Isi Kusta

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta sampai saat inimasih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang keliruterhadapkusta dan cacat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006). erdasarkan lap!ran regi!nal World Health Organzation ("H#) tahun 2000 dari se$umlah negara yang melap!rkan prevalensi penyakit kusta di tercatat Ind!nesia sebagai peringkat empat setelah India, ra%il dan &epal (Depkes RI, 2000). 'enurut "H# pada tahun 200 $umlah klien kusta baru di dunia adalah sekitar 2 6.* klien. Dari $umlah tersebut paling banyak te diregi!nal +sia enggara (20-.6 ) diikuti regi!nal +/rika (*2. -* (*-.1 0) dan sisanya berada di regi!nal lain di dunia (Darma Putra, 200 saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masy di Ind!nesia. Diperkirakan sampai akhir tahun 2002 masih ada - pr!pinsi --- kabupaten yang belum dapat dieliminasi. 3liminasi yaitu suatu dimana penderita kustatercatat kurang dari- per -0.000 penduduk, dan diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah (D$uanda,- 1). edangkan penyakit kustadi 4a5a engahmasih men$adimasalah kesehatan masyarakat. 'eskipun 4a5a engah sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 200*, namun masih banyak kabupaten k!ta yang belum me eliminasi kusta. 7ntuk mencapai eliminasi di tingkat kabupaten k!ta maka adanya k!mitmen semua stake h!lder di tiap $en$ang pemerintahan. Pre8alen penyakit kusta tahun - $umlahnya -1 kasus, tahun 2000 ber$ kasus, tahun 200- ber$umlah -26 kasus, tahun 2002 ber$umlah - 6 kasus, 200 ber$umlah -62- kasus, tahun 200* ber$umlah - 0 kasus, tahu ber$umlah -1 0 kasus, dan tahun 2006 ber$umlah -1 kasus. 'enurut data menggambarkan tingkat akti8itas penemuan penderita yang selalu men (Dinkes 4ateng, 2006). 'asalah penyakitkusta ini diperberat dengan k!mpleksnyaepidemi!l!gi dan banyaknyapenderita kustayang mendapat peng!batan

description

Penyakit Kusta penyakit menular yang menahun ( kronis ) dan disebabkan oleh kuman kusta ( mycobacterium leprae ) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya ( Departemen Kesehatan RI, 2002a ).

Transcript of Isi Kusta

12

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPenyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnyapengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006).Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO) tahun 2000 dari sejumlah negara yang melaporkan prevalensi penyakit kusta di dunia tercatat Indonesia sebagai peringkat empat setelah India, Brazil dan Nepal (Depkes RI, 2000). Menurut WHO pada tahun 2005 jumlah klien kusta baru di dunia adalah sekitar 296.499 klien. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat diregional Asia Tenggara (201.635) diikuti regional Afrika (42.814), Amerika (41.780) dan sisanya berada di regional lain di dunia (Darma Putra, 2009). Sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diperkirakan sampai akhir tahun 2002 masih ada 13 propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat dieliminasi. Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana penderita kusta tercatat kurang dari 1 per 10.000 penduduk, dan diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah (Djuanda,1997).Sedangkan penyakit kusta di Jawa Tengah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Meskipun Jawa Tengah sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2004, namun masih banyak kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Untuk mencapai eliminasi di tingkat kabupaten/kota maka perlu adanya komitmen semua stake holder di tiap jenjang pemerintahan. Prevalensi penyakit kusta tahun 1999 jumlahnya 1579 kasus, tahun 2000 berjumlah 1183 kasus, tahun 2001 berjumlah 1268 kasus, tahun 2002 berjumlah 1563 kasus, tahun 2003 berjumlah 1621 kasus, tahun 2004 berjumlah 1805 kasus, tahun 2005 berjumlah 1780 kasus, dan tahun 2006 berjumlah 1788 kasus. Menurut data diatasmenggambarkan tingkat aktivitas penemuan penderita yang selalu meningkat (Dinkes Jateng, 2006). Masalah penyakit kusta ini diperberat dengan kompleksnya epidemiologi dan banyaknya penderita kusta yang mendapat pengobatanketika sudah dalam keadaan cacat sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman tentang penyakit kusta dan akibatnya di sebagian besar masyarakat Indonesia (Depkes RI, 1984).1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari kusta ?2. Apa etiologi dari kusta ?3. Bagaimana patofisiologi kusta ?4. Bagaimana manisfestasi klinis kusta ?5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kusta?6. Bagaimana pengobatan/penatalaksanaan dari kusta ?7. Bagaimana pencegahan dari kusta ?1.3 Tujuan1. Tujuan umum :Untuk memberikan gambaran secara umum kepada pembaca tentang gangguan kulit kusta.2. Tujuan khusus :Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang penyakit kusta sehingga dapat menunjang tindakan keperawatan.1.4. Manfaat PenulisanUntuk memberikan gambaran secara umum kepada pembaca tentang dan serta meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang penyakit kusta sehingga dapat menunjang tindakan keperawatan.

BAB IITINJAUAN TEORI2.1 Definisi Penyakit Kusta penyakit menular yang menahun ( kronis ) dan disebabkan oleh kuman kusta ( mycobacterium leprae ) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya ( Departemen Kesehatan RI, 2002a ).Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang intraseluler olbligat. Syaraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.(Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, 2002) Perjalanan penyakit diawali dari syaraf perifer sebagai afinitas pertama lalu ke kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotelia, mata, otot, tulang dan testis. Meskipun pada sebagian orang yang terinfeksi kuman kusta bersifat klinis serta dapat menimbulkan kecacatan terutama pada tangan dan kaki (Departemen Kesehatan RI, 2002a )

2.2 Etiologi

Penyebab penyakit kusta adalah mycobacterium leprae atau baksil Hansen yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh yang lain. Baksil ini ditemukan oleh sarjana Norwegia GH Armauner Hansen pada tahun 1873. Baksil ini bersifat tahan asam (BTA), berbentuk batang dengan ukuran 1 8 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan.(Departemen kesehatan RI, 2002a).

2.3 Patofisiologi

Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum diketahui secara pasti.Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penularannya yang paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.Setelah mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berarti berkembang ke arah lepromatosa.Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasiyang sedikit. Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag untuk memfagosit.1. Tipe LL (Lepromatosa) : Terjadi kelumpuhan system imun seluler yang rendah dimana makrofag tidak mampu menghancurkan kuman, dan dapat membelah diri dan dengan bebas merusak jaringan. 2. Tipe TT (Tuberkoloid) : Fase system imun seluler yang tinggi dimana makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler mendadak, sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae yang mati dapat meningkat.Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan transformasi limfosit.Tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti antigen M. leprae mana yang mendasari kejadian patologis tersebut dapat terjadi.Determinan antigen tertentu yang mendasari reaksi penyakit kusta pada tiap penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran klinisnya dapat berbeda pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan antigen banyak didapati pada kulit dan jaringan saraf.Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi.Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.

2.4 Cara Penularan Kelainan Kulit Kusta Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multy basillary (MB) ke orang lain dengan cara penularan langsung, namun demikian belum diketahui pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Timbulnya penyakit kusta pada seseorang membutuhkan waktu yang relatif lama, tergantung dari beberapa faktor antara lain : a. Faktor penyebab Kuman kusta dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia sekitar 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca hanya kuman yang masih utuh atau solid yang dapat menimbulkan penularan, selain itu kuman kusta juga mempunyai waktu pembelahan yang lama yaitu 2-3 minggu; b. Faktor sumber penularan Penderita kusta tipe MB di anggap sebagai satu-satunya sumber penularan penyakit kusta meskipun kuman kusta dapat hidup di hewan armadillo. Penderita tipe MB ini apabila sudah minum obat sesuai dengan regimen WHO secara teratur tidak menjadi sumber penularan lagi; c. Faktor daya tahan tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Seseorang dalam lingkungan tertentu termasuk dalam salah satu dari tiga kelompok berikut, yaitu : 1). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh yang tinggi merupakan kelompok terbesar yang telah atau menjadi resisten terhadap kuman kusta; 2). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh rendah terhadap kuman kusta mungkin akan menderita penyakit kusta yang ringan (PB); 8 3). Manusia (host) yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta merupakan kelompok kecil dan mudah menderita kusta yang stabil dan progresif.1. Penderita Kusta Kering (PB) Dewasa:Pengobatan Bulanan: Hari Pertama (dosis yang diminum di depan petugas) 2 kapsul Rifampisin dan 1 tablet Dapsone.Pengobatan harian: Hari ke 2 sampai hari ke 28 (dibawa pulang) 1 tablet Dapsone. Penderita akan memperoleh obat MDT dari Puskesmas sebanyak 6 Blister untuk diminum selama 6-9 bulan.2. Penderita Kusta Basah (MB) Dewasa:Pengobatan Bulanan : Hari Pertama (Dosis yang diminum didepan petugas) 2 kapsul Rifampisin, 3 Kapsul Lampren, dan 1 tablet DapsonePengobatan harian hari ke 2 sampai hari ke 28 :1 tablet Lampren dan 1 tablet Dapsone diminum setiap hari. Setiap penderita kusta type MB akan mendapatkan 12 blister obat MDT dari Puskesmas untuk diminum selama 12 bulan.

2.5 Tanda dan GejalaTanda dan gejala pada penyakit kusta, yaitu :1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi boederline). Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan seluler secara cepat.Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB (paucibacillary).Faktor pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf), dan/atau gangguan keadaan umum pasien (gejala konstitusi). 2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum).Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB (multibacillary) dan merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik (kondisi lemah, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu.Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.

2.6 Pemeriksaam Diagnostik/PenunjangDeteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan tingkat kecacatan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai gejala sisa.Tingkat keberhasilan terapi tampak lebih baik jika penyakit kusta ini dideteksi dan ditangani secara dini. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :Gambaran klinik/gejala klinik tersebut diantara lain :a. Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak. b. Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi. c. Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik maupun motorik. d. Demam dan malaise. e. Kedua tangan dan kaki membengkak. f. Munculnya lesi-lesi baru pada kulit.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut:1. Laboratorium :a. Darah rutin: tidak ada kelainanb. Bakteriologi:2. Pemeriksaan histopatologi Dari pemeriksaan ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate limfosit yang meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi. Diferensiasi makrofag kearah peningkatan sel epiteloid dan sel giant memberi gambaran sel langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran nekrosis (kematian jaringan) didalam granulosum.Dimana penyembuhannya ditandai dengan fibrosis.

2.7 Komplikasi Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

2.8 PenatalaksanaanReaksi lepra harus diobati dan dikontrol untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan dilakukan dengan melanjutkan penggunaan obat anti mikroba, terapi anti inflamasi yang efektif dan jangka panjang, analgetik yang adekuat, dan dukungan kesehatan fisik selama fase aktif neuritis.Imobilisasi dan tindakan bedah dapat mencegah dan memulihkan gangguan saraf. Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit. Prinsip pengobatan yaitu, pemberian obat anti reaksi.Obat yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai anti implamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut :Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari. Klorokuin 3x150 mg/hari, Prednison 30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari sesudah makan atau dapat juga diberikan secara dosis tertinggi misalnya : 4x2 tablet/hari, berangsur-angsur diturunkan 5-10 mg/2 minggu setelah terjadi respon maksimal.Untuk melepas ketergantungan pada kortikosteroid pada reaksi tipe II (ENL) digunanakan talidomid.Dosis talidomid 400 mg/hari yang berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia subur karena talidomid bersifat teratogenik.Setiap 2 minggu pasien harus diperiksa ulang untuk melihat keadaan klinis.Bila tidak ada perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi 20 mg sehari).Setelah ada perbaikan dosis diturunkan.Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin.Klofazimin hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis).Dosis klofazimin ditinggikan dari dosis pengobatan kusta.Untuk orang dewasa 3x100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah berkurang maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2x100 mg/hari, selama 1 bulan diturunkan lagi menjadi 1x100 mg/ hari selama 1 bulan. Setelah reaksi hilang pengobatan kembali ke dosis semula, yaitu 50 mg/hari.

2.9 PrognosisReaksi kusta terjadi karena meningkatnya status imunologis penderita, umumnya reaksi ini terjadi setelah pengobatan yang disertai dengan penurunan jumlah kuman pada pemeriksaan bakteriologi.Prognosis reaksi kusta ditentukan dari seberapa cepat reaksi ini terdeteksi dan diobati. Semakin cepat diterapi maka prognosis semakin baik, sedangkan jika tidak cepat dideteksi dan ditangani akan menimbulkan kecacatan ireversibel pada sistem saraf tepi yang terkena. Reaksi kusta ini dapat menimbulkan relaps. Seringkali pasien mengalami gangguan sensorik maupun motorik secara tiba-tiba dan jika tidak mendapat pengobatan segera akan menimbulkan gejala sisa, meskipun penyakitnya sudah teratasi, tetapi masih bisa menimbulkan kecacatan permanen (sensorik maupun motorik), dan beresiko tinggi untuk terjadinya suatu deformitas.

2.10 RehabilitasiUsaha-usaha rehabilitasi meliputi medis, okupasi, dan sosial. Usaha medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki.Lapangan pekerjaan dapat diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan cacat tubuh.Tetapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan sedini mungkin pada setiap pasien, keluarga, dan masyarakat sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh sacara medis.Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien sehingga menunjang kemandiriannya dengan memberikan bimbingan sosial dan peralatan kerja, serta membantu pemasaran hasil usaha pasien.

2.11 Upaya Pencegahan KustaHingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah.Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.Penting sekali kita mengetahui atau mengerti beberapa hal tentang penyakit kusta ini, bahwa :1) Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta.2) Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta.3) Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain.4) Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur.2.12 Penanggulangan Penyakit KustaPenanggulangan penyakit kusta telah banyak dilakukan dimana-mana dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini terdiri dari metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.Di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta melalui :1) Penemuan penderita secara dini.2) Pengobatan penderita.3) Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.4) Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta.5) Rehabilitasi penderita kusta.6) Sementara itu di Shandong, Penyakit kusta atau lepra bisa jadi merupakan salah satu penyakit yang ditakutikarena bisa membuat orang tersebut menjadi terkucilkan.7) Faktor gen kini bisa memberikan penjelasan mengapa ada orang yang lebih rentan terkena kusta sedangkan yang lain tidak.8) Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit kronis yang sebabkan oleh bakteri, terutama menyerang saraf tepi, kemudian menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanPenyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta merupakan penyakit menular. Tetapi cara penularannya tidak mudah dan masa penularannya lama. Penyakit kusta menular dengan adanya kontak langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang lama. Penyakit ini bisa menimbulkan kecacatan pada penderita karena bakteri menyerang saraf penderita kusta. Penyakit kusta ini bisa disembuhkan apabila ditemukan tanda-tanda kusta dan diobati sejak dini.Kusta banyak terdapat pada negara berkembang atau negara miskin. Dengan kondisi lingkungan yang tidak bersih, fasilitas kebersihan yang tidak memadai dan asupan gizi yang buruk sehingga menyebabkan daya tahan tubuh rendah. Rentan terhadap penyakit infeksi seperti kusta.3.2 SaranBerdasarkan simpulan diatas diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai penatalaksaan klien dengan gangguan kulit kusta. Jika kita menemui penyakit ini dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita langsung tanggap terhadap gejala awal . Diagnosa dini akan menyelamatkan banyak nyawa. Dan apabila ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini kami menerima masukan, kritikan dan saran yang membangun penulisan makalah ini sangat diharapkan sehingga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita khususnya pihak yang memerlukan Jika kita menemui penyakit ini dalam kehidupan sehari-hari.