inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

download inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

of 7

Transcript of inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    1/7

    Inkontinensia urin pada perempuan menopause

    E. SUPARMANJ. R OMPAS

     Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/ 

     RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado

    PENDAHULUAN

    Banyak perempuan mempunyai masalah dalam proses berkemih. Seperti merasakan keluarnya urindalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang batuk atau  jogging /berlari. Bahkan ada juga yang me-ngalami kesulitan menahan urin sehingga keluar se-saat sebelum berkemih. Semua gejala ini disebutdengan inkontinensia urin.1

    Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yangtidak terkontrol yang mengakibatkan gangguan hy-gene dan sosial dan dapat dibuktikan secara objek-tif. Inkontinensia ini dapat terjadi dengan derajatyang ringan berupa keluarnya urin hanya beberapatetes sampai dengan keadaan berat dan sangat meng-

    ganggu penderita. Pengalaman itu terutama lebih banyak dialami pada perempuan yang memasukimasa menopause.1,2

    Pada masa menopause, produksi hormon estro-gen berkurang. Estrogen mempengaruhi fungsi ure-ter, uretra, serta kandung kemih. Penurunan estro-gen diduga ikut berperan dalam perubahan struktur dan fungsi pada dinding uretra dan kandung kemihyang dapat menyebabkan berbagai keluhan sepertiinkontinensia, peningkatan frekuensi berkemih, nok-turia, dan kesulitan berkemih lainnya. Selain itu,

     penurunan estrogen menyebabkan terjadinya kele-mahan pada otot-otot pengontrol proses berkemih.Walaupun demikian sampai saat ini belum ada pe-nelitian yang memperlihatkan pemberian estrogen

     pada perempuan menopause dapat memperbaikifungsi kandung kemihnya.3,4

    Prevalensi inkontinensia urin menurut The Asia

     Pacific Continense Board  (APCB) sebanyak 20,9%-35%, di mana perempuan lebih banyak menderita(15,1%) dari pada laki-laki (5,8%). Dari sejumlah

    Tujuan: Memperlihatkan kaitan kejadian terjadinya Inkontinensia

    urin pada perempuan menopause serta jenis-jenis inkontinensia yang di-

    alaminya serta prosedur penatalaksanaannya.

    Tempat: Bagian Kebidanan dan Kandungan Universitas Sam Ratu-

    langi, Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado - Indonesia.

    Rancangan/rumusan data: Tinjauan literatur.

    Kesimpulan: Kejadian Inkontinensia pada perempuan menopause

    ter-jadi terutama karena kelemahan dari otot dasar pelvis. Di samping

    itu juga dipengaruhi oleh perubahan fungsi dan struktur dari kandung

    ke-mih dan uretra. Proses ini terutama diakibatkan oleh karena proses

     penuaan dari ovarium sehingga terjadi penurunan produksi estrogen. Es-trogen melalui reseptor α  dan β  mempengaruhi uretra dan kandung

    kemih. Penurunannya mengakibatkan uretra menjadi kaku dan tidak 

    elastis. Sehingga sukar untuk menutup dengan sempurna.

    [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 32-1: 48-54]

    Kata kunci: inkontinensia urin, menopause, estrogen, uretra, kan-

    dung kemih

    Objective : To determine types and process of Urinary Incontinencyin Menopause women.

    Setting : Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Me-dicine Sam Ratulangi University/Prof. Dr. R.D. Kandou General Hos- pital, Manado - Indonesia.

    Design/data identifi cation : Literature study.

    Conclusion : Urinary Incontinency in Menopause women exists be-cause of pelvis muscles weakening and the effect of function and struc-ture changing of bladder and uretra. Weakening of pelvis muscles is hap- pening because of the ovarian aging process therefore it causes decreas-ing in estrogen. Estrogen, through receptor α and ß, affect urethra and bladder. Decreasing of Estrogen causes urethra became inelastic and it can not close properly.

    [Indones J Obstet Gynecol 2007; 32-1: 48-54]

    Keywords : urinary incontinency, menopause, estrogen, urethra,bladder 

    | Maj Obstet  48 Suparman dan Rompas Ginekol Indones

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    2/7

     penderita perempuan tersebut 24,9% adalah stresinkontinesia, 10,5% inkontinensia gesa (Urge In-

    continence) dan 5% adalah kombinasi. Prevalensiinkontinesia urin di Indonesia belum ada angkayang pasti, dari hasil beberapa penelitian didapat-kan angka kejadian berkisar antara 20% sampaidengan 30%.5

    Inkontinensia urin merupakan suatu gejala dan bukan merupakan suatu penyakit. Karena itu, pe-nanganan kasus inkontinensia urin dilakukan de-ngan pendekatan multidisiplin.6

    DEFINISI

    Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yangtidak terkontrol yang mengakibatkan gangguan hy-gene dan sosial dan dapat dibuktikan secara objek-tif. Inkontinensia ini dapat terjadi dengan derajatyang ringan berupa keluarnya urin hanya beberapatetes sampai dengan keadaan berat dan sangatmengganggu penderita.1-3

    MEKANISME KONTINENSIA

    Proses berkemih merupakan kombinasi dari keja-dian kerja otot secara tidak sadar dan kerja ototsecara sadar. Dalam keadaan normal, kandung ke-mih dan saluran pengeluaran (bladder outlet ) ber-hubungan simultan dalam penyimpanan dan penge-luaran urin. Saat kandung kemih mengembang ka-rena terisi oleh urin, orang akan mempunyai sen-sasi bahwa kandung kemih penuh. Jika keinginan

     berkemih lebih besar dari kemampuan seseoranguntuk menahan berkemih maka proses berkemihdimulai.5,6

    Proses awal berkemih dimulai dengan penurunantekanan intra vesika yang mencerminkan relaksasiotot dasar panggul dan otot para uretra. Keadaanini diikuti oleh pemendekan uretra secara mekanik dan pembukaan leher kandung kemih. Perubahan-

     perubahan ini diikuti oleh kontrol detrusor dalam beberapi detik dan terjadi peningkatan tekanan intravesika yang dipertahankan sampai kandung kemihkosong.2

    Proses ini dikontrol oleh signal dari korteks se-rebri untuk menghambat signal saraf simpatis danmerangsang sistem saraf parasimpatis sehingga

    sfingter uretra internal dan eksternal akan relaksasidan otot detrusor akan berkontraksi.7

    JENIS-JENIS INKONTINENSIAPADA PEREMPUAN

    1. Stres Inkontinesia

    Hilangnya atau keluarnya urin yang sangat erathubungannya dengan suatu peningkatan tekananintra abdominal. Pasien mengeluh sering keluar air kecil saat dia bersin, batuk, tertawa, melom-

     pat atau gerakan lainnya.2-6

    2. Urge Inkontinensia

    Keadaan di mana ada dorongan kuat untuk ber-kemih tanpa adanya alasan, yang tidak dapat di-tahan. Pasien mengeluh ingin buang air kecil se-cara tiba-tiba yang tidak dapat ditahan. Bila dia

    menahannya, maka urin akan keluar dengansendirinya. Kelainan ini sering akibat kontraksiyang tidak dapat dihindari karena otot-otot ve-sika sangat aktif berkontraksi. Pada Urge Inkon-tinensia, urin yang keluar lebih banyak, sering

     buang air kecil pada malam hari dan pada waktutidurpun dapat keluar, karena otot-otot vesika

     berkontraksi tergantung dari jumlah urin didalam vesika urinaria.6

    3. Overflow Inkontinensia

    Keluarnya urin yang tidak terkontrol karena kan-dung kemih sangat penuh. Urin keluar menetesterus menerus, dan akan keluar lebih banyak bilaada peninggian tekanan intra abdominal seperti

     batuk, bersin, dan tertawa. Hal ini disebabkankarena kelemahan otot-otot vesika dan kerusakansyaraf karena penyakit Diabetes, atau karena ada

     penekanan oleh tumor atau batu. Keadaan ini jarang terjadi pada perempuan.6

    4. Kontinue Inkontinensia

    Urin keluar terus menerus tanpa dapat ditahan.Keadaan ini biasanya disebabkan karena adanyakebocoran dinding vesika atau uretra ke vagina( fistula vesiko/uretro vagina).7

    MEKANISME INKONTINENSIAPADA PEREMPUAN MENOPAUSE

    Pada masa menopause terjadi perubahan endokrinyang diduga berkaitan dengan proses penuaan yangterjadi pada aksis hipotalamus-hipofisis dan ova-rium. Akibatnya terjadi gangguan interaksi antarahormon yang dihasilkan oleh ketiga organ tersebut.Terutama terjadi penurunan produksi hormon es-trogen oleh ovarium. Penurunan hormon estrogen(estradiol) ini disebabkan oleh proses penuaan pada

    ovarium. Akibatnya ovarium menjadi kecil, din-dingnya tebal dan tidak dapat lagi menjawab rang-sangan hormon FSH untuk membentuk estradiol.

    Vol 32, No 1 | Januari 2008 Inkontinensia urin pada perempuan menopause 49

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    3/7

    Penurunan estradiol mencapai kadar < 108 pg/mldan peningkatan FSH mencapai > 25 mIU/ml, yang

    menandakan awal dari masa menopause. Pada masamenopause estradiol menurun sampai di bawah 10%.8

    Hormon estrogen berkerja pada organ sasaranmelalui reseptor estrogen α  dan β. Jaringan yangmemiliki reseptor estrogen α  dan β  adalah kulit,otak, tulang, uterus, vesika urinaria, uretra, ovari-um, kardiovaskuler, dan payudara. Jaringan yanghanya memiliki reseptor estrogen β  adalah traktusgastrointestinal, sedangkan jaringan yang hanyamemiliki reseptor α adalah hepar. Interaksi estrogendengan reseptornya akan menghasilkan proses ana-

     bolik. Akibatnya bila terjadi penurunan estrogenterutama pada traktus urinarius perempuan meno-

     pause akan perubahan struktur dan fungsi. Estrogendapat mempertahankan kontinesia dengan mening-katkan resistensi uretra, meningkatkan ambang sen-soris kandung kemih, dan meningkatkan sensitivi-tas α adreno reseptor pada otot polos uretra.9

    Uretra dan ureter merupakan jaringan yang ter-gantung pada estrogen. Penurunan estrogen didugaikut berperan dalam perubahan struktur dan fungsi

     pada dinding uretra dan kandung kemih yang me-nyebabkan berbagai keluhan. Uretra mempunyaiempat lapisan fungsional yang sensitif terhadap es-trogen, terdiri dari epitel, vaskuler, jaringan penyo-

    kong dan otot polos yang berfungsi pada pemeli-haraan tekanan uretra. Keluhan yang ditimbulkan

     berupa inkontinensia urin, peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dan kesulitan berkemih.

    Inkontinensia urin disebabkan perubahan pada jaringan epitel dan vaskuler yang terletak di antaramukosa dan jaringan otot. Bagian distal uretra akanmenjadi kaku dan tidak elastis sehingga sukar un-tuk menutup sempurna. Bila kandung kemih penuhmaka tetesan urin dapat keluar tidak terkontrol. Pe-nutupan yang tidak sempurna juga menyebabkan

     bakteri dan substansi berbahaya lain dapat masuk 

    ke dalam kandung kemih sehingga dapat terjadi in-flamasi uretra dan kandung kemih.3,6

    Inkontinensia di atas terjadi akibat proses penua-an dan akibat penurunan kadar estrogen. Secaramekanisme dapat disebabkan:4,5

    1. Uretra gagal untuk menutup secara sempurnadan menjadi sangat mudah digerakkan. DisebutUretra hipermobilitas.

    2. Kelemahan otot yang melingkari leher kandungkemih. Disebut Defisiensi Sfingter intrinsik/ In-trinsic sphincteric deficiency  atau ISD.

    Uretra hipermobilitas

    Pada uretra hipermobilitas terjadi di mana uretra

    tidak menutup secara sempurna dan sangat mudahdigerakkan. Kondisi ini terjadi bila otot dasar pelvismenjadi lemah akibat proses penuaan dan mengi-kuti hal-hal seperti di bawah ini:

    Tegangan dari otot-otot dasar pelvis berkurang Kandung kemih akan turun ke bawah. Kandung kemih yang turun ke bawah akan men-

    desak otot-otot yang mengelilingi leher kandungkemih.

    Inkontinensia urin pada uretra hipermobilitas di-kategorikan dalam 2 tipe yaitu:

    Tipe 1: Terjadi karena leher kandung kemih danuretra tidak menutup dengan sempurna.

    Tipe 2: Terjadi karena leher kandung kemih ter-geser akibat perubahan posisi kandung kemih se-

     perti pada cystocele.

    Gambar 1. Inkontinensia urin karena leher kandung kemihdan uretra tidak menutup sempurna disertai dengan kelemah-an otot dasar pelvis1

    Urethra

    Urethral sphincter 

    Weak pelvic muscles 

    Bladder neck 

    | Maj Obstet  50 Suparman dan Rompas Ginekol Indones

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    4/7

    Intrinsic Sphincteric deficiency (ISD)

    Tipe ini kadang disebut sebagai tipe 3 dari inkon-tinensia urin. Inkontinensia urin ini disebabkan olehkarena otot-otot pada leher kandung kemih rusak atau lemah. Kondisi ini menyebabkan:

    Leher kandung kemih terbuka selama fase pe-ngisian.

    Tekanan penutupan pada uretra rendah.

    Inkontinensia urin pada perempuan menopausemerupakan:4,5

    Stress inkontinensia Urge inkontinensia Tipe campuran kedua jenis di atas

    PENGARUH INKONTINENSIA URINTERHADAP PENDERITA

    1. Pengaruhi Emosional

    Inkontinensia urin mempengaruhi emosional penderita cukup besar. Pada perempuan yangmenderita inkontinensia sering kali mengalamidepresi karena mereka merasakan kesendiriandan merasa hina dengan kondisinya. Keluar urin

    secara tidak sadar membuat penderita merasa bahwa ia sedang ngompol. Penderita merasa di-rinya tidak bersih dan menimbulkan bau dari urin

    menyebabkan penderita menyendiri dan menarik diri dari pengaulan. Penderita sering marah de-

    ngan emosi yang tidak stabil.4

    2. Gangguan terhadap kehidupan sehari-hari

    Merasakan basah pada celana dan bau menye- babkan penderita menarik diri dari kehidupansosial. Penderita lebih cenderung menyendiri dan

     bahkan akan berhenti dari pekerjaan yang sedangdigeluti. Bila sebelumnya penderita ceria dan ke-hidupan sosial yang baik, pada kondisi denganinkontinensia penderita terlihat menarik diri darikehidupan sosialnya.1

    3. Pengaruh spesifik 

    Bila inkontinensia yang berat penderita me-

    merlukan pemasangan kateter permanen, se-hingga mobilitas penderita terganggu.

    Inkontinensia akan membuat penderita tidak  bisa hidup bebas dan terikat dengan oranglain.

    Pada penderita sering mengalami jatuh dankecelakaan. Hal ini berkaitan dengan keadaandi mana penderita tergesa-gesa untuk menca-

     pai toilet sehingga bila tidak hati-hati bisa jatuh dan mengalami kecelakaan.

    DIAGNOSIS

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:10

    AnamnesisPada anamnesis kita akan mendapatkan keluhan

     pada penderita berupa: – Pada stres inkontinensia penderita akan me-

    ngeluhkan keluarnya urin dalam jumlah kecil pada saat melakukan kegiatan fisik (batuk, ber-sin, melakukan jogging/berlari dan lain-lain).7

     – Pada urge inkontinensia penderita akan menge-luhkan keluarnya urin dalam jumlah banyak 

     pada saat yang tidak diharapkan seperti saattidur.

     – Tipe campuran kedua di atas penderita menge-luhkan gejala seperti yang terdapat pada keduatipe di atas.

    Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan telititermasuk pemeriksaan ginekologi. Diperhatikan

     juga apakah terdapat abnormalitas dan pembe-saran di rektal, genitalia, dan daerah abdomenyang dapat menyebabkan atau menambah ke-adaan masalah inkontinensia.

    Pemeriksaan Urinalisis

    Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghindarkanadanya infeksi saluran kemih, batu buli-buli dantumor kandung kemih.

    Gambar 2. Otot dasar pelvis yang kuat menyebabkan uretratertutup rapat1

    Urethra

    Urethral sphincter 

    Bladder neck 

    Strong pelvic muscles 

    Vol 32, No 1 | Januari 2008 Inkontinensia urin pada perempuan menopause 51

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    5/7

    Daftar Harian Berkemih. Dibuat untuk menge-tahui frekuensi berkemih, volume urin yang di-

    keluarkan, adanya nokturia atau tidak, keinginan berkemih, lamanya pencatatan berkemih ini di-lakukan 4-5 hari pada penderita, terutama bilaakan dilakukan pemeriksaan urodinamik.

    Tes Batuk . Pada tes ini kandung kemih diisi de-ngan cairan steril kurang lebih 250 ml melaluikateter. Kemudian kateter dicabut penderita di-minta untuk melakukan valsava atau batuk dandiobservasi keluarnya urin pada saat batuk atautindakan valsava.

    Tes Pembalut (Pad test ). Dapat dipergunakanuntuk menilai secara objektif adanya urin yangkeluar serta menilai derajat beratnya inkontinen-sia. Tablet Pyridium diberikan secara oral agar urin berwarna oranye. Derajat warna yang tam-

     pak pada pembalut berbanding lurus dengan jumlah urin yang keluar.

    Pemeriksaan Uretrosistokopi. Diperlukan un-tuk mengetahui keadaan mukosa kandung kemihdan uretra, serta kemungkinan adanya atrofi, po-lip, radang, divertikel, keganasan sekaligus me-nilai kapasitas kandung kemih.

    Intravenous Pyelogram. Digunakan untuk urgeinkontinensia dengan mendeteksi abnormalitasstruktur uretra: penyempitan uretra, pengosongan

    kandung kemih tidak lengkap. USG (Ultrasonografi). USG untuk mengidenti-

    fikasi kelainan pada leher kandung kemih dan juga untuk mendiagnosis instabilitas otot de-trusor.

    Pemeriksaan Urodinamik . Pemeriksaan ini di-lakukan bila diagnosis masih diragukan. Digu-nakan untuk menilai hubungan fisiologis antaravesika urinaria dengan uretra. Tujuan dari pe-meriksaan ini adalah: melakukan tayangan ulangkeluhan dan tanda-tanda inkontinensia pada pen-derita, serta memberikan gambaran patofisiologi

    disfungsi traktus urinarius bagian bawah. Peme-riksaan ini meliputi pemeriksaan residu urin, ure-tral pressure profilometry  (UPP), Video cystome-trographhy  (Video CMG), electromyography.

    PENATALAKSANAAN

    Secara umum penatalaksanaan inkontinensia urin pada perempuan menopause dengan kelainan stresinkontinensia bertujuan untuk menguatkan otot-otot

    dasar pelvis.2,4-8

    Penatalaksanaannya meliputi pemakaian pera-latan yang menekan keluarnya urin:

    Pemakaian pad/diapers ( pampers) atau peralatanuntuk mencegah keluarnya urin.

    Alat ini dipakaikan pada uretra yang terbuka, dan berfungsi menghisap atau menampung urin su- paya tidak menetes keluar. Alat ini dapat dipakai paling tidak 5 jam sehari dan setiap penggantiandigunakan yang baru. Dipakai selama aktivitasfisik.

    Peralatan ini tidak boleh dipakai pada keadaan:

     – Terdapatnya infeksi pada traktus urinarius daninfeksi vaginal.

     – Pada Urge dan tipe inkontinensia urin yanglain.

     – Pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya

    terhadap keadaan inkontinensia yang diderita. Peralatan untuk uretra seperti: Urethra shield 

    atau  caps, Urethra tubes. Peralatan untuk vagina: Tampon, Pessarium,  In-

    trol Bladder Neck support   (merupakan cincinfleksibel yang ditempatkan di dalam vagina yangmempunyai dua sisi untuk menekan dinding va-gina dengan menyokong uretra).

    Dalam penanganan gangguan inkontinesia urinusaha untuk memperkuat otot panggul melalui la-tihan juga cukup membantu. Metode pelatihan dantindakan noninvasiv yang diperkenalkan yaitu:

    Latihan memperkuat otot dasar pelvis (senamKEGEL). Senam KEGEL ini berfungsi untuk memperkuat otot-otot dasar pelvis yang menyo-kong kandung kemih dan penutup uretra. Latihanini berguna pada stres inkontinensia dan urge in-kontinensia.

     Bladder Training Di sini dibutuhkan kemauan dan disiplin dari

     penderita serta pengawasan dan bimbingan dariinstruktur. Biasanya pemberian pengobatan danlatihan ini bersamaan waktunya. Penderita di-

     pacu untuk mencapai target waktu yang telah

    ditetapkan untuk berkemih dan dinaikkan de-ngan interval dalam setiap setengah jam dan di-lakukan minimal selama 6 minggu. Latihan ototkandung kemih ini sebagai terapi sering disertai

     pula dengan pemberian obat-obatan. Metode lain yang dianjurkan seperti: Vagina

    cones,  Biofeedback devices, extracorporal mag-netic innervation therapy, dan  Electrical stimu-lation of the pelvic floor .

    Gangguan inkontinesia urin merupakan gang-guan yang cukup mengganggu bagi para perem-

     puan yang menderita kelainan ini. Dalam kehidup-

    an sosial dan pergaulan dalam masyarakat, pen-derita akan minder dan terkucilkan dengan keadaan

     bau urin. Dan beberapa kebiasaan hidup dari pen-

    | Maj Obstet  52 Suparman dan Rompas Ginekol Indones

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    6/7

    derita tersebut yang bisa memperberat keadaan in-kontinensia urin tersebut perlu diperhatikan. Dalam

     penatalaksanaan ini perlu diperhatikan perubahangaya hidup. Perubahan gaya hidup berupa:

    Menjaga kebersihan diri dan kebersihan kulit.Kebersihan kulit terutama pada kulit sekitar pe-rineum, dan vulva supaya tidak terjadi iritasi daninfeksi.

    Mencegah dan mengurangi bau yang timbul aki- bat urin yang keluar.

    Mengontrol kenaikan berat badan. Pada pende-rita yang obesitas dapat memperberat kondisiinkontinensia.

    Perhatikan pola makan dengan memakan ma-

    kanan yang mengandung banyak serat. Konsti- pasi dapat memicu timbulnya inkontinensia urin.

    Pembatasan intake  cairan. Menghindari makanan dan minuman di bawah

    ini yaitu: – Kafein – Alkohol – Makanan pedas – Coklat – Pemanis buatan – Makanan yang mengandung karbonat –   Juice Citrus

     – Tomat – Gula dan madu – Susu dan hasil olahan susu lainnya

    Selain itu, pengobatan secara medikamentosa/obat-obatan juga dapat membantu. Medikamento-sa/obat-obatan berupa:

    Terapi medikamentosa yang dipergunakan dapatkita bedakan atas: Terapi untuk urge inkontinensia:

     – Antikolinergik Kerjanya menghambat kontraksi dari kandungkemih, yang berlebihan meningkatkan kapasi-

    tas kandung kemih, dan memperlambat rasaketergesaan untuk berkemih.

     – Antispasmodik Kerjanya membantu merelaksasi otot-otot kan-dung kemih.

    Terapi untuk stres inkontinensia urin – Alfa adrenergik agonist: Berfungsi untuk me-

    nguatkan otot polos yang membuka dan me-nutup sfingter interna uretra.11

     – Nitrovasolidator: Menyebabkan relaksasi otot polos terutama pada pembuluh darah.

    Obat-obatan lain yang digunakan yaitu: Antidepressan trisiklik: Obat ini bersifat antiko-

    linergik, bersifat merelaksasi otot kandung ke-mih tapi menguatkan sfingter interna.

    Serotonin-Noradrenaline reuptake inhibitor (SNRIs).11

    Desmopressin (DDAVP) yang digunakan untuk 

    anak-anak yang mengompol, ternyata dapat digu-nakan pada penderita yang mengalami inkonti-nensia pada malam hari.

    Estrogen: Saat ini terdapat silang pendapat yangcukup tajam mengenai penggunaan estrogen se-

     bagai terapi untuk inkontinensia urin. Pada pe-nelitian baru-baru ini didapatkan ternyata pem-

     berian estrogen dalam jangka panjang untuk te-rapi inkontinensia justru meningkatkan gejala in-kontinensia itu sendiri.

    Bila tindakan yang disebutkan di atas tidak dapatmembantu maka kita perlu melakukan perbaikansecara operatif. Terdapat hampir 200 prosedur ope-rasi pada inkontinensia. Kebanyakan prosedur ini

     berfungsi untuk memperbaiki anatomis leher kan-dung kemih dan uretra pada pasien stres inkonti-nensia urin. Tindakan operatif dilakukan bila pe-ngobatan secara konservatif gagal untuk mengatasikeadaan inkontinensia dari penderita. Kebanyakan

     prosedur cukup aman untuk perempuan yang sudahmencapai umur 80 tahun. Komplikasi yang bisa ter-

     jadi dari prosedur operatif ini adalah: obstruksi ja-lan keluarnya urin dari kandung kemih, menyebab-kan kesulitan untuk berkemih dan iritasi. Pemilihan

     prosedur operatif ini tergantung pada kelainananatomi yang ada dan faktor-faktor yang menye-

     babkan terjadinya inkontinensia.

    Prosedur operasi yang ada sebagai berikut:

    1.  Retropubic colposuspension surgeryMerupakan tindakan operasi dengan membukaabdomen bertujuan untuk memperbaiki posisidari kandung kemih dan uretra. Cara menjahitleher kandung kemih dan uretra secara langsungke sekitar tulang pelvis atau ke struktur terdekat.Tindakan operasi ini terutama dilakukan padastres inkontinensia dengan hipermobilitas uretra.

    2.  Marshall-Marchetti-Krantz procedureMerupakan prosedur tindakan operasi denganmembuka dinding abdomen. Operator akan me-naikkan uretra dan leher kandung kemih denganmenggunakan benang jahitan kemudian diikat-kan pada tulang rawan terdekat seperti simpisisosis pubis.

    3. Laparoskopi

    4.  Needle suspensionPada dasarnya tindakan ini adalah dengan meng-gunakan benang yang diikat pada masing-masingsisi dari kandung kemih dan diikatkan ke otot

    atau ke os pubis.5. Sling procedure:

     Percutaneuous sling procedure for women

    Vol 32, No 1 | Januari 2008 Inkontinensia urin pada perempuan menopause 53

    |

  • 8/18/2019 inkontinensia urin pada wanita menopause.pdf

    7/7

    Operator membuat insisi di atas os pubis danmenempatkan sebuat pita dari fasia abdomen(jaringan yang menutup otot). Pita ini bertin-dak sebagai penyanggah. Biasanya pita inidiambil dari kadaver atau pita sintetis yangtelah teruji. Setelah itu operator membuat in-

    sisi pada dinding vagina. Pita itu ditempatkandi bawah uretra dan leher kandung kemih,seperti gantungan/buaian, dan dilekatkan kedinding abdomen dan tulang pelvis. Penyang-gah ini akan menekan uretra kembali ke tem-

     pat sebenarnya. Penyanggah harus dapat me-nyanggah dan tidak terlalu kuat ikatannyakarena dapat menyebabkan obstruksi kandungkencing.

    Vagina sling and tape procedure for women(Tention Free Vaginal Tape)Merupakan operasi pemasangan pita untuk memperkuat otot sfingter uretra yang di-

    lakukan pada pasien dengan Stres Inkontinen-sia yang tidak dapat diatasi dengan latihanotot dasar panggul dan obat-obatan. Operasiini masih banyak kendala karena biaya yangcukup mahal.

    6.  Artificial sphincter Sfingter buatan. Dipakai bila penderita menga-lami kehilangan fungsi sfingter secara total. Alatini berupa balon dan sebuah cuff  dengan pemom-

     paan. Penderita akan membuka cuff   secara ma-nual dengan memompakan balon tersebut. Uretraakan terbuka dan kandung kemih dapat diko-

    songkan. Setelah itu cuff   akan tertutup secaraotomatis setelah beberapa menit.

    7.  Procedure for urge incontinence

    Sacral neuromodulation

    Terapi ini adalah untuk merangsang nervussacralis dengan rangsang listrik supaya ber-fungsi kembali.

    Transcutaneous neuromodulationMenempatkan elektroda ke permukaan kulit un-tuk merangsang kontraksi dari sfingter uretra.

     Percutaneous Stoller Afferent nerve stimula-tionProsedur ini menggunakan sebuah jarum ke-cil tipis yang ditempatkan tidak jauh dari tu-lang pergelangan kaki. Tujuan jarum ini ada-lah untuk mencapai nervus tibialis di perge-langan kaki di mana berhubungan langsungdengan nervus sacralis. Rangsang listrik de-ngan frekuensi rendah diberikan sekitar 30menit seminggu sekali ±  selama 3 bulan. Tu-

     juannya adalah untuk merangsang nervus sa-cralis dan mengembalikan fungsi sfingter ure-tra. Perbaikan tergantung dari masing-masing

     penderita.

    RUJUKAN

    1. Menefee SA, Wall LL. Incontinence, Prolapse and Disorder 

    of The Pelvic Floor. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA.

     Novak’s Gynecology. 12th  ed. California; Lippincott Wil-

    liams & Wilkins, 2002: 654-84

    2. Somad NM. Inkontinensia Urin Pada Wanita. Simposium

    Muktamar PERKINA I. Jakarta, April 2005

    3. Suparman E. Patofisiologi/Gejala Klinik Masa Perimeno-

     pause. Temu Ilmiah: Fertilitas Endokrinologi Reproduksi.

    Bandung, Oktober 2002

    4. http/www.brucemedical.com/incontinent.html, November 2003

    5. http/www.niddk.nih.gov/article.html. June 2003

    6. Martin CM. Urinary Incontinence in the Elderly. In: http/

    www.ASCP.com/article.html

    7. Hasan B. Pengelolaan Inkontinensia Urine pada Wanita.

    Temu Ilmiah Perkembangan Terkini dalam Bidang Obstetri

    dan Ginekologi. Hotel Horisan. Jakarta, November 2001

    8. Yunizaf H. Overactive Bladder. Kumpulan Makalah Sim-

     posium: Inkontinensia. Hotel Grand Bali, Juli 2000

    9. Rachman IA. Osteoporosis primer pada wanita pasca meno-

     pause (Peranan Hormon Estrogen Menjelang Usia Lanjut).

    Maj. Obstet Ginekol Indones, 2004; 28: 3

    10. Newman DK. What’s New: the AHCPR guideline update

    on urinary incontinence. J Ostomy/Wound Management

    1997; 42(10): 46-59

    11. Nilvebrant L, Hallen B, Larsson G. Tolterodine: a new blad-

    der selective muscarinic receptor antagonist: preclinical phar-macological and clinical data; Life sciences 1997; 60(13/

    14): 1129-36

    Bladder 

    Gambar 3. Sling procedure1

    Pubic bone 

    Urethra

    Sling material 

    Bladder neck 

    | Maj Obstet  54 Suparman dan Rompas Ginekol Indones

    |