4. Isi + Daftar Pustaka

140
BAB I PENDAHULUAN Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anomali dentofacial pada keadaan prenatal maupun postnatal. Setiap keadaan anomali memiliki etiologi dan karakteristiknya masing-masing. Dalam keadaan prenatal, makalah ini membahas tentang gangguan perkembangan embrio, bahan teratogen, intrauterine molding, missing teeth congenital, malformasi gigi, celah bibir dan palatum, gangguan pertumbuhan skeletal, dental anomaly, disproporsi ukuran gigi dengan rahang, dan disproporsi ukuran rahang atas dengan rahang bawah. Dalam keadaan postnatal, makalah ini akan membahas tentang maloklusi pengaruh lingkungan dan bone resorption. 1

Transcript of 4. Isi + Daftar Pustaka

Page 1: 4. Isi + Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anomali dentofacial pada

keadaan prenatal maupun postnatal. Setiap keadaan anomali memiliki etiologi dan

karakteristiknya masing-masing.

Dalam keadaan prenatal, makalah ini membahas tentang gangguan

perkembangan embrio, bahan teratogen, intrauterine molding, missing teeth

congenital, malformasi gigi, celah bibir dan palatum, gangguan pertumbuhan

skeletal, dental anomaly, disproporsi ukuran gigi dengan rahang, dan disproporsi

ukuran rahang atas dengan rahang bawah.

Dalam keadaan postnatal, makalah ini akan membahas tentang maloklusi

pengaruh lingkungan dan bone resorption.

1

Page 2: 4. Isi + Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prenatal

Maloklusi adalah kondisi perkembangan. Pada beberapa kejadian

maloklusi dan deformitas dentofasial disebabkan bukan oleh beberapa proses

patologis, tetapi oleh distorsi parah pada perkembangan normal. Kadang kala

penyebab spesifik tunggal terlihat jelas, sebagai contoh defisiensi mandibula

sekunder pada fraktur rahang anak-anak atau maloklusi khas yang menyertai

beberapa sindrom genetik. Masalah ini lebih sering merupakan hasil dari suatu

interaksi komplek diantara faktor multipel yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan, dan hal ini tidak mungkin untuk menjelaskan faktor etiologi yang

spesifik.

Walaupun hal ini sulit untuk diketahui penyebab yang tepat pada

kebanyakan maloklusi, kita tidak tahu secara umum apa kemungkinan dan hal ini

harus dipertimbangkan ketika perawatan dipertimbangkan. Kita memeriksa faktor

etiologi maloklusi pada tiga faktor utama, yaitu penyebab spesifik, pengaruh

herediter dan pengaruh lingkungan.

2

Page 3: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.1 Gangguan Perkembangan Embrio

Kecacatan pada perkembangan embriologis biasanya menghasilkan

kematian embrio. Sebanyak 20% pada kehamilan awal berakhir karena kecacatan

embriologis letal, sering sangat awal bahkan saat seorang ibu tidak sadar bahwa

dia sedang hamil. Kondisi yang berjumlah relatif sedikit kondisi yang dapat

dikenal yang dapat menyebabkan masalah ortodontik yang cocok dengan

kelangsungan hidup jangka panjang.

2.1.2 Bahan Teratogen

Setiap ibu ingin melahirkan anak-anaknya ke dunia dengan sempurna.

Akan tetapi, banyak juga ibu yang melahirkan bayi-bayi dengan cacat saat bayi

dilahirkan. Hal ini dapat terjadi karena hanya sedikit ibu hamil yang tahu bahwa

cacat janin dapat disebabkan oleh berbagai bahan atau zat di sekitar kita. Bahan-

bahan yang secara kedokteran dapat memberikan efek gangguan pada janin dan

menimbulkan kecacatan dikenal sebagai bahan teratogenik. Bahan teratogenik

adalah bahan-bahan di alam ini yang dapat menyebabkan terjadinya cacat lahir

atau cacat fisik pada bayi yang terjadi selama bayi dalam kandungan. Bahan

teratogenik dapat menimbulkan bayi lahir dengan cacat lahir berupa cacat fisik

yang nampak maupun tidak nampak. Contoh kecacatan fisik yang nampak

contohnya bibir sumbing (cleft lips), kelainan bentuk ekstremitas, kelainan bentuk

kepala, tubuh maupun organ lain yang nampak dari luar. Sedangkan, cacat lahir

yang tidak nampak misalnya kelainan otak, penurunan kecerdasan (IQ), kelainan

3

Page 4: 4. Isi + Daftar Pustaka

bentuk jantung, pembentukan sekat jantung yang tidak sempurna, gangguan reaksi

metabolisme tubuh, kelainan ginjal atau bahkan kelainan organ reproduksi.

4

Efek teratogen

Syndrome kaki duyung, www.google.com

Page 5: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar. Bayi dengan kelainan pada wajah

Gambar. Bayi dengan kelainan microcephalus

Adanya kecacatan pada bayi secara fisik dapat menyebabkan bayi tumbuh

tidak sempurna, gangguan pada masa pertumbuhan, kecacatan, dan bahkan

kematian. Apabila bayi dapat tumbuh dewasa, kecacatan yang dibawanya sejak

lahir tentu akan mempengaruhi penampilan dirinya, misalnya kecerdasan lebih

rendah, kurang berprestasi, kurang percaya diri dan bahkan ketergantungan

mutlak kepada orang lain.

5

Page 6: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gangguan Proses Pembentukan Organ Tubuh

Janin akan berkembang dari satu sel menjadi banyak sel. Proses

pembentukan jaringan dan organ tubuh selama janin dalam kandungan dikenal

dengan istilah organogenesis. Proses ini berlangsung terutama pada saat

kehamilan trisemester pertama dan akan selesai pada awal trisemester ke dua atau

sekitar 16 minggu. Adanya bahan-bahan yang bersifat teratogenik akan

menimbulkan gangguan pada sel-sel tubuh janin yang sedang melakukan proses

pembentukkan organ tersebut. Akibat adanya gangguan tersebut, maka sel tidak

dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya dan menimbulkan

berbagai cacat lahir yang dapat terjadi pada organ luar maupun organ dalam.

Bahan teratogenik tidak hanya dapat menyebabkan kecacatan fisik. Bahan

tersebut juga dapat menimbulkan kelainan dalam hal psikologis dan kecerdasan.

Hal ini berhubungan dengan adanya gangguan pada pembentukan sel-sel otak

bayi selama ia dalam kandungan. Bila bayi terlahir dengan cacat fisik yang

nampak dan mungkin diperbaiki atau diterapi dengan cara pembedahan (misalnya

bibir sumbing dan kelainan katup jantung) maka mungkin kecacatan anak dapat

tertutup begitu anak menginjak dewasa dan mencegah terjadinya gangguan-

gangguan yang mungkin muncul saat bayi dewasa. Namun hingga kini belum

ditemukan cara untuk membalikkan gangguan yang terjadi pada sel-sel otak,

maupun kelainan pada metabolisme anak sehingga bila sudah terjadi gangguan

otak atau gangguan metabolisme maka akan sulit bagi bayi untuk tumbuh dan

berkembang dengan baik.

6

Page 7: 4. Isi + Daftar Pustaka

Menghindari Paparan Dengan Bahan Teratogen

Sampai saat ini belum ditemukan cara untuk mengobati efek yang timbul

akibat paparan bahan teratogenik pada ibu hamil. Satu-satunya jalan yang dapat

dilakukan oleh ibu hamil dalam mencegah efek bahan teratogenik adalah dengan

menghindari paparan bahan tersebut pada dirinya. Untuk itu perlu bagi ibu hamil

untuk mengetahui dan memahami bahan-bahan apa saja yang dapat memberikan

efek teratogenik. Bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan

golongannya yaitu :

1. Bahan teratogenik fisik

Yaitu bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik misalnya radiasi

nuklir, sinar gamma dan sinar-X (sinar Rontgen). Bila ibu terkena radiasi

nuklir (misalnya pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik

tersebut maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada

tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena

7

Cleft lips, www.google.com

Page 8: 4. Isi + Daftar Pustaka

agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai

macam organ.

Untuk menghindari terpajan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya

menghindari melakukan foto Rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto

Rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12

minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.

2. Bahan teratogenik kimia

Bahan berupa senyawa-senyawa kimia yang bila masuk dalam tubuh ibu

pada saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat menyebabkan

gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah

bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati

beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.

Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama

di negara-negara yang konsumi alkoholnya tinggi. Konsumsi alkohol pada

ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat

menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang

dikenal dengan fetal alkoholic syndrome. Konsumsi alkohol ibu dapat

turut masuk kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga

pertumbuhan otak terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi

mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi mengalami berbagai

kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.

Paparan rokok dan asap rokok pada ibu hamil terutama pada masa

organogenesis juga dapat menimbulkan berbagai kecacatan fisik. Ada

8

Page 9: 4. Isi + Daftar Pustaka

baiknya bila ibu berhenti merokok (bila ibu seorang perokok) dan

menghindarkan diri dari asap rokok. Ada baiknya bila sang ayah yang

perokok tidak merokok selama berada didekat sang ibu dalam

kehamilannya. Asap rokok bila terpapar pada janin-janin yang lebih tua

(lebih dari 20 minggu) dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan

lahir rendah, atau bayi kecil.

Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik.

Beberapa jenis obat antibiotik dan penghilang rasa nyeri juga memiliki

efek gangguan pada janin. Obat-obatan yang menimbulkan efek seperti

narkotik dan obat-obatan psikotropika bila dikonsumsi dalam dosis besar

juga dapat menimbulkan efek serupa dengan efek alkohol pada janin.

Untuk itu ada baiknya bila selama kehamilan terutama trisemester pertama

agar ibu berhati-hati dalam mengkonsumsi obat dan hanya mengkonsumsi

obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter.

Gambar. Bahan teratogen

9

Page 10: 4. Isi + Daftar Pustaka

Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan

berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek

teratogenik. Oleh karena itu, ada baiknya bila ibu membatasi diri dalam

bepergian ke tempat-tempat dengan tingkat polusi tinggi atau dengan

mewaspadai konsumsi makanan dan air minum tiap harinya. Hal ini

karena umumnya bahan tersebut akan mengendap dan tersimpan dalam

berbagai makanan maupun dalam air minum harian.

3. Bahan teratogenik biologis

Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu

hamil. Istilah TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan

Herpes Simpleks) merupakan agen teratogenik biologis yang umum

dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat

menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai

kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti

penyakit sifilis juga dapat memberikan efek teratogenik.

Ada baiknya bila ibu sebelum kehamilannya melakukan pemeriksaan

laboratorium pendahuluan untuk menentukan apakah ia sedang menderita

infeksi TORCH, infeksi virus atau bakteri lain yang berbahaya bagi

dirinya maupun kehamilannya. Bila dari hasil dinyatakan positif, ada

baiknya bila ibu tidak hamil lebih dulu sampai penyakitnya disembuhkan

dan telah dinyatakan fit untuk hamil.

Teratogen yang mempengaruhi perkembangan dentofasial

10

Page 11: 4. Isi + Daftar Pustaka

Teratogen Efek

Aminopterin Anencephaly

Aspirin Celah bibir dan palatum

Asap rokok (hipoksia) Celah bibir dan palatum

Cytomegalovirus Microcephaly,hydrocephaly,

micropthalmia

Dilantin Celah bibir dan palatum

Etil alcohol Defisiensi mid-face sentral

6-Mercaptourine Celah palatum

13-cis Retinoic acid

(Accutane)

Sindrom retinoic acid: malformasi

sesungguhnya sama seperti

mikrosomia hemifasial, sindrom

Treacher Collins

Virus Rubella Microphthalmia, katarak, tuli

Thalidomide Malformasi mirip mikrosomia

hemifasial, sindrom Treacher Collins

Toxoplasma Microcephaly,hydrocephaly,

micropthalmia

X-radiation Microcephaly

11

Page 12: 4. Isi + Daftar Pustaka

Valium Celah bibir dan palatum

Kelebihan vitamin D Penutupan sutura prematur

2.1.3 Intrauterine Molding

Tekanan yang terjadi saat perkembangan wajah pada waktu prenatal dapat

mengakibatkan ditorsi area wajah. Pada suatu kasus, lengan bayi menekan wajah

bayi pada saat intrautero dan setelah lahir tampak defisiensi maksila pada bayi

tersebut.

Ketika kepala janin tertekuk terlalu keras ke arah dada pada saat intrautero

dapat menghambat perkembangan wajah, yaitu membuat mandibula tidak tumbuh

ke arah depan secara normal. Tidak normalnya pertumbuhan mandibula ini akan

mengakibatkan sangat kecilnya mandibula bayi, dan kemungkinan juga disertai

oleh celah palatum karena retriksi ketika proses pada saat menutupnya palatum.

Hal ini berkaitan dengan berkurangnya volume cairan amnion.

12

Page 13: 4. Isi + Daftar Pustaka

Defisiensi mandibula saat lahir yang ekstrem ini dinamakan Pierre-Robin

anomaly. Sindrom ini mempunyai etiologi yang kurang jelas, bahkan penyebab

multipel dapat menuntun pada sequnce yang sama pada kejadian yang

menyebabkan deformitas. Berkurangnya volume pada rongga mulut dapat

membuat kesulitan bernafas saat lahir dan hal ini penting untuk melakukan

tracheostomy sehingga bayi dapat bernafas. Perpanjangan mandibula melalui

distraksi osteogenesis dapat membuat rongga saluran nafas menjadi cukup dan

tracheostomy dapat ditutup.

Oleh karena adanya tekanan terhadap wajah yang disebabkan masalah

pertumbuhan tidak akan ada setelah kelahiran, ada kemungkinan pertumbuhan

normal setelah itu dan mungkin nantinya pemulihan menyeluruh. Beberapa anak

dengan sequence sindrom Pierre-Robin saat lahir memiliki pertumbuhan

mandibula yang menguntungkan setelahnya, tetapi beberapa anak lainnya

membutuhkan pembedahan.

Telah diestimasikan bahwa sekitar satu pertiga dari pasien sindrom Pierre-

Robin mempunyai kecacatan pada formasi tulang rawan dan dapat dikatakan

menderita sindrom Stickler. Kelompok ini memiliki potensial pertumbuhan yang

13

Page 14: 4. Isi + Daftar Pustaka

terbatas. Menyusul pertumbuhan kebanyakan seperti ketika masalah murni yaitu

restriksi pertumbuhan mekanik yang tidak ada lama setelah lahir.

Tekanan pada saat intrauteri dan tekanan pada jalur lahir diteliti juga dapat

menyebabkan tidak simetrinya wajah. Tetapi hal ini biasanya dapat kembali

normal secara berangsur-angsur selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.

2.1.4 Missing Teeth Congenital

Tidak adanya gigi secara kongenital berasal dari gangguan selama initial

stages pada proses pembentukan gigi, inisiasi dan proliferasi. Anodontia adalah

kehilangan seluruh gigi, merupakan bentuk ekstrem. Oligodontia merupakan

ketiadaan kongenital dari banyak gigi, tetapi tidak seluruhnya, sedangkan istilah

hypodontia yang jarang digunakan menggambarkan keadaan kehilangan sebagian

kecil atau hanya beberapa gigi. Karena benih gigi susu menimbulkan benih gigi

permanen, tidak akan ada gigi permanen jika pendahulunya atau benih gigi

susunya hilang. Namun, mungkin saja gigi susu bisa muncul dan beberapa atau

seluruh gigi permanen tidak muncul.

Anodontia atau oligodontia biasanya berhubungan dengan abnormalitas,

ectodermal dysplasia. Seseorang dengan ectodermal dysplasia memiliki rambut

yang tipis dan jarang serta tidak memiliki kelenjar keringat di samping mengalami

kehilangan gigi yang khas. Namun, terkadang oligodontia terjadi pada pasien

yang tidak memiliki masalah sistemik yang jelas atau sindrom kongenital.

14

Page 15: 4. Isi + Daftar Pustaka

Anodontia dan oligodontia jarang terjadi, tetapi hypodontia adalah yang

relatif umum ditemukan. Penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa etiologi

model multifaktor polygenic merupakan penjelasan terbaik dalam etiologi. Secara

umum, jika hanya satu atau beberapa gigi hilang, gigi yang hilang pasti gigi yang

paling distal, dari berbagai tipe yang diberikan. Jika gigi molar hilang secara

kongenital, gigi yang hilang hampir selalu molar ketiga. Jika gigi incisivus yang

hilang, gigi yang hilang hamper selalu gigi lateral. Jika premolar yang hilang,

hampir selalu premolar ke dua dibanding premolar pertama. Jarang sekali jika

hanya gigi caninus yang hilang.

2.1.5 Malformasi Gigi

2.1.5.1 Geminasi

a. Definisi

Geminasi adalah bergabungnya dua gigi dari organ enamel yang sama.

Hasil yang khas adalah pembelahan parsial dengan munculnya dua

mahkota dan hanya mempunyai satu saluran akar. Kadang terjadi

15

Missing teeth, http://www.braces4oxford.co.uk/MissingTeeth.html

Page 16: 4. Isi + Daftar Pustaka

pembelahan lengkap atau kembar yang menghasilkan dua gigi dari satu

tooth germ. Pada geminasi, jumlah gigi normal tetapi ada satu gigi yang

mahkotanya terlihat lebih besar.

b. Prevalensi

Pada gigi sulung. Lebih sering terjadi pada incisivus.

c. Penatalaksanaan :

Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal /

labial / lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga

membutuhkan penambalan.

Jika gigi yang anomali tidak tanggal pada waktunya, dapat mengganggu

erupsi gigi permanen sehingga membutuhkan ekstraksi gigi sulung yang

anomali atau yang mengganggu erupsi gigi permanen.

16

Geminasi pada 4.1, http://www.smilebugg.com/pediatric-dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx

Page 17: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.5.2 Fusi

a. Definisi

Fusi adalah suatu kondisi di mana dua gigi tumbuh bergabung menjadi

satu gigi, bersatu pada sementum, dentin, dan enamel. Pada fusi, terlihat

adanya dua pulpa dan dua saluran akar. Dapat terjadi fusi lengkap dan

tidak lengkap. Fusi lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sepanjang

panjang gigi. Fusi tidak lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sebagian

panjang gigi (misal : apakah akarnya saja, atau mahkotanya saja).

Penggabungan juga dapat terjadi karena menyatunya dua tunas gigi yang

normal, menjadi supernumerary teeth. Akan tetapi, pada kasus fusi yang

sebenarnya, jumlah gigi lebih sedikit dari jumlah gigi normal jika gigi

yang anomali dihitung sebagai satu gigi.

b. Penyebab

Tidak diketahui secara pasti. Trauma dapat menjadi penyebab fusi.

c. Prevalensi

Pada gigi sulung. Lebih sering terjadi pada incisivus.

d. Penatalaksanaan

Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal /

labial / lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga

membutuhkan penambalan.

17

Page 18: 4. Isi + Daftar Pustaka

Jika gigi yang anomali tidak tanggal pada waktunya, dapat mengganggu

erupsi gigi permanen sehingga membutuhkan ekstraksi gigi sulung yang

anomali / yang mengganggu erupsi gigi permanen.

2.1.5.3 Twinning

Istilah-istilah seperti double teeth, double formations, joined teeth, fused

teeth, atau twinning sering digunakan untuk mendeskripsikan fusion ataupun

germination, yang keduanya adalah abnormalitas dalam pertumbuhan gigi.

18

Fusi antara 3.1 dengan 3.2 http://www.smilebugg.com/pediatric-

dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx

Fusi antara 1.1 dengan 1.2 http://www.smilebugg.com/pediatric-

dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx

Page 19: 4. Isi + Daftar Pustaka

Fusion adalah penggabungan dua gigi yang sedang tumbuh menjadi satu

gigi, sehingga jumlah keseluruhan gigi lebih sedikit satu gigi dari jumlah normal.

Gemination adalah gigi terlihat memiliki dua mahkota, tetapi setelah

dihitung jumlah keseluruhan, jumlahnya normal. Apabila gigi yang terlihat

memiliki dua mahkota tersebut dihitung dan ternyata jumlah keseluruhan gigi

lebih banyak daripada jumlah normal gigi, maka situasi seperti ini disebut dengan

twinning

Jadi dapat disimpulkan bahwa twinning adalah pembelahan lengkap satu

benih gigi menjadi dua gigi dan memiliki dua buah kamar pulpa. Twinning terjadi

karena adanya kelainan pada perkembangan embriologi gigi. Sehingga gigi yang

seharusnya tumbuh menjadi satu gigi mengalami pembelahan dan menjadi dua

gigi yang terpisah.

Situasi seperti ini dapat juga disebut gigi supernumerer. Gigi supernumerer

sendiri adalah gigi berlebih yang terjadi karena gangguan pada tahap

perkembangan inisiasi dan proliferasi gigi.

19

Page 20: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.5.4 Concrescence

a. Definisi

Mengacu pada tipe fusi yang mana gigi yang terbentuk merupakan

penyatuan hanya sebatas garis sementum.

b. Etiologi

Kelainan ini terjadi sbelum atau sesudah erupsi, dan kausa lainnya yang

juga banyak terjadi disebabkan oleh karena trauma lokal, dental crowding,

dan dislokasi gigi selama pembentukan.

c. Epidemiologi

Jarang terjadi pada anak-anak. Predileksi terjadi kebanyakan pada gigi

molar kedua dan ketiga rahang atas.

d. Gambaran klinis

Perubahan yang terjadi pada gigi dapat dilihat dari gambaran radiografi

20

Page 21: 4. Isi + Daftar Pustaka

e. Treatment

Tidak memerlukan perawatan tertentu, karena gigi yang terkena bersifat

asimtomatik.

2.1.5.5 Mikrodontia

a. Definisi

Microdontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari normal.

Microdontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih

sering ditemui daripada yang mengenai seluruh gigi. Kelainan ini lebih

sering terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-gigi sulung.

Selain itu juga lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.

Microdontia lebih sering terjadi pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi

molar tiga rahang atas

21

Concrescence, http://quizlet.com/3609002/radiographic-identification-flash-cards/

Page 22: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 1. Mikrodontia yang mengenai hampir seluruh gigi

b. Penyebab

Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia yang

mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan

yang diturunkan dari orangtua (congenital hypopituitarism). Selain itu bisa

juga disebabkan karena adanya radiasi atau perawatan kemoterapi saat

pembentukan gigi.

Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya mutasi pada gen

tertentu. Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu

(penyakit yang terdiri dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama),

seperti sindroma trisomy 21 atau sindroma ectodermal dysplasia. Selain itu

microdontia juga sering ditemui pada kelainan cleft lip and palate (bibir

sumbing dan celah pada langit-langit rongga mulut).

c. Gejala

22

Page 23: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 2. Gigi-gigi insisif dua yang mengalami microdontia memiliki ukuran

lebih kecil danberbentuk kerucut.

Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil daripada

ukuran yang normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama

seperti gigi normal hanya dengan ukuran yang lebih kecil.

d. Perawatan

Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi estetik untuk

memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan

mahkota tiruan (crown) atau dengan penambalan. Juga bisa dilakukan

perawatan orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk merapatkan ruangan

antar gigi-geligi bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi

Anda untuk mendapatkan perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki

kelainan ini.

2.1.5.6 Makrodontia

a. Definisi

Macrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal.

Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja.

Macrodontia total yang meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi,

biasanya hanya satu gigi saja yang mengalami kelainan ini. Macrodontia

lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

23

Page 24: 4. Isi + Daftar Pustaka

b. Penyebab

Macrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling

mempengaruhi. Macrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi

pada kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan

oleh adanya gangguan keseimbangan hormonal. Macrodontia yang hanya

mengenai gigi tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada

kelainan unilateral facial hyperplasia yang menyebabkan perkembangan

benih gigi yang berlebihan. Selain itu, macrodontia juga dapat

berhubungan dengan beberapa penyakit yang diturunkan.

Gambar 1. macrodontia yang mengenai gigi insisif sentral rahang atas

c. Gejala Klinis

Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal. 

Macrodontia merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi

permanen. Biasanya mengenai gigi molar tiga rahang bawah dan premolar

dua rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.

24

Page 25: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 2. Gigi-gigi depan tampak jauh lebih besar daripada gigi-gigi lainnya

d. Perawatan

Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi

menyebabkan keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang

berkurang. Perawatan kelainan ini biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi

dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami makrodontia. Bila tidak

mungkin dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya,

maka dapat dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan.Segera

lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda bila Anda memiliki kelainan

ini.

2.1.5.7 Gigi Supernumerer

a. Definisi

Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi

yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal.

Supernumerary teeth dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu

berjejal atau malah dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.

b. Penyebab

25

Page 26: 4. Isi + Daftar Pustaka

Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti.

Kelainan ini dapat terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat

pembentukan benih gigi, sehingga gigi yang terbentuk melebihi jumlah

yang normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari

orang tua. Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari

penyakit atau sindroma tertentu, yaitu cleft lip and palate (sumbing pada

bibir dan langit-langit), Gardner’s syndrome, atau cleidocranial dysostosis.

Pada kelainan-kelainan tersebut, biasanya supernumerary teeth mengalami

impaksi (tidakdapat tumbuh di dalam rongga mulut).

c. Gambaran Klinis

Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda

dengan gigi normal. Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti

kerucut), tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi), atau odontomec

(bentuknya tidak beraturan). Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada

rahang atas dibandingkan rahang bawah. Gigi berlebih ini juga dapat

terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu pada daerah gigi insisif depan

atas (disebut juga mesiodens), di sebelah gigi molar (disebut juga

paramolars), di bagian paling belakang dari gigi molar terakhir (disebut

juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar (disebut juga

parapremolars). Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah

mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan

gigi susu.

26

Page 27: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 1. Supernumerary teeth pada bagian depan rahang atas (mesiodens)

Gambar 2. Gigi-gigi yang berlebih pada bagian depan rahang bawah

d. Pemerikasaan

Biasanya dalam menentukan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan

radiografik dental atau panoramic untuk memastikan jumlah gigi memang

melebihi jumlah normal.

Gambar 3. Gambaran radiografik panoramik pada kasus supernumerary teeth

27

Page 28: 4. Isi + Daftar Pustaka

e. Perawatan

Diagnosa sedini mungkin dan perawatan yang tepat sangat diperlukan

untuk mencegah kelainan yang lebih parah. Perawatan yang dilakukan

oleh dokter gigi tergantung dari keparahan kasus. Biasanya dilakukan

tindakan pencabutan gigi yang berlebih atau hanya dilakukan observasi

bila ada pertimbangan-pertimbangan tertentu.

2.1.6 Celah Bibir dan Palatum

Celah bibir dan palatum merupakan cacat yang biasa ditemukan dan

mengakibatkan gambaran wajah yang abnormal dan gangguan bicara.

Kebanyakan celah bibir dan palatum mempunyai penyebab multifaktorial. Celah

bibir (kurang lebih 1:1000 kelahiran) lebih banyak terjadi pada pria (80%)

daripada wanita, angka kejadiannya lebih tinggi dengan bertambahnya usia ibu,

dan angka kejadian ini berbeda-beda pada berbagai kelompok penduduk yang

berlainan.

28

Page 29: 4. Isi + Daftar Pustaka

Apabila orang tua normal dan mempunyai seorang anak menderita celah

bibir, kemungkinan bayi berikutnya untuk mendapatkan cacat yang sama adalah

4%. Apabila dua saudara kandung terkena, risiko bagi anak berikutnya meningkat

menjadi 9%. Akan tetapi, apabila salah satu orang tuanya mengalami celah bibir,

dan mereka mempunyai satu anak yang menderita cacat yang sama, kemungkinan

anak berikutnya untuk terkena meningkat hingga 17%.

Frekuensi celah palatum jauh lebih kecil daripada celah bibir (1:2500

kelahiran), lebih sering terjadi pada wanita (67%) daripada pria, dan tidak

berhubungan dengan usia ibu. Apabila kedua orang tua normal dan mempunyai

seorang anak dengan celah palatum, kemungkinan bayi berikutnya untuk

menderita cacat ini kira-kira 2%. Akan tetapi, jika ada kelainan yang sama pada

seorang anggota keluarga lain atau orang tua dan anak yang menderita celah

palatum, kemungkinannya meningkat masing-masing menjadi 7% dan 15%. Telah

terbukti bahwa pada wanita lempeng-lempeng palatum bersatu kurang lebih 1

minggu lebih lambat daripada pria. Mungkin inilah yang lebih dapat menerangkan

mengapa sumbing palatum saja lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.

Obat-obatan antikonvulsan, seperti fenobarbital dan difenilhidantoin, yang

diberikan selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya celah palatum.

Foramen incisivum dianggap sebagai petunjuk pembagian antara cacat

sumbing depan dan belakang. Celah yang terletak di depan foramen incisivum

meliputi celah bibir lateral, celah rahang atas, dan celah antara palatum primer dan

sekunder. Celah ini disebabkan karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh

tonjol maksila dengan tonjol hidung medial pada satu atau kedua sisi. Celah yang

29

Page 30: 4. Isi + Daftar Pustaka

terletak di belakang foramen incisivum antara lain adalah celah palatum

(sekunder) dan celah uvula. Celah palatum disebabkan oleh tidak menyatunya

lempeng-lempeng palatina, yang kemungkinan disebabkan oleh kecilnya ukuran

lempeng tersebut, kegagalan lempeng untuk terangkat, hambatan proses

penyatuannya sendiri, atau gagalnya lidah untuk turun dari antara kedua lempeng

tersebut akibat mikrognatia. Golongan ketiga terbentuk oleh gabungan celah yang

terletak di depan maupun di belakang foramen incisivum. Sumbing depan dapat

bermacam-macam tingkatnya, mulai dari kelainan yang hampir tidak tampak pada

vermilion bibir hingga sumbing yang meluas ke dalam hidung. Pada kasus yang

lebih berat, sumbing meluas ke tingkat yang lebih dalam, karena itu membentuk

celah rahang atas. Maksila dengan demikian terbelah di antara gigi seri lateral dan

gigi taring. Seringkali, sumbing seperti ini meluas hingga ke foramen incisivum.

Demikian pula, sumbing belakang dapat bermacam-macam tingkatnya, mulai dari

sumbing yang mengenai seluruh palatum sekunder hingga sumbing pada uvula

saja.

Celah wajah miring ditimbulkan oleh gagalnya tonjol maksila untuk

menyatu dengan tonjol hidung lateral pasangannya. Apabila hal ini terjadi, ductus

nasolacrimalis biasanya terbuka dan tampak dari luar.

Celah bibir median, suatu kelainan yang jarang terjadi, disebabkan oleh

penyatuan dua tonjol hidung medial yang tidak sempurna di garis tengah.

Kelainan ini biasanya disertai oleh adanya suatu alur yang dalam di antara sisi

kanan dan kiri hidung. Bayi yang mengalami sumbing garis tengah sering

mengalami keterbelakangan mental dan mungkin mengalami kelainan otak

30

Page 31: 4. Isi + Daftar Pustaka

dengan berbagai derajat hilangnya struktur pada garis tengah (holoprosensefali).

Hilangnya jaringan garis tengah bisa demikian luas sehingga terjadi penyatuan

ventrikel lateral. Cacat ini timbul dalam perkembangan yang sangat dini pada saat

mulai terjadinya neurulasi (hari ke-19 sampai 21) ketika garis tengah otak depan

sedang dibentuk.

Patogenesis Celah Bibir

Celah bibir ini terjadi karena kegagalan bertemu dan bersatunya jaringan

ikat mesenkim dari struktur embriologi yang berbeda . Bibir sumbing yang sering

terjadi karena tonjol maxilla dan tonjol medial nasal gagal untuk menyatu.

2.1.7 Gangguan Pertumbuhan Skeletal

2.1.7.1 .Hipoplasia Maksila

Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland, hipoplasia berarti kurang atau tidak

sempurnanya perkembangan jaringan atau suatu organ, namun derajatnya lebih

31

Page 32: 4. Isi + Daftar Pustaka

ringan dibandingkan aplasia. Sedangkan dalam bukunya, Hugo L. Obwegeser

menyebutkan bahwa hipoplasia maksila merupakan salah satu bentuk anomaly

dari tulang maksila.

Defisiensi ini merupakan kondisi dimana tulang maksila tidak dapat

berkembang, baik itu kearah anterior maupun posterior. Hipoplasia maksila atau

defisiensi dimana vertikal merupakan ciri dominan dari sindrom muka pendek.

Etiologi

Pada umumnya, bentuk serta posisi tulang rahang pada setiap individu

dibentuk secara genetik. Beberapa orang harus menerima kelainan tertentu yang

bervariasi dari bentuk maupun posisi rahang normal. Etiologi dari abnormalitas

ini dapat diklasifikasikan ke berbagai kelompok, yang dapat didasarkan pada :

Garis keturunan atau genetik

Kelainan pertumbuhan pada masa embrional

Kerusakan atau gangguan pada masa postnatal, sebelum maupun sesudah

Pertumbuhan terhenti

Regulasi abnormalitas pertumbuhan pasca kelahiran

Umumnya kelainan yang dijumpai pada maksila, berasal dari tulang

alveolar, dimana biasanya terlihat apakah ada gigi atau tidak pada tulang tersebut.

Namun selain itu, abnormalitas lainnya juga dapat terlihat dari hubungan antara

32

Page 33: 4. Isi + Daftar Pustaka

tulang rahang maksila dan mandibula, serta hubungannya dengan beberapa tulang

skeletal wajah lainnya.

Kondisi kelainan ini kemungkinan juga dapat terlihat pada beberapa kasus

dari yang minim sampai yang moderat. Defisiensi ini dihubungkan dengan

keadaan hipoplasia atau retruksi maksila, atau bahkan keduanya. Pada kasus ini

kelainannya tergolong idiopatik, bahkan pasien dengan celah palatum merupakan

manifestasi dari tipe kelainan ini. Pasien dengan hipoplasia maksila seringkali

dikaitkan pada kondisi sindrom kraniofasial, yaitu Crouzon syndrome. Prosedur

pembedahannya tergantung dari bentuk anatomi serta seberapa parah manifestasi

klinis defisiensi maksila tersebut.

Reinert dkk menyebutkan bahwa defisiensi maksila dapat disebabkan oleh

adanya celah bibir dan palatum, deformitas kraniofasial, atropi pada edentulous

maksila, dan akibat trauma. Secara khusus pasien dengan defisiensi maksila yang

berat ditandai dengan adanya hipoplasia maksila dalam arah vertikal, horizontal,

transversal, dan biasanya memiliki struktur tulang yang lemah dan tipis. Pasien

dengan hipoplasia maksila seringkali terlihat pada usia dewasa muda, umumnya

dihubungkan dengan pasien celah bibir dan palatum.

33

Page 34: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.7.2 Hipoplasia mandibula

Hipoplasia mandibula merupakan keadaan dimana mandibula tidak

berkembang dengan sempurna sehingga menyebabkan ukurannya menjadi relatif

lebih kecil dari normal. Hipoplasia mandibula lebih dikenal dengan mikrognatia.

Hipoplasia mandibula yang sering dihadapi adalah perbedaan kraniofasial dan

dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu bawaan, perkembangan, dan

diperoleh. Kelainan ini biasanya mulai diketahui sejak penderita masih kanak-

kanak.

Penyebab hipolasia mandibula adalah :

1. Pierre robin syndrome

2. Hallerman- streiff syndrome

3. Trisomy 13

4. Trisomy 18

5. XO syndrome (turner syndrome)

6. Progeria

7. Treacher-collis syndrome

8. Smith-lemli- optz syndrome

9. Russell-silver syndrome

10. Seckel syndrome

11. Cri du chat syndrome

12. Marfan syndrome

34

Page 35: 4. Isi + Daftar Pustaka

Pierre Robin Syndrome

Nama lain Pierre Syndrome adalah Pierre Robin Complex atau sequence.

Pierre Robin Syndrome adalah keadaan dimana bayi memiliki rahang bawah yang

kecil, dengan kecenderungan lidah dan palatum lunak menurun. Hal ini bisa

menghambat jalur pencernaan dan jalur nafas terutama saat anak tidur. Penyebab

Pierre Robin Sindrom ini tidak diketahui.

Tanda yang umum muncul antara lain, rahang kecil, mulut kecil, dan

miopia. Perawatan mikrognatia : saat makan, penderita harus menggunakan teknik

makan dan peralatan khusus. Penderita dapat mempelajari teknik-teknik tersebut

melalui program khusus yang tersedia dikebanyakan rumah sakit.

Hallerman-streiff syndrome

Hallerman-streiff sindrome adalah kondisi genetik yang menyebabkan

kelainan penglihatan., gigi, tubuh pendek, dan cacat mental. Selain itu kepala

35

Page 36: 4. Isi + Daftar Pustaka

kecil, mulut kecil dan hidung bentuk paruh. Mata biasannya kecil, bahkan kadang

buta. Penyebab sindrome ini mungkin adalah mutasi atau perubahan material gen.

Trisomy 13

Nama lain trisomy 13 adalah Patau syndrome. Sindrom ini berkaitan

dengan ekstra material dari kromosom 13. Pasien dengan patau sindrom memiliki

tiga kopi kromosom 13.

Penyakit ini terjadi pada 1 dari 6000 kelahiran. Sindrom ini kebanyakan

tidak diturunkan. Bayi dengan trisomy 13 tidak bertahan lama karena sindrom ini

menyebabkan penyakit jantung.

36

Page 37: 4. Isi + Daftar Pustaka

Trisomy 18

Pasien dengan sindrom ini memiliki tiga kopi kromosom 18. Lebih sering

terjadi pada anak perempuan. Prognosisnya buruk, karena dalam hitungan minggu

akan meninggal, atau jika bertahan sampai remaja, maka akan ada masalah

medikal yang serius dan gangguan pertumbuhan.

XO syndrome (turner sindrom)

Nama lainnya adalah bonneviele-ulrich syndrome. Gonadal dysgenesis;

monosomy X. Sindrom ini hanya terjadi pada wanita. Pada sindrom ini, hanya ada

satu gen X. Pasien dengan turner sindrom bisa bertahan hidup, dibawah

pengawasan dokter.

37

Page 38: 4. Isi + Daftar Pustaka

Progeria

Progeria adalah kelainan genetik yang sangat jarang terjadi. Progeria

berasal dari bahasa Yunani yaitu geras yang berarti usia tua. Jadi penderita

mengalami penuaan dini dengan kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses

penuaan normal. Contohnya apabila seorang anak yang mengalami progeria

berumur 10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang berusia 40-70

tahun. Artinya, semua organ tubuh penderita tersebut, termasuk organ pernapasan,

jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan. Penyakit ini

disebabkan karena mutasi gen tunggal yaitu pada gen LMNA yang bertanggung

jawab terhadap pembentukan protein lamin A dan lamin C. Protein ini bertugas

menstabilitasi selaput dalam dari inti sel (inner membrane). Diduga

ketidakstabilan karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini

pada anak-anak penderita progeria. Dan hingga saat ini tidak ada terapi atau

pengobatan sama sekali bagi para penderita progeria. Pengobatan yang bisa

dilakukan baru sebatas simptomatik atau menangani gejala-gejala yang timbul dan

bukannya mengobati penyakit itu sendiri

38

Page 39: 4. Isi + Daftar Pustaka

Treachercollins syndrome

Nama lainnya mandibulofacial dystosis. Penyakit ini dikarakteristikkan

dengan craniofacial deformities ,bersifat herediter, dikarenakan protein treacle

yang tidak sempurna, sehingga terjadi mutasi. Biasanya pasien mengalami

gangguan pendengaran.

Smith-lemli-Opitz syndrome

Smith-lemli- Opitz syndrome adalah sindro autosomal recessive

dikarenakan deficiency enzim 3 betahydroxysterol-delta 7-reductase (7-

dehydrocholesterol-delta 7-reductase [ DHCR7 ] EC 1.3.1.21), enzim terki didalam

sterol syntethic pathway yang mengkonversi 7-dehydrocholesterol (7DHC)

menjadi cholesterol. Dan untuk perawatannya dapat menggunakan :

chenodeoxycholic acid, cholesterol, Simvastatin, ursodeoxycholic acid

39

Page 40: 4. Isi + Daftar Pustaka

Russell-silver syndrome

Russell-silver syndrome adalah kelainan saat kelahiran yang meliputi

pertumbuhan yang terhambat, bayi lahir dengan berat berkurang, perbedaan

ukuran di kedua sisi tubuh. Sebabnya karena ada cacat gen yang disebut “maternal

uniparental disomy (UPD)” pada kromosom 7. Pasien dengan sindrom ini

memiliki intelegensi yang normal namun kesulitan untuk belajar. Perawatan bagi

penderita russel-silver sindrom adalah dengan memberikan makanan yang

seimbang, terapi fisik(pertumbuhan tulang yang terhambat), terapi bicara (bagi

penderita yang kesulitan dalam menelan makanan dan mengunyah), menemukan

seorang guru spesialis yang dapat mengajarkan penderita dengan cara yang

khusus.

Cri du chat syndrome

40

Page 41: 4. Isi + Daftar Pustaka

Cri du chat syndrome adalah sindrom dengan kekurangan kromosom

nomor 5. Hal ini membuat suara tangis bayi seperti suara kucing (nada tinggi).

Marfan sindrom

Sindrom Marfan merupakan kelainan jaringan ikat yang biasanya

menyebabkan cacat kerangka. Orang dengan sindrom Marfan menunjukkan

anggota tubuh yang panjang dan jari yang terlihat seperti laba-laba, dada

abnormal, tulang belakang melengkung dan langit-langit mulut yang tinggi dan

crowding pada gigi maksila. Paling signifikan dari sindrom ini adalah adanya

kelainan kardiovaskular, yang mungkin mencakup pembesaran (dilatasi) dari

dasar aorta. Karena sindrom Marfan biasanya bersifat herediter, calon orangtua

dengan sejarah keluarga sindrom Marfan harus mendapatkan konseling genetik.

41

Page 42: 4. Isi + Daftar Pustaka

Seckel syndrome

Anak dengan kelainan ini akan mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil

dari manusia normal pada umumnya. Ciri-ciri yang menyertai yaitu, "Seluruh

tulang tubuhnya sangat pendek, kepala kecil, rahang yang kecil(mikrognatia), dan

hidungnya seperti burung," ungkap Eri.

Biasanya dari lahir pun bayi ini sudah menunjukkan ciri yang sangat khas,

"Berat badannya hanya sekitar 1-2 kg dan sampai dewasa tingginya tak lebih dari

104 cm," tambahnya. Anak dengan kelaian ini rata-rata mempunyai IQ tidak lebih

dari 50(mental retardation).

Anak penderita seckel syndrome mempunyai harapan hidup yang tinggi,

"Bahkan pernah dilaporkan ada yang sampai berusia 75 tahun," ujarnya. Mutasi

spontan juga dimungkinkan sebagai penyebab kelainan ini. Perawatan bagi

penderita ini hanya fokus kepada penyakit-penyakit yang dapat muncul terutama

gangguan darah (blood disorders)

42

Page 43: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.8 Dental Anomaly

2.1.8.1 Amelogenesis Imperfecta

Amelogenesis imperfecta merupakan suatu kelompok kelainan genetik

yang beraneka ragam yang menunjukkan pembentukan enamel yang salah dan

mempengaruhi pertumbuhan gigi sulung dan permanen. Kelainan ini terbatas pada

enamel sedangkan komponen yang lainnya dalam batas normal. Pembentukan

enamel normal terjadi atas tiga tahap :

1. Pembentukan matriks enamel (fungsi ameloblast)

2. Mineralisasi matriks enamel (mineralisasi primer)

3. Maturasi enamel (mineralisasi sekunder)

Tipe amelogenesis imperfecta yang berhubungan dengan kerusakan tahap

– tahap ini yaitu :

1. Tipe hypoplastic (focal atau generalized) yang menunjukkan penurunan

pembentukan matriks enamel disebabkan gangguan fungsi ameloblasts.

2. Tipe hypocalcified yang menunjukkan defek yang lebih berat dalam

mineralisasi matriks enamel.

3. Tipe hypomaturation yang menunjukkan perubahan yang lebih ringan

dalam mineralisasi kristalit enamel yang immature dimana letaknya focal

atau generalized.

Gambaran Klinis

1. Tipe hypoplastic

43

Page 44: 4. Isi + Daftar Pustaka

Enamelnya lebih tipis dari yang nornal baik focal maupun generalized.

Radiodensitas enamelnya lebih besar dibanding dentin.

2. Tipe hypocalcified

Enamelnya dalam batas ketebalan normal tetapi lebih lembut dari yang

normal dan dapat dengan mudah dihilangkan dengan instrumen tumpul.

Radiodensitas enamel lebih kecil dari dentin.

3. Tipe hypomaturation

Ketebalan enamel normal namun kekerasannya tidak normal dan

translusen; enamel dapat ditembus oleh ujung dental explorer dengan

tekanan keras dan dapat dikelupas dari dentin normal yang mendasarinya.

Radiodensitas enamel sama dengan dentin. Bentuk yang paling ringan dari

hipomaturasi menunjukkan perabaan keras pada enamel dan terdapatnya

flek putih opak pada area insisif gigi.

Amelogenesis imperfect tipe Hypoplastik

Gambaran Radiografis

Gambaran radiologi amelogenesis imperfecta bermacam-macam sesuai

tipe. Pada tipe smooth hypoplastic, lapisan enamelnya luar biasa tipis dan

44

Page 45: 4. Isi + Daftar Pustaka

radiodensitasnya lebih tinggi dibanding dentin yang berdekatan. Pada tipe

hypocalcified lapisan enamel hanya terlihat sedikit atau tidak ada. Pada tipe

hypomaturation, radiodensitas enamelnya hampir sama dengan dentin normal.

Gambaran radiografi pada amelogenesis imperfect

2.1.8.2 Dentinogenesis Imperfecta

Dentinogenesis imperfecta merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi.

Angka kejadian di Amerika 1 dalam 8000 populasi. Namun demikian bila kasus

tersebut ditemukan maka estetik terlihat buruk, dan atrisi yang berjalan cepat. Jika

tidak dirawat atrisi akan bertambah parah dan dapat mempengaruhi tinggi wajah,

penampilan, serta mengganggu fungsi otot pengunyahan.

Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan genetik yang

mempengaruhi struktur gigi, akibat terjadi gangguan pada tahap histodiferensiasi

pertumbuhan dan perkembangan gigi. Pada waktu histodiferensiasi, terjadi proses

diferensiasi sel, proliferasi, pergeseran dan pematangan sebagai dental organ

45

Page 46: 4. Isi + Daftar Pustaka

melalui tahap lonceng dan aposisi. Bagian perifer dari dental organ akan menjadi

odontoblas, lapisan ini akan membentuk dentin. Gangguan diferensiasi sel sel

formatif benih gigi akan menghasilkan struktur email dan dentin yang abnormal.

Kegagalan odontoblas berdiferensiasi pada tahap ini akan menghasilkan struktur

dentin abnormal, yang dikenal dengan dentinogenesis imperfecta.

Klasifikasi dari dentinogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:

1. Shields tipe I dentinogenesis imperfecta yang terjadi bersamaan dengan

Osteogenesis imferfecta

2. Shields tipe II dentinogenesis imperfecta yang terjadi tidak bersamaan

dengan osteogenesis imferfecta

3. Shields tipe III dentinogenesis imperfecta yang terjadi pada populasi

Brandywine di Maryland Selatan, Amerika.

Patogenesis Dentinogenesis imperfecta

Dentinogenesis merupakan proses pembentukan dentin. dentinogenesis

imperfecta adalah suatu kelainan genetik yang mempengaruhi struktur kolagen

dentin selama embriogenesis terutama pada tahap diferensiasi jaringan dan

formasi matriks orgamik. Dentinogenesis imperfecta terjadi gangguan pada tahap

histodiferensiasi perkembangan gigi. Selama tahap histodiferensiasi terjadi

diferensiasi sel pada dental papilla menjadi odontoblas dan sel epitel email dalam

menjadi ameloblas. Histodiferensiasi, terjadi proses diferensiasi sel, proliferasi,

pergeseran dan pematangan sebagai dental organ melalui tahap lonceng dan

aposisi. Bagian perifer dari dental organ akan menjadi odontoblas, lapisan ini akan

46

Page 47: 4. Isi + Daftar Pustaka

membentuk dentin. Gangguan diferensiasi sel-sel formatif benih gigi akan

menghasilkan struktur email dan dentin yang abnormal, salah satunya adalah

dentinogenesis imperfecta.

Akibat Dentinogenesis imperfecta

Dentinogenesis imperfecta dapat menimbulkan pewarnaan gigi, dan gigi

sensitive akibat atrisi, berkurangnya tinggi gigitan, gangguan fungsi otot-otot

pengunyahan, dan gangguan fungsi bicara yang kan mengganggu penampilan

seseorang. Adanya atrisi yang ditimbulkan akibat rapuhnya struktur gigi, sehingga

dentin akan mudah terbuka, dengan demikian gigi akan menjadi lebih sesitif yang

mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara. Berkurangnya tinggi gigitan dapat

menyebabkan oklusi abmormal, selanjutnya akan mengganggu sendi

temporomandibula.

Gambaran Klinis

Dentinogenesis imperfecta dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi

permanen.Secara klinis dapat terlihat, mukosa mulut terlihat normal, gigi

berwarna abu-abu agak transparan sampai agak kecoklatan Kemudian segera

setelah gigi sulung erupsi lengkap, enamel relative mudah patah dari bagian

insisal edge pada permukaan gigi anterior dan permukaan oklusal dari gigi

posterior. Selanjutnya bagian dentin yang relative lunak akan mudah terkikis,

47

Page 48: 4. Isi + Daftar Pustaka

sehingga tubuli dentin terbuka, hal ini dapat menimbulkan rasa ngilu. Selanjutnya

pulpa mudah tereksponasi bahkan terjadi pulpa nekrosis. Kadang-kadang diikuti

dengan kerusakan jaringan gingival. Dentinogenesis imperfecta biasanya

mempunyai ukuran normal, namun pada permukaan servikal terlihat pengerutan,

sehingga mahkota gigi terlihat membulat. Pada pemeriksaan radiologis terlihat

akar yang ramping dan pendek, kavum pulpa terlihat kecil atau hampir tidak

terlihat, saluran akar kecil atau bahkan terlihat seperti garis tipis. Kondisi ini

merupakan indikasi kerusakan/ gangguan jaringan mesodermal. Kadang-kadang

ditemukan periapikal rasiolusen pada gigi sulung. Adakalanya akar patah bahkan

multiple fracture dapat terjadi, yang biasanya pada pasien yang lebih tua. Apabila

dibandingkan dengan gigi sulung maka pada gigi permanen biasanya relative

lebih baik kondisinya.

Dentinogenesis imperfect

Gambaran Histologis

Struktur jaringan enamel dan dentin terlihat normal, dentinoenamel

junction pun tidak tampak sebagai jaringan yang terganggu. Namun demikian

48

Page 49: 4. Isi + Daftar Pustaka

ditemukan hubungan daerah fraktur pada permukaan enamel karena ada

lekukan/scalloping yang kurang pada dentinoenamel junction. Tubuli dentin

terlihat berkurang jumlahnya, dan terlihat tidak beraturan dan bercabangcabang.

Gigi incisive rahang bawah pada pasien dengan dentinogenesis imperfecta

Perawatan Dentinogenesis imperfecta

Tujuan utama perawatan Dentinogenesis imperfecta adalah untuk

memperbaiki penampilan, mengembalikan dimensi vertical pasien,

mengembalikan fungsi pengunyahan, mencegah terjadi abrasi, mempertahankan

kesehatan mulut, dan mengembalikan kepercayaan pada diri pasien.

Kelainan gigi yang terjadi pada dentinogenesis imperfecta dapat mengenai

semua permukaan gigi, dari gigi anterior sampai posterior. Rencana perawatan

yang tepat sangat menentukan keberhasilan perawatan. Terdapat bermacam-

macam restorasi yang dapat digunakan dalam perawatan ini, seperti resin

komposit untuk gigi anterior, mahkota stainless steel untuk gigi posterior,

mahkota celluloid strip untuk gigi sulung dan gigi tetap muda anterior, veneer,

dan overdenture untuk gigi dengan atrisi yang luas.

49

Page 50: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.8.3 Hipoplasia Email, Dentin, dll

Enamel hypoplasia (EH) merupakan suatu cacat dalam enamel gigi yang

mengakibatkan kurang kuantitas enamel dari biasanya. Cacat dapat menjadi

lubang kecil atau penyok di gigi. Tipe cacat ini dapat menyebabkan sensitivitas

gigi, mungkin tak sedap dipandang atau mungkin lebih rentan terhadap rongga

gigi. Beberapa kelainan genetika menyebabkan semua memiliki enamel gigi

hypoplasia.

Gambar: enamel hipoplasia

pada gigi anterior

EH dapat terjadi pada setiap gigi atau beberapa gigi. Ini dapat muncul

putih, kuning atau kecoklatan di warna dengan permukaan kasar atau berbintik-

bintik. Dalam beberapa kasus, kualitas enamel dipengaruhi maupun kuantitas.

50

Page 51: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar: enamel hipoplasia pada gigi posterior

Lingkungan dan faktor genetik yang mengganggu pembentukan gigi

dianggap bertanggung jawab atas EH. Ini termasuk trauma pada gigi dan rahang,

intubasi bayi prematur, infeksi selama kehamilan atau masa kanak-kanak, miskin

pra-natal dan post-natal gizi, hipoksia, paparan bahan kimia beracun dan berbagai

kelainan herediter. Sering, penyebab EH di anak tertentu sulit untuk ditentukan.

Pilihan perawatan tergantung pada tingkat keparahan EH gigi tertentu dan

gejala dengan itu. Pengobatan yang paling konservatif terdiri dari ikatan bahan

berwarna gigi ke gigi untuk melindunginya dari memakai lebih lanjut atau

sensitivitas. Dalam beberapa kasus, sifat mencegah pembentukan enamel ikatan

yang dapat diterima. Kurang terapi konservatif pilihan, tetapi sering diperlukan

termasuk penggunaan stainless steel crown, mahkota cast permanen atau

ekstraksi gigi yang terkena dan penggantian dengan jembatan atau implant.

Displasia dentin

Displasia dentin merupakan suatu kelainan turunan dari dentin yang

ditandai oleh perubahan-perubahan dalam bentuk pulpa dan radiolusensi-

radiolusensi idiopatik dari apeks akar.

Gambaran klinis

51

Page 52: 4. Isi + Daftar Pustaka

Kelainan displasia dentin ini diklasifikasikan dalam 2 tipe, kedua tipe ini

adalah autosomal dominan dan dapat mengenai gigi-geligi sulung dan gigi tetap.

Kedua tipe dysplasia dentin itu, yaitu :

1. Displasia dentin radikuler

Gigi-geligi sulung dan tetap pada kelainan tipe ini terlihat normal secara

klinis, tapi pada gambaran radiografi menunjukan kelainan perkembangan

akar dengan hampir tidak ada pembentukan akar sama sekali dan juga ada

batu pulpa besar serta penyumbatan pulpa yang total dari gigi-geligi

sulung sebelum erupsi gigi. Selain itu, kelainan ini juga ditandai dengan

gigi-geligi yang goyang dan radiolunsi periapikal multiple yang tidak

diketahui sebabnya

2. Dysplasia dentin koronal

Pada kelainan tipe ini, saluran pulpa gigi-geligi sulung seringkali

tersumbat semua karena mengalami dentinogenesis imperfekta. Namun,

pada geligi tetapnya tampak normal secara klinis, kecuali pada saluran-

saluran pulpa yang lebih sempit dan berbentuk bunga widuri yang

seringkali ditempati oleh dentikel-dentikel. Sedangkan pada akar gigi

kemungkinan berbentuk pendek, tumpul, menguncup , dan mempunyai

garis-garis radiolusen horizontal.

52

Page 53: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar. Dysplasia dentin tipe 2

2.1.9 Disproporsi Ukuran Gigi Dengan Rahang

2.1.9.1 Crowding

Crowding merupakan suatu istilah yang umum dalam bidang kedokteran

gigi untuk menggambarkan keadaan gigi yang berjejal/bertumpuk. Gigi yang

berjejal bisa terjdi di beberapa tempat, pada gigi-gigi depan, gigi belakang atau

pada tempat tertentu saja seperti gigi taring yang tidak kebagian tempat (sering

disebut sebagai gingsul). Gigi gingsul/gigi taring yang berada lebih ke depan

daripada lengkungnya di sebut sebagai caninus ectopic. (caninus = gigi taring,

ectopic = terdapat dalam posisi atau bentuk yang tidak biasa, jadi  caninus ectopic

= gigi taring yang terletak pada posisi yang tidak biasanya).

Dulu gigi berjejal sering dianggap sebagai ‘tanda’ atau ciri khas seseorang

dan bila dirapikan maka ciri khas itu akan hilang, oleh karena itu tidak semua

orang yang giginya gingsul berniat merapikan giginya. Kini anggapan itu sedikit

berubah. Karena sesungguhnya merawat gigi bertumpuk lebih sulit daripada

merawat gigi yang terletak dalam satu lengkung yang sama. Bila gigi bertumpuk

yang terkena sikat gigi pada saat pembersihan adalah gigi pada lengkung terluar.

53

Page 54: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gigi yang tersembunyi sulit dibersihkan. Setelah selesai makan pun makanan

lebih mudah tertinggal dan terselip pada gigi yang berjejal.

Gigi berjejal juga menyulitkan oklusi (berkontaknya gigi atas dan gigi

bawah) dengan sempurna. Sebab lengkung gigi atas dan bawah tidak selamanya

bertemu, karena letaknya yang tidak teratur. Bisa jadi salah satu atau beberapa

gigi tidak mempunyai kontak dengan gigi lawannya, sehingga pengunyahan pun

tidak dapat berlangsung optimal. Tak jarang ketidakteraturan gigi menyebabkan

otot dan sendi rahang sakit/mengalami kelainan karena harus bekerja keras

menciptakan keseimbangan sistem pengunyahan yang ditentukan juga oleh faktor

lidah, otot dan sendi rahang selain dari gigi-gigi.

Crowding merupakan kondisi berjejalnya gigi-geligi. Dengan

mempertimbangkan jumlah kekurangan ruang, crowding dibagi menjadi tiga

kategori : first degree crowding, second degree crowding, dan third degree

crowding.

Primary (hereditary) crowding dipengaruhi oleh genetik, dimana

mengakibatkan tidak proporsionalnya antara ukuran gigi dengan ukuran rahang.

Perpindahan dari gigi atau geligi anterior dari posisi normal dalam lengkung gigi

merupakan karakteristik dari tipe ini.

Secondary crowding disebabkan oleh mesial drifting dari gigi posterior

setelah terjadi premature loss gigi sulung pada segmen lateral.

Penyebab dari tertiary crowding masih diperdebatkan. Crowding jenis ini

(terutama gigi anterior bawah), terjadi pada usia antara 18-20 tahun, dan

54

Page 55: 4. Isi + Daftar Pustaka

terhubung dengan erupsi gigi molar ketiga. Hal ini dipengaruhi oleh adanya

anomali pertumbuhan anteroposterior pada lengkung rahang atas maupun bawah.

2.1.9.2 Diastema

Diastema atau Spacing adalah suatu ruang yang terdapat di antara dua

buah gigi yang berdekatan. Diastema ini merupakan suatu ketidaksesuaian antara

lengkung gigi dengan lengkung rahang. Bisa terletak di anterior maupun di

posterior, bahkan bisa mengenai seluruh rahang.

Diastema merupakan salah satu maloklusi pada Klas I Angle. Maloklusi

ini sering tetjadi pada masa gigi bercampur, tetapi dapat berlanjut pada masa gigi

permanen. Namun, selama tahap gigi campuran adanya midline diastema antara

insisif sentral maksila adalah kejadian normal. Pada kebanyakan kasus, ukuran

dari diastema dapat bervariasi antara 1.0 dan 3.0 mm. Diastema biasanya akan

menutup seiring kaninus maksila erupsi penuh dan tidak memputuhkan campur

tangan perawatan ortodontik. Jika diastema bertahan pada tahun gigi permanen

dan jika pasien mempersoalkannya, maka klinisi dapat mempetimbangkan untuk

menutupnya secara ortodontik atau dengan menambal gigi tersebut dengan

komposit.

Perawatan diastema pada masa gigi permanen dilakukan untuk

mendapatkan oklusi yang ideal serta kepentingan estetis. Diastema dapat dirawat

55

Page 56: 4. Isi + Daftar Pustaka

dengan pesawat ortodonti yang disesuaikan dengan derajat keparahannya.

Penggunaan retainer penting pada perawatan diastema oleh karena diastema

sering relaps setelah pesawat ortodonti dilepas. Retainer cekat sangat disarankan

setelah perawatan diastema selesai.

Pertimbangan Klinis

Kecuali ada indikasi yang spesifik untuk menutup diastema pada awal

tahap gigi campuran, hal tersebut seharusnya dibiarkan tidak dirawat untuk

menghindari impaksi dari kaninus permanen maksila. Hal ini dikarenakan pada

awal tahap perkembangan gigi, ujung cusp kaninus yang sedang erupsi lebih dekat

ke apikal insisif lateral. Memposisikan akar insisif yang berinklinasi mesial

menjadi posisi tegak lurus dengan alat ortodontik dapat menempatkan akar insisif

lateral pada jalan erupsi gigi kaninus. Pergerakan ini berpotensi mengakibatkan

impaksi kaninus yang sedang erupsi atau resorpsi akar insisif lateral. Perawat

ortodontik yang melibatkan pergerakan tersebut seharusnya ditunda sampat level

ujung cusp kaninus permanen, setidaknya melewati 1/3 apikal akar insisif lateral.

Indikasi perawatn dini adalah untuk midline diastema yang besar,

termasuk adanya gigi supernumerary (mesiodens) antara gigi insisif sentral atau

adanya diastema besar yang abnormal yaitu 4,0 m atau lebih. Pada kasus ini,

mahkota insisif sentral yang divergen akan mengganggu ruangan yang dibutuhkan

untuk erupsi insisif lateral.

Tes Blanche digunakan untuk menentukan apakah frenulu labial maksila

meluas ke lingual antara insisif lateral menuju papila insisif. Test ini dilakukan

56

Page 57: 4. Isi + Daftar Pustaka

dengan menarik bibir atas ke arah atas dan keluar. Jika daerah pucat meluas ke

papila insisif, kemungkinanan mengindikasikan adanya perlekatan fenulum

abnormal. Pada kebanyakan kasus, perlekatan frenulum akan menyusut seiring

usia dan tanpat perlu dilakukan tindakan bedah. Frenektomi diindikasikan dan

harus ditunda sampai perawatan ortodontik selesai.

2.1.10 Disproporsi Ukuran Rahang Atas Dengan Rahang Bawah

2.1.10.1 Kelas II Skeletal

Kelas ini merupakan tipe maloklusi dengan mandibula yang relatif lebih

kecil dibanding maksila. Masalah pada kelas ini adalah hubungan gigitan yang

abnormal, di mana maksila beserta gigi yang berada di maksila letaknya terlalu

jauh di depan mandibula. Hal ini menghasilkan buck teeth atau rabbit teeth.

Bentuk wajah pasien retrognatik dan cenderung mempunyai dagu yang mengecil.

Sekitar 22% kasus maloklusi termasuk dalam kategori ini.

Pada kebanyakan kasus, hal ini disebabkan oleh maloklusi skeletal dan

bersifat keturunan.

57

Page 58: 4. Isi + Daftar Pustaka

2.1.10.2 Kelas III Skeletal

Masalah pada kelas III umumnya disebut under bite dan terutama berasal

dari genetik. Orang dengan kelas maloklusi ini cenderung mempunyai wajah yang

panjang dan sempit, serta palatal vault yang tinggi, sehingga meningkatkan

aktivitas bibir atas dan mengurangi aktivitas bibir bawah. Pada kasus ini,

mandibula terkesan terlalu besar, tapi pada banyak kasus kesalahannya terdapat

pada kurang berkembangnya maksila. Hal ini dapat menyebabkan gigi anterior

bawah lebih maju dibandingkan gigi anterior atas dan menghasilkan cross bite.

Gigi anterior dapat berhubungan secara edge-to-edge atau crossbite. Bentuk wajah

pasien kebanyakan cekung dengan dagu yang menonjol. Sekitar 6% kasus

maloklusi termasuk dalam kategori ini.

58

Page 59: 4. Isi + Daftar Pustaka

Maloklusi kelas II dan kelas III biasanya membutuhkan perawatan

ortodontik atau operasi yang lebih lama daripada maloklusi kelas I. Perbaikan

dengan operasi untuk maloklusi kelas II dan kelas III akan langsung memperbaiki

penampilan, memberikan hubungan gigi geligi yang lebih baik, dan juga

meningkatkan fungsinya.

2.1.10.3 Protrusi Bimaksiler

Tipe dari masalah oklusal berhubungan dengan ketidakseimbangan otot

orofacial adalah protrusi bimaksilari. Gigi-gigi atas dan bawah bergerak ke arah

labial oleh gaya dari lidah dan otot orofacial. Pada diagnosis yang berbeda,

susunan otot dapat diamati :

Lidah berperan sebagai moving force pada gigi-gigi atas dan bawah.

Rangkaian stress anterior dari lidah akan menggerakkan gigi-gigi atas dan

bawah ke arah labial.

Jika gigi posterior dalam posisi oklusi, gaya otot masseter normal. Jika

gigi posterior tidak dapat beroklusi karena aksi dari lidah, atau mempunyai

hubungan oklusal yang buruk, maka gaya otot masseter lemah.

Terdapat otot orbicularis oris yang lemah karena protrusi dari lidah

melewati insicivus atas.

59

Page 60: 4. Isi + Daftar Pustaka

Terdapat otot mentalis yang berkembang berlebihan karena aktivitas

berlebih dari otot mentalis sebagai hasil dari wajah yang geringsing selama

aktivitas penelanan.

2.1.11 Postnatal

2.1.11.1 Maloklusi Pengaruh Lingkungan

Sistem Stomatognatik

Pengaruh dari faktor lingkungan selama masa pertumbuhan dan

perkembangan dari wajah, rahang, dan gigi sebagian besar terdiri dari tekanan dan

gaya yang berkaitan dengan aktivitas fisiologis. Fungsi fisiologis tersbut harus

dapat beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya, bagaimana cara mengunyah dan

menelan ditentukan dari apa makanan yang kita makan. Tekanan terhadap

aktifitas rahang dan gigi akan terjadi selama kedua kegiatan tersebut terjadi

bersamaan dan bisa mempengaruhi bagaimana rahang terbentuk dan erupsi gigi.

Hubungan antara bentuk anatomi dan fungsi fisiologis ini nyata pada

semua hewan. Dari waktu ke waktu selama evolusi, adaptasi pada rahang dan gigi

60

Page 61: 4. Isi + Daftar Pustaka

sudah menonjol di dalam catatan fosil. Bentuk dan fungsi hubungan pada tingkat

ini dikendalikan secara genetik meskipun penting untuk mengetahui pemahaman

umum tentang kondisi manusia, tidak ada hubungannya dengan deviasi setiap

individu dari normal saat ini.

Di sisi lain, terdapat banyak alasan untuk mencurigai hubungan bentuk

dan fungsi selama hidup individu mungkin signifikan dalam perkembangan

maloklusi. Meskipun perubahan bentuk tubuh seseorang sedikit, seorang individu

yang melakukan pekerjaan fisik yang berat meskipun masih remaja, telah

memiliki otot yang lebih besar dan lebih kuat dan sistem kerangka(skeletal) yang

lebih kuat daripada orang seumurannya. Fungsi dapat mempengaruhi

pertumbuhan rahang, fungsi yang berubah akan menjadi penyebab utama

maloklusi, dan akan sangat wajar apabila terdapat terapi latihan mengunyah dalam

perawatan orthodonti. Akan tetapi jika fungsi hanya menghasilkan perbedaan

sedikit atau tidak ada dalam pola pengembangan individu, berubahnya fungsi pada

rahang pada seseorang mungkin akan terjadi jika terdapat impaksi, dari penyebab-

penyebabnya atau dari terapi. Karena pentingnya dalam orthodonsi kontemporer,

penekanan khusus ditempatkan di sini untuk mengevaluasi kontribusi fungsional

potensial untuk etiologi maloklusi yang mungkin kambuh setelah pengobatan.

Teori Equilibrium

Teori ekuilibrium banyak dipakai pada bidang teknik. Teori ekuilibrium di

bidang teknik ini menyatakan bahwa obyek diberikan gaya tambahan yang

berlebihan maka objek tersebut akan berpindah ke posisi yang berbed. Namun jika

61

Page 62: 4. Isi + Daftar Pustaka

ada sesuatu yang dikenakan sesuatu kekuatan namun tetap di posisi yang sama

atau gaya tidak meberikan pengaruh apa-apa, maka dapat dikatakan bahwa gaya-

gaya yang diberikan itu seimbang atau equlibrium. Dari perspektif ini, gigi-gigi

jelas berada dalam suatu kesetimbangan atau ekulibrium, karena gigi selalu

mendapatkan gaya yang bervariasi tetapi tidak berpindah posisi pada keadaan

normal. Bahkan ketika gigi bergerak, gerakannya sangat lambat, sehingga

ekuilibrium statik dapat dianggap ada secara instan setiap saat.

Efektivitas pengobatan ortodonti itu sendiri merupakan suatu hal yang

secara tidak langsung membuat pertumbuhan gigi normal berada dalam

kesetimbangan. Gigi biasanya mendapat gaya dari kegiatan mengunyah, menelan

dan berbicara tetapi tidak akan terjadi pergeseran (movement). Tetapi jika gigi

terkena suatu gaya yang terus-menerus pada pemakaian alat ortodontik, maka

akan bergerak. Dilihat dari sudut pandang bidang teknik, gaya yang diberikan

oleh pemakaian ortodontik telah mengubah keseimbangan sebelumnya, sehingga

menyebabkan perpindahan atau pergerakkan gigi.

Pertimbangan teori keseimbangan ini juga berlaku untuk tulang skeletal, termasuk

kerangka pada wajah. Perubahan skeletal terjadi sepanjang waktu sebagai respon

fungsional dan semakin besar di bawah situasi eksperimental yang tidak biasa.

Proses pembentukan tulang dimana tempat otot menempel pada tulang tersebut

terutama dipengaruhi oleh otot dan lokasi. Pembentukan mandibula, karena

sebagian besar ditentukan oleh bentuk proses fungsional, sangat rentan terhadap

perubahan. Kepadatan tulang wajah, seperti tulang skeletal secara keseluruhan,

meningkat ketika pekerjaan berat dilakukan tanpa adanya pengurangan.

62

Page 63: 4. Isi + Daftar Pustaka

Efek Equilibrium pada Gigi

Efek keseimbangan pada gigi dapat dimengerti dengan mengamati

pengaruh dari berbagai jenis tekanan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah

durasi dari suatu gaya jauh lebih berpengaruh daripada besar gaya itu sendiri.

Hal tersebut diperjelas dengan pemeriksaan respon terhadap gaya

mastikasi. Ketika gaya pengunyahan yang berat diterapkan terhadap gigi, cairan

ligamen periodontal berperan sebagai shock absorder, menstabilkan kembali

posisi gigi. Jika gaya berat dipertahankan selama lebih dari beberapa detik,

semakin muncul rasa sakit parah yang membuat kita berhenti mengunyah. Jenis

gaya intermiten berat tidak berdampak pada posisi jangka panjang dari gigi.

Sejumlah respon patologis yang berat pada gigi mungkin terjadi, termasuk

mobilitas meningkat dan nyeri, tapi selama periodontal masih ada, gaya-gaya dari

oklusi jarang berkepanjangan untuk membuat gigi berpindah ke posisi lain.

Pipi, bibir, dan lidah juga memberikan gaya cukup besar dalam

mempengaruhi ekuilibrium. Gaya yang terjadi disini lebih ringan daripada gaya

yang dihasilkan dari proses mastikasi, tetapi juga berlangsung jauh dalam jangka

waktu yang cukup lama. Eksperimen menunjukan bahwa gaya yang sangat berat

dalam jangka waktu yang lama pula dapat mudah merubah posisi gigi. Ambang

durasi tampak antara 4 sampai 8 jam pada manusia, dengan 6 jam sebagai

perkiraan terbaik.

Sebagai contoh, jika terjadi luka pada jaringan lunak bibir yang

mengakibatkan bibir menjadi mengkerut (scarring) dan contracture, maka gigi

63

Page 64: 4. Isi + Daftar Pustaka

insisif di sekitarnya ini akan akan terdorong ke arah lingual. Jika gaya menahan

dari bibir atau pipi dihilangkan, gigi bergeser ke arah luar sebagai respon terhadap

tekanan dari lidah. Tekanan dari lidah, baik dari pembesaran lidah dari tumor atau

sumber lain atau karena postur yang telah berubah, akan mengakibatkan

perpindahan gigi ke arah labial meskipun bibir dan pipi yang lengkap, karena

keseimbangan diubah.

Gambar 1.1 Scarring atu pengerutan pada ujung mulut pada anak-anak. Terjadi

sensasi terbakar akibat kebiasaan menggigit kawat eletrical.Dari teori ekuilibrium,

diharapkan distorsi dalam bentuk lengkuh gigi pada daerah luka. Terjadi setelah

cedera ini.

Gambar 1.2: Akibat dari perubahan tekanan bibir dan lidah pada gigi geligi.

Tekanan ringan yang spontan dari jaringan lunak dapat merubah posisi gigi. A.

Kehilangan ukuran pipi yang besar karena infeksi tropical. Perhatikan gigi kiring

keluar karena kehilangan tekanan dari otot pipi. B. Setelah tstroke paralytic, lidah

pasien berada di gigi posterior mandibula. Sebelum stroke, oklusinya normal.

Pada pasien ini, gigi miring keluar karena peningkatan dari tekanan lidah

64

Page 65: 4. Isi + Daftar Pustaka

Pengamatan dr beberapa observasi menjelaskan bahwa gaya-gaya

mastikasi didukung oleh bibir, pipi, lidah saat istirahat merupakan penentu

penting dari posisi gigi. Walaupun terlihat tidak mungkin, durasi pendek selama

tekanan dibuat ketika lidah dan bibir berkontak dengan gigi pada saat menelan

atau berbicara memiliki akibat pada posisi gigi. Gaya-gaya mastikasi yang

muncul, besaran tekanan akan menjadi besar cukup untuk memindahkan gigi,

tetapi durasi yang tidak memadai.

Tabel 1.1 :Tabel Perbandingan gaya yang trjadi dengan durasi akibat pengaruh

ekilibrium

Pengaruh lain yang memungkinan kontribusi dalam ekuilibrium adalah

gaya dari luar, dimana berbagai kebiasaan dan penggunaan ortodontik. Sebagai

contoh, suatu alat ortodontik yang menciptakan gaya ringan dalam lengkung gigi

dapat digunakan untuk menciptakan ruang yang cukup untuk pergerakan gigi.

Setelah sejumlah ekspansi lengkung gigi, pipi dan tekanan bibir mulai meningkat.

Ketika sudah tidak ada gaya yang diberikan namun alat tersebut masih berada

65

Page 66: 4. Isi + Daftar Pustaka

pada tempatnya maka bisa dikatakan sevafai retainer untuk mempertahankan

posisi gigi yang beruba. Ketika alat ortodonti dilepaskan, ekuilibrium tidak akan

seimbang lagi, dan gigi akan bergerak ke lingual sampai posisi baru

keseimbangan dicapai.

Apakah jika suatu kebiasaan dapat merubah posisi gigi seperti pemakaian

ortodonsi telah menjadi subyek kontroversi sejak AD setidaknya abad pertama,

ketika celcus merekomendasikan bahwa seorang anak dengan crooked tooth

diinstruksikan untuk menekan jari pada gigi untuk memindahkannya ke posisi

yang tepat. Dari pemahaman kita mengenai ekuilibrium, kita berharap bahwa

konsep ini dapat bekerja, jika anak terus menekan jarinya terhadap gigi selama 6

jam atau lebih per hari.

Alasan yang sama dapat diterapkan pada kebiasaan lain: jika kebiasaan

seperti tekanan atau gaya dari menghisap jempol terhadap gigi selama lebih dari

ambang durasi (6 jam atau lebih per hari), tentu bisa menggerakkan gigi dan

mungkin mempengaruhi arah pertumbuhan rahang. Di sisi lain, jika kebiasaan itu

memiliki durasi lebih pendek maka tidak akan terjadi atau sedikit terjadi efek atau

pengaruh, tak peduli betapa berat tekanan. Apakah suatu pola perilaku sangat

penting atau tidak penting, bawaan dari lahir atau sudah terpelajari, pengaruhnya

terhadap posisi gigi ditentukan bukan oleh gaya yang berlaku pada gigi tetapi oleh

berapa lama gaya tersebut berkelanjutan.

66

Page 67: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 1.3 : Lidah yang besar, pada pasien yang memiliki riwayat defisiensi

thyroid, menyebabkan prognasi mandibula karena tekanan lidah yang besar

mendorong mandibula ke anterior

Konsep ini juga akan menjadi lebih mudah untuk dipahami bagaimana

memainkan alat musik mungkin berkaitan dengan perkembangan sebuah

maloklusi. Di masa lalu, banyak klinikan menduga bahwa memainkan instrument

kayu dapat mempengaruhi posisi gigi anterior, dan beberapa telah ditentukan

instrumen sebagai bagian dari terapi ortodontik. Bermain klarinet, misalnya, dapat

menyebabkan overjet meningkat karena cara buluh diletakkan di antara gigi

incisors, dan instrumen ini dapat dianggap penyebab potensial dari maloklusi

Kelas II dan alat terapi untuk perawatan maloklusi Kelas III. Alat musik seperti

biola memerlukan postur kepala dan rahang tertentu yang berefek pada gaya

antara lidah dengan bibir atau pipi dan bisa menghasilkan keasimetrisan bentuk

lengkung rahang. Meskipun diharapkan tipe dari efek perpindahan gigi tampak

pada musisi professional, efek ini sedikit atau tidak ditemukan pada kebanyakan

anak.

Hal lain yang berpengaruh pada ekuilibrium gigi adalah serat-serat

ligament periodontal. Kita semua memahami bahwa jika terjadi kehilangan gigi

maka ruang yang ada akan menyempit dikarenakan gaya yang dihasilkan dari

serat transeptal pada gingival. Serat gingival yang sama akan merenggang secara

elastic selama perawatan orthodonti untuk menarik gigi ke posisi semula.

67

Page 68: 4. Isi + Daftar Pustaka

Jaringan serat gingival yang sama membentang elastis selama perawatan

ortodontik dan cenderung menarik gigi kembali ke posisi semula mereka.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa setelah perawatan ortodonti, baik untuk

menghilangkan gaya dengan insisi gingiva yaitu untuk menghilangkan serat

transseptal, sehingga memungkinkan mereka untuk membuat gigi pada lengkung

yang benar. Dengan tidak adanya ruang oleh karena ekstraksi atau pergerakan gigi

akibat ortodonti, bagaimanapun, jaringan serat gingiva tampaknya memiliki efek

minimal pada keseimbangan gigi.

Ligamentum periodontal juga berperan dalam ekuilibrium gigi, hal ini

berkaitan dengan erupsi gigi dimana dikatakan bahwa energi yang diperlukan

untuk erupsi gigi dihasilkan dari dalam ligament periodontal. Energi ini cukup

besar untuk memindahkan gigi. Proses metabolism dapat menghasilkan gaya

sebagai “active stabilization” bagi gigi yang secara langsung berkontribusi pada

kondisi ekuilibrium

Gaya erupsi juga dipertimbangkan memiliki andil yang besar pada kondisi

ekuilibrium. Hal yang harus diperhatikan tidak hanya mengenail bidang

anteroposterior dan transversal saja tapi juga secara vertical, berhubungan dengan

seberapa banyak gigi yang erupsi. Posisi vertical dari gigi ditentukan dengan

keseimbangan antara gaya erupsi dengan gaya yang melawannya, gaya mastikasi

merupakan gaya yang melawan laju erupsi namun, gaya dari peletakkan lidah

diantara gigi merupakan gaya yang lebih penting dalam keseimbangan horizontal.

Efek Equilibrium Pada Ukuran dan Bentuk Rahang

68

Page 69: 4. Isi + Daftar Pustaka

Rahang, terutama rahang bawah, terdiri dari inti tulang yang proses

fungsionalnya yang melekat. Proses fungsional tulang akan diubah jika fungsi ini

hilang atau berubah. Sebagai contoh, tulang dari proses alveolar ada hanya untuk

mendukung gigi. Jika gigi gagal untuk erupsi, tulang alveolar tidak akan pernah

terbentuk pada daerah itu, dan jika gigi diekstraksi, alveolus terebsorbsi sampai

akhirnya benar-benar atrophies. Ketika salah satu dari gigi diekstraksi, yang

lainnya biasanya mulai kembali erupsi lagi, dan bahkan saat tulang meresorpsi

dalam satu rahang di mana gigi hilang, tulang alveolar baru terbentuk sebagai

erupsi gigi. Posisi gigi menentukan bentuk alveolar ridge.

Hal yang sama juga berlaku pada proses muskular: lokasi perlekatan otot

lebih penting dalam menentukan bentuk tulang dari beban mekanis atau derajat

aktivitas. Pertumbuhan otot, bagaimanapun, menentukan posisi perlekatan otot,

dan pertumbuhan otot dapat menghasilkan perubahan bentuk rahang, terutama

pada proses koronoideus sudut rahang bawah.

Jika proses condylar mandibula dapat dianggap proses fungsional

berfungsi untuk mengartikulasikan mandibula dengan sisa kerangka wajah,

mengubah posisi mandibula mungkin mengubah pertumbuhan mandibula. Ide

mengenaimengubah posisi mandibula ke depan dan belakang akan mengubah

pertumbuhan. Hal ini telah telah diterima, ditolak, dan sudah kembali diterima

selama abad terakhir. Jelas, teori ini memiliki implikasi penting bagi etiologi

maloklusi. Misalnya, jika seorang anak posisi mandibula maju ke arah depan pada

saat penutupan karena gangguan gigi incisor atau karena lidahnya besar, apakah

hal ini akan merangsang mandibula untuk tumbuh lebih besar dan akhirnya

69

Page 70: 4. Isi + Daftar Pustaka

menghasilkan maloklusi kelas III? Apakah memungkinkan pada seorang anak

muda untuk tidur tengkurap, sehingga berat kepala beristirahat pada dagu,

menyebabkan keterbelakangan mandibula dan maloklusi Kelas II?

Pengaruh dari durasi gaya tidak sejelas untuk efek ekuilibrium pada

rahang seperti untuk gigi. Bagaimanapun prinsip yang sama berlaku: besarnya

gaya kurang penting dibandingkan durasinya. Memposisikan rahang ke depan

ketika gigi oklusi dan pada saat mandibula pada posisi istirahat tidak akan terjadi

protrusi. Kita harapkan tidak ada efek pada proses fungsional dari kekuatan

intermiten berulang karena total durasi pendek, dan proses condylar tampaknya

menanggapi sesuai dengan prinsip ini. Baik bukti eksperimental maupun klinis

menunjukkan bahwa pertumbuhan mandibula berbeda karena terdapat gangguan

oklusal.

Jika mandibula selalu dalam keadaan protrusi, mungkin terjadi karena

lidah berukuran besar, ambang durasi bisa dilampaui, dan efek pertumbuhan dapat

diamati. Pada pemeriksaan klinis, orang yang tampaknya memiliki lidah yang

besar hampir selalu memiliki mandibula yang berkembang baik, tetapi sangat sulit

untuk menetapkan ukuran lidah. Hanya dalam kasus yang ekstrim, seperti pasien

dengan defisiensi tiroid awal-awal mungkin cukup yakin bahwa lidah diperbesar

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan berlebihan dari rahang bawah. Ini

tidak mungkin menjadi penyebab utama prognathism mandibula.

70

Page 71: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar 1.4 : A.B Hubungan oklusi pada anak-anak yang memiliki kebiasaan

menghisap jari. Perhatikan peningkatan overjet dan perubahan posisi dari gigi-

geligi maxilla. C. Gambaran cephalometric pada anak yang memiliki kebiasaan

menghisap jari (merah) dan normal (hitam)

Diyakini secara luas di era Edward Angle bahwa tekanan terhadap rahang

bawah dari berbagai kebiasaan, terutama tidur pada perut, mengganggu

pertumbuhan dan menyebabkan maloklusi Kelas II. Sedikit atau tidak ada bukti

yang mendukung anggapan ini. Pertumbuhan jaringan lunak matriks yang

memposisikan mandibula ke arah depan dan menciptakan ruang antara kondilus

dan fosa temporal adalah mekanisme normal dengan pertumbuhan yang terjadi.

Penghambatan pertumbuhan mandibula oleh tekanan bukan merupakan fitur dari

perkembangan normal dan jauh lebih sulit untuk dicapai.

Dari perspektif teori ekuilibrium, kita dapat menyimpulkan bahwa tekanan

intermiten atau gaya memiliki efek sedikit dalam posisi gigi atau ukuran dan

bentuk rahang. Kepadatan tulang alveolar dan seluruh wilayah basal rahang

berbeda sebagai fungsi dari kekuatan pengunyah, tetapi bentuknya tidak. Gaya

mastikasi atau tekanan jaringan lunak pada saat menelan dan berbicara memiliki

pengaruh besar pada posisi gigi.

Pengaruh ekuilibrium utama untuk gigi harus menjadi tekanan yang ringan

namun tahan lama dari lidah, bibir, dan pipi pada posisi istirahat. Di samping itu,

efek signifikan ekuilibrium signifikan sangat diharapkan dari adanya elastisitas

serat gingiva dan dari aktivitas metabolik dalam ligamen periodontal. Pengaruh

71

Page 72: 4. Isi + Daftar Pustaka

keseimbangan ini akan mempengaruhi keseimbangan vertikal seperti pada posisi

horisontal gigi dan dapat memiliki efek besar pada bagaimana erupsi terjadi,

seperti halnya dimana gigi diposisikan dalam lengkung gigi. Kesetimbang yang

mempengaruhi rahang harus mengubah posisi yang mempengaruhi proses

fungsional, termasuk proses condylar. Dalam sisa bagian ini, pola fungsional dan

kebiasaan yang mungkin menghasilkan maloklusi diperiksa sebagai agen etiologi

potensial dari perspektif teori keseimbangan.

Perkembangan Oklusi

Faktor Intrinsik

1. Premature Loss

Ketika sebuah unit dalam lengkung gigi hilang, lengkung cenderung

mengkerut dan ruang akan menutup. Pada suatu waktu, penutupan ruang ini

disebabkan karena mesial drift dari gigi-gigi posterior, yang yakin dianggap akan

mengganggu oklusi. Dari pengamatan sementara, mesial drift adalah fenomena

yang terjadi hanya pada molar permanen. Alasan terbesar gigi ini bergerak kearah

mesial ketika sebuah ruangan terbuka adalah inklinasi mesialnya. Data

eksperimen mengatakan bahwa adanya kekuatan dari oklusi akan menghambat

mesial drift. Dengan kata lain, molar permanen akan bergeser ke mesial lebih

cepat pada ketidakhadiran kontak oklusal daripada terdapat kontak oklusal.

Pergeseran dari molar 1 permanen karena terjadinya premature loss

pada molar kedua sulung dapat berkontibusi secara signifikan dalam

perkembangan crowding pada bagian posterior lengkung gigi. Hal ini merupakan

72

Page 73: 4. Isi + Daftar Pustaka

penyebab yang signifikan dari crowding dan ketidaksejajaran dari premolar .

untuk alasan ini, mempertahankan ruang setelah molar kedua sulung tanggal

diindikasikan.

Ketika molar 1 sulung atau kaninus tanggal sebelum waktunya, juga

cenderung menyebabkan ruang menutup. Hal ini terjadi biasanya karena

pergerakan ke distal dari gigi insisior, bukan karena mesial drift dari gigi

posterior. Dorongan untuk distal drift memiliki 2 sumber : kontaraksi aktif dari

serat transeptal gingival dan tekanan dari bibir dan pipi. Kemungkinan dorongan

dari serat transeptal gingival adalah kontibutor yang lebih konsisten,sedangkan

tekanan bibir menambahkan komponen variable. Apabila caninus sulung atau

molar pertama mangalami premature lost hanya pada satu sisi, gigi permanen

bergeser ke distal hanya pada sisi itu, menyebabkan oklusi yang asimetris dan

juga kecenderungan menuju crowding.

Dari deskripsi ini, jelas early loss dari gigi sulung dapat menyebabkan crowding

dan ketidaksejajaran dalam lengkung dental. Apakah hal ini merupakan penyebab

utama dari masalah crowding kelas I? pengaruh flouridasi dan pencegahan karies

lainnya pada prevalensi maloklusi tidak menunjukan indikasi. Walaupun

73

Page 74: 4. Isi + Daftar Pustaka

flouridasi menurunkan karies dan early loss gigi sulung secara signifikan,

terdapat sedikit atau tidak ada pengaruh terhadap prevalensi maloklusi.

Kehilangan gigi premature dapat disebabkan krena berbagai sebab,

yang terpenting adalah kecelakaan, ekstraksi akibat karies dan letak benih gigi

pengganti yang salah. Akibatnya kadang-kadang berupa munculnya lebih awal

gigi pengganti, tetapi lebih sering berupa penundaan erupsi dan gangguan posisi

gigi.

Karies parah dan ekstraksi premature gigi-gigi molar sulung

menyebabkan ruang yang disediakan untuk gigi premolar terancam, terutama

karena gigi-gigi molar bermigrasi ke mesial dan gigi kaninus ke distal ( jarang )

Hilangnya gigi molar pertama sulung sebelum waktunya pada maksila

dapat menyebabkan gigi kaninus atas kekurangan ruang. Jika molar kedua sulung

maksila hilang premature, dapat menyebabkan gigi premolar pengganti tidak

muncul, atau muncul kearah lingual dari lengkung gigi.

2. Persistensi

Gigi sulung akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen erupsi.

Namun sering dijumpai kasus dimana gigi sulung tidak tanggal walaupun gigi

permanen pengganti sudah erupsi yang disebut persistensi. Persistensi gigi sulung

adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal walaupun waktu

tanggalnya sudah tiba. Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia 6-12 tahun.

Persistensi dapat terjadi karena berbagai faktor penyebab, merupakan gangguan

yang disebabkan multifaktor, salah satu penyebabnya adalah gangguan nutrisi,

74

Page 75: 4. Isi + Daftar Pustaka

trauma dan lain-lain. Gangguan nutrisi dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan gigi. Gangguan akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan

terganggunya proses kalsifikasi dari dentin dan enamel . Adanya persistensi dapat

menyebabkan gangguan erupsi gigi permanen, sehingga dapat menimbulkan

bermacam-macam anomali. Anomali yang disebabkan persistensi dapat diatasi

dengan perawatan ortodontik. Perawatan anomali dilakukan untuk mendapatkan

oklusi yang ideal serta estetis yang baik.

3. Gangguan Erupsi Gigi Tetap

Dapat disebabkan oleh:

Prematur loss gigi sulung à terbentuk tulang diatas benih gigi tetap

Posisi akar gigi sulung

Supernumerary teeth

Tumor

Hormonal

75

Page 76: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gusi fibrous (memadat dan menebal)

Impaksi

4. Tanggalnya Gigi Tetap

Dapat disebabkan oleh karies dan trauma. Akibat yang terjadi yaitu

kontak dengan gigi tetangga hilang kemudian fungsi fisiologis terganggu,

akhirnya terjadi pergeseran gigi hingga maloklusi.

5. Restorasi gigi tidak baik

6. Frenulum labii abnormal

Faktor Ekstrinsik

1. Kebiasaan buruk

1). Kebiasaan menghisap jari/ibu jari

Walaupun sebagian besar anak-anak normal terlibat dalam non-

nutritive-sucking, kebiasaan menghisap yang terlalu lama dapat menyebabkan

maloklusi. Sesuai prinsip dasar, kebiasaan menghisap selama masa gigi sulung

sedikit yang memiliki efek jangka panjang. Jika kebiasaan ini bertahan melebihi

waktunya sampai gigi permanen mulai erupsi, bagaimanapun, maloklusi ditandai

dengan bagian yang merenggang dan ruang pada incisor maxilla, incisor bawah

76

Page 77: 4. Isi + Daftar Pustaka

kea rah lingual, anterior open bite, dan lengkung atas sempit akan dihasilkan.

Karakteristik maloklusi berkaitan dengan sucking timbul dari sebuah kombinasi

dari arah tekanan pada gigi dan perubahan dalam pola pipi dalam keadaan

istirahat dan tekanan bibir.

Ketika anak menempatkan jempol atau jari diantara gigi, biasanya

posisi berada pada sudut sehingga menekan incisor bawah kearah lingual dan

insisir atas kearah labial. Arah tekanan ini mungkin akan menyebabkan

displacement gigi incisor. Jumlah gigi yang berubah posisi berkorelasi dengan

berapa jam perhari sucking dilakukan daripada dengan besarnya tekanan. Anak-

anak yang menghisap dengan sangat kuat tetapi intermitten mungkin tidak

menggeser incisor terlalu parah, sedangkan yang lain yang melalukan sucking 6

jam atau lebih dengan tekanan, terutama pada anak-anak yang tidur dengan

menghisap jari setiap malam, dapat mengakibatkan maloklusi yang signifikan.

Anterior open bite berkaitan dengan thumbsucking timbul karena

sebuah kombinasi dari adanya gangguan pada erupsi normal dari incisor dan

erupsi berlebihan dari gigi posterior. Ketika jempol atau jari lain ditempatkan

diantara gigi anterior, mandibula harus diposisikan lebih menurun untuk

mengakomodasi hal itu. Jari tersebut akan menghambat erupsi incisor. Pada waktu

77

Page 78: 4. Isi + Daftar Pustaka

yang sama, pemisah rahang mengubah equilibrium vertical pada gigi posterior,

dan hasilnya, terdapat erpsi berlebih dari gigi posterior yang sebaliknya mungkin

terjadi. Karena geometri dari rahang , elongasi 1 mm di posterior membuka

gigitan sekitar 2 mm di anterior, jadi hal ini dapat menjadi contributor kuat pada

perkembangan anterior open bite.

Walaupun tekanan negative dihasilkan dalam mulut selama sucking,

tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa hal ini menyebabkan penyempitan

lengkung maksila yang biasanya berhubungan dengan kebiasaan menghisap.

Bentuk lengkung dipengaruhi oleh perubahan dalam keseimbangan tekanan pipi

dan lidah. Jika jari diletakkan diantara gigi, lidah harus lebih kebawah, dimana

menurunkan tekanan lidah melawan sisi lingual dari gigi posterior atas. Pada saat

yang sama. Tekanan pipi melawan gigi ini meningkatkan kontraksi otot

buccinators selama sucking. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut, dan ini

mungkin menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung membebtuk V-

shaped, dengan penyempitan lebih besar pada caninus daripada molar. Seorang

anak yang menghisap dengan kuat lebih memiliki lengjung maksila yang sempit

dibandingkan anak yang hanya menempatkan jarinya diantara gigi.

Walaupun kebiasaan menghisap dapat menjadi contributor kuat untuk

maloklusi, sucking dapat tidak menimbulkan kelainan maloklusi berat kecuali jika

kebiasaan tersebut bertahan baik hingga masa gigi campuran. Mild displacement

dari incisor sulung sering terjadi pada usia 3-4 tahun dari seorang thumbsucker,

tetapi jika sucking dihentikan pada usia ini, tekanan pipi dan bibir normal

nantinya akan mengembalikan gigi ke posisi normal. Jika kebiasaan ini bertahan

78

Page 79: 4. Isi + Daftar Pustaka

setelah incisor permanen erupsi, perawatan ortodontik mungkin mutlak untuk

mengatasi tooth displacement. Penyempitan lengkung maksila. Pada beberapa

anak, jika lengkung maksila diperluas secara transversal, maka protusi incisor dan

open bite anterior akan membaik dengan spontan. Tidak ada nilai untuk memulai

terapi ortodontik, tentu saja, sampai kebiasaan tersebut dihentikan.

Wajah asimetris juga dapat disebabkan karena selalu tidur pada satu sisi

dari wajah .

2). Kebiasaan mendorong lidah/ menempatkan lidah diantara gigi-gigi insisif

pada waktu istirahat

Tounge thrust swallow dapat menjadi factor etiologi dalam maloklusi.

Didefinisikan sebagai menempatkan ujung depan lidah diantara gigi incisor

selama penelanan.

Penelitian mengindikasikan seseorang yang menempatkan ujng depan

lidahnya ketika menelan biasanya tidak memiliki kekuatan lebih pada lidah

melawan gigi daripada orang yang menjaga lidahnya tetap dibelakang. Istilah

tounge thrusting oleh karena itu merupakan sesuatu yang keliru, sejak hal ini

menyiratkan bahwa lidah memiliki kekuatan lebih untuk mendorong kedepan.

Menelan bukan merupakan kebiasaan yang dipelajari, tetapi diintegrasikan dan

dikontrol secara fisiologis pada level dibawah sadar (subconscious). Orang

dengan anterior open bite maloklusi menempatkan lidahnya diantara gigi anterior

79

Page 80: 4. Isi + Daftar Pustaka

ketika menelan sementara orang dengan hubungan incisor normal tidak

melakukannya.

Karena pergerakan terorganisasi pada lidah posterior dan elevasi

mandibula cenderung berkembang sebelum protrusi ujung lidah diantara gigi-gigi

insisif menghilang, yang disebut “tounge thrusting” pada anak-anak adalah

biasanya tahap transisi normal pada penelanan. Selama transisi dari penelanan

infantil menjadi mature, seorang anak bisa diperkirakan melewati sebuah tahap

dimana penelanan dilakukan oleh aktivitas muskular untuk menyatukan bibir,

memisahkan gigi-geligi posterior, dan protrusi kedepan oleh lidah diantara gigi-

gigi. Ini juga merupakan deskripsi penelanan “tounge thrust” klasik. Penundaan

pada transisi penelanan normal dapat diperkirakan ketika seorang anak memiliki

kebisaan sucking.

Ketika ada sebuah open bite anterior dan atau protrusi insisif atas,

sebagaimana seringnya terjadi dari kebiasaan sucking, lebih sulit untuk mengunci

bagian depan mulut selama makan untuk mencegah makanan atau cairan keluar.

Menyatukan bibir dan menempatkan lidah diantara gigi- anterior yang terpisah

adalah langkah yang berhasil untuk menutup bagian depan mulut dan membentuk

segel anterior. Dengan kata lain, penelanan “tounge thrust” adalah adaptasi

fisiologis yang berguna jika anada memilki open bite, yang mana mengapa

seseorang dengan open bite biasanya juga memiliki penelanan “tounge thrust”.

Tapi tidak terjadi sebaliknya, tounge thrust juga ada pada anak-anak dengan

oklusi anterior yang baik. Setelah kebiasaan sucking berhenti, open bite anterior

biasanya cenderung menutup spontan, taoi posisi lidah diantara gigi anterior

80

Page 81: 4. Isi + Daftar Pustaka

bertahan walaupun openbite sudah tertutup. Hingga open bite menghilang, segel

anterior oleh ujung lidah tetap penting.

Sudut pandang modern adalah bahwa tounge thrust terlihat secara primer

dalam 2 tahap: pada anak kecil dengan oklusi normal yang wajar, yang mana

menunjukan hanya tahap transisional pada maturasi fisiologis normal; dan pada

orang-orang disegala usia dengan displacement insisif, yang mana merupakan

adaptasi terhadap jarak antara gigi. Keberadaan overjet dan anterior openbite pada

anak-anak atau orang dewasa sering menyebabkan penempatan lidah diantara gigi

anterior. Sebuah penelanan tounge thrust harus dianggap hasil dari displacement

insisif, bukan penyebabnya. Memperbaiki posisi gigi dapat menyebabkan

perubahan pada pola penelanan, dan ini biasanya terjadi.

3). Bernafas melalui mulut

Pernafasan dapat menjadi penentu utama dari postur rahang dan lidah. Oleh

karena itu, terlihat seluruhnya masuk akal bahwa pola pernafasan yang berubah,

seperti bernafas melalui mulut daripada melalui hidung, dapat mengubah postur

dari kepala, rahang dan lidah. Perubahan ini dapat mengubah keseimbangan dari

tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi posisi pertumbuhan rahang dan

gigi. Apabila postur ini perubahan ini dipertahankan, peninggian wajah akan

81

Page 82: 4. Isi + Daftar Pustaka

meningkat, dan gigi posterior akan terjadi super-erupt, kecuali bila ada

pertumbuhan vertikal yang tidak biasa pada ramus, mandibula akan ber rotasi

kebelakang dan kebawah, pembukaan gigitan secara anterior dan peningkatan

overjet, dan peningkatan tekanan dari pipi yang meregang akan dapat

menyebabkan arkus dental maksila lebih sempit. Tipe maloklusi ini sering

diasosiasikan dengan bernafas melalui mulut.

Selama kondisi istirahat, bernafas melalui hidung lebih sering terjadi dari

pada bernafas melalui mulut. Peningkatan kerja untuk pernapasan nasal adalah

secara fisiologis diterima dan sesungguhnya pernapasan lebih efisien dengan

resistensi sederhana pada sistem pernapasan. Apabila hidung terjadi obstruksi,

kerja ketika bernapas melalui hidung meningkat, dan pada level tertentu dari

resistensi pada alitran udara pada hidung, individu akan berpindah menjadi

bernapas melalui mulut. Pembengkakan dari mukosa hidung menimbulkan rasa

dingin umum kadang menjadikan seseorang bernapas melalui mulut sebagai

dampak dari mekanisme ini.

Penutupan pernafasan kronik dapat dihasilkan oleh peradangan yang

diperpanjang pada mukosa nasal dihubungkan dengan infeksi kronis. Juga dapat

dihasilkan oleh penutupan mekanis dimanapun diikuti dengan system pernafasan

82

Page 83: 4. Isi + Daftar Pustaka

nasal., dari nares ke choanae nasal posterior. Dibawah kondisi normal, ukuran

dari nostril adalah factor pembatas pada jalur udara hidung. Tonsil faringeal

normalnya besar pada anak-anak, dan penutupan sebagian dari sumber ini dapat

mengkontribusi ke pada bernafas melalui mulut pada anak-anak. Seseorang yang

memiliki penutupan nasal kronis dapat berlanjut ke bernafas secara sebagian

melalui mulut walaupun setelah penutupan dihilangkan. Pada pengertian ini,

bernafas melalui mulut bisa kadang-kadang di sadari sebagai kebiasaan.

Pernafasan memberikan efek pada rahang dan gigi, ini akan terjadi

dikarenakan perubahan postur yang terjadi secara lama dan memberikan tekanan

pada jaringan lunak. Rahang akan terjadi perubahan perpindahan, sebanyak oleh

elevasi dari maxilla karena kepala memiring ke belakang karena proses depresi

mandibula. Ketika penutupan nasal di hilangkan, postur asli pun secara langsung

akan kembali. Respon fisiologi ini terjadi pada derajat yang sama., tetapi, pada

individu yang memiliki penutupan nasal, dimana mengindikasikan bahwa itu

bukan merupakan hasil total dari pernafasan mendesak.

Terdapat hanya beberapa bukti kasus pada pertumbuhan fasial pada anak-

anak dengan jangka panjang total penutupan nasal, tetapi itu terlihat bahwa

dibawah hal ini pola pertumbuhan diubah pada jalur yang akan diprediksi. Karena

total obstruksi nasal pada manusia termasuk sangat jarang, pertanyaan klinis yang

penting adalah apakah obstruksi nasal seb`agian, pada tipe yang terjadi sekali-

sekali untuk waktu sebentar pada setiap orang dan secara kronis pada anak-anak,

dapat mengisyaratkan maloklusi.

83

Page 84: 4. Isi + Daftar Pustaka

4). Kebiasaan menghisap/menggigit bibir

Menghisap dan menggigit bibir dapat muncul sendiri atau dapat disertai

dengan kebiasaan menghisap jempol. Pada kebanyakan kasus, biasanya bibir

bawah yang terlibat dalam sucking / kebiasaan menghisap, walaupun kebiasaan

menggigit bibir atas juga dapat terjadi. Bibir mandibula yang berulang kali

tertahan oleh gigi anterior maksila dapat menghasilkan labioversi rahang, open

bite, dan terkadang linguoversi gigi incisive mandibula.

5). Kebiasaan menggigit kuku

Menggigit kuku sering menjadi penyebab malposisi gigi. Ketegangan dan

rasa takut pada anak-anak biasanya akan menampilkan kebiasaan ini, dan tidak

jarang berhubungan juga dengan hubungan social dan ketidakmampuan

penyesuaian psikologis merupakan sesuatu yang penting adalm klinis

dibandingkan kebiasaan yang hanya merupakan gejala dari dasar masalah. Hal ini

terlihat secara umum lebih berdampak pada kuku orang tersebut, dibandingkan

efek pada giginya. Jarang telihat pada anak sebelum usia 3 – 4 tahun.Insidensinyai

akan mencapai puncaknya pada remaja

6). Kebiasaan lain

84

Page 85: 4. Isi + Daftar Pustaka

Kebiasaan mempertahankan posisi bayi telentang pada permukaan yang

datar dan keras dapat mencetak dan membentuk kepala dengan occiput yang datar

atau menghasilkan asimetri fasial. Kebiasaan meletakkan kepala di atas bantal dan

tidur dengan alas tangan, bagaimanapun juga dianggap menambah. Kebiasaan

menghisap pensil, dot, dan benda lain yang keras dapat menjadi perusak

pertumbuhan fasial seperti kebiasaan menghisap jari. Postur kepala dan morfologi

kraniofacial secara ekstensif diteliti. Solow dan tallgren menemukan bahwa

angulasi craniocervical menunjukkankorelasi yang paling komprehensif dengan

morfologi kraniofacial dan angulasi craniofacial tersebut berhubungan dengan

keterjalan mandibular plane.

2. Trauma

Sebagian besar anak-anak jatuh dan membentur gigi mereka selama dalam usia

pertumbuhan. Kadang-kadang, pengaruhnya sangat besar untuk menghancurkan

atau pergeseran parah pada gigi sulung atau permanen. Dentral trauma dapat

mengawali perkembangan maloklusi melalui tiga cara yaitu :

1. Merusak benih gigi permanen dari kecelakaan pada gigi sulung

2. Penyimpangan ( drift ) dari gigi permanen setelah premature loss

gigi sulung

3. Cedera langsung pada gigi permanen

Trauma pada gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen

dibawahnya. Ada 2 hasil yang mungkin terjadi. Pertama, jika trauma terjadi ketika

85

Page 86: 4. Isi + Daftar Pustaka

pembentukan mahkota gigi permanen, pembentukan email akan terganggu dan

akan terjadi kelainan pada mahkota gigi permanen. Kedua, jika trauma terjadi

ketika mahkota sudah lengkap, mahkota mungkin akan bergeser relative kea rah

akar. Pembentukan akar dapat terhenti, meninggalkan akar permanen yang

pendek. Lebih sering, pembentukan akar berlanjut, tapi sisa akar kemudian

terbentuk pada ujung dari pergeseran mahkota yang mengalami trauma. Distorsi

akar ini disebut dilaserasi, diartikan sebagai distorsi pembentukan akar. Dilacerasi

dapat dihasilkan dari gangguan mekanik bersamaan dengan erupsi, tapi kasus

yang sering terjadi, terutama gigi incisor permanen, trauma pada gigi susu yang

juga menyebabkan displace pada benih gigi permanen.

Jika distorsi posisi akar cukup parah, hampir tidak mungkin untuk

mahkota berada ada posisi yang tepat, mungkin karena akar memanjang keluar

melewati tulang alveolar. Untuk alasan ini, mungkin diperlukan ekstraksi pada

gigi yang mengalami dilacerasi parah. Trauma yang menyebabkan displasment

gigi permanen pada anak-anak harus di reposisi sedini mungkin. Segera setelah

kecelakaan, gigi yang utuh biasanya dapat digerakkan kembali ke posisi semula

dengan cepat dan mudah. Setelah penyembuhan ( 2 sampai 3 minggu ), sulit untuk

mereposisi gigi, dan ankylosis dapat terjadi.

2.1.11.2 Bone Resorption

Hormonal Influences On Bone Metabolism

o Hormon Paratiroid

86

Page 87: 4. Isi + Daftar Pustaka

Mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, menyebabkan

kalsium dan fosfat diabsropsi dan bergerak memasuki serum. Di samping

itu, peningkatan kadar hormone paratiroid secara perlahan menyebabkan

peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi

demineralisasi.

o Hormone Pertumbuhan

GH tidak punya efek langsung terhadap remodeling tulang, tapi melalui

perangsangan IGF 1. Efek langsung GH pada formasi tulang sangat kecil,

karena sel-sel tulang hanya mengekspresikan reseptor GH dalam jumlah

kecil.

o Kalsitonin

Kalsitonin menyebabkan kontraksi sitoplasma osteoklas dan pemecahan

osteoklas menjadi sel mononuclear dan menghambat pembentukan

osteoklas.

o Estrogen dan Androgen

Mempunyai peranan penting dalam maturasi tulang yang sedang tumbuh

dan mencegah kehilangan masa tulang. Reseptor estrogen pada sel-sel

tulang sangat sedikit diekspresikan sehingga sulit diperlihatkan efek

estrogen terhadap resorpsi dan formasi tulang. Estrogen dapat menurunkan

resorpsi tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis berbagai

sitokin, seperti IL-1, TNF-α, IL-6.

o Hormone Tiroid

87

Page 88: 4. Isi + Daftar Pustaka

Berperan merangsang resorpsi tulang, hal ini akan menyebabkan pasien

hipertiroidisme akan disertai hiperkalsemia dan pasien pasca menopause

yang mendapat supresi tiroid jangka panjang akan mengalami osteopenia.

Vitamins Affecting Bone Metabolism

Vitamin D telah dibuktikan mempunyai efek antirachitic dan efek

langsung terhadap sel tulang. Vitamin D mampu menstimulasi mobilisasi

kalsium dan fosfat dari tulang, misalnya menstimulasi resorpsi. Efek ini

dapat dihambat dengan pemberian actinomycin D yang memblok sintesis

protein. Meskipun parathyroid hormon atau vitamin D terlihat bekerja

sendiri dalam remodelling tulang, normalnya mereke bekerja secara

sinergis atau bersama-sama.

Vitamin A. Penambahan vitamin A pada kultur jaringan osseous dapat

menstimulasi resorpsi dengan pengurangan massa tulang. Efek ini

merupakan hasil dari peningkatan jumlah osteoklas dan penghambatan

sebagian kalsitonin.

Vitamin C membantu formasi matriks tulang.

Residual Ridge Resorption

Residual ridge adalah tulang pada processus alveolar yang masih tersisa

setelah gigi hilang. Residual ridge terdiri atas gigi tiruan support mukosa (denture-

88

Page 89: 4. Isi + Daftar Pustaka

bearing mucosa), submukosa & periosteum, dan underlying residual alveolar

bone. Setelah ekstraksi gigi, reaksi inflamasi langsung teraktivasi dan soket

ekstraksi tertutup sementara oleh darah dari pembuluh darah yang terputus, yang

mengandung protein dan sel-sel yang rusak.

Sel-sel yang rusak bersama dengan platelet memulai serangkaian peristiwa

yang akan mengarah pada pembentukan jaringan fibrin, kemudian membentuk

gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini

bertindaksebagai matriks yang mengarahkan perpindahan sel mesenkimal dan

growth factors. Neutrofil dan makrofag masuk ke daerah luka dan melawan

bakteri serta sisa jaringan untuk mensterilkan luka.

Dalam beberapa hari koagulum mulai rusak (fibrinolisis). Setelah 2 sampai

4 hari jaringan granulasi secara bertahap menggantikan koagulum. Jaringan

vaskular dibentuk antara akhir minggu pertama dan minggu kedua. Bagian

marginal dari soket ekstraksi ditutupi oleh jaringan ikat muda yang kaya

pembuluh darah dan sel inflamasi.

Dua minggu pascaekstraksi, pembuluh kapiler yang baru berpenetrasi ke

pusat koagulum. Ligamen periodontal yang tersisa mengalami degenerasi

danmenghilang. Epitel berprolifeasi melewati permukaan luka tetapi luka

biasanya belumtertutup terutama pada kasus gigi posterior. Pada soket yang kecil,

epitelisasi dapat berlangsung sempurna. Tepi dari soket alveolar diresorpsi oleh

osteoklas. Fragmen tulang nekrosis yang lepas dari pinggiran soket pada saat

ekstraksi akan diresorpsi.

89

Page 90: 4. Isi + Daftar Pustaka

Pada minggu ketiga, koagulum akan hampir terisi penuh oleh jaringan

granulasi yang matang. Tulang trabekula muda yang berasal dari osteosid atau

tulang yang belum terkalsifikasi terbentuk di seluruh tepi luka dari dinding soket.

Tulang ini terbentuk dari osteoblas yang berasal dari sel pluripotensial ligamen

periodontal yang bersifat osteogenik. Tulang kortikal dari soket alveolar

mengalami remodelingsehingga terdiri dari lapisan yang padat. Tepi dari puncak

alveolar akan diresorpsi oleh osteoklas. Pada saat ini, luka akan terepitelisasi

secara sempurna.

Pada minggu keempat, luka mengalami tahap akhir penyembuhan.

Sementara itu deposisi dan resorpsi tulang terjadi pada soket. Antara minggu

keempat dan kedelapan setelah ekstraksi, jaringan osteogenik dan tulang

trabekular dibentuk dan diikuti oleh proses pematangan tulang. Proses remodeling

akan berlanjut selama beberapa minggu. Tulang masih mengalami sedikit

kalsifikasi, sehingga akan terlihat radiolusen pada gambaran radiografik.Pada

gambaran radiografik, proses pembentukan tulang tidak terlihat menonjol hingga

minggu ke enam pascaekstraksi.

Meskipun deposisi tulang dalam soket akan berlangsung selama

beberapabulan, tinggi tulang tidak akan setingkat dengan tinggi tulang koronal

dari gigi tetangga karena pembentukan tulang trabekular hanya mencapai tepi

soket ekstraksi, sedangkan resorpsi tulang oleh osteoklas terjadi pada permukaan

dari sisa linggir. Inilah kombinasi yang menghasilkan porositas yang berbeda

pada puncak dari sisa linggir tulang alveolar.

90

Page 91: 4. Isi + Daftar Pustaka

Gambar : Gambaran radiografik penyembuhan luka ekstraksi: (A) Sebelum

ekstraksi gigi, (B) Setelah dua minggu, (C) Setelah satu bulan, (D) setelah dua

bulan, (E) Setelah empat bulan (F) Setelah Enam bulan, (G) Setelah 8 bulan.

Konsekuensi resorpsi residual ridge

Hilangnya kedalaman dan lebar sulkus. Perlekatan otot berpindah

mendekati puncak residual ridge. Berkurangnya tinggi wajah/vertikal dimensi

oklusal dan mandibula rotasi ke anterior. Perubahan pada morfologi residual ridge

seperti tajam dan spiny. Resorpsi dinding canal/saluran mandibula dan terlihatnya

saraf mandibula. Lokasi foramen mentalis mendekati puncak residual ridge

mandibula.

Treatment dan pencegahan

91

Page 92: 4. Isi + Daftar Pustaka

Overdenture mengurangi resorpsi ridge dan memberikan stabilitas

retensi.

Implan prostesis juga membantu mencegah resorpsi residual ridge

92

Page 93: 4. Isi + Daftar Pustaka

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan tinjauan pustaka dapat disimpulkan bahwa terdapat anomali

dentofacial. Anomali dentofacial terbagi menjadi dua yaitu prenatal dan

postnatal..

Dalam kedokteran gigi penting diketahui mengenai etiologi, patologi,

gambaran klinis, maupun pengobatan dalam berbagai keadaan anomali.

dentofacial sehingga seorang dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dengan

benar.

Penegakkan diagnosis mengenai suatu penyakit dapat didukung dengan

pemeriksaan penunjang lainnya, yaitu seperti gambaran radiografis.

93

Page 94: 4. Isi + Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Martin S., dan Glick, Michael. 2003. Burket’s Oral Medicine

Diagnosis and Treatment. BC Decker Inc : Spain.

http://www.smilebugg.com/pediatric-dentistry-wenatchee-wa/dental-

anomalies.aspx

http://quizlet.com/3609002/radiographic-identification-flash-cards/

http://www.braces4oxford.co.uk/MissingTeeth.htm

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/

11/31deaca6e5b121379b2dc52cedf3134afa85e8cf.pdf

http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-PEDODONSIA-DASAR/kgm-

427_slide_kelainan_gigi_akibat_gangguan_pertumbuhan_dan_perkembangan.pdf

Roth. 1993. Oral Biology. US : Mosby.

Eckert. 2005. Prosthodontic Treatment for Edentulous Patient 12th ed. India : Mosby.

Rajesndran. Shafer’s textbook of oral phatology 6th ed. India : Elseiver.

94