Isi Analisa Organik
-
Upload
handika-prawira -
Category
Documents
-
view
273 -
download
14
description
Transcript of Isi Analisa Organik
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi cahaya dengan atom dan
molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat dianggap menyerupai
gelombang. Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri
gelombangnya, sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel. Jadi cahaya
dapat bersifat ganda.
Spektroskopi ultraviolet dan visibel senyawa-senyawa organik dihasilkan
oleh transisi antara tingkat-tingkat energi elektron; elektron dari orbital energi
rendah dalam keadaan dasar dinaikkan ke orbital dengan energi lebih tinggi.
Transisi ini biasanya terjadi dari orbital penuh ke orbital yang sebelumnya kosong
untuk menghasilkan keadaan tereksitasi singlet.
Batas sensitivitas mata manusia adalah sinar tampak atau terlihat (visible)
yaitu dengan panjang gelombang (λ) antara 4 x 10-7 m (400 nm) berupa cahaya
violet/ungu/lembanyung sampai 8 x 10-7 m (800 nm) atau merah. Pamjamg
gelombang juga lazim disajikan dalam satuan nm di mana 1 m = 10-9 nm.
Tabel 1. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya
Panjang gelombang
(nm)
Warna Warna
Komplementer
400-435 Violet/ungu/lembayung Hijau kekuningan
435-480 Biru Kuning
480-490 Biru kehijauan Jingga
490-500 Hijau kebiruan Merah
500-560 Hijau Ungu kebiruan
1
560-580 Hijau kekuningan Ungu
580-610 Jingga Biru kehijauan
610-680 Merah Hijau kebiruan
680-800 Ungu kemerah-merahan Hijau
Klasifikasi di atas tidaklah mutlak karena beberapa sumber kemungkinan
menggolongkan sinar tampak tidak seperti di atas dan ada yang
pengklasifikasikan sinar tampak antara 400-900 nm. Secara alamiah sinar tampak
dilihat dalam bentuk pelangi. Fenomena pelangi dijelaskan oleh Newton pada
tahun 1672 yaitu dengan pemecahan radiasi sinar tampak dari matahari dengan
menggunakan gelas disamping atmosfer yang berair. Dengan menggunakan
serangkaian lensa dan prisma maka sinar matahari dapat terpecah menjadi
beberapa komponen berwarna yang dapat dilihat dari layar. Sumber sinar tampak
pada spektroskopi tampak biasanya adalah filamen tunggal yang dialiri arus
listrik.
I.2 Rumusan Makalah
Rumusan makalah ini antara lain :
1. Jelaskan mengenai teori orbital molekul !
2. Jelaskan bagaimana spektra elektronik pada spektroskopi UV-VIS!
3. Jelaskan mengenai kromofor dan macam-macamnya pada spektroskopi
UV-VIS!
I.3 Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini antara lain:
2
1. Untuk mengetahui teori orbital molekul pada spektroskopi UV-VIS.
2. Untuk mengetahui spektra elektronik pada spektroskopi UV-VIS beserta
transisi dan penjelasan mengenai Hukum Lambert-Beer.
3. Untuk mengetahui kromofor beserta macam-macamnya pada spektroskopi
UV-VIS.
3
II. ISI
2.1 Teori Orbital Molekul
Orbital atom setengah isi pada tiap atom mengalami tumpang-tindih
(overlap) untuk membentuk orbital baru (orbital molekul) yang berisi dua elektron
dari kedua atom.
Molekul dapat terbentuk karena kedua inti atom tarik-menarik dengan kuat
dengan pasangan elektron. Ikatan yang paling sederhana ini disebut ikatan sigma
– suatu ikatan sigma adalah ikatan dimana pasangan elektron paling mungkin
ditemukan pada garis diantara dua inti.
Orbital molekul kedua terbentuk, tetapi dalam banyak kasus (termasuk
molekul hidrogen) orbital ini kosong, tidak terisi elektron. Orbital ini disebut
sebagai orbital anti-ikatan. Orbital anti-ikatan mempunyai bentuk dan energi
yang sedikit berbeda dari orbital ikatan.
Diagram berikut menunjukkan bentuk-bentuk dan tingkat energi relatif
dari berbagai orbital atom dan orbital molekul ketika dua atom hidrogen
dikombinasikan.
4
Orbital anti-ikatan selalu ditunjukan dengan tanda bintang pada
simbolnya. Perhatikan, ketika orbital ikatan terbentuk, energinya menjadi lebih
rendah daripada energi orbital atom asalnya (sebelum berikatan). Energi
dilepaskan ketika orbital ikatan terbentuk, dan molekul hidrogen lebih stabil
secara energetika daripada atom-atom asalnya. Sedangkan, suatu orbital anti-
ikatan adalah kurang stabil secara energetika dibanding atom asalnya. Stabilnya
orbital ikatan adalah karena adanya daya tarik-menarik antara inti dan elektron.
Dalam orbital anti-ikatan daya tarik-menarik yang ada tidak ekuivalen –
sebaliknya, anda akan mendapatkan tolakan. Sehingga peluang menemukan
elektron diantara dua inti sangat kecil – bahkan ada bagian yang tidak mungkin
ditemukan elektron diantara dua inti tersebut. Sehingga tak ada yang menghalangi
dua inti untuk saling menolak satu sama lain.
2.2 Spektra Elektronik
Cahaya elektromagnetik dapat dipertimbangkan sebagai bentuk energi
cahaya sebagai transfer gelombang. Bentuk sederhana dari cahaya
elektromagnetik dapat dilihat dalam Gambar berikut :
5
Panjang gelombang (λ) merupakan jarak antara dua gunung/ lembah yang
berdampingan dari gelombang itu. Banyaknya gelombang lengkap yang melewati
suatu fisik yang diam persatuan waktu diberi istilah frekuensi (v). Hubungan
antara panjang gelombang dan frekuensi adalah :
λ = c / v
dengan: λ adalah panjang gelombang (cm)
v adalah frekuensi (dt-1 atau hertz, Hz),
c adalah kecepatan cahaya (3 x 1010 cm dt-1).
Bilangan gelombang merupakan kebalikan dari panjang gelombang,
dinyatakan sebagai λ (cm-1) yaitu ν = 1/ λ. Panjang gelombang cahaya
elektromagnetik bervariasi dari beberapa Å sampai beberapa meter. Untuk radiasi
UV dan tampak (visible) digunakan satuan angstrom dan nanometer.
Hubungan antara energi dan panjang gelombang (λ) dituliskan sebagai :
E = h c / λ
Dengan: E = energi cahaya (erg)
h = konstanta Planck(6,62 x 10-27 erg det)
v = frekuensi dt-1) herzt (Hz)
c = kecepatan cahaya (3 x 1010 cm dt-1), dan
λ = panjang gelombang (cm).
Contoh soal: Sinar hijau mempunyai panjang gelombang kira-kira 530 nm dalam
hampa. Hitung panjang gelombang λ dan bilangan gelombang ν untuk sinar hijau
dalam air.
Jawab :
(1 nm = 10-7 cm) nhampa = 1,000 ; nair = 1,332.
6
Untuk sinar hijau dalam hampa,
ν = c/nλ = 3,00 x 1010 cm/det / (1.0000) (5,30 x 10-5 cm) = 5,66 x 1014 Hz
Dalam air, ν = 5,66 x 1014 Hz. Namun demikian, n = 1,332. Hingga untuk sinar
hijau dalam air:
λair = c/n ν = 3,00 x 1010 cm/det / (1,332) (5,66 x 1014 det-1) = 3,98 x 10-5cm
Karena νair = 1/ λair maka νair = 2,51 x 1014 cm-1.
2.2.1 Hukum Lambert-Beer dan Perhitungan
Jika suatu berkas cahaya melewati suatu medium homogen, sebagian dari
cahaya datang (Po) diabsorpsi sebanyak (Pa), sebagian dapat diabaikan
dipantulkan (Pr), sedangkan sisanya ditransmisikan (Pt) dengan efek intensitas
murni sebesar :
Po = Pa + Pt + Pr
Dengan: Po = intensitas cahaya masuk
Pa = intensitas cahaya diabsorpsi
Pr = intensitas cahaya dipantulkan
Pt = intensitas cahaya ditransmisikan.
Pada prakteknya, nilai Pr adalah kecil ( - 4 %), sehingga untuk tujuan
praktis :
Po = Pa + Pt
Lambert (1760), Beer (1852) dan Bouger menunjukkan hubungan berikut :
T = Pt/ Po = 10-abc
Dengan: b = jarak tempuh optik dan c = konsentrasi.
Log (T) = Log [Pt] = - abc
[Po]
7
dengan a = tetapan absorptivitas, dan T = transmitansi.
Log [1] = Log [Pt] = abc = A
[T] [Po]
dengan A = absorbansi
-log T = abc = A = ε b c
Hukum di atas dapat ditinjau sebagai berikut :
a) Jika suatu berkas cahaya monokromatis yang sejajar jatuh pada medium
pengabsorpsi pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecil akan
menurunkan intensitas berkas.
b) Jika suatu cahaya monokromatis mengenai suatu medium yang transparan, laju
pengurangan intensitas dengan ketebalan medium tertentu sebanding dengan
intensitas cahaya.
c) Intensitas berkas cahaya monokromatis berkurang secara eksponensial bila
konsentrasi zat pengabsorpsi bertambah. Hal diatas menunjukkan persamaan
mendasar untuk spektroskopi absorpsi, dan dikenal sebagai hukum Lambert Beer
atau hukum Beer Bouger. Satuan untuk b (cm), c (mol/ L), a = absorptivitas molar
adalah absorpsi larutan yang diukur dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi 1 mol/
L. Absorptivitas molar juga dikenal sebagai Koefisien ekstingsi molar (ε).
Contoh soal : Suatu larutan berwarna dengan konsentrasi 3 x 10 -5 M pada λ
tertentu melewatkan 71,6% radiasi pada sel setebal 1 cm. Tentukanlah:
a. Absorbansi larutan
b. Koefisien ekstingsi molar (ɛ) larutan tersebut
Jawab :
a. Jika % T = 71,6, maka T = 0,716
8
A = log 1/T = log 1/0,716 = log 1,396 = 0,145
b. A = ɛ.b.c, maka ɛ = A/(b.c)
ɛ = 0,145/(1 cm x 3 x 10-5 mol L-1)
= 4,83 x 103 L mol-1 cm-1
2.2.2 Transisi Elektron oleh Sinar UV-VIS
Molekul mempunyai tingkat energi elektron yang analog dengan tingkat
energi elektron dalam atom. Tingkat energi molekul ini disebut orbital molekul.
Orbital molekul timbul dari antaraksi orbital atom daripada atom yang
membentuk molekul itu. Menurut Teori Orbital Molekul ketika molekul
tereksitasi oleh energi yang terserap (sinar UV-Tampak). Elektron akan
mengalami promosi dari orbital bonding ke antibonding. Elektron akan
mengalami promosi dari orbital bonding ke antibonding. Jenis transisi elektronik :
Transisi σ→σ*
Ikatan sigma merupakan ikatan yang sangat kuat sehingga dibutuhkan
energi yang tinggi untuk dapat melakukan transisi ini. Senyawa organik yang
terbentuk dari ikatan sigma (ikatan tunggal) tidak menunjukkan absorpsi di daerah
normal ultraviolet (200 – 400 nm).
Contoh : Senyawa hidrokarbon seperti CH4 (metana), CH3-CH2-CH3 (propana).
Transisi π→ π *
Transisi jenis ini terjadi pada molekul hidrokarbon tak jenuh atau molekul
yang memiliki ikatan rangkap. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan eksitasi
lebih kecil dibandingkan transisi sebelumnya, sehingga transisi ini terjadi pada
panjang gelombang yang lebih besar.
Contoh : alkena dan alkuna.
9
Transisi n→σ*
Transisi jenis ini terjadi pada senyawa heteroatom berikatan tunggal yang
terikat dengan atom yang memiliki pasangan elektron bebas seperti atom oksigen
(O), atom-atom halogen (F, Cl, Br, I), atom nitrogen (N) dan sebagainya.
Contoh : eter, alkohol, alkil halida, amina dan sebagainya.
Transisi n→π *
Transisi ini terjadi pada senyawa tak jenuh yang berikatan dengan atom
yang memiliki pasangan elektron bebas.
Contoh : senyawaan karbonil (C=O), nitril (C=N).
Puncak absorpsi (λ max) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada
dalm spesies. Oleh karena itu spektroskopi absorpsi berguna untuk
mengidentifikasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis
kuantitatif. Spesies yang mengabsorpsi dapay melakukan transisi yang meliputi
(a) elektron π, σ, n (b) elektron d dan f (c) transfer muatan elektron, yaitu:
a) Transisi yang meliputi elektron π, σ, dan n terjadi pada molekul organik dan
sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi cahaya
elektromagnetik karena adanya elektron valensi, yang akan tereksitansi ke tingkat
10
energi yang lebih tinggi. Absorpsi terjasi pada daerah UV vakum (<185 nm).
Absorpsi sinar UV – Vis, yang panjang gelombangnya lebih besar, terbatas pada
sejumlah gugus fungsi (disebut kromofor) yang mengandung elektron valensi
dengan energi esitasi rendah. Contoh : CH4 mempunyai λ max pada 125 nm
karena adanya transisi σ→σ*. Transisi n→σ* (dari orbital tidak berikatan ke
orbital anti ikatan) terjadi pada senyawa jenuh dengan elektron tidak berpasangan.
λ max untuk transisi n→σ* cenderung bergeser ke h yang lebih pendek dalam
pelarut polar, seperti etanol dan H2O. Transisi n→σ* seperti juga π→ π * terjadi
pada sebagian besar senyawa organik. Dengan bertambahnya kepolaran pelarut
pada transisi π→ π *, bentuk puncak bergeser ke panjang gelombang yang lebih
pendek (pergeseran biru atau hipsokromik), sedangkan jika bergeser kepanjang
gelombang yang lebih panjang (pergeseran merah atau batokromik). Pergeseran
biru disebabkan bertambahnya solvasi pasangan elektron hingga berakibat
energinya turun. Pergeseran merah terjadi akibat bertambahnya kepolaran pelarut
(~ 5 nm), disebabkan gaya polarisasi antara pelarut dan spesies, sehingga
berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi dan tingkat tidak tereksitasi.
b) Transisi yang meliputi elektron d dan f. unsur-unsur blok d mengabsorpsi pada
daerah UV-Vis. Terjadinya transisis logam golongan f disebabkan karena elektron
pada orbital f. unsur-unsur transisi dalam, mempunyai puncak yang sempit karena
interaksi elektron 4f ataupun 5f (lantanida dan aktanida). Pita yang sempit
teramati karena efek screening (pelindung) orbital untuk transisi 3d dan 4d
mempunyai pita yang lebar dan terdeteksi dalam daerah tampak, puncak absorbsi
dipengaruhi oleh liingkungan yang mengeklilinginya. Besarnya splitting (Δ) oleh
ligan dapat disusun dalam suatu deret spektrokimia berikut I- < Br- < Cl- < F- <
11
OH- < Oksalat- < H2O < SCN- < NH3 < en < NO2 < CN-. Deret ini berguna untuk
meramalkan posisi puncak absorbsi untuk berbagai kompleks dengan ligan diatas.
c) Spektrum absorbsi transfer muatan. Spektrum absorpsi merupakan cara yang
peka untuk menentukan spesies absorpsi.
2.2.3 Spektrum UV-VIS
Spektra absorbsi paling sering diplotkan sebagai % T lawan panjang
gelombang (λ), A atau ε lawan λ. Perbandingan kurva- kurva tersebut dapat dilihat
pada Gambar 8, 9 dan 10. Pada umumnya ahli kimia analisis menyukai absorbansi
(A) daripada % T sebagai ordinat.
Perhatikan bahwa suatu minimum dalam % T berpadanan dengan suatu
maksimum dalam A, tetapi kedua kurva tidaklah setangkup, karena A dan % T
dihubungkan secara logaritma (A = log T). Dari Gambar 9 tampak bahwa bentuk
spektrum absorpsi tergantung pada konsentrasi larutan, jika ordinatnya linier
dalam absorbansi. Artinya kurva dalam Gambar 9 tidak dapat diimpit oleh
perpindahan vertikal yang sederhana.
Hukum Beer A = εbc menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi akan
mengubah absorbansi pada tiap λ dengan suatu faktor yang konstan. Sebaliknya
12
terdapat pada Gambar10, bentuk kurva itu tidak tergantung pada konsentrasi bila
ordinatnya adalah log A, sehingga : Log A = log ( bc) = log + log b + log c.
Konsentrasi ditambahkan bukan dikalikan, oleh karena itu konsentrasi yang
meningkat akan menghasilkan suatu perutambahan yang konstan pada log A pada
tiap panjang gelombang. Kurva untuk konsentrasi lebih tinggi digeser ke atas,
dapat diimpitkan dengan kurva dibawahnya dengan vertikal.
Contoh spektra ultra violet
2.3 Kromofor-kromofor
Gugus karbonil mengandung sepasang elektron –σ, sepasang elektron –π,
dan dua pasang elektron tak berikatan (n atau p). Keton-keton dan aldehida-
aldehida jenuh menunjukkan tiga jalur serapan, dua daripadanya teramati dalam
daerah ultraviolet jauh. Transisi π → π * menyerap kuat dekat 150 nm; transisi
n→σ* menyerap dekat 190 nm. Serapan ketiga (jalur serapan R) muncul dalam
daerah ultraviolet dekat 270-300 nm. Jalur serapan –R lemah (ε max < 30)
dihasilkan dari transisi “forbidden” daeri elektron –n ke orbital - π *.
13
Peranan penting spektrum ultraviolet ialah mengidentifikasikan jenis
kromofor dan memperkirakan adanya dari dalam molekul tak diketahui. Dengan
bantuan aturan berikut akan dapat dihitung panjag gelombang maksimum.
Auksokrom adalah gugus jenuh yang apabila terikat pada kromofor mengubah l
dan intensitas serapan maksimum. Cirinya adalah heteroatom yang langsung
terikat pada kromofor.
Pergerseran Batokromik adalah pergeseran serapan ke arah l yang lebih
panjang disebabkan subtitusi atau pengaruh pelarut. (pergeseran merah).
Pergeseran Hipsokromik adalah pergeseran serapan ke arah l yg lebih
pendek disebabkan subtitusi atau pengaruh pelarut. (pergeseran biru)
Efek hiperkromik adalah kenaikan dalam intensitas serapan sedangkan
efek hipokromik adalah penurunan dalam intensitas serapan.
ATURAN 1, Panjang gelombang maksimum
a). Jika spektrum senyawa yang diberikan memperlihatkan satu pita serapan
dengan intensitas sangat rendah (ε = 10 – 100) di daerah 280-350 nm dan tidak
ada pita serapan lain diatas 200 nm, maka senyawa itu dapat diharapkan
mengandung kromofor tak terkonyugasi sederhana yang mempunyai elektron-
elektron- n. Pita lemah terjadi oleh transisi n → π *.
b). Jika spektrum memperlihatkan beberapa pita serapan, diantaranya terdapat di
daerah tampak, maka senyawa itu diharapakan mengandung rantai panjang
terkonyugasi atau kromofor aromatik polisiklis. Jika senyawa itu berwarna,
kemungkinan mempunyai paling kurang, empat sampai lima kromofor
terkonyugasi dan gugus-gugus auksokhrom (Pengecualian : beberapa senyawa
14
yang mengandung nitrogen, seperti nitro, azo, senyawa nitroso, α – diketon,
glioksal dan iodoform).
ATURAN 2, ε maksimum
Terdapat saling hubungan antara intensitas pita serapan utama, pita
panjang gelombang terbesar dan panjang atau daerah (terjadinya konyugasi) dari
kromofor.
a). Harga ε antara 10.000 dan 20.000 umumnya mewakili keton tak jenuh
sederhana α, β atau suatu diena.
b). Pita-pita dengan harga ε antara 1.000 dan 10.000, biasanya menunjukkan
adanya sistem aromatik. Subsitusi pada inti aromatik oleh gugus fungsi yang
memperpanjang panjang kromofor, memberikan pita serapan dengan εbesar dari
10.000
c). Pita-pita serapan dengan ε kecil dari 100 mengisyaratkan transisi n → π *.
2.3.1 Etilen dan Ikatan Ganda Dua Terisolasi
kromofor adalah suatu gugus fungsi, tidak terhubung dengan gugus lain,
yang menampakkan spektrum absorpsi karakteristik pada daerah sinar UV-sinar
tampak (l>200 nm). Ada 3 jenis kromofor sederhana, yaitu :
Ikatan ganda antara 2 atom yang tidak memiliki pasangan elektron bebas.
Contoh : C = C
Ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas
Contoh : C = O
Kromofor merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap
yang terkonjugasi. Suatu ikatan rangkap yang terisolasi seperti dalam etilen
mengabsorpsi pada 165 nm, yaitu di luar daerah ukur yang lazim dari
15
spektroskopi elektron. Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu
kromofor seperti dalam butadien akan mengabsorpsi pada 217 nm. Panjang
gelombang maksimum absorpsi dan koefisien ekstingsi molar akan bertambah
dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi lainnya. Juga pada
vitamin A-alkohol (retinol) dan β-karoten merupakan polien dengan 1 kromofor
yang terdiri dari 5 atau 11 ikatan rangkap terkonjugasi.
2.3.2 Diena dan Poliena
Beberapa kaidah dapat digunakan untuk memprediksi posisi serapan
dalam diena rantai terbuka dan cincin-enam. Diena rantai terbuka biasanya
terdapat pada konformasi s-trans yang lebih banyak terjadi secara energetis,
sedangkan diena homoanular selalu dalam konformasi s-cis. Susunan s-cis, pada
diena meyebabkan serapan pada panjang gelombang yang lebih panjang
dibandingkan yang dihasilkan oleh susunan s-trans. Selain itu, karena jarak antara
ujung-ujung kromofor lebih pendek, diena s-cis menghasilkan puncak
berintensitas lebih rendah (ɛ~10.000) dibandingkan puncak diena s-trans
(σ~20.000).
Pada poliena, dengan bertambahnya ikatan rangkap dalam konjugasi,
panjang gelombang serapan maksimum dapat mencapai daerah sinar tampak atau
visible. Selain itu, sejumlah pita tambahan muncul dan intensitas meningkat.
Pada poliena, pada setiap spektrum terlihat puncak-puncak serapan pada
panjang gelombang yang lebih pendek. Puncak-puncak tersebut ditimbulkan oleh
transisi-transisi selain transisi HOMO-LUMO yang menghasilkan puncak dengan
panjang gelombang terpanjang. Semakin panjang sistem terkonjugasi, semakin
16
banyak transisi yang mungkin terjadi; pola puncak yang dihasilkan poliena yang
diperiksa bersifat khas. Pola tersebut dapat digunakan sebagai semacam sidik jari.
Namun, dalam menggunakan spektrum UV untuk penentuan struktur, hal utama
yang kita perhatikan yaitu puncak pada panjang gelombang terpanjang.
Pada poliena rantai panjang, perubahan dari konfigurasi trans ke cis pada
satu atau lebih ikatan rangkap menurunkan panjang gelombang dan intensitas
puncak serapan sebagai akibat dari masalah sterik dalam mencapai koplanaritas.
2.3.3 Serapan Khas Beberapa Diena dan Triena
Berikut adalah serapan khas beberapa diena dan triena:
Nilai diena heteroanular 214 nm
Nilai diena homoanular 253 nm
Tambahan Untuk:
a. Setiap substituen alkil atau
residu cincin
b. Setiap ikatan rangkap
eksoklik
c. Perpanjangan ikatan rangkap
d. Auksokrom:
-OAsil
-OAlkil
-SAlkil
5 nm
5 nm
30 nm
0 nm
6 nm
30 nm
5 nm
17
-Cl,-Br
-NAlkil2
60 nm
2.3.4 Aturan Woodward untuk Serapan Diena
Senyawa diena adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai dua ikatan
rangkap dua dalam struktur kimianya. Secara umum, senyawa diena memiliki
intensitas (ε=20.000-26.000) dalam daerah panjang gelombang dari 217-245 nm,
dengan transisi π ke π*. Penyelidikan dari sejumlah besar golongan diene, oleh
Woodward dan Fieser, menemukan berdasarkan pengalamannya hubungan
variasi struktur dari satu senyawa diena dengan panjang gelombangnya, di mana
berdasarkan strukturnya memungkinkan kita untuk memprediksi panjang
gelombang dari senyawa diene tersebut. Berikut ini adalah tabel dari aturan
dalam penentuan panjang gelombang dari senyawa diena.
Diena dasar dan jenis subtituen Tambahan harga λ (nm)
Harga diena dasar heteroanular 217
Harga diena dasar homoanular 253
Alkil (R)/sisa cincin 5
Ikatan C=C eksosiklis 5
Tambahan ikatan rangkap konyugasi 30
Gugus : Cl, -Br (heteroanular)
-Cl, -Br (homoanular)
-OR
17
5
6
18
-N(Ac)2 = asetat 60
2.3.5 Contoh Pemakaian Aturan Woodward
homoanular induk 253 nm
ikatan ganda
luar lingkar 2 x 5 10
subtituen- R 4 x 5 20
λ maks. Perhitungan 283 nm
λ maks. Percobaan 282 nm
homoanular induk 214 nm
subtituen α
β(2) 24
ikatan ganda luar
lingkar 5
λ maks. Perhitungan 243 nm
λ maks. Percobaan 234 nm
2.3.6 Poli-ina dan En-ina
19
Poli-ina, semua senyawaan yaang mengandung lebih dari dua ikatan-
ganda tiga terkonyugasi. Spektrum poli-ina selalu mempunyai sederetan puncak-
puncak kuat ( maks = 105) pada daerah sekitar 2.300 cm-1. Pola khas seperti ini,
mengisyaratkan senyawaan sebagai suatu kromofor poli-ina.
Spektrum ini melukiskan pola pita serapan yang berhubungan dengan poli-ina.
Ingat, pemisahan puncaak kira-kira 2.300 cm-1. serapan kuat didaerah 220 nm
menunjukkan serapan dari senyawa menyerupai benzen. Konyugasi diasitelin
dengan benzen menyebabkan suatu pergeseran batokhrom semua pita poli-ina,
berbarengan dengan penambahan intensitas serapan. Spektrum ini, seperti contoh
sebelumnya menunjukkan pita khas poli-ina dan pemisahan puncak yang teratur.
Konyugasi dengan dua cincin benzen menyebabkan pergeseran batokhrom lebih
lanjut dan berpengaruh besar pada intensitas.
2.3.7 Perhitungan λ maks n-heksan
2.3.8 Soal-soal Latihan
1. Warna hijau mempunyai λ = 500 nm. Berapakah frekuensi dan tenaga per mol?
20
2. Apabila suatu larutan 7,5 x 105 M, persen transmitansinya 36,4 % apabila
diukur dalam media 1,5 cm. Hitunglah absorbansinya dan absortivitas molarnya!
3. Gambarkan secara umum bentuk orbital molekul σ, n, π, σ* dan π* dan
gambarkan secara grafis transisi elektroniknya!
4. Jelaskan dengan contoh tentang transisi elektronik dari HUMO ke LUMO!
5. Hitunglah λ maks untuk asam abietik di bawah ini.
21
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spektroskopi UV-VIS adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Pada spektroskopi terdapat beberapa macam jenis transisi elektronik
yang ikut menentukan panjang gelombang suatu senyawa. Pada spektroskopi UV-
VIS ini prinsip kerjanya menggunakan prinsip dari Hukum Lambert-Beer dimana
cahaya yang melewati suatu medium sebagian cahaya akan dibiaskan, dipantulkan
dan sebagian yang lain akan ditransmisikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Kristianingrum, Susila. -. Handout Spektroskopi Ultra Violet dan Sinar Tampak
(Spektroskopi UV-VIS). Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1991. Spektroskopi. Liberty: Yogyakarta
Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha
Ilmu: Yogyakarta
Williams, Dudley H dan Ian Fleming. 2013. Metode Spektroskopi Dalam Kimia
Organik. EGC: Jakarta
http://www.chem-is-try.org/materi kimia/instrumen analisis/spektrum serapan
ultraviolet-tampak uv-vis/teori ikatan yang penting untuk spektrometri
serapan uv tampak visible/ Diakses : 18 Maret 2015 pukul 10.54 WIB
https://myessozone.wordpress.com/2013/07/26/spektroskopi-ultraviolet-visible/ Diakses : 18 Maret 2015 pukul 10.54 WIB
https://se7enanalis.wordpress.com/2013/07/20/spektrofotometri-uv-vis/ Dikases : 18 Maret 2015 pukul 10.54 WIB
https://muiskimia.wordpress.com/ Diakses : 23 Maret 2015 pukul 10.40 WIB
http://citrahealthnutritionist.blogspot.com/2013/10/gugus-kromofor-dan-
auksokrom.html/ Diakses : 23 Maret 2015 pukul 10.40 WIB
23