin banyak media massa yang
dimiliki petani ubi kayu maka semakin pendek “distance” yang harus dilalui oleh petani
ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem. Semakin banyak
media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin mampu petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi.
Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media massa yang dapat
diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu menunjukkan
sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari luar. Mengakses
sejumlah media massa dapat menigkatkan wawasan dan pengetahuan yang jauh lebih
luas dari pada hanya mengakses sedikit media massa. Petani ubi kayu yang memiliki
wawasan dan pengetahuan yang lebih luas akan sangat dengan mudah dihubungi oleh
petani lainnya untuk dijadikan sumber informasi. Karena wawasan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh individu tersebut dapat bersifat umum, maka tidak menutup
kemungkinan seluruh petani ubi kayu dalam sistem menjadikan petani tersebut
sebagai sumber informasi mereka. Kondisi seperti ini juga menunjukkan semakin
banyak individu yang berhubungan dengan petani ubi kayu tersebut sehingga, semakin
pendek “distance” yang harus dilalui sehingga semakin mudah bagi petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem jaringan
komunikasi.
122
Resume
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu dalam
jaringan komunikasi mengenai teknologi produksi berhubungan dengan beberapa
karakteristik personal yang melekat pada diri petani ubi kayu. Karakteristik personal
seperti pendapatan, luas lahan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media
massa berhubungan positif nyata dengan kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Karakteristik
personal petani seperti pendidikan, pendapatan, keikutsertaan petani dalam kelompok
dan kepemilikan media massa berhubungan negatif dengan jarak yang harus dilalui
oleh petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam
sistem. Artinya, karakteristik personal berhubungan positif dengan kemampuan petani
ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani lain dalam sistem jaringan komunikasi.
Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi dengan
sesamanya agar dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam meningkatkan
produksi usahatani mereka. Peningkatan produksi ubi kayu merupakan salah satu
kondisi yang dapat dicapai dengan menerapkan teknologi produksi yang telah
dianjurkan oleh lembaga yang berkewajiban atau berwenang. Dalam penelitian ini
acuan penerapan teknologi produksi berdasarkan teknik atau cara budidaya ubi kayu
berdasarkan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen
yang dianjurkan oleh Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Lampung
dan juga oleh penyuluh pertanian yang diinstruksikan oleh dinas pertanian setempat.
Petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi dengan tepat dan sesuai anjuran
maka dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu. Pada sisi lain, penerapan
teknologi produksi yang tepat dan sesuai dengan anjuran tentunya memerlukan suplai
informasi yang baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya, dan juga diperlukan
ketersediaan sumber informasi mengenai teknologi produksi yang memadai agar
petani ubi kayu mampu mencapai tujuannya.
Pembentukan jaringan komunikasi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun akan membantu anggota jaringan dalam memenuhi kebutuhan
informasi mengenai penerapan teknologi produksi. Penelitian ini dilakukan untuk
membuktikan adanya hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan
penerapan teknologi produksi ubi kayu. Semakin luas jaringan komunikasi yang dimiliki
123
oleh petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang
dilakukan. Pengukuran jaringan komunikasi dalam penelitian ini menggunakan dua
jenis pengukuran yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global. Pengujian hubungan
antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi
menggunakan korelasi Rank Spearman. Pemilihan analisis korelasi Rank Spearman
dikarenakan variabel data penerapan teknologi merupakan data skala ordinal
sedangkan data variabel jaringan komunikasi merupakan data skala rasio. Selanjutnya,
hasil uji korelasi Rank Spearman terhadap kedua variabel tersebut dapat dilihat pada
Tabel 32.
Tabel 32. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
Jaringan Komunikasi Penerapan Teknologi Produksi Sentralitas Lokal 0,280**
Sentralitas Global -0,292**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji 2 arah)
Pengujian lebih rinci mengenai hubungan antara sentralitas lokal dan
sentralitas global dengan tingkat penerapan produksi dalam hal pengolahan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen dapat dilihat pada Tabel 33 berikut
ini.
Tabel 33. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen
Jaringan Komunikasi
Penerapan Teknologi Produksi (rs) Peng. Lahan
Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Panen
Sentralitas Lokal 0,191 0,088 0,216* 0,207* -0,092 Sentralitas Global -0,226* -0,050 -0,195 -0,275** 0,135
Keterangan: * Korelasi nyata pada taraf 0.05 (uji dua arah). ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0.01 (uji dua arah).
Sentralitas Lokal
Berdasarkan Tabel 32, pengukuran sentralitas lokal dan sentralitas global
berhubungan sangat nyata dengan penerapan teknologi produksi. Artinya, keterlibatan
petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi yang terbentuk diantara sesama mereka
berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi secara keseluruhan yang
mereka lakukan. Berdasarkan hasil uji korelasi peringkat Spearman pada Tabel 32 di
atas terlihat bahwa nilai sentralitas lokal berhubungan sangat nyata dan positif dengan
tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu, dimana rs=0,280**. Artinya, semakin
banyak petani ubi kayu terhubung dengan individu lain dalam lingkungan
terdekat/lokalnya maka, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang
124
dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Petani yang memiliki nilai sentralitas lokal
yang tinggi akan berperan sebagai star di lingkungan terdekat/lokalnya. Petani ubi
kayu yang berperan sebagai star merupakan individu yang memiliki kontak maksimal
dengan individu yang lain dalam lingkungan terdekatnya. Petani ubi kayu yang
berperan sebagai star merupakan individu yang mampu terlibat lebih sering dalam
arus pertukaran informasi sehingga kerap dijadikan sebagai sumber informasi bagi
petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini memiliki kemudahan
dalam mengakses berbagai informasi teknologi produksi melalui interaksi dengan
sesama petani ataupun dengan sumber informasi lainnya. Oleh karena itu, individu ini
dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam menerapkan teknologi produksi,
sehingga ia akan menerapkan teknologi produksi lebih banyak dan lebih baik, tepat
dan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan. Beberapa individu petani ubi kayu
yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor penerapan
teknologi produksi yang relatif lebih tinggi. Selanjutnya, daftar node yang berperan
sebagai star dan rata-rata skor total penerapan teknologi dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan rata-rata skor total penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diperoleh
Node Star Rata-Rata Skor Penerapan Teknologi Produksi Kategori 13 2,80 Tinggi 34 2,47 Tinggi 62 2,70 Tinggi
Keterangan : Rendah = 1,00-1,66. Sedang = 1,67-2,33. Tinggi = 2,34-3,00
Berdasarkan Tabel 34, seluruh individu petani ubi kayu yang berperan sebagai
star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor total penerapan teknologi
produksi yang tinggi, sehingga mereka pun masuk kedalam kategori tinggi dalam
menerapkan teknologi produksi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa petani ubi
kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang menjadi star dalam
lingkungan terdekatnya cenderung untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu
dengan baik, tepat dan sesuai dengan anjuran, sehingga mereka masuk kedalam
kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Kondisi inilah yang
menyebabkan adanya hubungan yang sangat nyata antara sentralitas lokal dengan
penerapan teknologi produksi.
Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan
tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa
nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam
penanaman dan pemeliharaan.Terdapat hubungan nyata dan positif antara nilai
125
sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman
dimana, rs=0,216*. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau semakin populer
petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi menerapkan teknolgi
produksi dalam penanaman. Menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam
penanaman adalahi serangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dalam
budidaya ubi kayu yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi ubi kayu. Pada tahap penanaman macam penerapan teknologi produksi
berkisar sistem pertanian monokultur atau tumpang sari, posisi penanaman setek ubi
kayu, penggunaan jarak tanam, dan pemupukan dasar. Petani ubi kayu yang memiliki
nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang berperan sebagai star dalam lingkungan
terdekatnya akan menerapkan teknologi produksi dalam hal penanaman sesuai
dengan anjuran. Hal ini terjadi karena petani ubi kayu yang terdedah dengan informasi
dan sering terlibat dalam pertukaran informasi di dalam lingkungan terdekat,
cenderung memiliki pasokan informasi budidaya lebih baik daripada petani ubi kayu
yang sedikit terlibat dalam jaringan komunikasi. Oleh karena itu, dalam menerapkan
teknologi produksi, mereka tidak menemukan hambatan dalam bentuk kelangkaan
informasi sehingga memperlancar proses penerapan teknologi yang nantinya akan
meningkatkan hasil produksi usahatani mereka.
Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan
positif antara nilai sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam
penanaman dimana, rs=0,207*. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau
semakin populer petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi
menerapkan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Penerapan teknologi produksi ubi
kayu dalam pemeliharaan adalah melakukan aktivitas atau kegiatan budidaya tanaman
ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya
dapat berlangsung optimal yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan
hasil produksi ubi kayu. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi kegiatan
penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan (proteksi
tanaman). Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang
berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya akan menerapkan teknologi
produksi dalam hal pemeliharaan sesuai dengan anjuran. Hal ini terjadi karena
kebutuhan informasi mengenai penerapan teknologi produksi tersedia dengan baik
pada petani ubi kayu yang memiliki keterhubungan dengan petani ubi kayu lainnya
yang berada pada lingkungan terdekat. Selain itu, keterlibatan petani ubi kayu dalam
126
sebuah jaringan komunikasi dapat mempengaruhi tindakan atau penerapan teknologi
produksi karena terdpat petani ubi kayu yang berperan sebagai opinion leader atau
star. Keberadaan peran sebagai opinion leader atau star dalam sebuah jaringan
komunikasi dapat mengarahkan atau mempengaruhi tindakan seseorang sebagai hasil
dari proses komunikasi yang terpola di dalam jaringan komunikasi.
Sentralitas Global
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 32 di atas, terdapat
hubungan antara nilai sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi.
Terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara nilai sentralitas global
dengan tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu dimana, rs= -0,292**. Artinya,
semakin rendah nilai sentralitas global petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat
penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Semakin
rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek “distance” yang harus
dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem sebaliknya, semakin tinggi
nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang “distance” yang harus dilalui
untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott, 2000). Semakin pendek
“distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu untuk menghubungi seluruh individu
dalam sistem, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh
petani ubi kayu tersebut. Dalam arti lain, semakin besar kemampuan petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem maka,
semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi
kayu.
Sentralitas global menunjukkan kemampuan konektivitas individu dengan
individu lain dalam satuan sistem tertentu sehingga dapat berperan sebagai kunci
penyebar informasi. Individu yang berperan sebagai kunci informasi adalah orang yang
memiliki keberdayaan informasi yang dapat disebarluaskan kepada individu lain.
Kekayaan informasi ini menggambarkan bahwa ia sering terlibat dalam arus
pertukaran informasi yang terjadi dalam sistem jaringan komunikasi. Berdasarkan hasil
uji Rank Spearman pada Tabel 32, semakin banyak petani ubi kayu berhubungan
dengan individu lain dalam sistem, maka petani ubi kayu tersebut akan menerapkan
teknologi produksi jauh lebih tinggi daripada petani ubi kayu lain yang terhubung
dengan sedikit individu. Hal ini disebabkan karena tingkat keterhubungan seseorang
dengan banyak individu lain memungkinkan terjadinya proses pertukaran informasi
dalam peristiwa komunikasi yang jauh lebih sering dibandingkan dengan orang yang
hanya berhubungan dengan sedikit individu. Frekuensi pertukaran informasi yang
127
dialami oleh seseorang dalam proses komunikasi menjadikan seseorang memiliki
pengetahuan dan cadangan wawasan yang memadai dalam menerapkan teknologi
produksi ubi kayu. Semakin sering petani ubi kayu melakukan pertukaran informasi
dengan petani ubi kayu lainnya di dalam sistem maka semakin banyak informasi yang
ia terima sehingga, semakin tinggi ia menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Selain
itu juga, semakin tinggi keterhubungan petani ubi kayu dengan semua petani ubi kayu
lainnya dalam sebuah sistem memudahkan dirinya untuk terhubung dengan sumber
informasi yang berasal di luar sistem.
Node 13 dan node 34 merupakan individu yang memiliki peran sangat penting
dalam proses pertukaran dan penyebaran informasi mengenai teknologi produksi.
Node 13 adalah Pak Sugito yang merupakan ketua Gapoktan di Desa Suko Binangun.
Pak Sugito merupakan kunci penyebar informasi teknologi produksi ubi kayu untuk
informasi bibit dan pupuk. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua kelompok
tani untuk petani ubi kayu yang berdomisili di Dusun Wates. Kedua aktor ini
merupakan petanii ubi kayu yang memiliki jarak atau distance terpendek untuk dapat
berhubungan dengan petani lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Selain memiliki
karakteristik personal, sumberdaya informasi dan kepribadian yang kosmopolit, kedua
aktor ini juga memiliki akses yang cukup luas dengan sumber informasi di luar sistem.
Kemampuan untuk mengakses berbagai sumber informasi inilah yang menyediakan
informasi apa saja yang mereka butuhkan untuk menerapkan teknologi produksi yang
nantinya dapat meningkatkan produksi usahatani mereka. Ketersediaan informasi yang
cukup pada kenyataannya dapat mebimbing, mengarahkan dan membantu mereka
dalam menerapkan taknologi produksi sesuai dengan anjuran. Berdasarkan Tabel 34,
node Pak Sugito (node 13) dan Pak Saryo (node 34) memiliki rata-rata skor totol
penerapan teknologi ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi. Mereka
menerapkan banyak jenis teknologi produksi yang dianjurkan dan melakukan
penerapan tersebut sesuai dengan apa yang sudah dianjurkan oleh penyuluh
pertanian setempat.
Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan
tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa
nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam aspek pengolahan lahan dan pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan
negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam pengolahan tanah dimana, rs= -0,226*. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas
global atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang
128
lain dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan
teknolgi produksi dalam aspek pengolahan tanah. Pengolahan lahan adalah salah satu
tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan
lahan untuk budidaya tanaman ubi kayu. Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur
tanah yang gembur agar perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Adapun
cara penyiapan lahan terdiri atas guludan, hamparan, bajang tergantung pada jenis
tanah yang akan ditanami tanaman ubi kayu. Petani ubi kayu yang memiliki
kemampuan dalam mengakses seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi
memiliki frekuensi pertukaran informasi yang lebih sering daripada petani ubi kayu
yang hanya terhubung dengan sedikit individu dalam sistem. Dengan melakukan
pertukaran informasi kedua partisipan komunikasi akan memiliki banyak alternatif
tindakan untuk memutuskan jenis teknologi yang akan diterapkan dan juga memiliki
kecukupan informasi yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi produksi sesuai
dengan yang telah dianjurkan.
Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan sangat nyata
dan negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam penanaman dimana, rs= -0,275**. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas global
atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain
dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan teknolgi
produksi dalam aspek pemeliharaan. Dalam arti lain, petani ubi kayu yang memiliki
nilai sentralitas global terendah akan menerapkan banyak jenis teknologi produksi
mengenai pemeliharaan dan melakukan penerapan teknologi produksi dalam aspek
pengolahan lahan sesuai dengan apa yang telah dianjurkan oleh petugas penyuluhan
setempat. Kemampuan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas global terendah
berdampak pada pendeknya jarak yang harus ditempuh oleh individu untuk
menjangkau petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Kondisi ini berdampak pada
kemudahan petani ubi kayu untuk memiliki kecukupan informasi dalam menerapkan
teknologi produksi. Kecukupan informasi diperoleh dengan akses yang dimiliki baik
kepada sumber informasi yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem.
Resume
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi yang
dilakukan. Kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi petani ubi kayu lainnya
129
dalam lingkungan terdekatnya berhubungan dengan penerapan teknologi produksi
yang ia lakukan, demikian halnya dengan kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi seluruh petani ubi kayu dalam sistem jaringan komunikasi yang juga
berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang ia lakuan. Pada pengujian
lebih rinci, kemamapuan petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu lainnya
dalam lingkungan lokal berhubungan dengan penerapan teknologi produksi pada
aspek penanaman dan pemeliharaan sedangkan, kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sebuah sistem berhubungan
dengan aspek penyiapan lahan dan pemeliharaan.
32
130
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Struktur jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal antar anggotanya. Struktur
jaringan komunikasi mengenai informasi bibit, pupuk dan panen merupakan radial
personal network (menyebar) sedangkan struktur jaringan komunikasi mengenai
informasi hama dan penyakit merupakan interlock personal network (memusat).
Ciri yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya
orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan
individu lainnya. Kecenderungan petani ubi kayu untuk berkomunikasi dengan star
didasarkan pada pertimbangan kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan
kenyamanan dalam berkomunikasi. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal
tertinggi atau yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi mengenai
bibit, hama dan penyakit adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka
tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Star dalam
jaringan komunikasi mengenai pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual
saprotan di desa tersebut. Star dalam jaringan komunikasi megenai panen adalah
petani yang merupakan penyedia jasa tenaga kerja untuk memanen dan
transportasi pengangkut hasil panen ke pabrik ubi kayu. Individu yang memiliki
nilai sentralitas global terendah atau yang berperan sebagai kunci penyebar
informasi pada jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk adalah Ketua
Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut dan pada jaringan komunikasi
mengenai hama dan penyakit serta panen adalah petani berpengaruh yang
memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu
lainnya.
2. Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki kemampuan
untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain dalam lingkungan terdekatnya
adalah orang-orang yang memiliki pendapatan tinggi, keikutsertaan dalam
kelompok dan kepemilikan media massa yang tinggi serta memiliki lahan garapan
yang luas. Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki
kemampuan untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu di dalam sistem jaringan
komunikasi adalah orang-orang yang memiliki adalah pendidikan dan pendapatan
yang tinggi serta keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa
yang tinggi.
131
3. Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki kemampuan
untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain baik dalam lingkungan terdekat
maupun dalam sistem jaringan komunikasi merupakan petani ubi kayu yang
menerapkan teknologi produksi paling tinggi.
Saran
1. Penyebaran informasi baru mengenai teknologi produksi ke petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun dapat dilakukan dengan mendekati petani ubi kayu yang
memiliki kemampuan menghubungi seluruh petani ubi kayu dalam sistem jaringan
komunikasi yang berperan sebagai kunci penyebar informasi sesuai dengan jenis
informasi yang akan di sebarluaskan. Sosialisasi secara intensif dapat dilakukan
dengan mendekati petani ubi kayu yang memiliki kemampuan menghubungi petani
ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekat atau berperan sebagai star pada
setiap klik dalam sistem jaringan komunikasi sesuai dengan jenis informasi yang
akan disebarluaskan. Untuk jenis informasi yang spesifik dan sulit untuk diakses
oleh banyak petani ubi kayu perlu mendekati orang-orang yang tidak hanya
menjadi star tetapi juga memiliki nilai kepercayaan dari petani ubi kayu lainnya
sebagai sumber informasi yang kredibel.
2. Agar dapat terlibat dalam jaringan komunikasi, petani ubi kayu yang berperan
sebagai isolate atau pencilan perlu untuk meningkatkan akses mereka terhadap
beragam media massa dan mengikutsertakan diri ke dalam kelompok di
lingkungan mereka.
3. Petani ubi kayu yang masuk kedalam kategori rendah dan sedang dalam
menerapkan teknologi produksi ubi kayu perlu untuk terlibat ke dalam jaringan
komunikasi yang telah terbentuk agar dapat menerapkan teknologi ubi kayu
dengan baik dan benar.
132
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S. 1998. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Cetakan ke-8. Rieneka Cipta. Yogyakarta
Aziz, A. 2002. Analisis jaringan komunikasi dalam masyarakat tradisional kampung naga (Kasus dalam usahatani padi). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Berlo, D. K. 1960. The process of communication. New York: Holt, Rinehart, & Winston.
Boorgati, Everett and Freeman. 2002. UCINET VI Version 6.216 Reference Manual. Natric MA: Analitic Technologies.
BPS. 2005. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
BPS. 2010. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
BPS Kabupaten Lampung Tengah. 2010. way seputih dalam angka. Metro: BAPPEDA dan BPS Kabupaten Lampung Tengah.
Cangara H. 2000. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danowski, James., Riopelle, Ken., Gluesing, Julia., Blow, Scott., Ferencz, Mark., Hallway, Fred., Henry, Mark. and McClain, Shawn. 2008. Communication Networks and Productivity: Rewiring Low Productivity Units' Networks to Match High Productivity Units' Networks. Paper presented at the annual meeting of the International Communication Association, TBA, Montreal, Quebec, Canada, May 22. http://www.allacademic.com/meta/p228778_index.html. [Diakses tanggal 10 April 2011].
Djamali RA. 1999. Analisis jaringan komunikasi dalam bisnis sarang burung walet di Kabupaten Jember Jawa Timur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi pembangunan: pendekatan terpadu. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Hanneman, Robert A. and Mark Riddle. 2005. Introduction to social network methods. Riverside, CA: University of California, Riverside http://faculty.ucr.edu/~hanneman/. [Diakses tanggal 6 April 2011].
Havelock, R.G., A. Guskin, M. Frohman, M. Havelock, M. Hill, and J. Huber. 1971. Planning for innovation: through dissemination and utilization of knowledge. Ann Arbor: The University of Michigan.
Hermawanto, V.R. 1993. Hubungan karakteristik petani yang menanam varietas padi unggul lokal dan persepsi mereka tentang varietas tesebut di Desa Gledek Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan di Desa Jambudipa, Kabupaten Cianjur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ihsaniyati, Hanifah. 2010. Kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
133
Jahi A. 1988. Komunikasi massa dan pembangunan pedesaan di negara-negara dunia ketiga: suatu pengantar. Jakarta: Gramedia.
Kusnandi, N., Fariyanti, A., Rachmina, D., Jahroh, S. 2009. Bunga rampai agribisnis seri pemasaran. Bogor: IPB Press.
Leavitt, Harold. 1992. Psikologi manajemen. Diterjemahkan Oleh Muslichah Zarkasi. Jakarta: Erlangga.
Lionberger, Herbert .F., and Paul H Gwin. 1982. Communication Strategis: A Guide For Agicultural Change Agents. USA : University of Missouri Columbia.
Littlejohn, Stephen W. 1992. Theories of human communication. California: Wadsworth Publishing Company.
Lubis DP. 2000. Communication and socio-cultural determinants of social and physical adaptability among indonesian transmigrant (Disertasi). Los Banos: University of The Philippines.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Cetakan Kedua. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Mislini, Laisa. 2006. Analisis jaringan komunikasi pada kelompok swadaya masyarakat (Kasus KSM di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mosher, A.T. 1970. Getting agricultural moving. New York: Prager.
Mubyarto. 1995. Pengantar ekonomi pertanian. Jakarta: LP3ES.
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Bandung: Rosda.
Nasution, Zulkarimen. 2007. Komunikasi pembangunan: pengenalan teori dan penerapannya. (Edisi Revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Padmowihardjo S. 1994. Psikologi belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Prihandana, Rama.,dkk. 2008. Bioetanol ubi kayu: bahan bakar masa depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Rahim dan Hastuti. 2008. Pengantar, teori, dan kasus ekonomika pertanian. Depok: Penebar Swadaya.
Rogers, E.M., and F.F Shoemaker. 1971. Communication of innovations : a cross cultural approach. Second Edition. New York : The Free Press.
Rogers, E.M and L. Kincaid. 1981. Communication network: toward a new paradigm for research. London: Collier Macmillan Publisher.
Rogers, E. M. 2003. Diffusion of innovations. 5th ed. New York: Free Press.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubikayu: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
Scott. 2000. Social network analysis: a hand book. Second Edition. California: SAGE Publications Inc.
Setyanto E. 1993. Hubungan karakteristik petani dan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi dengan adopsi paket teknologi supra insus di Desa Pandeyan,
134
Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Shiddieqy M. 2001. Perilaku komunikasi anggota kelompok tani penghijauan dalam berpartisipasi terhadap sistem pemberian dana langsung (Kasus penerapan SPKS di kabupaten Cianjur). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun M., dan S. Effendi. 2008. Metode penelitian survai. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Siswanto, T.J. 2002. Hubungan karakteristik individu dan jaringan komunikasi peternak sapi perah dengan penerapan teknologi “flushing” (Kasus di Cangkringan Kabupaten Sleman. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soedijianto. 1980. Organisasi, kelompok dan kepemimpinan pendidikan guru pertanian. Bogor: Institut Pendidikan Latihan dan Penyuluhan pertanian Ciawi.
Soekartawi. 2005. Prinsip dasar komunikasi pertanian. Jakarta: UI Press.
Solahuddin. 2009. Pembangunan pertanian awal era reformasi. Jakarta: PP Mardi Mulyo.
Sopiana. 2003. Hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan perilaku usahatani tebu (Studi kasus di lokasi transmigrasi Desa Tanah Abang Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sundari, Titik. 2010. Pengenalan varietas unggul dan teknik budidaya ubi kayu. Malang: Balai penelitian kacang kacangan dan umbi umbian.
Syafril, D. 2002. Hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi teknologi sistem usaha pertanian jagung (kasus di Kecamatan Rambah Hilir, Riau).Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tubb, S.L dan Moss, S. 2009. Human communication. prinsip-prinsip dasar. (Terjemahan). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2007. Psikologi kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Winawarsih, I.A. 2005. Faktor komunikasi dan sosial ekonomi yang berhubungan dengan adaptasi nelayan (Kasus relokasi nelayan di Desa Bajo Indah, Kecamatan Soropia, Kabupaten Kendari). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zahid, A. 1997. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
135
136
LAMPIRAN
135
136
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PRODUKSI UBI KAYU ( Kasus Pada Petani Ubi Kayu Di Desa Suko Binangon, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung
Tengah, Provinsi Lampung)
MAYOR KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Nama Responden : .............................................................................................
Nama Kelompok Tani : .............................................................................................
Alamat Responden : .............................................................................................
Tanggal Wawancara : .............................................................................................
Nama Enumerator : .............................................................................................
No. Responden : ....................
137
BAGIAN I
A. Karakteristik Individu Petani Ubikayu
1. Berapa tahun umur anda saat ini?...... Tahun
2. Apa jenjang pendidikan formal apa anda yang terakhir?
Tidak Sekolah (...............Tahun) Tidak tamat SD (...............Tahun) Tamat SD (...............Tahun) Tidak tamat SLTP (...............Tahun) Tamat SLTP (...............Tahun) Tidak Tamat SLTA (...............Tahun) Tamat SLTA (...............Tahun) Tidak Tamat PT (...............Tahun) Tamat PT (...............Tahun)
3. Sudah berapa lamakah anda memulai usahatani ubikayu ini?.............Tahun
4. Berapa luas lahan yang anda usahakan untuk usahatani ubikayu dalam satu musim tanam terakhir?.............Ha
5. Apa status kepemilikan lahan yang anda garap dalam satu musim tanam terakhir ini?
Milik pribadi Menyewa Bagi hasil Lainnya, sebutkan........................................................................................
6. Jenis varietas ubikayu apa saja yang anda tanam dalam satu musim tanam
terakhir?..........................
7. Berapakah hasil produksi ubikayu anda dalam satu musim tanam terakhir?................. 8. Berapakah rata-rata pendapatan yang anda peroleh dari usahatani ubikayu dalam satu musim tanam
terakhir ini?
Keterangan Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Sarana Produksi
i. Benih ii. Pupuk ii. Pestisida v. Alat-alat produksi v. .......... vi. ..........
Tenaga Kerja 1. Penyiapan lahan 2. Pembenihan 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Pengendalian HPT 6. Panen dan pascapanen
Perhatian ! Mohon Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya. Beri tanda check list (√ )pada kolom yang anda anggap merupakan jawaban anda.
138
Transportasi Sewa lahan Biaya Total (Rp) ................. Produksi (Kg) .................... Harga (Rp/Kg) ................... Penerimaan .................. Total Pendapatan ..................
9. Selama melakukan usaha ini masalah apa sajakah yang kerap anda alami?
a. Bercocok tanam b. Hama penyakit c. Pemasaran d. Modal e. Lain-lain (sebutkan!...............................................................................)
10. Selain tanaman ubikayu apakah anda mengusahakan tanaman lain?
a.Ya b. Tidak. 11. Bila Ya, tanaman apa yang anda usahakan?
Jenis Tanaman Luas (Ha) Produksi Musim
Tanam Terakhir Pendapatan Musim
Tanam Terakhir
12. Apakah anda memiliki beberapa media massa dibawah ini ?
Televisi Radio Surat Kabar Majalah Poster/pamflet Booklet Leaflet Brosur Folders 13. Tuliskan daftar kelompok sosial yang anda dan keluarga anda ikuti
Nama Kelompok Posisi Kegiatan
BAGIAN II Jaringan Komunikasi Teknologi Produksi Ubikayu 14. Tuliskan orang-orang yang anda hubungi terkait dengan hal pembibitan, pemupukan, hama dan
penyakit serta panen. orang-orang tersebut bisa saja seorang penyuluh, teman, keluarga, tetangga, tengkulak, pengumpul. Sebutkan nama dan alamat tempat tinggal orang-orang tersebut.
Aspek Teknologi “Dari Siapa” “Kepada Siapa” Alamat (Desa,Dusun,RT)
Nama Orang Nama Orang Pembibitan a. a. b. b. c. c. d. d. e. e. Pemupukan a. a. b. b. c. c. d. d. e. e. hama dan penyakit a. a.
139
b. b. c. c. d. d. e. e. Panen a. a. b. b. c. c. d. d. e. e.
15. Diantara orang-orang yang anda ajak diskusi, sebutkanlah orang yang paling asering anda ajak
diskusi serta Berilah tanda check list pada satuan frekuensi komunikasi anda dengan orang tersebut
Aspek Teknologi Nama Orang Frekuensi komunikasi Pembibitan Harian Mingguan
Bulanan Tahunan Pemupukan Harian Mingguan
Bulanan Tahunan Hama dan penyakit Harian Mingguan
Bulanan Tahunan Panen Harian Mingguan
Bulanan Tahunan 16. Kapan biasanya anda membicarakan ubikayu (isi tabel dengan tanda check list dan sebutkan jenis
pertemuannya) Topik Pembicaraan Pertemuan
Kelompok
Di Luar Pertemuan Kelompok
Budidaya : Pupuk Pestisida Hama penyaki t tanaman Panen
Pemasaran: Harga Jual Mutu ubikayu Permintaan ubikayu
Hambatan dan masalah : Pengairan Hama penyakit tanaman Permodalan Perkreditan
Transportasi pengangkutan
Pengembangan produksi ubikayu: Penerapan Inovasi teknologi
17. Jenis sumber informasi apa saja yang sering Anda butuhkan dalam menjalankan usahatani ini?
Budidaya (pupuk, pestisida &obat, hama & penyakit) Pemasaran (harga ditingkat petani, pengumpul, pedagang,pabrik, dll) Pembeli (contohnya ke pedagang pengumpul, agen, pabrik, pengecer) Modal usaha Kredit usaha Lain-lain ............................................................................................
140
BAGIAN III
Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu
NO PERTANYAAN ALTERNATIF JAWABAN SKOR I PENGOLAHAN TANAH (18)
1. Apakah anda melakukan pengolahan tanah sebelum ditanami ubikayu dengan membuat guludan sesuai anjuran?
a. ya, melakukan pengolahan tanah sesuai anjuran (dibajak/dicangkul, dibuat guludan dan diberi pupuk)
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran. c. tidak melakukan pengolahan tanah.
3 2 1
2. Apakah anda melakukan pengolahan tanah untuk ditanami ubikayu dengan cara hamparan sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran dibajak atau dicangkul 1-2 kali, kemudian di rotor (dicampur dan ratakan)
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran c. tidak dengan cara hamparan
3 2 1
3. Apakah anda melakukan pengolahan tanah untuk ditanami ubikayu pada tanah agak berat/keras sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran dibajak atau dicangkul 1-2 kali sedalam 25 cm-30 cm hingga gembur, kemudian buat bedengan-bedengan atau petakan disesuaikan dengan keadaan lahan
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran c. tidak mengolah tanah pada tanah yang berat
3 2 1
II PEMBIBITAN (54)
4. Varietas apa yang anda pergunakan? a. klon unggul yang dilepas oleh departemen pertanian (adira-4,malang-6,uj-3,uj-5,)
b. unggul lokal (barokah,manado,klenteng) c. diluar jawaban a dan b
3 2 1
5. Darimana asal benih yang anda pergunakan?
a. beli (melalui kud /kios) b. beli dari penangkar/pedagang benih c. benih sendiri
3 2 1
6. Berapa jumlah benih yang anda pergunakan ?
a. 10.000 -15.000 batang/ha b. < 10.000 batang/ha c. < 5.000 batang/ha
3 2 1
7. Bagaimanakah cara anda melakukan perbanyakan tanaman ubikayu?
a. cara vegetatif ( stek) b. cara generatif (biji) c. tidak dengan cara vegetatif maupun generatif
3 2 1
8. Berapakah ukuran panjang stek batang yang anda gunakan dalam melakukan perbanyakan tanaman ubikayu?
a. sesuai anjuran 20-25cm b. < 20 cm dan > 25 cm c. Diluar jawaban a dan b
3 2 1
9. Bagian batang yang manakah yang anda pilih sebagai bibit dalam melakukan perbanyakan tanaman ubikayu?
a. bagian pangkal b. tengah batang c. bagian ujung /pucuk batang
3 2 1
10. Berapa lamakah anda melakukan penyimpanan bibit dalam memperbanyak tanaman ubikayu?
a. sesuai anjuran, 0-1 minggu b. 4 minggu c. 8 minggu
3 2 1
11. Berapakah diameter stek/batang bibit ubikayu yang anda gunakan?
a. sesuai anjuran (2-3 cm) b. < 2 cm dan > 3cm c. Diluar jawaban a dan b
3 2 1
III PENANAMAN (24)
12. Penanaman usahatani ubikayu anda, di lakukan dengan cara apa saja?
a. Monokultur dan tumpangsari serta sesuai anjuran dari penyuluh dan ahli tanaman
b. Tumpangsari saja c. Monokultur saja
3 2 1
13. Posisi manakah yang anda gunakan dalam melakukan penanaman stek
a. posisi tegak lurus (vertikal) b. posisi miring (condong)
3 2
141
ubikayu? c. posisi mendatar (ditidurkan) 1 14. Berapakah jarak tanam yang anda
gunakan dalam penanaman stek ubikayu?
a. 100 cm x 50 cm b. 80 cm x 70 cm c. Di luar jawaban a dan b
3 2 1
IV PEMELIHARAAN (72)
15. Apakah anda melakukan penyulaman dalam pemeliharaan tanaman ubikayu sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran pada umur 1-4 minggu setelah tanam
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran c. tidak sama sekali
3 2 1
16. Apakah anda melakukan pengairan terhadap lahan yang ditanami ubikayu dalam pemeliharaan tanaman ubikayu?
a. Ya, sesuai anjuran pada awal pertumbuhan hingga umur 4-5 bulan setelah tanam
b. tidak teratur dan dilakukan asalan c. tidak melakukan pengairan
3 2 1
17. Apakah anda melakukan penyiangan(“ngoret”atau ”dangir”) dalam pemeliharaan tanaman ubikayu sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran dilakukan paling sedikit dua kali selama pertumbuhan tanaman ubi kayu, yaitu pada umur 3-4 minggu setelah tanam dan 3-4 bulan setelah tanam
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran c. tidak sama sekali
3 2 1
18. Apakah anda melakukan pemupukan dasar sesuai anjuran?
a. ya, dengan dosis (urea 100kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan kcl 50 kg/ha)
b. hanya menggunakan pupuk kandang dengan dosis yang tepat (2 ton/ha)
c. tidak melakukan pemupukan dasar
3 2 1
19. Apakah anda melakukan pemupukan pertama (susulan 1) sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran dilakukan pada waktu tanaman ubikayu berumur 1 bulan dengan dosis (urea 100kg/ha, kcl 50kg/ha)
b. ya, tetapi kurang sesuai anjuran c. tidak sesuai anjuran
3
2 1
20. Apakah anda melakukan pemupukan kedua (susulan 2) sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran dilakukan pada waktu tanaman ubi kayu berumur 3 bulan dengan pupuk urea 100 kg/ha
b. ya, tetapi kurang sesuai anjuran c. tidak sama sekali
3
2 1
21. Apakah anda menggunakan herbisida untuk pengendalian gulma (“suket”) sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran, pada saat tanaman berumur 3 bulan pertama dan 2-3 minggu sebelum panen
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran (< 3 bulan) c. tidak melakukan pengendalian gulma/”suket”
3 2 1
22. Apakah anda melakukan perlindungan (proteksi) tanaman ubikayu untuk mengurangi resiko terkena gangguan produksi ubikayu sesuai anjuran?
a. ya, sesuai anjuran penyuluh dengan pengendalian hama dan penyakit terpadu (HPT)
b. ya, tetapi tidak sesuai anjuran c. tidak dilakukan sama sekali
3 2 1
23. Bagaimana cara anda mengendalikan hama dan penyakit serta tanaman pengganggu lainnya pada ubikayu?
a. secara manual (mekanik) dan kimiawi b. secara manual (mekanik) saja c. secara kimiawi saja
3 2 1
24. Jika secara kimiawi, apakah bapak menggunakan pestisida dan obat-obatan yang sesuai dengan anjuran?
a. sesuai hama/penyakit yang menyerang yang telah dianjurkan oleh penyuluh/ahli tanaman
b. sesuai dengan anjuran penjual pestisida dan obat-obatan serta petani lain yang usahataninya terserang hama/penyakit yang sama.
c. tidak memperhatikan kesesuaian antara pestisida dengan hama/penyakit yang menyerang ubikayu
3 2 1
25. Jika bapak menggunakan pestisida obat-obatan, apakah bapak memberikan dosis yang sesuai dengan anjuran?
a. sesuai dengan petunjuk di label pestisida dan anjuran dari penyuluh/ahli tanaman
b. sesuai dengan petunjuk label c. berdasarkan perkiraan diri sendiri saja
3 2 1
142
26. Berapa kali anda melakukan penyemprotan pestisida dan obat-obatan?
a. sesuai anjuran (usia 3 bln, 2-3 minggu sebelum panen)
b. setiap kali pada saat tanaman terserang, tetapi tidak sesuai anjuran
c. tidak melakukan penyemprotan pestisida dan obat-obatan
3 2 1
V PANEN (30)
27. Kapankah anda melakukan panen tanaman ubikayu anda?
a. sesuai anjuran, pada saat tanaman berumur 6-8 bulan (varietas genjah) atau 9-12 bulan (varietas dalam)
b. kurang sesuai anjuran > 8 bulan (var. genjah) dan > 12 bulan (var dalam)
c. tidak sesuai anjuran < 6 bulan (var. genjah) dan < 9 bulan (var dalam)
3 2 1
28. Bagaimanakah anda melakukan panen pertama dari tanaman ubikayu?
a. sesuai anjuran, tanaman ubi kayu dipanen tidak terlalu tua, pemanenan dilakukan pada waktu cuaca cerah/kering dan secara hati-hati, jangan sampai ubi memar, dicabut menggunakan tangan terutama pada tanah ringan dan gembur, dan pada tanah yang berat perlu dibantu alat pengungkit berupa bambu atau kayu yang diikat dengan tali melingkari pangkal batang
b. kurang sesuai anjuran (tidak menggunakan alat pengungkit pada tanah yang berat)
c. tidak sesuai anjuran
3 2 1
29. Apakah anda memanen pada waktu yang seharusnya, sesuai dengan tiap jenis bibit?
a. ya, sesuai dengan varietas bibit yang ditanam
b. ya, terkadang sesuai dengan waku yang seharusnya
c. tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya
3 2 1
30. Apakah anda memanen ubikayu anda pada waktu yang bersamaan dengan petani-petani lainnya?
a. Tidak b. ya, kadang-kadang c. ya, saat setiap masa panen tiba
3 2 1
143
Lampiran 2. Hasil uji reliabilitas kuesioner
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.901 32
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
PT1 69.3000 121.567 .499 .898PT2 69.3000 121.567 .499 .898PT3 69.1000 124.767 .318 .900PT4 69.7000 124.011 .266 .900PT5 69.7000 122.011 .243 .902PT6 69.2000 123.067 .413 .899PT7 69.5000 123.611 .275 .900PT8 70.1000 113.656 .680 .893PT9 70.0000 114.667 .674 .893PT10 70.1000 113.656 .680 .893PT11 70.1000 113.656 .680 .893PT12 70.1000 113.656 .680 .893PT13 70.1000 113.656 .680 .893PT14 69.8000 127.289 -.040 .905PT15 70.7000 124.011 .176 .902PT16 70.1000 113.656 .680 .893PT17 70.5000 127.167 -.035 .906PT18 69.5000 115.389 .602 .895PT19 69.6000 114.711 .554 .896PT20 69.4000 118.489 .534 .896PT21 69.7000 116.900 .536 .896PT22 69.3000 122.011 .311 .900PT23 69.2000 123.067 .260 .901PT24 69.8000 118.400 .393 .899PT25 70.4000 123.156 .322 .900PT26 70.4000 123.156 .322 .900PT27 69.3000 125.344 .142 .902PT28 70.1000 113.656 .680 .893PT29 69.3000 121.567 .499 .898PT30 69.1000 124.100 .413 .899PT31 69.6000 120.489 .561 .897PT32 69.9000 113.433 .599 .895
Lam
pira
n 3.
Has
il uj
i kor
elas
i Pea
rson
hub
unga
n an
tara
kar
akte
ristik
per
sona
l den
gan
sent
ralit
as lo
kal d
an g
loba
l C
orre
latio
ns
S
entra
litas
_Lok
al
Sen
tralit
as_
Glo
bal
Pend
idik
anPe
ng_B
erus
hata
ni
Luas
_Lah
an Ke
p_M
edia
mas
sa
Kei
kuts
erta
an_
Kel
Pe
ndap
atan
U
sia
Sen
tralit
as_L
okal
P
ears
on C
orre
latio
n 1
-.459
**.1
81-.1
25.2
31*
.407
**.3
47**
.286
**-.1
39
Sig
. (2-
taile
d)
.0
00.0
72.2
14.0
21
.000
.000
.004
.168
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sen
tralit
as_G
loba
l P
ears
on C
orre
latio
n -.4
59**
1-.2
80**
.145
-.157
-.2
72**
-.263
**-.2
26*
.102
Sig
. (2-
taile
d)
.000
.0
05.1
50.1
18
.006
.008
.024
.313
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Pend
idik
an
Pea
rson
Cor
rela
tion
.181
-.280
**1
-.523
**.0
34
.242
*.2
28*
.128
-.537
**
Sig
. (2-
taile
d)
.072
.005
.0
00.7
35
.015
.023
.203
.000
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Peng
_Ber
usah
atan
i P
ears
on C
orre
latio
n -.1
25.1
45-.5
23**
1.0
69
-.114
-.180
-.064
.860
**
Sig
. (2-
taile
d)
.214
.150
.000
.4
98
.258
.072
.526
.000
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Luas
_Lah
an
Pea
rson
Cor
rela
tion
.231
*-.1
57.0
34.0
691
.595
**.1
68.9
06**
.054
Sig
. (2-
taile
d)
.021
.118
.735
.498
.0
00.0
95.0
00.5
91N
10
010
010
010
010
0 10
010
010
010
0Ke
p_M
edia
mas
sa
Pea
rson
Cor
rela
tion
.407
**-.2
72**
.242
*-.1
14.5
95**
1.3
67**
.711
**-.1
76S
ig. (
2-ta
iled)
.0
00.0
06.0
15.2
58.0
00
.0
00.0
00.0
80N
10
010
010
010
010
0 10
010
010
010
0K
eiku
tser
taan
_Kel
P
ears
on C
orre
latio
n .3
47**
-.263
**.2
28*
-.180
.168
.3
67**
1.2
33*
-.138
Sig
. (2-
taile
d)
.000
.008
.023
.072
.095
.0
00
.020
.172
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Pend
apat
an
Pea
rson
Cor
rela
tion
.286
**-.2
26*
.128
-.064
.906
**
.711
**.2
33*
1-.0
72S
ig. (
2-ta
iled)
.0
04.0
24.2
03.5
26.0
00
.000
.020
.4
78N
10
010
010
010
010
0 10
010
010
010
0U
sia
Pea
rson
Cor
rela
tion
-.139
.102
-.537
**.8
60**
.054
-.1
76-.1
38-.0
721
Sig
. (2-
taile
d)
.168
.313
.000
.000
.591
.0
80.1
72.4
78
N
100
100
100
100
100
100
100
100
100
**. C
orre
latio
n is
sig
nific
ant a
t the
0.0
1 le
vel (
2-ta
iled)
. *.
Cor
rela
tion
is s
igni
fican
t at t
he 0
.05
leve
l (2-
taile
d).
144
Lam
pira
n 4.
Has
il uj
i kor
elas
i Ran
k S
pear
man
hub
unga
n an
tara
sen
tralit
as lo
kal d
an s
entra
litas
glo
bal d
enga
n pe
nera
pan
tekn
olog
i pro
duks
i N
onpa
ram
etric
Cor
rela
tions
Cor
rela
tions
Sen
tralit
as_G
loba
l Pe
nera
pan_
Tekn
olog
i S
entra
litas
_Lok
al
Spea
rman
's rh
o S
entra
litas
_Glo
bal
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
1.00
0-.2
92**
-.737
**
Sig
. (2-
taile
d)
..0
03
.000
N
100
100
100
Pene
rapa
n_Te
knol
ogi
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
-.292
**1.
000
.280
**
Sig
. (2-
taile
d)
.003
. .0
05
N
100
100
100
Sen
tralit
as_L
okal
C
orre
latio
n C
oeffi
cien
t-.7
37**
.280
**
1.00
0
Sig
. (2-
taile
d)
.000
.005
.
N
100
100
100
**. C
orre
latio
n is
sig
nific
ant a
t the
0.0
1 le
vel (
2-ta
iled)
.
145
Lam
pira
n 5.
Has
il uj
i kor
elas
i Ran
k S
pear
man
hub
unga
n an
tara
sen
tralit
as lo
kal d
an g
loba
l den
gan
peng
olah
an la
han,
pem
bibi
tan,
pen
anam
an,
pem
elih
araa
n da
n pa
nen
C
orre
latio
ns
Sen
tralit
as_
Loka
l S
entra
litas
_G
loba
l P
engo
laha
n_La
han
Pem
bibi
tan
Pen
anam
anP
emel
ihar
aan
Pan
en
Spe
arm
an's
rho
Sent
ralit
as_
Loka
l C
orre
latio
n C
oeffi
cien
t1.
000
-.737
**.1
91
.088
.216
*.2
07*
-.092
S
ig. (
2-ta
iled)
.
.000
.057
.3
85.0
31.0
38.3
61
N
100
100
100
100
100
100
100
Sent
ralit
as_
Glo
bal
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
-.737
**1.
000
-.226
* -.0
50-.1
95-.2
75**
.135
S
ig. (
2-ta
iled)
.0
00.
.024
.6
20.0
52.0
06.1
82
N
100
100
100
100
100
100
100
Pen
gola
han_
La
han
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
.191
-.226
*1.
000
.111
-.074
.003
-.041
S
ig. (
2-ta
iled)
.0
57.0
24.
.270
.462
.975
.688
N
10
010
010
0 10
010
010
010
0 P
embi
bita
n C
orre
latio
n C
oeffi
cien
t.0
88-.0
50.1
11
1.00
0-.2
35*
.079
-.068
S
ig. (
2-ta
iled)
.3
85.6
20.2
70
..0
19.4
34.5
02
N
100
100
100
100
100
100
100
Pen
anam
an
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
.216
*-.1
95-.0
74
-.235
*1.
000
.310
**-.2
01*
Sig
. (2-
taile
d)
.031
.052
.462
.0
19.
.002
.045
N
10
010
010
0 10
010
010
010
0 P
emel
ihar
aan
Cor
rela
tion
Coe
ffici
ent
.207
*-.2
75**
.003
.0
79.3
10**
1.00
0-.0
05
Sig
. (2-
taile
d)
.038
.006
.975
.4
34.0
02.
.961
N
10
010
010
0 10
010
010
010
0 P
anen
C
orre
latio
n C
oeffi
cien
t-.0
92.1
35-.0
41
-.068
-.201
*-.0
051.
000
Sig
. (2-
taile
d)
.361
.182
.688
.5
02.0
45.9
61.
N
100
100
100
100
100
100
100
**. C
orre
latio
n is
sig
nific
ant a
t the
0.0
1 le
vel (
2-ta
iled)
.
*. C
orre
latio
n is
sig
nific
ant a
t the
0.0
5 le
vel (
2-ta
iled)
.
146
147 Lampiran 6. Nama Responden berdasarkan nilai sentralitas lokal dan sentralitas global
No Responden Sentralitas Lokal Sentralitas Global
Bibit Pupuk HP Panen Bibit Pupuk HP Panen1 Wardoyo 2,000 1,000 1,000 0,000 9900 9900 9900 99002 Lamidi 6,000 8,000 7,000 7,000 2544 3244 8427 94063 Misdi 5,000 7,000 4,000 3,000 2621 9900 8441 99004 Riyakin 1,000 1,000 1,000 2,000 9900 9900 9900 99005 Suparlan 6,000 5,000 4,000 6,000 9604 9801 9801 26476 Suan 6,000 5,000 3,000 5,000 2367 9310 9900 26467 Bondan 4,000 4,000 3,000 3,000 2344 9313 9604 27208 Sudaryanto 6,000 5,000 1,000 15,000 2397 9703 7215 85739 Marsuji 1,000 1,000 0,000 2,000 9900 9960 9900 264710 Rianto 5,000 3,000 0,000 9,000 2169 9214 9900 253611 Samirin 4,000 4,000 2,000 4,000 9703 9900 9900 990012 Supani 4,000 4,000 1,000 1,000 9801 9606 9900 264713 Sugito 10,000 13,000 4,000 2,000 1948 2908 8148 262314 Langgeng 4,000 3,000 2,000 0,000 9604 9801 9311 990015 Thalib 3,000 3,000 1,000 3,000 9604 3332 9900 990016 Suwarno 3,000 2,000 2,000 1,000 2245 9801 9900 990017 Sarno 4,000 3,000 3,000 2,000 9900 9703 9801 980118 Suratno 5,000 4,000 3,000 2,000 9406 9603 9702 990019 Samingan 1,000 2,000 2,000 0,000 2326 9900 9801 990020 Suparyanto 14,000 14,000 8,000 6,000 2403 3289 6032 259621 A. Jumani 2,000 2,000 2,000 2,000 9900 9900 9900 990022 Katiman 0,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990023 Bibit 1 5,000 4,000 4,000 2,000 9801 9900 9900 980124 Murdiono 5,000 5,000 3,000 2,000 9801 9801 9801 990025 Soimin 2,000 2,000 2,000 1,000 9900 9900 9900 990026 Z. Arifin 4,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990027 Mardia 2,000 2,000 2,000 2,000 8824 9215 9312 960528 Wiji 9,000 6,000 6,000 4,000 8814 9209 9307 970229 Satiman 5,000 1,000 2,000 2,000 2368 3244 5068 263230 Suwito 3,000 2,000 3,000 3,000 9900 9900 9900 990031 Jasmani 1,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990032 Lahuri 4,000 3,000 3,000 1,000 2473 9801 9801 990033 Jaedi 2,000 2,000 0,000 1,000 9900 9801 9900 990034 Saryo 21,000 8,000 18,000 8,000 2294 3230 5020 193435 Sabari 2,000 0,000 2,000 1,000 9900 9900 9900 990036 Sumardi 6,000 3,000 3,000 0,000 9211 9801 9702 990037 Mujio 4,000 3,000 2,000 14,000 9703 9801 9801 264938 Salim 4,000 6,000 2,000 4,000 2368 3268 5068 200839 Mariman 0,000 1,000 1,000 1,000 9900 9801 9801 990040 Seno aji 3,000 2,000 1,000 3,000 9900 9900 8256 990041 Sadi 3,000 3,000 3,000 1,000 9702 9702 9702 990042 Anwar 1,000 1,000 1,000 1,000 9801 9900 9801 980143 Purnomo 1,000 1,000 1,000 1,000 9801 9801 9801 980144 Kusnandar 2,000 1,000 1,000 2,000 9900 9900 9900 990045 Santo 1,000 1,000 1,000 0,000 9900 9900 9900 990046 Rahmat 6,000 10,000 8,000 5,000 2839 7453 6524 262747 Dasimin 2,000 3,000 1,000 2,000 2842 7472 9801 980148 A.kurniawan 5,000 3,000 4,000 2,000 2716 9604 9506 272049 Muji 6,000 3,000 1,000 1,000 2673 9703 9900 990050 Suyoto 4,000 3,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 990051 Supri 4,000 2,000 1,000 1,000 2537 9604 9801 9900
148
52 Suparno 4,000 1,000 0,000 1,000 9604 9900 9900 990053 Banjir 2,000 1,000 0,000 1,000 9606 9900 9900 990054 Sono 4,000 2,000 3,000 2,000 9801 9900 9801 990055 Katimin 0,000 2,000 0,000 1,000 9900 3375 9900 990056 Sugianto 3,000 1,000 1,000 1,000 9801 9801 9900 990057 Sonosetu 1,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990058 S. Ds 3 1,000 0,000 1,000 1,000 9900 9900 9703 990059 Isnaini 3,000 0,000 1,000 2,000 9900 9900 9900 990060 Noto 3,000 1,000 2,000 1,000 9801 9801 9801 990061 Jumangin 2,000 1,000 2,000 2,000 9801 9900 9801 980162 Sunarto 10,000 8,000 2,000 38,000 2393 9115 7116 255863 Da'um 2,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990064 S. Ds 4 1,000 0,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990065 Dalimin 1,000 0,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 990066 Suryanto 9,000 6,000 4,000 3,000 2319 3312 7762 271567 Ranimun 2,000 2,000 2,000 2,000 2326 3238 9801 980168 Siswanto 2,000 1,000 2,000 3,000 2553 3288 8452 980169 Marseno 4,000 9,000 3,000 2,000 2480 3222 8250 980170 Darto 5,000 4,000 6,000 2,000 2407 3306 8339 980171 Darsono 0,000 0,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 990072 Samsudin 1,000 2,000 1,000 2,000 9900 9606 9509 970373 Gianto 9,000 10,000 6,000 5,000 2386 7480 6918 262674 Bibit 2 1,000 0,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 263275 A.sodiq 4,000 3,000 3,000 4,000 2787 7496 9900 990076 Kuryanto 1,000 4,000 0,000 1,000 2695 9801 9900 990077 Supriono 0,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990078 Slamet 5,000 1,000 3,000 3,000 2696 9801 9603 970279 Bani 3,000 0,000 0,000 1,000 2611 9900 9900 990080 Sutris 3,000 2,000 2,000 1,000 9801 9900 9900 990081 Nur ngalim 1,000 0,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 990082 Margi 4,000 5,000 6,000 3,000 2438 3085 9505 960483 A. Soleh 1,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990084 Ponijan 0,000 0,000 2,000 2,000 9900 9900 9900 990085 Senun 0,000 2,000 3,000 3,000 9900 9900 9801 980186 N.chaerudin 1,000 0,000 5,000 4,000 9900 9900 9900 990087 Sukadi 5,000 5,000 7,000 4,000 2444 9801 7287 990088 Suwandi 3,000 1,000 4,000 1,000 2378 9605 9115 990089 Mukminim 0,000 1,000 0,000 1,000 9900 9900 9900 990090 Roni 2,000 0,000 2,000 1,000 2513 9900 9408 980191 Katimun 1,000 0,000 2,000 2,000 9900 9900 9801 990092 Pingi 2,000 1,000 1,000 1,000 9900 9900 9900 990093 Cipto 4,000 8,000 8,000 5,000 2618 7940 8429 930794 Edi 6,000 10,000 8,000 7,000 9801 3202 9505 221195 Bambang 5,000 6,000 5,000 4,000 2478 3270 8438 990096 Samsuri 3,000 4,000 3,000 2,000 2574 7954 8443 980197 Saimin 2,000 1,000 2,000 1,000 2620 9900 8442 990098 Wanto 2,000 2,000 2,000 1,000 9801 9900 9900 990099 Suyono 0,000 2,000 2,000 1,000 9900 9900 9900 9900100 Prawoto 3,000 2,000 2,000 3,000 2363 9703 9605 9801
149 Lampiran 7. Gambar lokasi penelitian