Isi Referat

download Isi Referat

of 30

description

ISI

Transcript of Isi Referat

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian usus akibat defisiensi ganglion.Kelainan pada penyakit ini biasanya ditemukan mulai dari bagian distal kolon yaitu di peralihan antara usus dengan anus. Panjang dari bagian segmen yang tidak mempunyai sel ganglion (aganglionik) itu biasanya berbeda-beda; 75% pasien terbatas pada bagian rektum dan sigmoid, 8% pasien mengalami segmen aganglionik pada seluruh bagian kolon, dan jarang melibatkan usus kecil.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPenyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus Meissner (submukosa) dan pleksus Aurbachi (mienterikus). 1

B. Epidemiologi Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dari jumlah kasus yang didapatkan, 94% daripadanya adalah pada bayi yang berusia di bawah 5 tahun. Kasus yang melibatkan orang dewasa sedikit dan sangat jarang. 1Insidens penyakit Hirschsprung pada pria itu lebih besar di banding perempuan. Rasionya sekitar 4:1. Penyakit ini juga sangat sering ditemukan pada bayi-bayi dengan kelainan kongenital lain seperti hidrosefalus, ventricle septal defect, dan divertikulum Merckel. 2Dari seluruh jumlah kasus, didapatkan sebanyak 80% hingga 90% pasien menunjukkan gejala klinis dan terdiagnosa sewaktu masih dalam periode neonatus. Salah satu tanda yang penting untuk mencurigai penyakit ini adalah terlambatnya pengeluaran mekonium pada bayi yang baru lahir. Sebanyak 90% pada bayi yang mendapat penyakit ini tidak mengeluarkan mekoniumnya dalam waktu 24 jam pertama setelah lahir. 3Penyakit Hirschsprung dengan derajat yang lebih ringan dan tidak terdiagnosis akan berkembang secara progresif hingga penderita mencapai usia dewasa. Ini adalah karena terjadi kompensasi pada bagian kolon proksimal dari bagian distal yang mengalami obstruksi. Penderita dengan derajat ringan seperti ini mungkin dapat mengonsumsi bahan atau obat yang bisa mengurangkan gejala yang timbul akibat obstruksi tersebut, namun apabila keadaan ini berkelanjutan lebih lama, bagian proksimal kolon itu akan mengalami dilatasi dan tidak dapat mengkompensasi proses obstruksi yang terjadi. 3C. Anatomi dan FisiologiRektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.2 (Gambar 1)

Gambar 1. Diagram rektum dan saluran anal1Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.4 (Gambar 2 )Gambar 2. Spinkter ani eksternal laki-laki 4Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus. (Gambar 3.)2

Gambar 3. Pendarahan anorektal 4Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis) (Gambar 4). 4

Gambar 4. Innervasi daerah perineum (laki-laki) 2Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus 2,4 : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut (Gambar 5). 2,4Gambar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus 2Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus perhari, karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak tercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak di serap dan cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya.Apa yang tertinggal dan akan dikeluarkan disebut feses(tinja). Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi. 4Lapisan besar otot polos longitudinal luar yang tidak mengelilingi usus besar secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah, taenia coli, yang berjalan di sepanjang usus. Taenia coli ini lebih pendek dari pada otot polos sirkuler dan lapisan mukosa dibawahnya jika kedua lapisan ini dibentangkan datar. Karena itu, lapisan-lapisan dibawahnya disatukan membentuk kantung atau haustra,Haustra bukan sekedar kumpulan permanen pasif ; haustra secara aktif berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler. 2,4Umumnya gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak mendorong sesuai fungsinya sebagai tempat penyimpanan dan penyerapan. 1 Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang di picu oleh ritmisitas otonom sel-sel otot polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon membentuk haustra, serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi jauh lebih jarang. Waktu diantara dua kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit, sementara kontraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekunsi 9 sampai 12 kali permenit. Lokasi kantung haustra secara bertahap berubah sewaktu segmen yang semula melemas dan membentuk kantung mulai berkontraksi secara perlahan sementara untuk membentuk kantung baru. Gerakan ini tidak mendorong isi usus tetapi secara perlahan mengaduknya maju-mundur sehingga isi kolon terpajan ke mukosa penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh refleks-refleks lokal yang melibatkan pleksus instrinsik. 4Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asendes dan traansversum berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat dinamai gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat bahan disimpan sampai terjadi defekasi. 1,2Ketika makanan masuk ke lambung terjadi refleks gastrokolon yang di perantarai dari lambung ke kolon oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik, yang menjadi pemicu utama gerakan massa di kolon. Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus yang masih ada ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolon mendorng isi kolon kedalam rektum, memicu refleks defekasi. 1,4,5Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang resepto regang di dinding rectum, memicu refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus ( yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani eksternus(yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot rangka, stingfer ani eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan stingfer ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua stingfer tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja. 4,5Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja. 1,4Jika defekasi ditunda terlalu lama maka dapat terjadi konstipasi (sembelit). Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal maka H2O yang diserap dari tinja meningkatkan sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal frekuensi defekasi diantara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal bagi yang bersangkutan maka dapat terjadi konstipasi. Gejalanya seperti rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan disertai mual, dan depresi mental. Berbeda dari anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan olehtoksinyangdiserapdaribahantinjayangtertahan.4Meskipunmetabolisme bakteri menghasilkan bahn-bahan yang mungkin toksik di kolon namun bahan-bahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disinkirkan oleh hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjang usus besar, terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan mereda. 4Kemungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan konstipasi mencakup : (1) mengabaikan keinginan untuk buang air besar; (2) berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat; (3) obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau spasme kolon; dan (4) gangguan refleks defekasi, misalnya karena cedera jalur-jalur saraf yang terlibat.1,4 D. Etiologi. Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada pleksus mienterikus Auerbach dan submukosa Meissener pada rektum dan atau kolon. Neuron enterik berasal dari neural crest dan bermigrasi secara kaudal bersama dengan serat saraf vagus di sepanjang usus. Sel-sel ganglion tiba di kolon proksimal pada 8 minggu usia kehamilan dan pada rektum pada 12 minggu usia kehamilan. Kegagalan migrasi neuron enterik pada kolon dan atau rektum ini akan membentuk segmen aganglionik. Hal ini mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis. 6E. Patogenesis.Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7 cm (megakolon) dapat terjadi sebagai gangguan kongenital atau didapat. Penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) terjadi bila, saat perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neural crest ke arah kaudal di sepanjang saluran cerna terhenti di suatu titik sebelum mencapai anus. Oleh karena itu, terbentuk suatu segmen aganglionik yang tidak memiliki pleksus submukosa Meissener dan pleksus mienterikus Auerbach. Hal ini menyebabkan obstruksi fugsional dan peregangan progresif daripada kolon yang terletak proksimal dari segmen yang terkena. Pada sebagian besar kasus, hanya rektum dan sigmoid yang aganglionik, tetapi pada sekitar seperlima kasus yang terkena adalah segmen yang lebih panjang, dan bahkan keseluruhan kolon (walaupun jarang). 3Secara genetis, penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen, dan diketahui terdapat beberapa defek berlainan yang menimbulkan akibat yang sama. Sekitar 50% kasus terjadi akibat mutasi di gen RET dan ligan RET, karena merupakan jalur sinyal yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf mienterikus. Banyak kasus sisanya terjadi akibat mutasi di endotelin 3 dan reseptor endotelin. 1F. JenisHirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi : (1) Ultra short segment : ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecildari rectum; (2) Short segment : ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil daricolon; (3) Long segment : ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon; (4) Very long segment : ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectumdan kadang sebagian usus kecil. 2

Gambar : Penyakit Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak segmen kolon yang terkena 2G. DiagnosisGambaran klinis Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat 6 : Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. 6

Gambar 5. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali. 1

Periode anakPada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. 6

Pemeriksaan Radiologi 6Foto polos abdomen (BNO)Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan penumpukan udara di daerah rektum, namun sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus halus jika hanya melalui foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung ini. 6

Gambar 6 : Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus kecil tanpa gas di rectum 6Pemeriksaan barium enema Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : (1) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi; (2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi; (3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. 6Pemeriksaan barium enema harus segera dilakukan pada neonatus yang menunjukkan gejala : (1) Keterlambatan pengeluaran mekonium; (2) Disertai abdomen distensi; (3) Muntah hijau. Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit, karena terdapat pelebaran kolon diatasnya. Retensi barium setelah pemeriksaan merupakan gambaran yang khas.5 Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema didapatka gambaran : (1) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu; (2) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed outline yang tidak beraturan); (3) Segmen yang berdilatasi. 5Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daereah rectum dan sigmoid. 6

Gambar 7. Pemeriksaan barium enema menunjukkan zona transisi. Zona ini merupakan transisi dari dilatasi usus yang biasanya diinervasi normal. 8

Gambar 8. Pemeriksaan barium enema pada penderita dengan penyakit Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid serta pelebaran di bagian atas dari zona transisi. 8

Gambar 9. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon yang terisi massa feses dibagian atas dan rektum yang relatif menyempit di bagian bawah. 8

Gambar 10. Rektum pada bayi baru lahir ini kelihatan lebih kecil dari sigmoid dan kolon descendens, tetapi tidak terdapat zona transisi yang jelas. 8

Gambar 11. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada bayi lainnya menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan mengalami spasme. 8

Gambar 12. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid pada foto barium enema sisi lateral. 8Semakin lanjut usia pasien saat terdeteksi penyakit ini, maka semakin jelas perbedaan yang tampak antara usus yang normal dan abnormal. 8

Gambar 13. Pemeriksaan barium enema pada bayi baru lahir dengan penyakit Hirschsprung. Biasanya perubahan klasik dari penyakit ini tidak begitu jelas pada periode neonatal. 8

Gambar 14. Pemeriksaan barium enema yang dilakukan selanjutnya memperlihatkan gambaran megakolon yang tipikal, zona transisi serta bagian aganglionik yang tidak melebar. 8

Gambar 15. Pemeriksaan barium enema pada seorang pria muda dengan penyakit Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria ini mengalami konstipasi kronis yang berlangsung sepanjang hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi usus besar dan residu feses. 8

Gambar 16. Penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan barium enema tampak pengurangan kaliber rektum dan dilatasi loop usus besar dengan permukaan mukosa yang ireguler (diskinesia). 8

Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia 6 bulan dengan riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi lateral ini menunjukkan dilatasi pada sigmoid kolon proksimal dan kolon asendens. 8

Pada pemeriksaan USG, tampak adanya loop kolon yang melebar (terletak di perifer, gerakan peristaltik menurun, adanya tanda haustral (haustral marking) dan lokasinya disekitar panggul). Namun, adanya temuan USG yang menggambarkan dilatasi kolon memiliki nilai prediktif yang sangat rendah dan dalam sebagian besar kasus Hirschsprung tidak menunjukkan adanya obstruksi kolon maupun rektum. Dilatasi loop dilatasi yang disertai dengan obstruksi biasanya tidak terdeteksi sebelum 25 minggu kehamilan.

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan pada bayi, yaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi rektum. 5

Gambar 18. Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC = descending colon. Segmen kolon yang lain dalam batas normal. 5

Gambar 19. Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak panah).5

Gambar 20. Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. 5

Gambar 21. Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan penyempitan di bagian distal rektum. 5Pemeriksaan lainnyaLaboratorium StudiCBC count: Tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung. Peningkatan WBC count atau bandemia harus dicurigai terjadinya enterokolitis. 5Anorektal manometriPada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit kronis dan riwayat atipikal baik untuk penyakit Hirschsprung atau konstipasi fungsional, manometri anorektal dapat membantu dalam membuat diagnosis. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung gagal untuk menunjukkan reflex relaksasi pada spinkter ani interna dalam menanggapi inflasi balon dubur. 5,7Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleks anorektal pada pasien yang dicurigai dengan penyakit Hischsprung. Orang yang menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau berkurang refleks anorektalnya. Penurunan refleks anorektal yang dimaksudkan adalah kurangnya relaksasi pada bagian anus setelah dilakukan inflasi balon di bagian rektum. Bagaimanapun, terdapat banyak perbedaan pendapat tentang penilaian pada tes diagnostik ini. 5Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons sebaliknya membutuhkan biopsi rektum. 1

Gambar : Perbandingan manometri anorektal normal dan penyakit hirschsprung 1Biopsi rektumBiopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk mendeteksi penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi. 5Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung. 5H. Diagnosis Banding.Kegagalan bayi cukup bulan yang sehat mengeluarkan mekonium pada waktu 24 jam pertama setelah lahir dapat dicurigai adanya obstruksi pada usus bayi tersebut. Diagnosis banding untuk obtsruksi usus besar adalah seperti penyakit Hirschprung sendiri dan beberapa penyakit lain seperti malformasi anorektal dan Meconium Plug syndrome. Untuk membedakan ketiga jenis penyakit ini, maka harus dilakukan pemeriksaan radiologi yang tepat. Pada foto polos penderita dengan kelainan Meconium Plug syndrome, tampak distensi daripada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen, namun tidak terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema, akan tampak gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek terapeutik apabila mekonium keluar dengan sendirinya setelah beberapa waktu kemudian. Pada sebagian bayi, stimulasi pada bagian rektum dengan menggunakan termometer rektal, pemeriksaan rectal touch, dan pemberian saline enema biasanya akan menginduksi keluarnya mekonium terebut. Bagaimanapun, bayi dengan kelainan organik seperti penyakit Hirschsprung ini juga terkadang akan mengeluarkan meconium plug dan selanjutnya akan menjadi normal untuk sementara. Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus menerus untuk bayi yang meskipun telah mengeluarkan meconium plug mereka. Apabila gejala obstruksi menetap, maka pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan. 1,5,7

Gambar 20. Tampak multiple meconium plug yang terdapat pada seorang bayi baru lahir dengan Meconium Plug syndrome. 5Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus akibat penyakit fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi, duplikasi intestinal dan sindrom pseudo obstruksi intestinal. Puri (1997) menyatakan banyak kelainan-kelainan yang menyerupai penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara lain Intestinal neuronal dysplasia, hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot polos.1,5I. Penatalaksanaan1. Penanganan umum Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) Menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi (Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal), (2) Sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan (Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi; Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis; Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.), dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi. 4Namun secara garis besar penanganan umum pada penderita penyakit Hirschsprung adalah stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema. 12. Penanganan khususTindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan dengan pembedahan definitif. Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah operasi. Pilihan-pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu sampai bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi definitif. 1Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang tidak berganglion dan melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm di atas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada pengembangan dua prosedur lain. Duhamel menguraikan prosedur untuk menciptakan rektum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinervasi normal ke belakang rektum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur endorectal pullthrough yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut., dengan demikian memintas usus yang abnormal dari sebelah dalam. 1Pada penyakit Hirschsprung segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa ganglion hanya sebatas pada sfingter interna. Gejala-gejala klinisnya sama dengan gejala-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel ganglion mungkin terdapat pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum akan tidak normal. Eksisi pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna, merupakan tindakan diagnostik dan terapeutik. 1Penyakit Hirschsprung segmen panjang yang melibatkan seluruh kolon dan sebagian usus halus merupakan masalah yang sulit. Pemeriksaan motilitas rektum dan biopsi isap rektum akan menunjukkan adanya tanda-tanda penyakit Hirschsprung, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit diinterpretasi karena tidak ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah aganglionosis dapat ditentukan secara akurat dengan biopsi pada saat laparotomi. 1Bila seluruh kolon aganglionik, sering bersama dengan panjang ileum terminal, anastomosis ileum anus merupakan terapi pilihan, dengan masih mempertahankan bagian kolon yang tidak berganglion untuk mempermudah penyerapan air, sehingga membantu tinja menjadi keras. Operasi Duhamel adalah yang terbaik untuk aganglionis kolon total. Kolon kiri tetap ditinggalkan sebagai reservoir, dan tidak perlu menganastomosis kolon kiri ini pada usus halus.1Kesimpulannya, selain kasus bayi sehat dengan segmen aganglionosis yang pendek, operasi merupakan pilihan terapi yang terbaik untuk dilakukan. Bagaimanapun, biasanya setelah prosedur operasi ini, keadaan kolon tetap dalam kedaan abnormal (kurang baik) dan hasil penanganan operasi selanjutnya akan lebih bervariasi.1

J. Komplikasi Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung, dimana penderita mampu menguasai dengan baik fungsi spinkter ani dan kontinen. 1,3,5

K. PrognosisPrognosis penyakit hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia). Masalah pascabedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps, abses, perianal, dan pengotoran tinja. 1

BAB IIIKESIMPULAN

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidakdijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid. Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel sarafparasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive danabnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yangdisebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Pemeriksaan penunjang diantaranya foto polos abdomen yang memperlihatkan loop distensi usus dengan penumpukan udara di daerah rektum, namun sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus halus jika hanya melalui foto polos abdomen; Barium enema, yang memperlihatkan 3 gejala khas yaitu : (1) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi; (2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi; (3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi; CT Scan (untuk mengetahui lokasi zona transisi), Anorectal manometry dan Biopsy rectal sebagai gold standard. Secara garis besar penanganan umum pada penderita penyakit Hirschsprung adalah stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema, adapun penangan khusus adalah dengan pembedahan. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, Dradjat. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Hirscprungs Disease. Tersedia di http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68048/potongan/S2-2014-302913-chapter1.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015.2. Irawan, Budi. 2014. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit Hirscsprung Pasca Operasi Pull-Through. Tersedia di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6218/1/bedah-budi%20irawan.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015. 3. Kessmann, Jennifer. 2006. Hirschsprungs Disease: Diagnosis and Management. Tersedia di http://www.aafp.org/afp/2006/1015/p1319.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.4. Zanzila, Attub. 2009. Anatomi dan Fisiologi Anorektal. Tersedia di http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/767/bab21.PDF?sequence=6. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015.5. Trisnawan, I Putu. Metode Diagnosis Penyakit Hirschprung. Tersedia di http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82546&val=970. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015.6. Hilton, Saskia V.W; Edwards, David K. 2006. Practical Pediatric Radiology Third Edition (pg. 553-566). Saunders Elsevier : Philadelphia.7. Rumack, Carol M, et al. 2005. Diagnostic Ultrasound Third Edition Volume 2 Obstetric and Fetal Sonography, Pediatric Sonography. Elsevier Mosby.8. Rezaee, Amir; Agrawal, Rishi et al. 2010. Hirschsprungs Disease. Tersedia di http://radiopaedia.org/articles/hirschsprung-disease. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

29