Intervensi Psikososial Pada Terapi Skizofrenia

33
BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan berbagai penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %. 2 Prevalensi Skizofrenia antara pria dan wanita adalah sama, tetapi terdapat perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Pria umumnya mempunyai onset lebih awal daripada wania. Usia puncak onset untuk lai-laki adalah 15 sampai 25 tahun dan untuk wanita puncaknya adalah 25 sampai 35 tahun. 1

Transcript of Intervensi Psikososial Pada Terapi Skizofrenia

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan berbagai penyebab

(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan

pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan

yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak

wajar (inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara

bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian

Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of

Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.2

Prevalensi Skizofrenia antara pria dan wanita adalah sama, tetapi terdapat

perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Pria umumnya mempunyai onset lebih

awal daripada wania. Usia puncak onset untuk lai-laki adalah 15 sampai 25 tahun dan

untuk wanita puncaknya adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10

tahun atau setelah 50 tahun adalah jarang.

Penanganan pasien skizofrenia dibedakan secara garis besar menjadi terapi

somatik dan psikososial. Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan

skizofrenia, penelitian telah melaporkan bahwa intervensi psikososial dapat

memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat

ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien

skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi dari pengobatan

antipsikotik dan psikososial.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti terpisah atau

pecah dan “phren” yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau

ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku

Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan

kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah),

pikiran yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008).

2.2. ETIOLOGI

Skizofrenia merupakan integrasi dari faktor biologis, faktor psikososial, dan

faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu

kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.

Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis

(misalnya kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis

selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat,

stress psikososial, dan trauma.

Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan

mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang

maka stresor kecil apapun dapat menyebabkan timbulnya skizofren. Semakin kecil

kerentanan maka dibutuhkan stresor yang besar untuk terjadi skizofren, sehingga secara

teoritis seseorang tanpa diatese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau

sebesar apapun stressornya.

A. Faktor neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya

kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana

2

hubungan antara kerusakan pada bagian otak tersebut dengan timbulnya symptom pada

skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan membuat seseorang

menjadi patologis, yaitu sistem limbik, korteks frontal, serebelum dan ganglia basalis.

Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin

melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran

penelitian adalah waktu kerusakan neuropatologis pada otak dan interaksi antara

kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

B. Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas

neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin akibat dari meningkatnya

pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, turunnya nilai ambang, atau

hipersentivitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya

hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa terdapat korelasi antara efektivitas dan potensi

suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor

dopamine D2. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, seperti amfeetamin

dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

C. Faktor genetik

Penelitian mengenai genetika telah membuktikan faktor genetik/keturunan

merupakan salah satu penyumbang bagi seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang

menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga yang

menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga tersebut dekat. Penelitian terhadap

anak kembar menunjukkan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan terhadap

terjadinya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mengalami skizofrenia.

3

D. Faktor psikososial

1. Teori individu pasien

a) Teori psikoanalitik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi

perkembangan, yang timbul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika

neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan

konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego

defect) memberikan kontribusi terhadap timbulnya simptom skizofrenia.

Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan

waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.

Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta

kerusakan ego yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk

memperparah simptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang

skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap

frustasi dan konflik dengan orang lain.

Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia

disebabkan oleh kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama

yang berhubungan dengan apa yang disebut sebagai pengasuhan ibu yang

salah, yaitu cemas berlebihan.

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,

kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol

terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Berbagai simptom

dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi tiap-tiap pasien. Halusinasi

mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk

menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan

ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b) Teori psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan

psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai

stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan

4

dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan

mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan

dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat

kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan

faktor biologis dan karakteristiknya adalah hilangnya perilaku/fungsi

tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin

timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan

kerusakan ego yang mendasar.

Tanpa memandang model teoritis, semua pendekatan psikodinamik

dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom psikotik memiliki makna

dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul

setelah harga dirinya terluka. Selain itu menurut pendekatan ini, hubungan

antar manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap

skizofrenia.

c) Teori belajar

Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa

kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan

cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang

sebenarnya memiliki masalah emosional.

2. Teori keluarga

Beberapa pasien skizofrenia berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu

perilaku keluarga yang patologis, secara signifikan meningkatkan stress

emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia, antara lain:

a) Double bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson menjelaskan

keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari

orangtua berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya

anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga ia

5

menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa

konflik tersebut.

b) Schims and Skewed families

Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama terdapat perpecahan yang

jelas antara orangtua, dimana salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat

dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga

skewed, terdapat hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah

satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua,

akan menghasilkan dominasi salah satu orang tua.

c) Ekspresi emosi

Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis,

kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak

penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam

hal apa yang dikatakan maupun maksud dari perkataan) akan meningkatkan

tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

3. Teori sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi sangat

berpengaruh sebagai penyebab skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,

namun penekanan saat ini adalah mengetahui pengaruhnya terhadap waktu onset

dan keparahan penyakit.

2.3. PEDOMAN DIAGNOSTIK

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ-III

Sedikitnya harus ada satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala tersebut kurang tajam atau kurang jelas):

(a) - Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam benaknya (tidak

keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.

6

- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar

dirinya (withdrawal)

- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau

umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu

dari luar; atau

- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar; atau

- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap

sesuatu kekuatan dari luar.

- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna

sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

(c) Halusinasi auditorik:

- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,

atau

- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara

yang berbicara).

- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh

(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia

lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif

yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,

atau terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus

berulang.

7

(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.

(h) Gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika.

Adanya gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama satu bulan atau

lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi

(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,

tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan

penarikan diri secara sosial.

2.4. PENATALAKSANAAN

2.4.1. Terapi somatik (medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut antipsikotik.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi

pada skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum

mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi

pasien. Antipsikotik pertama telah diperkenalkan 50 tahun lalu merupakan terapi obat-

obatan pertama yang efekitif untuk mengobati skizofrenia. Terdapat tiga kategori obat

antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik tipikal dan atipikal.3

2.4.2 Terapi psikososial

Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil membutuhkan perhatian lebih besar

daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal penting harus dilakukan adalah

intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stresor lingkungan atau

mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, serta diperlukan dukungan 8

sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas

hidup penderita.

Beberapa macam metoda yang dapat dilakukan antara lain:

a) Psikoedukasi

Terapi ini memberikan edukasi dan perhatian kepada pasien terhadap

penyakitnya. Hal ini meningkatkan pengetahuan mereka tentang gejala dan terapi,

pelayanan yang tersedia dan rencana pemulihan. Sehingga mereka dapat memonitor

tanda peringatan relaps secara dini dan membuat rencana bagaimana merespon tanda ini

serta belajar untuk mencegah relaps. Informasi dan edukasi dapat diberikan melalui

video, pamflet, websites, atau diskusi dengan dokter.

b) Terapi keluarga

Berbagai terapi berorientasi pada keluarga berguna dalam pengobatan

skizofrenia, karena pasien skizofrenia selalu dipulangkan dalam keadaan remisi parsial.

Keluarga seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat dan

intensif. Pemusatan perhatian terapi adalah situasi yang segera serta mengidentifikasi

dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah

berasal dari dalam keluarga, maka pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara

tepat.

Setelah pemulangan pasien dari rumah sakit, topik penting yang dibahas di

dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannnya.

Sering kali anggota keluarga, mendorong keluarganya yang menderita skizofrenia untuk

melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut

berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia ataupun dari penyangkalan tentang

keparahan penyakit. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti dengan

penyakit skizofrenia tanpa harus merasa kecil hati. Ahli terapi dapat menerangkan

episode psikotik itu sendiri dan peristiwa-peristiwa yang memicu terjadinya episode

tersebut. Namun dalam praktek ahli terapi sering tidak memperdulikan episode psikotik,

sehingga seringkali menambah rasa malu penderita terhadap peristiwa tersebut dan tidak

dapat mengambil manfaat dari peristiwa tersebut sebagai bahan diskusi, pendidikan dan

pengertian. Bagi anggota keluarga yang seringkali ditakuti gejala psikotik. Terapi

9

keluarga selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam strategi penurunan stres dan

penyelesaian masalah serta melibatkan kembali pasien dalam aktivitas.

Tujuan terapi keluarga adalah:

1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat gangguan skizofrenia.

2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas terjadinya penyakit ini. Bantu

penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa.

3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak

berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.

Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga

lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Di dalam sesi terapi keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus

mengendalikan intensitas emosi dari setiap sesi. Ekspresi emosi yang berlebihan dapat

merusak pemulihan pasien skizofrenia dan mengurangi keberhasilan sesi terapi

selanjutnya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi keluarga efektif dalam

menurunkan relaps. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga 25-50% , sedangkan

dengan terapi keluarga 5-10%.

c) Terapi perilaku-kognitif (Cognitive behavioural therapy)

Cognitive behavioral therapy (CBT) mencakup berbagai intervensi. Pada intinya

adalah gagasan bahwa jika pasien dapat tampil dengan model kognitif dari gejala

mereka, mereka akan dapat mengembangkan strategi coping yang lebih adaptif,

sehingga dapat mengurangi distres, meningkatkan fungsi sosial, dan bahkan mungkin

menurunnya gejala. CBT, melibatkan pertemuan regular antara terapis dan pasien,

kemudian yang sering (namun tidak selalu) psikolog klinis (profesi lain termasuk

perawat psikiatri komunitas dan psikiater yang menjadi lebih terlibat sebagai terapis

terlatih).

Paket terapi ini menekankan terhadap agenda perjanjian terapeutik yang umum,

dan perhatian yang sungguh-sungguh. Elemen yang relatif tidak spesifik membentuk

10

suatu komponen penting dalam semua paket terapi, termasuk informasi dasar tentang

skizofrenia dan terapi farmakologis, strategi untuk menangani kecemasan dan depresi,

dan intervensi untuk menangkal gejala negatif dan disfungsi sosial. Strategi yang lebih

spesifik untuk memenuhi target gejala positif termasuk memformulasikan, bersama

dengan pasien, alternatif, model penjelasan yang lebih adaptif untuk delusi dan

halusinasi. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan penting pada detil antara penelitian

yang telah dipublikasikan. Sebagai contoh sehubungan dengan memperhatikan lamanya

intervensi atau kerjasama dengan keluarga. Perbedaan juga dibuat antara CBT pada

skizofrenia akut dan kronis, walaupun hasilnya disajikan dalam kedua tersebut.

Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan

kekurangan pasien. Terapi perilaku kognitif digunakan untuk pasien dengan gejala yang

menetap. Terapi ini mengajarkan pasien skizofrenia menilai pikiran dan persepsi

mereka sebenarnya, tidak mendengar suara-suara (halusinasi) dan tidak bersikap apatis.

Terapi ini efektif mengurangi gejala yang berat dan resiko relaps. Selain itu terapi

perilaku kognitif juga membantu dalam menghadapi situasi penuh stres, memperbaiki

kemampuan berpikir dan memori serta belajar untuk bersosialisasi.

Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial

untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan

praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau

hadiah yang dapat ditebus seperti hak istimewa atau pas jalan di rumah sakit. Dengan

demikian perilaku maladaptif seperti berbicara lantang, berbicara sendiri dan postur

tubuh yang aneh dapat diturunkan.2 Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku

kognitif merupakan terapi pilihan untuk gejala depresi dan anxietas. Terapi ini juga

efektif mengurangi penyalahgunaan obat.

d) Rehabilitasi sosial dan vokasional

Rehabilitasi yang fokus pada kemampuan sosial dan bekerja bisa menghilangkan

atau mengurangi gejala penyakit jiwa. Hal ini membantu mereka agar lebih bermanfaat

dalam komunitasnya. Rehabilitasi ini bisa dilakukan secara individual ataupun

berkelompok, tergantung pada kebutuhan. Program rehabilitasi mencakup konseling

vokasional, latihan kerja, permainan simulasi, pekerjaan rumah, konseling pengaturan

11

keuangan, kemampuan komunikasi, belajar menggunakan transfortasi umum dan

praktek sosial.

Terapi keterampilan sosial (social skills therapy) dapat secara langsung

membantu dan berguna bagi pasien serta secara alami meningkatkan keberhasilan terapi

farmakologis. Beberapa gejala skizofrenia yang paling terlihat adalah menyangkut

hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, respon lambat

yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak adanya spontanitas dalam situasi

sosial, persepsi yang tidak akurat atau tidak adanya persepsi emosi terhadap orang lain.

e) Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,

dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,

terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif

dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes

realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,

bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

Terapi kelompok ini mencakup dari yang usaha yang menekankan pada

dukungan dan peningkatan terhadap kemampuan sosial, penyembuhan spesifik yang

bersifat simtomatis, hingga pada konflik intrapsikis yang belum terpecahkan. Jika

dibandingkan dengan terapi individual, dua kekuatan utama dari terapi kelompok ini

adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dengan segera dari teman sebaya

pasien dan kesempatan bagi masing-masing pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi

respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap orang-orang yang

memperoleh transferensi yang bervariasi. Baik persoalan individu dan interpersonal

dapat diselesaikan dengan psikoterapi kelompok.

Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas yang

dijabarkan antara lain:

1. Gejala sama

12

Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa

untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan

spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang

sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.

Jika sekelompok orang yang sedang mempunyai masalah mau menceritakan

pengalamannya, dan mencurahkan emosinya kepada orang lain, maka akan tercipta

perasaan empati satu sama lain. Lewat terapi ini mereka diajak berkumpul, dan saling

membagikan cerita maupun perasaan yang sedang dialaminya terutama mengenai

masalah yang sedang dihadapinya. Tanpa sadar momen ini akan memancing inisiatif

dan pemikiran terpendam dari masing-masing anggota untuk keluar.

2. Kategori sama

Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi.

Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor

rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor

yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.

3. Jenis kelamin sama

Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala

sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik

dibedakan.

4. Kelompok umur hampir sama

Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.

5. Jumlah efektif 7-10 orang

13

Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu

ramai dan kurang perhatian terapi pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa

sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

Kelebihan dari cara ini adalah bisa diterapkan dalam kondisi apa pun.

Disamping itu, juga melatih seseorang untuk sedikit demi sedikit menimbulkan

pemikiran-pemikiran kreatifnya sehingga tidak mudah menyerah dengan keadaan. Di

sini, berbagai ide sangat dihargai dan pasti didengarkan terutama ketika perasaan

sebagai satu saudara sudah didapat. Orang yang memiliki tipe introvert akan terpancing

untuk mencurahkan dan mengeluarkan pendapatnya dalam diskusi kelompok.

Tahapan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:

Buatlah satu kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih lima orang atau lebih

dan mereka telah saling mengenal.

Bukalah seluruh kesulitan, beban hidup yang dialami berkaitan dengan fokus

perkara yang akan dibahas. 

Dengarkanlah dan hormatilah lawan bicara untuk mencurahkan semua perasaannya

satu-persatu sampai tuntas, bahkan sampai menangis-pun boleh justru itu sangat

efektif dan bagus untuk mengeluarkan emosi.

Bukalah sesi di mana seluruh individu bebas untuk menimpali dan memotong

lawan bicaranya dengan tujuan utama memberikan satu solusi yang berguna.

Arahkan bersama untuk memikirkan apa yang terbaik bagi kelompok dan

masyarakat.

Kekuatan utama terletak pada kemampuan verbal dan curhat dari anggota, karena

proses penyembuhan terjadi di sini. Segala luka-luka batin dan beban yang

mengganjal dikeluarkan secara lugas dan ini membuat pertahanan diri manusia

mulai terbuka sehingga orientasi ke arah diri sendiri atau ego-nya berkurang.

Untuk membantu orang dengan kepribadian yang benar-benar tertutup, bisa juga

diberi sesi khusus sebelum diskusi dimulai. Yakni mempersilahkan menggambar

pengalaman yang paling traumatis dalam hidupnya pada suatu kertas besar kemudian

saling menceritakan pengalamannya. Ini sangat membantu, khususnya untuk yang

14

bertipe introvert agar mencurahkan emosi yang belum terselesaikan dan mempersiapkan

masuk dalam topik pembicaraan.

Ada beberapa macam kegiatan pengganti selain menggambar, misalnya

menggunakan tanah liat dibentuk menjadi semacam benda yang mewakili perasaannya.

Dengan cara yang sama mereka akan mengungkapkan apa yang dialami saat itu.

Setelah tahapan ini berhasil, kelompok terapi tersebut diharapkan membentuk

satu grass root yang kokoh, kemudian dibuat jaringan yang tersusun dari tim-tim

diskusi dengan tilikannya masing-masing yang menjadi komponen dan elemen inti dari

wadah ini.

f) Kelompok menolong diri sendiri (self-help group)

Kelompok menolong diri sendiri adalah orang yang ingin mengatasi masalah

atau krisis kehidupan tertentu. Biasanya disusun dengan tugas tertentu, kelompok

tersebut tidak berusaha untuk menggali psikodinamika individu secara sangat mendalam

atau untuk mengubah fungsi kepribadian secara bermakna. Kelompok menolong diri

sendiri telah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan emosional banyak orang.

Suatu karakteristik yang membedakan kelompok menolong diri sendiri adalah

homogenitasnya. Anggota staf menderita gangguan yang sama, dan mereka berbagi

pengalaman mereka, baik dan buruk, berhasil dan tidak berhasil, satu sama lainnya.

Dengan melakukan hal tersebut, mereka saling mendidik satu sama lainnya,

memberikan dukungan yang saling menguntungkan dan menghilangkan perasaan

terasing yang biasanya dirasakan oleh orang yang ditarik ke tipe kelompok tersebut.

Kelompok menolong diri sendiri menekankan keterpaduan yang cukup kuat

pada kelompok tersebut. Oleh karena anggota kelompok memiliki masalah dan gejala

yang sama, ikatan emosional yang kuat dan karakteristik kelompok sendiri adalah

berkembang, sehingga anggotanya dapat menyandang kualitas kesembuhan magis.

Sebagai contoh dari kelompok menolong diri sendiri adalah Alcoholic Anonymous

(AA), Gamblers Anonymous (GA) dan Overtreaters Anonymous (OA).

Pergerakan kelompok menolong diri sendiri adalah semakin naik. Kelompok

memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dengan memberikan penerimaan,

dukungan yang saling menguntungkan dan bantuan dalam menghadapi pola perilaku

15

maladaptasi atau keadaan perasaan yang biasanya belum berhasil dengan kesehatan

mental tradisional dan profesional medis. Kelompok menolong diri sendiri dan

kelompok terapi telah mulai untuk bergabung: kelompok menolong diri sendiri telah

memungkinkan anggotanya menghentikan pola perilaku yang tidak diinginkan;

kelompok terapi membantu anggotanya mengerti mengapa dan bagaimana mereka

seharusnya atau adanya.

g) Intervensi krisis (Crisis Support)

Suatu krisis adalah respon terhadap peristiwa yang berbahaya dan dialami

sebagai keadaan yang menyakitkan. Sebagai akibatnya, krisis cendrung memobilisasi

reaksi yang kuat untuk membantu orang menghilangkan gangguan dan kembali ke

keadaan keseimbangan emosional yang ada sebelum onset krisis. Jika hal tersebut

terjadi, krisis dapat diatasi tetapi disamping itu, orang belajar bagaimana menggunakan

reaksi adaptif. Selain itu, dengan memecahkan krisis pasien mungkin berada dalam

keadaan pikiran yang lebih baik, lebih unggul dibandingkan onset kesulitan psikologis.

Namun demikian jika pasien menggunakan reaksi maladaptif, keadaan menyakitkan

akan menjadi kuat, krisis akan mendalam dan perburukan regresif akan terjadi yang

menghasilkan gejala psikiatrik. Gejala tersebut, selanjutnya akan berkristalisasi ke

dalam pola perilaku neurotik yang membatasi kemampuan pasien untuk berfungsi

secara bebas. Namun terkadang situasi tidak dapat distabilkan; reaksi maladaptif baru

diperkenalkan; dan akibatnya dapat dalam roporsi yang membahayakan yang

menyebabkan kematian oleh bunuh diri. Dalam hal tersebut, krisis psikologis adalah

menyakitkan dan mungkin dipandang sebagai titik percabangan untuk menjadi lebih

baik atau lebih buruk.

Situasi krisis adalah berhenti dengan sendirinya dan dapat berlangsung kapan

saja dari beberapajam sampai minggu. Krisis seperti itu ditandai oleh fase awal, dimana

kecemasan dan ketegangan timbul. Fase tersebut diikuti oleh suatu fase dimana

mekanisme memecahkan masalah digerakkan. Mekanisme tersebut mungkin berhasil,

tergantung pada apakah adaptif atau maladaptif.

Pasien selama periode kekacauan adalah reseptif terhadap bantuan minimal dan

mendapatkan hasil yang berarti. Dengan demikian semua jenis bantuan telah dianjurkan

16

untuk tujuan tersebut. Beberapa adalah terbuka yang lainnya membatasi waktu yang

tersedia atau jumlah sesion.

Teori krisis membantu kita mengerti orang normal yang sehat yang berada

dalam krisis dan mengembangkan alat terapeutik yang ditujukan untuk mencegah

kesulitan psikologis di masa depan.

Intervensi krisis ditawarkan kepada orang yang tidak mampu atau terganggu

secara parah oleh suatu krisis.

Kriteria pemilihan

Kriteria yang digunakan untuk memilih pasien adalah riwayat penyakit, situasi

berbahaya yang spesifik, belum lama terjadi, menghasilkan kecemasan, suatu peristiwa

pencetus diperkuat oleh kecemasan, bukti jelas pasien dalam keadaan krisis psikologis

seperti yang ditentukan sebelumnya. Motivassi tinggi untuk mengatasi krisis, suatu

potensi untuk membuat penyesuaian psikologis sama atau lebih tinggi dari yang ada

sebelum perkembangan krisis, dan derajat tertentu pengalaman psikologis, suatu

kemampuan untuk mengenali alasan psikologis untuk kesulitan sekarang.

Persyaratan dan teknik

Intervensi krisis menghadapi orang di pertengahan krisis dimana pada intinya

adalah kecepatan. Terapi memerlukan pengertian bersama tentang psikodinamika yang

terlibat dan kesadaran bagaimana hal tersebut bertanggung jawab untuk krisis.

Partisipan adalah bekerjasama, bertujuan untuk memecahkan krisis. Disamping itu,

pasien dan juga ahli terapi secara aktif berperan serta dalam terapi.

Teknik yang digunakan adalah penenteraman, sugesti, manipulasi lingkungan

dan medikasi psikotropik. Perawatan singkat di rumah sakit mungkin ditambahkan

sebagai bagian terapi. Semua manuver terapi ditujukan untuk menurunkan kecemasan

pasien. Lama intervensi krisis adalah bervariasi dari satu atau dua sesion sampai

beberapa wawancara selama periode satu atau dua bulan. Persyaratan teknik untuk

intervensi krisis adalah penegakan suatu rapport yang cepat dengan pasien yang

bertujuan untuk menciptakan ikatan terapetik; meninjau kembali langkah-langkah yang

telah menyebabkan krisis; mengerti reaksi maladaptif yang digunakan pasien untuk

menghadapi krisis; memusatkan perhatian hanya pada krisis; belajar menggunakan cara

17

adaptif untuk menghadapi krisis; menghindari perkembangan gejala; menggunakan

perasaan transferensi yang positif terhadap ahli terapi, untuk mentransformasikan

pekerjaan ke dalam pengalaman belajar; mengajari pasien bagaimana menghindari

situasi yang membahayakan yang kemungkinn menimbulkan krisis di masa depan; dan

mengakhiri intervensi dengan segera setelah bukti-bukti menyatakan bahwa krisis telah

terpecahkan dan pasien jelas mengerti semua langkah yang menyebabkan

perkembangan dan pemecahan krisis.

Hasil akhir

Hasil akhir terapi terletak pada kemampuan pasien untuk menjadi lebih siap

untuk menghindari atau jika perlu untuk menghadapi bahaya di masa depan. Disamping

itu, berdasarkan beberapa pengamatan objektif pasien, pengalaman terapetik telah

memungkinkan mereka mendapatkan tingkat fungsi emosional yang lebih tinggi dari

sebelum krisis. Dengan demikian, intervensi krisis bukan hanya terapetik tetapi juga

preventif.

h) Konseling

Berbicara dengan seseorang adalah salah satu penatalaksanaan skizofrenia yang

terpenting. Dokter tempat pasien berkonsultasi akan memberi dukungan selama dan

setelah episode psikosis timbul.

i) Terapi psikomotor

Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan

tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari

suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang diperoleh dapat

dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan

perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.

j) Terapi rekreasi

18

Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi

(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan tujuan

mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi tentang

kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingg perilaku yang baik diulang dan yang

buruk dihilangkan.

k) Terapi seni (Art therapy)

Terapi seni ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni (tari, lukisan,

musik, seni pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan pskis dan

keinginan yang terhalang, sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni serta

menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni

yang dibuat selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga

diri seseorang.

BAB III

19

KESIMPULAN

1. Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil membutuhkan perhatian yang lebih

besar daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal yang penting

dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan

stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk

mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.

2. Penatalaksanaan psikososial bagi pasien skizofrenia terdiri atas:

- psikoedukasi

- terapi keluarga

- terapi perilaku kognitif

- rehabilitasi sosial dan vokasional

- terapi kelompok

- kelompok menolong diri sendiri

- intervensi krisis

- konseling

- terapi psikomotor

- terapi rekreasi

- terapi seni

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,

1997: 703-29.

2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:

PT. Nuh Jaya, 2003: 48-51

3. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 14 Mei 2012.

4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and

Families. www.nmah.com diakses tanggal 14 Mei 2012.

5. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 14 Mei 2012.

6. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov

diakses tanggal 14 Mei 2012.

7. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya : Airlangga University Press,

2005.

8. Kartika P. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial Pada

Pasien Skizofrenia. Semarang: Diponegoro University, 2010.

9. Greenberg, J.S., Knudsen, K.J, Aschbrener, K.A. 2006. Prosocial Family Processes

and the Quality of Life of Persons With Schizophrenia. Psychiatric Services,vol. 57

no. 12, 1771-1777.

10. Hawari Hadang : Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Edisi keduaFKUI

Jakarta, 2001.

21