IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf ·...

58
66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fraksi Tidak Tersabunkan (FTT) dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) yang diperoleh dari industri pemurnian minyak sawit PT. Salim Ivomas di Surabaya. Penelitian prioritas nasional masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2015) melaporkan bahwa FTT mengandung vitamin E 1,96%, fitosterol 0,55%, dan skualen 32,30%. Vitamin E terutama terdiri atas tokotrienol (83%) dan sisanya adalah tokoferol. 4.1.1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari DALMS dan FTT Analisa kadar asam lemak bebas perlu dilakukan sebagai salah satu penentu kualitas minyak. Jumlah senyawa tersebut merupakan salah satu petunjuk tingkat kerusakan minyak akibat proses hidrolisa maupun proses pengolahan yang kurang baik. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebakan terjadinya ketengikan lemak. Semakin tinggi angka ALB, semakin rendah kualitas minyak yang diujikan (Sudarmadji dkk, 2003). ALB dapat dikurangi dengan pemurnian secara kimiawi yaitu saponifikasi. ALB pada minyak dipisahkan pada tahap netralisasi dan deodorisasi. Kadar ALB merupakan bilangan asam suatu minyak yang dihitung berdasarkan berat molekul asam lemak campuran atau asam lemak dominan yang terkandung dalam suatu minyak (pada penelitian ini dinyatakan sebagai asam palmitat). DALMS dihasilkan pada tahap pemurnian yang menguapkan senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa volatil lainnya. Senyawa ini memiliki titik didih yang lebih rendah dari minyak kelapa sawit. Hasil penguapan ini bisa didaur ulang berupa DALMS dengan jumlah 3.36% dari berat CPO (Norhidayah et al., 2012). 85% dari kandungan DALMS ini adalah asam lemak bebas (ALB) (Tapanawong, 2011). Hasil analisa kadar ALB dari FTT dan DALMS dicantumkan pada tabel 4.1. untuk perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf ·...

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  66  

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fraksi Tidak

Tersabunkan (FTT) dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) yang

diperoleh dari industri pemurnian minyak sawit PT. Salim Ivomas di Surabaya.

Penelitian prioritas nasional masterplan percepatan dan perluasan pembangunan

ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2015) melaporkan

bahwa FTT mengandung vitamin E 1,96%, fitosterol 0,55%, dan skualen 32,30%.

Vitamin E terutama terdiri atas tokotrienol (83%) dan sisanya adalah tokoferol.

4.1.1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari DALMS dan FTT

Analisa kadar asam lemak bebas perlu dilakukan sebagai salah satu

penentu kualitas minyak. Jumlah senyawa tersebut merupakan salah satu

petunjuk tingkat kerusakan minyak akibat proses hidrolisa maupun proses

pengolahan yang kurang baik. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di

udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh

proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Kelembaban udara,

cahaya, suhu tinggi dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang

menyebakan terjadinya ketengikan lemak. Semakin tinggi angka ALB, semakin

rendah kualitas minyak yang diujikan (Sudarmadji dkk, 2003). ALB dapat

dikurangi dengan pemurnian secara kimiawi yaitu saponifikasi. ALB pada minyak

dipisahkan pada tahap netralisasi dan deodorisasi.

Kadar ALB merupakan bilangan asam suatu minyak yang dihitung

berdasarkan berat molekul asam lemak campuran atau asam lemak dominan

yang terkandung dalam suatu minyak (pada penelitian ini dinyatakan sebagai

asam palmitat). DALMS dihasilkan pada tahap pemurnian yang menguapkan

senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa

senyawa volatil lainnya. Senyawa ini memiliki titik didih yang lebih rendah dari

minyak kelapa sawit. Hasil penguapan ini bisa didaur ulang berupa DALMS

dengan jumlah 3.36% dari berat CPO (Norhidayah et al., 2012). 85% dari

kandungan DALMS ini adalah asam lemak bebas (ALB) (Tapanawong, 2011).

Hasil analisa kadar ALB dari FTT dan DALMS dicantumkan pada tabel

4.1. untuk perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  67  

Tabel 4.1 Kadar ALB dari DALMS dan FTT Karakteristik DALMS Literatur

Asam lemak bebas (%) 70,74 95,75* Sumber: *Ahmadi dan Estiasih (2011)

Pada penelitian ini, kadar ALB dari DALMS adalah 70,74%. Secara

umum, kadar asam lemak bebas yang terdapat pada DALMS adalah berada

dikisaran di atas 80% yang dibuktikan dari hasil penelitian sebelumnya, kadar

ALB dari DALMS adalah sebesar 95,75% (Ahmadi dan Estiasih, 2011), 87,96%

(Muchlisyiyah, 2013), 95,8% (Rahmawati, 2000) dan 80% (Christina, 2000; Puah

et al., 2009), 80-90% (Hui, 1996/1992) dan 81,7% (Pitoyo, 1991). Pada penelitian

Rismawati (2009) menyatakan bahwa pada proses deodorisasi berlangsung

pemisahan asam lemak bebas (ALB). Aplikasi suhu tinggi dan tekanan yang

rendah akan mengakibatkan ALB menguap dan bersifat volatil sehingga dapat

dipisahkan dari minyak (trigliserida) yang kurang volatil. Kadar asam lemak

bebas dalam DALMS yang cukup tinggi dikarenakan DALMS merupakan hasil

samping pada proses pemurnian fisik (physical refining) minyak sawit pada

tahapan deodorisasi dengan hasil DALMS 2,5-5% dari berat minyak sawit yang

masih mengandung asam lemak bebas sekitar 80% (Puah et al., 2009)

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar asam

lemak bebas pada hasil penelitian ini lebih rendah dibanding penelitian

sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jenis bahan baku, kondisi

penyimpanan dan metode saponifikasi yang digunakan, dikarenakan proses

saponifikasi dapat menghilangkan sebagian besar asam lemak bebas yang telah

terikat oleh KOH.

Hasil saponifikasi DALMS menghasilkan fraksi tidak tesabunkan dengan

kadar ALB 3,56%. Hal ini menunjukkan tingkat penurunan kadar ALB sekitar

66%. Penurunan tersebut disebabkan oleh proses saponifikasi yang

menghilangkan sebagian besar asam lemak bebas yang terikat oleh KOH

membentuk sabun, sabun ini akan dibuang setelah proses saponifikasi. Proses

saponifikasi merupakan proses deasidifikasi secara kimia dengan penambahan

KOH (alkali). Muchlisyiyah (2013) melaporkan bahwa proses saponifikasi

DALMS secara kimia dapat menurunkan kandungan asam lemak bebas sebesar

94-98%. Kadar ALB yang terdapat dalam fraksi tidak tersabunkan pada

penelitian ini lebih tinggi dar kadar ALB fraksi tidak tersabunkan yang dilaporkan

muchlisyiyah (2013) yaitu sebesar 1,65%. Kandungan asam lemak bebas ini

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  68  

diduga dipengaruhi oleh kontak dengan udara dan cahaya pada proses separasi

sehingga dapat menimbulakn oksidasi dan penambahan jumlah ALB. Presentase

ALB juga dipengaruhi oleh tingkat kandungan senyawa pengotor lain yang

terdapat pada fraksi tidak tersabunkan, misalnya senyawa aldehid dan

peroksida.

4.1.2 Total Oksidasi dari DALMS dan FTT

Minyak sawit yang keluar dari proses bleaching (pemucatan) masih

mengandung aldehida, keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan,

hidrokarbon, dan bahan-bahan lain hasil dekomposisi peroksida dan pigmen.

Bentuk dari oksidasi ditunjukkan dengan adanya aldehid, keton, alkohol, asam

lemak dengan berat molekul ringan, hidrokarbon, hasil dekomposisi peroksida

dan pigmen. Senyawa-senyawa volatil khususnya aldehid dan keton umumnya

mempunyai bau dengan threshold yang sangat rendah dan menyebabkan off-

flavor pada minyak atau produk makanan. pada minyak. Keberadaan peroksida

dan aldehid yang merupakan hasil oksidasi primer dan sekunder dari minyak

dapat menunjukkan derajat kerusakan minyak. Selain mengandung asam lemak

bebas, DALMS dan FTT juga mengandung hasil oksidasi dari gliserida

(Hammond et al., 2005). Keberadaan peroksida dan aldehid dapat ditunjukkan

dengan analisa bilangan peroksida dan anisidin. Tingkat oksidasi DALMS dan

FTT hasil analisa dicantumkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Total Oksidasi DALMS dan FTT

Sampel Bilangan peroksida (mek/kg)

Bilangan p-Anisidin

Total Oksidasi

DALMS 4,24 2,79 7,03 FTT 2,81 2,32 5,13

Bilangan peroksida DALMS dan FTT hasil analisa pada penelitian ini

adalah 4,24 dan 2,81 mek/kg. Nilai yang didapatkan ini lebih besar dari penelitian

sebelumnya yaitu 1,53 dan 6,61 mek/kg (Muchlisyiyah, 2013), 0,4 mek/kg

(Rahmawati, 2009), 1,13 mek/kg (Ratnasari, 2008).

DALMS yang telah mengalami saponifikasi dapat mengandung

peroksida sebagai hasil oksidasi primer dari asam lemak bebas. Hartley (1979)

dalam Riyadi (2009) melaporkan bahwa minyak cenderung untuk bereaksi

dengan oksigen secara autooksidasi membentuk peroksida.

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  69  

Bilangan peroksida yang cukup tinggi pada DALMS yang digunakan

pada penelitin ini diduga disebabkan karena tingkat oksidasi DALMS yang cukup

tinggi. Proses penyimpanan merupakan penyebab utama kerusakan oksidatif

dari DALMS yang dianalisa pada penelitian ini, karena DALMS dikirim dalam

jirigen yang tidak kedap udara serta masih bisa tembus cahaya. Yustinah (2009)

melaporkan bahwa reaksi oksidasi dipercepat oleh cahaya, UV, panas serta

logam. Shahidi dan zhong (2005) menyatakan bahwa salah satu penyebab

terbentuknya peroksida adalah keberadaan oksigen. Menurut Ketaren (2005)

kerusakan minyak yang telah mengalami proses deodorisasi dapat disebabkan

oleh proses oksidasi, hidrolisa, mikroba dan ion logam seperti Cu, Mg, Fe, Zn

yang merupakan katalisator dalam proses oksidasi minyak. Logam tersebut

dapat membentuk persenyawaan kompleks dengan hasil oksidasi asam lemak

dan berubah menjadi radikal bebas sehingga peroksida yang terbentuk semakin

tinggi.

Angka peroksida yang tinggi juga dapat disebabkan oleh tingginya asam

lemak bebas (% Free Fatty Acid) yang terdapat pada DALMS. Menurut Min dan

Smouse (1989) dalam Dananik (2009) asam lemak bebas mempunyai aktivitas

prooksidan karena adanya gugus karboksil. Minyak yang mengandung asam

lemak bebas menghasilkan peroksida yang lebih besar. Peroksida yang terdapat

pada DALMS juga dapat berasal dari proses penghilangan peroksida minyak

dalam proses doeodorisasi. Riyadi (2009) melaporkan bahwa proses deodorisasi

pada suhu 130-150° C selama 1-2 jam dapat mereduksi peroksida sekitar 85-

99%. Nilai bilangan peroksida pada DALMS tersebut masih dibawah 100 mek/kg.

Minyak diatas 100 mek/kg dinyatakan beracun dan tidak aman untuk dikonsumsi.

Pengukuran jumlah senyawa aldehid sebagai produk oksidasi sekunder

pada minyak dapat diukur dalam bentuk uji bilangan p-anisidin. Uji bilangan p-

anisidn pada DALMS dan FTT yaitu sebesar 2,79 dan 2,32. hasil pengukuran

bilangan p-anisidin yang didapatkan lebih rendah dibanding dengan penelitian

sebelumnya yaitu 6,91 dan 5,83 (Puspitasari, 2013). Hasil pengukuran tersebut

menunjukkan DALMS dan FTT telah mengalami dekomposisi lanjut.

Dekomposisi ini diduga terjadi pada proses penyimpanan. Jumlah senyawa

aldehid yang terkandung pada suatu minyak tergantung dari jumlah senyawa

peroksida yang terkandung, keberadaan antioksidan, adanya prooksidan serta

kondisi penyimpanan yang dilakukan (Shahidi dan Zhong, 2005). Dekomposisi

peroksida juga dapat terjadi pada saat proses pengolahan pemurnian minyak

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  70  

sawit. Tsiadi et al. (2001) melaporkan bahwa pada suhu sekitar 120°C, peroksida

dapat terdekomposisi menjadi senyawa lebih lanjut dengan berat molekul lebih

rendah seperti aldehid dan keton.

Nilai bilangan peroksida dari fraksi tidak tersabunkan mengalami sedikit

penurunan dari nilai bilangan peroksida dari DALMS. Hal ini diduga karena

kerusakan lebih lanjut DALMS yang terjadi ketika penyimpanan sebelum

dilakukan analisa. Lamanya selang waktu penyimpanan serta kondisi

penyimpanan yang kurang sempurna menyebabkan terjadinya kontak dengan

cahaya dan oksigen sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi. Hal ini sesuai

dengan Lawson (1995) yang menyatakan bahwa peroksida dapat terbentuk

akibat proses oksidasi terhadap ikatan rangkap asam lemak karena adanya

panas dan kelebihan oksigen.

Bilangan anisidin yang terdapat pada fraksi tidak tersabunkan dari

DALMS sedikit lebih kecil dibandingkan dengan bilangan anisidin yang terdapat

pada DALMS. Hal ini diduga selama proses penyimpanan dan saponifikasi

terjadi penguapan senyawa aldehid yang merupakan senyawa volatil yang cukup

dominan (50%) yang menyebabkan senyawa hasil oksidasi sekunder tersebut

dapat mengalami penguapan dengan mudah (Tompkins, 1999).

4.1.3 Rendemen Fraksi Tidak Tersabunkan

Rendemen fraksi tidak tersabunkan yang diperoleh pada penelitian

ini adalah 2,17%. Kadar tersebut sesuai dengan pernyataan Pitoyo (1991)

menyebutkan bahwa fraksi tidak tersabunkan terdapat pada minyak nabati

secara alamiah dalam jumlah yang kecil yaitu sekitar 2% dengan

kandungan seperti hidrokarbon yang terdiri dari skualen dan fitosterol. Pada

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspitasari (2013) kadar fraksi

tidak tersabunkan yang diperoleh sebesar 2,21% tidak jauh berbeda dengan

kadar yang didapat pada penelitian ini.

Rendemen fraksi tidak tersabunkan minyak sawit ini lebih rendah

daripada rendemen fraksi tidak tersabunkan dari distilat asam lemak minyak

lainnya. Pada distilat asam lemak minyak zaitun, kadar fraksi tidak tersabunkan

adalah sebesar 41,55% (Akgun et al., 2001). Pada distilat asam lemak

minyak kedelai dan minyak sayur berturut-turut mengandung 20,1% dan

11,83% fraksi tidak tersabunkan (Benitez et al., 2007; Martins et al., 2004).

Kadar asam lemak bebas pada kedua minyak kedelai tersebut adalah sebesar

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  71  

53,8% dan 58,2%. jumlah fraksi tidak tersabunkan yang terdapat pada suatu

minyak tergantung dari jenis minyak dan jumlah kandungan senyawa non

trigliserida yang terdapat pada minyak tersebut.

4.1.4 Senyawa Bioaktif dari DALMS

Fraksi tersabunkan terdiri dari produk-produk turunan gliserida yang

dapat menjadi sabun dengan keberadaan alkali (NaOH atau KOH), sedangkan

fraksi tidak tersabunkan terdiri dari asam lemak dan produk oksidasi lemak juga

mengandung berbagai senyawa bioaktif (Hammond et al., 2005). Pasaribu

(2004) menjelaskan bahwa dalam pemurnian dengan proses penyabunan

beberapa senyawa trigliserida dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa

yang disebut senyawa tidak tersabunkan seperti sterol, hidrokarbon dan pigmen.

Fraksi tidak tersabunkan yang terkandung dalam distilat asam lemak minyak

sawit (DALMS) akan dikapsulkan agar bisa melindungi senyawa bioaktif yang

terdapat didalamnya dan mudah ditambahkan dalam bahan pangan.

Tabel 4.3 Kandungan Senyawa Bioaktif pada DALMS

Senyawa Bioaktif DALMS Literatur* ppm % relatif ppm % relatif

Kadar vitamin E 47.682,81 196,6 α-tokoferol 775,87 1,63 38,0 19,33

α -tokotrienol 10.796,8 22,64 36,0 18,31 δ-tokotrienol 1.908,87 4,00 4,6 2,32 γ-tokotrienol 34.201,30 71,73 118,0 60,02

Total tokotrienol 46.906,97 98,37 158,6 80,65 Total fitosterol 6.464,9 7.466,5

β-sitosterol 1.952,13 30,19 3.913,4 52,41 Stigmasterol 1.515,26 23,44 1.774,6 23,92 Kampesterol 2.997,5 46,37 1.788,5 23,76

Skualen 1.410,1 1.092,4 Sumber: *Puspitasari (2013)

DALMS merupakan sumber vitamin E alami. Kandungan vitamin E dari

DALMS terdiri dari tokoferol dan tokotrienol dengan rata-rata jumlah terbanyak

adalah γ-tokotrienol. Tingkat kehilangan vitamin E pada proses deodorisasi

selaras dengan jumlah vitamin E dalam minyak sawit. Hal ini sesuai dengan

Puah et al. (2007) yang menyatakan bahwa komposisi vitamin E minyak sawit

terdiri dari γ-tokotrienol > α-tokoferol > α- tokotrienol > δ-tokotrienol. Pada

penelitian ini DALMS mengandung 1,63% α-tokoferol, α -tokotrienol sebesar

22,64%, δ-tokotrienol sebesar 4% dan γ-tokotrienol sebesar 71,73%. Pada

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  72  

penelitian ini didapatkan total kadar vitamin E sebesar 47.682,81 ppm. Kadar

vitamin E yang didapat pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Diduga kadar vitamin E yang lebih besar

disebabkan oleh proses deodorisasi yang kurang intensif. Senyawa volatil yang

terdapat dalam minyak tergantung dari kualitas kandungan minyak (Cantrill,

2008).

Tokotrienol merupakan senyawa diminan penyusun vitamin E pada

DALMS sesuai dengan Musalamah et al. (2005) yang menyatakan bahwa

keunggulan DALMS adalah vitamin E sebagian besar dalam bentuk tokotrienol

(70%) dan sisanya adalah tokoferol (30%). Tokotrienol merupakan antioksidan

yang bekerja dengan sangat baik, dapat bekerja cepat 40-60 kali lebih efektif

dalam mencegah kerusakan akibat radikal bebas dibandingkan dengan α-

tokoferol (Perricon, 2008).

Total fitosterol pada DALMS yang dihasilkan pada penelitian ini adalah

sebesar 6.464,9 ppm. Kandungan fitoseterol tersebut berdekatan dengan

Puspitasari (2013) yang mana DALMS mengandung fitosterol sebesar 7.466,5

ppm. Fitosterol pada DALMS terdiri dari β-sitosterol sebesar 30,19%,

kampesterol sebesar 46,37% dan stigmasterol sebesar 23,44%. Perbedaan total

kadar fitosterol jika dibandingkan dengan literatur dapat disebabkan karena

perbedaan dari bahan baku yang digunakan dan proses pemurnian minyak

(Hammond et al., 2005).

Kandungan skualen pada DALMS adalah 1.410,1 ppm. Nilai skualen

yang ditemukan pada penelitian ini lebih tinggi dibanding penelitian sebelumnya

yang dilakukan Puspitasari (2013) yaitu sebesar 1.092,4 ppm.

4.1.5 Senyawa Bioaktif dari FTT

Menurut Zulkifli dan Estiasih (2014), DALMS mengandung senyawa

bioaktif multikomponen, seperti vitamin E, fitosterol, dan skualen yang terdapat

pada fraksi tidak tersabunkan (FTT) yang diperoleh melalui proses saponifikasi.

Kadar senyawa bioaktif FTT dari DALMS dapat dilihat pada Tabel 4.4

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  73  

Tabel 4.4 Kandungan Senyawa Bioaktif pada FTT

Senyawa Bioaktif FTT Literatur* ppm %relatif ppm

Kadar vitamin E 342.375,8 7.968 α-tokoferol 7.493,8 2,18 644,1

α-tokotrienol 166.700,5 48,68 1.860,5 δ-tokotrienol 32.121,04 9,38 4.853,8 γ-tokotrienol 136.060,44 39,74 609,6

Total tokotrienol 334.881,98 97,8 7.323,9 Total fitosterol 85.108,09 91.846,3

β-sitosterol 78.506,40 92,24 81.932,6 Stigmasterol 5.254,56 6,17 9.851,8 Kampesterol 1.347,13 1,58 61,9

Skualen 21.018,59 5.264,1 Sumber: Fidyasari (2014)

Hasil analisis senyawa bioaktif fraksi tidak tersabunkan pada Tabel 4.4

menunjukkan bahwa FTT memiliki kadar vitamin E, total fitosterol, dan kadar

skualen yang lebih tinggi dibandingkan DALMS dan literatur. Total kadar vitamin

E pada fraksi tidak tersabunkan dari DALMS adalah sebesar 342.375,8 ppm,

yang terdiri dari α-tokoferol sebesar 7.493,8 ppm, α-tokotrienol sebesar

166.700,5 ppm, δ-tokotrienol sebesar 32.121,04 dan γ-tokotrienol sebesar

136.060,44. Hal ini menunjukkan bahwa saponifikasi yang dilakukan sudah

efektif karena menghasilkan kadar senyawa bioaktif multikomponen yang

maksimal. Kandungan senyawa bioaktif FTT meningkat dibandingkan DALMS

karena selama proses saponifikasi komponen pengotor telah banyak berkurang.

Menurut Hodgson (1995), proses saponifikasi menyebabkan asam lemak dan

gliserida tersabunkan. Sedangkan komponen yang tidak tersabunkan adalah

vitamin E, lilin, hidrokarbon, dan sterol. Menurut Ahmadi dan Estiasih (2011),

proses saponifikasi menghasilkan fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari

aldehid dan keton, karotenoid, sterol, hidrokarbon, tokoferol, dan tokotrienol.

Total fitosterol pada fraksi tidak tersabunkan dari DALMS adalah

sebesar 85.108,09 ppm, lebih rendah dibandingkan dengan literatur, yaitu

91.846,3 ppm (Puspitasari, 2013). Komposisi fitosterol fraksi tidak tersabunkan

dari DALMS dalam penelitian ini, yaitu β-sitosterol sebesar 78.506,40 ppm,

stigmasterol sebesar 5.254,56 ppm, dan kampesterol sebesar 1.347,13 ppm.

Menurut Hammond dan Tong (2005), perbedaan proporsi fitosterol ini karena

perbedaan bahan baku dan proses pemurnian minyak sawit. Mitei et al. (2009)

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  74  

menambahkan bahwa komponen terbesar dari FTT adalah fitosterol dan vitamin

E. Menurut Puspitasari (2013), proses saponifikasi dapat menghilangkan kadar

komponen tersabunkan dan meningkatkan kadar komponen tidak tersabunkan,

seperti pigmen, sterol, dan hidrokarbon.

Kadar skualen fraksi tidak tersabunkan dari DALMS adalah sebesar

21.018,59 ppm, lebih tinggi dari literatur, yaitu sebesar 5.264,1 ppm (Puspitasari,

2013). Hasil yang berbeda ini diduga akibat dari perbedaan kondisi proses

deodorisasi yang digunakan dalam pemurnian minyak sawit. Kadar skualen yang

cukup tinggi pada FTT DALMS menunjukkan potensi DALMS sebagai sumber

skualen alami. Menurut Pasaribu (2004), penambahan alkali akan menyebabkan

beberapa senyawa trigliserida dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa

yang disebut senyawa yang tidak tersabunkan, seperti karotenoida, likopen,

xantofil, tokoferol, tokotrienol, sterol, dan hidrokarbon, seperti skualen sehingga

kadarnya meningkat.

4.2 Karakteristik Mirokapsul FTT DALMS

Proses mikroenkapsulasi diharapkan mampu melindungi senyawa bioaktif

pada FTT selain itu diharapakan dapat digunakan lebih lanjut sebagai fortifikan

pangan dalam bentuk bubuk sebagai sumber senyawa fitokimia yang baik bagi

kesehatan manusia. Mikrokapsul FTT DALMS ini memiliki kandungan senyawa

bioaktif multikomponen yang mempunyai banyak fungsi. Mikrokapsul FTT

DALMS menggunakan maltodekstrin sebagai penyalut yang memiliki nilai

rendemen yang tinggi yaitu 45%. Rendemen yang tinggi ini diharapkan mampu

mempertahanakan senyawa bioaktif dari DALMS pada Tabel 4.5 dapat dilihat

kandungan senyawa bioaktif dari mikrokapsul.

Tabel 4.5 Kandungan Senyawa Bioaktif Mikrokapsul FTT DALMS Senyawa Bioaktif FTT

ppm %relatif Kadar vitamin E 119.925,04

α-tokoferol 2.165,03 1,80 α-tokotrienol 59.350,37 49,48 δ-tokotrienol 11.296,94 9,42 γ-tokotrienol 47.112,70 39,28

Total tokotrienol 117.760,01 98,18 Total fitosterol 34.881,67

β-sitosterol 10.006,01 28,68 Stigmasterol 1.347,13 3,86 Kampesterol 23.528,53 67,45

Skualen 34.706,58 3,47

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  75  

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa total kadar Vitamin E

pada mikrokapsul FTT DALMS sebesar 119.925,04 ppm, yang terdiri dari α-

tokoferol sebesar 2.165,03 ppm, α-tokotrienol sebesar 59.350,37 ppm, δ-

tokotrienol sebesar 11.296,94 ppm dan γ-tokotrienol sebesar 47.112,70 ppm.

Total kadar fitosterol dari mikrokapsul FTT DALMS adalah sebesar 34.881,67

ppm yang terdiri dari β-sitosterol sebesar 10.006,01 ppm, stigmasterol sebesar

1.347,13 ppm dan kampesterol sebesar 23.528,53 ppm. Kadar skualen pada

mikrokapsul FTT DALMS sebesar 34.706,58 ppm.

Tabel 4.6 Perbandingan % relatif Kandungan Senyawa Bioaktif pada

DALMS, FTT dan Mikrokapsul

Senyawa Bioaktif

Kadar Senyawa Bioaktif (% relatif) DALMS FTT % recovery

(DALMS-FTT)

Mikrokapsul

% recovery (FTT-

Mikrokapsul)

Vitamin E

α-tokoferol 1,63 2,18 1,80 82,56 α-tokotrienol 22,64 48,68 49,48 δ-tokotrienol 4,00 9,38 9,42 γ-tokotrienol 71,73 39,74 55,40 39,28 98,84

Fitosterol

β-sitosterol 30,19 92,24 28,68 31,04 Stigmasterol 23,44 6,17 26,32 3,86 62,56 Kampesterol 46,37 1,58 3,41 67,45

Skualen 0,14 2,10 3,47

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa kadar senyawa bioakif

FTT lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar DALMS, namun mengalami

penurunan pada kadar stigmasterol dan kampesterol. Kadar α-tokotrienol, δ-

tokotrienol, kampesterol dan skualen mengalami kenaikan pada mikrokapsul.

Sedangkan untuk kadar α-tokoferol, γ-tokotrienol, β-sitosterol, stigmasterol

mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa

teknik mikroenkapsulasi masih mampu melindungi senyawa bioaktif pada FTT.

4.3 Karakteristik Fisik Biskuit Terfortifikasi Mikrokapsul Fraksi Tidak

Tersabukan (FTT) dari Distilat Asam Lemak MInyak Sawit (DALMS)

Mutu biskuit ditentukan oleh beberapa parameter fisik seperti warna

yang terdiri dari tingkat kecerahan (L), tingkat kehijauan (a), tingkat kekuningan

(b), dan derajat hue, daya patah, daya kembang, dan densitas kamba.

4.3.1 Daya Patah

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  76  

Daya patah merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu produk

(Hotckiss et al., 1995). Hotckiss menambahkan pula bahwa daya patah

didasarkan pada mutu makanan yang dapat kita rasakan melalui jari, lidah,

mulut. Daya patah bahan pangan menunjukkan ketahanan bahan pangan

tersebut terhadap tekanan yang diberikan dan juga berhubungan dengan tingkat

kerenyahan produk.

Salah satu parameter mutu biskuit yang paling penting adalah

kerenyahan yang ditentukan oleh mikrostruktur yaitu meratanya dispersi lemak

yang digunakan sehingga komponen adonan merata juga kandungan protein

yang digunakan. Biskuit memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat

kekerasan, kerapuhan dan kerenyahan bervariasi. Perbedaan kadar air yang

terdapat pada biskuit memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tekstur

biskuit dikatakan rapuh apabila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului

oleh adanya perubahan bentuk saat diberi tekanan.

Hasil rerata daya patah yang dihasilkan produk biskuit terfortifikasi

mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) dari distilat asam lemak minyak sawit

(DALMS) pada perlakuan formulasi mikrokapsul (0, 2, 4, 6, dan 8 %) disajikan

pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Rerata Daya Patah Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa daya patah cenderung

meningkat seiring dengan semakin tinggi proporsi mikrokapsul yang

0  

5  

10  

15  

20  

25  

30  

35  

0   2   4   6   8  

Daya  Patah  (N/m

)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%  )  

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  77  

ditambahkan, meskipun daya patah mengalami penurunan pada perlakuan

dengan proporsi mikrokapsul 6%. Daya patah yang semakin rendah

menunjukkan tingkat kerenyahan yang semakin baik (Ketaren, 2008). Menurut

Geong (2003) dalam Dewa (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

daya patah antara lain 1) berat produk; semakin besar berat produk maka daya

patah semakin tinggi, 2) kadar air; adanya air dalam rongga-rongga antar sel

suatu bahan dapat menurunkan kekakuan sel sehingga akan menurunkan

kerenyahan produk (daya patah tinggi), 3) kadar protein; protein yang

terdenaturasi akan mempengaruhi gugus reaktifnya sehingga gugus reaktifnya

akan membuka dan kemudian terjadi peningkatan kembali antara gugus reaktif

yang berdekatan sehingga jumlah ikatannya menjadi lebih banyak dan lebih kuat.

Oleh karena itu, jika protein tinggi maka daya patah juga tinggi.

Interaksi antara pati, protein dan lemak akan menghasilkan produk yang

bertekstur lebih renyah karena air yang terlepas dari pati tidak terperangkap

secara maksimal oleh protein yang telah terlumasi oleh lemak (bennion, 1980).

Selain itu, penggumpalan protein dalam jumlah banyak juga dapat menyebabkan

penggumpalan sehingga membuat biskuit menjadi sulit dipatahkan. Hal ini

didukung oleh Rahman (2007) yang menyatakan bahwa protein akan

menggumpal oleh karena adanya pemanasan sehingga selama proses

pemanggangan dalam oven sebagian air akan teruapkan, pati akan

tergelatinisasi dan protein akan menggumpal. Semakin banyak konsentrasi

protein maka semakin banyak juga protein yang menggumpal dan menyebabkan

biskuit menjadi lebih sulit dipatahkan.

Rerata Daya Patah Akibat Perlakuan Tingkat Penambahan Mikrokapsul

FTT dari DALMS disajikan pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Rerata Daya Patah Biskuit Akibat Tingkat Penambahan

Mikrokapsul FTT dari DALMS

Formulasi (%) Rerata Daya Patah (N)

0 12,48 ± 1,90 a 2 19,71 ± 1,03 a 4 6 8

19,21 ± 1,98 a 16,23 ± 1,67 a 25,56 ± 3,20 a

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  78  

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa range nilai daya patah

berkisar dari nilai 12,48 – 25,56. Nilai daya patah tertinggi diperoleh dengan

tingkat penambahan mikrokapsul tertinggi, yaitu 8% sebesar 25,56 ± 3,20. Nilai

daya patah terendah diperoleh dari tingkat penambahan mikrokapsul terendah,

yaitu 0% sebesar 12,48 ± 1,90. Hasil analisa ragam tersebut menunjukkan

bahwa tingkat penambahan mikrokapsul tidak berbeda nyata antar perlakuan

dengan ditunjukkan tidak terdapat notasi berbeda antar perlakuan.

4.3.2 Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan parameter fisik yang menunjukan porositas

suatu bahan. Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa

dikonsumsi dan biaya produksi bahan. Produk biskuit diharapkan memiliki

densitas kamba yang cukup tinggi sehingga dapat mengurangi biaya pengiriman,

pengemasan dan penyimpanan. Bahan dengan densitas kamba yang kecil akan

membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan dengan

densitas kamba yang besar untuk berat yang sama sehingga tidak efisien dari

segi tempat penyimpanan dan kemasan (Ade et al., 2009).

Hasil rerata densitas kamba yang dihasilkan pada produk biskuit

terfortifikasi mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak

minyak sawit (DALMS) pada perlakuan penambahan konsentrasi mikrokapsul (0,

2, 4, 6, dan 8 %) berkisar antara 0,96 s.d 1,80 g/mL yang disajikan pada Gambar

4.2

Gambar 4.2. Grafik Rerata Densitas Kamba Biskuit  

0  

0.5  

1  

1.5  

2  

2.5  

0   2   4   6   8  

Densitas  Kam

ba  (g/m

L)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  79  

Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa tingkat penambahan

mikrokapsul FTT dari DALMS memberikan pengaruh terhadap densitas kamba

biskuit, yaitu terjadi peningkatan nilai densitas kamba dari 0% ke 2%, namun

terjadi penurunan dari perlakuan 2% hingga 8%. Penurunan nilai densitas kamba

tejadi seiring dengan meningkatnya penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS.

Semakin tinggi tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS yang

ditambahkan maka semakin berkurang proporsi tepung yang digunakan,

dikarenakan proporsi penambahan mikrokapsul FTT DALMS disubstitusikan

pada jumlah tepung yang digunakan. Hal ini sesuai dengan Bhatacharya and

Prakash (1994) yang menyatakan bahwa kadar pati yang tinggi pada tepung

menyebabkan densitas kamba menjadi meningkat. Pati memiliki berat molekul

yang tinggi sehingga akan menghasilkan densitas kamba yang tinggi. Densitas

kamba yang semakin besar akan menghasilkan produk yang fleksibilitasnya

akan semakin menurun yang dapat diamati berdasarkan elongasi yang semakin

rendah (Cuq et al., 2000). Heterogenitas densitas kamba tersebut juga dapat

disebabkan adanya perbedaan pengikatan air antar granula pati berkaitan

dengan variasi ukuran granula pati dan rasio amilosa-amilopektin antar granula

(Yao et al., 2003).

Hasil analisa uji lanjut menggunakan BNT (beda nyata terkecil)

menunjukan bahwa adanya pengaruh yang berbeda nyata pada biskuit

terfortifikasi mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak

minyak sawit (DALMS) dengan selang kepercayaan sebesar 5% (α=0,05).

Rerata densitas kamba akibat penambahan mikrokapsul FTT DALMS tersaji

Tabel 4.8

Tabel 4.8 Rerata Densitas Kamba Biskuit Akibat Tingkat Penambahan

Mikrokapsul FTT dari DALMS

Formulasi Mikrokapsul (%) Rerata Densitas Kamba (g/mL)

0 1,36 ± 0,21 a 2 1,80 ± 0,34 ab 4 6 8

1,37 ± 0,11 ab 1,10 ± 0,18 ab

0,96 ± 0,44 b

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  80  

Dari Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai densitas kamba tertinggi

diperoleh dari perlakuan dengan tingkat penambahan mikrokapsul 2% yaitu

sebesar 1,80 ± 0,34 g/mL, sedangkan yang terendah diperoleh dari perlakuan

dengan konsentrasi mikrokapsul tertinggi, yaitu 8% dengan nilai densitas kamba

yang berkisar antara 0,96 ± 0,44. Densitas kamba mengalami kenaikan dari

konsentrasi 0% ke 2%, namun dari konsentrasi 2% nilai densitas kamba semakin

menurun dengan seiring meningkatnya konsentrasi mikrokapsul yang

ditambahkan pada produk biskuit.

Berdasarkan data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa tingkat

penambahan mikrokapsul FTT DALMS memberikan pengaruh yang berbeda

nyata antar perlakuan, yakni nilai densitas kamba dari perlakuan 0% berbeda

nyata dengan perlakuan 8% yang ditunjukkan dengan notasi yang berbeda.

Sedangkan nilai densitas kamba dari perlakuan 2, 4,6, dan 8 % tidak berbeda

nyata karena masih dalam notasi yang sama (b).

Menurut Bhatacharya and Prakash (1994) kandungan lemak akan

memengaruhi berat dari bahan tersebut, semakin tinggi kandungan lemak yang

terkandung dalam produk maka semakin berat pula produk tersebut tanpa ada

penambahan volume sehingga akan menambah densitas kamba tersebut.

4.3.3 Warna

Warna memegang peranan penting dalam penerimaan bahan pangan

karena warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia di dalam

makanan. Menurut Winarno (1992), suatu bahan yang bernilai gizi, enak, dan

teksturnya sangat baik, tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang

memberi kesan menyimpang. Warna dari produk akhir yang dihasilkan dapat

dipengaruhi dari bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan.

Pada produk biskuit ini, warna produk akhir dapat dipengaruhi dari tepung, gula,

dan margarin yang digunakan. Wheat Associates (1983) menuliskan bahwa

pada umumnya fruktosa merupakan jenis gula yang paling reaktif dalam reaksi

browning. Selain itu, faktor penggunaan margarin pada proses pembuatan biskuit

juga mempengaruhi warna dari produk akhir. Biasanya margarin akan

memberikan warna kuning pada produk. Menurut Ketaren (1986), warna yang

diinginkan pada margarin adalah warna kuning mentega yang berasal dari warna

alami atau dengan penambahan betakaroten dan lesitin. Terdapat tiga parameter

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  81  

warna yang diujikan pada penelitian ini, yaitu tingkat kecerahan (L), a (warna

hijau) dan b (warna kuning).

4.3.3.1 Tingkat Kecerahan (L*)

Warna L* menunjukkan suatu tingkat kecerahan dari suatu produk.

Warna suatu bahan dipengaruhi oleh adanya cahaya yang diserap dan

dipantulkan (Lawless and Hayman, 2003). Tingkat kecerahan warna L*

ditunjukkan pada kisaran nilai 0-100, dimana semakin besar nilai tersebut

menunjukkan semakin cerahnya warna produk (Desbory et al., 2003).

Hasil rerata warna (L) yang dihasilkan produk biskuit terfortifikasi

mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak minyak sawit

(DALMS) pada perlakuan penambahan konsentrasi mikrokapsul (0, 2, 4, 6, dan 8

%) berkisar antara 37,15 s.d 39,99 yang disajikan pada Gambar 4.3

Gambar 4.3. Grafik Rerata Tingkat Kecerahan (L) Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa rerata total warna (L)

menunjukkan semakin menurun yang artinya semakin tinggi konsentrasi

mikrokapsul yang ditambahkan menyebabkan tingkat kecerahan semakin

menurun pula.

0  5  10  15  20  25  30  35  40  45  50  

0   2   4   6   8  

Tingkat  Kecerahan  (L)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  82  

Tabel 4.9 Rerata Tingkat Kecerahan (L) Biskuit Akibat Tingkat

Penambahan Mikrokapsul FTT dari DALMS

Konsentrasi Mikrokapsul (%) Rerata Warna (L)

0 39,99 ± 3,67 a 2 38,81 ± 4,82 a 4 6 8

37,74 ± 0,49 a 39,24 ± 1,22 a 37,15 ± 3,87 a

Keterangan : rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata

pada taraf α=0,05

Dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai warna (L) dengan tingkat

kecerahan tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan konsentrasi mikrokapsul

sebesar 0%, yaitu sebesar 39,99 ± 3,67. Sedangkan nilai tingkat kecerahan

terendah diperoleh dari perlakuan dengan konsentrasi mikrokapsul sebesar 8%,

yaitu berkisar antara 37,15 ± 3,87. Semakin tinggi nilai warna (L) maka warna

produk akhir biskuit yang dihasilkan semakin cerah dan sebaliknya semakin

rendah nilai warna (L) maka semakin gelap pula produk akhir biskuit yang

dihasilkan. Penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS tidak memberikan

pengaruh berbeda nyata antar perlakuan yang ditunjukkan dengan tidak

terdapatnya notasi berbeda antar perlakuan, karena antar perlakuan masih

berada dalam notasi yang sama (a) yang artinya antar perlakuan tidak berbeda

nyata dari tingkat kecerahannya. Hal ini disebabkan oleh warna mikrokapsul

sendiri tidak gelap yaitu nilai kecerahanya sebesar 90,1 sedangkan warna dari

FTT DALMS adalah kuning gelap, namun pencampuran warna FTT DALMS

ditambah dengan warna maltodekstrin dan lesitin serta akuades menghasilkan

warna kuning cerah yang hampir sama dengan warna biskuit itu sendiri sehingga

menyebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan.

Perlakuan dengan penambahan mikrokapsul FTT DALMS pada biskuit

hanya memberikan pengaruh, yaitu semakin besar konsentrasi mikrokapsul yang

ditambahkan maka akan menurunkan nilai kecerahannya. Dapat dilihat dari

semakin menurunnya nilai rerata warna (L). Hal ini disebabkan karena warna

awal dari bahan yang mempengaruhi pembentukan warna dan nilai kecerahan

mikrokapsul. FTT DALMS yang dihasilkan memiliki warna kuning agak gelap,

sehingga semakin banyak konsentrasi FTT yang ditambahkan maka akan

menurunkan nilai kecerahan mikrokapsul.

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  83  

4.2.3.2 Tingkat Kehijauan (-a*)

Warna suatu bahan ditentukan oleh tiga dimensi yaitu warna itu sendiri,

kecerahan dan kejelasan warna (Desbory et al., 2003). Tingkat kecerahan warna

a* dinyatakan dengan nilai -100 sampai +100. Nilai (+) menunjukkan intensitas

warna merah dan nilai (-) menunjukkan intensitas warna hijau.

Hasil rerata warna (a) yang dihasilkan produk biskuit terfortifikasi

mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak minyak sawit

(DALMS) pada perlakuan penambahan konsentrasi mikrokapsul (0, 2, 4, 6, dan 8

%) disajikan pada Gambar 4.4

Gambar 4.4. Grafik Rerata Tingkat Kehijauan (a) Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

mikrokapsul FTT dari DALMS yang ditambahkan, maka nilai warna kehijauan

pada biskuit cenderung semakin menurun, meskipun mengalami kenaikan dari

konsentrasi 4% ke 6%, akan tetapi nilai warna kehijauan kembali mengalami

penurunan secara signifikan dari 6% ke 8%. Hal ini sesuai dengan penelitian

(Latifah, 2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi FTT yang

ditambahkan pada mikrokapsul memberikan pengaruh pada penurunan nilai

kehijauan. Hal tersebut disebabkan oleh warna jenis enkapsulan yang digunakan

karena memberikan pengaruh terhadap intensitas warna produk akhir

mikrokapsul yang dihasilkan. Maltodekstrin yang digunakan sebagai enkapsulan

memiliki nilai kehijauan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis

enkapsulan lain seperti natrium kaseinat. Sehingga semakin meningkatnya

mikrokapsul FTT DALMS yang ditambahkan semakin menurun nilai kehijauan.

0  2  4  6  8  10  12  14  

0   2   4   6   8  

Tingkat  Kehijauan  (a)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)  

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  84  

Tabel 4.10 Rerata Tingkat Kehijauan (-a*) Biskuit Akibat Tingkat

Penambahan Mikrokapsul FTT dari DALMS

Formulasi Mikrokapsul (%) Rerata Warna (a)

0 10,61 ± 0,57 a 2 10,14 ± 0,90 ab 4 6 8

8,92 ± 0,81 ab 12,35 ± 0,40 ab

2,95 ± 1,13 b Keterangan : rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai tingkat kehijauan (-a*)

tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi 6%, yaitu sebesar 12,35 ± 0,40,

sedangkan nilai warna (a) terendah diperoleh dari perlakuan dengan konsentrasi

mikrokapsul 8%, yaitu 2,95 ± 1,13. Penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS

pada biskuit memberikan pengaruh berbeda nyata untuk tingkat penambahan

8% jika dibandingkan dengan biskuit dengan perlakuan 0% yang ditunjukkan

dengan adanya notasi yang berbeda (a/b). Hal tersebut dikarenakan pada biskuit

dengan perlakuan 0% tidak ditambahkan mikrokapsul FTT DALMS sedangkan

pada biskuit dengan perlakuan 8% ditambahkan mikrokapsul FTT DALMS

dengan konsentrasi tertinggi. Pada mikrokapsul FTT DALMS 8% terdapat jenis

enkapsulan maltodekstrin yang memberikan pengaruh pada penurunan nilai

kehijauan karena nilai maltodekstrin itu sendiri memiliki nilai kehijauan yang

rendah, sehingga perlakuan pada biskuit 0% dan 8% berbeda nyata. Sedangkan

untuk perlakuan 0, 2, 4, dan 6 % masih dalam notasi yang sama (a) yang artinya

tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal tersebut disebabkan karena

penambahan mikrokapsul FTT DALMS yang mengandung jenis enkapsulan

maltodektstrin yang ditambahkan hanya memberikan pengaruh penurunan nilai

kehijauan pada biskuit, namun tidak signifikan sehingga masih dalam notasi yang

sama.

4.2.3.3 Tingkat kekuningan (+b)

Hasil rerata warna (b) yang dihasilkan produk biskuit terfortifikasi

mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak minyak sawit

(DALMS) pada perlakuan penambahan konsentrasi mikrokapsul (0, 2, 4, 6, dan 8

%) disajikan pada Gambar 4.5

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  85  

Gambar 4.5. Grafik Rerata Tingkat Kekuningan (b) Biskuit

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai warna (b) mengalami penurunan

dengan seiring meningkatnya konsentrasi mikrokapsul yang ditambahkan pada

biskuit. Meskipun terjadi kenaikan dari perlakuan 6% ke 8%.

Tabel 4.11 Rerata Tingkat Kekuningan (b) Biskuit Akibat Tingkat

Penambahan Mikrokapsul FTT dari DALMS

Formulasi Mikrokapsul (%) Rerata Warna (b)

0 5,38 ± 0,29 a 2 5,31 ± 0,39 a 4 6 8

3,15 ± 0,09 a 2,13 ± 0,36 a 3,27 ± 0,60 a

Keterangan : rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa nilai tingkat kekuningan

(b) tertinggi diperoleh pada perlakuan 0% yaitu sebesar 5,388 ± 1,822 dan nilai

warna (b) terendah diperoleh dari perlakuan 6%, yaitu sebesar 1,133 ± 1,426.

Perlakuan tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap tingkat kekuningan biskuit yang dihasilkan yang

ditunjukkan dengan notasi yang sama antar perlakuan (a). FTT DALMS

berwarna kuning gelap, namun adanya kemungkinan FTT DALMS yang tidak

tersalut secara sempurna pada mikrokapsul sehingga menyebabkan mikrokapsul

FTT DALMS yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

tingkat kekuningan pada biskuit.

0  

1  

2  

3  

4  

5  

6  

0   2   4   6   8  

Tingkat  Kekuningan  (b)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 21: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  86  

4.3.3.4 Derajat hue

Derajat hue merupakan derajat yang menunjukkan jenis warna

berdasarkan tempat warna itu ditemukan dalam spektrum warna. Hue adalah

sudut dari 0 sampai 360°C, dimana 0° adalah merah, 60° adalah kuning, 120°

adalah hijau, 180° adalah cyan, 240° adalah biru, 300° adalah magenta.

Rerata derajat hue biskuit terfortifikasi mikrokapsul FTT DALMS yang

dihasilkan berkisar antara 1,06 – 49,89. Hal ini menunjukkan jenis warna biskut

berada diantara merah dan kuning. Pengaruh perlakuan tingkat penambahan

mikrokapsul FTT DALMS disajikan pada Gambar 4.6:

Gambar 4.6. Grafik Rerata Derajat Hue Biskuit

Adapun rerata dari derajat hue produk biskuit tefortifikasi mikrokapsul

FTT DALMS disajikan pada Tabel 4.12:

Tabel 4.12 Rerata Derajat Hue Produk Biskuit Akibat Pengaruh

Tingkat Penambahan Mikokapsul FTT DALMS

Formulasi Mikrokapsul (%) Rerata Daya Kembang

0 14,47 ± 0,60 ab 2 15,49 ± 2,63 ab 4 6 8

7,28 ± 1,69 ab 3,75 ± 1,10 b

52,60 ± 14,02 a Keterangan : rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

0  

10  

20  

30  

40  

50  

60  

70  

0   2   4   6   8  

Derajat  Hue  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 22: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  87  

Pada Tabel 4.12 menunjukkan nilai derajat hue biskuit tertinggi ada pada

biskuit dengan perlakuan 8%, sedangkan nilai derajat hue terendah ada pada

biskuit dengan perlakuan 6%. Oleh karena itu, biskuit dengan perlakuan 8%

berbeda nyata dengan biskuit dengan perlakuan 6% yang ditunjukkan dengan

notasi yang berbeda. Biskuit dengan perlakuan 0, 2, 4 dan 8% tidak berbeda

nyata yang ditunjukkan dengan notasi yang sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh

warna awal dari bahan penyalut mikrokapsul pada biskuit. Pada biskuit 8% nilai

derajat hue menunjukkan semakin mendekati warna kuning karena jumlah

mikrokapsul yang ditambahkan paling banyak dibandingkan dengan perlakuan

biskuit lain, sedangkan pada biskuit 6% mendapat nilai derajat hue terendah di

duga dipengaruhi oleh warna biskuit sendiri yang cenderung gelap karena

adanya susu coklat dalam pembuatan biskuit itu sendiri, selain itu penggunaan

sudut cahaya saat pengujian nilai warna dari color reader juga mempengaruhi

nilai warna tingkat kehijauan (a) dan tingkat kekuningan (b) yang nantinya akan

memengaruhi nilai derajat hue itu sendiri. Faktor lain yang memengaruhi adalah

tidak tersalutnya secara sempurna FTT DALMS dalam mikroenkapsulasi

sehingga warna FTT DALMS kuning tidak mendominasi saat pengukuran warna.

4.2.4 Daya Kembang

Daya kembang merupakan parameter produk pangan yang dipengaruhi

oleh komposisi bahan, proses pembuatan dan proses pemanggangan. Daya

kembang didapat dengan cara mengukur volume suatu produk sebelum dan

sesudah di panggang. Dengan demikian, daya kembang merupakan rasio antara

selisih volume setelah dipanggang dengan volume sebelum dipanggang

(Yuwono dan Susanto, 1998).

Page 23: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  88  

Gambar 4.7. Rerata Daya Kembang Biskuit

Dari Gambar 4.7 menunjukkan nilai daya kembang semakin meningkat

seiring dengan meningkatnya konsentrasi mikrokapsul yang ditambahkan pada

produk biskuit. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi mikrokapsul FTT DALMS

yang ditambahkan semakin tinggi pula kandungan pati yang berasal dari

maltodekstrin yang ada di mikrokapsul FTT DALMS sehingga menyebabkan

terjadinya koagulasi protein dan gelatinisasi pati yang merubah sifat dinding sel

berongga udara sehingga adonan menjadi lebih permeabel terhadap CO2 dan

daya kembang semakin meningkat.

Hasil rerata daya kembang yang dihasilkan produk biskuit terfortifikasi

mikrokapsul fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat asam lemak minyak sawit

(DALMS) pada perlakuan penambahan konsentrasi mikrokapsul (0, 2, 4, 6, dan 8

%) berkisar antara 31,66-49,99 yang disajikan pada Tabel 4.12

Tabel 4.13 Rerata Daya Kembang Biskuit Akibat Tingkat Penambahan

Mikrokapsul FTT dari DALMS

Formulasi Mikrokapsul (%) Rerata Daya Kembang

0 31,66 ± 4,41 a 2 37,50 ± 4,33 a 4 6 8

41,94 ± 1,73 a 48,88 ± 1,92 a 49,99 ± 3,33 a

Keterangan : rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

0  

10  

20  

30  

40  

50  

60  

0   2   4   6   8  

Daya  Kem

bang  (%

)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 24: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  89  

Perlakuan tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kekuningan biskuit yang dihasilkan

yang ditunjukkan dengan notasi yang sama antar perlakuan (a). Hal ini

dikarenakan mikrokapsul hanya memberikan pengaruh peningkatan daya

kembang yang dikarenakan adanya kandungan maltodekstin yang mengandung

pati pada mikrokapsul tersebut berperan dalam pengembangan adonan biskuit,

namun tidak terlalu signifikan sehingga masih dalam notasi yang sama.

Manley (2001) menyatakan bahwa pada proses pemanggangan biskuit,

terbentuk komplek pati-protein-air sehingga membentuk struktur biskuit menjadi

keras sehingga bahan sulit mengembang. Selain itu, waktu pemanggangan,

protein akan mengalami denaturasi yang menyebabkan produk sulit untuk

mengembang dan menjadi lebih keras. Menurut Miller (1997) protein yang

terdenaturasi akan mempengaruhi gugus reaktifnya dimana gugus reaktif akan

membuka dan kemudian terjadi pengikatan kembali gugus reaktif yang

berdekatan sehingga jumlah ikatannya akan menjadi lebih banyak dan lebih kuat

(keras). Menurut Elliason dan Larsson (1977) dalam Setiawati (1999)

menyatakan bahwa kandungan lemak yang tinggi pada bahan akan

menyebabkan lebih meratanya dispersi lemak, meratanya pori-pori biskuit yang

lebih lanjut dapat meningkatkan volume pengembangan biskuit. Kadar lemak

yang lebih tinggi juga akan memberikan tekstur yang lebih renggang atau

terbuka pada biskuit sehingga menjadi lebih renyah.

Selama proses pemanggangan akan terjadi perubahan fisik maupun

kimiawi. Perubahan fisik meliputi megembangnya gas dan menguapnya air.

Sedangkan perubahan kimiawi meliputi gelatinisasi pati, koagulasi protein,

karamelisasi gula, dan reaksi maillard. Pengembangan akan terjadi tidak hanya

sebagai hasil peningkatan volume gas yang sudah berada dalam rongga udara,

tetapi juga sebagai akibat lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan

tekanan uap air serta hilangnya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Pada

proses pemanggangan biasanya menggunakan suhu berkisar 150 - 170°C. Suhu

pemanggangan tidak boleh terlalu tinggi, agar penguapan berjalan perlahan-

lahan sehingga pemasakan terjadi rata (Smith, 1972).

4.4 Karakteristik Organoleptik Biskuit Terfortifikasi Mikrokapsul Fraksi

Tidak Tersabunkan (FTT) Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

Penilaian organoleptik disebut juga penilaian indera atau penilaian

Page 25: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  90  

sensorik yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan.

Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat

dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki

ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif

(Soekarto, 2002). Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera

penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran.

Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel yang

bertindak sebagai instrument atau alat. Panel adalah orang atau kelompok yang

bertugas menilai sifat atau komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang

menjadi anggota panel disebut panelis. Terdapat tujuh macam panel dalam

penilaian organoleptik, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih,

panel agak terlatih, panel tak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak.

Masing-masing penilaian didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian

organoleptik. Pada penelitian ini panelis terdiri dari 20 orang yang merupakan

panelis tidak terlatih.

4.4.1 Uji Organoleptik Tingkat Kesukaan (Hedonik)

Dalam perancangan produk pangan baru, pengujian dengan inderawi

sangat berperan penting. Bentuk pengujian inderawi inilah yang paling mendasar

dan pertama kali dilakukan oleh perancang yang bekerja pada pengembangan

produk baru (Kartika,1998). Sifat sensoris sangat penting bagi setiap produk

karena berkaitan erat dengan penerimaan konsumen untuk mengetahui sejauh

mana tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit terfortifikasi mikrokapsul FTT

dari DALMS. Penerimaan suatu makanan pada seseorang melibatkan interaksi

kompleks antara indera khusus (Berdanier and Zempleni, 2009). Indera pencicip

dan penglihat merupakan dua dari lima indera dalam tubuh yang sangat umum

untuk penilaian suatu makanan, kemudian diikuti indera pembau atau peraba

(Soekarto, S.T., 1985).

Dalam penelitian ini parameter yang diamati adalah warna, aroma, rasa,

teksur dan kerenyahan. Uji hedonik merupakan uji dimana panelis diminta untuk

memberi tanggapan pribadi mengenai kesukaan atau ketidaksukaan dan

mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan dalam uji hedonik

disebut dengan skala hedonik, misalnya dalam penilaian “suka” memiliki skala

hedonik seperti amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka.

Sebaliknya, penilaian “tidak suka” memiliki skala hedonik seperti amat sangat

tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka. Skala hedonik

Page 26: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  91  

memiliki beberapa rentangan, rentangan tersebut dapat dibuat sesuai kehendak

peneliti. Jumlah rentangan skala hedonik dapat berjumlah enam, tujuh maupun

Sembilan. Pada penelitian ini skala berkisar lima (0-1= sangat tidak suka, 1-

2=tidak suka, 2-3=agak suka, 3-4=suka, 4-5=sangat suka).

4.4.1.1 Tingkat Kesukaan terhadap Warna Biskuit

Warna memiliki peranan penting dalam penerimaan bahan pangan.

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan

sebagai indikator tingkat kematangan suatu produk (Winarno, 2002). Parameter

warna yang dilakukan uji organoleptik adalah warna biskuit yang paling disukai

hingga paling tidak disukai panelis. Pengaruh perlakuan tingkat penambahan

mikrokapsul FTT dari DALMS pada pengolahan biskuit terlihat pada rerata

tingkat kesukaan warna biskuit yang berkisar antara 3,20 - 4,00 yang berarti suka

terhadap warna biskuit yang dihasilkan.

Kecederungan kesukaan warna menurut panelis terhadap biskuit

disajikan pada Gambar 4.13:

Gambar 4.13 Rerata Skor Tingkat Kesukaan terhadap Warna Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi FTT DALMS yang ditambahkan pada biskuit berpengaruh terhadap

semakin menurunnya tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit. Hal ini

disebabkan semakin tinggi mikrokapsul yang ditambahakan warna biskuit

semakin gelap kecoklatan. Warna kecoklatan muncul karena adanya reaksi

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Warna  Biskuit    

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 27: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  92  

antara karbohidrat dengan asam amino, yang mana karbohidrat berasal dari

penambahan maltodekstrin yang ada pada miikrokapsul. Sehingga semakin

tinggi jumlah penambahan mikrokapsul kandungan karbohidrat yang

ditambahkan semakin tinggi pula. Adapun reaksi yang terjadi yakni selama

pemanasan, gugus karboksil akan bereaksi dengan gugus amino atau peptide

sehingga terbentuk glikosilamin. Komponen-komponen ini selanjutnya

mengalami polimerisasi membentuk komponen berwarna gelap “melanoidin”

yang menyebabkan perubahan warna pada produk, yaitu produk akan menjadi

kecoklatan.

Adapun pengaruh formulasi mikrokapsul terhadap warna biskuit disajikan

pada Tabel 4.13:

Tabel 4.14 Pengaruh Tingkat Penambahan Mikrokapsul terhadap Tingkat

Kesukaan Warna Biskuit (hedonik)

Formulasi

Mikrokapsul

(%)

Rerata

Grouping

0 4,00 ± 1,30 (suka) b 2 3,65 ± 1,23 (suka) ab 4 3,25 ± 1,41 (suka) ab 6 3,20 ± 1,01 (suka) a 8 3,25 ± 0,79 (suka) ab

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Rerata tingkat kesukaan warna terendah diperoleh pada perlakuan

tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS sebesar 6%. Sedangkan

rerata tingkat kesukaan tertinggi pada tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari

DALMS sebesar 0%. Hal ini disebakan mikrokapsul memberikan pengaruh

warna biskuit yang semakin gelap seiring semakin tingginya tingkat penambahan

mikrokapsul FTT DALMS. Adapun biskuit 0% tidak berbeda nyata dengan biskuit

2, 4, dan 8% namun biskuit 0% berbeda nyata dengan biskuit 6%. Hal ini dapat

disebabkan bahwa panelis menilai biskuit 0% memiliki warna yang lebih bagus

dan lebih cerah jika dibandingkan dengan biskuit perlakuan 6%. Penambahan

Page 28: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  93  

biskuit pada perlakuan 2, 4, 6 dan 8% tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan

tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS pada biskuit tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan.

4.4.1.2 Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur Biskuit

Tekstur didefinisikan sebagai sifat-sifat suatu bahan pangan yang dapat

diamati oleh mata, kulit, dan otot-otot dalam mulut. Tekstur merupakan

gambaran mengenai atribut bahan makanan yang dihasilkan melalui kombinasi

sifat-sifat fisik dan kimia, diterima secara luas oleh sentuhan, penglihatan dan

pendengaran. Tekstur merupakan salah satu faktor penentu kualitas biskuit yang

perlu diperhatikan, karena sangat berhubungan dengan derajat penerimaan

konsumen. Pada umumnya biskuit yang dianggap baik adalah biskuit yang

mempunyai tekstur mudah patah (brittle), yaitu jika biskuit ditekan dengan jari

akan mudah patah (Handayani, 1987).

Adapun penilaian panelis terhadap tekstur dari biskuit terfortifikasi FTT

dari DALMS disajikan dalam Gambar 4.9:

Gambar 4.9 Rerata Skor Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur Biskuit

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan tingkat

penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS pada biskuit menyebabkan semakin

menurunnya tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit. Hal ini diduga

mikrokapsul FTT DALMS menyebabkan tesktur biskuit menjadi berpasir dan

agak kasar seiring tingginya penambahan mikrokapsul yang disebabkan oleh

pencampuran mikrokapsul saat proses pengolahan biskuit yang tidak tercampur

secara sempurna karena mikrokapsul cenderung menggumpal saat pengayakan

maupun pencampuran dikarenakan struktur maltodekstrin pada mikrokapsul

lebih bercabang jika dibandingkan dengan dekstrin dan mudah menyerap air.

0  

1  

2  

3  

4  

5  

0   2   4   6   8  

Tekstur  (N)  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 29: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  94  

Tabel 4.15 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul terhadap Tingkat Kesukaan

Tekstur Biskuit

Formulasi

Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,95 ± 1,36 (suka) c 2 3,90 ± 1,07 (suka) c 4 3,80 ± 1,32 (suka) b 6 3,05 ± 1,00 (suka) a 8 3,05 ± 1,39 (suka) a

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan,

yaitu berkisar antara 3,05 - 3,95 yang berarti penilaian panelis suka terhadap

tekstur biskuit. Penilaian panelis tertinggi terhadap tekstur biskuit ada pada

biskuit dengan perlakuan 0%, sedangkan penilaian terendah yaitu pada biskuit

dengan perlakuan 6%. Penilaian tekstur tersebut dipengaruhi dengan tingkat

kehalusan tekstur biskuit yang dihasilkan. Adapun perlakuan 0%, 2% dan 4%

tidak berbeda nyata dikarenakan memiliki notasi yang sama, perlakuan 6% dan

8% juga tidak berbeda nyata dikarenakan memiliki notasi yang sama. Sedangkan

perlakuan 0%, 2% dan 4% berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan

6% maupun 8%.

4.4.1.3 Tingkat Kesukaan terhadap Aroma Biskuit

Aroma merupakan sensasi sensoris yang dialami oleh indera pembau.

Dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena dapat

memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya suatu

produk. Aroma pada biskuit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

aroma bahan dasar (Mikrokapsul FTT dari DALMS) dan aroma yang timbul

akibat pemanasan margarin (aroma gurih). Adapun penilaian panelis terhadap

aroma dari biskuit terfortifikasi FTT dari DALMS disajikan dalam Gambar 4.10:

Page 30: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  95  

Gambar 4.10 Rerata Skor Tingkat Kesukaan terhadap Aroma Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.10 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS yang ditambahkan

menyebabkan semakin menurunnya skor dari rerata aroma biskuit, dikarenakan

tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit semakin menurun. Hal tersebut

disebabkan oleh bau atau aroma dari mikokapsul FTT DALMS masih terlalu kuat.

Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat volatil (menguap),

sedikit larut dalam air dan lemak, semakin tinggi tingkat penambahan

mikrokapsul maka semakin tinggi pula kandungan lemak pada biskuit yang

menyebabkan semakin kuat pula bau yang dihasilkan.

Adapun pengaruh formulasi mikrokapsul terhadap Tingkat Kesukaan bau

biskuit disajikan dalam Tabel 4.15:

Tabel 4.16 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Tingkat Kesukaan

Bau Biskuit (hedonik)

Formulasi

Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,95 ± 1,36 (suka) b 2 3,40 ± 1,07 (suka) ab 4 2,95 ± 1,32 (tidak suka) a 6 3,05 ± 1,00 (suka) ab 8 3,10 ± 1,39 (suka) ab

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata

pada taraf α=0,05

Tabel 4.15 menunjukkan rentang rerata tingkat kesukaan aroma biskuit

berkisar antara 2,95 - 3,95 yang artinya penilaian panelis berada pada rentang

tidak suka – suka. Rerata aroma terendah yaitu sebesar 2,95 ± 1,36 diperoleh

0.00  1.00  2.00  3.00  4.00  5.00  6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Bau  Biksuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)      

Page 31: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  96  

pada perlakuan tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS sebesar 4%.

Sedangkan rerata tingkat kesukaan aroma tertinggi 3,95 ± 1,36 diperoleh pada

perlakuan tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS sebesar 0%.

Mikrostruktur dari matriks pangan memainkan peran penting dalam

retensi aroma. Porositas dan luas area spesifik berperan besar dalam

peningkatan retensi komponen aroma. Dari penelitian Boutbol et al (2002)

diketahui bahwa pati yang bentuk granularnya masih utuh (pati native dan pati

asetilasi) memiliki daya retensi aroma yang lebih rendah dibandingkan pati yang

telah kehilangan bentuk granularnya (pati pregelatinisasi dan maltodekstrin).

Kandungan maltodesktrin yang terdapat pada mikrokapsul FTT DALMS yang

ditambahkan pada biskuit menyebabkan peningkatan porositas dan luas area

spesifik sehingga adsorpsi komponen aroma menjadi lebih baik. Selain

peningkatan area spesifik, rusaknya granula pati selama proses modifikasi pati

(pregelatinisasi pada pati pregelatinisasi atau hidrolisis parsial pada

maltodekstrin) menyebabkan rantai molekul amilosa dan amilopektin lebih

mudah berinteraksi dengan komponen aroma. Hal ini juga menjadi penyebab

mengapa retensi komponen aroma pada pati non granular lebih tinggi dari pati

granula. Sehingga semakin tinggi tingkat mikrokapsul FTT DALMS yang

ditambahkan menyebabkan semakin tinggi pula bau FTT DALMS yang

dihasilkan yang membuat penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap bau

biskuit semakin berkurang.

Selain itu, adanya proses pemanggangan dikarenakan terjadinya reaksi

Maillard yang mendegradasi senyawa volatil sehingga menghasilkan sejumlah

besar komponen aroma terutama komponen lemak yang ada pada mikrokapsul

FTT DALMS yang ditambahkan pada biskuit. Jenis aroma yang dihasilkan

tergantung pada kombinasi khusus dari lemak, asam amino, dan gula yang

terdapat pada permukaan makanan. Konsentrasi ini juga dipengaruhi oleh sifat

volatile dari aroma itu sendiri. Faktor lain yang juga mempengaruhi aroma adalah

kualitas komponen aroma, suhu, komposisi aroma, viskositas makanan, interaksi

alami antara komponen aroma dan komponen nutrisi dalam makanan (Fellows,

1990).

4.4.1.4 Tingkat Kesukaan terhadap Kerenyahan Biskuit

Produk kering dinyatakan memiliki tingkat kerenyahan yang dapat

diterima jika kadar airnya kurang dari 5%, dimana pada kondisi ini bahan masih

Page 32: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  97  

bisa dipatahkan (Matz, 1992). Faridi (1994) menyatakan bahwa dari semua

karakter mutu biskuit yang paling penting adalah sifat kerenyahannya.

Kerenyahan dinilai dari bunyi yang ditimbulkan saat produk dipatahkan, semakin

tinggi daya patah pda produk makanan tertentu akan menurunkan

kerenyahannya. Semakin tinggi kadar pati dari suatu bahan maka semakin besar

pula daya patahnya yang berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan. Di samping

itu, karena kadar air semakin menurun semakin meningkatkan kerenyahan suatu

produk. Berdasarkan penilaian panelis terhadap tingkat kerenyahan biskuit

terfortifikasi mikrokapsul FTT dari DALMS disajikan pada Gambar 4.11:

Gambar 4.11 Rerata Skor Tingkat Kesukaan terhadap Kerenyahan

Biskuit

Tingkat kerenyahan yang paling tinggi menurut panelis ada pada biskuit

dengan perlakuan 8%. Sedangkan penilaian panelis terhadap tingkat kerenyahan

yang terendah adalah biskuit dengan perlakuan 6%. Berdasarkan Gambar 4.11

menunjukkan semakin tingginya tingkat penambahan mikrokapsul maka

penilaian panelis cenderung semakin meningkat pula. Hal ini disebabkan

semakin tinggi tingkat penambahan mikrokapsul, maka jumlah tepung yang

digunakan semakin berkurang dikarenakan disubstitusi oleh mikrokapsul.

Pengurangan jumlah protein pada tepung menyebabkan berkurangnya jumlah

gluten yang berperan dalam tingkat kerenyahan suatu biskuit. Di sisi lain adanya

kontribusi maltodekstrin yang berperan dalam melapisi permukaan produk

sehingga dapat mempertahankan kerenyahan lebih lama.

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Kerenyahan  Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)      

Page 33: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  98  

Nilai kekerasan yang semakin meningkat menggambarkan tekstur yang

semakin keras serta bersifat kurang renyah dibandingkan produk yang memiliki

nilai kekerasan lebih rendah.

Adapun rerata pengaruh dari tingkat penambahan mikrokapsul terhadap

kerenyaan biskuit disajikan dalam Tabel 4.16:

Tabel 4.17 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul terhadap Tingkat Kesukaan

Kerenyahan Biskuit (hedonik)

Formulasi Mikrokapsul

(%)

Rerata

Grouping

0 3,60 ± 1,43 (suka) a 2 3,65 ± 1,23 (suka) a 4 3,70 ± 1,45 (suka) a 6 8

3,45 ± 1,05 (suka) 3,70 ± 1,56 (suka)

a a

Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Pengaruh perlakuan tingkat penambahan mikrokapsul FTT dari DALS

terlihat pada rentang rerata tingkat kesukaan kerenyahan biskuit berkisar antara

3,45 – 3,70 yang artinya penilaian panelis adalah suka. Berdasarkan Tabel 4.16

menunjukkan bahwa tingkat penambahan mikrokapsul pada biskuit tidak

memberikan pengaruh terhadap tingkat kerenyahan biskuit dengan ditunjukkan

tidak adanya notasi yang berbeda. Hal ini diduga bahwa lemak yang berperan

dalam tingkat kerenyahan yang terkandung dalam mikrokapsul rendah, sehingga

panelis tidak merasakan perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kerenyahan

biskuit.

Produk yang mengandung lemak akan lebih mudah dipatahkan daripada

produk tanpa lemak. Lemak memiliki peran dalam memberikan efek shortening

yang mempengaruhi tingkat kekerasan atau kekalisan biskuit dengan melumasi

struktur internal biskuit. Lemak mempunyai kemampuan memerangkap udara

sehingga saat proses pencampuran bahan-bahan (mixing) udara akan

terperangkap dalam adonan. Penggabungan gelembung-gelembung udara kecil

dalam adonan dapat membantu pengembangan dan dalam membangun struktur

produk akhir (Faridi, 1994).

Adapun faktor lain yang berpengaruh selain penambahan mikrokapsul,

bahan baku yang digunakan, proses pengolahan juga mempengaruhi tingkat

Page 34: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  99  

kerenyahan biskuit, salah satunya adalah proses pemanggangan. Menurut

Widowati (2003) menyebutkan ada beberapa kejadian penting yang terjadi

selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein,

gelatinisasi pati dan penguapan air. Menurut Widjanarko (2008), pemanasan

akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati dimana granula pati akan

membengkak. Pembengkakan granula pati terbatas hingga sekitar 30% dari

berat tepung. Apabila pembengkakan granula pati telah mencapai batas, granula

pati tersebut akan pecah sehingga terjadi proses penguapan air. Semakin

rendah kandungan gluten dalam adonan menyebabkan pelepasan molekul air

saat pemangangan semakin mudah sehingga tingkat kerenyahan semakin tinggi.

Berdasarkan pendapat Pratiwi, (2003), bahwa kerenyahan berhubungan

dengan nilai kekerasan, dimana semakin rendah nilai kekerasanya maka

semakin baik kerenyahannya, karena gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan

produk semakin kecil. Selain itu, tingkat kerenyahan biskuit ditentukan dari jenis

tepung yang digunakan, semakin tinggi kandungan protein pada tepung, maka

biskuit yang dihasilkan kurang renyah. Hal ini dikarenakan pada tepung yang

berprotein tinggi memiliki kandungan gluten yang tinggi. Sebaliknya, penggunaan

tepung dengan kadar protein yang rendah akan menghasilkan biskuit yang

renyah. Hal ini sesuai dengan Whiteley (1971), bahwa tepung terigu yang baik

untuk pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang memiliki protein yang rendah.

4.4.1.5 Tingkat Kesukaan terhadap Rasa Biskuit

Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan

pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap

indera pengecap. Rasa merupakan atribut mutu dari suatu produk yang biasanya

faktor penting bagi konsumen dalam memilih produk. Penilaian panelis terhadap

rasa biskuit terfortifikasi FTT dari DALMS berada pada rentang rerata skor antara

2,85 – 3,95 yang artinya penilaian panelis berkisar pada rentang agak suka

sampai suka. Berdasarkan penilaian panelis terhadap rasa dari biskuit

terfortifikasi mikrokapsul FTT dari DALMS disajikan pada Gambar 4.12:

Page 35: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  100  

Gambar 4.12 Rerata Skor Tingkat Kesukaan terhadap Rasa Biskuit

Berdasarkan Gambar 4.12 dapat diketahui bahwa nilai kesukaan panelis

terhadap parameter rasa biskuit yang tertinggi atau yang paling disukai adalah

biskuit dengan perlakuan 0%, sedangkan untuk biskuit dengan rasa yang paling

tidak di sukai panelis yaitu pada biskuit dengan perlakuan 6%. Semakin tinggi

tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS menyebabkan semakin menurun

tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit. Hal ini dapat disebabkan karena rasa

getir yang timbul dikarenakan bahan baku yang digunakan, yaitu FTT DALMS.

Adapun penilaian panelis terhadap rasa biskuit disajikan pada Tabel 4.15:

Tabel 4.18 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul terhadap Tingkat Kesukaan

Rasa Biskuit (mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul

(%)

Rerata

Grouping

0 3,95 ± 1,50 (suka) b 2 3,20 ± 1,24 (suka) a 4 3,15 ± 1,53 (suka) a 6 2,85 ± 1,31 (tidak suka) a 8 2,90 ± 1,52 (tidak suka) a Keterangan: rerata yang didampingi huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf α=0,05

Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan bahwa penilaian panelis dari

perlakuan 0% berbeda nyata dengan perlakuan biskuit yang ditambahkan

mikrokapsul sebesar 2, 4, 6, dan 8% yang ditunjukkan dengan notasi yang

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Rasa  Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)      

Page 36: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  101  

berbeda. Sedangkan biskuit dengan perlakuan 2, 4, 6 dan 8% tidak berbeda

nyata yang ditunjukkan dengan notasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa

adanya penambahan mikrokapsul FTT DALMS mempengaruhi penilaian panelis

jika dibandingkan dengan 0% (tanpa penambahan mikrokapsul FTT DALMS).

Penambahan mikrokapsul FTT DALMS menyebabkan rasa getir pada biskuit

sehingga terbentuk after taste yang kurang disukai panelis.

4.4.2 Uji Organoleptik Mutu Hedonik

Tedapat delapan parameter pada uji organoleptik mutu hedonik yang

digunakan, diantaranya adalah keseragaman warna, bau, bau menyimpang,

kerenyahan, kehalusan tekstur, rasa, rasa menyimpang, dan after taste. Hasil uji

mutu hedonik yang didapat disajikan dalam bentuk spider chart yang dapat

dilihat pada Gambar 4.13:

Gambar 4.13 Pengaruh Tingkat Penambahan Mikrokapsul FTT DALMS

Terhadap Parameter Mutu Hedonik Pada Biskuit

4.4.2.1 Keseragaman Warna Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin tinggi skor yang diberikan

panelis semakin seragam warna yang dinilai oleh panelis dari skala 1-5.

Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap keseragaman

warna pada biskuit disajikan pada Gambar 4.14:

Page 37: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  102  

Gambar 4.14 Rerata Skor Keseragaman Warna Biskuit

Gambar 4.13 menunjukkan semakin tinggi tingkat penambahan

mikrokapsul FTT DALMS semakin tinggi pula tingkat keseragaman warna biskuit

menurut panelis, meskipun mengalami penurunan pada perlakuan 6%. Penilaian

panelis terhadap keseragaman warna pada biskuit yang paling seragam menurut

panelis, yaitu pada biskuit dengan perlakuan 8%, yaitu dengan skor 3,80 (agak

seragam) dari skala 1-5, sedangkan penilaian terendah pada biskuit dengan

perlakuan 0% dengan skor 3,05. Hal ini diduga karena mikrokapsul pada biskuit

8% tercampur lebih merata dibandingkan dengan biskuit 6% sehingga

keseragaman warna lebih seragam menurut panelis.

Tabel 4.19 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Keseragaman Warna

Biskuit (mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,05 ± 0,94 (agak seragam) a 2 3,35 ± 1,27 (agak seragam) a 4 3,80 ± 0,62 (agak seragam) a 6 3,50 ± 0,61 (agak seragam) a 8 3,80 ± 0,77 (agak seragam) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,352

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa tingkat penambahan mikrokapsul FTT

DALMS pada biskuit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata yang

ditunjukkan dengan notasi yang sama, meskipun dibandingkan dengan biskuit

0% tanpa penambahan mikrokapsul FTT DALMS. Hal ini menunjukkan bahwa

0.00  0.50  1.00  1.50  2.00  2.50  3.00  3.50  4.00  4.50  5.00  

0   2   4   6   8  

 Rerata  Skor  Keseragam

an  

Warna  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 38: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  103  

penambahan mikrokapsul FTT DALMS pada biskuit sudah tepat karena tidak

berpengaruh terhadap perubahan keseragaman warna secara signifikan pada

biskuit menurut panelis, hanya saja rerata skor menunjukkan bahwa panelis

menilai keseragaman warna pada biskuit agak seragam. Hal ini dikarenakan

mikrokapsul FTT DALMS yang berbentuk bubuk berwarna kuning tidak

tercampur secara merata keseluruh bagian biskuit. Oleh karena itu, penampakan

warna akhir terdapat bintik bintik kuning dipermukaan biskuit. Diduga hal tersebut

dipengaruhi saat proses pencampuran atau pengayakan bahan baku seperti

tepung, susu putih, susu coklat dan mikrokapsul FTT DALMS tidak tercampur

secara merata karena mikrokapsul menggumpal saat pengayakan maupun

pencampuran.

4.4.2.2 Bau Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin rendah skor yang diberikan

panelis semakin kuat bau yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-5. Pengaruh

tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap bau biskuit disajikan

pada Gambar 4.15:

Gambar 4.15 Rerata Skor Bau Biskuit

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa threshold tiap panelis sangat

bervariasi dan berbeda-beda dalam merasakan bau dan memberikan penilaian

terhadap bau tersebut. Kecenderungan panelis dapat merasakan bau yang

semakin tidak disukai dengan meningkatnya proporsi mikrokapsul FTT dari

0.00  0.50  1.00  1.50  2.00  2.50  3.00  3.50  4.00  4.50  5.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Bau  Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)  

Page 39: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  104  

DALMS yang ditambahkan pada biskuit. Hal ini disebabkan bau atau aroma dari

FTT DALMS tersebut masih kuat karena merupakan by-product dari proses

pemurnian kelapa sawit, sehingga aroma yang dihasilkan sangat berbeda dari

aroma biskuit yang biasa dikonsumsi panelis pada umumnya.

Tabel 4.20 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Bau Biskuit (mutu

hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,00 ± 1,30 (bau) a 2 2,30 ± 0,66 (bau) a 4 2,20 ± 1,06 (bau) a 6 2,75 ± 0,91 (bau) a 8 2,55 ± 0,94 (bau) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,364

Parameter bau yang diujikan untuk mengetahui threshold panelis

terhadap bau dari biskuit yang terfortifikasi mikrokapsul FTT dari DALMS. Tabel

4.19 menunjukkan bahwa formulasi mikrokapsul pada biskuit tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata untuk parameter bau yang ditunjukkan dengan

notasi yang sama antar perlakuan.

Penilaian panelis terhadap bau biskuit yang paling lemah adalah

perlakuan 0%, sedangkan bau yang paling kuat adalah perlakuan 4%. Hal ini

berkaitan dengan proporsi mikrokapsul FTT dari DALMS yang ditambahkan

dalam biskuit, biskuit 0% paling disukai karena tidak ditambahkan mikrokapsul

FTT dari DALMS, sedangkan pada perlakuan 4% diduga panelis merasakan bau

FTT DALMS yang sangat kuat pada perlakuan 4% jika dibandingkan dengan

perlakuan yang lain.

4.4.2.3 Bau Menyimpang Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin rendah skor yang diberikan

panelis semakin kuat bau menyimpang yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-

5. Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap bau

menyimpang pada biskuit disajikan pada Gambar 4.16:

Page 40: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  105  

Gambar 4.16 Rerata Skor Bau Menyimpang Biskuit

Gambar 4.16 menunjukkan bahwa threshold panelis hampir sama dan

mampu merasakan bau menyimpang pada sampel, yang mana semakin tinggi

mikrokapsul FTT DALMS yang ditambahkan pada biskuit akan menyebabkan

semakin tinggi pula bau menyimpang yang dihasilkan. Bau menyimpang yang

dihasilkan disebabkan dari bau bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan

biskuit itu sendiri, yaitu bau FTT DALMS yang terasa masih kuat dikarenakan

merupakan by-product.

Tabel 4.21 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Bau Menyimpang

Biskuit (mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,95 ± 1,00 (agak kuat) c 2 3,85 ± 1,04 (agak kuat) bc 4 3,10 ± 1,21 (agak kuat) a 6 3,25 ± 1,02 (agak kuat) ab 8 3,00 ± 1,17 (agak kuat) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,358

Berdasarkan penilaian panelis terhadap bau menyimpang yang paling

kuat ada pada perlakuan 8% yaitu dengan skor 3,00 dari skala 1-5. Sedangkan

sampel yang memiliki bau menyimpang yang paling rendah ada pada perlakuan

0%. Hal ini sesuai dikarenakan perlakuan 8% merupakan biskuit dengan

penambahan mikrokapsul FTT DALMS yang paling tinggi sehingga bau

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Bau  Menyimpang  

Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)      

Page 41: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  106  

menyimpang yang dihasilkan yang paling kuat. Berdasarkan penotasian

menunjukkan bahwa biskuit dengan perlakuan 4% dan 8% tidak berbeda nyata,

sedangkan biskuit 0% berbeda nyata dengan biskuit 4%, 6% dan 8%. Biskuit 0%

tidak berbeda nyata dengan biskuit 2%. Biskuit 2% tidak berbeda nyata dengan

biskuit 6%. Hal ini disebabkan karena tingkat penambahan mikrokapsul FTT

DALMS memengaruhi threshold panelis dalam merasakan adanya bau

menyimpang. Setiap panelis memiliki ambang batas penciuman dan persepsi

bau menyimpang yang berbeda satu sama lain, namun panelis masih bisa

mendeteksi adanya bau menyimpang yang agak kuat dari rerata skor.

4.4.2.4 Tingkat Kerenyahan Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin tinggi skor yang diberikan

panelis semakin tinggi tingkat kerenyahan (sangat renyah) yang dirasakan oleh

panelis dari skala 1-5. Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS

terhadap tingkat kerenyahan pada biskuit disajikan pada Gambar 4.17:

Gambar 4.17 Rerata Skor Tingkat Kerenyahan Biskuit

Gambar 4.17 menunjukkan semakin tinggi tingkat penambahan

mikrokapsul FTT DALMS pada biskuit maka tingkat kerenyahan biskuit semakin

tinggi, meskipun mengalami penurunan pada biskuit 6%, namun mengalami

kenaikan lagi pada biskuit 8%. Hal ini dipengaruhi kandungan lemak yang

berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan biskuit dikarenakan mikrokapsul

mengandung fitosterol atau lemak nabati. Berdasarkan penilaian panelis

0.00  0.50  1.00  1.50  2.00  2.50  3.00  3.50  4.00  4.50  5.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  SKor  Kerenyahan  Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 42: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  107  

menunjukkan bahwa biskuit dengan tingkat kerenyahan yang tertinggi adalah

biskuit 4% yang artinya biskuit memiliki tekstur, daya patah dan kerenyahan yang

bagus. Sedangkan sampel dengan tingkat kerenyahan terendah dari hasil

penilaian panelis adalah biskuit 6%.

Tabel 4.22 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Kerenyahan Biskuit

(mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,40 ± 1,05 (agak renyah) a 2 3,40 ± 0,94 (agak renyah) a 4 3,55 ± 0,89 (agak renyah) a 6 3,15 ± 1,14 (agak renyah) a 8 3,35 ± 1,27 (agak renyah) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,379

Formulasi mikrokapsul terhadap biskuit tidak memberikan pengaruh yang

berbeda nyata yang ditunjukkan dengan notasi yang sama antar perlakuan.

Panelis menilai biskuit dengan penambahan mikrokapsul FTT DALMS agak

renyah. Hal ini dipengaruhi kandungan lemak pada mikrokapsul FTT DALMS

(fitosterol) mampu melumasi secara sempurna struktur biskuit, selain itu semakin

rendah kandungan gluten dalam adonan menyebabkan pelepasan molekul air

saat pemangangan semakin mudah sehingga tingkat kerenyahan semakin tinggi.

Penurunan kandungan gluten dikarenakan pengurangan tepung yang digunakan

yang disubstitusi oleh mikrokapsul FTT DALMS.

4.4.2.5 Kehalusan Tekstur (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin rendah skor yang diberikan

panelis semakin kasar tekstur yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-5.

Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap kehalusan

tekstur pada biskuit disajikan pada Gambar 4.18:

Page 43: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  108  

Gambar 4.18 Rerata Skor Kehalusan Tekstur Biskuit

Gambar 4.18 menunjukkan bahwa panelis dapat mendeteksi adanya

perbedaan kehalusan tekstur pada biskuit yang disebabkan oleh perlakuan

tingkat mikrokapsul yang digunakan yang ditunjukkan dengan semakin

menurunnya kehalusan tekstur seiring semakin meningkatnya mikrokapsul yang

ditambahkan pada biskuit. Panelis menilai tingkat kehalusan tekstur yang paling

baik ada pada perlakuan 0%, sedangkan sampel dengan kehalusan tekstur

yang paling buruk menurut panelis adalah perlakuan 8%. Hal ini dapat

dipengaruhi tidak tercampurnya secara merata mikrokapsul yang ditambahkan

dalam proses pencampuran dalam pembuatan biskuit atau pengayakan bahan-

bahan baku yang kurang maksimal, sehingga tekstur biskuit terasa sepeti

berpasir.

Penghalusan bahan baku seperti tepung, gula halus, mikrokapsul, susu

yang seharusnya disaring sebelum pencampuran juga memengaruhi kehalusan

tekstur biskuit yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jika tidak dihaluskan terlebih

dahulu, maka biskuit akan terasa seperti berpasir yang berpengaruh pada

kehalusan teksturnya. Adapun faktor lain yang berpengaruh menurut Smith

(1972), fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit selain sebagai pemberi rasa

manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna pada

permukaan biskuit. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh

terhadap tesktur dan penampilan biskuit.

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Warna  Biskuit    

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 44: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  109  

Tabel 4.23 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Kehalusan Tekstur

Biskuit (mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 3,95 ± 0,83 (agak halus) c 2 3,25 ± 1,02 (agak halus) bc 4 2,60 ± 0,99 ( kasar) ab 6 2,15 ± 0,81 (kasar) a 8 2,15 ± 0,81 (kasar) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,319

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa penambahan mikrokapsul pada biskuit

memberikan pengaruh berbeda nyata yang mana biskuit 0% berbeda nyata

dengan biskuit 4, 6, dan 8%, namun biskuit 0% tidak berbeda nyata dengan

biskuit 2%. Biskuit 2% tidak berbeda nyata dengan biskuit 4%, namun biskuit 2%

berbeda nyata dengan biskuit 6% dan 8%. Hal ini disebabkan panelis menilai

biskuit 0% dan 2% agak halus sedangkan biskuit 4%, 6% dan 8% memiliki

tekstur yang kasar karena terasa seperti berpasir yang disebabkan semakin

tinggi tingkat penambahan mikrokapsul semakin sulit tercampur secara merata

dengan bahan bahan lain seperti tepung, susu putih dan susu coklat.

4.4.2.6 Rasa Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin tinggi skor yang diberikan

panelis semakin enak rasa biskuit yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-5.

Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap rasa pada

biskuit disajikan pada Gambar 4.19:

Gambar 4.19 Rerata Skor Rasa Biskuit

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Rasa  Biskuit  

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)    

Page 45: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  110  

Rerata skor biskuit semakin menurun seiring dengan semakin

meningkatnya mikrokapsul FTT DALMS yang ditambahkan pada biskuit. Hal ini

dikarenakan FTT DALMS memengaruhi rasa yang muncul pada biskuit, yaitu

rasa getir yang kuat dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan biskuit

komersial pada umumnya.

Tabel 4.24 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Rasa Biskuit (mutu

hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 4,95 ± 0,22 (enak) d 2 3,35 ± 0,93 (agak enak) c 4 2,95 ± 0,94 (tidak enak) b 6 2,75 ± 1,21 (tidak enak) ab 8 2,30 ± 1,22 (tidak enak) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,342

Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan diketahui bahwa panelis

dapat mendeteksi adanya perbedaan rasa pada biskuit yang disebabkan oleh

perlakuan tingkat mikrokapsul yang digunakan, panelis menilai biskuit 0%

memiliki rasa enak, biskuit 2% terasa agak enak, sedangkan biskuit 4%, 6% dan

8% memiliki rasa tidak enak. Hal ini menunjukkan panelis mampu membedakan

antara biskuit tanpa penambahan mikrokapsul FTT dari DALMS dan biskuit

dengan penambahan mikrokapsul FTT DALMS tertinggi, yaitu sebesar 8%.

Penambahan mikrokapsul FTT DALMS menyebabkan munculnya rasa

menyimpang dan after taste pada biskuit sehingga biskuit 8% mendapat skor

terendah atau paling yang tidak disukai panelis. Pengaruh formulasi mikrokapsul

pada biskuit berbeda nyata antar perlakuan, namun biskuit 4% tidak berbeda

nyata dengan biskuit 6%, biskuit 6% tidak berbeda nyata dengan biskuit 8%.

4.4.2.7 Rasa Menyimpang Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin rendah skor yang diberikan

panelis semakin kuat rasa meyimpang yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-

5. Pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap rasa

menyimpang pada biskuit disajikan pada Gambar 4.20:

Page 46: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  111  

Gambar 4.20 Rerata Skor Rasa Menyimpang Biskuit

Rerata skor biskuit semakin menurun seiring dengan semakin

meningkatnya mikrokapsul FTT DALMS yang ditambahkan pada biskuit. Hal ini

dikarenakan bahan baku dari FTT DALMS yang merupakan by-product atau hasil

samping dari proses pemurnian minyak sawit masih memiliki rasa menyimpang

yang cukup tinggi. Sehingga semakin tinggi mikrokapsul yang ditambahkan maka

semakin tinggi pula rasa menyimpang yang muncul pada biskuit.

Tabel 4.25 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap Rasa Menyimpang

Biskuit (mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 4,30 ± 0,66 (tidak kuat) d 2 3,35 ± 1,23 (agak kuat) c 4 3,15 ± 0,99 (agak kuat) bc 6 2,50 ± 0,89 (kuat) ab 8 2,45 ± 1,28 (kuat) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,316

Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan diketahui bahwa panelis

dapat mendeteksi adanya rasa menyimpang pada biskuit. Panelis menilai biskuit

0% memiliki rasa menyimpang namun tidak kuat, biskuit 2% dan 4% memiliki

rasa menyimpang yang agak kuat, sedangkan biskuit 6% dan 8% memiliki rasa

menyimpang yang kuat. Pengaruh formulasi mikrokapsul pada biskuit berbeda

nyata antar perlakuan, namun biskuit 2% tidak berbeda nyata dengan biskuit 4%,

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  Rasa  Menyimpang  

Biskuit  

Tingkat  Penambahan    Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)  

Page 47: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  112  

biskuit 4% tidak berbeda nyata dengan biskuit 6%. Hal ini dipengaruhi oleh

threshold panelis berbeda satu sama lain dalam merasakan rasa menyimpang

pada biskuit.

4.4.2.2 After Taste Biskuit (Mutu Hedonik)

Skala organoleptik menunjukkan semakin rendah skor yang diberikan

panelis semakin kuat after taste yang dirasakan oleh panelis dari skala 1-5.

Adapun pengaruh tingkat penambahan mikrokapsul FTT DALMS terhadap after

taste pada biskuit disajikan pada Gambar 4.21:

Gambar 4.21 Rerata Skor After Taste Biskuit

After taste adalah rasa yang tertinggal setelah produk dimakan.

Indera yang berperan adalah indera pengecap dan indera pembau. Pada

parameter ini panelis memberi nilai bahwa semakin tinggi mikrokapsul yang

ditambahkan maka semakin rendah nilai After taste yang terjadi pada sampel

diakibatkan oleh FTT yang memiliki rasa dan bau yang khas, selain itu masih ada

kandungan anisidin dan perosida yang meninggalakan rasa pada lidah.

Tabel 4.26 Pengaruh Formulasi Mikrokapsul Terhadap After Taste Biskuit

(mutu hedonik)

Formulasi Mikrokapsul (%)

Rerata

Grouping

0 4,55 ± 0,69 (agak getir) d 2 3,80 ± 1,15 (getir) c 4 3,60 ± 1,23 (getir) bc 6 2,70 ± 0,92 (sangat getir) a 8 2,60 ± 1,19 (sangat getir) a

Keterangan: sdDMRT 5% = 0,304

0.00  

1.00  

2.00  

3.00  

4.00  

5.00  

6.00  

0   2   4   6   8  

Rerata  Skor  After  taste  

Biskuit    

Tingkat  Penambahan  Mikrokapsul  FTT  DALMS  (%)  

Page 48: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  113  

Panelis menilai biskuit 0% memiliki tingkat after taste agak getir, biskuit

2% dan 4% getir, sedangkan biskit 6% dan 8% memiliki after taste yang sangat

getir. Penambahan mikrokapsul pada biskuit menyebabkan pengaruh yang

berbeda nyata antar perlakuan yang ditunjukkan dengan notasi yang berbeda,

yaitu biskuit 0% berbeda nyata dengan biskuit 2%, 4%, 6% dan 8%. Biskuit 2%

tidak berbeda nyata dengan biskuit 4%, biskuit 6% tidak berbeda nyata dengan

biskuit 8%. Hal ini juga dipengaruhi oleh threshold antar panelis yang bervariasi

dan berbeda dalam merasakan after taste yang ada pada biskuit.

4.5 Pemilihan Biskuit dari Perlakuan Terbaik

Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode multiple attribute

(Zeleny, 1992). Parameter pada uji fisik yang digunakan adalah daya patah,

densitas kamba, daya kembang dan warna (L, a, b). Parameter uji organoleptik

yang digunakan untuk uji hedonik terdiri dari warna, bau, kerenyahan, tekstur

dan rasa sedangkan untuk mutu hedonik terdiri dari keseragaman warna, bau,

bau menyimpang, kerenyahan, kehalusan tekstur, rasa, rasa menyimpang dan

aftertaste. Nilai yang diharapkan untuk masing-masing parameter berbeda, ada

nilai maksimal dan minimal. Perhitungan dari uji fisik dan uji kimia denga

menggunakan metode zeleny akan menghasilkan biskuit dengan perlakuan

terbaik yang kemudian dilanjutkan dengan uji kimia (analisa proksimat dan

kandungan senyawa bioaktif). Perhitungan dan pemilihan perlakuan terbaik

dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan perhitungan dengan metode zeleny

maka diperoleh biskuit perlakuan terbaik mengandung fortifikasi mikrokapsul

Fraksi Tidak Tersabunkan (FTT) Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

dengan konsentrasi sebesar 8% (b/b).

Kualitas Biskuit terbaik dipengaruhi oleh kualitas mikrokapsul yang

dipengaruhi oleh bahan baku dan proses mikroenkapsulasi. Bahan baku yang

digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi tidak tersabunkan (FTT) distilat

asam lemak minyak sawit (DALMS). Kualitas FTT dipengaruhi oleh proses

saponifikasi DALMS. Melalui proses mikroenkapsulasi diharapakan untuk

digunakan lebih lanjut sebagai fortifikan pangan dalam bentuk bubuk sebagai

sumber senyawa fitokimia yang baik bagi kesehatan manusia. Selain itu,

perlakuan dari parameter fisik dan organoleptik berpengaruh pada hasil akhir

perhitungan dari metode zeleny untuk menentukan biskuit dari perlakuan tingkat

Page 49: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  114  

penambahan mikrokapsul terbaik. Biskuit dengan perlakuan 8% memiliki daya

patah sebesar 25,567 ± 3,203 N, densitas kamba sebesar 0,9663 ± 0,4423

g/mL, tingkat kecerahan sebesar 37,155 ± 3,870 (L), tingkat kehijauan sebesar

2,957 ± 1,116 (a), sedangkan tingkat kehijauan sebesar 3,278 ± 1,796 (b), daya

kembang sebesar 49,999 ± 16,67, nilai derajat hue sebesar 49,89 ± 31,36 yang

berarti warna kuning kemerahan. Berdasarkan uji organoleptik, dari skala 1 – 5

panelis memberikan penilaian terhadap biskuit dari perlakuan 8% mendapatkan

skor 3,25 ± 0,79 (agak suka) dari parameter warna, teksur mendapatkan skor

sebesar 3,05 ± 1,39 (agak suka), bau biskuit mendapat skor 3,10 ± 1,33 (agak

suka), tingkat kerenyahan mendapat skor 3,70 ± 1,56 (agak suka), sedangkan

rasa mendapat skor 2,90 ± 1,52 (tidak disukai). Berdasarkan mutu hedonik dari

parameter keseragaman warna biksuit 8% mendapat skor 3,80 ± 0,77 (agak

seragam), bau biskuit sebesar 2,55 ± 0,94 (bau), bau menyimpang biskuit

sebesar 3,00 ± 1,17 (agak kuat), tingkat kerenyahan sebesar 3,35 ± 1,27 (agak

renyah), kehalusan tekstur sebesar 2,15 ± 0,81 (kasar), rasa sebesar 2,15 ± 1,22

(tidak enak), rasa menyimpang sebesar 2,4 ± 1,28 (kuat).

4.5.1 Karakteristik Kimia Biskuit Terfortifikasi Mikrokapsul Fraksi Tidak

Tersabukan (FTT) dari Distilat Asam Lemak MInyak Sawit (DALMS)

Uji kimia dilakukan untuk biskuit dari perlakuan terbaik yang diperoleh

dari hasil uji fisik dan uji organoleptik, yaitu biskuit dari perlakuan formulasi

mikrokapsul 8%. Uji kimia yang dilakukan diantaranya adalah analisa proksimat

yang terdiri dari uji kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat,

kadar abu dan kadar serat kasar. Adapun kandungan kimia dari biskuit perlakuan

terbaik (8%) disajikan pada Tabel 4.27:

Tabel 4.27 Perbandingan Hasil Uji Kimia Biskuit dengan Syarat Mutu

Biskuit SNI 01-2973-1992

Parameter

Hasil Analisa (%)

Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-

1992 (%) Air 2,985 Maksimum 5

Protein 6,44 Minimum 9 Lemak 31,02 Minimum 9.5

Karbohidrat 57,38 Minimum 70 Abu 1,045 Maksimum 1.6

Serat Kasar 1,125 Maksimum 0.5

Page 50: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  115  

Berdasarkan Tabel 4.25 dapat diketahui bahwa biskuit terfortifikasi FTT

dari DALMS rata-rata memiliki karakterikstik kimia sesuai dengan standar syarat

mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992, yang ditunjukkan dengan hasil analisa

dari parameter kadar air, lemak, pati, dan abu masih sesuai dalam standar yang

telah ditentukan tersebut. Meskipun untuk parameter kadar protein, karbohidrat

dan serat kasar belum memenuhi standar SNI 01-2973-1992. Hal ini dapat

dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya seperti adanya perbedaan bahan baku

yang digunakan maupun interaksi antar bahan yang digunakan selama proses

pengolahan.

4.5.1.1 Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat

mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan rasa bahan pangan. Kadar air juga

sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, sangat penting dalam

menentukan daya awet dari bahan makanan kerena mempengaruhi sifat fisik,

kimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis. Kadar air merupakan

banyaknya air yang terkandung dalam per satuan berat bahan yang dinyatakan

dalam persen.

Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut

menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Pada

proses pemanggangan biskuit, terjadi proses pemanasan dan proses

pengurangan kadar air. Kandungan air pada biskuit akan mempengaruhi

penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit

dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturnya kurang

disukai.

Kadar air biskuit yang dihasilkan 2,985 %, sedangkan syarat mutu biskuit

berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum yang terdapat

pada biskuit adalah 5% (bb). Kadar air biskuit yang dihasilkan masih berada di

bawah persyaratan SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air biskuit

terfortifikasi FTT dari DALMS masih memenuhi persyaratan mutu biskuit

berdasarkan SNI.

Biskuit dengan penambahan mikrokapsul FTT DALMS mengandung

maltodekstrin yang mana maltodekstrin memiliki struktur molekul yang lebih

bercabang daripada dekstrin. Struktur yang lebih bercabang ini mengakibatkan

Page 51: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  116  

maltodekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air. Bahan yang mudah larut

dalam air kemungkinan memiliki kadar air yang rendah. Karena kelarutan

merupakan kemampuan bahan untuk dapat menyerap air, sehingga

menyebabkan kadar airnya akan rendah. Maltodekstrin dapat meningkatkan total

padatan bahan yang dikeringkan, sehingga jumlah air yang diuapkan semakin

tinggi, akibatnya peningkatan konsentrasi maltodekstrin akan menurunkan kadar

air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Masters (1979), semakin tinggi total

padatan yang dikeringkan sampai batas tertentu maka kecepatan penguapan

akan semakin tinggi sehingga kadar air bahan menjadi rendah. Jika dalam air

(gugus hidroksil) maltodekstrin akan membentuk ikatan hidrogen dengan

molekul-molekul air sekitarnya, maka ketika air dihilangkan akan terjadi

pengkristalan, karena gugus hidroksil akan membentuk ikatan hidrogen dengan

ikatan gugus hidroksil yang lain sesama monomer. Oleh karena itu semakin

banyak maltodekstrin yang ditambahkan semakin cepat terjadi pengkristalan dan

penguapan air, kadar air bahan akan semakin rendah (Barbosa-Canovas, 1999).

Menurut Syarief dan Irawati (1988) kadar air digunakan untuk melihat

kandungan air dalam bahan pangan per satuan bobot bahan. Banyak sedikitnya

kadar air pada suatu bahan tergantung dari bagaimana air tersebut terikat

dengan makromolekul (protein dan karbohidrat). Kadar air biskuit merupkan

karakteristik penting terutama hubungannya dengan umur simpan. Biskuit

dengan kadar air tinggi akan memiliki daya simpan yang pendek (Bennion,

1980).

Adapun faktor lain yang memengaruhi kadar air adalah protein. Protein

memiliki kemampuan dalam mengikat air karena adanya gugus amino dan

karboksil bebas pada struktur protein. Berat molekul protein sangat besar

sehingga jika protein dilarutkan dengan air akan membentuk suatu disperse

koloidal. Protein dapat membentuk gel apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus

raktif protein dapat menahan cairan (Winarno, 2002). Menurut Sudarmanto dan

Tranggono (1987), kemampuan menahan air oleh komponen protein

berhubungan dengan adanya gugus polar yaitu karbonil, hidroksi amino,

karboksil dan sulfihidril. Gugus-gugus inilah yang menentukan besarnya kadar air

yang tersisa. Sifat penyerapan air ada hubungannya dengan terbukanya gugus

yang bersifat hidrofil pada molekul protein sehingga molekul protein yang terbuka

mengakibatkan meningkatnya daya serap air.

Page 52: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  117  

Kadar air juga dipengaruhi oleh pati. Semakin sedikit kadar pati pada

biskuit maka semakin rendah kadar air yang terikat pada bahan. Pengikatan air

akan semakin besar bila terjadi gelatinisasi pada pati. Granula pati memiliki

kemmapuan menyerap air karena mempunyai sejumlah besar gugus hidroksil

pada molekulnya sehingga dengan semakin meningkatnya kadar pati maka

jumlah kadar air yang terperangkap dalam granula pati semakin besar pula.

Hal ini diperkuat oleh Fandi (1994) yang menyatakan bahwa granula pati

yang mengalami kerusakan akan menyerap air lebih banyak daripada granula

pati yang tidak rusak. Granula pati yang tidak rusak mampu menyerap air sampai

30% dari beratnya, sementara granula pati yang rusak bisa menyerap air 10 kali

dari jumlah tersebut.

Menurut Hutton and Campbell (1984) dalam Syariah (2000), menyatakan

bahwa karbohidrat merupakan salah satu komponen yang berperan dalam

menentukan besarnya nilai daya serap air. Pada pati terdiri dari dua fraksi yaitu

amilosa dan amilokpektin yang merupakan fraksi yang tidak larut (Winarno,

2008). Winarno (2008) menyatakan bahwa jumlah gugus hidroksil dalam molekul

pati sangat besar, maka kemampuan pati untuk menyerap air sangat besar.

Selain itu pati memiliki komponen amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki

kemampuan membentuk ikatan hidrogen dengan air, maka semakin tinggi

kandungan amilosa dala biskuit akan menurunkan kadar air karenan amilosa

bersifat mudah menyerap air dan melepaskannya.

Selama pemanggangan banyak air yang terevaporasi dari adonan biskuit.

Kondisi pemangganganyang dibutuhkan bagi biskuit yang berbeda akan tidak

sama karena cara terbentuknya struktur dan jumlah kadar air yang harus

dihilangkan tergantung pada kekayaan formulasi. Perubahan yang dapat dilihat

pada adonan biskuit yang sedang dipanggang salah satunya ialah pengurangan

kandungan airnya hingga 1-4%. Selama pemanggangan ini juga terjadi

kehilangan kadar air dari permukaan produk oleh evaporasi yang diikuti

perpindahan kelembaban ke permukaan yang terus-menerus hilang ke

lingkungan oven. Kadar air yang dikehendaki pada biskuit ditentukan oleh dua

faktor. Nilai kadar air yang terlalu rendah menyebabkan biskuit akan memiliki

rasa gosong dan warnanya akan terlalu gelap, jika terlalu tinggi maka strukturnya

tidak akan menjadi renyah, dapat mengalami patah (checking) dan perubahan

flavor selama penyimpanan akan terjadi lebih cepat (Manley 2000). Komposisi

proksimat yang tinggi dari nilai protein, lemak dan abu dapat diakibatkan oleh

Page 53: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  118  

kehilangan air sehingga nutrisi terkonsentrasi pada saat pengolahan (Petenuci et

al. 2008). Menurut Passos et al. (2013), kadar air biskuit dan cracker komersial

bervariasi antara 1,7 hingga 5%.

Menurut Widowati (2008), menyebutkan ada beberapa kejadian penting

yang terjadi selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi

protein, gelatinisasi pati dan penguapan air. Menurut Widjanarko (2008),

pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati dimana granula pati

akan membengkak akibat adanya penyerapan air. Pembengkakan granula pati

terbatas hingga sekitar 30% dari berat tepung. Apabila pembengkakan granula

pati telah mencapai batas, granula pati tersebut akan pecah sehingga terjadi

proses penguapan air. Semakin rendahnya kandungan gluten dalam adonan

menyebabkan pelepasan molekul air saat pemanggangan menjadi semakin

mudah. Hal tersebut berkaitan dengan pendapat Lowe (1943) yang menyatakan

semakin banyak gluten, kecepatan absorpsi air semakin tinggi, begitu pula

sebaliknya emakin rendah kandungan gluten maka kecepatan absorpsi air juga

semakin rendah.

4.5.1.2 Kadar Protein

Kadar protein biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 6,84%

Nilai tersebut belum memenuhi standar menurut SNI No. 01-2973-92 yaitu

minimal 9%. Hal tersebut disebabkan karena proporsi tepung yang digunakan

berkurang karena adanya penambahan mikrokasul FTT dari DALMS (substitusi)

yang ditambahkan yang mana tepung yang digunakan juga merupakan tepung

terigu protein rendah. ada pembuatan cookies digunakan tepung terigu dengan

protein rendah yaitu mengandung 8%-9% protein sehingga tidak dapat

menambah kandungan protein dalam biskuit yang dihasilkan.

Menurut Passos et al. (2013), kandungan protein beberapa biskuit

komersial bervariasi jumlahnya mulai dari 3-14,6%. Tinggi atau rendahnya nilai

protein yang terukur dapat dipengaruhi oleh besarnya kandungan air yang hilang

(dehidrasi) dari bahan. Nilai protein yang terukur akan semakin besar jika jumlah

air yang hilang semakin besar. Menurut Sebranek (2009), kandungan protein

yang terukur tergantung pada jumlah bahan-bahan yang ditambahkan dan

sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan air. Kadar protein yang terukur

dalam penelitian ini disebut protein kasar karena diukur berdasarkan kadar

Nitrogen (N) dari sampel.

Page 54: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  119  

4.5.1.3 Kadar Lemak

Lemak adalah komponen makanan yang tidak larut dalam air. Trigliserida

merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Lemak merupakan komponen

penting dalam pembuatan biskuit, karena berfungsi sebagai bahan untuk

menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk

yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan

biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati

(margarin) atau campuran dari keduanya (Anonim, 2011b). Lemak memiliki efek

shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti

sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak nantinya akan memecah

struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga dihasilkan biskuit yang

renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan,

kelembutan, tekstur, dan aroma (Gaman dan Sherrington, 1992).

Kadar lemak biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini yakni 31,02%.

Nilai tersebut telah memenuhi standar menurut SNI No. 01-2973-92 yang diatas

9,5% (minimal 9,5%). Hal ini diduga karena penambahan mikrokapsul FTT dari

DALMS yang mengandung lemak sebesar 3,48%, margarin dan butter dimana

pada bahan tersebut yakni margarin dan butter mengandung lemak masing-

masing 25% - 30%. Menurut Passos et al. (2013), kandungan lemak beberapa

biskuit komersial dapat mencapai 11,1 - 29%.

4.5.1.4 Kadar Karbohidrat

Pada penelitian ini dihasilkan kadar karbohidrat sebesar 57,03%. Hal ini

sesuai berdasarkan literatur yang mana menurut Passos et al. (2013),

kandungan karbohidrat beberapa biskuit komersial berkisar mulai 56,8-74,6%,

namun kadar karbohidrat pada biskuit masih dibawah SNI 01-2973-1992, yaitu

minimum sebesar 70%. Menurut Sugito dan Hayati (2006), kadar karbohidrat

yang dihitung secara by difference dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain,

semakin rendah komponen nutrisi lain, maka kadar karbohidrat akan semakin

tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin semakin tinggi komponen nutrisi lain

maka kadar karbohidrat akan semakin rendah.

Bahan yang menjadi sumber karbohidrat pada pembuatan biskuit antara

lain tepung terigu, gula, dan susu. Pengurangan kadar karbohidrat ini juga

dikarenakan terjadi penggantian sebagian tepung terigu yang menjadi sumber

Page 55: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  120  

utama karbohidrat pada biskuit yang disubstitusi oleh mikrokapsul FTT dari

DALMS.

4.5.1.5 Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu

dilakukan dengan cara mengoksidasikan bahan pada suhu yang tinggi yaitu

sekitar 500-600°C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal

setelah proses pembakaran tersebut.

Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar abu

maksimum pada biskuit adalah 1,5% (bb). Kadar abu biskuit yang dihasilkan

pada penelitian ini adalah 1,41%. Kadar abu biskuit memenuhi persyaratan mutu

biskuit SNI. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya

kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan (Sudarmadji et al.,1997).

Pada tubuh, unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.

Mineral yang digolongkan sebagai zat gizi anorganik (abu) juga disebut unsur

abu dalam pangan karena ternyata bahwa jika pangan dibakar, unsur organik

akan menghilang dan bahan anorganik (abu) yang tersisa terdiri dari unsur

mineral (Sudarmadji, 1996).

Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu

merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri

dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, dan tembaga. Dalam tubuh

unsur-unsur mineral ada yang bergabung dengan zat organik atau ion-ion bebas,

didalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.

Jumlah mineral dalam tubuh harus dalam batas optimal. Hal ini disebabkan

karena kelebihan dan kekurangan mineral dapat mengganggu kesehatan.

Semakin tinggi kadar abu maka warna biskuit akan semakin gelap,

tekstur yang tidak bagus dan tidak renyah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Wiryadi (2007) yang menyatakan bahwa jika kadar abu terlalu tinggi dapat

menyebabkan warna dan tekstur yang kurang bagus. Kadar abu akan

dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral-mineral awal dalam bahan baku.

Nilai kadar abu dari biskuit yang dihasilkan. Kadar abu suatu bahan

menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat

menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan, menunjukkan

semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut. Kadar abu yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya tahan adonan terhadap

Page 56: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  121  

pengembangan (Ningrum 1999; Sulaswatty 2001). Besarnya kadar abu produk

pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan.

Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam

yaitu garam organik (asam mallat, oksalat, asetat, pektat) dan garam anorganik

(fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat) (Sudarmadji dkk, 1996).

Kadar abu berkaitan dengan serat dan minerat tepung (Beranbaum,

2003). Unsur mineral juga dikenal sebagi zat organik atau kadar abu. Mineral

merupakan salah satu komponen yang larut air. Abu merupakan hasil

pembakaran mineral yang ada dalam bahan. Menurut Soebito (1988), kadar abu

merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar

sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen

yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran

senyawa organik.

4.5.1.6 Kadar Serat Kasar

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan

karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan

tersebut. Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ

pencernaan manusia maupun hewan, serat ini tidak larut dalam asam (H2SO4)

dan basa (NaOH). Serat kasar komponen utamanya disusun oleh selulosa, gum,

hemiselulosa, pektin dan lignin (Muchtadi, et al., 1992). Biskuit dari perlakuan 8%

mengandung serat kasar sebesar 1,125% yang mana lebih tinggi dari standar

SNI yaitu sebesar 0,5%. Hal ini dapat dipengaruhi tingginya kadar lemak pada

biskuit dikarenakan uji kadar serat kasar berasal dari sampel biskuit yang

diekstrak lemaknya terlebih dahulu.

4.5.2 Senyawa Bioaktif Biskuit terfortifikasi Mikrokapsul FTT dari DALMS

dengan Perlakuan Terbaik (8%)

Biskuit dari perlakuan terbaik 8% diuji untuk mengetahui kadar senyawa

bioaktif yang terdiri dari Vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), Fitosterol dan

Skualen.

Page 57: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  122  

Tabel 4.28. Komposisi Senyawa Bioaktif Biskuit Terfortifikasi Mikrokapsul

FTT DALMS

Senyawa Bioaktif Kadar Senyawa Bioaktif (ppm) Mikrokapsul Biskuit %recovery

Vitamin E

α-tokoferol 2.165,03 - - α-tokotrienol 59.350,37 3,66 0,006 δ-tokotrienol 11.296,94 61,71 0,546 γ-tokotrienol

Total Tokotrienol 47.112,70 117760,01

70,67 136,04

0,15 0,115

Fitosterol

β-sitosterol 10.006,01 10,36 0,103 Stigmasterol 1.347,13 19,88 1,475 Kampesterol

Total Fitosterol 23.528,53 3.4881,67

12,94 43,18

0,054 0,12

Skualen 34.706,58 49,71 0,001

Berdasarkan Tabel 4.26 menunjukkan bahwa biskuit dari perlakuan

terbaik (8%) mengandung senyawa bioaktif diantaranya, mengandung 3,66 ppm

α-tokotrienol, 61,71 ppm δ-tokotrienol, 70,67 ppm y-tokotrienol. 10,36 ppm β-

sitosterol, 19,88 ppm stigmasterol, kampesterol 12,94 ppm. Kadar skualen

sebesar 49,71 ppm. Meskipun tidak terdapat α-tokoferol namun perlu diketahui

bahwa menurut Qureshi et al. (2000) kemampuan antioksidatif γ-tokotrienol>

δ -tokotrienol> α -tokotrienol. Suzuki et al. (1993) sebelumnya menunjukkan

bahwa kemampuan antioksidan γ-tokotrienol lebih baik dibandingkan α-

tokotrienol. Alfa (α-) tokotrienol mempunyai kemampuan antioksidan yang

sama dengan α -tokoferol (Schroeder et al., 2006).

Tabel 4.26 menunjukkan bahwa mikrokapsul tidak cukup untuk

mempertahankan kandungan senyawa bioaktif pada biskuit. Hal ini disebabkan

proses pengolahan pada biskuit, terutama pada proses pemanggangan pada

suhu tinggi yaitu sekitar 160°C selama 30 menit memberikan pengaruh nyata

terhadap turunnya kadar senyawa bioaktif tersebut. Tidak terdeteksinya α-

tokoferol pada biskuit dapat disebabkan karena adanya reaksi oksidasi dari

lingkungan terhadap mikrokapsul selama penyimpanan yang terjadi selama 4

bulan maupun pengaruh suhu tinggi pada proses pemanggangan. Hal ini juga

dapat dipengaruhi karena tidak tersalutnya vitamin E secara sempurna dalam

proses mikroenkapsulasi, sehingga mikrokapsul tidak melindungi vitamin E

secara optimal. Penggunaan maltodekstrin sebagai penyalut yang menyebabkan

Page 58: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150129/5/BAB_IV.pdf · senyawa yang tidak diinginkan seperti ALB, aldehid, keton, alkohol dan senyawa senyawa

  123  

turunnya senyawa bioaktif, maltodekstrin memiliki berat molekul yang besar

dibanding natrium kaseinat, berat molekul yang besar ini mengakibatkan

kemampuan yang rendah untuk berada pada antarmuka . Hal tersebut

menjadikan FTT tidak bisa tersalut dengan sempurna. Jumlah FTT yang

tidak bisa terslut semuanya ini menjadikan kandungan senyawa bioaktif

pada mikrokapsul menurun dibandingkan dengan bahan baku awalnya.

Selain itu kadar vitamin E yang terdeteksi sangat rendah menunjukkan

bahwa vitamin E mengalami kerusakan. Kerusakan ini juga dapat diakibatkan

oleh proses pengolahan dalam pembuatan biskuit. Menurut Susanto dan

Widyaningsih (2004), proses pengolahan yang menggunakan suhu yang tinggi

dapat menyebabkan kerusakan pada komponen gizi, salah satunya vitamin E.

Vitamin E sangat mudah teroksidasi oleh oksigen pada suhu tinggi. Vitamin E

juga tidak stabil pada cahaya. % susut vitamin E akibat oksigen, cahaya, dan

panas dapat mencapai 55%. Muchtadi (2009) menambahkan bahwa vitamin E

mudah rusak akibat teroksidasi dan proses oksidasi ditingkatkan oleh cahaya,

panas, alkali, dan elemen mikro (Fe3+ dan Cu2+), terutama vitamin E alami, di

mana vitamin E alami bersifat lebih tidak stabil dibandingkan dengan vitamin E

artifisial.