Isi Kripsi

57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara beberapa sediaan farmasi yang ada, tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling umum diresepkan dan juga sebagai obat bebas yang paling banyak jenis dan jumlahnya yang dijual di apotik dan toko obat dari bentuk sediaan yang lainnya (Siregar, 2010), oleh karena itu banyak dilakukan penelitian supaya dapat dihasilkan tablet yang berkualitas. Bentuk sediaan obat tablet menguntungkan karena takarannya tepat, harganya murah, stabilitas yang terjaga dalam sediaannya serta mudah digunakan. Bentuk tablet ada bermacam-macam yaitu bentuk silinder, kubus, batang, cakram dan oval (Voigt, 1994). Maka cara pemberian yang paling utama untuk memperoleh efek sistemik adalah pemberian melalui mulut. 1

Transcript of Isi Kripsi

Page 1: Isi Kripsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di antara beberapa sediaan farmasi yang ada, tablet merupakan bentuk sediaan

farmasi yang paling umum diresepkan dan juga sebagai obat bebas yang paling

banyak jenis dan jumlahnya yang dijual di apotik dan toko obat dari bentuk sediaan

yang lainnya (Siregar, 2010), oleh karena itu banyak dilakukan penelitian supaya

dapat dihasilkan tablet yang berkualitas. Bentuk sediaan obat tablet menguntungkan

karena takarannya tepat, harganya murah, stabilitas yang terjaga dalam sediaannya

serta mudah digunakan. Bentuk tablet ada bermacam-macam yaitu bentuk silinder,

kubus, batang, cakram dan oval (Voigt, 1994). Maka cara pemberian yang paling

utama untuk memperoleh efek sistemik adalah pemberian melalui mulut. Dari obat

yang diberikan melalui mulut maka sediaan padat berbentuk tablet lebih disenangi

(Ansel,1989).

Tujuan utama merancang bentuk sediaan tablet adalah untuk mengadakan

perencanaan formulasi yang dikehendaki untuk mencapai suatu respon terapi. Seperti

yang diuraikan di atas, zat aktif obat merupakan bagian dari suatu formula dari suatu

gabungan dengan satu atau lebih zat non aktif (eksipien atau ingredient) yang

mengadakan fungsi farmasetik yang beragam yang dikehendaki dan khusus (Siregar,

2010).

1

Page 2: Isi Kripsi

Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi menggunakan mesin yang mampu

menekan bahan-bahan dalam bentuk serbuk atau granulasi dengan berbagai bentuk

dan ukuran. Dalam pembuatan tablet kompresi, metode granulasi basah merupakan

metode yang paling banyak dipakai. Dalam pembuatanya hampir tidak ada bahan

yang dapat langsung dikempa, sehingga diperlukan bahan-bahan tambahan untuk

memperoleh hasil yang baik. Bahan-bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin,

pewarna, dan lain-lain (Voigt, 1994).

Komponen tablet nonaktif atau eksipien merupakan zat inert secara fisik, kimia,

dan farmakologi yang ditambahkan kedalam formulasi sediaan tablet untuk

membantunya memenuhi persyaratan proses teknologi persyaratan spesifikasi teknis,

fisik, penampilan, persyaratan mutu resmi (farmakope), dan juga persyaratan tidak

resmi yang ditetapkan oleh pabriknya sendiri.

Seleksi dan pengujian eksipien dalam formula tablet memberikan tantangan

untuk formulator di masa depan. Kemampuan mengatasi masalah yang terjadi

merupakan suatu sifat yang berharga, sedangkan kemampuan mencegah masalah

melalui desain eksperimental memadai merupakan suatu kebajikan, menuju

pengembangan produk yang lebih handal dan tepat guna dan jika dirangkaikan

dengan metode optimisasi, formulator mungkin dapat menunujukkan seberapa dekat

suatu formula tertentu ke kondisi optimal (Siregar, 2010).

2

Page 3: Isi Kripsi

Zat pewarna dimasukkan ke dalam tablet pada umumnya untuk memberi

identitas pada prodak yang kelihatannya sama dalam suatu jalur produk industri

farmasi. Zat pewarna terbagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Pewarna yang larut air, memberi warna yang jernih.

2. Pigmen yang tidak larut air, yang harus didispersikan kedalam produk (Siregar,

2010).

3. Pewarna dalam bentuk pigmen khusus. Pigmen ini dapat langsung di tambahkan

dalam formulasi tablet. Untuk meminimalkan timbulnya bercak lebih baik

pigmen dicampur lebih dahulu dengan pengencer.

Penggunaan warna dalam suatu produk berfungsi sebagai identitas dan dapat

digunakan untuk menarik konsumen agar membeli produk tersebut, sehingga

penggunaan warna sangatlah penting. Pewarna sintetik banyak digunakan produsen

untuk menghasilkan suatu produk ( Yulianti, 2009 ).

Pewarna alami ada beberapa golongan, yaitu golongan flavonoid (antosianin,

antosianidin, antoxanthin), golongan alkaloid (betalain, betasianin, betaxantin),

golongan karotenoid (karotin, xanthofil, retinoid), klorofil dan lain-lain (Burdock,

1997). Betalain adalah pigmen berwarna merah, merah anggur yang ditemukan dalam

3

Page 4: Isi Kripsi

tanaman dari kelas Caryophyllales, salah satunya adalah umbi bit (Beta vulgaris L).

(Davies, 2004 dan Anil, 2003).

Umbi bit telah dimanfaatkan masyarakat sebagai pewarna makanan. Hal ini

dikarenakan umbi bit mempunyai warna yang khas berwarna merah yang sangat

bagus dan hanya dengan cara direbus dapat menghasilkan warna yang dapat

digunakan sebagai pewarna (Wirakusuma, 2007 dan Suyanti, 2008).

Penggunaan pewarna alami sebagai pewarna memiliki beberapa syarat, yaitu

memiliki daya larut yang tinggi, stabil saat diolah maupun disimpan. Untuk

menstabilkan suatu zat pewarna alami harus memperhatikan beberapa faktor - faktor

yang yang mempengaruhi stabilitas zat warna yaitu, pH suhu, enzim dan sinar

matahari (Henry dan Hougton,1996).

B. Keaslian Penelitian

Dalam menggali informasi tentang ada atau tidaknya bahan alami sebagai

pewarna pada tablet menggunakan umbi bit (Beta vulgaris L) tidak kami temukan,

pemanfaatan umbi bit baru sebagai pewarna dalam makanan. Maka itu penelitian

4

Page 5: Isi Kripsi

mengenai bahan pewarna untuk tablet merupakan penelitian yang baru dan belum

pernah dilakukan.

C. Faedah yang diharapkan

Pada penelitian ini ingin diketahui pewarna umbi bit (Beta vulgaris L) sebagai

bahan pewarna pada tablet dengan pertimbangan bahwa zat pewarna ini harganya

murah dan digunakan di bidang farmasi.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1. Memperoleh zat warna dari umbi bit sehingga didapat digunakan sebagai bahan

tambahan dalam pewarnaan pada tablet.

2. Mengetahui kemampuan zat warna umbi bit sebagai bahan tambahan dalam

pembuatan tablet.

E. Permasalan

Apakah warna dari ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L) dalam etanol absolut

dapat homogen dan berpengaruh terhadap sifat fisik, jika digunakan sebagai bahan

tambahan dalam pewarnaan pada tablet.

5

Page 6: Isi Kripsi

F. Hipotesis

Zat warna yang dihasilkan dari umbi bit (Beta vulgaris L) memenuhi syarat

sebagai bahan tambahan dalam mewarnai tablet menurut farmakope Indonesia edisi

ke IV

.

G. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknologi Farmasi Falkultas Farmasi

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara.

6

Page 7: Isi Kripsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Chenopodiaceae

Genus : Bet

Spesies : Beta vulgaris L.(Anonim, 2008)

2. Morfologi Tanaman

a. Batang

Batang menyerupai bentuk tanaman lobak dan tinggi batang mencapai 30

sampai 40 cm. batang berwarna merah ungu.

7

Page 8: Isi Kripsi

b. Daun

Daun berbentuk crenatus, yaitu sinus berbentuk lancip dan angulus

berbentuk tumpul. Panjang daun sekitar 10 sampai 30 cm dan lebar daun

sekitar 5 sampai 8 cm. Berwarna hijau muda.

c. Akar

Umbi akar berbentuk gasing (napiformis) dan berupa akar tunggang

mengandung banyak pigmen warna dan glukosa dengan diameter 5 sampai 10

cm dan massanya sekitar 500 sampai 1000 gram (Tjitrosoepomo, 2000 dan

Anonim, 2007).

3. Kandungan Kimia

Warna merah pada umbi bit, karena adanya pigmen betalain. Betalain pada

bit berada di dalam betanin, isobetanin, probetanin, dan neobetanin (yang

merupakan bagian dari betacyanin). Selain itu bit mengandung pigmen lain yaitu

indicaxanthin dan vulgaxanthins (kuning ke oranye pigmen dan merupakan

bagian dari (betaxantin) (Davies, 2004).

B. Betalain

Betalain adalah pigmen berwarna merah, merah anggur yang ditemukan dalam

tanaman dari kelas Caryophyllales. Dalam bentuk garam dapat larut dalam air

maupun etanol. Pigmen warna ini menggantikan pigmen dari antosianin dan banyak

terkandung di dalam kelopak bunga, tetapi terdapat juga di dalam buah daun,

batang, dan akar. Nama "betalain" berasal dari bahasa Latin nama spesies bit (Beta

8

Page 9: Isi Kripsi

vulgaris L). Tananam yang mengandung betalain selain bit adalah bugenvil,

amarantha, dan bunga pada kaktus. Betalain berbentuk aromatik indola derivative

yang disintesis dari tirosin. Setiap betalain mengandung glikosida, dan terdiri dari

gula dan bagian berwarna, yaitu betacyanins untuk warna ungu kemerahan dan

betaxantin untuk warna kuning. Betalain memiliki panjang gelombang maksimal 530

nm dalam pelarut air (Davies, 2004 dan Anil, 2003) .

Gambar 1. Struktur bangun kadungan Umbi Bit

9

Page 10: Isi Kripsi

C. Ekstrak

1. Pengertian

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

dipelakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Anonim, 1995).

2. Metode Ekstraksi

a. Metode Secara Dingin

1) Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstrasi sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarutnya selama

beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya

Maserasi kinetik adalah maserasi dengan cara pengadukan dan

memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik (Voigt, 1995).

2) Perkolasi

Menggunakan alat pekolator. Bahan pengekstraksi yang dialirkan

secara kontinyu dari atas akan mengalir turun menurun melalui simplisia

sehingga pelarut yang selalu baru sampai sempurna, karena adanya

pelarut yang dialirkan secara kontinyu maka akan proses maserasi

bertahap banyak, dibandingkan maserasi yang akan mengalami

10

Page 11: Isi Kripsi

keseimbangan konsentrasi antara larutan sel dengan cairan

disekelilingnya. Biasanya pada suhu temperatur ruangan (Voigt,1995).

b. Metode Secara Panas

1) Metode Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik. Proses pengulangan residu

pertama sampai 3 – 5 kali sehingga proses ekstraksi berjalan sempurna

(Anonim, 2000).

2) Soxletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk

simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring

sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat

sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi

molekul-molekul cairan pelarut yang jatuh ke dalam klonsong menyari

zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan pelaruti telah mencapai

permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat

melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Keuntungan metode ini

adalah : menggunakan pelarut yang lebih sedikit (Voigt,1995).

11

Page 12: Isi Kripsi

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan 40-50oC (Anonim, 2000).

4) Infus

Ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air dengan

temperature 96 – 98 oC selama 15 – 20 menit (Anonim, 2000).

5) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan

temperatur sampai titik didih air (Anonim, 2000).

6) Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak

atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan

peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap

air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan

kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut

terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang

memisah sebagian (Anonim, 2000; Harbone, 1987).

12

Page 13: Isi Kripsi

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, etanol-air

atau eter (Anonim, 1979), dimana cairan penyari harus memiliki criteria

antara lain; inert, dapat melarutkan zat uji sesuai kepolarannya, selektif,

mudah di uapkan, tidak toksik, murah dan mudah diperoleh.

Etanol dipertimbangkan dalam sebagai cairan penyaring karena lebih

selektif, kuman sulit tumbuh dalam etanol > 20%, tidak beracun, netral,

absobsi baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan

panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit

D. Granulasi

Pada umumnya sebelum penabletan dilakukan, obat dan bahan pembantu perlu

digranulasi yang artinya partikel-partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat.

Dalam hal ini diperoleh butiran, dimana partikel- partikel sebuknya memiliki daya

lekat, disamping itu daya alirnya menjadi lebih baik. Dengan daya alir yang baik,

pengisian ruang cetak dapat berlangsung secara countinue dan homogeny (Voigt,

1973). Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel kecil atau serbuk, umumnya

berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar

(Aulton,1988). Ukuran dari granul yang ideal umumnya berkisaran antara 400-800

µm (Martin,1933).

13

Page 14: Isi Kripsi

Tujuan utama granulasi adalah untuk memperbaiki sifat alir serbuk yang akan

dibuat tablet dengan jalan memperbaiki ukuran partikel serbuk dan berifat free

flowing (dapat mengalir bebas). Selain itu tujuan lainnya adalah :

1. Mentransformasi sifat permukaan serbuk yang hidrofobik menjadi hidrofilik.

2. Menjaga homogenitas campuran yang akan dikempa selama proses kompresi,

agar tercapai keseragaman kadar.

3. Menambah kohesifitas serbuk.

4. Mengurangi debu.

5. Memudahkan kompresi campuran serbuk karena serbuk telah mengumpal dan

struktur partikelnya telat dimodifikasi.

6. Menjamin aliran granul kedalam ruang cetak selalu konstan sehingga tercapai

keseragaman bobot.

Granul yang baik harus memiliki sifat-sifat :

1. Tidak teralu keras dan tidak rapuh.

2. Cukup padat tetapi tidak rapat.

3. Memberikan kohesi yang baik terhadap tablet yang dibuat.

4. Dapat melepaskan zat aktifnya.

5. Tidak mudah rusak selama proses pengempaan.

6. Bentuk mendekati bundar.

7. Tidak teralu banyak fines (bagian yang halus dari granul) sehingga tidak

mengganggu sifat alirnya.

14

Page 15: Isi Kripsi

Dari bahan asal yang sama, bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisika dan

kimia. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu, granul tidak segera mengering

dan mengeras bila dibandingkan dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan

granul lebih kecil dibandingkan dengan serbuknya. Granul biasanya lebih tahan

terhadap pengaruh udara (Ansel,1989).

Metoda pembuatan granul memiliki beberapa metoda dengan karakteristik masing-

masing meliputi :

1. Metode Kempa Langsung.

Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki daya kohensif (gaya

tarik menarik antara molekul sejenis) yang besar dan sifat alir yang baik.

Merupakan cara yang paling cepat, sederhana, dan tidak banyak memerlukan

peralatan yang dipakai, karena bahan obat dan zat tambahan dapat langsung

dicetak menjadi tablet tanpa memerlukan granulasi kering dan granullasi basah.

Namun cara ini terbatas pada massa bakal tablet atau granul yang mudah

dicampur mengalir bebas (Lachman et al, 1994).

2. Metode Granulasi Kering

Metode ini cocok untuk bahan obat yang tidak stabil dalam pemanasan dan

kelembaban. Caranya bahan obat dan semua zat tambahan dalam keadaan kering

dicampur hingga terbentuk campuran serbuk yang homogen, campuran serbuk ini

dikempa cetak dengan tekanan tinggi terbentuk tablet yang besar dan dipipih,

besarnya 2-3 kali tablet biasa. Proses ini disebut slugging dan hasilnya disebut

slug. Slug-slug ini kemudian dihancurkan kembali menjadi granul-granul kering

15

Page 16: Isi Kripsi

dengan derajat halus yang sesuai dengan besarnya tablet yang yang akan dibuat

dan siap untuk dicetak, bila perlu dengan penambahan zat tambahan

(Ansel, 2008).

3. Metoda granulasi basah

Metode ini digunakan untuk bahan obat yang tahan air dan pemanasan,

metode ini menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan lebih lama

karena memiliki kompresibilitas (kemampuan untuk dikempa) yang lebih tinggi

dibandinkan cara granulasi yang lain, sehingga tablet tidak mudah rapuh (Arthur

et al, 1975). Caranya obat atau campuran obat dijadikan serbuk halus, ditambahan

zat tambahan, diaduk hingga terjadi campuran homogen, dalam mortar atau dalam

alat pengaduk serbuk, diayak dengan derajat halus yang cocok, lalu ditambahkan

larutan zat pengikat berupa musilago amilum secara sedikit demi sedikit sehingga

campuran serbuk dengan musilago membentuk massa lunak basah / banna

breaking (lachman et al, 1994),kemudian diayak dengan derajat halus yang cocok

dan dikeringkan pada suhu 60℃. Setelah menjadi massa yang kering diayak lagi

dengan derajat halus yang sesuai dengan besarnya tablet yang dibuat (Ansel,

2008).

F. Tablet

16

Page 17: Isi Kripsi

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk

tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung , mengandung

satu jenis obat atau lebih denganatau tanpa zat penambah. Zat tambahan yang

digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisih, zat pelicin, zat pengembang, zat

penghancur, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979) atau sediaan

padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Anonim,

1995).

Tablet dapat berbentuk bundar, pipih atau cembung rangkap dan tablet dapat

berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur dan

dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian dan metoda pembuatannya

tablet pada umumnya digunakan pada pemberian oral (Ansel, 1989), mempunyai

garis tengah 5-17 mm, bobotnya 0,1-1,0 g (Voigt, 1994) dan dengan diameter tablet

tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1/3 tablet, yaitu tablet cetak dan tablet

kempa. Tablet cetak adalah tablet yang dibuat dengan cara menekan massa serbuk

lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan, sedangkan tablet kempa

adalah tablet yang dibuat dengan cara tekanan yang tinggi pada serbuk atau granul

dengan cetakan baja (Gusmayadi, 2000).

Keuntungan dari sediaan tablet adalah sebagai berikut :

1. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.

2. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,

mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang baik.

3. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatan paling rendah.

17

Page 18: Isi Kripsi

4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi

secara besar-besaran.

5. Tablet biasa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti

pelepasam diusus atau produk lepas lambat.

6. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk

dikemas dan dikirim.

Tablet mempunyai kerugian sebagai berikut :

1. Beberapa bahan obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak.

2. Bahan obat yang memiliki bau dan rasa yang pahit sukar untuk dihilangkan.

3. Pemakaiannya terbatas (Hanya untuk yang dapat menelan tablet).

Beberapa masalah pada tablet misalnya capping yaitu terpisah sebagian atau

seluruh atau seluruh permukaan tablet dari tubuhnya; laminating adalah terkelupasnya

lapisan permukaan menjadi lapisan-lapisan tipis; picking yaitu sebagian massa tablet

menempel pada punch; sticking yaitu terjadinya penempelan sebagian massa tablet

pada dinding rongga kempa (die); mottling merupaka tidak meratanya zat pewarna

sehinggga tablet nampak bertotol-totol pada permukaannya; whiskering keadaan

terbentuk sayap pada tepi permukaan tablet.

Masalah lain yang timbul dan dapat terjadi adalah ketidak seragaman bobot

yang disebabkan oleh faktor ukuran dan distribusi granul, kecpatan alir granul yang

buruk, pencampuran yang kurang baik, pencampuran yang kurang baik, dan masalah

18

Page 19: Isi Kripsi

ketidakseragaman kekerasan (hardness) yang disebabkan oleh faktor beda kerapatan

diantara granul cukup besar (Santosa, 1993).

G. Evaluasi

Untuk memperoleh tablet yang baik perlu adanya uji terhadap bahan baku,

granul yang diperoleh dari proses granulasi, serta tablet yang dihasilkan. Tahapan-

tahapan dalam proses pembuatan juga perlu diperhatikan.

1. Evaluasi Bahan Baku

Uji organoleptis : bentuk, ukuran, warna luar, warna dalam, bau dan rasa.

2. Evaluasi granul meliputi :

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah granul yang

dihasilkan memiliki kualitas yang baik atau tidak.

a) Uji visual, melihat granul secara langsung.

b) Waktu alir, waktu yang diperlukan untuk mengalir sejumlah granul atau

serbuk pada alat yang akan dipakai. Mudah tidaknya granul atau serbuk

mengalir dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, dan

kelembaban granul, untuk 100 gram granul atau serbuk dengan waktu alir

lebih dari 10 detik akan mengalami kesulitan pada waktu penabletan

(Parrott,1971).

c) Sudut diam, sudut tetap yang terbentuk antara tibunan partikel berbentuk

kerucut dengan bidan horizontal. Besar kecilnya sudut dipengruhi oleh ben-

19

Page 20: Isi Kripsi

tuk dan ukuran partikel serta kelembapan granul. Granul akan mengalir den-

gan baik jika memiliki sudut 25˚- 45˚ (Siregar, 2010). Sudut diam dapatdihi-

tung dengan rumus:

Tgβ = ht ……………………………………………………(1)

Keterangan:

Tgβ = sudut diam (˚)

h = tinggi kerucut (cm)

t = jari-jari (cm)

d) Pengetapan, penurunan volume volume granul / serbuk akibat hentakan

dan getaran. Semakin kecil indeks pengetapan (%), semakin baik alirnya.

Uji pengetapan dilakukan dengan alat Bulk density Tester. Pegurangan vol-

ume campuran akibat pengtapan dinyatakan dengan harga tap (C). Granul

memiliki sifat alir bagus bila indeks tapnya lebih dari 20% (Lacman et al,

2008).

C =Vo−Vt

Vt x 100% ………………………………………….….(2)

Keterangan:

C = Persen Kompresibilitas (%)

Vo = volume granul sebelum tab (ml)

Vt = volume granul sesudah tab (ml)

20

Page 21: Isi Kripsi

e) Distribusi ukuran granul, uji untuk mengetahui penyebaran ukuran granul

yang diperoleh. Zat padat yang secara alamiah berada dalam bentuk partikel

dan granul adalah metode pengayakan, metode yang praktis dan mudah dalam

pelaksanaannya. Alat yang digunakan adalah ayakan bertingkat (Anonim,

1995). Sedangkan untuk mengetahui ukuran partikel rata-ratanya dapat dihi-

tung dengan rumus :

Ukuran rata-rata = ((∑bobot pada ayakan ) x (∑lubangayakan))

∑bobot granul …………

(3)

Ukuran diameter granul yang baik adalah 400 µm sampai 800 µm (Martin

et al, 1988). Granul dilakukan dengan cara pengayakan. Seperti halnya pada

uji distribusi ukuran granul.

3. Evaluasi tablet yang dihasilkan

Granul yang telah dikempa menjadi tablet perlu di uji untuk mengetahui apakah

tablet yang dihasilkan sudah memenuhi prasyarat atau belum.

a) Uji visual, melihat tablet secara langsung.

b) Keseragaman bobot, timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet.

Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-

masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang

ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyim-

21

Page 22: Isi Kripsi

pang bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom B. Jika

tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet (Anonim, 1979).

Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

Bobot Rata-RataPenyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam %

A B25 mg atau kurang 15% 30%26 mg - 150 mg 10% 20%151 mg - 300 mg 7.50% 15%Lebih dari 300 mg 5% 10%

c) Kekerasan tablet, adalah suatu parameter yang menggambarkan ketahanan

tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, tekanan, dan ke-

mungkinan terjadinya terjadi keretakan tablet pada saat pembungkusan atau

pengepakkan, pengakutan, dan penyimpanan. Tablet yang baik mempunyai

kekerasan antara 4-8 kg (Parrott, 1971).

d) Kerapuhan, yaitu parameter lain dari ketahanan tablet terhadap goncangan

dan pengangkutan. Nilai kerapuhan yang baik yaitu tidak boleh lebih dari

1% (Lachman, 1994).

B= ( 1- WWo ) 100% …………..……..……………………………….(4)

22

Page 23: Isi Kripsi

Keterangan :

B = Kerapuhan (%)

W = Bobot setelah diputar (dalam friability tester), setelah dibebaskan

debu

Wo = Bobot mula-mula, setelah dibebaskan debu

e) Waktu hancur, waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam me-

dia yang sesuai, sehingga tidak ada lagi tablet yang tertinggal diatas kasa.

Semakin besar kekerasan tablet, maka waktu hancurnya akan semakin lama.

Waktu hancur tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit atau 900 detik

(Anonim, 1995).

Pemberian bahan yang digunakan :

1. Pewarna tablet adalah zat pewarna yang berasal dari buah bit (Beta vulgaris L ).

Serbuk bewarna merah, rasa sedikit manis dan tidak berbau.

2. Amprotab adalah nama dagang dari De Meikindustries Veghel (DMP) untuk

amilum manihot yang telah dibuat sedemikian rupa sehinga berkualitas

farmasetis dan baik untuk dipakai sebagai bahan tambahan untuk pembuatan

tablet. Berupa serbuk halus putih, tidak berbau dan tidak berasa, tidak larut

dalam air dim ngin dan alcohol, positif terhadap pereaksi larutan iodium dan

tidak organism patogen (Gusmayadi, 2000).

3. Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau

mengandung satu molekul hidrat. Laktosa monohidrat dihasilkan dengan cara

23

Page 24: Isi Kripsi

rekristalisasi dari larutan lewat jenuh dibawah suhu 93,5˚C. Serbuk atau massa

herblur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau, dan rasa sedikit manis, stabil

diudara tetapi mudah menyerap bau (anonym, 1995).

4. Corn starch, Adalah nama dagang dari amiylum jagung yang dibuat sedemikian

rupa sehingga berkualitas farmasetik dan baik untuk dibut sebagai zat tambahan

pada pembuatan terutama sebagai bahan panghancur tablet (Aulton, 1988).

5. Magnesium stearat, berupa serbuk halus berwarna putih, licin dan mudah

melekat pada kulit dengan bau lemah khas. Praktis tidak larut dalam air, dalam

etenol 95%P dan dalam eter P (Anonim, 1995), berguna sebagai bahan

tambahan yang umumnya sebagai bahan pelicin dalam formulasi tablet (Aulton,

1988).

6. Talkum, adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung

sedikit alumunium silikat. Berupa serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah

melekat pada kulit, warna putih atau kelabu, tidak larut dalam semua pelarut

(Anonom, 1995), umumnya digunakan sebagai bahan pelicin dalam formula

tablet (Wade dan Weller, 1994).

24

Page 25: Isi Kripsi

Bab III

Metode Penelitian

A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik

(ADAM ®), timbangan kasar, botol coklat, kertas saring, kompor, cawan uap,

krustang, botol timbang, rotary evapolator (Buchi), pisau, ayakan, bertingkat, mesin

pengetap, corong alumunium, lumpang dan alu, mesin tablet single punch, jangka

sorong, hardness tester, friability tester, disintegration tester, stop watch, palat silica

gel, pipa kapiler, chamber (CAMAG), Erlemayer, Beaker gelas, lampu UV.

B. Bahan

Umbi beet (Beta vulgaris L) yang telah dilakukan keseragaman dengan

berdiameter kurang lebih 4 cm, yang telah dideterminasi pada pusat Herbarium

Bogoriense LIPI, Cibinong, Etanol absolute.

25

Page 26: Isi Kripsi

C. Cara Kerja

1. Persiapan simplisia

Umbi dicuci kemudian di kupas dan dirajang sampai halus.

2. Pemeriksaan simplisia

a. Uji Organoleptis : bentuk, ukuran, warna luar, warna dalam, bau dan

rasa.

b. Penetapan kadar abu

Ditimbang 2,5 gram simplisia dengan seksama ke dalam kurs yang telah

ditara, dipijarkan perlahan lahan kemudian suhu dinaikkan secara bertahap

hingga 600 ± 25o C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam

desikator, serta timbang berat abu hingga konstan.(Anonim, 1979).

Rumus :

Kadar abu: ( A−B)( A−C)X 100% ……………………………(5)

Keterangan :

A : bobot kui kosong+ekstrak seblum ditanur

B : bobot kui kosong+ekstrak setelah ditanur

C : bobot kui kosong

26

Page 27: Isi Kripsi

3. Pembuatan ekstrak kental

Ekstrak di buat dengan cara maserasi. Umbi segar bit ( Beta vulgaris L )

yang sudah di bersihkan dan dirajang halus sebanyak 1 kg direndam dengan

etanol absolut sebanyak 1,5 liter selama 5 hari dan pelarut diganti sebanyak 3

kali, sambil diaduk secara berulang – ulang (3 kali sehari). Maserat

dikumpulkan, kemudian dikentalkan dengan rotari evaporator sampai kental

yang dapat dituang. Hasil dari rotari evaporator diuapkan dengan menggunakan

penangas air sambil diaduk sampai kental (Voigt, 1995).

4. Pemeriksaan ekstrak kental

Parameter spesifik (Depkes RI, 1980)

a. Uji Organoleptis

Ekstrak diamati bau, rasa, warna, bentuk.

b. Perhitungan Rendemen

Rumus:AB

x100%................................................................................(6)

Keterangan :

A : bobot ekstrak kental

B : bobot simplisia

27

Page 28: Isi Kripsi

c. Penetapan kadar abu

Ditimbang 2,5 g ekstrak dengan seksama ke dalam kurs yang telah

ditara, dipijarkan perlahan lahan kemudian suhu dinaikkan secara bertahap

hingga 600 ± 25o C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam

desikator, serta timbang berat abu hingga konstan (Anonim, 1979).

Penetapan kadar abu dihitung dengan rumus (5).

d. Penetapan kadar air

Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam botol timbang bertutup yang

sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah

ditara. Ratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal

(5 mm- 10 mm) dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap,

biarkan botol timbang dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam

desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh

untuk menghitung persentase kadar airnya (Anonim, 1995). Penetapan kadar

air dihitung dengan rumus (5).

e. Skrining Fitokimia (Harbone, 1987)

1) Pemeriksaan minyak atsiri

Satu ml ekstrak bit diuapkan sampai kering ( dalam cawan uap ) jika

didapat bau aromatik, tambahkan alkohol sebagian larutan diuapkan dan

28

Page 29: Isi Kripsi

sebagian untuk melakukan identifikasi lemak. Jika berbau aromatik

maka positif mengandung minyak atsiri.

2) Pemeriksaan lemak

Satu ml alcohol sisa identifikasi minyak atsiri, diuapkan didalam

cawan uap, lalu dilakukan penyabunan dengan KOH 0,5 % dalam

alcohol. Jika terdapat tetesan – tetesan minyak berarti positif

mengandung minyak lemak.

3) Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 4 gram ditambah 20 ml chloroforom, kemudian

ditambahkan NH4OH lalu disaring dan diuapkan sampai mengental,

kemudian ditambahkan HCl 2N dikocok, ambil lapisan asam lalu dibagi

3 bagian dalam tabung reaksi, ditambah beberapa tetes pereaksi

dragendorf menunjukan endapan jingga, ditambah pereaksi bouchardad

akan terbentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi mayer endapan

putih menunjukan adanya alkaloid.

4) Pemeriksaan tanin

Ekstrak kental ditambahkan 3 tetesan larutan FeCl3 lalu diamati

perubahan warna. Jika terbentuk warna biru kehijauan maka positif

tannin.

29

Page 30: Isi Kripsi

5) Pemeriksaan saponin

Ditimbang 0,5 gram simplisia ditambahkan 10 ml air didalam tabung

reaksi dikocok vertikal selama 10 menit, diamkan selama 10 menit bila

busa stabil, positif saponin.

6) Pemeriksaan flavonnoid

Ekstrak kental ditambahkan HCl pekat dan ditambahkan logam Mg

jika terbentuk busa warna merah atau jingga, berarti positif tannin,

kemudian ditambah amil alkohol lalu dikocok, jika warna merah naik

keatas positif flavonoid.

7) Pemeriksaan kumarin

Ekstrak kental ditambahkan air panas dan dinginkan. Setelah dingin

bagi menjadi dua tabung, tabung I diberi ammonia 10 % dan tabung ke

II sebagai pembanding. Lihat dibawah lampu UV, jika terdapat

flourosensi kuning kehijauan atau kebiruan berarti positif mengandung

kumarin.

30

Page 31: Isi Kripsi

5. Formulasi

Untuk membuat granul digunakan formula :

R/ Amprotab 250 Gram

Laktosa 250 Gram

Bahan pewarna X%

Musilago Amili 10% QS

Untuk membuat tablet ditambahkan pada granul bahan penghancur, bahan

pelicin dan bahan pewarna dengan formula sebagai berikut :

R/ Untuk membuat tablet pada granul bahan penghancur dan bahan

pelicin dengan formula sebagai berikut :

R/ Granul 75 Gram

Bahan penghancur 4%

Bahan pelicin 1%

Penambahan Bahan pewarna dari buah Bit ini di lakukan secara eksternal

yaitu dengan kadar 0,1% ; 0,5% dan 1%.Untuk bahan pelicin digunakan

kombinasi Magnesium Stearat dan talkum dengan perbandingan 1 : 9 sebanyak

1% yang di tambahkan pada setiap formula. Untuk bahan penghancur yang

digunakan corn starch dengan kadar 5%.

31

Page 32: Isi Kripsi

6. Granulasi

Ekstrak campuran umbi Bit dicampur dengan bahan tambahan lainnya serta

dengan bahan pengikat yang telah dibuat musilag, sampai terbentuk massa yang

dapat menggumpal ketika dikepal dan bila di patahkan tidak hancur berantakan

(Banana Breaking). massa ini kemudian di ayak dan dikeringkan dalam lemari

pengering dengan suhu 40-60 selama (Anief, 2006). Pengeringan bertujuan

untuk mengurangi kandungan air dalam serbuk. Granul yang sudah kering

diayak dengan ayakan nomor 12 (Anief, 2006) yang bertujuan untuk

menghindari variasai ukuran granul sehingga dihasilkan granul yang memiliki

fluiditas baik dan menjamin keseragaman bobot tablet.

7. Evaluasi granul

a. Uji visual

Melihat secara langsung granul yang dihasikan.

b. Waktu alir

Seratus gram granul dimasukkan tankainya ke dalam corong yang ujung

tankainya ditutup. Penutup corong dibuka dan granul dibiarkan mengalir

sampai habis, kemudian menghitung waktu alir granul dengan stopwatch

(Siregar, 2010).

c. Sudut diam

Seratus gram granul dimasukan secara perlahan melalui lubang bagian

atas sementara bagian bawah ditutup. Setelah semua serbuk dimasukan,

32

Page 33: Isi Kripsi

penutup dibuka dan serbuk dibiarkan keluar, kemudian diukur tinggi

kerucut yang terbentuk dan diameternya. Sudut diam dihitung dengan rumus

(1) (Siregar, 2010).

d. Pengetapan

Granul dimasukan kedalam gelas ukur 250 ml secara perlahan-

lahan,kemudian dicatat sebagai Vo. Gelas ukur dipasang pada alat uji.

Kemudian dihentakan sepuluh kali secara berulang hingga tidak terjadi

perubahan volume. Volume akhir setelah pengetapan dicatat Vt. Indeks tap

kemudian dihitung dengan rumus (2) (Siregar,2010).

e. Distribusi ukuran granul

Seratus gram granul dimasukan ke dalam ayakan bertingkat yang telah

disusun berdasarkan ayakan dengan nomor terkecil pada ayakan teratatas

lalu ditutup dan mesin dinyalakan pada frekuensi 30Hz selama 25 menit.

Bobot granul yang tertinggal pada masing-masingayakan ditimbang lalu

dihitung ukuran granul rata-rata dengan rumus (3) dan persentase

distribusinya (Lachman et al, 2008).

8. Pembuatan tablet

Granul yang telah dievaluasi, kemudian ditambahkan bahan pelicin lalu

dicetak dengan mesin pencetak tablet single punch, bobot tablet 300 mg

(Siregar, 2010).

33

Page 34: Isi Kripsi

9. Evaluasi tablet

a. Uji visual

Melihat secara langsung tablet yang dihasikan.

b. Uji Keseragaman Bobot

Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang

satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing

bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang

ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya

menyimpang bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada

kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet

(Anonim, 1979).

Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

Bobot Rata-RataPenyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam %

A B25 mg atau kurang 15% 30%26 mg - 150 mg 10% 20%151 mg - 300 mg 7.50% 15%Lebih dari 300 mg 5% 10%

c. Kekerasan tablet

Satu tablet diletakan tegak lurus pada alat Hardness Tester yang telah di

kalibrasi, kemudian penekanan alat diputar pelan-pelan hingga tablet pecah.

Skala alat yang menunjukan kekerasan tablet dinyatakan dengan satuan kg

dan pengukuran diulangi sebanyak enam kali (Siregar, 2010).

34

Page 35: Isi Kripsi

d. Kerapuhan

Sepuluh tablet yang telah dibebasdebukan ditimbang ditimbang dalam

neraca analitik yang dinyatakan sebagai Wo. Kemudian dimasukkan ke

dalam Friability Tester selama 4 menit dengan kecepatan 25 putaran per

menit. Setelah 4, tablet dikeluarkan lalu dibebas debukan lagi dan di

timbang kemudian dinyatakan dalam W, pengkuran dilakukan secara triplo,

kemudian dihitung presentase kerapuhan dengan rumus (4).

e. Waktu hancur

Pengukuran waktu hancur tablet dilakukan dengan alat disintegration

Tester. Enam tablet dimasukkan kedalam keranjang tes yang dicelupkan

kedalam air bersuhu 37˚C kemudian dinaik-turunkan hingga seluruh tablet

hancur dan dicatat waktunya ( Lachman et al, 2008).

f. Analisa data

Data hasil penelitian di analisa dengan perbandingan teoritis, yaitu data

parameter yang diperoleh dibandingkan dengan yang terdapat pada

farmakope Indonesia dan buku standar lain yang diketahui, serta pengujian

statistik ANOVA one way.

35

Page 36: Isi Kripsi

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2007. Teknologi bahan Alam. Bandung: institute Teknologi Bandung.

Agoes, G. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Anif, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yokyakarta: Gajamada Muda University Press.

Anil JE Icas, 2003, General Chemistry Experiments, America, Hal 85.

Anonim , 2007, Buku Pintar Tanaman Obat, Redaksi Agromedia, Jakarta.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal xxx, 9, 772, 840.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal 7, 1033.

Anonim, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal 10 - 11

Anonim, 2004. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Direktorat Jendral Obat dan Makanan, Departemen kesehatan RI, hal 13-22.

Anonim, 2008, Bit (Beta vulgaris L.), Situs Dunia Tumbuhan, http://www.plantamor.com/index. Februari 2010

Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Arsyah, 255-271, 607-608. Jakarta: UI Press

Banker, G.S. and N.R. Anderson. 2008. Tablet dalam Teori dan praktek Farmasi Industri Edisi III, diterjemahkan oleh Siti suyatmi. Jakarta: UI Press.

Burdock, G. A, 1997, Encyclopedia of Food and Color Additives, CRC Press, Inc, New York.

Cairns, Donal, 2004, Kimia Farmasi. Diterjemahkan oleh Rini Maya Puspita S.Farm, Apt .Edisi dua, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

36

Page 37: Isi Kripsi

Davies, Kevin, 2004, Plant Pigmen and Their Manipulation Annual Plant Reviews Vol 14,USA.

Departemen Kesehatan RI,1980,”Materia Medika Indonesia,”Jilid IV, Indonesia. Jakarta.

GAF, Henry dan JD, Houghton, 1996 , Natural Food Colorants, edisi ke 2, London .

H.C, Ansel, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan oleh F. brahim, Edisi ke empat, UI Press. Jakarta.Hal 247 – 269

Harbone, J.B. 1987. Metode fitokimia Penuntun Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi III, Bandung: ITB Press.

Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia , Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terbitan kedua, terjamahan Padmawinata, K. dan Soediro I., Penerbit ITB, Bandung, hal 4 – 6.

Lacman, L., H.A. Lieberman dan J.L. Kanig. 2008. Teory dan Praktek farmasi Industri. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Lis Arsyah, Ed. III . Jakarta: UI Press.

Lamit, R. T., 1979, Skripsi Akhir dengan Judul Identifikasi Zat Warna Dalam Makanan, UI, Jakarta.

Magaret, Veronica , 2008, Skripsi Akhir dengan Judul Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu yang Dijual Dipasar–pasar DiMedan, Universitas Sumatera Utara.

McLellan, M. R. dan Cash, J. N, 1979, Application of Anthocyanins as Colorants for Maraschino-Type Cherries, Hal 483-487.

Mulyani, Sri, 2006, Anatomi Tumbuhan, Jakarta.

Shi, Z., Lin, M., dan Francis, F. J., 1992, Stability of Anthocyanins from Tradescania pallid, Journal of Food. hal 758 - 760.

Siregar. C.J.P. 2010. Teknologi farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stacketal, 2003, Phytochesmistry 62 , Walshinton state universitas, USA

37

Page 38: Isi Kripsi

Sujiono Lie, 2011, Skripsi akhir dengan judul Uji Kestabilan Warna Dari Ekstrak Etanol Absolut Umbi Bit ( Beta vulgaris L ), UNTAG.

Syaputri, M.V., 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan Bahan Terkatit Vol I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal 62.

Tjitrosoepomo, G., 2000, .Morfologi Tumbuhan, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.

Voigh, R, 1995, Pelajaran Teknolohgi Farmasi, Universitas Gajah Mada . Yogyakarta, Hal 554 – 570.

Watson, David G , Analisa Farmasi.1997, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

38