Isi

109
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa jam terakhir pada kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. (William, 2006). Namun, sebelum kontraksi yang kuat dan terasa ini dimulai, uterus harus dipersiapkan untuk persalinan. Pada 36 sampai 38 minggu pertama kehamilan, miometrium tidak responsif; setelah masa tenang yang panjang ini, diperlukan fase transisi agar ketidakresponsifan miometrium menghilang dan serviks melunak dan mendatar. Kontraksi-kontraksi ini ditandai dengan kejadian yang tidak dapat diramalkan, intensitas rendah, dan durasinya singkat. Rasa tidak nyaman yang ditimbulkan biasanya terbatas di abdomen bawah dan lipat paha. (William, 2006). Persalinan ditandai oleh waktu yang singkat, variasi biologis yang besar, dan kompleksitas yang lebih ringan daripada yang diperkirakan berdasarkan interpretasi statistik grafik kontemporer. Persalinan aktif dapat dipastikan apabila pembukaan 3 cm atau lebih disertai kontraksi uterus (his). Apabila ambang

description

medical

Transcript of Isi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBeberapa jam terakhir pada kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. (William, 2006).Namun, sebelum kontraksi yang kuat dan terasa ini dimulai, uterus harus dipersiapkan untuk persalinan. Pada 36 sampai 38 minggu pertama kehamilan, miometrium tidak responsif; setelah masa tenang yang panjang ini, diperlukan fase transisi agar ketidakresponsifan miometrium menghilang dan serviks melunak dan mendatar. Kontraksi-kontraksi ini ditandai dengan kejadian yang tidak dapat diramalkan, intensitas rendah, dan durasinya singkat. Rasa tidak nyaman yang ditimbulkan biasanya terbatas di abdomen bawah dan lipat paha. (William, 2006).Persalinan ditandai oleh waktu yang singkat, variasi biologis yang besar, dan kompleksitas yang lebih ringan daripada yang diperkirakan berdasarkan interpretasi statistik grafik kontemporer. Persalinan aktif dapat dipastikan apabila pembukaan 3 cm atau lebih disertai kontraksi uterus (his). Apabila ambang permbukaan serviks ini telah tercapai, diharapkan bayi akan lahir dalam 4 sampai 6 jam kemudian, bergantung pada paritas. Akhirnya, sebagian besar wanita pada persalinan spontan, berapapun paritasnya dan apabila dibiarkan tanpa pertolongan, akan melahirkan dalam sekitar 10 jam setelah dirawat untuk persalinan spontan. Apabila satu-satunya penyulit kehamilan adalah dilanggarnya batas-batas normal waktu persalinan, harus dipertimbangkan intervensi selain seksio sesarea sebelum tindakan ini dilakukan atas indikasi kegagalan kemajuan persalinan. (William, 2006).Insufisiensi aktifitas uterus merupakan kausa gangguan kemajuan persalinan yang sering terjadi dan dapat koreksi dengan tindakan pertolongan pada persalinan, seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan seksio sesarea. (William, 2006).1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai tindakan yang penting dalam persalinan, khusunya pada keadaan persalinanyang abnormal, sehingga dapat dimengerti lebih mendalam tentang tindakan yang berhubungan dalam persalinan meliputi induksi persalinan, pemeriksaan KTG, anestesia obstetrikal, persalinan seksio sesarea dan histerektomi serta tindakan ekstraksi dengan vakum ataupun forsep.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terminasi Kehamilan

Terminasi kehamilan adalah mengakhiri kehamilan dengan sengaja sehingga tidak sampai terjadi kelahiran, baik janin dalam keadaan hidup atau mati.. Terminasi kehamilan telah dilakukan sejak lama terutama dilakukan pada kehamilan trimester awal. Diperkirakan 26 juta kehamilan dilakukan terminasi dengan cara legal. Obat-obatan yang digunakan tersedia untuk terminasi kehamilan harus mempunyai nilai keamanan untuk pasien dan untuk dokter. (Wood, 2012).Biasanya terminasi kehamilan dapat dilakukan apabila beresiko untuk kehidupan ibunya, dan untuk kesehatan mental. Bila terminasi dilakukan lebih awal akan lebih aman. Terminasi dapat dilakukan dengan medikasi (terminasi medik/ obat-obatan), atau melalui prosedur vakum. Tipe prosedur yang diinginkan tergantung dari riwayat kesehatan, berapa lama usia kehamilan dan referensi perorangan. (Krisnandi, 2005).Pada umumnya, terminasi kehamilan kurang beresiko dibandingkan membiarkan anak lahir. Komplikasi dari terminasi sangat jarangterjadi kurang dari 2 dari 100 kasus. Banyak dari komplikasi terjadi ketika terminasi dilakukan lebih dari 14 minggu kehamilan. Pada beberapa kasus, bekuan darah tersimpan dalam uterus dan hal ini membutuhkan prosedur vakum ulangan. Resiko lain termasuk perdarahan, infeksi, cedera pada uterus, dan atau organ lainya, atau sulit terjadi kehamilan selanjutnya. (Krisnandi, 2005).Di dunia barat seperti di Amerika Serikat mempunyai hukum yang melegalkan aborsi, tetapi mempunyai aturan yang ketat yaitu tindakan aborsi hanya boleh dilakukan oleh tenaga terlatih, tingkat kematian dari praktek aborsi melalui pembedahan adalah sebesar 0,6 per 100.000 kasus, dengan tingkat morbiditas serius terjadi pada kurang dari 1% wanita yang menjalani praktek tersebut. (Wood, 2012).2.1.1. Sejarah Terminasi Kehamilan Dalam Ilmu FalsafahDalam sejarah Yunani dan Romawi, dilakukannya tindakan terminasi kehamilan diselenggarakan untuk mengontrol populasi. Dewa-dewa tidak melarangnya dan tidak terdapat hukum negara yang berhubungan dengan hal itu, ahli-ahli falsafa yunani bahkan menganjurkan terminasi atau tidak melarangnya, tetapi Phytagoras tidak menyetujui terminasi kehamilan ini, karena ia berpendapat bahwa pada saat fertilisasi, telah masuk suatu Roh. Hipocrates adalah salah seorang pengikutnya, sehingga dalam Sumpah Hipocrates terdapat sanksi terhadap perbuatan abortus / terminasi kehamilan. Hal tersebut tidak dilaksanakan dan ajaran Hipocrates diabaikan, dokter-dokter Yunani dan Romawi pada saat itu tetap melaksanakan terminasi kehamilan atas perminataan para wanita. (Krisnandi, 2005).Di dalam ajaran Islam terdapat pula macam-macam aliran, tetapi dengan indikasi medis, baik yang berasal dari ibu maupun yang berasal dari janin, terutama sebagai hasil dari kemajuan subspesialisasi fetomaternal berupa imunologi, amniocentesis, USG dan lain-lain, maka indikasi harus jelas dan terminasi dapat dilaksanakan.Pengontrolan reproduksi, sebenarnya harus diselenggarakan sebelum terjadinya pembuahan. Menurut pandangan Islam, untuk mencegah kelahiran seorang anak yang cacat, sebaiknya digunakan cara-cara kontrasepsi daripada memilih terminasi kehamilan. (Krisnandi, 2005).2.1.2. Indikasi Terminasi Persalinan

Indikasi dilakukannya terminasi persalinan diantaranya :

a. Telur kosong (Blighted ovum)b. Mola hidatidosac. Abortus tertunda, abortus insipiens atau abortus inkomplitd. Ketuban pecah sebelum waktunya ( KPSW )e. Kehamilan lewat waktuf. Pertumbuhan janin terhambat ( PJT ) beratg. Kematian janin dalam rahimh. Indikasi ibu: penyakit yang membahayakan ibu apabila kehamilan diteruskan, seperti preeklampsi/eklampsi

Di Amerika Serikat, seorang wanita memilih terminasi kehamilan, karena ia tidak ingin melanjutkan kehamilannya, dengan alasan bahwa memiliki anak dalam kehidupannya dapat mengakibatkan masalah-masalah yang kompleks, sehingga kualitas hidupnya terancam. Alasan-alasannya, biasanya pertimbangan pragmatis, sedangkan pembenaran (justifikasinya) mengikutsertakan etika, moral dan juga sering sekali rasional. (Mochtar, 1998).Dengan bermacam-macam alasan seorang wanita memilih terminasi kehamilan, diantaranya :

a. Ia mungkin seorang yang menjadi hamil di luar pernikahanb. Pernikahannya tidak kokoh seperti yang ia harapkan sebelumnyac. Ia telah cukup anak, dan tidak mungkin dapat membesarkan seorang anak lagid. Janinnya ternyata telah terpapar (exposed) pada suatu substansi teratogenike. Ayah anak yang dikandungnya bukan suaminyaf. Ayah anak yang dikandungnya bukan pria/suami yang diidamkan untuk perkawinannyag. Kehamilannya adalah akibat perkosaanh. Wanita yang hamil menderita penyakit yang berati. Ia memiliki alasan eugenik, seperti ingin mencegah lahirnya bayi dengan cacat bawaan2.1.3. Persiapan Terminasi Kehamilan

Terminasi kehamilan harus dilakukan dalam kerangka kerja hukum dan terbatas: hukum yang relevan bervariasi antara pemerintah Australia dan pemerintah Selandia Baru. Para praktisi harus mengenal kondisi daerahnya. Tidak semua wanita yang memutuskan untuk melakukan terminasi kehamilan akan melakukan terminasi, dan proses pengambilan keputusan ini harus didukung oleh praktisi kesehatan yang terkait, dengan spesifikasi informasi yang akurat dan dukungan dan konseling kritis. (Mochtar, 1998).Berdasarkan kondisi klinis setiap perempuan, kebutuhan dan preferensi, preparasi untuk terminasi kehamilan meliputi :

a. Konfirmasi kehamilan dan penilaian gestasi berdasarkan sejarah klinis dan pengujian, tes kehamilan dan/atau pengujian ultrasound. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghindari prosedur yang tidak perlu jika seorang perempuan tidak hamil atau keguguran sudah terjadi, untuk memeriksa kehamilan ektopik; dan, dan untuk meyakinkan pemilihan prosedur yang tepat. Beberapa penelitian melaporkan pengujian ultrasound rutin: meskipun ultrasound diperlukan, tetapi tidak diperhitungkan oleh RCOG sebagai syarat penting dalam pelaksanaan aborsi untuk semua kasus. Ultrasound mungkin diperlukan untuk menilai gestasi secara lebih tepat jika ditawarkan aborsi medis. (Mochtar, 1998).b. Sejarah umum dan pengujian untuk menilai resiko medisc. Golongan darah dan status Rhesus, untuk mengidentifikasi Rhesus negatif pada perempuan untuk pemberian Anti-D, untuk mencegah imunisasi Rhesus dan tindak lanjutnya pada saat kehamilan.d. Antibiotik profilaktik atau tes untuk infeksi genitale. Rencana kontrasepsi berkelanjutan setelah terminasi2.1.4. Metode Terminasi Kehamilan

Kehamilan dapat dihentikan dengan menggunakan metode bedah atau medis, atau kombinasi keduanya. Metode kehamilan yang dilakukan bisa juga atas pertimbangan usia kahamilan ibu. Pada usia kehamilan sampai umur 12 minggu, tindakan yang dapat dilakukan adalah kuretase vakum, kuretase tajam, dilatasi dan kuretase tajam. Pada usia kehamilan >12 minggu sampai 20 minggu, dapat dilakukan pemberian misoprostol 200 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama, pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya, kombinasi pemasangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Pada usia kehamlian > 20 minggu, dapat dilakukan kombinasi tindakan pemberian misoprostol 50 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama, pemasangan metrolia 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pemasangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD), dan pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dektrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu. (Mochtar, 1998).a. Metode bedahSebagian besar informasi tentang aborsi bedah dan komplikasinya dilaporkan dalam serangkaian kasus dan penelitian kelompok, beberapa diantaranya tergolong penelitian yang sangat signifikan. Tinjauan Cochrane menunjukkan ketidakcukupan data untuk membuat rekomendasi berdasarkan percobaan acak tentang metode bedah untuk terminasi kehamilan muda. (Mochtar, 1998).1) Preparasi serviks

Preparasi serviks dapat dilakukan sebelum kuratase, tergantung usia gestasi dan gambaran klinis lainnya dan secara rutin dilakukan sebelum dilatasi dan evakuasi.

Metode mempersiapkan serviks adalah :

a) Dilator osmotik (ruang laminaria atau dilator hidrofilik) ditempatkan dalam serviks, dimana dilator menyerap kelembaban dan menyebar dengan lambat agar serviks membuka. Proses ini mungkin memerlukan waktu beberapa jam sampai satu hari atau lebih dan lebih umum digunakan dalam terminasi trisemester kedua. Komplikasi dilator osmotik, termasuk fragmen dan infeksi yang tertahan, baru-baru ini telah ditinjau kembali.

b) Satu agen farmakologis, biasanya prostaglandin seperti misoprostol atau gemeprost; terbukti bahwa mifepriston juga dapat digunakan untuk tujuan ini.

Preparasi serviks terbukti meningkatkan dilatasi dasar dan mengurangi tenaga yang diperlukan untuk mencapai dilatasi yang cukup sebelum kuretase. Percobaan acak yang terkontrol menunjukkan penurunan dalam perdarahan selama operasi berlangsung dan dokter bedah secara subyektif menilai serviks lebih mudah untuk berdilatasi. Satu penelitian besar juga menemukan penurunan yang signifikan pada durasi perdarahan dan pengobatan infeksi pelvik pada perempuan yang sebelumnya mendapat pengobatan prostaglandin, diperkirakan karena evakuasi uterus yang lebih mudah setelah preparasi. (Mochtar, 1998).Menurut penelitian kelompok retrospektif, trauma serviks tidak sering terjadi jika serviks dipersiapkan sebelum dilatasi, dengan beberapa bukti dimana insiden perforasi uterus berkurang setelah preparasi serviks. (Mochtar, 1998).2) Pengeluaran secara digital

Tindakan ini dilakukan untuk menolong penderita ditempat-tempat yang tidak ada fasilitas kuretase, sekurang-kerangnya untuk menghentikan pendarahan. Hal ini sering kita lakukan pada keguguran yang sedang berlangsung (abortus incipiens) dan keguguran (abortus incompletus). Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu jari longgar dan kavum uteri cukup luas karena manipulasi ini akan menimbulkan rasa nyeri, maka sebaiknya dilakukan dalam narkosa umum intervena (ktalar) atau anastesi (bimanual) jari telunjuk tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir untuk mengeluarkan hasik konsepsi sedangkan tangan kiri mengeluarkan memegang korpus uteri untuk memfiksasi melalui dinding perut. Dengan mengunakan jari, kikislah hasil konsepsi sebanyak mungkin atau sebersih mungkin. (Mochtar, 1998).3) Kuretase SuctionKuretasesuctionadalah prosedur bedah minor yang merupakan metode utama yang digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk terminasi kehamilan tiga bulan pertama. (Krisnandi, 2005).Prosedur dilakukkannya tindakan kuretase suction, yaitu :

a) Preparasi serviks dapat atau tidak dapat digunakan lebih dulu.b) Anestesi bisa total bisa lokal, dengan atau tanpa pembiusan oral atau intravenous; metode ini akan tergantung pada kesediaan klinik tertentu dan pilihan ibu hamil.c) Serviks didilatasi dengan menggunakan dilator logam untuk mengakomodasi kuretsuctionyang dipilih, kuretase dilakukan dengan menggunakan penghisap bertenaga listrik pada daerah yang akan dikuret, dan rongga uterus kemudian dapat diperiksa denganforcepsjaringan dan/atau kret logam.d) Kuretase tajam sebaiknya tidak digunakan Agen oksitoksik dapat diberikan secara intravenous untuk menstimulasi uterus berkontraksi dan menurut hasil penelitian dapat mengurangi perdarahan, meskipun efek hemorrhage yang berpotensi membahayakan jiwa belum dinilai. RCOG tidak memberikan rekomendasi dan WHO merekomendasikan untuk tidak menggunakan agen oksitoksik rutin dengan kuretase suction.Efek samping tindakan kuretase section diantaranya: dapat menyebabkan nyeri selama dilakukan terminasi dan membutuhkan analgetik; perdarahanberlangsung selama 18 hari dan diikuti adanya spoting; dapat meyebabkan kehilangan sebagian darah; muntah, jika mengunakan prostaglandin, dari obat-obatan anastesi. (Krisnandi, 2005).Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat kuretase seperti perforasi usus atau trauma servikal. (Krisnandi, 2005).4) Kuretase (kerokan)

Kuretase adalah cara membersikan hasil konsepsi memakai alat kuretase, penolong harus menolong melakukan pemerikaan dalam untuk menentukan letak unteru, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunnaya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.

Persiapan sebelum dilakukannya tindakan kuretase:

a) Persiapan pasien

Perlu dilakukan pemeriksaan umum pasien meliputi tekanan darah, nadi, keadaan jantung dan paru-paru. Jika memungkinkan, pasanglah infus cairan sebagai profilaksis. Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi. Pada umumnya diperlukan anastesi infiltrasi lokal atau umum secara intravena dengan ketalar.b) Persiapan alat-alat kuretase

Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat dalam keadaan aseptik berisi: sepekulum dua buah, sonde uterus, cunam muzeux atau cunam porsio, berbagai ukuran busi Hegar, bermacam-macam ukuran sendok kuret, cunam abortus, kecil dan besar, pinset dan klem, kain steril dan sarung tangan dua pasang.Tekhnik dalam melakukan tindakan kuretase, yaitu:

a) Tentukan letak rahim, yaitu dengan melakukan pemeriksaan dengan alat-alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukan alat-alat harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi perforasi.b) Bendungan rahim (sondage), masukkan bendungan rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamya bendungan rahim caranya adalah setelah ujung sonde terasa membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakan pada porsio dan tariklah sonde keluar lalu baca berapa cm dalam rahim.c) Bila pembukaan serviks belum cukup untuk memasukan sendok kuret, lakukanlah terlebih dahulu di-dilatasi dengan dilatator atau baugie Hegar. Peganglah busi seperti memegang pensil dan masukanlah hati-hati sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar no 7. untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sndok kuret yang agak besar.d) Kuretase, pakailah sendok kuret yang agak besar, memasukanya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah dengan bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda berigi) karena lebih efektif dan lebih terasa saat melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengkur kelapa) dengan demikian kita tahu bersi atau tidaknya hasil kerokan.e) Cunam abortus, pada abortus insipien dimana kelihatan jaringan pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk mmbersikan sisa-sisa yang ketinggalan saja.f) Perhatian, memegang, memasukan dan menarik alt-alat haruslah hati-hati lakukanlah dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim.b. Metode medisObat-obat yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan bertindak dengan menghambat sintesis progesteron, merangsang kontraksi miometrium, mengantagonis kerja progesteron, atau menghambat perkembangan trofoblas. (Wood, 2012).a. Obat yang menghambat sintesis progesteron

Modifikasi molekul steroid seperti (2,4,5,17)-4,5-epoxy-17-hydroxy-4,17-dimethyl-3-oxoandrostane-2-carbonitrile (epostane) dan penghambat kompetitif ovarium dan plasenta 3-hydroxysteroid dehydrogenase lainnya seperti trilostane, bekerja dengan menghambat sintesis progesteron dari prekursornya yaitu pregnenolon.

b. Obat yang menginduksi kontraksi miometrium

Implantasi/penanaman embrio dalam uterus melibatkan interaksi yang kompleks dengan endometrium. Embrio melekat pada epitel endometrium pada hari ke 610 setelah terjadinya ovulasi. Peristiwa ini tergantung pada progesteron yang memodifikasi banyak transkripsi gen yang terlibat dalam proses implantasi tersebut. Progesteron juga menghambat kontraksi miometrium. (Wood, 2012).Prostaglandin dan oksitosin merangsang kontraksi rahim dengan mengikat reseptor spesifik pada permukaan sel miometrium. Aksi tersebut menyebabkan peningkatan produksi kalsium pada retikulum endoplasma (RE) dan pada akan akhirnya mengakibatkan atau memicu terjadinya kontraksi uterus, sehingga dapat menyebabkan keguguran. (Wood, 2012).c. Obat yang mengantagonis kerja progesteron

Antagonis progesteron (antiprogestin) yang pertama kali dikembangkan adalah mifepristone, yang juga dikenal dengan istilah RU 486 atau RU 38486. Senyawa ini bekerja dengan mengikat reseptor progesteron dengan afinitas 5 kali lebih besar dibandingkan progesteron. Antiprogestin juga bekerja pada pembuluh darah endometrium sehingga menyebabkan kerusakan embrio. Senyawa obat ini secara langsung memacu kontraksi uterus dengan meningkatkan rangsangan pada sel miometrium dan menyebabkan pelebaran/dilatasi serviks. (Wood, 2012).d. Obat yang menghambat perkembangan trofoblas

Metotreksat (methotrexate) adalah contoh obat antagonis asam folat yang dapat mengakibatkan keguguran janin dengan mekanisme mengganggu proses sintesis DNA. Sel-sel yang sedang aktif membelah, termasuk tumor ganas, sumsum tulang dan trofoblas sensitif terhadap metotreksat. Sehingga dalam dunia medis obat ini digunakan dalam terapi koriokarsinoma dan kehamilan ektopik. (Wood, 2012).Terminasi kehamilan secara medis dianggap berhasil jika konsepsi secara lengkap dapat dilakukan tanpa adanya tindakan pembedahan. Keberhasilan umumnya ditentukan juga oleh durasi kehamilan. Berikut obat-obat yang sering digunakan:a. Epostane

Epostane digunakan tunggal atau dalam kombinasi dengan prostaglandin E2 yang digunakan untuk terminasi kehamilan dengan usia kehamilan kurang dari 56 hari. Dosis 200 mg diberikan setiap 6 atau 8 jam selama 7 hari. Dalam sebuah studi epostane menyebabkan mual pada sekitar 86% wanita dan memiliki tingkat keberhasilan sebesar 84%. Dengan alasan tersebut maka produsen tidak menganjurkan penggunaan epostane untuk tujuan terminasi kehamilan tersebut. (Wood, 2012).b. Prostaglandin

Prostaglandin alami merupakan agen yang pertama kali digunakan untuk terminasi kehamilan. Namun prostaglandin alami tersebut memiliki sifat yang kurang stabil, spesifisitas yang rendah dan toleransinya buruk. Penggunaan analog prostaglandin parenteral sulprostone tidak diperkenankan lagi karena adanya resiko komplikasi kardiovaskular, seperti infark miokard dan hipotensi parah. (Wood, 2012).Misoprostol dan gemeprost adalah senyawa analog prostaglandin E1 yang sering digunakan saat ini. Misoprostol lebih banyak digunakan karena harganya yang murah, stabil pada temperatur kamar dan tersedia diberbagai negara yang umumnya digunakan dalam terapi ulkus peptikum yang terinduksi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Sedangkan gemeprost hanya tersedia sediaan vaginal dengan harga yang mahal, termolabil, memerlukan pendinginan, dan tidak disetujui penggunaannya di Amerika Serikat. Dosis oral misoprostol adalah 400-3200 g mampu menginduksi aborsi hanya pada 4-11% wanita dengan usia kehamilan 56 hari atau kurang. Bioavailabilitas obat ini relatif besar jika diberikan secara vaginal dan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. (Wood, 2012).Respon terhadap pemberian gemeprost vaginal lebih dapat diprediksi. Dalam sebuah studi dosis 1 mg gemeprost dengan dosis tambahan yang diberikan setiap 3 jam hingga 5 dosis memberikan keberhasilan terminasi kehamilan sebesar 97% pada wanita dengan usia kehamilan 56 hari atau kurang. Jika dosis yang sama diberikan setiap 6 jam hingga 3 dosis tingkat keberhasilannya lebih rendah yaitu sekitar 87%.

Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan misoprostol atau gemeprost diantaranya:

1) Nyeri, sekitar 53% pasien memerlukan 5 mg analgesia opiat pada pasien yang menggunakan gemeprost, dan 15% pada kelompok pasien yang menggunakan misoprostol.

2) Pusing, mual, muntah, diare, menggigil dan ruam

3) Durasi pendarahan sekitar 14 hari pada pasien yang menggunakan gemeprost dan 11 hari pada pasien pengguna misoprostol

4) Dalam hal misoprostol gagal mengakhiri kehamilan, misoprostol dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi termasuk cacat kulit kepala atau tengkorak, cranial-nerve palsy, maupun cacat anggota tubuh lainnya.5) Terkait tingginya tekanan rahim karena kontraksi rahim atau spasme pembuluh darah, maka mungkin berakibat teratogenik

Prostaglandin dapat digunakan secara sendiri, namun terkait dengan efek sampingnya maka biasanya misoprostol digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan mifepristone atau metotreksat. (Wood, 2012).c. Kombinasi Metotreksat dan ProstaglandinKombinasi ini terbukti lebih efektif dalam terminasi kehamilan. Dosis metotreksat sebesar 50 mg per meter persegi area permukaan tubuh disuntikan secara intramuskular. Dosis lebih dari 60 mg/m2 area permukaan tubuh tidak meningkatkan efektivitasnya. Pemberian metotreksat oral 25 atau 50 mg juga efektif. Sementara itu 800g misoprostol diberikan pervaginal. (Wood, 2012).Tingkat keberhasilan dengan kombinasi agen ini pada wanita dengan usia kehamilan 56 hari atau kurang adalah sebesar 84-97%. Efikasi sering didefinisikan sebagai keberhasilan langsung (yaitu terminasi lengkap dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemberian misoprostol) atau keberhasilan tertunda (terminasi lengkap setelah lebih dari 24 jam sejak pemberian misoprostol). Tingkat keberhasilan pada satu pasien umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tingkat keberhasilan secara keseluruhan karena terjadinya terminasi tertunda pada sekitar 12-35% pasien yang baru mengalami terminasi setelah kurun waktu 20-30 hari setelah pemberian misoprostol. (Wood, 2012).Mual, muntah, diare adalah efek samping yang umum pada penggunaan kombinasi obat ini. Durasi pendarahan pervagina berkisar antara 10-17 hari sejak pemberian dosis misoprostol terakhir. Dalam sebuah studi yang lain, sekitar 4% pasien yang menggunakan kombinasi misoprostol dan metotreksat memerlukan tindakan pembedahan untuk mengakhiri kehamilan secara lengkap akibat pendarahan yang berlebihan. Yang sangat perlu diperhatikan pada penggunaan metotreksat adalah adanya efek sitotoksik pada trofoblas. Dalam sebuah studi 6 dari 13 janin yang terpapar metotreksat akan mengalami abnormalitas. (Wood, 2012).d. Tamoksifen (Tamoxifen) dan ProstaglandinDalam sebuah studi 20 mg tamoksifen sekali sehari selama 4 hari diikuti dengan pemberian misoprostol 800g dapat menginduksi terjadinya aborsi lengkap pada 92% wanita. (Wood, 2012).e. Antiprogestin dan ProstaglandinTingkat keberhasilan terminasi mifepriston yang digunakan sendiri dengan dosis 200-600 mg adalah sebesar 64-85%. Pemberian prostaglandin pada 36-60 jam setelah pemberian mifepriston terbukti mampu meningkatkan keberhasilan terminasi kehamilan. (Wood, 2012).

Biasanya prostaglandin diberikan 48 jam setelah pemberian mifepriston.Keberhasilan terminasi pada kehamilan dengan usia 49 hari atau kurang dengan menggunakan mifepriston dan prostaglandin adalah sebesar 92-98%. Efek samping berat yang dapat terjadi pada penggunaan kombinasi mifepriston dan prostaglandin adalah pendarahan pervaginal yang berkepanjangan. Namun demikian jarang membutuhkan transfusi darah. Efek samping lain yang sering terjadi adalah nyeri abdomen dan kram uterus. (Wood, 2012).2.2. Kardiotokografi (KTG)Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut. Kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat kelahiran dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi miometrium secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-tanda yang menunjukkan kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan intervensi tepat waktu. (Anwar, 2011).Diperlukan seorang penanggung jawab untuk perawatan dan pengoperasionalan KTG tersebut, juga pelatihan didalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut. Pada saat pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi harus setengah duduk atau tidur miring. (Anwar, 2011).

2.2.1. Indikasi Pemeriksaan KTG

Pemeriksaan KTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan indikasinya terdiri dari :a. Jika ibu pada keadaan:1) Pre-eklampsia-eklampsia2) Ketuban pecah3) Diabetes melitus4) Kehamilan5) 40 minggu6) Vitium cordis7) Asthma bronkhiale8) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO9) Infeksi TORCH

10) Bekas SC11) Induksi atau akselerasi persalinan12) Persalinan preterm13) Hipotensi14) Perdarahan antepartum15) Ibu perokok16) Ibu berusia lanjut17) Lain-lain: sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.

b. Jika janin pada keadaan:

1) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)2) Gerakan janin berkurang3) Suspek lilitan tali pusat4) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin5) Hidrops fetalis6) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar7) Mekoneum dalam cairan ketuban8) Riwayat lahir mati9) Kehamilan ganda2.2.2. Syarat Pemeriksaan KTGa) Syarat-syarat untuk dapat dilakukannya pemeriksaan kardiotokografi (KTG) diantaranya:

b) Usia kehamilan 28 mingguc) Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan)d) Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahuie) Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG terkomputerisasi)2.2.3. Persiapan Pasien Dan Pelaksanaan Pemeriksaan KTG

Persiapan dan langkah-langkah pelaksanaan pemeriksaan kardiotokografi (KTG) meliputi :

a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapatb. Kosongkan kandung kencing

c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu

d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit

e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum maksimum DJJf. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi berakhir

g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum maksimum

h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG

i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf

j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai)

k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG

l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit)

m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada tempatnya

n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai

o. Interpretasi hasil yang didapat oleh dokter penanggung jawab pasien2.2.4. Interpretasi Pemeriksaan KTG

Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada 2 macam:a. Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate)Denyut jantung janin basal meliputi frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).

1) Frekuensi denyut jantung janin

Frekuensi dasar denyut jantung janin (Base Line Heart Rate), mempunyai frekuensi normal berkisar antara 120160 dpm. Disebut takikardi apabila frekuensi dasar >160dpm. Bila terjadi peningkatan