Isi
-
Upload
hendra-erchariri -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of Isi
BAB ILAPORAN KASUS
ANAMNESIS Autoanamnesis dan Alloanamnesis
NAMA : Masturo
UMUR : 73 Tahun
RUANG :
KELAS :Nama Lengkap : MasturoTempat dan tanggal lahir : Palembang, 03-08-1942.Umur : 73 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Komplek Perumahan Perumnas, Kenten.Jenis Kelamin : PerempuanPendidikan : Tamatan SMAMasuk Rumah Sakit : 3 Juni 2015
Dokter yang merawat : dr. H. Ibrahim, Sp. M
Dokter Muda : K. Ahmad Imanuddin, S. KedTanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2015
KELUHAN UTAMA : Mata kiri kabur
KELUHAN TAMBAHAN :
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 8 bulan yang lalu os mengaku melihat kabur seperti melihat asap
pada mata kiri. Mata kabur seperti melihat asap semakin hari semakin
bertambah berat. Keluhan disertai dengan penglihatan silau ketika melihat
cahaya, sukar melihat malam hari dan penglihatan warna terganggu.
Penglihatan ganda tidak ada, seperti melihat bayangan pelangi tidak ada,
mata merah tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, gatal tidak ada, sekret
pada mata tidak ada dan mata berair tidak ada. 6 bulan yang lalu os
melakukan operasi pterigium dan katarak pada mata sebelah kanan dan
dilakukan penanaman lensa. Mata sebelah kanan masih kabur.
2. Penyakit Riwayat terdahulu
1
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis
Pasien tidak ada riwayat trauma pada mata tidak ada
Pasien memiliki riwayat sakit katarak sebelumnya dan dioperasi
Pasien memiliki riwayat sakit perigium sebelumnya dan dioperasi
3. Penyakit keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini (orang tua).
2
PEMERIKSAAN FISIK NAMA : Masturo
UMUR: 73 Tahun
RUANG :
KELAS :Tulis semua yang didapat pada saat pemeriksaan pertama ini.
Status Generalis Keadaan Umum : Sakit Ringan Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign :
- Tek. Darah : 150 / 90 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit
- Laju Napas : 22 kali/ menit
- Suhu : 36,2 ºC
Status Oftalmologis : OD OS
Pemeriksaan OD OS
1 Visus 1/300 1/~ (baik)
2 Tekanan Intra Okuler 6 / 7,5 7 / 7,5
3 Kedudukan bolamata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4 Pergerakan bola mata
Atas Baik Baik
3
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5 Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6 Punctum lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7 Konjungtiva tarsal superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
4
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8 Konjungtiva tarsalis inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9 Konjungtiva bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (+)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan
subkonjungtiva
(-) (-)
10 Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (+) (-)
Nebula (-) (-)
5
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas (-) (-)
11 Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12 Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13 Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Cukup Cukup
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14 Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas/tidak jelas Jelas/tidak jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (+)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
6
15 Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 3 mm 3 mm
Regularitas Reguler Irreguler
Isokoria Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16 Lensa
Kejernihan (-) Keruh
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
17 Funduskopi Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
Makula lutea
7
Anjuran Pemeriksaan
1. Slit lamp (ODS)
2. Funduskopi (OD)
3. Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
IRIng Ringkasan Anamnesis & Pemeriksaan Jasmani
Nama : Masturo
Umur : 73 tahun
Ruang :
Kelas :Tulis dengan singkat data dasar yang mempunyai arti positif untuk penetapan masalah dan selanjutnya meliputi data dasar singkat dari anamnesis/pemeriksaan jasmani dan laboratorium dasar.
8 bulan yang lalu os mengaku melihat kabur seperti melihat asap Keluhan melihat asap semakin hari semakin memberat Keluhan disertai dengan penglihatan silau ketika melihat cahaya Keluhan disertai sukar melihat malam hari Keluhan disertai dengan gangguan penglihatan warna Ada riwayat 6 bulan yang lalu os melakukan operasi pterigium Ada riwayat 6 bulan yang lalu os melakukan operasi katarak pada mata sebelah
kanan dan dilakukan penanaman lensa Mata sebelah kanan masih kabur Ada riwayat sakit darah tinggi Ada riwayat sakit yang sama pada keluarga
Daftar Masalah : Visus : 1/300 (OD) + 1/~ proyeksi sinar baik (OS)
Konjungtiva Bulbi : Pterigium (OS)
Kornea : Makula (OD)
Lensa : Keruh (OS)
Kemungkinan Penyebab masalah (bisa berupa diagnosis banding dari masalah yang ada).
Pseudofakia OD
Katarak Senilis Matur + Pterigium Grade 3 OS
9
Rencana pengelolaan (rencana tindakan, pemeriksaan laboratorium dll,
rencana terapi dan edukasi) sesuai dengan masalah yang ada.
1. Medikamentosa
Cendo Lyteers 4 dd gtt 1 ODS
Catarlens 3 dd gtt 1 OS
2. Operasi :
Eksisi Pterigium OS
ECCE dan Pemasangan IOL OS
Prognosis :
Quo ad Vitam : BonamQuo ad Fungsinal : Bonam
10
BAB IILANDASAN TEORI
2.1. Anatomi Lensa Mata
Gambar 2.1. Potongan lintang cristalin lensaSumber : American Academy of Ophtalmology Staff, 2009
Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh
capsula transparan (Snell, 2006). Lensa berasal dari ektoderm permukaan dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan di depan
corpus vitreum, serta dikelilingi oleh processus siliaris. Lensa terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.
11
Lensa Mata
Gambar 2.2. Lapisan LensaSumber : wdict.net , 2011
Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai
korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut
sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar (Ilyas, 2015).
2.2. Fisiologi Lensa Mata
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi
lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi (Vaughan, Asbury and Riordan, 2012). Dengan
bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat dan kurang elastis, dan sebagai
akibatnya kemampuan berakomodasi menjadi berkurang (presbiopia). Kelemahan
ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kacamata untuk
membantu mata melihat benda-benda yang dekat (Snell, 2006).
12
Epitelium lensa sebagai tempat transport aktif dimana lensa memiliki kadar
ion kalium (K+) dan asam amino yang lebih daripada aqueous humor dan vitreous
humor yang mengelilinginya. Sebaliknya, kadar ion natrium (Na+), ion klorida
(Cl-), dan air pada lensa lebih rendah dibanding lingkungan sekitarnya.
Keseimbangan antara kation di dalam dan luar lensa merupakan hasil dari daya
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium dan enzim Na+, K+,-
ATPase yang terdapat pada membran sel epithelium lensa dan setiap serabut
lensa. Pompa natrium berfungsi memompa ion natrium keluar, sedangkan ion
kalium masuk. Mekanisme ini diatur oleh enzim Na+, K+, -ATPase dan
bergantung pada pemecahan ATP. Inhibisi aktivitas enzim Na+,K+-ATPase oleh
inhibitor spesifik ATPase ouabain dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
kation dan peningkatan kadar air dalam lensa.
Kombinasi transport aktif dan permeabilitas membran pada lensa dikenal
sebagai sistem pompa-kebocoran lensa. Berdasarkan teori pompa-kebocoran,
kalium dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif
ditransportasikan ke dalam bagian anterior lensa melalui epithelium. Ion dan
molekul tersebut kemudian berdifusi sesuai dengan gradien konsentrasi menuju ke
bagian belakang lensa, dimana tidak terjadi mekanisme transport aktif. Sedangkan
natrium mengalir masuk melalui bagian belakang lensa sesuai dengan gradien
konsentrasi kemudian terjadi pertukaran aktif antara natrium dengan kalium oleh
epitelium. Natrium kemudian dipompakan keluar melewati bagian anterior lensa
menuju aqueous humor. Sedangkan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam
lensa. Pada permukaan posterior lensa, perpindahan molekul-molekul tersebut
terjadi secara difusi pasif. Mekanisme yang asimetris ini menghasilkan suatu
gradien natrium dan kalium dengan konsentrasi kalium lebih tinggi di depan lensa
dan lebih rendah dibelakang lensa. Hal yang sebaliknya terjadi pada natrium
(Zorab, Richard et al, 2009).
2.3. Katarak
A. Definisi dan Etiologi Katarak
13
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya (Ilyas, 2015).
Hidrasi Cairan lensa : penimbunan air diantara serabut-serabut lensa /
absopsi intraseluler yang biasanya ditentukan oleh tekanan osmotik
Denaturasi protein lensa : Perubahan kimiawi dari kandungan protein
lensa, dimana protein yang semula larut dalam air menjadi tidak larut
dalam air.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa merokok, hipertensi, dan
terpapar sinar ultraviolet merupakan faktor resiko perkembangan katarak
(Kaur et al, 2006). Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi
banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin,
penyakit sistemik, merokok, dan herediter (Vaughan and Asbury, 2012).
B. Epidemiologi Katarak
Lebih dari 95% individu yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami
kekeruhan pada lensa mata. Kebanyakan diantaranya ditangani dengan
ekstraksi katarak. The Beaver Dam Eye Study melaporkan 38,8% laki-laki
dan 45,9% perempuan yang berumur lebih dari 74 tahun menderita katarak.
Diperkirakan lebih dari satu juta ekstraksi katarak dilakukan setiap tahun di
Amerika Serikat. Lebih dari 15 juta kasus kebutaan yang diobati didunia
adalah kasus katarak. Ekstraksi sering mengawali untuk pemulihan
penglihatan. The Baltimore Eye Survey menunjukkan bahwa katarak yang
tidak terobati merupakan sumber kebutaan bagi 27% bangsa African
American dan 13% bangsa kulit putih (Langston, 2008).
C. Klasifikasi Katarak
14
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Ilyas,
2015).
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1
tahun
2. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak Senil, katarak setelah usia 50 tahun.
a. Katarak Kongenital
Katarak Kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penangannya yang kurang tepat. Kekeruhan sebagian pada
lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas
dan jarang sekali mengakibatkan kekeruhan seluruh lensa. Letak
kekeruhan lensa tergantung pada saat terjadi gangguan pada
kehidupan janin.
Gangguan yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa ini dapat
terjadi karena kelainan lokal intra okular atau kelainan umum yang
menampakkan proses penyakit pada janin. Katarak kongenital dapat
terjadi bersamaan dengan proses penyakit ibu yang sedang
mengandung seperti pada rubella. Bentuk katarak kongenital yang
dapat terlihat memberikan kesan adanya perkembangan embriologik
lensa disertai saat terjadinya gangguan perkembangan lensa. Katarak
kongenital tersebut dapat dalam bentuk katarak lamelar atau zonular,
katarak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),
polaris anterior (piramidalis anterior, kutub anterior), katarak inti
(katarak nuklearis), dan katarak sutural (Ilyas, 2015).
Katarak kongenital yang menyebabkan gangguan penglihatan yang
bermakna harus dideteksi secara dini, sebaiknya diruang bayi baru
lahir oleh dokter anak atau dokter keluarga (Vaughan and Asbury,
2012). Katarak kongenital ini merupakan ancaman terhadap
penglihatan, tidak hanya karena obstruksi langsung pada penglihatan
namun juga karena gangguan bayangan retina mengganggu maturasi
15
visual pada bayi dan mengakibatkan ambliopia. Jika terdapat katarak
bilateral dan memiliki efek yang bermakna pada tajam penglihatan
maka akan terjadi ambliopia dan nistagmus. Kedua lensa yang
mengalami katarak membutuhkan pembedahan segera dan
penggunaan lensa kontak untuk mengkoreksi afakia. Tatalaksana lensa
kontak membutukan input dan motivasi dari orang tua anak (James,
Chew, and Bron , 2006).
b. Katarak Juvenil
Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak
sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih
terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya
konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract.
Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit
keturunan lain Katarak juvenil terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan
menimbulkan ambliopia dan dilakukan bila tajam penglihatan sudah
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat
bergantung pada umur penderita, bentuk katarak apakah mengenai
seluruh lensa atau sebagian lensa, dan apakah disertai kelainan lain
pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa menutupi media
penglihatan menambah kemungkinan ambliopia (Ilyas, 2015).
c. Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.
Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Katarak Senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, dan hipermatur (Ilyas, 2015).
1. Katarak Insipien
16
Dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur. Pasien mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda
dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata
depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum
terganggu.
2. Katarak Imatur
Dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap
cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada
stadium ini terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak
intumesen. Pada stadium ini terdapat miopisasi akibat lensa yang
cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu
membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan,
bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup.
Pada katarak imatur maka penglihatan mulai berangsur-angsur
menjadi kurang, hali ini diakibatkan media penglihatan tertutup oleh
kekeruhan lensa yang menebal. Pada stadium ini dapat terjadi
glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau Shadow
test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.
3. Katarak Matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah
keadaan seimbang dengan cairan mata sehingga ukuran lensa akan
menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi
normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka
normal, dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat
menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
4. Katarak Hipermatur
17
Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks
lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam
korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini juga terjadi
degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa
yang mencair keluar dan masuk ke bilik mata depan. Pada stadium
hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang
akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka.
Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah
keruh sehingga pada stadium ini disebut uji bayangan iris
pseudopositif. Bayangan iris terbentuk pada kapsul lensa anterior
yang telah keruh dengan lensa yang telah mengecil. Akibat bahan
lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea
berupa uveitis.
Tabel 2.1. Perbedaan Stadium Katarak Senil sebagai berikut (Ilyas, 2010).
Insipien Imatur Matur HipermaturKekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa NormalBertambah (air masuk)
NormalBerkurang (air dan masa lensa
keluar)Iris Normal Terdorong Normal TremulansBilik Mata Depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif PseudopositifPenyulit
- Glaukoma -Uveitis dan Glaukoma
Sumber : Ilyas, 2015
D. Gejala Katarak
Gejala yang paling umum pada katarak adalah sebagai berikut
(Hildreth, Burke, and Glass, 2009) :
1. Penglihatan berawan atau buram
2. Warna terlihat pudar
18
3. Merasa silau saat melihat lampu atau sinar matahari yang terlalu
terang
4. Sulit melihat saat malam hari
5. Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata (Gejala
ini terjadi saat katarak bertambah luas).
E. Diagnosis Katarak
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam
sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan
kebutaan. Namun, katarak pada stadium perkembangan yang paling dini
dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan
oftalmoskop, kaca pembesar atau Slit lamp.
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada
stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil tampak putih.
Derajat klinis pembentukan katarak, dengan mengganggap bahwa tidak
terdapat penyakit mata lain dapat dinilai terutama dengan uji ketajaman
penglihatan Snellen.
Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan berhubungan
langsung dengan kepadatan katarak. Namun, beberapa orang yang secara
klinis memperlihatkan katarak cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan
dengan oftalmoskop atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga
dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari (Vaughan, Asbury and
Riordan, 2012).
F. Penatalaksanaan
- Medikasi (temporer)
a. Penggunaan kacamata bantu dengan koreksi akurat
b. Meningkatkan cahaya pada saat membaca
c. Dilatasi pupil dengan pengobatan midriasis
d. Pengobatan katarak dengan penyebab DM dengan aldolase reduktase
inhibitor
19
- Operasi
Indikasi operasi katarak :
1. Mengganggu pekerjaan
2. Rehabilitasi visus (terapetik)
3. Diagnostik segmen posterior
4. Mencegah komputasi (glaucoma ambiliopia)
5. Kosmetik
a. Operasi dilakukan apabila pasien meminta agar diperbaiki ketajaman
penglihatannya, terapi bedah untuk penyakit mata (glaukoma karena
lensa, dislokasi lensa ke bilik mata depan, atau uveitis), membantu
untuk mengobati penyakit mata segmen posterior (diabetes retinopati).
b. Pasien dengan katarak stadium lebih lanjut lebih diutamakan untuk
dioperasi bila ia memiliki katarak monookuler atau binokuler. Waktu
jeda untuk operasi katarak mata sebelahnya harus berbeda dan tidak
boleh bersamaan untuk menjamin keamanan dan keberhasilan operasi
pertama sebelum operasi kedua direncanakan. Pada pasien dengan
katarak monokuler, keputusan untuk dilakukan bedah lebih kompleks.
Apabila ditemui mata yang sehat tidak menunjukkan gangguan
penglihatan yang berat, maka operasi dapat ditangguhkan.
G. Jenis-jenis bedah katarak
1. Insisi Linier
dilakukan pada katarak cair
insisis pada limbus 2 – 6 mm
kapsul anterior di insisi, masa lensa di aspirasi
penyulit: uveitis fakoanafilaktik, glaukoma sekunder, katarak
sekunder.
2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler
dilakukan pada katarak lunak
20
insisi pada limbus 10 – 12 mm
kapsulotomi anterior
ekspresi nukleus dan sisa masa lensa diaspirasi
keuntungan: dapat dilakukan insersi lensa tanam, mencegah
prolaps badan kaca, ablasi retina, distropi kornea dan mengurangi
infeksi ke intraokular.
3. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler
biasanya dilakukan pada katarak yang keras
insisi pada limbus 14 – 15 mm
lensa dijepit dengan cryoprobe atau cryopencil pada kapsul lensa
kemudian diluksasi kekanan kekiri sehingga zonulla Zinii terlepas
dan lensa dapat ditarik keluar
resiko terjadi prolaps badan kaca dan infeksi intraokular
4. Fakoemulsifikasi
merupakan cara pembedahan paling mutakhir yang dilakukan
dengan menggunakan getaran ultrasonik
insisi limbus 3–5 mm
fakofragmentasi dengan vibrasi ultrasonik
irigasi dan aspirasi kepingan-kepingan lensa.
2.4 Pterigium
Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif atau suatu perluasan pinguekula ke kornea, seperti
daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral disisi nasal maupun temporal.
Keadaan ini diduga suatu fenomena iritatif akibat sinar ultra violet, pengeringan,
dan lingkungan dengan angin banyak karena sering terdapat pada orang yang
sebagian besar hidupnya berada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari,
berdebu atau berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada
21
pada pinguekula. Lapisan Bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan
elastik (Vaughan, Asbury and Riordan, 2012).
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau dapat memberikan
keluhan mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan
memberikan keluhan gangguan pengelihatan. Pterigium dapat disertai dengan
keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi (iron
line dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium. Diagnosis banding pterigium
adalah psudopterigium, pannud dan kista dermoid. Tidak diperlukan pengobatan
karena sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterigium meradang dapat diberika steroid atau tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap koservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi gangguan pengelihatan akibat terjadinya astigmatisme
ireguler atau pterigium yang telah menutupi media pengelihatan.
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara
kering dengan kaca mata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata
buatan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air
mata buatan dalam bentuk salep. Pemberian vasokontriktor perlu dikontrol dalam
2 minggu pemakaian dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan.
Pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea.
Tindakan pembedahan kombinasi autograph konjungtiva dan eksisi adalah
suatu tindakan bedah plastic yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu
pengelihatan dan mengurangi risiko kekambuhan (Ilyas, 2015).
22
BAB III
RINGKASAN
3.1. Analisa kasus
Ibu Masturo, 73 tahun datang dengan keluhan pengelihatan kabur seperti
melihat asap pada mata kiri. Keluhan sudah dirasakan penderita ± 8 bulan SMRS,
keluhan semakin lama semakin memberat. Keluhan disertai dengan pengelihatan
silau saat melihat cahaya, sulit melihat pada malam hari dan gangguan saat
melihat warna. Keluhan tidak disertai dengan pengelihatan ganda dan seperti
melihat pelangi. Dari anamnesis keluhan utama pasien, pasien mengeluh
pengelihatan kabur seperti melihat asap merupakan keluhan yang paling sering
dirasakan oleh penderita katarak. Dilihat dari segi usia, usia 73 tahun merupakan
usia degenerative untuk terjadinya katarak tipe senilis, yang mana umumnya
penderita katarak senilis berusia >50 tahun. Untuk keluhan tambahan ditanyakan
mengenai pengelihatan pasien pada saat melihat cahaya, kesulitan melihat pada
malam hari, gangguan saat melihat warna, ada pengelihatan ganda dan seperti
melihat bayangan pelangi merupakan gejala-geja yang khas yang umumnya
terjadi pada penderita katarak. Sebagian besar keluhan yang khas pada penderita
katarak dirasakan oleh pasien. Keluhan seperti meihat bayangan pelangi
umumnya juga dapat dirasakan oleh penderita glaucoma, namun disini pasien
tidak merasakan keluhan tersebut. Untuk keluhan seperti mata merah, nyeri, gatal,
terdapat secret dan berair perlu juga ditanyakan, karena keluhan tersebut
merupakan gejala-gejala yang umum terjadi pada penderita penyakit mata selain
katarak, seperti konjungtivitis, keratitis dan lain-lain. Dari hasil anamnesis tidak
didapatkan keluhan-keluhan tersebut pada penderita, ini berarti untuk
menyingkirkan gejala penyakit lain yang dialami oleh penderita, yang biasanya
dapat juga menyertai penyakit katarak.
Dari riwayat pasien pernah mengalami operasi pterigium dan katarak 6 bulan
yang lalu menunjukkan kalau pasien tersebut menderita katarak bilateral. Untuk
pterigium, ini merupakan peyakit penyerta katarak yang umumnya juga terjadi
oleh usia tua yang tidak bergejala. Setelah operasi pengelihatan pasien masih
23
belum kembali seperti semula, hal ini dikenal dengan istilah pseudofakia, ini
kemungkinan diakibatkan gangguan dari kedudukan lensa yang ditanam ataupun
dapat juga pada gangguan saraf nervus opticus. Untuk mengetahui hal tersebut
kita perlu melakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp dan
funduskopi. Untuk riwayat sakit darah tinggi dan penyakit yang sama pada
keluarga ini murapakan faktor risiko dari penyakit katarak. Faktor risiko lain
seperti menderita kencing manis dan riwayat trauma disangkal.
Dari hasil pemerikasaan oftalmologis didapatkan penurunan tajam
pengelihatan pada mata kiri dan kanan, konjungtiva bulbi terdapat pterigium,
kornea terdapat macula dan lensa terlihat keruh. Penurunan tajam pengelihatan ini
diakibatkan kekeruhan menyeluruh pada lensa pada penyakit katarak yang dapat
menyebabkan penurunun visus. Sedangkan terdapat macula pada kornea ini
mngkin akibat sisa jaringan ikat yang terbentuk dari operasi katarak sebelumya.
Sedangkan terdapat pterigium yang sudah menutupi sebagian kornea pada
konjungtiva merupakan penyakit tambahan yang menyertai penyait katarak
pasien.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis, dapat disimpulan kalau
pasien menderita katarak senilis matur dan pterigium grade 3 pada mata kiri dan
pseudofakia pada mata kanan. Untuk tatalaksana yang harus dilakukan, pemberian
obat tidak dapat memperbaiki sepenuhnya ataupun mencegah kebutaan pada
penyakit katarak ataupun pterigium, terapi medikamentosa hanya dapat mencegah
timbulnya penyakit-penyakit lain yang dapat timbul. Tata laksana terbaik adalah
dilakukan tindakan operasi katarak (ECCE) dan eksisi pada pterigium. Untuk
prognosa kedua-duanya pada operasi katarak dan pterigium bonam. Selama
proyeksi sinar masih baik pada saat dilakukan pemeriksaan visus, umumnya
pasien katarak mampu melihat seperti semula.
24