Integrasi StakeholderPariwisata

21
8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 1/21

Transcript of Integrasi StakeholderPariwisata

Page 1: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 1/21

Page 2: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 2/21

A.  Pendahuluan

Salah satu fenomena yang sarat dalam pengelolaan potensi alam adalah

kurangnya integrasi stakeholder yang terlibat. Urgensi perbaikan integrasi stakeholder

karena praktik yang selama ini terjadi di bebagai kementrian dan lembaga terkait

mempunyai program-program tersendiri, sehingga mengakibatkan tumpang tindih,

disharmoni, dan mencuatnya ego sektoral. Terjadinya disharmoni dan ego sektoral inilah

yang kemudian disinyalir sebagai wujud nyata stakeholder gagal dalam mengelola

potensi alam yang ada dan salah satu penyebab mengapa pemerintah daerah menjadi

tidak optimal dalam melaksanakan otonomi daerah. Sebenarnya bukan tanpa alasan bila

potensi alam (tambang, hutan, laut, keindahan dan sebagainya) sangat menarik untuk

dikelola dan menjadi “lahan basah” kementerian/ lembaga terkait untuk saling berebut

untuk memiliki otoritas yang lebih dari yang lain.

Potensi alam tersebut khususnya keindahan alam Indonesia menjadikan bisnis

pariwisata khususnya ekowisata sebagai primadona baru dalam sektor unggulan dengan

multiple effect yang sangat tinggi. Pariwisata telah diakui oleh seluruh negara di dunia

termasuk Indonesia sebagai sumber potensial bagi pemasukan devisa. Rencana Program

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, periode 2005 hingga 2008, jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara meningkat dari 5,0 juta menjadi 6,4 juta, atau

meningkat sebesar 28,0 persen diikuti dengan peningkatan devisa sebesar 63,05 persen.

Jumlah wisatawan nusantara meningkat dari 198,4 juta menjadi 225,0 juta atau

meningkat dari Rp. 74,72 triliun menjadi Rp. 123,7 triliun atau meningkat 64,84 persen.

Dalam kenyataannya, kegiatan wisata ini juga berpengaruh pada perputaran uang dalam

negeri, merangsang timbulnya berbagai usaha seperti industri cinderamata, hotel, travel,restoran dan objek wisata dapat meningkatkan lapangan kerja (Garrod, 2011). Yoeti

(2001:57) mengatakan bahwa semakin menurunnya kapasitas dan melambungnya harga

tambang sebagai sumber pendapatan utama seperti minyak bumi, batu bara dan hasil

tambang lain, membuat orientasi dan pola pikir beralih pada sektor jasa yaitu jasa wisata.

Pariwisata dipilih karena lebih mudah dan cepat mendapatkan keuntungan dari segi

ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

Potensi pariwisata tersebut setidaknya tergambar dari karekteristik Indonesia

sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki ±18.110 pulau dengan

garis pantai sepanjang 108.000 km disertai potensi alam, keanekaragaman flora dan

fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya

merupakan sumberdaya dan modal besar dalam pembangunan (Menteri Permukiman

Dan Prasarana Wilayah 2003:2). Survei World Economic Forum 2012 menempatkan

keindahan alam Indonesia pada peringkat keenam dan Indonesia pada peringkat kedua

dari 17 negara dengan megadiversity dari Conservation International (CI). Modal yang

besar ini harus bisa dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan oleh bangsa ini,

karena dapat meningkatkan pendapatan perkapita untuk kesajahteraan masayarakat. Hal

ini juga tertuang dalam Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

2010-2014 sebagai berikut:

Page 3: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 3/21

“Secara khusus pariwisata memiliki peran signifikan dalam aspek ekonomi, sosial, dan

lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor pariwisata mengkontribusi devisa dari

kunjungan wisatawan manca negara dan Produk Domestik Bruto (PDB) beserta

komponen-komponennya. Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam penyerapan

tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, dan peningkatan jati diri bangsa.Dalam aspek lingkungan, pariwisata juga mengambil peran khususnya konsep ekowisata

dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam dan laut,

dan alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni. ” 

Terlebih lagi ditengah dinamika ekonomi dunia, ditandai krisis ekonomi dunia,

globalisasi ekonomi yang belum tuntas, kenaikan harga minyak dunia, serta tarik

menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga, ekowisata berkembang

menjadi suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi terciptanya kesejahteraan  

(Chaminuka, 2011). Dengan mengoptimalkan potensi keindahan dan kekayaan alam

yang bernilai tinggi dalam pasar industri wisata alam, pengembangan ekowisata akanmembawa peran besar dalam berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan lingkungan.

“Menurut Damanik dan Weber (2006:42), definisi maupun prinsip-prinsip ekowisata

memiliki implikasi langsung kepada wisatawan dan penyedia jasa. Wisatawan dituntut

untuk tidak hanya mempunyai kesadaran lingkungan dan kepekaan sosial yang tinggi,

tetapi juga mampu melakukannya pada kegiatan wisata. Sedangkan penyedia jasa juga

dituntut mampu menyediakan produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam

pengembangan atraksi wisata, misalnya, lokasinya dekat dengan alam, model

pengembangannya serasi dengan lingkungan, layanan ramah, dan harus memberdayakan

masyarakat lokal secara sosial, ekonomi dan budaya.” 

“Menurut Nugroho (2011:3), sebagai bentuk wisata yang sedang trend, ekowisata

mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan,

pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal.

Taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang memiliki potensi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya yang melimpah menjadi salah satu pengembangan

ekowisata. Taman nasional menawarkan wisata ekologis yang banyak diminati

wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma kepariwisataan internasional dari

bentuk pariwisata masal ke wisata minat khusus yaitu ekowisata.” 

Salah satu potensi alam yang mencerminkan biodiversity dan keindahan alamIndonesia yaitu keberadaan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Kabupaten

Banyuwangi. Kawasan TNAP apabila diamati mempunyai potensi dan daya tarik

ekowisata yang lebih besar dibanding objek ekowisata Taman Nasional di Indonesia

yang lain dengan menempati posisi pertama kunjungan wisatawan untuk Taman Nasinal

dengan karakteristik biodiversity. TNAP merupakan tujuan bagi wisatawan dengan

kegiatan menjelajahi hutan, mengamati tumbuhan dan satwa liar, juga wisata religi dan

memiliki beberapa pantai yang unik dan potensial seperti ombak untuk olah raga surfing,

pantai tempat bertelurnya penyu, pantai yang berpasir putih, terumbu karang serta laguna

yang dipenuhi burung migran pada musim-musim tertentu.

Page 4: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 4/21

Taman Nasional sebagai pusat dari kawasan konservasi merupakan pilot project

yang tepat bagi pengembangan ekowisata. Namun, pengelolaan Taman Nasional yang

berada dalam otoritas Kementerian Kehutanan melalui Balai Taman Nasional di daerah

hingga saat ini masih belum dapat mewujudkan sistem ekowisata yang baik. Hal ini

terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Alas Purwo (BTNAP)2011 terhadap pengunjung utamanya wisatawan asing, mengatakan bahwa mereka cukup

kesulitan untuk mendapat transportasi dan akomodasi yang baik untuk menuju kawasan

TNAP. Pada observasi awal, penulis menemukan beberapa hal yang menjadi catatan

yaitu secara internal Kementerian Kehutanan belum sepenuhnya menjalankan RPJMN

2009-2014 dengan tidak mengagendakan ekowisata sebagai prioritas dan pelatihan

manajemen wisata pada pegawai BTNAP. Secara eksternal ada dua hal yaitu pertama

kurang akomodatifnya BTNAP terhadap penduduk sekitar Taman Nasional sehingga

terjadi penebangan liar dan pemburuan hewan yang dilindungi. Kedua, kawasan TNAP

yang berada di territorial daerah otonom Kabupaten Banyuwangi seharusnya

bekerjasama agar tercipta sistem pariwisata yang linkage, serta masalah status

perpajakan pengusaha ekowisata bisa terselesaikan. Dengan pengetahuan mengenai

pariwisata berbasis konservasi, kemitraan yang terbentuk akan meningkatkan kapasitas

setiap stakeholder khususnya penduduk lokal (Hwang et al. 2012).

Pertumbuhan ekowisata dunia yang sangat pesat dan pengembangan ekowisata di

Indonesia yang mengacu pada konservasi keanekaragaman hayati bukan dari Taman

Nasional berstatus situs alam seperti gunung dan goa, turut serta mendorong stakeholder

untuk mengembangkan ekowisata khususnya di Taman Nasional Alas Purwo sebagai

sektor strategis. Hal ini menguntungkan karena keamanan berinvestasi dalam bisnis

ekowisata dapat terjaga. Keuntungan besar diperoleh para stakeholder, dimana ekowisata

dapat menjamin sustainability dan memperoleh nilai tambah (Duim, Ren & Jóhannesson,

2013). Seiring pembangunan otonomi daerah, sesuai Permendagri No. 33 Tahun 2009

tentang pengembangan ekowisata daerah, pelaku usaha ekowisata didorong untuk

berkembang dalam rangka memberikan manfaat untuk masyarakat dan menjadi

penggerak pembangunan ekonomi di daerah secara berkelanjutan. Terobosan ini

diharapkan menjadi rangsangan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan

potensinya untuk ikut memanfaatkan ekowisata sebagai salah satu sumber penerimaan

daerah. Namun bila melihat kondisi nyata dilapangan tidak sedemikian adanya, ego

sektoral antara stakeholder sangat terlihat. Kementerian Kehutanan seakan enggan

bekerjasama dengan pemerintah daerah dengan anggapan pemerintah daerah justru akan

menambah eksploitasi alam dengan mengedepankan pariwisata massal. Hal ini tercermin

dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Banyuwangi

2011-2015 menekankan bahwa potensi keindahan alam yang sangat besar menjadi

prioritas Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk menempatkan ekowisata sebagai

potensi sumber pemasukan daerah.

Bila kembali melihat definisi pengembangan ekowisata daerah yang diatur dalam

Permendagri No. 33 Tahun 2009 menjelaskan bahwa ekowisata adalah kegiatan wisata

alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan,

Page 5: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 5/21

pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam serta

peningkatan pendapatan masyarakat lokal, sehingga ego sektoral tidak lagi dapat menjadi

alasan untuk menolak kerjasama. Dalam paradigma otonomi daerah saat ini, daerah-

daerah otonom (kabupaten/kota) dalam menyelenggarakan pemerintahannya diberi

kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai aspirasi masyarakatdan tidak bertentangan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Pemerintah Daerah

dihadapkan dengan dua masalah sekaligus, yang pertama adalah kenyataan bahwa

pembiayaan untuk menjalankan pemerintahan agar dapat melaksanakan fungsinya

dengan baik sangat tinggi, sedangkan di sisi lain tidak semua daerah memiliki potensi

yang sama dalam hal sumber daya alam dan manusia. Pada akhirnya pemerintah harus

lebih untuk berperan aktif dalam mengembangkan potensi ekowisata dan mendorong

stakeholder untuk lebih maksimal menggali potensi yang ada (Ying, 2012).

Paper ingin menguraikan integrasi dan aktualisasi peran yang bisa diwujudkan

oleh seluruh stakeholder ekowisata di TNAP. Pengembangan ekowisata di TamanNasional Alas Purwo tidak saja membutuhkan integrasi dari Balai Taman Nasional Alas

Purwo sebagai operator kawasan dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai

otoritas birokrasi yang miliki kekuasaan untuk mengatur daerah otonom, lebih dari itu

ada berbagai elemen stakeholder penting lain dalam pengembangan ekowisata ini.

Pengembangan kawasan ini juga perlu dikelola secara terarah, terpadu, dan

berkelanjutan oleh stakeholder yang terlibat lainnya yaitu penguhasa, Desa penyangga,

masyarakat, otoritas keamanan, dan sebagainya dengan tujuan mendapatkan program

ekowisata berkesinambungan di semua lembaga.

B. 

Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo

Konsep dan implementasi ekowisata tidak dapat dilepaskan dari pengembangan

kawasan konservasi (protected area). Jasa ekowisata dianggap sebagai salah satu cara

yang menelaah dan mengkaji manfaat sumber daya alam dan lingkungan dalam kaidah-

kaidah konservasi. Fandeli dan Nurdin (2005::4) menyatakan bahwa, pariwisata selama

ini telah terbukti menghasilkan beberapa keuntungan ekonomi. Namun bentuk pariwisata

yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai masalah utamanya

menyebabkan terjadinya dampak negatif terhadap sosial budaya dan kerusakan

lingkungan. Dengan demikian pariwisata massal ini tidak sesuai dengan sebutan green

industry. Green industry sangat sesuai dengan pariwisata yang berbasis alam utamanya

ekowisata.

Mwakaje et al. (2013) menekankan bahwa jasa ekowisata adalah sektor riil

terdepan yang mengemas lingkungan dan budaya sehingga menghasilkan manfaat bagi

banyak kepentingan untuk mendudukung penduduk lokal dan pembangunan

berkelanjutan. Kondisi ideal bagi kawasan ekowisata yang tercermin dari Taman

Nasional Alas Purwo, dapat dilihat dari potensi wisata yang sangat besar selain flora dan

fauna endemik, terdapat banyak lokasi obyek dan daya tarik wisata yang merupakan

keterwakilan dari tipe ekosistem mangrove, pantai dan hutan hujan dataran rendah pada

Page 6: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 6/21

taman nasional ini. Beberapa obyek daya tarik wisata alam Taman Nasional Alas Purwo

tersebut, antara lain:

Tabel: Objek ekowisata yang telah dikembangkan di Taman Nasional Alas Purwo

ObjekEkowisata

Deskripsi Lokasi dan Kegiatan Akomodasi dan FasilitasPenunjang

Sadengan Tempat pengamatan padang

pengembalaan satwa seperti

banteng, kijang, rusa, kancil, babi

hutan dan burung-burung

parkir yang cukup luas,

menara pandang dan

teropong, toilet dan pondok

peneliti.

Trianggulasi Pantai pasir putih dengan formasi

hutan pantai untuk kegiatan wisata

bahari dan berkemah

areal piknik, penginapan,

MCK dan balai tempat

berkumpul (shelter).

Ngagelan Beberapa jenis penyu mendaratuntuk bertelur di pantai dan

aktivitas penangkaran penyu

Fasilitas yang tersedia diPusat Pengelolaan Penyu

Semi Alami (PPSA)

Plengkung Pengunjung dapat berselancar atau

hanya melihat peselancar

profesional tingkat dunia yang

sedang melakukan atraksi dan

wisata penelusuran hutan

Hotel menyediakan sarana

surfing, restoran maupun

penginapan, Helipad,

fasilitas umum seperti toilet

umum dan tempat bersantai

di pantai.

Bedul Pengunjung dapat melakukan

kegiatan bersampan, berenang, ski

air di laguna dan pengamatan

burung migran dari Australia

ruang parkir, perahu wisata

mushola, toilet, rumah

makan khas pantai, tempat

bersantai tradisional menarik.

Blok Pancur Pantai pasir putih dengan beberapa

sungai yang membentuk air terjun

kecil

toilet, warung, mushola

parkir yang luas dan camping

ground

40 goa alam dan

buatan

Antara lain; goa jepang untuk

melihat peninggalan dua buah

meriam sepanjang 6 meter, goa

istana, goa padepokan dan goalainnya untuk wisata budaya dan

wisata goa

tujuan trekking yang

menantang, rekreasi dan

meditasi

Sumber: diolah dari tnalaspurwo.org, akses pada tanggal 17 Pebruari 2012

Setidaknya terdapat tiga hal yang berbeda dalam pengembangan ekowisata di

Taman Nasional (Eagles et al. 2002), yaitu:

1.  Manajemen Ekowisata

Berbeda dengan industri pariwisata pada umumnya, ekowisata memerlukan

sentuhan manajemen spesifik agar dapat mencapai tujuan sustainability dalam aspek

Page 7: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 7/21

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Fokos manajemen ekowisata adalah bagaimana

memelihara dan melindungi sumberdaya yang tidak tergantikan (irreplaceable) agar

dapat dimanfaatkan pada tiap generasinya  (Poudyal, Paudel & Tarrant, 2012).

Manajemen ekowisata mengharapkan pengelolaan ekowisata dapat terhindar dari konflik

kepentingan yang akan merusak lingkungan. Manajemen ekowisata mencakup sebagianmenajemen wisata, yakni kegiatan-kegiatan mensinergikan sektor penunjuang ekowisata,

selain menetapkan tujuan wisata, perencanaan pengembangan destinasi, menyiapkan

akomodasi, mengoptimalkan pemasaran produk-produk wisata namun juga

memperhatikan pengendalian rombongan, sikap dan partisipasi penduduk lokal,

intepretasi dan motivasi pengunjung, kapasitas lokasi serta manajemen resiko.

2.  Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan Infrastruktur dan fisik penting bagi pengembangan wilayah

ekowisata. Semua bengunan fisik harus secara hati-hati didesain dan dioperasionalkan.

Selain itu, infrastruktur juga perlu mencerminkan nilai-nilai konservasi dan sesuai

dengan kebijakan tingkat ekosistem. Infrastruktur tidak terbatas mendukung nilai-nilai

konservasi, pemilihan langkah pembangunan, best practice dan lanskap, tetapi juga

membantu tampilan arsitektur, pemahaman budaya dan akses ke seremoni tradisi,

kehidupan kemasyarakatan atau pengalaman lokal (Jamal & Stronza, 2008). Oleh karena

itu, perencanaan bangunan fisik dan infrastruktur perlu dilandasi pemahaman terhadap

potensi wilayah setempat dan karakteristik pengunjung (existing user). Lebih lanjut,

empat hal yang pokok yang harus diperhatikan dalam infrastruktur ekowisata, yaitu

perencanaan infrastruktur, faktor budaya, faktor lingkungan, transportasi,

3.  Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia di segala lini memiliki peran sama penting dalam

menyuguhkan layanan sebaik-baiknya kepada pengunjung. Siapapun yang berhadapan

dengan pengunjung menjadi cermin wajah wilayah ekowisata secara keseluruhan

(Schwartz, 2011). Khususnya lini depan, misalnya di visitor center, jagawana, pemandu

atau penduduk lokal secara fisiologis menampilkan ukuran bagaimana manajemen

beroperasi dan kaidah-kaidah konservasi ditunjukkan (Kang & Gretzel, 2011). Hubungan

yang baik antara pekerja ekowisata dan pengunjung akan menghasilkan pengalaman dan

manfaat (sustainability profit) yang signifikan.

C.  Identifikasi Peran Stakeholder dalam Ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo

Peran masing-masing stakeholder ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo

sebagai berikut:

1)  Pemerintah

Pemerintah memiliki peran strategis dalam mengembangkan kebijakan ekowisata

dan penunjangnya. Kebijakan pemerintah pusat mencakup perangkat perundangan

strategis diantaranya Permendagri No. 33 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekowisata

Daerah, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 5 tahun 1990

Page 8: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 8/21

tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Permenhut No: p. 56

Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, Peraturan Pemerintah RI No.18

Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman

Nasional. Outpunya dapat berupa kebijakan penetapan wilayah Taman Nasional Alas

Purwo, menjaga perekonomian dan keamanan daerah.

Pemerintah juga bertanggung jawab dalam pengelolaan Taman Nasional maupun

cagar alam, kebijakan dapat berupa penetapan batas wialyah (zonasi), potensi,

perlindungan dan penyelamatan, perencanaan pengelolaan, infrastruktur partisipasi

sektor swasta, dan pemberdayaan penduduk lokal. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

dalam hal ini pemberikan bantuan seperti pembangunan dermaga di Blok Bedul dan

perbaikan akses jalan, standardisasi pelayanan hotel dan wiatawan, keamanan, dan

pemungutan pajak. Selain itu juga memiliki strategi pariwisata dengan menjadikan

Taman Nasional Alas Purwo sebagai prioritas dan unggulan pengembangan pariwisata.

2) 

Perencana dan Peneliti

Taman Nasional Alas Purwo hingga saat ini menjadi pusat studi ilmiah

dikalangan akademik dan menjadi pusat rujukan berbagai masalah ekowisata di

Indonesia. Ini terlihat dari banyaknya peneliti dari dalam dan luar negeri baik universitas

maupun lembaga. Taman Nasional Alas Purwo merupakan satu-satunya Taman Nasional

yang memiliki MoU dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada untuk

mengembangkan TNAP sebagai kampus lapangan.

3)  Pengelola Taman Nasional Atau Ekosistem

Balai TNAP sebagai Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional didasarkan pada

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Struktur dan

gambaran tugas disajikan dalam gambar sebagai berikut:

Page 9: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 9/21

 

Gambar: Struktur Organisasi Balai TN Alas Purwo

Sumber: Balai Taman Nasional Alas Purwo 2011

Tugas pokok masing-masing struktur organisasi Balai TNAP adalah sebagai berikut :

a)  Sub Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas mempunyai tugas melakukan urusan

tata persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan,

kearsipan, rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan dan evaluasi,

pelaporan serta kehumasan.

b)  Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tegaldlimo dan Wilayah II Muncar

mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan anggaran, evaluasi dan

pelaporan, bimbingan teknis, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat,

pengelolaan kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari,

pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, pemberantasan penebangan danperedaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal serta pengelolaan sarana

prasarana, promosi, bina wisata alam dan bina cinta alam, penyuluhan konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta kerjasama di bidang pengelolaan

kawasan taman nasional.

c)  Resort Pengelolaan , merupakan unit pengelolaan pada level lapangan di Taman

Nasional Alas Purwo . Resort akan bekerja pada dua fokus secara paralel dan

sinergis. ke dalam kawasan, melakukan pengamanan, patroli, inventarisasi,

monitoring, pengendalian pemantauan, dan evaluasi. Ke luar, harus mampu

membangun komunikasi dan kemitraan dengan berbagai komponen di desa-desa

Page 10: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 10/21

yang bertinteraksi khususnya yang bersentuhan langsung dengan taman nasional

seperti wisatawan.

d)  Kelompok Jabatan Fungsional lingkup Balai TNAP terdiri dari jabatan fungsional

Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan dan Penyuluh Kehutanan yang

mempunyai tugas, fungsi, dan jenjang yang diatur oleh peraturan perundangan

yang berlaku.

4) 

Sektor swasta

Pengusaha wisata alam di TNAP terdapat tiga perusahaan yang masih beroperasi

dan pemegang ijin Pengusaha Pariwisata Alam (IPPA) yaitu PT. Wanawisata Alam

Hayati, PT. Plengkung Indah Wisata, PT. Wanasari Pramudita Ananta. Selain menaati

persyaratan yang berlaku dan membuat laporan tahunan dan lima tahunan, perusahaan

 juga secara rutin dibina, di monitoring dan dievaluasi tiap tahunnya oleh Balai Taman

Nasional Alas Purwo. Perusahaan yang membeli hak pakai tanah sebesar maksimal 5hektare dengan ketentuan hanya dapat memanfaatkan 10% sebagai lokasi usaha.

Penginapan/hotel di Taman Nasional Alas Purwo juga hanya diperbolehkan membuat

bangunan dengan semi permanen dan seluruh kebutuhan bangunan dididatangkan dari

luar kawasan konservasi. Seluruh penginapan memanfaatkan internet sebagai tempat

promosi dan menempatkan kantor pemasaran di Pantai Kuta Bali. Seluruh penginapan

beroperasi maksimal pada bulan maret – oktober, sedangkan empat bulan lainnya

digunakan memberi beasiswa kursus dan studi kepada karyawan dan melaksanakan

renovasi.

5) 

Pengunjung dan wisatawan

Pengunjung merupakan indikator terpenting dalam keberhasilan pembangunan

ekowisata. Prebensen dan Lee (2013) mengatakan bahwa ketertarikan pengunjung pada

wisata ramah lingkungan, selain untuk memperoleh pengalaman, hiburan, keindahan

alam, dan pendidikan lingkungan, nantinya akan membentuk kesadaran pentingnya

konservasi lingkungan. Ketertarikan pengunjung pada Taman Nasional Alas Purwo

terlihat pada perbandingan data kunjungan di Taman Nasional seluruh Indonesia yang

memiliki potensi besar dalam ekowisata, sebagai berikut:

Tabel: Perbandingan Kunjungan Pengunjung Taman Nasional 2010

No. Taman NasionalJumlah

Nusantara Mancanegara Total

1Bantimurung-

Bulusaraung619,690 4,499 624,189

2 Gn. Ciremai 181,632 181,632

3 Alas Purwo 114,664 3,023 117,687

4Bromo Tengger

Semeru

94,626 17,861 112,487

5 Gn. Merapi 83,450 829 84,279

Page 11: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 11/21

6GN Halimun

Salak62,146 98 62,244

7 Komodo 2,965 41,707 44,672

8 Gn. Kelimutu 16.775 7.327 24.102

9 Baluran 14,751 635 15,38610 Gn. Rinjani 13.956

11 Karimun Jawa 8,847 794 9,641

Sumber: Direktorat Pemenfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi

dan Hutan Lindung http://ekowisata.org/Statistik-Dit.PJLK2HL-

2010.pdf

Berdasarkan tabel di atas, tingkat kunjungan di 11 Taman Nasional di Indonesia

menggambarkan bahwa kawasan konservasi memiliki kemampuan yang besar dalam

mengelola jasa ekowisata. Taman Nasional dengan karakteristik situs alam lebih diminati

yaitu Bantimurung-Bulusaraung, Gn. Ciremai, Bromo Tengger Semeru, Gn. Merapi, Gn.Halimun Salak, Komodo, Gn. Kelimutu, Gn. Rinjani, Karimun Jawa. Sedangakan Taman

Nasional Alas Purwo menjadi Taman Nasional biodiversity dengan tingkat kunjungan

tertinggi. Hasil dari pengembangan ekowisata Taman Nasional Alas Purwo juga dapat

dilihat dari jumlah wisatawan yang terus meningkat, disajikan sebagai berikut:

Tabel: Kunjungan Wisatawan di TN Alas Purwo

TahunKunjungan Wisatawan

Nusantara Mancanegara Jumlah

2007 10.855 6.099 16.9542008 28.428 3.469 31.897

2009 49.817 3.318 53.135

2010 114.673 3.102 117.775

2011 114.517 3.229 117.746

Sumber: Balai Taman Nasional Alas Purwo 2011

Berdasarkan data di atas, minat wisatwan untuk mengunjungi Taman Nasional

Alas Purwo terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini juga dijelaskan oleh

Bapak Nanang (KSPTN Wilayah 1 BTNAP) sebagai berikut:“Perlu diketahui, Alas Purwo ini tingkat kunjungannya paling tinggi, padahal

karakteristiknya biodiversity. Sedangkan taman nasional lain dengan kunjungan tinggi

itu karakternya situs alam, menurut survey memang wisatawan lebih tertarik

mengunjungi situs alam kayak gunung dan air terjun. Kalau tidak salah yang bisa

mengalahkan Alas Purwo itu Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Yang saya

ingat, TN Babul itu kawasan wisatanya setengah punya TN dan setengah lagi punya

pemda, jadi dikelola dengan kerjasama dan bisa menarik pengunjung khususnya di

Maros Sulawesi Selatan. Untuk di Jawa timur bolehlah kita berbangga, dan pengunjung

Alas Purwo memiliki ketertarikan konservasi yang tinggi. (Wawancara pada tanggal 27

Juni 2013)” 

Page 12: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 12/21

Peningkatan jumlah pengunjung di Taman Nasional Alas Purwo juga disertai

dengan tingginya minat pengunjung terhadap konservasi. Hal ini menunjukaan upaya

konservasi di objek wisata tidak akan mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung ke

Taman Nasional Alas Purwo. Taman Nasional Alas Purwo sejak tahun 2009 bekerjasama

dengan Pemerintah Desa Sumber Asri untuk mengembangkan Blok Mangrove Bedulsebagai objek ekowisata. Hingga saat ini hasil dari pengembangan ekowisata bedul dapat

terlihat dari jumlah pengunjung yang terus meningkat pada tiap tahunya. Jumlah

wiatawan pada tahun 2010 tercatat 89.514 wisatawan dengan rincian 89.466 wisatawan

nusantara dan 48 wisatawan mancanegara, sedangkan tahun 2011 total wisatawan

sebanyak 54.747 dengan rincian wisatawan nusantara menurun dari 2010 menjadi 54.527

dan wisatawan mancanegara meningkat menjadi 220 wisatawan.

6)  Penduduk Lokal

Antusiasme wisatawan untuk berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo juga

didukung oleh aktivitas masyarakat lokal yang mendukung kegiatan wisata. Aktivitas

masyarakat dalam mendukung kegiatan wisataantara lain menyediakan jasa parkir, jasa

penyewaan perahu, pedagang asongan makanan kecil dan menyediakan warung-warung

makan.  Selain itu juga terus di lakukan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan

Taman Nasioal Alas Purwo, dilaksanakan dalam bentuk antara lain: pemberdayaan

masyarakat yang bersifat kontekstual terhadap pengelolaan kawasan Taman Nasional

Alas Purwo, seperti pembentukan dan pembinaan Kader Konservasi yang diikuti oleh

masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Alas Purwo, kegiatan pembinaan habitat

feeding ground sadengan, mendidik masyarakat Desa Sumberasri sebagai interpreter

mangrove dan bantuan peralatan dan permodalan bagi masyarakat nelayan di DesaSumberasri. 

7)  Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga non pemerintah domestik maupun internasional menunjukkan kinerja

positif dalam pengambangan ekowisata. Usaha LSM mampu menelaah potensi dan

pengembangan ekowisata dan mempu mengorganisasikan orang-orang yang peduli untuk

bekerja sama dalam fungsinya masing-masing untuk tujuan pembentukan opini,

mengangkat isu aktual dan strategis, mengekpos kerusakan lingkungan serta

pemberdayaan penduduk lokal (Winn dan Pogutz, 2013). Koordinasi dengan lembagaswadaya masyarakat sudah berjalan dengan baik dan merupakan mitra yang sejajar yaitu

dengan kelompok pecinta alam, pengamat lingkungan, kelompok lestari alam dan karang

taruna. Selain itu juga menjalin mitra pengembangan pengelolaan Taman Nasional Alas

Purwo dengan LSM luar negeri, Taman Nasional di luar negeri, perguruan tinggi,

lembaga penelitian, dunia usaha dan kelompok sukarelawan (volunteer).

8) 

Media Massa

Taman Nasional Alas Purwo memanfaatkan media massa dengan pembuatan

media promosi dan informasi seperti leaflet 2.000 exemplar, pembuatan filmdokumentasi dan website Taman Nasional Alas Purwo (tnalaspurwo.org),

Page 13: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 13/21

banyuwangitourism.com, g-land.me, g-land.info, g-land.asia, dan sudah banyak website

yang memuat tentang pariwisata Kabupaten Banyuwangi khusunya TNAP. Media massa

 juga rutin meliput Taman Nasional Alas Purwo sebagai acara televisi, kegiatan tersebut

pada 2011 diantaranya PT. Trans program "jalan-jalan selebriti", "Jejak Petualang

Survival", "Jejak Petualang", TVOne program "Mutu Manikam", dan Kompas Gramediauntuk program "Belantara".

Deskripsi fungsi, aliran, dan keterkaitan masing-masing stakeholder dalam

ekowisata sebagai berikut:

(keterangan: 1. kebijakan; 2. penunjang dan manfaat ekonomi; 3. pajak atau

sasaran kebijakan; 4. partisipasi dan kenyamanan; 5. saran kebijakan)

Gambar: Hubungan Diantara Stakeholder pada Sektor Ekowisata (Eagles et al 2002)

Dari Gambaran identifikasi diatas, pengembangan kawasan wisata (ekowisata) di Taman

Nasional Alas Purwo lebih tepat dilaksanakan secara lintas sektor dan mendorong

keterlibatan masyarakat yang lebih tinggi. Hal ini merupakan konsep dasar

pengembangan ekowisata.

D.  Pola Hubungan Antar Stakeholder di Era Otonomi dalam Pengembangan

Ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi

Keterlibatan stakeholder hendaknya menghasilkan nuansa rasa memiliki terhadap

wilayah ekowisata sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga paska operasi. Eagles (2008)

memberikan panduan bagaimana fungsi stakeholder diorganisasikan untuk menghasilkan

peran atau partisipasi yang optimal mengenai kebijakan ekowisata yang akan

dilaksanakan, disajikan dalam tabel berikut ini:

Pemerintah,

perencana, peneliti

Taman Nasional,

Pekerja, Penduduk

Lokal dan

Lingkungan

Pengunjung, petualang,

LSM, aktivis, Media

massa, International

Tourism

3

5

5

5

1

5 1

2

4

Sektor Swasta

Sektor

Penunjang

Biro

Perjalanan,

Hotel, dan

 jasa lain

Operator

Page 14: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 14/21

  Tabel: Tahapan Pengorganisasian Stakeholder dalam Pembuatan Kebijakan

No. Tahap Kegiatan-kegiatan

1 Keterlibatan awal Konsultasi informal untuk mengembangkan isu

Memperkirakan partisipasi atau interest dari

stakeholder

Mengidentifikasikan identifikasi kunci

2 Perencanaan Menyajikan proses-proses pengambilan keputusan

Mengidentifikasi stakeholder dan masyarakat lain

Menentukan kebutuhan informasi

Mengklarifikasi kebutuhan informasi

3 Pengembangan partisipasi

dalam program-program

public

Memilih metode partisipasi public secara rinci

Mengembangkan komunikasi internal

Berkomitmen terhadap konservasi sumber daya

Menyusun jadwal dan tugas

4 Implementasi program Melaksanakan program

Memonitor partisipasi public dalam program

Mengevaluasi hasil keterlibatan public

5 Partisipasi pasca program Mengembangkan aspirasi (pendapat atau catatan

kritis) pasca program

Melaksanakan perubahan kegiatan bila perlu

Berdasarkan tabel diatas, terlihat perlunya dijalin kerjasama antar kementerian/

terkait yang nantinya diharapkan berkesinambungan antara program ekowisata di semualembaga.  Berbagai dimensi ekowisata harus dirumuskan tata kelola sistem manajemen

yang dapat mengedepankan tujuan manajemen dan pemasaran, integrasi saluran

distribusi, keberhasilan kebijakan, dan keberlanjutan tourism value chain pemerintah

(Song et al. 2013). Lembaga-lembaga tersebut antara lain:

1.  Balai Taman Nasional Alas Purwo

2.  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi

3.  LSM

4.  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA)

5. 

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyuwangi

6.  Pemerintah Desa

7.  Akademisi

8.  Kelompok Sadar Wisata

Dari beberapa pengampu kepentingan sebagaimana tersaji sebelumnya,

berdasarkan inventarisasi ada 4 pengampu kepentingan yang mempunyai peranan

langsung dalam pengembangan ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo yaitu Balai

Taman Nasional Alas Purwo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Banyuwangi, BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi, Pemerintah Desa. Secara strukturalmasing-masing pengampu kepentingan seharusnya dapat menjalankan perannya dalam

Page 15: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 15/21

pengembangan ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo sebagai tugas pokok dan

fungsinya sebagaimana peraturan yang berlaku. Identifikasi aktor sentral yang memiliki

interaksi langsung dengan pengembangan ekowisata ini paling penting karena partisipasi

pihak pemerintah di negara berkembang dimana perencanaan dan promosi wisata

cenderung dikendalikan langsung oleh pemerintah akan mendorong interaksi positifdangan yang lain (Bhuiyan, 2011).

Balai Taman Nasional Alas Purwo sebagai pengelola Taman Nasional Alas

Purwo merupakan lembaga vertikal dibawah Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam yang berada dalam lingkungan Kementrian Kehutanan. Sedangkan

stakeholder lain yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi,

Bapeda Kabupaten Banyuwangi, Pemerintah Desa dan masyarakat penyangga Taman

Nasional Alas Purwo merupakan lembaga dalam Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

dan dalam penyelenggaraannya berada dalam tatanan yang searah dan sejalan dengan

visi, misi dan strategi Kabupaten Banyuwangi. Oleh karenannya, Balai Taman NasionalAlas Purwo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi dan BAPPEDA

Kabupaten Banyuwangi harus terus meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan

tujuan untuk menselaraskan tujuan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo

dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Banyuwangi, khususnya bidang kepariwisataan yang menyangkut pembangunan sarana

transportasi, promosi, dan paket wisata.

Salah satu kebijakan pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo yaitu mewujudkan

dan memperlancar pelaksanaan kegiatan pembangunan wilayah serta mewujudkan

kepentingan berbagai instansi/lembaga dan masyarakat terhadap keberadaan TamanNasional Alas Purwo dalam bentuk koordinasi dan kerjasama. Koordinasi dan kerjasama

yang selama ini dilakukan dengan baik dan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan

meliputi koordinasi lingkup Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman Nasional Alas

Purwo dengan Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi Jawa Timur, Perum Perhutani,

Litbang, Puslitbang. Sedangkan dengan instansi terkait dilakukan koordinasi dengan

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Muspida, Kejaksaan, Pengadilan, dan TNI.

Koordinasi dan Kerjasama tersebut pada hakekatnya merupakan unsur keterpaduan,

keserasian dan keselarasan barbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan

dalam mencapai tujuan dan sasaran bersama. Dengan demikian, kegiatan diluar TamanNasional Alas Purwo yang masih memiliki interaksi langsung maupun tidak langsung

dengan Taman Nasional Alas Purwo akan dilaksanakan dengan melibatkan instansi

terkait di tingkat Kabupaten, masyarakat dan Taman Nasional secara terpadu. Bentuk

koordinasi ini dijelaskan oleh Bapak Agus (Koordinator Urusan Perencanaan dan

Kerjasama BTNAP) sebagai berikut:

“Taman Nasional Alas Purwo secara administratif berada di Kabupaten Banyuwangi,

walaupun pengelolanya kami, namun kerjasama dengan Pemda khususnya BAPPEDA

terus berusaha dijalin. Hal ini terutama terkait dengan ekowisata. Pemda Banyuwangi

kan membuat masterplan yaitu pariwisata berbasis kearifan lokal dengan

memprioritaskan Taman Nasional Alas Purwo khususnya Pantai Plengkung. Setelah kita

Page 16: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 16/21

melaksanakan koordinasi, Pemda mengirim masterplan pariwisata ke Balai Taman

Nasional. Dengan adanya masterplan dan data yang kami jadikan refrensi dari Pemda

tersebut, kami kemudian membuat strategi yang tentunya selaras dan tidak berbenturan

dengan masterplan yang sudah di buat Pemda.” (Wawancara tanggal 28 Juni 2013)

Sejalan dengan wawancara diatas, Bapak Darmanto (Seksi Pariwisata Disbudpar)

menjelaskan mengenai koordinasi dan kerjasama yang dilakukan sebagai berikut:

“Pemda Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki prioritas

pengembangan pariwisata yaitu di Pantai Plengkung, ini bertujuan agar dengan strategi

ini wisatawan dapat lebih lama di Banyuwangi. Untuk mewujudkannya, kami sering

membuat pertemuan. Kalau tidak seperti itu, kami saling mengundang apabila

mengadakan seminar dan workshop mengenai pariwisata, dan agenda ini sangat penting

bagi langkah berikutnya yaitu menyusun strategi dan melaksanakan program bersama.” 

(Wawancara tanggal 28 Juni 2013)

Bedasarkan wawancara tersebut dapat menggambarkan bagaimana kerjasama

antar lembaga yang terkait dengan pengembangan ekowisata merupakan program yang

sangat penting sebelum melaksanakan program yang direncanakan. Untuk meningkatkan

koordinasi dan kerjasama ini, dibentuk media yang disebut Rapat Koordinasi

Pengembangan (RAKORBANG) yang harus diikuti oleh pengelola Taman Nasional

Alas Purwo dan seluruh instansi pemerintah daerah, instansi sektoral dan lembaga lain

yang terkait dimana dalam rapat tersebut merupakan perncanaan dari bawah. Kegiatan

ini dimaksudkan untuk menserasikan rencana pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo

dengan rencana pemerintah daerah, sektor maupun lembaga lain.

Kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten Banyuwangi yang tertuang

dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata antara lain:

1)  Taman Nasional Alas Purwo meliputi objek wisata Pantai Plengkung, Bedul,

Ngagelan dan Pantai Triangulasi termasuk dalam wilayah pengembangan

pariwisata (WPP) yang merupakan Top Priority Development.

2)  Arahan untuk mendukung pengembangan objek wisata utama/prioritas utama

tersebut memerlukan peningkatan sarana jalan darat dan jembatan.

3)  Pengembangan pariwisata diarahkan untuk wisata berwawasan lingkungan

(ecotourism), wisata petualang alam (adventure tourism)4)  Pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi perlu mempertimbangakan

aspek fungsi kawasan, kesesuaian lahan, kependudukan, kebutuhan ruang, dan

kendala pengembangannya.

5)  Untuk mendukung pengembangan pariwisata diperlukan institusi atau lembaga

pengelolaan.

Kebijakan yang dibuat ditiap tahunnya akan terus menerus di evaluasi untuk mengkaji

apakah kebijakan yang diterapkan masih sesuai dengan perkembangan kebijakan

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Page 17: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 17/21

Pada tahun ini berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara tampak ada

peningkatan koordinasi yang terjadi. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat ini

seluruh stakeholder sudah cukup baik memerankan tanggungjawabnya, dimulai dengan

kasus penunggakan pajak oleh pengusaha yang enggan membayar pajak ke daerah dan

 juga tidak memenuhi standar minimal pelayanan hotel yang telah diperdakan. Putusandirjen keuangan mengenai tarik-menarik hasil pajak pengusaha yang dimenangkan

Pemda kabupaten Banyuwangi serta pengusaha tetap membayar iuran ke Kementerian

Kehutanan, seakan tahun 2012 adalah awal dari kerjasama yang terbentuk saat ini.

Kerjasama antar Balai Taman Nasional Alas Purwo dan Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi juga mendorong seluruh stakeholder yang terlibat terdorong untuk ikut serta

dan membawa perubahan yang berarti dalam pengembangan ekowisata. Karena pada

dasarnya model manajemen di mana para pemangku kepentingan, termasuk pengguna,

merasa bahwa mereka memiliki peran dan manfaat positif (Eagles et al. 2009).

Integrasi yang telah dibentuk antara pemerintah pusat (Balai Taman NasionalAlas Purwo) dan lokal (Pemda Kabupaten Banyuwangi) akan turut serta

mengintegrasikan berbagai pihak pemangku kepentingan. Inisiasi yang dilakukan

pemerintah akan secara otomatis menggerakkan stakeholder lain untuk aktif dalam

peningkatan pengembangan ekowisata. Newig dan Fritsch (2009) menyatakan bahwa

aspek penting dari pemerintahan adalah partisipasi aktor-aktor non-negara seperti LSM,

swasta dan masyarakat. Eagles et al. (2009) apabila keterlibatan pihak terkait diluar

pemerintah semakin besar, maka makin meningkatkan kualitas pengembangan wisata di

kawasan lindung, bahkan bila pemahaman konservasi sudah tertanam, pemerintah tidak

perlu mengeluarkan biaya konservasi yang besar karena akan tertutupi oleh jasa wisata.

Selain multiple effect yang dihasilkan dari terintegrasinya stakeholder dalam

pengembangan ekowisata, Bramwell dan Lane (2009) mengatakan bahwa akan ada

pengawasan secara sistematis dari para stakeholder pendukung pariwisata berkelanjutan,

seperti memperbanyak penekanan dan memperluas partisipasi dalam pengambilan

keputusan.

Analisis yang dilakukan Eagles (2009) di beberapa Taman Nasional di Kanada

menunjukkan implikasi dari ekowisata yang berdasarkan kemitraan antara instansi

pemerintah, perusahaan orientasi profit, organisasi nirlaba dan masyarakat dengan

mempertimbangkan pada skala, melibatkan nasional, tingkat regional dan lokal,temuannya mengatakan bahwa pelaksanaan ekowisata berlangsung baik bila manfaatnya

diterima masyarakat setempat, tidak hanya berdasar pada jumlah pengunjung. Penelitian

integrasi stakeholder tersebut setidaknya terbukti pada mata pencaharian penduduk di

sekitar Taman Nasional Alas Purwo mulai beralih dari pertanian ke jasa wisata,

berkurangnya illegal logging, bertambahnya kunjungan tiap tahun, dan sebagainya yang

menunjukkan ekowisata membawa kemanfaatan yang dinikmati masyarakat. Sedangkan

pada ekowisata yang integrasi stakeholder tidak berjalan ditunjukkan oleh penelitian

West et al. (2006) bahwa warga lokal Aborigin mendapat proporsi kerugian yang lebih

besar dari penggunaan sumber daya tradisional dan tingkat akses rendah mendapatkan

Page 18: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 18/21

manfaat dari adanya kawasan konservasi serta pelaksanaan ekowisata sehingga terjadi

banyak protes dari dunia internasional.

E.  Kesimpulan

Salah satu potensi alam yang mencerminkan biodiversity dan keindahan alamIndonesia yaitu keberadaan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Kabupaten

Banyuwangi. Potensi TNAP yang dapat dimanfaatkan adalah pelaksanaan konsep

ekowisata dimana tidak hanya keuntungan ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan

 juga diperoleh. Konsep ekowisata di TNAP menawarkan berbagai objek daya tarik

wisata alam, pembelajaran konservasi dan pemahaman akan pentingnya kearifan lokal.

Konsep pengembangan ekowisata di Taman Nasional seperti manajemen, infrastruktur

dan sumber daya manusia, yang memiliki spesifikasi berbeda dengan pariwisata massal

saat ini membuat pariwisata alam trend wisata dunia. Dengan berbagai keuntungan yang

didapat dan multiple effect yang besar, pengembangan ekowisata menjadi tarik-menarik

kepentingan kementerian/ lembaga terkait agar memiliki otoritas lebih dari yang lain.

Padahal dengan adanya disharmonisasi, tumpang tindih kebijakan, dan ego sektoral

tersebut akan berpengaruh pada pengembangan ekowisata yang dilakukan.

Paper ini mengidentifikasikan peran stakeholder ekowisata yang berperan dalam

pengembangan ekowisata di TNAP yaitu , pemerintah, perencana dan peneliti, pengelola

taman nasional atau ekosistem, sektor swasta, pengunjung dan wisatawan, penduduk

lokal, lembaga swadaya masyarakat, media massa. Karena pada banyak negara

berkembang kondisi stakeholder belum bisa berjalan secara optimal, penulis perlu

membuat pola hubungan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan pusat sebagai aktorutama pembuat kebijakan. Dari kerjasama yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional

Alas Purwo (BTNAP) dengan SKPD Pemerintah Kabupaten Banyuwangi secara intensif

didapatkan hasil yaitu berkurangnya konflik yang terjadi, perumusan kebijakan dapat

selaras dan berkesinambungan melalui RAKORBANG dan stakeholder lain mulai aktif

dan optimal menjalankan perannya dalam peningkatan pengembangan ekowisata.

Mulai membaiknya manajemen stakeholder dalam menjalankan kebijakan

menghasilakan tatanan sistem yang dapat menguntungkan seluruh pihak yang terkait.

Pemerintah seakan dimudahkan dalam mengelola potensi kawasan konservasi dengan

bantuan pengusaha pariwisata alam, organisai nirlaba, penduduk lokal, dan semakintingginya pemahaman konservasi dan lingkungan yang dimiliki masyarakat/ wisatawan.

Pada akhirnya pengembangan ekowisata ini tidak lain yang terpenting adalah

berpengaruh bagi kualitas seluruh makhluk hidup khususnya kembali pada manusia.

Selain berkurangnya aktifitas illegal seperti pembakaran hutan, illegal logging, dan

perburuan hewan langka, secara luas masyarakat dapat menikmati udara dan keindahan

alam serta tidak menghilangkan hak generasi mendatang mengenai lingkungan, secara

khusus ekowisata ini akan meningkatkan kesejahteraan kehidupan penduduk lokal.

Page 19: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 19/21

DAFTAR PUSTAKA

 Banyuwangi “The Sunrise of Java”. 2011: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten

Banyuwangi.

Bhuiyan, A. H, et al. 2011. The Role of Government for Ecotourism Development: Focusing

on East Coast Economic Region. Journal of Social Sciences 7 (4): 557-564, 2011.

ISSN 1549-3652. 2011 Science Publications

Bramwell, B., & Lane, B. 2009. Sustainable tourism and the evolving roles in government

planning. Journal of Sustainable Tourism, 18(1), 1 – 5.

Chaminuka, P. et al. 2011. Tourist preferences for ecotourism in rural communities adjacent

to Kruger National Park: A choice experiment approach. Tourism Management 33

(2012) 168e1760261-5177/2011 Elsevier Ltd. All rights reserved.

doi:10.1016/j.tourman.

Conservation International (CI). Akses dari www.conservation.org/global/indonesia/ pada

tanggal 2 Juli 2013

Damanik,J dan Weber, F.H. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta:Andi

Duim, R, Ren, C and Jóhannesson, G. 2013. Ordering, materiality, and multiplicity: Enacting

Actor – Network Theory in tourism. Tourist Studies. 13(1) 3 – 20. DOI:10.1177/1468797613476397. tou.sagepub.com

Eagles, P.F.J. 2008. Governance models for parks, recreation and tourism. In K.S. Hanna,

D.A. Clark, & D.S. Slocombe (Eds.), Transforming parks: Protected area policy and

management in a changing world (pp. 39 – 61). London: Routledge.

Eagles, P.F.J. 2009. Governance of recreation and tourism partnerships in parks and

protected areas. Journal of Sustainable Tourism. Vol. 17, No. 2, March 2009, 231 – 

248. ISSN 1747-7646. DOI: 10.1080/09669580802495725

Eagles, et al. 2009. Good governance in protected areas: an evaluation of stakeholders‟

perceptions in British Columbia and Ontario Provincial Parks. Journal Of

Sustainable Tourism, DOI:10.1080/09669582.2012.671331

Eagles, P.F.J, McCooll S. F and Haynes, C.D.. 2002. Protected Areas: Guideline ForPlanning Management Series No. 8: IUCN-Word Conservation Union.

Fandeli,C. Dan Nurdin,M. 2005. Pengembangan Ekowisata Berbasis Konservasi di Taman

Nasional. Yogyakarta: UGM

Garrod, Brian. 2011. Local Participation in the Planning and Management of Ecotourism: A

Revised Model Approach. Faculty of Economics and Social Science, University of

the West of England. [email protected].

Hwang, D et al. 2012. Community Behavior and Sustainable Rural Tourism Development.

Journal of Travel Research. 51(3) 328 – 341. DOI: 10.1177/0047287511410350.

http://jtr.sagepub.com

Page 20: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 20/21

Jamal, T and Stronza, A. 2009. „Dwelling‟ with ecotourism in the Peruvian Amazon: Cultural

relationships in local – global spaces.  Tourist Studies. vol 8(3) 313-335. DOI:

10.1177/1468797608100593. www.sagepublications.com

Kang, M and Gretzel, U. 2011. Effects of podcast tours on tourist experiences in a national

park. Tourism Management 33 (2012). 440e4550261-5177/by Elsevier Ltd.doi:10.1016/j.tourman.

Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah. 2003. Tinjauan Aspek Penataan Ruang Dalam

Pengelolaan Wilayah Laut Dan Pesisir, Makalah. Diakses pada tanggal 13 mei 2012

dari www.penataanruang.net/taru/Makalah/Men_PRLautPesisir-ITS43.pdf

Mwakaje, A. G et al. 2013. Community-Based Conservation, Income Governance, and

Poverty Alleviation in Tanzania: The Case of Serengeti Ecosystem. Journal of

Environment & Development 22(1) 51 – 73.DOI: 10.1177/1070496512471949.

 jed.sagepub.com

Newig, J., & Fritsch, O. 2009. Environmental governance: Participatory, multi-level andeffective. Environmental Policy and Governance, 19, 197 – 214.

Nugroho, Iwan. 2009. Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah. Diakses pada

tanggal 13 Mei 2012 .dari. http:// iwanuwg.files.wordpress.com/2009/08ekowisata-

bangda-revisi.pdf

Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan

Ekowisata Di Daerah

Peraturan Menteri Kehutanan No.48 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam DiTaman Nasioanal.

Poudyal N. C, Paudel, B & Tarrant, M. A. 2012. A time series analysis of the impact of

recession on national park visitation in the United States. Tourism Management 35(2013) 181e189. 0261-5177/Elsevier Ltd. All rights reserved.

http://dx.doi.org/10.1016/j.tourman.

Prebensen N. K and Lee, S. Y. 2013. Why visit an eco-friendly destination? Perspectives of

four European nationalities. Journal of Vacation Marketing. 19(2) 105 – 116. DOI:

10.1177/1356766712457671. jvm.sagepub.com

RPJMD 2011-2015. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten

Banyuwangi. Banyuwangi: BAPPEDA

RPJMN 2010-2014. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Peraturan

Presiden No.5 Tahun 2010. Jakarta: Bappenas.

Schwartz, Z. et al. 2011. Visitation at capacity-constrained tourism destinations: Exploring

revenue management at a national park. Tourism Management 33 (2012) 168e176.Elsevier Ltd. All rights reserved. doi:10.1016/j.tourman.

Song, H. 2013. Tourism Value Chain Governance: Review and Prospects. Journal of TravelResearch. 52(1) 15 – 28. DOI: 10.1177/0047287512457264. http://jtr.sagepub.com

Page 21: Integrasi StakeholderPariwisata

8/10/2019 Integrasi StakeholderPariwisata

http://slidepdf.com/reader/full/integrasi-stakeholderpariwisata 21/21

The International Ecotourism Society (TIES). 2002 www.ecotourism.org/about-ties

Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

West, P., Igoe, J., and Brockington, D. 2006. Parks and peoples: The social impact of

protected areas. Annual Review of Anthropology, 35, 251 – 277.

Winn, M and Pogutz, S. 2013. Business, Ecosystems, and Biodiversity: New Horizons forManagement Research. 2013. Jurnal of Economic and Managemen.DOI:

10.1177/1086026613490173. oae.sagepub.com

World Economic Forum. 2009. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2009. Geneva

www.tnalaspurwo.org Diakses pada tanggal 27 Juni 2013

Ying, T and Xiao, H. 2012. Knowledge Linkage: A Social Network Analysis Of Tourism

Dissertation Subjects. Journal of Hospitality & Tourism Research, Vol. 36, No. 4,

November 2012, 450-477. DOI: 10.1177/1096348011400745. jht.sagepub.com

Yoeti. Oka A.2001. Ilmu Pariwisata: Sejarah, Perkembangan dan Prospeknya. Jakarta: PT.

Pertja