Ispa

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Pada akhir lokakarya diputuskan untuk memilih istilah ISPA dan sampai sekarang terdapat dua istilah yang sering digunakan. Istilah pertama yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan istilah kedua yaitu pneumonia yang merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) (Kepmenken 1537 A, 2002). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, 1

description

asdfa

Transcript of Ispa

Page 1: Ispa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah

ISPA. Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut

dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya

Nasional ISPA di Cipanas. Pada akhir lokakarya diputuskan untuk memilih istilah

ISPA dan sampai sekarang terdapat dua istilah yang sering digunakan. Istilah

pertama yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyakit

infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas

mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan istilah kedua yaitu pneumonia yang

merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)

(Kepmenken 1537 A, 2002).

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena

sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada

balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

ISPA yang berlanjut dapat menjadi pneumonia (radang paru-paru) yang

sering terjadi pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan

dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat. Risiko terutama terjadi

pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban

immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing,

serta tidak tersedianya atau malah berlebihannya pemakaian antibiotik.

Hingga saat ini angka kematian akibat ISPA yang berat masih sangat

tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat

dalam keadaan parah/lanjut dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi.

1

Page 2: Ispa

Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit ISPA adalah bagian dari

pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan

kualitas sumber daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular. Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia

dimulai pada tahun 1984, bersamaan dengan dilancarkannya Pemberantasan

Penyakit ISPA di tingkat global oleh WHO. Dalam pelaksanaannya Program

Pemberantasan Penyakit ISPA perlu dukungan dari lintas program, lintas sektor,

serta peran masyarakat termasuk dunia usaha.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mencegah penyakit ISPA?

2. Bagaimana cara mengobati penderita penyakit ISPA?

3. Bagaimana cara melakukan rehabilitasi terhadap penderita penyakit ISPA?

4. Apa saja program yang dilakukan dalam pemberantasan penyakit ISPA?

5. Apa tujuan dari kegiatan surveilans penyakit ISPA?

6. Bagaimana kondisi ISPA di Indonesia saat ini?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara untuk mencegah penyakit ISPA.

2. Mengetahui cara mengobati penderita penyakit ISPA.

3. Mengetahui cara melakukan rehabilitasi terhadap penderita penyakit ISPA.

4. Mengetahui program-program yang dilakukan dalam pemberantasan

penyakit ISPA.

5. Mengetahui tujuan dari kegiatan surveilans penyakit ISPA.

6. Mengetahui kondisi ISPA di Indonesia saat ini.

2

Page 3: Ispa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengetian ISPA

Istilah ISPA diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute

Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni Infeksi,

Saluran Pernafasan, dan Akut dengan pengertian sebagai berikut :

a. Infeksi adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang

tubuh manusia, kemudian berkembang biak dalam tubuh dan mampu

menyebabkan penyakit (Depkes RI, 1985)

b. Saluran pernafasan adalah organ mulai hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa

saluran pernafasan. Denagn batasan ini janringan paru juga termasuk

saluran pernafasan. (Depkes RI, 2002)

c. Akut adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari. (Depkes RI, 2002)

ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun

saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman

mikroorganisme (bakteri maupun virus) kedalam organ saluran pernafasan

yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2002)

2.2 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 lebih jenis bakteri, virus, dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain Sterptokokus, Stapilokokus,

Peneumokokus, Hemmofilus, Brodetella, dan Kirinobakterium. Virus

penyebab ISPA adalah antara lain golongan Mikosovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus (Dinkes RI, 2002)

3

Page 4: Ispa

2.3 Penyebab Penyakit ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas.

Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar

kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini

banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-

ibu rumah tangga selalu melakukan aktivitas memasak tipa hari menggunakan

bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa

disadari telah mereka hirup berhari-hari, sehingga banyak masyarakat yang

mengeluh batuk, sesak nafas, dan sulit bernafas. Polusi dari bahan kayu

tersebut mengandung zat-zat seperti Dry Basis, Ash, Carbon, Hidrogen,

Sulfur, dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan. (Depkes RI, 2002)

2.4 Diagnosis

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala ringan tersebut menjadi lebih berat dan bila semakin

berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin

meninggal. Tanda-tanda bahaya penyakit ISPA dapat dilihat berdasarkan

diagnosis klinis dan diagnosis laboratoris.

Adapun diagnosis klinis ISPA sebagai berikut:

a. Pada sistem respiratorik : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi

dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau

hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

b. Pada sistem cardial : tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan

cardiac arrest.

c. Pada sistem cerebral : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,

papil bendung, kejang dan coma.

d. Pada hal umum : letih dan berkeringat banyak.

Sedangkan diagnosis laboratoris ISPA sebagai berikut:

a. hypoxemia,

b. hypercapnia

4

Page 5: Ispa

c. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun

adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,

sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah

kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari

setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun,

stridor, Wheezing, demam dan dingin.

2.5 Klasifikasi

Dalam penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas dua

kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan sampai < 5 tahun dan

kelompok untuk umur < 2 bulan.

a. Untuk kelompok umur 2 bulan samapai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas :

pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia.

b. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat

dan buka pneumonia. Dalam pendekatan manajemen terpadu balita sakit

(MTBS) klasifikasi pada kelompok umur < 2 bulan adalah infeksi bakteri

yang seriusdan infeksi bakteri lokal.

Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran bernapas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai < 5 tahun.

Untuk kelompok umur < 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan

adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan dada bagian

bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Klasifikasi pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernapas disertai adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast

breathing) pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit

dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun.

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita

dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan

5

Page 6: Ispa

tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Dengan demikan klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit

ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia (common

old, pharyngitis, tonsilitis, otitis).

2.6 Epidemiologi

Penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) biasanya terjadi pada

saat peralihan musim, yaitu dari musim penghujan ke musim kemarau

(pancaroba) yang berudara dingin menjadi kering serta banyak debu. Awal

musim kemarau merupakan waktu yang kondusif bagi kuman penyebab ISPA

untuk memperbanyak diri di dalam tubuh manusia.

2.7 Manifestasi Klinis

Pada umumnya anak umur tiga bulan sampai tiga tahun menderita

demam pada awal perjalanan infeksi. Kadang-kadang beberapa jam sebelum

tanda-tanda yang berlokalisasi muncul. Bayi yang lebih muda biasanya tidak

demam dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan. Pada anak

yang lebih tua gejala awalnya adalah kekeringan dan iritasi dalam hidung dan

tidak jarang di dalam faring. Gejala ini dalam beberapa jam disertai bersin,

rasa menggigil nyeri otot, ingus hidung yang encer kadang batuk., nyeri

kepala lesu dan demam ringan. Dalam satu sekresi biasanya lebih kental dan

akhirnya perulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernapasan melalui mulut.

Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:

a. Batuk

Terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada

trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena

iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)

kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum).

b. Kesulitan bernafas

6

Page 7: Ispa

Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat

sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas

c. Sakit tenggorokan

Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung

dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu

bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada

tenggorokan

d. Demam

Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai

mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang

masuk.

2.8 Patofisiologi

ISPA terjadi dapat karena masuknya virus kedalam saluran pernafasan

atas, kemudia virus bereplika (membelah) pada sel epitel kolumner bersilia

(hidung, sinus, faring) menyebabkan radang pada tempat tersebut.

Peradangan itu merangsang pelepasan mediator histamin dalam sekresi

hidung sehingga permeabilitas vaskuler naik dan akibatnya terjadi odema

pada mukosa dan hidung menjadi tersumbat akibat akumulasi mukus, dari

kejadian itu menimbulkan masalah inefektif bersihan jalan nafas.

Perubahan yang terjadi adalah edema pada mukosa, infiltrat sel

mononuler yang menyertai, kemudian fungsional silia mengakibatkan

pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi berat sampai sedang epitel

mengelupas, ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer,

kemudian mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada keterlibatan

anatomis saluran nafas atas, masuk oklusi dan kelainan rongga sinus.

2.9 Patogenesis

7

Page 8: Ispa

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke

atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks

spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan

epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk

kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan

menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada

dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang

melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan

gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala

ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder

bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri

ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat

saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang

produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti

kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa

dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat

menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-

tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,

dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak

8

Page 9: Ispa

infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga

bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan

atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga

menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan

aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di

saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan

sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri

dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system

imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan

pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui

pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan

integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi

menjadi empat tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul

gejala demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat

meninggal akibat pneumonia.

2.10 Cara Penularan Penyakit ISPA

9

Page 10: Ispa

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh

karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.

Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi

tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.

Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak

langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya

adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau

mikroorganisme penyebab.

2.11 Pencegahan Penyakit ISPA

Pencegahan terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan adalah dengan

meningkatkan daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat. Berikut beberapa

langkah pencegahan untuk menghindari penularan penyakit ISPA, antara lain :

a) Banyak minum air putih terutama yang hangat dan mengkonsumsi

makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan segar terutama yang

banyak mengandung vitamin C. Bila diperlukan konsumsikan pula vitamin

dan zat antioksidan untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh.

b) cukup istirahat, hindari stres, dan melakukan olahraga secara teratur

c) cuci tangan sesering mungkin dengan menggunakan sabun untuk

mencegah kuman.

d) Hindari merokok dan asap rokok

e) Jika tubuh sedang tidak fit, untuk sementara waktu hindari interaksi

dengan penderita ISPA, atau gunakan masker.

2.12 Pengobatan Penyakit ISPA

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab

ISPA atas yang terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika

pada infeksi ini tidaklah rasional kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif,

faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

10

Page 11: Ispa

 Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksudkan untuk mencegah

berlanjutnya ISPA ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi

ISPA berat serta mengurangi angka kematian ISPA berat. Adapun jenis

pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigendan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik

pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat

penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek

bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah

(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap

sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi

antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit.

Apabila perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada

tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi

antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak

mengalami penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit

yang sangat berat.

 Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi

pernapasan lebih dari 70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau

gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga merupakan salah satu

pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular

setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular,

11

Page 12: Ispa

walaupun mahal dapat digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik

sebaiknya diteruskan selama 3 hari setelah keadaan membaik. 

2.13 Rehabilitasi penyakit ISPA

Perawatan dirumah :

a. Mengatasi panas (demam) :

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan

dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6

jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan kemudian pemberian

kompres dengan menggunakan kain bersih dan dicelupkan pada air (tidak

perlu air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½

sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi

berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,

kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari

komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang

sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama

12

Page 13: Ispa

membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang

mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan

untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2

hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari

komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang

sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama

perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk

membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang

mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan

untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2

hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

2.14 Program Pemberantasn Penyakit ISPA

2.14.1 Pelaksana pemberantasan

Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab

bersama.Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan

pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat

penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan

petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui

aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus

pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik

(kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera

dirujuk ke rumah sakit.

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :

13

Page 14: Ispa

a) Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai

dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia.

b) Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan

penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau

paramedis.

c) Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia

berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh

perawat/paramedis dan

d) Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa

dirujuk ke rumah sakit.

e) Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyuluhan kepada

ibu-ibu yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda

penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,

f) Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi

wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,

g) Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumoni serta dapat

memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,

h) Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi

keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. Mendeteksi hambatan

yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan

pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas Pembantu

a) Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai

petunjuk yang ada. tertentu seperti pneumoni berat, penderita

dengan weezhing dan stridor. Bersama dokter atau dibawah,

petunjuk dokter melatih kader.

b) Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.

c) Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan

Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program

pemberantasan penyakit ISPA.

14

Page 15: Ispa

Kader kesehatan

a) Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia

berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan

pneumonia.

b) Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk

pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia

kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh

ibu yang anaknya menderita penyakit.

2.14.2 Arah dan kebijakan

Pelaksanaan pembrantasan penyakit ispa di tunjukan pada

kelompok usia balita yaitu bayi (0 sampai kurang 1 tahun) dan anak

balita (1-5 tahun) dengan focus penanggulanagan pada penyakit

pneumonia.

Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan

paa kenyataan bahwa angka mortalitas dan angka morbiditas ISPA pada

kelompok umur balitas di indonesia masih tnggi.disamping itu

keberhasilan upaya pembrantasan penyakit p2 ISPA dapat mempunyai

daya ungkit dalam penurunan angka kematian bayi di Indonesia.

2.14.3 Tujuan

1. Tujuan umum :

turunnya angka kesakitan dan kematian pneumonia sehingga tidak

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

2. Tujuan kusus

a) Turunnya angka kematian balita akibat pneumonia dari 5 per

1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3 per 1000 baita pada

akhir 2004

15

Page 16: Ispa

b) Turunnya angka kesakitan balia akibat pneumonia dari 10%-

20% balita pada tahun 2000 menjadi 8%-16% pada akhir

2004.

2.14.4 Target yang Telah Dicapai

Direncanakan pada akhir tahun 2004

a. Cakupan penemuan pneumonia balita sebesar 86% dari perkiraan

penderita pneumonia balita

b. Penderita pneumonia balita yang mendapatkan tatalaksana standart

sebesar 63% dari target cakupan penemuan penderita pneumonia

balita

c. Proporsi puskesmas yang melaksanakan program P2 ISPA

2.14.5 Kebijakan

Untuk mencapai tujuan program pembrantasan penyakit ISPA

balita maka dapat di rumuskan kebijakan sebagai berikut :

a) Melaksanakan promosi penanggulangan pneumonia balita sehingga

masyarakat , mitra kerja erkait dan mengambil keputusan

pneumonia balita

b) Melaksanakan penemuan penderita melalaui sarana keehatan dasar

(pelayanan kesehatan di sesa puskesmas pembantu puskesmas dan

sarana rawat jalan rumah sakit )di bantu oleh kegiaan posyandu dan

kader posyandu

c) Melaksanakan tatalaksana standart penderia ISPA dengan deteksi

sini pengobatan yang tepat dan segera,pencegahan komplikasi dan

rujukan ke sarana kesehatan yang lebih memadai.

d) Melaksanakan surveilans kesakitan dan kematian pneumonia balita

serta faktor risikonya termasuk faktor resiko lingkungan dan

kependudukan.

16

Page 17: Ispa

2.14.6 Strategi

Rumusan umum strategi pembrantasan penyakit ISPA adalah sebagai berikut :

a) Promosi penanggulangan pneumonia balita melalui advokasi , bina

suasana dan gerakan masyarakat.

b) Penurunana angka kesakitan dilakukan dengan upaya pencegahan

atau penanggulangan faktor melalui kerjasama lintas program dan

lintas sektor seperti kerjasama dengan program ina gizi masyarakat

dan program penyehatan lingkungan pemukiman

c) Penungkatan penemuan penderita melalui upaya peningkatan

erilaku masyarakat dalam encarian pengobatan yang tepat.

d) Melaksanakan tatalaksana kasus melalui pendekatan manajemen

terpadu balita sakit (MTBS) dan audit kasus unuk peningkatan

kualitas masyarakat/

e) Peningkatan system surveilans ISPA melalui kegiatan surveilans

rutin autopsy verbal dan pengembangan informasu kesehatan serta

audit manajemen program

2.14.7 Prioritas kegiatan

Prioritas kegiatan pebrantasan penyakit ISPA di tunjukan untuk

mendukung kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan. Prioritas

kegiatan adalah sebagai berikut:

a) Promosi penanggulangan pneumonia balita

b) Kemitraan

c) Peningkatan penemuan kasus

d) Peningkatan kualitas tatalaksana kasus ISPA

e) Peningkatan kualitas sumber daya manusia

f) Surveilans kesakitan dan kematian

g) Pemantauan dan evaluasi

h) Pengembangan program P2 ISPA

17

Page 18: Ispa

2.15 Program dan Pembrantasan Penyakit ISPA

a) Promosi penangulangan pneumonia balita

Promosi pembrantasangan penyakit ISPA di Indonesia mencakup kegiatan

advokasi bina suasana dan gerakan masyarakat. Tujuannya yang di

harapkan ari kegiata promosi pneumonia balita secara umum adalah

meningkatakan pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat dalam

tindakan pneumonia balita. Sasaran dalam p2 ISPA mencakup sasaran

primesr,skunder,dan terser.

b) Kemitraan

Merupakan faktor penting untuk menunjanga program. Pembangunan

kemitraan dalamprogram P2 ISPA di arahakan untuk menungkatkan peran

serta masyarakat peran lintas program da lintas sector terkait serta peran

pengambilan keputusan termasuk penyandang dana.

Kemitraan dengan lintas program dan lintas sector dilaksanakan dalam

seluruh kegiatan di setiap jenjang administrasi baik tingkat puskesmas

kabupaten/kota proprinsi dan pusat sesuai engan tugas dan fungsinya

masing-masing.

c) Peningkatan penemuan dan tatalaksana kasus

Dalam kebijakan dan strategi program P2 ISPA maka penemuan dan

ttalaksana penderita ini di harapkan di rumah tangga danmasyarakat,

ditingkatkan pertama dan dasar dan d sarana kesehatan rujukan.penemuan

penderita dilaksanakan melalui kegiatan yang menunjang upaya

masyarakat untuk mencari pengobatan kasus pneumonia secara tepat dan

deteksi dini oleh petugas d darana kesehatan.sedangkan tatalaksana kasus

ISPA dilaksanakan melalui pendekatan anajemnen teradu balita sakit

MTBS di saranakan kesehatan tingkat dasar.di samping itu perlu dilakukan

audit kasus dalam upaya peningkatan kualitas tatalaksana kasus yang

dilaksanakan dengan koordinasi tingkat kabupaten/kota.

d) Peningkatan kualitas sumber daya

i. Sumber daya manusia

18

Page 19: Ispa

Sumber daya manusia terlibat meliputi kader, petugas kesehatan,

pengolahan program ISPA di puskesmas, kabupaten provinsi dan

pusat.

Tingkat puskesmas

Pelatihan ISPA bagi kader

Pelatihan tatalaksana penderita

Pelatihan autopsy verbal

Tingkat kabupaten

Pelatihan tatalaksana penderita

Pelaihan manajemen program P2 ISPA

Pelatihan autopsy verbal

Pelatian audit kasus pelatihan audit manajemen

Tingkat provinsipelatihan tatalaksana kasus penderita

Pelatihan manajemen program P2 ISPA

Pelatihan program manajemne program p@ ISPA

Pelatihan autopsy verbal

Pelatihan audit kasus

Pelatuhan audit manajemen

Pelaihan promosi P2 ISPA

Pelatihan tatalaksana kasus ISPA balita di sarana rujukan

ii. Logistik

Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang

pelaksanakan program P2 ISPA . untuk kegiatan penemuan dan

atatalaksana penderita ISPA mencakup obat dan alat banu hitung

pernafasan . obat yang di gunakan dalam program P2 ISPA adalah

tablet kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dan parasetamol (500 mg

dan 100 mg) obat tersebut tersediadi seluruh fasilitas yang sudah

melaksanakan program P2ISPA dengan jumlah cukup. Untuk

kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi,logistic yang telah

19

Page 20: Ispa

disediakan oleh program P2 ISPA meliputi media cetak dan

elektronik yang terdiri dari :

Media cetak

Buku pedoman pembrantasan penyakit ISPA untuk

penanggulangan pneumonia pada balita

Buku tinjauan pelaksana program P2ISPA

Buku pedoman pembrantasan penyakit ISPA bagi kanker

Buku tatalaksana penderita ISPA pada balita

Modul-modul pelatihan MTBS

Modul-modul pelatihan manajemen program P2 ISPA

Bagan tatalaksana ISPA

Kartu kader

Flip chard

Poster

Prosiding lokakarya ISPA

Media elektronik

Kaset video tatalaksana ISPA yang berisi cara-cara

pemeriksaan balita yang menderita batuk,penghitunga nafas,

pemeriksaan adanya tanda bahaya dan pengobatan penderita

2.16 Surveilans ISPA

a) Tujuan surveilans ISPA

Menyediakan informasi tentang situasi dan besarnya maslaah

penyakit ISPA khususnya kejadian pneumonia balita akibat. Pneumonia di

masyarakat beserta faktor risikonya dan informasi lain yang d perlukan

bagi upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA secara efektif

sehingga angka kesakitan dan kematian balita akibat pneumonia dapat di

turunkan

Kegiatan :

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisis data

20

Page 21: Ispa

Penyajian data umpan balik

Peningkatan jejaring informasi

b) Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan : untuk memantau secara teratur kegiatan dan pelaksanaan

program agar dapat diketahui apakah kegiatan program dilaksanakan

sesuatu dengan yang telah direncanakan. Pelaksaan penatauan

pembrantasan ISPA dapat di manfaatkan kegiatan supervise dan

bimbingan teknis, pencatatan pelaporan pembrantasan penyakit ISPA

dan pemantauan program PPM dan PL di kota dan kabupaten

Evaluasi : Evaluasi pembrantasan penyakit ispa untuk menilai apakah

encapaian hasil kegiaatan telah memenuhi target yang di harapkan

mengidentifikasi masalah da hambatan yang du hadapi serta menyusuun

langkah-langkah perbaikan selanjutnya termasuk perencaan dan

penganggaran kegiatan dilaksanka di bebagai jenjang administrasi

kesehatan baik kabupaten / kota maupun provinsi.

2.17 Kondisi ISPA di Indonesia

Di Indonesia tiap tahun kematian ISPA sekitar 30% dari total

kematian balita. Insiden ISPA khususnya Pnemonia di Indonesia tiap tahun

sekitar 10%-20% atau 2,33 juta-4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, angka kesakitan ISPA menduduki

peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60%

dan penyakit Refraksi dan Penglihatan sebesar 31% (Rachmad, 2009).

Di Jawa Tengah, penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan

utama masyarakat. Penyakit pneumonia adalah penyebab nomer satu (15,7%)

dari penyebab kematian balita di Rumah Sakit. Pada tahun 2004, cakupan

penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai 24,72%. Pada tahun

2005 mengalami penurunan menjadi 21,6%. Angka tersebut mengalami

peningkatan pada tahun 2006 yaitu menjadi 26,62% dan pada tahun 2007

mengalami penurunan menjadi 24,29%.

21

Page 22: Ispa

Pada tahun 2008, angka ISPA di Jawa Tengah menjadi 23,63% (Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Kejadian penyakit ISPA di Jepara juga masih

cukup tinggi, dimana dari data profil Dinas Kesehatan Jepara pada bulan

Januari sampai November 2010 terdapat jumlah balita sebanyak 101.775

dengan kejadian kasus pneumonia pada balita sebanyak 4990 orang (49,03%),

dan 27 balita dengan pneumonia berat (0,54%). Wilayah puskesmas Keling

merupakan wilayah dengan angka pneumonia tertinggi dari seluruh

puskesmas yang ada di Jepara. Jumlah pneumonia di wilayah puskesmas

Keling sebanyak 823 orang (16,49%), dan pneumonia berat sebanyak 17

orang (62,96%).

BAB III

22

Page 23: Ispa

PENUTUP

3.1 Kesimpulan1. Cara pencegahan penyakit ISPA dengan cara menjaga kesehatan fisik

maupun lingkungan.Banyak minum air putih terutama yang hangat dan

mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan

segar terutama yang banyak mengandung vitamin C. Hindari merokok

dan asap rokok. Jika tubuh sedang tidak fit, untuk sementara waktu

hindari interaksi dengan penderita ISPA, atau gunakan masker.

2. Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila

perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada tidak

memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi antibiotik

dirumah.

3. Tujuan surveilans ISPA adalah menyediakan informasi tentang situasi

dan besarnya maslaah penyakit ISPA khususnya kejadian pneumonia

balita akibat. Pneumonia di masyarakat beserta faktor risikonya dan

informasi lain yang d perlukan bagi upaya pencegahan dan

penanggulangan penyakit ISPA secara efektif sehingga angka kesakitan

dan kematian balita akibat pneumonia dapat di turunkan

4. Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,

bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu

maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.

5. Di Indonesia tiap tahun kematian ISPA sekitar 30% dari total kematian

balita. Insiden ISPA khususnya Pnemonia di Indonesia tiap tahun sekitar

10%-20% atau 2,33 juta-4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, angka kesakitan ISPA menduduki

peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit gigi dan mulut sebesar

60% dan penyakit Refraksi dan Penglihatan sebesar 31%.

3.2 Saran

23

Page 24: Ispa

Melaksanakan promosi penanggulangan pneumonia balita sehingga

masyarakat , mitra kerja terkait dan mengambil keputusan pneumonia balita

Melaksanakan penemuan penderita melalaui sarana keehatan dasar (pelayanan

kesehatan di sesa puskesmas pembantu puskesmas dan sarana rawat jalan

rumah sakit ) di bantu oleh kegiaan posyandu dan kader posyandu.

Melaksanakan tatalaksana standart penderia ISPA dengan deteksi dini

pengobatan yang tepat dan segera, pencegahan komplikasi dan rujukan ke

sarana kesehatan yang lebih memadai. Melaksanakan surveilans kesakitan dan

kematian pneumonia balita serta faktor risikonya termasuk faktor resiko

lingkungan dan kependudukan.

24

Page 25: Ispa

DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1537.A/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita.

2. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2012.

3. Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasn Infeksi Sakuran Pernafasan Akut : Dirjen PPM & PPL

4. Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Dan Penanggulangannya [serial online]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3775/1/fkm-rasmaliah9.pdf (diakses pada tanggal 3 April 2013)

5. http://www.kesehatan123.com/1686/artikel-kesehatan-pengobatan-ispa/

6. http://www.who.int/csr/resources/publications/ WHO_CDS_EPR_2007_8bahasa.pdf

7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16377/4/Chapter%20II.pdf

8. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/979

25