Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dengan tes pap smear masih merupakan pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Dalam laporan WHO tahun 1986 di negara- negara yang maju diperkirakan 40-50% wanita berkesempatan untuk melakukan skrining dengan tes pap smear, sementara di negara berkembang diperkirakan hanya 5% yang berkesempatan menjalani skrining. 1,2 Di negara maju, skrining secara luas dengan metode pemeriksaan sitologi tes pap smear telah menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di negara-negara berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan. Ada beberapa kelemahan tes pap smear diantaranya keterbatasan jumlah laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, akibatnya hasil tes pap smear baru didapat dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari - 1 bulan). 1,2 Skrining dengan metode tes pap smear memerlukan tenaga ahli, sistem transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow- up) yang belum dapat dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil tes pap smear juga menjalani evaluasi dan pengobatan yang semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. 1

Transcript of Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Page 1: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dengan tes pap smear masih merupakan

pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Dalam laporan WHO tahun 1986 di

negara-negara yang maju diperkirakan 40-50% wanita berkesempatan untuk melakukan

skrining dengan tes pap smear, sementara di negara berkembang diperkirakan hanya 5%

yang berkesempatan menjalani skrining.1,2 Di negara maju, skrining secara luas dengan

metode pemeriksaan sitologi tes pap smear telah menunjukkan hasil yang efektif dalam

menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di negara-negara berkembang yang hanya

memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya menjangkau sebagian kecil perempuan saja,

terutama di daerah perkotaan. Ada beberapa kelemahan tes pap smear diantaranya

keterbatasan jumlah laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, akibatnya hasil

tes pap smear baru didapat dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari - 1

bulan).1,2

Skrining dengan metode tes pap smear memerlukan tenaga ahli, sistem transportasi,

komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat dipenuhi oleh negara-negara

berkembang. Hanya sebagian kecil dari perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil

tes pap smear juga menjalani evaluasi dan pengobatan yang semestinya bila ditemukan

abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker leher rahim tetap tinggi dan

kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Masalah yang berkembang akibat

keterbatasan metode tes pap smear inilah yang mendorong banyak penelitian untuk mencari

metode alternatif skrining kanker leher rahim.1,2,3

Tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif bagi negara yang

sedang berkembang dengan konsep down staging terhadap kanker serviks, salah satunya

adalah dengan cara Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Pengolesan asam asetat 3-

5% pada serviks pada epitel abnormal akan memberikan gambaran bercak putih yang disebut

acetowhite. Gambaran ini muncul oleh karena tingginya tingkat kepadatan inti dan

konsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks dengan

mata telanjang (tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai pemeriksaan IVA.1,2,3

Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat

yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil

dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu

1

Page 2: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan

bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk

peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.2,3

B. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk meninjau definisi, dasar pemeriksaan, sarana

dan prasarana penunjang pemeriksaan, teknik dan interpretasi pemeriksaan, sasaran

pemeriksaan, serta akurasi dan keuntungan pemeriksaan IVA dibandikan dengan

pemeriksaan lain

2

Page 3: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi IVA

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang

pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/

asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang. 1,2 Inspeksi

Visual dengan Asam Asetat (IVA) merupakan metode deteksi dini kanker serviks yang sesuai

untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna

bercak putih yang disebut acetowhite epithelium.1,2,3

B. Dasar Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara

memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%.

Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan

meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik

ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel

akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut

tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel

abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite).1,2

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah

pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.

Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih

lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi

protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan

jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel.

Leher rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3%

larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam

asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak

putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan

merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia yang biasanya disebabkan oleh proses

keratosis.1,2,3

3

Page 4: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

C. Sarana dan Prasarana Penunjang Pemeriksaan IVA

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai

berikut: 4

Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.

Meja/ tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.

Sumber cahaya/ lampu sorot untuk melihat serviks

Spekulum vagina

Asam asetat (3-5%)

Swab-lidi berkapas

Sarung tangan

D. Teknik dan Interpretasi Pemeriksaan IVA

Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada

lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka).

Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak

dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah

menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona

transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks rahim dalam

kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.1

Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan

spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya.

Setiap abnormalitas yang ditemukan dicatat. Kemudian leher rahim dioles dengan larutan

asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit untuk dilihat hasilnya. Leher

rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan

area, plak atau ulkus yang berwarna putih.1,2,3

Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa

berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya)

menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu

berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK).1,2 Beberapa kategori temuan IVA

tampak seperti tabel berikut :

Tabel 1. Kategori Temuan IVA1

4

Page 5: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Kategori1. Negatif tak ada lesi bercak putih (acetowhite

lesion) bercak putih pada polip endoservikal atau

kista nabothi garis putih mirip lesi acetowhite pada

sambungan skuamokolumnar 2. Positif 1 (+) samar, transparan, tidak jelas, terdapat

lesi bercak putih yang ireguler pada serviks

lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamokolumnar

3. Positif 2 (++) lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke sambungan skuamokolumnar

lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat

pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Gambar 1. Leher Rahim dengan Pemeriksaan IVA

Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah biopsi yang

dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining

menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan diagnosis melalui biopsi

yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada

beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop

electrosurgical excision procedure (LEEP), laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.1,5

E. Sasaran Skrining IVA

5

Page 6: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Sasaran skrining kanker leher rahim yang ditetapkan WHO adalah sebagai berikut:5

Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes

Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.

Perempuan yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap

sebelumnya.

Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca

sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala

abnormal lainnya.

Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.

Dalam penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target saat ini adalah

antara usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahun yang belum

pernah diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus

kanker leher rahim. Selain sasaran diatas, semua perempuan yang pernah melakukan aktivitas

seksual perlu menjalani skrining kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan

perempuan yang sudah menopause menjalani skrining dengan metode IVA karena zona

transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoleher rahim dalam

kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.1,2,3,5

Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, perempuan yang sudah mengalami

menopause tetap dapat diikut sertakan dalam program skrining, untuk menghindari

terlewatnya penemuan kasus kanker leher rahim. Perlu disertakan informed consent pada

perempuan golongan ini, mengingat alasan di atas. Tidak ditemukannya lesi prekanker tidak

berarti tidak ada lesi prakanker pada golongan perempuan ini. Interval skrining dilakukan 5

tahun sekali, kecuali bila ditemukan radang pada leher rahim, interval dapat diperpendek. 1,2,4

F. Akurasi dan Keuntungan Pemeriksaan IVA Dibandikan dengan Pemeriksaan Lain

Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA berpotensi menjadi

alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya

terbatas. Namun demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di

berbagai negara berkembang. 1,2

Penelitian Universitas Zimbabwe dan JHPIEGO Cervical cancer project yang

melibatkan 2.203 perempuan di Zimbabwe melaporkan bahwa skrining dengan metode IVA

dapat mengidentifikasi sebagian besar lesi prakanker dan kanker. Sensitivitas IVA dibanding

pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu,

dilaporkan juga bahwa metode IVA ini kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1%

6

Page 7: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

dibanding sitologi 90,6%. Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah

pedesaan di Cina, dilakukan oleh Belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas

metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan

kolposkopi dan biopsi leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas

IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%.

Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi. Claey et al.

melaporkan penelitiannya di Nikaragua, bahwa metode IVA dapat mendeteksi kasus LDT

(Lesi Derajat Tinggi) dan kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes Pap. Demikian juga

laporan dari Basu et al.1

Beberapa penelitian terbaru tentang IVA menambah data tentang kemungkinan

penggunaan IVA sebagai alternatif metode skrining secara luas di negara-negara

berkembang. Ghaemmaghami et al. (2004) melaporkan angka sensitivitas IVA dibandingkan

dengan Tes Pap berturut-turut adalah 74.3% dan 72%, sementara angka spesifisitas adalah

94% dan 90.2%. Penelitian dilakukan terhadap 1200 perempuan yang menjalani skrining

dengan metode IVA dan Tes Pap dan dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Hasil

positif dari kedua pemeriksaan tersebut berjumlah 308 orang, 191 orang diantaranya

terdeteksi positif melalui metode IVA. Hasil konfirmasi histologi menunjukkan 175 sampel

dinyatakan positif (dengan kriteria NIS I atau yang lebih berat), dari 175 sampel tersebut, 130

diantaranya terdeteksi melalui metode IVA. Sementara Doh et al. (2005) melaporkan hasil

penelitian di Kamerun terhadap 4813 perempuan yang menjalani skrining dengan metode

IVA dan Tes Pap. Hasil penelitian menunjukkan sensitivitas IVA dibanding Tes Pap 70.4%

dan 47.7%, sedangkan spesifitas IVA dan Tes Pap berturut-turut 77.6% dan 94.2%, nilai

prediksi negatif (NPV/ Negative Predictive Value) untuk IVA dan Tes Pap berturut-turut

adalah 91.3% dan 87.8%. Suatu penelitian meta-analisis atas 11 penelitian potong lintang

(cross-sectional studies) yang dilakukan di India dan beberapa negara di Afrika (2008) yang

dilakukan Arbyn et al. membandingkan penggunaan metode IVA, VILI, IVA dengan

pembesaran (VIAM/Visual Inspection with Acetoacetat with a Magnifying device), tes Pap

dan HC2 (Hybrid Capture-2 assay). Penelitian ini melibatkan lebih dari 58.679 perempuan

usia 25-64 tahun. Hasil penelitian meta-analisis ini untuk angka sensitivitas IVA,Vili, tes Pap

dan HC2 berturut-turut adalah sebagai berikut : 1,2

Tabel 2 Sensitifitas, Spesifisitas Berbagai Metode Skrining Terhadap CIN 21

Metode Sensitivitas(%) Spesifisitas (%)IVA 79.2 84.7VILI 91.2 84.5

7

Page 8: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Tes Pap 57 93HC2 62 94

Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa skrining dengan metode IVA lebih

mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah, nyaman, praktis dan murah. Pada tabel dibawah

ini dapat dilihat perbandingkan antara pap smear dan IVA dalam berbagai aspek pelayanan.

Tabel 3. Perbandingan Skrining Tes Pap dan IVA1

Uraian Metode Skrining Tes Pap IVA

Petugas kesehatan Sample takers (Bidan/

perawat/ dokter umum/

Dr. Spesialis) Skrinner/

Sitologis/ Patologis

Bidan, perawat, dokter

umum, Dr Spesialis

Sensitivitas 70 % - 80% 65% - 96%

Spesifisitas 90% - 95% 54% - 98%

Hasil 1 hari – 1 bulan Langsung

Sarana Spekulum, lampu sorot,

kaca benda (slide),

laboratorium

Spekulum, lampu sorot,

Asam asetat

Biaya Relatif mahal Murah

Dokumentasi Ada Tidak ada

BAB III

PENUTUP

8

Page 9: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

A. Kesimpulan

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah metode deteksi dini kanker serviks

yang sesuai untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tekniknya cukup

sederhana, yaitu dengan mengaplikasikan asam asetat 3-5% pada serviks. Pada lesi

prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white

epithelium. Dengan munculnya bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA

positif.

Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk deteksi

dini lesi prakanker serviks, mudah, murah, dan efektif terutama jika dibandingkan

pap smear

B. Saran

Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk deteksi

dini lesi prakanker serviks dan mengingat faktor kemudahan, biaya dan efektifitas maka

pemeriksaan IVA dapat digunakan sebagai alternatif untuk deteksi dini lesi prakanker

serviks, serta diperlukan penyebarluasan teknik pemeriksaan IVA pada petugas kesehatan

terutama bidan, sehingga kelainan serviks pada tahap dini dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

9

Page 10: Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

1. Sapto Wiyono dkk, Inspeksi Visual Asam Asetat untuk deteksi Dini Lesi

Prakanker Serviks, 2004, Universitas Diponegoro

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Skrining Kanker Leher Rahim

Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat, 2008

3. Anonim, Kanker Leher Rahim, diunduh dari www.kalbe.com/cdk/ tanggal 29

Agustus 2012

4. Anonim, Peran Tenaga Kesehatan dalam Skrinning Kanker Leher Rahim dalam

Inspeksi Visual Asam Asetat. 2006. Universitas Sumatera Utara

5. Sinta Sasika, dkk, Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Uji Sitologi dan DNA

HPV. 2010. Universitas Padjajaran Bandung

10