perawatnews.files.wordpress.com · Web viewdan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan...
Transcript of perawatnews.files.wordpress.com · Web viewdan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan...
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN APENDIKSITIS
A. KONSEP APENDISITIS
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama
kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum
dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di
belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah
sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di
belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Appendiks pada saluran pencernaan (Gambar 2.1)
7
8
Posisi Appendiks (Gambar 2.2)
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan
pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh. (Tsamsuhidajat & Wim de jong, 2010).
9
2. Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan
inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ, dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen
yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh
serat). Patofisiologi Edisi 4 hal 448.
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak
dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara
pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi
untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini
mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi
penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis
merupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan
karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya
makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi.
Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang
dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
10
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim
De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
11
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
4. Manisfestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari
dengan radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis
terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah
rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri
tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014.
12
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering
muncul pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa
nyeri namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.
13
5. Pathways
Invasi&Multiplikasi
FebrisHipertermi
Kerusakan control suhu terhadap
inflamasi
Peradangan Jaringan
Apendistisis
Sekresi mukus berlebih pada lumenOperasi
Luka Insisi Apendiks TeregangAnsietas
Pintu masuk kumanKerusakan Jaringan
Ujung saraf putusTekanan intraluminal lebih
dari tekanan vena
Risiko Infeksi
Kerusakan Integritas Jaringan
Prostaglandin lepas
Hipoxia jaringan apendiksStimulasi Dihantarkan
Spasme dinding apendiks
UlcerasiSpinal Cord
Nyeri PerforasiCotex Serebri
Nyeri dipersepsikan
Risiko ketidakefektifan gastrointestinal
Akumulasi sekret
Defisit perawatan diri Ketidakefektifan jalan nafasAnestesi-> Peristaltik
usus->Distensi abdomen->Gangguan rasa nyaman
Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Mual dan muntah
Risiko kekurangan volume cairan
14
6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan
penanganan. Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga
medis. Faktor penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor
tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan
mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah
usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding
apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang
secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang
tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa
ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
15
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2007)
Komplikasi menurut (Brunner&Suddarth, 2014):
a. Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan
peritonitis pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau
flebilitis portal.
b. Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
yang muncul antara lain: Demam 37,7’C, nyeri tekan atau nyeri
abdomen.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan
keparahan/komplikasi penyakit apendisitis dikarenakan dua hal yaitu faktor
ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan tenaga medis dalam
menentukan tindakan sehingga dapat menyebabkan abses, perforasi dan
peritonitis.
7. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2)Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3)Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
16
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan
angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih dan
Dermawan, 2010).
17
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat
dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
9. Pemeriksaan Penunjang (NANDA, 2015)
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah
mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
18
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
b. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).
B. Konsep Post Op Apendiktomi
1. Pengertian
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan/pasca
anastesi dan bearkhir sampai evaluasi selanjutnya
19
2. Patofisiologi
Kerangka 2.2 Patofisiologi post operasi appendektomySumber : Smeltzer, Suzzane, C (2001)
Mansjoer (2007)
Mual & muntah Appendiks terinflamasi
Meningkatkan tekanan intraluminal
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan
Menghambat aliran limfe
Ulserasi pada dinding mukosa
Gangren dan perforasi
appendektomy
Luka post op
Resiko tinggi infeksi Nyeri akut
20
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap terebut
tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap tersebut secara
bersama-sama membentuk pola pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang
mengulangi kontak dengan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah:
1. Pengkajian
Merupakan tahap dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga
aktivitas dasar, yang pertama mengumpulkan data secara sistematis; kedua
memilah dan mengatur data yag dikumpulkan dan ketiga
mendokumentasikan data dalam bentuk format yang dibuka kembali.
Data data diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama
pasien, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic.
Dalam melakukan pengkajian diperlukan keahlian-keahlian seperti
wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengkajian tersebut
dikelompokan kembali menjada data subjektif dan objektif.
Ada beberapa cara dalam pengelompokan data, yaitu:
a. Berdasarkan sistem tubuh.
b. Berdasarkan kebutuhan dasar.
c. Berdasarkan teori keperawatan.
d. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.
Jadi yang dimaksuk dengan pengkajian adalah tahap terorganisir
untuk mendapatkan sejumlah data berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
menanyakan keluhan dan berdasarkan dengan hasil pemeriksaan penunjang.
21
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau
menghlangkan masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Carpenito,1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan
menjadi actual, potensial, risiko dan kemungknan.
a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik
yang harus di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan
nafas tidak efektif karena adanya akumulasi secret.
b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke
arah yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan
status kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.
c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis
individu lebih rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi
berhubungan denngan efek pembedahan.
d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi
klinis individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor
pendukung yang lebih akurat.
Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada
pasien baik itu secara aktual, potensial, risiko atau kemungkinan.
3. Intervensi Keperawatan
Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah
1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis,
keamanan/keselamatan, mencintai, hara diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:
22
a) Ancaman kehidupan kesehatan.
b) Sumber daya dan dana tersedia.
c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan
disertai jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:
1. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
2. Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan
faktor fisiologi/patologis.
3. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat
mendemonstrasikan.
4. Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
d. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan
Nursing Outcomes Clasification (NOC).
Jadi, yang dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah
rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah permasalahan
kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas masalah, tujuan
dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar
manusia/hirarki Maslow.
23
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.
a. Tindakan mandiri (independen)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas
kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama,
seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan
nyata yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat baik itu secara mandiri (independen) atau kolaborasi.
5. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi
merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan
kriteria hasil dan tujuan.
24
D. Konsep Asuhan Keperawatan Apendiktomi
1. Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis
berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association),
2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada
abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata
vagina.
25
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan
pendekatan (NANDA, 2015):
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung
saraf.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui
luka insisi.
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya
perforasi
26
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (INTERVENSI BEDASARKAN NANDA, 2015)
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi1 Nyeri berhubungan dengan
peradangan pada apendiks/post apendiks.
Batasan karakteristik:a. Perubahan selera makanb. Perubhana tekanan darahc. Perubahan frekuensi
jantungd. Perubahan frekuensi
pernapasane. Diaforesisf. Perilaku distraksig. Mengekspresikan
perilaku (merengek, menagis)
h. sikap tubuh melindungii. Gangguan tidurj. Melaporkan nyeri secara
verbalk. Perubahan posisi
NOC:a. Pain levelb. Pain Controlc. Comfort level\Kriteria Hasil:a. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik nonfarmakologis, mencari bantuan),
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri,
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda),
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyer berkurang
NICa. Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi, karakteristtik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien,
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi respon nyeri masa lampau6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan7. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan,
8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
9. Ajarkan tekhnik non farmakologis (relaksasi genggam jari)
10. Berikan analgetik untuk mengurangi
27
nyeri11. Tingkatkan istirahat12. Evaluasi keefektifan control nyeri13. Monitor penerimaan pasien tentang
mmanajemen nyeri.b. Analgesik Admistration
1. Tentukan karakteristik, lokasi kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
4. Tentukan pilihan anlgesik tergantung tipe dan berat nyerinya
5. Tentukan anlgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal,
6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik pertama kali
7. Berikan analgesic tepat waktu terutama ketika nyeri.
8. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
Tabel 2.1Diagnosa Nyeri Akut
28
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
29
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi2 Ketidakefektifan jalan nafas
berhubungan dengan akumulasi secret.
Batasan karakteristik:a. Tidak ada batukb. Suara nafas tambahanc. Perubahan irama nafasd. Sianosise. Kesulitan berbicaraf. Penurunan bunyi nafasg. Dispneah. Sputum dalam jumlah
yang berlebihi. Batuk tidak efektifj. Ortopneuk. Gelisahl. Mata terbuka lebar
NOCa. Respiratory status: Ventilationb. Respiratory status: Airway
patencyKriteria Hasil:a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukan jalan nafas paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi nafas dalam rentag normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambatjala nafas.
NICa. Airway Suction
1. Pastikan kebutuhan oral dan trakeal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
3. Informasikan ada pasien dan keluarga tentang suctioning
4. Minta klien untuk nafas dalam sebelum suctioning
5. Berikan O2 melalui nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
7. Anjuran klien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien9. Ajarkan keluarga cara melakukan suction10. Hentikan suction dan berikan oksigen
bila pasien mengalami bradikardib. Airway management
1. Buka jalan nafas, gunakan tekhnik chin lift atau jaw trust
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien bila perlunya menggunakan alat bantu nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu5. lakukan fisioterapi dada bila perlu6. Keluarkan secret dengan batuk atau
suction7. Auskultasi suara nafas8. Lakukan suction pada mayo bila perlu9. Berikan bronkodiator bila perlu10. Berikan pelembab udara menggunakan
kassa basah NaCl11. Monitor status respirasi dan status O2.
30
Tabel 2.2Diagnosa Ketidakefektifan Jalan Nafas
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi3. Hipertermi berhubungan
dengan penyakit atau trauma insisi.
Batasan karakteristik :a. Konvulsib. Kulit kemerahanc. Peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normald. Kejange. Takikardif. Takipneag. Kulit terasa hangat
NOC :Thermoregulation
Kriteria Hasil :a. Suhu tubuh dalam rentang
normalb. Nadi dan RR dalam rentang
normalc. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing
NICa. Fever Treattment
1. Monitor suhu sesering mungkin2. Monitor IWL3. Monitor warna dan suhu kulit4. Monitor tekanan darah, RR dan nadi5. Monitor penurunan tingkat kesadaran6. Monitor WBC, Hb, dan Hct7. Monitor intake dan output8. Berikan anti piretik9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
demam10. Selimuti pasien
31
11. Berikan tapid sponge12. Kolaborasi dalam pemberian cairan
intravena13. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila14. Tingkatkan sirkulasi udara15. Berikan pengobatan untuk terjadinya
menggigilb. Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal 2 jam2. Rencanakan monitor suhu secara
kontinyu3. Monitor TD, nadi dan RR4. Monitor warna dan suhu kulit5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh8. Ajarkan kepada pasien untuk cara
mencegah keletihan akibat panas9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
11. Berikan anti piretik jika perlu
32
c. Vital sign monitor1. Monitor TD, nadi, RR dan suhu2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah3. Auskultasi TD pada kedua lengan lalu
bandingkan4. Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama
dan sesudah aktivitas5. Monitor kualitas dari nadi6. Monitor frekuensi dan irama dan
pernafasan7. Monitor suara paru
Tabel 2.3Diagnosa Hipertermi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi4. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Batasan karakteristik :a. Kram abdomenb. Nyeri abdomenc. Menghindari makanand. Berat badan 20% atau
lebih dibawah berat badan ideal
NOCa. Nutritional statusb. Nutritional status : food and
fluid intakec. Nutritional status : nutrient
intake weight control.
Kriteria hasil :a. Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuanb. Berat badan sesuai dengan
tinggi badan
NICa. Nutrition management
1. Kaji adanya alergi makanan2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkanprotein dan vitamin C
4. Berikan substansi gula5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi6. Berikan makanan yang terpilih (sudah
33
e. Kerapuhan kapilerf. Diareg. Kehilangan rambut
berlebihanh. Bising usus hiperaktifi. Kurang makananj. Kurang informasik. Kurang minat pada
makananl. Penurunan berat badan
dengan asupan makanan adekuat
m. Tonus otot menurunn. Cepat kenyang setelah
makano. Sariawan rongga mulut
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
dikonsultasikan dengan ahli gizi)7. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian8. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori9. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkanb. Nutrition monitoring
1. BB pasien dalam batas normal2. Monitor adanya penurunan berat badan3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan4. Monitor turgor kulit5. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi6. Jadwalkan pengobatan dan dan tindakan
tidak dilakukan pada saat jam makan7. Monitor mual dan muntah8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan9. Monitor kemerahan, pucat dan kekeringan
jaringan konjungtiva10. Monitor kalori dan intake nutrisi
Tabel 2.4Diagnosa Ketidakseimbangan Nutrisi
34
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
35
Tabel 2.5Gangguan Rasa Nyaman
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi5 Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan Distensi abdomen.
Batasan karakteristik :a. Ansietasb. Menangisc. Gangguan pola tidurd. Takute. Ketidakmampuan untuk
rileksf. Iritabilitasg. Merintihh. Melaporkan merasa dingini. Melaprkan merasa panasj. Melaporkan perasaan
tidak nyamank. Melaporkan geja distressl. Melaporkan rasa gatal
NOCa. Sleep deprivationb. Comort, readlines or enchanced.
Kriteria hasil :a. Mampu mengontrol kecemasanb. Status lingkungan yang nyamanc. Mengontrol nyerid. Kualitas tidur dan istirahat
adekuate. Agresi pengendalian dirif. Respon terhadap pengobatang. Kontrol gejalah. Status kenyamanan meningkati. Support sosialj. Keinginan untuk hidup
NICa. Anxiety reduction
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
pelaku pasien3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur4. Pahami perspektif pasien terhadap situasi
stres5. Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut6. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
36
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi6 Kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.
Batasan Karakteristik:a. Kerusakan jaringan
(Misal: kornea, membrane mukosa, integument, dan subkutan)
b. Kerusakan jaringan
NOCa. Tissue integrity: skin and
muccousb. Wound healing: Primary and
secondary intention.
Kriteria Hasil:a. Perfusi jaringan normalb. Tidak ada tanda-tanda infeksic. Ketebalan dan tekstur jaringan
normald. Menunjukan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedere
e. Menunjukan proses penyembuhan luka
NICa. Pressure ulcer prevention wound care
1. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian longgar
2. Jaga kulit agar tetap kering dan bersih3. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali4. leskan lotion atau minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan5. Monitor kulit adanya kemerahan atau tidak6. Monitor status nutrisi pasien7. Observasi luka8. Ajarkan keluarga tentang luka dan
perawatan luka9. Cegah kontaminasi feses dan urin10. Lakukan tekhik perawatan luka dengan
prinsip steril11. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka12. Hindari kerutan pada tempat
tidurMandikan pasien dengan air hangat.Tabel 2.6
Diagnosa Kerusakan Integritas Jaringan
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
37
Tabel 2.7Diagnosa Defisit Perawatan Diri
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap tindakan/penyakit.
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
Batasan Karakterisik:a. Ketidakmampuan dalam
mengakses kamar mandib. Ketidakmampuan
mengeringkan tubuhc. Ketidakmampuan dalam
merasakan bagian tubuhd. Ketidakmampuan dalam
merasakan hubungan spasial
e. Ketidakmampuan dalam menjangkau sumber air
f. Ketidakampuan dalam mengatur air mandi
g. Ketidkmampuan dalam membasuh tubuh
NOCa. Activity tolerenrancyb. mobility: physical impairedc. Self care deficit hygiened. Sensory perception: auditory
disturbed.Kriteria hasila. Perawatan diri ostomi:
tindakan pribadi dalam mempertahan ostomi untuk eliminasi
b. Perawatan diri: aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri
c. Peawatan diri mandi: mampu untuk membersihkan diri sendiri secara mandiri
d. Perawatan diri hygienee. Perawatan diri oral hygienef. kebersihan.
NICa. Self Care Assistence: Bathing/Hygiene
1. Pertimbangkan budaya ketika mempromosikan perawatan diri
2. Tempat handuk, deodorant dan kebutuhan mandi ditaruh disamping tempat tidur atau kamar mandi.
3. Pertimbangkan usia pasien ketika memromisan perawatan diri
4. Menyediakan lngkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, dan personal
5. Memfasilitasi alat untuk menyikat gigi klien
6. Memfasilitasi alat yang dibutuhkan untuk mandi
7. Memfasilitasi pemeliharaan rutin yang biasa pasien tidur, isyarat sebelum tidur
8. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat mengansumsikan perawatan diri.
38
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi8 Ansietas berhubungan
dengan ketidaktahuan pasien terhadap tindakan/penyakit.
Batasan karalteristik :a. Perilaku :
1. Penurunan produktivitas
2. Gerakan yang ireleven3. Gelisah4. Melihat sepintas5. Insomnia6. Kontak mata yang
buruk7. Mengekspresikan
kekhawatir8. Tampak waspada
b. Affektif :1. Gelisah2. Kesedihan yang
mendalam3. Ketakutan4. Perasaan tidak adekuat5. Berfokus pada diri
sendiri6. Peningkatan
kewaspadaan7. Iritabilitas8. Khawatir
c. Fisiologi :1. Wajah tegang, tangan
tremor2. Peningkatan keringat3. Peningkatan
ketegangan4. Gemetar, tremor5. Suara bergetar
d. Simpatik1. Anoreksia2. Diare, mulut kering
NOCa. Ansiety self-controlb. Coping.
Kriteria hasil :a. Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normald. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan aktivitas menunjukkan
NICa. Anxiety Reduction
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur4. Temani pasien untuk memberikan ketenangan,
keamanan dan mengurangi rasa takut5. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
39
Tabel 2.8Diagnosa Ansietas
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
No.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
9 Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
Faktor-faktor resiko :1. Penyakit kronis2. Diabetes mellitus3. Obesitas4. Pengetahuan yang tidak
cukup untuk menghindari pemanjanan patogen
5. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
6. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
7. Imunosepresi (imunitas yang didapat tidak adekuat)
NOCa. Imune statusb. Knowledge : infection controlc. Risk control.
Kriteria hasil :a. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksib. Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan perilakku hidup sehat
NICa. Infection control(kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain2. Pertahankan teknik isolasi3. Batasi pengunjung bila perlu4. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung7. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.8. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal9. Monitor terhadap kerentanan infeksi10. Batasi pengunjung11. Dorong klien untuk mengonsumsi antibiotic sesuai
resep12. Ajarkan pasein dan keluarga akan tanda dan gejala
infeksi13. Ajarkan cara menghndari infeksi14. Laporkan kecurigaan infeksi.
40
8. Penurunan haemoglobin
Tabel 2.9Diagnosa Risiko Infeksi
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi10 Risiko kekurangan cairan
berhubungan dengan mual dan muntah.Batasan Karakteristik:a. Perubahan status mentalb. Penurunan tekanan darahc. Penurunan tekanan nadid. Penurunan volume nadie. Penurunan turgor kulitf. Penurunan turgor lidahg. Penurunan haluaran urinh. Penurunan pengisian
venai. Membran mukosa keringj. Kulit keringk. Peningkatan hematokrit
NOCa. Fluid balanceb. Hydrationc. Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria hasil :a. Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
NICa. Fluid management
1. Timbang popok atau pembalut jika memungkinkan2. Pertahankan catatan intake atau output yang akurat3. Monitor status hidrasi (kelembaban, membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan4. Monitor vital sign5. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
kalori harian6. Kolaborasi cairan IV7. Monitor status nutrisi8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan9. Dorong masukan oral10. Berikan penggantian nasogastrik sesuai output
b. Hypovolemia Management1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan2. Pelihara IV line3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit4. Monitor tanda vital5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
41
6. Monitor berat badanTabel 2.10
Diagnosa Risiko Kekurangan Cairan
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya perforasi.
42
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
11 Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya perforasi.Faktor resiko :a. Anemiab. Usia >60 tahunc. Diabetes melitusd. Jenis kelamin wanitae. Varises gastroesofagus.
NOCa. Circulation statusb. Electrolite and acid
base balancec. Fluid balanced. Hidratione. Tissue perfusion :
abdominal organsKriteria hasil :a. Jumlah, warna,
konsistensi, dan bau feses dalam batas normal
b. Tidak ada nyeri perutc. Bising usus normald. Tekanan systole dan
dyastole dalam rentang normal
e. Gangguan mental, orientasi pengetahuan dan kekuatan otot normal
f. Na, K, Cl, Ca, Mg, dan biknat dalam batas normal
g. Tidak ada bunyi naas tambahan
h. Intake output seimbang
i. Membran mukosa lembab
NICa. Tube care gastrointestinal
1. Monitor TTV2. Monitor cairan dan elektrolit3. Monitor bising usus4. Monitor irama jantung5. Catat intake dan output secara akurat6. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit sesuai instruksi dokter7. Monitor diare
b. Bledding reduction gastrointestinal1. Pantau tanda-tanda shock2. Ukur lngkar perut3. Memantau status cairan, termasuk inpu dan
output4. Hindari pemberian antikoagulan5. Memantau studi koagulan, termasuk waktu
protrombin6. Berikan obat (missal: vasopressin)7. Menilai status gizi pasien8. Anjurkan pada keluarga atau klien menghindari
penggunaan obat anti inflamasi (missal: aspirin, ibuprofen)
9. Mengkoordinasikan konseling untuk pasien dan keluarga (pendetaa, pecandu alcohol)
c. Bowel irrigationd. Medication administration
43
Tabel 2.11Risiko Ketidakefektifan Gastrointestnal
99
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik
secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada
pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen.
Interdependen dan dependen.
5. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak
teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format
evaluasi mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau
muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
100
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC.
Dermawan, Deden & Titik Rahayuningsih. 2010, Keparawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan): Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Doengoes, Marilynn E, Marry frances Moorhaose. 2014, Rencana asuhan Keperawatan: Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan: Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Kesehatan Keperawatan Vol 8, No. 1, Februari 2012.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction Publishing.
Prasetyo, Sigit Nian. 2010, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri: Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saydam, Gouzali, 2011. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit pernafasan dan Gangguan Pencernaan): Bandung: Alfabeta.
T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015, Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2011, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan: Jakarta: Salemba Medika.
Tsamsuhidajat & Wim De jong.2010,Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta: EGC.
Pinandita, 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Op Laparatomi diakses pada tanggal 20 Mei 2016 dalam http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/download.php?id=284)
Liana, 2008. Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Keseimbangan Emosi. Diakses pada tanggal 20 Mei 2016 dalam (http://www.pembelajar.com/category/kolomnis/emmy-liana-dewi)
101
Lukman, 2008, Gambaran pasien Apendisitis yang Mengalami Perforasi Di RSUP Hasan Sadikin Bandung dalam (http://elibrary.unisba.ac.id/files/08-6155_Fulltext_Duplikat.pdf di akses pada 26 Mei 2016)
Evarica, 2015, Pemberian Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Op Apendisitis dikutip dalam (http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-evaricawid-1323-1-ktievar-4.pdf diakses pada tanggal 9 juni 2016)
Solihah, 2014, Pemberian Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap Penuruanan Intensitas Nyeri pada pasien Post Op Lumpektomi di kutip dalam (http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-solikhahha-844-1-ktisoli-1.pdf diakses pada tanggal 9 juni 2016)
http://citarum.org/citarum-knowledge/pusat-database/data-tabular/data-dalam-angka/386-dalam-angka-kab-cianjur-2008/file.html diakses pada tanggal 29 mei 2016 pukul 11.35
Anonim, 2016, Makalah perawatan pre dan post op apendiktomi di akses pada tanggal 02 Juni 2016 pukul 12.43 dalam (http://dokumen.tips/documents/pre-op-dan-post-op.html)
Anonim, Latar Belakang. Diakses pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 11.22 dalam. (http://eprints.ums.ac.id/25910/2/BAB_I.pdf)