Makalah Kadar Glukosa Kulit Ubi Kayu
description
Transcript of Makalah Kadar Glukosa Kulit Ubi Kayu
KADAR GLUKOSA KULIT UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) MELALUI HIDROLISA ENZIMATIS SEBAGAI ALTERNATIF
BAHAN BAKU BIOETHANOL
Rini Kartika Dewi, Siswi Astuti, Faidliyah Nilna MinahProgram Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang
Jl. Bendungan Sigura-gura no. 2 Malang
Abstract
Kulit ubi kayu merupakan limbah yang berpotensi untuk diolah menjadi bietanol yang kemudian digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Selama ini kulit ubi kayu yang masih mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 31,6% hanya menjadi limbah atau hanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak saja. Penelitian ini mencoba untuk mendapatkan glukosa dari kulit ubi kayu tersebut melalui proses hidrolisa enzimatis yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bioetanol. Proses pembuatan bioetanol terdiri dari dua tahap, yaitu hidrolisa enzimatis dan fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan proses hidrolisa secara enzimatis pada kulit ubi kayu dan mengkaji beberapa variabel yang berpengaruh dalam proses hidrolisa pati untuk menghasilkan glukosa dengan kadar yang tinggi. Kulit ubi kayu dihidrolisa dengan menggunakan katalis enzimatis dengan variabel konsentrasi enzim (1.5, 3, 4.5, 6, 7.5)% dan lama waktu hidrolisa (24, 36, 48, 60 dan 72) jam didapatkan hasil yang tertinggi adalah pada konsentrasi enzim 6 % dan lama waktu hidrolisa 72 jam.
Kata kunci : Enzim, Kulit Ubi Kayu, Hidrolisa
PENDAHULUAN
Ubi kayu merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia yang sangat banyak ragam
dan varietasnya, hal ini dikarenakan keberadaannya dapat digunakan sebagai pengganti beras
dan jagung yang merupakan bahan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan
semakin berkembangnya pengetahuan serta kemajuan teknologi, maka ubi kayu tidak hanya
terbatas dikonsumsi begitu saja sebagai bahan makanan tetapi dapat diolah menjadi tepung,
indutri makanan, industry makanan ternak, kerupuk, keripik serta dapat juga diolah menjadi
alcohol.
Dengan semakin luasnya baik industry atau home industry yang mengolah dengan bahan
baku dari ubi kayu akan mengakibatkan produk sisa atau limbah yang dihasilkan semakin
banyak, baik berupa limbah padat seperti ampas, kulit ubi kayu ataupun limbah cair. Selama
ini kulit ubi kayu banyak yang dibuang begitu saja atau diolah menjadi kompos, padahal
komposisi di dalam ubi kayu masih terdapat kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.
Sehingga hal tersebut dapat diolah menjadi salah satu sumber energy yang ramah lingkungan.
Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit ubi kayu. Kulit ubi
kayu mempunyai komposisi yang terdiri dari karbohidrat dan serat. Menurut (Muhiddin dkk,
2000, Karena kandungan pati yang cukup tinggi pada kulit ubi kayu menjadikan bahan
tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. Sedangkan Grace
1977, mengemukakan bahwa kandungan kulit ubi kayu yang dihasilkan sekitar 8-15 % dari
berat umbi yang dikupas sedangkan kandungan karbohidratnya berkisar 50 % dari kandungan
karbohidrat pada bagian umbi. Dengan adanya karbohidrat yang cukup tinggi dari kulit ubi
kayu, sehingga memungkinkan bahan tersebut dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku
alternative untuk bahan bakar nabati atau Bioethanol yang ramah lingkungan.
Bioetanol merupakan salah satu alternatif penyedia energi yang dihasilkan dari proses
fermentasi biomassa dengan bantuan suatu mikroorganisme yang dilanjutkan dengan proses
hidrolisa, destilasi maupun pemurnian.. Adapun bahan baku pembuatan bioetanol dapat dari
bahan yang mengandung gula, pati, selulosa dan hemiselulosa. Bahan-bahan tersebut dapat
bersumber dari jenis umbii-umbian seperti (ubi kayu, ubi jalar, ganyong, talas), jagung,
sorgum, tebu, molasses sserta dari jerami, atau bisa juga dari limbah buangan baik dari pasar
maupun limbah rumah tangga. Bioethanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar
minyak tergantung dari tingkat kemurniannya. Dalam penelitian ini, bahan baku yang
digunakan adalah limbah kulit ubi. Karena kandungan limbah kulit ubi mengandung
karbohidrat dan serat, maka dilakukan beebrapa tahapan proses yaitu proses hidrolisa yang
kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi dan destilasi.
Proses hidrolisa yaitu proses konversi pati menjadi gula. Pati merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan
air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin.
Prinsip dari hidrolisa pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-
unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
metode, yaitu secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisa secara
enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisa secara kimiawi dan fisik
dalam hal pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisa enzimatis akan memutuskan rantai
polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Agar proses pemutusan pati menjadi
glukosa berjalan dengan baik , ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya
adalah temperature, pH, kecepatan pengadukan waktu hidrolisa, penggunaan jenis enzim dan
jenis proses hidrolisa (hidrolisa asam atau hidrolisa enzim).
Pada penelitian ini, peneliti akan lebih menitik beratkan pada proses hidrolisa enzim
dengan variable berubah temperature, pH dan waktu hidrolisa agar mendapatkan parameter-
parameter optimum pada proses hidrolisa, karena dengan hasil glukosa yang optimal dapat
diproses lebih lanjut menjadi bioethanol melalui proses fermentasi dan destilasi.
Hidrolisa Pati
Pati adalah karbohidrat yang terdapat pada tanaman berklorofil. Bagi tanaman,
kegunaan pati adalah sebagai cadangan makanan untuk biji, batang dan pada bagian umbi
tanaman. Selain itu pati dapat juga didefinisikan sebagai polisakarida nutrien yang tersedia
melimpah pada sel tumbuhan dan beberapa mikroorganisme.
Hidrolisis merupakan proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air yang berguna
intuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Selain itu Hidrolisis pati juga merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana seperti
dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa
Proses hidrolisis pati menjadi glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau
gabungan keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan
hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan
hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu.
Metode kimiawi dilakukan dengan cara hidrolisis pati menggunakan asam-asam
organik, yang sering digunakan adalah H2SO4, HCl, dan HNO3.
Pati terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya polimer dari glukosa yaitu
amilosa dan amilopektin. Menurut Pujiadi A, (1994) dari bahan yang mengandung pati dapat
dilakukan proses secara hidrolisa sempurna dengan menggunakan asam untuk menghasilkan
glukosa.
Dalam proses hidrolisa pati dapat dengan mengunakan katalis asam, kombinasi asam
dan enzim serta kombinasi enzim dan enzim. Hidrolisa asam adalah hidrolisa dengan
menggunakan asam yang dapat mengubah polisakarida (pati, selulosa) menjadi gula. Dalam
hidrolisa asam biasanya digunakan asam klorida (HCl) atau salam sulfat (H2SO4) dengan
kadar tertentu. Asam sulfat bersifat sebagai katalisator yaitu dapat membantu dalam proses
pemecahan karbohidrat. Selain menggunakan hidrolisa asam, pada proses hirolisa pati
menjadi glukosa dapat juga menggunakan kalatlis asam. Hirolisa secara enzimatis memiliki
perbedaan mendasar dengan hirolisa secara asam. Hidrolisa secara asam memutuskan rantai
pati secara acak, sedangkan secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada
percabangan tertentu. Berdasarkan penelitian dari Virlandi, (2008), untuk proes hidrolisa
maka hidrolisa dengan menggunakan enzim lebih baik bila dibandingkan dengan hirolisa
asam, karena prosesnya lebih spesdifik, prosesnya dapat dikontrol, serta untuk biaya
pemurnian lebih murah dan kerusakan warna dapat diminimalkan.
Menurut Purba (2009) di dalam proses hidrolisa enzimatik banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain enzim, ukuran partikel, suhu, pH, waktu hidrolisis,serta
perbandingan cairan terhadap bahan baku (volume substrat) dan pengadukan.
Dari penelitian Risnoyatiningsih S (2011), pati dari ubi jalar kuning dapat diolah
menjadi bahan baku sirup glukosa melalui proses hidrolisa enzimatis. Dengan variabel waktu
inkubasi serta jumlah enzim glukoamilase yang ditambahkan. Semakin banyak jumlah enzim
yang diberikan semakin tinggi glukosa yang dihasilkan.
Enzim yang dapat digunakan dalam proses perubahan pati menjadi glukosa adalah
amilase, amilase, amiloglukosidase, glukosa isomerisasi, isoamilase. Enzim yang
digunakan dalam pembuatan glukosa secara sinergis adalah enzim amylase dan enzim
glukoamilase. Enzim amilase akan memotong ikatan amilosa dengan cepat pada pati kental
yang telah mengalami gelatinasi. Enzim amilase ini digunakan pada proses Liquifikasi
dimana pada proses ini berlansung pada suhu 85 C dan pH 5.5 selama 40 menit. Kemudian
enzim glukoamilase akan menguraikan pati secara sempurna menjadi glukosa pada tahap
sakarifikasi. Proses ini berlangsung pada pH 4.5 dan suhu 60 C.
Enzim
Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai katalisator reaksi biologis atau lebih
sering disebut sebagai biokatalisator . Menurut Winarno dan Fardianz, (1984), dengan
adanya katalisator enzim suatu reaksi dapat dipercepat kira-kira 1012 sampai 1020 kali jika
dibandingkan dengan reaksi tanpa katalisator. Sebagaian besar reaksi kimia dalam sel-sel
hidup akan terjadi dengan sangat lambat jika tidak katalis oleh enzim. Enzim dapat
menaikkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktifasi tersebut. Menurut teori,
sebelum molekul-molekul dapat bereaksi terlebih dahulu harus melalui suatu konfigurasi
aktif (activated state). Pada keadaan konfigurasi aktif ini molekul- molekul mempunyai
energi yang lebih besar daripada molekul-molekul pada keadaan normal. Energi yang
dibutuhkan untuk mencapai konfigurasi aktif inilah yang disebut energi aktifasi.
Enzim pada umumnya bekerja mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi
aktivasi suatu reaksi, yaitu jumlah energi (kalori) yang dibutuhkan oleh satu mol senyawa
pada suhu tertentu menuju keadaan aktifnya . Enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas
karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu.
Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan produk
beribu kali lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relative netral dan suhu yang relatif rendah;
dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap subtrat tertentu. Enzim telah banyak digunakan
dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri kimia lainnya. Dalam bidang pangan
misalnya amilase, glukosa-isomerase, papain, dan bromelin, sedangkan dalam bidang
kesehatan contohnya amilase, lipase, dan protease.
Enzim ini dapat berasal dari pankreas, ludah manusia serta diisolasi dari aspergillus oryzae
dan Bacilius
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor utama yang
mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan
adanya aktivator dan inhibitor.
a. Pengaruh suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu
tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang
paling cepat terjadi pada suhu optimum. Oleh karena itu, penentuan suhu optimum
aktivitas enzim sangat perlu karena apabila suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim tinggi
tetapi aktivitasnya rendah, sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi tetapi
kestabilannya rendah . Namun, kecepatannya akan menurun drastis pada suhu yang lebih
tinggi. Hilangnya aktivitas pada suhu tinggi karena terjadinya perubahan konformasi panas
(denaturasi) enzim.
b. Pengaruh pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi
pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan
gugus terminal aminonya, diperkirakan perubahan kereaktifan enzim akibat perubahan PH
lingkungan. Berdasarkan Tranggono,dkk (1990), Enzim mempunyai aktivitas maksimum
pada kisaran pH yang disebut pH optimum. Suasana yang terlalu asam atau alkali akan
mengakibatkan denaturasi protein dan hilangnya secara total aktivitas enzim. pH optimum
untuk beberapa enzim pada umumnya terletak diantara netral atau asam lemah yaitu 4,5-
8. pH optimum sangat penting untuk penentuan karakteristik enzim. Pada subtrat yang
berbeda, enzim memiliki pH optimum yang berbeda . Enzim yang sama seringkali
mempunyai pH optimum yang berbeda, tergantung pada asal enzim tersebut.
c. Pengaruh konsentrasi enzim
Kecepatan reaksi dalam reaksi enzimatis sebanding dengan konsentrasi enzim . Semakin
tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat hingga pada batas
konsentrasi tertentu dimana hasil hidrolisis akan konstan dengan naiknya konsentrasi
enzim yang disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi.
d. Pengaruh konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan
reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan
reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya
penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi . Hal ini
disebabkan semua molekul enzim telah membentuk ikatan kompleks dengan substrat yang
selanjutnya dengan kenaikan konsentrasi substrat tidak berpengaruh terhadap kecepatan
reaksinya (Trenggono dan Sutardi, 1990).
e. Pengaruh aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa
atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang
membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik
seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, atau Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang
disebut koenzim. Pada umumnya ikatan antara senyawa organik sengan protein enzim itu
lemah dan apabila ikatannya kuat disebut gugus prostetis. Selain dipengaruhi oleh adanya
adanya aktivator, aktivator enzim juga dipengaruhi oleh adanya inhibitor. Inhibitor adalah
senyawa atau ion yang dapat menghambat akvitas enzim
METODOLOGI
Pada penelitian kadar glukosa kulit ubi kayu hidrolisa enzimatis (Manihot esculenta
Crantz) yang kami gunakan adalah proses hidrolisa enzimatis. Metode penelitiannya adalah
metode eksperimen dengan cara mengambil data dari hasil penelitian. Hasil penelitian ini
untuk mengetahui bagaimana hubungan variable yang kita gunakan terhadap hasil glukosa
untuk bahan baku bioethanol.
Prosedur Penelitian
A. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan sterilisasi
kering. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan Hot Air Oven pada suhu 180 oC
selama 2 jam.
B. Tahap Penelitian
1. Tahap Hidrolisa
- Mencuci kulit ubi kayu sampai bersih
- Menimbang kulit ubi kayu sebanyak 500 gram
- Memotong kecil-kecil kulit ubi kayu kemudian dihaluskan dengan blender
- Menganalisa kandungan karbohidrat di dalam pati
- Menambahkan 1000 mL aquadest ke dalam Beakerglass .
- Menambahkan enzim amilase dan mengkondisikan sesuai variabel yang
ditentukan.
- Menganalisa kadar glukosa dengan larutan standard glukosa menggunakan
spektrofotometer.
2. Proses Fermentasi
- Memasukan larutan hasil hidrolisis ke dalam fermentor.
- Menambahkan Sacccharomyces cereviceae ke dalam fermentor.
- Mengaduk campuran secara perlahan didalam fermentor hingga campuran homogen.
- Menjaga suhu pada 25-30 oC dan pH antara 4,5-5 dengan kondisi operasi anaerob.
- Mengeluarkan larutan dari fermentor pada variabel waktu tertentu.
- Menganalisa kadar etanol dengan Gas Kromatografi.
Tahap Analisa
A. Analisa Karbohidrat
- Menimbang sampel ± 2,5 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- Menambahkan 100 mL HCl 3% dan di didihkan selama 3 jam
- Mendinginkan larutan dan menetralkan dengan larutan NaOH 30% dan menambahkan
sedikit CH3COOH agar suasana larutan sedikit asam
- Memindahkan larutan ke dalam labu 500 mL, dan menambahkan aquadest sampai
volume 500 mL kemudian disaring
- Memipet 10 mL filtrat dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan
larutan luff scrhool sebanyak 25 mL dan juga menambahkan aquadest sebanyak 15
mL
- Memanaskan larutan dengan nyala api yang tetap pada hot plate dan di usahakan
mendidihnya dalam waktu 3 menit. Didihkan terus selama 10 menit kemudian di
dinginkan pada bak berisi es.
- Setelah dingin ditambahkan 15 ml larutan KI 20 % dan 25 ml H2SO4 25%
- Titrasi secepatnya dengan larutan Na2S2O3 0,1 % (gunakan indikator amilum)
- Melakukan prosedur diatas untuk blanko
B. Analisa Glukosa
1. Persiapan kurva standard
- Siapkan larutan glukosa standard (1 mg glukosa anhidrat / ml).
- Encerkan larutan standard tersebut dalam labu ukur 50 ml, sehingga diperoleh larutan
standard dengan kadar glukosa : 2, 4, 6, dan 8 mg/ 100 ml.
- Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih, masing-masing diisi sengan 2 ml larutan standard
tersebut diatas. Satu tabung diisi 2 ml air suling sebagai blanko.
- Masukkan tabung-tabung tersebut dalam pemanas air yang suhunya dijaga konstan
pada 30 oC selama 5 menit.
- Kemudian ke dalam tabung ditambahkan 1 ml larutan “glocose test”, catatlah wwktu
saat penambahan larutan tersebut. Untuk ketepatan waktu dianjurkan selang waktu
antara penambahan larutan “glocose test” pada satu tabung dengan tabung berikutnya
dibuat waktunya sama misalnya 30 detik. Jadi mula-mula tabung pertama, 30 detik
kemudian tabung kedua dan seterusnya.
- Tabung-tabung tetap berada pada pemanas air selama 30 menit (inkubasi).
- Setelah 30 menit sejak saat penambahan larutan “glocose test”, reaksi dihentikan
dengan menambahkan 10 ml larutan H2SO4 (1+3). Selang waktu penambahan larutan
asam sulfat pada satu tabung dengan tabung berikutnya juga dibuat sama seperti pada
penambahan larutan “glocose test” di atas, sehingga lamanya inkubasi pada setiap
tabung adalah sama yaitu 30 menit.
- Bilas sampai homogen dan didinginkan sampai mmencapai suhu ruangan.
- Teralah “optical density” (OD) larutan-larutan tersebut menggunakan tabung kuvet 1
cm pada panjang gelombang 540 nm.
- Buatlah kurva standard yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan
OD.
2. Penentuan glukosa pada sampel- Siapkan larutan contoh yang mempunyai kadar glukosa sekitar 2,5-7,5 mg / 100 ml.
Perlu diperhatikan bahwa larutan contoh ini harus jernih, karena itu bila dijumpai
larutan contoh yang keruh atau berwarna, maka perlu dilakukan penjernihan terlebih
dahulu dengan menggunakan Pb-asetat atau bubur Aluminium hidroksida.
- Pipetlah 2 ml larutan contoh yang jernih tersebut ke dalam tabung reaksi yang bersih.
- Masukkan tabung tersebut dalam pemanas air yang suhunya dijaga konstan pada 30oC
selama 5 menit dan selanjutnya diperlakukan sama seperti pada penyiapan kurva
standard diatas.
- Jumlah glukosa dapat ditentukan berdasarkan OD larutan contoh dan kurva standard
larutan glukosa.
C. Analisa Etanol
- Mengambil larutan hasil fermentasi dan menganalisa menggunakan Gas Cromatografi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel .1. Data Hasil Analisa Kulit Ubi Kayu
Analisa Kandungan (%)
Karbohidrat 31,54
Air 56,22
Tabel .2. Data Konsentrasi Enzim dan Waktu Hidrolisa Terhadap Kadar Glukosa
No Konsentrasi Enzim(%)
Waktu Hidrolisa(Jam)
Kadar Glukosa(%)
1 1.5
24 85.22536 86.32548 87.17560 87.23572 88.355
2 3
24 86.54536 87.25548 86.14560 87.33572 88.415
3 4.5
24 86.65536 87.92548 87,99560 88.10572 88.505
4 6
24 87.21536 88.11548 88.23560 89.12572 89.515
Lanjutan Tabel 5.1.2. Data Konsentrasi Enzim dan Waktu Hidrolisa Terhadap Kadar Glukosa
Tabel 5.1.3. Data Konesentrasi Enzim dan Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Ethanol
No Konsentrasi Enzim(%)
Waktu Hidrolisa(Jam)
Kadar Glukosa(%)
5 7.5
24 87.75536 88.34548 88.75560 89.36572 89.255
No Konsentrasi Enzim(%)
WaktuFermentasi(Hari)
Kadar Ethanol(%)
1 1.5
0 0.0001 1.5643 1.7847 2.34510 2.650
2 3
0 0.0001 1.6633 1.5687 1.77810 2.360
3 4.5
0 0.0001 1.8003 1.8527 1.93510 3.215
4 6
0 0.0001 1.9503 2.7527 4.03510 5.135
5 7.5
0 0.0001 2.0323 3.3307 4.35010 6.500
Gambar. .1. Hasil Hidrolisa Sakarifikasi
Gambar .2. Proses Fermentasi
Pembahasan
Gambar 1. Pengaruh Waktu Hidrolisa Sakarifikasi Dan Konsentrasi Enzim Terhadap Kadar
Glukosa
Dari hasil yang didapatkan dengan adanya perubahan konsentrasi enzim yang
diberikan memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa yang dihasilkan. Semakin besar
konsentrasi enzim pada proses sakarifikasi maka kadar glukosanya semakin tinggi . Hal ini
dikarenakan fungsi dari pada enzim glukoamilase yang memutuskan rantai cabang yang tidak
terputus oleh enzim alfa amilase menjadi glukosa dengan kondisi ph 4.5 dan suhu 60 C
menjadikan kondisi yang paling optimum bagi aktivitas enzim glukoamilase untuk merombak
atau menguraikan karbohidrat menjadi glukosa.
Semakin lama waktu hidrolisa pati menjadi glukosa maka semakin meningkat kadar
glukosa yang dihasilkan, hal ini dikarenakan semakin lama terjadi kontak antara enzim dan
substrat, menjadikan enzim melakukan aktivitas dengan baik serta didukung dengan kondisi
pH dan suhu yang tetap terjaga. Keadaan ini juga mempercepat reaksi hidrolisa. Dalam
penelitian ada sedikit penyimpangan pada konsentrasi enzim 3 % pada waktu 48 serta
konsentrasi enzim 7.5 % data yang dihasilkan ada yang mengalami penurunan yaitu pada
waktu 72 jam, hal ini disebabkan tidak stabilnya kondisi saat proses berlangsung. Hasil
terbaik yang didapatkan adalah pada konsentrasi enzim 6 % dan waktu hidrolisa 72 jam. Pada
penelitian ini masih belum didapatkan waktu reaksi yang optimum karena enzim
glukoamilase masih melakukan aktivitasnya.
Gambar 2 Pengaruh Konesntrasi Enzim dan Waktu Fermentasi Terhadap kadar Ethanol
Dalam proses fermentasi, dari hasil yang didapatkan semakin tinggi konsentrasi enzim, kadar ethanol yang didapatkan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan dengan semakin tinggi kadar glukosa maka kadar ethanolnya juga semakin besar. Selain konsentrasi enzim yang berpengaruh terhadap proses fermentasi adalah waktu fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi semakin banyak ethanol yang dihasilkan. Hasil terbaik kadar ethanol yang didapatkan adalah 6.5 % ethanol.
KESIMPULAN
1. Kulit Ubi kayu dapat digunakan untuk pembuatan ethanol.
2. Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kadar glukosanya semakin naik.
3. Kadar glukosa tertinggi diperoleh pada konsentrasi enzim 6 % dengan lama waktu 72
jam, yaitu 89.515 %
4. Kadar etanol tertinggi dari proses fermentasi menggunakan enzim adalah 6.5 %.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, M.R, 1977, Cassava Proceding : Food and Agriculture Organization, Roma.
Hambali, E.S. dkk, 2007, Teknologi Bioenergi, Jakarta, Agromedia.
Lestari P., dkk, 2001, Analisis Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Enzimatik Pati Ubi Kayu oleh a-
Amilase Termostabil dan Bacillus stearothermophilus T1112 ,Jurnal Mikrobiologi
Indonesia, Volume no. 1, hlm. 23-26
Muyhiddin, N, dkk, 2000, Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui
Proses Fermentasi, Jurnal Matematika dan Sain.
Prihandana, Hendarko, Dkk, 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. PT
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Pudjiadi A, 1994. Dasar-dasar Biokimia, Jakarta, Universitas Indonesia.
Purba, Elida, 2009, Hidrolisa Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta) dan Pati Ubi Jalar
(Impomonea batatas) menjadi glukosa secara Cold Process dengan Acid Fungal
Amilase dan Glukoamilase, Universitas Lampung, Lampungh
Risnoyatiningsi S., 2011, Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning Menjadi Glukosa Secara
Enzimatis, Jurnal Teknik Kimia Vol 5 No. 2.
Rukmana, R, 1997, Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca Panen, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Sudarmadji S, 1989, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta, Penerbit Liberty.
Tranggono dan Sutardi, 1990, Biokimia dan Teknologi Pasca Panen, PAU Pangan dan Gizi,
Yogyakarta, UGM Press.
Virlanda, Feby, 2008, Pembuatan Sirup Glukosa dan Pati Ubi Jalar (impomonea batatas)
dengan metode Enzimatis
van Steenis, 1981, Flora untuk sekolah di Indonesia, Jakarta, Erlangga
Winarno, F.G dan Fardianz, S, 1984, Biofermentasi dan Biosintesa Protein, Bandung