Isi 4
-
Upload
nina-mutia-febriani -
Category
Documents
-
view
126 -
download
3
Transcript of Isi 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan tumbuhan khas lahan rawa yang
keberadaannya di Kalimantan Selatan cukup besar. Sampai saat ini, purun tikus
merupakan limbah yang belum dimanfaatkan dengan baik dan seringkali
pengelolaannya menimbulkan bahaya karena aktifitas pembakaran lahan.
Menurut Syarifuddin (2008), dalam serat purun tikus mengandung selulosa yang
cukup tinggi, yaitu sebesar 40,92%. Kandungan serat yang cukup tinggi ini
menjadikan purun tikus sebagai sumber selulosa yang potensial.
Selulosa merupakan polimer linier dan memiliki berat molekul tinggi serta
merupakan bahan alami, terbarukan, dan biodegradable. Namun, karena obligasi
antar dan intra molekul hidrogen, selulosa tidak mudah meleleh atau larut dalam
pelarut umum (Hattori dkk, 2004). Dalam rangka pemanfaatan selulosa dalam
dunia farmasi, selulosa harus dikonversi menjadi turunannya. Konversi dari
selulosa untuk natrium karboksimetil selulosa (NaCMC) adalah contohnya.
Natrium karboksimetil selulosa merupakan linier rantai panjang, larut dalam air,
anionik, dan polisakarida yang dapat dimodifikasi (Keller, 1986).
Obat banyak diberikan dalam suatu aturan dosis ganda untuk
memperpanjang aktivitas teraupetiknya. Frekuensi pemberian obat yang sering
tidak dipatuhi oleh pasien dengan berbagai sebab memudahkan terjadinya
fluktuasi dan akumulasi obat yang berlebihan. Menurut Rao et al, (2001), tujuan
utama dari sediaan lepas lambat (sustainable release drugs) adalah untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu
yang diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat
dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Dalam pembuatan tablet lepas lambat sistem matriks merupakan sistem
yang paling sederhana dan sering digunakan. Penambahan matriks hidrofilik
dilakukan untuk memperlambat pelepasan zat aktifnya. Dalam hal ini matriks
hidrofilik akan mengembang (swelling) dan mengalami erosi. Kedua proses ini
2
akan mengontrol pelepasan obat (Gohel dan Panchal, 2002). Matriks yang biasa
digunakan dalam pembuatan sustainable release drugs tersebut adalah natrium
karboksimetil selulosa (NaCMC). Natrium karboksimetil selulosa (NaCMC)
merupakan suatu polimer hidrofilik yang mudah terdispersi dalam air membentuk
larutan koloidal dan sistem ini mampu mengembang diikuti oleh erosi dari bentuk
gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Jika kontak dengan air, maka
akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan
mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.
Kinerja sustainable release drugs pada dasarnya dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Hal ini kemudian
mengarah pada perkembangan drugs delivery system, di mana suatu obat akan
“dibungkus” dengan suatu polimer berukuran nano sehingga memudahkan obat
masuk dan melewati jaringan dalam tubuh. Polimer dirancang peka terhadap suhu
dan pH tertentu agar polimer hanya akan melepaskan obat yang ada di dalamnya
berdasarkan adanya perubahan parameter tersebut di dalam tubuh.
Purun tikus yang keberadaannya melimpah di Kalimantan Selatan
menjadikan peluang bagi kita untuk memanfaatkannya sebagai matriks dalam
pembuatan sustainable release drugs. Tidak hanya akan mengangkat nilai
ekonomis dari tanaman purun tikus itu sendiri, tetapi juga dapat meningkatkan
mutu kesehatan masyarakat dengan memberikan obat yang biayanya lebih murah
karena berbahan dasar tanaman lokal dan efektif menyembuhkan penyakit karena
obat ini merupakan sustainable release drugs.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana kandungan tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) sehingga
berpotensi sebagai sumber pembuatan NaCMC?
2. Bagaimana pembuatan selulosa tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis)
menjadi NaCMC yang berpotensi sebagai matriks obat sustainable release?
3
3. Bagamanakah peranan obat sustainable release dalam meningkatkan mutu
kesehatan masyarakat?
4. Bagaimanakah hubungan antara obat sustainable release dan drugs delivery
system?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan kandungan tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) sehingga
berpotensi sebagai sumber pembuatan NaCMC.
2. Menjelaskan pembuatan selulosa tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis)
menjadi NaCMC yang berpotensi sebagai matriks obat sustainable release.
3. Menjelaskan peranan obat sustainable release dalam meningkatkan mutu
kesehatan masyarakat?
4. Menjelaskan hubungan antara obat sustainable release dan drugs delivery
system.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode internet dan metode pustaka. Metode internet
dilakukan dengan mencari berbagai literatur pada alamat website dan metode
pustaka dilakukan dengan mencari literatur pada buku-buku penunjang yang
memang sesuai dan dapat dipercaya validitasnya.
4
BAB II
ISI
2.1. Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbohidrat dari β-glukosa. Molekul selulosa merupakan rantai lurus
homopolisakarida terbentuk dari unit-unit β-D-glukopiranosa, yang bergabung
dengan ikatan β(1-4)-glikosida. Selulosa mikrofibril tersimpan dalam bentuk
lignin-hemiselulosa. Mikrofibril membentuk fibril-fibril yang kemudian
membentuk serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan
ikatan hidrogen yang kuat, selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan
tidak larut dalam kebanyakan pelarut (Fengel, 1995).
Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan
menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Selulosa terdapat
di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan,
dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa tidak hanya
merupakan polisakarida struktural ekstraseluler yang paling banyak dijumpai pada
dunia tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara
semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan (Fengel, 1995).
Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang
teratur, yaitu pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugus-
gugus fungsional yang dapat mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya.
Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus hidroksil, tiga dari padanya terikat
pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya menentukan
struktur supramolekul tetapi juga menentukan sifat fisika dan kimia dari selulosa
(Fengel, 1995).
5
Gambar 1. Struktur molekul selulosa
2.2. Natrium Karboksimetil Selulosa (NaCMC)
Natrium karboksimetil selulosa adalah garam natrium dari polikarboksi
metil eter dari selulosa. Nama lain dari karboksimetilselulosa adalah akucell,
aquasorb, celulosa gum. Banyak fungsi dari natrium karboksimetil selulosa yaitu
sebagai bahan penyalut, tablet salut, bahan untuk membuat suspensi. Sebagai
bahan pengikat sediaan tablet digunakan konsentrasi 1,0 – 6,0 % (Rowe dkk.,
2006).
Natrium karboksimetil selulosa merupakan serbuk atau granul putih sampai
krem, yang bersifat higroskopis. Kelarutan mudah terdispersi dalam bentuk
larutan koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik.
Susut pengeringan tidak lebih dari 10% dengan pengeringan pada suhu 105ºC
selama 3 jam. Inkompatibel dengan Mg, Ca, Al. Memiliki kecenderungan untuk
mengeras pada penyimpanan, sehingga umumnya tablet mempunyai waktu
disintegrasi yang lebih lama (Lachman dkk., 1994).
NaCMC adalah kopolimer dari dua unit: β-D-glukosa dan garam β-D-
glukopiranosa-2-Ο-karboksimetil-monosodium, tidak didistribusikan secara acak
sepanjang makromolekul, yang dihubungkan melalui ikatan β-1,4-glikosidik.
Penggantian gugus hidroksil oleh kelompok karboksimetil sedikit lebih besar pada
C-2 dari glukosa (Charpentier et al., 1997). Produksi NaCMC dilakukan dengan
mengkonversi alkali selulosa pada larutan NaOH berlebih dan pelarut organik
(misalnya isopropanol, etanol) dengan asam monokloroasetat atau garam
natriumnya (Heinze & Pfeiffer, 1999).
6
Gambar 2. Rumus struktur natrium karboksimetil selulosa (Rowe et al., 2006)
NaCMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak
berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat
higroskopis. Menurut Tranggono dkk. (1991), NaCMC ini mudah larut dalam air
panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas
yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan NaCMC dipengaruhi oleh
pH larutan, kisaran pH NaCMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan
jika pH terlalu rendah (pH<3), Na-CMC akan mengendap.
NaCMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir NaCMC yang
bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang
sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi
dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan
viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-
partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses
pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
2.3. Purun Tikus (Eleocharis dulcis)
Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan gulma yang tumbuh dan
berkembang di lahan rawa pasang surut. Tumbuhan ini termasuk dalam famili
Cyperaceae dan golongan teki. Batangnya silindris dan berdiameter 2-3 mm,
bunga terletak pada bagian ujung batang, tinggi dapat mencapai 150 cm, tidak
bercabang, tidak berdaun dan berwarna hijau sehingga fotosintesa dilakukan
melalui batang (Indrayati, 2011).
Purun tikus dapat dijumpai di daerah terbuka yang tergenangi oleh air asin,
payau dan di rawa air tawar, pada ketinggian 0-1350 m alt. Umbi akan bertunas
7
pada media tanah bertemperatur di atas 14°C. Jenis tanah yang lebih disukai untuk
pertumbuhan adalah tipe tanah lempung atau humus dengan pH 6,9-7,3 dan
mampu tumbuh dengan baik pada tanah sedikit asam (Anonim1, 2011).
Tumbuhan purun tikus berakar rimpang, di mana pada saat rimpang
berumur 6-8 minggu maka akan membentuk anakan. Pembentukan bunga terjadi
setelah anakan muncul diatas permukaan air yang tingginya kurang lebih 15 cm.
Tumbuhan ini selanjutnya akan membentuk rimpang baru pada bagian ujung
stolon yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Pada saat berumur 7-8 bulan
rimpang tidak lagi produktif sehingga batang mulai mengering dan perlahan-lahan
akan mati (Indrayati, 2011).
Gambar 3. Tumbuhan purun tikus
Klasifikai ilmiah :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Eleocharis
Spesies : Eleocharis dulcis
(Burnawi dan Gatot, 2010).
8
Purun tikus merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung komponen-
komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Terdapatnya selulosa
menjadikan biomassa purun tikus dapat dimanfaatkan sebagai adsorben, karena
memiliki situs aktif yang berasal dari gugus hidroksil (OH-). Menurut Syarifuddin
(2008), dalam serat purun tikus mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi,
yaitu sekitar 40,92%. Hal ini berarti bahwa biomassa purun tikus berpotensi
sebagai adsorben dalam proses adsorpsi.
2.4. NaCMC dari Purun Tikus (Eleocharis dulcis)
Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan tumbuhan khas lahan rawa yang
keberadaannya di Kalimantan Selatan cukup besar. Sampai saat ini, purun tikus
merupakan limbah yang belum dimanfaatkan dengan baik dan seringkali
pengelolaannya menimbulkan bahaya karena aktifitas pembakaran lahan.
Menurut Syarifuddin (2008), dalam serat purun tikus mengandung selulosa yang
cukup tinggi, yaitu sebesar 40,92%. Kandungan serat yang cukup tinggi ini
menjadikan purun tikus sebagai sumber selulosa yang potensial. Dengan
menganalogikan sintesis NaCMC dari batang pohon pisang (Musa cavendishii
LAMBERT) (Adinugraha dkk., 2005), maka untuk sintesis NaCMC dari tanaman
purun tikus adalah sebagai berikut.
2.4.1. Ekstraksi selulosa
Purun tikus yang diperoleh dipotong kecil-kecil (1 cm) kemudian
dikeringkan pada 70oC dalam pengering kabinet (Heraeus Instrumen). Hasil
kering digiling menjadi bubuk dan diayak dengan ayakan 20 Mesh. Kemudian
bubuk selulosa dipanaskan dalam NaOH 8% dengan rasio selulosa untuk pelarut
1:20 (w/v) selama 3,5 jam pada 100oC. Bubur hitam yang diperoleh disaring dan
dicuci menggunakan air suling dan diputihkan dengan NaOCl 5% selama 3 jam
pada suhu 30oC. Selulosa dicuci lagi dengan menggunakan air suling sampai bau
hipoklorit tidak bisa lagi dideteksi, kemudian dikeringkan pada suhu 60oC dalam
pengering kabinet.
9
2.4.2. Sintesis natrium karboksimetilselulosa
Lima gram bubuk selulosa dialkalisasi pada 25oC selama 1 jam dalam
waterbath gemetar (Haake SWB) dengan 20 mL NaOH 15% dalam 100 mL
isopropanol sebagai pelarut. Setelah proses alkalisasi selesai, 6 gram natrium
monochloracetate (NaMCA) per 5 gram selulosa ditambahkan dan suhu dinaikkan
menjadi 55oC dan reaksi dilanjutkan selama 3 jam. Bubur dinetralkan dengan 90%
asam asetat dan kemudian disaring. Padatan yang diperoleh sebagai CMC dicuci
dengan etanol 70% sebanyak empat kali untuk menghilangkan produk samping
yang tidak diinginkan. Turunan selulosa yang diperoleh (CMC) dikeringkan pada
suhu 60oC dalam oven.
2.5. NaCMC dalam Sustainable Release Drugs
Natrium karboksilmetil selulosa (NaCMC) mudah larut dalam air pada
semua temperatur, viskositas larutan meningkat dengan peningkatan konsentrasi
NaCMC. Pada pemanasan tinggi akan terjadi depolimerasi dan viskositasnya
menurun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nafsiah (2009) dan Prihandini
(2007) diperoleh hasil bahwa campuran NaCMC dengan Avicel PH 102
berpengaruh terhadap pelepasan obat teofilin di mana makin banyak jumlah
NaCMC yang ditambahkan mengurangi kecepatan disolusi obatnya. NaCMC
dapat meningkatkan kekerasan tablet dan menurunkan kerapuhan tablet jika
konsentrasinya tinggi, pelepasan obat metoprolol dapat diperlambat dengan
adanya NaCMC dan pelepasannya mengikuti orde nol (Syed et al, 2011).
Campuran NaCMC dengan Avicel akan membentuk tiksotropi gel yang cocok
untuk vehicle pada formulasi. Avicel PH 102 merupakan salah satu filler atau
pengisi yang mempengaruhi sifat alir, dengan makin besar grade maka makin baik
sifat alir granul yang dihasilkan (Rowe et al., 2006).
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).
Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu
memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan
10
kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang
diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar
maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepat
dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan
konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan
konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).
Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah
melepaskan secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi
obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak
mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat
aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan
overdosis atau underdosis. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi
pemberian lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela
terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan
pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton,
2002).
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efektif dalam penanganan
hipertensi dan gagal jantung (Hardjasaputra et al., 2002). Kaptopril merupakan
salah satu obat yang mudah larut dalam air dan mempunyai waktu paruh 2 jam
setelah pemberian dosis oral. Kaptopril memiliki waktu paruh yang singkat
sehingga cocok untuk dibuat sediaan tablet lepas lambat. Pengembangan tablet
kaptopril lepas lambat akan memberikan beberapa keuntungan kepada pasien
yang perlu mengkonsumsi obat ini berkesinambungan dan digunakan dalam
jangka lama. Kaptopril stabil dalam kondisi suhu dan kelembapan normal
(Nokhodchi et al., 2008).
Dalam pembuatan sediaan lepas lambat diperlukan penambahan matriks
yang dapat memperlambat pelepasan zat aktifnya. Matriks adalah zat pembawa
padat yang di dalamnya obat tercampur secara merata (Shargel et al., 2005).
Suatu matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau
menyatukan obat dan bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam
11
persen yang lebih kecil agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar
terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat (Sulaiman, 2007).
Polimer hidrofilik selulosa biasanya digunakan sebagai bahan pengisi
berdasarkan sistem matriks yang ditablet. Efektivitas dari sistem matriks hidrofilik
ini didasarkan pada proses hidrasi dari polimer selulosa; pembentukan gel pada
permukaan polimer; erosi tablet; dan pelepasan obat yang berkesinambungan.
Keuntungan sistem matriks hidrofilik adalah sebagai berikut: sederhana, relatif
murah dan aman, mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar (Collett and
Moreton, 2002). Matriks yang sering digunakan dalam sediaan lepas lambat salah
satunya NaCMC.
Natrium karboksil metilselulosa (NaCMC) mudah larut dalam air pada
semua temperatur, viskositas larutan meningkat dengan peningkatan konsentrasi
NaCMC. Pada pemanasan tinggi akan terjadi depolimerasi dan viskositasnya
menurun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nafsiah (2009) dan Prihandini
(2007) diperoleh hasil bahwa campuran NaCMC dengan Avicel PH 102
berpengaruh terhadap pelepasan obat teofilin dimana makin banyak jumlah
NaCMC yang ditambahkan mengurangi kecepatan disolusi obatnya. NaCMC
dapat meningkatkan kekerasan tablet dan menurunkan kerapuhan tablet jika
konsentrasinya tinggi, pelepasan obat metoprolol dapat diperlambat dengan
adanya NaCMC dan pelepasannya mengikuti orde nol (Syed et al, 2011).
Campuran NaCMC dengan Avicel akan membentuk tiksotropi gel yang cocok
untuk vehicle pada formulasi. Avicel PH 102 merupakan salah satu filler atau
pengisi yang mempengaruhi sifat alir, dengan makin besar grade maka makin baik
sifat alir granul yang dihasilkan (Rowe et al., 2006).
Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan
konvensional adalah sebagai berikut (Ansel et al., 2005):
- Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah
- Mengurangi frekuensi pemberian
- Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
- Mengurangi efek samping yang merugikan
- Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan
12
Kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah (Simon, 2001):
- Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif
yang relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping)
- Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi
obat, karena kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi
2.6. Sustainable Release Drugs dan Drugs Delivery
Seperti yang dibahas sebelumnya, obat sustainable release merupakan
bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara
perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang
aksi obat (Ansel et al., 2005). Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan
obat yang ideal adalah mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor
(tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu
pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan
frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma
dapat dicapai secara cepat dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan
bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari
bentuk sediaan konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).
Beberapa tahun terakhir penelitian terhadap nanomaterial menjadi intensif
dilakukan di berbagai negara, baik menyangkut metode sintesanya maupun sifat-
sifat yang dihasilkannya. Pada bidang kesehatan, obat-obatan dikembangkan
menggunakan nanomaterial sehingga lebih cepat larut dan bereaksi untuk
menghasilkan apa yang disebut dengan obat pintar (smart drug) yang dapat
mencari sel-sel tumor secara presisi dan mematikannya tanpa mengganggu sel-sel
sehat tetangganya (Sona, 2010; Wong et al., 2011).
Secara umum, pelepasan terkontrol drugs delivery dengan cara memberikan
obat dalam dosis optimum untuk waktu yang lama, sehingga meningkatkan
kemanjuran obat, memaksimalkan kepatuhan pasien dan meningkatkan
kemampuan untuk menggunakan sangat beracun, obat yang sukar larut atau relatif
stabil. Bahan nano dapat digunakan sebagai sarana pemberian obat untuk
mengembangkan modalitas terapi dan diagnostik yang sangat selektif dan efektif.
13
Ada sejumlah keuntungan dengan nanopartikel dibandingkan dengan
mikropartikel. Sebagai contoh, partikel nano dapat melakukan perjalanan melalui
aliran darah tanpa sedimentasi atau penyumbatan microvasculature tersebut.
Nanopartikel kecil dapat bersirkulasi dalam tubuh dan menembus jaringan seperti
tumor.
Diabetes mellitus (atau sering disebut diabetes) adalah suatu penyakit
dimana kandungan gula (glucosa) pada cairan darah (gula darah) meningkat
melebihi batas ambang atas (hyperglycemia). Peningkatan ini disebabkan oleh
adanya gangguan yang terjadi dalam proses penghantaran glucosa ke dalam sel
(Poretsky, 2010). Teknologi yang saat ini sedang dalam pengembangan
sebagaimana dilaporkan oleh Sona (Sona, 2010) adalah pembuatan nanoporus
membran yang sensitif terhadap pH (lihat gambar 14). Nanoinsulin dibalut dengan
suatu polimer dimana polimer pembalutnya memiliki porus berukuran nanometer
yang sensitif terhadap pH lingkungannya. Bila pH cairan darah menurun (< 7)
yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gula darah, maka gerbang nanoporus
akan membuka dan insulin dilepas. Pelepasan insulin akan menurunkan kadar
gula darah yang menyebabkan pH darah meningkat menuju normal (~7,4). Pada
saat pH normal, gerbang nanoporus akan menutup. Polimer yang digunakan untuk
membuat pembalut yang memiliki nanoporus ini adalah N,N-dimethylaminoethyl
methacrylate dan polyacrylamide yang dikombinasi dengan polymethacrylic acid-
g-polyethylene glycol.
14
Gambar 4. Skema nanopartikel dengan gerbang molekuler yang sensitif terhadap pH untuk mengontrol pelepasan insulin yang dipicu oleh kehadiran glucosa pada
cairan darah (Sona, 2010).
Pada dasarnya, Sustainable Release Drugs dan Drugs Delivery memiliki
kesamaan, yaitu melepaskan dan memfungsikan obat di waktu dan tempat yang
tepat. Hal ini dilakukan agar sediaan obat yang ideal mampu memberikan jumlah
obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan
dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan.
Kesamaan lainnya adalah, terlibatnya polimer dalam pembuatan keduanya.
Polimer digunakan sebagai matriks dalam sustainable release drugs dan sebagai
encapsulating dalam drugs delivery system. Keberadaan polimer ini dijadikan
sebagai “penjaga” agar obat dapat release di waktu dan tempat yang tepat.
Polimer yang dapat digunakan dalam kedua sistem ini adalah selulosa yang
berasal dari tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) dengan menkonversinya
terlebih dahulu menjadi turunan selulosa yang mampu berperan, yaitu natrium
karboksilmetil selulosa (NaCMC).
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah tanaman
purun tikus (Eleocharis dulcis) berpotensi sebagai sumber selulosa dalam
pembuatan NaCMC, di mana NaCMC berperan sebagai matriks obat sustainable
release. Obat ini berupa bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya
lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Hal ini dapat meningkatkan kinerja obat
dalam menyembuhkan penyakit tepat sasaran dan lebih efisien. Sustainable
Release Drugs dan Drugs Delivery memiliki kesamaan, yaitu sediaan obat dibuat
ideal dan mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi
obat) dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang
diinginkan. Penggunaan polimer selulosa sebagai matriks dan encapsulating
sangat berperan dalam pelepasan obat pada organ target.
3.2. Saran
Tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan sumber selulosa
potensi lokal Kalimantan Selatan. Pembuatan turunan selolusa dalam pembuatan
Sustainable Release Drugs dan Drugs Delivery akan sangat mempengaruhi
bidang kesehatan dan farmasi. Oleh karena itulah, perlu adanya penelitian dan
perlakuan lebih lanjut mengenai sintesis dan karakterisasi natrium karboksilmetil
selulosa (NaCMC) sebagai polimer pendukung kedua system tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ansell, P.J., dkk. 2005. Repression of cancer protective genes by 17β-estradiol: Ligand-dependent interaction between human Nrf2 and estrogen receptor α. Molecular and Cellular Endocrinology 243 (2005) 27–34. Columbia, USA.
Burnawi dan Gatot S. 2010. Jenis Tumbuhan Air di Suaka Perikanan Awang Landas Perairan Sungai Barito, Kalimantan Selatan. BTL: Vol.9 No.1 Juni 2011. Mariana, Palembang.
Collet J, Moreton C. 2002. Modified-release peroral dosage forms. In: Aulton M E. (2nd Ed). harmaceutics. The Science of Dosage Form Design: Churchill Livingstone; p. 298.
Fengel, D & Gerd, W. 1995. Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Fennema, D.R., M, Karen and D,B, Lund. 1996. Principle of Food Science. The Avi Publishing. Connecticuct.
Gohel, M. C. and Panchal M.K. 2002. Novel use of similarity factors and sd for development of diltiazem HCl modified-release tablet using a 3^2 factorial design. Drugs Dev. Ind. Pharm, 28 (77-87).
Handayani , A. W. 2010. Penggunaan Selulosa Daun Nanas Sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II). Skripsi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Harjasaputra, S.L.P., G. Budipranoto, S.U. Sembiring, I. Kamil. 2002. Data Obat Indonesia. Edisi 10. Jakarta, Grafidian Media Press.
Heinze, T., & Pfeiffer, K. (1999). Studies on the synthesis and characterization of carboxymethylcellulose. Die Angewandte Makromolekulare Chemie, 266(4638), 37–45.
Indrayati, L. 2011. Purun Tikus Berpotensi Perbaiki Kualitas Air di Rawa Pasang Surut. Majalah Sinartani. Banjarbaru.
Lachman, (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jilid 2. Jakarta, UI Press. Hal. 1040, 1092-1094.
Nafsiah. 2009. Formulasi Sediaan Lepas Lambat Tablet Teofilin dengan Matriks Natrium CMC dan Avicel PH 102 dengan Metode Granulasi Basah, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
17
Nokhodchi, A., Javadzadeh, Y., Siahi, M.R., Barzegar-Jalali, M., 2005. The effect of type and concentration of vehicles on the dissolution rate of a poorly soluble drug (indomethacin) from liquisolid compacts. J. Pharm. Pharmaceut. Sci. 8, 18–25.
Poretsky, L., 2010. Principles of Diabetes Mellitus. 2nd Edition. Springer Science+Business Media, LLC, New York, USA.
Prihandini, R., 2007, Optimasi Formulasi Sediaan Lepas Lambat Tablet Teofilin dengan Matriks Natrium carboxymetil Cellulose dan Etil Cellulose dengan Metode Simplex Lattice Design, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Rao, Y. and Wu, J.Y. 2001. Neuronal migration and the evolution of the human brain. Nat. Neurosci. 4: 860–862. Missouri, USA.
Rowe, D. B. dkk., 2006. Assessment of heat-expanded slate and fertility requirement in green root substrate, Horrtechnology 16:471-477.
Shargel L, Wu-Pong S, Yu ABC. 2005. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New York, Appleton & Lange/McGraw-Hill Medical 892 pp.
Simon, H. A. (2001). "Seek and ye shall find" How curiosity engenders discovery. In K. D. Crowley, C. D. Schunn & T. Okada (Eds.), Designing for science: Implications from everyday classroom, and professional settings (pp. 3-18). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Sona, P.S., 2010. Nanoparticulate drug delivery systems for the treatment of diabetes. Digest Journal of Nanomaterials and Biostructures, Vol. 5 No. 2, hal. 411-418.
Syarifuddin, N. A. 2008. Evaluasi Nilai Gizi Pakan Alami Ternak Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. Skripsi Fakultas Pertanian Unlam. Banjarbaru.
Syed, S. B., dkk. 2011. Developed-developing country partnerships: benefits from South to North?. From International Conference on Prevention & Infection Control (ICPIC 2011), BMC Procedings, From International Conference on Prevention & Infection Control (ICPIC 2011).
Tranggono, S., dkk. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Wong, C., et al. 2011. Multistage nanoparticle delivery system forr deep penetration into tumor tissue. Proceedings of the National Academy of Sciences, Vol. 108 No. 6, hal. 2426-2431.