isi case
-
Upload
okta-kurniawan-saputra -
Category
Documents
-
view
109 -
download
3
Transcript of isi case
BAB I
IDENTIFIKASI
1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Maruto Abdullah
No. Med.Rec. : 46.89.08
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Kebangsaaan : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : OKI
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Pemeriksaan gigi (Konsul dari PDL untuk mencari
apakah ada tanda-tanda fokal infeksi pada pasien ini.)
Keluhan Tambahan: Tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu:
-R/ Penyakit Hipertensi : Tidak ada
-R/ Diabetes Melitus : (+) sejak 7 bulan yang lalu.
-R/ Penyakit Asma : Tidak ada.
-R/ Alergi obat-obatan : Tidak ada
Riwayat Kebiasaan : Merokok sejak berusia 20 tahun; 1 bungkus
per hari.
1
Riwayat gigi:
-R/ cabut gigi : (+); 5 tahun yang lalu; gigi 4.6, 4.7
-R/ Tambal gigi : Tidak ada
-R/ Trauma : Tidak ada
1.3. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Sens : Compos mentis
TD :120/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu :36.7oC
Pemeriksaan Khusus:
Extra Oral : Wajah simetris, KGB submandibular tidak teraba.
Intra Oral :
Mukosa bibir, palatal, buccal, labial: Tidak ada kelainan
Mukosa Lingual : Kandidiasis (+)
Kalkulus : (+) diseluruh regio
Diagnosis : Gingivitis Marginalis Generalisata
Terapi : Pro Scalling.
1.4. Pemeriksaan Status Lokalis
Gigi 1.5 (D4)
Sondase : (-)
CE : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Karies Dentin
Terapi : Pro Konservasi
2
Gigi 1.7( Luksasi gr.II)
Sondase : (+)
CE : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Periodentitis Kronis
Terapi : Pro Ekstraksi
Gigi 2.1(Radiks / sisa akar)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Gangren Radiks
Terapi :Pro Ekstraksi.
Gigi 2.4 (Radiks/sisa akar)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Gangren Radiks
Terapi :Pro Ekstraksi
Gigi 2.5 (Radiks/ sisa akar)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Gangren Radiks
Terapi :Pro Ekstraksi
Gigi 2.8 ( Luksasi gr.II)
Sondase : (+)
CE : (+)
3
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Periodentitis Kronis
Terapi : Pro Ekstraksi
Gigi 3.5 (D4)
Sondase : (-)
CE : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Karies Dentin
Terapi : Pro Konservasi
Gigi 3.3 (D4)
Sondase : (-)
CE : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Karies Dentin
Terapi : Pro Konservasi
Gigi 4.4 (D4)
Sondase : (-)
CE : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Diagnosis : Karies Dentin
Terapi : Pro Konservasi
4
1.5 Kesan
Karies dentin : 1.5, 2.8, 3.5, 3.3, 4.4
Periodentitis Kronis : 1.7, 2.8 (Luksasi gr.II)
Gangren Radiks : 2.1, 2.4, 2.5
Missing Teeth : 1.8, 1.6, 1.4, 2.7, 3.8, 3.7, 3.6, 4.6, 4.7, 4.8
Gingivitis Marginalis Generalisata
1.6 Saran
Perbaiki Oral Hygene.
Pro Scalling.
Pro Ekstraksi : 1.7, 2.1, 2.4, 2.5, 2.8
Pro Konservasi : 1.5, 2.8, 3.3, 3.5, 4.4
Pro Protesa : 1.8, 1.6, 1.4, 2.6, 2.7, 3.6, 3.7, 3.8, 4.6, 4.7, 4.8
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus (DM)
2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat penting dari sudut
pandang periodonsia. Hal ini ditandai oleh kurangnya fungsi sel-sel beta dari
pulau Langerhans di pankreas yang menyebabkan kadar glukosa darah tinggi dan
eksresi gula dalam urin.1
Ada dua tipe DM primer, yaitu tipe 1 dan 2. Pada penderita diabetes tipe 1,
kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin, sehingga jumlah insulin
beredar dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan. Lain halnya pada diabetes tipe
2, hormon insulin tetap diproduksi namun tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebahagian besar penderita diabetes di Indonesia mengidap diabetes tipe 2.
Diabetes tipe ini secara umum biasa dikaitkan dengan usia lanjut. Diabetes tipe 2
ini juga disebabkan karena obesitas (kegemukan) dan gaya hidup yang tidak sehat
(pola makan tinggi lemak dan jarang berolah raga). Disamping kedua tipe diatas,
ada tipe lain yang dinamakan diabetes sekunder, yang berkaitan dengan penyakit
lain yang melibatkan pankreas dan merusak sel-sel pembuat insulin.2
2.1.2 Pengaruh DM terhadap Kesehatan Rongga Mulut.
Banyak manifestasi rongga mulut pada DM, beberapa diantaranya dapat
diketahui sejak awal tahun 1862. Pada umumnya gejala-gejalanya tampak parah,
dan sangat progresive pada pasien IDDM (Independent Insulin DM) yang tidak
terkontrol dari ada pasien NIDDM yang terkontrol. Penelitian menunjukkan
bahwa umur, lama penyakit, dan tingkat kontrol metabolik memegang peranan
penting timbulnya manifestasi-manifestasi rongga mulut pasien diabetes daripada
jenis diabetes apakah IDDM atau NIDMM (22). Sekitar sepertiga pasien diabetes
mempunyai keluhan xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya
aliran saliva dan meningkatnya glukosa saliva. Kemudian, pembesaran glandula
parotis bilateral difus, keras, yang disebut sialadenosis dapat timbul. Proses ini
6
tidak reversibel meskipun metabolisme karbohidrat terkontrol baik. Xerostomia
merupakan faktor predisposisi berkembangnya infeksi rongga mulut. Mukosa
yang kering dan rusak lebih mudah timbulnya infeksi oportunistik oleh Candida
albican. Candidiasis erytematosus tampak sebagai atropi papila sentral pada papila
dorsal lidah dan terdapat pada lebih dari 30% pasien DM. Mucormycosis dan
glossitis migratory benigna juga mempunyai angka insidensi yang tinggi pada
IDDM di populasi umum .3
Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada
pasien dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya
level glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak
sempurna, xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan,
kerentanan terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua memberi
kontribusi meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes .1,3
Mekanisme terjadi penyakit periodontal pada DM. Disebutkan bahwa
diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi yang dapat mempercepat
kerusakan jaringan periodontal yang dimulai oleh agen microbial , perubahan
vaskuler pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh darah besar dan kecil.
Akibat adanya angiopati pada penderita diabetes mellitus , pada jaringan
periodontal akan mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan
oksigen , akibatnya akan terjadi kerusakan jaringan periodontal . Selanjutnya
akibat kekurangan oksigen pertumbuhan bakteri anaerob akan meningkat.Dengan
adanya infeksi bakteri anaerob pada diabetes mellitus akan menyebabkan
pertahanan dan perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan hipoksia jaringan
sehingga bakteri anaerob yang terdapat pada plak subgingiva menjadi berkembang
dan lebih pathogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan periodontal. Pada
neuropati diabetes mellitus yang mengenai syaraf otonom yang menginervasi
kelenjar saliva , akan mengakibatkan produksi saliva berkurang dan terjadi
xerostomia.3
2.1.3 Pengaruh DM Terhadap Kesehatan Periodental.
7
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang berpengaruh
terhadap kesehatan jaringan periodontal. Ada beberapa hal yang terjadi pada
pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk memperparah kesehatan
jaringan periodontal.
Bacterial Pathogens.
Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada
pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan
kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.4
Polymorpho nuclear Leukocyte Function
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini
dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang
menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence ,dan defek phagocytosis4.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan
pada fungsi PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan monocytes / macrophage
yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.4
Altered Collagen Metabolis
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami
hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi
peningkatan aktivitas collagenese dan penurunan collagen synthesis.
Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami
kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan
tersebut.4
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh
beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya
periodontitis kronis. Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes bertanggung jawab
bagi terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Keadaan
hiperglikemia menyebakan terbentuknya advanced glycation and products (AGE)
non enzimatik pada makromolekul jaringan. AGE merupakan senyawa yang
8
berasal dari glukosa, secara kimiawi irreversible dan terbentuk secara perlahan-
lahan tetapi terus-menerus sejalan dengan peningkatan kadar glukosa darah.
Penumpukan AGE bisa terjadi di dalam plasma dan jaringan gingival penderita
diabetes.4
Sel-sel pada endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi
pengikat (binding site) AGE pada permukaannya, yang diberi nama reseptor AGE
(RAGE). Terikatnya AGE ke sel-sel endotelial menyebabkan terjadinya lesi
vaskular, trombosis dan vasokonsriksi pada diabetes. AGE yang terikat ke
monosit akan meningkatkan kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai
peningkatan jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-α, IL-1, dan
IL-6. Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan terganggunya
remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE dengan kolagen menyebabkan
penurunan solubilitas dan laju pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula
darah dan meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada
gingival sehingga memperkuat kerusakan jaringan periodontal. Di samping itu,
dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan saku gusi,
menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi danmenyebabkan
kerusakan tulang.2,4
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah
menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk
sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk
memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Jadi, infeksi bakteri pada penderita diabetes lebihberat.4
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis
mempengaruhi kondisi periodonsium penderita diabetes. Diabetes yang tidak
terkontrol atau kurang baik kontrolnya disertai oleh peningkatan kerentanan
terhadap infeksi, termasuk periodontitis kronis. Periodontitis kronis lebih sering
terjadi dan lebih parah pada individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik
yang lebih parah. Taylor et.al melaporkan bahwa kehilangan perlekatan adalah
lebih sering dan lebih banyak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 yang
kontrol diabetesnya sedang sampai buruk. Kehilangan perlekatan dan kehilangan
9
tulang signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe1 yang kontrol diabetesnya
buruk dibandingkan pasien yang diabetesnya terkontrol baik.
Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan antara
periodontitis kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2. Dilaporkan bahwa
penderita diabetes melitus tipe 1 meningkat risikonya menderita periodontitis
kronis sejalan dengan pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis
meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik
dewasa dengan diabates yang tidak terkontrol baik, terjadi kehilangan perlekatan
dan kehilangan tulang yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan diabetes
yang terkontrol baik, meskipun mereka dalam memelihara mulutnya adalah setara.
Dilaporkan pula bahwa penderita DM tipe 2 adalah berisiko 4,2 kali mengalami
kehilangan tulang yang progresif dibandingkan dengan individu non-diabetik.4
2.2 Periodontitis
2.2.1 Definisi Periodentitis
Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga
gigi, yakni gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan
ligament periodontal. Sedangkan diabetes melitus merupakan penyakit gangguan
metabolisme tubuh dimana hormon insulin tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat
berperan sebagai faktor risiko bagi terjadinya periodontitis dan memperburuk
kesehatan periodonsium.
Siaran pers baru-baru ini dari American Academy of Periodontology
menyatakan bahwa penderita diabetes lebih cenderung memiliki penyakit
periodontal dibandingkan orang tanpa diabetes. Akhir-akhir ini para pakar telah
mencoba mengungkapkan hubungan timbal balik antara periodontitis dengan DM,
yang dititikberatkan pada pengaruh keberadaan DM terhadap kontrol gula darah
pasien diabetik.4
Periodontitis dapat terjadi apabila perlekatan antara jaringan periodontal
dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (tulang yang
menyangga gigi) juga mengalami kerusakan. Peridontitis dapat berkembang dari
10
gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan
meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan
yang lebih luas pada jaringan periodontal. Bila ini tejadi, gusi dapat mengalami
penurunan, sehingga permukaan akan terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas
dan dingin meningkat. Gigi dapat mengalami kegoyangan karena adanya
kerusakan tulang.1
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis
biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini
melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak
yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di
atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga
terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.4
2.2.2 Pengaruh Penyakit Periodental Terhadap DM
Sintesa dan sekresi sitokin akibat infeksi yang berasal dari periodontitis
dapat memperhebat sintesa dan sekresi sitokin yang berasal dari interaksi AGE
dengan RAGE, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
periodontitis dengan DM berlangsung dalam dua arah. Dengan demikian penyakit
periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat memperparah status penderita
diabetes melitus ke arah komplikasi yang lebih berat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komplikasi diabates pada diabetes melitus tipe 1 maupun
tipe 2 lebih parah pada pasien diabetik dengan penyakit periodontal yang parah
dibandingkan dengan pasien diabetik yang hanya menderita penyakit periodontal
ringan sampai sedang.5
Periodontitis kronis yang parah pada penderita DM diduga menjadi
penyebab bagi peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi. Infeksi yang
berasal dari periodontitis selain meningkatkan produksi sitokin, diduga dapat pula
meningkatkan resistensi insulin yang pada akhirnya memperburuk kontrol
glikemik penderita diabetes yang juga menderita periodontitis di mulutnya. Hal
ini dapat dilihat pada dua kutipan dari laporan penelitiaan dibawah ini:
11
Hasil penelitian prospektif terhadap penderita periodontitis kronis pada
pasien DM tipe 2 di kalangan suku India Pima menunjukkan, bahwa
pasien dengan periodontitis kronis yang parah pada pemeriksaan awal
adalah sekitar enam kali lebih tinggi kemungkinannya mengalami kontrol
glikemik yang buruk (HbA1c ≥ 9 %) dibandingkan pasien dengan
periodontitis kronis yang lebih ringan.
Penelitian lain berupa penelitian restrospektif terhadap pasien DM tipe 2
menunjukkan bahwa level HbA1c signifikan meningkat pada pasien
dengan periodontitis yang parah.
2.2.3 Perawatan Periodontal Pada Pasien DM
Beberapa kelompok peneliti telah mengamati pengaruh perawatan
periodontal terhadap kontrol glikemik pasien diabetes. Stewart et al. melaporkan
bahwa terjadinya penurunan level HbA1c secara signifikan pada kelompok
penderita DM tipe 2 yang mendapat perawatan mekanis dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang tidak mendapat perawatan periodontal.6
Kelompok peneliti lainnya mengamati pula pengaruh perawatan periodontal yang
dibarengi dengan pemberian antimikroba/antibiotik. Miller et al. mengamati 10
orang pasien DM tipe 1 yang diberikan perawatan skeling, penyerutan akar dan
doksisiklin 100 secara sistemik, dan ternyata disertai penurunan level HbA1c dan
albumin terglikasi pada pasien yang mengalami perbaikan inflamasi gingiva.
Iwamoto et al. melaporkan bahwa dengan terapi periodontal mekanis yang
dikombinasikan dengan aplikasi subgingival jel minosiklin 10 mg (Periocline®)
terjadi penurunan level HbA1c yang signifikan sebanyak 0,8% pada 13 orang
pasien DM tipe 2.5,6
Pemberian antibiotik berupa doksisiklin atau minosiklin, keduanya
merupakan derivat tetarasiklin, ternyata mempengaruhi hasil perawatan. Hal ini
disebabkan tetrasiklin dan kedua derivatnya mempunyai potensi menghambat
proses kolagenolisis dan meningkatkan sintesis dan sekresi protein. Disamping
itu, melalui mekanisme non-antikolagenase doksisiklin terbukti dapat menurunkan
level glikasi protein. Dengan demikian pemberian doksisiklin sebagai penunjang
12
perawatan medis pada pasien diabetik yag menderita penyakit periodontal bisa
memberikan dua keuntungan:
Pertama, sebagai antibioktik berspektrum luas yang efektif terhadap
kebanyakan patogen periodontal.
Kedua, sebagai modulator bagi respons pejamu pasien diabetik terhadap
infeksi periodontal, doksisiklin menghambat glikasi non-ensimatik protein
ekstraseluler dan kemungkinan besar menghambat pula glikasi
hemoglobin.
Pada penderita DM, perawatan hanya dapat dilakukan apabila diabetesnya
terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah yang agak besar, sebaiknya
diberikan antibiotik mulai sehari sebelumnya sebagai perlindungan. Bila diabetes
tidak terkontrol, pasien harus segera dirujuk ke dokter umum yang akan
melakukan pemeriksaan kadar gula urin dan kadar guladarah.6
Sebuah kerja sama yang erat antara dokter spesialis yang menangani masalah
diabetes dan periondotologist sangat penting untuk mengelola masalah-masalah
periodontal pasien dan mengurangi inflamasi dampak lingkungan yang merugikan
pada pengendalian diabetes dan kesehatan jantung. Apabila kedua ini
dikombinasikan, kedua disiplin memiliki kesuksesan yang lebih besar dalam
diagnosis dan pengendalian diabetes dan periodontitis.6
2.3 Kalkulus
Kalkulus disebut juga tartar, yaitu suatu lapisan deposit (bahan keras yang
melekat pada permukaan gigi) mineral yang berwarna kuning atau coklat pada
gigi karena dental plak yang keras. Struktur permukaan kalkulus yang kasar
memudahkan timbunan plak gigi. Kalkulus melekat erat mengelilingi mahkota
dan akar gigi, juga pada gigi tiruan dan restorasi gigi.
Menurut Kamus Kedokteran Gigi ( F.J Harty dan R Ogston ) Kalkulus
yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas deposit plak yang
termineralisasi, yang keras yang menempel pada gigi. Kalkulus dapat juga
diartikan massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada permukaan gigi,
objek solid lainnya di dalam mulut. Menurut Drg. Irene Sukardi, Sp Perio, salah
13
seorang staf pengajar Departemen Periodonsia FKG UI, karang gigi berasal dari
plak yang bercampur dengan zat kapur pada ludah sehingga lama-kelamaan akan
mengendap. Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu dan tidak sering ditemukan
pada gigi permanen anak usia muda. Meskipun demikian, pada usia 9 tahun,
kalkulus sudah dapat ditemukan pada sebagian besar rongga mulut, dan pada
hampir seluruh rongga mulut individu dewasa.
Kalkulus terjadi karena pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium
karbonat, dan magnesium fosfat. Komposisi kalkulus dipengaruhi oleh lokasi
kalkulus dalam mulut serta waktu pembentukan kalkulus. Komposisi kalkulus
terdiri dari 80% masa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan
karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, leukosit. Masa anorganik terutama terdiri
dari fosfat, kalsium, dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat
oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat,
magnesium, fosfat, dan florida. Kandungan florida adalah beberapa lebih besar
daripada pada plak.8,9,10
Kalkulus atau karang gigi mengandung banyak kuman-kuman yang dapat
menyebabkan penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka
kuman-kuman dapat memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi
tersebut. Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita
biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering
berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga
gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan
menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis sehingga pada perbandingan
panjang gigi yang tertanam pada tulang dan tidak tertanam, gigi akan goyang dan
mudah tanggal.
Selain mengakibatkan gigi tanggal, kuman infeksi jaringan penyangga gigi
juga dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, kuman dapat
menyebar ke organ lain seperti jantung. Karena itu ada beberapa kasus penyakit
yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit
infeksi otot jantung (miokarditis) termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh
infeksi fokal.
14
Oleh karena itu, masalah karang gigi tidak dapat disepelekan. Bila plak
sudah mengendap menjadi karang gigi maka penyikatan sekeras apapun dengan
sikat gigi biasa tidak akan menghilangkannya. Satu-satunya cara untuk mengatasi
karang gigi adalah dengan pergi ke dokter gigi untuk dibersihkan agar terhindar
dari penyakit yang lebih berat dan tentunya butuh biaya yang lebih besar. Karang
gigi harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler. Ada yang manual ataupun
dengan ultrasonic scaler. Setelah dibersihkan dengan scaler, karang gigi akan
hilang dan gigi menjadi bersih kembali. Namun, karang gigi dapat timbul kembali
apabila kebersihan gigi tidak dijaga dengan baik. Dianjurkan melakukan tindakan
pencegahan sebelum karang gigi timbul yaitu dengan menyikat gigi secara teratur
dan sempurna. Dental floss juga perlu digunakan untuk membersihkan permukaan
antar dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi
tempat penimbunan plak. Obat kumur yang mengandung clorhexidine dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya plak, obat ini dapat digunakan setelah
penyikatan gigi.8,9,10
2.4 Karies
2.4.1 Definisi Karies
Karies email adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email
dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari
substrat (medium makanan bagi bakteri) yang dilanjutkan dengan timbulnya
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitasi
(pembentukan lubang).9,12,13
Karies dentis merupakan proses patologis berupa kerusakan yang terbatas
di jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke dentin. Karies dentis ini
merupakan masalah mulut uatama pada anak dan remaja, periode karies paling
tinggi adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia 12-13 tahun pada gigi
tetap, sebab pada usia itu email masih mengalami maturasi setelah erupsi,
15
sehingga kemungkinan terjadi karies besar. Jika tidak mendapatkan perhatian
karies dapat menular menyeluruh dari geligi yang lain.9,12,13
2.4.2 Klasifikasi Karies9,12,13
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :
A. D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
B. D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah
C. D3, karies mencapai email
D. D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
E. D5, karies menyerang dentin
F. D6, karies menyerang pulpa
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya
dikelompokan menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang
berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan.
Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
c. Karies pada pulpa
Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan
sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang
rasa sakit.
2.5 Gigi Goyang
Etiologi secara umum, yaitu:
- Kehilangan jaringan tulang pendukungnya, periodontal poket, pelebaran
ligament periodontal, kerusakan tulang angular akibat radang atau
penyakit periodontal yang lanjut.
16
- Adanya abses pada ujung saluran akar (karena gigi berlubang). Goyah gigi
karena abses bersifat sementara. Bila abses sembuh, gigi bisa jadi kuat
kembali.
- Penyakit Sistemik (DM)
- Trauma
Etiologi gigi goyang dibagi menjadi 3, yaitu :
- primer (trauma ,terjadi secara langsung)
- sekunder ( melalui proses, seperti penyakit periodontal)
- hormone (ibu hamil)
Macam kegoyahan gigi (kerusakan jaringan periodontal)
a. Concusion, yaitu trauma yang mengenai j aringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa
adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
b. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
c. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi ke
luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih
panjang.
d. Luksasi lateral, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena
pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini
menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.
Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota
bergerak ke arah palatal.
e. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana
dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
f. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar
dari soket. Pemindahan atau dislokasi gigi dari soketnya, dapat sebagian
atau seluruhnya.
17
Klasifikasi luksasi gigi menurut WHO:
1. Konkusi : sensitif pada perkusi, tidak ada peningkatan mobilitas, gigi tidak
berpindah tempat, pulpa normal terhadap test, radiografi normal.
2. Subluksasi : mobilitas abnormal tapi tidak berpindah tempat, sensitive
terhadap perkusi, keadaan pulpa normal, gambaran radiografi tidak jelas,
sering terjadi perdarahan pada sulkus itu menunjukan kerusakan pada
pembuluh darah dan sobeknya ligamen periodontal.
3. Luksasi : gigi goyah dan berpindah
a. Ekstrusi : Gigi telah mengalami pergeseran dari soketnya sepanjang
sumbu panjangnya atau dengan kata lain gigi keluar dari soketnya
sebagian, gigi ini sangat goyang, pada radiograf terlihat pergeseran dan
pada test pulpa (-)
b. Lateral : Trauma dapat bergeser ke lingual, bukal, mesial, atau distal.
Dengan demikian gigi telah keluar dari posisi normalnya bila apeks
telah mengalami translokasi selama pergeseran ini, gigi mungkin cukup
cekat, perkusi bisa +/-
c. Intrusive : Gigi dipaksa masuk ke dalam soketnya dalam arah apikal,
gigi tidak terlalu goyah dan mirip ankilosis.
Tindakan awal bila di dapat gigi goyang :
- Bersihkan luka dengan air bersih
- Hentikan luka dengan menggunakan kassa atau kapas selama 5 menit
- Pergi ke dokter gigi
- Aplikasi dingin : karena dengan aplikasi dingin bisa mengurangi
pembengkakan dan mengurangi rasa sakit yang dialami pasien.
- Kalau ekstrusi harus secepat mungkin di kembalikan ke soketnya diberi
anastesi dengan jari secara berlahan2 atau dengan penahan lidah.
Tanda dan gejala
1. Ekstrusi :
a. Gigi goyang
18
b. Gingival mengalami perdarahan dan pembengkakan
2. Intrusi :
a. Gigi tidak begitu goyah
b. Gingival mengalami pembengkakan
3. Luksasi sebagian :
a. Jaringan lunak bengkak dan tertutup darah
b. Gigi goyah terutama bila dipaksa
c. Keluar dari soket, Ligamen periodontal sobek pada beberapa tempat.
Berdasarkan derajat kegoyangan gigi :
- Derajat 1 : kegoyangan sedikit lebih besar dari normal
- Derajat 2 : kegoyangan sekitar 1 mm
- Derajat 3 : kegoyangan lebih dari 1 mm dan atau gigi dapat ditekan ke
arah apikal
Pada lukasasi derajat 2 dan 3, gigi akan terasa ngilu karena ada kerusakan
jaringan periodontal, alveolus dan suplai vaskular.
2.6 Gangren Radiks
Gangren radiks suatu keadaan dimana gigi sudah tinggal akarnya saja atau
mahkota gigi sudah hilang sampai batas garis servikal atau bifurkasinya sudah
pecah walaupun mahkota masih ada.11
Gangren radiks pada umumnya di sebabkan keadaan radang pulpa yang
irreversible tanpa penanganan yang mengganggu sulpai aliran darah ke pulpa.
Kondisi karies yang tidak di tangani dapat juga menyebabkan gangren radiks.
Proses terjadinya gangren radiks di awali proses terjadinya karies. Karies dentis
adalah suatu penghancuran struktur gigi (email, dentin dan simentum) oleh
aktivitas sel mikrooranisme dalam dental plak, jadi proses karies hanya dapat
terbentuk apabila 4 faktor yang saling tumpang tindih. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah bakteri, karbohidrat, kerentaan permukaan gigi dan waktu.5
19
Tanda klinis akar gigi masih ada/tidak ada bifurkasinya, biasanya disertai
dengan gingivitis.
Gangren radiks didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Anamnesis pada gangren radiks tidak ada gejala rasa sakit. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tinggal sisa akar.11
Tindakan yang dilakukan pada gangren radiks yaitu ekstraksi gigi, karena
pada kondisi ini gigi menjadi non vital sehingga menjadi sumber infeksi.11
2.7 Gingivitis
Istilah gingivitis digunakan pada penyakit gingiva berupa inflamasi.
Secara klinis gingivitis ditandai dengan adanya inflamasi gingiva berupa
perubahan warna, perubahan konsistensi, perubahan tekstur permukaan,
perubahan atau pertumbuhan size atau ukuran, perubahan kontur/bentuk
pendarahan pada probing dan perubahan pada tipe saku.14
Radang gusi atau gingivitis adalah akibat dari infeksi bakteri. Pada
awalnya organisme streptokokus gram positif mendominasi. Tetapi, setelah 3
minggu, spesies batang gram positif khususnya Actinomyces, organisme
gram negatif seperti Fusobacterium, Veillonella dan organisme-organisme
spirochaetal termasuk treponema berkoloni menempati sulkus gusi.15
Gingivitis dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, juga terjadi
pada masa remaja, dan gingivitis tidak mempunyai predileksi, terhadap jenis
kelaminatau ras.15
2.7.1 Klasifikasi Gingivitis16,17
Secara garis besar gingivitis diklasifikasikan menjadi:
1. Gingivitis Akut
Gingivitis akut dibagi menjadi :
a. Gingivitis Ulseratif Nekrosis Akut / GUNA
(Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis IANUG)
GUNA terbagi lagi menjadi:
- GUNA dengan fajctor sistemik tidak dikenal
20
- GUNA yang berkaitan dengan H.I.V
b. Gingivostomatitis herpetis akut (Acute Herpetic Gingivostomatitis)
2. Gingivitis kronis
Gingivitis kronis terbagi lagi menjadi:
a. Gingivitis simpel / tidak berkomplikasi (Simple unicomplicated
gingivitis)
b. Gingivitis berkomplikasi (complicatedgingivitis)
c. Gingivitis deskuamatif (descuamative gingivitis)
3. Gingivitis yang tidak berkaitan dengan plak bakteri.
Klasifikasi Gingivitis menurut lokasinya
a. Gingivitis Lokalisata
Gingivitis yang hanya terdapat pada satu gigi.
b. Gingivitis Generalisata
Gingivitis yang hampir menyeluruh pada semua gigi rahang atas
atau rahang bawah.
c. Gingivitis Marginalis
Gingivitis yang terdapat pada daerah margin dan bisa mencapai
daerah attached gingiva
d. Gingivitis Dims
Gingivitis yang melibatkan gingiva margin dan attached gingiva
serta papila interdental
e. Gingivitis Papilaris
Gingivitis yang melibatkan papila interdental dan meluas ke
marginal gingiva yang berbatasan.
21
Gambar 1 : Gineivitis marginaiis karena plak (Robert P. Langlais dart Crate 51 Miller, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut, hal. 27)
Gambar 2. Papila-papila berkawah : Gingivitis Ulseratif Akut yang Nekrosis (ANUG) (Robert P. Langlais dan Craig S. Miller, Atlas Berwama Kelainan Rongga Mulut, hal. 27)
Gambar 3. Gingivitis Hormonal pada Wanita Pubertas (Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim), (Robert P. Langlais dan Craig S. Miller, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut, hal. 27)
2.7.2 Etiologi Gingivitis15
Secara umum penyebab penyakit gingiva dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu:
A. Faktor Lokal
Faktor lokal adalah faktor yang berada di sekitar gigi dan jaringan
periodontium
22
a. Faktor Pencetus/utama: Plak bakteri
Plak bakteri sering juga disebut sebagai plak dental. Yang di
maksudkan dengan plak dental secara umum adalah bakteri yang
berhubungan dengan permukaan gigi.
b. Faktor Pendorong /predisposisi
Beberapa faktor yang berperan sebagai faktor lokal pendorong
seperti: materia alba, debris makanan, stein dental, kalkulus,
karies, merokok, impaksi makanan (food impaction), kontrol plak
inadequate, makanan berkonsistensi lunak dan mudah melekat,
trauma mekanis, trauma kimiawi, dll
B. Faktor Sistemik
Faktor sistemik adalah faktor yang dihubungkan dengan
kondisi tubuh, yang dapat mempengaruhi respon periodontium
terhadap penyebab lokal. Faktor-faktor sistemik tersebut adalah :
Faktor-faktor endokrin (hormonal) meliputi : pubertas, kehamilan
dan menopouse, gangguan dan defisiensi nutrisi meliputi: defisiensi
vitamin dan defisiensi protein serta obat-obatan meliputi : Obat-obat
yang dapat menyebabkan hiperplasia gingiva non inflamatoris dan
kontrasepsi hormonal. Faktor-faktor psikologis (emosional), penyakit
metabolisme : Diabetes Melitus, gangguan penyakit hematologis :
leukimia dan anemia, Penyakit-penyakit yang melemahkan
(debilatating disease)
2.7.3 Patogenesis Penyakit Periodontal14
Patogenesis dapat diartikan sebagai proses terjadinya penyakit dari
tahap awal sampai akhir. Tahapan patogenesis penyakit pada penyakit
periodontal berupa inflamasi kronis.
a. Interaksi pejamu bakteri pada daerah subgingiva
Secara normal daerah subgingiva dan permukaan gigi yang
berdekatan dihuni oleh bakteri dalam jumlah dan jenis yang
23
bervariasi dan membentuk plak bakteri/plak gigi (bakterial
plague/dental plague). Beberapa menit setelah terdepositnya partikel,
partikel akan terpopulasi dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit
langsung pada email, tetapi biasanya bakteri melekat terlebih dahulu
pada partikel dan agen bakteri dapat menyelubungi glikoprotein
saliva.
Plak bakteri dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh pejamu
(host) tanpa menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan adanya
keseimbangan antara serangan bakteri plak dengan mekanisme
pertahanan pejamu. Apabila bakteri tertentu dari plak bertambah
jumlah dan menghasilkan faktor-faktor virulensi, keseimbangan
tersebut akan terganggu dengan akibat timbulnya penyakit. Penyakit
dapat pula timbul akibat menurunnya mekanisme pertahanan pejamu.
b. Mekanisme pertahanan periodonsium
Pertahanan periodonsium dibangun oleh berbagai faktor
seperti integritas permukaan, saliva, cairan sulkus gingiva dan
leukosit pada daerah dentogingival, yang dikelompokkan sebagai
mekanisme protektif non spesifik dan sistem imunitas yang
merupakan mekanisme protektif spesifik.
c. Stadium awal respon pejamu
Pejamu akan memberikan respon terhadap penumpukkan
bakteri atau produk-produknya di dalam sulkus gingiva. Reaksi
inflamasi akut ini berupa respon vaskular dan respon seluler.
d. Mekanisme timbulnya gingivitis dan periodontitis
Gingivitis dan periodontitis, merupakan bagian terbesar dari
penyakit yang melibatkan periodonsium, merupakan infeksi bakterial
kronis. Bentuk dan perluasannya dipengaruhi oleh interaksi pejamu
bakteri. Bakteri patogen periodontal dapat menimbulkan penyakit
secara langsung maupun secara tidak langsung.
24
Patogenesis penyakit periodontal berupa inflamasi kronis (gingivitis
dan periodontitis) terjadi dalam empat tahapan yaitu lesi inisial (initial
lesion), lesi awal (early lesion), lesi mantap (esthabilished lesion) dan lesi
lanjut (advanced lesion), Ketiga lesi pertama adalah tahapan gingivitis,
sedangkan lesi lanjut yang disebut juga sebagai fase distribusi periodontal
(phase of periodontal break down) adalah tahapan periodontitis.
2.7.4 Ciri Klinis Gingivitis15
Ciri-ciri gingivitis mencakup pendarahan, perubahan warna,
perubahan konsistensi, perubahan tekstur permukaan, pembentukan
konftu/bentuk, perubahan saku gusi, resesi gingiva, halitosis dan rasa sakit.
a. Perdarahan
Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena
trauma mekanis, misalnya sewaktu menyikat gigi. Terjadinya
pendarahan gingiva pada waktu probing merupakan tanda klinis
gingivitis yang penting. Pendarahan ini mudah terjadi karena
inflamasi kronis menyebabkan penipisan dan ulserasi epitel sulkus,
dan pembuluh darah yang penuh berisi darah menjadi rapuh dan
terdesak oleh cairan dan sel radang sehingga berada lebih dekat ke
permukaan epitel sulkus.
b. Perubahan warna
Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila
interdental dan gingiva bebas. Bila inflamasi bertambah parah terjadi
perubahan warna pada gingiva cekat Akibat inflamasi kronis warna
gingiva yang normainya merah jambu akan berubah menjadi sedikit
merah sampai merah tua karena terjadinya proliferasi vaskular dan
berkurangnya keratinisasi akibat terhimpitnya epitel oleh jaringan
yang terinflamasi. Terjadinya stasis venous menyebabkan warna
gingiva menjadi merah kebiru-biruan sampai biru, apabila
vaskularisasi bericurang (berkaitan dengan terjadinya fibrosis atau
25
proses reparatif) warna gingiva terlihat pueat atau hampir
menyerupai warna normal.
c. Perubahan Konsistensi
Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami
perubahan. Konsistensi gingiva kemudian dapat berubah menjadi
lunak dan menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini
adalah akibat jaringan ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-sel
eksudai inflamasi. Dalam tahap lanjut konsistensinya menjadi sangat
lunak dan rapuh yang mudah koyak apabila diprobing, Konsistensi
yang demikian disebabkan karena degenerasi jaringan ikat dan epitel
gingiva. Bila inflamasi kronis berlangsung lama terjadi fibrosis dan
proliferasi epitel sehingga konsistensi gingiva menjadi kaku seperti
kulit.
d. Perubahan tekstur permukaan
Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah
hilangnya tekstur seperti kulit jeruk, dan berubah menjadi licin dan
berkilat karena perubahan histopatologis yang terjadi didominasi oleh
eksudasi. Tekstur yang demikian terjadi pada gingiva yang
berkonsistensi lunak. Perubahan histopatologisnya didominasi oleh
fibrosis, tekstur permukaannya adalah bernodul-nodul.
e. Perubahan kontur/bentuk
Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitan
dengan terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement),
meskipun pembesaran gingiva ini juga bisa disebabkan oleh sebab-
sebab lain sebagaimana biasanya akibat pembesaran gingiva ini tepi
giginya membulat dan papila interdental menjadi tumpul.
f. Perubahan saku gusi
Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival pseudo
pocket) yaitu sulkus gingiva yang dinding jaringan lunaknya
terinflamasi tanpa adanya migrasi epitel saku ke apikal. Perbedaan
26
saku gusi dengan sulkus gingiva adalah pada saku gusi terdapat tanda-
tanda inflamasi gingiva. Kedalamannya bisa tetap, tetapi bisa juga
bertambah apabila terjadi pembesaran gingiva atau naiknya tepi
gingiva ke koronal.
g. Resesi
Resesi adalah tersingkapnya permukaan akar gigi akibat
bergesernya posisi gingiva ke apikal, bisa terjadi pada gingiva yang
terinflamasi apabila gingivanya tipis terutama bila gingiva cekatnya
inadequate
h. Halitosis
Halitosis atau nafas yang terasa bau sering dikeluhkan
penderita gingivitis, dan keluhan inilah yang sering menjadi alasan
bagi pasien untuk meminta perawatan. Penyebabnya adalah sisa
makanan yang tertinggal, dan eksudat radang. Halitosis yang
disebabkan oleh gingivitis harus dibedakan dengan yang disebabkan
oleh sebab-sebab lain seperti kelainan pada saluran pernafasan dan
pencernaan dan penyakit-penyakit metabolisme seperti^ diabetes
melitus dan uremia.
i. Nyeri Sakit
Nyeri sakit jarang menyertai gingivitis pada tahap awal, kalaii
terjadi eksaserbasi akut, gingiva terasa nyeri waktu menyikat gigi
karena penderita menyikat giginya hanya dengan tekanan yang lebih
ringan dan lebih jarang menyikat gigi, sehingga plak lebih banyak
menumpuk dan kondisi penyakit bertambah parah.
2.7.5 Penatalaksanaan Gingivitis18
Sebelum melakukan perawatan gingivitis, dilakukan pengukuran
keparahan gingiva serta kaitannya dengan berbagai faktor yang
mempengaruhinya, dan diperlukan suatu alat ukur yang dikenal sebagai
indeks. Untuk mengetahui prevalensi dari gingivitis diperlukan indeks
27
gingiva (gingiva index) , indeks pendarahan papilla (papillary bleeding index),
dan indeks titik-titik pendarahan (bleedingpoint index).
Guna indeks gingiva adalah untuk menilai derajat keparahan
inflamasi. Pengukuran dilakukan pada gingiva di empat sisi geligi yang
diperiksa : papilla distovestibular, tepi gingiva vestibular, papilla
mesiovestibular, dan tepi gingiva oral. Skor untuk setiap gigi diperoleh
dengan meajumlahkan skor untuk keempat sisi yang diperiksa falu dibagi
empat. Jumlah skor dari semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi
yang diperiksa, maka diperoleh skor indek gingiva untuk individu.
Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukankan dari
skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:
Skors Indeks Gingiva Kondisi Gingiva
0,1 - 1,0
1,1-2,0
2,1-3,0
Gingivitis Ringan
GingtvitisSedang
GingivitisParah
Indek pendarahan papiia diketahui dengan cara pengamatan
perdarahan timbuf setelah prob diselipkan dari vestibular ke col sebeiah
mesial dari gigi yang diukur. Dengan tetap mempertahankan ujung prob
menyentuh dasar sulkus, secara perlahan-lahan prob digerakkan sepanjang
permukaan mesiovestibular gigi. Prob kemudian ditarik keluar dari sulkus
pada sudut mesiovestibular. Prosedur ini diulangi pada setiap gigi yang akan
diukur indeks pendarahannya. Setelah probing pada semua gigi geligi selesai,
dilakukan pencatatan skpr dengan kriteria sebagai berikut:
0 = Tidak terjadi pendarahan
1 = Pendarahan berupa titik kecil
2 = Pendarahan berupa titik yang besar atau berupa garis
3 = Pendarahan menggenang di interdental
28
Presentase jumlah permukaan dengan pendarahan dihitung dengan
rumus:
Indek Titik Pendarahan=Jumlah Permukaan Gigi dengan PendarahanJumlah Seluruh Gigi
x100%
Indeks titik-titik pendarahan sama dengan indeks pendarahan papilla
yang biasa digunakan diklinik, selain untuk pengukuran inflamasi gingiva dan
pelaksanaan prosedur hygiene oral juga sebagai media memotivasi pasien.
Dokter gigi menjalankan profesinya sebagai dokter gigi harus
mendiagnosis gingivitis sedini mungkin dan melakukan perawatan yang
adequat,. terutama bila kasusnya terungkap sedini mungkin, perawatan
inisial merupakan satu-satunya prosedur perawatan periodontal yang
dibutuhkan.
Perawatan inisial mencakup prosedur-prosedur:
a. Instruksi Kontrol Plak
Pada sesi pertama dapat diajarkan cara menyikat gigi yang
benar. Penggunaan alat pembersih interdental belum dapat
dilakukan karena penggunaannya masih terhalang oleh deposit
dan cacat interproksimal yang belum tersingkirkan.
b. Penskeleran dan penyerutan akar
Apabila pada pasien dijumpai gingiva yang getas dan
terinflamasi di sekitar saku periodontal yang dalam, prosedur
penskeleran supragingiva untuk menyirigkirkan kalkulus
subgihgiva harus didahulukan. Dengan pefskeleran supragingiva,
gingivitis akan mereda dan dilanjutkan perskeleran subgingiva
pada sesi selanjutnya
Pada permukaan akar dengan gingival yang tersingkap
terdapat sisa toksin bakteri, pada daerah ini harus dilakukan
penyerutan akar agar jaringan nekrose tersingkap.
c. Perbaikan restorasi yang cacat
Tepi restorasi yang cacat, dapat dideteksi dengan ujung
eksplorer yang halus, yaitu dengan menggeserkan eksplorer naik
29
turun sepanjang tepi restorasi. Apabila terdapat tepi restorasi
yang mengeper terdengar bunyi klik saat eksplorer digeser dari
restorasi ke arah gigi dan terasa ada hambatan.
Penyingkiran restorasi yang mengeper sedapat mungkin
digantikan dengan restorasi yang baru. Apabila restorasinya ingin
tetap dipertahankan agar perawatan inisal bisa cepat diselesaikan,
bagian yang mengeper harus disingkirkan. Bagian restorasi alloy
dan resin yang mengeper dapat disingkirkan dengan skeler, kikir
periodontal atau finishing bur. Bila menggunakan bur arahnya
adalah dari bagian restorasi yang mengeper ke arah gigi.
d. Penumpatan Lesi Karies
Karies yang lokasinya dekat ke gingiva dapat mengganggu
kesehatan periodontal, meskipun tanpa adanya kalkulus ataupun
restorasi yang eacat disekitarnya. Penumpatan sebaiknya berupa
penumpatan tetap (permanen), namun pada keadaan tertentu
penumpatan sementarapun sudah memadai karena telah dapat
menyingkirkan tempat persembunyian bakteri.
e. Pemolesan
Setelah dilakukan penskeleran, perbaikan restorasi,
penumpatan lesi karies, lakukan pemolesan. Pemolesan dilakukan
untuk mengkilapkan mahkota gigi dengan aberasif yang dioles
dengan brush atau rubber cup yang diputar dengan mesin.
BAB III
ANALISIS KASUS
30
Periodontitis dan DM memiliki hubungan timbal balik. DM dapat
menimbulkan serangkaian perubahan pada periodonsium yang pada akhirnya bisa
mempengaruhi kondisi periodontal penderita diabetes. Di samping itu, infeksi
yang terkait dengan penyakit periodontal mempengaruhi pula status diabetes
pasien, khususnya level hemoglobin terglikasi.
Perawatan periodontal yang dibarengi pemberian minosiklin atau
doksisiklin lebih berpotensi menurunkan level hemoglobin terglikasi
dibandingkan dengan perawatan mekanis saja. Dengan adanya hubungan timbal
balik antara periodontitis dengan DM, seorang dokter gigi dituntut untuk lebih
profesional dalam penanganan pasien diabetes. Kerentanan terhadap kerusakan
periodontal harus dijelaskan kepada pasien dan harus dilakukan scaling yang
teratur dan perawatan kebersihan mulut yang rutin. Disarankan dilakukannya
pemeriksaan gigi dan mulut setiap tahun bagi pasien DM karena memungkinkan
dilakukannya diagnosis penyakit mulut yang lebih awal. Para praktisi di bidang
kedokteran gigi ikut bertanggung jawab menginformasikan pasien DM mengenai
komplikasi penyakit ini di rongga mulut dan menganjurkan perawatan kesehatan
mulut yang baik.
Tuan MA, laki-laki berusia 59 tahun, datang ke Poliklinik Gigi dan Mulut
RSMH Palembang dengan keluhan utama periksa kesehatan gigi (kosul dari
bagian PDL) untuk mengetahui adanya tanda fokal infeksi. Tn. MA memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus ± 7 bulan yang lalu dan kebiasaan merokok
sejak berusia 20 tahun sebanyak ± 1 bungkus perhari.
Pada pemeriksaan lokalis didapatkan pada gigi 1.5, 2.8, 3.5, 3.3, 4.4
terdapat lesi D4, sondase (-), chlor etil (+), perkusi (-), palpasi (-),.Diagnosis
karies dentin ditegakkan untuk gigi 1.8, 3.4, dan 3.5. Pada pemeriksaan pada gigi
1.7 dan 2.8 sondage (+), chlor etil (+), luxasi grade II.menunjukkan terdapat
periodentitis kronis. Diagnosis periodontitis ditegakkan ditegakkan karena pada
pemeriksaan fisik didapatkan resesi gingiva yang mengakibatkan invasi bakteri
yang berasal dari kalkulus ke jaringan penyangga gigi dan juga diperparah dengan
adanya penyakit diabetes mellitus yang didertita Tn. MA.. Peradangan pada
31
jaringan penyangga gigi menyebabkan gigi goyang (luxasi) dan akhirnya harus
dicabut.
Pada gigi 2.1, 2.4, 2.5 didapatkan hasil palpasi (-) dan perkusi (-),
diagnosis gangren radiks ditegakkan karena hanya terlihat akar gigi tanpa ada
gejala. Gangren radiks dan gangren pulpa dapat disebabkan oleh karies yang
semakin parah dan tidak teratasi. Ditemukan adanya missing teeth pada gigi 1.8,
1.6, 1.4, 2.7, 3.8, 3.7, 3.6, 4.6, 4.7, 4.8.
Tindak lanjut untuk menghindari terjadinya komplikasi pada kasus ini
adalah diberikan edukasi mengenai oral hygiene kepada pasien agar tidak
memperburuk keadaan gigi. Dilakukan scalling pada seluruh regio untuk
membersihkan kalkulus. ekstraksi untuk gigi 1.7, 2.1, 2.4, 2.5, 2.8 karena pada
gangrene radiks gigi menjadi non vital sehingga dapat menjadi sumber infeksi.
Terapi konservasi pada gigi 1.5, 2.8, 3.3, 3.5, 4.4 agar tidak memperdalam karies.
Selanjutnya dilakukan protesa pada gigi 1.8, 1.6, 1.4, 2.6, 2.7, 3.6, 3.7, 3.8, 4.6,
4.7, 4.8 untuk mengganti gigi yang hilang dan gigi yang diekstraksi.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. IkatanDokterIndonesia.Periodontitis.16Juli2008.http://
www.klikdokter.com/illnes/detail/114 (14 Disember 2013).
2. Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan
diabates melitus. Dentika J Dent 2003; 8(2): 120-5.
3. Willlman DE, Gehrig, Nield JS. Foundations of periodontics. Philadelpia:
Wolters Kluwer Company, 1990: 103-6.
4. Daliemunthe SH. Etiologi penyakit gingiva dan periodontal. Dalam:
Daliemunthe SH. eds Revisi Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2008: 138-9
5. Carranza FA. Glickman’s clinical periodontology. 6th ed. Philadelpia: W.
B. Saunders Company, 1984: 461-2.
6. Gigi Sehat Badan Sehat. Diabates melitus dan jaringan periodontal. 24
Juni 2009. http:/gigisehatbadansehat.blogspot.com/2009/07/diabetes-
jaringan.html (14 Desember 2013).
7. Schulze A, Busse M. Periodontal disease in diabetics : Relationship,
Prevention, and Treatment. Clinical Sports Medicine International (CSMI)
2008; 1(2): 1-4.
8. Prayitno SW. Periodontologi, Cabang Ilmu Kedokteran Gigi, Peranannya
Dàlam Menunjang Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan. Pidato
Pengukuhan, 1993.
9. Sheiham A. A Review of Methods of Prevention and control of
Periondontal Disease. International Conference Workshop on Research in
the Biology of Periodontal Disease. Chicago, Illionis, 1977.
10. Coolidge ED, Hine MK. Periodontology. 3rd ed. Philadelphia: Lea and
Febiger, 1958; 141–160. – 5.
11. Musmulyo Ahmad. Gangren Radiks. Case Based Discussion. Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut RSUD Kota Semarang. Universitas Islam Agung
Semarang. 2012.
12. Kraus, B.S. 1980. Dental Anatomy and Occlusion Dental Anatomy and
Occlusion. William & Wilkins; Balitimore.
33
13. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU
Press, 1995: 1-25.
14. The American Academy of Periodontology. Proceedings of the World
Workshop in Clinical Periodontics. Chicago:The American Academy of
Periodontology; 1989:I/23-I/24.
15. "Parameter on Plaque-Induced Gingivitis". Journal of
Periodontology 71 (5 Suppl): 851–2. 2000.
16. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang
lazim. Alih bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2001: 46.
17. Armitage, Gary C. (1999). "Development of a Classification System for
Periodontal Diseases and Conditions".Annals of Periodontology 4 (1): 1–6.
18. Research, Science and Therapy Committee of the American Academy of
Periodontology (2001). "Treatment of Plaque-Induced Gingivitis, Chronic
Periodontitis, and Other Clinical Conditions". Journal of
Periodontology 72 (12): 1790–1800
34