Intestinal Obstruction

20
Intestinal Obstruction Obstruksi usus adalah masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam bidang bedah akut abdomen. Hal ini dapat berkembang akibat udara dan sekresi usus tidak dapat keluar akibat tekanan dari luar maupun dari dalam usus ataupun akibat paralisis dari sistem pencernaan. Obstruksi usus halus merupakan bentuk yang kurang sering ditemukan dalah kasus obstruksi usus dan biasanya disebabkan oleh adanya perlekatan intra abdomen, hernia, ataupun kanker pada lebih kurang 90 persen kasus dan sisanya 10-15 persen sisanya akibat diverticulitis ataupun volvulus. Penyebab obstruksi usus halus pada dewasa: Penyebab ekstrinsik o Adhesi o Hernia o Metastasis kanker o Volvulus o Abses intra-abdomen o Hematoma intra-abdomen o Pseudokista pancreas Penyebab intralumen o Tumor

description

intestinal obstruction

Transcript of Intestinal Obstruction

Intestinal ObstructionObstruksi usus adalah masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam bidang bedah akut abdomen. Hal ini dapat berkembang akibat udara dan sekresi usus tidak dapat keluar akibat tekanan dari luar maupun dari dalam usus ataupun akibat paralisis dari sistem pencernaan. Obstruksi usus halus merupakan bentuk yang kurang sering ditemukan dalah kasus obstruksi usus dan biasanya disebabkan oleh adanya perlekatan intra abdomen, hernia, ataupun kanker pada lebih kurang 90 persen kasus dan sisanya 10-15 persen sisanya akibat diverticulitis ataupun volvulus.Penyebab obstruksi usus halus pada dewasa: Penyebab ekstrinsik Adhesi Hernia Metastasis kanker Volvulus Abses intra-abdomen Hematoma intra-abdomen Pseudokista pancreas Penyebab intralumen Tumor Batu empedu Benda asing Cacing Bezoar Abnormalitas intramural Tumor Striktur Hematom IntususepsiPenyebab obstruksi kolon: Penyebab paling sering Kanker Volvulus Diverticulitis Pseudo-obstruksi Hernia Striktur anastomotik Penyebab yang jarang Intususepsi Benda asing Kompressi dari luar dinding usus Hematoma Metastasis Tumor primerEVALUASI KLINISRiwayat pasienKetika pasien mengeluhkan obstipasi akut, nyeri abdomen dan membesar, mual dan muntah, kemungkinan terjadinya obstruksi usus dan ileus sangat tinggi. Obstruksi usus dapat dibedakan dengan paralitik maupun pseudo obstruksi berdasarkan lokasi, karakter, dan derajat keparahan daripada nyeri abdomen. Nyeri obstruktif biasanya terlokalisir pada bagian tengah abdomen sedangkan pada paralitik dan pseudo obstruktif biasanya difus. Nyeri pada paralitik biasanya lebih ringan dibandingkan nyeri obstruktif yang parah.Perut membesar, mual, dan muntah biasanya muncul setelah nyeri sudah dirasakan beberapa saat, dan pasien sebaiknya ditanyakan apakah pembesaran pada perutnya terjadi dalam waktu yang lambat atau cepat. Pembesaran yang terjadi berminggu-minggu dicurigai proses kronis ataupun obstruksi parsial yang progresif. Pasien sebaiknya ditanya kapan flatus terakhir sebelumnya: gagalnya keluar flatus menandakan adanya transisi dari obstruksi parsial ke obstruksi total.Pasien juga harus ditanyakan apakah ada riwayat episode obstruksi usus sebelumnya, operasi abdomen dan pelvis sebelumnya, riwayat keganasan, riwayat inflamasi intra abdomen, seperti: IBD, sehingga dapat memudahkan untuk mencari penyebab.Pemeriksaan Fisik dan ResusitasiLangkah pemeriksaan fisik dimulai dari vital sign, keadaan cairan tubuh, dan sistem kardiopulmoner. Nasogastric tube, foley kateter, dan cairan intravena sebaiknya dilakukan saat proses pemeriksaan. Volume dan sifat dari aspirasi lambung dan urin sebaiknya diperhatikan. Jika jernih, dicurigai adanya obstruksi pada pintu keluar lambung. Jika seperti empedu, tidak dijumpai kotoran, merupakan tanda umum dari obstruksi bagian tengah ke proksimal usus halus atau obstruksi pada kolon dengan katup ileosekal yang masih kompeten. Jika dijumpai kotoran merupakan ciri dari obstruksi bagian distal. Pengganti cairan jika diperlukan dengan menggunakan cairan saline isotonic atau RL. Resusitasi yang adekuat diperlukan agar pasien dapat dilakukan operasi; mengukur elektrolit penting pada pasien yang mengalami muntah dalam waktu yang lama.Demam maupun takikardia dapat dijumpai, mengarah pada obstruksi yang bermanifestasi adanya abses intra abdomen, ataupun mereka yang mengalami perforasi, khususnya jika peritonitis dijumpai. Jaundice dapat berkembang dengan kemungkinan adanya ileus batu empedu ataupun metastasis kanker. Pemeriksaan pada abdomen dimulai dari observasi ke auskultasi ke palpasi dan perkusi. Pasien diposisikan dalam posisi supinasi dengan kedua kaki fleksi untuk mengurangi tekanan pada otot rektus abdominalis. Derajat pada distensi abdomen yang diobservasi dapat beragam, tergantung daripada tingkat obstruksinya : obstruksi proksimal dapat menyebabkan distensi yang kecil atau tidak sama sekali. Bekas luka operasi pada abdomen, harus diperhatikan. Perut asimetris atau adanya penonjolan massa mengarah pada keganasan, abses, ataupun volvulus. Dinding abdomen sebaiknya diobservasi untuk mengetahui apakah ada gelombang peristaltik yang terlihat yaitu yang merupakan indikasi adanya obstruksi usus halus yang akut.Auskultasi sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 3-4 menit untuk dapat mengenal kualitas daripada bunyi usus. Bunyi peristaltik yang meninggi dan cepat, mengarah pada proses obstruksi. Ususnya iika disertai dengan adanya nyeri kram pada perut, mual ataupun muntah. Hilangnya bunyi usus, merupakan tanda dari paralisis usus tapi dapat juga indikasi adanya lelah usus dari obstruksi yang lama pada volvulus ataupun pseudo obstruksi. Lebih kurang 70% pasien dengan obstruksi usus memiliki nyeri tekan yang simetris. Lebih dari 50%, rebound tenderness mengeras ataupun kaku. Pasien dengan ileus paralitik, biasnya memiliki nyeri tekan abdomen yang menyeluruh yang tidak dapat dibedakan dengan nyeri tekan pada obstruksi usus. Perkusi yang ringan dilakukan pada semua kuadran abdomen untuk menemukan area yang memiliki bunyi yang tumpul mengarah pada adanya massa, timpani mengarah pada distensi usus. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk mengetahui adanya feses, massa atau bekuan darah. Pada pasien ileustomi ataupun kolostomi, stoma diperiksa dengan menggunakan jari untuk memastikan apakah ada sumbatan pada tingkat fasia. Ini penting untuk diketahui bahwa tidak ada tanda, gejala maupun pemeriksaan fisik yang memastikan bahwa diagnosa tepat 100% pada saat itu, sehingga diperlukan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium, dan radiologi. Umumnya, seseorang sebaiknya memiliki foto thorak pada semua pasien dengan obstruksi usus untuk menemukan adanya udara bebas subdiafragmatik. Pada kebanyakan kasus, film abdomen supine, erect ataupun lateral dekubitus dapat membedakan tipe obstruksi apakah mekanikal ataupun tidak mekanikal, parsial ataupun komplet dan dapat mengetahui lokasi obstruksi. Teknik yang sangat berguna untuk mengevaluasi foto abdomen adalah melihat secara sistematis gas usus sepanjang saluran cerna dimulai dari lambung, berlanjut sampai usus halus dan berakhir pada kolon dan rektum. Pertanyaan berikut sebaiknya harus disimpan dalam ingatan: 1. Apakah ada dilatasi abnormal pada usus, tanda-tanda dilatasi usus halus, atau air fluid level?2. Apakah lokasi air fluid level memiliki tempat yang sama pada foto supine dan erect?3. Apakah ada gas yang melalui sepanjang kolon untuk mengetahui apakah paralitik atau partial mechanical obstruction?4. Apakah ada gas kolon yang terputus dengan distensi pada bagian proksimal kolon dan adanya air fluid level untuk mengarahkan obstruksi kolon komplit atau hampit komplit?5. Apakah ada kejadian strangulasi?6. Apakah ada distensi yang massif pada kolon khususnya pada sekum dan sigmoid?7. Apakah ada udara pada saluran hilier untuk mengetahui adanya ileus akibat batu empedu?PencitraanPenting untuk dapat membedakan antara gas pada usus halus dan usus besar. Udara pada usus halus yang distensi membentuk valvula conniventes yang melintang di sepanjang lumen usus. Gas pada kolon yang berdistensi akan tampak gambaran haustra. Usus halus yang distensi biasanya terletak di bagian sentral abdomen, dan usus besar yang distensi biasanya terlihat lebih di perifer. Pasien ileus paralitik, distensi biasanya dapat terlihat mulai dari lambung, usus halus sampai kolon dan air fluid level dapat dijumpai di kolon dan usus halus.

Gambar 1: Foto abdomen supine, menunjukkan adanya obstruksi usus halus yang total pada pasien dengan tampaknya distensi dari usus halus pada bagian sentral abdomen dengan telihatnya valvula conniventes (pada panah putih kecil) dan dijumpai adanya edema dinding usus (pada panah putih besar) dan adanya gambaran lipatan usus yang terpisah (panah hitam). Dan tidak dijumpai adanya gambaran udara pada rektum dan kolon.

Gambar 2: Foto erect abdomen pada pasien yang sama dengan gambaran supine pada gambar 1 yang menunjukkan adanya gambaran multiple air fluid level dengan ukuran yang bervariasi tersusun membentuk U terbalik. Pada bagian bawah kanan pelvis terlihat usus halus yang terlihat dengan lokasi yang sama pada foto supine (panah hitam), hal ini mengarah pada obstruksi adhesi.Pasien dengan obstruksi usus halus biasanya memiliki multiple air fluid level dengan distensi usus yang memiliki ukuran bervariasi dan berbentuk U terbalik. Obstruksi usus halus sering disertai dengan terputusnya gambaran gas usus pada kolon. Udara yang sama sekali tidak dijumpai pada kolon mengarah pada obstruksi usus halus yang komplit walaupun adanya gambaran gas pada kolon tidak dapat menyingkirkan obstruksi usus halus komplit. Obstruksi yang berat dengan sfingter illeocecal yang inkompeten dapat bermanifestasi sebagai distensi pada usus halus dengan air fluid level yang mirip dengan obstruksi usus halus. Oleh sebab itu, terkadang penting untuk melakukan barium enema untuk menyingkirkan keraguan diagnosa.Distensi gas yang masif pada kolon biasanya sekunder dari obstruksi kolon distal atau rektal, volvulus, ataupseudoobstruksi. Ada kriteria pencitraan yang dapat menggambarkan dengan baik dan sensitif juga spesifik terhadap volvulus sigmoid. Jika terdapat keraguan dalam keadaan, tipe, ataupun level obstruksi pada kolon, sigmoidoskopi segera yang diikuti barium enema dapat membantu diagnostik.

LaboratoriumElektrolit, hematokrit, kreatinin, profil koagulasi,serum laktat penting untuk mengetahui keparahan dari penurunan volume cairan, mengidentifikasi adanya iskemia, dan membantu dalam melakukan resusitasi.Pemeriksaan tambahanSigmoidoskopiKetika satu pemeriksaan masih meragukan apakah adanya obstruksi atau tidak berdasarkan informasi yang telah didapat, maka tambahan diagnostic diindikasikan segera. Ketika terdapat jumlah udara yang besar pada kolon sampai ke rektum, maka pemerikssaan rektal toucher dan sigmoidoscopy akan dengan mudah menyingkirkan suatu obstruksi pada rektum dan bagian distal sigmoid.Ultrasonography, Fast Magnetic Resonance Imaging, dan Computed TomographyPada foto abdomen dapat terihat normal pada pasien dengan obstruksi komplit, ataupun pada obstruksi strangulasi. Jika pada keadaan klinis dan pemeriksaan fisik mengarah pada obstruksi usus sedangkan foto abdomen normal, maka USG abdomen, CT scan ataupun fast MRI sebaiknya dilakukan segera.Kriteria untuk USG saat ini dapat ditemukan pada obstruksi usus halus dan kolon: Observasi simultan pada segmen usus yang distensi dan kolaps. Melihat free peritoneal fluid Isi usus yang sudah menebal Peristaltik yang tidak teratur Edema dinding usus Melihat massa pada usus yang aperistaltik, berisi cairan, dan dilatasi Dapat melihat dengan jelas cairan pada lumen ususPada Fast MRI dengan T2 weighted akuran dalam menunjukkan lokasi dan penyebab dari obstruksi usus.CT Scan direkomendasikan oleh The American College of Radiology pada pasien dengan obstruksi usus halus yang berat atau komplit dengan menggunakan IV contrast. Dengan keuntungan: Dapat menentukan tingkat obstruksinya Dapat menilai keparahan obstruksinya dan mengetahui penyebabnya Dapat melihat closed loop obstruction dan obstruksi dengan iskemik.Penggunaan kontrasEnteroclysis (injeksi langsung kontras ke usus halus menggunakan intestinal tube yang panjang) dahulu direkomendasikan karena dianggap paling sensitive untuk membedakan antara ileus paralitik dan obstruksi.Saat ini dapat dilakukan CT dan Magnetic Ressonance Enteroclysis. Karena enteroclysis dapat memperparah distensibilitas usus, ini dapat dilakukan untuk pemeriksaan lanjut pada obstruksi ringan maupun intermitten.CT based scoring systemDapat dilakukan dalam membantu membuat keputusan operasi. Skoring ini merupakan kombinasi dari riwayat keluhan pasien, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan temuan radiologis untuk mendiagnosa adanya iskemik dan atau memprediksi kebutuhan dalam eksplorasi operatif.Mechanical ObstructionMalignant Bowel Obstruction (MBO) adalah komplikasi yang serius dan paling sering terjadi pada pasien tumor pada abdomen dan pelvis. Beberapa pasien datang dengan keadaan yang berat yang dimana tindakan bedah tidak dapat dilakukan dengan mudah. Untuk pasien demikian biasanya usaha paliatif dilakukan focus kepada mengontrol keluhan saluran pencernaannya dan menjaga kualitas hidupnya. Pengobatan farmakologik yang cepat dan intesif berupa obat antisekretorik, analgesic, dan antiemetic terbukti efektif dalam mengontrol keluhan saluran pencernaan dan mengembalikan fungsional penderita MBO. MBO sudah diobati secara aman pada pasien rawat jalan dengan menggunakan octreotide, metocloperamide, morphine, dan dexametason. Penyediaan ocreotide jangka panjang dapat dilakukan agar menjaga paien untuk dapat tinggal di rumah selama mungkin. Sedangkan pasien dengan penyakit terminal sebaiknya dirawat di rumah sakit atau perawatan dengan kunjungan medis ke rumahnya dengan melanjutkan infus ocreotide, rehidrasi IV dan dekompresi.Self expanding metallic stent digunakan sebagai terapi terhadap MBO pada gaster, duodenum, ataupun kolorektal sebagai paliatif. Obstruksi malignant pada ujung gaster atau duodenum merupakan komplikasi yang sering pada kanker gaster, duodenum, maupun pancreas dan dahulu dilakukan penanganannya dengan tindakan gastrojejunostomi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunan SEMS pada obstruksi malignant gastoduodenal dapat mempercepat pemberian makanan secara oral, menurunkan lama dari perawatan di rumah sakit, dan menurunkan kejadian pengosongan lambung yang lama dibandingkan dengan tindakan gastroenterostomy.Operasi segeraAman untuk menangani pasien partial bowel obstruction dengan langkah nonoperatif seperti: melakukan puasa, dekompresi dengan NGT, dan analgesic. Terapi berikut berhasil pada banyak kasus, terutama pada pasien adhesi usus post operatif, tetapi selalu ada kemungkinan obstruksi strangulasi yang tidak terdeteksi. Melakukan CT dengan kontras IV rutin pada semua pasien dengan penanganan nonoperatif untuk menghindari kemungkinan tersebut. Dan ada risiko ketika pasien diobservasi, obstruksi parsial dapat berkembang menjadi komplit, juga dapat terjadi strangulasi ataupun perforasi. Pemeriksaan berulang abdomen oleh petugas klinis yang sama adalah cara yang paling sensitive untuk mendeteksi perkembangan obstruksi dan perburukan klinis. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan sekurang-kurang setiap 3 jam. Jika dijumpai nyeri, nyeri tekan, ataupun distensi yang meningkat atau pada aspirasi lambung berubah dari nonfekal menjadi fekal maka eksplorasi abdomen biasanya menjadi diindikasikan. Operasi segera sebaiknya dilakukan pada obstruksi usus yang terjadi bersamaan dengan peritonitis dan atau pada pasien dengan kumpulan gejala dan radiologi pada iskemia usus. Operasi segera secara mutlak diindikasikan pada pasien inkarserata, hernia strangulasi, suspek strangulasi, volvulus sigmoid yang bersamaan dengan toksisitas sistemik atau iritasi peritoneum, volvulus pada kolon proksimal sampai kolon sigmoid, atau volvulus pada kolon yang tidak dapat diatasi dengan melakukan endoskopik.Operasi urgensiBeberapa keadaan yang dapat menjadi indikasi operasi urgensi antara lain: gagal dalam pemeriksaan Water Soluble Contrast Medium (kontras tidak tampak melalui kolon dalam waktu 24 jam), komplikasi dari teknik operasi terdahulu.WSCM juga dikenal dengan Gastrografin atau ditrizoate meglumine. Pemeriksaan WSCM dapat menjadi tindakan diagnostic dan terapeutik pada pasien obstruksi usus halus akibat adhesi. WSCM diberikan via oral ataupun NGT yang akan sampai ke kolon dalam waktu 4 sampai 24 jam dimana dapat melakukan prediksi terhadap gambaran obstruksi usus dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 98%. Setelah dilakukan dekompresi (1-2 jam) diberikan WSCM melalui NGT dari 50-150 mL dan di klem hingga 4 jam. Jika dalam 24 jam gambaran kontras tidak terlihat sampai ke kolon pada gambaran foto polos abdomen erect maka intervensi operatif sebaiknya dilakukan.Ketika fungsi usus kembali normal sesudah operasi abdomen tetapi kemudian berubah menjadi gambaran dugaan mechanical obstruction postoperative, penjelasannya adalah mungkin komplikasi dari teknik operasi (contohnya terbentuk phlegmon, abses, intususepsi, dll). Jika pasien mengalami peritonitis ataupun ada anastomosis kolon pada operasi pertama, seseorang disarankan untuk dilakukan CT scan untuk melihat apakan ada abses intra abdomen. Adanya phlegmon dan abses dapat menjadi indikasi untuk dilakukan operasi ulang. CT scan juga dapat melihat adanya hematoma yang sebaiknya dievakuasi dengan melakukan operasi ulang secepatnya.Tidak operasiPada pasien tertentu, tindakan non operatif pada partial bowel obstruction memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi dan memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang rendah. Tindakan nonoperatif dapat dilakukan pada pasien: adhesive partial small bowel obstruction, obstruksi postoperative dini. Adhesi adalah penyebab utama dari obstruksi usus. Pada penderita obstruksi usus adhesi partial pertama diobati dengan dekompresi NGT, IV rehidrasi, dan analgesic. Jika lebih dari 24 jam tidak dijumpai perbaikan pada pasien adhesi post operatif maka sebaiknya dilakukan intervensi bedah. Dalam keadaan berikut penting untuk memperhatikan keadaan yang menjadi kontraindikasi nonoperatif yaitu ketika dijumpai keadaan iskemik yang dapat dideteksi dengan sangat baik dengan melakukan CT scan dengan IV contrast. Ini perlu dilakukan rutin untuk melakukan percobaan penanganan non operatif.Setelah melakukan eksklusi terhadap keadaan kontraindikasi nonoperatif berdasarkan gambaran klinis dan radiologis maka selanjutnya kita dapat melanjutkan penanganan nonoperatif dengan WSCM. Selama observasi kita harus tetap memperhatikan gambaran klinis secara keseluruhan (hasil laboratoriumnya, hasil pemeriksaan fisik abdomen, dan keadaan aspirasi melalui NGT). Analgesic dapat diberikan dengan aman dan pemeriksaan abdomen berulang sebaiknya dilakukan setiap 3 jam ketika obat penenang bekerja. Pengulangan x ray abdomen sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah diberikan WSCM. Jika nyeri abdomen dan atau distensi meningkat, atau ketika aspirasi lambung berubah dari ninfekal menjadi fekal, maka sangat dianjurkan untuk dilakukan operasi.