Isi
-
Upload
firdaus-luke -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of Isi
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Menurut survei BKKBN tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak
237,6 juta jiwa dimana 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Penduduk remaja ini,
sangat berisiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan
reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap
kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka
panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu
sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia saat ini
diantaranya adalah kehamilan yang tidak dikehendaki yang seringkali menjurus kepada
aborsi yang tidak aman dan dan komplikasinya, serta kehamilan dan persalinan usia
muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi , masalah penyakit
menular seksual termasuk HIV/AIDS, serta adanya tindak kekerasan seksual seperti
pemerkosaan pelecehan seksual dan transaksi seks komersial.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
didapatkan 52% remaja perempuan, dan 51,3% remaja laki-laki memiliki pengetahuan
yang baik tentang kesehatan reproduksi. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri didapatkan
61,1% remaja perempuan dan 73% remaja laki-laki memiliki pengetahuan yang baik
tentnag kesehatan reproduksi. Pada survei ini juga didapatkan sebanyak 16,9% remaja
perempuan dan 45,5% remaja laki-laki memiliki sikap yang masih kurang terhadap
kesehatan reproduksi, dan sebanyak 2,5% remaja perempuan dan 19,1 % remaja laki-
laki memiliki perilaku yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi.
Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan remaja di Indonesia terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi sudah baik. Namun kesenjangan
antara tingkat pengetahuan dengan sikap dan perilaku yang masih kurang ini
memunculkan pemikiran adanya hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku.
1
Saat ini masih kurangnya penelitian yang membahas tentang pengetahuan, sikap,
perilaku murid SMP terhadap kesehatan reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengetahuan, sikap,
perilaku murid SMP terhadap kesehatan reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan
di SMPN 82,Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat
periode Juli 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1.2.1 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
didapatkan 16,9% remaja perempuan dan 45,5% remaja laki-laki memiliki sikap
yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi.
1.2.2 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
didapatkan 2,5% remaja perempuan dan 19,1% remaja laki-laki memiliki perilaku
yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi.
1.2.3 Belum diketahuinya sebaran pengetahuan, sikap, perilaku pada murid Sekolah
Menengah Pertama terhadap kesehatan reproduksi.
.
I.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku murid Sekolah Menengah Pertama
terhadap kesehatan reproduksi dan faktor yang berhubungan di Kecamatan Grogol
Petamburan Jakarta periode Juli 2015.
2
1.3.2 Tujuan khusus
1. Diketahuinya sebaran pengetahuan,sikap, dan perilaku terhadap Kesehatan
Reproduksi murid kelas 9 SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
2. Diketahuinya sebaran kegiatan penyuluhan, jenis kelamin, dan, pendidikan
ibu murid kelas 9 SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan
Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
3. Diketahuinya hubungan antara kegiatan penyuluhan, jenis kelamin,dan
pendidikan ibu dengan pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi murid
kelas 9 SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
4. Diketahuinya hubungan antara kegiatan penyuluhan, jenis kelamin,dan
pendidikan ibu dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi murid kelas 9
SMP Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat periode Juli 2015.
5. Diketahuinya hubungan antara kegiatan penyuluhan, jenis kelamin,dan
pendidikan ibu n dengan Perilaku terhadap Kesehatan Reproduksi murid
kelas 9 SMP Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
6. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap Kesehatan
Reproduksi murid kelas 9 SMP Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
7. Diketahuinya hubungan antara sikap dan perilaku terhadap Kesehatan
Reproduksi murid SMP kelas 9 Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta barat periode Juli 2015.
3
8. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan perilaku terhadap Kesehatan
Reproduksi murid SMP kelas 9 Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
1. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah.
2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
3. Mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis.
4. Mengetahui serta memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam
melakukan penelitian.
5. Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku pengetahuan dan perilaku
terhadap kesehatan reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan murid
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 82 , Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
1.4.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
1. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau
tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat.
2. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang
kesehatan.
3. Meningkatkan rasa saling pengertian dan kerja sama antara dan mahasiswa dan
staf pengajar.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat khususnya murid Sekolah
Menengah Pertama terhadap kesehatan reproduksi.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya murid Sekolah menengah
Pertama mengenai pentingnya pengetahuan,sikap, perilaku tentang kesehatan
4
reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan pada murid Sekolah Menengah
Pertama.
1.4.4 Manfaat bagi Puskesmas
Menjadi bahan masukan bagi Puskesmas dalam mengenalkan dan memberi
kegiatan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada murid Sekolah Menengah
Pertama di wilayah kerjanya.
1.5 Sasaran
Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015.
5
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja
2.1.1 Definisi
Menurut departemen kesehatan Republik Indonesia, kesehatan reproduksi remaja adalah
suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki
oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas
dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.Sedangkan Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.1
2.1.2. Epidemiologi
Masalah Kesehatan Reproduksi pada remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan
sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh
terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada
akhirnya. Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia saat ini
diantaranya kehamilan yang tidak dikehendaki yang seringkali menjurus kepada aborsi
yang tidak aman dan dan komplikasinya, serta kehamilan dan persalinan usia muda yang
menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi , masalah epenyakit menular
seksual termasuk HIV/AIDS, serta adanya tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan
pelecehan seksual dan transaksi seks komersial. 2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ditemukan porsi kehamilan
di usia yang sangat muda (<15 tahun) yaitu sekitar 2,8 % lebih tinggi dibanding
pedesaan yaitu sekitar 2,55%. Perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki dan
perempuan di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 cenderung meningkat
pada umur 10-24 tahun, meskipun angkanya masih dibawah 5%. Kehamilan remaja
6
kurang dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi
dibanding kehamian pada ibu berusia 20-35 tahun.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
didapatkan 52% remaja perempuan, dan 51,3% remaja laki-laki memiliki pengetahuan
yang baik tentang kesehatan reproduksi. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri didapatkan
61,1% remaja perempuan dan 73% remaja laki-laki memiliki pengetahuan yang baik
tentnag kesehatan reproduksi. Pada survei ini juga didapatkan sebanyak 16,9% remaja
perempuan dan 45,5% remaja laki-laki memiliki sikap yang masih kurang terhadap
kesehatan reproduksi, dan sebanyak 2,5% remaja perempuan dan 19,1 % remaja laki-
laki memiliki perilaku yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi. 2
2.1.3. Ciri-ciri perkembangan remaja
Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Masa rewaja awal (10-12 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Lebih dekat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Mencari identitas diri
b. Timbulnya keinginan untuk kencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
e. Berkhayal terhadap aktifitas seks
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Pengungkapan kebebasan diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai citra jasmani dirinya
d. Dapat mewujudkan rasa cinta
7
e. Mampu berpikir abstrak
Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan dengan lebih baik.3
2.1.4 Perubahan Fisik pada Masa Remaja
Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ
reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga mampu
melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda
sebagai berikut.1,3
Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks :
Terjadinya haid pada remaja puteri (menarche)
Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki
Tanda-tanda seks sekunder,yaitu:
Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah
zakar bertambah besar,terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan
berotot,tumbuhnya kumis,cambang,dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.
Pada remaja puteri pinggul melebar, pertumbuhan Rahim dan vagina, payudara
membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan (pubis).
2.1.5 Upaya Menjaga Kesehatan Reproduksi
Upaya menjaga kesehatan reproduksi wanita antara lain dengan menjaga kesahatan
vagina.Vagina perlu di jaga kesehatannya karena apabila terjadi infeksi akan sulit terjadi
kehamilan.bila infeksi vagina tidak segera diatasi,akan meluas ke organ reproduksi yang
lain,seperti endometrium.Beberapa cara yang dapat di lakukan untuk menjaga kesehatan
vagina adalah sebagai berikut:
1. selalu mebersihkan mulut vagina bagian luar setelah buang air.
2. .Bila menggunakan obat-obatan antiseptik,cukup 2 minggu sekali,yaitu di pertengahan
siklus menstruasi.
8
3. Usai di bersihkan,vagina di lap dengan tissue kering atau handuk khusus agar tidak
lembab.
4. Tidak menggunakan celana dari nylon melainkan celana dari bahan katun agar menyerap
keringat.
5. Menghetikan menahan kebiasaan buang air kecil.
6. Segera memeriksakan diri ke dokter apabila ada keluhan.
Sistem reproduksi pria juga perlu di jaga untuk mencegah infertilitas (ketidaksuburan).Beberapa
cara yang dapat di lakukan untuk menjaga kesehatan pada sistem reproduksi pria adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan pemeriksaan organ reproduksi secara rutin agar kelainan dapat di tangani
lebih awal.
2. Melindungi testis selama beraktifitas,misalnya dengan tidak menggunakan pakaian terlalu
ketat.
3. Mengurangi kebiasaan mandi dengan air panas.
4. Menjalankan pola hidup sehat.
5. Menghindari minuman beralkohol dan merokok.
2.1.6 Perubahan kejiwaan pada masa remaja
Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik, yang
meliputi:
Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi:
o Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa)
o Agresif dan mudah berekasi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh,
sehingga misalnya menjadi lebih mudah berkelahi.
Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi:
o Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik
o Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-
coba.
9
Perilaku ingin mencoba hal yang baru apabila disertai dengan adanya rangsangan seksual
dapat membawa remaja masuk dalam hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya.
Perilaku ingin mencoba-coba ini juga dapat mengakibatkan remaja mengalami
ketergantungan NAPZA (narkotika, psikotropik, dan zat adiktif lainnya, termasuk rokok
dan alcohol). 3
Dari segi kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba hal atau kegiatan yang
berhubungan dengan bidang seks merupakan hal yang sangat rawan karena dapat
membawa akibat yang buruk dan merugikan masa depan remaja, khusunya remaja puteri.
2.1.7 Pengaruh buruk akibat terjadinya hubungan seks pranikah bagi remaja
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan
rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal
ini menimbulkan akibat yang dapat dirasakan buka saja oleh pasangan, khusunya remaja
puteri tetapi juga orang tua, keluarga bahkan masyarakat sekitar. Akibat hubungan seks
pranikah :
Bagi remaja
o Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja wanita tidak perawan
o Menambah risiko tertular penyakit menular seksual (PMS), seperti: gonorea
(GO), sifilis, herpes simpleks (genitalis), clamidia, kondiloma kuminata,
HIV/AIDS.
o Remaja puteri terancam kehamilan yang tidak dinginkan, pengguran
kandungan, yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, anemia, kemandulan,
dan kematian karena pendarahan atau keracunan kehamilan.
o Trauma kejiwaan (depresi,rendah diri. Rasa berdosa, hilang harapan masa
depan).
o Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan
kesempatan bekerja
o Melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat
Bagi keluarga
o Menimbulkan aib keluarga
10
o Menambah beban ekonomi keluarga
o Pengaruh kejiawaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat di
lingkungan.
Bagi masyarakat
o Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun
o Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi
o Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat kesejahteraan
masyarakat menurun
2.1.8 Kaitan antara Kesehatan Remaja dan Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan reamaja secara keseluruhan,
karena gangguan kesehatan remaja akan menimbulkan gangguan pula pada sistem
reproduksi.1,3
Berberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja termasuk terhadap
kesehatan reproduksi remaja:
Masalah gizi
o Anemia
o Pertumbuhan yang terhambat pada remaja puteri, sehingga mengakibatkan
panggul sempit dan risiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah di kemudian
hari
Masalah pendidikan
o Buta huruf, yang mengakibatkan remaja tidak mempunyai akses terhadap
informasi yang dibutuhkannya, serta mungkin kurang mampu mengambil
keputusan yang terbaik untuk kesehatan dirinya
o Pendidikan rendah dapat mengakibatkan remaja kurang mampu memenuhi
kebutuhan fisik dasar ketika berkeluarga, dan hal ini akan berpengaruh buruk
terhadap derajat kesehatan diri dan keluarganya
Masalah lingkungan dan pekerjaan
11
o Lingkungan dan suasana kerja yang kurang memperhatikan kesehatan remaja
yang berkerja akan menganggu kesehatan remaja.
o Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan merusak
kesehatan fisik, mental,dan emosional remaja
o Masalah seks dan seksualitas
o Pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas,
misalnya mitos yang tidak benar
o Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan
seksualitas
o Penyalahgunaan dan ketergantungan napza, yang mengara kepada penularan
HIV/AIDS melalui jarum suntik dan melalui hubungan seks bebas. Masalah ini
semakin bertambahn sekarang ini.
o Penyalahgunaan seksual
o Kehamilan remaja
o Kehamilan pranikah/ di luar ikatan pernikahan
Masalah kesehatan reproduksi remaja
o Ketidak matangan secara fisik dan mental
o Risiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar
o Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri remaja
o Risiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman
2.1.8 Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja, di sampaing
mengatasi masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi
untuk menjalani masa remaja secara sehati, para remaja diharapkan mampu memelihara
kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi
yang sehat.Pembekalan pengetahuan yang diperlukan remaja meliputi:
1. Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja, pembekalan pengetahuan
tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan,dan kematangan seksual akan
12
memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang
membingukannya. Informasi tentang haid dan mimpi basah ,serta tentang alat reproduksi
remaja laki-laki dan perempuan perlu diperoleh saat remaja.1,3
2. Proses reproduksi yang bertanggung jawab, manusia secara biologis mempunyai
kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri seksualnya,dan menyalurkannya
menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga dan mengembangkan hobi yang
membangun. Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan setelah berkeluarga,
dengan tujuan melanjutkan keturunan. 1,3
3. Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap
masalah remaja yang banyak ditemukan. Remaja memerlukan informasi tersebut agar
selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat dalam bergaul dengan lawan jenisnya.
Di samping itu remaja memerlukan pemberkalan tentang kiat-kiat untuk
mempertahankan diri secar fisik maupun psikhis dan mental dalam menghadapi berbagai
godaan, sepeti ajakan berhubungan seksual dan penggunaan NAPZA. 1,3
4. Persiapan pranikah, informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap
secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan. 1,3
5. Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya,remaja perlu mendapat informasi
tentang hal ini,sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita dalam memasuki kehidupan
berkeluarga di masa depan. 1,3
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, didapatkan bahwa
perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan.4
Untuk pengukuran pengetahuan terhadap seseorang yaitu dengan menggunakan pertanyaan
baik lisan maupun tulisan. Adapun pertanyaan (test) yang dapat digunakan untuk
13
pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pertanyaan
subjektif, misalnya pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan
ganda (multiple choice), benar salah dan pertanyaan menjodohkan.
Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan objektif khususnya pertanyaan pilihan
ganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan
karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat
dinilai.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau subyek dalam
pengetahuan yang kita ketahui atau kita ukur disesuaikan dengan tingkatannya. 4
2.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
obyek, di mana hal ini tidak bisa dilihat dan hanya bisa ditafsirkan. Sikap merupakan
kecenderungan dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola tertentu, terhadap suatu
obyek akibat pendirian dan perasaan terhadap obyek tersebut, yang menjadi predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap tidak sama dengan perilaku dan individu kerap kali
menunjukkan perilaku yang berbeda dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya informasi tentang obyek tertentu, yaitu dengan berdasarkan
pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain makhluk
individual (internal).4,5
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
14
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Menurut Notoatmodjo pengaruh pengetahuan terhadap perilaku dapat bersifat langsung
maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk
praktek. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktek)
diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Seperti halnya dengan
pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan dimana saling berunut, yaitu:
a. Menerima (Receiving) Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yangdiberikan (objek).
b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadapsuatu masalah.
d. Bertanggungjawab (Responsible)Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap yang sudah positif terhadap suatu objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata,
hal ini disebabkan oleh:
1. Sikap, untuk terwujud didalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat
itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.5
Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian dikenakan pendapat responden.5
15
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan seseorang dengan sikap seseorang
mengenai keseahtan reproduksi, Pada penelitian mengenai Hubungan antara pengetahuan
dengan Sikap seksual Pranikah Remaja terhadap 184 responden di Surakarta (p<0,05) di
dapatkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja dengan sikap remaja
terhadap kesehatan reproduksi.6
2.4. Perilaku
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang
antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku adalah faktor terbesar kedua
yang mempengaruhi derajat kesehatan.4
Secara sederhana, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon/reaksi seseorang terhadap
rangsangan dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat:
a. Pasif (tanpa tindakan).
Bentuk pasif terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat dilihat oleh orang
lain, misalnya berpikir. Bentuk perilaku ini masih terselubung (covert behavior).
b. Aktif (dengan tindakan).
Respon dapat dilihat langsung oleh orang lain dan sudah tampak dalam bentuk
tindakan nyata (overt behavior). 4,5
Terbentuknya perilaku baru khususnya pada orang dewasa dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Diawali dari cognitive domain, yaitu individu tahu terlebih dahulu terhadap
stimulasi berupa objek sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada individu.
b. Active domain, yaitu timbul respons batin dalam bentuk sikap dari individu
terhadap objek yang diketahuinya.
c. Berakhir pada psychomotor domain, yaitu objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya yang akhirnya menimbulkan respons berupa tindakan. 4,5
Terdapat hubungan antara serta sikap dengan perilaku dan pengetahuan dengan perilaku.
Berdasarkan penelitian mengenai Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap terhadap
Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pra nikah Pada siswa di SMA Negeri 14
Kota Semarang Tahun Ajaran 2010/2011, yang dilakukan pada 243 murid (p<0,05)
didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku kesehatan
16
Pada penelitan lain mengenai Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja dengan Perilaku Seksual kelas X1 di SMAN 1 Gebog Kudus pada 35
responden (p<0,005) didapatkan adanya hubungan antara tingkat pengtahuan dengan
perilaku.7,8
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
2.5.1 Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan suatu cara kominukasi untuk memberikan informasi
terhadap lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam kehidupan sehari-
hari. Informasi ini bisa didapatkan dari berbagai hal misalnya media massa, adanya
penyuluhan, lingkungan sekitar yang tentunya mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang. Semakin mudah dan banyak seseorang dapat mengakses informasi tentu nya
akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Menurut penelitian mengenai Pengaruh
Penyuluhan Kesehatan Reproduksi terhadap Pengetahuan dan Sikap remaja tentang
Seksual pra nikah di wilayah SMAN 1 Masohi pada tahun 2011 didapatkan hasil
perbedaan yang bermakna (p<0,005) antara sebelum dan sesudah penyuluhan pada nilai
pengetahuan dan sikap. Pada penelitian mengenai Pengaruh Penyuluhan dengan Metode
Ceramah dan Diskusi Kelompok terhadap Perubahan Perilaku Reproduksi siswa SMU
Negeri pada tahun 2005 (P<0,005) diketahui ada hubungan yang bermakna antara kegiatan
penyuluhan dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja.9,10
2.5.4 Jenis Kelamin
Perubahan yang terjadi selama masa remaja tentu berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pengetahuan,sikap,dan perilaku terhadap
kesehatan reproduksi remaja. Berdasarkan Penelitian mengenai Personal dan Social yang
Mempengaruhi Sikap Remaja terhadap Hubungan Seks Pranikah terhadap 67 responden
berusia 17 tahun dalam penelitian didapatkan adanya hubungan yang bernakna antara jenis
kelamin dengan sikap terhadap seks pranikah (p<0,005). Hasil penelitian lain yang
mengenai Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Berisiko Remaja di kota
Makassar tahun 2009 memberikan hasil jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna
dengan perilaku berisiko kesehatan remaja, di-mana laki-laki temyata lebih berisiko dalam
17
berperilaku kesehatan daripada perempuan (p<0,005). Proporsi perilaku seksual berisiko
berat (risiko melakukan hubungan seksual bebas yang bisa mengakibatkan kehamilan)
lebih tinggi pada lakilaki karena secara sosial laki-laki cenderung lebih bebas dibanding
perempuan dan orang tua cenderung lebih protektif pada anak perempuan. Pengekspresian
dorongan seks pada laki-laki (hubungan seks) terkesan lebih ditolerir dibandingkan jika hal
tersebut dialami oleh kaum perempuan.11,12
2.5.3 Pendidikan Orangtua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi
persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam
setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak,
selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi
keluarga dan kepercayaan anak.
Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai
pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap
atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah
mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan
peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan
dan perkembangan yang normal. 5
Berdasarkan penelitian mengenai Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Dorongan Orang
Tua didapatkan tidak adanya pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan orangtua
dengan tingkat pengetahuan anak (p>0.005). Berdasarkan penelitian mengenai Pengaruh
Faktor Keluarga dalam Perilaku Seksual Remaja di Malang pada tahun 2015 yang
dilakukan terhadap 153 responden didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan perilaku anak terhadap kesehatan reproduksi.11,13
2.5.2 Pendapatan keluarga
Tingkat status ekonomi remaja juga berpengaruh pada tingkat pengetahuan, sikap,dan
perilaku terhadap kesehatan reproduksi. Kenakalan remaja juga berkaitan erat dengan
kesehatan reproduksi remaja seperti melakukan hubungan seks pra nikah,dan pengunaan
obat-obatan terlarang, Berdasarkan penelitian deskriptif mengenai Sosial Ekonomi
Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan
18
Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Terlihat adanya gambaran kenakalan remaja dari sosial
ekonomi keluarga rendah yang lebih mendominasi. kenakalan-kenakalan yang dilakukan
oleh remaja ternyata dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi, remaja yang berasal
dari sosial ekonomi rendah sering melakukan kenakalan remaja seperti berkelahi,
membolos sekolah, mencuri, merokok, tawuran. Sedangkan remaja dari sosial ekonomi
tinggi sering melakukan kenakalan remaja seperti berjudi, menonton film porno,
melakukan seks bebas dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 14
Berdasarkan penelitian mengenai Pengaruh Faktor Keluarga dalam Perilaku Seksual
Remaja dalam tahun 2015 di Malang terhadap 153 (P<0,005) diketahui status ekonomi
orang tua mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku anak terhadap kesehatan
reproduksi.13
2.5.5 Kebiasaan
Berberapa masalah kesehatan dapat terjadi akibat kebiasaan atau perilaku yang tidak sehat
pada remaja. Salah satu masalah yang dapat terjadi adalah masalah kesehatan reproduksi
remaja. Terutama masalah kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan hubungan seks
pranikah dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Kebiasaan yang kurang sehat seperti
merokok dan meminum minuman alkohol terbukti mempunyai hubungan dengan masalah-
masalah kesehatan reproduksi remaja.
Berdasarkan penelitian survey mengenai Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, remaja yang
merokok berpeluang 124 kali lebih besar untuk penyalah gunaan narkoba (p=0,000;
OR=123,777; 95% CI =51,321-298,526). Remaja yang merokok berpeluang 16 kali lebih
besar untuk minum alkohol dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah merokok
(p=0,000; OR=15,939; 95% CI=14,327-17,733)Remaja yang minum alkohol berpeluang
38 kali lebih besar untuk penyalahgunaan narkoba (p=0,000; OR=37,649; 95% CI=28,501-
49,734). Remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah berpeluang 12 kali
lebih besar untuk penyalahgunaan narkoba (p=0,000; OR=11,522; 95% CI=9,542-13,912).
Hasil analisis dalam penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa remaja yang minum
alkohol berpeluang 15,7 kali lebih besar untuk hubungan seksual pranikah dibandingkan
dengan remaja yang tidak pernah minum alkohol (p=0,000; OR=15,739; 95% CI=13,111-
18,894). 15
19
2.5.6 Tingkat religiusitas
Agama membentuk seperangkat moral dan keyakinan tertentu pada diri seseorang. Melalui
agama seseorang belajar mengenai perilaku bermoral yang menuntun mereka menjadi
anggota masyarakat yang baik. Seseorang yang menghayati agamanya dengan baik
cenderung akan berperilaku sesuai dengan norma. Tingkat religiusitas yang tinggi akan
menjauhkan perilaku seseorang untuk sesuai dengan moral yang diajarkan agamanya.
Berdasarkan penelitian mengenai Perilaku Seksual Pranikah Beresiko terhadap Kehamilan
yang Tidak Diinginkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat religusitas
seseorang dengan perilaku seks pranikah (P<0,005).16
2.5.7 Status perkawinan orang tua
Hubungan yang harmonis pada orang tua akan berdampak pada sikap dan perilaku anak.
Hubungan yang harmonis akan memberikan contoh yang baik kepada anak untuk bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, hal ini juga sekaligus dapat mencegah
anak untuk berbuat kenakalan. Berdasarkan peneilitan mengenai Factor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri Kota Padang tahun 2007
didapatkan hubungan yang signifikan antara status perkawinan orang tua dengan perilaku
seksual beresiko berat. Responden dengan struktur keluarga tidak lengkap mempunyai
peluang 3,75 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibanding struktur keluarga
lengkap (95%CI=1,71-6,38).17
2.5.8 Pasangan kencan
Berhubungan dengan lawan jenis merupakan hal yang sering dilakukan oleh remaja.
Meningkatnya rasa ingin tahu dan ketetarikan akan lawan jenis mulai timbul pada masa
remaja, membuat remaja ingin berkencan dengan lawan jenis atau berpacaran. Pacaran
bukan merupakan hal yang asing bagi remaja saat ini bahkan sudah merupakan tuntutan
jaman dan jika tidak punya pacar akan dicap kuno dan tidak gaul. Perlu ditekankan pada
remaja bahwa pacaran bukan ajang uji coba seksual tapi merupakan proses mengenal dan
memahami lawan jenis yang nantinya akan menjadi pasangan hidupnya. Jumlah pacar
yang pernah dimiliki seorang remaja juga akan berpengaruh akan perilaku kesehatan
20
reproduksinya. Berdasarkan penelitian mengenai Factor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Seksual Murid SMU Negeri Kota Padang tahun 2007 didapatkan hubungan antara
jumlah pacar yang pernah dimiliki dengan perilaku seksual yang beresiko. Responden yang
pernah memiliki pacar diatas tiga akan berpeluang 6,54 kali berperilaku seksual beresiko
(OR:6,54;95%CI=3,58-11,94).17
Penelitian yang sama membahas mengenai lama pertemuan dengan teman kencan dimana
lama pertemuan yang beresiko (< 5 jam/minggu atau > 21 jam/ minggu) memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual yang beresiko (OR: 2,88; 95%CI=1,57-
5,31). Hal ini dikarenakan waktu pertemuan yang terlalu sedikit ataupun terlalu lama
sangat memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jika terlalu singkat maka
waktu akan dimanfaatkan seefektif mungkin untuk saling melepas rindu, sedangkan jika
terlalu lama akan memberi kesempatan untuk berusaha mencoba-coba hal baru agar
pacarannya tidak membosankan.17
21
2.6 Kerangka Teori
22
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Anak SMP Terhadap Kesehatan Reproduksi
Status Perkawinan orang tua
Pasangan Kencan
Kegiatan Penyuluhan
Jenis Kelamin
Pendidiikan ibu
Status Ekonomi
Kebiasaan
Tingkat religiusitas
2.7 Kerangka Konsep
23
Kegiatan Penyuluhan
Jenis Kelamin
Pendidiikan ibu
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Anak SMP Terhadap Kesehatan Reproduksi
Bab III
Metodologi Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah metode survei yang bersifat studi deskriptif cross
sectional mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku murid sekolah menengah pertama
mengenai Kesehatan Reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 82 kelurahan Wijaya Kusuma Kelurahan Grogol Petamburan Jakarta
Barat periode Juli 2015
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2015 di SMP Negeri 82 kelurahan Wijaya Kusuma
Kelurahan Grogol Petamburan Jakarta Barat
3.3. Populasi
3.3.1. Populasi target
Semua murid SMP Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat periode Juli 2015
3.3.2. Populasi terjangkau
Semua murid SMP kelas 9 di SMP Negeri 82 kelurahan Wijaya Kusuma Kecamatan
Grogol Petamburan Jakarta Barat periode Juli 2015
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
- Murid laki-laki atau perempuan kelas 9 SMP Negeri 82 Jakarta Barat pada
periode Juli 2015
- Bersedia menjadi responden
- Hadir saat penelitian
3.4.2. Kriteria Eksklusi
- Tidak mengisi kuesioner secara lengkap
24
3.5. Sampel
3.5.1. Besar Sampel
Melalui rumus dibawah ini, didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut
( Zα )2.p.q
n1 = ____________
L2
n2 = n1 + (10%. n1)
Keterangan:
- n1 = jumlah sampel minimal
- n2 = jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen responden
yang mungkin drop out)
- zα = nilai konversi pada tabel kurva normal, dengan nilai α = 5%
didapatkan zα pada kurva normal = 1,96
- p = proporsi variabel yang ingin diteliti menurut survei SKRRI didapatkan 27%
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan reproduksi
- q = 1 – P = 100% - 27%= 73%
- L = derajat kesalahan yang masih dapat diterima sebesar 10 %.
Berdasarkan rumus didapatkan angka :
( Zα )2.p.q ( 1.96 )2 . 0,27. 0,73
n1 = ____________ = ____________________
L2 ( 0.1 )2
= 75,7
Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out maka
dihitung :
n2 = n1 + ( 10 % . n1 )
= 75,7 + ( 10 % . 75,7 )
= 83,27 ( Dibulatkan menjadi 84 subjek penelitian )
25
3.5.2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah dengan probability sampling secara systematic
sampling. Pengambilan sampel dilakukan terhadap siswa yang memenuhi kriteria
inklusi yang berasal dari 8 kelas 9 yang berjumlah 240 murid.
3.6. Sumber Data
Data primer dikumpulkan dengan memakai bantuan kuesioner yang telah diuji coba.di
SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta
Barat Periode Juli 2015.
3.7. Instrumen Penelitian
Alat dan Bahan yang diperlukan:
3.7.1 Kuisioner
3.7.2 Alat tulis
3.8. Cara Kerja:
Mengumpulkan data mengenai SMP – SMP yang berada di wilayah kerja Kecamatan
Grogol Petamburan. Pemilihan SMP tempat penelitian dilakukan secara Simple random
Sampling Berdasarkan metode tersebut dipilih SMP Negeri 82.
Mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.
Membuat kuesioner sebagai instrumen pengukuran data
Melakukan uji coba kuesioner di SMP Negeri 271, Kelurahan Sukabumi Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk
Melakukan koreksi kuesioner.
Menghubungi pihak Fakultas Kedokteran UKRIDA untuk surat permohonan izin
melakukan penelitian di SMP Negeri 82
Membawa surat permohonan dari FK UKRIDA kepada kantor kecamatan bagian
pendidikan dasar untuk pembuatan surat permohonan izin penelitian dari bagian suku
dinas pendidikan kecamatan Grogol Petamburan kepada kepala sekolah SMP Negeri 82.
Mengantar surat ke sub bagian TU sekolah SMP Negeri 82 untuk merencanakan kegiatan
pengambilan data penelitian sebanyak 1 hari.
26
Menentukan jumlah sampel minimal 84 dari total murid kelas 9 SMP Negeri 82 kelas 9
mempunyai 8 kelas dengan total murid berjumlah 240, pengambilan sampel dilakukan
pada setengah total populasi yang memenuhi kriteria inkulusi, pengambilan sampel
dilakukan secara random.
Melakukan pengumpulan data-data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner terhadap kelas 9 SMP Negeri 82, Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan
Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data dengan program SPSS.
Penulisan laporan penelitian.
Pelaporan penelitian.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yang adalah pendapatan
keluarga, pendidikan orang tua , jenis kelamin,dan kegiatan penyuluhan
Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah pengethauan, sikap, dan
perilaku anak SMP mengenai kesehatan reproduksi remaja.
27
3.10. Definisi operasional
3.10.1 Subjek Penelitian (Responden)
Subjek penelitian adalah murid-murid kelas9 SMP di SMP Negeri 82, Jakarta
Barat.
3.10.2 Tingkat pengetahuan
Definisi: jenjang atau peringkat perihal atau hal-hal yang diketahui responden
mengenai kesehatan reproduksi. Hal yang ingin diteliti adalah perilaku responden
terhadap kesehatan reproduksi.
Cara Ukur: kuesioner
Alat ukur : kuesioner
Skala pengukuran : ordinal
Hasil ukur : kategorikal pengetahuan
Pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Yang di maksud dengan Kesehatan reproduksi remaja adalah ...
1. Suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem alat reproduksi yang dimiliki
oleh remaja.
2. Suatu kondisi sehat yang menyangkut fungsi alat reproduksi yang dimiliki
oleh remaja.
3. Suatu kondisi sehat yang menyangkut proses reproduksi yang dimiliki
oleh remaja.
4. Suatu kondisi bebas dari penyakit atau kecacatan yang berhubungan
dengan sistem reproduksi yang dimiliki oleh remaja.
5. Tidak tahu
28
2. Yang termasuk permasalahan kesehatan reproduksi remaja adalah ...
1. Penyakit menular seksual (PMS)
2. Kehamilan yang tidak dikehendaki
3. Pengguguran kandungan (aborsi) yang tidak aman
4. Tindak kekerasan seksual ( pemerkosaan dan pelecehan seksual)
5. Tidak tahu
3. Yang termasuk contoh penyakit menular seksual (PMS) adalah ...
1. Gonorea (Kencing nanah)
2. Sifilis
3. Herpes simpleks (genitalis)
4. HIV/AIDS
5. Tidak tahu
4. Pengaruh buruk yang terjadi akibat pergaulan bebas adalah...
1. Menambah risiko tertular penyakit menular seksual (PMS)
2. Kehamilan yang tidak dinginkan
3. Pengguran kandungan
4. Penggunaan narkoba
5. Tidak tahu
5. Keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja
adalah…
1. Anemia
2. Buta huruf
3. Lingkungan sosial yang kurang sehat
4. Penyalahgunaan dan ketergantungan napza
5. Tidak tahu
29
6. Dibawah ini yang termasuk proses reproduksi yang bertanggung jawab
adalah...
1. Olahraga
2. Mengembangkan hobi yang membangun.
3. Mengendalikan naluri seksual
4. Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan setelah berkeluarga
5. Tidak tahu
7. Yang dimaksud dengan tanda- tanda seks sekunder adalah ...
1. Perubahan suara
2. Tumbuhnya jakun
3. Pertumbuhan payudara
4. Pinggul semakin lebar
5. Tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan
6. Pertumbuhan Rahim dan vagina
7. Tumbuh kumis dan janggut
8. Tidak Tahu
8. Cara menjaga kesehatan alat reproduksi remaja adalah …
1. Membersihkan alat kelamin setelah buang air
2. Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat
3. Tidak menahan untuk buang air kecil
4. Memeriksakan diri ke dokter apabila ada keluhan pada alat kelamin
5. Melindungi alat kelamin selama beraktifitas
6. Tidak menggunakan celana dalam yang terlalu ketat
7. Menghindari rokok dan minuman beralkohol
8. Tidak tahu
30
Untuk setiap pertanyaan penilaian yang diberikan:
Nilai 1: diberikan jika memilih tidak tahu.
Nilai 2: diberikan jika memilih 1.
Nilai 3: diberikan jika memilih 2.
Nilai 4: diberikan jika memilih > 3.
Variabel pengetahuan ada 8 pertanyaan, maka:
Skor tertinggi : 8 x 4 = 32
Skor terendah : 8 x 1 = 8
Interval : 32 – 8 = 24
Pengetahuan yang baik : (80% x 24) + 8 = 27,2
Pengetahuan yang cukup : (60% x 24) + 8 = 22,4
Pengetahuan yang kurang : 8 – 22,4
Tingkat pengetahuan dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka:
. Pengetahuan yang baik apabila didapatkan skor : 27,2 - 32
Pengetahuan yang cukup apabila didapatkan skor : 22,3 - 27,1
Pengetahuan yang kurang apabila didapatkan skor : 8 – 22,2
Kategori :
Kategori Skoring Koding
Baik 27,2 - 32 1
Cukup 22,3 - 27,1 2
Kurang 8 – 22,2 3
31
3.10.3 Sikap
Definisi: Reaksi yang masih bersifat tertutup atau kecenderungan bertindak
berdasarkan pendirian, pendapat, keyakinan individu serta dasar pengetahuan
yang dimilikinya. Hal yang ingin diteliti adalah sikap responden terhadap
kesehatan reproduksi.
Cara ukur : Kuesioner.
Alat ukur : Kuesioner.
Skala pengukuran : Ordinal.
Hasil ukur : Katergorikal sikap
Pertanyaan adalah sebagai berikut:
Pernyataan STS TS KS S SS
1. Remaja dipandang sebagai orang yang
pantas untuk mendapatkan
pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi
2. Orang tua perlu memantau pergaulan
anak
3. Anak perlu terbuka (berdiskusi)
dengan orang tua tentang kesehatan
reproduksi remaja
4. Pergaulan dengan teman sebaya
membantu saya memahami kesehatan
reproduksi remaja
5. Penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi remaja membantu remaja
menjaga kesehatan reproduksinya.
*Keterangan:
STS= Sangat tidak setuju
TS= Tidak setuju
KS= Kurang setuju
S= Setuju
SS= Sangat setuju
32
Untuk setiap pertanyaan penilaian yang diberikan:
Nilai 1 : diberikan apabila menjawab sangat tidak setuju.
Nilai 2 : diberikan apabila menjawab tidak setuju.
Nilai 3 : diberikan apabila menjawab kurang setuju.
Nilai 4 : diberikan apabila menjawab setuju.
Nilai 5 : diberikan apabila menjawab sangat setuju
Variabel sikap ada 5 pertanyaan, maka:
Skor tertinggi : 5 x 5 = 25
Skor terendah : 5 x 1 = 5
Interval : 25 – 5 = 20
Sikap yang baik : (80% x 20) + 5 = 21
Sikap yang cukup : (60% x 20) + 5 = 17
Sikap yang kurang : 5 – 16,9
Tingkat sikap dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka :
Sikap yang baik apabila didapatkan skor 21-25.
Sikap yang cukup apabila didapatkan skor 17-20,9.
Sikap yang kurang apabila didapatkan skor 5-16,9.
Kategori :
Kategori Skoring Koding
Baik 21-25 3
Cukup 17-20,9 2
Kurang 5-16,9 1
3.10.4 Perilaku
Definisi : Perilaku adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk
kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan, serta merupakan
konsekuensi logis (ideal dan normatif) dari eksistensi pengetahuan, budaya
atau pola pikir yang dimaksud. reaksi terwujud dalam gerakan tidak hanya
ucapan. Hal yang ingin diteliti adalah perilaku responden terhadap kesehatan
reproduksi.
Cara ukur : Kuesioner.
Alat ukur : Kuesioner.
Skala pengukuran : Ordinal.
Hasil ukur : Kategorikal perilaku
Pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Apakah anda pernah mencari informasi tentang kesehatan reproduksi
remaja?
a. Ya
b. Tidak
Penilaian yang diberikan:
Nilai 1: diberikan jika memilih Tidak
Nilai 5: diberikan jika memilih Ya
2. Apakah Anda selalu memberitahukan kepada orang tua saat akan bermain
dengan teman- teman Anda?
a. Ya
b. Tidak
Penilaian yang diberikan:
Nilai 1: diberikan jika memilih Tidak
Nilai 5: diberikan jika memilih Ya
3. Apakah anda pernah bertanya atau berdiskusi dengan keluarga (ayah, ibu,
kakak, abang, adik, sanak saudara) tentang kesehatan reproduksi atau yang
bersifat seksual?
a. Ya
b. Tidak
Penilaian yang diberikan:
Nilai 1: diberikan jika memilih Tidak
Nilai 5: diberikan jika memilih Ya
4. Apakah Anda pernah ikut menonton film porno atas ajakan teman?
a. Ya
b. Tidak
Penilaian yang diberikan:
Nilai 5: diberikan jika memilih Tidak
Nilai 1: diberikan jika memilih Ya
5. Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan kesehatan reproduksi remaja?
a. Ya
b. Tidak
Penilaian yang diberikan:
Nilai 1: diberikan jika memilih Tidak
Nilai 5: diberikan jika memilih Ya
Variabel perilaku ada 5 pertanyaan, maka:
Skor tertinggi : 5 x 5 = 25
Skor terendah : 5 x 1 = 5
Interval : 25 – 5 = 20
Perilaku yang baik : (80% x 20) + 5 = 21
Perilaku yang cukup : (60% x 20) + 5 = 17
Perilaku yang kurang : 5 – 16,9
Tingkat Perilaku dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka :
Perilaku yang baik apabila didapatkan skor 21-25.
Perilaku yang cukup apabila didapatkan skor 17-20,9.
Perilaku yang kurang apabila didapatkan skor 5-16,9.
Kategori :
Kategori Skoring Koding
Baik 21-25 3
Cukup 17-20,9 2
Kurang 5-16,9 1
3.10.5 Kegiatan Penyuluhan
Definisi: Proses belajar secara nonformal kepada sekelompok orang /
masyarakat tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Keikutsertaan
peserta dalam penyuluhan kesehatan tentang kesehatan reproduksi yang
diberikan baik oleh Dokter, bidan, perawat, kader,atau lembaga lainnya.
Cara Ukur : Kuesioner
Alat Ukur : Kuesioner
Skala : Nominal
Hasil Ukur : Kategorikal kegiatan penyuluhan
Katregori:
1. Pernah
2. Tidak Pernah
Kategori Koding
Pernah 1
Tidak Pernah 2
3.10.6 Jenis kelamin
Definisi: Sifat fisik yang membedakan laki-laki dan perempuan
Cara ukur: Kuesioner
Alat ukur: Kuesioner
Skala : Nominal
Hasil ukur: kategorikal jenis kelamin
Katergori:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Kategori Koding
Laki-laki 1
Perempuan 2
3.10.7 Tingkat Pendidikan ibu
Definisi: pendidikan formal terakhir selesai yang diperoleh ibu (Apa bila
responden tidak memiliki ibu maka di gantikan tingkat pendidikan ayah atau
wali) mencakup tingkat SD, SLTP atau yang sederajat, SMU atau yang
sederajat, dan Perguruan Tinggi atau Akademi atau yang sederajat.
Cara ukur : Kuesioner
Alat ukur: Kueseioner
Skala: Ordinal
Hasil ukur: Kategorikal pendidikan
Kategori:
1. Pendidikan rendah : Bila tamat atau tidak tamat SD atau
yang sederajat, tamat atau tidak tamat SLTP atau yang
sederajat, tidak tamat SMU atau yang sederajat.
2. Pendidikan sedang : Bila tamat SMU atau yang sederajat,
tidak tamat perguruan tinggi atau akademi atau yang
sederajat.
3. Pendidikan tinggi : Bila tamat akademi atau perguruan
tinggi atau yang sederajat.
Kategor
iTingkat Pendidikan Koding
TinggiTamat akademi, perguruan tinggi
sederajat.1
Sedang
Tamat SMU sederajat,tidak tamat
Akademi atau perguruan tinggi
sederajat.
2
Rendah
Tidak sekolah, tamat atau tidak
tamat SD sederajat, tamat atau
tidak tamat SMP sederajat, tidak
tamat SMU.
3
3.11. Manajamen dan Analisis Data
3.11.1. Pengumpulan Data
Data primer yang sudah diuji coba dikumpulkan dengan menggunakan
kuisioner.
3.11.2. Pengolahan Data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan akan dilakukann pengolahan berupa
editing, verifikasi, dan coding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan
menggunakan program komputer yaitu program SPSS versi 16.0.
3.11.3. Penyajian Data
Data yang didapat disajikan dengan tekstular dan tabular.
3.11.4. Analisa Data
Terhadap data yang telah diolah dilakukan analsis data dengan cara univariat
dan bivariat dengan menggunakan uji non parametrik yaitu dengan
menggunakan chi-square test
3.11.5. Intepretasi Data
Data diinterpretasikan secara deskriptif korelatif antara variabel-variabel yang
telah ditentukan.
3.11.6. Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan
dipresentasikan di hadapan staf pengajar program pendidikan ilmu kedokteran
komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana pada Juli-
September 2015 dalam forum pendidikan ilmu kesehatan komunitas FK
UKRIDA.
3.12. Etika Penelitian
Pada penelitian ini, diberlakukan informed consent kepada subjek penelitian. Subjek
penelitian diberikan jaminan bahwa data-data yang mereka berikan, dijamin
kerahasiaannya dan berhak menolak menjadi sampel.
3.13. Sarana Penelitian
3.13.1 Tenaga
Penelitian dilakukan oleh 4 orang mahasiswa kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Komunikasi, dengan dibantu oleh 1 orang pembimbing yaitu dosen IKM.
3.13.2 Fasilitas
Fasilitas yang tersedia berupa ruang perpustakaan, ruang diskusi, lembar kuisioner,
komputer, printer, program SPSS, internet, dan alat tulis.
Bab IV
Hasil Penelitain
4.1 Analisis Univariat
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan, diperoleh hasil gambaran
karakteristik responden seperti yang terdapat pada table di bawah ini
Tabel 4.1.1 Analisa Univariat Sebaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
mengenai Kesehatan Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah
Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Variabel Frekuensi Presentase (%)
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
28
28
64
23,3
23,3
53,3
Sikap
Baik
Cukup
Kurang
35
42
43
29,2
35
35,8
Perilaku
Baik
Cukup
Kurang
33
27
60
27,5
22,5
50
Total 120 100
Tabel 4.1.2 Analisa Univariat Sebaran Faktor Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9
Sekolah Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Variabel Frekuensi Presentase (%)
Kegiatan Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
23
97
19,2
80,8
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
60
60
50
50
Pendapatan Keluarga
Sesuai atau di atas UMR
Di bawah UMR
61
59
50,8
49,2
Pendidikan Ibu
Tinggi
Rendah
60
60
50
50
Total 120 100
4.2 Analisis Bivariat
Tabel 4.2.1 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi
Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82
Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Variabel
Pengetahuan Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Kegiatan Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
10
18
5
23
8
56
X2
6.816 0.033 2 Ditolak
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
15
13
15
13
30
34
X2
0.536 0.765 2
Gagal
ditolak
Pendapatan Keluarga
Sesuai atau di atas UMR
Di bawah UMR
15
13
15
13
31
33
X2
0.315 0.854 2
Gagal
ditolak
Pendidikan Ibu
Tinggi
Rendah
16
12
14
14
30
34
X2
0.821 0.663 2
Gagal
ditolak
Tabel 4.2.2 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu dengan Sikap Kesehatan Reproduksi Murid
Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan
Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Variabel
Sikap Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Kegiatan Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
15
20
3
39
5
38
X2
18.175 0.000 2 Ditolak
Jenis Kelamin
Perempuan 20 19 21
X2
1.118 0.572 2
Gagal
ditolak
Laki-laki 15 23 22
Pendapatan Keluarga
Sesuai atau di atas UMR
Di bawah UMR
27
8
17
25
17
26
X2
13.692 0.001 2 Ditolak
Pendidikan Ibu
Tinggi
Rendah
18
17
21
21
21
22
X2
0.052 0.974 2
Gagal
ditolak
Tabel 4.2.3 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi
Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82
Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode
Juli 2015
Variabel
Perilaku Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Kegiatan Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
13
20
3
24
7
53
X2
12.024 0.002 2 Ditolak
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
24
9
15
12
21
39
X2
12.522 0.002 2 Ditolak
Pendapatan Keluarga
Sesuai atau di atas UMR
Di bawah UMR
21
12
16
11
24
36
X2
5.749 0.056 2 Gagal
ditolak
Pendidikan Ibu
Tinggi
Rendah
13
20
12
12
32
28
X2
2.085 0.353 2
Gagal
ditolak
Tabel 4.2.4 Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Kesehatan
Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 3 Sekolah Menengah Pertama
Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode
Juli 2015
Pengetahuan
Sikap Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Baik
Cukup
Kurang
13
8
14
12
18
12
3
2
38
X2
40.155 0.000 4 Ditolak
Tabel 4.2.5 Analisa Bivariat Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Kesehatan
Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama
Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
periode Juli 2015
Sikap
Perilaku Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Baik
Cukup
Kurang
17
9
7
3
11
13
15
22
23
X2
13.266 0.01 4 Ditolak
Tabel 4.2.6 Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku
Kesehatan Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah
Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat periode Juli 2015
Pengetahuan
Perilaku Uji
Statistik p Df H0Baik Cukup Kurang
Baik
Cukup
Kurang
11
10
12
5
6
16
12
12
36
X2
5.438 0.245 4 Gagal
ditolak
Bab V
Pembahasan
5.1. Analisa Univariat Sebaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku mengenai
Kesehatan Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 3 Sekolah Menengah
Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat
periode Juli 2015
Dari penelitian yang telah dlakukan didapatkan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku
sebagian responden penelitian masih memilik ipengetahuan, sikap, dan perilaku yang kurang
mengenai kesehatan reproduksi. Sebanyak 53,3%, responden memiliki pengetahuan yang
kurang mengenai kesehatan reproduksi. Pengetahuan yang kurang ini dapat disebabkan oleh
rendahnya responden yang pernah mendapat penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi,
kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dapat disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya faktor intrinsik subyek seperti daya ingat, kemampuan berpikir, dan daya nalar. .
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa 35,8% responden penelitian memiliki
sikap yang tergolong masih kurang, Pada 50% responden juga memiliki perilaku yang
tergolong masih kurang.
Menurut teori Lawrence Green, bahwa perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap. Semakin tingginya pengetahuan, maka semakin baik perilaku
seseorang dalam bertindak,sedangkan semakin rendahnya pengetahuan maka semakin
kurangnya seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012 yang didapatkan 48 % remaja
perempuan, dan 48,7% remaja laki-laki memiliki pengetahuan yang kurang tentang kesehatan
reproduksi. Pada survei ini juga didapatkan sebanyak 16,9% remaja perempuan dan 45,5%
remaja laki-laki memiliki sikap yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi, dan
sebanyak 2,5% remaja perempuan dan 19,1 % remaja laki-laki memiliki perilaku yang masih
kurang terhadap kesehatan reproduksi.
5.2 Analisa Univariat Sebaran Faktor Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin Pendapatan
Keluarga, dan Pendidikan Ibu Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah
Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Hasil penelitian menunjukan dari total jumlah responden sebanyak 120 murid
didapatkan sebagian besar murid 80,8 % tidak pernah mendapat kegiatan penyuluhan
mengenai keseahtan reproduksi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Murid berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan berjumlah sama besar 50% dan tingkat pendidikan ibu
responden didapatkan hasil sebagian besar 50% ibu memiliki tingkah pendidikan rendah.
5.3 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin,dan
Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Murid Sekolah Menengah
Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Pada penelitian ini dari total 120 responden ( tabel 4.2.1) di dapatkan bawa anak
yang pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi memiliki pengetahuan
yang baik mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 10 murid, berpengetahuan cukup
sebanyak 5 murid , pengetahuan kurang sebanyak 8 murid sedangkan pada responden yang
tidak pernah mendapat penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi memiliki perilaku baik
mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 18 murid ,perilaku cukup sebanyak 23
murid ,perilaku kurang sebanyak 56 murid . Pada hubungan variabel penyuluhan
kesehatan reproduksi melalui uji statistik Chi-Square di dapatkan X2 6.816 dengan nilai p
0.033 ( p < 0,05 ) sehingga disimpulkan memiliki hubungan yang bermakna dengan variabel
pengetahuan.Hal ini sejalan dengan penelitian Wardani R (2010) di wilayah SMP Surakarta
tentang adanya pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan
reproduksi.
Pada hubungan antara variabel jenis kelamin dengan pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi remaja (tabel 4.2.1) didapatkan jumlah murid perempuan yang
mempunyai pengetahuan yang baik sebesar 15 murid, murid perempuan yang
berpengetahuan cukup 25 murid dan sebanyak 31 murid berpengetahuan kurang. Murid laki-
laki yang berpengetahuan baik didapatkan sebesar 13 murid, pengetahuan cukup 13
murid,dan sebesar 33 murid mempunyai pengetahuan yang kurangmelalui uji statistik Chi-
Square, didapatkan X2 0.536 dengan nilai p 0.765 (p>0,05) menunjukan tidak adanya
hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Wahyuni (2012) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan
pengetahuan. Hal ini disebabkan perbedaan besar sampel dimana pada penelitian ini jumlah
sampel lebih kecil , perbedaan subyek yang diteliti dimana subyek yang diteliti adalah siswa
SMP, dan penelitian dilakukan di kota berbeda.
Pada penelitian ini dari total 120 responden ( tabel 4.2.1 ) di dapatkan bawa anak
dengan pendidikan ibu yang tinggi memiliki pengetahuan baik mengenai kesehatan
reproduksi sebanyak 5 anak,pegetahuan cukup sebanyak 3 anak,pengetahuan kurang
sebanyak 9 anak.pada ibu dengan pendidikan sedang didapatkan 11 anak memiliki
pengetahuan yang baik, pada 11 anak mempunyai pengetahuan yang cukup, dan pengethaun
kurang pada 21 anak. Sedangkan anak dengan pendidikan ibu yang rendah memiliki
pengetahuan baik mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 12 anak,pengetahuan cukup
sebanyak 14 anak,pengetahuan kurang sebanyak 34 anak. Pada hubungan variabel
pendidikan ibu melalui uji statistik Chi-Square di dapatkan X2 0.821 dengan nilai p 0,663
(p >0,05) sehingga disimpulkan bahwa tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
variabel pengetahuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Esti Mufidatul
Chusna (2009) bahwa tidak adanya pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan
orangtua dengan tingkat pengetahuan anak.
5.4 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu dengan Sikap Kesehatan Reproduksi Murid
Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82 Kelurahan
Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli 2015
Pada penelitian ini dari total 120 responden ( tabel 4.2.1) di dapatkan bahwa anak
yang pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi memiliki sikap yang
baik mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 15 anak,sikap cukup sebanyak 3 anak,sikap
kurang sebanyak 5 anak sedangkan pada anak yang tidak pernah mendapat penyuluhan
mengenai kesehatan reproduksi memiliki sikap baik mengenai kesehatan reproduksi
sebanyak 20 anak,sikap cukup sebanyak 39 anak,sikap kurang sebanyak 38 anak. Pada
hubungan variabel penyuluhan kesehatan reproduksi melalui uji statistik Chi-Square di
dapatkan X2 18.175 dengan nilai p 0.000 ( p < 0,05 ) sehingga disimpulkan memiliki
hubungan yang bermakna dengan variabel sikap.Hal ini sejalan dengan penelitian di wilayah
SMAN 1 Masohi pada tahun 2011 tentang adanya pengaruh penyuluhan kesehatan
reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap.
Pada hubungan antara variabel jenis kelamin dengan sikap mengenai kesehatan
reproduksi remaja (tabel 4.2.2) ) didapatkan jumlah murid perempuan yang mempunyai
sikap yang baik sebesar 20 murid, murid perempuan yang bersikap cukup 19 murid dan
sebanyak 21 murid memiliki sikap kurang. Murid laki-laki yang memiliki sikap baik
didapatkan sebesar 15 murid, sikap yang cukup 23 murid,dan sebesar 22 murid mempunyai
sikap yang kurangmelalui uji statistik Chi-Square, didapatkan X2 1.188 dengan nilai p 0.572
(p>0,05) menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara kedua variabel
tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Widyastuti (2009)
bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap. Hal ini disebabkan perbedaan besar
sampel dimana pada penelitian ini jumlah sampel lebih besar , perbedaan subyek yang
diteliti dimana subyek yang diteliti adalah siswa SMP, dan penelitian dilakukan di kota
berbeda.
Pada penelitian ini dari total 120 responden ( tabel 4.2.2 ) di dapatkan bawa anak
dengan pendidikan ibu yang tinggi memiliki sikap yang baik mengenai kesehatan reproduksi
sebanyak 6 anak,sikap cukup sebanyak 5 anak,sikap kurang sebanyak 6 anak , pada ibu
dengan pendidikan yang sedang didaptkan 12 anak memiliki sikap yang baik, 16 anak
mempunyai sikap yang cukup dan pada 15 anak didapatkan sikap yang kurang. Sedangkan
anak dengan pendidikan ibu yang rendah memiliki sikap baik mengenai kesehatan
reproduksi sebanyak 17 anak,sikap cukup sebanyak 21 anak,sikap kurang sebanyak 22 anak.
Pada hubungan variabel pendidikan ibu melalui uji statistik Chi-Square di dapatkan X2
0.486 dengan nilai p 0,975 (p > 0,05) sehingga disimpulkan tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan variabel sikap. Tidak di temukannya penelitian sebelumnya yang dapat di
jadikan perbandingan
5.5 Analisa Bivariat Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan, Jenis Kelamin
Pendapatan Keluarga, dan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi
Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82
Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode
Juli 2015
Pada penelitian ini dari total 120 responden ( tabel 4.2.1) di dapatkan bahwa anak
yang pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi memiliki perilaku yang
baik mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 13 anak,perilaku cukup sebanyak 3
anak,perilaku kurang sebanyak 7 anak sedangkan pada anak yang tidak pernah mendapat
penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi memiliki perilaku baik mengenai kesehatan
reproduksi sebanyak 20 anak,perilaku cukup sebanyak 24 anak,perilaku kurang sebanyak 53
anak. Pada hubungan variabel penyuluhan kesehatan reproduksi melalui uji statistik Chi-
Square di dapatkan X2 12.024 dengan nilai p 0.002 ( p < 0,05 ) sehingga disimpulkan
memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku.Hal ini sejalan dengan peneitian yang di
lakukan Mohammad Zainal Fatah (2005) yang mana di temukan adanya perbaikan perilaku
pada anak yang mendapat penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi.
Pada hubungan antara variabel jenis kelamin dengan perilaku mengenai kesehatan
reproduksi remaja (tabel 4.2.3) ) didapatkan jumlah murid perempuan yang mempunyai
perilaku yang baik sebesar 2415 murid, murid perempuan yang berperilaku cukup 15 murid
dan sebanyak 21 murid mempunyai perilaku kurang. Murid laki-laki yang berperilaku baik
didapatkan sebesar 9 murid, perilaku cukup 12 murid,dan sebesar 39 murid mempunyai
perilaku yang kurang melalui uji statistik Chi-Square, didapatkan X2 12.522 dengan nilai p
0.002 (p<0,05) menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hidayangsih, Tjandarani (2009) bahwa
jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku berisiko kesehatan remaja.
Pada penelitian ini dari total 120 responden (tabel4.2.3) di dapatkan bahwa anak
dengan pendidikan ibu yang tinggi memiliki perilaku yang baik mengenai kesehatan
reproduksi sebanyak 4 anak,perilaku cukup sebanyak 3 anak,perilaku kurang sebanyak 10
anak Ibu dengan pendidikan yang sedang mempunyai anak dengan perilaku yang baik
sebanyak 9 anak, sebanyak 12 anak dengan perilaku cukup ,dan 22 anak dengan perilaku
yang kurang. Sedangkan anak dengan pendidikan ibu yang rendah memiliki perilaku baik
mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 20 anak,perilaku cukup sebanyak 12 anak,
perilaku kurang sebanyak 28 anak. Melalui uji statistik Chi-Square di dapatkan X2 2.085
dengan nilai p 0.353 (p> 0,05) sehingga disimpulkan tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan variabel perilaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siti
Maimunah (2015) di mana hasil penilitian menunjukan tidak ada pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku kesehatan reproduksi remaja.
5.6 Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Kesehatan
Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 3 Sekolah Menengah Pertama
Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
periode Juli 2015
Pada hubungan antara variabel pengetahuan dengan sikap mengenai kesehatan
reproduksi remaja (tabel 4.2.4) melalui uji statistik Chi-Square, didapatkan X2 40.155 dengan
nilai p 0.000 (p<0,05) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan sikap. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Kusumastuti (2010) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap kesehatan
reproduksi remaja. Hal ini berarti semakin baik pengetahuan yang dimilikinya maka semakin
baik pula sikapnya memberi respon mengenai kesehatan reproduksi remaja.
5.7 Analisa Bivariat Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi
Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 9 Sekolah Menengah Pertama Negeri 82
Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode
Juli 2015
Pada hubungan antara variabel sikap dengan perilaku mengenai kesehatan reproduksi
remaja (tabel 4.2.6) melalui uji statistik Chi-Square, didapatkan X2 13.266 dengan nilai p
0.001 (p<0,05) menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku. Hal
ini berarti bahwa sikap responden mempengaruhi perilakunya mengenai kesehatan reproduksi
remaja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Asna (2011) bahwa ada
hubungan antara sikap dan perilaku kesehatan reproduksi remaja.
5.8 Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan
Reproduksi Murid Sekolah Menengah Pertama Kelas 3 Sekolah Menengah Pertama
Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode Juli
2015
Pada hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku mengenai kesehatan
reproduksi remaja (tabel 4.2.5) melalui uji statistik Chi-Square, didapatkan X2 5.438 dengan
nilai p 0.245 (p>0,05) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan sikap. Hal ini berarti bahwa perilaku responden tidak didasari oleh
pengetahuannya mengenai kesehatan reproduksi remaja. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Astuti (2011) dimana hasil penelitan menunjukan adanya
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja.
Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan jumlah sampel yang digunakan dan perbedaan
daerah dilakukan penelitian.
Bab VI
Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku murid SMP terhadap
kesehatan reproduksi dan faktor-faktor yang berhubungan di Sekolah Menegah
Pertama(SMP) Negeri 82 Kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Periode Juli 2015 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Pada tingkat pengetahuan, didapatkan 64 murid (53,3%) memiliki
pengetahuan yang kurang, 28 murid (23,3%) memiliki pengetahuan yang
cukup, dan 28 murid (23,3%) memiliki pengetahuan yang baik
Pada tingkat sikap, didapatkan 43 murid (35,8%) memiliki sikap kurang, 42
murid (35%) memiliki sikap cukup, dan 35 murid (29,2%) memiliki sikap baik
Pada tingkat perilaku, didapatkan 60 murid (50%) memiliki perilaku kurang,
27 murid (22,5%) memiliki perilaku cukup, dan 33 murid (27,5%) memiliki
perilaku baik.
Pada sebaran responden menurut variabelnya didapatkan hasil sebagian besar
responden tidak pernah mengikuti kegiatan penyuluhan (80,8%), jumlah
responden perempuan dan laki-laki sama besar (50%), tingkat pendidikan ibu
sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah (50%).
Berdasarkan analisa hubungan antar variabel didapatkan hasil:
oTerdapat hubungan yang bermakna antara kegiatan penyuluhan
kesehatan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan
reproduksi.
oTerdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
perilaku terhadap kesehatan reproduksi.
oTerdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan kesehatan
reproduksi dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi, dan terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap kesehatan reproduksi dengan
perilaku terhadap kesehatan reproduksi
oTidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan ibu dengan pengetahuan kesehatan reproduksi.
oTidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan ibu dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi.
oTidak terdapat hubungan yang bermakna antarap pendidikan ibu
dengan perilaku terhadap kesehatan reproduksi.
oTidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
perilaku kesehatan reproduksi.
6.1 Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan bagi puskesmas di
kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat agar
meningkatkan kegiatan penyuluhan mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja terhadap
murid sekolah menengah pertama, sehingga meningkatkan pengetahuan mengenai hal
tersebut dan pada akhirnya akan membentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menjaga
kesehatan reproduksi remaja.