PENENTUAN ZONA PROSPEK HIDROKARBON PADA …digilib.unila.ac.id/30402/10/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
vuongkhanh -
Category
Documents
-
view
288 -
download
21
Transcript of PENENTUAN ZONA PROSPEK HIDROKARBON PADA …digilib.unila.ac.id/30402/10/SKRIPSI TANPA BAB...
PENENTUAN ZONA PROSPEK HIDROKARBON PADA FORMASILOWER TALANG AKAR BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG
DILAPANGAN BCT-1, BCT-2, BCT-3, BCT-S1, dan BCT-S2,CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
(Skripsi)
Oleh
Bethania Claudya Tiberias Sinaga
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIJURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENENTUN ZONA PROSPEK HIDROKARBON PADA FORMASILOWER TALANG AKAR BERDASARKAN WIRELINE LOGDILAPANGAN BCT-1, BCT-2, BCT-3, BCT-S1 DAN BCT-S2,
CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh
Bethania Claudya Tiberias Sinaga
Pada suatu pemboran eksplorasi, tahapan yang sangat penting adalah menganalisakejenuhan fluida pada reservoar. Perkembangan teknologi eksplorasi khususnyateknologi logging serta kondisi reservoar yang beragam mempengaruhi konseppenentuan saturasi air dari waktu ke waktu. Menentukan properti petrofisikasebagai langkah melakukan karakterisasi data sumur yakni menentukan volumeshale menggunakan metode gamma ray indeks, menentukan resistivitas airmenggunakan metode picket plot, menentukan porositas menggunakan korelasilog density & neutron, dan untuk menentukan saturasi air menggunakan metodearchie dan simandoux. Sistem fluida yang ada pada suatu reservoar biasanya multifasa (air dan hidrokarbon). Saturasi hidrokarbon (minyak atau gas bumi) dapatdiketahui dengan terlebih dahulu menghitung saturasi airnya, dengan demikianpenentuan nilai saturasi air (Sw = water saturation) menjadi kunci untukmengetahui suatu interval reservoar apakah dominan mengandung air atauhidrokarbon. Berdasarkan analisis 5 data sumur “BCT” memiliki fluida berupagas, minyak dan air. Reservoir produktif pada formasi LTAF sumur BCT-S2dengan vshale 17,62% Phie 23,07% dan Sw 42,87% .
Kata kunci : Logging, Porosity, Water Saturation
ABSTRACT
PREVENTION OF HYDROCARBON PROSPECT ZONE IN“TALANG AKAR BAWAH” FORMATION BASED ON
WIRELINE LOG OF BCT-1, BCT-2, BCT-3, BCT-S1 ANDBCT-S2, SOUTH SUMATERA BASIN
By
Bethania Claudya Tiberias Sinaga
In an exploratory drilling, a very important step is to analyze the saturation of thefluid in the reservoir. The development of exploration technology, especiallylogging technology and various reservoir conditions affect the concept of watersaturation determination over time. Determining the petrophysical property as astep to characterize the well data ie determining the shale volume using thegamma ray index method, determining the water resistivity using picket plotmethod, determining porosity using log density & neutron correlation, and fordetermining water saturation using Archie and Simandoux methods. The fluidsystem present in a reservoir is usually multi-phase (water and hydrocarbon).The hydrocarbon saturation (oil or gas) can be determined by first calculating thewater saturation, thereby determining the saturation value of the water (Sw =water saturation) as the key to know a reservoir interval whether the dominantcontains water or hydrocarbons. Based on the analysis of 5 well data "BCT" hasa fluid of gas, oil, and water. Productive reservoir in LTAF well formation BCT-S2 with vshale 17,62% Phie 23,07% and Sw 42,87%.
Keywords: Logging, Porosity, Water Saturation
PENENTUAN ZONA PROSPEK HIDROKARBON PADA FORMASILOWER TALANG AKAR BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG
DILAPANGAN BCT-1, BCT-2, BCT-3, BCT-S1, dan BCT-S2,CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh
Bethania Claudya Tiberias Sinaga
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik GeofisikaFakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIJURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Bethania Claudya Sinaga dilahirkan di Jakarta, pada
tanggal 3 April 1994 dari pasangan Bapak Juang
Sinaga dan Ibu Tina Agustina Panjaitan. Penulis
menempuh pendidikan formalnya dari Taman Kanak-
kanak (TK) Mardi Yuana Cilegon, yang diselesaikan
pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) Mardi Yuana
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMP Mardi Yuana Cilegon Besar pada tahun 2009, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) yang diselesaikan di SMAN 1 KOTA SERANG pada
tahun 2012. Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis ikut aktif di
beberapa Unit Kegiatan Kemahasiswaan, Keilmuaan dan Kerohanian. Di bidang
Kemahasiswaan, seperti HIMA TG BHUWANA sebagai anggota bidang Sosial
Budaya Masyarakat masa bakti 2013-2014, pada 2013-2014 penulis tercatat
sebagai anggota SEG SC Universitas Lampung. Pada periode 2012-2013 tercatat
anggota Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia (HMGI) Regional Sumatera.
dan tahun 2016 sebagai koordinator Festival GWES 2016. Pada tahun 2015
penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata pada desa Pagar Jaya, Kecamatan
Lambu Kibang , Kabupaten Tulang Bawang Barat. Dalam pengaplikasian ilmu di
bidang geofisika penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
di Eksplorasi PPPTMGB “LEMIGAS” Cipulir, Jakarta Selatan, pada bulan
Februari - Maret 2016 yang berjudul “Pengolahan Data Seismik Menggunakan
Software Promax Untuk Mengetahui Migrasi Pada Teluk Bone” dan
melaksanakan Internship Program pada bulan Maret hingga Juli 2017 , Penulis
melakukan penelitian Tugas Akhir di departemen exploration PetroChina
International Companies (Jabung Ltd.), Kuningan Jakarta Selatan, hingga penulis
berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal 25 Januari 2018
dengan judul skripsi “Penentuan Zona Prospek Hirdokarbon Pada Formasi
Lower Talang Akar berdasarkan wireline log di lapangan BCT-1, BCT-2,
BCT-3, BCT-S1, BCT-S2 Cekungan Sumatera Selatan”.
MOTTO HIDUP :
TUTUP TELINGA, TIDAK KASIH AMPUN, DAN MENANG
BERDOA, BEKERJA, DAN BERSERAH KEPADA-NYA
Proverbs 1:7The fear of the LORD is the beginning of knowledge, but fools
despise wisdom and discipline. (NIV)
Filipi 4:13Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang
memberi kekuatan kepadaku.
Yesaya 41: 10
“Janganlah Takut Sebab Aku Menyertai Engkau, JanganlahBimbang Sebab Aku ini Allah-Mu; Aku Akan Meneguhkan
Bahkan Akan Menolong Engkau; Aku Akan MemegangEngkau Dengan Tangan Kanan-Ku Yang Membawa
Kemenangan”
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karyaku ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Untuk Orangtua terbaik
Juang Sinaga&
Tina A. Panjaitan
AbangkuBatara Sakti Sinaga
KakakuGlory Donda Monica Sinaga
AdikkuMikhael Raja T. Sinaga
danUrbi Orbi Ekklezia Sinaga
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa saya haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang
telah memberikan nikmat dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini mengangkat judul “Penentuan Zona Prospek Hidrokarbon pada
Formasi Lower Talang Akar berdasarkan data Wireline Log di Lapangan BCT-1,
BCT-2, BCT-3, BCT-S1 dan BCT-S2. Skripsi ini merupakan hasil dari Tugas
Akhir yang penulis laksanakan di PetroChina International Jabung Ltd.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan bermanfaat guna pembaruan ilmu di masa yang akan datang. Penulis
sadar pada skripsi ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna, untuk
itu jika ditemukan kesalahan pada penulisan skripsi ini, kiranya dapat
memberikan saran maupun kritik pada penulis. Demikianlah kata pengantar yang
dapat penulis sampaikan, apabila ada salah kata saya mohon maaf.
Penulis
Bethania Claudya T. Sinaga
SANWACANA
Syukur kepada Yesus, hanya karena kasih karunia Tuhan (Grace Alone) – Eben
Heazer, serta pemberian hikmat dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Zona Prospek Hidrokarbon
Pada Formasi Lower Talang Akar Berdasarkan Wireline Log di Lapangan
BCT-1 BCT-2 BCT-3 BCT-S1 dan BCT-S2 Cekungan Sumatera Selatan.”
Banyak pihak yang telah terlibat dan memberikan kontribusi ilmiah, spirual, dan
informasi baik secara langsung maupun tidak langsung hingga penyelesaian
skripsi ini. Pada kesempatan kali ini Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus;
2. Ayahanda tercinta Juang Sinaga dan Ibunda Tina Agustina Panjaitan, yang
tak henti-hentinya mendidik, berdoa, dan mendukung penulis dalam segala
hal terutama dalam pendidikan.
3. Abang, Kakak dan Adikku terkasih Batara Sakti Sinaga, Glory Donda
Monica, Mikhael Raja. T Sinaga, dan Urbi Orbi Ekklezia Sinaga yang
telah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat;
4. Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing I Skripsi,
Terimakasih atas saran, dukungan, serta masukkan yang diberikan;
5. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing II Skripsi,
Terimakasih atas saran, serta bimbingan yang diberikan;
6. Bapak Karyanto, S.Si., M.T., selaku Pembahas Skripsi, Terimakasih atas
saran, dukungan, serta masukkan yang diberikan;
7. Bapak Andri Syafriya dan Bapak Bairry selaku pembimbing selama
melaksanakan penelitian Tugas Akhir di PetroChina International Jabung
Ltd.
8. Ka Anggi, Ka Nina, Ka Sasa, Ka Maya, Ka Fifi, Ka Gege, Teh Lia, Ka
Bella, Ka Devi, Mas Ridwan, Ka Adit, Mas Indra, Mas Rifki dan seluruh
staff karyawan PetroChina International Jabung Ltd. Terima kasih atas
bimbingan, pengalaman, dan arahannya selama Tugas Akhir
9. Dosen-Dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung; Bapak
Prof. Suharno, M.Sc., Ph.D., Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T.,
Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., Bapak Dr. Ahmad Zainudin, S.Si.,
M.Si., Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si.,Bapak Dr. Ordas Dewanto,
S.Si., M.Si., Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si., Bapak Karyanto,
S.Si., M.T., Bapak Rahmat Catur Wibowo, M.Eng., Bapak Gede Boy.,
M.Eng., yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis untuk
selalu menjadi lebih baik selama menempuh pendidikan di Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung;
10. Mr. Brian Russell (Vice President-CGG GeoSoftware) yang sudah
memberikan waktunya untuk berdiskusi kepada penulis.
11. Teman-Teman seperjuangan Teknik Geofisika angkatan 2012, Resti, Jay,
Dila, Bella, Medi, Niar, Lita, Gita, Vivi, Elen, Vee, Andin, Nana, Azis,
Irwan, Dimas suendra, Aldo, Kevin, Ghifari, Edo, Esha, Hilman,
Dimastya, jordy, arianto, legowo, bari, virgi, ferry, carta, made, agus,
rival,soulthan, Dedi A, Anta, Beni, Ryan, Kukuh, Andre, Sigit.
Terimakasih untuk setiap cerita, canda dan tawa dari kalian semua selama
di kampus. LOVE Y’ALL.
12. Teman yang ikut membantu dan mengajar dalam skripsi ini Made
Djanana Paramaaparadjita, Bang Leo Rivandi dan Bang Fernando
Sialagan.
13. Tirta Anom yang selalu mendukung dan menemani selama pembuatan
skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat tersayang Dian, Sinta, Nadya, Rigel, Milda, Ebot, Amel,
Jogi, Fauzan Tamsil, Sarah, Jessica, Icha, Depoy, Ajeng, Lerryn, Ella,
Alda, Scenda, Bebe, Rani, Dilla, Andi Sinaga, Vicho, Ramzy, Dion, Wuri,
Windi, Nanda, Fidel, Ka Aji, Bang Nando, Ka Ade, Ka Tanjung, dan Ka
Bima yang selama ini memberi semangat, berbagi cerita dan tawa.
15. Rekan seperjuangan Tugas Akhir di PetroChina Seno, Izy, Wawa, Dias
yang saling bertukar informasi dan ilmunya selama melaksanakan Tuags
Akhir.
16. Kakak dan adik tingkat keluarga besar Teknik Geofisika Universitas
Lampung.
17. Teman-Teman Forum Komunikasi Mahasiswa Kristiani Fakultas Teknik
(FKMK-FT) Universitas Lampung.
18. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.
Semoga Tuhan membalas semua bantuan dari semua pihak dengan sebaik-
baiknya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan mendatang. Penulis juga berharap Skripsi ini
membawa manfaat bagi kita semua.
Bandar lampung, 25 Januari 2018
Penulis,
Bethania Claudya Tiberias
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT.............................................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
HALAMAN JUDUL.............................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN...............................................................................vi
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................ix
KATA PENGANTAR...........................................................................................x
SANWACANA......................................................................................................xi
DAFTAR ISI.........................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xx
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian...........................................................................................2
1.3 Batasan Masalah............................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Penelitian..........................................................................3
2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian.........................................................................4
2.3 Struktur Regional Penelitian........................................................................13
2.4 Sistem Petroleum Cekungan Sumatera Selatan...........................................14
III. TEORI DASAR
3.1 Jenis-Jenis Logging.....................................................................................17
3.2 Interpretasi Logging....................................................................................36
3.3 Analisis Logging.........................................................................................37
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................41
4.2 Jadwal Penelitian.........................................................................................42
4.3 Alat-alat yang digunakan............................................................................42
4.4 Diagram Alir Penelitian...............................................................................42
4.5 Pengolahan Data..........................................................................................44
4.6 Tahapan Pengolahan....................................................................................44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Log kualitatif.................................................................................55
5.2 Analisis log kuantitatif................................................................................62
5.2.1 Volume Lempung (Vclay)........................................................................62
5.2.2 Porositas dan Saturasi Air.........................................................................63
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lokasi Cekungan Sumatera Selatan.....................................................4
Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan..............................................13
Gambar 3. Skematis dari Gejala SP pada Formasi denganResistivity Tinggi ....................................................................... .......21
Gambar 4. Kurva Resistivity Log................................................................. .......22
Gambar 5. Skema Rangkaian Dasar Normal Log................................................24
Gambar 6. Skema Rangkaian Dasar Lateral.........................................................25
Gambar 7. Skema Alat Laterolog.........................................................................27
Gambar 8. Respon Gamma Ray pada Suatu Formasi .........................................30
Gambar 9. Respon log densitas terhadap beberapa jenis batuan..........................30
Gambar 10. Skema Rangkaian Dasar Density Log..............................................32
Gambar 11. Skema Peralatan Dasar Caliper Log.................................................37
Gambar 12. Diagram Alir.....................................................................................43
Gambar 13. Project Apps.....................................................................................45
Gambar 14. Vshale Calculations..........................................................................46
Gambar 15. Vshale from Gamma Ray.................................................................46
Gambar 16. Tampilan Vshale from Gamma Ray................................................47
Gambar 17. Existing Vshale.................................................................................48
Gambar 18. Select New Vshale............................................................................49
Gambar 19. Rw Calculation.................................................................................49
Gambar 20.Calculate Rwa....................................................................................50
Gambar 21. Calculate Appearent Rw...................................................................50
Gambar 22. Calculate appearent Rw Log Versus Point.......................................51
Gambar 23. Calculate Appearent (RW)...............................................................52
Gambar 24. Calculate appearent (RW)................................................................52
Gambar 25. Sub-menu Petrophysical Analisys.....................................................53
Gambar 26. Petrophysical Analisys......................................................................53
Gambar 27. Petrophysical Analisys Result..........................................................54
Gambar 28. Triple Combo sumur BCT-1.............................................................56
Gambar 29. Triple Combo sumur BCT-2.............................................................57
Gambar 30. Penentuan daerah water bearing sumur BCT-S2.............................58
Gambar 31. Penentuan resistivitas air Picket plot pada sumur BCT-S2..............58
Gambar 32. Penentuan resistivitas air pada sumur BCT-2 (IP)...........................59
Gambar 33. Penentuan resistivitas air sumur BCT-1 (IP)....................................60
Gambar 34. Plot kurva interpretasi kandungan sumur BCT-1 (IP)......................63
Gambar 35. Plot kurva interpretasi kandungan sumur BCT-2 (IP)......................64
Gambar 36. Penentuan saturasi air pada sumur BCT-S2 (GS Software).............65
Gambar 37. Penentuan saturasi air pada sumur BCT-1 (GS Software)...............66
Gambar 38. Penentuan saturasi air pada sumur BCT-1 (IP software)..................67
Gambar 39. Water Saturation BCT-3...................................................................68
Gambar 40. Water Saturation BCT-S1................................................................69
Gambar 41. Water Saturation BCT-2 (Interactive Petrophysic Software)..........70
Gambar 42. Penentuan saturasi air pada sumur BCT-1 (IP Software).................71
Gambar 43. Nilai cutoff BCT-1............................................................................72
Gambar 44. Nilai cutoff BCT-2............................................................................73
Gambar 45. Cutoff 2D volume shale....................................................................74
Gambar 46. Cutoff 3D volume shale....................................................................74
Gambar 47. Cutoff Porositas 2D..........................................................................75
Gambar 48. Cutoff Porositas 3D..........................................................................76
Gambar 49. Cutoff Saturasi Air 2D......................................................................77
Gambar 50.Cutoff Saturasi Air 3D......................................................................77
Gambar 51. Cutoff Net Pay 2D............................................................................78
Gambar 52. Cutoff Net Pay 3D............................................................................78
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Harga Densitas Matriks Batuan...............................................................37
Tabel 2. Transite Time Matriks untuk Jenis Batuan..............................................38
Tabel 3. Jadwal Penelitian.....................................................................................46
Tabel 4. Kandungan Vshale pada sumur BCT-1, BCT-2, BCT-3, BCT-S1, dan
BCT-S2...................................................................................................56
2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya pertumbuhan industri akan sumber energi dan semakin
berkurangnya cadangan minyak bumi yang tersedia, telah mendorong perusahaan
minyak dan gas untuk menemukan cadangan baru ataupun mengelola sumur-
sumur tua (brown pits) untuk menjaga kesetaraan supply and demand.
Langkah eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) saat ini menjadi semakin
kompleks, mulai dari kajian awal geologi dalam skala regional hingga kajian rinci
skala mikro berdasarkan data well-log (sumurbor) dalam upaya mengungkap
kondisi rinci dari sebuah petroleum system yang ditemukan.
Well Logging merupakan metode pengukuran parameter-parameter fisika,
dalam lubang bor, yang bervariasi terhadap kedalaman sumur. Hasil analisis data
log sumur dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik reservoir (segi
porositas, saturasi air, dan permeabiltas) yang digunakan antara lain untuk
menentukan arah eksplorasi dan produksi selanjutnya.
Penelitian geologi dan seismik mungkin mampu memberikan dugaan potensi
hidrokarbon di bawah tanah, akan tetapi sampai saat ini belum ada satu solusi
nyata selain melakukan penggalian lubang sumur serta mengadakan serangkaian
pengukuran didalam sumur dan evaluasi data hasil rekaman. Sehingga untuk
2
Mengetahui keberadaan hidrokarbon beserta karakteristik reservoar
dibutuhkan suatu metode yang tepat, dalam hal ini penulis mengambil judul
penentuan zona prospek hidrokarbon pada Formasi Talang Akar bawah
berdasarkan wireline log di Cekungan Sumatera Selatan.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan daerah produktif berdasarkan analisis kualitatif
2. Karakterisasi reservoar berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif
(Vshale, porositas, Saturasi air).
3. Menentukan zona prospek hidrokarbon pada Formasi Talang Akar Bawah.
1.3 Batasan Masalah
Metoda well logging merupakan metoda yang digunakan dalam eksplorasi,
eksploitasi, monitoring dari penentuan sifat fisik batuan suatu formasi yaitu
interpretasi data rekaman log (Log Interpretation) di lapangan.
Batasan permasalahan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah analisis
data well log dan petrofisika untuk potensi hidrokarbon dari suatu reservoar.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian
2.1.1 Cekungan Sumatra Selatan
Cekungan Sumatra Selatan berjenis cekungan belakang busur berarah barat
laut-tenggara yang dibatasi oleh Pegunungan Barisan dan Sesar Semangko di
sebelah barat daya, dan batuan Pra-Tersier Paparan Sunda di sebelah timurlaut,
Pegunungan Duabelas dan Pegunungan Tigapuluh di sebelah barat laut yang
memisahkan cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatra Tengah, serta
Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan Cekungan Sumatra
Selatan dengan Cekungan Sunda. Cekungan Sumatra Selatan berumur Tersier
yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai
bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera Hindia.Lokasi
Cekungan Sumatra Selatan dapat dilihat di Gambar 1.
Cekungan Sumatra Selatan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Sub-cekungan
Jambi diutara, Sub-cekungan Palembang Tengah, dan Sub-cekungan Palembang
Selatan.Terdapat tiga antiklinorium utama di Sumatra selatan yaitu, Antiklinorium
Muaraenim, Antiklinorium Pendopo Bekanat, dan Antiklinorium Palembang.
4
Gambar 1. Lokasi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger dan Fielding, 2005)
2.2 Stratigrafi Regional Penelitian
Pulau Sumatra memiliki orientasi baratlaut-tenggara yang terbentang pada
ekstensi Lempeng benua Eurasia dan merupakan jalur konvergensi antara
Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng
Sundaland/Lempeng Eurasia. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi
sepanjang palung sunda dan pergerakan lateral menganan dari sistem sesar
Sumatra.
5
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Asia pada
masa palogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia, termasuk
Sumatra, searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah
barat-timur menjadi baratlaut - tenggara yang dimulai pada Eosen atau Oligosen,
mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring
dengan rotasi.Subduksi bersudut dan pengaruh sistem mendatar Sumatra
membentuk kompleksitas rezim tegangan dan pola regangan di Sumatra.Pulau
Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh tumbukan dari mikrokontinen di akhir
Pra-Tersier (Pulunggono, 1984).
Cekungan Sumatra selatan terbentuk selama Tersier Awal (Eosen-
Oligoses) ketika rangkaian berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman
menyudut antara Lempeng Samudra Hindia di bawah Lempeng Benua
Asia.Telahterjadi tiga episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur
daerah cekungan Sumatra selatan yaitu orogenesa mesozoikum tengah, tektonik
kapur akhir-tersier awal dan orogenesa plio-pleistosen.
Pertama, endapan-endapan paleozoikum dan mesozoikum termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit
granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.
Kedua, pada kapur akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak-gerak
tensional yang membentuk terban dan sembul dengan arah umum utara-selatan.
Dikombinasikan dengan hasil orogenesa mesozoikum dan hasil pelapukan
batuan-batuan Pra-Tersier, gerak-gerak tensional ini membentuk struktur tua
yang mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang Akar.
6
Ketiga, berupa fase kompresi pada Plio Pleistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan
struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi saat ini.
Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan pegunungan bukit barisan
yang menghasilkan sesar mendatar semangko yang berkembang sepanjang
pegunungan bukit barisan. Pergerakan horizontal yang terjadi mulai pleistosen
awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi cekungan Sumatra selatan dan
cekungan Sumatra tengah sehingga sesar-sesar yang baru terbentuk di daerah
ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar semangko. Akibat
pergerakan horizontal ini, orogenesa yang terjadi pada plio-pleistosen
menghasilkan lipatan yang berarah baratlaut-tenggara, tetapi sesar yang
terbentuk berarah timurlaut-barat daya dan barat laut-tenggara.
Pada cekungan Sumatra selatan dapat diamati adanya tiga pola sesar utama,
yaitu baratlaut-tenggara, utara-selatan, dan timurlaut-baratdaya, yang terekam
sebagai data geofisika (seismik dan gayaberat) dan dari hasil korelasi
pemboran(Pulunggono, 1983). Sesar barat laut-tenggara merupakan sesar yang
dominan, dengan sesar utama merupakan bagian dari lajur sesar besar
Sumatra.Di permukaan, sesar ini menunjukan gerakan mendatar menganan,
sedangkan di bawah permukaan menunjukan gejala sesar terbalik. Sesar ini
menjadi pengontrol geometri perkembangan cekungan sedimen tersier.Sesar
timurlaut-barat daya sebagai pasangan dari sistem sesar baratlaut-tenggara pada
tersier awal.Pertemuan sesar menganan baratlaut-tenggara yang terpotong oleh
sesar timurlaut-baratdaya merupakan subjek terjadinya sesar normal dan
7
membentuk cekungan tarik-pisah.Sesar utara-selatan memiliki pola kompleks
dan kelurusan-kelurusan sejajar yang terletak dekat dengan laju sesar Sumatra
yang diduga merupakan struktur sekunder dari sistem sesar besar
tersebut.Kelurusan-kelurusan yang terlihat dari foto udara memberikan dugaan
bahwa sesar-sesar semacam ini tidak mungkin berasal dari satu kondisi
tekanan.Pola besar baratlaut-tenggara yang tegak lurus dengan sesar berarah
timurlaut-barat daya berperan sebagai kontrol sebaran hidrokarbon dan bentuk
cekungan di Sumatra Selatan.
Sedimentasi yang terjadi dicekungan Sumatra selatan berlangsung pada dua fase
(Jakson, 1961), yaitu :
Fase transgresi, pada fase ini diendapkan kelompok telisa, yang terdiri dari
Formasi Lahat, Formasi Talangakar, Formasi Baturaja, dan Formasi
Gumai. Kelompok telisa ini diendapkan secara tidak selaras di atas batuan
Pra-Tersier.
Fase regresi, pada fase ini dihasilkan endapan dari kelompok Palembang
yang terdiri dari Formasi Airbenakat, Formasi Muaraenim, dan Formasi
Kasai. Batuan yang menjadi dasar cekungan diduga terdiri atas batuan
malihan dan batuan beku yang berumur mesozoikum
Tatanan stratigrafi yang terdapat di sub-cekungan jambi terdiri beberapa
formasi yang diendapkan. Secara berurutan dari tua ke muda adalah formasi lahat,
Formasi Talangakar Bawah, Formasi Talangakar Atas, Formasi Baturaja, Formasi
Gumai, Formasi Airbenakat, Formasi Muaraenim, Formasi Kasai dan
EndapanKuarter.
8
a. Batuan Pra-tersier
Batuan pra-tersier sebagai batuan dasar di cekungan Sumatra selatan
tersingkap di Pegunungan Barisan, Pegunugan Tigapuluh, Pegunungan Dua belas,
dan kepulauan di sebelah timur Sumatra. Batuan pra-tersier tersusun atas granit,
kuarsit, batugamping, serpih, metasediment, filit, sekis, andesit, dan batu basalt
dengan umur antara paleozoikum akhir hingga mesozoikum akhir (Salim, dkk
1995).
Formasi saling tersusun atas breksi volkanik, tuff, aliran lava basaltik-
andesitik, dan batugamping terumbu.Formasi lingsing tersusun atas lapisan tipis
serpih atau sabak, dengan sedikit sisipan andesitic-basaltik, rijang radiolarian,
batugamping foraminifera.Kedua unit formasi ini diterbos oleh granodiorit
berumur kapur akhir atau tersier awal (Darman dan Sidi, 2000).
b. Formasi Lahat
Formasi lahat diendapkan pada siklus transgresi dengan endapan bertipe
klastik, di antaranya adalah endapan kipas alluvial, endapan sungai teranyam, dan
endapan delta sampai laut dangkal.Secara umum, endapan eosen-oligosen awal
tersusun atas batupasir halus-kasar, terkadang berupa konglomerat, yang berlapis
dengan serpih atau lempung, tuff dan lapisan tipis batubara.Keberadaan serpih
yang kaya material organik dan batubara dibagian dalam cekungan merupakan hal
penting dalam keterbukaan hidrokarbon.Batupasir diformasi lahat secara umum
bersifat kuarsitik, pemilahan buruk, argilisius dan ketat.Fasies alluvial diformasi
ini memiliki butiran yang lebih kasar, jelas dan menunjukan karakteristik
reservoir baik.Formasi lahat yang berada tidak selaras di atas batuan pra-tersier
9
tersusun atas seri breksi volkanik andesitik, tuff, endapan lahar, dan aliran lava,
denganbatupasir kuarsa di tengahnya. Di dalam formasi lahat memiliki tiga
anggota formasi, yaitu anggota tuff kikim bawah yang berisi breksi, tuff andesitik,
dan aliran lava; anggotabatupasir kuarsa yang berisi konglomerat, batupasir
dengan kenampakan selang-siur; dan anggota tuff kikim atas yang berisi batupasir
kuarsa, volkanik andesit, tuff, batu lempung, dan endapan lahar (Musper, 1973).
c. Formasi Talangakar
Terdapat ketidakselarasan antara Formasi Lahat dan Formasi Talangakar,
sehingga akan umum ditemukan kontak langsung antara formasi talangakar dan
formasi gumai dengan batuan pra-tersier. Setelah pengendapan berhenti pada
oligosen tengah, pengendapan berlanjut pada oligosen akhir pada topografi rendah
dengan lingkungan yang bervariasi, yaitu fluvio-deltaik dengan sungai teranyam,
endapan paparan, muka delta, laut dan pro-delta.Sumber endapan talangakar
bawah yang berumur oligosen akhir berasal dari sumur yaitu sundaland dan dari
barat yaitu pegunungan barisan, dan daerah tinggian-tinggian sekitar cekungan
seperti tinggian setiti dan tinggian Palembang Utara.Material sedimen di Formasi
Talangakar berubah dari lingkungan endapan fluvial yang menghasilkan
talangakar bawah, menjadi delta yang berasngsur kearah laut dangkal yang
menghasilkan talangakar atas (Ginger dan Fielding, 2005).Formasi talangakar
bawah tersusun atas batupasir berbutir halus-kasar dengan pemilahan baik dengan
porositas baik, sedangkan talangakar atas tersusun atas batupasir sangat halus-
sedang dengan porositas dan permeabilitas yang kurangbaik, serpih dengan
sisipan batubara dan batugamping.
10
d. Formasi Baturaja
Pada umur awal miosen, transgresi berlanjut menjadi pengendapan serpih
laut dalam dibagian terban dan endapan laut dangkal di tepi cekungan yang
menyebabkan tingginya produksi karbonat, yang menyebabkan batugamping
terbentuk di batas cekungan dan terumbu dibagian tengah tinggian (Ginger dan
Fielding, 2005).Fasies reservoir terbaik dari formasi baturaja untuk eksplorasi dan
produksi hidrokarbon adalah wackestone dan packstone koral alga dengan
porositas sekundernya.Pengendapan formasi baturaja terhenti oleh transgresi yang
luas dan dalam.
e. Formasi Gumai
Formasi Gumai menandai bagian akhir dari transgresi Neogen yang luas
dan menandai fasies laut dangkal ke laut dalam terbuka yang diendapkan pada
lingkungan energi rendah.Secara umum, formasi gumai yang terendapkan secara
selaras di atas formasi baturaja tersusun atas serpih berfosil dengan lapisan tipis
batulanau dengan batugamping.Di bagian fasies laut dangkal dapat ditemukan
batupasir berbutir halus, batulanau, dan lapisan tipis batugamping yang berseling
dengan serpih.Pada bagian yang lebih dalam yang merupakan bagian atas formasi
gumai tersusun atas batupasir berbutir halus-sedang yang dapat menjadi reservoir
dengan karakter baik (Salim dkk., 1995).Umur formasi ini bervariasi, tergantung
pada ketebalan dari formasi baturaja di bawahnya dan posisi di cekungan.Di
lokasi yang tidak terbentuk batugamping formasi baturaja, bagian dasar Formasi
Gumai memiliki umur zona N4, yaitu miosen paling awal.Pada lokasi yang
memiliki batugamping Formasi Baturaja yang tebal, lapisan formasi gumai
11
memiliki umur zona N6 atau N7, yang juga miosen Awal.Di bagian atas juga
bervariasi dari zona N8, akhir miosen awal, sampai n10, miosen tengah (Darman
dan Sidi, 2000).
f. Formasi Airbenakat
Pada umur Miosen terjadi pegangkatan pegunungan barisan akibat pergerakan
lempeng di Asia Tenggara yang menyebabkan perubahan dari sistem
pengendapan transgresif menjadi regresif.Formasi ini terendapkan secara selaras
di atas formasi Gumai dengan ketebalan 100-1000 meter.Di bagian bawah formasi
ini tersusun atas batupasir glaukonit, batulempung galukonit, fosil moluska dan
foraminifera.Lingkungan pengendapan dari formasi ini adalah lingkungan pantai
dan di beberapa tempat ditemukan endapan turbidit (Darman dan Sidi, 2000).
g. Formasi Muaraenim
Formasi muaraenim merupakan siklus regresif kedua yang ditandai dengan
keberadaan batubara dan batupasir yang tebal di bagian bawah formasi
ini.Ketebalan dari formasi ini antara 500-700 meter dengan batubara mencapai
15% dan tanpa kehadiran batupasir glaukonit.Formasi ini tersusun atas tumpukan
parasekuen mendangkal-keatas, dengan bagian bawah merupakan fasies laut
dangkal dan dataran delta di bagian atasnya (Darman dan Sidi, 2000).Batubara di
formasi ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok atas yang terdiri dari
6-7 lapisan, kelompok tengah, dan kelompok bawah yang terdiri dari 8-10
lapisan.Di bagian atas terdapat lapisan batubara telah tersilisifikasi, terutama yang
tertutup oleh lapisan tuff.Di bagian bawah terdapat batang pohon yang
menunjukan bahwa batubara yang ada adalah autoktonus(Darman dan Sidi, 2000)
12
mengatakan bahwa spesies pohon teridentifikasi sebagai pohon yang tumbuh di
hutan, bukan sebagai tanaman mangrove.
h. Formasi Kasai
Formasi kasai merupakan hasil dari siklus regresif ketiga yang terjadi pada
umur pliosen akhir sampai pleistosen. Di bagian bawah merupakan tepra riolit
berbutir halus, tanpa kehadiran batubara, dengan sedikit kehadiran batupasir
konglomeratan.Di bagian atas tersusun atas pumis tuff yang kaya kuarsa,
batupasir kasr bersilang-siur, dan konglomeratan yang kaya pumis.Formasi ini
merupakan endapan syrogenik yang terendapkan di bagian sinklin dengan
material asal hasil erosi formasi yang lebih tua seperti lahat dan gumai, pada
lingkungan pengendapan fluvial dan kipas alluvial.
i. Endapan Kuarter
Endapan kuarter terendapkan secara tidak selaras di atas formasi kasai dan
tidak terpengaruh oleh perlipatan umur plio-pleistosen. Volkanik andesitik kuarter
biasanya berlimpah pada bukit barisan yang juga di antara sungai lematang dan
Enim dengan banyak produk intrusi dan ekstrusi yang sekarang membentuk
kelompok Bukit Asam, Serelo, dan Jelapang. Batuan lain yang termasuk ke dalam
endapan kuarter adalah liparit yang mengisi lembah pada daerah pasumah bagian
selatan dari pegunungan gumai. Tuff andesit dan lahar pada daerah pasumah
berasal dari gunungapi barisan seperti dempo, dan terendapkan sepanjang sungai
utama (Darman dan Sidi, 2000).
Deskripsi formasi yang tersusun pada batuan tersier secara lengkap yang
dapat dilihat Gambar 2.
13
Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger dan Fielding, 2005)
2.3 Struktur Geologi Regional
Struktur yang terdapat dalam cekungan Sumatra Selatan merupakan akibat
dari tiga aktivitas tektonik utama yaitu:orogenesa mesozoikum tengah, tektonisme
kapur akhir-eosen, dan dan orogenesa plio-pleistosen (de Coster, 1974). Dua
aktivitas yang pertama membentuk konfigurasi batuan dasar, seperti setengah
terban, sembul dan blok sesar.
14
Aktivitas yang terakhir, menghasilkan pembentukan struktur baratlaut-
tenggara dan depresi di timur laut.Sebaran sesar dan lipatan di cekungan Sumatra
selatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Struktur lipatan terpusat di tiga antiklinorium, yaitu Palembang, pendopo,
dan muaraenim, yang berkembang baik di bagian tengah cekungan yang memiliki
sedimen tersier paling tebal.Antiklinorium pendopo memiliki orientasi WNW-
ESE (Pulunggono, 1976).Antiklin terdiri dari seri lipatan asimetris berarah ENE
yang terpotong oleh sesar.
2.4 Sistem Petroleum Cekungan Sumatra Selatan
Hidrokarbon yang ada di cekungan Sumatra selatan berupa minyak dan gas,
yang mungkin berasal dari migrasi minyakbumi dan diikuti oleh migrasi
lingkungan pengendapan lakustrin.Selain formasi lahat, batubara dan serpih yang
ada di formasi talangakar juga menjadi sumber hidrokarbon di cekungan Sumatra
selatan (Clure, 2005).Formasi Gumai yang berumur lebih muda dari formasi
Talangakar juga berperan sebagai batuan induk dengan lingkungan pengendapan
laut, tetapi memiliki jumlah material organik yang lebih sedikit dan memiliki
kematangan yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa bagian lain di
cekungan Sumatra selatan.
Litologi di Formasi Lahat dan Talangakar didominasi oleh fasies batubara
dan memiliki potensi batuan induk yang sangat baik dengan nilai TOC yang lebih
besar dari 3% dan nilai indeks hydrogen lebih besar dari 300mgHC/gTOC.
Sistem petroleum primer berasosiasi dengan batupasir Formasi Talangakar
dan atau batuan dasar yang terekahkan, yang membentuk bagian reservoar dan
15
bersentuhan langsung dengan batuan induk.Batupasir Formasi Talangakar
merupakan saluran utama untuk migrasi ke reservoar lainnya, baik secara
langsung maupun melalui sesar.Hubungan antara batuan induk dengan reservoir
formasi baturaja terbentuk karena Formasi Talangakar membaji di tinggian batuan
dasar dan formasi baturaja terbentuk di tinggian.Migrasi ke atas terjadi karena
downlapping batupasir intra-gumai dengan batupasir talangakar dan baturaja
(Clure, 2005).
Batuan dasar Pra-Tersier menjadi reservoar penting di cekungan Sumatra
selatan, dan seiring dengan perkembangan infrastruktur, gas menjadi
keekonomian yang penting.Formasi Talangakar memiliki dua tipe reservoar, yaitu
tipe batupasir fluvial di bagian bawah dan batupasir laut di bagian atas.Tipe
batupasir laut lebih tebal, dan memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan batupasir fluvial.Porositas formasi baturaja
secara umum merupakan porositas sekunder yang terbentuk dari beberapa fase
diagenesis.Formasi gumai tersusun atas batupasir laut glaukonit berbutir halus,
tetapi menjadi reservoir yang sangat baik.Formasi Airbenakat tersusun dari
banyak lapisan batupasir yang membentuk tumpukan reservoar.
Serpih dan batulempung yang ada di Formasi Talangakar dan Gumai
berperan sebagai batuan tudung utama dari reservoar, yang berakibat lapangan
migas di Cekungan Sumatra selatan memiliki reservoar bertumpuk dengan banyak
kontak fluida.Serpih dari Gumai bawah dapat berperan sebagai batuan tudung
regional untuk reservoar yang lebih tua, seperti batupasir Formasi Talangakar dan
16
Batugamping Formasi Baturaja.Formasi Airbenakat juga dapat menjadi batuan
tudung yang buruk karena tersusun atas batupasir dan lumpur.
18
BAB III. TEORI DASAR
Logging merupakan metode pengukuran besaran-besaran fisik batuan reservoar
terhadap kedalaman lubang bor. Sesuai dengan tujuan logging yaitu menentukan
besaran-besaran fisik batuan reservoar (porositas, saturasi air formasi, ketebalan
formasi produktif, lithologi batuan) maka dasar dari logging itu sendiri adalah
sifat-sifat fisik atau petrofisik dari batuan reservoar itu sendiri, yaitu sifat listrik,
sifat radioaktif, dan sifat rambat suara (gelombang) elastis dari batuan reservoar.
3.1. Jenis-Jenis Logging
Berdasarkan kemampuan, kegunaan, dan prinsip kerja maka jenis logging ini
dibagi menjadi log listrik, log radioaktif, log sonic, dan log caliper.
3.1.1 Log Listrik
Log listrik merupakan suatu plot antara sifat-sifat listrik lapisan yang
ditembus lubang bor dengan kedalaman. Sifat-sifat ini diukur dengan
berbagai variasi konfigurasi elektrode yang diturunkan ke dalam lubang
bor. Untuk batuan yang pori-porinya terisi mineral-mineral air asin atau
clay maka akan menghantarkan listrik dan mempunyai resistivitas yang
rendah dibandingkan dengan pori pori ter terisi minyak, gas maupun air
tawar. Oleh karena itu lumpur pemboran yang banyak mengandung garam
akan bersifat konduktif dan sebaliknya. Untuk formasi clean sand yang
mengandung air garam, tahanan formasi dapat dinyatakan dengan suatu
18
faktor tahanan formasi (F), yang dinyatakan dengan persamaan :
(1)
F = faktor formasi
Ro = tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %
Rw = tahanan air garam (air formasi)
Hubungan antara tahanan formasi, porositas dan faktor
sementasidikemukakan oleh G.E. Archie dan Humble sebagai berikut :
Persamaan Archie : F = Ф-m
(2)
Persamaan Humble : F = 0,62 x Ф-2,15
(3)
dimana :
m = faktor sementasi batuan
F = faktor formasi
Ф = porositas
Resistivity Index (I) adalah perbandingan antara tahanan listrik batuan
sebenarnya (Rt) dengan tahanan yang dijenuhi air formasi 100 % (Ro), yaitu sesuai
dengan persamaan berikut :
dimana :
n = eksponen saturasi, untuk batupasir besarnya sama dengan 2.
Untuk formasi clean sand, terdapat hubungan antara saturasi air formasi
(Sw), porositas (Ф), tahanan formasi sebenarnya (Rt), tahanan air formasi (Rw)
serta eksponen saturasi (n). Secara matematis hubungan ini dapat dinyatakan
sebagai berikut :
(4)
19
√
√
√
Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis:
- Spontaneous Potensial Log (SP Log)
- Resistivity Log
a. Spontaneous Potensial Log (SP Log)
Kurva spontaneous potensial (SP) merupakan hasil pencatatan alat logging
karena adanya perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak dalam
lubang sumur dengan elektroda tetap di permukaan terhadap kedalaman
lubang sumur.
Spontaneous potensial ini merupakan sirkuit sederhana yang terdiri dari
dua buah elektroda dan sebuah galvanometer. Sebuah elektroda (M)
diturunkan kedalam lubang sumur dan elektroda yang lain (N) ditanamkan
di permukaan. Disamping itu masih juga terdapat sebuah baterai dan
sebuah potensiometer untuk mengatur potensial diantara kedua elektroda
tersebut. Bentuk defleksi positif ataupun negatif terjadi karena adanya
perbedaan salinitas antara kandungan dalam batuan dengan lumpur.
Bentuk ini disebabkan oleh karena adanya hubungan antara arus listrik
dengan gaya-gaya elektromagnetik (elektrokimia dan elektrokinetik)
dalam batuan. Gambaran skematis dari gejala SP pada formasi degan
resistivity tinggi dapat dilihat pada gambar 3.
(5)
20
Gambar 3. Skematis dari Gejala SP pada Formasi dengan Resistivity Tinggi
(Adi, 1997).
b. Resistivity Log (Log Tahanan Jenis)
Resistivity log adalah suatu alat yang dapat mengukur tahanan batuan
formasi beserta isinya, yang mana tahanan ini tergantung pada porositas
efektif, salinitas air formasi, dan banyaknya hidrokarbon dalam pori-pori
batuan. Gambar resistivity log dapat dilihat pada gambar 4.
21
Gambar 4. Kurva Resistivity Log (Adi, 1997)
1. Normal Log
Skema rangkaian dasar normal log dapat dilihat pada gambar 3.3, dengan
menganggap bahwa pengukurannya pada medium yang mengelilingi
electrode-elektrode adalah homogen dengan tahanan batuan sebesar R ohm-
meter. Elektroda A dan B merupakan elektroda potensial , sedangkan M dan
N merupakan elektroda arus. Setiap potensial (V) ditransmisikan mengalir
melingkar keluar melalui formasi den besarnya potensial tersebut adalah:
(6)
22
dimana:
= tahanan formasi, ohm-m
= intensitas arus konstan dari elektroda A, Amp
AM = jarak antara elektroda A dan M, in
= konstanta = 3.14
Jarak antara A ke M disebut spacing, dimana untuk normal log ini terdiri
dari dua spacing, yaitu:
- Short normal device, dengan spacing 16 inchi
- Long normal device, dengan spacing 64 inchi
Pemilihan spacing ini tergantung dari jarak penyelidikan yang dikehendaki.
Short normal device digunakan untuk mengukur resistivitas pada zona
terinvasi, sedang long normal device digunakan untuk mengukur resistivitas
formasi yang tidak terinvasi filtrat lumpur atau true resistivity ( ).
2. Lateral Log
Tujuan log ini adalah untuk mengukur yaitu resistivity formasi yang
terinvasi. Skema dasar dari lateral log device dapat dilihat pada gambar 3.4.
Alat ini terdiri dari dua elektrode arus A dan B serta dua elektrode potensial M
dan N. Jarak spasi M dan N adalah 32 inch, sedang jarak A dan O adalah 18,8
inch. Titik O merupakan titik referensi dari pengukuran terhadap kedalaman,
sedangkan elektrode B diletakkan jauh dipermukaan. Arus listrik yang konstan
dialirkan melalui elektrode A, sedangkan perbedaan potensial antara M dan N
di tempatkan pada permukaan lingkaran yang berpusat di titik A. Perbedaan
potensial yang dipindahkan ke elektrode M dan N adalah :
23
(
)
Persamaan (3-8) diturunkan dengan anggapan bahwa formasinya homogen
dan lapisan cukup tebal.Apabila arus yang diberikan (i) konstan maka besarnya
potensial yang dicatat pada referensi O adalah sebanding dengan besarnya
resistivitas formasi (R) dengan syarat anggapan tersebut dipenuhi dan pengaruh
diameter lubang bor diabaikan.
Pada kenyataannya nilai resistivity yang dicatat oleh resistivity log adalah
resistivity semu bukan resistivity yang sebenarnya (Rt). Hal ini disebabkan
pengukuran dipengaruhi oleh diameter lubang bor (d), ketebalan formasi (e),
tahanan lumpur (Rm), diameter invasi air filtrat Lumpur (Di), tahanan zone
invaded (Ri) dan uninvaded (Rt), tahanan lapisan batuan diatas dan dibawahnya
(Rs). Pembacaan yang baik didapatkan dalam lapisan tebal dengan resistivity
relative tinggi. Log ini digunakan secara optimal di dalam susunan sand dan
shale yang tebal dengan ketebalan dari 10 ft dan range resistivity optimum
setara 1-500 ohm-m.
Gambar 5. Skema Rangkaian Dasar Normal Log (Schlumberger, October 1984).
(7)
24
Gambar 6. Skema Rangkaian Dasar Lateral Log (Schlumberger, 1984).
3. Induction Log
Pengukuran tahanan listrik menggunakan log resistivity memerlukan
lumpur yang konduktif sebagai penghantar arus dalam formasi. Oleh sebab itu
tidak satu pun peralatan pengukuran resistivity diatas dapat digunakan pada
kondisi lubang bor kosong, terisi minyak, gas, oil base mud dan fresh water
serta udara. Untuk mengatasi ini maka dikembangkan peralatan terfokuskan
yang dapat berfungsi dalam kondisi tersebut.Rangkaian peralatan dari dasar
Induction log secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3.5
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut, arus bolak-balik dengan frekuensi
tinggi ( 20000 cps) yang mempunyai intensitas konstan dialirkan melalui
transmitter coil yang ditempatkan pada insulating sehingga menimbulkan arus
induksi didalam formasi. Medan magnet ini akan menimbulkan arus berputar
yang akan menginduksi potensial dalam receiver coil. Coil kedua ini
25
ditempatkan pada mandrel yang sama dengan jarak tertentu dari coil pertama.
Besarnya signal yang dihasilkan receiver akan diukur dan dicatat di permukaan
yang besarnya tergantung pada konduktivitas formasi yang terletak diantara
kedua coil tersebut. Nilai konduktifitas formasi (Cf) berbanding terbalik dengan
nilai resistivity.
4. Laterolog (Guard Log)
Pengukuran dengan laterolog adalah untuk memperkecil pengaruh lubang
bor, lapisan yang berbatasan dan pengukuran lapisan yang tipis serta kondisi
lumpur yang konduktif atau salt mud.
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3.6), suatu arus Io
yang konstan dialirkan melalui elektrode Ao lewat elektrode A1 dan A2 dimana
arus tersebut diatur secara otomatis oleh kontak pengontrol sehingga dua
pasang elektrode penerima M1M2 dan M’1M’2 mempunyai potensial yang
sama. Selisih potensial diukur diantara salah satu elektrode penerima dengan
electrode dipermukaan. Jika perbedaan antara potensial pasangan M’1M’2 dan
M1M2 dibuat nol, maka tidak ada arus yang mengalir dari Ao. Disini arus listrik
dari Ao dipaksa mengalir horizontal kearah formasi.
Ada beberapa jenis laterolog, yaitu jenis Laterolog 7, Laterolog 3, dan
Laterolog 8. Perbedaan dari ketiga jenis laterolog tersebut hanya terdapat pada
jumlah elektrodenya, dan ketebalan lapisan yang dideteksi berbeda. Alat ini
mengukur harga Rt terutama pada kondisi pengukuran Rt dengan Induction Log
mengalami kesulitan (banyak kesalahan). Laterolog ini hanya dapat digunakan
dalam jenis lumpur water base mud. Dianjurkan pada kondisi dan
besar (salt mud, resistivity tinggi yaitu lebih besar dari 100 ohm-m) dan
26
tidak berfungsi di dalam oil base mud, inverted mud, lubang berisi gas, atau
sumur sudah dicasing.
Gambar 7.Skema Alat Laterolog (Adi Harsono, 1997).
3.1.2. Log Radioaktif
Log radioaktif dapat digunakan pada sumur yang dicasing (cased hole)
maupun yang tidak dicasing (open hole). Keuntungan dari log radioaktif ini
dibandingkan dengan log listrik adalah tidak banyak dipengaruhi oleh keadaan
lubang bor dan jenis lumpur. Dari tujuan pengukuran, Log Radioaktif dapat
dibedakan menjadi: alat pengukur litologi seperti Gamma Ray Log, alat pengukur
porositas seperti Neutron Log dan Density Log. Hasil pengukuran alat porositas
dapat digunakan pula untuk mengidentifikasi litologi dengan hasil yang memadai.
27
a. Gamma Ray Log
Prinsip pengukurannya adalah mendeteksi arus yang ditimbulkan oleh
ionisasi yang terjadi karena adanya interaksi sinar gamma dari formasi dengan gas
ideal yang terdapat didalam kamar ionisasi yang ditempatkan pada sonde.
Besarnya arus yang diberikan sebanding dengan intensitas sinar gamma yang
bersangkutan.
Di dalam formasi hampir semua batuan sedimen mempunyai sifat
radioaktif yang tinggi, terutama terkonsentrasi pada mineral clay. Formasi yang
bersih (clean formasi) biasanya mengandung sifat radioaktif yang kecil, kecuali
lapisan tersebut mengandung mineral-mineral tertentu yang bersifat radioaktif
atau lapisan berisi air asin yang mengandung garam-garam potassium yang
terlarutkan (sangat jarang), sehingga harga sinar gamma akan tinggi.
Dengan adanya perbedaan sifat radioaktif dari setiap batuan, maka dapat
digunakan untuk membedakan jenis batuan yang terdapat pada suatu formasi.
Selain itu pada formasi shaly sand, sifat radioaktif ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi kadar kandungan clay yang dapat berkaitan dengan penilaian
produktif suatu lapisan berdasarkan intrepretasi data logging. Besarnya volume
shale dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
dimana :
GRlog = hasil pembacaan GR log pada lapisan yang bersangkutan
GRmax = hasil pembacaan GR log maksimal pada lapisan shale
GRmin = hasil pembacaan GR log maksimal pada lapisan non shale
(8)
28
Dengan pertimbangan adanya efek densitas formasi, maka untuk formasi
dengan kandungan satu mineral, gamma ray yang terbaca pada log adalah :
dimana :
= densitas dari mineral radioaktif
= volume batuan mineral
= faktor perimbangan radioaktif dari mineral
= konsentrasi berat dari mineral
Untuk formasi yang mengandung lebih dari satu mineral radioaktif, respon
GR adalah penjumlahan dari beberapa mineral tersebut dengan menggunakan
persamaan (3-12). Sedangkan untuk formasi dengan kandungan dua mineral
radioaktif, densitas dan kekuatannya berbeda, serta keberadaannya dalam jumlah
yang berbeda maka GR yang terbaca pada log adalah :
persamaan (3-12) diatas dapat disamakan dengan mengalikan dengan ρb sehingga
persamaannya dapat ditulis menjadi :
dimana :
=
Secara khusus Gamma Ray Log berguna untuk identifikasi lapisan
permeabel disaat SP Log tidak berfungsi karena formasi yang resistif atau bila
kurva SP kehilangan karakternya (Rmf = Rw), atau ketika SP tidak dapat merekam
(9)
(10)
(11)
29
karena lumpur yang yang digunakan tidak konduktif (oil base mud). Hal tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.10. Selain itu Gamma Ray Log juga dapat
digunakan untuk mendeteksi dan evaluasi terhadap mineral radioaktif (potassium
dan uranium), mendeteksi mineral tidak radioaktif (batubara), dan dapat juga
untuk korelasi antar sumur.
b. Log Neutron
Neutron Log direncanakan untuk menentukan porositas total batuan tanpa
melihat atau memandang apakah pori-pori diisi oleh hidrokarbon maupun
air formasi. Neutron terdapat didalam inti elemen, kecuali hidrokarbon.
Neutron merupakan partikel netral yang mempunyai massa sama dengan
atom hidrogen.
Gambar 8. Respon Gamma Ray pada Suatu Formasi (Dewan, T.J, 1983)
30
Prinsip kerja dari neutron log adalah sebagai berikut, energi tinggi dari
neutron dipancarkan secara kontinyu dari sebuah sumber radioaktif yang
ditempatkan didalam sonde logging yang diletakkan pada jarak spacing pendek
sekitar 10-18 inch dari detektor gamma ray.
c. Log Densitas
Tujuan utama dari density log adalah menentukan porositas dengan
mengukur density bulk batuan, disamping itu dapat juga digunakan untuk
mendeteksi adanya hidrokarbon atau air, digunakan besama-sama dengan neutron
log, juga menentukan densitas hidrokarbon (ρh) dan membantu didalam evaluasi
lapisan shaly.
Gambar 9. Proses Pelemahan Partikel Neutron (Adi, 1997).
Prinsip kerja density log adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma
dari sumber radiasi sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor. Pada
saat sinar gamma menembus batuan, sinar tersebut akan bertumbukkan dengan
elektron pada batuan tersebut, yang mengakibatkan sinar gamma akan kehilangan
sebagian dari energinya dan yang sebagian lagi akan dipantulkan kembali, yang
31
kemudian akan ditangkap oleh detektor yang diletakkan diatas sumber radiasi.
Intensitas sinar gamma yang dipantulkan tergantung dari densitas batuan formasi.
Skema rangkaian dasar density log dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Berkurangnya energi sinar gamma tersebut sesuai dengan persamaan:
ln
dimana:
No = intensitas sumber energi
Nt = intensitas sinar gamma yang ditangkap detektor
ρ = densitas batuam formasi
k = konstanta
S = jarak yang ditembus sinar gamma
Gambar 10. Skema Rangkaian Dasar Density Log (Dewan, 1983).
Sinar gamma yang menyebar dan mencapai detektor dihitung dan akan
menunjukkan besarnya densitas batuan formasi. Formasi dengan densitas tinggi
(12)
32
akan menghasilkan jumlah elektron yang rendah pada detektor. Densitas elektron
merupakan hal yang penting disini, hal ini disebabkan yang diukur adalah densitas
elektron, yaitu jumlah elektron per cm3. Densitas elektron akan berhubungan
dengan densitas batuan sebenarnya, ρb yang besarnya tergantung pada densitas
matrik, porositas dan densitas fluida yang mengisi pori-porinya. Kondisi
penggunaan untuk density log adalah pada formasi dengan densitas rendah
dimana tidak ada pembatasan penggunaan lumpur bor tetapi tidak dapat
digunakan pada lubang bor yang sudah di casing. Kurva density log hanya
terpengaruh sedikit oleh salinitas maupun ukuran lubang bor.
Kondisi optimum dari density log adalah pada formasi unconsolidated
sand dengan porositas 20 % - 40 %. Kondisi optimum ini akan diperoleh dengan
baik apabila operasi penurunan peralatan kedalam lubang bor dilakukan secara
perlahan agar alat tetap menempel pada dinding bor, sehingga pada rangkaian
tersebut biasanya dilengkapi dengan spring.
Hubungan antara densitas batuan sebebnarnya dengan porositas dan lithologi
batuan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
dimana:
ρb = densitas batuan (dari hasil pembacaan log), gr/cc
ρf = densitas fluida rata-rata, gr/cc
= 1 untuk fresh water, 1.1 untuk salt water
ρma = densitas matrik batuan (dapat dilihat pada tabel III-1), gr/cc
D = porositas dari density log , fraksi
(13)
33
Tabel 1. Harga Density Matrik Batuan (Adi Harsono, 1997).
Mineral Rumus
kimia
Densitas
sebenarnya
2Z/A
seperti terbaca
pada log
Kuarsa SiO2 2.654 0.9985 2.650 2.648
Kalsit CaCO3 2.710 0.9991 2.708 2.710
Dolomit CaCO3 2.870 0.9977 2.863 2.876
Anydhit CaSO4 2.960 0.9990 2.975 2.977
Sylvit KCl 1.984 0.9657 1.916 1.863
Halt NaCl 2.165 0.9581 1.110 2.032
Air tawar H2O 1.000 1.1101 2.074 1.000
Air asin 200 kppm 1.146 1.0797 1.110 1.135
Minyak n(cH2) 0.850 1.1407 1.237 0.850
Batubara 1.200 1.0600 0.970 1.173
Adanya pengotoran clay dalam formasi akan mempengaruhi ketelitian,
oleh karena itu dalam pembacaan ρb perlu dikoreksi. Sehingga persamaan dapat
ditulis sebagai berikut:
( )
dimana:
= densitas clay, gr/cc
= volume clay, %
3.1.3. Sonic Log
Log ini merupakan jenis log yang digunakan untuk mengukur porositas,
selain density log dan neutron log dengan cara mengukur interval transite time
(Δt), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara untuk merambat didalam
batuan formasi sejauh 1 ft. Peralatan sonic log menggunakan sebuah transmitter
(pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver (penerima). Jarak antar
keduanya adalah 1 ft.
Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang
tersebut akan merambat kedalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang
(14)
34
akan tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan
tekanan formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang
bor dan akan diterima oleh kedua receiver. Selisih waktu penerimaan ini direkam
oleh log dengan satuan microsecond per feet (μsec/ft) yang dapat dikonversikan
dari kecepatan rambat gelombang suara dalan ft/sec.
Interval transite time (Δt) suatu batuan formasi tergantung dari lithologi
dan porositasnya. Sehingga bila lithologinya diketahui maka tinggal tergantung
pada porositasnya. Pada Tabel 2. dapat dilihat beberapa harga transite time matrik
(Δtma) dengan berbagai lithologi.
Tabel 2. Transite Time Matrik untuk Beberapa Jenis Batuan (Adi Harsono, 1997).
litologi tma (
Batu Pasir 55.5
Gamping 47.5
Dolomit 43.5
Garam 67
Selubung Baja 57
Air 189
Untuk menghitung porositas sonic dari pembacaan log Δt harus terdapat
hubungan antara transit time dengan porositas. Seorang sarjana teknik, Wyllie
mengajukan persamaan waktu rata-rata yang merupakan hubungan linier antara
waktu dan porositas. Persamaan tesebut dapat dilihat dibawah ini :
dimana :
Δtlog = transite time yang dibaca dari log, μsec/ft
Δtf = transite time fluida, μsec/ft
= 189 μsec/ft untuk air dengan kecepatan 5300 ft/sec
(15)
35
Δtma = transite time matrik batuan (lihat table III-2), μsec/ft
ФS = porositas dari sonic log, fraksi
Selain digunakan untuk menentukan porositas batuan, Sonic log juga dapat
digunakan sebagai indentifikasi lithologi.
3.1.4. Caliper Log
Caliper log merupakan suatu kurva yang memberikan gambaran kondisi
(diameter) dan lithologi terhadap kedalaman lubang bor. Peralatan dasar caliper
log dapat dilihat pada Gambar 3.13. Untuk menyesuaikan dengan kondisi lubang
bor, peralatan caliper log dilengkapi dengan pegas yang dapat mengembang
secara fleksibel. Ujung paling bawah dari pegas tersebut dihubungkan dengan rod.
Posisi rod ini tergantung pada kompresi dari spring dan ukuran lubang bor.
Manfaat caliper log sangat banyak, yang paling utama adalah untuk
menghitung volume lubang bor guna menentukan volume semen pada operasi
cementing, selain itu dapat berguna untuk pemilihan bagian gauge yang tepat
untuk setting packer (misalnya operasi DST), interpretasi log listrik akan
mengalami kesalahan apabila asumsi ukuran lubang bor sebanding dengan ukuran
pahat (bit) oleh karena itu perlu diketahui ukuran lubang bor dengan sebenarnya,
perhitungan kecepatan lumpur di annulus yang berhubungan dengan
pengangkatan cutting, untuk korelasi litologi karena caliper log dapat
membedakan lapisan permeabel dengan lapisan consolidated.
36
Gambar 11. Skema Peralatan Dasar Caliper Log (Lynch J. S, 1962).
3.2. Interpretasi Logging
Lapisan prospek dapat teridentifikasi degan melakukan interpretasi
logging. Interpretasi logging ini dibagi menjadi interpretasi kualitatif dan
interpretasi kuantitatif. Interpretasi kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi
lapisan porous permeabel dan ada tidaknya fluida. Sedangkan interpretasi
kuantitatif dilakukan untuk menentukan harga dan
permeability batuan.Simbol-simbol yang digunakan dalam interpretasi log dapat
dilihat pada Gambar 3.14
3.2.1. Interpretasi Kualitatif
Setelah selesai melakukan logging maka selanjutnya yang akan dikerjakan
adalah melakukan interpretasi terhadap data pengukuran secara kualitatif guna
memperkirakan kemungkinan adanya lapisan porous permeabel dan ada tidaknya
fluida. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat harus dilakukan pengamatan
terhadap log yang kemudian satu sama lainnya dibandingkan. Tujuan dari
interpretasi kualitatif adalah identifikasi lithologi dan fluida hidrokarbon yang
37
meliputi identifikasi lapisan porous permeabel, ketebalan dan batas lapisan, serta
kandungan fluidanya.
Penentuan jenis batuan atau mineral didasarkan pada plot data berbagai
log porositas, seperti plot antara log density-neutron dan log sonic-neutron.
Sedangkan lapisan berpori dapat ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap log
SP, log resitivity, log caliper, dan log gamma ray. Penentuan jenis lithologi,
apakah shale atau batupasir atau batugamping ataupun merupakan seri shale
didasarkan pada defleksi kurva SP, GR, resistivity, dan konduktivitasnya. Adapun
fluida hidrokarbon dapat ditentukan pada pengamatan log induction dan FDC-
CNL dengan berdasarkan sifat air, minyak, atau gas.
3.3 Analisis Log
Data log membantu menentukan karakteristik fisik dari batuan, seperti
litologi, porositas dan permeabilitas. Selain itu data log juga digunakan untuk
mengidentifikasi zona produktif, menentukan kedalaman dan ketebalan zona
tersebut, untuk membedakan antara minyak, gas atau air dalam sebuah
reservoar, dan untuk mengestimasi cadangan hidrokarbon.
Di dalam analisa log parameter-parameter batuan penting adalah:
Porositas (ø, %)
Kadarair /Water saturation (Sw,%),
Permeabilitas (K,mD).
Porositas dan Water saturation ialah menentukan jumlah oil atau gas dalam
reservoir., sedangkan permeabilitas menentukan laju produksi hydrocarbon.
38
Dua parameter utama yang ditentukan dari pengukuran log pada sebuah
sumur adalah porositas dan ruang pori yang terisi hidrokarbon. Parameter
yang digunakan dalam intrepetasi log ditentukan secara langsung dan secara
tidak langsung, pengukurannya dilakukan oleh satu dari tiga tipe yang umum
digunakan dalam logging antara lain: electrical, nuclear dan accoustic atau
sonic. Penamaan tersebut berdasarkan pada sumber yang digunakan dalam
pengukuran. Sumber yang berbeda akan menghasilkan log yang terdiri dari
satu atau lebih kurva yang berhubungan dengan beberapa parameter di dalam
batuan di sekitar lubang bor.
3.3.1 Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara ruang pori pada
batuan dengan volume total batuan. Biasanya diekspresikan dalam satuan
(1.0) atau dalam persen (%). Porositas diukur dengan menggunakan sonic,
density, dan, neutron. Porositas direpresentasikan dalam PHI dengan
ditambahkan awalan atau akhiran yang menunjukkan metode pengukurannya,
misalnya, DPHI atau PHID untuk density porosity. Ada tiga jenis porositas
dalam log, yaitu sonicporosity, density porosity, dan neutron-densityporosity.
√
{gas}
{fluida minyak}
dimana :
(16)
(17)
(18)
39
3.3.2 Volume Kandungan Lempung (Vclay)
Pada tiap zona dihitung besarnya kandungan clay shale, dengan
mengunakan persamaan. (Utama, W. dkk 2007):
dengan :
)
Harga Vclay bervariasi : 0 ≤ Vclay ≤ 1
3.3.3 Resisitivitas
Secara umum, matrik batuan dan hidrokarbon (gas dan minyak) dalam pori
batuan adalah sangat resistif. Resistivitas formasi, dalam satuan ohm-meter
tergantung pada jumlah dan salinitas air yang terdapat pada formasi dan
konektifitas antar pori yang mampu mengalirkan aliran listrik. Resistivitas
direpresentasikan dengan simbol R, biasanya dengan tambahan huruf kecil yang
mengindikasikan tipe resistivitas tertentu, misalnya RW untuk resistivitas air atau
R untuk resistivitas sesungguhnya. Besarnya R (resistivitas air formasi) dihitung
dengan menggunakan chart (SLB) atau dengan menggunakan perumusan :
(19)
40
(
)
dengan :
[
]
3.3.4 Saturasi Fluida
Saturasi fluida adalah presentase dariruang pori pada batuan yang terisi fluida
tertentu(gas, minyak, atau, air). Saturasi fluida biasanyadinyatakan dalam saturasi
air (Sw), yangdiekspresikan dalam persen. Saturasihidrokarbon ditentukan dari
penguranganterhadap besarnya saturasi air.
Setelah Rwdidapat, maka langkahselanjutnya adalah menghitung besarnya Sw
dapat dihitung dengan menggunakan Schlumberger chart atau menggunakan
perumusan Archie, yakni:
√
Persamaan Archie :
dengan :
e)
(20)
(21)
(22)
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 27 Juli 2017 di
PetroChina
4.2 Jadwal Penelitian
Adapun rincian jadwal penelitian, dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Maret
2017
April
2017
Mei
2017
Juni
2017
Juli
2017
1. Pengumpulan data
dan pembelajaran
konsep dasar
2. Analisis Data
3. Penentuan Zona
Prospek
4. Presentasi Akhir
5. Evaluasi dan
Pembuatan Laporan
4.3 Alat-alat yang Digunakan
Untuk kelancaran pelaksanaan penelitian ini diperlukan alat-alat sebagai
penunjang. Peralatan-peralatan yang akan digunakan tersebut antara lain :
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
42
1. Data log
2. DST
3. Komputer dan Software Geofisika
4. Alat tulis
4.4 Diagram Alir
Metodologi dari Analisa data log dan penentuan saturasi air dalam penelitian
ini secara umum dapat digambarkan sebagai berikut Gambar 12:
Gambar 12. Diagram Alir
Mulai
StudiLiteratur
Selesai
NilaiRt
Log RHOB Log NPHI
Data Petrofisika
Nilai Ø
Data Log
Nilaia , m, n
NilaiRw
Menentukan Ro
Volume
shale
Menghitung NilaiSw
Analisis
Modeling
NilaiSw
Log Gamma Ray Log ILD
Validasi
NO
YES
Reserv
oir and
pay
zones
summa
ry DST
43
Kurva log
Kurva log didapatkan dari pengolahan data lapangan yang berupa *.LAS
(data digital) dengan menggunakan software yang telah ditentukan. Data
lapangan yang diperoleh dari logging sebenarnya berupa kurva log.
Kemudian untuk memudahkan proses analisa log, maka dari kurva log
dikonversikan kedalam data
digital (*.LAS), jadi kita bisa menganalisa data log dengan menggunakan
software apa saja, yaitu dengan mengkonversikannya kembali kedalam
bentuk kurva log yang siap untuk dianalisa dan diintrepetasikan. Kurva log
yang digunakan adalah :
Gamma Ray (GR)
Spontaneous Potential (SP)
Resistivity (Ratau ILDRT)
Neutron atau NPHI
Density atau RHOB
Identifikasi Zona Reservoar
Dari kurva log GR dan kurva SP dilakukan identifikasi zona reservoar.
Lapisan sand ditunjukkan dengan harga GR yang rendah, sedangkan lapisan
clay/shale ditunjukkan dengan harga GR yang tinggi. Defleksi pada kurva SP
mengindikasikan adanya lapisan yang permeabel, yang merupakan lapisan
reservoar. Kemudian selanjutnya ialah menentukan K, SSP, Rmf, dan
diteruskan menentukan faktor formasi dan perhitungan saturasi air (Sw)
bersih.
44
4.5 Pengolahan Data
Data penelitian yang digunakan adalah data log dari lima sumur, yaitu BCS-1,
BCS-2, BCS-3, BCT-U1 dan BCT-U2. Data log sumur yang didapatkan akan
dilakukan pengolahan menggunakan software Geotechnical Solutions 6.0.
Data hasil rekaman pada sumur X-5 dan X-6 dilakukan interpretasi dasar log
sehingga diperoleh hasil parameter-parameter petrofisika, seperti Clay
Volume, Porosity, dan Water Saturation.
4.6 TahapanPengolahan
4.6.1 Analisis Petrofisika
Dalam melakukan analisis petrofisika, tahap proses data awal dilakukan
dengan memilih menu projects, kemudian pilih petrofisika seperti pada
Gambar.13
Gambar 13. Project Apps
45
Setelelah memilih petrophysics, kemudian akan muncul sub-menu seperti berikut
Gambar 14. Vshale Calculations
kemudian pilih submenu volume shale calculation untuk melakukan perhitungan
pada volume shale, lalu tentukan metode perhitungan Volume Shale yang
diinginkan menggunakan metode V-Shale from Gamma Ray.
Gambar 15. V-shale from Gamma Ray
Setelah memilih metode vshale from gamma ray akan muncul tampilan seperti
berikut
46
Gambar 16. Vshale from Gamma Ray
Kemudian pilih nama well yang akan dianalisis, setelah itu pilih log
gamma ray yang akan dilakukan dan pilih juga marker yang ingin dilakukan.
Kemudian dilanjutkan dengan membuat sand dan shale baseline dengan
menggunakan sub menu 100% clean baseline (untuk sand baseline) dan sub menu
pada set shale baseline. Keberadaan shale dalam formasi mempengaruhi
pembacaan log - log porosity menjadi cenderung membaca porositas lebih tinggi
dari semestinya. Hal ini disebabkan adanya pori - pori non efektif yang dimiliki
shale, dengan kata lain shale memiliki porositas yang tinggi namun tidak
melalukan aliran fluida. Apabila ingin menyudahi pembuatan baseline klik kiri
pada mouse. Setelah baseline terbuat semua lalu klik calculate Vshale. Kemudian
setelah mengklik calculate vshale maka akan muncul tampilan seperti berikut
47
Gambar 17. Existing Vshale
Pilih metode kalkulasi v-shale yang diinginkan baik itu Linier, Clavier,
Tertiary Rocks, Pretertiary Rocks, atau Stieber a. Sebelum menyimpan hasil
perhitungan v-shale. Pilih Save Separate Gamma Ray Shale Volume (VSGR) log
utk menyimpan hasil perhitungan v-shale anda.
48
Gambar 18. Select New V-Shale
Setelah itu untuk melakukan rw calculation,
Gambar 19. Rw- Calculation
49
Gambar 20. Calculate Rwa
Gambar 21. Calculate appearent Rw
Setelah mengklik calculate rwa akan muncul tampilan seperti diatas.
Kemudian memilih sumu yang akan kita analisis dengan melakukan pada kolon
Wells with V-shale files. Setelah itu memilih log yang ada pada porositas dan
resistivitas yang akan dianalisis. Kemudian menentukan Sw Exponents sesuai
50
dengan litologi yang akan dianalisis. Dan setelah itu menentukan cutoff volume
shale, kemudian setelah terisi semua lalu pilih Calculate Rw. Kemudian akan
tampil seperti pada gambar 8, setelah menekan menu Calculate Rw.
Gambar 22. Calculate Appearent (Rw) Log Versus Point
Kemudian Pilih Plot Type pada menu yang tersedia di pojok kiri bawah
(contoh : Pickett Plot). Kemudian yang ketiga pada gambar yaitu menentukan
zona air pada daerah sekitar reservoir yang akan dianalisis untuk dilakukan
perhitungan Rw-nya. Pada petunjuk keempat yaitu dengan menentukan zona air
dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi Log versus Points pada sub-menu
di kanan bawah .
51
Gambar 23. Calculate Appearent (Rw)
Dengan memanfaatkan fungsi Log versus Points pada zona yang
diinterpretasikan merupakan 100% air maka akan dihasilkan pola trand point yang
terdapat pada gambar (berwarna orange). Kemudian tentukan batas air dan HC
dengan memanfaatkan pola trand point tersebut.
Gambar 24. Calculate Appearent (Rw)
52
Setelah memperoleh batasnya, gunakan sub-menu Set Sw = 100 untuk
mendapatkan nilai Rw, nilai di tunjukkan oleh angka yang berada pada kolom
berwarna merah. Catat nilai tersebut, dan masukkan pada perhitungan selanjutnya.
Gambar 25. Sub-menu Petrophysical Analysis
Sub-menu Petrophysical Analysis digunakan untuk menghitung porositas
dan saturasi air (Sw). Pastikan nilai Rw yang telah didapat sudah tercatat karena
akan digunakan dalam perhitungan tersebut.
Gambar 26. Petrophysical Analisys
53
Selanjutnya pilih nama sumur pada sub-menu well yang ingin di lakukan
perhitungan porositas & saturasi air. Kemudin tentukan interval zona perhitungan
pada sub-menu Interval of Interest. Dan setelah ituisi eksponen A-M-N dengan
nilai yang sama pada saat menghitung Rw sebelumnya. Masukkan nilai Rw yang
telah didapatkan pada perhitungan sebelumnya. Tentukan metode perhitungan Sw
yang ingin digunakan pada sub-menu Sw Model (Contoh : Simandoux). Tentukan
metode perhitungan porositas yang ingin digunakan pada sub-menu Porosity
Method. Kemudian tentukan litologi yang diharapkan dapat terkalkulasi pada
perhitungan ini pada sub-menu Expected Lithology, apabila semua sudah terisi
lanjutkan analisa dengan klik tombol Do Analysis.
Gambar 27. Petrophysical Analisist Result
54
Gambar diatas merupakan hasil perhitungan Porositas dan Saturasi Air
yang telah dilakukan. Apabila sudah dirasa sesuai dapat menyimpan analisis
dengan klik tombol Save Analysis pada bagian pojok kanan bawah.
(
) [
√(
)
]
√
BAB VI. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Reservoir yang berada pada daerah penelitian pada formasi LTAF dengan lithologi
sandstone.
2. Zona prospek hidrokarbon pada sumur BCT- 3 pada interval 6220ft- 6250ft
terindikasi adanya hidrokarbon. BCT-S1 pada interval 8500ft - 8610ft terindikasi
hidrokarbon.
3. Reservoir produktif pada formasi LTAF sumur Tiung-U2 dengan Vshale 17,62% Phie
23,07% dan Sw 42,87% .
4. Interval LTAF kisaran masing – masing nilai properti tiap sumur diklasifikasikan
sebagai berikut :
BCT-S1 memiliki nilai kisaran Vsh 6% , porositas 18,43% dengan saturasi air berkisar
50,4%
BCT-S2 memiliki nilai kisaran Vsh 17,62% , porositas 23,07% dengan saturasi air
berkisar 42,87%
BCT-1 memiliki nilai kisaran Vsh 16,9% , porositas 14,76% dengan saturasi air
berkisar 43,10%
BCT-2 memiliki nilai kisaran Vsh 22,03% , porositas 14,08% dengan saturasi air
berkisar 67,84%.
BCT-3 memiliki nilai kisaran Vsh 18,28% , porositas 19,33% dengan saturasi air
berkisar 60,60%
DAFTAR PUSTAKA
Clure, 2005. The Origin and Petrology of Organic Matter in Coals, Oil Shales,
and Petroleum Source-Rock. Australia: Geology Department of Wollonggong
University
Darman, H. dan Sidi, F.H., 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Ikatan
Ahli Geologi Indonesia.
De Coster, G.L., 1974, The geology of the Central and South Sumatra Basin, Proc
3rd Indonesia pet Assoc Ann Con, Jakarta: 77-110.
Dewan, T.J, 1983.Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation, Pennwell
Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, USA.
Ginger, D., dan Fielding, K., 2005, The Petroleum System and Future Potensial of
The South Sumatra Basin, Proceedings Indonedias Petroleum
Association, 30th Annual Convention & Exhibition.
Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Sclumberger Oilfield
Services, Jakarta.
Jackson, A., 19961: Oil Exploration a Brief Review Wit Illustrations From South
Sumatra, Contr. Dept. Geol.Inst. Techn. Bandung
Lynch J. S., 1962. Formation Evaluation. Harper & Row Publisher, New York,
Evanston and London, First Edition.
Musper, 1973. Sedimentological Analysis of Sand Shale Series from Well logs,
SPWLA 16th Ann. Symp. Trans. Paper W
Pulunggono, A., 1976., Recent knowledge of hydrocarbon potensials in
sedimentary basins of Indonesia, AAPG Memoir 25.
Pulunggono, A. dan Cameron, N.R., 1992, Sumatra Microplates, Their
Characteristics and Their Role in the Evolution of the Central and
South Sumatra Basins, Proceedings Indonesian Petroleum Association
(IPA) 13th Annual Convention, hlm. 121-143.
Rider, M., 2002. The Geological Interpretation of Well Logs, 2nd Edition,
Whittles Publishing, Scotland.
Salim, Y., Nana, D., dan Maryke, P. 1995. Technical Study Report Remaining
Potential of The South Sumatra Basin. South Sumatra AMI Study
Group.
Schlumberger, 1984. Resistivity Measurement Tools. Seventh Printing. Texas.
Schlumberger. 2003. Hasil ELANPlus Geoframe 3.8.1, Data Consulting Services,Jakarta.
Utama, 2007. Prinsip Pengukuran Logging (Dokumen RecsaLOG). Bandung