Isi

36
BAB I LAPORAN KASUS ANAMNESIS Autoanamnesis dan Alloanamnesis NAMA : Masturo UMUR : 73 Tahun RUANG : KELAS : Nama Lengkap : Masturo Tempat dan tanggal lahir : Palembang, 03-08-1942. Umur : 73 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Komplek Perumahan Perumnas, Kenten. Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : Tamatan SMA Masuk Rumah Sakit : 3 Juni 2015 Dokter yang merawat : dr. H. Ibrahim, Sp. M Dokter Muda : K. Ahmad Imanuddin, S. Ked Tanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2015 KELUHAN UTAMA : Mata kiri kabur KELUHAN TAMBAHAN : 1. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 8 bulan yang lalu os mengaku melihat kabur seperti melihat asap pada mata kiri. Mata kabur seperti melihat asap semakin hari semakin bertambah berat. Keluhan disertai dengan penglihatan silau ketika melihat cahaya, sukar melihat malam hari dan penglihatan warna terganggu. Penglihatan ganda tidak ada, seperti 1

description

trauma

Transcript of Isi

BAB ILAPORAN KASUS

ANAMNESIS Autoanamnesis dan Alloanamnesis

NAMA : Masturo

UMUR : 73 Tahun

RUANG :

KELAS :Nama Lengkap : MasturoTempat dan tanggal lahir : Palembang, 03-08-1942.Umur : 73 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Komplek Perumahan Perumnas, Kenten.Jenis Kelamin : PerempuanPendidikan : Tamatan SMAMasuk Rumah Sakit : 3 Juni 2015

Dokter yang merawat : dr. H. Ibrahim, Sp. M

Dokter Muda : K. Ahmad Imanuddin, S. KedTanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2015

KELUHAN UTAMA : Mata kiri kabur

KELUHAN TAMBAHAN :

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 8 bulan yang lalu os mengaku melihat kabur seperti melihat asap

pada mata kiri. Mata kabur seperti melihat asap semakin hari semakin

bertambah berat. Keluhan disertai dengan penglihatan silau ketika melihat

cahaya, sukar melihat malam hari dan penglihatan warna terganggu.

Penglihatan ganda tidak ada, seperti melihat bayangan pelangi tidak ada,

mata merah tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, gatal tidak ada, sekret

pada mata tidak ada dan mata berair tidak ada. 6 bulan yang lalu os

melakukan operasi pterigium dan katarak pada mata sebelah kanan dan

dilakukan penanaman lensa. Mata sebelah kanan masih kabur.

2. Penyakit Riwayat terdahulu

1

Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis

Pasien tidak ada riwayat trauma pada mata tidak ada

Pasien memiliki riwayat sakit katarak sebelumnya dan dioperasi

Pasien memiliki riwayat sakit perigium sebelumnya dan dioperasi

3. Penyakit keluarga

Ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini (orang tua).

2

PEMERIKSAAN FISIK NAMA : Masturo

UMUR: 73 Tahun

RUANG :

KELAS :Tulis semua yang didapat pada saat pemeriksaan pertama ini.

Status Generalis Keadaan Umum : Sakit Ringan Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign :

- Tek. Darah : 150 / 90 mmHg

- Nadi : 88 kali/menit

- Laju Napas : 22 kali/ menit

- Suhu : 36,2 ºC

Status Oftalmologis : OD OS

Pemeriksaan OD OS

1 Visus 1/300 1/~ (baik)

2 Tekanan Intra Okuler 6 / 7,5 7 / 7,5

3 Kedudukan bolamata

Posisi Ortoforia Ortoforia

Eksoftalmus (-) (-)

Enoftalmus (-) (-)

4 Pergerakan bola mata

Atas Baik Baik

3

Bawah Baik Baik

Temporal Baik Baik

Temporal atas Baik Baik

Temporal bawah Baik Baik

Nasal Baik Baik

Nasal atas Baik Baik

Nasal bawah Baik Baik

Nistagmus (-) (-)

5 Palpebrae

Hematom (-) (-)

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Fistel (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

Kalazion (-) (-)

Ptosis (-) (-)

Ektropion (-) (-)

Entropion (-) (-)

Sekret (-) (-)

Trikiasis (-) (-)

Madarosis (-) (-)

6 Punctum lakrimalis

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Fistel (-) (-)

7 Konjungtiva tarsal superior

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

4

Sekret (-) (-)

Epikantus (-) (-)

8 Konjungtiva tarsalis inferior

Kemosis (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Anemis (-) (-)

Folikel (-) (-)

Papil (-) (-)

Lithiasis (-) (-)

Simblefaron (-) (-)

9 Konjungtiva bulbi

Kemosis (-) (-)

Pterigium (-) (+)

Pinguekula (-) (-)

Flikten (-) (-)

Simblefaron (-) (-)

Injeksi konjungtiva (-) (-)

Injeksi siliar (-) (-)

Injeksi episklera (-) (-)

Perdarahan

subkonjungtiva

(-) (-)

10 Kornea

Kejernihan Jernih Jernih

Edema (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Erosi (-) (-)

Infiltrat (-) (-)

Flikten (-) (-)

Keratik presipitat (-) (-)

Macula (+) (-)

Nebula (-) (-)

5

Leukoma (-) (-)

Leukoma adherens (-) (-)

Stafiloma (-) (-)

Neovaskularisasi (-) (-)

Imbibisi (-) (-)

Pigmen iris (-) (-)

Bekas jahitan (-) (-)

Tes sensibilitas (-) (-)

11 Limbus kornea

Arkus senilis (-) (-)

Bekas jahitan (-) (-)

12 Sklera

Sklera biru (-) (-)

Episkleritis (-) (-)

Skleritis (-) (-)

13 Kamera Okuli Anterior

Kedalaman Cukup Cukup

Kejernihan Jernih Jernih

Flare (-) (-)

Sel (-) (-)

Hipopion (-) (-)

Hifema (-) (-)

14 Iris

Warna Coklat Coklat

Gambaran radier Jelas/tidak jelas Jelas/tidak jelas

Eksudat (-) (-)

Atrofi (-) (-)

Sinekia posterior (-) (+)

Sinekia anterior (-) (-)

Iris bombe (-) (-)

Iris tremulans (-) (-)

6

15 Pupil

Bentuk Bulat Bulat

Besar 3 mm 3 mm

Regularitas Reguler Irreguler

Isokoria Isokor

Letak Sentral Sentral

Refleks cahaya langsung (+) (+)

Seklusio pupil (-) (-)

Oklusi pupil (-) (-)

Leukokoria (-) (-)

16 Lensa

Kejernihan (-) Keruh

Shadow test (-) (-)

Refleks kaca (-) (-)

Luksasi (-) (-)

Subluksasi (-) (-)

17 Funduskopi Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Refleks fundus

Papil

- warna papil

- bentuk

- batas

Retina

- warna

- perdarahan

- eksudat

Makula lutea

7

Anjuran Pemeriksaan

1. Slit lamp (ODS)

2. Funduskopi (OD)

3. Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin

8

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

IRIng Ringkasan Anamnesis & Pemeriksaan Jasmani

Nama : Masturo

Umur : 73 tahun

Ruang :

Kelas :Tulis dengan singkat data dasar yang mempunyai arti positif untuk penetapan masalah dan selanjutnya meliputi data dasar singkat dari anamnesis/pemeriksaan jasmani dan laboratorium dasar.

8 bulan yang lalu os mengaku melihat kabur seperti melihat asap Keluhan melihat asap semakin hari semakin memberat Keluhan disertai dengan penglihatan silau ketika melihat cahaya Keluhan disertai sukar melihat malam hari Keluhan disertai dengan gangguan penglihatan warna Ada riwayat 6 bulan yang lalu os melakukan operasi pterigium Ada riwayat 6 bulan yang lalu os melakukan operasi katarak pada mata sebelah

kanan dan dilakukan penanaman lensa Mata sebelah kanan masih kabur Ada riwayat sakit darah tinggi Ada riwayat sakit yang sama pada keluarga

Daftar Masalah : Visus : 1/300 (OD) + 1/~ proyeksi sinar baik (OS)

Konjungtiva Bulbi : Pterigium (OS)

Kornea : Makula (OD)

Lensa : Keruh (OS)

Kemungkinan Penyebab masalah (bisa berupa diagnosis banding dari masalah yang ada).

Pseudofakia OD

Katarak Senilis Matur + Pterigium Grade 3 OS

9

Rencana pengelolaan (rencana tindakan, pemeriksaan laboratorium dll,

rencana terapi dan edukasi) sesuai dengan masalah yang ada.

1. Medikamentosa

Cendo Lyteers 4 dd gtt 1 ODS

Catarlens 3 dd gtt 1 OS

2. Operasi :

Eksisi Pterigium OS

ECCE dan Pemasangan IOL OS

Prognosis :

Quo ad Vitam : BonamQuo ad Fungsinal : Bonam

10

BAB IILANDASAN TEORI

2.1. Anatomi Lensa Mata

Gambar 2.1. Potongan lintang cristalin lensaSumber : American Academy of Ophtalmology Staff, 2009

Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh

capsula transparan (Snell, 2006). Lensa berasal dari ektoderm permukaan dan

bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan di depan

corpus vitreum, serta dikelilingi oleh processus siliaris. Lensa terdiri dari zat

tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada

saat terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik

mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat

lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-

menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa

sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa

yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.

11

Lensa Mata

Gambar 2.2. Lapisan LensaSumber : wdict.net , 2011

Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di

bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai

korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut

sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa

mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di

bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di

seluruh ekuatornya pada badan siliar (Ilyas, 2015).

2.2. Fisiologi Lensa Mata

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa

sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil

sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan

cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula

berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi

lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara

korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina

dikenal sebagai akomodasi (Vaughan, Asbury and Riordan, 2012). Dengan

bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat dan kurang elastis, dan sebagai

akibatnya kemampuan berakomodasi menjadi berkurang (presbiopia). Kelemahan

ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kacamata untuk

membantu mata melihat benda-benda yang dekat (Snell, 2006).

12

Epitelium lensa sebagai tempat transport aktif dimana lensa memiliki kadar

ion kalium (K+) dan asam amino yang lebih daripada aqueous humor dan vitreous

humor yang mengelilinginya. Sebaliknya, kadar ion natrium (Na+), ion klorida

(Cl-), dan air pada lensa lebih rendah dibanding lingkungan sekitarnya.

Keseimbangan antara kation di dalam dan luar lensa merupakan hasil dari daya

permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium dan enzim Na+, K+,-

ATPase yang terdapat pada membran sel epithelium lensa dan setiap serabut

lensa. Pompa natrium berfungsi memompa ion natrium keluar, sedangkan ion

kalium masuk. Mekanisme ini diatur oleh enzim Na+, K+, -ATPase dan

bergantung pada pemecahan ATP. Inhibisi aktivitas enzim Na+,K+-ATPase oleh

inhibitor spesifik ATPase ouabain dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

kation dan peningkatan kadar air dalam lensa.

Kombinasi transport aktif dan permeabilitas membran pada lensa dikenal

sebagai sistem pompa-kebocoran lensa. Berdasarkan teori pompa-kebocoran,

kalium dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif

ditransportasikan ke dalam bagian anterior lensa melalui epithelium. Ion dan

molekul tersebut kemudian berdifusi sesuai dengan gradien konsentrasi menuju ke

bagian belakang lensa, dimana tidak terjadi mekanisme transport aktif. Sedangkan

natrium mengalir masuk melalui bagian belakang lensa sesuai dengan gradien

konsentrasi kemudian terjadi pertukaran aktif antara natrium dengan kalium oleh

epitelium. Natrium kemudian dipompakan keluar melewati bagian anterior lensa

menuju aqueous humor. Sedangkan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam

lensa. Pada permukaan posterior lensa, perpindahan molekul-molekul tersebut

terjadi secara difusi pasif. Mekanisme yang asimetris ini menghasilkan suatu

gradien natrium dan kalium dengan konsentrasi kalium lebih tinggi di depan lensa

dan lebih rendah dibelakang lensa. Hal yang sebaliknya terjadi pada natrium

(Zorab, Richard et al, 2009).

2.3. Katarak

A. Definisi dan Etiologi Katarak

13

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-

duanya (Ilyas, 2015).

Hidrasi Cairan lensa : penimbunan air diantara serabut-serabut lensa /

absopsi intraseluler yang biasanya ditentukan oleh tekanan osmotik

Denaturasi protein lensa : Perubahan kimiawi dari kandungan protein

lensa, dimana protein yang semula larut dalam air menjadi tidak larut

dalam air.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa merokok, hipertensi, dan

terpapar sinar ultraviolet merupakan faktor resiko perkembangan katarak

(Kaur et al, 2006). Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi

banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin,

penyakit sistemik, merokok, dan herediter (Vaughan and Asbury, 2012).

B. Epidemiologi Katarak

Lebih dari 95% individu yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami

kekeruhan pada lensa mata. Kebanyakan diantaranya ditangani dengan

ekstraksi katarak. The Beaver Dam Eye Study melaporkan 38,8% laki-laki

dan 45,9% perempuan yang berumur lebih dari 74 tahun menderita katarak.

Diperkirakan lebih dari satu juta ekstraksi katarak dilakukan setiap tahun di

Amerika Serikat. Lebih dari 15 juta kasus kebutaan yang diobati didunia

adalah kasus katarak. Ekstraksi sering mengawali untuk pemulihan

penglihatan. The Baltimore Eye Survey menunjukkan bahwa katarak yang

tidak terobati merupakan sumber kebutaan bagi 27% bangsa African

American dan 13% bangsa kulit putih (Langston, 2008).

C. Klasifikasi Katarak

14

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Ilyas,

2015).

1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1

tahun

2. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3. Katarak Senil, katarak setelah usia 50 tahun.

a. Katarak Kongenital

Katarak Kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau

setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital

merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama

akibat penangannya yang kurang tepat. Kekeruhan sebagian pada

lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas

dan jarang sekali mengakibatkan kekeruhan seluruh lensa. Letak

kekeruhan lensa tergantung pada saat terjadi gangguan pada

kehidupan janin.

Gangguan yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa ini dapat

terjadi karena kelainan lokal intra okular atau kelainan umum yang

menampakkan proses penyakit pada janin. Katarak kongenital dapat

terjadi bersamaan dengan proses penyakit ibu yang sedang

mengandung seperti pada rubella. Bentuk katarak kongenital yang

dapat terlihat memberikan kesan adanya perkembangan embriologik

lensa disertai saat terjadinya gangguan perkembangan lensa. Katarak

kongenital tersebut dapat dalam bentuk katarak lamelar atau zonular,

katarak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),

polaris anterior (piramidalis anterior, kutub anterior), katarak inti

(katarak nuklearis), dan katarak sutural (Ilyas, 2015).

Katarak kongenital yang menyebabkan gangguan penglihatan yang

bermakna harus dideteksi secara dini, sebaiknya diruang bayi baru

lahir oleh dokter anak atau dokter keluarga (Vaughan and Asbury,

2012). Katarak kongenital ini merupakan ancaman terhadap

penglihatan, tidak hanya karena obstruksi langsung pada penglihatan

namun juga karena gangguan bayangan retina mengganggu maturasi

15

visual pada bayi dan mengakibatkan ambliopia. Jika terdapat katarak

bilateral dan memiliki efek yang bermakna pada tajam penglihatan

maka akan terjadi ambliopia dan nistagmus. Kedua lensa yang

mengalami katarak membutuhkan pembedahan segera dan

penggunaan lensa kontak untuk mengkoreksi afakia. Tatalaksana lensa

kontak membutukan input dan motivasi dari orang tua anak (James,

Chew, and Bron , 2006).

b. Katarak Juvenil

Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak

sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih

terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya

konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract.

Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit

keturunan lain Katarak juvenil terdapat pada orang muda, yang mulai

terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan

menimbulkan ambliopia dan dilakukan bila tajam penglihatan sudah

mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat

bergantung pada umur penderita, bentuk katarak apakah mengenai

seluruh lensa atau sebagian lensa, dan apakah disertai kelainan lain

pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa menutupi media

penglihatan menambah kemungkinan ambliopia (Ilyas, 2015).

c. Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada

usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.

Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.

Katarak Senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,

imatur, matur, dan hipermatur (Ilyas, 2015).

1. Katarak Insipien

16

Dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.

Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak

teratur. Pasien mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda

dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum

menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata

depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai

dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum

terganggu.

2. Katarak Imatur

Dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap

cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada

stadium ini terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak

intumesen. Pada stadium ini terdapat miopisasi akibat lensa yang

cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu

membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan,

bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup.

Pada katarak imatur maka penglihatan mulai berangsur-angsur

menjadi kurang, hali ini diakibatkan media penglihatan tertutup oleh

kekeruhan lensa yang menebal. Pada stadium ini dapat terjadi

glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau Shadow

test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.

3. Katarak Matur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi

kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah

keadaan seimbang dengan cairan mata sehingga ukuran lensa akan

menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi

normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka

normal, dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat

menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.

4. Katarak Hipermatur

17

Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks

lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam

korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini juga terjadi

degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa

yang mencair keluar dan masuk ke bilik mata depan. Pada stadium

hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang

akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka.

Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah

keruh sehingga pada stadium ini disebut uji bayangan iris

pseudopositif. Bayangan iris terbentuk pada kapsul lensa anterior

yang telah keruh dengan lensa yang telah mengecil. Akibat bahan

lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea

berupa uveitis.

Tabel 2.1. Perbedaan Stadium Katarak Senil sebagai berikut (Ilyas, 2010).

Insipien Imatur Matur HipermaturKekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan Lensa NormalBertambah (air masuk)

NormalBerkurang (air dan masa lensa

keluar)Iris Normal Terdorong Normal TremulansBilik Mata Depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik Mata

Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow Test Negatif Positif Negatif PseudopositifPenyulit

- Glaukoma -Uveitis dan Glaukoma

Sumber : Ilyas, 2015

D. Gejala Katarak

Gejala yang paling umum pada katarak adalah sebagai berikut

(Hildreth, Burke, and Glass, 2009) :

1. Penglihatan berawan atau buram

2. Warna terlihat pudar

18

3. Merasa silau saat melihat lampu atau sinar matahari yang terlalu

terang

4. Sulit melihat saat malam hari

5. Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata (Gejala

ini terjadi saat katarak bertambah luas).

E. Diagnosis Katarak

Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam

sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan

kebutaan. Namun, katarak pada stadium perkembangan yang paling dini

dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan

oftalmoskop, kaca pembesar atau Slit lamp.

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin

padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada

stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil tampak putih.

Derajat klinis pembentukan katarak, dengan mengganggap bahwa tidak

terdapat penyakit mata lain dapat dinilai terutama dengan uji ketajaman

penglihatan Snellen.

Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan berhubungan

langsung dengan kepadatan katarak. Namun, beberapa orang yang secara

klinis memperlihatkan katarak cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan

dengan oftalmoskop atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga

dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari (Vaughan, Asbury and

Riordan, 2012).

F. Penatalaksanaan

- Medikasi (temporer)

a. Penggunaan kacamata bantu dengan koreksi akurat

b. Meningkatkan cahaya pada saat membaca

c. Dilatasi pupil dengan pengobatan midriasis

d. Pengobatan katarak dengan penyebab DM dengan aldolase reduktase

inhibitor

19

- Operasi

Indikasi operasi katarak :

1. Mengganggu pekerjaan

2. Rehabilitasi visus (terapetik)

3. Diagnostik segmen posterior

4. Mencegah komputasi (glaucoma ambiliopia)

5. Kosmetik

a. Operasi dilakukan apabila pasien meminta agar diperbaiki ketajaman

penglihatannya, terapi bedah untuk penyakit mata (glaukoma karena

lensa, dislokasi lensa ke bilik mata depan, atau uveitis), membantu

untuk mengobati penyakit mata segmen posterior (diabetes retinopati).

b. Pasien dengan katarak stadium lebih lanjut lebih diutamakan untuk

dioperasi bila ia memiliki katarak monookuler atau binokuler. Waktu

jeda untuk operasi katarak mata sebelahnya harus berbeda dan tidak

boleh bersamaan untuk menjamin keamanan dan keberhasilan operasi

pertama sebelum operasi kedua direncanakan. Pada pasien dengan

katarak monokuler, keputusan untuk dilakukan bedah lebih kompleks.

Apabila ditemui mata yang sehat tidak menunjukkan gangguan

penglihatan yang berat, maka operasi dapat ditangguhkan.

G. Jenis-jenis bedah katarak

1. Insisi Linier

dilakukan pada katarak cair

insisis pada limbus 2 – 6 mm

kapsul anterior di insisi, masa lensa di aspirasi

penyulit: uveitis fakoanafilaktik, glaukoma sekunder, katarak

sekunder.

2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler

dilakukan pada katarak lunak

20

insisi pada limbus 10 – 12 mm

kapsulotomi anterior

ekspresi nukleus dan sisa masa lensa diaspirasi

keuntungan: dapat dilakukan insersi lensa tanam, mencegah

prolaps badan kaca, ablasi retina, distropi kornea dan mengurangi

infeksi ke intraokular.

3. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler

biasanya dilakukan pada katarak yang keras

insisi pada limbus 14 – 15 mm

lensa dijepit dengan cryoprobe atau cryopencil pada kapsul lensa

kemudian diluksasi kekanan kekiri sehingga zonulla Zinii terlepas

dan lensa dapat ditarik keluar

resiko terjadi prolaps badan kaca dan infeksi intraokular

4. Fakoemulsifikasi

merupakan cara pembedahan paling mutakhir yang dilakukan

dengan menggunakan getaran ultrasonik

insisi limbus 3–5 mm

fakofragmentasi dengan vibrasi ultrasonik

irigasi dan aspirasi kepingan-kepingan lensa.

2.4 Pterigium

Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat degeneratif dan invasif atau suatu perluasan pinguekula ke kornea, seperti

daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral disisi nasal maupun temporal.

Keadaan ini diduga suatu fenomena iritatif akibat sinar ultra violet, pengeringan,

dan lingkungan dengan angin banyak karena sering terdapat pada orang yang

sebagian besar hidupnya berada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari,

berdebu atau berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada

21

pada pinguekula. Lapisan Bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan

elastik (Vaughan, Asbury and Riordan, 2012).

Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau dapat memberikan

keluhan mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan

memberikan keluhan gangguan pengelihatan. Pterigium dapat disertai dengan

keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi (iron

line dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium. Diagnosis banding pterigium

adalah psudopterigium, pannud dan kista dermoid. Tidak diperlukan pengobatan

karena sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila

pterigium meradang dapat diberika steroid atau tetes mata dekongestan.

Pengobatan pterigium adalah dengan sikap koservatif atau dilakukan

pembedahan bila terjadi gangguan pengelihatan akibat terjadinya astigmatisme

ireguler atau pterigium yang telah menutupi media pengelihatan.

Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara

kering dengan kaca mata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata

buatan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air

mata buatan dalam bentuk salep. Pemberian vasokontriktor perlu dikontrol dalam

2 minggu pemakaian dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan.

Pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea.

Tindakan pembedahan kombinasi autograph konjungtiva dan eksisi adalah

suatu tindakan bedah plastic yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu

pengelihatan dan mengurangi risiko kekambuhan (Ilyas, 2015).

22

BAB III

RINGKASAN

3.1. Analisa kasus

Ibu Masturo, 73 tahun datang dengan keluhan pengelihatan kabur seperti

melihat asap pada mata kiri. Keluhan sudah dirasakan penderita ± 8 bulan SMRS,

keluhan semakin lama semakin memberat. Keluhan disertai dengan pengelihatan

silau saat melihat cahaya, sulit melihat pada malam hari dan gangguan saat

melihat warna. Keluhan tidak disertai dengan pengelihatan ganda dan seperti

melihat pelangi. Dari anamnesis keluhan utama pasien, pasien mengeluh

pengelihatan kabur seperti melihat asap merupakan keluhan yang paling sering

dirasakan oleh penderita katarak. Dilihat dari segi usia, usia 73 tahun merupakan

usia degenerative untuk terjadinya katarak tipe senilis, yang mana umumnya

penderita katarak senilis berusia >50 tahun. Untuk keluhan tambahan ditanyakan

mengenai pengelihatan pasien pada saat melihat cahaya, kesulitan melihat pada

malam hari, gangguan saat melihat warna, ada pengelihatan ganda dan seperti

melihat bayangan pelangi merupakan gejala-geja yang khas yang umumnya

terjadi pada penderita katarak. Sebagian besar keluhan yang khas pada penderita

katarak dirasakan oleh pasien. Keluhan seperti meihat bayangan pelangi

umumnya juga dapat dirasakan oleh penderita glaucoma, namun disini pasien

tidak merasakan keluhan tersebut. Untuk keluhan seperti mata merah, nyeri, gatal,

terdapat secret dan berair perlu juga ditanyakan, karena keluhan tersebut

merupakan gejala-gejala yang umum terjadi pada penderita penyakit mata selain

katarak, seperti konjungtivitis, keratitis dan lain-lain. Dari hasil anamnesis tidak

didapatkan keluhan-keluhan tersebut pada penderita, ini berarti untuk

menyingkirkan gejala penyakit lain yang dialami oleh penderita, yang biasanya

dapat juga menyertai penyakit katarak.

Dari riwayat pasien pernah mengalami operasi pterigium dan katarak 6 bulan

yang lalu menunjukkan kalau pasien tersebut menderita katarak bilateral. Untuk

pterigium, ini merupakan peyakit penyerta katarak yang umumnya juga terjadi

oleh usia tua yang tidak bergejala. Setelah operasi pengelihatan pasien masih

23

belum kembali seperti semula, hal ini dikenal dengan istilah pseudofakia, ini

kemungkinan diakibatkan gangguan dari kedudukan lensa yang ditanam ataupun

dapat juga pada gangguan saraf nervus opticus. Untuk mengetahui hal tersebut

kita perlu melakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp dan

funduskopi. Untuk riwayat sakit darah tinggi dan penyakit yang sama pada

keluarga ini murapakan faktor risiko dari penyakit katarak. Faktor risiko lain

seperti menderita kencing manis dan riwayat trauma disangkal.

Dari hasil pemerikasaan oftalmologis didapatkan penurunan tajam

pengelihatan pada mata kiri dan kanan, konjungtiva bulbi terdapat pterigium,

kornea terdapat macula dan lensa terlihat keruh. Penurunan tajam pengelihatan ini

diakibatkan kekeruhan menyeluruh pada lensa pada penyakit katarak yang dapat

menyebabkan penurunun visus. Sedangkan terdapat macula pada kornea ini

mngkin akibat sisa jaringan ikat yang terbentuk dari operasi katarak sebelumya.

Sedangkan terdapat pterigium yang sudah menutupi sebagian kornea pada

konjungtiva merupakan penyakit tambahan yang menyertai penyait katarak

pasien.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis, dapat disimpulan kalau

pasien menderita katarak senilis matur dan pterigium grade 3 pada mata kiri dan

pseudofakia pada mata kanan. Untuk tatalaksana yang harus dilakukan, pemberian

obat tidak dapat memperbaiki sepenuhnya ataupun mencegah kebutaan pada

penyakit katarak ataupun pterigium, terapi medikamentosa hanya dapat mencegah

timbulnya penyakit-penyakit lain yang dapat timbul. Tata laksana terbaik adalah

dilakukan tindakan operasi katarak (ECCE) dan eksisi pada pterigium. Untuk

prognosa kedua-duanya pada operasi katarak dan pterigium bonam. Selama

proyeksi sinar masih baik pada saat dilakukan pemeriksaan visus, umumnya

pasien katarak mampu melihat seperti semula.

24