Isi
Transcript of Isi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANGHepatoma merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit
(sel hati). Hepatoma disebut juga dengan karsinoma hepatoselular (KHS), yang
mana merupakan kanker nomor lima tersering di Indonesia. Hepatoma meliputi
5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima
pada laki-laki dan kesembilan pada wanita sebagai kanker tersering di dunia, dan
urutan ke tiga dari kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan
kanker lambung.1
Penyebab pasti dari hepatoma belum diketahui dengan pasti tetapi
penyakit ini banyak ditemukan pada kelompok penduduk yang berisiko tinggi
untuk mendapatkan kanker hati yaitu pada penderita sirosis hati, hepatitis B, dan
pada penderita hepatitis C.2
Kebanyakan penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada stadium
lanujut dan tidak tertolong lagi. Sedangkan pada stadium dini mereka tidak
memeriksakan dirinya karena mereka tidak merasakan keluhan atau gejala.2
1.2. TUJUANTujuan penulisan paper ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam
penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya mengenai hepatoma.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKAHEPATOMA
2.1. DEFINISIKarsinoma hepatoseluler (hepatoceluller carcinoma/HCC) merupakan
tumor ganas harti primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan
karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma.1
Hepatoma primer secara histologist dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Karsinoma hepatoseluler: hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit
2. Karsinoma kolangioseluler: hepatoma primer yang berasal dari epitel
saluran empedu intrahepatik
3. Karsinoma campuran hepatoseluler dan koloangioseluler.2
2.2. EPIDEMIOLOGIKarsinoma hepatoselular ( hepatoma ) merupakan salah satu tumor yang
paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah
tertentu di Asia dan Afrika subsahara, tempat insidensi tahunan mencapai 500
kasus per 100.000 populasi. Di Amerika Serikat dan di Eropa Barat, tumor ini
jauh lebih jarang. Di negara-negara dimana frekuensinya rendah seperti di Eropa
dan Amerika , umur rata-rata terdapat di sekitar 50-60 tahun. Sedangkan di
negara-negara yang frekuensinya tinggi banyak dijumpai pada umur lebih muda,
di Asia tenggara seperti Singapura kebanyakan penderita berumur 20-40 tahun.3,4
Di Indonesia angka kejadiannya belum dapat dikemukakan tetapi
diperkirakan tidak berbeda dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan
Thailand. Penelitian Noer dkk, menunjukkan kanker hepatoselular di Indonesia
paling banyak ditemukan pada umur antara 50-60 tahun laki-laki lima kali lebih
banyak dibanding wanita.5
2.3. KLASIFIKASI
Karsinoma hati primer dibedakan atas:
1.Karsinoma yang berasal dari :
sel-sel hati disebut karsinoma hepatoselular
sel-sel saluran empedu disebut karsinoma kolangioselular
campuran kedua sel tersebut disebut kolangiohepatoma
2.Kasinoma yang berasal dari jaringan ikat :
Fibrosarkoma
Hemangioma-endotelioma maligna
Limfoma maligna
Leiomiosarkoma2
Secara makroskopis dibedakan atas :
a. Tipe massif : biasanya di lobus kanan, batas tegas, dapat disertai nodul-
nodul kecil di sekitar massa tumor, bisa dengan atau tanpa sirosis
b.Tipe nodular : terdapat nodul-nodul tumor dengan ukuran yang bervariasi
tersebar diseluruh hati.
c. Tipe difus : secara makroskopis sukar ditentukan daerah massa tumor.5
2.4. FAKTOR RESIKOFaktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler termasuk infeksi
Hepatitis B Virus (HBV) atau Hepatitis C Virus (HCV)omatosis keturunan, alpha
1-antitrypsin, hepatitis autoimun, beberapa porfiria, dan penyakit Wilson.
Distribusi faktor-faktor risiko antara pasien dengan karsinoma hepatoseluler
sangat bervariasi, tergantung pada daerah geografis dan rasa atau kelompok etnis.
1. Virus Hepatitis
Hubungan antara infeksi HBV dan HCV dengan timbulnya kanker
hati terbukti. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan angka kejadian kanker hati yang tinggi.22 Berdasarkan data
profil kesehatan Indonesia, tahun 2003 IR hepatitis B di Indonesia yaitu 14
per 100.000 penduduk. Dan tahun 2005 di Sumatera Utara PR hepatitis B
yaitu 52 per 100.000 penduduk.12 Pada tahun 2008, PR hepatitis C di
Indonesia 3 per 100.000 penduduk, dengan PR tertinggi di provinsi DKI
Jakarta yaitu 31 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan penelitian Greten dkk. (2005) di Jerman pada 389
penderita kanker hati tahun 1998-2003, penderita pria yaitu 309 orang
(79,43%) dan wanita yaitu 80 orang (20,57%). Penderita dengan riwayat
penyakit sebelumnya hepatitis B yaitu 57 orang (14,6%), hepatitis C yaitu
78 orang (20,05%), hepatitis B dan C yaitu 7 orang, hemokromatosis yaitu
17 orang (4,37%), dan sisanya tidak berhubungan dengan riwayat penyakit
sebelumnya.33 Menurut penelitian Nouso dkk. (2008) di Jepang dengan
desain cohort, RR penderita hepatitis C untuk terkena kanker hati 0,96
sedangkan RR penderita hepatitis B adalah 1,1.
2. Sirosis
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari
pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan
salah satu penyebab kematian pada sirosis hati.21 Pada tahun 2002, PMR
sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.11 Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati
untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
sirosis hati. Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat
meningkat di masyarakat. Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan
berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis
hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih
belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis
dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol
yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang
pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat
mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran
hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-
beda tiap negara, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan
oleh alkohol.21. Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham
dengan desain cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena
kanker hati, RR HBV yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39.29 Sedangkan di
Indonesia terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus
hepatitis B menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C
sebesar 30-40% dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
3. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) Aflatoksin B1 adalah zat racun yang
dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, sering ditemukan pada jenis
polong-polongan yang sudah menghitam dan mengeriput serta produk
olahannya yang kadaluarsa seperti kacang tanah, kacang kedelai, keju dll.
Aflatoksin terbentuk dalam makanan yang disimpan berbulan-bulan di
lingkungan panas dan lembab. Mekanisme karsinogenisitas aflatoksin
sehingga dapat meningkatkan kejadian kanker hati yaitu dengan
menghasilkan mutasi-mutasi gen, di mana mutasi gen tersebut bekerja
menggangu fungsi penekan tumor.36 Menurut penelitian Gameell dkk.
(2009) di Mesir dengan menggunakan desain penelitian case control,
terdapat korelasi positif antara kejadian kanker hati dengan kadar
aflatoksin dalam tubuh (p<0,01) yaitu terjadi peningkatan kadar aflatoksin
pada penderita kanker hati.
4. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu
kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan
di mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati
sehingga menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati.38 Kanker
hati akan berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan
hemokromatis keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling
besar adalah hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati.
Pengangkatan efektif kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak
akan mengurangi risiko menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis
hati.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut
menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,
peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis
hati alkoholik.2
2.5. PATOFISIOLOGI
agen penyebab
turn over sel hati karena injury
regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi
kerusakan oksidatif DNA
transformasi maligna hepatosit
timbul perubahan genetik: perubahan kromosom, aktivasi onkogen seluler, inaktivasi gen supresor tumor; dan bersamaan dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, induksi-
induksi fase pertumbuhan dan angiogenik
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui,
apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi
melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera
(injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan
oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti
perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor
tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA
mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik
seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi,
dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor
p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada
tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.2,5
2.6. MANIFESTASI KLINIS
timbul perubahan genetik: perubahan kromosom, aktivasi onkogen seluler, inaktivasi gen supresor tumor; dan bersamaan dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, induksi-
induksi fase pertumbuhan dan angiogenik
HEPATOMA
1. Fase dini umumnya asimtomatis.
2. Fase lanjut: gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau
perasaan tidak nyaman kuadran kanan atas abdomen, seperti rasa penuh
di abdomen, ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas, perasaan lesu,
nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, keluhan lain terjadinya
perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut),
tidak bisa tidur, demam, kaki bengkak, kuning, nyeri otot. Keluhan
gastrointestinal adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare, berak
hitam, muntah darah dan perdarahan dari dubur, dan lain-lain. Sesak nafas
dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali dengan atau tanpa
’bruit’ hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrofi otot.1,2
2.7. DETEKSI DINI DAN DIAGNOSA KANKER HATI
SELULAR ( HEPATOMA )
Dengan perkembangan teknologi yang kian canggih dan kian maju pesat,
maka berkembang pulalah cara-cara diagnosa dan terapi yang lebih menjanjikan
dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi awal
terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70-95% dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60-70%.1
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular menurut PPHI ( Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia ), yaitu :
1.Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2.AFP ( Alphafetoprotein ) yang menigkat lebih dari 500 mg/ml.
3.Ultrasonography ( USG ), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scan
(CT Scann ), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Angiogrphy, ataupun
Positron Emission Tomography ( PET ) yang menunjukkan adanya Kanker
Hati Selular.
4.Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5.Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker
Hati Selular.1,2
Diagnosa kanker hati selular didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima
kriteria atau hanya satu kriteria empat atau lima.2
Stadium Kanker Hati
Stadium I : satu fokal tumor berdiameter < 3 cm yang berbatas hanya
pada salah satu segment tetapi bukan di segment I hati.
Stadium II : satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multifokal tumor terbatas pada lobus
kanan atau kiri hati.
Stadium III : tumor pada segment I meluas ke lobus kiri ( segment IV )
atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor
dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah
( vascular ) atau pembuluh empedu ( biliary duct ) tetapi
hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV : multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan
dan lobus kiri hati.
- atau tumor denagn invasi ke dalam pembuluh darah
hati (intra hepaticvascular) ataupun pembuluh
empedu (biliary duct).
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar
hati (extra hepatic vessel) ataupun pembuluh darah
limpa (vena lienalis).
- Atau vena cava inferior.
- Atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium
AFP ( Alphafetoprotein ) adalah salah satu petanda tumor yang paling
umum digunakan pada kanker Hati Selular. Kadar AFP meningkat pada 70-90%
penderita Kanker Hati Selular. AFP merupakan protein serum normal yang
disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran
gastrointestinal fetal. Nilai normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml dan kadar lebih
dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk kanker Hati Selular.
Nilai AFP normal dapat ditemukan juga pada Kanker Hati Selular stadium
lanjut.1,6
B. Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks perlu dikerjakan secara rutin dan berguna untuk melihat
peninggian diafragma kanan dan ada tidaknya gambar metastasis ke paru. Pada
umumnya tumor hati yang letaknya dekat diafragma, bila mengalami pembesaran
akan mendesak diafragma. Kanker hepatoselular ini bisa dijumpai di dalam hati
berupa benjolan berbentuk kebulatan ( nodule ) satu buah, dua buah atau lebih
atau bisa sangat banyak dan diffuse ( merata pada seluruh hati atau berkelompok
di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.2,3
C. Ultrasonografi ( USG )
Dengan USG ditemukan adanya hati yang membesar, permukaan yang
bergelopmbang dan lesi-lesi fokal intra hepatik. Biasanya menunjukkan struktur
eko yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik
sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya ireguler.7
D. Computed Tomografi Scan ( CT Scan)
Pada kanker hati primer, akan memperlihatkan suatu massa dengan densitas
rendah bila dibandingkan dengan jaringan yang normal.2
E. Sintigrafi Hati
Sintigrafi hati sering dipakai untuk mendeteksi lkelainan hati. Untuk melihat
kelainan hati secara sintigrafi, biasanya dipakai zat radiofarmaka 113In, 99mTc.
Pemetriksaan sintigrafi bergantung pada aktivitas fungsi fagosit hati. Pada kanker
Hati primer akan memperlihatkan penampungan zat radiofarmaka karena kamker
hati merupakan suatu kelaiana yang vaskuler dan masih bersifat memiliki aktivitas
metabolisme.3
F. Angiografi
Angiografi bermanfaat untuk menentukan lokasi, diagnosis dan menentukan
apakah dapat di operasi atau tidak serta untuk melihat seberapa luas kanker yang
sebenarnya. Kanker yang kita lihat USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan
ukuran USG bisa saja ukuran yang senenarnya dua atau tiga kali lebih besar.3
G. Magnetic Resonansi Imaging ( MRI )
Dengan MRI dapat menjelaskan secara akurat ( tepat ) keterlibatan
parenkim dan batas-batas tumor. Struktur vaskuler, yerutama vena hepatic dan
vena kava inferior, lebih jelas bahkan pada pasien terkecil sekalipun. MRI lebih
dapat menetkan secara lebih akurat stadium tumor sebelum pengobatan dibanding
CT Scan.3
H. Biopsi hati
Biopsi hati menggunakan teknik biopsi aspirasi jarum halus ( fine needle
aspiration biopsy ) terutama untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiology imaging dan laoratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma. Biopsi dilakukan sesuai dengan petunjuk USG atau CT Scan dan
mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang lebih tinggi.3,4
2.9. DIAGNOSISUntuk tumor dengan diameter lebih 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP
serum ≥ 400 ng/ml adalah diagnostic. Selain itu menurut Parves et al (2004)
kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal
terutamanyadengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 ± 95% dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 ± 70%.
Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference
Kriteria sito-histologis
Kriteria non-invasif (khusus pasien sirosis hati):
Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/angiografi)
Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:
Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial Kadar AFP serum ≥ 400 ng/ml
Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk
lesi berdiameter >2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan
pilihan terapi.
Untuk tumor berdiameter < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara
non invasive karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis palsu akibat belum
matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan
biopsy tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI
(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan
adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria
atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.1,2
2.10. PENATALAKSANAAN BERDASARKAN STADIUMBanyak sistem stadium KHS yang dipakai. Dengan memperhatikan
modalitas terapi, prognosis dan segi praktis maka sistem stadium dari
”Barcelona clinic liver cancer”:
Stadium Ukuran tumor
Fungsi hati
Pilihan tatalaksana
Harapan hidup
Stadium A (awal)
A1
A2
A3
A4
Tunggal < 5 cm
Tunggal < 5 cm
Tunggal < 5 cm
3 tumor, < 3 cm
HP (-), bil.
Normal
HP (+), bil.
Normal
HP (+), bil.
Abnormal
Child pugh A-B
Tatalaksana kuratif
A1: reseksi
A2-A4: transplantasi / ablasi lokal
50-70% pada 5 tahun
Stadium B
Besar, > 5 cm, multinodular
Child pugh A-B
TACE (Transarterial
50% pada 3 tahun
(intermedi
et)
chemoembolization) atau TAE
(Transarterial embolization)
Stadium C (lanjut)
Invasi vaskuler /
penyebaran ekstrahepatik
Child pugh A-B
TACE atau TAE bila tidak ada
metastatis ekstrahepatik
< 10% pada 3 tahun
Stadium D “end stage”
Berapapun Child pugh C
Transplantasi (bila tidak ada
kontraindikasi)
Simptomatis
Mati dalam waktu < 1
tahun
Keterangan:
HP: Hipertensi Porta
Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCLC)
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus
didasari oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang
buruk pada operasi segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih
ada banyak cara misalnyatransplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri,
injeksi tumor dengan etanol agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil
tindakan tersebut masih belum memuaskan danangka harapan hidup 5
tahun masih sangat rendah.1,5
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya
multi-nodularitas, resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu
kanker hati juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah
kuratif. Pilihan terapiditetapkan berdasarkan atas ada-tidaknya sirosis,
jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik.2
a. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati
memberikankemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan parenkim hati yangmengalami disfungsi.Kematian
pasca transplantasi tersering disebabkan olehrekurensi tumor di dalam
maupun di luar transplan.Rekurensi tumor bahkanmungkin diperkuat
oleh obat antirejeksi yang harus diberikan.Tumor yang berdiameter
kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan
tumor yang diameternya lebih dari 5 cm.2
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya
mempunyai fungsihati normal pilihan utama terapi adalah reseksi
hepatik.Namun untuk pasiensirosis diperlukan kriteria seleksi karena
operasi dapat memicu timbulnya gagalhati yang harapan hidupnya
menurun. Parameter yang dapat digunakan adalahskor child plug dan
derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan
derajathipertensi portal saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa
hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat
mencapai 70%.Kontraindikasitindakan ini adalah adanya metastatis
ekstrahepatik,kanker hati difus ataumultifokal, sirosis stadium lanjut
dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhiketahanan pasien
menjalani operasi.1,2
c. Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan
kimia (alkohol, asamasetat) atau dengan memodifikasi
suhunya(radiofrequency,microwave, laser, cryoablation).Injeksi etanol
perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena
efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah.Dasar
kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular Dan
fibrosis.Untuk tumor kecil (diameter < 5cm) pada pasien sirosis
Chiild-Pugh A, angka harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 50%.PEI
bermanfaat untuk pasien dengan tumorkecil yang resektabilitasnya
terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A.
Radio frequency Ablation (RFA) menunjukkan angka
keberhasilan yang lebihtinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi
untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak
berpengaruh terhadap harapan hidup pasien.Selain itu,RFA lebih
mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan
PEI.Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam
poliprenoik (polyprenoic acid)selama 12 bulan dilaporkan dapat
menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara bermakna
dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).
d. Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium
menengah-lanjut(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi
standarnya.Berdasarkan metaanalisis, pada stadium ini hanya
TAE/TACE(transarterial embolization / chemoembolization)saja
yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta
dapatmeningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang
tidak resektabel.TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun
dianjurkan pada pasien yangfungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A)
serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau
penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapiradikal. Namun
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat.Adapun
beberapa jenis terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe;
sepertiimunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen,
antiandrogen, oktreotid, radiasiinternal, kemoterapi arterial atau
sistemik masih memerlukan penelitian lebihlanjut untuk mendapatkan
penilaian yang meyakinkan. 3,5
Penatalaksanaan komplikasi sirosis hati
1. Asites dan edema
Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan
membatasiasupan garam dan air.Jumlah diet garam yang dianjurkan
biasanya sekitar dua gram per hari, dan cairan sekitar satu liter
sehari. Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat
menurunkandan menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar
pasien. Bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat
dilakukan parasintesis abdomen untuk mengambil cairan asites
sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi
abdomen, dan ataukesulitan bernapas karena keterbatasan geralan
diafragma, parasintesis dapatdilakukan dalam jumlah lebih dari 5
liter (large volume paracentesis = LVP ). Pengobatan lain untuk asites
refrakter adalah TIPS (Transjugular intravenous porto systemic shunting)
atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises
Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal
lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat
pecahnya varises.Sekali varises mengalami perdarahan, bertendensi
perdarahan ulangdan setiap kali berdarah, pasien berisiko
meninggal.Karena itu pengobatan ditujukan untuk pencegahan
perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang dikemudian
hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang
dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan
tekanan vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena
porta, maupun prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta non-
selektif.Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai
untuk mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan ulang varises
pasiensirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir,
perubahankepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya
harus mulaidiobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral.Untuk
mendapat efek laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga
pasien buang air besar duasampai tiga kali sehari.Bila gejala enselopati
masih tetap ada, antibiotika oralseperti neomisin atau metronidazol dapat
ditambahkan. Pada pasien ensefalopatihepatik yang semakin jelas, ada
tiga tindakan yang harus segera diberikan:
a. singkirkan penyebab enselopati yang lain,
b. perbaiki atau singkirkan faktor pencetus dan
c. segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama,
seperti : klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa,
natibiotika(neomisin, metronidazol atau vankomisin), asam amino
rantai cabang, bromokriptin, preparat zenk, dan atau ornitin
aspartat. Bila enselopati tetapada, atau timbul berulang kali dengan
pengobatan empiris, dapatdipertimbangkan transplantasi hati.5,8
2.11. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis kanker hepatoselular adalah jelek. Tanpa
pengobatan biasanya terjadi kematian kurang dari satu tahun sejak keluhan
pertama. Pada pasien kanker hepatoselular stadium dini yang dilakukan
pembedahan dan diikuti dengan pemberian sitostatik, umur pasien dapat
diperpanjang antara 4-6 tahun, sebaliknya pasien kanker hepatoselular stadium
lanjut mempunyai masa hidup yang lebih pendek.5
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesa Pribadi
Nama : Ismail
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Menikah
Agama : Islam
Pekerjan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Ismail harus dsn XV Bandar Khalifah
Suku : Jawa
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan
keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami ±2 minggu ini, tetapi dirasakan
paling memberat dalam 1 minggu ini. Nyeri perut kanan atas sebenarnya
sudah dirasakan os sejak 7 bulan yang lalu bersifat hilang timbul. Nyeri
yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan perut terasa penuh.
Pasien juga mengeluhkan perut kanan atas membesar sejak ±2
tahun yang lalu dan juga mengeras yang dirasakan dalam ±7 bulan ini.
Mual juga dirasakan os sejak 7 hari yang lalu dan tidak disertai
muntah. Nafsu makan os juga menurun sejak 3 tahun lalu dan os juga
mengaku jika berat badan os menurun selama 2 tahun ini.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang yang dirasakan
1 minggu ini, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan bersifat hilang
timbul dan nyeri tidak menjalar.
BAK os (+) normal ±3-5 x per hari dengan volume 1 aqua gelas
per kali BAK warna kuning jernih, BAB (+) normal 1-2 x perhari per kali
BAB.
RPT : DM disangkal, Hipertensi disangkal
RPO : ada, tetapi os lupa nama obat
RPK : (-)
Anamnesa Umum
- Badan kurang enak : ya
- Merasa capek/lemas : ya
- Merasa kurang sehat : ya
- Menggigil : tidak
- Nafsu makan : menurun
- Tidur : terganggu
- Berat badan : menurun
- Malas : ya
- Demam : tidak
- Pening : ya
Anamnesa Organ
1.Cor
- Dyspneu d’effort : tidak - Cyanosis : tidak
- Dyspneu d’repost : tidak - Angina pectoris : tidak
- Oedema : tidak - palpitasi cordis : tidak
- Nycturia : tidak - Asma cardial : tidak
2. Sirkulasi perifer
- Claudicatio intermitten : tidak - Gangguan tropis : tidak
- Sakit waktu istirahat : tidak - kebas-kebas : tidak
- Rasa mati ujung jari : tidak
3. Tractus respiratorius
- Batuk : tidak - Stridor : tidak
- Berdahak : tidak - Sesak nafas : tidak
- Hemaptoe : tidak - Pernafasan cuping hidung :
tidak
- Sakit dada waktu bernafas : tidak - Suara parau : tidak
4. Tractus Digestivus
A. Lambung
- Sakit di epigastrium sebelum /
sesudah makan : ya
- Sendawa : tidak
- Rasa panas di epigastrium : tidak
- Anoreksia : ya
- Muntah (freq, warna, isi, dll) : tidak
- Mual : ya
- Hematemesis : tidak - Dysphagia : tidak
- Foetor es ore : tidak - Pyrosis : tidak
B. Usus
- Sakit di abdomen : tidak - Melena : tidak
- Borborygmi : tidak - Tenesmi : tidak
- Defekasi (freq, warna, konsistensi): ya, Freq 1-2x/hari, kuning,
lembek
- Flatulensi :tidak
- Obstipasi : tidak
- Haemorrhoid : tidak
- Diare (freq, warna, konsistensi): tidak
C. Hati dan saluran empedu
- Sakit perut kanan : ya
- memancar ke : tidak - Asites : tidak
- Kolik : tidak - Oedema : tidak
- Ikterus : tidak - Berak dempul : tidak
- Gatal-gatal di kulit : tidak
5. Ginjal dan saluran kencing
- Muka sembab : tidak - Polyuria : tidak
- Kolik : tidak - Oliguria : tidak
- Miksi (freq, warna, sebelum - Anuria : tidak
/sesudah miksi, mengedan) :ya, ± 3x/hariKuning jernih
- Polakisuria : tidak
6. Sendi
- Sakit : tidak - Sakit digerakkan : tidak
- Sendi kaku : tidak - Bengkak : tidak
- Merah : tidak - Stand abnormal : tidak
7. Tulang
- Sakit : tidak -Fraktur spontan : tidak
- Bengkak : tidak - Deformasi : tidak
8. Otot
- Sakit : tidak - Kejang-kejang : tidak
- Kebas-kebas : tidak - Atrofi : tidak
9. Darah
- Sakit di mulut dan lidah : tidak -Muka pucat : ya
- Mata berkunang-kunang : tidak - Bengkak : tidak
- Pembengkakan kelenjar : tidak - Penyakit darah : tidak
- Merah di kulit : tidak - Perdarahan Sub kutan :
tidak
10.Endokrin
A. Pankreas
- Polidipsi : tidak - Pruritus : tidak
- Polifagi : tidak - Pyorrhea : tidak
- Poliuri : tidak
B. Tiroid
- Nervositas : tidak -Struma: tidak membesar
- Exoftalmus : tidak - Miksodem : tidak
C. Hipofisis
- Akromegali : tidak
- Distrofi adipos kongenital : tidak
11. Fungsi Genital
- Manarche : - - Ereksi : TDP
- Siklus haid : - - Libido seksual: TDP
- Menopause : - - Coitu s : TDP
- G/P/Ab : -
12. Susunan syaraf
- Hipoastesia : tidak - Sakit kepala : ya
- Parastesia : tidak - Gerakan tics : tidak
- Paralisis : tidak
13. Panca indera
- Penglihatan : normal - Pengecapan : normal
- Pendengaran : normal - Perasaan : normal
- Penciuman : normal
14. Psikis
- Mudah tersinggung : tidak - Pelupa : tidak
- Takut : tidak - Lekas marah : tidak
- Gelisah : ya
15. Keadaan sosial
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Hygiene : sedang
Anamnesa penyakit terdahulu : Tidak ada
Riwayat pemakaian obat : Ada tetapi os lupa nama obat
Anamnesa penyakit veneris
Bengkak kelenjar regional : TDT - Pyuria : TDT
Luka – luka di kemaluan : TDT - Bisul – bisul : TDT
Anamnesa intoksikasi : baygon
Anamnesa makanan :
- Nasi : freq 2 kali sehari - Sayur : ya
- Ikan : ya - Daging : ya
Anamnesa family :
- Penyakit-penyakit family : Tidak ada
- Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
- Anak-anak : 4, Hidup : 4, Mati : -
Status Praesens
Keadaan Umum :
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Temperatur : 36,2°C
Pernafasan :24 x/menit, reg, tipe pernafasan thorakal-
abdominal
Nadi : 86 x/menit, equal,tegangan sedang, volume sedang
Keadaan Penyakit
- Anemi : ya - Eritema :tidak
- Ikterik : tidak - Turgor :baik
- Sianose : tidak - Gerakan aktif : ya
- Dispnoe : tidak - Sikap tidur paksa :tidak
- Edema : tidak
Keadaan Gizi
BB : 39 kg TB = 150 cm
RBW = BB/(TB-100) x 100%
=39 (150-100) x 100% = 78% Kesan : Underweight
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
- Pertumbuhan rambut : normal
- Sakit kalau dipegang : tidak
- Perubahan lokal : tidak
a. Muka
- Sembab : tidak - Parese : tidak
- Pucat : ya - Gangguan lokal : tidak
- Kuning : tidak
b. Mata
- Stand mata : normal - Ikterus : tidak
- Gerakan : normal - Anemia : ya
- Exoftalmos : tidak - Reaksi pupil :isokor. ka = ki
D = 2 mm
- Ptosis : tidak - Gangguan lokal : tidak
c. Telinga
- Sekret : tidak -Bentuk : normal
- Radang : tidak -Atrofi : tidak
d. Hidung
- Sekret : tidak - Benjolan-benjolan : tidak
- Bentuk : normal
e. Bibir
- Sianosis : tidak - Kering : tidak
- Pucat : tidak - Radang : tidak
f. Gigi
- Karies : ya - Jumlah : 28
- Pertumbuhan : normal - Pyorrhoe alveolaris : tidak
g. Lidah
- Kering : tidak - Beslag : tidak
- Pucat : tidak - Tremor : tidak
h. Tonsil
- Merah : tidak - Membran : tidak
- Bengkak : tidak - Angina lacunaris : tidak
- Beslag : tidak
2. Leher
Inspeksi
- Struma : tidak teraba - Torticolis : tidak
- Kelenjar bengkak : tidak - Venektasi : tidak
- Pulsasi vena : tidak
Palpasi
- Posisi trachea : medial - Tekana vena jugularis : tidak teraba
- Sakit/nyeri tekan : tidak - Kosta servikalis : tidak
3. Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris ka=ki - Pembengkakan : tidak
- Bendungan vena : tidak - Pulsasi verbal : tidak
- Ketinggalan bernafas : tidak - Mammae :normal
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak
- Fremitus suara : Stem fremitus dex = sin kesan : normal
- Fremissement : tidak
- Iktus kordis : tidak teraba
a. Lokalisasi : tidak
b. Kuat angkat : Tidak
c. Melebar : Tidak
d. Iktus negatif : Tidak
Perkusi
- Suara perkusi paru : sonor di kedua paru
- Batas paru hati :
Relatif : ICR V
Absolut : ICR VI
Gerakan bebas : 2 cm
Batas jantung :
- Atas : ICR III sinistra
- Kanan : Linea parasternalis dextra
- Kiri : 2cm medial Linea midclavicula sinistra
Auskultasi
- Paru-paru
Suara pernafasan : vesikuler seluruh lapangan paru
Suara tambahan:
- Ronkhi basah :(-)
- Ronkhi keing :(-)
Heart rate : 86 x/menit, reguler, intensitas sedang
Suara katup :
M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2
Suara tambahan :
Desah jantung fungsionil/organis : -
Gesek pericardial/pleurocardial : -
4. Thorax belakang
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris -Benjolan-benjolan : tidak
- Ketinggalan bernafas : tidak
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak
- Fremitus suara : Stem fremitus dex = sin kesan : normal
- Fremissement : tidak
- Penonjolan – penonjolan : tidak
Perkusi
- Suara perkusi paru : sonor di kedua paru
- Batas bawah paru :
Kanan : proc. Spin. Vert. Tyh : ICR IX
Kiri : proc. Spin. Vert. Tyh : ICR X
Gerakan bebas : 2 cm
Auskultasi
- Suara pernafasan : Vesikuler seluruh lapangan paru
- Suara tambahan :
- Ronkhi basah :(-)
- Ronkhi kering :(-)
5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak : tidak
- Venektasi/pembentukan vena : tidak
- Gembung : tidak
- Sirkulasi kolateral : tidak
- Pulsasi : tidak
Palpasi
- Defens muskular : tidak
- Nyeri tekan : ya
- Lien : tidak teraba
- Ren : tidak teraba
- Hepar : teraba , pinggir tumpul,
konsistensi keras, permukaan tidak rata, nyeri tekan (+)
Perkusi
- Pekak hati : ya
- Pekak beralih : tidak
Auskultasi
- Peristaltik usus : (+)normal
6. Genitalia
- Luka : TDP - Nanah : TDP
- Hernia : TDP - Sikatriks : TDP
7. Extremitas
a. Atas
- Bengkak : tidak | tidak
- Merah : tidak | tidak
- Stand abnormal : tidak | tidak
- Gangguan fungsi : tidak | tidak
- Tes Rumpelit : tidak | tidak
- Reflex :
Biceps : ++ | ++
Triceps : ++ | ++
b. Bawah
- Bengkak : tidak | tidak
- Merah : tidak | tidak
- Oedem : tidak | tidak
- Pucat : tidak | tidak
- Ganguuan fungsi : tidak | tidak
- Varises : tidak | tidak
- Reflex :
KPR : ++ | ++
APR : ++ | ++
Struple : ++ | ++
Pemeriksaan Laboratorium rutin
Darah
Hb 8,3 g/dl
Hitung Eritrosit 3,8 x106 /µL
Leukosit 19.600 /µL
Hematokrit 27,3 %
Trombosit 641.000/µL
Hitung Jenis leukosit
Eosinofil
Basofil
N.Stab
N.Seg
Limfosit
Monosit
LED
2%
0%
*0%
*76%
*17%
5%
(-) mm/jam
Index Eritrosit :
MCV
MCH
MCHC
70,2 fl
21,3 pg
30,4 %
αfeto protein 6,0 ng/ml
Urin : TDP
8. Ultrasonography abdomen
9. Resume
Anamneses
Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah :
Nyeri perut kanan atas yang dialami ±2 minggu ini, paling memberat
dalam 1 minggu ini, Nyeri sudah dirasakan os sejak 7 bulan yang lalu
bersifat hilang timbul, Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan perut terasa
penuh.
Perut kanan atas membesar sejak ±2 tahun dan mengeras dirasakan
dalam ±7 bulan ini.
Mual juga dirasakan os sejak 7 hari yang lalu dan tidak disertai
muntah.
Nafsu makan os juga menurun sejak 3 tahun lalu
Berat badan os menurun selama 2 tahun ini.
Nyeri pinggang yang dirasakan 1 minggu ini, seperti ditusuk-tusuk
dan hilang timbul
BAK os (+) normal ±3-5 x per hari dengan volume 1 aqua gelas per
kali BAK warna kuning jernih, BAB (+) normal 1-2 x perhari per kali
BAB.
RPT : DM disangkal, Hipertensi disangkal
RPO : ada, tetapi os lupa nama obat
RPK : (-)
Status Present
Keadaan umum Keadaan Penyakit Keadaan Gizi
Sensorium: Compos
Mentis
Tekanan Darah :
130/80mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas: 24x/menit
Suhu : 36,2°C
Anemia : ya
Ikterus : tidak
Sianosis : tidak
Dyspnoe : tidak
Edema : tidak
Eritema : tidak
Turgor : baik
Gerakan aktif : normal
Sikap paksa : tidak
TB = 150 cm
BB = 39 kg
RBW =
BB/(TB-100) x 100%
= 38/ (150-100) x 100%
=78%
Kesan : underweight
Pemeriksaan Fisik
Kepala : konjungtiva palpebra : anemis
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : inspeksi : asimetris
Palpasi : hepatomegali
Ekstremitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb 8,3 g/dl
Hitung Eritrosit 3,8 x106 /µL
Leukosit 19.600 /µL
Hematokrit 27,3 %
Trombosit 641.000/µL
Hitung Jenis leukosit
N.Stab
N.Seg
Limfosit
*0%
*76%
*17%
Index Eritrosit :
MCV
MCH
MCHC
70,2 fl
21,3 pg
30,4 %
Diagnosa Banding :
1. Hepatoma + Trombositosis esensial + Anemia Defisiensi besi
Diagnosa Sementara:
Hepatoma + Trombositosis esensial + Anemia Defisiensi besi
Terapi :
1. Aktifitas : Bed rest
2. Diet: M II
3. Medikamentosa :
- Kumbah Lambung +Antasida syr II
- IVFD RL 30 gtt/menit
- Inj.Sulfa Atropine 8 Amp dilanjutkan 4 Amp/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Antasid syr 3XC1
Pemeriksaan Usul :
Darah Rutin
Urine rutin
LFT
RFT
Elektrolit
Endoskopi
BAB IV
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Anamnesis -Gejala awal seperti:
Salivasi
Lakrimasi
urinasi dan diare
- Efek pada reseptor nikotinik
yaitu:
pegal
lemah
tremor
dipsnoe
-Efek pada sistem saraf pusat
yaitu:
bingung
gelisah
insomnia
neurosis
sakit kepala
emosi tidak stabil
bicara terbata-bata
kelemahan umum
konvulsi
Pada anamnesa pasien:
lemas
Os juga mengeluarkan busa
dari mulutnya
muntah kurang lebih 8 kali.
Muntah cair, warna putih
kekuningan, lendir (-) darah
(-).
dari muntahan dan mulut
pasien juga tercium bau
baygon.
Os mengeluh sakit kepala
beberapa saat setelah
keluhan mual-mual dan
muntah-muntah.
Batuk-batuk
Os juga megeluh sesak
napas setiap kali setelah
batuk- batuk dialami.
Os juga mengeluh BAB
mencret berwarna hitam,
konsistensi cair, lendir(-),
Frekuensi 3x/hari.
Setiap kali os ditanya,os
seperti tidak ingin menjawab
dan ingin marah,terkadang
juga terlihat gelisah.
Pemeriksaan Keracunan ringan tampak Anoreksia : (+)
Fisik anoreksia, sakit kepala,
pusing, lemah, gelisah,
tremor lidah dan kelopak
mata, miosis, dan penglihatan
kabur.
Gejala keracunan sedang
adalah mual, salivasi,
lakrimasi, kejang perut,
muntah, banyak keringat,
nadi lambat, dan fasikulasi
otot-otot.
Gejala keracunan berat
adalah diare, pupil pinpoint
dan tidak bereaksi,
pernafasan sukar, edema
paru, sianosis, kendali
sfingter hilang, kejang, koma
dan blok jantung.
Sakit kepala : (+)
Badan lemah : (+)
Gelisah : (+)
Tremor lidah : (+)
Miosis : (+) D = 2mm
Salivasi : (+)
Muntah : (+) (± 8x, cair,
putih kekuningan)
Berkeringat : (+)
HR : 60 x/menit
RR : 28 x/menit
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan urin
Pemeriksaan gula darah
Analisa gas darah
Pemeriksaan darah
lengkap
Pemeriksaan osmolalitas
serum
Pemeriksaan elektrolit,
ureum, kreatinin
EKG
Foto toraks/ abdomen,
Pemeriksaan darah rutin
Hb = 13,5 gr/dL
Ht = 37,1 %
Trombosit = 252.000/µL
Leukosit = 21.900/µL
Fungsi Hati
Bilirubin Total = 0,39 mg/dl
Bilirubin Direk= *0,26 mg/dl
AST (SGOT) = *79 U/I
ALT (SGPT) = *64 U/I
Fungsi Ginjal
Skrining toksikologi untuk
kelebihan dosis obat, Tes
toksikologi kuantitatif.
Ureum = *12 mg/dl
Kreatinin = *0,21 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na)=147 mEq/L
Kalium (K)= *3,2 mEq/L
Chlorida (Cl)=*108 mEq/L
Foto thorak
Kesan pneumonia
Penatalaksana
an
Keracunan organofosfat
termasuk ke dalam emergensi
medis sehingga harus dapat
dipastikan jalan nafas pasien
yang tidak ada hambatan
(Airway), pernafasan dan
sirkuasi yang adekuat
(breathing, circulation).
Infus RL 20 gtt/menit
obat antagonis muskarinik
(Atropin) dan Oximes
( reactivated kolinesterase).
Gastrointestinal
decontamination
Cuci lambung sering sekali
digunakan sebagai intervensi
yang pertama di rumah sakit
untuk kejadian intoksikasi
organofosfat.
1. Aktifitas : Bed rest
2. Diet: M II
3. Medikamentosa :
Kumbah Lambung
+Antasida syr II
IVFD RL 30 gtt/menit
Inj.Sulfa Atropine 8 Amp
dilanjutkan 4 Amp/8 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/ 12
jam
Antasid syr 3XC1
DAFTAR PUSTAKA
1. Bardiman, 2005. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan Kandung Empedu.Bab 55 Tumor Hati. Hal 469-476. SubBagian Gastroentero-Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2. Budihusodo, U..2007. Karsinoma Hati dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Keempat.Jakarta: Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 455-59.
3. Hoffbrand, A. V. 2007. Kapita Selekta Hematologi Edisi Keempat. Jakarta: Peenerbit Buku Kedokteran EGC. Pp 18-28.
4. Rasyid, A. 2006.Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan Pengobatan Kanker Hati primer. Sumatra: USU press.
5. Rasyid, A. 2006.Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepatoseluler Hepatoma.Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39. No 2.
6. Setiawan, P.B., Kusumobroto, H.O., Oesman, N., Pangestu, A.,Nusi, I.A., Heri P. 2007. Karsinoma Hepatoselular dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. pp 137-38.
7. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.
8. Supartondo, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2003.